Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Aplikasi Komputer
La Diadhan Hukama, SE. Msi
Disusun Oleh:
DYANI MAZIYYAH
MANAJEMEN B
1202016195
Fakultas Ekonomi Manajemen
Universitas Yarsi
2017/2018
KATA PENGANTAR
1
PERKEMBANGAN BANK SYARI’AH DI INDONESIA
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan nikmat sehat, iman dan islam kepada seluruh
manusia. Serta nikmat akal yang baik untuk dapat mengenyam
pendidikan dengan benar kejenjang yang lebih tinggi, dan
memberikan pertolongan bagi hamba-Nya untuk menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan. Karena tanpa pertolongan-
Nya mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikannya dengan
baik.
Makalah ini disusun selain untuk penyelesaian tugas semester, namun juga
agar pembaca dapat memperluas ilmu atau pengetahuan tentang Perkembangan
Perbankan Syari’ah di Indonesia.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada guru/dosen
pembimbing yang telah membantu penyusun agar dapat
menyelesaikan makalah ini serta banyak pihak yang telah
membantu kelancaran dari setiap proses yang penulis lalui.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Terimakasih.
2
Jakarta, 06 Januari 2018
Dyani Maziyyah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 7
1.1....................................................................................................................Lata
r Belakang.................................................................................................. 7
1.2.................................................................................................................... Ru
musan Masalah.......................................................................................... 8
1.3.................................................................................................................... Tuj
uan Penelitian............................................................................................ 9
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 10
2.1.................................................................................................................... Lata
r Belakang Bank Syari’ah.......................................................................... 10
2.1.1 Keunggulan Bank syariah.............................................................. 13
2.2.................................................................................................................... Per
kembangan Perbankan Syari’ah................................................................ 14
2.2.1.Prinsip Perbankan Syari’ah............................................................ 16
2.2.2.Perbankan Syari’ah Kini................................................................ 20
2.3.................................................................................................................... Per
kembangan Bank Umum Syari’ah............................................................. 21
2.3.1 Berdirinya Bank Syari’ah di Indonesia.......................................... 25
2.3.2 Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah............................. 27
3
2.4.................................................................................................................... Per
kembangan Bank Syari’ah Di Indonesia................................................... 30
2.4.1 Perkembangan Keuangan Syari’ah................................................ 32
2.4.2 Langkah Strategis Pengembangan Perbankan Syariah.................. 35
BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 36
3.1.................................................................................................................... Jeni
s Penelitian................................................................................................. 36
3.2.................................................................................................................... Jeni
s Data ........................................................................................................ 36
3.2.1.Data Berdasarkan Sifatnya............................................................. 36
3.3.................................................................................................................... Ran
cangan Penelitian....................................................................................... 37
BAB VI PENUTUP.............................................................................................. 38
4.1.................................................................................................................... Kes
impulan...................................................................................................... 38
4.2.................................................................................................................... Sara
n ................................................................................................................ 38
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Bank Muamalat Syari’ah.................................................. 12
Gambar 2.3. Bank Indonesia................................................................... 28
Gambar 2.3.1. Majelis Ulama Indonesia................................................... 29
Gambar 2.3.2. Ikatan Akuntan Indonesia................................................. 30
4
Daftar Tabel
Tabel 2.2. Perkembangan perbankan syari’ah dunia periode antara
tahun 1940 sampai periode tahun 1980................................. 16
Tabel 2.2.1. Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia periode
tahun 1970 – 2003.................................................................... 17
Tabel 2.3. Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah di Indonesia (Tahun
2000-2004)................................................................................ 23
5
Tabel 2.3.1. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank (Posisi Januari
2009)......................................................................................... 25
Daftar Grafik
Grafik 2.3. Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah di Indonesia (Tahun
2000-2004)................................................................................ 23
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perbankan dalam ekonomi Islam didasarkan pada konsep pembagian
baik keuntungan maupun kerugian. Prinsip yang umum adalah siapa yang ingin
mendapatkan hasil dari tabungannya, harus juga bersedia mengambil resiko. Bank
7
akan membagi juga kerugian perusahaan jika mereka menginginkan perolehan hasil
dari modal mereka.
Ide pendirian Bank Syari’ah dinegara-negara Islam tidak terlepas dari
kontroversi seputar praktek bunga bank yang dilakukan pada bank-bank konvensional
yang beredar di negara-negara Islam sendiri. Pada abad ke 20 timbul kesadaran di
kalangan umat Islam untuk melepaskan diri dari imperialisme Barat, membawa
dampak yang cukup luas dalam kehidupan sosial politik dan ekonomi.
Dalam dunia ekonomi, negara-negara Islam ingin melepaskan diri dari konsep
ekonomi yang berasal dari negara-negara Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam, antara lain adalah persoalan bunga bank. Oleh karena itu, dipandang perlu
adanya bank syari’ah yang bebas dari praktek bunga.
Ide pendirian bank syari’ah di Indonesia tidak terlepas dari adanya wacana
yang terus bergulir tentang pendirian bank-bank syari’ah di negara-negara Islam. Ide
pendirian perbankan syari’ah di Indonesia dapat dilihat dari berbagai keputusan
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan maupun pandangan dari para intelektual
Islam di Indonesia.
Bank Syari’ah sebagai suatu bentuk bank yang beroperasi dengan sistem bagi
hasil secara internal memiliki kekuatan dan kelemahan. Sedangkan dalam kancah
bisnis yang penuh persaingan, BPR Syari’ah menghadapi beberapa peluang dan
tantangan. Kekuatan dan peluang dapat dioptimalkan. Kelemahan dan ancaman dapat
8
diminimalkan jika dalam pengelolaan bank syari’ah dilakukan secara profesional dan
kredibel. Syarat ini diperlukan agar operasional bank syari’ah dapat efisien.
Efisiensi sebuah bank syari’ah akan turut dinikmati pula oleh nasabahnya,
yang notabene memang menuntut efisiensi. Pada gilirannya, efisiensi memungkinkan
lembaga keuangan yang bersangkutan untuk bertahan dan berkembang, sehingga
menambah kredibilitasnya lebih lanjut. Bank syari’ah yang tidak kredibel atau tidak
profesional niscaya tidak akan bisa langgeng, konon pula untuk berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi bahasan dalam materi perkembangan
perbankan syari’ah di Indonesia ini antara lain yaitu :
1. Bagaimana sejarah perkembangan perbankan syari’ah di dunia ?
2. Bagaimana latar belakang berdirinya perbankan syari’ah di
Indonesia?
3. Berapa jumlah bank umum syari’ah yang beroperasi di Indonesia ?
4. Berapa jumlah unit usaha syari’ah yang beroperasi di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk memenuhi salah satu tugas Aplikasi Komputer.
2. Membuka wawasan kepada pembaca agar mengetahui
sejarah perkembangan perbankan syari’ah dan
mampu memperluas wawasan.
9
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Bank Syari’ah
Berkembangnya bank-bank syari’ah di negara-negara Islam berpengaruh ke
Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari’ah sebagai pilar
10
ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah
Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien azis,
dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di
antaranya adalah Baitut Tamwil – Salman, Bandung, yang sempat tumbuh
mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni
Koperasi Ridho Gusti.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia
baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20
Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua,
Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional I MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25
Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan
pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait untuk menggali ide dan
dukungan guna berdirinya perbankan yang bercirikan Islam. Bank Muamalat
Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut. Akte pendirian PT
Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat
penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak
Rp 84 miliar.
11
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana
Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp
106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank
Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank Muamalat
Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syari’ah ini
belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional.
Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syari’ah ini hanya
dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian ladasan
hukum syari’ah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangat jelas
tercermin dari UU No.7 Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem
bagi hasil diuraikan hanya sepintas dan merupakan “sisipan” belaka.
Gambar 2.1. Bank Muamalat Syariah
12
Perkembangan industri keuangan secara informal telah dimulai sebelum
dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional Perbankan
Syari’ah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha
pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan
operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya
institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai
dengan syari’ah.
Untuk menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan
yang sesuai syari’ah, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam
undang-undang yang baru. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit
telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiiki dasar operasional
bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan perundang-undangan
tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya Bank Syari’ah di
Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (Dual Banking
System) di Indonesia.
13
Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum
syari’ah dan 78 bank perkreditan rakyat syari’ah (BPRS) yang telah beroperasi. Pada
tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat
bagi keberadaan sistem Perbankan Syari’ah. Pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank
Indonesia untuk dapat pula menjalakan tugasnya berdasarkan prinsip syari’ah.
Industri Perbankan Syari’ah berkembang lebih cepat setelah kedua perangkat
perundang-undangan tersebut diberlakukan.
2.1.1 Keunggulan Bank Syari’ah
Dalam perbankan syariah sistem bagi hasil akan
membawa manfaat keadilan bagi semua pihak pelaku
perbankan syariah baik bagi pemilik dana selaku deposan,
pengusaha selaku debitur maupun dari pihak bank sebagai
pengelola dana. Kegiatan sosialisasi dan edukasi
perbankan syariah mendapat dukungan dari Bank
Indonesia melalui program ”iB campaign”. Namun saat ini
peran Bank Indonesia menjadi berkurang dengan adanya
pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan
perbankan (termasuk perbankan syariah) kepada Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
14
Bank-bank syariah di Indonesia mulai mengupayakan
peningkatan kualitas layanan agar dapat sejajar dengan
bank-bank konvensional. Akses teknologi informasi seperti
ATM, mobile banking maupun internet banking menjadi
fokus bagi pengembangan kualitas layanan dari bank-bank
syariah. Inovasi pengembangan produk dan layanan juga
harus menjadi fokus penting bagi bank-bank syariah agar
dapat bersaing dengan bank konvensional. Saat ini industri
perbankan sangatlah ketat, bank-bank syariah tidak bisa
jika hanya mengandalkan produk-produk standar untuk
menarik nasabah.
Keunggulan lain yang dimiliki pada Bank Syariah
adalah produk-produk perbankan yang ditawarkan tidak
ada yang bersifat spekulatif sehingga tidak akan
terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Bank Syariah di
Indonesia dalam pembiayaan lebih kepada sektor riil
sehingga memberikan pengaruh yang lebih besar
terhadap pertumbuhan ekonomi. Ke depan bank-bank
syariah yang ada di Indonesia diharapkan mampu
meningkatkan kemandirian agar dapat berdiri secara
independen dan bank induknya kegiatan operasionalnya
15
dapat dikelola secara profesional dan mandiri
menggunakan prinsip yang benar-benar syariah.
2.1.2 Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem
perbankan syariah antara lain:
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai
yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan
dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi
yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan
uang dari uang". Uang hanya merupakan media
pertukaran dan bukan komoditas karena tidak
memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak
diperkenankan. Kedua belah pihak harus
16
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka
peroleh dari sebuah transaksi.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-
usaha yang tidak diharamkan dalam Islam.
Usaha minuman keras misalnya tidak boleh
didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan
membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan
keseimbangan sistem ekonominya. Prinsip syariah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah.
Prinsip dasar operasional bank Islam/ syariah tidak
mengenal adanya konsep bunga uang dan yang tidak
kalah pentingya adalah untuk tujuan komersial, Islam tidak
mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/
kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip
bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan
untuk tujuan social tanpa adanya imbalan apapun.
2.2 Perkembangan Perbankan Syari’ah
17
Sejarah perkembangan perbankan syari’ah dunia periode antara tahun 1940
sampai periode tahun 1980 menurut Duddy Roesmara Donna (2007:3-4) disajikan
sebagai berikut
Tabel 2.2. Perkembangan perbankan syari’ah dunia periode antara
tahun 1940 sampai periode tahun 1980
Tahun Keterangan
1940 Rintisan Bank Syari’ah di Malaysia, untuk mengelola dana
jamaah haji secara non-konvensional.
1963 Berdirinya Mit Ghamr Real Bank, di Mesir, oleh Dr.
Ahmad Najar.
1967 Mit Ghamr ditutup arena alasan politis dan diambil alih
oleh National Bank of Egypt.
1969 Muncul gagasan kolektif pembentukan Bank Syari’ah pada
Konferensi Negara-negara Islam se-dunia di Malaysia.
1970 Delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian Bank
Syari’ah pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara
OKI di Karachi.
1972 Berdiri kembali sistem bank tanpa bunga yang bersifat
sosial di Mesir, yaitu Nasser Social Bank.
Maret 1972 Usulan/proposal Delegasi Mesir diagendakan kembali dan
18
memutuskan membentuk komisi khusus menangani
masalah ekonomi dan keuangan.
Juli 1973 Para ahli yang mewakili Negara Islam penghasil minyak
membicarakan Pendirian Bank Syari’ah dan terumuskanlah
Anggaran Dasar dan Anggaaran Rumah Tangga.
Mei 1974 Pembahasan AD/ART yang telah dirumuskan.
1974 Berdiri Islamic Development Bank dengan modal awal 2
miliar Dinar atau sama dengan 2 miliar SDR (Special
Drawing Rights) IMF.
Awal 1980-an Bermunculan Lembaga Keuangan Syari’ah di Mesir,
Sudan, negara-negara di wilayah Teluk, Malaysia, Pakistan,
Inggris, Denmark, Bahmas, Swiss dan Luxembourg.
Terkait dengan perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia periode tahun
1970 sampai dengan tahun 2003, menurut Duddy Roesmara Donna (2007:3-4) dapat
dirunut melalui kronologis sebagai berikut :
Tabel 2.2.1. Perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia periode
tahun 1970 - 2003
Tahun Keterangan
1970-an Muncul gagasan pendirian Bank Syari’ah
19
1988 Muncul lagi gagasan Bank Syari’ah karena pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi
liberalisasi industri perbankan. Namun, gagasan tersebut
deadlock karena tidak ada perangkat hukum yang dapat
menjadi rujukan.
19-22 Agustus
1990
Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di
Cisarua Bogor.
22-25 Agustus
1990
Pembahasan hasil lokakarya pada Munas IV MUI di Jakarta
dan terbentuklah Kelompok Kerja Pembentukan Bank
Syari’ah.
1 November
1991
Penandatanganan Akte Pendirian Bank Muamalah
Indonesia dan terkumpulah komitmen pembelian saham
sebanyak 84 miliar.
3 November
1991
Silaturrahim dengan presiden di Istana Bogor dan
Terpenuhilah komitmen modal disetor awal sebesar
Rp.106.126.382.000.
1 Mei 1992 Operasional awal Bank Muamalat Indonesia (BMI).
1992 Pengakomodasian perbankan dengan prinsip bagi hasil
20
pada Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan.
1992 Pengenalan dual banking system.
30 Oktober
1992
Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1992 tentang bank
berdasarkan prinsip bagi hasil.
129 Februari
1993
PP tersebut dijabarkan secara terperinci dengan keluarnya
Surat Edaran BI No.25/4/BPPP.
1994 BMI men-sponsori berdiriya Asurasi Syari’ah, Syarikat
Tafakul Indonesia dan menjadi salah satu pemegang
sahamnya.
1997 BMI men-sponsori lokakarya Ulama tentang Reksadana
Syari’ah yang diikuti operasionalnya dengan dikelola oleh
PT. Danareksa Investment Management.
1998 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan,
merubah Undang-undang No.7 Tahun 1992 yang
mengakomodasi perkembangan perbankan secara lebih
luas.
1999 Kebijakan moneter berdasarkan prinsip syari’ah.
2000 Keluarnya regulasi operasional dan kelembagaan.
2001 Pendirian Biro Perbankan Syari’ah Bank Indonesia.
21
September
2003
Perubahan Biro Perbankan Syari’ah menjadi Direktorat
Perbankan Syari’ah BI.
Statistik Perbankan Syari’ah yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan
bahwa sampai dengan bulan November tahun 2007, jumlah bank syari’ah mencapai
143 bank. Dari ke 143 bank tersebut, tiga diantaranya merupakan Bank Umum
Syari’ah (BUS), dan 26 bank diantaranya merupakan Unit Usaha Syari’ah (UUS),
serta 114 sisanya merupakan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Terkait
dengan kondisi saat ini, diperkirakan pertumbuhan bank umum syari’ah, unit usaha
bisnis syari’ah (unit bisnis bank konvensional), maupun bank perkreditan rakyat
syari’ah, meningkat. Artinya jumlah bank syari’ah naik dari tahun ke tahun.
2.2.1. Perbankan Syari’ah Kini
Saat krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan Presiden
Soeharto lengser, para bankir sempat heran mengapa Bank Muamalat
bisa bertahan dari krisis yang membuat belasan bank konvensional lain
tersungkur tak berdaya. Terinspirasi dengan tegarnya Bank Muamalat
menghadapi krisis, maka berdirilah Bank Syariah Mandiri, bank syariah
kedua di Indonesia. Bank Syariah Mandiri ini merupakan gabungan dari
beberapa bank yang dimiliki BUMN yang kebetulan terimbas krisis di
tahun 1998.
22
Tentu saja para bankir kembali bertaruh apakah bank ini akan
bertahan atau tidak. Mereka yakin, kalau Bank Syariah Mandiri bisa
bertahan maka perbankan syariah ternyata punya masa depan
menjanjikan di Indonesia. Siapa sangka akhirnya Bank Syariah Mandiri
ternyata cukup sukses dan jadi penyemangat munculnya beragam bank
syariah lainnya di Indonesia. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia sudah diatur dalam UU no 10/ 1998 tentang Perubahan UU
No. 7 1992 tentang perbankan.
2.3 Perkembangan Bank Umum Syari’ah
Bank umum syariah (BUS) adalah bank yang secara penuh bertransaksi secara
syariah dan bukan merupakan unit usaha. Bank umum pertama yang menggunakan
sistem syariah di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai
beroperasi pada tahun 1992. Perkembangan bisnis bank syariah berlangsung lambat,
sampai dengan lima tahun kedepan belum ada pertambahan bank baru. BMI masih
menjadi satu-satunya bank syariah.
Baru pada Tahun 1998 pasar bank syariah mulai diramaikan dengan hadirnya
PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) anak perusahaan Bank Mandiri, bank BUMN
terbesar di Indonesia. Selanjutnya menyusul kemunculan PT. Bank Mega Syariah
pada tahun 2001. Memasuki tahun 2009 ini ada dua bank baru memasuki pasar
perbankan syariah yaitu PT. Bank Bukopin Syariah dan PT. BRI Syariah.
Saat ini, jumlah BUS yang beroperasi menjadi 5 bank yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah dan
23
Bank BRI Syariah. Bank umum syariah (BUS) menerapkan sistem independent pada
sistem perbankan syariahnya.
Bank syari’ah yang dikategorikan Bank Umum Syari’ah adalah :
1. Bank Muamalat Indonesia
2. Bank Syari’ah Mandiri
3. Bank Syari’ah Mega Indonesia
Adapun bank syari’ah yang dikategorikan sebagai unit usaha syari’ah dari
bank konvensional adalah :
1. Bank IFI Syari’ah
2. Bank Danamon Syari’ah
3. BRI Syari’ah
4. Bank Niaga Syari’ah
5. Bank Permata Syari’ah
6. BNI Syari’ah
7. BII Syari’ah
8. Bank Riau Syari’ah
9. Bank Jabar Syari’ah
10. BPD Sumut Syari’ah
11. BPD DKI Syari’ah
12. BPD Lombak NTB
13. BPD Aceh Syari’ah
24
14. BPD Kalsel Syari’ah
15. HSBC Syari’ah
16. BTN Syari’ah
(Buku Laporan Perbankan Syari’ah, 2004).
Di bawah ini tabel perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia :
Tabel 2.3. Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah di Indonesia (Tahun
2000-2004)
TahunKelompok Bank
BUS UUS Jumlah Kantor BPRS
2000 2 3 62 1402001 2 3 96 1772002 2 6 127 2102003 2 8 253 3372004 3 15 355 443
Sumber : BI, Laporan Perkembangan Perbankan Syari’ah Tahun 2004, Januari
2005.
Catatan : Pada bulan Februari 2005, jumlah UUS bertambah 1 lagi, yakni
BTN Syari’ah, sehingga Jumlahnya menjadi 16. Jadi, total bank
syari’ah di Indonesia mencapai 19 buah.
Keterangan :
BUS : Bank Umum Syari’ah
UUS : Unit Usaha Syari’ah
25
BPRS : Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah
Grafik 2.3. Jaringan Kantor Perbankan Syari’ah di Indonesia (Tahun
2000-2004)
BUS
UUS
Jum
lah
Kan-
tor BP
RS
Tahun Kelompok Bank
0
500
1000
1500
2000
2500
Series1Series2Series3Series4Series5
Perkembangan perbankan syari’ah ini tentunya juga harus didukung oleh
sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani
yang selama ini terlibat di institusi syari’ah tidak memiliki pengalaman akademis
maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syari’ah itu sendiri.
Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak
sumber daya insani yang mampu mengamalkan ekonomi syari’ah di semua lini
karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh
sumber daya insani yang baik pula.
26
Keberadaan Bank Syariah di Indonesia, sebenarnya membawa dampak positif
terhadap sistem ekonomi kerakyatan yang sekarang sedang di gembar-gemborkan
oleh para pemimpin di negeri ini.
Bank syariah di Indonesia secara konsisten telah menunjukkan perkambangan
dari waktu ke waktu. Pada awal tahun 2009, asset bank syariah terhadap total
keseluruhan bank telah mencapai 2,24%, adapun dalam hal perhimpunan dana pihak
ketiga mencapai 2,18%, sedangkan dalam hal pembiayaan mencapai 2.96% dari
keseluruhan bank di Indonesia.
Tabel 2.3. 1. Pangsa perbankan syariah terhadap total bank (Posisi
Januari 2009)
Bank Syari'ah Total Bank (Triliun)Nominal (Triliun) Pangsa
Total Asset 51.814 2,24% 2.508,0Dana pihak ketiga 38,195 2,18% 1.48,8
Pembiayaan 38,201 2,96% 1.289,8
2.3.1 Berdirinya Bank Syariah di Indonesia
Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain
dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank
akan selalu berkaitan dengan masalah uang yang merupakan barang
dagangan utamanya.
27
Kegiatan dan usaha bank akan selalu berkait dengan komoditas antara
lain:
Pemindahan uang
Menerima dan membayaran kembali uang dalam rekening
Koran
Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat surat
berharga lainnya
Membeli dan menjual surat-surat berharga
Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang
Memberi kredit dan
Memberi jaminan kredit
Gagasan untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sebenarnya
sudah muncul sejak pertengahan tahun 1970an. Ini dibicarakan pada
seminar nasional hubungan Indonesia Timur Tengah pada 1974 dan pada
tahun 1975 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh
Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakat (LSIK) dan Yayasan Bhineka
Tunggal Ika.
Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini:
1) Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil
belum diatur, dank arena itu tidak sejalan dengan UU Pokok
Perbankan yang berlaku Yakni UU No 14/1967
28
2) Konsep bank syaiah dari segi politis berkonotasi ideologis,
merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep Negara
Islam dank arena itu tidak dikehendaki pemerintah.
3) Masih dipertanyakan siapa yang bersidia menaruh modal
dalam ventura semacam itu sementara pendirian bank baru
dari Timur Tengah masih dicegah, antara lainpembatasan
bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsi oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemeritah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan danan kepada bank ini dan pada periode 1999-2002
dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998
tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu
bank Muamalat Indonesia, Bank syariah mandiri dan bank mega syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah
19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara
Indonesia (Persero), Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan Bank Swasta
Nasional: Bank Tabungan Pensionan Nasional. Sistem syariah juga telah
29
digunakan oleh Bank Pengkreditan rakyat, saat ini telah berkembang 105
BPR Syari’ah.
2.3.2 Pendukung Pengembangan Perbankan Syariah
Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia didukung
secara inensif oleh tiga lembaga yaitu BI, Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Kmite Akuntansi Syariah-
Ikatan akuntan Indonesia (KAS-IAI).
a. Bank Indonesia.
Bank Indonesia merupakan regulator bagi
pekembangan seluruh bank umum dan BPR di Indonesia,
temasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah
mengupayakan adanya payung hukum bagi berkembangnya
bank syariah di Indonesia, yaitu dengna masuknya istilah
prinsip syariah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan. Selanjutnya, BI mengupayakan berbagai
upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi
bank syariah serta untuk mengembangkan pangsa bank
syariah.
Gambar 2. 3. Bank Indonesia
30
b. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia dan
Dewan Pengawas Syariah.
Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian
dari MUI yang membuat ftwa erkait produk keuangan
syariah. DSN memiliki tugas dan kewenagnan sebagai berikut
1. Memberikan atau mencabut rekomendasinama-nama yang
akan duduk sebagai anggota DPS pada suatu lembaga
keuangan syariah
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jaa keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang tleah diterapkan.
Gambar 2.3.1.Majelis Ulama Indonesia
31
c. Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-
IAI)
Komite Akuntansi Syariah (KAS) merupakan Komite
yang dibentuk oleh IAI untuk merumuskan standar akuntansi
syariah.
Gambar 2.3.2. Ikatan Akuntan Indonesia
2.4 Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
32
menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya.
Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu
bertahan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia
pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan
daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil
dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang
sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-
bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati krisis
yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat
dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan
tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk
menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan
mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis
untuk merealisasikannya.
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam
kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka
33
Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan
yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem
perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi
dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi
sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip
bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi
yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang
beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi
alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan
berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan
antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara
kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah
disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan
mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung
stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan
34
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka
menengah-panjang.
2.4.1 Perkembangan Keuangan Syari’ah
Sebagai pengawas industri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan akan
terus mencermati perubahan-perubahan lingkungan dan situasi
perekonomian yang dapat berpengaruh terhadap kondisi industri dan sistem
keuangan nasional, termasuk terhadap perbankan dan keuangan syariah.
Selama 2013, meski diwarnai perlambatan pertumbuhan ekonomi dan
pelemahan kinerja pasar keuangan serta proses transisi pengalihan
pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK, secara umum
perkembangan keuangan syariah maupun pengaturan serta pengawasan
industri keuangan syariah termasuk perbankan syariah tetap berjalan
dengan baik.
Sepanjang 2013 ketahanan sistem keuangan, khususnya perbankan
relatif terjaga meskipun kinerjanya sedikit menurun seiring perlambatan
pertumbuhan ekonomi. Ekspansi kredit perbankan nasional mencapai
21,4% (yoy) atau sedikit melambat dari tahun 2012 sebesar 23,1% (yoy),
antara lain karena dampak kenaikan inflasi dan penerapan kebijakan Loan
To value (LTV) pada kredit konsumsi. Meski demikian, kinerja
intermediasi masih positif tercermin dari peningkatan kontribusi kredit ke
sektor produktif, sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan
35
tercatat menurun dari 15,8% (yoy) pada 2012 menjadi 13,6% (yoy) di
2013.
Sejalan kondisi industri perbankan nasional, perlambatan pertumbuhan
ekonomi juga mempengaruhi laju pertumbuhan perbankan syariah.
Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan
syariah tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset
perbankan secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah secara
keseluruhan dengan memasukkan BPRS terhadap industri perbankan
nasional meningkat dari 4,61% menjadi 4,93%.
Pasar modal syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik,
selain terdapat peningkatan market share pasar modal syariah yang
tercermin antara lain dari jumlah saham syariah pada 2013 yang meningkat
sebesar 2,79% dibanding jumlah saham syariah tahun sebelumnya, juga
terdapat peningkatan jumlah saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah
(DES) dibanding periode sebelumnya. Peningkatan juga terjadi pada akhir
2013 atas nilai kapitalisasi pasar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
dan mengalami peningkatan sebesar 4,35% jika dibandingkan kapitalisasi
pasar saham ISSI pada akhir Desember 2012.
Industri keuangan Non Bank (IKNB) Syariah yang diawasi oleh OJK
meliputi Perusahaan Perasuransian Syariah, Dana Pensiun Syariah,
Lembaga Pembiayaan Syariah dan Lembaga Jasa Keuangan Syariah
36
Lainnya. Untuk sektor dana pensiun, secara legalitas kelembagaan saat ini
belum terdapat entitas dana pensiun syariah. Namun demikian, OJK saat ini
sedang mempersiapkan konsep pengaturan dan pengembangan dana
pensiun syariah.
Lebih jauh, selain terus melakukan upaya sosialisasi dan edukasi
masyarakat bersama lembaga terkait dan publik, kerjasama domestik dan
internasional juga terus berjalan. Aktivitas pengembangan industri
keuangan syariah dilakukan bersama-sama dengan lembaga khusus terkait
keuangan dan perbankan syariah seperti DSN, asosiasi industri, asosiasi
profesi dan lembaga terkait lainnya.
Berkenaan dengan prospek keuangan syariah ke depan, diharapkan
kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian tidak
begitu banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan syariah domestik.
Perbankan dan keuangan syariah Indonesia diyakini masih bertumbuh dan
prospektif, tercermin dari pengembangan pasar yang masih besar di dalam
negeri. Selain itu, optimisme dunia internasional terhadap keuangan syariah
Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini tampak dari penilaian Ernst & Young
dalam World Islamic Banking.
Competitives Report 2013-2014 maupun UKs Global Islamic Finance
Report 2013 bahwa keuangan syariah Indonesia adalah termasuk kedalam
rapid growth market dan dynamic market, serta telah menjadi reference
37
pengembangan keuangan syariah maupun berpotensi sebagai salah satu
pendorong keuangan syariah dunia
2.4.2 Langkah Strategis Pengembangan Perbankan Syariah
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di
upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk
membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah
bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan
respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan No. 10
tahun 1998. Undang-undang pengganti UU No.7 tahun 1992 tersebut
mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari’ah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif.
Penelitian jenis deskriptif dipilih karena penelitian yang akan dilakukan bertujuan
untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang mendasari keputusan
mahasiswa dalam memilih Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
YARSI.
3.2. Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan meliputi dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan dua
38
cara. Pertama, data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner melakukan
wawancara langsung dengan para responden. Kedua, data sekunder diperoleh dengan
menyalin data yang berasal dari Universitas YARSI dan lembaga - lembaga terkait
lainnya.
3.2.1. Data Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dalam makalah ini
dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata,
bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui
berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya
wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau
observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan
(transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang
diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka
atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat
diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan
matematika atau statistika.
3.3. Rancangan Penelitian
39
Secara garis besar, proses - proses dalam makalah ini terdiri dari beberapa
tahap antara studi kepustakaan, penyusunan desain penelitan, penyusunan instrument
penelitian, pangambilan data sekunder dan primer, pengolahan data dan analisa data.
BAB VI
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Setelah kita menelusuri secara singkat perkembangan perbankan syari’ah yang
dilakukan oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
meskipun kosa kata fiqih islam tidak mengenal kata “bank”, tetapi sesungguhnya
bukti-bukti perkembangan perbankan syari’ah telah dipraktikkan umat muslim,
bahkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw.
4.2. Saran
40
Praktik-praktik fungsi perbankan syari’ah ini tentunya berkembang secara
berangsur-angsur dan mengalami kemajuan dan kemunduran di masa-masa tertentu,
seiring dengan naik-turunnya peradaban umat Muslim. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa konsep bank bukanlah suatu konsep yang asing bagi umat Muslim,
sehingga proses ijtihad untuk merumuskan konsep bank modern yang sesuai dengan
syari’ah tidak perlu dimulai dari nol. Jadi, upaya ijtihad yang dilakukan insya
ALLAH akan menjadi lebih mudah.
41