Download - Analisis Struktur Tenaga Kerja
Analisis Struktur Tenaga Kerja
A. Struktur Tenaga Kerja
Proses transformasi struktu produksi atau perubahan komposisi Produk
Domestik Bruto (PDB) merupakan bagian penting dalam proses transformasi
sosial ekonomi. Transformasi ini mengakibatkan pertumbuhan dan
peningkatan pendapatan nasional perkapita dalam kurun waktu yang cukup
lama. Perubahan struktur produksi juga mengakibatkan pergeseran dan
perubahan struktur ketenagakerjaan. Di Indonesia, struktur tenaga kerja
dibedakan menurut jam kerja, jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan.
1.Struktur Tenaga Kerja 1980-2005
Aku Perubahan struktur tenaga kerja di Indonesia terus terjadi seiring dengan
perubahan dan perkembangan teknologi dari tahun ke tahun. Pergeseran dan
perubahan tenaga kerja dikarenakan pergeseran lahan dan perubahan
paradigma tenaga kerja. Perubahan paradigma tenaga kerja disebabkan oleh
peluang kerja yang ada di dunia kerja. Tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian mengalami penurunan.
Penurunan tenaga kerja di sektor pertanian diikuti oleh peningkatan tenaga
kerja di sektor industri dan jasa. Tenaga kerja yang dulunya bekerja di sektor
pertanian banyak yang beralih ke sektor industri dan jasa. Bukan hanya di
sektor pekerjaan, tenaga kerja pada struktur pekerjaan juga mengalami
perubahan. Perubahan tersebut dapat dilihat pada data yang ada. Tenaga
kerja menurut jam kerja mengalami perubahan. Pada tahun 1980 struktur
tenaga kerja terdiri dari 35,99% tenaga kerja yang bekerja
Perubahan struktur tenaga kerja pada mulai tergambarkan 25 tahun
berikutnya. Pada tahun 2005 strukturnya menjadi 32,9% tenaga kerja yang
bekerja
Perubahan struktur tenaga kerja juga terjadi menurut jenis kelamin. Tenaga
kerja yang dulunya didominasi oleh laki-laki mengalami perubahan. Pada
tahun 1980 sampai tahun 2000, struktur tenaga kerja masih didominasi oleh
tenaga kerja laki-laki sekalipun tenaga kerja perempuan mengalami
peningkatan.
Perubahan struktur tenaga kerja dari tenaga kerja juga terjadi menurut umur
tenaga kerja. Tenaga kerja menurut umur diklasifikasi sebagai berikut ,
tenaga kerja usia muda (berumur 15-24 tahun), tenaga kerja usia prima
(mengarah ke tenaga kerja umur 25-54), dan tenaga kerja usia tua (berumur
55 tahun lebih).
Berdasarkan data yang ada, dari keseluruhan tenaga kerja, pada tahun 1980,
struktur tenaga kerja usia muda sebanyak 24,27%, tenaga kerja usia prima
sebanyak 63,73% , dan tenaga kerja usia tua sebanyak 12%. Pada tahun
2005 atau 25 tahun berikutnya mengalami perubahan. Dari keseluruhan
tenaga kerja yang ada,tenaga kerja usia muda sebanyak 15,81%, tenaga
kerja usia prima sebanyak 71,11, dan tenaga kerja usia tua sebanyak
13,08%.
Perubahan struktur tenaga kerja menurut pendidikan pun mengalami
perubahan selama 25 tahun terakhir. Struktur tenaga kerja berdasarkan
pendidikan dipilih sebagai berikut, berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke
bawah atau ≤ SD dan berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) ke atas.
Pada tahun 1980, tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah mendominasi
pekerjaan baik secara keseluruhan maupun per sektor. Pada tahun 1980,
secara keseluruhan struktur tenaga kerja berpendidikan ≤ SD sebanyak
88,34% dan sisanya adalah tenaga kerja berpendidikan SLTP ke atas atau 11,
64%. Pada tahun 2005 struktur tenaga kerja berpendidikan ≤ SD menjadi
55,40% tenaga kerja dan tenaga kerja berpendidikan SLTP ke atas sebanyak
44,60% tenaga kerja. Berdasarkan data tersebut, pendidikan tenaga kerja
terus mengalami peningkatan dan perbaikan.
2.Struktur Tenaga Kerja 2011-2013
Pada tiga tahun terakhir, berdasarkan data BPS, komposisi penduduk bekerja
menurut lapangan pekerjaan hingga Februari 2013 tidak mengalami
perubahan, dimana sektor pertanian, perdagangan, jasa kemasyarakatan,
dan sektor industri secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jika dibandingkan dengan keadaan
Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama
di sektor perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3,29 %), sektor konstruksi
sebanyak 790 ribu orang (12,95 %), serta sektor industri sebanyak 570 ribu
orang (4,01 %). Sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor
Pertanian dan sektor Sektor yang lain masing-masing mengalami penurunan
jumlah penduduk bekerja sebesar 3,01 % dan 5,73 %.
Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja
dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status
pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan kategori buruhataukaryawan, sisanya termasuk
pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Februari 2013
sebanyak 45,6 juta orang (39,98 %) bekerja pada kegiatan formal dan 68,4
juta orang (60,02 %) bekerja pada kegiatan informal.
Setahun terakhir (Februari 2012–Februari 2013), penduduk bekerja dengan
status berusaha dibantu buruh tetap bertambah 100 ribu orang dan
penduduk bekerja berstatus buruh atau karyawan bertambah sebanyak 3,4
juta orang. Peningkatan ini menyebabkan jumlah pekerja formal bertambah
sekitar 3,5 juta orang dan persentase pekerja formal naik dari 37,29 % pada
Februari 2012 menjadi 39,98 % pada Februari 2013.
Komponen pekerja informal terdiri dari penduduk bekerja dengan status
berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di
pertanian, pekerja bebas di nonpertanian, dan pekerja keluargaatautak
dibayar. Dalam setahun terakhir (Februari 2012–Februari 2013), pekerja
informal berkurang sebanyak 2,3 juta orang dan persentase pekerja informal
berkurang dari 62,71 % pada Februari 2012 menjadi 60,02 % pada Februari
2013. Penurunan ini berasal dari hampir seluruh komponen pekerja informal,
kecuali pekerja bebas di nonpertanian.
Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2013 masih didominasi oleh
penduduk bekerja berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah 54,6 juta orang
(47,90 %) dan sekolah menengah pertama sebanyak 20,3 juta orang (17,80
%). Penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya sebanyak 11,2 juta orang
mencakup 3,2 juta orang (2,82 %) berpendidikan diploma dan sebanyak 8,0
juta orang (6,96 %) berpendidikan universitas.bekerja berpendidikan rendah
(SMP ke bawah) dan meningkatnya penduduk bekerja berpendidikan tinggi
(diploma dan universitas). Dalam setahun terakhir, penduduk bekerja
berpendidikan rendah menurun dari 75,8 juta orang (67,20 %) pada Februari
2012 menjadi 74,9 juta orang (65,70 %) pada Februari 2013. Sementara,
penduduk bekerja berpendidikan tinggi meningkat dari 10,4 juta orang (9,19
%) pada Februari 2012 menjadi 11,2 juta orang (9,78 %) pada Februari 2013.
B.Multinational Corporate (MNC)
Multinational Corporate (MNC) memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap negara berkembang. Pengaruh tersebut berdampak pada
perubahan ekonomi suatu negara. Namun, tak jarang juga memberikan
dampak yang diluar dugaan terhadap suatu negara. MNC perusahaan yang
berbasis di satu negara (negara induk) akan tetapi pesusahaan itu memiliki
kegiatan produksi ataupun pemasaran cabang di negara– negara lain atau
negara cabang.
MNC dalam operasinya ke berbagai negara-negara dunia ketiga, mereka
menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif dan kompleks
sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat teori-teori
perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi keuntungannya.
MNC berupaya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri negara asal
perusahaan dan melayani pasar luar negeri secara langsung.
Perusahaan multinasional biasanya memiliki ciri–ciri, membentuk cabang –
cabang di luar negeri, visi dan strategi yang digunakan untuk memproduksi
suatu barang bersifat global (mendunia), jadi perusaan tersebut membuat
atau menghasilkan barang yang dapat digunakan di semua negara, lebih
cenderung memilih kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufaktur, dan
menempatkan cabang pada negara – negara maju.
Beberapa dampak dari MNC :
1. Dampak positif
a. Mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara tingkat
investasi yang ditargetkan dengan jumlah aktual tabungan domestik yang
dapat dimobilisasikan.
b. Dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan
ikut serta secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri,
pemerintah negara-negara berkembang berharap bahwa mereka akan dapat
turut memobilisasikan sumber-sumber financial dalam rangka membiayai
proyek-proyek pembangunan secara lebih baik.
c. MNC tersebut tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber financial dan
pabrik-pabrik baru saja kepada Negara-negara miskin yang bertindak sebagai
tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber
daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan,
termasuk juga pengalaman dan kecakapan manajerial, kemampuan
kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti dapat dimanifestasikan dan
diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestik.
d. MNC juga berguna untuk mendidik para manajer lokal agar mengetahui
strategi dalam rangka membuat relasi dengan bank-bank luar negeri,
mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-
jaringan pemasaran sampai ke tingkat internasional.
e. MNC akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja dinilai
sangat maju dan maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi
sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan modern kepada
Negara-negara dun ia ketiga.
2. Dampak negatif
a. Terhadap negara asal :
1) Hilangnya sejumlah lapangan kerja domestik. Ini karena perusahaan
multinasional mengalihkan sebagian modal dan aktivitas bisnisnya ke luar
negeri.
2) Ekspor teknologi, yang oleh sebagian pengamat, secara perlahan-lahan
akan melunturkan prioritas teknologi negara asal dan pada akhirnya
mengancam perekonomian negara bersangkutan.
3) Kecenderungan praktik pengalihan harga sehingga mengurangi
pemasukan perpajakan
4) Mempengaruhi kebijakan moneter domestik.
b. Terhadap negara tuan rumah atau tujuan
1) Keengganan cabang perusahaan multinasional untuk mengekspor suatu
produk karena negara tersebut bukan mitra dagang negara asalanya.
2) Mempengaruhi kebijakan moneter negara yang bersangkutan.
3) Budaya konsumsi yang dibawa perusahaan tersebut bisa mengubah
budaya konsumsi konsumen local dan pada akhirnya mematikan unit-unit
usaha tradisional.
C. Contigency Workforce
MNC di negara berkembang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur
ketenagakerjaan. Bekerja di MNC memerlukan beberapa persyaratan, yakni
kemampuan teknis sesuai bidangnya maupun kompetensi pendukung yang
dimiliki dari seorang calon karyawan. Bedanya, perusahaan multinasional
juga akan melihat kompetensi non teknis sebagai bagian penting dalam
proses perekrutan karena akan menentukan apakah seseorang akan sesuai
di organisasi tersebut dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
Terkait penguasaan bahasa asing, pada perusahaan multinasional akan
menjadi nilai tambah dan hampir menjadi sesuatu yang wajib meskipun
nantinya keahlian berbahasa bisa terus diasah ketika sudah bekerja.
Pertama tentu saja harus menguasai bidang ilmu yang dipelajari dengan
baik. Jika kuliah di Teknik Mesin, kuasailah bidang tersebut dengan baik. Jika
kuliah di Ekonomi, kuasai pula bidang tersebut dengan baik. Selain
pengetahuan yang sesuai dengan jurusan yang dijalani, seorang mahasiswa
harus memanfaatkan waktu untuk belajar hal-hal lain seperti kemampuan
berkomunikasi.
Hal ini juga berpengaruh terhadap Contigency Workforce. Hal ini juga akan
mempengaruhi sunset industri yang ada di Indonesia. Namun, hal ini tentu
harus dibarengi dengan penataan dunia kerja apalagi Indonesia memiliki
kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi sunset industri dan
memberdayakan Contigency Workforce adalah dengan memberikan
pelatihan dan pendidikan secara formal dan non formal yang berkelanjutan
dan terus menerus. Penyiapan tenaga kerja akan memberikan pengaruh
dalam mengatasi pengangguran karena dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat baik yang berada di tempat terpencil, kaum minoritas, maupun
kaum terpinggirkan.
Contigency Workforce merupakan pekerjaan langka yang sangat dibutuhkan
karena jarang digunakan tapi sangat dibutuhkan karena masih jarang orang
yang bisa melakukannya. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan No 13 tahun
2003 Contigency Workforce sebenarnya tidak begitu dikenal. Pada UU
tersebut hanya dikenal buruh kontrak yang diistilahkan dengan Pekerja
Waktu Tertentu (PWT) dan outsourcing diistilahkan dengan pemborongan
pekerjaan dan penyedia jasa pekerja atau buruh.