Download - Apresiasi Seni

Transcript

Apresiasi Seni

Apresiasi Seni

Tari Klasik D.I Yogyakarta

Bedhaya Sang Amurwabhumi

Disusun oleh :

Nindya Parahita / 13208244016

Fakultas Bahasa Dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta

2014

Pengertian tarian klasik

Tarian klasik adalah bentuk tarian yang tergolong kuno atau jenis-jenis adat/tradisi/budaya yang masih terbelakang dalam bentuk perlengkapan, alat musik pengiringnya, busana, dan lain-lain. Dan dalam perkembangannya saat ini seni tari klasik dilestarikan dengan bentuk pola yang tetap tiap-tiap daerah dan menjadi ciri khas tarian daerah tersebut.Beberapa yang menjadi ciri khas jenis tari klasik yaitu:

1. Pelaksanaannya tertib2. Tuntutan nilai-nilai tradisi3. Kekokohan tradisi4. Berbobot dan artistik5. Penggarapannya cermat6. Kedalaman makna dan isi7. Pembudayaan yang mantap8. Bentuk yang stabil atau monoton.

Perhatikan beberapa gambar tehnik tari klasik yang mengarah pada kesempurnaan dan kemurnian sikap maupun gerak, sebak tehnik merupakan ketentuan yang harus dilaksanakan tanpa perubahan juga mengarah pada kesempurnaan dan kemurnian. Tehnik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sikap tubuh: dada melebar, tulang rusuk terangkat, tulang belakang melurus, tulang berikat merata, perut dikesampingkan.2. Sikap kaki berdiri paha melemah, telapak kaki hampir segaris membuka, jarak antara tumit adalah dua kali lebar telapak kaki, jari kaki tegak ke atas.3. Pandangan mata: mata tetap ke arah depan mata tidak pernah bergerak ke samping dan ke atas, gerakan mata bersamaan dengan gerakan kepala (menoleh).4. Pernapasan: penari harus bernapas dengan dada, agar perut tetap dalam keadaan kempis, agar ikat pinggang tidak mengendor.

5. Angkatan kaki: kaki selalu diangkat dalam posisi horizontal, jika kaki melurus maka telapak kaki merupakan kelanjutannya, dan ujung jari tetap ke atas, jika kaki ditekuk maka tekukannya membentuk sudut 90 derajat.6. Tehnik tari dihubungkan dengan kesusilaan, di antaranya yaitu: untuk putri, angkatan kaki rendah dan putra tinggi, maksimum setinggi pertengahan betis dan tetap horizontal.

Secara umum, kegiatan kesenian dan kebudayaan yang menampilkan tari-tari klasik masih ada di dua keraton di Jogjakarta (Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman). Salah satu tari klasik Keraton Jogja yaitu : Bedhaya Sang Amurwabhumi.

Tari ini adalah salah satu jenis Tari Klasik Gaya Jogjakarta. Diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX). Konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X, sedangkan koreografinya adalah K.R.T.Sasmintadipura. Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990.

Tarian ini dilakukan oleh sembilan penari putri dengan durasi sekitar dua setengah jam, dan diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan. Ini merupakan bentuk simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik melalui pola pikir mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Seperti juga Bedhaya lainnya, Bedhaya Sang Amurwabhumi tetap sesuai dengan tradisi dan mengacu pada patokan baku tari bedhaya. Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit.

Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil cerita sentral pada sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) dalam menyimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan. Ken Arok yang memerintahkan Singasari depalan abad lampau bergelar Sri Radjasa Bhantara sang Amurwabhumi itu bertandang di kraton Kasultanan Yogyakarta. Saat itu gending mendayu-dayu di pendapa ndalem Wironegaran di suatu malam yang anggun. Dan sang Amurwabhumi larut di sana, selama tiga puluh menit yang mempesona. Disisi lain, Pergelaran tari ini juga memperlihatkan gerak dan penataan koreografis tanpa cacat dalam menggambarkan kisah Ken Arok dan sang Pradnya Paramitha Ken Dedes di sebuah masa yang berbunga dan padat politik kerajaan.

Begitulah kraton Yogyakarta membuka diri. Betapa sang Amurwabhumi hanya karya tari bedhaya, tapi kraton Kasultanan Ngayogyakarta yang terawat baik hingga di jaman kontemporer sekarang ini, tak menutup diri pada sejarah bangsanya, betapapun pahitnya dia. Tari Bedhaya Sang Amurwabhumi itu diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X setahun setelah dinobatkan menjadi raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Karya seni tari yang dicukil dari serat Pararaton itu mengkisahkan pergulatan asmara serta kepemimpinan yang dipersembahkan Sultan HB X untuk mengenang ayahanda, Sri Sultan HB IX. Pergelaran tari itu memperlihatkan gerak dan penataan koreografis tanpa cacat dalam menggambarkan kisah Ken Arok dan sang Pradnya Paramitha Ken Dedes di sebuah masa yang berbunga dan padat politik kerajaan itu.

Menari memang tak hanya sekedar menghafal gerak. Menari adalah efek ekspresi jiwa, sehingga dengan begitu seluruh tubuh jumbuh, menyatu dalam sebuah kesatuan gerak. Gerakan tubuh bukan sekedar interprestasi dari fisik semata-mata, tapi juga batin. Roso. Perasaan.

Memang ada sebuah motif di sana. Pemerintahan Sang Amurwabhumi agaknya mengusahakan harmoni antara kepercayaan Hindu dan Budha. Di kraton Yogyakarta ada ketentraman budaya yang selalu diupayakan agar ia terawat baik, bagi kehidupan juga bagi bangsanya.


Top Related