LAPORAN MAGANGANALISIS VARIABILITAS KLOROFIL-A DAN SPL DI PERAIRAN BARAT
SUMATERA SERTA KAITANNYA DENGAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD)
Diajukan untuk memenuhi syarat Magang
Disusun oleh :Rahmathul Zamzami : 230210120039
Pembimbing :Martono, M.Si
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan batas-batas
kemampuan yang penulis miliki guna memenuhi syarat magang di LAPAN
Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Lembaga LAPAN
Bandung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan
kegiatan magang di Kantor LAPAN Bandung. Bapak Martono sebagai
pembimbing selama penulis magang di LAPAN. Bapak Joko dan segenap
karyawan LAPAN yang telah memberikan bantuan administrasi di tempat
magang.
Tulisan yang dibuat ini pada hakikatnya jauh dari kata sempurna, oleh
sebab itu penulis sangat berharap adanya kritik dan saran membangun yang bisa
dijadikan pedoman dalam pembuatan karya tulis yang lebih baik lagi. Sebagai
penutup penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis
sendiri ataupun pembaca.
Jatinangor, Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................DAFTAR ISI..............................................................................................DAFTAR GAMBAR..................................................................................
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang...............................................................................1.2 Tujuan.............................................................................................1.3 Waktu dan Tempat Penelitian........................................................
II. KONDISI UMUM LAPAN BANDUNG2.1 Kondisi Umum Lokasi...................................................................2.2 Organisasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional...........2.2.1 Sejarah LAPAN Bandung ..........................................................2.2.2 Struktur Organisasi......................................................................2.3 Sarana dan Prasarana .....................................................................
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Kajian Umum Lokasi.....................................................................3.2 Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut.............................................3.3 Indian Ocean Dipole...................................................................... 3.4 Metodologi Penelitian.................................................................... 3.4.1 Pengumpulan Data.......................................................................3.4.2 Pengolahan Data..........................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Variabilitas Klorofil-a ....................................................................4.2 Variabilitas Suhu Permukaan Laut .................................................4.3 Mode Dipole Indeks........................................................................4.4 Hubungan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut............................4.5 Keterkaitan IOD dengan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut.....
V. SIMPULAN DAN SARAN4.1 Simpulan .........................................................................................4.2 Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Peta Lokasi LAPAN Bandung....................................................
2 Struktur Organisasi LAPAN........................................................
3 Transek Wilayah Kajian..............................................................
4 Wilayah Indian Ocean Dipole.....................................................
5 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek I.............................
6 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek I...............................
7 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek II............................
8 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek II..............................
9 Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek III..........................
10 Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek III............................
11 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek I.....................................
12 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek I.......................................
13 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek II....................................
14 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek II......................................
15 Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek III...................................
16 Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek III.....................................
17 Gradien Anomaly Samudera Hindia 2003-2015...............................
18 Mode Dipole Indeks 2003-2015......................................................
19 Hubungan SPL dan Klorofil Transek I, II dan III..............................
20 Nilai Korelasi Transek I, II dan III..................................................
21 Transek I. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat
IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II
saat IOD (-) kuat...................................................................................
22 Transek I. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.
(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....
23 Transek II. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat
IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II
saat IOD (-) kuat...................................................................................
24 Transek II. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.
(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....
25 Transek III. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat
IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II
saat IOD (-) kuat...................................................................................
26 Transek III. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat.
(Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat....
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Magang merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan
pengalaman baik dari segi keilmuan, struktur organisasi kerja, dan sebagainya.
Sehubung dengan hal tersebut, dalam rangka menyelesaikan tugas akhir maka
penulis mempertimbangkan melakukan kegiatan magang yang dilaksanakan
dengan waktu yang tentatif.
Adapun pemilihan tempat Magang sangat penting dalam membantu
mahasiswa untuk memperoleh ilmu yang sesuai dengan rencana penyusunan tugas
akhir. Dalam hal ini, penulis melakukan kegiatan PKL di LAPAN BANDUNG
untuk mempelajari Interaksi Laut - Atmosfer.
Interaksi Laut – Atmosfer merupakan salah satu fenomena yang menarik
untuk dikaji, dimana sifat dinamik dari masing-masing lingkungan tersebut yang
cenderung mengalami perubahan serta saling memberkan pengaruh satu sama
lainnya.
1.2 Tujuan
Kegiatan Magang yang dilakukan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) Bandung dengan bidang kajian Laut Atmosfer bertujuan
untuk :
1. Membantu mahasiswa agar mendapat ilmu dan pengalaman yang lebih
banyak. Memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan serta etos kerja
yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
2. Membantu mahasiswa dalam pencarian topik serta penyusunan tugas akhir.
1.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Praktik Kerja Lapang (PKL) dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 s.d.
20 Februari 2016. Kegiatan magang Analisis Variabilitas Klorofil-a dan Suhu
Permukaan Laut dilaksanakan di Jl. Dr. Djundjunan No 133 - Bandung.
BAB II
KONDISI UMUM LAPAN BANDUNG
2.1 Kondisi Umum Lokasi
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau LAPAN
(http//www.lapan.go.id) yang terdiri dari DEPUTI Bidang Sains, Pengkajian dan
Informasi Kedirgantaraan, Pusat Sains Antariksa, serta Pusat Sains dan Teknologi
Atmosfer berlokasi di Jl. DR. Djundjunan 133, Bandung (40173). Letak kantor
LAPAN ini cukup strategis, dekat dengan gerbang Tol Pasteur, menjadikan kantor
LAPAN mudah dijangkau baik dengan menggunakan kendaraan umum maupun
milik pribadi.
Gambar 1. Peta Lokasi LAPAN Bandung
Lokasi Satuan Kerja Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ini
terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Kantor LAPAN Pusat berada di Jakarta,
begitu pula dengan Pusat Pengkajian Informasi Kedirgantaraan, Pusat Teknologi
dan Data Penginderaan Jauh, serta Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh yang
terdapat di Jakarta. Selain itu Pusat Teknologi Penerbangan dan Pusat Teknologi
Roket bertempat di Rumpin, Bogor, Balai Produksi dan Pengujian Roket yang
terdapat di Pamengpeuk, Garut, Loka Pengamatan Dirgantara Sumedang yang
berada di Tanjungsari, Sumedang, Balai Pengamatan Dirgantara Watukosek
terdapat di Watukosek, Pasuruan, Balai Penginderaan Jauh Parepare yang berada
di Parepare, Sulawesi Selatan, Loka Pengamatan Dirgantara Kototabang
bertempat di Kototabang, Sumatera Barat, Balai Pengamatan Dirgantara
Pontianak yang bertempat di Pontianak, Pusat Teknologi Satelit yang berada di
Rancabungur, Bogor, Balai Penjejakan dan Kendali Wahana Antariksa yang
berada di Biak, Papua Barat, sedangkan LAPAN Bandung merupakan Lokasi
Satuan Kerja LAPAN untuk Pusat Sains Antariksa serta Pusat Teknologi dan
Sains Atmosfer.
2.2 Organisasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
2.2.1 Sejarah LAPAN Bandung
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dibentuk dengan tujuan
menjadi pusat unggulan dan handal dalam penelitian dan pengembangan bidang
sains atmosfer dan iklim serta pemanfaatannya. LAPAN membentuk bidang Pusat
Sains dan Teknologi Atmosfer yang berada di Bandung dengan memiliki balai
atau loka sebagai bagianya yang berada di LPD Sumedang, BPD Watukosek
(Pasuruan), BPD Pontianak, LPA Kototabang (Sumatera Barat). Dengan fungsi
dan daerah pengkaajian masing-masing.
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer sendiri mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi atmosfer serta
pemanfaatannya. Fungsi tersebut terdapat beberapa poin inti diantaranya:
Penelitian dan pengembangan pemodelan dinamika atmosfer serta
pemanfaatannya
Penelitian dan pengembangan komposisi atmosfer serta pemanfaatannya
Penelitian dan pengembangan di bidang teknologi atmosfer, pengelolaandata
serta pengamatan atmosfer
Pembinaan teknis di bidang sains teknologi atmosfer
Pelaksanaan kerjasama teknis di bidang sains dan teknologi atmosfer
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN memiliki beberapa program
untuk bisa mencapai fungsi mereka, berikut program tersebut :
Pembuatan model iklim Indonesia
Prediksi perubahan dan variabilitas iklim Indonesia termasuk ENSO
Pengembangan model iklim dan uji validasi model
Penelitian proses-proses atmosfer
Pembuatan model ozon Indonesia
Pembuatan pola penyebaran polusi udara
Pemetaan lokasi hujan asam
Pengkajian Gas Rumah Kaca dan aerosol
Penerapan luaran model iklim dan polusi udara untuk sektor pertanian,
kehutanan, kesehatan dan perhubungan
2.2.2 Struktur Organisasi
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional terdiri atas Bidang Pemodelan Atmosfer, Bidang Komposisi Atmosfer,
Bidang Teknologi atmosfer, Sub bagian Tata Usaha, Kelompok Jabatan
Fungsional. Bidang Pemodelan Atmosfer memiliki Tugas untuk melaksanakan
penelitian dan pengembangan pemodelan dinamika atmosfer serta
pemanfaatannya, dan penyiapan bahan pelaksanaan kerjasama teknis dibidangnya.
Bidang Komposisi Atmosfer bertugas untuk melaksanakan penelitian dan
pengembangan komposisi atmosfer serta pemanfaatannya, dan penyiapan bahan
pelaksanaan kerjasama teknis di bidangnya. Bidang Teknologi Atmosfer
memiliki tugas untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang
teknologi atmosfer, pengelolaan data serta pengamatan atmosfer, dan penyiapan
bahan pelaksanaan kerjasama teknis dibidangnya.
Gambar 2. Struktur Organisasi LAPAN
Gambar 2 memperlihatkan bagaimana struktur Organisasi di Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional. Kepala Lembaga langsung membawahi
Sekretariat Utama dan Inspektorat, yang berhubungan dengan Pusat Pemanfaatan
Teknologi Dirgantara yang berkoordinasi dengan Sekretariat Utama. Sedangkan
Sekretariat Utama membawahi Biro Perencanaan dan Organisasi, Biro Kerjasama
dan Hubungan Masyarakat, serta Biro Umum.
Selain itu Kepala Lembaga juga langsung membawahi tiga Deputi yaitu
Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan
Informasi Kedirgantaraan, serta Deputi Bidang Teknologi Dirgantara. Deputi
Bidang Penginderaan Jauh terdiri dari Pusat Teknologi Data Penginderaan Jauh
dan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan
Informasi Kedirgantaraan terdiri dari Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Pusat
Sains Antariksa, dan Pusat Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan. Adapun
Deputi Bidang Teknologi Dirgantara terdiri dari Pusat Teknologi Satelit, Pusat
Teknologi Roket, dan Pusat Teknologi Penerbangan.
2.3 Sarana dan Prasarana di LAPAN Bandung
Fasilitas di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN ini sendiri
meliputi sarana dan prasarana guna menunjang pekerjaan para anggotanya,
meliputi:
Radar Atmosfer Khatulistiwa
Lidar Aerosol
Sistem penerima satelit NOAA
Sistem penerima Marwin 12 VAISALA
Mobil unit polusi udara
Peralatan pengukur polusi udara dan kebisingan
Pyranometer pengukur radiasi uv-A dan uv-B
Penakar curah hujan otomatis
Automatic Weather Station
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Kajian Umum Lokasi
Pada pelaksanaan kegiatan magang dilakukan pengolahan data di perairan
barat Sumatera yang dibagi menjadi tiga transek. Transek I terletak pada
4.812495°BT - 95.312520°LU dan 2.812495°BT - 97.562520°LU. Transek II
terletak pada 2.812495°BT - 95.312520°LU dan 0.187495°BT - 99.145840°LU.
Sedangkan Transek III terletak pada 0.187495°BT - 95.312520°LU dan -
3.354169°BT - 101.645800°LS.
Perairan barat Sumatera merupakan perairan yang berhubungan langsung
dengan Samudera Hindia sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor-
faktor yang mempengaruhi karakteristik wilayah tersebut.
Gambar 3. Transek Wilayah Kajian
3.2 Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut
Klorofil-a dan SPL merupakan salah satu parameter penting di lautan yang
keduanya bersifat saling mempengaruhi baik itu satu sama lain maupun terhadap
parameter lainnya. klorofil-a juga merupakan salah satu indikator kesuburan
perairan dimana semakin tinggi konsentrasi klorofil-a maka semakin subur
perairan tersebut. Tingginya konsentrasi klorofil-a akan sebanding dengan derajat
suhu permukaan laut yang semakin menurun.
Adapun informasi mengenai variabilitas klorofil-a dan spl dalam bidang
perikanan dan kelautan memiliki peranan penting sebagai saranan pendugaan dan
penentuan lokasi upwelling, front ataupun eddies current. Menurut Lalli dan
Parson dalam Rahmaidi, informasi mengenai variabilitas suhu permukaan laut dan
klorofil-a dapat digunakan sebagai dasar untuk menduga dan menentukan perairan
yang potensial untuk fishing ground.
3.3 Indian Ocean Dipole
IOD atau indian ocean dipole merupakan suatu fenomena anomali spl di
Samudera Hindia yang ditandai dengan anomali negatif di Samudera Hindia
bagian timur dan anomali positif di Samudera Hindia bagian barat. Siklus ini
diawali dengan munculnya anomali spl negatif di sekitar selat Lombok hingga
selatan Jawa pada bulan Mei-Juni, bersamaan dengan itu terjadi anomali angin
tenggara yang lemah di sekitar Jawa dan Sumatera. Selanutnya pada bulan Juli-
Agustus, anomali negatif ini terus menguat dan semakin meluas sampai ke
ekuator hingga pantai barat Sumatera, sementara itu anomali positif spl mulai
muncul di bagian barat Samudera Hindia. Perbedaaan tekanan di antara keduanya
semakin memperkuat angin tenggara di sepanang ekuator dan pantai barat
Sumatera. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan selanjutnya
menghilang dengan cepat pada bulan November-Desember.
Saji et al dalam Yanuar (2012) menganalisis kejadian DM dengan
menggunakan indeks sederhana yaitu berupa dipole anomaly suhu muka laut yang
didefenisikan sebagai perbedaan anomaly spl Samudera Hindia bagian timur dan
Samudera Hindia bagian barat.
Gambar 4. Wilayah Indian Ocean Dipole
Selanjutnya dari perhitungan tersebut, berdasarkan standar institusi meteorologi
dalam Yanuar (2012) kriteria anomali spl di Hindia adalah sebagai berikut :
Dipole Mode Negatif (-) : < - 0.4°C
Normal : ± 0.4°C
Dipole Mode Positif (+) : > 0.4°C
3.4 Metodologi Penelitian
3.4.1 Pengumpulan Data
Data klorofil-a dan SST diambil untuk 3 transek wilayah kajian yakni di
perairan barat Sumatera. Data yang diambil merupakan data bulanan dari Januari
2003 sampai dengan Desember 2015. Data ini diambil dari hasil citra satelit
NOAA yakni dari website http://oceanwatch.pifsc.noaa.gov/. Adapun indeks
mode dipole diperoleh berdasarkan analisis data SST menggunakan microsoft
excell.
3.4.2 Pengolahan Data
a. Data Klorofil-a dan SST
Pengolahan data klorofil dan SST dilakukan untuk mengetahui variabilitas
kedua parameter tersebut baik secara temporal maupun spasial untuk kemudian
dianalisis lebih lanjut.
Software yang digunakan dalam pengolahan data diantaranya :
a. Microsoft excell, untuk analisis temporal dan mode indeks dipole.
b. Notepad untuk membantu pembacaan data di software ODV.
c. ODV untuk menampilkan data sebaran klorofil-a dan SST.
Tahapan dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mendownload data dari website oceanwatch untuk masing-masing transek
setiap bulannya dari tahun 2003-2015.
2. Menghitung konsentrasi rata-rata klorofil-a dan SST bulanan dan
permusim menggunakan microsoft excell dan kemudian ditampilkan dalam
bentuk grafik.
3. Melakukan analisis regresi linier dengan nilai klasifikasi menurut
Djarwanto & Pangestu dalam Yanuar (2012), yaitu sebagai berikut :
0 – 0,25 : Korelasi Lemah
0,25 – 0,5 : Korelasi Sedang
0,5 – 0,75 : Korelasi Kuat
0,75 – 0,99 : Korelasi Sangat Kuat
1 : Korelasi Sempurna
4. Memilih data musiman berdasarkan indeks IOD dan dipindahkan ke dalam
dalam notepad dengan fotmat x, y, z kemudian disimpan dalam bentuk txt.
5. Menampilkan data sebaran klorofil-a dan SST secara spasial menggunakan
data txt yang telah disusun sebelumnya di ODV.
b. Indeks IOD
Pembuatan indeks IOD dilakukan menggunakan microsoft excell dimana
dilakukan penambahan data SST perairan Samudera Hindia bagian barat untuk
membantu proses perhitungannya. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Membuat rataan SST bulannya setiap tahunnya dari data suhu di perairan
barat dan timur Samudera Hindia.
2. Menghitung nilai rata-rata bulanan dalam satu tahun berdasarkan rataan
data bulanan dari tahun 2003-2015.
3. Menghitung nilai anomaly suhu dengan cara mengurangi suhu aktual
dengan suhu rata-rata.
4. Membuat grafik berdasarkan nilai anomaly.
5. Memilah data sesuai dengan musim kejadian IOD.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Variabilitas Klorofil-a
Nilai rata-rata konsentrasi klorofil di perairan Barat dari tahun 2003
sampai 2015 berkisar antara 0,16 – 0,34 mg/m3. Rata-rata dari ketiga transek di
perairan tersebut, konsentrasi klorofil-a cenderung tinggi di musim barat dan
peralihan II.
Berdasarkan hasil analisis data pada transek I, selama periode 2003-2015
terjadi peningkatan klorofil-a sebesar 0,0132 mg/m3. Pada dasarnya hal ini masih
menjadi suatu fenomena yang perlu untuk dipertanyakan karena di seluruh
perairan dunia terutama Indonesia seiring dengan perubahan iklim ada suatu tren
negatif dimana konsentrasi klorofil-a cenderung mengalami penurunan.
Selain itu pada grafik diketahui bahwa konsentrasi klorofil tertinggi terjadi
di tahun 2010 yakni 0.759513 mg/m3 dan terendah di tahun 2012 yakni sebesar
0.15976 mg/m3.
Gambar 5. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek I
Adapun berdasarkan hasil analisis musiman, didapatkan rata-rata
konsentrasi klorofil-a yang tinggi di musim barat dan peralihan II. Hal ini
berkaitan suhu permukaan laut di kedua musim tersebut yang relatif lebih dingin
dibandingkan dengan musim timur dan musim peralihan I. Konsentrasi klorofil
berkisar antara 0,24 – 0,34 mg/m3.
Gambar 6. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek I
Pada transek II, selama tahun 2003-2015 juga terjadi peningkatan
konsentrasi klorofil, yakni sebesar 0,0052. Konsentrasi tertinggi dan terendah
terjadi di tahun yang sama 2014 dengan konsentrasi 0.557678 mg/m3 dan
0.164478 mg/m3.
Gambar 7. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek II
Berdasarkan hasil analisis musiman pada transek II, didapatkan hasil yang
sama dengan transek I yaitu pada musim barat dan peralihan II konsentrasi
klorofil-a cenderung lebih tinggi. Konsentrasi klorofil berkisar antara 0,25 – 0,31
mg/m3.
Gambar 8. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek II
Berdasarkan hasil analisis data pada transek III, didapatkan kesimpulan
bahwa terjadi penurunan klorofil-a yakni sebesar 0,0079 mg/m3. Penurunan di
daerah selatan perairan Barat Sumatera ini menunjukkan hasil yang positif dengan
tren yang terjadi secara global. Adapun konsentrasi tertinggi terjadi di tahun 2006
yakni sebesar 0.593419 mg/m3 dan terendah di tahun 2008 dengan konsentrasi
sebesar 0.098498 mg/m3.
Gambar 9. Tren Klorofil-a Tahun 2003-2015 pada Transek III
Berdasarkan hasil analisis musiman didapatkan hasil yang juga sedikit
berbeda dengan 2 transek di wilayah utara perairan Barat Sumatera dimana
konsentrasi rata-rata tertinggi terjadi di musim Timur dan Peralihan II.
Konsentrasi klorofil cenderung lebih kecil, yakni berkisar antara 0,16 – 0,24
mg/m3.
Gambar 10. Konsentrasi Rata-rata Klorofil-a pada Transek III
4.2 Variabilitas Suhu Permukaan Laut
Nilai rata-rata konsentrasi SPL di perairan Barat dari tahun 2003 sampai
2015 berkisar antara 29 – 31°C. Rata-rata dari ketiga transek di perairan tersebut,
konsentrasi SPL cenderung tinggi di musim Timur dan peralihan I.
Berdasarkan hasil analisis data pada transek I, selama periode 2003-2015
terjadi peningkatan SPL sebesar 0,0077°C. Nilai SPL tertinggi terjadi di tahun
2015 yakni sebesar 31.82409°C dan terendah di tahun 2010 dengan konsentrasi
sebesar 29.05773°C.
Gambar 11. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek I
Adapun berdasarkan hasil analisis musiman, didapatkan rata-rata
konsentrasi SPL yang tinggi di musim timur dan peralihan I. Konsentrasi SPL
berkisar antara 30 – 31 °C.
Gambar 12. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek I
Pada transek II konsentrasi SPL juga mengalami peningkatan yakni
sebesar 0.0142°C. konsentrasi tertinggi terjadi di tahun 2015 yakni sebesar
31.72711°C dan terendah di tahun 2006 dengan nilai sebesar 28.76322°C.
Gambar 13. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek II
Berdasarkan hasil analisis musiman hasil yang di dapat tidak berbeda
dengan transek I dimana konsentrasi tertinggi terjadi di musim timur dan
peralihan I, yakni berkisar antara 30 - 31°C.
Gambar 14. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek II
Pada transek III, konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan sebesar
0,0016°C. Konsentrasi terbesar terjadi di tahun 2012 yakni sebesar 31.39337°C
dan terendah di tahun 2006 dengan konsentrasi 27.34736°C.
Gambar 15. Tren SST Tahun 2003-2015 pada Transek III
Adapun analisis musiman menunjukkan konsentrasi SPL tertinggi terjadi
di musim timur dan peralihan I dengan kisaran 30 – 31°C. Hal ini berarti bahwa
tidak ada perbedaan antara wilayah utara dan selatan di perairan Barat Sumatera
yang dengan kata lain sebaran SPL di perairan tersebut bersifat homogen.
Gambar 16. Konsentrasi Rata-rata SST pada Transek III
4.3 Mode Dipole Indeks
Berdasarkan analisis anomali SPL yang terjadi di Samudera Hindia,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 17. Gradien Anomaly Samudera Hindia
Vivi (2011), menjelaskan bahwa siklus IOD dimulai pada sekitar bulan
Mei-Juni, semakin menguat pada bulan Juli-Agustus dan mencapai puncaknya di
bulan September-Oktober dan menghilang secara cepat di bulan November-
Desember.
Gambar 18. Mode Dipole Indeks
Berdasarkan standar institusi meteorologi dalam Yanuar (2012) maka dari
grafik MDI di atas dapat disimpulkan bahwa IOD berlangsung setiap tahunnya
dimana IOD positif dan negatif terjadi secara bergantian setiap tahunnya. Adapun
IOD (+) kuat dengan nilai di atas 1,6 terjadi di tahun 2006 dan 2015. Sedangkan
IOD (-) kategori sedang terjadi di tahun 2005 dan 2010 dengan nilai di atas 1,2.
4.4 Hubungan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut
Berdasarkan grafik yang diperoleh diketahui bahwa suhu dan klorofil-a
memiliki hubungan yang berbandng terbalik, dimana tiap kenaikan suhu akan
diikuti oleh penurunan konsentrasi klorofil-a.
Gambar 19. Hubungan SPL dan Klorofil Transek I, II dan III
Adapun berdasarkan Djarwanto & Pangestu dalam Yanuar (2012)
diketahui bahwa hasil analisis regresi linier masing-masing transek menunjukkan
korelasi lemah pada transek I dan II. Sedangkan transek III menunjukkan nilai
korelasi sedang. Hal ini dapat berarti bahwa fluktuasi klorofil-a maupun SST di
masing-masing transek tidak begitu signifikan sehingga keterkaitan antara dua
variabel tersebut cenderung bernilai lemah.
Gambar 20. Nilai Korelasi Transek I, II dan III
4.5 Keterkaitan IOD dengan Klorofil-a dan Suhu Permukaan Laut
Berdasarkan hasil pengolahan data klorofil-a dan spl menggunakan ODV
didapatkan hasil sebagaimana berikut:
Pada transek I, sebaran melintang klorofil-a yang terjadi di fase IOD
positif kuat dan IOD negatif kuat tidak terlalu terlihat perbedaan yang nyata. Hal
ini berarti bahwa pada fase-fase IOD, fluaktasi klorofil-a yang terjadi di bagian
selatan perairan barat Sumatera tidak memberikan pengaruh yang cukup terhadap
variabilitas klorofil-a di perairan bagian utara. Selain itu adanya tren peningkatan
klorofil-a di bagian utara perairan barat Sumatera dapat diyakini juga cukup
mempengaruhi kondisi klorofil tersebut.
Gambar 21. Transek I. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD
(-) kuat.
Adapun berdasarkan hasil selanjutnya, diketahui bahwa pada transek I antara
kejadian IOD positif kuat dan negatif kuat cukup terlihat perbedaannya meskipun
fluktuasinya tidak terlalu besar. Perbedaan pengaruh dari IOD positif dan negatif terlihat
nyata pada musim peralihan II. Hal ini sesuai dengan Vivi (2011) yang menyatakan
bahwa IOD mencapai puncaknya di bulan September dan Oktober. Adapun hal ini juga
diperkuat oleh pengaruh musim, dimana pada musim peralihan II, angin barat yang
bertiup dari asia datang dengan membawa sejumlah besar awan hujan menuju wilayah
Indonesia. Peristiwa turunnya hujan di Indonesia selanjutnya diyakini dapat memicu
penurunan suhu permukaan laut.
Gambar 22. Transek I. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.
Pada transek II, hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan transek I
dimana fluktuasi klorofil-a yang terjadi antara IOD positif kuat dan IOD negatif kuat
tidak terlalu besar sebagaimana yang terlihat pada gambar 23.
Adapun pada hasil pengolahan spl mulai terlihat perbedaan yang cukup nyata
antara fenomena IOD positif kuat dan IOD negatif kuat, sebagaimana yang kita ketahui
bahwa IOD positif yang merupakan fenomena menurunnya suhu di Samudera Hindia
bagian timur memiliki nilai yang dapat dikatakan jauh lebih rendah dibandingkan hasil
pada IOD negatif, baik itu pada musim timur maupun peralihan II.
Gambar 23. Transek II. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat
IOD (-) kuat.
Gambar 24. Transek II. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa berdasarkan pembagian
musim, walaupun IOD kuat merupakan fenomena yang ditandai dengan
penurunan suhu muka laut hal ini tidak berarti bahwa suhunya pasti akan jauh
lebih rendah dibandingkan dengan kondisi suhu pada fase IOD negatif. Kondisi
ini dapat dilihat pada gambar IOD kuat di musim timur dan musim peralihan II
pada fase IOD negatif. Dalam hal ini dapat berarti bahwa faktor musim
memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap perairan dibandingkan dengan
fenomena IOD.
Pada transek III, berdasarkan hasil analisis statistik di wilayah ini (Selatan
Barat Sumatera) diketahui ada suatu tren penurunan konsentrasi klorofil-a
sebagaimana yang terjadi di berbagai perairan dunia termasuk Indonesia lainnya.
Hal tersebut dapat terlihat pada visualisasi sebaran melintang klorofil-a yang
cenderung bernilai sangat rendah yang ditandai dengan warna biru gelap yang
melebar sedangkan hijau mengalami penyempitan. Adapun dalam hubungannya
dengan kejadian IOD positif dan negatif hasl yang didapatkan tidak begitu jauh
berbeda dengan hasil yang didapatkan dua transek sebelumnya di wilayah utara
perairan Barat Sumatera. Hal ini cukup dapat diterima karena wilayah yang
menjadi ruang lingkup transek III masih berada di sekitar tengah perairan Barat
Sumatera sehingga kejadian-kejadian IOD yang menyebabkan timbulnya fluktuasi
klorofil-a tidak begitu terlihat di wilayah ini.
Gambar 25. Transek III. (Atas) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) Sebaran Klorofil-a pada musim timur dan peralihan II saat
IOD (-) kuat.
Adapun berdasarkan hasil pengolahan spl mulai tampak perubahan yang
nyata sebagai akibat dari IOD yang terjadi. Pada gambar 26 terlihat bahwa pada
IOD positif konsentrasi suhu sangat rendah yang ditandai dengan munculnya
warna hijau dan biru pada gambar. Sebagaimana yang diketahui bahwa IOD mulai
muncul di sekitar Selat Lombok dan sekitar Selatan Jawa pada bulan Mei-Juni dan
mengalami perluasan di bulan Juli-Agustus (Gambar 1), selanjutnya mengalami
penguatan (warna biru) di bulan September-Oktober dan kemudian menghilang
dengan cepat di bulan November-Desember.
Gambar 26. Transek III. (Atas) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (+) kuat. (Bawah) SST pada musim timur dan peralihan II saat IOD (-) kuat.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan kegiatan Magang yang telah dilakukan di Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bandung, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan Magang ini telah membantu mahasiswa agar mendapat ilmu dan
pengalaman yang lebih banyak. Memperoleh pengetahuan, sikap dan
keterampilan serta etos kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja
khususnya di LAPAN Bandung.
2. Mahasiswa sudah dapat menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh di bangku
kuliah ke lingkungan sekitar dan lingkungan kerja LAPAN Bandung.
3. Mahasiswa memperoleh informasi yang berguna terkait kepentingan
penelitian mahasiswa.
5.2 Saran
Berdasarkan kegiatan Magang yang telah dilakukan di LAPAN Bandung
ini, disarankan perlunya pengkajian yang lebih mendalam mengenai analisis
fenomena Ocean Atmosphere mengingat fenomena ini banyak mempengaruhi
berbagai hal penting di Indonesia. Kelengkapan data sekunder juga perlu
diperhatikan agar pengolahan data bisa dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Vivi, O. C. 2011. Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Perairan Dan Perikanan Indonesia. Universitas Padjajaran.
Yanuar, H. P. 2012. Variabilitas Curah Huan Dan Pergeseran Musim Di Wilayah Banten Sehubungan Dengan Variasi Suhu Muka Laut Perairan Indonesia, Samudera Pasifik Dan Samudera Hindia. Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Revisi dan Kesimpulan
1. Perhitungan indeks IOD dalam rumus WTIO – SETIO harus berdasarkan
ketetapan yang berlaku dimana transek perhitungan mencukupi kordinat
50° E - 70° E dan 10° S - 10° N (Samudera Hindia bagian Barat) dan 90°
E - 110° E dan 10° S - 10° Ekuator (Samudera Hindia bagian Timur).
Vivi, O. C. 2011. Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) Terhadap Perairan Dan Perikanan Indonesia. Universitas Padjajaran.
1. Terdapat dua tren di perairan Barat Sumatera, yaitu peningkatan
konsentrasi khlorofil-a di bagian utara perairan (Transek I dan II) dan
penurunan konsentrasi klorofil-a di bagian selatan (Transek III).
2. Dalam melihat pengaruh nyata dari fase-fase IOD di perairan Barat
Sumatera perlu dilakukan penambahan transek, yaitu transek ke IV
(wilayah selatan perairan) yang berada dalam ruang lingkup kordinat 90°
E - 110° E dan 10° S - 10° Ekuator.
Gambar 1. Lokasi Transek ke IV