Referat Ilmu Kesehatan Jiwa:
Aspek Psikiatri Pada Pasien Penyakit Jantung
Disusun Oleh:
Badiuzzaman bin Abd. Kadir
11-2011-267
Dokter Penguji:
Dr Andri SpKJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRIDA WACANA
JAKARTA
2013
1
PENDAHULUAN
Sekitar 5 juta rakyat Amerika Serikat menderita Penyakit Jantung ketika ini. Setiap tahun
daripada 500.000 orang akan menderita serangan jantung, kebanyakan dari mereka akan
berhadapan dengan kematian mereka sendiri untuk pertama kalinya dalam hidup mereka.
Sesuatu penyakit jantung, apakah itu serangan jantung, aritmia, gagal jantung, atau operasi,
memiliki dampak yang luar biasa pada seorang individu, baik secara fisik dan sering emosional.
Tambahan pula, penyakit ini memiliki konsekuensi untuk pasangan, keluarga, teman, dan situasi
kerja.1
Setelah berlakunya serangan jantung yang pertama dan pasien telah stabil, dokter akan
mulai berbicara dengan pasien tersebut agar dapat kembali bekerja dan melanjutkan gaya hidup
yang normal. Namun, didapatkan masih banyak pasien dan keluarga mereka terus menderita.
Bahkan pasien yang tidak mengalami keterbatasan fisik yang diakibatkan oleh penyakit
jantungnya juga didapati berfungsi pada tingkat yang lebih rendah dan kualitas hidup berkurang.
Pada pasien dengan keterbatasan fisik juga menghadapi masalah yang sama, yaitu kualitas hidup
berkurang walaupun sudah ada pembaikan. Mengapakah hal ini boleh terjadi kita akan bahaskan
dengan lebih lanjut di dalam makalah ini.1
Antara topik pembahasan utama dalam makalah ini adalah tentang gangguan kejiwaan
yang dapat menjadi penyerta kepada penyakit jantung dan cara mendiagnosis gejala kejiwaan
tersebut diselangi dengan data-data epidemiologi daripada beberapa penilitian yang dilakukan di
negara barat. Selain itu juga kita akan membahas tentang pengobatan yang sesuai untuk pasien
penyakit jantung yang mempunyai penyakit kejiwaan tersebut berserta interaksi dan efek
samping beberapa jenis obat dan obat yang harus dicegah pemberiannya.
2
GANGGUAN JIWA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG
Gangguan psikiatrik sering terjadi sebagai komplikasi atau keadaan komorbid pada orang
dengan penyakit kardiovaskuler. Depresi, ansietas, delirium dan gangguan kognitif adalah
merupakan kelompok gangguan kejiwaan yang sering terjadi. Menurut survei, pada pasien
penyakit jantung yang tidak dirawat, sebanyak 5-10 persen memiliki gangguan ansietas terutama
dengan serangan panik dan fobia, manakala 10-15 persen memiliki gangguan mood terutama
episode depresif, depresif minor atau distimia. Gangguan depresif berat terdapat pada 15-20
persen pasien setelah infark miokardium.2
Oleh karena pengaturan jantung otonom sangat sensitif terhadap stress emosional akut
seperti kemarahan besar, rasa takut atau sedih, tidak mengejutkan jika emosi tiba-tiba terutama
ansietas mempengaruhi jantung. Telah dicatat di sepanjang sejarah pada semua budaya, bahwa
kejadian kematian jantung mendadak terkait dengan penderitaan emisional yang mendadak.
Tingkat gejala ansietas yang tinggi dikaitkan dengan tiga kali lipat risiko mengalami mati
jantung mendadak serta meningkatkan risiko gangguan koroner di masa mendatang pada pasien
dengan infark miokardium 2-5 kali dibandingkan dengan pasien tanpa ansietas yang pernah
mengalami serangan jantung. Risiko ini akan terus meningkat pada periode segera setelah infark
dan setelah pemantauan lanjutan selama 18 bulan.2
Depresi
Menurut penelitian, risiko seorang individu dengan penyakit jantung menderita depresi
adalah tiga kali lebih besar daripada seorang individu tanpa penyakit jantung. Hal ini penting,
karena penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan penyakit jantung dan depresi memiliki
satu setengah sampai tiga kali lipat risiko untuk mati 6-18 bulan setelah mendapat serangan
jantung. Selain itu, pada penderita sakit jantung yang disertai depresi lebig cenderung untuk
mendapat serangan jantung berikutnya, aritmia, dan komplikasi lain dari penyakit jantung itu
sendiri. Depresi juga akan menyulitkan individu untuk mengubah gaya hidup seperti
menurunkan berat badan, berhenti merokok, dan berolahraga secara teratur yang sebenarnya
penting untuk penderita sakit jantung. Pasien dengan tekanan yang menetap, kurangnya minat
3
dalam kegiatan yang sebelum ini ia nikmati, penarikan sosial dari teman dan perubahan keluarga,
tidur atau nafsu makan berkurang, penurunan energi, putus asa, rasa bersalah yang berlebihan,
atau pikiran tidak ingin hidup lagi, harus dijadikan sebagai tumpuan klinis, dan segera dibawa ke
dokter.
Ansietas
Banyak pasien dengan penyakit jantung turut mengalami gejala ansietas setelah peristiwa
serangan jantung akut. Pasien merasakan takut akan kematian, atau takut akan serangan jantung
yang berikutnya terjadi lagi sehingga menganggu aktivitas seharian. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa meningkat risiko terjadi komplikasi penyakit jantung dan kematian pada
pasien yang sangat cemas, fobia, atau serangan panik. Hal ini tidak dapat dibuktikan secara fakta,
namun kita dapat ketemukan pada kasus sehari-harian. Selain itu, pada pasien yang pernah
menjalani operasi jantung, atau mengalami serangan jantung di rumah sakit cenderung
menderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan timbulnya gejala seperti flashback
dan nightmare berulang-ulang dari peristiwa ini. Gejala cemas apapun yang menyebabkan
hendaya untuk pasien dengan penyakit jantung harus dibawa ke perhatian dokter yang merawat.1
Delirium dan gangguan kognitif
Delirium pasca operasi sering terjadi pada peringkat awal perkembangan operasi jantung
terbuka. Namun angka kejadian ini telah menurun dari waktu ke waktu dan sebagian besar
adalah karena terdapat perbaikan dalam teknik bedah dan teknologi cardiopulmonary bypass.
Delirium juga kadang-kadang bisa terjadi pada pasien pasca operasi yang disertai Coronary
Artery Bypass Surgery(CABG).3 Episode delirium dihubungkan dengan peningkatan morbiditas,
mortalitas, dan lamanya pasien dirawat di rumah sakit.4 Mengenali delirium dan mereka yang
berisiko ttinggi pada peringkat awal dapat mengurangi dampak buruk dari delirium dengan cara
target intervensi dan pengurangan risiko. Selain itu perlu juga diketahui frekuensi delirium dan
komplikasi yang terkait dengan delirum yang dapat membantu penelitian pada masa depan.
Disfungsi kognitif turut terjadi sekitar 50% pada pasien 1 minggu setelah operasi CABG,
dengan 25% dari pasien tersebut masih mengalami gangguan kognitif yang menetap selama 6
4
bulan. Gejala kognitif yang menetap sering ditemukan pada pasien dengan CAD yang
penyebabnya adalah vaskular yang diketemukan dengan aterosklerosis serebral. Pada pasien
dengan gagal jantung berat, dengan fraksi ejeksi <15%, gangguan pada fungsi kognitif adalah
disebabkan perfusi darah ke jaringan otak yang berkurang.3
Selain daripada pasca operasi bypass, delirium pada pasien penyakit jantung juga dapat
disebabkan oleh penggunaan obat jantung itu sendiri terutamanya digitalis. Digitalis akan
menghasilkan gangguan mental termasuk delirium apabila digunakan secara berlebihan.5
Tabel 1: Efek samping psikiatrik oleh obat kardiovaskuler3
DIAGNOSIS
1. Depresi
5
Seperti yang kita ketahui gejala depresi merupakan gangguan kejiwaan yang sering kita
ketemukan pada pasien dengan penyakit jantung. Hambatan terbesar untuk mendiagnosa dan
mengobati depresi adalah pasien yang tidak mau mengakui bahwa dia sedang menderita depresi.
Hampir separuh daripada penderita depresi tidak pernah didiagnosis atau dirawat karena
penyakit mereka termasuklah pada pasien depresi disertai penyakit jantung. Kebanyakan pasien
yang tidak mendapat pengobatan dapat mengancam nyawa sehingga sekitar 10 persen daripada
pasien dengan depresi membunuh diri.6
Gejala utama(pada derajat ringan, sedang dan berat):7
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:7
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang
Adapun jenis-jenis depresi menurut PPDGJ III, yaitu:7
1) Depresi ringan, ciri-cirinya:
a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti
tersebutdiatas.
b. ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainya : a-g.
c. tidak boleh ada gejala berat diantaranya.
d. lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
6
e. hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasadilakukan.
2) Depresi sedang, ciri-cirinya :
a. Sekurang-kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti pada
depresi ringan.
b. ditambah sekurang ± kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya.
c. lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
d. menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan
danurusan rumah tangga.
3) Depresi berat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Depresi berat tanpa gejala psikotik, ciri-cirinya :
- semua 3 gejala depresi harus ada.
- ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
- bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau mampu untuk
melaporkan banyak gejala secara rinci.
- episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
masih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang
dari 2 minggu.
- sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangatterbatas.
b. Depresi berat dengan gejala psikotik, ciri-cirinya:
- episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa
gejala psikotik.
- disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
7
audiotorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasidengan efek (mood congruent)
Penyedia layanan kesehatan dapat mengevaluasi kondisi pasien dengan meminta si pasien
untuk menggambarkan gejalanya. Oleh karena pasien yang baru pulih dari rawat inap, penyakit
medis atau prosedur bedah mendapat gejala umum dari depresi termasuk kelelahan dan
insomnia, dokter akan memperhatikan gejala-gejala tambahan depresi:6
1) Penarikan diri dari beraktivitas
2) Kurangnya bereaksi ketika kunjungan dengan keluarga dan teman-teman akibat
banyaknya pikiran negatif.
3) Tearfulness
Kadang-kadang, gejala depresi dapat diperburuk dengan obat-obat tertentu, gangguan
fisik, virus atau penyakit. Dokter mungkin melakukan pemeriksaan fisik atau tes laboratorium
untuk menentukan apakah ada penyebab fisik untuk gejala depresi tersebut. Selain itu penting
juga bagi seorang dokter untuk mengevaluasi sejarah pribadi dan keluarga medis, serta riwayat
penggunaan narkoba atau alkohol.6
Meskipun tidak ada tes darah khusus yang digunakan untuk mendiagnosa depresi,
terdapat beberapa alat skrining dan berbagai kriteria diagnostik yang dapat digunakan untuk
membuat diagnosa yang tepat.6
2. Ansietas
Apabila membahas tentang ansietas, pikiran utama kita adalah mengarah ke jenis
ansietas yang dialami oleh pasien. Pada pasien dengan kondisi sakit jantung berbagai macam
gejala ansietas dapat muncul, daripada gejala yang paling ringan seperti fobia, gangguan cemas
menyeluruh sehingga ke gangguan panik.
8
Dua studi prospektif telah dilakukan yang disertai sejumlah besar peserta dari waktu ke
waktu untuk meneliti dengan lebih mendalam hubungan di antara penyakit jantung dan salah
satu gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan yaitu gangguan cemas menyeluruh – ini
ditandai dengan kecemasan konstan dan menyerap, bahkan tentang hal-hal duniawi. Dalam studi
ini mendapati bahwa gangguan cemas menyeluruh memang dapat meningkatkan risiko serangan
jantung dan efek samping lainnya. 8
Menurut PPDGJ III, seseorang itu dikatakan menghidapi gangguan cemas secara
menyeluruh apabila memenuhi kriteria berikut:7
- Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir
setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atauhanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “ free floating” atau
“mengambang”).
- Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
berkonsentrasi, dsb)
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
- Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh,
selamahal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F.32.-),
gangguan anxietas fobik (F.40.-), gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-
kompulsif (F.42.-)
Seorang penderita penyakit jantung juga boleh mendapat gangguan panik atau “panic
attack”. Seringkali gangguan panik di salah artikan dengan serangan jantung yang sebenarnya.
Tabel di bawah menunjukkan perbedaan antara serangan jantung dan gangguan panik.8
9
A panic attack or a heart attack?
Both a panic attack and a heart attack can cause shortness of breath, sweating, or
dizziness. The chart lists some of the factors that help to differentiate a panic attack
from a heart attack. (Note that anyone having these symptoms should seek immediate
medical help.)
More likely a panic attack More likely a heart attack
Sudden onset of fear or terror in
conjunction with heart
palpitations or chest pain
Gradual onset (over several minutes) of pain,
pressure, and/or tightness in chest and upper
body
Pain and discomfort tend to occur
in the center of the chest
Pain may occur in center of chest but may also
radiate to upper body (arms, shoulders, or jaw)
Chest pain and other symptoms
subside after 5 to 30 minutes
Symptoms last at least 15 minutes and may
continue for hours
Tabel 2 : perbedaan antara serangan jantung dan “panic attack”8
Adapun begitu, menurut PPDGJ III, kriteria diagnostik untuk gangguan panik atau
anxietas paroksismal episodik:7
- Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan
adanya gangguan anxietas fobik (F.40-)
- Diagnosis pasti harus ditemukan beberapa serangan anxietas berat dalam 1 bulan:
o Pada keadaan yang secara objektif tidak ada bahaya
o Tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui sebelumnya (unpredictable
situations)
o Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas pada periode
serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga “anxietas
10
antisispatorik”, anxietas yang terjadi setelah membayangkan hal yang
menakutkan akan terjadi”
TERAPI
Aspek Medis
Secara garis besar, untuk terapi gangguan psikiatrik yang disebabkan oleh penyakit
jantung, haruslah mengikut peraturan pengelolaan medis yang telah ditegakkan. Umumnya
internis harus menghabiskan sebanyak mungkin waktu dengan pasien dan mendengarkan banyak
keluhan dengan simpatik; mereka harus bersikap menenangkan dan suportif. Sebelum
melakukan prosedur yang memanipulasi fisik internis harus menjelaskan pada pasien apa yang
akan dihadapi. Penjelasan akan menghilangkan ansietas pasien dan membuat pasien lebih
kooperatif, dan akhirnya memudahkan pemeriksaan2
Dalam membahas aspek medik kita tidak dapat lari dari membahas tentang farmakologi
ataupun psikofarmakologi. Oleh karena pasien dengan penyakit jantung boleh menimbulkan
gejala psikiatri, beberapa macam obat seperti antidepressan dan antipsikotik dapat diberikan
dalam menanggulangi gejala tersebut. Namun beberapa hal haruslah diperhatikan dalam
pemberian obat-obatan seperti ini karena pasien dengan kondisi jantung lemah tidak
memungkinkan pemberian obat yang sama dengan pasien dengan kondisi fisik yang baik.2
Pemberian psikofarmakologi yang aman pada pasien jantung perlu dipertimbangkan
teruatama tiga aspek berikut:9
1) efek kardioaktif pada pengobatan gejala kejiwaan
2) interaksi obat psikotropika dengan obat lain yang diambil atau diresepkan kepada
pasien
3) dampak dari masalah kesehatan komorbid. Semua faktor ini harus
dipertimbangkan ketika memutuskan untuk pemberian psikotropika kepada pasien
11
Antidepresan 9
Selain daripada kasus yang seperti CHF parah yang dapat mengurangi cardiac output,
hepatic congestion, renal impairment, metabolisme, dan eliminasi psikotropika selain lithium
umumnya tidak begitu mengganggu. Oleh karena itu, antidepresan harus digunakan dalam dosis
terapi efektif dan sangat diperlukan untuk CHF ringan
1) Antidepresan trisiklik
Banyak efek samping dari obat Antidepresan trisiklik yang membuatkan ia relatif tidak
diinginkan untuk digunakan pada pasien penyakit jantung. Golongan ini cenderung
menyebabkan keterlambatan konduksi jantung, termasuk bundle-branch block dan complete
atrioventricular nodal block, dan pada overdosis dapat menyebabkan aritmia ventrikel. Trisiklik
adalah agen antiaritmia kelas IA, yang memperpanjang depolarisasi atrium dan ventrikel,
seterusnya menyebabkan peningkatan interval PR, QRS, dan QT. Penelitian telah menunjukkan
bahwa interval QTc yang melebihi 440 ms, terutamanya lebih dari 500 msec, berkolerasi dengan
peningkatan risiko kematian mendadak. Agen antiaritmia kelas IA telah terbukti meningkatkan
angka kematian pasien pasca MI dengan kontraksi ventrikel prematur.9
Trisiklik juga dapat menyebabkan berlakunya hipotensi ortostatik yang signifikan dan
takikardia oleh karena α1-adrenergik blokade. Kita sedia maklum bahwa pasien dengan CHF
yang dengan pengobatan diuretik dan vasodilator itu sendiri dapat mengakibatkan efek samping
tersebut. Apabila ditambah dengan golongan trisiklik, ini dapat meningkatkan resiko untuk
terjadinya hipotensi ortostatik dan risiko patah tulang pada pasien lansia sangat signifikan
dengan pemberian obat-obatan golongan ini. Takikardia pula meningkatkan cardiac demand
pada umumnya dan mengurangi waktu pengisian ventrikel kiri dan seterusnya memburukkan
fungsi diastolik. Nortriptilin dan desipramin cenderung memiliki lebih sedikit efek samping
antikolinergik dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien jantung daripada golongan tersier-
amina trisiklik seperti amitriptilin atau doxepin.9
Oleh yang demikian, antidepresan trisiklik sebaiknya dihindari pada pasien dengan
serangan baru infark miokard dan tidak boleh diberikan sebagai agen lini pertama untuk pasien
dengan penyakit jantung iskemik atau yang sebelumnya sudah ada perlambatan konduksi
12
intraventrikular. Pada pasien tertentu, manfaatnya mungkin lebih besar daripada risiko, sehingga
harus dipertimbangkan kondisi klinis secara keseluruhannya. Setelah trisiklik diresepkan untuk
pasien dengan penyakit jantung, pengukuran tekanan darah ortostatik harus diperoleh pada awal
dan selama pengobatan. Hasil EKG awal dan selama terapi bila tingkat terapeutik obat telah
tercapai juga harus diperoleh untuk mengevaluasi PR, QRS, dan interval QTc dan untuk
memantau bundle-branch block atau complete atrioventricular block.9
2) Selective Serotonin Reuptake Inhibitor(SSRI)
Berbeda dengan golongan trisiklik, golongan SSRI memiliki efek samping terhadap
jantung yang sedikit pada pasien yang sehat. Mereka dapat menyebabkan perlambatan denyut
jantung sebanyak beberapa beat per menit, namun secara klinis tidak signfikan. Beberapa studi
telah menegaskan bahwa, secara keseluruhannya, SSRI mempunyai risiko yang lebih sedikit
atau tidak ada sama sekali peningkatan interval QTc perubahan lain pada EKG. Meskipun
demikian, tedapat juga beberapa laporan kasus yang telah dipublikasikan mendapati efek
samping sinus bradikardia signifikan, disritmia, sinkop, dan perpanjangan QTc pada pasien yang
memakai SSRI.9
Dalam studi pada pasien yang telah menderita penyakit jantung sebelumnya, SSRI
didapati memiliki efek negatif yang minimal terhadap tekanan darah atau konduksi jantung. Satu
penelitian SADHART telah dilakukan dengan mengambil data dari 369 pasien untuk mengetahui
efek dari SSRI, sertraline, pada pasien dengan depresi setelah serangan jantung koroner akut.
Studi ini menemukan bahwa tidak ada kaitan antara pemberian sertraline pada detak jantung,
tekanan darah, aritmia, fraksi ejeksi, atau konduksi jantung. Sertraline menjadi pengobatan yang
efektif untuk depresi, juga menunjukkan respon yang lemah dalam sampel keseluruhan tapi
respon yang sangat baik di kelompok dengan depresi berat dan dengan gangguan depresi
berulang.9
3) Antidepresan lain
Masih belum ada penelitian tentang pengunaan antidepresan lain dan efeknya terhadap
jantung. Dalam sebuah penelitian double-blind crossover yang diacak dari 10 pasien dengan
gangguan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan mengambil imipramine atau bupropion, didapati
13
bupropion tidak memiliki efek jantung yang signifikan. Dalam sebuah studi dari 36 pasien yang
dirawat inap dengan penyakit jantung, bupropion menyebabkan peningkatan tekanan darah
supine, meskipun tidak menyebabkan hipotensi ortostatik yang signifikan, gangguan konduksi,
atau aritmia ventrikel.9
Venlafaxine belum diteliti secara khusus pada pasien jantung, tetapi dapat menyebabkan
peningkatan dose-dependent pada tekanan darah diastolik mulai dari 150 mg/hari, dengan
peningkatan yang signifikan pada dosis 300 mg/hari atau lebih.9
Sebuah uji coba terkontrol secara acak dalam 1 minggu dari 20 pasien -10 mengambil
mirtazapin dan 10 mengambil imipramine; ditemukan bahwa mirtazapin menyebabkan
peningkatan yang signifikan dalam denyut jantung dan penurunan variabilitas denyut jantung
dan tidak memiliki efek pada tekanan darah atau tekanan darah variabilitas.9
Nefazodone jarang digunakan pada pasien jantung karena interaksi obat ganda. Dalam
satu studi yang kecil pada pasien CHF menunjukkan bahwa nefazadone efektif dalam mengobati
depresi berat, dengan penurunan yang signifikan dalam denyut jantung dan tidak ada perubahan
dalam variabilitas detak jantung. Interval QT didapatkan meningkat dan konsisten dengan
pengurangan denyut jantung, namun interval QTc tidak berubah.9
Monoamine oxidase inhibitors hampir tidak pernah digunakan pada pasien jantung
karena interaksi obat, hipotensi ortostatik, dan risiko krisis hipertensi.9
Antiansietas 9
Secara keseluruhan, benzodiazepin dan buspirone secara klinis aman dan efektif pada
pasien dengan penyakit jantung. Benzodiazepin telah terbukti meningkatkan denyut jantung
secara akut, tetapi ia juga terbukti dapat mengurangi vagal tone dan variabilitas periode jantung.
Hal ini berkemungkinan besar disebabkan oleh potentiating γ-aminobutyric acid yang dapat
mengurangi kecemasan dan aktivasi sistem saraf simpatik, menurunkan denyut jantung dan
tanggapan pressor terhadap stres. Di sisi lain, buspirone, dalam sebuah penelitian, telah dikaitkan
dengan penurunan tekanan darah awal, sehingga dapat menanggulangi peningkatan denyut
jantung sebagai respons terhadap stres.
14
Antipsikotik
Obat antipsikotik dapat digunakan dalam dosis kecil untuk periode singkat untuk
mengobati delirium pada pasien penyakit jantung yang berada di perawatan jantung akut atau
intensive care unit (ICU). Penggunaan jangka panjang dan dosis tinggi terapi mungkin
diperlukan bagi pasien jantung yang memiliki gangguan psikotik kronis. Dua situasi yang
berbeda, dan beberapa pemikiran harus diberikan kepada kedua risiko jangka pendek dan jangka
panjang dan manfaat dari berbagai obat antipsikotik.9
Sejumlah antipsikotik telah dikaitkan dengan torsade de pointes dan kematian mendadak,
Di antaranya pimozide, sertindole, droperidol, haloperidol, dan thioridazine. Yang mempunyai
risiko terbesar adalah thioridazine. Dalam sebuah penelitian, dari semua kematian mendadak
yang terjadi di bangsal psikiatri dari lima buah rumah sakit di Inggris selama 11 tahun, satu-
satunya antipsikotik yang ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk kematian mendadak
adalah thioridazine. Dari enam antipsikotik utama (thioridazine, ziprasidone, quetiapine,
risperidone, olanzapine, dan haloperidol), thioridazine menyebabkan perpanjangan QTc yang
terbesar, dengan perubahan rata-rata 35,6ms.9
Di antara antipsikotik atipikal, tidak ada yang dapat dikaitkan dengan torsade de pointes,
meskipun sebagian besar memiliki dampak yang lebih besar pada QTc dibandingkan haloperidol.
Risperidone telah dikaitkan dengan satu kematian akibat aktivitas listrik pulseless, dan telah
dilaporkan menyebabkan perpanjangan QTc dan QRS dalam dua kasus overdosis dan 8 dari 380
pasien dalam studi double blind. Kematian ini mungkin disebabkan faktor-faktor lain selain
perpanjangan QTc. Dalam dua kasus yang dilaporkan dari overdosis ziprasidone keduanya tidak
dilaporkan mengalami torsade de pointes, meskipun satu memiliki perpanjangan QRS dan yang
lainnya mengalami perpanjangan QTc (198). Aripiprazole, olanzapine, quetiapine dan belum
bisa dikaitkan dengan torsade de pointes.9
Aspek Psikiatrik
Perubahan Perilaku
15
Psikiater atau dokter lain sangat berperan penting dalam menangani pasien penyakit
jantung dengan gejala psikiatrik dalam memobilisasi pasien untuk mengubah perilaku dengan
cara yang mengoptimalkan proses penyembuhan. Antara langkah yang boleh dilakukan adalah
dengan melakukan perubahan umum gaya hidup sebagai contoh berlibur untuk menenangkan
fikiran. Selain itu perubahan perilaku yang spesifik seperti menghentikan tabiat buruk merokok
juga dapat dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya ini bergantung kepada ukuran besar kualitas
hubungan antara dokter dan pasien. Dengan itu sangat penting untuk seorang dokter itu
menciptkan rapport yang baik dengan pasien.2
Rapport secara definisi merupakan perasaan yang disadari secara spontan mengenai
responsivitas yang harmonis antara pasien dan dokter. Rapport mengesankan pengertian dan
kepercayaan di antara keduanya. Dengan rapport, pasien merasa lebih diterima, meskipun
mereka dapat berpikir aset mereka melebihi kewajiban mereka. Yang sering, dokter adalah orang
yang dapat diajak bicara oleh pasien mengenai hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan
orang lain. Sehingga mungkin pasien merasa bahwa mereka dapat percaya pada dokter, terutama
psikiater untuk menyimpan rahasia. Dan kepercayaan ini tidak boleh dikhianati. Perasaan yang
diketahui, dimengerti seseorang dan menerimanya adalah sumber kekuatan yang dapat
memungkinkan pasien memulai perilaku yang sihat. 2
Terapi lain untuk gangguan psikososial
Psikoterapi Kelompok dan terapi keluarga
Pendekatan kelompok memberikan kontak interpersonal dengan orang lain yang
menderita penyakit yang sama dan memberikan dukungan untuk pasien yang takut akan
ancaman isolasi dan pengabaian. Terapi kelompok memberikan harapan perubahan
hubungan antara anggota keluarga yang sering mengalami stress dan bersikap
bermusuhan pada anggota keluarga yang sakit. 2
Tinggal bersama dengan penderita depresi sangat melelahkan. Namun peran
keluarga sangat penting untuk membantu dalam menyembuhkan penyakit tersebut.
16
Berikut adalah beberapa saran untuk hidup dengan orang yang depresi yang dapat
membuat segalanya lebih mudah bagi keluarga dan lebih bermanfaat bagi orang yang
depresi:6
Mendorong orang yang depresi untuk mencari bantuan profesional. Pastikan
pengobatan dilakukan oleh seorang profesional dalam kesehatan jiwa sebagai
contoh psikiater sehingga diagnosa yang tepat dan pengobatan dapat dimulai
tanpa penundaan.
Mendidik pasien dan keluarga tentang depresi sehingga keluarga dapat
memahami apa yang pasien itu mengalami. Ada banyak organisasi dan
kelompok-kelompok pendukung yang dapat memberikan informasi lebih
lanjut tentang penyakit yang dideritainya
Ketahuilah bahwa depresi adalah gangguan dengan komponen biologis,
psikologis, dan interpersonal, dan bukan dari kelemahan pribadi atau
kegagalan.
Anggota keluarga haruslah membantu pasien mengikuti rencana pengobatan
yang diresepkan dan mempraktekkan teknik-teknik penanggulangan dan
kemampuan menyelesaikan masalah yang dia belajar selama psikoterapi.
Pastikan obat pasien tersedia jika diresepkan, menghadiri sesi terapi dengan
pasien jika diperlukan, mendorong pasien untuk mengikuti perubahan gaya
hidup yang direkomendasikan dan menindaklanjuti dengan penyediaan
layanan kesehatan yang layak.
Menawarkan dukungan yang konsisten untuk pasien. Hal ini dapat merupakan
salah satu bagian yang paling penting dari rencana perawatan. Orang dengan
depresi dapat merasa sendirian dan terisolasi. Memberikan dukungan yang
konsisten dan pemahaman sedikit sebanyak membantu memulihkan semangat
pasien.6
Teknik Relaksasi
Pada tahun 1983, Edmund Jacobson telah mengembangkan suatu metode yang
dinamakan ‘relaksasi otot progressif’ untuk mengajarkan relaksasi tanpa menggunakan
17
instrumensi seperti yang digunakan di dalam Biofeedback. Pasien diajari untuk
merelaksasikan kelompok otot seperti yang terlibat di dalam ‘tension headache”. Ketika
menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan pada otot mereka, pasien
dilatih untuk relaksasi. Metode ini adalah suatu tipe desensitisasi sistemik- suatu tipe
terapi perilaku.2
Pada tahun 1975, herbert Benson menggunakan konsep yang dikembangkan dari
meditasi transcendental, di sini pasien dipertahankan pada perilaku yang lebih pasi,
memungkinkan relaksasi terjadi dengan sendirinya. Benson menciptakan tekniknya dari
berbagai praktik dan agama Timur, seperti Yoga. Semua teknik ini memiliki persamaan
posisi nyaman, lingkungan yang damai, pendekatan pasif dan citra mental yang
menyenangkan tempat seseorang berkonsentrasi.2
Hipnosis
Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan perubahan diet.
Hipnosis juga digunakan dalam kombinasi dengan perumpamaan yang tidak disukai
sebagai contoh, rokok terasa sangat menjijikkan. Beberapa pasien menunjukkan angka
relaps yang cukup tinggi dan dapat memerlukan pengulangan program terapi hipnotik
biasanya tiga hingga empat sesi2
Biofeedback
Telah dipublikasikan oleh Neal Miller pada tahun 1969 “Learning of Visceral and
Glandular Response”, yang melaporkan bahwa pada hewan, berbagai respons viseral
yang diatur oleh sistem saraf ototnom involuntar dapat dimodifikasi dengan pencapaian
pembelajaran melalui operant conditioning yang dilakukan di laboratorium. Hal ini
membuat manusia mampu mempelajari cara mengendalikan respons fisiologik involuntar
tertentu(disebut biofeedback), seperti vasokonstriksi pembuluh darah, irama jantung dan
denyut jantung. Perubahan fisiologis ini tampak memainkan peranan yang bermakna di
dalam perkembangan dan terapi atau penyembuhan ganggian psikosomatik tertentu. Studi
seperti itu, faktanya mengonfirmasi bahwa pembelajaran yang disadari dapat
mengendalikan denyut jantung dan tekanan sistolik pada manusia.2
18
Biofeedback dan teknik-teknik terkait telah berguna pada tension headache, sakit
kepala migrain dan penyakit Reynauld. Meskipun teknik biofeedback awalnya
memberikan hasil yang menyokong di dalam menerapi hipertensi esensial, terapi
relaksasi telah menghasilkan efek jangka panjang yang lebih signifikan daripada
biofeedback.2
KESIMPULAN
Deteksi dini dan pengobatan depresi dan ansietas pada pasien jantung sangat penting
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mungkin mencegah peristiwa serangan jantung
berulang. Bila tidak diobati, depresi dapat memperburuk penyakit jantung dan meningkatkan
risiko serangan jantung. Terdapat pengobatan yang aman yang tersedia untuk membantu pasien
mengatasi depresi dan terbukti sangat membantu mengelola penyakit jantung si penderita. Oleh
yang demikian pengetahuan tentang golongan-golongan obat yang aman pada pasien dengan
penyakit jantung sangatlah dibutuhkan oleh seorang dokter.
Selain daripada intervensi medis, dukungan dan keterlibatan keluarga dan teman-teman
djuga merupakan hal yang sangat penting dalam menangani masalah kejiwaan yang muncul
akibat daripada penyakit jantung. Tambahan pula hidup dengan orang yang depresi bisa sangat
sulit dan stres pada anggota keluarga dan teman-teman
DAFTAR PUSTAKA
1. Diana Hughes MD. Psychiatric Aspects of Hearts Disease. Diunduh dari
http://www.longislandpsych.org/articles/archive/heart.cfm. 30 Disember 2012
19
2. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi kedua. Faktor-faktor Psikologis yang
mempengaruhi Keadaan Medis dan Kedokteran Psikosomatik. Hal: 387-397
3. James L. Levenson, M. Psychiatric Issues in Heart Disease. Diunduh dari:
http://www.primarypsychiatry.com/aspx/articledetail.aspx?articleid=493 30 Disember
2012
4. Delirium after cardiac surgery: A retrospective case-control study of incidence and risk
factors in a Canadian sample. Diunduh dari
http://www.bcmj.org/article/delirium-after-cardiac-surgery-retrospective-case-control-
study-incidence-and-risk-factors-c 30 Disember 2012
5. Psychiatric aspects of congestive heart failure: implications for consulting psychiatrists.
Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2681029 30 Disember 2012
6. Leo Pozuelo MD, Depression and Heart Disease. Diunduh dari:
http://my.clevelandclinic.org/heart/prevention/stress/depressionandheart.aspx
30 Disember 2012
7. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Jakarta, 1993 dan Supulement PPDGJ
III hal: 150-62, 179-84
8. Harvard Health Newsletters. Anxiety And Heart Disease. Diunduh dari:
http://www.harvardhealthcontent.com/newsletters/69,M0111c 30 Disember 2012
9. Julie K. Schulman, M.D.; Philip R. Muskin, M.D.; Peter A. Shapiro, M.D. Psychiatry and
Cardiovascular Disease. Diunduh dari:
http://focus.psychiatryonline.org/article.aspx?articleID=50085 30 Disember 2012
20