Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
43
ANALISIS PERMEABILITAS TANAH DARI HASIL PUMPING
TEST DENGAN BEBERAPA METODE KONVENSIONAL
PADA AKUIFER TERKEKANG
Jefry Rory Paath1, Budijanto Widjaja2 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
Email : [email protected] ,, [email protected]
Abstrak
Terbatasnya lahan untuk pembangunan di daerah perkotaan besar seperti
Jakarta membuat pembangunan gedung dibuat secara vertikal baik ke atas
ataupun ke bawah. Untuk konstruksi bangunan vertikal ke bawah (konstruksi
galian dalam untuk basement), permasalahan yang sering timbul adalah masalah
muka air tanah yang berada lebih tinggi dari kedalaman galian dalam itu sendiri
yang dapat mengakibatkan terganggunya pekerjaan struktur basement. Solusi yang
digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pekerjaan
dewatering. Pekerjaan ini untuk mengatur posisi muka air tanah agar berada di
bawah posisi galian dalam yang direncanakan. Dalam perencanaan pekerjaan
dewatering diperlukan beberapa parameter tanah, salah satunya yang paling
menentukan adalah koefisien permebilitas. Untuk mendapatkan parameter tersebut
dapat dilakukan dengan berbagai metode, yang umum dilakukan adalah dengan
melakukan pumping test. Setelah dilakukan pumping test, hubungan antara waktu
pemompaan dan penurunan muka air tanah dapat diketahui. Kemudian, dari data
tersebut dengan menggunakan metode konvensional untuk kondisi lapisan tanah
dengan jenis akuifer terkekang seperti metode Thiem,metode Theis, dan metode
Jacob didapatkan nilai permeabilitas tanah pada kondisi tanah yang ditinjau.
Berdasarkan penelitian ini untuk tiga lokasi pengujian pumping test di Jakarta,
perhitungan permeabilitas tanah dengan metode Theis memberikan hasil yang lebih
mendekati dengan hasil aktual di lapangan dibandingkan dengan dua metode
lainnya untuk dua lokasi pengujian. Sedangkan untuk satu lokasi, metode Thiem
memberikajn hasil yang lebih baik.
Kata kunci: basement, pumping test, permeabilitas tanah
1. Pendahuluan
Pembangunan yang semakin pesat
di daerah perkotaan besar membuat
keberadaan basement menjadi
kebutuhan utama bagi bangunan
tinggi. Konstruksi basement yang
semakin dalam hingga 5-6 lapis
basement dengan galian sampai
dengan kedalaman mencapai 20 m
dari permukaan tanah membuat
permasalahan air tanah saat
penggalian menjadi hal yang penting
khususnya untuk muka air tanah yang
dangkal.
Kedalaman air tanah di Jakarta dan
sekitarnya umumnya berkisar antara
2 m- 7 m, sehingga untuk
pembangunan basement yang
umumnya memiliki kedalaman antara
1 hingga 6 lapis basement, atau kurang
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
44
lebih pada kedalaman 3 m sampai
dengan 22 m dari permukaan tanah
setempat, seringkali dibutuhkan
pekerjaan dewatering selama
penggalian dan konstruksinya.
Dewatering merupakan salah satu
metode yang dilakukan untuk menjaga
muka air tanah agar tetap berada di
bawah permukaan galian yang sedang
dikerjakan. Pekerjaan dewatering
hampir selalu diperlukan pada saat
penggalian basement. Dalam
perencanaan dewatering dapat
dilakukan beberapa metode untuk
memperoleh data perencanaan
dewatering, salah satunya adalah
dengan melakukan uji pemompaan
(pumping test). Setelah dilakukan
pumping test maka kita akan
mendapatkan hubungan antara waktu
pemompaan dan penurunan muka air
tanah. Kemudian dari data tersebut
akan didapatkan nilai permeabilitas
tanah pada kondisi tanah yang
ditinjau.
2. Pumping Test
Konsep dasar dari uji pemompaan
yang sangat sederhana adalah
melakukan pemompaan air dari dalam
tanah melalui dari sumur atau lubang
bor atau pumping well, sehingga
menurunkan muka air tanah. Muka air
tanah dan besarnya debit air yang
keluar dari pumping well dimonitor
dari waktu ke waktu, bersama dengan
berbagai parameter lainnya (seperti
muka air tanah pada observation well
dan jaraknya terhadap pumping well).
Data tersebut kemudian dianalisis
untuk memperoleh informasi tentang
parameter hidrogeologi akuifer.
Gambar 1. Uji Pemompaan
(Bumiyasa, 2013)
3. Akuifer Terkekang (Confined
Aquifer)
Akuifer merupakan suatu lapisan
batuan atau tanah yang mampu
menyimpan dan mengalirkan air.
Akuifer juga dapat diartikan sebagai
suatu formasi geologi atau batuan
yang mengandung air dan bersifat
permeable. Untuk dapat berfungsi
sebagai akuifer, suatu batuan haruslah
berpori atau berongga yang
berhubungan satu sama lain, sehingga
dapat menyimpan dan membiarkan air
bergerak dari rongga ke rongga.
Akuifer terkekang (confined aquifer)
yaitu lapisan bawah air di mana air
tanah terletak di bawah lapisan kedap
air (impermeable). Muka air tanah
kedudukannya berada lebih tinggi dari
kedudukan bagian atas akuifer. Muka
air tanah ini dapat berada di atas atau
di bawah muka air tanah. Apabila
tinggi pisometri berada di atas muka
tanah, maka air sumur yang menyadap
akuifer jenis ini akan mengalir secara
bebas. Air tanah dalam kondisi ini
disebut artosis atau artesis.
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
45
aquiclude
aquifer
aquiclude
permukaan tanah
muka air tanah
Gambar 2. Akuifer terkekang
(confined aquifer)
4. Data Lapangan
Pengujian pemompaan (pumping test)
dilakukan pada 3 yaitu lokasi A di
daerah Jakarta Pusat, lokasi B di
daerah Jakarta Timur dan lokasi C di
daerah Jakarta Selatan. Kondisi tanah
untuk masing-masing lokasi yang
terletak di pengujian pumping test
dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan data kondisi tanah pada
lokasi tersebut dapat disimpulkan
bahwa jenis akuifer pada lokasi
tersebut adalah akuifer terkekang
(confined aquifer). Pengujian
dilaksanakan dengan melakukan long
term pumping test yaitu pemompaan
jangka panjang secara terus menerus
selama sekitar 5870-10040 menit ( 4-
7 hari). Debit rata-rata yang keluar
saat pemompaan adalah masing-
masing untuk lokasi A sebesar 441.60
liter/menit, lokasi B sebesar 153.17
liter/menit, dan lokasi C sebesar
295.56 liter/menit. Kondisi pelapisan
tanah dan informasi data pumping test
untuk masing-masing lokasi dapat
dilihat pada Gambar 3, Gambar 5 dan
Tabel 1.
5. Analisis Parameter
Hidrogeologi dengan Metode
Konvensional
Dari uji pemompaan dapat dihasilkan
parameter-parameter hidrogeologi
seperti transmissivity, storage
coefficient, koefisien permeability
tanah dan untuk menentukan radius
pengaruh pemompaan. Untuk
menentukan parameter tersebut dapat
dilakukan dengan menurunkan
persamaan hukum Darcy (1855),
r
hkAq
(1)
dengan q = kecepatan aliran Darcy, k
= konduktivitas aliran (permeabilitas),
A= luas permukaan, h = perbedaan
tinggi muka air, dan r = perbedaan
jarak.
Lokasi A
Lokasi B
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
46
Gambar 3. Perubahan muka air tanah
terhadap waktu saat pemompaan
berlangsung untuk lokasi A, B, dan C
a. Parameter Hidrogeologi pada
Kondisi Steady State Flow untuk
Confined Aquifer
Penentuan parameter hidrogeologi
digagas oleh Thiem (1906). Pada
percobaannya dilakukan pemompaan
pada pumping dengan memasang lebih
dari satu observation well / piezometer
untuk memonitor penurunan muka air
tanah di sekitar pumping well.
aquiclude
aquifer
aquiclude
muka air tanah
awal Q
h1 h
2
s1
s2
D
r1
r2
muka air tanah
setelah pompa
beroperasi
Gambar 4. Uji pemompaan pada
akuifer terkekang (Kruseman dan de
Ridder, 2000)
Berdasarkan Gambar 4 didapat
besarnya debit air adalah :
)/ln(
)(2
12
12
rr
hhkDQ
(2)
dengan Q = debit air, k = koefisien
permeabilitas tanah, D = tebal akuifer,
h1 dan h2 = tinggi muka air tanah dari
datum, r1 dan r2= jarak pumping well
ke observation well.
Lokasi A
Lokasi B
Lokasi C
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
47
Gambar 5. Kondisi pelapisan tanah untuk masing–masing lokasi
Tabel 1. Data kondisi pumping well (PW) dan observation well (OW)
Deskripsi PW OW1 OW2 OW3 OW4 OW5 OW6
LOKASI A
Jarak dari PW (m) 0 1.9 4.1 8.1 15.2 31.4 48.10
Muka Air Tanah Awal (m) 2.35 2.21 2.41 1.92 2.15 1.95 1.99
Kedalaman Sumur (m) 20 16 16 16 16 16 16
LOKASI B
Jarak dari PW (m) 0 1.9 4.1 8.1 15.2 31.4 48.10
Muka Air Tanah Awal (m) 6.33 6.12 5.80 1.36 1.27 1.28 2.75
Kedalaman Sumur (m) 20 16 16 16 16 16 16
LOKASI C
Jarak dari PW (m) 0 1.9 4.1 8.1 15.2 31.4 48.10
Muka Air Tanah Awal (m) 2.3 2.13 2.12 1.78 1.91 1.8 2.14
Kedalaman Sumur (m) 20 16 16 16 16 16 16
b. Parameter Hidrogeologi pada
Kondisi Unsteady State Flow untuk
Confined Aquifer
Saat pemompaan dilakukan, terkadang
kondisi aliran steady state tidak dapat
tercapai atau pada kondisi dimana selalu
terjadi penurunan saat pemompaan
dilakukan. Pada kondisi ini maka
perhitungan dengan kondisi aliran
steady state tidak berlaku. Untuk aliran
unsteady radial flow pada akuifer
terkekang, perhitungan untuk
mendapatkan parameter hidrogeologi
diungkapkan oleh :
b.1. Metode Theis (Curve Matching
Method)
Theis (1935) mengembangkan
perhitungan untuk mendapatkan
parameter hidrogeologi dengan
melakukan analogi antara aliran air dan
aliran panas.
);(44
uWT
Q
u
e
T
Qs
u
u
...!4.4!3.3!2.2
ln5772.0)(432
uuu
uuuW
(3)
Tt
Sru
4
2
(4)
dengan Q = debit air, s = drawdown, T
= transmissivity, S = storativity, dan t =
waktu.
Lokasi C
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
48
Asumsi yang digunakan untuk metode
ini,
a. Muka air tanah diasumsikan
horisontal
b. Akuifer merupakan akuifer
terkekang
c. Akuifer homogen, isotropik, dan
ketebalan akuifer seragam
d. Pemompaan dilakukan dengan
debit yang konstan
e. Sumur memotong akuifer secara
penuh
Gambar 6. Contoh Tipikal Kurva Theis
b.2. Metode Cooper - Jacob (Kurva
Waktu - Drawdown)
Metode Cooper-Jacob (1947)
mengembangkan metode Theis, di mana
penurunan muka air tanah akan
bertambah berdasarkan bertambahnya
waktu. Untuk sumur monitoring yang
dekat dengan sumur pompa, pada saat
pemompaan dilakukan dalam kurun
waktu yang lama penurunan muka air
tanah dapat diabaikan (u < 0.01). Oleh
karena itu, perumusan akan menjadi
Tt
Sr
T
Qs
4ln5772.0
4
2
(5)
tSr
T
T
Qs
2
25.2log
4
3.2
(6)
dengan Q = debit air, K = koefisien
permeabilitas tanah, s = drawdown, S =
storativity, R = jarak pumping well ke
observation well, T = transmissivity,
dan t = waktu.
6. Hasil Perhitungan
Dari beberapa metode diatas didapatkan
besarnya permeabilitas untuk akuifer
yang ada pada lokasi penelitian.
Permeabilitas untuk masing-masing
hasil ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Perhitungan
Permeabilitas pada Akuifer dengan
Metode Konvensional
No. Metode Permeabilitas, k (m/s)
Lokasi A
1 Thiem 2.35x10-4 - 8.79x10-3
2 Theis 3.79x10-4 - 7.43x10-3
3 Cooper-Jacob 5.26x10-4 - 9.71x10-3
Lokasi B
1 Thiem 8.50x10-6 - 6.55x10-5
2 Theis 1.33x10-5 - 4.51x10-4
3 Cooper-Jacob 9.20x10-5 - 5.13x10-3
Lokasi C
1 Thiem 4.31x10-4 - 2.26x10-3
2 Theis 3.84x10-5 - 3.84x10-3
3 Cooper-Jacob 7.20x10-5 - 4.95x10-3
Dari hasil tersebut, dapat dilihat dari
setiap metode perhitungan untuk
masing-masing lokasi memberikan hasil
yang berbeda. Perlu dilakukan back
analysis dengan bantuan program Plaxis
untuk menguji nilai k yang memberikan
hasil profil muka air tanah mendekati
dengan kondisi yang sebenarnya di
lapangan saat pengujian dilakukan.
Perbandingan dari ketiga metode
ditunjukkan pada Gambar 7.
Berdasarkan gambar tersebut dapat
dilihat profil muka air tanah aktual
untuk masing-masing lokasi saat waktu
akhir pemompaan, kemudian dilakukan
perbandingan dengan profil muka air
tanah berdasarkan hasil back analysis
dengan bantuan program menggunakan
parameter permeabilitas tanah yang
dihitung dengan metode konvensional.
Untuk lokasi A, metode Thiem
memberikan hasil profil muka air tanah
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
49
yang lebih mendekati dengan kondisi
aktual. Sedangkan untuk lokasi B dan
C, metode Theis memberikan hasil yang
lebih mendekati dengan kondisi aktual.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa diatas dapat
ditarik beberapa kesimpulan :
• Berdasarkan data tanah, kondisi
akuifer untuk setiap lokasi
penelitian adalah akuifer terkekang.
• Hasil perhitungan permeabilitas
tanah dengan berbagai metode
konvensional memberikan hasil
yang berbeda dengan nilai untuk
lokasi A adalah 2.35x10-4 m/s
hingga 9.71x10-3 m/s, lokasi B
adalah 8.50x10-6 m/s sampai dengan
5.13x10-3 m/s, dan untuk lokasi C
adalah 3.84x10-5 m/s sampai dengan
4.95x10-3 m/s.
• Setelah melakukan back analysis
dengan bantuan program dapat
dilihat hasil untuk lokasi A nilai
permeabilitas lebih mendekati
dengan perhitungan menggunakan
metode Thiem, kemudian untuk
lokasi B dan C dengan
menggunakan metode Theis.
Lokasi A
Lokasi B
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah X (ATPW),
Surabaya, 05 Agustus 2017, ISSN 2301-6752
50
Gambar 7. Perbandingan drawdown kondisi lapangan dan tiga metode konvensional
untuk masing-masing lokasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Cedergren, H. R. (1967). Seepage,
drainage, and flownets, New York
: John Wiley and Sons, 489.
2. Cooper, H.H. and C.E. Jacob
(1946). A generalized graphical
method for evaluating formation
constants and summarizing well
field history. Am. Geophys. Union
Trans. Vol. 27, 526-534.
3. Darcy, H. (1856). Les fontaines
publiques de la ville de Dijon, V.
Dalmont, Paris, 647. 4. Department of the Army, The Navy
and The Air Force (1983).
Dewatering and Groundwater
Control, NAVY NAVFAC P-418.
5. Kruseman, G.P., dan de Ridder,
N.A. (2000). Analysis and
Evaluation of Pumping Test
Data, 2nd Edition
6. Powers, J.P., Corwin, A.B.,
Schmall, P.C., dan Kaeck, W.E.
(2007) Construction Dewatering
and Groundwater Control : New
Methods and Applications, 3rd
Edition.
7. Theis, C.V. (1935). The relation
between the lowering of the
piezometric surface and the rate
and duration of discharge of a
well using groundwater storage.
Trans. Amer. Geophys. Union, Vol.
16, 5 19-524.
8. Thiem, G. (1906). Hydrologische
Methoden. Gebhardt, Leipzig, 56.
Lokasi C