Download - Artikel 11
1
PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN
DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI INDONESIA:
ANALISIS INPUT-OUTPUT
ARTIKEL
Oleh:
DODY YULI PUTRA
1021206025
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
2011
2
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di
dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai
mencapai 104.000 km (Bakosurtanal, 2006). Total luas laut Indonesia sekitar
3,544 juta km2 (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka 2010) atau sekitar 70%
dari wilayah Indonesia. Keadaan tersebut seharusnya meletakan sektor perikanan
menjadi salah satu sektor riil yang potensial di Indonesia.
Potensi ekonomi sumber daya pada sektor perikanan diperkirakan
mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi tersebut meliputi: potensi perikanan
tangkap sebesar US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$
46,7 miliar per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun,
potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi budidaya air
tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi bioteknologi kelautan sebesar
US$ 4 miliar per tahun. Selain itu, potens lainnya pun dapat dikelola, seperti
sumber daya yang tidak terbaharukan, sehingga dapat memberikan kontribusi
yang nyata bagi pembangunan Indonesia.
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, Produksi perikanan tangkap
Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia dengan
tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan
rata-rata produksi sebesar 1,54%. Disamping itu, Indonesia juga merupakan
produsen perikanan budidaya dunia. Sampai dengan tahun 2007 posisi produksi
perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan
3
rata-rata produksi pertahun sejak 2003 mencapai 8,79%. Hal ini menyebabkan
Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penghasil produk perikanan
terbesar dunia, karena terus meningkatnya kontribusi produk perikanan Indonesia
di dunia pada periode 2004-2009.
Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan
salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki
potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal
ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya
perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua,
Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya.
Ketiga, Industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan
istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki
keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagimana
dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.
Namun mencermati pembangunan Indonesia selama ini sangatlah ironis
karena secara empiris, dengan potensi yang besar, pembangunan sektor perikanan
kurang mendapatkan perhatian dan selalu diposisikan sebagai pingiran. Hal ini
karena, selama ini strategi pembangunan yang berbasis sumber daya alam lebih
mengutamakan kepada sektor pertanian dan pertambangan. Selain itu penekanan
pembangunan sektor perikanan selama ini lebih bersifat eksploitasi sumber daya
sehingga mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem lingkungan dan tidak
memperhatikan nilai tambah ekonomis yang dapat diperoleh dari sektor tersebut.
Kesuksesan negara lain dalam pengembangan sektor perikanan seperti di
Islandia, Norwegia, Thailand, China dan Korea Selatan, yang dalam hal sumber
4
daya berada di bawah Indonesia, seharunya dapat menjadi pembelajaran. Pada
negara tersebut, sektor perikanan mampu memberikan kontribusi ekonomi yang
besar. Sebagai contoh Islandia dan Norwegia, kontribusi sektor perikanan
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60% dan 25%. Keadaan
tersebut jauh berbeda dengan kontribusi sektor perikanan Indonesia terhadap PDB
nasional yang hanya mencapai 2,77% pada tahun 2008.
Tabel 1.1. Produk Domestik Bruto Pertanian, Peternakan, Kehutanan
Dan Perikanan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004 - 2009
(miliar rupiah)
Lapangan
Usaha 2004 2005 2006 2007 2008* 2009**
Pertanian,
Peternakan,
Kehutanan dan
Perikanan
329.124,6 364.169,3 433.223,4 541.931,5 716.065,3 858.252,0
a. Tanaman
Bahan
Makanan
165.558,2 181.331,6 214.346,3 265.090,9 349.795,0 418.963,9
b. Tanaman
Perkebunan
49.630,9 56.433,7 63.401,4 81.664,0 105.969,3 112.522,1
c. Peternakan 40.634,7 44.202,9 51.074,7 61.325,2 82.676,4 104.040,0
d. Kehutanan 20.290 22.561,8 30.065,7 36.154,1 40.375,1 44.952,1
e. Perikanan 53.010,8 59.639,3 74.335,3 97.697,3 137.249,5 177.773,9
Produk
Domestik Bruto
2.295.826,2 2.774.281,1 3.339.216,8 3.950.893,2 4.951.356,7 5.613.441,7
% PDB
Perikanan
Terhadap :
- Kelompok
Pertanian
- PDB Total
16,11
2,31
16,38
2,15
17,16
2,23
18,3
2,47
19,18
2,77
20,71
3,17
Sumber : www.bps.go.id
Keterangan: *Angka Sementara; ** Angka Sangat Sementara
Dengan melihat potensi dan kesuksesan negara lain, pembagunan sektor
perikanan harusnya dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
lebih baik dari pada keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan
dan pengelolaan sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat
5
mengoptimalkan manfaat dari potensi sumber daya yang ada. Munculnya
kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan dan
perikanan sebagai motor pengerak pembangunan nasional, sebagaimana
terimplementasi pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, sudah merupakan suatu hal yang tepat.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini melihat peran sektor perikanan
dalam perekonomian dan penyerapan tenaga kerja Indonesia dengan pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran sektor perikanan dan keterkaitan ke depan dan ke
belakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
2. Seberapa besar angka pengganda output, angka pengganda pendapatan
rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan pada sektor
perikanan.
3. Bagaimana dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total
dan kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada
sektor perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Menganalisis peran sektor perikanan dan keterkaitan ke depan dan ke
belakang (forward and backward linkage) dalam perekonomian Indonesia.
6
2. Menganalisis angka pengganda output, angka pengganda pendapatan
rumah tangga dan angka pengganda lapangan pekerjaan pada sektor
perikanan.
3. Menganalisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total
dan kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada
sektor perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Sektor perikanan pada panelitian ini merupakan sektor perikanan secara
umum, mencakup semua kegiatan dan tanpa membedakan antara perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya. Hal ini sejalan dengan pengertian output
dalam tabel input-output yang merupakan nilai dari produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu sektor dalam perekonomian tanpa membedakan asal usul
pelaku produksinya. Sedangkan kinerja sektor perikanan pada penelitian ini
berdasarkan data pada Tabel Input-output Indonesia Upadating 2008 dan
menghiraukan permasalahan dalam pemanfaatan potensi sektor perikanan secara
illegal atau tidak resmi seperti kegiatan illegal fishing.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis input-
ouput dengan menggunakan Tabel Input-output Indonesia Updating 2008
berdasarkan Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang
diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, dengan melakukan agregasi
klasifikasi sektor menjadi 19 sektor. Sedangkan data-data pendukung lainnya,
selain dari BPS juga diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta
instansi terkait lainnya.
7
Penelitian dengan metode analisis input-output ini dibatasi pada:
1. Analisis deskriptif adalah suatu cara atau tehnik mengumpulkan,
mengolah, menyajikan dan menganalisa data kuantitatif sehingga dapat
memberikan gambaran yang teratur tentang suatu peristiwa (Sofyardi,
2010). Pada penelitian ini analisis deskriptif akan menyajikan gambaran
secara umum keadaan struktur perekonomian secara keseluruhan dengan
menfokuskan pada peran sektor perikanan dalam perekonomian dilihat
dari struktur permintaan, struktur input dan struktur output.
2. Analisis keterkaitaan antar sektor (linkage analysis), dalam hal ini
keterkaitan sektor perikanan dengan sektor lainnya dari segi keterkaitan ke
belakang (backward lingkage) dan keterkaitan ke depan (forward
lingkage) dalam struktur perekonomian Indonesia.
3. Analisis angka pengganda (multiplier analysis) untuk melihat apa yang
terjadi terhadap pembentukan output, pendapatan rumah tangga dan
lapangan pekerjaan, apabila terjadi perubahan pada variabel permintaan
akhir dalam perekonomian. Tiga angka pengganda yang akan dilihat
adalah angka pengganda output (output multiplier) yang merupakan
analisis output dari sektor perekonomian, angka pengganda pendapatan
rumah tangga (household income multiplier) atau sering juga disebut
sebagai efek pendapatan (income effect), angka pengganda lapangan kerja
(employment multiplier) atau disebut juga efek lapangan kerja
(employment effect).
4. Analisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output total dan
kebutuhan tenaga kerja serta dampak penambahan investasi pada sektor
8
perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja. Penambahan investasi disini
dapat berasal dari penanam modal dalam negeri, penanam modal asing
maupun dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk pembentukan modal
atau investasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Definisi
Berdasarkan Undang-Undang 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, yang dimaksud
dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis perikanan.
Sedangkan berdasarkan BPS dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia Tahun 2009, yang termasuk dalam sektor perikanan adalah kegiatan
usaha yang mencakup penangkapan dan budi daya ikan, jenis crustacea (seperti
udang, kepiting), moluska, dan biota air lainnya di laut, air payau dan air tawar.
Sumber daya perikanan termasuk kepada kelompok sumber daya alam
yang dapat diperbaruhi (renewable source). Meskipun demikian dalam
pemanfaatan sumber daya ini harus rasional sebagai usaha untuk menjaga
keseimbangan produksi dan kelestarian sumber daya. Hal ini perlu adanya
penegasan karena sumber daya perikanan merupakan sumber daya milik bersama
(common property resources) dalam artian hak properti atas sumber daya tersebut
9
dipegang secara bersama-sama sehingga tidak ada larangan bagi siapapun untuk
memanfaatannya.
Secara garis besar, sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan melalui
penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan budidaya ikan. Sehingga usaha
perikanan merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara perorangan atau
badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk
menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil dan
mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan (Monintja, 2001).
Berdasarkan Undang-undang 45 Tahun 2009, Penangkapan ikan adalah
kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun. Sedangkan pembudidaya ikan
adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakan ikan serta
memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
Menurut Ningsih (2005) sumber daya perikanan laut dapat dikelompokkan
ke dalam empat kelompok besar yaitu: (1) sumber daya ikan demersal, yaitu jenis
ikan yang hidup di atau dekat dasar perairan; (2) sumber daya ikan pelagis, yaitu
jenis sumber daya ikan yang hidup di sekitar permukaan perairan; (3) sumber
daya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oceanik seperti tuna, cakalang, tenggiri
dan lain-lain; (4) sumber daya udang dan biota laut non ikan lainnya seperti kuda
laut.
Sedangkan potensi pengembangan pada perikanan budidaya dapat
dilakukan pada (1) budidaya laut terdiri dari budidaya ikan, moluska dan rumut
laut; (2) budidaya air payau; (3) air tawar yang terdiri dari perairan umum (danau,
waduk, sungai dan rawa), kolam air tawar dan mina padi sawah. (KKP, 2010)
10
Melihat keadaan sumberdaya perikanan Indonesia khususnya perikanan
tangkap, telah mengalami over fishing pada beberapa daerah dan adanya tren
penurunan dari produksi perikanan tangkap dunia, maka dalam pembangunan
perikanan Indonesia kedepan lebih memfokuskan kepada peningkatan produksi di
perikanan budiaya. Hal ini terlihat pada trilogi pembangunan perikanan Indonesia
yaitu (1) kendalikan perikanan tangkap; (2) kembangkan perikanan budidaya; (3)
tingkatkan mutu dan nilai tambah. Selain itu juga dibutuhkan kebijakan
terintegrasi dan konvergen untuk membangun ocean economic dalam 3 pilar (a)
national ocean policy, (b) national ocean economic policy, dan (c) national ocean
governance. (KKP, 2010)
2.2. Pembangunan Sektor Perikanan
Sebagai negara kepulauan dengan potensi perikanan yang besar,
seharusnya sektor perikanan menjadi andalan dalam pembangunan Indonesia.
Selain itu sektor perikanan juga berpotensi untuk dijadikan penggerak utama
(prime mover) ekonomi Indoneisa. Namun secara empiris pembangunan sektor
perikanan selama ini kurang mendapatkan perhatian sehingga kontribusi dan
pemanfaatnnya dalam perekonomian Indonesia masih kecil.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dan
menjadikan sektor ini sebagai prime mover pembangunan ekonomi nasional,
diperlukan upaya percepatan dan terobosan dalam pembangunan kelautan dan
perikanan yang didukung dengan kebijakan politik dan ekonomi serta iklim sosial
yang kondusif. Dalam kaitan ini, koordinasi dan dukungan lintas sektor serta
11
stakeholders lainnya menjadi salah satu prasyarat yang sangat penting (KKP,
2010)
Revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, merupakan suatu langkah
untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan revitalisasi diharapkan sektor perikanan
mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan (petani ikan), menyumbang terhadap
ekspor nonmigas, mengurangi kemiskinan, dan menyerap tenaga kerja nasional.
Sehingga lebih dapat meningkatkan kontribusinya dalam perekonomian
Indonesia.
Menurut Kurniawan (2010) Pembangunan di sektor kelautan dan
perikanan, tidak boleh dipandang sebagai hanya sebagai cara untuk
menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Namun, lebih dari itu, karena
sektor kelautan dan perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka
sudah sewajarnya jika sektor perikanan dan kelautan ini dikembangkan menjadi
sektor unggulan dalam kancah perdagangan internasional. Dengan demikian,
dukungan sektor industri terhadap pembangunan di sektor perikanan dan kelautan
menjadi suatu hal yang bersifat keharusan. Karena itu, pembangunan perikanan
dan kelautan dan industri bukanlah alternatif yang dipilih, namun adalah
komplementer dan saling mendukung baik bagi input maupun output.
Secara teoritis pengembangan perikanan memiliki keterkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi nasional. Keterkaitan umum antara sumber daya perikanan,
produksi, usaha penangkapan, kebijakan pemerintah, dan pasar akan berpengaruh
kepada GDP yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
nasional. (Soemokaryo, 2001)
12
Gambar 2.1. Keterkaitan Pengembangan Perikanan Dengan Pertumbuhan
Ekonomi
Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
nelayan (petani ikan) dengan jalan meningkatkan produktivitas, memperluas
kesempatan kerja dan kesempatan usaha (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1988).
Namun mengingat kegiatan perikanan yang dapat dikatakan sebagai usaha yang
sangat tergantung pada alam dan ketersediaan sumber daya disuatu perairan
Kebijakan Pemerintah
(Investasi, Produksi
Infrastruktur dll)
Produksi Tuna
Produksi
Agroindustri
Produksi Udang Laut Usaha Penangkapan Sumberdaya Ikan Usaha Penangkapan
Produksi Udang Budidaya Tambak Sumberdaya Tambak
Produksi Ikan
Lainnya
Pasar Ekspor
Produk Olahan
Agroindustri
Permintaan
Tenaga Kerja
Pasar Ekspor
Produk Segar
Pasar Domestik
Produk Nasional
Sektor Perikanan
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
13
menyebabkan ada fluktuasi kegiatan usaha perikanan yang sangat jelas. Pada
akhirnya hal ini akan mempengaruhi aktifitas nelayan (petani ikan) dalam
berusaha.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk yang
besar, strategi pembangunan dengan basis sumber daya alam dapat pulih (seperti
sektor perikanan) merupakan suatu hal yang tepat. Hal ini di karenakan (1)
potensi sumber daya Indonesia yang sangat besar; (2) keterkaitan industri hulu
(backward-linkages industri) dan keterkaitan industri hilir (foward-linkages
industries) yang kuat dan diharapkan dapat menciptakan efek ganda (multiplier
efects) yang besar; (3) penyerapan tenaga kerja yang besar; (4) dapat mengatasi
ketimpangan pembangunan antar wilayah dikarenakan kegiatan ekonomi berbasis
sumberdaya alam yang dapat pulih bisa dan biasanya berlangsung di daerah
pedesaan; (5) karena bersifat dapat pulih, maka bisa mewujudkan pola
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. (Dahuri, 2002)
Menurut Kusumastanto (2000), salah satu persoalan yang mendasar dalam
perencanaan pengembangan sektor perikanan adalah lemahnya akurasi data
statistik perikanan. Hal ini menyebabkan kendala dalam penerapan kebijakan
pengembangan sektor perikanan. Selain itu, untuk menjadikan sektor perikanan
sebagai motor penggerak sektor riil, dalam pengembangnya harus memperhatikan
kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai sektor
ekonomi.
Menurut Fauzie (2009), perencanaan pembangunan kelautan dan
perikanan didasarkan pada konsepsi pembangunan berkelanjutan yang didukung
oleh pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan sumber daya manusia
14
dalam mencapai daya saing yang tinggi. Tiga hal pokok yang akan dilakukan
terkait arah pembangunan sektor perikanan ke depan, yaitu (1) membangun sektor
perikanan yang berkeunggulan kompetitif (competitive advantage) berdasarkan
keunggulan komparatif (comparative advantage); (2) menggambarkan sistem
ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan; (3)
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan
memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks pola
pembangunan tersebut, ada tiga fase yang harus dilalui dalam mentransformasi
keunggulan komparatif menjadi keunggulan dalam hal daya saing, yaitu (a) fase
pembangunan yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya alam (resources
driven); (b) fase kedua adalah pembangunan yang digerakan oleh investasi
(investment driven) dan; (c) fase ketiga pembangunan yang digerakkan oleh
inovasi (inovation driven).
Menurut Dahuri (2001), proses pemanfaatan sumber daya perikanan ke
depan harus ada kesamaan visi pembangunan perikanan yaitu suatu pembangunan
perikanan yang dapat memanfaatkan sumber daya ikan beserta ekosistemnya
secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama
petani ikan dan nelayan secara berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan visi
pembangunan perikanan tersebut, ada tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Pertama sektor perikanan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi
secara nasional melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para
pelakunya serta mampu meningkatkan sumbangan terhadap PDB. Kedua, sektor
perikanan harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada
pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan.
15
Ketiga, pembangunan perikanan yang akan dilaksanakan selain dapat
menguntungkan secara ekonomi juga ramah secara ekologis yang artinya
pembangunan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan
dengan baik.
Dalam pengembangan sektor perikanan tidak hanya terkait dalam usaha
perikanan tangkap maupun budidaya saja. Menurut Erwadi dan Syafri dalam
Hendri (2010) Peluang bisnis kelautan dan perikanan setidaknya dapat dilihat dari
dua faktor yaitu (1) faktor internal berupa potensi sumber daya kelautan dan
perikanan, potensi sumber daya manusia, teknologi, sarana dan prasarana serta
pemasaran, dan (2) faktor eksternal yang berkaitan dengan aspek permintaan
produk perikanan dan syarat-syarat yang menyertai permintaan tersebut dalam
rangka persaingan.
Pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilasanakan selama ini
dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan
kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan).
Dengan melihat potensi yang ada, pembagunan kelautan dan perikanan harusnya
dapat menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik dari pada
keadaan sekarang. Adanya kesalahan orientasi pembangunan dan pengelolaan
sumber daya menyebabkan Indonesia belum dapat mengoptimalkan manfaat dari
potensi sumber daya yang ada. (KKP, 2010)
2.3. Tenaga Kerja
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua
golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan
16
penduduk yang berumur dalam batasan usia kerja, batasan usia kerja berbeda-beda
di setiap negara. Batasan usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimal 15
tahun tanpa batasan maksimum. Menurut BPS, tenaga kerja (man power)
merupakan penduduk dengan usia 15–60 tahun yang telah mulai bekerja dan
mendapatkan penghasilan dan jikapun umurnya sudah mencapai 65 tahun namun
masih bisa memperoleh penghasilan masih di sebut tenaga kerja.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15–64 tahun) atau
jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang
dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau
berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. (Subri, 2003)
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
yang dimaksud dengan tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Salah satu permasalahan yang timbul dalam pembangunan ekonomi di
negara berkembang dan sekaligus merupakan salah satu ciri negara tersebut
adalah adanya ledakan penduduk (population explotion). Keadaan ini
menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja sehingga terjadi peningkatan
penawaran angkatan kerja.
Menurut Elfindri dan Bachtiar (2004), hal diatas perlu dimengerti karena
dua alasan. Alasan pertama adalah memahami variabel perubahan yang dapat
mempengaruhi penawaran tenaga kerja, dapat memberikan masukan yang berarti
dalam menyusun strategi untuk merencanakan, melaksanakan dan mengontrol
komponen ini. Alasan kedua adalah perubahan-perubahan konstilasi sosial,
17
budaya dan keterbukaan pembangunan perlu dicermati sebagai faktor-faktor
dalam kaitannya dengan penawaran angkatan kerja.
Kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan dan
kesempatan untuk bekerja, yang ada dari suatu kegiatan ekonomi. Menurut
Fleisher (1980) kesempatan kerja adalah jumlah orang yang mempunyai
pekerjaan. Namun menurut Suroto (1986) kesempatan kerja diartikan sebagai
lapangan kerja yang ada dalam masyarakat (employment opportunity) baik
lapangan pekerjaan yang sudah diisi maupun lowongan pekerjaan yang belum
diisi.
Menurut Todaro (2000), kesempatan kerja dipengaruhi secara positif oleh
laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pandangan Neoklasik bahwa
semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula laju pertumbuhan
kesempatan kerja. Hal ini disebabkan karena tiga komponen utama dalam
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa adalah akumulasi modal, pertumbuhan
penduduk dan kemajuan teknologi.
2.3.1. Tenaga Kerja Sektor Perikanan
Ketenagakerjaan memiliki peran strategis dan menduduki posisi sentral
dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja suatu industri pengolahan,
termasuk pengolahan ikan. Harus disadari, bahwa ketenagakerjaan merupakan
aset perusahaan yang paling berharga dan terpenting, mengingat peran dan
fungsinya sebagai value creating, diversifikasi produk olahan serta
pengembangan manfaat teknologi agar industri mampu selalu menghasilkan
produk yang mengikuti dinamika perubahan permintaan pasar. (Arthajaya, 2008).
18
Menurut KKP (2010), penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan
dibagi pada kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan dan
pemasaran, serta jasa penunjang lainnya yang meliputi tenaga kerja yang terlibat
pada program-program pemberdayaan di sektor perikanan.
Kondisi dan masalah ketenagakerjaan di Indonesia umumnya karena
adanya disparatis antara kualitas yang dimiliki dengan yang dibutuhkan oleh
dunia usaha, yang pada gilirannya dapat menimbulkan terjadinya pengangguran
dan rendahnya produktivitas. Kesenjangan tersebut terjadi karena pendidikan dan
pelatihan yang bersifat suplay driven dan tidak berbasis pada kompetensi kerja.
(Arthajaya, 2008).
Permasalahan tersebut juga terjadi pada ketenagakerjaan di sektor
perikanan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di sektor perikanan menjadi
penghalang dalam pengembangan sektor tersebut. Pada umumnya kondisi kualitas
sumber daya manusia pada sektor perikanan adalah (1) tingkat pendidikan relatif
rendah, (2) pendayagunaan relatif rendah, (3) produktivitas relatif rendah, (4) daya
saing rendah, dan (5) budaya etos kerja rendah. (Anonim, 2010)
2.4. Keseimbangan Umum
Pada setiap perekonomian terdapat berbagai kegiatan ekonomi yang saling
berinteraksi sehingga membentuk suatu keseimbangan. Keseimbangan yang
terjadi secara ber-asingan tanpa memperhatikan hubungan kait-mengait di antara
berbagai aspek kegitan ekonomi merupakan keseimbangan sebagian (partial
equilibrium). Sedangkan keseimbangan yang terjadi dengan adanya kait-mengait
19
diantara semua kegiatan ekonomi disebut sebagai keseimbangan umum (general
equilibrium/GE) (Sukirno, 2000).
Unit-unit mikroekonomi dalam perekonomian saling berkaitan sehingga
merupakan suatu sistem yang interdependent. Terjadinya interaksi antar unit-unit
tersebut dalam suatu keseimbangan disebut general equilibrum (GE). GE
merupakan suatu keseimbangan yang simultan, konsisten dan terjadi dalam jangka
panjang bagi semua pasar dan unit-unit pengambilan keputusan dalam suatu
sistem. (Miller, 1997).
Analisa GE berlaku untuk keseluruhan unit ekonomi, sehingga dalam
analisa GE sesungguhnya memerlukan banyak persamaan simultan yang nyaris
tak terhitung dan boleh dikatakan mustahil diadakan. Hal ini menyebabkan
keterbatasan dalam analisis tersebut. Sehingga apabila berbicara tentang GE,
sebagai contoh GE pada pasar, hanya akan mengacu pada beberapa pasar saja
bukan meliputi semua pasar sekaligus. Keseimbangan umum yang lengkap dan
terpakai adalah keseimbangan yang diperkenalkan oleh Leontief yang dikenal
dengan model input-output (Rozani, 2007).
Menurut Miller dan Blair, dalam Hotman (2007), model keseimbangan
umum menjadi dasar pada model input-output Leontief yang memiliki konsep
sebagai beriktu:
a) Struktur perekonomian tersusun dari beberapa sektor yang saling
berintekrasi melalui transaksi jual beli.
b) Output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya dan untuk memenuhi
permintaan akhir.
20
c) Input suatu sektor dibeli dari sektor lain yaitu rumah tangga (dalam bentuk
tenaga kerja), pemerintah (pajak), penyusutan, surplus usaha dan impor
wilayah lain.
d) Hubungan antara output dan input bersifat linear dan dalam suatu periode
analisis (satu tahun) jumlah total input sama dengan total output.
e) Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan tiap sektor
hanya menghasilkan satu output dengan satu tingkatan teknologi.
2.4.1. Kriteria Pareto
Dalam perekonomian, sumber daya merupakan suatu hal yang terbatas
(scarcity), sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya tersebut tidak
terbatas. Keadaan ini menyebabkan perlu pengalokasian sumber daya sehingga
dapat dimanfaatkan secara efisien sehingga dapat mengoptimalkan kepuasan
masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya tersebut.
Kriteria Pareto membentuk basis untuk mengevaluasi efisiensi
penggunaan sumber daya. Sutau alokasi sumber daya dikatakan sebagai pareto-
efficient (atau pareto optimal), jika untuk meningkatkan kepuasan sekurang-
kuranganya satu anggota masyarakat, akan menyebabkan berkurangnya tingkat
kepuasan anggota masyarakat lainnya. Dengkan kata lain, pareto-efficient
merupakan titik dimana tidak ada lagi re-alokasi yang dapat dilakukan tanpa
mengakibatkan kerugian pada pihak lain. (Miller, 1997).
Salah satu cara untuk menjelaskan realokasi tersebut dengan menggunakan
kotak edgeworth. Kotak edgeworth merupakan suatu teknik secara grafik untuk
menggambarkan interaksi antara dua aktivitas ekonomi dalam keadaan masukan
21
(input) yang tersedia tetap. Pada kotak tersebut dapat dilihat semua kemungkinan
alokasi dari dua aktivitas ekonomi yang akan menentukan titik keseimbangan
(Nicholson, 1995).
Gambar 2.2. Kotak Edgeworth
XA
OA
T YA
O
T E
A
L
YB
Y
OB XB
TOTAL X
Kotak edgeworth, pada gambar 2.2, menunjukan kemungkinan alokasi
barang X dan Y diantara konsumen A dan B. OA dan OB sebagai titik asal A dan
B, sehingga alokasi yang dicerminkan oleh titik E menunjukan bahwa A
memperoleh XA barang X dan YA barang Y. Sedangkan B memperoleh XB barang
X dan YB barang Y. Kotak edgeworth untuk menemukan titik alokasi yang paling
efisien (Nicholson, 1995).
Suatu pengalokasian sejumlah barang yang tertentu jumlahnya dalam
suatu ekonomi pertukaran disebut efisien, jika lewat realokasi barang-barang
tersebut, tidak ada suatu pihakpun yang dapat memperoleh keuntungan tanpa
menguranggi keuntungan pihak lain. Jadi, suatu pengalokasian disebut efisien jika
kondisi-kondisi secara jelas dan pasti tidak dapat dibuat lebih baik lagi. Keadaan
ini disebut juga sebagai kriteria Pareto (Nicholson, 1995).
22
2.5. Analisis Input – Output
Perekonomian merupakan suatu sistem yang interdependent, sehingga
membuat perekonomian menjadi sangat kompleks, tapi juga membuatnya lebih
fleksibel dan adaptif. Interdependensi disini maksudnya peristiwa atau perubahan
yang terjadi pada suatu sektor akan berpengaruh kepada sektor lain bahkan
mempengaruhi sektor itu kembali pada putaran berikutnya. Salah satu analisis
yang dapat menelaah struktur perekonomian yang saling berkaitan ini adalah
analisis input-output. (Tarigan, 2005)
Teknik input-output atau biasa disingkat I-O, merupakan teknik yang
dikenalkan oleh Vassily W. Leontief pada tahun 1951. Teknik ini digunakan
untuk menelaah keterkaitan antar industri dalam upaya untuk memahami
kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan
antara penawaran dan permintaan. Teknik ini juga dikenal sebagai analisis antar
industri (Arsyad, 1999)
Menurut Nazara (2005), perencanaan pembangunan utamanya dilakukan
dengan menggunakan konsep keseimbangan. Untuk itu dikenal keseimbangan
antara permintaan dan penawaran, keseimbangan antar input dan output, dan
sebagainya. Menurut Jhingan (2004), keseimbangan input dan output
memperlihatkan saling hubungan dan saling ketergantungan antar sektor. Input
suatu sektor merupakan output sektor lain dan juga berlaku sebaliknya.
Syafrizal (2008) keterkaitan ekonomi antar sektor merupakan unsur
penting dalam proses pembangunan ekonomi di daerah karena dengan adanya
keterkaitan tersebut akan dapat diwujudkan pembangunan ekonomi yang saling
menunjang dan bersinergi satu sama lain. Keterkaitan ini dapat bersifat ke depan
23
(forward linkage) ke jalur output dan ke belakang (backward linkage) ke jalur
input.
Menurut J.R. Hicks, dalam Arsyad (1999), input adalah sesuatu yang
dibeli oleh perusahaan, sedangkan output adalah sesuatu yang dijual oleh
perusahaan. Sehingga input merupakan pengeluaran perusahaan dan output
merupakan penerimaan perusahaan.
Menurut Arsyad (1999) dan Jhingan (2004), analisis input-output
merupakan varian terbaik dari keseimbangan umum. Analisis ini mempunyai tiga
ciri utama, yaitu (1) analisis input-output memusatkan perhatiannya pada
perekonomain dalam keadaan keseimbangan. Hal ini tidak ditemui dalam analisis
keseimbangan parsial; (2) analisis ini tidak memusatkan perhatiannya pada
analisis permintaan tetapi pada masalah teknis produksi; (3) analisis ini
didasarkan pada penelitian empiris.
Menurut Richardson (1972), asumsi-asumsi yang digunakan dalam
analisis input-output adalah :
1. Keseragaman (homogeneity), setiap sektor hanya memproduksi suatu
output tunggal dengan satu struktur input tunggal dan tidak ada
subtitusi otomatis antara berbagai sektor.
2. Kesebandingan (proportionality), hubungan antara input dengan
output merupakan fungsi linear yaitu tiap jenis input yang diserap oleh
sektor tertentu naik atau turunya sebanding dengan kenaikan atau
penurunan output sektor tersebut.
3. Penjumlahan (additivity), efek total dari pelaksanaan produksi
diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara
24
terpisah, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaian
termasuk pengaruh teknologi.
Dalam analisis input-output, data yang tersaji dalam bentuk tabel input-
output. Tabel input-output berisi uraian statistik dalam bentuk matriks yang
menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai satuan kegiatan ekonomi
dalam satu periode tertentu yang biasanya dalam satu tahun. Isian masing-masing
barisnya menunjukan alokasi output (nilai produksi) suatu sektor yang digunakan
untuk kebutuhan input bagi proses produksi lainnya (input antara) maupun untuk
permintaan akhir. Isian menurut kolom, mencerminkan pemakaian input antara
dan input primer yang berasal dari hasil produksi sektor lain. (BPS, 2008)
Menurut Mangiri (2000), keunggulan dari analisis input-output adalah
pertama, kemampuan analisis ini untuk melihat sektor demi sektor dalam
perekonomian sampai tingkat yang sangat rinci sehingga analisis ini cocok
sebagai proses perencanaan. Kedua, analisis ini sangat baik untuk menganalisis
keterkaitan dan hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian. Analisis
hubungan antar sektor ini menjadi penting sejak analisis pembangunan ekonomi
tidak hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga
pertumbuhan antar faktor produksi dan juga sumber-sumber pertumbuhan itu
sendiri.
Analisis input-output memiliki keterbatasan, menurut Arsyad (1999)
keterbatasan tersebut karena pemakaian asumsi Leontief yakni koefisien input
industri yang konstan selama periode analisis atau proyeksi, sehingga teknologi
yang digunakan oleh sektor ekonomi pada periode analisis tetap. Hal ini tidak
menggambarkan analisis antar industri yang dinamis.
25
Walaupun demikian, analisis input-output masih merupakan alat analisis
yang lengkap dan komprehensif. Beberapa kegunaan analisis ini antara lain :
(BPS, 2005)
1. Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai
tambah, impor, permintaan, pajak dan kebutuhan tenaga kerja diberbagai
sektor produksi.
2. Untuk melihat sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan sektor yang peka terhadap pertumbuhan
ekonomi.
3. Untuk menyusun proyeksi variabel ekonomi makro.
4. Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa,
serta kaitannya terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan subtitusinya.
5. Untuk menganalisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh
langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Daerah Penelitian
Ruang lingkup daerah penelitian adalah Indonesia, dengan memfokuskan
terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan tenaga
kerja di Indonesia.
3.2. Data dan Sumber Data
Penelitian ini mengunakan data skunder yaitu Tabel Input-output
Indonesia Updating 2008 berdasarkan Transaksi Domestik Atas Dasar Harga
26
Produsen yang diagrerasi klasifikasi sektor menjadi 19 sektor dari 66 sektor yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat. Sedangkan data-data
pendukung lainnya, selain dari BPS juga diperoleh dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan serta instansi terkait lainnya.
Tabel 3.1. Klasifikasi 19 Sektor Tabel Input-output Indonesia Updating
2008
Kode I-O
19 Sektor Sektor
1 Padi
2 Tanaman bahan makanan lainnya
3 Tanaman pertanian lainnya
4 Peternakan dan hasil-hasilnya
5 Kehutanan
6 Perikanan
7 Pertambangan dan penggalian
8 Industri makanan, minuman dan tembakau
9 Industri lainnya
10 Pengilangan minyak bumi
11 Listrik, gas dan air bersih
12 Bangunan
13 Perdagangan
14 Restoran dan hotel
15 Pengangkutan dan komunikasi
16 Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan
17 Pemerintah umum dan pertahanan
18 Jasa-jasa
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya
27
Tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen yang digunakan,
merupakan tabel yang memperlihatkan hubungan langsung antar sektor tanpa
dipengaruhi oleh margin perdagangan dan biaya transport. Koefisien teknis yang
diturunkan dari jenis tabel ini lebih memiliki keunggulan analisis karena setiap
kenaikan permintaan dapat diukur langsung pegaruhnya terhadap kenaikan
produksi dalam negeri. Sehingga tabel tersebut mengambarkan sistem
perekonomian secara ringkas, menyeluruh dan terpadu dimana dapat dilihat antara
lain alokasi output dan input semua sektor di perekonomian.
Ouput yang terbentuk pada tabel analisis yang dipakai, merupakan nilai
dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam
perekonomian tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Sehingga output
yang terbentuk pada sektor perikanan merupakan nilai dari produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sektor perikanan secara umum dalam perekonomian
tanpa membedakan apakah itu perikanan tangkap atau perikanan budidaya.
Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 merupakan aktualisasi data
dari tabel input-output 2005 dengan metode semi-survei untuk
mengaktualisasikan koefisien input, sehingga struktur ekonomi tidak berubah
secara nyata. Perbedaan yang mencolok pada data sektor perikanan antara tabel
input-output 2005 dengan tabel input-output updating 2008 adalah pada data
subsidi (205) dimana pada tabel input-output 2005 tidak ada atau tidak terhitung
sedangkan pada tabel input-output updating 2008 ada atau terhitung. Beberapa hal
keadaan data sektor perikanan pada tabel input-output updating 2008, adalah:
a) Pembentukan modal tetap (303) sektor perikanan pada Tabel Input-output
Indonesia Updating 2008 besarannya nol (0). Nilai nol (0) berarti bahwa
28
tidak ada realiasai investasi pada sektor perikanan di tahun 2008. Menurut
data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang juga
menjadi sumber data investasi bagi BPS, realisasi investasi sektor
perikanan pada tahun 2008 tercatat sebesar 2,4 milyar rupiah. Namun
apabila angka tersebut dibandingkan dengan realisasi investasi secara total
pada tahun 2008, kontribusinya sangat kecil yaitu hanya sebesar 0,0068%
b) Permintaan antara sektor perikanan terhadap sektor perdagangan pada
Tabel Input-output Indonesia Updating 2008 berdasarkan Transaksi
Domestik Atas Dasar Harga Produsen bernilai nol (0). Hal tersebut karena,
output pada sektor perdagangan merupakan margin dari perdagangan,
sedangkan pada Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Pembeli,
semua baris pada sektor perdagangan bernilai nol (0) dan permintaan
antara pada sektor perikanan terhadap sektor perdagangan bernilai nol (0),
sehingga artinya margin perdagangan masih menempel pada masing-
masing sel pada output sektor perikanan. Sehingga untuk melihat pengaruh
sektor perdagangan terhadap sektor perikanan pada Table Transaksi
Domestik Atas Dasar Harga Produsen ini dilihat pada input antara sektor
perikanan.
3.3. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis
kuantitatif yang pada prinsipnya merupakan penjabaran dari model analisis input-
output. Metode analisis input-output merupakan metode yang digunakan dalam
analisis peramalan kuantitatif, dimana pada model ini terdapat anggapan bahwa
29
perekonomian suatu daerah terdiri dari interaksi beberapa sektor yang masing-
masing sektor memproduksi satu jenis barang.
Jenis analisis input–output yang dipakai dalam penelitian ini adalah
analisis input–output terbuka, dimana hanya sektor-sektor produksi (output
sektoral) yang dianggap sebagai faktor endogen, sedangkan komponen
permintaan akhir dan komponen input primer dianggap sebagai komponen
eksogen. Analisis yang dilakukan adalah analisis struktur permintaan, struktur
input dan struktur output, kemudian keterkaitan antar sektor, analisis angka
pengganda dan analisis dampak permintaan akhir terhadap pembentukan output
dan kebutuhan tenaga kerja, serta dampak penambahan investasi pada sektor
perikanan terhadap kebutuhan tenaga kerja.
3.4. Tabel Input-Output
Tabel input-output disusun dengan tujuan untuk menyajikan gambaran
tentang hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satu kegiatan (sektor)
dalam perekonomian secara menyeluruh. Sehingga pada dasarnya tabel input-
output merupakan uraian statistik yang disajikan dalam bentuk matriks, dimana
masing-masing barisnya menunjukan bagaimana output suatu sektor dialokasikan
untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan masing-
masing kolomnya menunjukan pemakaian input antara dan input primer oleh
suatu sektor dalam proses produksinya. (BPS, 2009)
Tabel input-output pada dasarnya terdiri dari beberapa tabel yang
dituangkan dalam suatu sistem kuadran. Pembagian ini sangat penting untuk dapat
30
memahami saling keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Pembagian
kuadran tersebut terlihat pada gambar dibawah ini:
Tabel 3.2. Kerangka Tabel Input-output
Alokasi Output
Struktur Input
Permintaan Antara
Permintaan
Akhir
Jumlah
Output
Sektor Produksi
1 2 ... N
Input
Antara
Sektor
Produksi
1
Kuadran I
Kuadaran II
2
n
Input Primer Kuadran III
Kuadran IV Total Input
Menurut Tarigan (2005), isi dari masing-masing kuadran tersebut adalah :
1. Kuadran I terdiri dari transaksi antar sektor yang merupakan arus
barang/jasa yang dihasilkan suatu sektor (output) yang digunakan oleh
sektor lain, termasuk sektor itu sendiri, sebagai input. Matrik yang ada
pada kuadran I merupakan sistem produksi dari setiap sektor dalam
perekonomain.
2. Kuadran II merupakan permintaan akhir yang terdiri dari pengeluaran
rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap,
perubahan stok (inventori) dan ekspor. Isian sepanjang baris pada kuadran
ini menunjukan komposisi permintaan akhir terhadap suatu sektor
produksi. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukan distribusi
31
masing-masing komponen permintaan akhir dan penyediaan menurut
sektor.
3. Kuadran III berisikan input primer yang merupakan semua daya dan dana
yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk tetapi di luar input
antara. Pada kuadran ini berisikan biaya yang ditimbulkan akibat dari
pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi.
4. Kuadran IV menunjukan transaksi langsung antara input primer yang
didistribusikan secara langsung ke dalam permintaan akhir. Kuadran ini
sering diabaikan karena tidak dibutuhkan dalam analisis input-output.
Untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana suatu tabel input-output,
berikut ilustrasi tabel dengan menyederhanakan suatu sistem ekonomi yang terdiri
dari n sektor produksi, seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Ilustrasi Tabel Input –Output dengan n x n Sektor.
Alokasi Output
Struktur Input
Permintaan Antara Jumlah
Input
Antara
Permintaan
Akhir
Jumlah
Output
Sektor Produksi
1 2 ... n
Input
Antara
Sektor
Produksi
1 ... F1 X1
2 ... F2 X2
...
n ... Fn Xn
32
Jumlah Input Antara ...
Input Primer V1 V2 ... V3
Impor M1 M2 ... M3
Total Input X1 X2 ... X3
Isian sepanjang baris pada Tabel 3.3 memperlihatkan bagaimana output
suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara dan
sebagian lainnya untuk memenuhi permintaan akhir. Sedangakn isian sepanjang
kolom menunjukan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor.
(BPS, 2009).
Gambaran susunan angka-angka pada tabel merupakan dalam bentuk
matriks yang memperlihatkan suatu hubungan yang saling terkait dari berbagai
kegiatan antar sektor. Sebagai ilustrasi, output sektor 1 sebesar X1 didistribusikan
sepanjang baris sebesar , ,...., masing-masing untuk memenuhi
permintaan antara sektor 1, 2, ..... dan n, sedangkan sisanya sebesar F1 digunakan
untuk memenuhi permintaan akhir. Begitu juga yang terjadi pada output sektor 2
dan sampai sektor n. Pada saat yang sama untuk menghasilkan output sebesar X1
pada sektor 1 membutuhkan input dari sektor 1 sendiri sebesar , dari sektor 2
sebesar dan dari sektor n sebesar (BPS, 2009).
Alokasi output pada masing-masing sektor tersebut dalam bentuk
persamaan aljabar dapat dituliskan sebagai berikut :
33
+ + ... + + F1 = X1
+ + ... + + F2 = X2 ...................................(3.1)
+ + ... + + Fn = Xn
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
untuk = 1,2, ...., n ................................... (3.2)
Dimana : = Output sektor yang digunakan sebagai input sektor j
= Permintaan akhir terhadap sektor
= Total output sektor
Apabila angka-angka dibaca menurut kolom, khusunya pada transaksi
antara, maka angka pada kolom (sektor) tertentu menunjukan berbagai input yang
diperlukan dalam proses produksi pada sektor tersebut. Dengan mengikuti cara
diatas, maka persamaan aljabar dapat dituliskan sebagai berikut :
........................ (3.3)
Atau dalam bentuk persamaan umum dapat dituliskan sebagai :
untuk semua = 1,2, ...., n ......................(3.4)
Dimana :
adalah input primer dari sektor j dan adalah total input sektor j
Persamaan diatas merupakan persamaan dasar yang digunakan dalam analisis
dengan model input-output.
34
3.4.1. Matriks Koefisien Input
Koefisien input (sebagaian buku menyebutnya sebagai koefisien teknologi
dan koefisien input antara) dapat diterjemahkan sebagai jumlah input yang
digunakan untuk memproduksi satu unit output sektor j yang berasal dari sektor i
(Nazara, 2005). Hal tersebut dapat dirumuskan dengan:
................................... (3.5)
Atau
................................... (3.6)
Dimana : adalah koefisien input sektor ke i oleh dari sektor j
adalah penggunaan input sektor i oleh sektor j
adalah output sektor j
Dengan memasukan persamaan (3.6) kepersamaan (3.2) maka diperoleh :
....................................(3.7)
Jika terdapat n sektor dalam perekonomian, maka koefisien input akan ada
sebanyak n2 buah. Seluruh koefisien tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah
matriks, yang lazim disebut matriks A atau matriks koefesien input, yang
berbentuk :
A =
35
Sesuai dengan koefesien input dalam bentuk matrik, maka persamaan (3.7)
dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai berikut :
+ =
A X + F = X .............. (3.8)
Dapat diubah menjadi :
X – AX = F .................................. (3.9)
(I - A) X = F ................................ (3.10)
X = (I – A)-1
F ................................ (3.11)
Dimana :
I adalah matrik identitas berukuran n x n
A adalah matrik koefesien input berukuran n x n
F adalah matrik permintaan akhir berukuran n x 1
X adalah matrik total output berukuran n x 1
(I – A)-1
dikenal sebagai matrik kebalikan Leontief
Dari persamaan (3.11) terlihat bahwa output mempunyai hubungan
fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I – A)-1
sebagai koefesion arahanya
dan menjadi kerangka dasar dalam berbagai pengembangan analisis model input-
output .
3.5. Analisis Input-Output
3.5.1. Analisis Struktur Permintaan
Struktur permintaan barang dan jasa pada analisis input-output dibedakan
atas permintaan antara dan permintaan akhir. Permintaan akhir merupakan
permintaan yang langsung habis digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen,
36
sedangkan permintaan antara dimana permintaan terhadap barang dan jasa yang
digunakan sebagai bahan baku berproduksi. Permintaan antara pada tabel input-
output ditunjukan oleh isian sepanjang garis pada transaksi antara yang
memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input
sektor lain untuk keperluan produksi.
Dalam penelitian ini permintaan akhir yang dipakai terdiri dari komponen
pengeluaran konsumsi rumah tangga (301), pengeluaran konsumsi pemerintah
(302), pembentukan modal tetap (303), perubahan stock (304) dan ekspor (305).
3.5.2. Analisis Struktur Output
Output dalam pengertian tabel input-output adalah nilai dari produksi
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor-sektor produksi di wilayah
dalam negeri tanpa membedakan asal usul pelaku produksi. Output dinilai atas
dasar harga produsen yaitu harga yang benar-benar di terima produsen tanpa
masuknya margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Sementara itu output
untuk kegiatan jasa merupakan nilai dari jasa yang diberikan pada pihak lain.
Dalam tabel input-output updating 2008, jumlah output diberi tanda (600).
3.5.3. Analisis Struktur Input
Dalam tabel input-output, input terbagi atas dua yaitu input antara dan
input primer. Input antara adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu
sektor ekonomi yang kemudian dimanfaatkan oleh sektor lain maupun oleh sektor
itu sendiri dalam proses kegiatan produksi. Barang atau jasa pada input antara ini
biasanya habis sekali pakai, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan
37
lain-lain. Pada tabel input-output yang disebut sebagai input antara adalah isian
sepanjang kolom yang menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam
proses produksi suatu sektor.
Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang
berperan dalam proses produksi. Input primer disebut juga sebagai nilai tambah
bruto yang merupakan selisih antara output dangan input antara. Input primer
terdiri dari: a) upah dan gaji (201) yang mencakup semua balas jasa dalam bentuk
uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan
produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar; b) surplus usaha (202)
merupakan balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal;
c) penyusutan (203) adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang
digunakan dalam proses produksi. Hal ini merupakan nilai selisih keuntungan
perusahaan untuk akumulasi pengganti barang modal yang habis digunakan dalam
proses produksi ; d) pajak tak langsung (204) merupakan pajak yang dikenakan
pemerintah untuk setiap transaksi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan
seperti pajak pertambahan nilai (PPn); e) subsidi (205) yang merupakan subsidi
harga dari pemerintah.
3.5.4. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
Analisis input-output dapat digunakan untuk mengukur keterkaitan atau
tingkat saling ketergangtungan antar sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ini
menunjukan sejauh mana pertumbuhan atau perubahan suatu sektor
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan atau perubahan sektor-sektor
lainnya. Jenis keterkaitan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah
38
keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan keterkaitan ke depan (forward
lingkage) dalam struktur perekonomian Indonesia.
3.5.4.1.Keterkaitan ke Belakang (Backward Lingkage)
Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan yang bersumber dari
mekanisme penggunaan input produksi. Dalam hal ini jika terjadi peningkatan
output sektor i, maka akan ada peningkatan penggunaan input produksi sektor i
seperti yang diunjukkann oleh kolom ke - i dari matriks teknologi A. Total input
tambahan, yang sama dengan total output tambahan adalah penjumlahan dari
kolom ke – i matriks A tersebut. Secara resmi keterkaitan ke belakang langsung
ini yang dilambangkan dengan B(d)j dirumuskan sebagai berikut (Nazara, 2005):
B(d)j = ij ................................. (3.12)
Dimana aij merupakan koefisien input
Keterkaitan ke belakang tidak saja memiliki efek langsung, namun juga
memiliki efek tidak langsung dari perubahan output, yang ditunjukan oleh matriks
kebalikan Leontief. Menurut Nazara (2005) keterkaitan ke belakang total, yang
teridiri dari efek langsung dan efek tidak langsung, dirumuskan sebagai berikut:
B(d + i)j = ij ................................. (3.13)
Dimana: B(d + i)j adalah keterkaitan kebelakang total
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
i adalah urutan sektor menurut baris (i = 1,2,3.....n)
j adalah urutan sektor menurut kolom (j = 1,2,3,...n)
39
3.5.4.2.Keterkaitan Ke Depan (Forward Lingkage)
Keterkaitan ke depan adalah alat analisis untuk mengetahui derajat
keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, yang digunakan
sebagai input oleh sektor yang lain. Dalam ilustrasi, jika output sektor i meningkat
maka besarnya output sektor ini yang diberikan ke sektor-sektor lain (sebagai
input) akan meningkat juga. Peningkatan ini akan mendorong proses produksi
sehingga output sektor lain tersebut juga meningkat.
Jika terjadi peningkatan output sektor i, maka distribusi outputnya
langsung ditunjukan oleh baris ke-i dari matrik teknologi A. Total output
tambahan yang sama dengan total input tambahan adalah penjumlahan dari baris
ke-i matriks A tersebut dan ini merupakan keterkaitan kedepan lansung. Menurut
Nazara (2005), keterkaitan kedepan lansung yang dilambangakn dengan F(d)i
dirumuskan dengan :
F(d)i = ij ................................. (3.14)
Dimana aij merupakan koefisien input.
Keterkaitan ke depan selain memiliki efek langsung juga memiliki efek
tidak langsung dari penambahan output yang ditunjukan oleh matriks kebalikan
leontief. Menurut Nazara (2005), keterkaitan ke depan tidak langsung ini
diperoleh setelah diketahui keterkaitan ke depan total. Keterkaitan ke depan total,
dirumuskan dengan :
F(d + i)i = ij ................................. (3.15)
40
Dimana:
F (d + i)i merupakan keterkaitan kedepan total.
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
i adalah urutan sektor menurut baris (i = 1,2,3.....n)
j adalah urutan sektor menurut kolom (j = 1,2,3,...n)
3.5.5. Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis)
Analisis angka pengganda digunakan untuk melihat apa yang terjadi
terhadap pembentukan output, pendapatan rumah tangga dan lapangan pekerjaan
apabila terjadi perubahan pada variabel permintaan akhir dalam perekonomian.
Angka pengganda didefinisikan sebagai koefisien yang menyatakan
kelipatan dari dampak perubahan permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit
terhadap produksi total semua sektor perekonomian. Pengganda dipergunakan
untuk menentukan tingkat ketergantungan dari beberapa sektor ekonomi. Suatu
sektor dengan angka pengganda besar mencerminkan sektor tersebut mempunyai
hubungan yang kuat dengan sektor-sektor lainnya.
Dalam analisis input–output ada tiga macam angka pengganda yaitu angka
pengganda output, angka pengganda pendapatan rumah tangga dan angka
pengganda lapangan pekerjaan.
3.5.5.1. Analisis Angka Pengganda Output (Output Multiplier Analysis)
Analisis angka pengganda output merupakan nilai total dari output atau
produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor dalam perekonomian sebagai akibat
dari adanya perubahan pada permintaan akhir. Peningkatan permintaan akhir pada
41
suatu sektor tidak hanya akan meningkatkan output dari sektor tersebut saja, tetapi
juga akan meningkatkan output dari sektor-sektor lainnya, sehingga akan
menciptakan output baru dalam perekonomian. Besarnya kelipatan perubahan
output akibat perubahan permintaan akhir disebut sebagai angka pengganda
output.
Angka pengganda output dalam penelitian ini menggunakan angka
pengganda output biasa untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kenaikan
permintaan akhir suatu sektor terhadap output sektor-sektor dalam perekonomian
baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Nazara (2005) angka
pengganda output suatu sektor di dalam perekonomian didefinisikan sebagai :
Oj = ij ................................. (3.16)
Dimana : Oj adalah pengganda output sektor j
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.5.2. Analisis Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (Household
Income Multiplier)
Angka pengganda pendapatan rumah tangga sering juga disebut dengan
efek pendapatan (income effect) dari model input-output. Nilai angka pengganda
pendapatan rumah tangga suatu sektor menunjukan tingkat perubahan pendapatan
rumah tangga total yang bekerja pada suatu sektor perekonomian sebagai akibat
perubahan permintaan akhir pada sektor tersebut.
Terjadinya perubahan permintaan akhir, menyebabkan terjadinya
perubahan output sektor produksi. Salah satu dampak dari perubahan output
tersebut adalah perubahan permintaan tenaga kerja. Karena balas jasa/upah tenaga
42
kerja merupakan sumber pendapatan rumah tangga, maka perubahan permintaan
tenaga kerja tersebut akan mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Formulasi
angka pengganda pendapatan rumah tangga suatu sektor menurut Nazara (2005)
adalah:
Hj = n+1,i αij ..................................... (3.17)
Dimana : Hj adalah angka pengganda pendapatan sektor j
an+1,i adalah koefisien input balas jasa/upah rumah tangga sektor j
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.5.3. Analisis Angka Pengganda Lapangan Pekerjaan (Employment
Multiplier)
Angka pengganda lapangan pekerjaan (employment multiplier) biasa pula
disebut sebagai efek lapangan pekerjaan (employment effect), yang merupakan
efek total dari perubahan lapangan pekerjaan di perekonomian akibat adanya
perubahan permintaan akhir pada sutau sektor. Perubahan pada permintaan akhir
suatu sektor akan menyebabkan perubahan output yang diproduksi. Perubahan
pada output yang diproduksi pada gilirannya akan menyebabkan perubahan pada
permintaan tenaga kerja.
Untuk dapat melihat efek perubahan permintaan akhir terhadap perubahan
lapangan pekerjaan pada suatu sektor, diperlukan jumlah tenaga kerja awal
disetiap sektor dalam menghasilkan output. Data ini dipergunaan untuk melihat
besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
43
output atau disebut koefisien tenaga kerja yang menurut Nazara (2005) di
formulasikan dengan:
Lj
Wj = ................................. (3.18)
Xj
Dimana : Wj adalah koefisien tenaga kerja sektor j
Lj adalah jumlah tenaga kerja sektor j
Xj adalah jumlah output sektor j
Angka penggandaan lapangan pekerjaan pada model input-output terbuka
menurut Nazara (2005) di rumuskan dengan :
Ej = n+1,iαij ............................. (3.19)
Dimana : Ej adalah angka pengganda lapangan pekerjaan sektor j
Wn+1,i adalah koefisien tenaga kerja sektor j
αij adalah elemen matrik kebalikan Leontief (I – A )-1
3.5.6. Analisis Dampak Permintaan Akhir
3.5.6.1. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Pembentukan Output
Dalam tabel input-output, output memiliki hubungan timbal balik dengan
permintaan akhir. Hal ini berarti bahwa jumlah output yang diproduksi tergantung
dari jumlah permintaan akhir. Porsi output yang terbentuk sebagai dampak dari
masing-masing komponen atau komposisi permintaan akhir dan memperkirakan
output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir yang diproyeksikan, dapat
dihitung dengan (BPS, 2004) :
44
X = (I – A )-1
F ................................. (3.19)
Dimana:
X adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing komponen
permintaan akhir
F adalah permintaan akhir.
(I – A )-1
adalah matrik kebalikan Leontief
Persamaan (3.19) dapat diuraikan sesuai dengan komponen permintaan
akhir pada tabel input-output, Maka akan terbentuk persamaan (BPS, 2004):
(1) X301 = (I – A )-1
F301
(2) X302 = (I – A )-1
F302
(3) X303 = (I – A )-1
F303
(4) X304 = (I – A )-1
F304
(5) X305 = (I – A )-1
F305
3.5.6.2. Dampak Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja
Dalam suatu proses produksi, tenaga kerja merupakan salah satu
komponen input primer, yang pengeluaranya antara lain berbentuk upah, gaji,
tunjangan, bonus dan sebagianya. Sehingga sesuai dengan asumsi dasar analisis
input-output, maka tenaga kerja memiliki hubungan liner dengan output.
Hubungan antara tenaga kerja dengan output telah digambarkan pada koefisien
tenaga kerja, yaitu persamaan (3.18), Wj = Lj / Xj atau Lj = Wj . Xj. Sehingga
apabila dinyatakan dalan bentuk matriks untuk masing-masing sektor adalah
(BPS, 2004) :
45
....................................................... (3.20)
Dimana :
= matrik jumlah tenaga kerja
= matrik diagonal koefisien tenaga kerja
X = matrix output
Output yang terbentuk akibat dampak permintaan akhir dapat dihitung dari
persamaan (3.19), sehingga jika persamaan tersebut disubstitusikan dengan
persamaan (3.20) akan diperoleh (BPS, 2004):
................................(3.21)
Dimana :
adalah kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh
permintaan akhir
adalah matriks diagonal koefisien tenaga kerja
(I – A )-1 F adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing
komponen permintaan akhir
3.5.6.3. Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja
Untuk melihat dampak tambahan investasi sektor perikanan pada
perekonomian Indonesia dilakukan dengan pendekatan simulasi terhadap kegiatan
investasi di sektor perikanan dengan penambahan dana investasi sebesar Rp. 100
milyar.
Pada tabel input-output, investasi sebagai salah satu komponen peda
permintaan akhir, maka perubahan pada investasi hampir sama dengan persamaan
(3.19), dimana dapat dirumuskan (BPS, 2004):
46
X I+1 = (I – A )-1
FI+1 ................................. (3.22)
Dimana XI+1 adalah output yang terbentuk akibat adanya tambahan
Investasi dan FI+1 adalah permintaan akhir setelah adanya tambahan investasi. (I –
A )-1
adalah matrik kebalikan leontief
Sedangkan untuk melihat kebutuhan tenaga kerja setelah adanya tambahan
investasi dapat dirumuskan dengan (BPS, 2004):
................................(3.23)
Dimana :
adalah kebutuhan tenaga kerja yang dipengaruhi oleh
permintaan akhir setalah adanya tambahan investasi
adalah matriks diagonal koefisien tenaga kerja
(I – A) -1
adalah output yang dipengaruhi oleh masing-masing
komponen permintaan akhir setelah adanya tambahan
investasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Deskriptif
4.1.1. Struktur Permintaan
Berdasarkan tabel Input-output Indonesia Updating 2008 berdasarkan
Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen yang diagrerasi klasifikasi sektor
menjadi 19 sektor, total permintaan mencapai 10.530 trilyun rupiah, yang terdiri
dari 4.382 trilyun rupiah atau 41,6% merupakan permintaan antara dan 6.148
trilyun rupiah atau 58,4% merupakan permintaan akhir. Besarnya permintaan
akhir dari pada permintaan antara dalam perekonomian Indonesia, menunjukan
47
bahwa belum berkembangan industrialisasi di Indonesia. Sehingga output dalam
perekonomian tidak banyak yang digunakan sebagai bahan baku untuk proses
produksi.
Sektor yang memiliki struktur permintaan terbesar, baik permintaan antara
maupun permintaan akhir, adalah sektor industri lainnya (9) yang masing-masing
sebesar 1.168 trilyun rupiah dan 1.218 trilyun rupiah.
Tabel 5.1. Struktur Permintaan Sektor-sektor Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor
Permintaan
Antara
Permintaan
Akhir
Total
Permintaan Rangking
1 166.813.624 3.027.285 169.840.909 16
2 111.685.879 190.423.869 302.109.748 11
3 172.632.466 31.845.570 204.478.036 14
4 139.451.091 127.982.124 267.433.215 13
5 45.645.619 8.407.434 54.053.053 18
6 72.862.360 110.904.926 183.767.286 15
7 403.970.254 313.512.631 717.482.885 5
8 295.573.773 709.097.678 1.004.671.451 3
9 1.168.379.558 1.218.004.100 2.386.383.658 1
10 243.355.061 164.748.292 408.103.353 9
11 85.440.795 39.049.910 124.490.705 17
12 99.869.565 1.144.105.970 1.243.975.535 2
13 425.000.993 574.121.752 999.122.745 4
14 63.031.684 274.067.557 337.099.241 10
15 306.439.290 353.662.333 660.101.623 6
16 393.152.748 173.476.816 566.629.564 8
17 11.723.490 263.563.499 275.286.989 12
18 176.134.585 445.007.310 621.141.895 7
19 1.011.101 2.858.205 3.869.306 19
Jumlah 4.382.173.936 6.147.867.261 10.530.041.197
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarkan Tabel 5.1, total permintaan pada sektor perikanan adalah
sebesar 183,767 trilyun rupiah yang terdiri dari 72,862 trilyun rupiah untuk
permintaan antara dan 110,904 trilyun rupiah pada permintaan akhir. Jika
dibandingkan antara permintaan antara dengan permintaan akhir pada sektor
48
perikanan, komponen permintaan akhir lebih besar dari pada permintaan antara
yaitu sebesar 60,3% dari total permintaan, sedangkan permintaan antara hanya
sebesar 39,7% dari total permintaan. Keadaan ini menunjukan bahwa output
sektor perikanan lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dari
pada permintaan antara, atau dengan kata lain output dari sektor perikanan lebih
banyak dikonsumsi langsung oleh konsumen sebagai permintaan akhir dari pada
untuk proses produksi pada sektor lain.
Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa belum berkembangnya industri
pengolahan yang berbasis output dari sektor perikanan. Hal ini terlihat dari belum
banyaknya output dari sektor perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh sektor lain
sebagai input dalam proses produksi dan juga jenis output dari sektor perikanan
yang masih sangat terbatas sehingga nilai tambah yang diperoleh dari output
sektor perikanan masih rendah.
Sesuai dengan Tabel 5.2 struktur permintaan antara sektor perikanan,
paling banyak digunakan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau
(8) yaitu sebesar 57,64%, kemudian diikuti oleh sektor perikanan sendiri sebesar
26,91% dan sektor restoran dan hotel sebesar 11,24%. Hal ini menunjukan bahwa
sektor makanan, minuman dan tembakau (8) merupakan sektor yang paling
banyak menyerap output dari sektor perikanan, sehingga sektor tersebut
merupakan sektor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan sektor
perikanan dari sisi permintaan antara. Perubahan penyerapan output sektor
perikanan pada sektor makanan, minuman dan tembakau (8) akan sangat
berpengaruh terhadap perubahan permintaan output sektor perikanan.
49
Tabel 5.2. Struktur Permintaan Antara Sektor Perikanan Dalam
Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor
Permintaan Antara
Sektor Perikanan Persentase
1 Padi 0 0
2 Tanaman bahan makanan lainnya 0 0
3 Tanaman pertanian lainnya 8.918 0,02
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0 0
5 Kehutanan 0 0
6 Perikanan 19.608.843 26,91
7 Pertambangan dan penggalian 0 0
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau 42.001.167 57,64
9 Industri lainnya 621.988 0,85
10 Pengilangan minyak bumi 0 0
11 Listrik, gas dan air bersih 0 0
12 Bangunan 0 0
13 Perdagangan 0 0
14 Restoran dan hotel 8.188.111 11,24
15 Pengangkutan dan komunikasi 28.639 0,04
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan 197.806 0,27
17 Pemerintah umum dan pertahanan 0 0
18 Jasa-jasa 2.206.888 3,03
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya 0 0
TOTAL 72.862.360 100
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dilihat dari struktur permintaan akhir sektor perikanan pada Tabel 5.3,
output sektor perikanan pada permintaan akhir sebagian besar digunakan untuk
memenuhi konsumsi rumah tangga (301), yang besarannya mencapai 112,638
trilyun rupiah atau 61,3% dari total permintaan,. Besarnya output sektor perikanan
untuk memenuhi permintaan rumah tangga (301) lebih besar dari jumlah total
permintaan antara sektor perikanan. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi rumah
tangga (301) merupakan pasar utama dalam pemanfaatan output sektor perikanan
dan sebagian besar pemanfaatan output sektor perikanan untuk konsumsi masih
dalam bentuk produk asli (belum mengalami perubahan bentuk atau pengolahan).
50
Tabel 5.3. Struktur Permintaan Akhir Sektor Perikanan Dalam
Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Tabel I-O
Struktur Permintaan
Akhir
Permintaan Akhir
Sektor Perikanan
Persentase
Terhadap Total
Permintaan
301 Konsumsi Rumah Tangga 112.638.745 61,3
302 Konsumsi Pemerintah 0 0
303 Pembentukan Modal Tetap 0 0
304 Perubahan Inventori (4.587.976) -2,5
305 Ekspor 2.854.157 1,5
TOTAL 110.904.926
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Tingginya pemanfaatan output sektor perikanan pada konsumsi rumah
tangga (301) merupakan suatu peluang yang dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan sektor perikanan. Peningkatan konsumsi rumah tangga (301)
terhadap produk perikanan akan berdampak terhadap peningkatan permintaan
output produk perikanan sehingga akan semakin berkembangnya sektor
perikanan. Hal ini masih sangat dimungkinkan karena tingkat konsumsi ikan per
kapita di Indonesia terus mengalami peningkatan dan masih relatif rendah di
bandingkan dengan negara-negara maju.
5.1.2 Struktur Output
Ouput dalam tabel input-output merupakan nilai dari produksi barang dan
jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi di wilayah dalam negeri tanpa
membedakan asal usul pelaku produksi. Dalam penelitian ini output dinilai atas
dasar harga produsen yaitu harga yang benar-benar di terima produsen tanpa
masuknya margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Dalam tabel input-output
updating 2008, jumlah output diberi tanda (600).
51
Berdasarkan Tabel 5.5, total output perekonomian Indonesia pada tahun
2008 sebesar 10.530 trilyun rupiah dengan kontribusi terbesar adalah sektor
industri lainnya (9) yaitu sebesar 22,66% dan kemudian sektor bangunan (12)
sebesar 11,81%. Sedangkan kontribusi sektor perikanan hanya sebesar 1,75%.
Rendahnya kontribusi output sektor perikanan terhadap pembentukan output
nasional mengambarkan rendahnya peran sektor perikanan dalam perekonomian
Indonesia.
Tabel 5.5. Output dan Kontribusi Output Sektor-sektor Dalam
Perekonomian Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor Output
Kontribusi
(%) Rangking
1 Padi 169.840.909 1,61 16
2 Tanaman bahan makanan
lainnya
302.109.748 2,87 11
3 Tanaman pertanian lainnya 204.478.036 1,94 14
4 Peternakan dan hasil-
hasilnya
267.433.215 2,54 13
5 Kehutanan 54.053.053 0,51 18
6 Perikanan 183.767.286 1,75 15
7 Pertambangan dan
penggalian
717.482.885 6,81 5
8 Industri makanan,
minuman dan tembakau
1.004.671.451 9,54 3
9 Industri lainnya 2.386.383.658 22,66 1
10 Pengilangan minyak bumi 408.103.353 3,88 9
11 Listrik, gas dan air bersih 124.490.705 1,18 17
12 Bangunan 1.243.975.535 11,81 2
13 Perdagangan 999.122.745 9,49 4
14 Restoran dan hotel 337.099.241 3,20 10
15 Pengangkutan dan
komunikasi
660.101.623 6,27 6
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa
perusahaan
566.629.564 5,38 8
17 Pemerintah umum dan
pertahanan
275.286.989 2,61 12
18 Jasa-jasa 621.141.895 5,90 7
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya
3.869.306 0,04 19
TOTAL 10.530.041.197 100
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
52
Dilihat dari potensi yang ada, rendahnya kontribusi sektor perikanan
dalam perekonomian disebabkan masih belum optimalnya pemanfaatan potensi
pada sektor ini. Output sektor perikanan yang terbentuk pada tahun 2008, hanya
sekitar 26% dari potensi ekonomi sumber daya sektor perikanan yang dapat
dimanfaatkan secara lestari pertahun. Besarnya potensi tersebut mencapai US$ 82
miliar (KKP, 2010) atau 705,2 trilyun rupiah (1US$ = Rp 8.600). Keadaan
tersebut memberikan indikasi bahwa kurangnya investasi dan perhatian
pemerintah pada sektor tersebut.
5.1.3 Struktur Input
Input adalah semua barang, jasa dan faktor produksi yang digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Dalam tabel input-output,
input terbagi atas dua yaitu input antara dan input primer. Input antara adalah
barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor ekonomi yang kemudian
dimanfaatkan oleh sektor lain maupun oleh sektor itu sendiri dalam proses
kegiatan produksi. Sedangkan input primer merupakan balas jasa atas pemakaian
faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi.
5.1.3.1 Input Antara
Input antara sebenarnya sama dengan permintaan antara, hanya berbeda
dalam cara membaca dalam tabel input-output. Berdasarkan Tabel 5.7, input
antara sektor perikanan mencapai 45,247 trilyun rupiah atau 25,05% dari total
input pada sektor perikanan. Kontribusi terbesar dari input antara pada sektor
perikanan berasal dari sektor perikanan sendiri sebesar 43,34% yang kemudian
53
diikuti oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 16,29 %
dan kemudia dari sektor pengilangan minyak bumi (10) sebesar 11,91%. Keadaan
ini menunjukan bahwa, apabila dilihat dari input antara, pengembangan sektor
perikanan sangat di pengaruhi oleh keadaan sektor perikanan itu sendiri. Selain
itu, keadaaan tersebut juga mengambarkan bahwa masih rendahnya dukungan dari
sektor lainnya terhadap sektor perikanan. Hal ini terlihat dari masih sedikitnya
barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor lain yang dapat dimanfaatkan oleh
sektor perikanan dalam proses kegiatan produksi.
Tabel 5.7. Struktur Input Antara Sektor Perikanan Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor
Input Antara Sektor
Perikanan Persentase
1 Padi 0 0
2 Tanaman bahan makanan lainnya 614.411 1,36
3 Tanaman pertanian lainnya 664.149 1,47
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 124.586 0,28
5 Kehutanan 129.403 0,29
6 Perikanan 19.608.843 43,34
7 Pertambangan dan penggalian 0 0
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
7.369.972 16,29
9 Industri lainnya 3.380.053 7,47
10 Pengilangan minyak bumi 5.390.807 11,91
11 Listrik, gas dan air bersih 220.263 0,49
12 Bangunan 550.766 1,22
13 Perdagangan 4.551.051 10,06
14 Restoran dan hotel 307.283 0,68
15 Pengangkutan dan komunikasi 1.302.031 2,88
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan
948.061 2,10
17 Pemerintah umum dan pertahanan 0 0
18 Jasa-jasa 86.087 0,19
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya
0 0
TOTAL 45.247.766
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
54
5.1.3.2 Input Primer
Berdasarkan Tabel 5.8, sektor yang memiliki input primer terbesar
adalah sektor industri lainnya (9) dan kemudian diikuti oleh sektor pertambangan
dan penggalian (7). Sedangkan nilai input primer sektor perikanan relatif kecil
yaitu sebesar 135,347 trilyun rupiah. Kecilnya nilai input primer pada sektor
perikanan memperlihatkan bahwa sedikitnya balas jasa atas pemakaian faktor-
faktor produksi dalam proses produksi.
Tabel 5.8. Input Primer Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia
Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor Input Primer Rangking
1 Padi 126.514.493 16
2 Tanaman bahan makanan lainnya 254.695.059 9
3 Tanaman pertanian lainnya 131.033.990 15
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 132.087.685 14
5 Kehutanan 41.904.851 18
6 Perikanan 135.347.487 13
7 Pertambangan dan penggalian 574.453.950 2
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
338.865.357 6
9 Industri lainnya 834.772.264 1
10 Pengilangan minyak bumi 237.686.173 10
11 Listrik, gas dan air bersih 46.034.948 17
12 Bangunan 451.641.690 4
13 Perdagangan 533.546.156 3
14 Restoran dan hotel 152.062.431 12
15 Pengangkutan dan komunikasi 335.930.967 7
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan
384.987.403 5
17 Pemerintah umum dan pertahanan 157.726.831 11
18 Jasa-jasa 322.923.495 8
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya
2.116.548 19
TOTAL 5.194.331.778
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dilihat dari struktur input primer sektor perikanan, Tabel 5.9, komponen
terbesar ada pada surplus usaha (302) yang mencapai 76,55% dari total input
55
primer sektor tersebut. Hal ini menunjukan bahwa output yang terbentuk pada
sektor perikanan lebih banyak disebabkan oleh pemakaian komponen surplus
usaha sebagai faktor produksi, sehingga mengindikasikan bahwa kegiatan pada
sektor perikanan lebih kepada padat modal dengan keuntungan yang relatif besar.
Sedangkan apabila dibandingkan antara surplus usaha (202) dengan upah dan gaji
(201), rasio perbandinganya cukup besar yaitu antara 76,55% dengan 19,54%. Hal
ini mencerminkan bahwa tidak meratanya distribusi pendapatan antara pengusaha
dengan tenaga kerja (buruh).
Tabel 5.9. Struktur Input Primer Sektor Perikanan Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode Tabel
I-O Struktur Input Primer
Input Primer
Sektor Perikanan Persentase
201 Upah dan gaji 26.451.265 19,54
202 Surplus usaha 103.612.613 76,55
203 Penyusutan 3.740.188 2,76
204 Pajak tak langsung 1.641.146 1,21
205 Subsidi (97.725) -0,07
Total/Nilai Tambah Bruto 135.347.487
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Tingkat upah dan gaji (201) sektor perikanan relatif rendah yaitu sebesar
26,451 trilyun rupiah atau sekitar 19,54% dari input primer. Angka ini
menginterpretasikan bahwa untuk menghasilkan satu satuan output diperlukan
balas jasa atas pemakaian faktor produksi tenaga kerja sebesar 0,1954 satuan.
Angka tersebut lebih kecil dari pada persentase secara total terhadap tingkat upah
dan gaji (201) dalam perekonomian yaitu sebesar 30,92%. Rendahnya balas jasa
atas pemakaian faktor produksi tenaga kerja pada sektor perikanan mengambarkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia yang ada di sektor perikanan.
56
Tabel 5.10. Persentase Tingkat Upah dan Gaji Terhadap Input Primer
Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008
(juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor
Tingkat Upah
dan Gaji Input Primer Persentase
1 Padi 21.865.555 126.514.493 17,28
2 Tanaman bahan makanan lainnya 42.685.046 254.695.059 16,76
3 Tanaman pertanian lainnya 41.463.526 131.033.990 31,64
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 43.401.514 132.087.685 32,86
5 Kehutanan 8.856.268 41.904.851 21,13
6 Perikanan 26.451.265 135.347.487 19,54
7 Pertambangan dan penggalian 83.499.069 574.453.950 14,54
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
83.942.029 338.865.357 24,77
9 Industri lainnya 267.909.585 834.772.264 32,09
10 Pengilangan minyak bumi 61.257.553 237.686.173 25,77
11 Listrik, gas dan air bersih 31.570.710 46.034.948 68,58
12 Bangunan 167.855.903 451.641.690 37,17
13 Perdagangan 151.338.617 533.546.156 28,36
14 Restoran dan hotel 53.632.134 152.062.431 35,27
15 Pengangkutan dan komunikasi 107.177.215 335.930.967 31,90
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan
85.309.160 384.987.403 22,16
17 Pemerintah umum dan pertahanan 138.982.317 157.726.831 88,12
18 Jasa-jasa 188.523.794 322.923.495 58,38
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 528.986 2.116.548 24,99
TOTAL 1.606.250.246 5.194.331.778 30,92
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
4.2. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
4.2.1 Keterkaitan Ke Depan
Keterkaitan ke depan adalah alat analisis untuk mengetahui derajat
keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, dengan sektor lain yang
menggunakan output tersebut sebagai input. Keterkaitan ke depan bisa dilihat dari
sisi keterkaitan ke depan langsung dan keterkaitan kedepan tidak langsung.
Berdasarkan Tabel 5.11 sektor yang memiliki keterkaitan ke depan total
terbesar adalah sektor industri lainnya (9) yaitu sebesar 3,40158 dan kemudian
57
sektor pertambangan dan penggalian (7) sebesar 2,05524. Sedangkan sektor
perikanan berada pada peringkat ke 15 dari 19 sektor perekonomian dengan
keterkaitan ke depan total sebesar 1,24837.
Tabel 5.11. Keterkaitan Ke Depan Sektor-Sektor Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008
Kode
Sektor
Keterkaitan Ke Depan Rangking
Langsung Tidak Langsung Total
1 0,19906 1,16156 1,36062 11
2 0,20527 1,09943 1,30470 13
3 0,44602 1,20305 1,64907 8
4 0,42690 1,18038 1,60728 9
5 0,04661 1,03171 1,07832 17
6 0,17705 1,07132 1,24837 15
7 0,58427 1,47097 2,05524 2
8 0,59110 1,32551 1,91661 5
9 1,42333 1,97825 3,40158 1
10 0,48023 1,25526 1,73549 7
11 0,18315 1,10211 1,28526 14
12 0,22134 1,11615 1,33749 12
13 0,64513 1,37019 2,01532 3
14 0,10910 1,04675 1,15585 16
15 0,44431 1,29855 1,74286 6
16 0,54585 1,43711 1,98296 4
17 0,02077 1,01811 1,03888 18
18 0,28922 1,18393 1,47315 10
19 0,00203 1,00101 1,00304 19
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Keterkaitan ke depan total sektor perikanan sebesar 1,24837 terdiri dari
keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,17705 dan keterkaitan ke depan tidak
langsung sebesar 1,07132. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan satu satuan
unit output sektor perikanan, maka tambahan output tersebut akan didistribusikan
sebagai input ke sektor lainnya dan sektor perikanan itu sendiri sehingga akan
menaikkan output sektor-sektor tersebut secara langsung sebesar 0,17705 rupiah
dan secara tidak langsung sebesar 1,07132 rupiah.
58
Dengan kata lain setiap kenaikan satu unit output sektor perikanan, maka
tambahan output tersebut akan didistribusikan kepada sektor yang menggunakan
input dari sektor perikanan, sehingga mendorong peningkatan proses produksi
sektor tersebut karena adanya input yang lebih banyak. Peningkatan output dari
sektor yang menggunakan input dari sektor perikanan tersebut akan lebih lanjut
didistribusikan ke sektor-sektor lain sehingga akan mengakibatkan tambahan
output pada perekonomian secara total sebesar 1,24837 rupiah.
4.2.2 Keterkaitan Ke Belakang
Keterkaitan ke belakang merupakan mekanisme melihat peningkatan
output melalui sisi permintaan input. Peningkatan output suatu sektor akan
menyebabkan peningkatan permintaan input pada sektor tersebut yang tidak lain
merupakan output dari sektor lain atau juga dari sektor itu sendiri. Keterkaitan ke
belakang juga memiliki efek langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan Tabel 5.12 sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang total
terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar
1,9778 dan kemudian sektor restoran dan hotel (14) sebesar 1,95681. Sedangkan
sektor perikanan berada pada peringkat ke 14 dari 19 sektor perekonomian dengan
keterkaitan ke belakang total sebesar 1,38039.
59
Tabel 5.12. Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008
Kode
Sektor
Keterkaitan Ke Belakang Rangking
Langsung Tidak Langsung Total
1 0,20659 1,13165 1,33824 15
2 0,13763 1,08296 1,22059 19
3 0,31272 1,20892 1,52164 12
4 0,48324 1,41319 1,89643 3
5 0,20749 1,12769 1,33518 16
6 0,24622 1,13417 1,38039 14
7 0,16502 1,07137 1,23639 18
8 0,62001 1,35777 1,97778 1
9 0,46615 1,28811 1,75426 6
10 0,21616 1,05523 1,27139 17
11 0,57301 1,25401 1,82702 5
12 0,52729 1,32363 1,85092 4
13 0,42374 1,25529 1,67903 9
14 0,54379 1,41302 1,95681 2
15 0,40019 1,22653 1,62672 11
16 0,28419 1,17067 1,45486 13
17 0,36996 1,2706 1,64056 10
18 0,40437 1,27543 1,67980 8
19 0,45296 1,29112 1,74408 7
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Keterkaitan ke belakang total sektor perikanan sebesar 1,38039, yang
terdiri dari keterkaitan ke belakang langsung sebesar 0,24611 dan keterkaitan ke
belakang tidak langsung sebesar 1,13417. Hal ini meinterpretasikan bahwa setiap
kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan, akan membutuhkan
peningkatan penggunaan input dari sektor lain maupun dari sektor perikanan
sendiri secara langsung sebesar 0,24611 rupiah dan 1,13417 rupiah secara tidak
langsung, atau sebesar 1,38039 rupiah secara total.
Dengan kata lain, kenaikan satu unit output sektor perikanan, akan
mengakibatkan tambahan penggunaan input pada sektor perikanan. Tambahan
input tersebut menyebabkan harus adanya tambahan output dari sektor yang akan
digunakan sebagai input oleh sektor perikanan. Peningkatan penggunaan input
60
tersebut merupakan peningkatan output sektor lain, sehingga pada akhirnya akan
mengakibatkan tambahan output pada perekonomian secara total sebesar 1,38039
rupiah.
Tabel 5.13. Keterkaitan Sektor-Sektor Dalam Perekonomian Indonesia
Tahun 2008
Kode Sektor Keterkaitan
Rangking Depan Belakang Total
1 1,36062 1,33824 2,69886 15
2 1,30470 1,22059 2,52529 18
3 1,64907 1,52164 3,17071 9
4 1,60728 1,89643 3,50371 4
5 1,07832 1,33518 2,4135 19
6 1,24837 1,38039 2,62876 17
7 2,05524 1,23639 3,29163 7
8 1,91661 1,97778 3,89439 2
9 3,40158 1,75426 5,15584 1
10 1,73549 1,27139 3,00688 13
11 1,28526 1,82702 3,11228 12
12 1,33749 1,85092 3,18841 8
13 2,01532 1,67903 3,69435 3
14 1,15585 1,95681 3,11266 11
15 1,74286 1,62672 3,36958 6
16 1,98296 1,45486 3,43782 5
17 1,03888 1,64056 2,67944 16
18 1,47315 1,67980 3,15295 10
19 1,00304 1,74408 2,74712 14
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarakan Tabel 5.13, sektor yang memiliki keterkaitan total terbesar
adalah sektor industri lainnya (9) sebesar 5,15584 kemudian sektor industri
makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar 3,89439 dan sektor perdagangan
(13) sebesar 3,69435, sehingga sektor-sektor tersebut merupakan sektor unggulan
dalam perekonomian karena besarnya dampak (multiplier efect) yang ditimbulkan
dari perkembangan sektor tersebut.
Menurut Nazara (2005), analisis keterkaitan dapat digunakan untuk
menentukan sektor unggulan dalam perekonomian. Sektor-sektor yang memiliki
61
nilai keterkaitan yang besar dapat dikatakan sebagai sektor unggulan dalam
perekonomian suatu daerah. Hal ini karena dampak yang dapat ditimbulkan, baik
langsung maupun tidak langsung, akibat adanya peningkatan output pada sektor
tersebut terhadap pertumbuhan sektor-sektor lainya dalam perekonomian adalah
besar. Dengan kata lain, pertumbuhan suatu sektor dengan nilai keterkaitan yang
besar akan dapat menyebabkan total pertumbuhan yang lebih besar pada sektor-
sektor dalam perekonomian, dari pada sektor yang memiliki nilai keterkaitan yang
kecil.
Angka keterkaitan total sektor perikanan, baik kedepan maupun
kebelakang, relatif kecil yaitu sebesar 2,62876. Angka tersebut menunjukan
bahwa untuk setiap kenaikan satu satuan unit output sektor perikanan akan
berdampak terhadap peningkatan output perekonomian sebesar 2,62876 rupiah.
4.3. Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis)
4.3.1 Angka Pengganda Output (Output Multiplier Analysis)
Analisis angka pengganda output merupakan nilai total dari output yang
dihasilkan oleh sektor-sektor dalam perekonomian sebagai akibat dari adanya
perubahan pada permintaan akhir. Peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor
tidak hanya akan meningkatkan output dari sektor tersebut saja, tetapi juga akan
meningkatkan output dari sektor-sektor lainnya, sehingga akan menciptakan
output baru dalam perekonomian. Besarnya kelipatan perubahan output akibat
perubahan permintaan akhir disebut sebagai angka pengganda output.
62
Tabel 5.15. Angka Pengganda Output Sektor-sektor Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008
Kode
Sektor Nama Sektor
Pengganda
Output Rangking
1 Padi 1,33824 15
2 Tanaman bahan makanan lainnya 1,22059 19
3 Tanaman pertanian lainnya 1,52164 12
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,89643 3
5 Kehutanan 1,33518 16
6 Perikanan 1,38039 14
7 Pertambangan dan penggalian 1,23639 18
8 Industri makanan, minuman dan tembakau 1,97778 1
9 Industri lainnya 1,75426 6
10 Pengilangan minyak bumi 1,27139 17
11 Listrik, gas dan air bersih 1,82702 5
12 Bangunan 1,85092 4
13 Perdagangan 1,67903 9
14 Restoran dan hotel 1,95681 2
15 Pengangkutan dan komunikasi 1,62672 11
16 Lembaga keuangan, usaha bangunan dan
jasa perusahaan
1,45486 13
17 Pemerintah umum dan pertahanan 1,64056 10
18 Jasa-jasa 1,67980 8
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 1,74408 7
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarkan Tabel 5.15, sektor yang memiliki angka pengganda output
terbesar adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau (8) sebesar
1,97778, kemudian sektor restoran dan hotel (14) sebesar 1,95681 dan sektor
peternakan dan hasil-hasilnya (4) sebesar 1,89643.
Angka pengganda ouput sektor perikanan relatif kecil yaitu sebesar
1,38039. Angka ini menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan
akhir sektor perikanan sebesar satu unit rupiah maka akan mengakibatkan
peningkatan output total sektor-sektor dalam perekonomian sebesar 1,38039
rupiah. Rendahnya angka pengganda output sektor perikanan ini menunjukan
bahwa perubahan permintaan akhir pada sektor perikanan pengaruhnya tidak
63
terlalu besar terhadap pembentukan output sektor-sektor dalam perekonomian,
atau dengan kata lain bahwa dari sisi penciptaan output kemampuan sektor
perikanan dalam perekonomian rendah.
Rendahnya angka pengganda output ini menunjukan bahwa masih belum
optimalnya pemanfaatan output dari sektor perikanan yang erat kaitannya dengan
masih sedikitnya output dari sektor perikanan yang melalui proses pengolahan.
Keadaan ini tergambar dari kecilnya permintaan antara pada sektor perikanan dan
tingginya permintaan akhir pada konsumsi rumah tangga (301) yang menunjukan
bahwa output dari sektor perikanan lebih banyak dipasarkan atau dikonsumsi
secara langsung.
4.3.2 Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga (Household Income
Multiplier)
Berdasarkan Tabel 5.17, sektor yang memiliki angka pengganda
pendapatan rumah tangga terbesar adalah sektor pemerintahan umum dan
pertahanan (17) sebesar 0,60771, kemudian sektor jasa-jasa (18) sebesar 0,40151
dan sektor listrik, gas dan air bersih (11) sebesar 0,38078.
64
Tabel 5.17. Angka Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor
Dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Kode
Sektor Nama Sektor
Pengganda
Pendapatan Rangking
1 Padi 0,17901 17
2 Tanaman bahan makanan lainnya 0,17317 18
3 Tanaman pertanian lainnya 0,28049 6
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0,28141 5
5 Kehutanan 0,21631 14
6 Perikanan 0,19652 15
7 Pertambangan dan penggalian 0,14858 19
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
0,22088 12
9 Industri lainnya 0,21784 13
10 Pengilangan minyak bumi 0,18379 16
11 Listrik, gas dan air bersih 0,38078 3
12 Bangunan 0,25016 9
13 Perdagangan 0,26010 8
14 Restoran dan hotel 0,29186 4
15 Pengangkutan dan komunikasi 0,27029 7
16 Lembaga keuangan, usaha bangunan
dan jasa perusahaan
0,22951 11
17 Pemerintah umum dan pertahanan 0,60771 1
18 Jasa-jasa 0,40151 2
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 0,24874 10
Sumber: Tabel input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Angka pengganda pendapatan rumah tangga sektor perikanan relatif kecil
yaitu sebesar 0,19652. Angka ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan
permintaan akhir pada sektor perikanan sebesar satu unit rupiah, akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga total atau peningkatan pembayaran atas
balas jasa pemakaian tenaga kerja berupa upah atau gaji total sebesar 0,19652
rupiah dalam perekonomian.
Rendahnya nilai angka pengganda pendapatan rumah tangga di sektor
perikanan ini menunjukan bahwa balas jasa atau upah tenaga kerja pada sektor
perikanan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kondisi kualitas
sumber daya manusia pada sektor perikanan yang terkait dengan tingkat
65
pendidikan, pendayagunaan, produktivitas, daya saing, dan budaya etos kerja
yang rendah, serta rendahnya tingkat teknologi yang digunakan sehingga
mengakibatkan rendahnya efisiensi proses produksi.
4.3.3 Angka Pengganda Lapangan Pekerjaan (Employment Multiplier)
Angka pengganda lapangan pekerjaan merupakan efek total dari
perubahan lapangan pekerjaan dalam perekonomian sebagai akibat adanya
perubahan permintaan akhir pada sutau sektor. Perubahan permintaan akhir pada
suatu sektor akan menyebabkan perubahan output yang pada gilirannya akan
menyebabkan perubahan pada permintaan tenaga kerja.
Untuk dapat melihat efek perubahan permintaan akhir terhadap perubahan
lapangan pekerjaan pada suatu sektor, diperlukan jumlah tenaga kerja awal
disetiap sektor dalam menghasilkan output. Jumlah tenaga kerja ini merupakan
jumlah yang memang telah digunakan untuk melakukan proses produksi pada
waktu yang bersangkutan. Selain itu, asumsi yang digunakan di sini adalah
bahwasanya seorang pekerja hanya bekerja di satu sektor saja dan tidak ada
kemungkinan bekerja di dua atau lebih sektor sekaligus. Sehingga penentuan
sektor pekerjaan suatu tenaga kerja dengan menentukan pekerjaan utama.
Lapangan pekerjaan utama adalah lapangan pekerjaan yang mendapatkan alokasi
waktu paling besar dari keseluruhan waktu kerja seseorang.
66
Tabel 5.18. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha/Bidang
Pekerjaan Utama Selama Seminggu Yang Lalu
Kode
Sektor Nama Sektor
Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
1 Padi 12.895.852
2 Tanaman bahan makanan lainnya 9.822.935
3 Tanaman pertanian lainnya 11.892.922
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 4.291.800
5 Kehutanan 669.773
6 Perikanan 1.775.270
7 Pertambangan dan penggalian 1.070.106
8 Industri makanan, minuman dan tembakau 3.391.896
9 Industri lainnya 9.125.246
10 Pengilangan minyak bumi 21.860
11 Listrik, gas dan air bersih 201.114
12 Bangunan 5.438.965
13 Perdagangan 18.233.118
14 Restoran dan hotel 2.988.626
15 Pengangkutan dan komunikasi 6.178.878
16 Lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa
perusahaan
1.462.766
17 Pemerintah umum dan pertahanan 4.721.408
18 Jasa-jasa 8.272.210
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 98.005
TOTAL 102.552.750
Sumber: SAKERNAS 2008 (Agustus 2008), data diolah
Berdasarkan Tabel 5.19, sektor yang memiliki angka pengganda tenaga
kerja terbesar adalah sektor pertanian (1) yaitu sebesar 0,08420, kemudian diikuti
oleh sektor tanaman pertanian lainnya (3) sebesar 0,06554.
67
Tabel 5.19. Angka Pengganda Tenaga Kerja Sektor-sektor Dalam
Perekonomian Indonesia Tahun 2008
Kode
Sektor Nama Sektor
Pengganda
Tenaga Kerja Rangking
1 Padi 0,08420 1
2 Tanaman bahan makanan lainnya 0,03652 4
3 Tanaman pertanian lainnya 0,06554 2
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 0,03167 6
5 Kehutanan 0,01712 10
6 Perikanan 0,01408 13
7 Pertambangan dan penggalian 0,00268 18
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
0,03309 5
9 Industri lainnya 0,01051 15
10 Pengilangan minyak bumi 0,00070 19
11 Listrik, gas dan air bersih 0,00498 17
12 Bangunan 0,01063 14
13 Perdagangan 0,03137 7
14 Restoran dan hotel 0,01649 11
15 Pengangkutan dan komunikasi 0,01425 12
16 Lembaga keuangan, usaha bangunan
dan jasa perusahaan
0,00573 16
17 Pemerintah umum dan pertahanan 0,02215 8
18 Jasa-jasa 0,02086 9
19 Kegiatan yang tak jelas batasannya 0,03979 3
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
Angka pengganda tenaga kerja sektor perikanan sebesar 0,014. Angka ini
menunjukan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar 1 milyar
rupiah di sektor perikanan, maka akan terdapat tambahan 14 lapangan pekerjaan
baru di perekonomian.
Rendahnya angka pengganda tenaga kerja pada sektor perikanan
menunjukan bahwa sedikitnya dampak yang dari perubahan permintaan akhir
terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan oleh tidak berkembangnya
dan rendahnya nilai tambah (added value) yang diperoleh dari pemanfaatan output
sektor perikanan, dimana sampai dengan tahun 2009 baru sekitar 6,45%. Nilai
tambah pada sektor perikanan merupakan tambahan manfaat ekonomi yang
68
diperoleh dari pemanfaatan output sektor perikanan. Sehingga untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan, perlu
mengembangkan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan nilai tambah output
sektor perikanan.
Tabel 5.20. Perkembangan Nilai Tambah Produk Perikanan Tahun
2006-2009
Rincian Tahun
2006 2007 2008 2009
Nilai Tambah (%) 4,00 5,60 4,96 6,45
Sumber: P2HP Dalam Angka 2010, Data diolah
4.4. Analisis Dampak Permintaan Akhir
4.4.1 Dampak Permintaan Akhir Terhadap Pembentukan Output
Dalam tabel input-output, output memiliki hubungan timbal balik dengan
permintaan akhir. Hal ini berarti bahwa jumlah output yang diproduksi tergantung
dari jumlah permintaan akhir. Berdasarkan Tabel 5.21, komponen pengeluaran
konsumsi rumah tangga (301) memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan
output seluruh sektor dalam perekonomian, yakni sebesar 47,43%. Kemudian
diikuti oleh ekspor (305) sebesar 22,87% dan pemberntukan modal tetap bruto
(303) sebesar 22,64 %.
Sedangkan pada sektor perikanan kontribusi terbesar dalam pembentukan
output adalah sebagai akibat dari pengeluaran konsumsi rumah tangga (301)
sebesar 172,3 trilyun rupiah atau mencapai 93,76% dan ekspor (305) sebesar
15,176 trilyun rupiah. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi rumah tangga (301),
merupakan konsumen terbesar untuk output sektor perikanan. Keadaaan ini
69
menyebabkan perlunya perhatian khusus dari pemerintah atau stakeholders
perikanan untuk meningkatkan dan memperhatikan pasar domestik.
Tabel 5.21. Dampak Komponen Permintaan Akhir Terhadap
Pembentukan Output Sektor-sektor dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008 (juta rupiah)
Kode
Sektor
Permintaan Akhir Jumlah
301 302 303 304 305
1 132.814.215,53 2.062.393,51 1.525.913,29 (2.365.679,78) 35.804.066,46 169.840.909
2 286.810.777,00 8.936.775,93 3.206.785,09 (14.939.688,75) 18.095.098,73 302.109.748
3 128.736.274,81 3.361.305,02 14.849.437,52 (3.124.040,06) 60.655.058,71 204.478.036
4 244.768.371,60 7.053.719,12 6.793.085,55 (10.420.088,17) 19.238.126,90 267.433.215
5 15.856.446,83 1.157.191,25 24.665.768,81 3.507.390,55 8.866.255,55 54.053.053
6 172.300.596,18 1.801.971,17 1.142.128,80 (6.653.890,32) 15.176.480,17 183.767.286
7 117.140.530,73 10.644.898,39 137.341.795,40 71.884.451,18 380.471.209,31 717.482.885
8 800.831.326,99 12.151.245,41 8.369.623,39 (33.315.618,41) 216.634.873,61 1.004.671.451
9 894.327.378,08 74.753.625,01 551.989.497,34 74.530.131,41 790.783.026,15 2.386.383.658
10 135.964.091,48 10.350.991,43 74.651.887,51 (36.052.860,57) 223.189.243,15 408.103.353
11 82.690.654,40 6.618.253,38 13.896.118,30 1.158.166,44 20.127.512,48 124.490.705
12 45.769.269,14 18.921.411,90 1.157.615.461,24 1.166.307,11 20.503.085,60 1.243.975.535
13 575.928.320,34 23.286.259,13 162.034.956,02 5.959.586,46 231.913.623,05 999.122.745
14 257.025.333,98 16.345.690,16 13.916.311,86 448.322,06 49.363.582,94 337.099.241
15 399.733.533,59 25.928.756,94 74.154.205,67 3.636.030,16 156.649.096,64 660.101.623
16 349.088.771,06 23.153.219,48 92.900.807,68 2.966.862,80 98.519.902,98 566.629.564
17 20.547.405,43 246.855.592,14 1.711.803,43 56.754,94 6.115.433,06 275.286.989
18 331.010.162,77 190.215.154,76 42.828.100,96 1.548.976,67 55.539.499,84 621.141.895
19 3.354.177,25 25.679,66 177.335,06 10.328,31 301.785,72 3.869.306
Jumlah 4.994.697.637,19 683.624.133,79 2.383.771.022,92 60.001.442,03 2.407.946.961,07 10.530.041.197
Kontribusi 47,43 % 6,49 % 22,64 % 0,57 % 22,87 %
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
4.4.2 Dampak Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu komponen input primer yang
pengeluaranya antara lain berbentuk upah, gaji, tunjangan, bonus dan sebagianya.
Sehingga sesuai dengan asumsi dasar analisis input-output, maka tenaga kerja
memiliki hubungan liner dengan output.
70
Tabel 5.22. Dampak Komponen Permintaan Akhir Terhadap Kebutuhan
Tenaga Kerja Pada Sektor-sektor Dalam Perekonomian
Indonesia Tahun 2008 (orang)
Kode
Sektor
Permintaan Akhir Jumlah
301 302 303 304 305
1
10.084.451,84 156.595,50 115.861,08 (179.623,72) 2.718.567,30 12.895.852
2 9.325.497,24 290.574,43 104.266,88 (485.755,90) 588.352,34 9.822.935
3 7.487.603,58 195.501,38 863.678,10 (181.701,49) 3.527.840,43 11.892.922
4 3.928.071,90 113.198,92 109.016,24 (167.222,81) 308.735,75 4.291.800
5 196.477,71 14.338,79 305.634,28 43.460,18 109.862,04 669.773
6 1.664.496,91 17.407,81 11.033,45 (64.279,41) 146.611,24 1.775.270
7 174.711,88 15.876,57 204.841,51 107.213,68 567.462,35 1.070.106
8 2.703.706,34 41.024,12 28.256,89 (112.477,68) 731.386,33 3.391.896
9 3.419.801,05 285.848,93 2.110.741,89 284.994,32 3.023.859,81 9.125.246
10 7.282,90 554,45 3.998,72 (1.931,17) 11.955,10 21.860
11 133.586,26 10.691,75 22.449,10 1.871,01 32.515,88 201.114
12 200.114,43 82.729,04 5.061.377,66 5.099,38 89.644,50 5.438.965
13 10.510.189,14 424.953,90 2.956.996,51 108.757,25 4.232.221,19 18.233.118
14 2.278.713,51 144.916,24 123.378,06 3.974,70 437.643,49 2.988.626
15 3.741.703,78 242.706,00 694.120,08 34.035,04 1.466.313,10 6.178.878
16 901.179,92 59.770,52 239.825,37 7.659,02 254.331,18 1.462.766
17 352.405,63 4.233.785,16 29.358,90 973,40 104.884,92 4.721.408
18 4.408.309,28 2.533.237,12 570.373,77 20.628,88 739.660,95 8.272.210
19 84.957,39 650,44 4.491,69 261,60 7.643,88 98.005
Jumlah 61.603.260,68 8.864.361,06 13.559.700,19 (574.063,72) 19.099.491,79 102.552.750
Kontribusi 60,07% 8,64% 13,22% -0,56% 18,62%
Sumber: Tabel input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarkan Tabel 5.22, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga
(301) merupakan komponen permintaan akhir yang paling besar dalam
menyediakan kebutuhan tenaga kerja, yang mencapai 60.07%. Kemudian diikuti
oleh komponen ekspor (305) sebesar 18,62% dan pembentukan modal bruto (303)
sebesar 8,64%. Sedangkan pada sektor perikanan kontribusi terbesar dalam
penyediaan kebutuhan tenaga kerja adalah dari pengeluaran konsumsi rumah
71
tangga (301) yaitu sebanyak 1.664.497 orang atau 93,76% dari total tenaga kerja
pada sektor perikanan.
4.4.3 Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga Kerja
Dalam tabel input-output, investasi merupakan salah satu komponen dari
permintaan akhir yang dinyatakan dalam pembentukan modal tetap bruto (303).
Tabel 5.23. Dampak Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan
Terhadap Pembentukan Output Sektor-sektor Dalam
Perekonomian Indonesia (juta rupiah)
Kode
Sektor
Permintaan Akhir Jumlah
301 302 303 304 305
1 132.814.215,53 2.062.393,51 1.526.813,01 (2.365.679,78) 35.804.066,46 169.841.808,72
2 286.810.777,00 8.936.775,93 3.207.514,49 (14.939.688,75) 18.095.098,73 302.110.477,40
3 128.736.274,81 3.361.305,02 14.850.566,12 (3.124.040,06) 60.655.058,71 204.479.164,60
4 244.768.371,60 7.053.719,12 6.793.399,04 (10.420.088,17) 19.238.126,90 267.433.528,49
5 15.856.446,83 1.157.191,25 24.665.899,65 3.507.390,55 8.866.255,55 54.053.183,84
6 172.300.596,18 1.801.971,17 1.254.341,56 (6.653.890,32) 15.176.480,17 183.879.498,75
7 117.140.530,73 10.644.898,39 137.342.992,21 71.884.451,18 380.471.209,31 717.484.081,82
8 800.831.326,99 12.151.245,41 8.375.093,26 (33.315.618,41) 216.634.873,61 1.004.676.920,87
9 894.327.378,08 74.753.625,01 551.993.254,46 74.530.131,41 790.783.026,15 2.386.387.415,12
10 135.964.091,48 10.350.991,43 74.655.709,07 (36.052.860,57) 223.189.243,15 408.107.174,56
11 82.690.654,40 6.618.253,38 13.896.455,33 1.158.166,44 20.127.512,48 124.491.042,03
12 45.769.269,14 18.921.411,90 1.157.616.037,98 1.166.307,11 20.503.085,60 1.243.976.111,73
13 575.928.320,34 23.286.259,13 162.038.528,24 5.959.586,46 231.913.623,05 999.126.317,21
14 257.025.333,98 16.345.690,16 13.916.609,01 448.322,06 49.363.582,94 337.099.538,16
15 399.733.533,59 25.928.756,94 74.155.713,21 3.636.030,16 156.649.096,64 660.103.130,54
16 349.088.771,06 23.153.219,48 92.902.420,99 2.966.862,80 98.519.902,98 566.631.177,32
17 20.547.405,43 246.855.592,14 1.711.832,90 56.754,94 6.115.433,06 275.287.018,47
18 331.010.162,77 190.215.154,76 42.828.543,29 1.548.976,67 55.539.499,84 621.142.337,33
19 3.354.177,25 25.679,66 177.338,17 10.328,31 301.785,72 3.869.309,11
Jumlah 4.994.697.637,19 683.624.133,79 2.383.909.061,99 60.001.442,03 2.407.946.961,07 10.530.179.236,07
Persentase 47,43% 6,49% 22,64% 0,57% 22,87%
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
72
Berdasarkan Tabel 15.23, penambahan investasi sebesar 100 milyar
rupiah pada sektor perikanan berdampak pada peningkatan total output
perekonomian sebesar 138,039 milyar rupiah, dimana peningkatan tertinggi pada
sektor perikanan yaitu sebesar 112,213 milyar rupiah atau mencapai 81,291%.
Selengkapnya terlihat pada Tabel. 15.24.
Tabel 5.24. Sebaran Tambahan Output Perekonomian Akibat Dari
Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan (juta rupiah)
Kode
Sektor Nama Sektor Output Awal
Output Setelah
Investasi
Tambahan
Output Persentase
1 Padi 169.840.909 169.841.808,72 899,72 0,652
2 Tanaman bahan makanan
lainnya
302.109.748 302.110.477,40 729,40 0,528
3 Tanaman pertanian lainnya 204.478.036 204.479.164,60 1.128,60 0,817
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 267.433.215 267.433.528,49 313,49 0,227
5 Kehutanan 54.053.053 54.053.183,84 130,84 0,095
6 Perikanan 183.767.286 183.879.498,75 112.212,75 81,291
7 Pertambangan dan penggalian 717.482.885 717.484.081,82 1.196,82 0,867
8 Industri makanan, minuman dan
tembakau
1.004.671.451 1.004.676.920,87 5.469,87 3,962
9 Industri lainnya 2.386.383.658 2.386.387.415,12 3.757,12 2,722
10 Pengilangan minyak bumi 408.103.353 408.107.174,56 3.821,56 2,768
11 Listrik, gas dan air bersih 124.490.705 124.491.042,03 337,03 0,244
12 Bangunan 1.243.975.535 1.243.976.111,73 576,73 0,418
13 Perdagangan 999.122.745 999.126.317,21 3.572,21 2,588
14 Restoran dan hotel 337.099.241 337.099.538,16 297,16 0,215
15 Pengangkutan dan komunikasi 660.101.623 660.103.130,54 1.507,54 1,092
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan
566.629.564 566.631.177,32 1.613,32 1,168
17 Pemerintah umum dan
pertahanan
275.286.989 275.287.018,47 29,47 0,021
18 Jasa-jasa 621.141.895 621.142.337,33 442,33 0,32
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya
3.869.306 3.869.309,11 3,11 0,002
JUMLAH 10.530.041.197 10.530.179.236,07 138.039,07
Sumber: Tabel Input-output Indonesia Updating 2008, data diolah
Dengan adanya peningkatan output yang terbentuk, menyebabkan adanya
tambahan terhadap kebutuhan tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar
input-output, dimana tenaga kerja memiliki hubungan yang linear dengan ouput.
73
Tabel 5.25. Dampak Penambahan Investasi Terhadap Kebutuhan Tenaga
Kerja Pada Sektor-sektor Dalam Perekonomian Indonesia
Tahun 2008 (orang)
Kode
Sektor
Permintaan Akhir Jumlah
301 302 303 304 305
1 10.084.451,84 156.595,50 115.929,40 (179.623,72) 2.718.567,30 12.895.920,32
2 9.325.497,24 290.574,43 104.290,60 (485.755,90) 588.352,34 9.822.958,72
3 7.487.603,58 195.501,38 863.743,74 (181.701,49) 3.527.840,43 11.892.987,64
4 3.928.071,90 113.198,92 109.021,27 (167.222,81) 308.735,75 4.291.805,03
5 196.477,71 14.338,79 305.635,90 43.460,18 109.862,04 669.774,62
6 1.664.496,91 17.407,81 12.117,47 (64.279,41) 146.611,24 1.776.354,02
7 174.711,88 15.876,57 204.843,30 107.213,68 567.462,35 1.070.107,79
8 2.703.706,34 41.024,12 28.275,36 (112.477,68) 731.386,33 3.391.914,47
9 3.419.801,05 285.848,93 2.110.756,26 284.994,32 3.023.859,81 9.125.260,37
10 7.282,90 554,45 3.998,92 (1.931,17) 11.955,10 21.860,20
11 133.586,26 10.691,75 22.449,64 1.871,01 32.515,88 201.114,54
12 200.114,43 82.729,04 5.061.380,18 5.099,38 89.644,50 5.438.967,52
13 10.510.189,14 424.953,90 2.957.061,70 108.757,25 4.232.221,19 18.233.183,19
14 2.278.713,51 144.916,24 123.380,70 3.974,70 437.643,49 2.988.628,63
15 3.741.703,78 242.706,00 694.134,19 34.035,04 1.466.313,10 6.178.892,11
16 901.179,92 59.770,52 239.829,53 7.659,02 254.331,18 1.462.770,16
17 352.405,63 4.233.785,16 29.359,40 973,40 104.884,92 4.721.408,51
18 4.408.309,28 2.533.237,12 570.379,66 20.628,88 739.660,95 8.272.215,89
19 84.957,39 650,44 4.491,77 261,60 7.643,88 98.005,08
Jumlah 61.603.260,68 8.864.361,06 13.561.079,00 (574.063,72) 19.099.491,79 102.554.128,81
Persentase 60,07% 8,64% 13,22% -0,56% 18,62%
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
Berdasarkan Tabel 5.25, penambahan investasi sebesar 100 milyar rupiah
pada sektor perikanan berdampak pada penambahan kebutuhan tenaga kerja total
dalam perekonomian sebanyak 1.379 orang. Peningkatan penambahan kebutuhan
tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor perikananan yaitu sebanyak 1.084 orang
atau 78,6%. Selengkapnya terlihat pada Tabel 5.26.
74
Tabel 5.26. Sebaran Tambahan Kebutuhan Tenaga Kerja Akibat Dari
Penambahan Investasi Pada Sektor Perikanan (orang)
Kode
Sektor Nama Sektor
Tenaga
Kerja Awal
Tenaga Kerja
Setelah
Investasi
Tambahan
Tenaga
Kerja
Persentase
1 Padi 12.895.852 12.895.920,32 68,32
(68)
4,931
2 Tanaman bahan makanan
lainnya 9.822.935 9.822.958,72
23,72
(24)
1,74
3 Tanaman pertanian lainnya 11.892.922 11.892.987,64 65,64
(66)
4,786
4 Peternakan dan hasil-hasilnya 4.291.800 4.291.805,03 5,03
(5)
0,362
5 Kehutanan 669.773 669.774,62 1,62
(2)
0,145
6 Perikanan 1.775.270 1.776.354,02 1.084,02
(1.084)
78,607
7 Pertambangan dan penggalian 1.070.106 1.070.107,79 1,79
(2)
0,145
8 Industri makanan, minuman
dan tembakau 3.391.896 3.391.914,47
18,47
(18)
1,305
9 Industri lainnya 9.125.246 9.125.260,37 14,37
(14)
1,015
10 Pengilangan minyak bumi 21.860 21.860,20 0,20
(0)
0
11 Listrik, gas dan air bersih 201.114 201.114,54 0,54
(1)
0,072
12 Bangunan 5.438.965 5.438.967,52 2,52
(2)
0,145
13 Perdagangan 18.233.118 18.233.183.19 65,19
(65)
4,713
14 Restoran dan hotel
2.988.626 2.988.628.63
2,63
(3)
0,217
15 Pengangkutan dan
komunikasi 6.178.878 6.178.892,11
14,11
(14)
1,015
16 Lembaga keuangan, usaha
bangunan dan jasa perusahaan 1.462.766 1.462.770,16
4,16
(4)
0,290
17 Pemerintah umum dan
pertahanan 4.721.408 4.721.408,51
0,51
(1)
0,0725
18 Jasa-jasa 8.272.210 8.272.215,89 5,89
(6)
0,435
19 Kegiatan yang tak jelas
batasannya 98.005 98.005,08
0,08
(0)
0
JUMLAH 102.552.750 102.554.128,81 1.378,81
(1.379)
Sumber: Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008, data diolah
Keterangan: ( ) Pembulatan
Rendahnya perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan,
menunjukan bahwa pengembangan sektor ini tidak efektif untuk kebijakan
mengatasi pengangguran. Hal ini bertentangan dengan argumen yang menyatakan
75
bahwa salah satu keuntungan yang mendasari sektor perikanan dapat dijadikan
sebagai sumber pertumbuhan baru adalah kemampuannya dalam menyerap tenaga
kerja.
Belum berkembangnya kegiatan usaha pada sektor perikanan, terutama
yang berkaitan dengan penciptaan nilai tambah dari pemanfaatan output sektor
perikanan, penyebab utama dalam rendahnya perluasan kesempatan kerja pada
sektor perikanan. Pengembangan sektor perikanan baru sebatas eksploitasi sumber
daya alam dan juga output yang terbentuk masih rendah sehingga belum
mengambarkan dari potensi yang ada.
Rendahnya dampak yang ditimbulkan dari penambahan investasi pada
sektor perikanan, baik dari segi pembentukan output maupun penyerapan tenaga
kerja, menyebabkan rendahnya investasi atau bahkan tidak maunya pihak swasta
melakukan investasi pada sektor ini, meskipun secara sumber daya memiliki
potensi. Keadaan ini menyebabkan dalam pengembangan sektor perikanan saat
ini, peran pemerintah masih sangat besar dalam penyediaan sarana dan prasarana,
sehingga potensi sektor perikanan dapat di manfaatkan secara optimal yang
akhirnya akan meningkatkan kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian,
sehingga akan dapat menarik investasi dari pihak swasta.
V. IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Berdasarkan hasil analisis dari Tabel Input-output Indonesia Updating
2008 terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan penyerapan
tenaga kerja di Indonesia, kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian dan
penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih rendah. Hal ini sangat ironis apabila
76
dibandingkan dengan potensi yang ada dan keadaan geografis Indonesia yang
merupakan negara kepulauan terluas di dunia. Pengembangan sektor perikanan
selama ini pada umumnya masih berupa eksploitasi sumber daya alam yang ada
dan kurang dalam hal pemanfaatan nilai tambah yang dapat diperoleh dari potensi
yang ada. Hal ini tergambar dari rendahnya tingkat permintaan antara sektor
perikanan. Untuk itu perlu adanya kebijakan dan program dalam rangka
pengembangan sektor perikanan, sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru
dalam perekonomian Indonesia.
5.1 Kebijakan Pengembangan Sektor Perikanan Terpadu
Output sektor perikanan yang terbentuk pada tahun 2008 sebesar 183,767
trilyun rupiah, masih memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap output
perekonomian Indonesia, yaitu hanya mencapai 1,75%. Kontribusi tersebut belum
mencerminkan potensi yang ada, sehingga masih dapat ditingkatkan dengan jalan
meningkatkan output sektor perikanan. Hal ini masih dimungkinkan karena output
yang terbentuk baru sekitar 26% dari potensi ekonomi sektor perikanan pertahun,
yang diperkirakan mencapai US$ 82 miliar atau 705,2 trilyun rupiah (1US$ = Rp
8.600) (KKP, 2010).
Untuk memperoleh dampak yang lebih besar (multiplier efect) dalam
pengembangan sektor perikanan, harus dilakukan secara sinergis dan terintegrasi
dengan sektor-sektor lain yang memiliki keterkaitan dengan sektor perikanan.
Dari segi pemakaian output (permintaan antara) sektor perikanan, selain oleh
sektor perikanan sendiri, output sektor perikanan banyak dimanfaatkan oleh sektor
industri makanan, minimuan dan tembakau (8) dan sektor restoran dan hotel (14).
77
Sedangkan dari segi pemakaian input (input antara) sektor perikanan, selain dari
sektor perikanan sendiri, juga berasal dari sektor industri makanan, minumam dan
tembakau (8), sektor industri pengilangan minyak bumi (10) dan sektor
perdagangan (13)
Pengembangan sentra perikanan terpadu merupakan sutau hal yang dapat
dilaksanakan, sehingga keterkaitan antar sektor dapat dimanfaatkan secara
optimal. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan pelaksanaan program
“Pengembangan Sentra Pengolahan Ikan Terpadu Berbasis Kawasan
Produksi Perikanan”. Dalam progam ini, model sentra pengolahan yang
dikembangkan berada pada suatu lokasi kawasan produksi perikanan seperti pada
pelabuhan perikanan dan tempat pendaratan ikan (TPI) untuk perikanan tangkap,
serta pusat produksi budidaya ikan untuk perikanan budidaya. Sentra pengolahan
ini harus dikembangkan secara terpadu sehingga dapat menjadi pemicu yang
mendorong kegiatan usaha mulai dari hulu hingga hilir. Tiga bagian penting
dalam pengembangan sentra ini yang harus saling berintegrasi adalah subsistem
produksi, subsistem handling dan pengolahan, serta subsistem pemasaran.
Sebagai contoh yang diambil dalam pelaksanaan program ini adalah
pengembangan sentra pengolahan ikan terpadu berbasis kawasan produksi untuk
perikanan tangkap. Bagian-bagian dari masing-masing subsistem :
a) Subsistem produksi
Kegiatan utama dalam subsistem produksi berupa penyediaan bahan
baku (berupa ikan), sehingga sektor perikanan merupakan sektor yang
dominan pada bagian ini. Pada subsistem ini sarana dan prasarana
sektor perikanan yang harus dikembangkan berupa sarana dan
78
prasarana pelabuhan perikanan, TPI, dan laboratorium. Selain itu,
pada bagian ini harus adanya dukungan dari sektor perikanan sendiri
sebagai input antara seperti dalam hal penyediaan umpan untuk
kegiatan penangkapan ikan. Sedangkan dukungan dari sektor industri
makanan, minumam dan tembakau (8) berupa penyediaan pabrik es
dalam rangka pengembangan sistem rantai dingin, serta dari sektor
industri pengilangan minyak bumi (10) berupa penyediaan bahan
bakar untuk kapal penangkapan ikan yang dapat dilakukan dengan
pembuatan stasiun pengisian bahan bakar minyak untuk nelayan.
b) Subsistem handling dan pengolahan
Subsistem ini merupakan lanjutan dari subsistem produksi. Bagian ini
merupakan sutau proses pengembangan industrialisasi berbasis produk
perikanan, sehingga kegiatan lebih banyak dari sektor industri
makanan, minumam dan tembakau (8) dalam bentuk unit pengolahan
ikan (UPI) dan juga penyediaan cold storage. Dalam pengembangan
UPI harus memperhatikan komoditas perikanan yang ada atau yang
menjadi unggulan pada kawasan tersebut serta kuantitas dan
kontiniutas produksi yang dapat disediakan pada kawasan tersebut.
Selain itu antar UPI tersebut harus ada saling keterkaitan dengan
menggunakan konsep zero waste products yang didukung dengan
pengembangan dan penerapan teknologi.
79
Gambar 6.1. Gambaran Sederhana Keterkaitan UPI dalam Sentra
Pengolahan Ikan Terpadu.
c) Subsistem pemasaran
Pada subsistem ini kegiatan lebih banyak dari sektor perdagangan (13)
yang berupa distribusi dan pemasaran hasil perikanan, serta juga
sektor restoran dan hotel (14) sebagai pemakaian hasil produksi dari
subsistem handling dan pengolahan. Pada subsistem ini sektor
perdagangan (13) juga harus dapat mendukung pengembangan sentra
ini dengan menjadi penyedia/sumber informasi pasar untuk produk
perikanan. Sedangkan dukungan dari sektor restoran dan hotel (14)
dapat dalam bentuk menjadikan sentra pengolahan ikan ini menjadi
suatu daerah untuk wisata kuliner yang berbasis pada produk hasil
olahan ikan.
UPI A Produksi : Fillet Ikan Beku Limbah : Tulang, kepala, sirip, kulit, jeroan dan tetelan daging ikan
UPI B Produksi : Olahan daging ikan menjadi bakso ikan, kerupuk ikan, mie ikan dan lain-lain Bahan baku : tetelan daging ikan
UPI C Produksi : Tepung tulang dan gelatin Bahan baku : Tulang, kepala, sirip dan kulit, ikan
UPI D Produksi : Silase (pakan ternak) Bahan baku : jeroan ikan
80
Selain sektor-sektor diatas, sentra pengolahan ini juga harus didukung oleh
sektor lembaga keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan (16) dalam
kaitannya sebagai akses modal, serta sektor pemerintah umum dan pertahanan
(17) dalam rangka pembinaan dan pengawasan sentra tersebut.
5.2 Kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sektor
Perikanan.
Untuk dapat mendorong percepatan pembangunan sektor perikanan, perlu
diambil kebijakan dalam hal pengembangan ekonomi sektor perikanan berbasis
kawasan yang terintegrasi dan efisien. Kebijakan tersebut dapat dilaksanakan
dengan pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
sektor perikanan. Pengembangan KAPET diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi dan mengoptimalkan keunggulan komparatif dan kompetitif potensi
sektor perikanan suatu wilayah.
Berangkat dari pola pendekatan pembentukan pusat-pusat pertumbuhan
yang diharapkan mampu menjadi prime mover pertumbuhan kawasan di
sekitarnya, daerah-daerah yang memiliki potensi yang besar pada sektor perikanan
diharapkan dapat dijadikan sebagai KAPET sektor perikanan. Berdasarkan
perhitungan nilai koefisien lokasi (LQ) pada sektor perikanan, ada 20 provinsi di
Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan. Sebagian besar dari provinsi
tersebut berada pada daerah Indonesia bagian timur. Sehingga keadaan ini
menyebabkan daerah-daerah tersebut sangat cocok untuk dijadikan KAPET
karena salah satu tujuan dari pembentukan KAPET adalah pemerataan
81
pembangunan nasional terutama kaitan antara ketimpangan pembangunan di
kawasan timur Indonesia dengan kawasan barat Indonesia.
Sebagai contoh adalah pembentukan KAPET sektor perikanan di Provinsi
Sulawesi Tenggara. Di daerah ini potensi sektor perikanan merupakan perikanan
tangkap. Sehingga KAPET pada kawasan ini harus didukung dengan sarana dan
prasana serta oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan kegiatan perikanan
tangkap baik dihulu maupun dihilir.
Dalam pengembangan KAPET sektor perikanan harus memperhatikan
karateristik dan komoditi unggulan suatu kawasan, sehingga adanya konsistensi
KAPET dalam mengelola produk-produk unggulan tersebut. Keadaan ini
mengharuskan masing-masing KAPET lebih terfokus dalam mengembangkan
perekonomian kawasan melalui pengembangan bisnis inti yang menghasilkan
produk unggulan, dan tidak saling berkompetesi dengan produk unggulan antar
KAPET serta mampu menciptakan sinergi antar KAPET.
Untuk dapat menciptakan sinergi antar KAPET harus dibuat rencana induk
(master plan) dari KAPET sektor perikanan. Dalam master plan, terlihat sinergi
antar KAPET dan dampak KAPET secara makro dalam perekonomian Indonesia.
Selain itu master plan dibutuhkan untuk dapat membentuk arah kebijakan
pengembangan jangka menengah dan jangka panjang suatu program, sehingga
diperoleh suatu kesinambungan.
5.3 Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja
Perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan relatif kecil, hal ini
dapat dilihat dari kecilnya angka pengganda tenaga kerja pada sektor perikanan.
Keadaaan ini disebabkan karena belum berkembangnya industri berbasis produk
82
perikanan dan juga output dari sektor perikanan lebih banyak dimanfaatkan untuk
konsumsi rumah tangga yang merupakan pasar domestik dari pada untuk pasar
ekspor. Beberapa program yang dapat dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan
kebijakan perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan antara lain:
Program Pengembangan Unit Pengolahan Ikan Berorientasi
Ekspor.
Menurut Elfindri dan Bachtiar (2004) pengembangan industri yang
menghasilkan produk berorientasi ekspor mempunyai dampak
positif terhadap perluasan kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan
industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi
karena luasnya pasar. Dengan semakin luasnya pasar menyebabkan
kegiatan usaha juga meningkat, sehingga keperluan terhadap
tenaga kerja juga bertambah.
Potensi pasar ekspor untuk produk perikanan sangat luas. Hal ini
terlihat dari semakin meningkatnya permintaan produk perikanan
Indonesia di pasar internasional. Sehingga program Pengembangan
UPI, baik untuk skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),
yang berorientasi ekspor untuk perluasan kesempatan kerja pada
sektor perikanan dapat dilakukan. Kegiatan yang dapat dilakukan
dalam pelaksanaan program ini dalam bentuk pembinaan, pelatihan
dan pengawasan menyangkut kualitas dan kuantitas produk,
penerapan teknologi yang lebih baik serta penyediaan informasi
pasar.
83
Program Peningkatan Nilai Tambah Produk Perikanan
Pemanfaatan atau konsumsi output sektor perikanan secara
langsung atau dalam bentuk asli, baik untuk pasar domestik
maupun ekspor, akan menghilangkan peluang kesempatan kerja
dibandingkan dengan pemanfaatan atau konsumsi dalam bentuk
barang hasil olahan (barang jadi). Selain itu pemanfaatan output
sektor perikanan dalam bentuk olahan akan meningkatkan nilai
tambah yang akan diterima. Beberapa kegiatan yang dapat
dilaksanakan dalam program ini berupa pelatihan pengolahaan ikan
dalam berbagai bentuk bahan pangan maupun non pangan berbahan
dasar ikan. Setelah kegiatan pelatihan, agar program ini dapat
berjalan dengan baik, harus dilanjutkan dengan pembinaan secara
langsung dan terus menerus.
5.4 Kebijakan Bantuan Permodalan
Permasalahan yang sering dihadapi pada sektor perikanan, selain masalah
kualitas dan kuantitas produk, adalah lemahnya dalam hal permodalan. Kegiatan
usaha di sektor perikanan umumnya masih mengandalkan modal sendiri/keluarga,
bantuan kerabat dan belum banyak tersentuh perbankan (unbankable), sehingga
menjadi hambatan utama dalam pengembangan sektor tersebut. Keterbatasan
modal dan sulitnya akses ke lembaga-lembaga keuangan mengakibatkan tingkat
pembentukan modal yang rendah. Keadaan ini menyebabkan perlu adanya
kebijakan dan program dalam rangka pencapaian pertumbuhan ekonomi pada
sektor perikanan melalui bantuan permodalan, yaitu:
84
a) Program bantuan permodalan dengan sistem kerjasama dalam
kegiatan pada sektor perikanan. Sebagai contoh pada perikanan
tangkap, koperasi nalayan yang ada di tempat pendaratan ikan
memberikan bantuan atau pinjaman permodalan dalam bentuk
perbekalan untuk melaut (menangkap ikan) bagi nelayan. Bantuan
permodalan itu dikembalikan oleh nelayan setelah melaut dari hasil
tangkapan yang harus di daratkan (di jual) di tempat pendaratan ikan
tersebut.
b) Program kerjasama bantuan permodalan dalam bentuk penyedian
kapal oleh UPI yang berskala besar bagi nelayan, dengan kesepakatan
hasil tangkapan nelayan di jual kepada UPI tersebut. Hal ini juga perlu
adanya kesepatan terkait dengan harga jual hasil tangkapan.
c) Program pemberian bantuan modal dan juga pelatihan dalam rangka
mengembangkan off-fishing employment creation. Dalam program ini
selain memberikan modal juga memberikan pelatihan kepada rumah
tangga nelayan yang berkaitan dengan upaya untuk mengolah dan
memasarkan produk dengan penciptaan nilai tambah produk dari
sektor perikanan. Bantuan modal dapat berasal dari pemerintah dalam
bentuk dana bergulir, dari bank atau lembaga keuangan lainnya, dan
dari BUMN dalam bentuk program kemitraan. Pelaksanaan program
ini, selain dapat mengatasi permasalahan modal juga akan
meningkatkan perluasan kesempatan kerja pada sektor perikanan.
85
5.5 Kebijakan Peningkatan Sarana dan Prasarana Perikanan
Salah satu permasalahan yang menyebabkan rendahnya produktivitas
sektor perikanan Indonesia adalah keterbatasan pada sarana dan prasarana yang
ada. Keadaan ini terlihat dari masih rendahnya tingkat pemanfaatan dari potensi
yang ada. Program dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana perikanan,
yang penting untuk dilaksanakan antara lain:
a) Program pembangunan prasarana perikanan seperti pengembangan
lahan budidaya ikan, pelabuhan, pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan. Pembangunan sarana dan prasarana sebaiknya lebih
diutamakan pada perikanan budidaya karena potensi yang belum
tergarap masih besar.
b) Program penggadaan kapal penangkap ikan terutama yang berukuran
diatas 30 GT. Hal ini bertujuan untuk dapat memanfaatkan potensi
sumber daya, terutama yang ada di wilayah zona ekonomi eksklusif
yang selama ini lebih banyak dimanfaatkan oleh negara lain baik
secara legall maupun ilegall.
5.6 Kebijakan Pengembangan Teknologi
Pengembangan teknologi pada sektor perikanan merupakan suatu
keharusan. Intervensi teknologi pada sektor perikanan akan dapat meningkatkan
produktivitas sektor tersebut. Dalam pengembangan teknologi, harus diikuti
dengan pengembangan sumber daya manusia agar teknologi tersebut dapat
diaplikasikan. Beberapa penekanan program yang dapat dilaksanakan dalam
pengembangan teknologi di sektor perikanan antara lain:
86
a) Program pengembangan teknologi alat tangkap yang lebih efisien dan
disesuaikan dengan komoditi potensial pada suatu daerah. Sebagai
contoh untuk daerah yang potensial pada komoditas crustacea dan ikan
pelagis, maka teknologi yang dikembangkan berupa alat tangkap bubu
(traps). Selian itu perlu diperhatikan bahwa alat tangkap yang
dikembankan harus ramah lingkungan, sehingga tidak merusak habitat
dan mempertahankan kelestarian sumber daya perikanan. Sebagai
contoh pemakaian alat tangkap trawls (pukat harimau) yang dapat
merusak kelestarian sumber daya karena merusak ekosistem perairan.
b) Program pengembangan teknologi kapal penangkap ikan. Selain dari
segi ukuran kapal, teknologi yang harus dikembangkan adalah terkait
dengan penanganan (handling) hasil tangkapan di atas kapal. Dalam
hal ini kapal penangkapan ikan harus dilengkapi dengan proses
pengolahan ikan. Keadaan ini akan berdampak pada tingginya nilai
tambah yang akan diperoleh serta rendahnya loses dari produk
perikanan tersebut.
c) Program pemanfaatan teknologi informasi dalam proses penangkapan
ikan. Dalam hal ini teknologi informasi yang digunakan terkait dengan
pemanfaatan satelit untuk dapat memetakan dan menetapkan daerah
tangkapan ikan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Hal ini akan
sangat berdampak pada produktivitas dari hasil tangkapan.
d) Program pengembangan teknologi dalam pembudidayaan ikan susut
(losess) hasil perikanan. Sedangkan dalam kaitannya dengan teknologi
pengolahan produk perikanan perlu dilakukan pengembangan produk
87
olahan yang sudah ada dan penciptaan produk olahan baru. Program
ini dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi pengolahan
bahan pangan yang berbasis produk perikanan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari Tabel Input-output Indonesia
Updating 2008 terhadap peran sektor perikanan dalam perekonomian dan
penyerapan tenaga kerja di Indonesia, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peran sektor perikanan dalam perekonomian Indonesia masih sangat kecil.
Hal tersebut dapat terlihat, antara lain dengan kontribusi dalam
pembentukan output perekonomian nasional yang hanya mencapai 1,75 %
dan angka keterkaitan total yang relatif kecil yaitu sebesar 2,62876. Angka
keterkaitan yang kecil ini menunjukan bahwa kecilnya multiplier efect
yang ditimbulkan dari perkembangan sektor perikanan terhadap
perekonomian, dimana setiap kenaikan satu satuan unit output sektor
perikanan hanya akan berdampak pada peningkatan output total
perekonomian sebesar 2,62876 rupiah. Dilihat dari struktur permintaan,
60,3% dari total permintaan pada sektor perikanan merupakan permintaan
akhir. Sedangkan dari permintaan antara, 57,64% output sektor perikanan
digunakan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Struktur
input pada sektor perikanan, 76,55% input merupakan input primer.
Sedangkan input antara, kontribusi terbesar pada sektor perikanan berasal
dari sektor perikanan itu sendiri yang mencapai 43,34%.
88
2. Berdasarkan analisis angka pengganda output, pengganda pendapatan
rumah tangga dan pengganda lapangan pekerjaan, sektor perikanan relatif
kecil, yaitu sebesar 1,38039 untuk angka pengganda output, 0,19652 untuk
angka pengganda pendapatan rumah tangga dan 0,014 untuk angka
pengganda tenaga kerja.
3. Kontribusi terbesar dari komponen permintaan akhir dalam pembentukan
output dan kebutuhan tenaga kerja pada sektor perikanan adalah pada
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan kemudian diikuti oleh komponen
ekspor. Sedangkan dampak penambahan investasi sebesar 100 milyar
rupiah pada sektor perikanan adalah terjadinya peningkatan total output
perekonomian sebesar 138,039 milyar rupiah, dimana pada sektor
perikanan meningkat sebesar 112,213 milyar rupiah. Sedangkan dampak
terhadap penambahan kebutuhan tenaga kerja secara total dalam
perekonomian sebanyak 1.379, dimana pada sektor perikanan sebanyak
1.084 orang.
6.2. Saran
1. Dalam rangka meningkatkan peran sektor perikanan dalam perekonomian
Indonesia dapat dilakukan dengan peningkatan dan pengembangan output
sektor perikanan. Peningkatan tersebut dilakukan dengan peningkatan
investasi pada sektor perikanan terutama dalam kaitannya menyediakan
sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan usaha pada sektor
perikanan. Dalam usaha untuk meningkatkan investasi pada sektor
tersebut, harus diberikan berbagai kemudahan dalam melakukan investasi
89
seperti keringanan dalam hal pajak dan sebagainya. Hal ini dilakukan
karena sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang sering
dipandang investor sebagai sektor yang beresiko tinggi dalam melakukan
investasi.
2. Untuk dapat memperoleh efek yang lebih besar dalam pengembangan
sektor perikanan, harus memperhatikan sektor lainya yang ada kaitannya
dengan sektor perikanan, sehingga pengembangan sektor perikanan dapat
dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan.
3. Produk sektor perikanan selama ini lebih banyak dari perikanan tangkap
dari pada perikanan budidaya, hal ini perlu dilakukan perubahan. Selain
karena tren perikanan tangkap dunia yang mulai menurun seiring dengan
peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung
sumber daya perikanan tangkap dunia serta masih banyaknya potensi
perikanan budidaya yang belum dimanfaatkan, maka pengembangan
perikanan budidaya harus lebih difokuskan. Pengembangan perikanan
budidaya yang lebih bersifat intensive (modern), dengan tetap
memperhatikan daya dukung lingkungan, harus lebih ditekankan agar
dapat mempercepat pertumbuhan sektor perikanan.
4. Perlunya peningkatan pengawasan pengelolaan sumber daya ikan terutama
yang terkait dengan kegiatan Illegal, Unreported dan Unregulated Fishing
(IUU Fishing). Selain itu informasi terkait dengan dampak IUU Fishing
secara menyeluruh masih kurang sehingga perlu dilakukan penelitian yang
khusus tentang dampak IUU Fishing terhadap perikanan Indonesia.
90
DAFTAR PUSTAKA
Akhyar, Firman. 2009. Peranan Sektor Perikanan Dalam Perekonomian
Kabupaten Padang Pariaman, Kajian Model Input output. Tesis
Pascasarjanan Universitas Andalas. Tidak dipublikasikan
Anonim. 2010. Asistensi Fasilitas Pemberdayaan Tenaga Kerja Pengolahan dan
Pemasaran di Provinsi Kalimantan Timur. Makalah Direktorat Usaha
dan Investasi Ditjen P2HP.
Arief, Sritua. 1996. Teori Ekonomi Mikro dan Makro Lanjutan. PT. Raja
Grafindo Persada Jakarta
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. BPFE Yogyakarta
Arthajaya, I., Made W. 2008. Strategi Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan
Pengolahan dan Pemasaran. Buletin craby & starky. Edisi Mei 2008
Badan Pusat Statistik. 2010. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009. BPS. Jakarta-
Indonesia
_________________.2009. Statistik Indonesia tahun 2009. BPS. Jakarta-
Indonesia
_________________. 2009. Tabel Input-Output Indonesia Updating 2008. BPS.
Jakarta-Indonesia.
_________________. 2005. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005. Jilid II.
BPS. Jakarta-Indonesia
_________________. 2004. Tabel Input-Output Indonesia Updating 2003. BPS.
Jakarta-Indonesia.
Bhakti, Adi. 2005. Perencanaan Perluasan Kesempatan Kerja Di Sumatera Barat :
Pendekatan Model Input-output. Tesisi Pascasarjana Universitas
Andalas. Tidak dipublikasikan.
Dahuri, R. 2001. Sektor Perikanan dan Kelautan Sebagai Pilar Kemandirian
Ekonomi Nasional. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
_________. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor
91
Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri
Perikanan. Buletin Craby & Starky, Edisi Januari 2007.
Ditjen P2HP. 2011. P2HP Dalam Angka 2010. Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Elfindri dan Bachtiar, N. 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Penerbit Universitas
Andalas
Fauzie, Achmad. 2007. Strategi Pengembangan Industri Perikanan Laut Di
Sumatera Barat. Tesis Pascasarjana Universitas Andalas. Tidak di
Publikasikan
Firman, Achmad. 2007. Analisis Dampak Investasi Sektor Peternakan Terhadap
Perekonomian Di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran Bandung
Fleisher, BM, Kniesher TJ. 1980. Labor Economics : Theory, Evidence and
Policy. Prentice-Hill inc. New Jersey. www.google.com
Hasibuan, Melayu S.,P. 1987. Ekonomi Pembangunan Dan Perekonomian
Indonesia. Armico Jakarta
Hendri. 2010. Peran Sektor Perikanan dalam Perekonomian dan Penyerapan
Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Barat : Analisis Input-output. Tesis
program studi perencanaan pembangunan Universitas Andalas Padang.
Tidak dipublikasikan
Hotman, Jan. 2007. Keterkaitan Sektor Tanaman Bahan Makanan Dengan Sektor
Perekonomian Lainnya Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Organisasi
dan Manajemen, Volume 3 Nomor 2, September 2007,
Jhingan, M.L.. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Cetakan ke
sepuluh. PT. Raja Grafindo Persada.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana Strategis Kementerian
Kelautan dan Perikanan 2010 – 2014. Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Jakarta
____________________________. 2011. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2010. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Kurniawan, Tony F. 2010. Analisis dan Reformasi Kebijakan Pembangunan
Kelautan dan Perikanan Di Indonesia. www.ppnsi.org
Kusumastanto, Tridoyo. 2000. Pengembangan Sumber Daya Kelautan dalam
Memperkokoh Perekonomian Nasional Abad 21.
92
Mangiri, Komet. 2000. Model Input Output dalam Perencanaan. Pelatihan
Aplikasi Program Input Output dalam Perencanaan dan Penyusunan
Model Metode Alokasi dan Mekanisme Perencanaan Pembangunan di
Daerah. PAU-SE Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Miller, Roger le Roy, dan Meiners, E., Roger. 1997. Teori Ekonomimikro
Intermediate. Cetakan Ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Monintja, D. 2001. Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir Dalam Bidang Perikanan
Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir, Institut Pertanian Bogor.
Nanga, Muana. 2001. Makroekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan. PT. Raja
Grafindo Persada Jakarta.
Nazara, Suahasil. 2005. Analisis Input-Output. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI.
Nicholson, Waler,. 1995. Teori Ekonomi Mikro. Cetakan Keempat. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Ningsih. 2005. Strategi Mengelola dan Memanfaatkan Sumber Daya Laut dan
Perikanan. Majalah Info Kajian Bappenas, Volume 2, 2005.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Per. 16/Men/2006, Tentang
Pelabuhan Perikanan.
Reksohadiprodjo, S, dan Pradono. 1988. Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Energi. BPFE-Yogyakarta
Richarson. 1972. Input-Output Regional Economics. Willey and Son New York
Rozani, Alvis. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bung Hatta Univesity Press. Padang
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Jakarta.
Sihombing, G. Gandaria. 2004. Pengembangan Sektor Perikanan di DKI Jakarta.
Tesis Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pasca Sarjana FE UI.
Jakarta. Tidak di Piblukasikan
Soemokaryo, Soepanto. 2001. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia.Dirjen
Perikanan. Jakarta.
Sofyardi. 2010. Buku Ajar Statistik Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas
Andalas, Padang
Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
93
Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern. Cetakan Keempatbelas. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Suroto. 1986. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Tenaga Kerja. Gajah Mada
University Press.
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. PT. Bumi
Aksara Jakarta
Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi 1. Edisi Kelima. PT. Bumi Aksara
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
______________________________ Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Pertama Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Kelautan dan
Perikanan.
______________________________ Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
www.bps.go.id
www.kkp.go.id
www.fao.org