Download - Asuhan Keperawatan Pneumotoraks
LAPORAN PENDAHULUAN
Definisi
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis
diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis
pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru
yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara,
dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini. Pneumotoraks berhubungan
dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya
paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara
dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat
terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah
suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma
atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat
tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada
trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi)
atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula
mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas
proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma
atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan
langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang
dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura
selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru
atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan
vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses
inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat
terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat
maka dapat terjadi tension pneumotoraks.
Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat
tergantung pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi
penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan
hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus,
pneumotoraks terluput dari pengamatan.
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus.
Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada
aktivitas biasa atau waktu istirahat.
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap
bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu
perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi
perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks).
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang
melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada
sisi yang sakit.
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah,
gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun,
terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi
kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumotoraks.
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas,
diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada
Patofisiologi Pneumotoraks
Gambaran Radiologis
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen
yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa
garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral (gambar 1 dan 2)(2).
Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumotoraks yang berbentuk
cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila
pneumotoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi
penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan
membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi
maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga
intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara
jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat
pneumotoraks, yakni kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak
menaikkan densitas pneumotoraks.
Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu
dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih
tebal/padat dibanding pneumotoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis
ekspirasi tetapi ruang pneumotoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif
pneumotoraks lebih berhubungan dengan apru-paru sehabis ekspirasi dibanding
inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan
pneumotoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya.
Foto lateral decubitus pada sisa yang sehat dapat membantu dalam
membedakan pneumotoraks dengan kista atau bulla. Pada pneumotoraks udara
bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi
lateral.
Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau
paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar. Udara dalam ruang pleura
jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan
pneumotoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya,
dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru-paru.
Ketika pneumotoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara
terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis.
Oleh karena itu distribusi udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan
pengempisan lobus. Pada tension pneumotoraks pergeseran dari struktur
mediastinal kesan pada paru dan kesan pada diafragma sudah terlihat. Ketika
kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya
horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara
intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan
kadang-kadang pneumotoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada
pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi
paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tenagh dari paru bayi yang baru
lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan
dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada
neonatus, yang mengindikasikan pneumotoraks bilateral, karena garis ini biasanya
tidak terlihat pada pasien. Pada bayi neonatus pneumotoraks dapat dievaluasi
dengan foto anteroposterior atau lateral pada saat yang sama.
Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk
atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial
sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral
atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam
celah interlobus, terutama sekali di dalam celah kecil sisi kanan pneumotoraks.
Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang
pada pasien pneumotoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada
kedalaman sulcus costophrenicus samping yang menandakan udara dalam area
ini.
Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena
itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran
pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif
lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis.
Secara ringkas, hasil dianogsa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat
dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam
posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk ,mengkonfirmasikan
kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika
pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya,
ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral
diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak
ditemukan pada hilus atau dibawah pada pasien pneumothoraks yang besar atau
luas.
Komplikasi Pneumothoraks
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi
karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih
hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke
atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah
kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.(3).
Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus
segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal(2).
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara
bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang
membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah
rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita
pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini
biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak
dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus
trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk
kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh
pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan
interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif
ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan
fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru
secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini
timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari
emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum
yang berasal dari perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula
bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula
bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara
lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka,
adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-
pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis
diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis
pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru
yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara,
dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini.
Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi
emfisema, trauma, tuberculosis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PNEUMOTORAKS KANAN
Kasus
“ Bapak M datang ke rumah sakit dengan keluhan berupa rasa sakit yang tiba-tiba
dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Umur Bapak M 47 tahun.
Keluarga menyatakan bahwa klien tiba-tiba merasakan sesak ketika membantu
istrinya mengepel rumah.”
PENGKAJIAN
Nama: Tn. M
Umur: 45 tahun
Jenis Kelamin: L
Agama: Islam
Suku/Bangsa: Madura
Bahasa: Indonesia
Pendidikan: SMA
Pekerjaan: Pedagang
Status: Kawin
Alamat: Semeru, Jember
Keluhan Utama
sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak tiba-tiba yang timbul saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat.
Upaya yang Telah Dilakukan
Klien membeli obat yang dijual bebas
Istirahat dirumah saja
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah mengidap gangguan pernafasanefusi pleura dan telah
dilakukan penyedotan pada paru kanan dengan selang WSD.
Asma akut
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keadaan Lingkungan yang Menimbulkan Penyakit
Klien tinggal diperkampungan padat penduduk.
Klien adalah perokok aktif.
Klien sering bepergian menggunakan motor.
Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan
Selama masih bisa bekerja, walaupun badanya panas klien tetap
melakukan pekerjaan rutin.
Merokok 1 pak/hari, lebih banyak minum kopi daripada miinum air
putih.
Kalau sakit sering diobati sendiri.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Sebelum sakit: Klien makan dalam porsi yang banyak, kuantitas lebih
penting dari kualitas, lebih banyakk minum kopi daripada minum air putih.
Setelah sakit: Makan setengah porsi dari biasanya dan mengurangi
merokok dan kopi.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit: BAB pada pagi hari, kencingnya juga normal.
Setelah sakit: Klien malas untuk BAB karena dada terasa sakit ketika
mengejan.
4. Pola Aktivitas dan Kebersihan Diri
Sebelum sakit: bekerja sebagai pedagang di pasar trasisional, mandi 2X
sehari, Toileting, makan dan minum dilakukan mandiri.
Sesudah sakit: Berhenti bekerja, mandi 1X sehari ketika siang hari
selebihnya dilap saja, toileting, makan minum masih dilakukan mandiri.
5. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit: Sering begadang, dapat tidur dengan nyenyak.
Setelah sakit: tiddak bergadang, sering terbangun jika mulai sesak dan
nyeri didada.
6. Pola Kognisi dan Persepsi Sensori
Klien dapat berbicara dengan lancar, melihatdan memebaca koran,
mengikuti instruksi perawat dengan tepat, dan dapat merasa sesuatu.
7. Pola Konsep Diri
Gambaran diri: Klien menerima sakitnya dengan pasrah.
Ideal diri: Klien ingin cepat sembuh agar dapat bekerja seperti
biasanya.
Harga diri: klien merasa bersalah pada keluarga atas sakitnya,
karena sementara waktu tidak bisa menjadi kepala keluarga yang
baik.
Peran diri: klien berusaha agar cepat sembuh dan berharap dapat
melakukannya semula.
Identitas diri: Klien menyadari bahwa penyakitnya merupakan
teguran dari Allah SWT. Dan berusaha sembuh untuk dapat
menjadi kepala keluarga yang baik.
8. Pola Peran-Berhubungan
Hubungan klien dengan keluarga masih harmonis sepertisaatklien sehat.
9. Pola sekksual dan seksualitas
Akhir-akhir ini klien sering mengalami syeri dada dan sesak ketika
berhubungan suami istri, hubungan seksual lebih dikurangi dari biasanya.
10. Pola Mekanisme Koping
Klien cenderung menyembunyikan penyakitnya hanya beristirahat saja
ketika mulai merasa sakt.
11. Pola Nilai Kepercayaan
Klien tetap melaksanakan ibadah shalat lima waktu, dan menyerahkan
hasil pengobatan kepada Allah SWT.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit, pada
waktu
respirasi, bagian yang sakit gerakannnya tertinggal, trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi: pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar, Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
Perkusi: suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar batas jantung ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
Auskultasi: Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai
menghilang. Suara nafas terdengar amforik bila ada fistel
bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka. Suara
fokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
Pemeriksaan Penunjang
Foto rotngen
DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1) Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru,
gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam
bersihan jalan napas klien efektif.
KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan
GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
· Intervensi :
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps
spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan
sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda
vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan
ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas
dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian
kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk
sebanyak mungkin.
· Rasional :
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk
pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan
jalan napas diduga memburuknya kondisi atau
terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb,
terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus,
segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area
atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area
kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga
dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan
memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi
trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan
pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan
yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat
batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
2) Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental
Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas
Perubahan kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan
otot aksesori
Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels
Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien
menunjukan bersihan jalan napas.
KH : Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/
jelas
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis.,
batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis.,
mengi, krekles, ronki.
2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi /
ekspirasi
3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian
kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu,
asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi
individu.
6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.
7. Berikan obat sesuai indikasi
Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin,
Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin
(Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol,
Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin
(Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)
8. Berikan fisioterapi dada
Rasional :
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan
adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran,
krekles basah (bronkitis); bunyi napas redup dengan
ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi
napas (asma berat).
2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stres / adanya
proses infeksi memanjang dibanding inspirasi
3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung
pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi,
reaksi alergi.
4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun,
pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernapas.
5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut
6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara
7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal,
menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi
mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau
inhalasi.
8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk
membuang banyaknya sekret kental dan memperbaiki
ventilasi pada segmen dasara paru.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum
Ditandai : Penurunan berat badan
Kehilangan massa otot, tonus otot buruk
Kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien
menunjukan peningkatan nutrisi yang adekuat
KH : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat
Intervensi :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat
derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan
sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering
Rasional :
1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena
dispnea, produksi sputum, dan obat.
2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang
berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan
hipoksemia.
3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan
dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori total.
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang
terpajan pada informasi.
Ditandai : kurang terpajang pada informasi
Mengekspresikan masalah, meminta informasi,
Berulangnya masalah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan
keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.
KH : Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)
Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan
evaluasi medik
Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah
· Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu
b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi
jangka panjang.
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik,
istirahat, latihan.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea,
distres pernapasan lanjut.
· Rasional :
a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan.
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman
kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain
itu pasien sehat yang menderita pneumotoraks spontan,
insiden kambuh 10 %- 50 %.
c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi
medik untuk mencegah / menurunkan potensial
komplikasi.
PELAKSANAAN
No.
Diagnosis
Tindakan Paraf
1 a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex :
kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan /
pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis,
perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan
ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas
dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk
duduk sebanyak mungkin.
2 1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas,
mis., mengi, krekles, ronki.
2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio
inspirasi / ekspirasi
3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres
pernapasan, penggunaan otot bantu
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis.,
peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur.
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu,
asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi
individu.
6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.
7. Berikan obat sesuai indikasi
Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin,
Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin
(Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol,
Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin
(Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)
8. Berikan fisioterapi dada
3 1. Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat
derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus
3. Dorong periode istirahat
semalam 1 jam sebelum dan
sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering
4 a. Kaji patologi masalah individu
b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi
jangka panjang.
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi
baik, istirahat, latihan.
d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea,
distres pernapasan lanjut.
EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pneumotoraks adalah :
a. Pola pernafasan efektif.
b. Nafsu makan bertambah
c. Nyeri berkurang
d. Pasien dapat menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi.
f. Pengetahuan klien bertambah
Daftar Pustaka
http://razimaulana.wordpress.com/2011/04/09/pneumotoraks/
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/pneumothoraks.html
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Nursing Diagnosis: Application To Clinical
Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott Company
http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/pneumothoraks.html