Download - Anestesi Spinal Lapsus
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi yang aman, ekonomis dan
dapat dipercaya serta sering digunakan pada tindakan anestesi sehari-hari.Tehnik ini
telah digunakan secara luas untuk memberikan anestesia, terutama untuk operasi pada
daerah di bawah umbilicus. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam
tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,
menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan
menjaga jalan nafas, serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang
minimal.
Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok perifer.
Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi, obstetri dan
anggota tubuh bagian bawah operasi abdomenbagian bawah. Spinal anestesi,
diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam
praktek klinis. Operasi seksio sesaria memerlukan anestesi yang efektif yaitu regional
(epidural atau tulang belakang) atauanestesi umum. Dengan epidural anestesi, obat
anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di sekitar tulang belakang ibu, sedangkan
dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi disuntikkan sebagai dosis tunggal ke dalam
tulang belakang ibu. Dengan dua jenis anestesi regional ini ibu terjaga dalam proses
persalinan,tetapi mati rasadari pinggang kebawah. Dengan anestesi umum, ibu tidak
sadar dalam proses persalinan dan obat anestesi yang digunakan dapat mempengaruhi
seluruh tubuhnya serta bayi yang akan dilahirkan (Shah, 2002).
Teknik anestesi pada umumnya dibagi atas teknik anestesi general dan anestesi
regional.Anestesi general bekerja menekan aksis hipotalamus pituitari adrenal
sedangkan anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan
menekan saraf otonom eferenke adrenal. Umumnya pada tindakan seksio sesarea
dilakukan teknik anestesi regional.Anestesi regional yang dilakukan pada pasien
1
obstetric adalah dengan teknik blok paraservikal, blok epidural, blok sub arakhnoid,
dan blok kaudal. Anestesi spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam
tindakan seksio sesarea. Alasan pemilihan anestesi spinal karena rendahnya efek
samping terhadap neonatus akan obat depresan, pengurangan risiko terjadinya
aspirasi pulmonal pada maternal, kesadaran ibu akan lahirnya bayi, dan yang paling
penting adalah pemberian opioid secara spinal dalam rangka penyembuhan nyeri
pasca operasi(Morgan,2006)
2
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anastesi Spinal
Anestesi spinal atau blok subarachnoid adalah salah satu teknik regional
anestesi dengan cara menyuntikkan obat anestetik local secara langsung ke dalam
cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid pada regio lumbal di bawah lumbal
2 dan pada regio sakralis di atas vertebra sakralis 1 untuk menimbulkan. Anestesi
regional (RA) dan anestesi umum (GA) adalah teknik anestesi yang umumnya
digunakan untuk operasi caesar (CS), keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Ini penting untuk menjelaskan apa jenis anestesi yang lebihmujarab.Anestesi regional
dibandingkan dengan anestesi umum untuk operasi caesar. Operasi caesar dilakukan
ketika seorangbayi dilahirkan melalui sayatan di perutibu dan dinding rahim. Hal ini
membutuhkan anestesi yang efektif, biasanya dengan regional (epidural atau tulang
belakang) atau anestesi umum. Dengan dua jenis anestesi regional, ibu terjaga untuk
kelahiran tetapi mati rasa dari pinggang ke bawah.
Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar untuk kelahiran dengan anestesi
mempengaruhi seluruh tubuhnya.Serta sebagai perempuan memiliki pandangan
mengenai apakah mereka mungkin ingin terjaga atau tertidur untuk kelahiran caesar,
penting untuk mengetahui keseimbangan manfaat dan efek samping dari berbagai
jenis anestesi. Tinjauan pustaka ini berusaha untuk menilai manfaat dan kerugian
anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum. Ada beberapa keuntungan
yang disukai pada anestesi umum, misalnya, mual dan muntah kurang. Ada juga
beberapa kentungan yang disukai pada regional anestesi, misalnya, kehilangan darah
kurang dan kurang menggigil. Karena ada cukup bukti tentang manfaat dan efek
samping, perempuan yang paling mungkin untuk memilih anestesi untuk operasi
caesar, tergantung pada apakah mereka ingin terjaga atau tertidurselama kelahiran.
Operasi caesar mengacu pada prosedur dimana bayi dilahirkan melalui sayatan pada
3
dinding perut dan rahim ibu. Hal ini sering menyelamatkan nyawa dan bertujuan
untuk menjaga kesehatan dari ibu dan bayinya. Meskipun operasi telah menjadi
sangat aman selama bertahun tahun,masih berhubungan dengan ibuyang lebih besar
mortalitas dan morbiditas (Enkin 2000; Aula 1999).
Risiko kematian ibu dengan operasi caesar adalah empat kali yang terkait
dengan semua jenis kelahiran vagina,yang adalah 1 per 10.000 kelahiran (Enkin
2000). Hal ini diketahui bahwa ada risiko lebih besar pernapasan neonatal distress
with caesar dibandingkan persalinan vagina, tanpa memperhatikan usia kehamilan
(Enkin2000). Hal ini telah digambarkan sebagai ringan dan sementara (Danforth
1985),operasi caesar biasanya dianggap aman untuk janin. Operasi caesar sering
digambarkan sebagai pilihan (ketika direncanakan) atau keadaan darurat. Jenis
anestesi yang digunakan dan perawatan yang diberikan merupakan faktor penentu
penting dari hasil operasi caesar (Andersen 1987; Enkin 2000). Regional dan umum
anestesi biasanya digunakan untuk operasi caesar dankeduanya memiliki kelebihan
dan kekurangan (Spielman 1985), Mengingat manfaat dan risiko dari teknik yang
berbeda, penting untuk menjelaskanapa jenis anestesi yang lebih manjur yang
berkaitan dengan ibu dan bayi dengan berbagai indikasi untuk operasi caesar.
2.2 Anatomi Dalam Spinal Anestesi
Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebre, yaitu 7 vertebra servikalis, 12
vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral dan 4 vertebra coccygeus.
Disatukan oleh ligamentum vertebralis membentuk kanalis spinalis dimana medulla
spinalis terdapat didalamnya.Kanalis spinalis terisi oleh medulla spinalis dan
meningen, jaringan lemak, dan pleksus venosus.Sebagian besar vertebra memiliki
corpus vertebra, 2 pedikel dan 2 lamina.
Untuk menjaga dan mempertahankan medulla spinalis seluruh vertebra dilapisi
oleh beberapa ligamentum. Tiga ligamentum yang akan dilalui pada prosedur spinal
anestesi teknik midline adalah ligamentuim supraspinosum, ligamentum
interspinosum dan ligamentum flavum.2,3 Ligamentum interspinosum bersifat
4
elastis, pada L3-4, panjangnya sekitar 6 mm dan pada posisi fleksi maksimal menjadi
12 mm.
Ligamentum flavum merupakan ligamentum terkuat dan tebal, diservikal
tebalnya sekitar 1,5-3 mm, thorakal 3-6 mm, sedangkan daerah lumbal sekitar 5-6
mm. Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter, arakhnoid,
dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu; ruang epidural, sudural dan
subarachnoid. Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan
piameter.Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis, dan cairan
serebrospinal.Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas,
yaitu ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arakhnoid.Ruang
epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh durameter dan
ligamentum flavum.Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L1
atau L2 pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada level L3.
2.3 Indikasi Anastesi Spinal
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi
dengan anestesia umum ringan
2.4 Indikasi Kontra Absolut
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesi.
2.5 Indikasi Kontra Relatif
1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronis
2.6 Persiapan Anastesi Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk anastesi spinal seperti persiapan pada anestesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
mislanya ada kelainan anatomi tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini :
1. Informed consent (izin dari pasien)
Kita tdak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-
lainnya
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time), dan PTT (partial
thromboplastine time)
6
2.7 Peralatan Anastesi Spinal
1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter) dan EKG
2. Peralatan resusitasi/anesthesia umum
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, Quinke-
Babcock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point, Whitecare)
Quinke-Babcock pencil point, Whitecare
2.8 Teknik Anastesi Spinal
Posisi duduk atau tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi
tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan
posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkankan menyebarnya obat.
7
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain
ialah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan temapt tusukan misalnya L2-L3,
L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap
medulla spinalis.
8
3. Sterilkan tempat penusukan dengan betadin atau alcohol.
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.
5. Cara tusukan medial atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau
25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G,
dianjurkan menggunakan penuntun jarum (intoducer), yaitu jarum suntik biasa
semprit 10 cc. Tusukan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kea rah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mendrinnya ke dalam lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel
mengarah ke atas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca-spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan
obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada
posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90o biasanya likuor
keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6
cm.
9
2.9 Anastetik Lokal Untuk Analgesia Spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37°C ialah 1.003-1.008.
Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anestetik local
dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.Anestetik local dengan
berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.Anestetik lokal yang sering
digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik local
dengan dekstrosa.Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh
dengan mencampur dengan air injeksi.
2.10 Penyebaran Anestetik Local Tergantung:
a. Faktor utama
1. Berat jenis anestetika local (barisitas)
2. Posisi pasien (kecuali isobarik)
3. Dosis dan volum anestetik local (kecuali isobarik)
b. Faktor tambahan
1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intraabdominal
2.11 Lama Kerja Anestetik Lokal Tergantung
a. Jenis anestetik lokal
b. Besarnya dosis
c. Ada tidaknya vasokonstriktor
d. Besarnya penyebaran anestetika local
10
2.12 Komplikasi Tindakan Anastesi Spinal
a. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
d. Trauma pembuluh darah
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi, atau spinal total
2.13 Penilaian Pasca Anestesi
Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola di kamar pulih atau
unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat bangun dari anesthesia secara bertahap,
tanpa keluhan dan mulus.Kenyataannya sering dijumpai hal - hal yang tidak
menyenangkan akibat stress pasca operasi atau pasca anesthesia yang berupa
gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual - muntah,
menggigil dan kadang - kadang perdarahan.Selama di unit perawatan pasca anestesi
pasien dilakukan monitoring terhadap bromage score, berupa kemampuan gerakan
pasien pasca sadar dari anastesi regional. Apabila Bromage score ≤ 2, maka pasien
boleh dipindahkan.
Kriteria nilai :
a. Gerakan penuh dari tungkai, 0
b. Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat mengangkat kaki, 1
11
c. Tidak mampu fleksi lutut atau tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih
dapat menekuk lutut, 2
d. Tidak mampu fleksi pergelangan kaki, 3
Keterangan :
Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau perawatan pasca anestesi jika score ≤ 2
2.14 Preload Ringer Laktat
Preloading adalah pemberian cairan 20 menit sebelum dilakukan anestesi
spinal. Preload dengan volume 1 – 2 liter cairan intravena, pasien dibebani dengan
500 – 1000 ml cairan kristaloid. Jumlah volume cairan yang diberikan untuk
mencegah hipotensi adalah sekitar 10 – 20 ml/kg BB dalam waktu 10 menit atau 20
menit. Dengan preload volume darah akan meningkat sehingga mengurangi
penurunan darah baik akibat penumpukan darah karena blokade simpatis. Meskipun
digunakan secara luas tetapi penggunaannya harus hati-hati pada pasien dengan
fungsi jantung yang lemah karena ada resiko edema pulmonum dan gagal jantung.
Penurunan tekanan darah dapat dicegah dengan pemberian preloading cairan
kristaloid. Namun hal ini tergantung dari waktu pemberian cairan tersebut. Hal ini
disebabkan oleh karena waktu paruh kristaloid yang pendek, dimana saat mulai
terjadinya hipotensi, kristaloid sudah mulai berdifusi ke ruang interstisial, sehingga
tidak dapat mempertahankan venous return dan curah jantung.berbeda dengan
pemberian kristaloid saat dilakukan anestesi spinal, ternyata cara ini lebih efektif
dalam menurunkan insidensi terjadinya hipotensi, karena dengan cara ini kristalod
masih dapat memberikan volume intravaskular tambahan untuk mempertahankan
venous return dan curah jantung.
12
BAB III
PEMBAHASAN
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. S
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Banten, Plaju
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 221566
Ruangan : 3B Kebidanan
Masuk RS : 15 Agustus 2013
Diagnosa Pra bedah : G1P0A0 hamil aterm jth preskep dengan KPSW
Tindakan : Seksio Sesarea
2. Anamnesa
a. Penderita MRS RS. Muhammadiyah Palembang pada Kamis, 15 Agustus
2013
b. Datang dari ruang rawat kebidanan dengan keluhan nyeri perut merasa ingin
melahirkan.
c. HPHT : November 2012
d. Mengaku G1P0A0
e. Batuk, pilek, demam, pusing disangkal
f. Riwayat aswa, hipertensi dan DM tidak ada
g. Penderita telah puasa persiapan op sejak pukul 00.00 WIB.
13
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, tampak sakit ringan
b. BB : 60 kg
c. Vital Sign :
- HR : 82 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler
- RR : 20 x/menit, reguler
- TD : 120/90 mmHg
- Temp. : 36,40C
d. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephali, conj. palpebra anemis (-), sclera ikterik (-),
pupil isokor, refleks cahaya +/+, M I
Leher : Pembesaran KGB (-),TMD ≥ 6,5 cm
Thorax
Inspeksi : Simetris, retraksi (-), pelebaran sela iga (-), venektasi (-),
napas spontan, thoraco-abdominal
Palpasi : Stem fremitus +/+ normal
Perkusi : Sonor, batas paru hepar ICS VI
Auskultasi : Vesikuler nomal, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Trill (-)
Perkusi : Batas jantung kiri : melebar hingga mid axilla anterior
Auskultasi : Suara jantung murni, suara tambahan (-), reguler
Abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),
massa (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : BU (+) normal
14
Ekstremitas
Inspeksi : Pucat (-), ikterik (-), sianosis (-)
Palpasi : Akral hangat
4. Pemeriksaan obstetric
Status reproduksi : Haid teratur.
Riwayat ANC : 3x ANC
Tinggi fundus uteri (TFU) : 34 cm
DJJ : 120 x/menit
G1P0A0 (39 minggu)
5. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Hb : 10,5gr/dl
WBC : 8700
LED : 32 mm/jam
Difcount : 1/0/0/61/29/10
Gol. Darah : O
BT : 11’
CT : 2’
6. Kesimpulan
Status fisik ASA I
Assesment : Rencana regional anestesia
Saran :Informed consent
15
7. Penatalaksanaan Anestesia
a. Premedikasi : Ondansentron 4 mg IV
b. Teknik anestesia : Regional anestesia
c. Induksi : Bucain 2 mg
d. Pemeliharaan : O2
e. Obat-obatan :
1. Induxin 2 ml Drip
2. Pospargin 1 ml Drip
3. Midazolam 3 mg IV
4. Asam Traneksamat 10 ml IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis hamil G1P0A0 hamil aterm jth preskep
dengan KPSWyang akan dilakukan persalinan dengan tindakan seksio sesarea dengan
status fisik ASA I.
Penggunaan regional anestesia dengan teknik spinal anastesi adalah untuk
kenyamanan pasien karena pada saat operasi diharapkan agar pasien tetap terjaga
selama proses operasi sehingga ikatan antara ibu dan bayi tetap berlangsung hingga
bayi dilahirkan.
Pada pasien ini, sebagai premedikasi diberikan Ondansentron4 mg/kgBB IV
dengan tujuan sebagai anti muntah karena pada saat operasi berlangsung bagian
abdomen akan banyak mengalami eksplorasi dengan berbagai tindakan yang akan
merangsang nervus vagus sehingga akan menimbulkan rasa mual dan keinginan
untuk muntah.
Premedikasi adalah pemberian obat 1 – 2 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya
sebagai berikut (Latief dkk., 2010).
16
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancarkan induksi anestesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Minimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi cairan lambung, dan
8. Mengurangi refleks yang membahayakan (Latief dkk., 2010).
Kemudian, dilanjutkan dengan pemberian induksi berupa Bucain 2 mg /kgBB
dengan memasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid untuk
menghasilkan blok spinal.
Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar. Induksi anestesia dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,
intramuskular atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia lansung
dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai
(Latief dkk., 2010).
Post op, pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien
dilakukan monitoring terhadap bromage score, berupa kemampuan gerakan pasien
pasca sadar dari anastesi regional. Apabila Bromage score ≤ , maka pasien boleh
dipindahkan.
Pada pasien ini nilai Aldrete score dan Bromage scorenya baik, maka pasien
boleh dipindahkan.
Untuk maintaince cairan, pada pasien ini memerlukan 2 x BB dimana pasien ini
BB 60 kg, maka maintaince yang diperlukan sekitar 120 ml dengan pengganti cairan
stess operasi yaitu maintaince x 6sekitar 720 ml, dan besar cairan pengganti puasa,
yaitu maintaince x 8 sekitar 960 ml.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anestesi umum mengacu pada hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri
terkait dengan hilangnya kesadaran yang dihasilkan oleh intravena atau anestesi
inhalasi agen. Untuk operasi caesar, ini melibatkan penggunaan thiopentone untuk
induksi, intubasi trakea difasilitasi oleh suksametonium ventilasi, tekanan positif pada
paru-paru dengan campuran oksida atau oksigen oxide plus agen yang mudah
menguap, dan relaksan otot. Resiko tersebut meliputi aspirasi isi perut, kesadaran
prosedur bedah, gagal intubasi, dan pernapasan masalah bagi ibu dan bayi. Ketika
dilengkapi dengan halogenasi agen volatil, anestesi umum juga telah dikaitkan
dengan risiko lebih besar kehilangan darah ibu dibandingkan dengan anestesi regional
anestesi. Namun, adalah prosedur yang lebih cepat dan sering diberikan pilihan dalam
kasus-kasus dimana kecepatan adalah penting.
Anestesi regional mengacu pada penggunaan solusi anestesi lokal untuk
menghasilkan anestesi regional terbatas dari hilangnya sensasi. Jenis regional anestesi
yang digunakan untuk operasi caesar yaitu, tulang belakang (subaraknoid) dan
epidural (ekstradural), anestesi melibatkan infiltrasi agen anestesi lokal, biasanya
bupivakain, ke lingkungan dari sumsum tulang belakang melalui punggung bawah
wanita itu. Dengan spinal anestesi, obat ini disuntikkan langsung ke dalam ruang
subaraknoid sementara, dengan epidural, itu disuntikkan melalui kateter yang telah
diperkenalkan ke dalam ekstradural ruang. Spinal dan epidural anestesi menyebabkan
penurunan substansial dari tekanan darah ibu, yang dapat mempengaruhi ibu dan
janin, dan mungkin berbahaya ketika telah ada komplikasi perdarahan.
Hal itu juga kontraindikasi pada wanita dengan gangguan koagulasi
(pembekuan) sejak penyisipan blok dapat menimbulkan pendarahan. Hal tersebut
dapat menyebabkan post-dural tensionheadache meskipun insiden dari ini sekarang
18
berkurang dengan penggunaan jarum khusus. Keuntungan dari anestesi regional
termasuk pengurangan insiden komplikasi anestesi yang berhubungan dengan ikatan
antara ibu dan bayi baru lahir, karena ibu terjaga selama prosedur. Secara khusus
spinal dan epidural anestesi adalah serupa dalam profil safety patient dengan
beberapa perbedaan. Spinal anestesi memiliki onset cepat aksi dan memerlukan obat
lebih sedikit, tetapi lebih menyebabkan hipotensi dibandingkan anestesi epidural.
Alasan untuk tren ini telah dikaitkan dengan fakta bahwa angka kematian ibu
dengan anestesi regional anestesi telah berkurang terus selama beberapa tahun
sedangkan anestesi umum tetap sama, dan lebih mengakrabkan antara ahli anestesi
dengan pasien. Efek pada neonatus kurang jelas dengan beberapa studi yang
menunjukkan ada perbedaan bahwa hasil neonatal lebih baik dengan anestesi regional
dibandingkan dengan anestesi umum. Sebagian besar penelitian yang melaporkan
tidak ada perbedaan adalah mereka dilakukan pada wanita yang menjalani operasi
elektif sementara mereka dilakukan pada keadaan darurat cenderung melaporkan
positif perbedaan dalam hasil neonatal dengan anestesi regional dibandingkan dengan
umum.
19
DAFTAR PUSTAKA
Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, M.R. 2010. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, Indonesia
Morgan, GE., Mikhail, M.S., Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology 4thedition.
USA: Lange Medical Books
Shah A, Bhatia PK, Tulsiani KL. Post dural puncture headache in Caesarean Section
– A comparative study using 25G Quincke, 27G Quincke and 27G Whitacre
needle. Dalam : Indian Journal of Anaesthesiology, 456,2002,hal:373-7.
20