Download - Anema Aplasia
Anemia Aplasia
Anemia aplasia yang bersifat didapat merupakan suatu kelainanan yang
ditandai oleh adanya pansitopenia, yaitu penurunan jumlah sel eritrosit,
netrofil dan keeping darah dalam darah tepi dan penurunan jumlah jarngan
hemopoietik pada sumsum tulang. Tidak ada ditemukan bukti hadirnya
kelainan lain yang memepengaruhi sumsum, seperti leukemia, myeloma,
atau karsinoma. Kelainan ini jarang dijumapai, pravelensinya di Eopa
sekitar 1-3 per 100.000 penduduk.
Etiologi
Sekitar setengah kasus tak dapat ditemukan penyebabnya, kasus-kasus
semacam ini dikenal sebagai anemia aplasia bersifat didapat idiopatik.
Sedangkan pada yang lainnya, aplasia terjadi berkaitan dengan terpapar
terhadap obat-obatan tertentu atau zat-zat kimia, radiasi ionisasi atau virus-
virus tertentu.
Sebagian besar anemia aplasia sekunder merupakan akibat reaksi
idionsikrasi terhadap penggunaan obat-obatan anti reumatik (contohnya
fenilbutason, oksifenbutason, indomestatin, derivat-derivat asam
propionate seperti ibuprofen, atau natrium aurotiomalat), kloramfenikol,
atau trimethoprim-sulfametoksazol (ko-trimoksazol). Beberapa macam
obat lain yang dapat pula mengakibatkan timbulnya kelainan ini adalah
antikonvulsan (fenitoin, troksidon), anti diabetik (klorpropamid dan
tolbutamid), mepakrin, arsen organik, dan kalium perklorat. Benzene
merupakan satu-satunya zat kimia industri yang bila dihirup dalam dosis
yang cukup bias menimbulkan anemia aplasia; trinitrotoluene, insektisida
tertentu, karbon tetraklorida dan lem bias pula menimbulkan aplasia
sumsum.
Anemia aplasia bisa timbul setelh dilarutkan satu dosis radiasi massif
terhadap seluruh tubuh (contohnya selama perledakan bom atom atau
kecelakaann radiasi). Juga pada masa lalu ditemukan sesudah radioterapi
pada penderita dengan ankilosing spondylitis.
Anemia aplasia berat, biasanya dengan prognosis yang jelek, jarang bias
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda 10 minggu setelah infeksi
hepatitis A atau non-A non-B. Aplasia sumsum juga merupakan suatu
komplikasi yang jarang terjadi pada infeksi virus Epstein-Barr.
Limfosit-T pada beberapa penderita dengan anemia aplasia yang bersifat
didapat, secara in vitro menghambat pertumbuhan koloni hemopoietik
sumsum tulang autolog dan alogenik. Penemuan ini, bersama dengan
respons sekitar 50 % penderita terhadap globulin antiilimfosit,
meningkatkan kemungkinan adanya mekanisme autoimun yang berkaitan
dengan etiologi aplasia pada beberapa kasus.
Patogenesis
Pada umumnya terjadinya pansitopenia merupakan akibat darikerusakan
secara luas sel-sel induk hemopoietik multipoten. Kerusakan ini
menimbulkan depresi berat pada tingakat diferensiasi sumsum tulang
menjadi sel-sel progenitor hemopoietik.
Gambaran Klinis
Baik anemia aplasia idiopatik maupun sekunder bias terjadi pada semua
golongan usia. Onset biasanya secara tersembunyi tapi bias pula akut.
Gejala-gejalanya meliputi:
1. Kelemahan, kelelahan, dan nafas pendek karena anemia
2. Manifestasi perdarahan sebagai akibat dari trombositopenia
3. Demam dan infeksi berulang akibat dari neutropenia
Manifestasi perdarhan meliputi epitaksis, perdarahan gusi, menoragia,
perdarahan gastrointestinal dan trraktus urinarius, ekimosis dan petekia.
Beratnya gejala bervariasi tergantung dari berat ringannya sitopenia yang
terjadi. Pada penderita dengan neutropenia berat dan trombositopenia,
infeksi fulminant (contohnya pneumonia) dan perdarahan serebral
merupakan penyebabb umum kematian. Pad anemia aplasia sekunder,
gejala-gejala bias timbul beberapa minggu atau bulan, atau terkadang
beberapa bulan sesudah terputusnya terpapar dengan obat-obatan maupun
zat kimia penyebabnya. Splenomgali jarang terjadi pada anemia aplasia,
dan jika liennya teraba maka perlu dilakukan eksplorasi terhadap
kemungkinana diagnosa alternative
Temuan Hematologis
Terjadi anemia normokromik atau makrositik, biasanya disertai dengan
rendahnya jumlah retikulosit. Jumlah keping darah bervariasi di bawah
100 x 109/ liter dan mungkin pula jauh lebih rendah. Neutropenia dan
monositopenia mungkin pula ditemukan pada taha-tahap tertentu dari
penyakitnya. Pada beberapa penderita dijumpai pula adanya penurunan
jumlah absolut limfosit. Terdapat peningkatan yang banyak dari kadar
eritropoietin dalam serum dan urin.
Fragmen sumsum yang sangat hiposeluler biasanya ditemukan pada
hapusan sumsum, sebagian besar dari kandungan fragmen sumsum terdiri
atas sel-sel lemak. Semua jenis sel-sel hemopoietik, termasuk megakariosit
menurun jumlahnya atau tak ada sama sekali, atau pada anemia aplasia
berat jenis sel yang bias ditemukan adalah sel plasma, limfosit dan
makrofag. Sel-sel eritropoietik residual memliki morfologi yang abnormal.
Meskipun sumsum biasanya bersifat hiposelular, tapi mengandung pula
beberapa focus yang normal atau dengan selularitas yang meningkat.
Dengan demikian meskipun pada penderita dengan anemia aplasia berat,
aspirasi sumsum mungkin menghasilkan fragmen yang normoselular atau
hiperselular. Untuk mendapatkan perkiraan selularitas sumsum yang bias
dipercaya, maka penting untuk melakukan pemeriksaan histologis dari
biopsi trephine krista iliaka. Hal ini tidak hanya memberikan volume
sumsum yang lebih besar untuk penyelidikan dibandingkan hanya dengan
aspirasi tunggal tetapi juga meningkatkan dilakukan deteksi terhadap
fokus sel-sel leukemia, sel-sel myeloma atau sel-sel karsinoma, jika ada.
Beberapa penderita dengan anemia aplasia didapat menghasilkan defek
eritrosit seperti yang dijumpai pada hemoglobinuria paroksimal nocturnal,
tanpa atau dengan hemoglobinuria. Terkadang penderita mengalami
leukemia akut terminal.
Diagnosis
Perlu diperkirakan adanya penyebab lain pada pansitoenia (khususnya
leukemia aleukemik) dan disingkirkan sebelum ditegakkan diagnosis
anemia aplasia. Berikut ringkasan penyebab-penyabab pansitopenia:
A. Terutama disebabkan karena kegagalan produksi sel
1. Infiltrasi sumsum tulang, leukemia (termasuk leukemia
aleukemik), myeloma, karsinoma, mielofibrosis, kelainan
simpanan lemak, marble bone disease,
2. Defisiensi asam folat atau vitamin B12 berat
3. Anemia aplasia atau hypoplasia
B. Terutama disebabkan karena peningkatan destruksi sel di perifer
1. Splenomegaly
2. Infekssi yan berlebihan
3. Siskemik Lupus eritematosus
4. Hemoglobinuria paroksimal nocturnal
Prognosis
Penderita baik dengan anemia aplasia idiopatik maupun sekunder yang
bersifat didapat menunjukkan adanya berbagai variasi pada perjalanan
klinisnya. Sekitar 15 % penderita mendapatkan penyakit dari luar dan
meninggal dalam waktu 3 bulan sesudah ditegakkan diagnosis. Secara,
keseluruhan, hampir sebanyak 50 % penderita meninggal dalam waktu 15
bulan sesudah diagnosis ditegakkan dan 70 % dalam waktu 5 tahun. Hanya
sekitar 10 % yang mengalami penyembuhan hematologis lengkap. Jika
seorang penderita bias tahan hidup melampaui 18 bulan, maka terdapat
kesempatan yang cukup besar untuk mengalami pemanjangan daya tahan
hidup maupun untuk sembuh sama sekali. Prognosisnya buruk bila jumlah
netrofil kurang 0,2 x 109/liter, jumlah retikulosit kurang dari 10 x 109/liter,
jumlah keping darah kurang dari 20 x 109/liter dan terdapat hiposelularitas
berat pada sumsum.
Penanganan
Jika bisa diidentifikasi adanya zat kimia atau obat-obatan sebagai
penyebab, maka keterpaparan terhadap zat-zat ini harus segera dihentikan.
Terapi suportif meliputi tranfusi eritrosit dan antibiotic harus diberikan bila
diperlukan; besarnya terapi suportif yang perlu diberikan tergantung pada
derajat sitopenianya. Tranfusi keeping darah diperlukan bila pendarahan
menjadi suatu masalah yang serius, karena tranfusi keeping darah yang
berulang bisa menimbulkan aloimunisasi dan penurunan efektivitas
tranfusi keeping darah itu sendiri. Jika ada rencana untuk melakukan
tranplantasi sumsum, maka pemberian produk-produk darah perlu dibatasi
seminimal mungkin karena tranfusi multiple memberikan efek berlawanan
terhadap hasil tranplantasi.
Tranplantasi sumsum tulang merupakan indikasi pada penderita yang
berusia dibawah 40 tahun dengan anemia aplasia berat saat ditegakkan
diagnosis (yaitu yang menunjukkan prognosis yang jelek seperti yang
disebutkan di atas), terutama bila tersedia donor yang berasal dari keluarga
dengan HLA yang kompatibel. Penderita yang tidak mendapatkan
tranlantasi bisa mendapatkan perbaikan dengan terapi antitimosit globulin,
androgen atau anabolic steroid oksimetolon (yang menimbulkan efek
virilasi pada wanita yang kurang dibandingkan dengan androgen).
Pansitopenia Kongenital (anemia hypoplasia familial, sindrom
Fanconi)
Gambaran kelainan yang jarang dijumpai ini adalah sebagai berikut:
1. Diturunkan sebagai karakter autosomal resesif
2. Awitan pansitopenia antara usia 5 dan 10 tahun
3. Sering berkaitan dengan abnormalitas kongenital yang lain
(contohnya pigmentasi kulit, bangun tubuh pendek, mikrosefali,
defek skeleton, hypoplasia genital dan abnormalitas ginjal)
4. Berbagai kelainan kromosomal (contohnya putusnya kromatid)
pada sel-sel hemopoietik, limfosit dan fibroblast kulit
5. Meningkatnya insiden leukemia akut dan tumor padat.
Biasanya memberikan respons terhadap terapi dengan androgen dan
kortikosteroid
Aplasia Eritrosit Murni
Sangat jarang hypoplasia berat maupun aplasia hanya mengenai sel-sel
eritropoietik. Penderita dengan kelainan ini menderita anemia dan
retikulositopenia bersamaan dengan jumlah leukosit dan keping darah
yang normal. Aplasia eritrosit murni bisa bermanifestasi sebagai suatu
bentuk kelainan akut yang bisa membatasi sendiri (contohnya bila terjadi
sesudah timbulnya infeksi dengan parvovirus) atau sebagai suatu kelainan
kronik. Penyebab aplasia eritrosit murni adalah sebagai berikut:
1. Kongenital
Sindrom Diamond-Blackfan (eritroblastopenia kongenital atau
eritrogenesis imperfekta)
2. Yang bersifat didapat
a. Idiopatik
b. Infeksi virus: Parvovirus B19
c. Infeksi virus lainnya: pneumonia primer atipikal, mononukleusis
infeksiosa, mumps
d. Obat-obatan dan zat kimia: benzene, natrium fenitoin, azatioprin
e. Tumor timus
f. Kelainan maligna lainnya: penyakit Hodgkin, karsinoma
g. Kelainan autoimun: SLE, rheumatoid artritis
h. Insufiensi ginjal
i. Malnutrisi protein-energi
Mekanisme imunologis mungkin mendasari terjadinya aplasia pada
beberapa penderita (contohnya pada mereka dengan timoma atau kelainan
autoimun). Diagnosis aplasia eritrosit murni beberapa tahun kemudian bisa
diikuti dengan timbulnya leukemia myeloid akut.