Download - Askep CA Nasofaring

Transcript
Page 1: Askep CA Nasofaring

ASUHAN KEPERAWATAN

CA NASOFARING

Di Susun Oleh :

1. ANDIK CAHYONO2. DWI OKTI M.3. KURNIA HANA LISTIANI4. LISA AFNIDAH5. ROKHIMI

PROGRAM STUDI D3 KEPRAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2010/2011

Page 2: Askep CA Nasofaring

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah YME karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya selaku

penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah Perkemihan dengan tema “BPH” sebagai

tugas keleompok dalam semester ini.

Makalah ini disusun dari berbagai sumber reverensi yang relevan, baik buku-buku

diktat kedokteran dan keperawatan, artikel-artikel nasional dan internasional dari internet

dan lain sebagainya. Semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri

khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya.

Tentu saja sebagai manusia, penulis tidak dapat terlepas dari kesalahan. Dan penulis

menyadari makalah yang dibuat ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis merasa perlu

untuk meminta maaf jika ada sesuatu yang dirasa kurang.

Penulis mengharapkan masukan baik berupa saran maupun kritikan demi perbaikan

yang selalu perlu untuk dilakukan agar kesalahan - kesalahan dapat diperbaiki di masa

yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jombang, 11 Desember 2011

Penulis,

Page 3: Askep CA Nasofaring

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bila kita merujuk pada data statistik yang dikeluarkan oleh American Cancer Society

dalam Cancer.Net (2008) teercatat bahwa Kasus Karsinoma Nasofaring termasuk jarang

ditemukan di Amerika Serikat, yaitu sekitar 2000 orang yang terdiagnosa setiap tahunnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, dan angka ini telah mengalami penurunan. Karsinoma

nasofaring lebih banyak ditemukan di belahan dunia lain seperti Asia dan Afirika Utara,

misalnya saja China bagian Selatan banyak kasus ditemukan untuk penyakit ini.

Sementara itu, Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang

paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma

nasofaring, dimana jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas

dengan frekwensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat

pertama (Lutan & Soetjipto dalam Asroel, 2002). Dan dalam Roezin dan Adham (2007)

disebutkan bahwa hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma

nasofaring.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah

transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).

Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat

menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita.

Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa

tipe sel. Dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda. Dengan mengetahui

tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat

menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American

Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi Ca Nasofaring?

2. Bagaimana anatomi fisiologi Nasofaring?

3. Apa etiologi dari Ca Nasofaring?

4. Bagaimana patofisiologi dari Ca Nasofaring?

5. Bagaimana tanda dan gejala dari Ca Nasofaring?

6. Bagaimana pembagian Ca Nasofaring?

Page 4: Askep CA Nasofaring

7. Bagaimana perluasan tumor ke jaringan sekitar dari Ca Nasofaring?

8. Bagaimana penentuan stadium dari Ca Nasofaring?

9. Apa komplikasi dari Ca Nasofaring?

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang Ca Nasofaring?

11. Bagaimana penatalaksanaan Ca Nasofaring?

12. Bagaimana pencegahan dari Ca Nasofaring?

1.3 TUJUAN

1. Menjelaskan definisi Ca Nasofaring.

2. Menjelaskan anatomi fisiologi Ca Nasofaring.

3.Menyebutkan etiologi dari Ca Nasofaring.

4. Menjelaskan patofisiologi dari Ca Nasofaring.

5. Menyebutkan tanda dan gejala dari Ca Nasofaring.

6. Menyebutkan pembagian Ca Nasofaring.

7. Menjelaskan perluasan tumor ke jaringan sekitar dari Ca Nasofaring.

8. Menjelaskan stadium dari Ca Nasofaring.

9. Menyebutkan komplikasi dari Ca Nasofaring.

10. Menyebutkan pemeriksaan penunjang dari Ca Nasofaring.

11. Menjelaskan penatalaksanaan dari Ca Nasofaring.

12. Menjelaskan pencegahan dari Ca Nasofaring.

1.4 MANFAAT

1. Menambah wawasan pengetahuan mengenai kasus Ca Nasofaring dan penerapan

konsep keperawatan pada kasus Ca Nasofaring.

2. Menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan diagnosa keperawatan pada

kasus Ca Nasofaring.

BAB II

Page 5: Askep CA Nasofaring

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia

(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah

transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel

mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian

besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

2.2 ANATOMI FISIOLOGI

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di

sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.

Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan

kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai

batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

Page 6: Askep CA Nasofaring

2.3 ETIOLOGI

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama

timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa

menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus

ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus

menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat

mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh

untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap

industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radang kronis nasofaring

6. Profil HLA

2.4 PATOFISIOLOGI

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500

kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang

diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty

& Nurbaiti, 2001 hal 146).

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan

makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor

geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial

ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya

tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus

EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Infeksi virus Epstein Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat

dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita

karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan

Page 7: Askep CA Nasofaring

menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan mempertahankan

kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda

delam mendiagnosa karsinoma nasofaring.

Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga

dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien

karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam

serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan

genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan

EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.

Page 8: Askep CA Nasofaring

WOC

Konsumsi ikan asin Riwayat keluarga

Mengaktifkan EBV

Supresi sum-sum tulang

Diferensiasi dan pol ferasi protein laten (EBNA-1)

Pola kromosom abnormal

Terbentuk sel-sel muatanMenstimulasi pembelahan sel

abnormal yg tdk terkontrol

Kerusakan DNA pd sel dimana pola kromosomnya abnormal

Penyubatan muara tuba

Penekanan ps tuba eustachius

Sifat kanker diturunkan pd anak

Pertumbuhan sel kanker pd nasofaring (utama pd fosa rossamuller)

Kromosom ekstra terlalu sedikit translokasi kromosom

Indikasi keoterapi

Kelenjar melekat pd otot dan sulit di gerakkan

Menembus kelenjar dan mengenai otak di bawahnya

Benjolan massa pd leher bagian samping

Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel kanker di kel. getah bening

Metastase sel-sel kanker ke kelenjar getah bening

melalui aliran limfe

Gangguan persepsi sensori (pendengaran)

Nyeri

Gangguan pembuluh sel darah merah

Mual muntah

Anoreksia

Stomatitis

Iritasi mukosa mulut

Perangsangan elektrik zona pencetus kemoreseptor di ventrikel IV otak

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Resti perubahan membran

mukosa oral

Iritasi traktus GI

Rangsangan

Diare Konstipasi

Eritrosit, leukosi trombosit

Imunosupressi Resti infeksi

Merusak sel-sel epitel kulit

Kerusakan integritas kulit

Gangguan integritas kulit

Kerusakan pd kulit kepala

AlopesiaGangguan harga

diri rendah

Page 9: Askep CA Nasofaring

2.5 TANDA DAN GEJALA

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba

Eustachii dan dasar tengkorak.

Gejala hidung :

Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga

nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan

penciuman.

Gejala telinga :

Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,

pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung,

rasa penuh, kadang gangguan pendengaran).

Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran.

Gangguan mata dan saraf :

Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen

laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia,

juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.

Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika

penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika

seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah

disertai destruksi tulang tengkorak.

Metastasis ke kelenjar leher :

Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang

akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang

mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi

hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang

mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa,

pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila

diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.(Efiaty & Nurbaiti,

2001 hal 147 -148).

Tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastikdan banyak terdapat kelenjar limfe,

maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui

aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar limfe leher dan

tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama

agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang lebih jauh.

Page 10: Askep CA Nasofaring

Gejala lanjut :

Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai

kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang

biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama

kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot

sehingga sulit digerakkan.

2.6 PEMBAGIAN CA NASOFARING

Menurut Histopatologi :

Well differentiated epidermoid carcinoma.

- Keratinizing

- Non Keratinizing.

Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma

- Transitional

- Lymphoepithelioma.

Adenocystic carcinoma

Menurut bentuk dan cara tumbuh :

Ulseratif

Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.

Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar

(creeping tumor)

Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982) :

Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Page 11: Askep CA Nasofaring

Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak pariasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

- Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”,

varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

2.7 PERLUASAN TUMOR KE JARINGAN SEKITAR

1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi

2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :

Neuralgia trigeminal unilateral

Oftalmoplegia unilateral

Amaurosis

Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater

3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi

palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius,

stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

4. Manifestasi kelumpuhan :

N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan

pengecap pada sepertiga belakang lidah.

N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai

gangguan respirasi dan salvias.

Page 12: Askep CA Nasofaring

N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta

hemiparese palatum mole.

N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.

2.8 PENENTUAN STADIUM

TUMOR SIZE (T)T Tumor primerT0 Tidak tampak tumor T1 Tumor terbatas pada satu lokasi sajaT2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas

pada rongga nasofaringT3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaringT4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang

tengkorak atau saraf-saraf otakTx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

REGIONAL LIMFE NODES (N)N0 Tidak ada pembesaranN1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkanN2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat

digerakkanN3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun

bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitarMETASTASE JAUH (M)

M0 Tidak ada metastase jauhM1 Metastase jauh

Stadium I : T1 No dan Mo

Stadium II : T2 No dan Mo

Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau

T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

2.9 KOMPLIKASI

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ

tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini

merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.

Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan

metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %,

otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.

Page 13: Askep CA Nasofaring

Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah

bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Nasofaringoskopi

b. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

c. Biopsi multiple

d. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila

dicurigai metastase tulang)

e. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar

yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari

saraf yang dikenai.

f. MRI

g. Sinar X

2.11 PENETALAKSANAAN

Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb :7,8

1. Radioterapi

2. Kemoterapi

3. Kombinasi

4. Operasi

5. Imunoterapi

6. Terapi paliatif

A. TERAPI RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING

Definisi Terapi Radiasi

Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat menembus

jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma.

Persyaratan Terapi Radiasi

Penyembuhan total terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya menggunakan

terapi radiasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Page 14: Askep CA Nasofaring

- Belum didapatkannya sel tumor di luar area radiasi

- Tipe tumor yang radiosensitif

- Besar tumor yang kira-kira radiasi mampu mengatasinya

- Dosis yang optimal.

- Jangka waktu radiasi tepat

- Sebisa-bisanya menyelamatkan sel dan jaringan yang normal dari efek samping radiasi.

Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya sebelum kemoterapi

diberikan. Pada limfonodi yang tak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, < 2 cm

diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan

dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi selama 5,5 minggu.

Sifat Terapi Radiasi

Terapi radiasi sendiri sifatnya adalah :

- Merupakan terapi yang sifatnya lokal dan regional

- Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa mendestrukasi sel tumor

- Memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel tumor.

- Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat mematikan sel tumor.

- Memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan ukuran tumor

sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya..

- Berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan perdarahan dari tumornya.

- Walaupun pemberian radiasi bersifat lokal dan regional namun dapat mengakibatkan

defek imun secara general.

Efek Samping Terapi Radiasi :

1. Radiomukositis, stomatitis, hilangnya indra pengecapan, rasa nyeri dan ngilu pada gigi.

2. Xerostomia, trismus, otitis media

3. Pendengaran menurun

4. Pigmentasi kulit seperti fibrosis subkutan atau osteoradionekrosis.

5. Pada terapi kombinasi dengan sitostatika dapat timbul depresi sumsum tulang dan

gangguan gastrointestinal.

6. Lhermitte syndrome karena radiasi myelitis.

7. Hypothyroidism

Pengaruh Terapi Radiasi Terhadap Sistem Imun

Secara luas dilaporkan bahwa segera setelah pemberian radiasi terjadi gangguan

terhadap sel limfosit T, yang akibatnya memudahkan timbulnya berbagai macam infeksi.11

Pasien dengan tumor primer di leher dimana drainase limfatiknya juga di leher , setelah

diberikan radiasi mengakibatkan berkurangnya limfosit darah tepi secara signifikan.

Jumlah limfosit T CD4+ menurun lebih bermakna dibandingkan penurunan jumlah sel

limfosit T CD8+. Gangguan akibat radiasi tidak hanya mempengaruhi jumlah sel limfosit

Page 15: Askep CA Nasofaring

T namun juga mengakibatkan defek pada fungsi sel T. Adanya gangguan fungsi

dibuktikan dengan sulitnya sel T ini distimulasi pada percobaan invitro. Apakah defek

jumlah dan fungsi limfosit T pada penderita yang diterapi radiasi dapat reversibel?

Penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan normalisasi sel limfosit T CD4+

setelah 3-4 minggu pasca radiasi.

Jenis Pemberian Terapi Radiasi

Terapi radiasi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai :

- Radiasi eksterna dengan berbagai macam teknik fraksinasi.

- Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implan atau intracavitary

barchytherapy.

Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :

- pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah bening

- pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening

- Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi

- Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection

Radiasi Interna/ brachyterapi bisa digunakan untuk :

- Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari terlalu banyak

jaringan sehat yang terkena radiasi.

- Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor

- Pengobatan kasus kambuh.

B. KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat

pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.

Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single

agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi

sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat

mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga

efek samping menurun.

Tujuan Kemoterapi

Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor

ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk

mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi

Page 16: Askep CA Nasofaring

jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai

antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap

kemoterapi ini.

Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker Kepala Leher

Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika) untuk

digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin, Carboplatin,

Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin, Cyclophosphamide,

Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan

penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala dan leher.

Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring

Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian

WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3

memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-1 yang memiliki

prognosis paling buruk.

Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division)

antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle) merupakan titik tolak

dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika mempengaruhi proses yang

berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam

keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat.

Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus ( Cell Cycle non

Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keadaan

istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus pertumbuhan tertentu (

Cell Cycle phase spesific ).

Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut

cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel pada semua

fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle

specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang

bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang

tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-

linking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2),

Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M).

Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus

tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila resiten

Page 17: Askep CA Nasofaring

terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan,

dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.

Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi

Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja

dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi

asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor

kepala leher dibagi sebagai berikut :

1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh

MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis

timidin.

2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX

( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi

sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan

menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian

menghambat produksi mRNA.

3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan

pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.

Cara Pemberian Kemoterapi

Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :

1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi.

2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada

kasus karsinoma stadium lanjut.

3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau

radiasi

4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada

kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan

limfoma).

Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu

terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama

dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi

adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi

utama agar hasilnya lebih sempurna.

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila

setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :

Page 18: Askep CA Nasofaring

- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.

- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko kekambuhan

dan metastasis jauh).

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi

menjadi :

1. neoadjuvant atau induction chemotherapy

2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy

3. post definitive chemotherapy.

Efek Samping Kemoterapi

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang

membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro

intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang

memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah

anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan

kerontokan rambut. Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum

tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika.

Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih

lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker.

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap

jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik

fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya

dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah

satu efek samping pemberian kemoterapi.

Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah

sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2)

atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor yang perlu

diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang

perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar

baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status

gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.

Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada

poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat

Page 19: Askep CA Nasofaring

harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih

minimal.

Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :

1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.

2. Dosis.

3. Jadwal pemberian.

4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).

5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ

tertentu.

Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila

diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan

kemoterapi perlu pertimbangan sbb :

1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status

penampilan <= 2

2. Jumlah lekosit >=3000/ml

3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul

4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10

5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal )

6. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal (Tes Faal Hepar).

7. Elektrolit dalam batas normal.

8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70

tahun.

Status Penampilan Penderita Ca ( Performance Status )

Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyait

kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi

faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien

dengan sesuai status penampilannya.

Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) adalah

sbb :

- Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan

pekerjaan sehari-hari.

- Grade 1 : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor

ataupun pekerjaan rumah yang ringan.

Page 20: Askep CA Nasofaring

- Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan

hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain.

- Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%

waktunya untuk tiduran.

- Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya

di kursi atau tiduran terus.

C. KEMORADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING

Definisi Kemoradioterapi

Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan

radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan

survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi.

Begitu banyak variasi agen yang digunakan dalam kemoradioterapi ini sehingga sampai

saat ini belum didapatkan standar kemoradioterapi yang definitif.

Manfaat Kemoradioterapi

Manfaat Kemoradioterapi adalah :

1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil

terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan

radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa

tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia.

2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.

3. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap

radiasi yang diberikan (radiosensitiser).

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki

manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat

terpapar radiasi.

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum

radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed

tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik. Disamping

itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas mikrometastasis sistemik

seawal mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan kepala leher stadium II – IV

dilaporkan overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR ( Complete Response ) sekitar

50%. Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat

mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).

Page 21: Askep CA Nasofaring

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi perbaikan

kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat

memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi.

Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or

concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi.

Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi

dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi.

Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah

resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery

DNA pada sel kanker yang sublethal.

Kelemahan Kemoradioterapi

Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis,

leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan

sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat

fatal.

Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan

dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak

diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal

pemberian.

Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal

(single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan

sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering

digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%.

2.12 PENCEGAHAN

Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada

beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan

penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko

karsinoma nasofaring.

Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah

dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat

lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan

untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan

mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan

berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.

Page 22: Askep CA Nasofaring

Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan

karsinoma nasofaring lebih dini.

Page 23: Askep CA Nasofaring

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :

a. Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan

pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher kanan dan kiri sejak

3 bulan yang lalu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien pernah mengalami stroke atau tidak

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Telinga kiri terasa buntu/hingga peradangan. Timbul benjolan di leher kanan dan

kiri sejak 3 bulan yang lalu.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yang lain tidak ada yang menderita penyakit seperti

yang diderita klien saat ini.

f. Keadaan Kesehatan Lingkungan

Klien mengatakan bahwa Lingkungan rumah tempat tinggal cukup bersih

g. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta

bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

Pola aktivitas sehari-hari

(1) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan

Pada pasien diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena

kurangnya pengetahuan tentang dampak diabetuk sehingga menimbulkan persepsi

yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang

benar dan mudah dimengerti pasien.

Page 24: Askep CA Nasofaring

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula

darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,

banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan

tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang

dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

(3) Pola Eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan

pasien sering kencing (poliuri) dan lancar, Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine

kuning. Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. Klien buang air besar 1

X/hari.

(4) Pola tidur.dan Istirahat

Adanya poliuri dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur

dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami

perubahan. Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien

tampak terganggu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai.

(5) Pola Aktivitas dan latihan

Adanya diabetik dan Ca. nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu

melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami

kelelahan. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat

di Rumah Sakit sambil menunggu rencana operasi.

(6) Pola Hubungan dan Peran

Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan menarik diri

dari pergaulan.

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pasien dengan diabetes cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka

sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar

dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.

(8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita

mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya

perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan

gangguan peran pada keluarga (self esteem). Klien mengalami cemas karena

Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan tujuan

tindakan yang diprogramkan.

(9) Pola Seksual dan Reproduksi

Page 25: Askep CA Nasofaring

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga

menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta

memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama dirawat di rumah

sakir klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.

(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya

karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,

kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Klien merasa

sedikit stress menghadapi tindakan kemoterapi/sitostatika. karena kurangnya

pengetahuan.

(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta ca nasofaring

tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola

ibadah penderita.

Personal Higiene

Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1

X/minggu.

Ketergantungan

Klien tidak perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.

Aspek Psikologis

Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress

menghadapi tindakan operasi.

Aspek Sosial/Interaksi

Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat

tinggalnya biasa sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia luar,

kehilangan pencari nafkah (bagi keluarganya), biaya mahal.

Aspek Spiritual

Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama Kristen, ajaran agama dijalankan

setiap saat. Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan

agama yang diselenggarakan oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun

oleh masyarakat setempat.

Page 26: Askep CA Nasofaring

Saat ini klien merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya

Prioritas Keperawatan

1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.

2. Meningkatkan kenyamanan.

3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.

4. Mencegah komplikasi.

5. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan.

Tujuan Pemulangan

1. Klien menerima situasi dengan realistis.

2. Nyeri berkurang/terkontrol.

3. Homeostasis dicapai.

4. Komplikasi dicegah/dikurangi

5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK (Body Systems)

(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 20 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat

gerakan cuping hidung, tidak terlihat Cyanosis, tidak terlihat keringat pada dahi,

tidak terdengar suara nafas tambahan, dentuk dada simetris.Hasil foto Thorax PA

Cor/pulmo tidak ada kelainan.

(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Nadi 90 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 140/90 mmHg, Suhu 36,8 0C,

perfusi hangat. Cor S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada

(3) Persyarafan (B 3 : Brain)

Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)

Verbal : Orientasi baik (5)

Motorik : Menurut perintah (6)

Compos Mentis : Pasien sadar

(4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

Jumlah urine 1200 cc/24 jam, warna urine kuning

(5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Page 27: Askep CA Nasofaring

Mulut dan tenggorokan normal, Abdomen normal, Peristaltik normal, tidak

kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, Rectum normal, klien buang air

besar 1 X/hari.

(6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Kemampuan pergerakan sendi bebas/terbatas

Parese ada/tidak, Paralise ada/tidak, Hemiparese ada/tidak, .

Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus

(7) Sistem Endokrin

Terapi hormon

Karakteristik sex sekunder

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik

Hipoglikemia

Polidipsi

Poliphagi

Poliuri

Postural hipotensi

Kelemahan

3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan Laboratorium

- Hb : 15,8 mg/dl (>13,4 mg/dl)

- Leukosit : 11,3

- Albumin : 4,1 gr/dl (3,2 – 3,5 gr/dl)

- SGOT : 10,2 ( kurang 29 )U/L

- SGPT : 13,5 U/L

- Bilirubin Direk : 0,31 (< 0,25)

- Bilirubin Total : 1,01 (< 1,00)

- Alkali Phospatase : 148

- Cholesterol Total : 148,8 (< 200)

- Trigliserida : 81,4 (< 200)

- HDL Cholesterol : 30 (> 35

- LDL Cholesterol : 101 (< 130)

Page 28: Askep CA Nasofaring

- Ureum/BUN : 13,8 mg/dl (10 – 20)

- Serum Creatinin : 1,16 mg/dl (L : 0,9 – 1,5 P : 0,7 – 1,3)

- Uric Acid : 4,1 (L : 3,4 – 7,0 P : 2,4 – 5,7)

- Glukosa puasa : 300 mg/dl (< 126 mg/dl)

- Glukosa 2 jam pp : 463 mg/dl (< 140 mg/dl)

Hasil pemeriksaan Laboratorium

- Gula darah acak : 178 mg/dl (< 140 mg/dl)

Hasil pemeriksaan Patologi

Mikroskopik

- Jaringan nasofaring hiperplastik, tidak tampak tanda-tanda keganasan

- Jaringan nasofaring dengan infiltrat luas undiff. Epidermoid carcinoma, WHO type 3.

- Kesimpulan : Nasofaring kiri, biopsi undiff. Epidermoid carcinoma, WHO type 3.

Hasil pemeriksaan CT Scan

Terliha gambaran massa daerah nasopharynx mengenai atap serta dinding kanan kiri. Batas

anterior mencapai cavum nasi bagian posterior. Sisi kanan juga terlihat ada cairan dalam

sinus maxillaris kanan suspect merupakan perluasan tumor tersebut. Belum terlihat ada

invasi tumor ke intracranial. Perluasan ke lateral, kanan kiri sampai di musculus

pterygoideus tetapi belum mengadakan infiltrasi pada musculus tsb. Pada infiltrasi

intracranial.

Kesimpulan : Gambaran tumor nasopharynx

Hasil pemeriksaan Radiologi tanggal 9 April 2002

Thorax PA

Cor / pulmo tidak ada kelainan.

TERAPI :

- Infus RL/D5%

- Inj Actrapid 16 UI ¼ jam sebelummakan.

- Copar 6 X 1 Tab/hari

- Inj Xylo Della 2 : 2 Im

- Inj Novoban 1 Amp

- Inj Carbocin 450 mg dalam Inf D5% 100 cc drip habis dalam 6 jam.

- Inj Curasil (5 FU) 1000mg dalam 100 cc D5% drip habis dalam 30 menit.

- Inj Bleocyn 30 mg dalam 100 cc RL drip habis dalam 30 menit.

Page 29: Askep CA Nasofaring

3.4 ANALISA DATA

NO D A T A ETIOLOGI MASALAH PARAF

1 DS:Klien kurang

tidur baik pada

waktu siang maupun

malam hari.

DO:Klien tampak

terganggu dengan

kondisi ruang

perawatan yang

ramai.

Rasa nyeri pada

kepala.

Ganguan pola

tidur

2 DS:Klien

mengatalakn cemas

karena Kurangnya

pengetahuan tentang

sifat penyakit,

pemeriksaan

diagnostik dan

tujuan tindakan yang

diprogramkan.

Lamanya perawatan,

banyaknya biaya

perawatan dan

pengobatan dan

gangguan peran

pada keluarga (self

esteem).

DO:Klien

mengatakan sedikit

stress menghadapi

tindakan kemoterapi/

sitostatika. karena

kurangnya

pengetahuan.

Kurangnya

pengetahuan

tentang

penyakitnya.

Cemas

3 DS:Klien

mengatakan kurang

Kurangnya Kurangnya

pengetahuan

Page 30: Askep CA Nasofaring

mengetahui tentang

proses penyakit,

perawatan maupun

pengobatan serta

kurangnya

pengetahuan tentang

dampak diabetuk

dan diet.

DO:px tampak

lemah

informasi. tentang proses

penyakit, diet,

perawatan dan

pengobatan

4 DS:Klien mengalami

muntah 2 X

DO:Klien mengeluh

selalu mual dan

selalu ingin muntah

Intake makanan

yang kurang.

Gangguan

pemenuhan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

denganintakemakananyangkurang

Page 31: Askep CA Nasofaring

3.6 INTERVENSI

NO Diagnosa keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala

Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam

waktu 30 – 40 menit.2. Pasien tenang dan wajah

segar. 3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.

1Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang

2.Kajitentang kebiasaantidurpasien di rumah.

3.Kajiadanyafaktor penyebab gangguapolatidur yanglainseperti cemas, efekobat-obatandan suasana ramai.

4.Anjurkanpasien untuk menggunakan pengantartidur danteknik relaksasi.

5.Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien

1. Lingkungan yang nyamandapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.

2. Mengetahui perubahandari hal-halyang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.

3. Mengetahui faktorpenyebab gangguanpola tiduryanglain dialamidan dirasakan pasien.

4. Pengantar tidur akanmemudahkanpasien dalam jatuh dalam tidurteknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.

5. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat

2 Cemas berhubungan dengan

Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.Kriteria Hasil :

1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh

1 Untuk menentukan tingkat

Page 32: Askep CA Nasofaring

kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.

2. Emosi stabil., pasien tenang.

3. Istirahat cukup.

pasien.

2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.

3. Gunakan komunikasi terapeutik.

4. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.

5. Berikan keyakinan pada pasien bahwa

6. perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik danseoptimal mungkin.

7. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.

8. Ciptakan lingkungan yang aman dan tenang

.

kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.

2 Dapat meringankan beban pikiran pasien.

3 Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.

4 Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.

5 Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.

6 Pasien akan merasa lebih

tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.

7 Lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.

3Kurangnya pengetahuan

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga

1. Untuk memberikan informasi pada

Page 33: Askep CA Nasofaring

tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Kriteria Hasil :1. Pasien mengetahui tentang

proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.

2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang

diperoleh.

tentang penyakit DM dan Ca. Nasofaring.

2. Kaji latar belakang pendidikan pasien.

3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

4. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.

5. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada / memungkinkan).

pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.

2. Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

4. Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

5. Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.

4 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil :1. Berat badan dan tinggi

badan ideal.2. Pasien mematuhi dietnya.3. Kadar gula darah dalam

batas normal.

1. Kaji status nutrisi dan kebiasaanmakan.

2. Anjurkan pasienuntuk mematuhi dietyang

1. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan

Page 34: Askep CA Nasofaring

kurang 4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

telahdiprogramkan.Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

3. Identifikasi perubahan pola makan.

4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

pengaturan diet yang adekuat.

2. Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

3. Mengetahui perkembangan berat badan

4. pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).

5. Mengetahui apakah pasientelah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

6. Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukanglukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

Page 35: Askep CA Nasofaring

3.7 IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap

pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan

diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;

ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien

pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi

intervensi dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana

intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang

muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

3.8. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi

adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana

keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US.

Midar H, dkk, 1989).

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan

aktivitas seperti biasanya.

e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak

nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang

merawatnya.

f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan

penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi

kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga

menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

Page 36: Askep CA Nasofaring

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring

dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring

merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.

(Efiaty & Nurbaiti, 2001 ha146).

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500

kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang

diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty

&Nurbaiti, 2001 hal146).

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan

makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor

geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial

ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya

tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus

EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

4.2 SARAN

Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus Ca Nasofaring, diharapkan memberi

suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kasus ini. Namun, dalam

uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang dirasa kurang dan oleh karenanya

penulis mengharapkan suatu masukan dan saran untuk kebaikan mendatang dalam segala

bidang, terutama kasus Ca Nasofaring ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi mengenai

perkembangan kasus Ca Nasofaring ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat informasi

yang lebih relevan disamping makalah ini. Semoga makalah yang kami buat dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Page 37: Askep CA Nasofaring

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC,

Jakarta

Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC,Jakarta

Inskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosa Dan

Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta

Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing Intervension Classification (NIC). Mosby Year

Book. St. Louis

Marion Johnon, dkk. 2000. Nursing Outcome Classificasion (NOC). Mosby Year

Book.St. Louis

Marjory Gordon, dkk.2000.Nursing Diagnoses : Definition & Classificasion 2001-

2002.NANDA. Mosby Year Book.St.Louis

File:///G:/askep-ca-nasofaring.html

File:///G:/ASKEP CA NASOFARING_b4hri.html

NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

Page 38: Askep CA Nasofaring

LAMPIRAN


Top Related