ANESTESI LOKAL PADA RAHANG
DENGAN SISTEM INJEKSI COMPUTER-CONTROLLED
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
demi mendapat gelar sebagai Sarjana Kedokteran Gigi
pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin Makassar
Oleh :
NURHAIDA LAMLANTO
J 111 06 101
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
Praktik kedokteran gigi modern tidak dapat dilakukan tanpa aplikasi
anestesi lokal. Dokter gigi memiliki berbagai perangkat dan prosedur yang
memadai untuk pencapaian anestesi lokal. Namun, hal tersebut masih merupakan
sebuah paradoks dimana prosedur anestesi lokal dapat bekerja tanpa rasa sakit di
mulut tetapi juga dapat menyebabkan pasien kurang nyaman dan ketakutan.
Pemicu utama rangsangan ketakutan pada anak-anak dan pada pasien secara
umum adalah injeksi anestesi.1
Kenyamanan merupakan hal yang penting dalam pemilihan teknik yang
tepat untuk mengontrol rasa sakit pada pasien yang membutuhkan perawatan gigi.
Sebagaimana aspek lain dalam kedokteran gigi, keputusan klinis didasarkan pada
pengetahuan dan pengalaman. Umumnya sebelum perawatan, pasien diberikan
anestesi lokal oleh dokter gigi sebagai perlindungan utama sedangkan pasien yang
memerlukan anestesi umum dirujuk ke rumah sakit. Namun, ada beberapa pasien
yang memiliki riwayat medis dirawat di rumah sakit tetap memerlukan anestesi
lokal. Sebagai prosedur utama dan rumah sakit, pasien juga memerlukan teknik
sedasi sadar.2
Pada penggunaan umum, hilangnya rasa sakit yang terlokalisir disebut
‘anestesi lokal’, bukan analgesia lokal, yang akan lebih akurat. Kata ‘anestesi’
berarti hilangnya semua sensasi termasuk sentuhan, tekanan, temperatur dan rasa
sakit.2
2
Teknik-teknik anestesi lokal yang umumnya digunakan terdiri atas
anestesi topikal, anestesi infiltrasi dan anestesi blok. Anestesi topikal diperoleh
melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah kulit maupun membran
mukosa yang dapat dipenetrasi untuk membaalkan ujung-ujung saraf superfisial.
Pada anestesi infiltrasi, larutan didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf
dan akan terinfiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan
menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf
tersebut. Pada anestesi blok, larutan didepositkan di dekat batang saraf yang akan
melalui pemblokiran semua impuls, menimbulkan anestesi pada daerah yang
disuplai oleh saraf tersebut.3
Pengalaman injeksi yang menyakitkan saat pengaplikasian anestesi
menyebabkan pasien takut ke dokter gigi. Teknik-teknik anestesi lokal memang
dapat menghilangkan rasa nyeri tetapi saat mengaplikasikannya terasa sakit.
Namun rasa sakit itu hanyalah sementara. Setelah agen anestetikum bekerja, rasa
sakit pun hilang. Itupun memerlukan keahlian dan keterampilan operator yang
memadai.
Untuk pelayanan yang lebih baik, maka diperlukan kenyamanan yang
dapat mengatasi rasa sakit pada aplikasi anestesi lokal. Dengan kemajuan
teknologi yang semakin pesat, dewasa ini telah berkembang teknik anestesi lokal
yang menggunakan sistem injeksi computer-controlled.
The wand (Milestone Scientific) merupakan sistem computer-controlled
pertama dalam kedokteran gigi. Perangkat ini sangat akurat dalam mengontrol
laju dan tekanan aliran, sehingga menghasilkan pengalaman injeksi yang lebih
3
nyaman, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah penelitian klinis yang dilakukan
pada jaringan mukosa palatal. Injeksi larutan diaktifkan dengan foot controlled
rheostat. Sistem ini mengakomodasi cartridge dental anestesi yang dihubungkan
dengan tabung mikro sekali pakai, ringan, pemegangnya seperti pena dengan
standar medis pemasangan jarum Luer-Lok. Pegangan Pen grasp pada handpiece
memungkinkan operator mencapai kontrol sentuhan yang halus dari jarum.
Perputaran dari handpiece selama insersi jarum mengurangi defleksi jarum yang
lebih akurat. 4
Sistem the Wand dapat digunakan dengan aman untuk anestesi yang
spesifik, termasuk injeksi tekanan PDL. Penjelasan terbaru, anestesi blok anterior
middle superior alveolar (AMSA) dapat dihasilkan dengan injeksi computer-
controlled dengan larutan 0.6 sampai 0.8 ml ke bagian palatal dari gigi premolar
pertama dan kedua. Teknik ini pada kenyataannya dapat menganestesi nervus
alveolaris superior anterior dan medialis yang mempersyarafi gigi-gigi tersebut.
Definisi injeksi terbaru yang kedua, anestesi blok palatal-approach anterior
superior alveolar (P-ASA) telah diketahui juga menggunakan perangkat ini.
Teknik ini dapat menganestesi gigi anterior maxilaris secara bilateral dengan
sekali injeksi palatal pada kanal nasopalatinal. Injeksi palatal dapat dilakukan
dengan tingkat ketidaknyamanan yang minimal dengan menggunakan teknologi
computer-controlled.4
Oleh karena itu dalam skripsi ini akan dijelaskan mengenai teknik anestesi
lokal yang menggunakan sistem injeksi computer-controlled.
4
BAB II
ANATOMI
II.1 Nervus Maxillaris
Nervus maxillaris merupakan cabang kedua dari N. trigeminus. Bersifat
sensibel dan melayani kulit bagian medial wajah, palpebra inferior, sisi hidung
dan labium superius, juga mempersarafi nasopharynx, palatum molle, tonsilla,
atap cavitas oris, gingiva superior dan dentes. Berjalan horizontal ke arah rostral
dan berada pada dinding lateral sinus cavernosus, selanjutnya berjalan melalui
foramen rotundum meninggalkan cavitas crania. Dari sini saraf tersebut berjalan
menyilang fossa pterygoidea, masuk ke dalam orbita melalui fissur orbitalis
inferior. Berada di dalam sulkus infraorbitalis sebagai nervus infraorbitalis, keluar
melalui foramen infraorbitalis, mempersarafi kulit pada wajah bagian medial.5
5
Gambar 2.1. Nervus maxillaris dan percabangannya.Sumber : : http://www.boddunan.com. Accessed at Nov 3rd 2009.
Percabangan nervus maxillaris : 5
a. Di dalam cavitas cranii, yakni nervus meningius medius.
b. Di dalam fossa pterygopalatina ada cabang-cabang, sebagai berikut
1) Nervus zygomatica (nervus orbitalis), berjalan melalui fissur orbitalis
inferior masuk ke dalam orbita, bercabang dua membentuk ramus
zygomaticotemporalis dan ramus zygomaticofasialis.
2) Nervus pterygopalatini, yaitu dua buah saraf pendek yang bergabung
dengan ganglion pterygopalatini.
3) Rami orbitalis yang menuju ke orbita dengan melewati fissur orbitalis
inferior, mempersarafi periosteum.
4) Nervus palatinus major (nervus palatinus anterior), berjalan melalui
canalis pterygopalatinus menembusi palatum durum dengan melewati
foramen palatinum majus, dan membentuk beberapa percabangan, salah
satu cabang yang terpanjang berjalan ke anterior sampai sejauh gigi
incisivus; mempersarafi gingiva dan mukosa pada palatum durum serta
bagian dari palatum molle yang berdekatan.
5) Rami nasalis posterior superior, berjalan melalui foramen
sphenopalatinum masuk ke dalam pars posterior cavitas nasi, melayani
mukosa concha nasalis superior dan medius, dan pars posterior septum
nasi.
6) Ramus pharyngeus (nervus pterygopalatinus), meninggalkan ganglion
pterygopalatina (ganglion sphenopalatina) dari bagian posterior, menuju
ke nasopharynx.
6
7) Rami alveolaris superior posterior, yang dipercabangkan sebelum saraf
induk masuk ke dalam fissur infraorbitalis, mempersarafi mukosa sinus
maxillaris dan gigi molar atas.
c. Di dalam canalis infraorbitalis terdapat cabang-cabang :
1) Ramus alveolaris superior medius, dipercabangkan di bagian posterior
canalis infraorbitalis, berjalan ke arah caudo-anterior pada dinding lateral
sinus maxillaris, mempersarafi kedua gigi premolar. Membentuk plexus
dentalis superior bersama-sama dengan ramus alveolaris superior posterior
dan ramus alveolaris superior anterior.
2) Ramus alveolaris superior, dipercabangkan sebelum saraf induk
meninggalkan foramen infraorbital, menuju ke dinding anterior sinus
maxillaris, mempersarafi gigi caninus dan incisivus.
3) Nervus infraorbitalis, keluar dari foramen infraorbital, memberi
percabangan untuk wajah, seperti rami palpebra inferior, rami nasali
externii, dan rami labialis superior (membentuk plexus infraorbitalis
bersama-sama dengan cabang-cabang dari nervus fasialis).
II.2 Nervus Mandibularis
Nervus mandibularis merupakan cabang ketiga dari nervus trigeminus dan
terbesar daripada kedua cabang lainnya. Cabang ini dinamakan “mixed nerve”,
oleh karena mempunyai radiks sensibel (portio major) dan radiks motoris (portio
minor). Meninggalkan cavitas crania melalui foramen oval, berada di sebelah
lateral ganglion opticum. Komponen sensibel mempersarafi kulit pada region
7
temporalis, auricular, meatus austicus externus, pipi, labium inferius, dan bagian
inferior wajah, membran mukosa pipi, lingua, cellulae ethmoidalis, gingiva dan
gigi rahang bawah, mandibula dan articulation stemporomandibularis; sebagian
dari durameter dan cranium. Komponen motoris mempersarafi otot-otot mastikasi,
musculus mylohyoideus, musculus digastricus venter anterior, musculus tendos
veli palatine dan musculus tensor tympani. 5
Percabangan dari nervus mandibularis : 5
1. Ramus meningeus (nervus spinosus), berjalan melalui foramen spinosum,
masuk ke dalam cavitas crania, mempersarafi durameter dan cellulae
mastoideus.
8
Gambar 2.2. Nervus mandibularis dan percabangannya.Sumber : : http://www.answers.com. Accessed at Nov 3rd 2009.
2. Nervus pterygoideus medialis, berjalan menembusi ganglion oticum, berada
pada facies profunda m. pterygoideus medialis, member cabang untuk m.
tensor veli palatine dan m. tensor tympani.
3. Nervus massetericus, berjalan ke lateral di cranialis m. pterygoideus lateralis
menyilang m. messeter dan masuk ke dalam otot ini dekat dengan origonya.
4. Nervi temporalis profundi biasanya berjumlah dua, yakni n. temporalis
profundus anterior dan n. temporalis profundus posterior.
5. Nervus pterygoideus lateralis, yang memasuki m. pterygoideus lateralis dari
sebelah profundus.
6. Nervus bucalis, berjalan di antara kedua caput m. pterygoideus lateralis
sampai pada permukaannya, mengikuti atau menembusi pars inferior m.
temporalis; mengadakan anastomose dengan ramus buccalis nervi fasialis,
mempersarafi kulit pipi pada daerah tersebut.
7. Nervus auriculotemporalis, biasanya ada dua cabang yang bersatu setelah
melingkari a. meningea media dekat pada foramen spinosum. Berjalan ke arah
posterior pada permukaan profundus m. pterygoideus lateralis, mengikuti sisi
medial collum mandibulae, lalu mengikuti arteria temporalis superfisialis,
berada di antara auricular dan processus condyloideus mandibulae, ditutupi
oleh glandula parotis. Member percabangan yang berjalan ke anterior mulai
dari bagian dorsal collum mandibulae, dan bergabung dengan nervus fasialis
di dalam glandula parotis pada tepi posterior m. masseter. Mengandung
komponen sensibel dan berjalan bersama-sama dengan ramus zygomaticus,
ramus buccalis dan ramus mandibularis nervi fasialis, mempersarafi kulit di
9
daerah tersebut. Serabut-serabut dari ganglion oticum bergabung dengan n.
auriculotemporalis dekat pada pangkalnya. Mengandung serabut
postganglioner parasympatis, yang mana serabut postganglioner untuk
ganglion tersebut berasal dari nervus glossopharyngeus; mempersarafi
glandula parotis sebagai serabut secremotoris.
8. Nervus lingualis, pada mulanya berada di sebelah profunda m. pterygoideus
lateralis, lalu berjalan parallel di sebelah anterior nervus alveolaris inferior.
Menerima chorda tympani, berjalan di antara m. pterygoideus lateralis dan
mandibularis, selanjutnya menyilang m. comstrictor pharyngis superior dan m.
styloglossus, mencapai sisi lingua. Berada di antara m. hyoglossus dan fasies
profundus glandula submandibularis, melingkari ductus submandibularis
menuju ke apeks lingua. Chorda tympani sebagai cabang dari nervus fasialis
bergabung dengan nervus lingualis dengan membentuk sudut lancip, kira-kira
1-2 cm di sebelah caudal foramen ovale, mengandung serabut sensoris bagi
2/3 bagian anterior lingua dan serabut secretoris (preganglioner
parasympathis) untuk glandula submandibularis.
9. Nervus alveolaris inferior, berjalan bersama-sama dengan arteria alveolaris
inferior. Pada umumnya berada di sebelah profunda m. pterygoideus lateralis,
lalu berjalan di antara ligamentum sphenomandibulare dan ramus mandibulae
menuju ke foramen mandibular, berjalan di dalam canalis mendibularis
sampai pada foramen mentale, dan member dua buah cabang terminal, yakni
ramus incisivus dan nervus mentalis.
10
BAB III
ANESTESI LOKAL KONVENSIONAL
III.1 Anestesi Infiltrasi
Anestesi infiltrasi merupakan teknik anestesi lokal paling sering digunakan
pada maxilaris. Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan pada permukaan
supraperiosteal yang berhubungan dengan periosteum bukal dan labial.6
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan
terinfiltrasi sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan
efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Teknik
infiltrasi dapat dibagi menjadi :3
1. Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membran mukosa.
Walaupun tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering
digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan
molar bawah atau operasi jaringan lunak.
11
Gambar 3.1 Suntikan submukosa, suntikan supraperiosteal, suntikan subperiosteal, suntikan interdental papilla, dan suntikan peridental.Sumber : www.studentals.net/stu/t8830.html Accessed at Des 10th 2009
2. Suntikan supraperiosteal
Pada beberapa daerah seperti maksila, bidang kortikal bagian luar dari tulang
alveolar biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vaskular yang kecil.
Pada daerah-daerah ini bila larutan anestesi didepositkan di luar periosteum,
larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum, bidang kortikal, dan tulang
medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat
diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan
supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada
kedokteran gigi dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.
3. Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang
kortikal. Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sangat sakit.
Karena itu, suntikan hanya digunakan bila tidak ada alternatif lain atau bila
anestesi superfisial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini
biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal
gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun biasanya pada situasi ini
lebih sering digunakan suntikan intraligament.
4. Suntikan intraoseous
Seperti terlihat dari namanya, pada teknik ini larutan di depositkan pada tulang
medularis. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur
tulang dan jarum yang di desain khusus untuk tujuan tersebut. Setelah
suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil
melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk
12
mendapat jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat
lubang melalui bidang kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah
dipilih. Lubang harus terletak di dekat apeks gigi pada posisi sedemikian rupa
sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi.
13
Jarum yang pendek dengan hub yang panjang diinsersikan melalui lubang dan
diteruskan ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang
medularis dari tulang. Jumlah larutan tersebut biasanya cukup untuk sebagian
besar prosedur perawatan gigi. Teknik suntikan intraoseous akan memberikan
efek anestesi yang baik pada pulpa disertai dengan gangguan sensasi jaringan
lunak yang minimal. Walaupun demikian, biasanya tulang alveolar akan
terkena trauma dan cenderung terjadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang tepat
pada tahap ini merupakan keharusan. Pada prakteknya, dewasa ini sudah
dipasarkan larutan anestesi yang efektif dan penggunaan suntikan
intraligamentum atau ligamentum periodontal sudah mengurangi perlunya
suntikan intraoseous dan karena itu, teknik suntikan intraoseous sudah makin
jarang digunakan.
5. Suntikan intraseptal
14
Gambar 3.2a Menganestesi gingival attachment. 3.2b perforasi plat kortikal. 3.2c menginsersi jarum suntik dan menginjeksi.Sumber : www.fice.com/course/FDE0010/c12/p03.htm Accessed at Des 10th 2009
3.2a
3.2b 3.2c
Merupakan versi modifikasi dari teknik intraoseous yang kadang-kadang
digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan
dipasang geligi tiruan immediet serta bila teknik supraperiosteal tidak
mungkin digunakan. Jarum 27 gauge diinsersikan pada tulang lunak di crest
alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang
medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anestesi. Teknik ini
hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superfisial.
6. Suntikan intraligament
Teknik ini makin popular sejak 1980-an dan dewasa ini dianggap sebagai
teknik pembantu untuk teknik yang lebih canggih. Teknik ini umumnya
menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27 gauge atau
syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut. Teknik ini mempunyai
15
Gambar 3.3 suntikan intraseptal (modifikasi suntikan intraosseous)Sumber : www.cda.org/.../journal/jour1099/anesthes.html Accessed at Des 10th 2009
beberapa manfaat. Efeknya yang terbatas dimungkinkan dilakukannya
perawatan pada satu gigi dan membantu perawatan pada kuadran mulut yang
berbeda. Suntikan ini juga tidak terlalu sakit bagi pasien yang umumnya tidak
menyukai “rasa bengkak” yang sering menyertai anestesi lokal. Suntikan ini
juga dapat menghindari terjadinya baal pada lidah, pipi dan jaringan lunak
lainnya, jadi mengurangi resiko “trauma” pada bibi dan lidah yang baal dan
tidak menimbulkan rasa kurang enak bagi pasien sehingga ia dapat makan,
minum dan berbicara secara normal. Efeknya yang terlokalisir membuat
teknik ini dapat digunakan sebagai suntikan diagnostik untuk mengidentifikasi
sumber sakit.
16
Gambar 3.4 suntikan intraligament (suntikan ke ruang intraligament)Sumber : www.dentaleconomics.com/display_article/34560Accessed at Des 10th 2009
III.2 Anestesi Blok
III.2.1Anestesi Blok pada Maxillaris
1. Anestesi Blok Nervus Infraorbital
Nervus infraorbital merupakan salah satu cabang terminal dari divisi
maxillaris nervus trigeminus. Nervus ini mempersarafi kulit pipi, kulit dan
mukosa dari bibir atas dan bagian hidung. Nervus alveolar superior anterior
(ASA) memisahkan nervus infraorbital dalam kanal infraorbital sekitar 5 mm
sebelum foramen infraorbital. Nervus ASA menyalurkan sensasi ke gigi incisivus
atas dan gigi caninus dan kadang-kadang ke premolar dan jaringan periodontium
bagian bukal, gingival dan mukosa serta tulang yang berhubungan dengan gigi-
gigi ini. Nervus MSA mempersafari pulpa dan jaringan yang bersebelahan dari
gigi premolar maxillaris dengan akar mesiobukal dari molar pertama. Teknik
infiltrasi maupun blok dapat menganestesi cabang terminal dari nervus ASA dan
MSA. Teknik anestesi blok nervus infraorbital bergantung pada deposisi anestesi
lokal ke dalam foramen infraorbital yang memungkinkan larutan anestesi
berdifusi di sepanjang kanal infraorbitalis dan di sekitar tulang untuk mencapai
nervus ASA dan MSA.4
Injeksi infraorbital diindikasikan jika peradangan dan infeksi merupakan
kontraindikasi penggunaan anestesi infiltrasi di bagian anterior maxillaris, jika
akan dilakukan pembukaan pada sinus maxillaris.6
Untuk keperluan bedah mulut, injeksi ini dapat diberikan untuk
menghindari penyuntikan ke dalam jaringan inflamasi di daerah gigi incisivus dan
17
kaninus, tetapi dapat juga mencapai anestesi yang lebih mendalam untuk lesi yang
lebih besar seperti kista.7
18
Gambar 3.5. Lokasi nervus infraorbitalisSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Gambar 3.6. Jarum diarah sejajar dengan long axis gigi dan diinsersikan pada puncak mucobukal fold di atas premolar pertama.Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :4
1. Sebaiknya menggunakan jarum panjang (35mm) tidak kurang dari 27
gauge.
2. Mintalah pasien untuk membuka mulut sedikit.
3. Menarik bibir atas dengan ibu jari tangan kiri.
4. Gunakan jari telunjuk untuk meraba foramen infraorbital secara ektraoral.
Letakkan jari telunjuk di titik injeksi.
5. Mengarahkan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris di antara gigi
premolar.
6. Arahkan jarum sejajar akar gigi premolar menghadap foramen infraorbital
sampai berkontak dengan tulang, sekitar 15 sampai 20 mm.
7. Jarum ditarik sedikit, jika apsirasi negatif , suntikkan secara perlahan-
lahan 1,5 ml larutan anestesi.
2. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Medial
Anestesi blok nervus alveolar superior medial digunakan pada prosedur
dimana gigi premolar maxillaris atau akar mesiobukal dari molar pertama yang
memerlukan anestesi. Meskipun tidak selalu digunakan, teknik ini berguna
apabila anestesi blok nervus alveolar superior posterior atau anterior atau anestesi
infiltrasi supraperiosteal mengalami kegagalan untuk mencapai anestesi yang
adekuat. Kontraindikasi anestesi ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah
suntikan atau prosedur yang hanya melibatkan satu gigi dimana anestesi yang
19
adekuat dapat diperoleh dengan anestesi infiltrasi. Teknik ini menggunakan jarum
25 atau 27 gauge.8
20
Gambar 3.7. Lokasi nervus alveolar superior medialSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Gambar 3.8. Jarum diinsersi ke puncak mucobukal fold di atas premolar kedua maxillaris.Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Identifikasi puncak mukobukal fold di atas gigi premolar kedua maxillaris
yang akan menjadi titik tusukan. Operator berdiri di arah antara pukul Sembilan
dan sepuluh sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah antara pukul dua
dan tiga. Menarik pipi dengan alat retraksi dan menginsersi jarum sampai ujung
jarum berada di atas apeks dari gigi premolar kedua. Lakukan aspirasi dan
depositkan larutan anestesi dua pertiga cartridge secara perlahan-lahan selama
satu menit. Pelaksanaan teknik mengalami kesuksesan apabila menganestesi
daerah pulpa gigi jaringan lunak dan tulang disekitar gigi premolar pertama dan
kedua dan akar mesiobukal gigi molar pertama.
3. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Superior Posterior
Nervus alveolar superior posterior merupakan percabangan dari divisi
maxillaris dari nervus trigeminus. Yang merupakan bagian utama fossa
pterygopalatinal, melewati inferior sepanjang dinding posterior maxillaris, dan
masuk ke tulang sekitar satu cm ke superior dan posterior gigi molar ketiga.
Nervus PSA mempersarafi gingival bagian bukal, jaringan periodontium, dan
alveolus yang berhubungan dengan gigi molar atas. Nervus ini mempersarafi
pulpa dari semua gigi molar atas dengan kemungkinan pengecualian pulpa
mesiobukal dari molar pertama, yang dipersarafi oleh nervus alveolar superior
medial (MSA) pada sebagian besar individu.4
Anestesi blok ini dimaksudkan untuk menganestesi nervus alveolar
superior posterior menembus aspek posterolateral dari tuberositas maxillaris
21
sebelum mencapai tulang. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara
daerah suntikan dengan plexus venous pterygoid di bawah dan di atas dan dapat
dengan mudah dimasuki jarum.7
Injeksi blok nervus PSA dilakukan di daerah yang sangat vaskular,
sehingga pembentukan hematoma sering terjadi, terutama ketika jarum masuk
lebih dari 15 mm. Perdarahan segera dapat dikontrol oleh tekanan, tetapi setelah
injeksi, trismus dapat berlangsung selama berminggu-minggu. Terapi antibiotik
harus diresepkan jika hematoma membesar.4
22
Gambar 3.9. Lokasi nervus alveolar superior posteriorSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik : 4
1. Gunakan jarum yang pendek atau panjang, tidak kurang dari 27 gauge.
2. Instruksikan pasien untuk sedikit membuka mulut, dan gerakkan
mandibula ke arah daerah injeksi.
3. Retraksi bibir dan pipi dengan ibu jari atau jari telunjuk dari tangan kiri.
4. Insersikan jarum pada puncak sulkus bukal maxillaris ke bagian distal dari
molar kedua.
5. Masukkan jarum ke posterior, superior, dan medial (dengan sudut 45o dari
dataran oklusal) sampai kedalaman 15 mm.
6. Lakukan aspirasi.
7. Injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.
23
Gambar 3.10. Jarum diinsersikan di atas mukobukal fold di atas molar kedua maxillaris dengan sudut 45o ke arah superior, medial dan posterior. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
4. Anestesi Blok Nervus Palatinal
Anestesi blok nervus palatinal berguna ketika perawatan diperlukan pada
aspek palatal dari gigi premolar dan molar maxillaris. Nervus palatinal keluar dari
kanal dan menuju ke depan antara tulang dan jaringan lunak palatal.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi di daerah suntikan.
Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 atau 27 gauge.8
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator berdiri di arah jarum jam
pukul delapan sedangkan operator yang kidal berdiri di arah jarum jam pukul
empat. Gunakan kapas, cari foramen palatinal dengan menempatkan kapas pada
jaringan palatal sekitar 1 cm di medial diantara gigi molar kedua dan ketiga.
24
Gambar 3.11. Lokasi nervus palatinalSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Daerah di sekitar satu atau dua millimeter di sebelah anterior foramen
merupakan titik tusukan. Gunakan kapas, berikan tekanan ke daerah foramen
sampai percabangan jaringan. Arah jarum suntik tegak lurus terhadap daerah
suntikan hingga satu sampai dua millimeter dari anterior foramen. Sambil
menjaga tekanan pada foramen, suntikkan larutan anestesi volume kecil sehingga
jarum masuk ke jaringan sampai berkontak dengan tulang. Jaringan akan pucat di
sekitar daerah suntikan.
Kedalaman penetrasi biasanya lebih dari beberapa millimeter. Sekali
berkontak dengan tulang, lakukan aspirasi dan injeksikan larutan anestesi
sebanyak seperempat cartridge (0.45 cc). Resistensi deposisi larutan anestesi
secara normal dapat dirasakan operator. Teknik ini menganestesi mukosa palatal
25
Gambar 3.12. Daerah insersi untuk anestesi blok nervus palatinal satu cm dari median diantara molar kedua dan ketiga maxillaris. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
dan palatum keras dari premolar pertama aspek anterior ke posterior dari palatum
keras ke garis tengah medial.
5. Anestesi Blok Nervus Nasopalatinal
Anestesi blok nervus nasopalatinal, yang juga dikenal sebagai anestesi
blok incisivum dan anestesi blok sphenopalatinal, menganestesi nervus
nasopalatinal secara bilateral. Teknik ini mendepositkan larutan di area foramen
incisivum. Teknik diindikasikan ketika perawatan memerlukan anestesi aspek
lingual dari beberapa gigi anterior. Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau
27 gauge.8
26
Gambar 3.13. Lokasi nervus nasopalatinalSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi terlentang dengan dagu miring ke atas untuk
memperlihatkan daerah yang akan dianestesi. Operator harus berdiri di arah jarum
jam pukul Sembilan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah jarum
jam pukul tiga. Mengidentifikasi papilla incisivum. Daerah lateral secara langsung
ke papilla incisivum merupakan daerah injeksi. Dengan kapas, tahan tekanan di
atas papilla incisivum. Menginsersi jarum arah lateral ke papilla dengan bevel
berlawanan jaringan.
Masukkan jarum secara perlahan-lahan ke foramen incisivum sambil
mendepositkan sedikit larutan anestesi dan mempertahankan tekanan pada papilla.
Setelah berkontak dengan tulang, retraksi jarum sekitar satu millimeter, lakukan
aspirasi, dan suntikkan seperempat cartridge (0.45cc) dari larutan anestesi selama
27
Gambar 3.14. Insersi arah lateral ke foramen incisivum untuk memblok nervus nasopalatinal. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
tiga puluh detik. Keseimbangan jaringan sekitar dan pengendapan larutan anestesi
adalah normal. Anestesi akan diberikan ke jaringan lunak dan keras dari aspek
lingual gigi anterior dari distal dari gigi kaninus pada satu sisi ke sisi distal dari
gigi kaninus di sisi yang berlawanan.
6. Anestesi Blok Nervus Maxillaris
Ada Tiga teknik yang digunakan untuk memblokir nervus maxillaris, salah
satunya secara ekstraoral dan dua teknik secara intraoral. Teknik ekstraoral jarang
digunakan dalam praktik klinis kedokteran gigi.4
Secara intraoral, ada dua teknik untuk memblok nervus maxillaris yaitu
pada tuberositas (mirip dengan anestesi blok nervus alveolar superior posterior)
dan kanal palatinal. Meskipun sulit diprediksi dan cenderung menimbulkan
komplikasi, prosedur pada tuberositas lebih mudah. Tujuan teknik ini secara
langsung untuk mengarahkan jarum ke superior, medial, dan posterior sepanjang
permukaan permukaan zygomatikum dan infratemporal dari maksilla masuk ke
fossa pterygopalatinal. Dengan kedalaman 24 sampai 44 mm.4
Injeksi intraoral maxillaris dilakukan dengan jarum terpasang dengan hub
melengkung karena suntikan ini dapat dilakukan dengan mudah dengan jarum
bersudut daripada dengan jarum lurus, khususnya jika ingin mencapai fisur
sphenomaxillaris. Setelah pipi diretraksi, jarum diinsersi tinggi di mukobukal fold
pada permukaan posterior yang cekung dari zigomatikum yang berlawanan
dengan molar ketiga. yang merupakan lanjutan yang miring ke atas, ke dalam, dan
sedikit ke belakang sampai 3 cm, yang berkontak dengan tulang. Dua milliliter
28
dari larutan diinjeksikan. Selama 12 menit, daerah infraorbital dari wajah,
termasuk bagian hidung dan sebagian bibir atas, menjadi mati rasa. Jika palatum
mati rasa, ini merupakan tanda larutan anestesi telah terpenetrasi ke ganglion
sphenopalatinal. Dengan demikian sebagian maxillaris dapat teranestesi, termasuk
sinus maxilaris. Jika palatum tidak mati rasa, dilakukan injeksi tambahan pada
palatinal anterior dan foramen incisivum jika anestesi pada seluruh bagian
maxillaris diinginkan.9
Injeksi maxillaris ekstraoral lebih baik daripada secara intraoral karena
secara intraoral, bibir dan pipi diretraksi, sehingga dapat saja terpotong dan
memar. Selain itu, jarum diinsersi ke dalam permukaan yang steril. Anatomi
landmark untuk insersi jarum ditemukan dengan meraba pinggiran superior dari
lengkung zigomatikum ke tempat dimana terbentuk sudut siku-siku dengan tepi
superior dari orbit. Sudut ini disebut sudut zygomatikum. Dari titik ini garis
29
Gambar 3.15 Blok nervus maxillarisSumber : www.sfar.org/ca97/html/ca97_016/97_16.htm Accessed at Nov 3rd 2009
vertikal ditarik ke bawah 0.5 cm di bawah tepi inferior zygomatikum, yang
merupakan tempat insersi jarum.9
Setelah kulit steril dan siap, jarum diinsersi dengan gigi-geligi beroklusi.
Beberapa tetes dari larutan anestesi dinjeksikan ke bawah kulit, kemudian jarum
melewati pipi secara vertikal menuju otot bucinator dengan kedalaman 2 sampai 3
cm, selanjutnya berkontak dengan tulang. Sekarang jarum diarahkan sedikit lebih
ke belakang melewati dinding posterior dari maxillaris. Setelah jarum dimasukkan
2 cm lagi, pengendapan tulang kembali terasa, permukaan anterior menjadi lebih
lebar dari sphenoid di bawah foramen rotundum. Jarum telah masuk sedalam 5
cm, ditandai dengan karet disk. Dua millimeter larutan anestesi diinjeksikan, dan
gejala anestesi akan dirasakan seperti yang digambarkan dalam teknik intraoral.
Perlu dicatat bahwa dengan metode okular mengakibatkan gangguan seperti
diplopia, kelopak mata melemah, dan dilatasi dari pupil yang terjadi dalam jangka
waktu pendek dan beberapa pasien mengalami gangguan anestesi pada palatum
lunaknya.9
III.2.2 Anestesi Blok pada Mandibularis
1. Anestesi Blok Nervus Alveolaris Inferior
Anestesi blok nervus alveolar inferior merupakan salah satu teknik yang
paling umum pada anestesi blok mandibula. Teknik ini sangat berguna ketika
beberapa gigi dalam satu kuadran memerlukan perawatan. Target teknik ini
adalah nervus mandibular yang berjalan ke medial ramus, yang masuk ke foramen
30
mandibular. Nervus lingual, mental, dan incisivum juga teranestesi. Teknik ini
menggunakan jarum panjang 25 gauge. 8
31
Gambar 3.16. Lokasi nervus alveolar inferiorSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Gambar 3.17. Setelah berkontak dengan tulang, jarum di arahkan ke posterior dengan syringe sejajar dataran oklusal, jarum kemudian masuk ke kuarter ketiga.Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik direct. Ketika melakukan teknik anestesi blok nervus alveolar
mandibula pada orang dewasa, jarum panjang (35mm) tidak lebih kecil dari 27
gauge yang mesti digunakan. Jarum panjang dianjurkan karena penetrasinya
sampai 25 mm mungkin diperlukan, jarum tidak diinsersi sampai hub untuk
menghindari patah jarum. Penting untuk mengoreksi “landmarking” dan dan
melakukan tekniknya secara berurutan.4
Injeksi ini akan menganestesi nervus alveolar inferior dan memblok
nervus lingual. Jika membutuhkan anestesi lingual, jarum ditarik setengah dan
aspirasi diulangi. Jika aspirasi negatif, larutan pada cartridge diinjeksi pada titik
ini, dan jarum kemudian ditarik.4
32
Gambar 3.18. Lokasi nervus lingualis yang dianestesi pada blok nervus alveolar inferiorSumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik direct :4
1. Letakkan ibu jari pada fossa retromolar, raba coronoid notch pada batas
anterior ramus.
2. Letakkan jari telunjuk pada batas posterior ramus di tempat yang sama dengan
ibu jari.
3. Beritahu pasien untuk membuka mulut dengan lebar.
4. Insersi jarum ke dalam mulut secara menyilang terhadap gigi premolar
mandibula dari sisi yang berlawanan sejajar dengan dataran oklusal.
5. Tempatkan titik penetrasi dengan visualisasi bentuk V dari batas anterior
ramus mandibula pada aspek lateral dan raphe pterygomandibular secara
medial. Ramus diraba dan raphe muncul.
6. Penetrasi bentuk V dengan imajinasi pertengahan diantara setengah ibu jari.
Masukkan jarum sampai berkontak dengan tulang, biasanya dengan
kedalaman 20 sampai 30 mm.
7. Setelah mencapai tulang, tarik jarum sedikit (supraperiosteal) dan aspirasi.
8. Jika aspirasi negatif, injeksikan sekitar 1.5 ml larutan anestesi.
Teknik indirect. Teknik anestesi blok nervus alveolar inferior indirect
dapat digunakan pada awal atau dapat digunakan sebagai alternatif jika teknik
direct gagal. Teknik indirect mengatasi masalah kontak ridge internal oblique
mandibula, tetapi pergerakan jarum diperlukan dalam posisi yang benar. Orientasi
pasien, membuka mulut, posisi tangan kiri operator dan peralatan sama saja
dengan teknik direct. Titik penetrasi mukosa juga sama, pertengahan antara ramus
dan raphe pterygomandibular pada titik tengah ibu jari dokter gigi. Syringe
33
diarahkan secara intraoral sepanjang dataran oklusal dari gigi premolar dan molar
pada daerah yang akan diinjeksi. Setelah penetrasi mukosa, jarum disuntikkan 10
mm ke dalam jaringan. Syringe kemudian berayun di atas gigi premolar yang
berlawanan sisi, kemudian metode selanjutnya seperti yang dijelaskan pada teknik
direct.4
2. Anestesi Blok Nervus Incisivum
Anestesi blok nervus incisivum jarang digunakan dalam praktik klinik
meskipun sangat berguna pada perawatan yang terbatas pada gigi anterior
mandibular dan tidak membutuhkan efek anestesi pada seluruh kuadran. Teknik
ini hampir mirip dengan anestesi blok nervus mentale dengan satu langkah
tambahan. Nervus mentale dan incisivum dianestesi dengan teknik ini.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi akut dan infeksi pada daerah injeksi.
Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge.8
Teknik :4
1. Mintalah pasien membuka sebagian mulut, atau ditutup selama injeksi.
2. Lebih baik menggunakan jarum pendek 27 atau 30 gauge.
3. Jarum langsung dari belakang apeks premolar kedua.
4. Jarum berkontak dengan tulang, lalu tarik jarum sedikit.
5. Setelah aspirasi, injeksikan 1.5 ml larutan anestesi secara perlahan-lahan.
6. Jangan memasukan jarum ke foramen mentale, karena dapat melukai nervus.
34
3. Anestesi Blok Nervus Mentale
Anestesi blok nervus mentale diindikasikan untuk prosedur yang
berhubungan dengan jaringan lunak bukal anterior ke foramen mentale.
Kontraindikasi teknik ini yaitu inflamasi dan infeksi akut pada daerah injeksi.
Teknik ini menggunakan jarum pendek 25 atau 27 gauge.8
Injeksi ini jarang digunakan karena bagian yang teranestesi lebih efektif
dianestesi dengan injeksi pterygomandibular. Lokasi dan ukuran foramen mentale
bervariasi, kadang-kadang terdapat dua foramen mentale. Injeksi ini secara
intraoral diantara dan sedikit di bawah dua premolar.9
35
Gambar 3.19. Lokasi nervus mentale dan incisivum. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Pasien harus dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di
arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator yang kidal harus berdiri di arah
jarum jam pukul empat. Daerah injeksi terletak di puncak mukobukal fold di atas
foramen mentale. Foramen dapat diraba secara manual dengan tekanan jari di
daerah mandibula bagian premolar. Pasien akan merasa sedikit tidak nyaman
akibat palpasi ke foramen. Gunakan instrumen retraksi untuk meretraksi jaringan
lunak. Jarum diarahkan ke foramen mentale dengan bevel menghadap tulang.
Menembus jaringan lunak dengan kedalaman lima millimeter, aspirasi dan injeksi
sekitar 0.6cc larutan anestesi. Pelaksanaan teknik ini dikatakan sukses apabila
menghasilkan anestesi jaringan lunak bukal anterior ke foramen, bibir bawah dan
dagu pada daerah injeksi.
36
Gambar 3.20. Insersi jarum pada mukobukal fold di atas foramen mentale untuk blok nervus mentale dan incisivum. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
4. Anestesi Blok Nervus Buccal
Anestesi blok nervus bukal, atau dikenal dengan anestesi blok bukal
panjang atau buccinators, merupakan tambahan yang berguna pada anestesi blok
nervus alveolar inferior ketika dilakukan manipulasi dari jaringan lunak bukal di
regio molar mandibula. Titik target teknik ini adalah nervus bukal yang melalui
ramus dibagian anterior. Kontraindikasi prosedur ini yaitu inflamasi dan infeksi
akut pada daerah injeksi. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge.8
Nervus buccinators diblok pada titik tranversal batas anterior ramus. Yang
muncul dari dalam prosessus coronoid dari mandibula dan melintasi ramus
setinggi molar atas dalam posisi mulut terbuka. Daerah injeksi terbaik pada tinggi
ini dan masuk ke dalam jaringan yang menutupi tepi anterior coronoid. Sekitar
satu ml larutan anestesi diinjeksikan. Efek anestesi dicapai setelah 5 menit.9
37
Gambar 3.21. Lokasi nervus bukal. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :8
Pasien berada dalam posisi setengah terlentang. Operator harus berdiri di
arah jarum jam pukul delapan sedangkan operator kidal harus berdiri di arah
jarum jam pukul empat. Mencari sisi yang paling distal gigi molar pada sisi yang
dirawat. Jaringan di bagian distal dan bukal di gigi molar terakhir merupakan
daerah injeksi. Menggunakan instrument retraksi untuk meretraksi pipi. Bevel
jarum menghadap tulang dan syringe di arahkan sejajar bidang oklusal pada
daerah injeksi. Jarum diinsersi ke dalam jaringan lunak dan beberapa tetes larutan
anestesi disuntikkan. Jarum dimasukkan sekitar satu atau dua millimeter sampai
berkontak dengan tulang. Setelah berkontak dengan tulang dan aspirasi negatif,
0.2 cc larutan anestesi lokal didepositkan. Jarum ditarik dan ditutup kembali.
Pelaksanaan anestesi dikatakan sukses apabila menghasilkan efek anestesi pada
jaringan lunak bukal dari daerah molar mandibula.
38
Gambar 3.22. Jaringan distal dan bukal dari gigi molar terakhir merupakan targen daerah injeksi. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
5. Anestesi Blok Vazirani-Akinosi Closed-Mouth
Anestesi blok nervus mandibula Vazirani-Akinosi closed mouth
merupakan teknik yang berguna untuk pasien yang sulit membuka mulut seperti
trismus atau ankylosis temporomandibular joint. Kesulitan membuka mulut
merupakan kontraindikasi teknik anestesi blok nervus alveolar inferior dan teknik
Gow-Gates yang membutuhkan pasien membuka mulut secara maksimal.
Keuntungan lainnya dari teknik ini yaitu resiko trauma yang minimal dari nervus
alveolar inferior, arteri, vena dan otot pterygoid, tingkat komplikasi yang rendah
dan ketidaknyamanan yang minimal dari injeksi. Kontraindikasi teknik ini yaitu
inflamasi dan infeksi akut pada ruang pterygomandibular, cacat atau tumor pada
regio tuberositas maxillaris atau ketidakmampuan untuk memvisualisasikan
bagian medial ramus. Teknik ini menggunakan jarum panjang 25 gauge.8
Teknik :6
1. Injeksi ini dilakukan pada mulut tertutup. Posisi pasien meiring 45o dengan
gigi geligi beroklusi. Ibu jari yang bebas digunakan untuk merefleksi pipi
secara lateral dan mengidentifikasi presessus coronoid.
2. Syringe diletakkan sejajar bidang oklusal, dan diposisikan setinggi
mukogingiva yang dekat dengan gigi molar ketiga maxillaris.
3. Jarum diputar searahss mukogingiva dari molar ketiga atas, dan menganestesi
mucosa di medial mandibula.
4. Menjaga syringe tetap sejajar dengan dataral oklusal, diarahkan ke posterior
dan sedikit ke lateral sampai masuk sekitar 1.5 inci (38 mm). Ujung jarum
39
akan masuk ke pertengahan ruang pterygomandibular dan dekat dengan
percabangan utama nervus mandibular.
5. Larutan anestesi didepositkan setelah aspirasi dan jarum kemudian ditarik.
Tanda munculnya efek anestesi akan dimulai setelah 4 sampai 5 menit.
6. Jika jarum terlalu jauh masuk ke medial, nervus tidak akan teranestesi. Perlu
diketahui bahwa dengan teknik ini, struktur posterior akan teranestesi sebelum
struktur anterior. Tanda klasik kram dari bibir bawah akan tertunda.
6. Anestesi Blok Gow-Gates
Teknik ini menggunakan landmark eksternal yang mengarahkan jarum ke
titik tusukan yang lebih tinggi, sehingga menjamin tinggi yang memadai untuk
deposit larutan di atas lingual. Berikut dua landmark ektraoral yang digunakan :6
1. Pertama, dataran diidentifikasi untuk mengarahkan jarum suntik. Dataran ini
memanjang dari batas bawah ke notch telinga melalui commisura bibir.
2. Kedua adalah sebuah titik, tragus telinga, yang mengidentifikasi landmark
yang mengarahkan jarum.
40
41
Gambar 3.23. Pasien membuka mulut secara maksimal. Cusp mesiolingual dari molar kedua maxillaris merupakan titik acuan injeksi.Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Gambar 3.24. Jarum kemudian diarahkan ke distal sejajar dengan garis imajinasi notch intertragic ke sudut mulut. Sumber : http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
Teknik :4
1. Mencari daerah anterior dengan mulut terbuka lebar.
2. Kedalaman blok pada orang dewasa sekitar 25 sampai 27 mm.
3. “Landmarking” gigi cenderung tidak penting; titik injeksi sekitar cusp dari
gigi molar kedua maxillaris.
4. Menggunakan garis dari tragal notch ke sudut mulut, membimbing jarum ke
leher condylus.
5. Dengan kepala pasien miring ke belakang dan mulut terbuka lebar, meraba
ridge internal oblique dengan jari telunjuk atau ibu jari.
6. Angulasi dari injeksi ini sejajar dengan pertemuan dua eksternal landmark.
7. Titik tusukan berada diantara raphe pterygomandibula dan ridge internal
oblique, mendekati anterior leher condylar dari kontralateral premolar.
8. Depositkan seluruh larutan cartridge.
9. Mula kerjanya mungkin lebih lambat tetapi efek anestesinya 2 sampai 3 jam.
42
BAB IV
ANESTESI LOKAL
DENGAN SISTEM INJEKSI COMPUTER-CONTROLLED
IV.1 Sejarah
Pemberian anestesi dengan sistem komputerisasi (the Wand) telah
dikembangkan untuk mengatasi kecemasan dan ketakutan yang diakibatkan oleh
pandangan dan sensasi dari sistem injeksi konvensional ; pengelolaan anestetikum
lokal dengan volume dan laju aliran yang konsisten dan terkendali, sangat efektif,
sehingga menghasilkan injeksi yang nyaman. The wand (Milestone Scientific)
merupakan sistem computer-controlled pertama dalam kedokteran gigi. Perangkat
ini sangat akurat dalam mengontrol laju dan tekanan aliran, sehingga
menghasilkan pengalaman injeksi yang lebih nyaman, seperti yang ditunjukkan
dalam sebuah penelitian klinis yang dilakukan pada jaringan mukosa palatal.
Pemberian anestesi dengan sistem komputerisasi diperkenalkan pada dunia
kedokteran gigi akhir tahun 1997, sistem pemberian anestetikum terdiri dari satu
unit drive computer-controlled dan sebuah handpiece steril.4,10
The Comfort Control syringe (Dentsply) diperkenalkan dalam dunia
kedokteran gigi pada bulan Februari 2001, yang ditemukan oleh Smith yang
berasal dari London, Ontario, Canada. Yang menawarkan pilihan dari lima
program kecepatan ketika larutan anestesi lokal diinjeksikan. Program ini telah
dikorelasikan dengan standar injeksi kedokteran gigi. Sistem ini menggunakan
unit drive yang diaktifkan yang sesuai dengan standar cartridge dan jarum suntik
43
kedokteran gigi. The comfort control syringe sedikit lebih murah dibandingkan
the Wand, sistem ini telah diakui dan mendukung perkembangan pemberian
anestesi lokal dengan bantuan komputerisasi.4
IV.2 Keuntungan
The Wand efektif untuk semua injeksi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum suntik aspirasi standar yang dapat berfungsi secara otomatis.
The Wand dipegang sepeti memegang pena, yang mungkin lebih praktis
dibandingkan jarum suntik konvensional. Foot pedal mengontrol aspirasi dan
injeksi dari larutan anestesi. Injeksi biasanya memerlukan waktu yang lebih lama
disebabkan penurunan laju aliran larutan anestesi. Aliran anestetikum yang
dikontrol diperkirakan mengurangi rasa sakit, ketakutan dan kecemasan pasien.
Pegangan pen-grasp pada handpiece yang ringan dibentuk untuk memberikan
umpan balik taktil yang maksimal, ketelitian, dan kemudahan bagi operator serta
kenyamanan bagi pasien. 10,11
IV.3 Armamentarium
Perangkat ini sangat akurat dalam mengontrol laju dan tekanan aliran,
sehingga menghasilkan pengalaman injeksi yang lebih nyaman, seperti yang
ditunjukkan dalam sebuah penelitian klinis yang dilakukan pada jaringan mukosa
palatal. Injeksi larutan diaktifkan dengan foot controlled rheostat. Sistem ini
mengakomodasi cartridge dental anestesi yang dihubungkan dengan tabung mikro
44
sekali pakai, ringan, pemegangnya seperti pena dengan standar medis
pemasangan jarum Luer-Lok. Pegangan Pen grasp pada handpiece
memungkinkan operator mencapai kontrol sentuhan yang halus dari jarum.
Perputaran dari handpiece selama insersi jarum mengurangi defleksi jarum yang
lebih akurat. 4
45
Gambar 4.1. Compudent , sistem injeksi anestesi lokal computer-controlled dan handpiece Wand (Courtesy Milestone Scientific Livingstone, NJ.) Sumber : http:/www.jada.org. Accessed at Nov 3rd 2009.
46
cartridge
Connecting tubing
Needle on holder
Unit pengontrol injeksi (komputerisasi)
Gambar 4.2. Compudent , sistem injeksi anestesi lokal computer-controlled dan handpiece Wand (Courtesy Milestone Scientific Livingstone, NJ.)Sumber : Meechan J.G. Local anaesthesia. J. Oral Surg 2003.
Gambar 4.3. Foot controlSumber : Meechan J.G. Local anaesthesia. J. Oral Surg 2003.
IV.4 Teknik Anestesi
IV.4.1 Anestesi Infiltrasi dan Blok pada Rahang
Anestesi Blok dan Infiltrasi, yang dilakukan dengan sistem injeksi
computer-controlled di maxillaris atau di mandibular, dilakukan dengan cara
konvensional. Untuk anestesi blok alveolar inferior (blok mandibular), handpiece
dipegang dengan modified pen-grasp, dan ibu jari dan jari telunjuk digunakan
untuk memutar-mutar handpiece 180o selama jarum diinsersi. Rotasi dua arah
menegasikan defleksi jarum hingga 5 mm dari daerah target injeksi dan secara
signifikan mengurangi jumlah kesalahan blok mandibular, yang dapat terjadi jika
teknik insersi linear menggunakan jarum tradisional. 10
IV.4.2 Anestesi Blok AMSA (Anterior Middle Superior Alveolar)
Teknik AMSA bergantung pada keberadaan foramen-foramen kecil pada
permukaan palatal maksila. Larutan didepositkan secara perlahan ke pertengahan
mukosa palatal diantara garis tengah dan tepi gingival pertengahan premolar yang
berdifusi melalui foramen ini yang masuk ke ruang cancellous dan kemudian
menganestesi pulpa. Telah diusulkan bahwa teknik ini dapat menganestesi pulpa
dari gigi premolar dan anterior maxilaris. Meskipun telah terbukti terjadi,
kesuksesan teknik ini terbatas dan bervariasi diantara gigi geligi.12
Dengan injeksi AMSA, anestesi pulpa yang mendalam dapat dicapai dari
incisivus sentralis melalui premolar kedua yang sama baiknya pada palatal lunak
sekitar dua menit, dari satu sisi palatal diperlukan sekitar seperempat cartridge
47
dari jumlah yang dibutuhkan pada anestesi konvensional. Teknik ini, menjadikan
pasien merasa nyaman, yaitu nyaman untuk skeling dan root planning, jaringan
lunak palatal, dan prosedur restorasi. 10
Penjelasan terbaru, anestesi blok anterior middle superior alveolar
(AMSA) dapat dihasilkan dengan injeksi computer-controlled dengan larutan 0.6
sampai 0.8 ml ke bagian palatal dari gigi premolar pertama dan kedua. Teknik ini
pada kenyataannya dapat menganestesi nervus alveolaris superior anterior dan
medialis yang mempersyarafi gigi-gigi tersebut.4
48
Gambar 4.4. Posisi jarum selama injeksi blok nervus alveolar superior medial-anterior.Sumber : Meechan J.G. Local anaesthesia. J. Oral Surg 2003.
IV.4.3 Anestesi Blok P-ASA (Palatal-Anterior Superior Alveolar)
Definisi injeksi terbaru yang kedua, anestesi blok palatal-approach
anterior superior alveolar (P-ASA) telah diketahui juga menggunakan perangkat
computer-controlled. Teknik ini dapat menganestesi gigi anterior maxilaris secara
bilateral dengan sekali injeksi palatal pada kanal nasopalatinal. Injeksi palatal
dapat dilakukan dengan tingkat ketidaknyamanan yang minimal dengan
menggunakan teknologi computer-controlled.4
49
Gambar 4.5. Diagram potongan sagital dari nervus alveolar superior. ASA(nervus alveolar superior anterior); MSA(nervus Alveolar superior medial); PSA(nervus alveolar superior posterior)Sumber : Friedman M, Hochman M. the AMSA injection : a new concept for local anaesthesia of maxillary teeth using a computer-controlled injection system. Quintessence Int 1988; 29 : 297-303
Injeksi P-ASA melalui palatal memblok superior anterior, dengan injeksi
lateral ke papilla incisivum. Meskipun produsen menganjurkan penggunaan
teknik pra-tusuk, pada penelitian yang dilakukan Edwin S. Rosenberg (2001)
bahwa anestesi topikal yang dioleskan sebelumnya juga diperkenalkan dalam
sistem handpiece dan jarum ke dalam rongga mulut pasien. 10
Ukuran jarum tiga puluh gauge, yang sangat pendek diposisikan lateral
dengan kemiringan 45o ke papilla incisivum dengan bevel jarum berlawanan
jaringan. Jarum diputar perlahan-lahan masuk ke papilla incisivum dan larutan
anestesi diinjeksikan secara perlahan. Putaran yang perlahan-lahan diteruskan
hingga jarum masuk ke jaringan. Injeksi larutan anestesi yang perlahan-lahan
diteruskan hingga jaringan tampak pucat. Jarum kemudian diarahkan untuk
mendapatkan akses ke kanal nasopalatinal dan masuk secara perlahan-lahan
50
Gambar 4.6. Posisi jarum selama injeksi blok nervus palatal- alveolar superior anterior.
Sumber : Meechan J.G. Local anaesthesia. J. Oral Surg 2003.
hingga mencapai tulang. sistem foot control kemudian dilepas untuk aspirasi.
Tekanan jarum dipertahankan, sehingga terus berkontak dengan tulang, dan
jumlah larutan anestesis yang dibutuhkan dialirkan dengan perlahan-lahan.
Setelah larutan anestesi (antara tiga perempat dan satu cartridge penuh) dialirkan,
foot control dilepas, dan waktu yang dibutuhkan (sekitar 5 detik) untuk tekanan
larutan. Setelah tekanan larutan hilang, jarum dicabut. Jaringan palatal dan facial
nampak pucat, anestesi pulpa biasanya dicapai sekitar 5 menit. Antara tiga
perempat dan satu cartridge penuh untuk durasi anestesi yang memadai,
meskipun dosis yang dibutuhkan bervariasi dari kasus-kasus yang ada. 10
Injeksi P-ASA dilaporkan telah memberikan kenyamanan yang optimal
untuk skeling dan root planning, untuk prosedur jaringan palatum lunak, dan
prosedur restorasi. 10
51
BAB V
SIMPULAN
Pada umumnya, perawatan gigi dan mulut membutuhkan anestesi lokal.
Teknik anestesi lokal yang dilakukan memerlukan keahlian dan keterampilan
operator yang memadai, khususnya pada saat menginjeksikan larutan anestesi.
Semakin cepat aliran larutan saat injeksi semakin pasien akan merasakan sakit dan
ketidaknyamanan. Dengan demikian, injeksi larutan anestesi harus dilakukan
secara perlahan-lahan untuk mengurangi tekanan larutan terhadap jaringan.
Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, dewasa ini telah
berkembang teknik anestesi lokal yang menggunakan sistem injeksi computer-
controlled. Perangkat ini sangat akurat dalam mengontrol laju dan tekanan aliran
sehingga pasien dapat merasa nyaman saat injeksi. Perangkat ini ringan, dan
dipegang dengan pen grasp sehingga memudahkan operator dan lebih akurat
dalam mengurangi defleksi jarum.
Teknik anestesi lokal yang digunakan pada sistem computer-controlled,
anestesi blok dan infiltrasi, sama saja dengan yang digunakan pada teknik anestesi
lokal secara konvensional. Selain itu, dapat juga digunakan dengan aman untuk
anestesi yang spesifik seperti anestesi blok nervus alveolar superior medial-
anterior (AMSA) dan blok nervus palatal-alveolar superior anterior (P-ASA).
Keuntungan sistem injeksi computer-controlled, yaitu mudah dan praktis
digunakan oleh operator, sedangkan bagi pasien, dapat mengatasi rasa sakit,
52
ketidaknyamanan, ketakutan serta kecemasan yang selama ini sering ditimbulkan
oleh injeksi secara konvensional.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilija Skrinjaric. Local and regional anesthesia in pediatric general dentistry. Available at http://nysora.com/ 3089 . Accessed at Nov 3rd 2009.
2. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Master dentistry : Oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. Vol 1. London : Churchill Livingstone, 2003 : 39.
3. Howe GL, Whitehead FIH. Anestesi lokal (Local anaesthesia in dentistry). 3rd ed. Jakarta : Hipokrates, 1992: 56-68.
4. Dionne RA, Phero JC, Becker DE. Management of pain & anxiety in the dental office. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 2002: 183-204.
5. Anonim. Diktat Anatomi colli facialis. Makassar: Bagian Anatomi FK UNHAS, 2007: 31-4.
6. Dym h, Ogle OE. Atlas of minor oral surgery. Philadelpia: W.B. Saunders Company; 2001: 33-7.
7. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of general and oral surgery. London: Churchill Livingstone, 2003: 206.
8. Dubash BD, Hershkin AT, Seider PJ, Casey GM. Oral and maxillofacial regional anaethesia. Available at http://nysora.com/3062. Accessed at 3rd
2009.
9. Thoma KH. Oral Surgery. 4th ed. Saint Louis: The C.V. Mosby Company, 1963: 153-8.
10. Rosenberg ES. A computer-controlled anesthetic delivery system in a periodontal practice: patient satisfication and acceptance. J Esthet Restor Dent 2001; 13: 25-32.
11. Anonim. Local anesthetic delivery system. Available at http://www.jada.org. Accessed at 3rd 2009.
12. Meechan JG. Local anaesthesia. J Oral Surg 2007; 1:3-10.
54