UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERLAKUAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN EKSPATRIAT SEBAGAI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI INDONESIA
(STUDI KASUS EKSPATRIAT FILIPINA)
LAPORAN MAGANG
JOSHUA MICHAEL
0906525384
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK
JULI 2013
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PERLAKUAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN EKSPATRIAT SEBAGAI WAJIB PAJAK
DALAM NEGERI INDONESIA
(STUDI KASUS EKSPATRIAT FILIPINA) HALAMN JUDUL
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
JOSHUA MICHAEL
0906525384
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK
JULI 2013
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
ii Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
iii Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
iv Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME karena atas RahmatNya
penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan magang ini dengan baik dan tepat
waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, penulis tidak mungkin bisa menyelesaikan laporan magang ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Tubagus Chairul A. S.E., M.E., S.H selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu di sela-sela padatnya pekerjaan. Terima
kasih atas kesediaan Bapak dalam memberikan kritik, saran, serta masukan
selama proses penulisan laporan magang ini.
2. Bapak Heru Sudarisman S.E., Msc dan Munir M. Ali S.E., MBA selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat
dalam revisi laporan magang ini.
3. Ibu Dr. Sylvia Veronica NPS. S.E., Ak. selaku pembimbing akademis
penulis selama menempuh kuliah di FEUI.
4. Deloitte Tax Solutions – Global Employer Services (DTS – GES) yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan
magang.
5. Bapak Reinhard Daniel H. Aritonang selaku Senior Manager dari DTS –
GES serta seluruh staf dari DTS – GES atas dukungan, saran, dan
informasi yang telah diberikan selama proses pembuatan laporan magang
ini.
6. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa, serta
selalu mendampingi penulis di saat susah maupun senang.
7. Teman-teman Geng “You Don’t Say” yang telah menemani penulis selama
kuliah di FEUI baik dalam suka maupun duka: Abi, Adit, Aji, Devin, Ega,
Novita, Pascal, Riko, Riri, dan Rizki Antono. Persahabatan bagai
kepompong!
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
vi Universitas Indonesia
8. Teman seperjuangan penulis selama magang, Gilan Gustari. Terima kasih
atas kebersamaannya selama kegiatan magang berlangsung.
9. Seluruh tim kepanitiaan yang pernah penulis ikuti di FEUI. Terima kasih
atas pembelajaran dan kerja samanya.
10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, naumun
turut berkontribusi dalam penulisan laporan ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan magang ini masih jauh dari
sempurna sehingga penulis sangat mengharapkan adanya masukan-masukan dari
berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga laporan magang ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.
Depok, Juli 2013
Penulis
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
vii Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Joshua Michael
Program Studi : Akuntansi
Judul : Analisis Perlakuan dan Penghitungan Pajak Penghasilan
Ekspatriat Sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia
(Studi Kasus Ekspatriat Filipina)
Laporan ini menjelaskan perlakuan dan penghitungan Pajak Penghasilan pada
ekspatriat Filipina sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang bekerja di
Indonesia. Perlakuan dan penghitungan Pajak Penghasilan dijelaskan dengan
menggunakan kasus dari berbagai macam kondisi ekspatriat. Praktik perlakuan
dan penghitungan Pajak Penghasilan akan dibandingkan dengan peraturan
perpajakan yang berlaku. Laporan ini juga menjelaskan dampak dari adanya
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari Singapura pada
posisi pajak ekspatriat saat pelaporan SPT Tahunan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa praktik perlakuan dan penghitungan Pajak Penghasilan telah
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Kata kunci:
Ekspatriat; Pajak Penghasilan; Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan; Posisi
pajak
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Joshua Michael
Study Program : Accounting
Title : Income Tax Treatment and Calculation Analysis of
Expatriate as Indonesian Tax Resident (Case Study of
Filipino Expatriate)
This report explains the income tax treatment and calculation for Filipino
expatriate as Indonesian tax resident who works in Indonesia. Income tax
treatment and calculation are explained by using various cases of expatriate
conditions. The practice of tax treatment and calculation will be compared to the
tax regulations that have been determined. This report also explains about the
impact of expatriate overseas employment income on expatriate tax position at the
filing time of annual income tax return. The results from this report show that the
practice of tax treatment and calculation in accordance with tax regulations that
have been determined.
Key words:
Employment income; Expatriate; Income tax; Tax position
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... ii
TANDA PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR MAGANG ................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................ vii
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang ....................................................... 1
1.2 Waktu dan tempat Pelaksanaan Magang ................................................... 2
1.3 Pelaksanaan Magang Secara Umum ......................................................... 2
1.4 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 7
1.5 Pembatasan Masalah ............................................................................... 10
1.6 Tujuan Pembahasan Masalah .................................................................. 11
1.7 Sistematika Penulisan Laporan Magang ................................................. 11
BAB 2 LANDASAN TEORI .................................................................................. 13 2.1 Konsep Dasar Perpajakan........................................................................ 13
2.1.1 Definisi dan Fungsi Pajak ........................................................... 13
2.1.2 Penghasilan Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia .... 15
2.1.3 Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan ............................... 16
2.2 Pajak Penghasilan Orang Pribadi ............................................................ 17
2.2.1 Komponen-Komponen Dalam Penghitungan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi .......................................................... 17
2.2.2 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang
Pribadi ......................................................................................... 24
2.3. Yurisdiksi Pemungutan Pajak Penghasilan ............................................. 28
2.4. Dasar Penentuan Status Tax Residency ................................................... 29
2.4.1 Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia ........................ 29
2.4.2 Menurut Undang-Undang Perpajakan Filipina ........................... 30
2.4.3 Menurut Undang-Undang Perpajakan Singapura ........................ 31
BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................ 33 3.1 Profil Deloitte ......................................................................................... 33
3.2 Profil PT. X Indonesia ............................................................................ 36
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
xi Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................................. 40 4.1 Analisis Status Tax Residency Dari Mr. F .............................................. 41
4.2 Analisis Perlakuan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan Yang Diterima Oleh Mr. F ..................................................... 42
4.3 Perlakuan dan Penghitungan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan Yang Diterima Oleh Mr. F Sebagai Wajib Pajak
Dalam Negeri .......................................................................................... 45
4.3.1 Kondisi I: Mr. F Sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi di Tahun Pertamanya Ditempatkan di Indonesia ............ 46
4.3.2 Kondisi II: Mr. F Sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi di Tahun Setelah Tahun Pertamanya Ditempatkan di
Indonesia dan Tidak Akan Meninggalkan Indonesia di Tahun
Tersebut ....................................................................................... 53
4.4 Analisis Dampak Adanya Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan
Yang Bersumber Dari X Pte Ltd Singapura Pada Posisi Pajak Mr. F
Saat Pelaporan SPT Tahunan .................................................................. 62
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 65 5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 65
5.2 Saran ........................................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 67
LAMPIRAN ............................................................................................................. 70
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F dari PT. X Indonesia
Tahun 2011 ................................................................................................ 47
Tabel 4.2 Tarif Pajak Atas Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri ................................................................................ 48
Tabel 4.3 Penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F Tahun 2011 ................................ 48
Tabel 4.4 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Mr. F Untuk Tahun 2012 ............. 52
Tabel 4.5 Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F Tahun 2012 dari PT. X
Indonesia – Jakarta .................................................................................... 53
Tabel 4.6 Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F Tahun 2012 dari PT. X
Indonesia – Salatiga ................................................................................... 54
Tabel 4.7 Rincian Gaji dan Tunjangan Relokasi Mr. F Selama Tahun 2012 ........... 55
Tabel 4.8 Detail Penghasilan Luar Negeri Mr. F Selama Tahun 2012 ..................... 56
Tabel 4.9 Penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F Tahun 2012 ................................ 57
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ilustrasi Struktur Organisasi Deloitte Indonesia ..................................... 70
Lampiran 2 Ilustrasi Struktur Organisasi Grup ABC ................................................. 71
Lampiran 3 Formulir 1721-A1 Mr. F Tahun 2011 .................................................... 72
Lampiran 4 Formulir 1770 S, 1770 S-I, dan 1770 S-II Mr. F Tahun 2011................ 73
Lampiran 5 Formulir 1721-A1 Mr. F Tahun 2012 .................................................... 76
Lampiran 6 Certificate of Income Mr. F dari X Pte Ltd Singapura Tahun 2012 ....... 78
Lampiran 7 Formulir 1770 S, 1770 S-I, dan 1770 S-II Mr. F Tahun 2012................ 79
Lampiran 8 SSP PPh Pasal 29 Mr. F Tahun 2012 ..................................................... 83
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Magang
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam
Harahap (1994) mendefinisikan akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan,
peringkasan yang tepat dan dinyatakan dalam satuan mata uang, transaksi-
transaksi, dan kejadian-kejadian yang setidak-tidaknya bersifat finansial dan
penafsiran hasil-hasilnya. Akuntansi dapat dikatakan sebagai seni karena orang
yang ingin memperoleh pengetahuan dan keterampilan akuntansi harus terjun
langsung dalam dunia praktik/kerja. Dewasa ini, untuk mampu bersaing di dunia
kerja, lulusan perguruan tinggi harus mempunyai keterampilan dan kompetensi
yang memadai. Lulusan perguruan tinggi tidak hanya dituntut untuk memiliki
kemampuan akademis semata, tetapi juga dituntut untuk memiliki kecakapan pada
soft skill lain yang dapat mendukung karirnya.
Sejalan dengan misi dari Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia yaitu menghasilkan lulusan yang mampu bersaing secara
global, maka Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
menyelenggarakan program magang sebagai salah satu pilihan karya akhir yang
disyaratkan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Program magang dibentuk
sebagai suatu “laboratorium latihan” bagi mahasiswa dalam menerapkan teori dan
pengetahuan yang diterima di ruang kuliah ke dalam kehidupan kerja nyata yang
didesain secara terstruktur.
Program magang juga dimaksudkan untuk menerapkan program link &
match bagi mahasiswa agar ilmu yang telah dipelajarinya menjadi tepat guna dan
berhasil guna di tempat kerja di masa mendatang.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
2
Universitas Indonesia
1.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang
Penulis melaksanakan program magang di Deloitte Tax Solutions (DTS).
DTS merupakan salah satu divisi dari Deloitte Indonesia yang bertugas untuk
melayani jasa konsultasi perpajakan bagi perusahaan-perusahaan lokal dan
multinasional yang beroperasi di Indonesia. Penulis ditempatkan pada subdivisi
Global Employer Services (GES) yang menangani masalah perpajakan orang
pribadi (Individual Taxation). Sebagian besar klien GES berasal dari luar
Indonesia (ekspatriat), namun ada juga yang merupakan Warga Negara Indonesia
yang bekerja di dalam negeri atau di luar negeri. Kegiatan magang ini berlangsung
selama kurang lebih 4 bulan, terhitung sejak tanggal 4 Februari 2013 hingga 31
Mei 2013.
1.3 Pelaksanaan Magang Secara Umum
Selama menjalani program magang di subdivisi GES, penulis bertugas
membantu para Senior Associate dalam memberikan konsultasi perpajakan
kepada para klien, sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Aktivitas yang dilakukan penulis pada divisi ini, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Melakukan proses registrasi NPWP bagi ekspatriat yang akan
bekerja di Indonesia
Dalam hal ini penulis bertugas untuk mempersiapkan serta memeriksa
kelengkapan dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan proses registrasi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun dokumen yang menjadi
persyaratan dalam melakukan registrasi NPWP bagi ekspatriat antara lain:
formulir pendaftaran wajib pajak orang pribadi, fotokopi Izin
Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA), fotokopi Kartu Izin Tinggal
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Terbatas (KITAS), fotokopi paspor, surat kuasa khusus untuk mengurus
pendaftaran wajib pajak, fotokopi KTP dari penerima kuasa, dan fotokopi
NPWP perusahaan yang mempekerjakan ekspatriat tersebut. Setelah
semua dokumen yang diperlukan tersedia, maka selanjutnya registrasi
NPWP dari ekspatriat tersebut akan diproses ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). Jika ekspatriat menginginkan untuk segera mendapat NPWP,
penulis akan melakukan proses registrasi NPWP secara online (e-
Registration). Setelah melakukan e-Registration pada website
http://ereg.pajak.go.id, ekspatriat kemudian akan memperoleh Surat
Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS). Setelah kartu NPWP dan Surat
Keterangan Terdaftar (SKT) diperoleh dari KPP, maka kartu NPWP dan
SKT tersebut akan diserahkan kepada ekspatriat yang bersangkutan untuk
mereka simpan, sampai mereka nantinya memutuskan untuk
meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
Melakukan proses permohonan penghapusan (deregistrasi) NPWP
bagi ekspatriat yang akan meninggalkan Indonesia
Dalam hal ini penulis bertugas untuk mempersiapkan serta memeriksa
kelengkapan dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan proses
deregistrasi NPWP. Adapun dokumen yang menjadi persyaratan dalam
melakukan registrasi NPWP bagi ekspatriat antara lain: kartu NPWP dan
SKT, surat pernyataan dari ekspatriat bahwa yang bersangkutan akan
meninggalkan Indonesia selama-lamanya sehubungan dengan telah
berakhirnya masa tugas dengan perusahaan, surat pernyataan dari
perusahaan bahwa karyawan mereka (ekspatriat) akan meninggalkan
Indonesia selama-lamanya sehubungan dengan telah berakhirnya masa
tugas dengan perusahaan, formulir pendaftaran dan perubahan data wajib
pajak, surat kuasa khusus untuk menyampaikan permohonan penghapusan
NPWP, surat kuasa khusus untuk membantu dalam rangka pemeriksaan
pajak berikut penandatanganan Surat Pernyataan Persetujuan Hasil
Pemeriksaan dan Berita Acara oleh KPP sehubungan dengan permohonan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
4
Universitas Indonesia
penghapusan NPWP, dan fotokopi Exit Permit Only (EPO). EPO adalah
ijin keluar untuk tidak kembali yang diberikan oleh perusahaan terkait
kepada ekspatriat ketika ekspatriat tersebut akan kembali ke negeranya,
baik karena ekspatriat tersebut telah habis masa kontraknya dengan
perusahaan atau karena dideportasi. Setelah semua dokumen yang
diperlukan tersedia, maka selanjutnya deregistrasi NPWP akan diproses
pada KPP yang memproses registrasi NPWP dari ekspatriat tersebut.
Menyiapkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam menyiapkan SPT Tahunan, penulis perlu memeriksa ketersediaan
data-data perpajakan dan kelengkapan lain yang dibutuhkan dari klien
dan/atau perusahaan terkait. Data-data perpajakan yang diperlukan (jika
ada), seperti jumlah dan identitas tanggungan, penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang berasal dari luar Indonesia yang tidak diberikan
oleh perusahaan terkait, program insentif (yang tidak tercantum pada form
1721-A1), penghasilan istri sehubungan dengan pekerjaan yang berasal
dari luar Indonesia yang tidak diberikan oleh perusahaan yang
mempekerjakan istri (jika istri bekerja di Indonesia), pendapatan bunga,
dividen, sewa, dan lain-lain, serta harta dan kewajiban yang dimiliki oleh
wajib pajak diperoleh lewat Tax Organizer (GlobalAdvantage Organizer)
yang dapat diberikan kepada ekspatriat baik dalam bentuk hardcopy
maupun softcopy. Sedangkan kelengkapan lain yang dibutuhkan misalnya
formulir 1721-A1, surat kuasa khusus (bila dikuasakan), fotokopi surat
pernyataan penghasilan dari luar negeri (jika ada), fotokopi IMTA/EPO
(untuk wajib pajak orang pribadi inbound), dan lain-lain. Penulis
kemudian menyiapkan SPT Tahunan, yang disesuaikan dengan peraturan-
peraturan perpajakan di negara lain yang berkaitan dengan ekspatriat
masing-masing.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Mengembalikan bukti lapor dari Kantor Pelayanan Pajak beserta
salinan SPT Tahunan asli ke ekspatriat (return original)
SPT Tahunan yang disiapkan oleh penulis selalu dibuat rangkap satu,
dimana SPT Tahunan pertama dilapor ke KPP, sedangkan SPT Tahunan
kedua dikembalikan ke ekspatriat beserta bukti lapor dari KPP. Hal ini
dikarenakan jika sewaktu-waktu KPP melakukan pemeriksaan pajak,
ekspatriat dapat menunjukkan dokumen yang diperlukan tersebut kepada
pemeriksa.
Menghubungi klien dan Kantor Pelayanan Pajak
Dalam melakukan proses registrasi dan deregistrasi, penulis perlu
menghubungi klien untuk meminta data-data yang diperlukan. Selain itu
pada proses penyiapan SPT Tahunan, jika hasil penghitungan perpajakan
menunjukkan status kurang bayar (yang disebabkan oleh adanya
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang berasal dari luar negeri
yang belum dipotong pajak), penulis akan mengonfirmasi ekspatriat untuk
mengetahui apakah ekspatriat tersebut memilih setuju dengan
penghitungan yang telah dibuat penulis, atau memilih untuk tidak
mengungkapkan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang berasal
dari luar negeri yang belum dipotong pajak tersebut. Begitu pula jika hasil
penghitungan perpajakan menunjukkan status lebih bayar, penulis juga
akan mengonfirmasi ekspatriat untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan ingin PPh lebih bayar tersebut direstitusikan, atau memilih
untuk tidak mengklaim kelebihan bayar tersebut. Selain menghubungi
klien, penulis juga terkadang menghubungi KPP, sesuai keperluan yang
diinginkan. Hal tersebut diantaranya ketika ada pemeriksaan pajak,
pertanyaan seputar wajib pajak, dan lain sebagainya.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Membantu proses pembayaran pajak dan penyampaian SPT
Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak
Penulis ikut membantu proses pembayaran PPh Pasal 25 atas angsuran
pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak setiap bulannya, PPh Pasal 29 atas SPT Tahunan kurang bayar, serta
membantu proses penyampaian SPT Tahunan ke KPP.
Melakukan pekerjaan administratif lainnya
Penulis bertanggung jawab atas dokumentasi berkas-berkas perpajakan
ekspatriat. Dokumen-dokumen perpajakan tiap-tiap ekspatriat ditempatkan
dalam sebuah map hijau yang di dalamnya terdiri atas 5 bagian, yaitu: (1)
Data, bagian untuk menyimpan data-data perpajakan yang diperoleh
penulis dari ekspatriat tersebut, seperti GlobalAdvantage Organizer,
fotokopi formulir 1721-A1, fotokopi IMTA, dll; (2) Art. 25 Monthly Tax
Installment, bagian untuk menyimpan fotokopi SSP PPh Pasal 25 pada
tahun fiskal berjalan beserta bukti penerimaan negara; (3) Draft SPT 1770
& Calculation, bagian untuk menyimpan draf pembuatan SPT Tahunan;
(4) Compilation Report & Correspondence, bagian untuk menyimpan
fotokopi penghitungan PPh yang diserahkan kepada klien beserta fotokopi
dokumen korespondensi dengan klien, dan (5) Final Tax Return, bagian
untuk menyimpan fotokopi SPT Tahunan yang dilaporkan ke KPP yang
dilengkapi dengan fotokopi bukti lapor dari KPP.
Selain melakukan dokumentasi atas berkas-berkas perpajakan, penulis
juga ditugaskan untuk melakukan update atas GlobalAdvantage (GA)
Tracker. GA Tracker adalah sebuah perangkat lunak yang khusus
dirancang oleh Deloitte untuk mengelola dan memantau informasi atas
proyek yang sedang dikerjakan dari awal hingga proyek tersebut selesai.
GA Tracker memungkinkan Deloitte untuk mengelola prosedur kepatuhan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
7
Universitas Indonesia
dan membantu klien dalam berinteraksi dengan Deloitte maupun dengan
karyawan mereka.
Tugas lainnya yang dilakukan penulis adalah mempersiapkan dokumen
yang akan dikirimkan ke klien. Pada umumnya dokumen tersebut akan
dikirimkan oleh kurir yang khusus bekerja untuk DTS, namun jika
situasinya sangat mendesak untuk dikirimkan segera, maka penulis yang
akan mengirimkan dokumen tersebut langsung ke tempat klien.
1.4 Latar Belakang Masalah
Pada Pasal 2 ayat 3(a) UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 disebutkan
bahwa orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan atau mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
akan dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri. Namun jika tidak
melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak mempunyai niat untuk
tinggal di Indonesia, maka orang pribadi tersebut akan dikategorikan sebagai
Subjek Pajak Luar Negeri dan untuk itu orang pribadi tersebut akan dikenakan
PPh Pasal 26 atas penghasilan bruto yang diterimanya.
Ketentuan pajak tersebut menjadi dasar bagi ekspatriat yang akan bekerja
di Indonesia untuk dapat dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri,
sehingga atas penghasilannya tersebut dikenakan PPh Pasal 21 seperti layaknya
pekerja dalam negeri dengan mendapatkan pengurangan Biaya Jabatan dan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Setelah dikategorikan sebagai Subjek
Pajak Dalam Negeri, ekspatriat harus mendaftarkan diri di KPP untuk
mendapatkan NPWP. Jika ekspatriat tersebut tidak memiliki NPWP, maka sesuai
UU PPh Pasal 21 ayat (5a), ekspatriat tersebut akan dikenakan pemotongan pajak
20% lebih besar dari tarif pajak yang dikenakan kepada pemilik NPWP.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Pada beberapa kasus berdasarkan pengalaman penulis dalam menyiapkan
SPT Tahunan bagi ekspatriat, ekspatriat yang telah berstatus sebagai Subjek Pajak
Dalam Negeri masih memiliki keterkaitan ekonomi dengan negara lain. Salah satu
penyebab terjadinya hal tersebut yaitu ekspatriat yang bekerja pada perusahaan
multinasional telah ditugaskan di berbagai negara sebelum ditempatkan di
Indonesia. Selain itu ada juga ekspatriat yang memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari luar negeri.
Indonesia menganut sistem perpajakan worldwide income, yang berarti
setiap penghasilan yang diperoleh ekspatriat di luar negeri juga termasuk objek
pajak di Indonesia. Hal ini sesuai dengan UU PPh Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi:
“(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h. royalti;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
10
Universitas Indonesia
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.”
Selain menggunakan peraturan perpajakan Indonesia, pembahasan kasus-
kasus tersebut juga harus dikaitkan dengan peraturan perpajakan dari negara asal
ekspatriat (Filipina) dan negara sumber penghasilan luar negeri (Singapura).
1.5 Pembatasan Masalah
Terdapat berbagai macam bentuk penghasilan, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri seperti yang disebutkan dalam UU PPh
Pasal 4 ayat (1), salah satu contohnya adalah penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan yang diterima ekspatriat dari luar negeri. Pada laporan ini, penulis
membatasi pembahasan jenis penghasilan luar negeri pada penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang diterima ekspatriat yang bersumber dari
Singapura. Kasus yang dipilih adalah ekspatriat Filipina yang bekerja di
Indonesia. Pembatasan tersebut dilakukan karena selama pelaksanaan program
magang, penulis mengamati fenomena banyaknya perusahaan multinasional di
Indonesia yang mempekerjakan ekspatriat yang berasal dari Filipina, dan
beberapa ekspatriat Filipina tersebut tidak hanya memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari Indonesia, namun mereka juga
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari luar
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
11
Universitas Indonesia
negeri. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan tersebut terdiri dari gaji pokok,
bonus, dan tunjangan relokasi.
1.6 Tujuan Pembahasan Masalah
1. Menganalisis perlakuan dan penghitungan PPh atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang diterima oleh ekspatriat Filipina
sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri.
2. Menganalisis dampak yang timbul dari adanya penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang bersumber dari Singapura pada penghitungan PPh
orang pribadi ekspatriat saat pelaporan SPT Tahunan.
1.7 Sistematika Penulisan Laporan Magang
Laporan magang ini terdiri dari lima bab dan terdapat lampiran yang
mendukung isi laporan magang ini, rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 berisi latar belakang pelaksanaan magang, waktu dan tempat
pelaksanaan magang, pelaksanaan magang secara umum, latar belakang
masalah, pembatasan masalah, tujuan pembahasan masalah, dan
sistematika penulisan laporan magang.
2. Bab 2 Landasan Teori
Bab 2 menjelaskan tentang landasan teori yang mendasari analisis dan
pembahasan yang akan disajikan pada Bab 4. Landasan teori dibuat
dengan menggunakan referensi dari berbagai sumber, antara lain buku
umum, Undang-Undang Perpajakan, serta produk hukum lainnya yang
berkaitan dengan topik bahasan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
12
Universitas Indonesia
3. Bab 3 Profil Perusahaan
Bab 3 berisi gambaran singkat perusahaan tempat penulis melaksanakan
program magang. Hal-hal yang dibahas antara lain gambaran singkat
tentang struktur dan jasa-jasa yang disediakan oleh Deloitte dan PT. X
Indonesia.
4. Bab 4 Analisis dan Pembahasan
Bab 4 menguraikan analisis dan pembahasan mengenai perlakuan
perpajakan pada ekspatriat Filipina yang memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari Jepang serta dampak
yang ditimbulkannya pada penghitungan PPh ekspatriat di Indonesia pada
saat pelaporan SPT Tahunan.
5. Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Bab 5 berisi kesimpulan atas pembahasan masalah yang diangkat dalam
laporan ini dan juga saran dari penulis atas topik terkait.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Perpajakan
2.1.1 Definisi dan Fungsi Pajak
Brotodihardjo (1981) mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang
definisi pajak, beberapa diantaranya seperti dalam kutipan berikut:
1. Mr. Dr. N. J. Feldmann
―Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada
penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum),
tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.‖
2. Prof. Dr. M.J.H. Smeets
―Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-
norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-
prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya
adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.‖
3. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
―Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.‖
4. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
―Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
14
Universitas Indonesia
(kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.‖
Berdasarkan empat pengertian pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ada 5 unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang;
2. Sifatnya dapat dipaksakan;
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak;
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat
maupun daerah; dan
5. Digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah demi
kepentingan masyarakat umum.
Menurut Ilyas dan Burton (2010), pajak mempunyai dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi Budgeter, yaitu fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi
untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan UU
berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
2. Fungsi Regulerend, yaitu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan
digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
letaknya diluar bidang keuangan.
Dalam perkembangannya, fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan
ditambah dua fungsi lainnya, yaitu:
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
15
Universitas Indonesia
3. Fungsi Demokrasi, yaitu fungsi yang merupakan perwujudan dari sistem
gotong royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia.
4. Fungsi Redistribusi, yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
2.1.2 Penghasilan Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia
Pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
penghasilan didefinisikan sebagai “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun”.
Berdasarkan Penjelasan UU PPh Pasal 4 ayat (1), pengertian penghasilan
dalam Undang Undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber
tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan
ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-
sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan
pembangunan. Jika dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis
kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya;
2. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak
yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; dan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
16
Universitas Indonesia
4. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain
sebagainya.
Sedangkan dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi
dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan wajib pajak.
Terkait dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam mata uang
asing, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 7 ayat (1)
menjelaskan bagaimana menilai suatu penghasilan yang diperoleh dalam mata
uang asing. Menurut peraturan tersebut, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan
pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
2.1.3 Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan
Pembahasan pada laporan ini akan berfokus pada penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang diterima oleh Ekspatriat Filipina atas pekerjaan yang
dilakukan di Singapura. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang
diperoleh ekspatriat Filipina tersebut bersumber dari 2 negara, yaitu Indonesia dan
Singapura. Oleh karenanya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.
Thuronyi (1998) menyampaikan pendapat Burns dan Krever yang
menjelaskan bahwa definisi dasar dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
(employment income) harus mencakup semua kompensasi yang secara langsung
ataupun tidak langsung terkait dengan hubungan kerja, termasuk diantaranya
yaitu:
1. gaji, upah, atau imbalan lainnya yang diberikan pada karyawan
2. natura/kenikmatan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
17
Universitas Indonesia
3. tunjangan yang diberikan pemberi kerja untuk kepentingan
karyawan/anggota keluarganya
4. setiap penggantian yang diberikan pemberi kerja atas pengeluaran
karyawan yang timbul karena pelaksanaan tugas pekerjaannya
5. pembayaran yang diberikan oleh pemberi kerja terkait kesepakatan dengan
karyawan untuk setiap kondisi pekerjaan/perubahannya
6. setiap pembayaran yang diberikan pemberi kerja atas pemutusan hubungan
kerja
7. setiap kompensasi yang diterima atas kehilangan dari total
sebagian/seluruh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
8. pensiun karena pengunduran diri serta pensiun tambahan
9. setiap pembayaran untuk mengamankan perjanjian negatif dari karyawan
10. pemberian/hadiah yang diberikan pemberi kerja untuk karyawan
selama/berdasarkan pekerjaan
Burns dan Krever menambahkan bahwa penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan dapat mengecualikan beberapa balas jasa yang diberikan kepada
karyawan karena tidak memberikan nilai tambah secara ekonomi, dan tunjangan
sosial yang akan dibebaskan dari pajak dalam rangka mencapai tujuan sosial
tertentu.
2.2 Pajak Penghasilan Orang Pribadi
2.2.1 Komponen-Komponen Dalam Penghitungan Pajak Penghasilan
Orang Pribadi
1. Penghasilan Bruto
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal
10 ayat (1), jumlah Penghasilan Bruto yang diterima atau diperoleh penerima
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
18
Universitas Indonesia
2. Penghasilan Neto
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal
10 ayat (3), besarnya Penghasilan Neto bagi Pegawai Tetap yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah jumlah seluruh Penghasilan Bruto dikurangi dengan:
a. biaya jabatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
250/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (1), besarnya biaya jabatan yang dapat
dikurangkan dari Penghasilan Bruto ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;
b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (1), Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
1. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk Wajib Pajak yang kawin;
3. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)
tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
4. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Namun demikian, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.
162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP), besarnya PTKP per tahun menjadi sebagai berikut:
a. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri
Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin;
c. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Ketentuan mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
4. Penghasilan Kena Pajak
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal
10 ayat (2), besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
a. bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar Penghasilan
Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
b. bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar Penghasilan Bruto dikurangi PTKP;
c. bagi Bukan Pegawai, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
Penghasilan Bruto dikurangi PTKP per bulan.
5. PPh Pasal 21
Berdasarkan UU PPh Pasal 21, PPh Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 1
ayat (7), penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi
dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima/memperoleh
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, termasuk
penerima pensiun. Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
31/PJ/2012 Pasal 3, penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 tersebut
termasuk di antaranya adalah:
1. Pegawai
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal
1 ayat (9), yang dimaksud dengan pegawai adalah orang pribadi yang
bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja
baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu
pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh
imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian
pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk
orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012
Pasal 1 ayat (10) dan (11), pegawai tetap adalah pegawai yang menerima
atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu
tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah
tertentu secara teratur, sedangkan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang
diminta oleh pemberi kerja.
2. Penerima Pensiun
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 1
ayat (14), penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di
masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
3. Bukan Pegawai
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 1
ayat (12), penerima penghasilan bukan pegawai adalah orang pribadi
selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari
Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan jasa yang dilakukan
berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Penerima penghasilan bukan pegawai yang dimaksud meliputi:
a) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan
seniman lainnya;
c) olahragawan;
d) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e) pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g) agen iklan;
h) pengawas atau pengelola proyek;
i) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
j) petugas penjaja barang dagangan;
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
22
Universitas Indonesia
k) petugas dinas luar asuransi;
l) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama
5. Mantan Pegawai
6. Peserta Kegiatan
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 1
ayat (13), peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya
(workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan
menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam kegiatan tersebut. Peserta kegiatan yang dimaksud meliputi:
a) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
d) peserta pendidikan dan pelatihan;
e) peserta kegiatan lainnya.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012 Pasal 5 ayat (1) adalah:
a) penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa
Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
b) penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c) penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
23
Universitas Indonesia
d) penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
e) imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
f) imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g) penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur
yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan
yang sama;
h) penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan
lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
i) penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-31/PJ/2012
Pasal 25 ayat (1), jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak
bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang
bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
6. PPh Pasal 24
Penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri tentu akan dikenakan
pajak di luar negeri. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda, UU PPh
Pasal 24 menyebutkan bahwa atas pengenaan pajak di luar negeri, Wajib Pajak
dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayarnya di luar negeri terhadap pajak
terutang yang ada di Indonesia sebesar PPh yang telah dibayar/terutang di luar
negeri, tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak terutang.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
24
Universitas Indonesia
7. PPh Pasal 25
Berdasarkan UU PPh Pasal 25, PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak
dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
setiap bulan. Secara umum, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2.2.2 Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Berdasarkan Buku Panduan Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi No. PJ.091/KUP/B/007/2013-00, SPT Tahunan PPh
adalah formulir yang harus diisi Wajib Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) untuk melaporkan identitas diri, harta, kewajiban/utang,
penghasilan, dan penghitungan pajaknya setiap tahun. Formulir SPT Tahunan
untuk Orang Pribadi terbagi atas 3 jenis, yaitu:
1. Orang Pribadi yang memiliki sumber penghasilan antara lain dari usaha
dan/atau pekerjaan bebas, wajib mengisi formulir SPT Tahunan 1770. Formulir
1770 terdiri dari Induk dan lampiran (1770 - I,1770 - II,1770 - Ill dan 1770 - IV).
Formulir 1770 - IV isinya adalah “harta pada akhir tahun”, “kewajiban/utang pada
akhir tahun” dan “susunan anggota keluarga”. Formulir 1770 - III isinya adalah:
penghasilan yang dikenakan pajak final dan/atau bersifat final, penghasilan yang
tidak termasuk objek pajak, dan penghasilan istri yang dikenakan pajak secara
terpisah. Formulir 1770 - II isinya adalah “daftar pemotongan/pemungutan PPh
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
25
Universitas Indonesia
oleh pihak lain, PPh yang dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung
pemerintah”. Formulir 1770 - I isinya adalah penghitungan Penghasilan Neto
dalam negeri dari usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak yang
menggunakan pembukuan, penghitungan Penghasilan Neto dalam negeri yang
menggunakan norma penghitungan Penghasilan Neto, penghasilan dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan (tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh
bersifat final), dan penghasilan dalam negeri lainnya (tidak termasuk penghasilan
yang dikenakan PPh bersifat final). Formulir 1770 Induk (halaman terdepan)
isinya adalah identitas dan Penghasilan Neto (angka-angkanya berasal dari
lampiran 1770), penghasilan kena pajak, PPh terutang, kredit pajak, hasil
penghitungan PPh, daftar lampiran serta pernyataan Wajib Pajak yang disertai
tanda tangannya.
2. Orang Pribadi yang memiliki sumber penghasilan dari satu pemberi
kerja (sebagai karyawan) atau lebih dan/atau penghasilan lainnya yang bukan dari
usaha atau pekerjaan bebas, wajib mengisi formulir SPT Tahunan 1770 S.
formulir SPT Tahunan 1770 S yang terdiri dari induk dan lampiran (1770 S - I,
dan 1770 S - II). Formulir 1770 S - II isinya adalah “penghasilan yang dikenakan
PPh final dan/atau bersifat final”, “daftar harta pada akhir tahun”, “daftar
kewajiban/utang pada akhir tahun” dan “daftar susunan anggota keluarga”.
Formulir 1770 S - I, isinya adalah “Penghasilan Neto dalam negeri lainnya”,
“penghasilan yang tidak termasuk objek pajak” dan “daftar
pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang Ditanggung
Pemerintah”. Formulir 1770 S Induk (halaman terdepan) isinya adalah identitas
dan Penghasilan Neto (angka-angkanya berasal dari lampiran 1770 S),
penghasilan kena pajak, PPh terutang, kredit pajak, hasil penghitungan PPh, daftar
lampiran serta pernyataan Wajib Pajak yang disertai tandatangannya.
3. Orang Pribadi yang memiliki sumber penghasilan dari hanya satu
pemberi kerja yang jumlah bruto penghasilan setahun tidak melebihi Rp
60.000.000 dan tidak mempunyai penghasilan lainnya kecuali dari bunga bank
dan bunga koperasi, wajib mengisi formulir SPT Tahunan 1770 SS. Formulir
1770 SS ini sangat sederhana sekali yaitu hanya mengisi identitas dan jumlah
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
26
Universitas Indonesia
keseluruhan harta dan kewajiban pada akhir tahun dan tanda tangan Wajib Pajak.
Formulir ini tidak berdiri sendiri tetapi harus melampirkan bukti pemotongan PPh
atas penghasilan dari pemberi kerja.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengisi SPT Tahunan PPh
adalah:
1. Formulir dipersiapkan
Formulir SPT Tahunan PPh dapat diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) terdekat atau
dapat mengunduh (men-download) di website http://www.pajak.go.id.
2. Data yang akan dilaporkan dipersiapkan
Bagi Orang Pribadi yang memiliki penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas, yang dipersiapkan:
Neraca dan laporan laba rugi (bagi Orang Pribadi yang menyelenggarakan
pembukuan) atau rekapitulasi bulanan peredaran bruto (bagi Orang Pribadi
yang menyelenggarakan pencatatan)
Bukti pemotongan PPh atas penghasilan yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri (apabila ada penghasilan yang dipotong oleh pemberi
penghasilan)
Sesuai dengan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
39/PJ/2008, dalam menghitung besarnya penghasilan dan PPh Pasal 21
yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dari setiap pegawai
tetap yang jumlah Penghasilan Neto nya melebihi PTKP, Pemotong Pajak
menggunakan Formulir 1721-A1. Pengisian Formulir 1721-A1 dilakukan
dalam jangka waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Rincian penghasilan selain yang berasal dari usaha dan/atau pekerjaan
bebas
Bukti pembayaran, seperti pembayaran Zakat yang dibayar ke Badan Amil
Zakat atau Iembaga Amil Zakat atau pembayaran Sumbangan Keagamaan
yang sifatnya wajib ke lembaga yang disahkan oleh Kementerian Agama,
atau pembayaran Fiskal Luar Negeri
Rincian harta dan kewajiban (hutang), misalnya untuk rumah dan tanah
cukup melihat SPPT PBB-nya, untuk kendaraan lihat BPKB-nya, dan
dokumen lainya yang menunjukan kepemilikan harta
Data lainnya, seperti Daftar Susunan Keluarga
3. Pengisian SPT Tahunan PPh hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Yang diisi terlebih dahulu adalah formulir lampiran, bukan induknya;
Di setiap lembar jangan lupa mengisi identitas seperti narna, NPWP dan
tahun pajaknya;
Jangan lupa membubuhkan tanda tangan, karena jika tidak SPT yang anda
laporkan dianggap tidak sah;
Sebelum SPT dikirim/disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
melalui tempat lain yang di tunjuk, jika SPT menunjukkan kurang bayar,
kekurangan tersebut harus dibayar paling lambat sebelum SPT
disampaikan ke KPP dan bukti pembayaran tersebut dilampirkan pada
SPT tersebut. Pembayaran dapat dilakukan di kantor pos atau bank.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-39/PJ/2008,
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh WP OP adalah 3 (tiga) bulan
setelah akhir Tahun Pajak (31 Maret). SPT Tahunan yang terlambat/tidak
disampaikan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda Rp 100.000
untuk SPT Tahunan yang terlambat/tidak disampaikan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
28
Universitas Indonesia
2.3 Yurisdiksi Pemungutan Pajak Penghasilan
Menurut Ilyas dan Burton (2010), yang dimaksud dengan yurisdiksi
pemungutan Pajak Penghasilan adalah batas kewenangan oleh suatu negara dalam
memungut Pajak Penghasilan bagi warga negaranya. Yurisdiksi pemungutan
Pajak Penghasilan merupakan salah satu cara pemungutan Pajak Penghasilan yang
didasarkan pada tiga asas. Asas-asas tersebut diantaranya adalah:
1. Asas Tempat Tinggal/Domisili
Asas tempat tinggal merupakan asas pemungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan tempat tinggal individu. Suatu negara hanya dapat memungut
Pajak Penghasilan terhadap semua individu yang bertempat tinggal di
negara tersebut atas seluruh penghasilan dimana pun diperoleh. Negara
yang menganut asas tempat tinggal akan menentukan dalam undang-
undangnya berapa lama batas waktu bagi individu yang bertempat tinggal
di negara tersebut hingga dapat dianggap sebagai subjek pajak.
UU PPh Indonesia menganut asas tempat tinggal. Hal ini dapat dilihat
dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3)
yang secara khusus mendefinisikan subjek pajak dalam negeri.
2. Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan merupakan asas pemungutan Pajak Penghasilan yang
didasarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut
Pajak Penghasilan kepada setiap individu yang mempunyai kebangsaan
negara tersebut, meskipun individu tersebut tidak bertempat tinggal di
negara yang bersangkutan.
UU PPh Indonesia tidak menganut asas kebangsaan. Di dalam UU No. 36
Tahun 2008 pasal 2 ayat (4) disebutkan bahwa individu yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dianggap sebagai subjek pajak luar negeri. Menurut Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No. PER-2/PJ/2009 Pasal 3, atas penghasilan yang
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
29
Universitas Indonesia
diterima atau diperoleh subjek pajak luar negeri dan telah dikenai pajak di
luar negeri, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia.
3. Asas Sumber
Asas sumber merupakan asas pemungutan Pajak Penghasilan yang
didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila sumber
penghasilan berada di suatu negara, maka negara tersebut berhak
memungut Pajak Penghasilan kepada setiap individu yang memperoleh
penghasilan dari sumber penghasilan tersebut berada.
UU PPh Indonesia menganut asas sumber. Hal ini tercantum dalam UU
PPh Pasal 4 ayat (1), yang menunjukkan bahwa Indonesia menganut
prinsip pengenaan pajak terhadap seluruh penghasilan yang diterima dari
seluruh dunia (worldwide income).
2.4 Dasar Penentuan Status Tax Residency
2.4.1 Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia
Berdasarkan UU PPh Pasal 2 ayat (2), subjek pajak dibedakan menjadi
subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Bagi orang pribadi,
subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan.
Namun demikian tidak semua orang asing (pribadi) yang bertempat
tinggal di Indonesia digolongkan sebagai subjek pajak. UU PPh Pasal 3 ayat (1b)
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
30
Universitas Indonesia
dan (1d) menyebutkan bahwa orang asing (pribadi) yang tidak termasuk subjek
pajak adalah:
a. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; dan
b. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.4.2 Menurut Undang-Undang Perpajakan Filipina
Undang-Undang Pajak Penghasilan Filipina (National Internal Revenue
Code of 1997 Republic Act No. 8424) Title II Chapter I Section 22 E
mendefinisikan “nonresident citizen” sebagai:
SEC. 22. Definitions - When used in this Title:
―(E) The term "nonresident citizen" means:
(1) A citizen of the Philippines who establishes to the satisfaction of the
Commissioner the fact of his physical presence abroad with a definite intention to
reside therein.
(2) A citizen of the Philippines who leaves the Philippines during the taxable year
to reside abroad, either as an immigrant or for employment on a permanent basis.
(3) A citizen of the Philippines who works and derives income from abroad and
whose employment thereat requires him to be physically present abroad most of
the time during the taxable year.‖
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
31
Universitas Indonesia
Perlakuan perpajakan terhadap “citizen‖ dan “nonresident citizen‖
Filipina diatur sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan Filipina
(National Internal Revenue Code of 1997 – Republic Act No. 8424) Title II
Chapter II Section 23, yang berbunyi sebagai berikut:
SEC. 23. General Principles of Income Taxation in the Philippines
―Except when otherwise provided in this Code:
(A) A citizen of the Philippines residing therein is taxable on all income derived
from sources within and without the Philippines;
(B) A nonresident citizen is taxable only on income derived from sources within
the Philippines‖
2.4.3 Menurut Undang-Undang Perpajakan Singapura
Undang-Undang Pajak Penghasilan Singapura (Singapore Income Tax
Act) Chapter 134 Part I: “Preliminary‖ – Section 2(1) mendefinisikan “individual
resident‖ sebagai:
Interpretation
2.—(1) In this Act, unless the subject or context otherwise requires —
―resident in Singapore‖ —
(a) in relation to an individual, means a person who, in the year preceding the
year of assessment, resides in Singapore except for such temporary absences
therefrom as may be reasonable and not inconsistent with a claim by such person
to be resident in Singapore, and includes a person who is physically present or
who exercises an employment (other than as a director of a company) in
Singapore for 183 days or more during the year preceding the year of
assessment.‖
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Perlakuan perpajakan terhadap “individual resident‖ dan “individual
nonresident‖ Singapura diatur sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Singapura (Singapore Income Tax Act) Chapter 134 Part III: “Imposition of
Income Tax‖ – Section 10(1), yang berbunyi sebagai berikut:
Charge of income tax
10.—(1) Income tax shall, subject to the provisions of this Act, be payable at the
rate or rates specified hereinafter for each year of assessment upon the income of
any person accruing in or derived from Singapore or received in Singapore from
outside Singapore in respect of —
(a) gains or profits from any trade, business, profession or vocation, for whatever
period of time such trade, business, profession or vocation may have been carried
on or exercised;
(b) gains or profits from any employment;
(c) [Deleted by Act 29/65]
(d) dividends, interest or discounts;
(e) any pension, charge or annuity;
(f) rents, royalties, premiums and any other profits arising from property; and
(g) any gains or profits of an income nature not falling within any of the
preceding paragraphs.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
33 Universitas Indonesia
BAB 3
PROFIL PERUSAHAAN
Penulis melaksanakan program magang di Deloitte Tax Solutions (DTS)
dan ditempatkan pada sub-divisi Global Employer Services (GES). Dalam
program magang ini, penulis ditugaskan untuk menangani masalah perpajakan
orang pribadi dari manajer penjualan sebuah perusahaan yang mengembangkan,
memproduksi, dan menjual berbagai bahan kimia yang digunakan dalam
pembuatan makanan & minuman. Demi menjaga kerahasiaan informasi, identitas,
dan data perusahaan, untuk selanjutnya perusahaan yang menjadi subjek
penelitian penulis akan disebut sebagai PT. X Indonesia yang merupakan anak
perusahaan dari X N.V. Belanda. X N.V. Belanda merupakan afiliasi dari Grup
ABC.
3.1 Profil Deloitte
Deloitte Touche Tohmatsu Limited, yang dikenal sebagai Deloitte,
merupakan organisasi swasta yang menjadi narasumber yang melakukan jasa
audit, perpajakan, konsultasi dan penasehat keuangan kepada sektor publik dan
swasta dari berbagai jenis industri di seluruh dunia. Deloitte berbentuk
hukum Swiss Verein, yaitu suatu organisasi keanggotaan berdasarkan Undang-
Undang Sipil Swiss (Swiss Civil Code), dimana setiap anggotanya merupakan
badan hukum tersendiri dan independen. Secara global, anggota Deloitte tersebar
di lebih dari 150 negara dan memiliki sekitar 200.000 staf. Kantor pusat global
Deloitte berkedudukan di Manhattan, New York dan mempunyai wilayah operasi
yang tersebar di berbagai regional di seluruh dunia.
Deloitte Southeast Asia Ltd. berada dalam wilayah operasi Asia Tenggara
yang berlokasi di Brunei, Guam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand, dan Vietnam. Deloitte Southeast Asia Ltd. beserta afiliasinya memiliki
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
34
Universitas Indonesia
lebih dari 250 partner dengan total 5.500 staf yang tersebar di 22 lokasi. Deloitte
Indonesia saat ini memiliki 30 partner dan lebih dari 800 staf yang berlokasi di
Jakarta dan Surabaya. Jasa Deloitte Indonesia disediakan oleh Osman Bing Satrio
dan Eny, PT. Deloitte Konsultan Indonesia, serta Deloitte Tax Solutions (DTS).
Jasa-Jasa Deloitte Indonesia
Jasa-jasa yang disediakan Deloitte Indonesia meliputi:
Advisory & Assurance, meliputi Due Diligence dan International
Financial Reporting Standard (IFRS)
Risk Consulting, meliputi Internal Audit, Control Insurance, Security and
Privacy Service, serta Risk Management
Financial Advisory, meliputi merger, acquisition, disposals, capital
raising, valuations, strategic and general corporate advice, project
finance and public private partnership, corporate advisory, dan
transaction services.
Tax
Di Indonesia, jasa perpajakan Deloitte disediakan oleh Deloitte Tax
Solutions (DTS). DTS menawarkan berbagai jasa pelayanan pajak sebagai
fasilitas pengembangan klien serta implementasi solusi pajak kreatif yang
dilengkapi strategi bisnis dengan meminimalkan dampak pajak atas
transaksi maupun aktivitas yang dilakukan oleh klien.
DTS memberikan keahlian khusus mereka dalam bidang-bidang berikut:
1. Business Tax Services
Menangani dan memberikan solusi untuk masalah perpajakan bagi
perusahaan-perusahaan dari berbagai jenis industri, di antaranya: Tax
Compliance Services, Tax Controversy Services, dan Advisory and
Consulting Services.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
35
Universitas Indonesia
2. Cross-Border Tax
Cross-Border Tax terbagi menjadi dua, yaitu Merger and Acquisitions
dan Transfer Pricing.
Merger and Acquisitions: Menangani dan memberikan solusi
untuk permasalahan perpajakan yang timbul akibat kegiatan
penggabungan usaha, baik lewat merger maupun akuisisi.
Transfer Pricing: Menangani permasalahan perpajakan seputar
perusahaan yang mempunyai indikasi hubungan isimewa
sehingga diperkirakan menggunakan system Transfer Pricing.
DTS membantu menganalisis nilai Arm’s length yang wajar
digunakan untuk transaksi antar perusahaan yang mempunyai
hubungan istimewa.
3. Global Employer Services (GES)
Global Employer Services (GES) menangani masalah perpajakan
orang pribadi (Individual Taxation), meliputi: Tax Compliance, Tax
Audit, Tax Consulting, Formalities for employer and expatriate
employees. Sebagian besar klien GES berasal dari luar Indonesia
(ekspatriat), namun ada juga yang merupakan Warga Negara Indonesia
yang bekerja di dalam negeri atau di luar negeri.
4. Indirect Tax
Indirect Tax terbagi menjadi dua, yaitu VAT (Value Added Tax) dan
Customs and Global Trade.
VAT: Menangani dan memberikan solusi pada masalah
perpajakan seputar Value Added Tax atau disebut juga Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
Customs and Global Trade: Memberikan solusi pada masalah
perpajakan yang berkaitan dengan peraturan fiskal maupun
non-fiskal agar perusahaan terhindar dari kewajiban dan sanksi-
sanksi perpajakan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
36
Universitas Indonesia
3.2 Profil PT. X Indonesia
PT. X Indonesia merupakan anak perusahaan dari X N.V. Belanda. X N.V.
Belanda merupakan afiliasi dari grup perusahaan ABC. Grup ABC merupakan
perusahaan industri makanan dan minuman berbasis susu yang berkantor pusat di
Belanda. Grup ABC memusatkan kegiatan operasional sejenis dalam sebuah grup
bisnis. Terdapat empat grup bisnis yang dimiliki Grup ABC, tiap-tiap grup bisnis
dibentuk berdasarkan kelompok produk. Dua dari empat grup bisnis yang dimiliki
Grup ABC juga terhubung dengan wilayah tertentu:
Consumer Products Europe
Consumer Products Europe memproduksi susu segar, minuman berbasis
susu, krim, krimer kopi, yoghurt, dan makanan pencuci mulut di regional
Eropa Barat, termasuk diantaranya: Belanda, Benelux, Jerman, Perancis,
Italia, Polandia, Portugal, Spanyol, Hongaria, Rumania, Yunani, Rusia,
dan Inggris Raya.
Consumer Products International
Consumer Products International memproduksi susu segar, susu bubuk,
susu kental manis, yoghurt, dan makanan pencuci mulut di regional Eropa
Timur, Asia, dan Afrika, termasuk diantaranya: Timur Tengah (Arab
Saudi, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain, Qatar, Kuwait and Yaman),
Nigeria, Malaysia/Singapura, Vietnam, Thailand, Indonesia, RRC, dan
Hong Kong.
Cheese, Butter & Milkpowder
Terdapat tiga unit usaha dalam grup bisnis ini yang dikelompokkan atas
jenis produk yang diproduksi, yaitu unit usaha keju, unit usaha olahan
keju, serta unit usaha mentega & susu bubuk. Setiap unit usaha
memproduksi keju, olahan keju, serta mentega & susu bubuk bagi
konsumen Grup ABC di seluruh dunia.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Ingredients
Grup bisnis Ingredients memproduksi bahan-bahan yang diperlukan dalam
pembuatan makanan dan minuman yang berbasis susu. Terdapat 5 afiliasi
usaha dari Grup ABC yang dikelompokkan dalam grup bisnis Ingredients,
salah satunya adalah X N.V. Belanda.
X N.V. Belanda dan anak perusahaannya bertanggung jawab dalam
mengembangkan, memproduksi, dan menjual berbagai bahan yang berbasis
proses emulsifikasi (proses pencampuran substansi kimia yang sulit untuk
dicampurkan), spray drying (proses penyemprotan cairan dengan bahan kimia
tertentu untuk mengubah bentuk cairan menjadi bubuk), dan enkapsulasi (proses
pembungkusan bahan dengan menggunakan bahan lainnya). Klien dapat
menggunakan bahan-bahan yang diproduksi oleh X N.V. Belanda dan anak
perusahaannya untuk meningkatkan efisiensi produksi, ataupun menghilangkan
rasa dan bau dari bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan. X N.V.
Belanda memiliki kantor penjualan serta pabrik produksi yang tersebar di
beberapa negara, seperti Jerman, Singapura, dan Indonesia.
PT. X Indonesia berdiri sejak tahun 2005 dan merupakan perusahaan
dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA), dimana seluruh saham PT. X
Indonesia dimiliki oleh X N.V. Belanda. PT. X Indonesia memiliki kantor
penjualan yang berlokasi di Jakarta, sementara pabrik produksinya berlokasi di
Salatiga. Kantor penjualan PT. X Indonesia di Jakarta terdaftar pada KPP Pratama
Jakarta Pasar Minggu, sedangkan pabrik produksi PT. X Indonesia di Salatiga
terdaftar pada KPP Pratama Salatiga. Baik kantor penjualan maupun pabrik
produksi dari PT. X Indonesia memiliki status wajib pajak tunggal (keduanya
memiliki kode seri NPWP dengan tiga digit terakhir 000). Sejak bulan Juli 2012,
kantor penjualan PT. X Indonesia yang berlokasi di Jakarta ditutup, sehingga saat
ini PT. X Indonesia hanya memiliki pabrik produksi yang berlokasi di Salatiga.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Produk – Produk PT. X Indonesia
Produk-produk yang dihasilkan oleh PT. X Indonesia adalah berbagai
jenis bahan yang berbasis proses emulsifikasi, spray drying, dan enkapsulasi.
Bahan-bahan tersebut dapat digunakan untuk berbagai segmen industri makanan
dan minuman, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Foamers
Foamers merupakan bahan yang digunakan untuk menciptakan lapisan
busa yang stabil dan tampak menarik pada minuman instan, seperti
cappuccino dan minuman coklat.
2. Creamers for coffee, tea and chocolate drinks
PT. X Indonesia memproduksi krimer nabati dan non-nabati yang
digunakan untuk menambah cita rasa pada kopi, teh, dan minuman coklat.
3. Creamers for savoury
PT. X Indonesia memproduksi krimer multi fungsi dengan kadar lemak
bervariasi yang dapat digunakan untuk sup instan, saus, dan berbagai
macam bumbu penyedap masakan.
4. Fat filled milk powders and creams powders
PT. X Indonesia memproduksi susu bubuk kaya lemak dan krim bubuk
yang cocok digunakan sebagai bahan untuk membuat bumbu penyedap
dan produk roti.
5. Fat or oil powders
PT. X Indonesia memproduksi bubuk kaya lemak yang cocok digunakan
sebagai bahan untuk membuat sup, saus, dan produk roti.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
39
Universitas Indonesia
6. Cocoa-based powders
PT. X Indonesia memproduksi bubuk coklat yang dapat digunakan sebagai
minuman coklat instan atau bahan makanan dan minuman lainnya.
7. Nutritional oil powders
PT. X Indonesia memproduksi bubuk minyak terenkapsulasi yang
mengandung asam lemak tak jenuh seperti EPA dan DHA yang ideal
digunakan sebagai tambahan nutrisi untuk balita.
8. Topping bases
PT. X Indonesia memproduksi bubuk yang berasal dari lemak nabati dan
pengemulsi yang digunakan sebagai bahan untuk membuat whipped
cream, mousse, es krim, dan kue-kue.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
40 Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai hal-hal yang telah disebutkan dalam
tujuan pembahasan masalah sebelumnya, yaitu perlakuan dan penghitungan PPh
atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima oleh ekspatriat
Filipina dari PT. X Indonesia dan X Pte Ltd Singapura. Selain itu dalam bab ini
juga akan dilakukan analisis atas dampak yang timbul dari adanya penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari X Pte Ltd Singapura pada
penghitungan PPh orang pribadi ekspatriat saat pelaporan SPT Tahunan. Demi
menjaga kerahasiaan informasi, identitas, dan data ekspatriat, penulis akan
menyamarkan nama ekspatriat Filipina yang akan dibahas pada laporan ini. Untuk
selanjutnya ekspatriat yang bersangkutan akan disebut sebagai Mr. F.
Mr. F bekerja sebagai manajer penjualan PT. X Indonesia yang bekerja
berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu dan menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Mr. F mulai
bekerja di PT. X Indonesia sejak 1 Januari 2011 dan dikontrak selama 2 tahun 3
bulan. Mr. F telah menikah dan mempunyai anggota keluarga (anak) yang
menjadi tanggungan sepenuhnya sebanyak 3 orang (K/3). Sebelum bekerja di PT.
X Indonesia pada 1 Januari 2011, Mr. F bekerja di X Pte Ltd Singapura. Pada
tahun 2012, karena satu dan lain hal Mr. F diminta untuk kembali bekerja di X Pte
Ltd Singapura selama 5 bulan, dari bulan Agustus 2012 s/d Desember 2012.
Selama bekerja di X Pte Ltd Singapura, Mr. F tetap menerima penghasilan dari
PT. X Indonesia. Pada tahun 2013 Mr. F kembali bekerja di PT. X Indonesia
hingga kontraknya dengan PT. X Indonesia berakhir pada bulan Maret 2013.
Pada tahun 2011, Mr. F terdaftar pada kantor penjualan di Jakarta dan
mengurus keperluan perpajakannya di KPP Pratama Depok. Pada tahun 2012, Mr.
F masih terdaftar pada kantor penjualan di Jakarta hingga bulan Juni 2012. Pada
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
41
Universitas Indonesia
tanggal 1 Juli 2012 kantor penjualan PT. X Indonesia yang berlokasi di Jakarta
ditutup, dan kemudian Mr. F dipindahkan ke pabrik produksi di Salatiga. Oleh
karena itu sejak bulan Juli 2012 Mr. F terdaftar pada pabrik produksi di Salatiga,
namun Mr. F tetap mengurus keperluan perpajakannya pada KPP Pratama Depok.
Mr. F meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada bulan Maret 2013.
4.1 Analisis Status Tax Residency Dari Mr. F
Sebelum melakukan analisis perpajakan dari Mr. F, pertama-tama akan
dilakukan analisis status tax residency dari Mr. F. Analisis akan dilakukan
berdasarkan pada peraturan perpajakan Indonesia, Filipina dan Singapura untuk
mengetahui status Tax Residency dari Mr. F di masing-masing negara tersebut.
Dengan mengetahui status tax residency Mr. F di masing-masing negara tersebut,
maka akan dapat diketahui kewajiban perpajakan Mr. F di masing-masing negara
tersebut atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima oleh Mr. F,
baik yang bersumber dari PT. X Indonesia maupun X Pte Ltd Singapura.
Berdasarkan peraturan perpajakan Indonesia, apabila seorang individu
tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau
memiliki niat untuk tinggal di Indonesia, maka sesuai dengan UU PPh Pasal 2
ayat (3), individu tersebut dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri.
Dikarenakan Mr. F telah menandatangani perjanjian kerja terkait dengan
penempatannya di Indonesia, maka Mr. F dapat dikategorikan sebagai Subjek
Pajak Dalam Negeri.
Undang-Undang Pajak Penghasilan Filipina (National Internal Revenue
Code of 1997 Republic Act No. 8424) Title II Chapter I Section 22 E
mendefinisikan resident citizen sebagai individu yang memiliki tempat tinggal
permanen di Filipina, atau individu yang memiliki niat untuk kembali ke Filipina
ketika sedang berada di luar Filipina. Sedangkan nonresident citizen adalah
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
42
Universitas Indonesia
individu yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di luar Filipina (ayat 1),
baik sebagai imigran atau tenaga kerja permanen (ayat 2) maupun tenaga kerja
kontrak, yang mewajibkan individu tersebut untuk berada di luar Filipina selama
180 hari atau lebih sepanjang tahun fiskal tersebut (ayat 3). Berdasarkan ketentuan
tersebut, Mr. F digolongkan sebagai nonresident citizen karena Mr. F merupakan
tenaga kerja kontrak yang bertempat tinggal di luar Filipina selama lebih dari 180
hari sepanjang tahun fiskal tersebut.
Undang-Undang Pajak Penghasilan Singapura (Singapore Income Tax
Act) Chapter 134 Part I: “Preliminary” – Section 2(1) mendefinisikan individual
resident sebagai individu yang bertempat tinggal di Singapura, termasuk individu
yang berada ataupun bekerja di Singapura selama 183 hari atau lebih selama tahun
fiskal tersebut. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut maka individu
dikategorikan sebagai individual nonresident. Berdasarkan ketentuan tersebut, Mr.
F digolongkan sebagai individual nonresident karena pada tahun 2012 Mr. F
bekerja di Singapura selama kurang dari 183 hari (dari bulan Agustus 2012 s/d
Desember 2012) sepanjang tahun fiskal tersebut.
4.2 Analisis Perlakuan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan
Pekerjaan Yang Diterima Oleh Mr. F
Berdasarkan Penjelasan UU PPh Pasal 2 ayat (2), sebagai subjek pajak
dalam negeri, Mr. F menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri apabila telah
menerima/memperoleh penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan No.
164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri, sebagai Wajib Pajak Dalam
Negeri Mr. F terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Filipina (National
Internal Revenue Code of 1997 Republic Act No. 8424) Title II Chapter II Section
23, sebagai nonresident citizen, Mr. F wajib membayar pajak di Filipina hanya
atas penghasilan yang bersumber dari Filipina. Oleh karena itu, Mr. F tidak wajib
membayar pajak di Filipina atas penghasilan yang bersumber dari Singapura.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Singapura (Singapore
Income Tax Act) Chapter 134 Part III: “Imposition of Income Tax” – Section
10(1), Mr. F sebagai individual nonresident wajib membayar pajak di Singapura
atas penghasilan yang bersumber dari Singapura. Hal ini dikarenakan Singapura
mengadopsi basis perpajakan territorial (asas sumber), dimana untuk dapat
menjadi subjek pajak penghasilan di Singapura, sumber penghasilan harus berasal
dari Singapura. Dijelaskan lebih lanjut pada Singapore Income Tax Act Chapter
134 Part XII: “Deduction of Tax at Source” – Section 45(1) bahwa penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh individual nonresident
wajib dipotong oleh pemberi kerja yang berkedudukan di Singapura.
Untuk meringankan beban pajak berganda yang dapat terjadi karena
pengenaan pajak di Singapura atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Mr.
F dari X Pte Ltd Singapura, peraturan perpajakan Indonesia telah mengatur
mekanisme pengkreditan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri, melalui UU PPh Pasal 24 ayat (1) dan (2) yang
berbunyi sebagai berikut:
“(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan
terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak
yang sama.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
44
Universitas Indonesia
(2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar
pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini.”
Faktanya, Mr. F tidak dapat memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan
dari X Pte Ltd Singapura atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Mr. F dari
X Pte Ltd Singapura selama tahun 2012. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Keputusan
Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri,
untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri
Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri, fotokopi Surat
Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan dokumen pembayaran
pajak di luar negeri. Karena tidak terdapat lampiran yang diperlukan untuk
melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, maka tidak terdapat pengkreditan
PPh Pasal 24 terhadap PPh yang terutang di Indonesia pada tahun 2012.
Namun demikian, PPh terutang pada tahun 2012 sejumlah Rp 48,886,150
tetap dibayar oleh Mr. F. PPh terutang yang sedemikian besar diduga ditanggung
oleh perusahaan. Dapat dilihat pada Penghasilan Mr. F Tahun 2012, tidak terdapat
komponen Tunjangan Pajak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kemungkinan X Pte Ltd Singapura memberlakukan kebijakan bahwa Pajak
Penghasilan ditanggung oleh perusahaan, dimana Pajak yang seharusnya dipotong
atas gaji karyawan ditanggung oleh perusahaan, namun tidak diperlakukan
sebagai penambah penghasilan karyawan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
45
Universitas Indonesia
4.3 Perlakuan dan Penghitungan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan Yang Diterima Oleh Mr. F sebagai Wajib Pajak Dalam
Negeri
Dalam subbab ini akan dibahas perlakuan dan penghitungan pajak bagi
Mr. F sebagai wajib pajak dalam negeri yang mempunyai sumber penghasilan dari
PT. X Indonesia (Jakarta & Salatiga) dan X Pte Ltd Singapura.
Bentuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima Mr. F
berupa gaji bulanan, baik dari PT. X Indonesia (Jakarta & Salatiga) dan X Pte Ltd
Singapura, kemudian bonus yang dibayarkan sekali pada akhir tahun (Salatiga),
serta tunjangan relokasi dari X Pte Ltd Singapura yang juga hanya dibayarkan
sekali, yaitu pada bulan Agustus 2012 (one time relocation allowance). Informasi
lebih detail mengenai penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber
dari X Pte Ltd Singapura dapat dilihat pada Surat Pernyataan Penghasilan Luar
Negeri yang diterbitkan langsung oleh X Pte Ltd Singapura.
Penghasilan dalam bentuk gaji bulanan dan tunjangan relokasi dari X Pte
Ltd Singapura diterima Mr. F dalam nilai Dollar Singapura (SGD) sesuai dengan
yang tertera pada Surat Pernyataan Penghasilan Luar Negeri. Akan tetapi untuk
keperluan pelaporan SPT Tahunan, perlu dilakukan konversi atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang diterima dari X Pte Ltd Singapura dengan
menggunakan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran
penghasilan tersebut.
Karakteristik penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang berbeda-
beda menyebabkan terjadinya perbedaan perlakuan dan penghitungan pajak Mr. F
di Indonesia diantara dua kondisi berikut, yaitu:
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
46
Universitas Indonesia
1. Tahun pertama Mr. F ditempatkan di Indonesia (Tahun 2011); dan
2. Tahun setelah tahun pertama Mr. F ditempatkan di Indonesia dan tidak
akan meninggalkan Indonesia di tahun tersebut (Tahun 2012).
Perlakuan dan penghitungan pajak Mr. F pada tahun terakhirnya berada di
Indonesia (Tahun 2013) tidak dibahas dalam laporan ini, karena Formulir 1721-
A1 untuk tahun takwim 2013 belum disediakan oleh PT. X Indonesia – Salatiga
sebagai pemotong pajak.
Perlakuan pajak terhadap penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang
diterima Mr. F dari PT. X Indonesia dan X Pte Ltd Singapura, serta penghitungan
Pajak Penghasilan Mr. F di Indonesia pada saat penyampaian SPT Tahunan, akan
dibahas dengan menggunakan contoh kasus dari kedua kondisi diatas.
4.3.1 Kondisi I: Mr. F Sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi di
Tahun Pertamanya Ditempatkan di Indonesia
Pada Januari 2011 Mr. F (K/3) mulai bekerja di kantor penjualan PT. X
Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Atas pekerjaannya tersebut, selama
tahun 2011 Mr. F memperoleh penghasilan berupa Gaji Pokok dari PT. X
Indonesia sebesar Rp 429,568,309 dan Bonus yang dibayarkan sekali pada akhir
tahun sebesar Rp 20,434,845. Atas penghasilan tersebut PT. X Indonesia telah
memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp 75,720,750, dengan bukti pemotongan
(formulir 1721-A1) tertanggal pada 31 Januari 2012.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
47
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 – Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F dari PT. X Indonesia
Tahun 2011
No. Keterangan Jumlah
1 Penghasilan Bruto:
Gaji Pokok
Bonus
Rp 429,568,309
Rp 20,434,845
2 Pengurangan:
Biaya Jabatan
Rp 6,000,000
3 Penghitungan PPh Pasal 21:
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto (Setahun/Disetahunkan)
PTKP
PKP (Setahun/Disetahunkan)
PPh 21 atas PKP
PPh 21 Terutang
PPh 21 yang Dipotong
Rp 444,003,154
Rp 444,003,154
Rp 21,120,000
Rp 422,883,154
Rp 75,720,750
Rp 75,720,750
Rp 75,720,750
Sumber: Formulir 1721-A1 Mr. F Tahun 2011
Selama tahun 2011, Mr. F tidak memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang berasal luar negeri.
Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang untuk Tahun yang Berakhir
pada 31 Desember 2011
Secara umum Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak Dalam Negeri
adalah seluruh Penghasilan Neto yang disetahunkan dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Untuk menghitung jumlah PPh 21 Terutang,
Penghasilan Kena Pajak kemudian dikalikan dengan tarif pajak bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri, sesuai dengan UU PPh Pasal 17 ayat (1a).
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 – Tarif Pajak Atas Penghasilan Kena Pajak Bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan PKP Tarif
s/d Rp 50,000,000 5%
Di atas Rp 50,000,000 s/d Rp 250,000,000 15%
Di atas Rp 250,000,000 s/d Rp 500,000,000 25%
Di atas Rp 500,000,000 30%
Sumber: Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1a)
Detil penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F pada tahun 2011 dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 – Penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F Tahun 2011
Penghasilan
Total
(Rp)
Penghasilan
Dalam Negeri
(Rp.)
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Penghasilan Mr. F Tahun 2011:
1. Gaji Pokok
2. Bonus
Total Penghasilan Mr. F Tahun
2011
Penghasilan Bruto
Pengurangan:
Biaya Jabatan
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto Disetahunkan
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
(Dibulatkan)
Pajak Penghasilan
Rp 50 juta pertama (5%)
Rp 200 juta berikutnya
(15%)
Rp 250 juta berikutnya
(25%)
> Rp 500 juta (30%)
PPh 21 atas PKP
Setahun/Disetahunkan
Kredit Pajak:
1. PPh 21 (PT. X
Indonesia)
PPh 21 Terutang
Angsuran PPh 25 (Maret 2012 –
Februari 2013)
429,568,309
20,434,845
450,003,154
450,003,154
(6,000,000)
444,003,154
444,003,154
(21,120,000)
422,883,154
422,883,000
2,500,000
30,000,000
43,220,750
-
75,720,750
(75,720,750)
NIHIL
NIHIL
429,568,309
20,434,845
450,003,154
450,003,154
(6,000,000)
444,003,154
444,003,154
(21,120,000)
422,883,154
422,883,000
2,500,000
30,000,000
43,220,750
-
75,720,750
Sumber: Data Olahan
Rincian penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F pada tahun 2011 adalah
sebagai berikut:
Penghasilan Bruto
Penghasilan Bruto sebesar Rp 450,003,154 merupakan jumlah
penghasilan yang sebenarnya diperoleh Mr. F selama tahun 2011, yang
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
50
Universitas Indonesia
terdiri dari total gaji pokok sebesar Rp 429,568,309 dan bonus yang
dibayarkan sekali pada akhir tahun sebesar Rp 20,434,845.
Pengurangan: Biaya Jabatan
Jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan adalah sebesar 5% dari
Penghasilan Bruto, dengan batasan paling tinggi sebesar Rp 6,000,000
setahun. Karena 5% dari Rp 450,003,154 = Rp 22,500,158 lebih besar
dari Rp 6,000,000, maka jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan
adalah sebesar Rp 6,000,000.
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto sebesar Rp 444,003,154 diperoleh dengan
mengurangkan Penghasilan Bruto sebesar Rp 450,003,154 dengan
Biaya Jabatan sebesar Rp 6,000,000.
Penghasilan Neto Disetahunkan
Penghasilan Neto Disetahunkan jumlahnya sama dengan Penghasilan
Neto, yaitu sebesar Rp 444,003,154, karena masa perolehan
penghasilan meliputi satu tahun takwim, yaitu dari bulan Januari 2011
s/d Desember 2011.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (1), jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak dari Mr. F dihitung dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk Mr. F sebagai pegawai tetap: Rp 15,840,000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin: Rp 1,320,000
Tambahan untuk tanggungan sepenuhnya (3 orang anak): Rp
3,960,000
Total Penghasilan Tidak Kena Pajak: Rp 21,120,000
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 422,883,154 diperoleh dengan
mengurangkan Penghasilan Neto Disetahunkan sebesar Rp
444,003,154 dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp
21,120,000. Sesuai dengan UU PPh Pasal 17 ayat (4), jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah
penuh, menjadi Rp 422,883,000.
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena
Pajak dengan tarif UU PPh Pasal 17 ayat (1)
Lapisan PKP s/d Rp 50,000,000 = 5% * Rp 50,000,000 = Rp
2,500,000
Lapisan PKP di atas Rp 50,000,000 s/d Rp 250,000,000 = 15% * Rp
200,000,000 = Rp 30,000,000
Lapisan PKP di atas Rp 250,000,000 s/d Rp 500,000,000 = 25% * Rp
172,883,000 = Rp 43,220,750
Lapisan PKP di atas Rp 500,000,000 = 30% * Rp 0 = Rp 0
Total Pajak Penghasilan Mr. F tahun 2011 = Rp 2,500,000 + Rp
30,000,000 + Rp 43,220,750 = Rp 75,720,750.
PPh 21 Terutang
PPh 21 Terutang adalah NIHIL, yang diperoleh dengan mengurangkan
Pajak Penghasilan (PPh 21 atas PKP Setahun/Disetahunkan) sebesar
Rp 75,720,750 dengan total kredit pajak sebesar Rp 75,720,750.
Perlu diketahui bahwa Mr. F menyampaikan SPT Tahunan PPh WPOP
2011 sebelum tanggal jatuh tempo, yaitu pada tanggal 29 Maret 2012, sehingga
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
52
Universitas Indonesia
Mr. F terbebas dari sanksi administrasi berupa denda Rp100.000 untuk SPT
Tahunan yang terlambat/tidak disampaikan.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Tahun 2012
Jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2012 adalah nihil, sesuai
dengan penghitungan dalam lampiran tersendiri yang ditunjukkan oleh
tabel berikut ini:
Tabel 4.4 – Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Mr. F Untuk Tahun 2012
Penghasilan Neto Seluruhnya
Penghasilan Neto Tidak Teratur
Penghasilan Neto Teratur
Penghasilan Neto Teratur - Disetahunkan
PTKP
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak - Pembulatan
Pajak Penghasilan
< 50,000,000 @5%
50,000,000 – 250,000,000 @15%
250,000,000 – 500,000,000 @25%
>500,000,000 @30%
PPh Terutang
Kredit Pajak
PPh Pasal 21
Total Kredit Pajak
PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25
Angsuran PPh Pasal 25 Tahun 2012
444,003,154
-
444,003,154
444,003,154
(21,120,000)
422,883,154
422,883,000
2,500,000
30,000,000
43,220,750
-
(75,720,750)
75,720,750
(75,720,750)
NIHIL
NIHIL
Sumber: Data Olahan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
53
Universitas Indonesia
4.3.2 Kondisi II: Mr. F Sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi
di Tahun Setelah Tahun Pertamanya Ditempatkan di Indonesia dan Tidak
Akan Meninggalkan Indonesia di Tahun Tersebut
Selama tahun 2012 Mr. F (K/3) memperoleh penghasilan dari PT. X
Indonesia berupa gaji pokok dari 2 sumber, yaitu kantor penjualan di Jakarta
(Januari 2012 s/d Juni 2012) dan pabrik produksi di Salatiga (Juli 2012 s/d
Desember 2012). Pada bulan Januari s/d Juni 2012, Mr. F mendapatkan
penghasilan berupa gaji dari PT. X Indonesia yang berlokasi di Jakarta sebesar Rp
244,373,690 dan atas penghasilan tersebut PT. X Indonesia (Jakarta) telah
memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp 42,703,375, dengan bukti pemotongan
(formulir 1721-A1) tertanggal pada 1 Februari 2013. Sedangkan dari bulan Juli
s/d Desember 2012, Mr. F memperoleh penghasilan berupa gaji dari PT. X
Indonesia yang berlokasi di Salatiga sebesar Rp 175,596,860 dan bonus yang
dibayarkan sekali pada akhir tahun sebesar Rp 23,856,840. Atas penghasilan
tersebut PT. X Indonesia – Jakarta telah memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp
31,473,375, dengan bukti pemotongan (formulir 1721-A1) tertanggal pada 1
Februari 2013.
Tabel 4.5 – Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F Tahun 2012 dari PT.
X Indonesia – Jakarta
No. Keterangan Jumlah
1 Penghasilan Bruto:
Gaji Pokok
Rp 244,373,690
2 Pengurangan:
Biaya Jabatan
Rp 3,000,000
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
54
Universitas Indonesia
3 Penghitungan PPh Pasal 21:
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto (Setahun/Disetahunkan)
PTKP
PKP (Setahun/Disetahunkan)
PPh 21 atas PKP
PPh 21 Terutang
PPh 21 yang Dipotong
Rp 241,373,690
Rp 482,747,380
Rp 21,120,000
Rp 461,627,000
Rp 85,406,750
Rp 42,703,375
Rp 42,703,375
Sumber: Formulir 1721-A1 Mr. F Tahun 2012
Tabel 4.6 – Ringkasan Bukti Pemotongan PPh 21 Mr. F Tahun 2012 dari PT.
X Indonesia – Salatiga
No. Keterangan Jumlah
1 Penghasilan Bruto:
Gaji Pokok
Bonus
Rp 175,596,860
Rp 23,856,840
2 Pengurangan:
Biaya Jabatan
Rp 3,000,000
3 Penghitungan PPh Pasal 21:
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto Masa Sebelumnya
Penghasilan Neto (Setahun/Disetahunkan)
PTKP
PKP (Setahun/Disetahunkan)
PPh 21 atas PKP
PPh 21 yang Telah Dipotong Masa
Sebelumnya
PPh 21 Terutang
Rp 196,453,700
Rp 241,373,690
Rp 437,827,390
Rp 21,120,000
Rp 416,707,000
Rp 74,176,750
Rp 42,703,375
Rp 31,473,375
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
55
Universitas Indonesia
PPh 21 yang Dipotong Rp 31,473,375
Sumber: Formulir 1721-A1 Mr. F Tahun 2012
Selain itu Mr. F juga memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan yang berasal dari luar negeri berupa Gaji Pokok dan Tunjangan
Relokasi dari X Pte Ltd Singapura yang hanya dibayarkan sekali pada bulan
Agustus 2012 (one time relocation allowance). Rincian Gaji Pokok dan
Tunjangan Relokasi yang diterima Mr. F dari X Pte Ltd Singapura dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 – Rincian Gaji dan Tunjangan Relokasi Mr. F Selama Tahun 2012
Sumber: Certificate of Income Mr. F dari X Pte Ltd Singapura Tahun 2012
Perlakuan Terhadap Gaji dan Tunjangan
Data terperinci dari Gaji Pokok dan Tunjangan Relokasi yang diperoleh
Mr. F dari X Pte Ltd Singapura selama tahun 2012, nilai tukar Dollar
Singapura terhadap Rupiah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
total Gaji Pokok & Tunjangan Relokasi tersebut dalam nilai Rupiah dapat
dilihat pada tabel berikut:
Gaji
SGD
Tunjangan Alokasi
SGD
Agustus 2012 2,906 8,295
September 2012 2,906 -
Oktober 2012 2,906 -
November 2012 2,906 -
Desember 2012 2,906 -
Total 14,530 8,295
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Tabel 4.8 – Detail Penghasilan Luar Negeri Mr. F Selama Tahun 2012
Tanggal
Pembayaran
Kurs
Pajak *)
(SGD)
Penghasilan Luar Negeri
Total
(IDR)
Gaji
Pokok
Tunjangan
Relokasi
Gaji Pokok Tunjangan
Relokasi
(SGD) (SGD) (IDR) (IDR)
31/8/2012 7,615.51 2,906 8,295 22,130,672 63,170,655 85,301,327
30/9/2012 7,784,80 2,906 - 22,622,629 - 22,622,629
31/10/2012 7,869.43 2,906 - 22,868,564 - 22,868,564
30/11/2012 7,880.06 2,906 - 22,899,454 - 22,899,454
31/12/2012 7,964.17 2,906 - 23,143,878 - 23,143,878
Total 14,530 8,295 113,665,197 63,170,655 176,835,852
*) Konversi menggunakan Kurs Pajak pada tanggal pembayaran
Sumber: Diolah Kembali Berdasarkan Certificate of Income Mr. F
Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Untuk Tahun yang Berakhir
pada 31 Desember 2012
Pada kasus Mr. F terdapat tambahan Penghasilan Neto yang bersumber
dari luar negeri berupa Tunjangan Relokasi dari X Pte Ltd Singapura yang
hanya dibayarkan sekali, yaitu pada bulan Agustus 2012. Karena tidak
terdapat lampiran yang diperlukan untuk melaksanakan pengkreditan
pajak luar negeri, maka tidak terdapat pengkreditan PPh Pasal 24 terhadap
PPh yang terutang di Indonesia pada tahun 2012.
Detil penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F pada tahun 2012 dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
57
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 – Penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F Tahun 2012
Penghasilan
Total
(Rp)
Penghasilan Diperoleh Dari
Dalam Negeri (Rp) Luar Negeri
(Singapura)
Jakarta Salatiga (Rp.)
(Jan-Jul) (Jul-Des)
Penghasilan Mr. F Tahun 2012:
1. Gaji Pokok
2. Tunjangan Relokasi
3. Bonus
Total Penghasilan Mr. F Tahun
2012
Penghasilan Bruto
Pengurangan:
Biaya Jabatan
Penghasilan Neto
Penghasilan Neto Disetahunkan
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak
(Dibulatkan)
Pajak Penghasilan
Rp 50 juta pertama (5%)
Rp 200 juta berikutnya
(15%)
Rp 250 juta berikutnya
(25%)
> Rp 500 juta (30%)
PPh 21 atas PKP
Setahun/Disetahunkan
Kredit Pajak:
1. PPh 21 (PT. X
Indonesia – Jakarta, Jan-
Jun)
2. PPh 21 (PT. X
Indonesia – Salatiga,
Jul-Des)
PPh 21 Terutang
Angsuran PPh 25 (Maret 2013 –
Februari 2014)
*) Wajib Pajak telah meninggalkan
Indonesia selama-lamanya sejak 7
Maret 2013
533,635,747
63,170,655
23,856,840
620,663,242
620,663,242
(6,000,000)
614,663,242
614,663,242
(21,120,000)
593,543,242
593,543,000
2,500,000
30,000,000
62,500,000
28,062,900
123,062,900
(42,703,375)
(31,473,375)
48,886,150
NIHIL *)
244,373,690
-
-
244,373,690
244,373,690
(3,000,000)
241,373,690
175,596,860
-
23,856,840
199,453,700
199,453,700
(3,000,000)
196,453,700
113,665,197
63,170,655
-
176,835,852
176,835,852
-
176,835,852
Sumber: Data Olahan
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Rincian penghitungan Pajak Penghasilan Mr. F pada tahun 2012 adalah
sebagai berikut:
Penghasilan Bruto
Penghasilan Bruto sebesar Rp 620,663,242 merupakan jumlah
penghasilan yang sebenarnya diperoleh Mr. F selama tahun 2012, yang
terdiri dari:
Penghasilan Bruto diperoleh dari PT. X Indonesia – Jakarta: Gaji
pokok sebesar Rp 244,373,690.
Penghasilan Bruto diperoleh dari PT. X Indonesia – Salatiga: Gaji
pokok sebesar Rp 175,596,860 ditambah dengan Bonus yang
dibayarkan sekali pada akhir tahun sebesar Rp 23,856,840, total
sebesar Rp 199,453,700.
Penghasilan Bruto diperoleh dari X Pte Ltd Singapura: Gaji pokok
sebesar Rp 113,665,197 ditambah dengan Tunjangan Relokasi yang
dibayarkan sekali pada bulan Agustus 2012 sebesar Rp 63,170,655,
total sebesar Rp 176,835,852.
Pengurangan: Biaya Jabatan
Penghitungan Biaya Jabatan pada penghasilan yang diperoleh Mr. F
dari PT. X Indonesia – Jakarta
Jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan adalah sebesar 5% dari
Penghasilan Bruto, dengan batasan paling tinggi sebesar Rp 3,000,000
selama 6 bulan masa kerja Mr. F di Jakarta. Karena 5% dari Rp
244,373,690 = Rp 12,218,685 lebih besar dari Rp 3,000,000, maka
jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan pada penghasilan yang
diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia – Jakarta adalah sebesar Rp
3,000,000.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Penghitungan Biaya Jabatan pada penghasilan yang diperoleh Mr. F
dari PT. X Indonesia – Salatiga
Jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan adalah sebesar 5% dari
Penghasilan Bruto, dengan batasan paling tinggi sebesar Rp 3,000,000
selama 6 bulan masa kerja Mr. F di Salatiga. Karena 5% dari Rp
199,453,700 = Rp 9,972,685 lebih besar dari Rp 3,000,000, maka
jumlah Biaya Jabatan yang diperbolehkan pada penghasilan yang
diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia – Salatiga adalah sebesar Rp
3,000,000.
Penghitungan Biaya Jabatan pada penghasilan yang diperoleh Mr. F
dari X Pte Ltd Singapura
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008
tentang, penghasilan bruto yang dapat dikurangi Biaya Jabatan
hanyalah Penghasilan Bruto yang bersumber dari Indonesia. Oleh
karena itu, tidak ada Biaya Jabatan yang dapat dikurangkan dari
Penghasilan Bruto yang bersumber dari X Pte Ltd Singapura.
Penghasilan Neto
Penghitungan Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari PT. X
Indonesia – Jakarta
Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia – Jakarta
sebesar Rp 241,373,690 diperoleh dengan mengurangkan Penghasilan
Bruto yang diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia – Jakarta sebesar Rp
244,373,690 dengan Biaya Jabatan sebesar Rp 3,000,000.
Penghitungan Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari PT. X
Indonesia – Salatiga
Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia –
Salatiga sebesar Rp 196,453,700 diperoleh dengan mengurangkan
Penghasilan Bruto yang diperoleh Mr. F dari PT. X Indonesia –
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
60
Universitas Indonesia
Salatiga sebesar Rp 199,453,700 dengan Biaya Jabatan sebesar Rp
3,000,000.
Penghitungan Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari X Pte Ltd
Singapura
Penghasilan Neto yang diperoleh Mr. F dari X Pte Ltd Singapura
sebesar Rp 176,835,852 sama dengan jumlah Penghasilan Bruto yang
diperoleh Mr. F dari X Pte Ltd Singapura, karena tidak ada Biaya
Jabatan yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto yang
bersumber dari X Pte Ltd Singapura.
Total Penghasilan Neto Mr. F di tahun 2012 = Rp 241,373,690 + Rp
196,453,700 + Rp 176,835,852 = Rp 614,663,242
Penghasilan Neto Disetahunkan
Penghasilan Neto Disetahunkan jumlahnya sama dengan Total
Penghasilan Neto, yaitu sebesar Rp 614,663,242, karena masa
perolehan penghasilan di Indonesia meliputi satu tahun takwim, yaitu
dari bulan Januari 2012 s/d Desember 2012.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (1), jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak dari Mr. F dihitung dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk Mr. F sebagai pegawai tetap: Rp 15,840,000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin: Rp 1,320,000
Tambahan untuk tanggungan sepenuhnya (3 orang anak): Rp
3,960,000
Total Penghasilan Tidak Kena Pajak: Rp 21,120,000
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
61
Universitas Indonesia
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 593,543,242 diperoleh dengan
mengurangkan Penghasilan Neto Disetahunkan sebesar Rp
614,663,242 dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp
21,120,000. Sesuai dengan UU PPh Pasal 17 ayat (4), jumlah
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah
penuh, menjadi Rp 593,543,000.
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan dihitung dengan mengalikan Penghasilan Kena
Pajak dengan tarif UU PPh Pasal 17 ayat (1)
Lapisan PKP s/d Rp 50,000,000 = 5% * Rp 50,000,000 = Rp
2,500,000
Lapisan PKP di atas Rp 50,000,000 s/d Rp 250,000,000 = 15% * Rp
200,000,000 = Rp 30,000,000
Lapisan PKP di atas Rp 250,000,000 s/d Rp 500,000,000 = 25% * Rp
250,000,000 = Rp 62,500,000
Lapisan PKP di atas Rp 500,000,000 = 30% * Rp 93,543,000 = Rp
28,062,900
Total Pajak Penghasilan Mr. F tahun 2011 = Rp 2,500,000 + Rp
30,000,000 + Rp 62,500,000 + Rp 28,062,900 = Rp 123,062,900
PPh 21 Terutang
PPh 21 Terutang tahun 2012 dari Mr. F menunjukkan posisi pajak
kurang bayar. Jumlah PPh Pasal 29 (PPh 21 kurang bayar) dari Mr. F
pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 48,886,150, diperoleh dengan
mengurangkan Pajak Penghasilan (PPh 21 atas PKP
Setahun/Disetahunkan) sebesar Rp 123,062,900 dengan total kredit
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
62
Universitas Indonesia
pajak dari PT. X Indonesia – Jakarta sebesar Rp 42,703,375 dan dari
PT. X Indonesia – Salatiga sebesar Rp 31,473,375.
Mr. F telah melunasi seluruh PPh Pasal 29 di tahun 2012 sebesar Rp
48,886,150 dengan bukti Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29
tertanggal pada 21 Maret 2013.
Perlu diketahui bahwa Mr. F menyampaikan SPT Tahunan PPh WPOP
2012 sebelum tanggal jatuh tempo, yaitu pada tanggal 28 Maret 2013, sehingga
Mr. F terbebas dari sanksi administrasi berupa denda Rp100.000 untuk SPT
Tahunan yang terlambat/tidak disampaikan.
Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Tahun 2013
Jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2013 adalah nihil. Hal ini
disebabkan karena Mr. F akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya pada tanggal 7 Maret 2013, sehingga Mr. F harus melunasi semua
kewajiban perpajakannya sebelum meninggalkan Indonesia.
4.4 Analisis Dampak Adanya Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan
Yang Bersumber Dari X Pte Ltd Singapura Pada Posisi Pajak Mr. F Saat
Pelaporan SPT Tahunan
Terdapat 3 (tiga) posisi pajak yang mungkin terjadi di saat pelaporan SPT
Tahunan, yaitu nihil, kurang bayar, dan lebih bayar. Nihil terjadi apabila jumlah
PPh terutang sama dengan jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar), atau
tidak ada PPh terutang dan tidak ada kredit pajak. Sementara itu kurang bayar
terjadi apabila jumlah kredit pajak lebih kecil dibandingkan jumlah PPh terutang.
Sebaliknya lebih bayar terjadi apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah PPh terutang.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
63
Universitas Indonesia
Selama tahun 2011, Mr. F tidak menerima penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang bersumber dari luar negeri. Oleh karena itu, tidak ada PPh
Pasal 24 yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang dalam tahun 2011. Hal
tersebut menyebabkan kredit pajak Mr. F di tahun 2011 hanya terdiri dari PPh
Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT. X Indonesia dan telah dilunasi seluruhnya
oleh Mr. F dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Jumlah PPh terutang yang sama
dengan jumlah kredit pajak menyebabkan Mr. F akan berada pada posisi pajak
nihil.
Pada tahun 2012, Mr. F akan berada pada posisi pajak kurang bayar. Hal
ini dikarenakan pada tahun 2012, Mr. F juga menerima penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan yang bersumber dari X Pte Ltd Singapura. Namun demikian,
tidak terdapat bukti pemotongan pajak penghasilan dari X Pte Ltd Singapura atas
penghasilan yang diperoleh Mr. F dari X Pte Ltd Singapura selama tahun 2012.
Karena tidak terdapat lampiran yang diperlukan untuk melaksanakan pengkreditan
pajak luar negeri, maka tidak terdapat pengkreditan PPh Pasal 24 terhadap PPh
yang terutang di Indonesia pada tahun 2012. Hal ini menyebabkan jumlah PPh
terutang menjadi lebih besar dibandingkan jumlah kredit pajak.
Berdasarkan Buku Panduan Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi No. PJ.091/KUP/B/007/2013-00, kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan tersebut harus dibayar
lunas sebelum SPT Tahunan disampaikan. Batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh WP OP adalah 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak (31 Maret).
Apabila pembayaran/penyetoran PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo,
Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari
pajak yang terlambat disetorkan, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung
penuh satu bulan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Mr. F telah melunasi seluruh PPh Pasal 29 di tahun 2012 sebesar Rp
48,886,150 dengan bukti Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 29 tertanggal pada
21 Maret 2013. Dikarenakan Mr. F telah membayar/menyetor PPh Pasal 29
sebelum tanggal jatuh tempo, maka Mr. F terbebas dari sanksi administrasi berupa
bunga 2% per bulan dari pajak yang terlambat disetorkan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
65 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perlakuan dan penghitungan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh
Deloitte Tax Solutions – GES atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan yang diterima oleh ekspatriat Filipina (Mr. F) sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri, telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku di Indonesia.
2. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari Singapura
akan menentukan posisi pajak ekspatriat di tahun tersebut. Pada akhir
tahun pertama ekspatriat ditempatkan di Indonesia, ekspatriat berada pada
posisi pajak nihil. Akan tetapi ketika ekspatriat juga menerima penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan yang bersumber dari Singapura, ekspatriat
berada pada posisi pajak kurang bayar. Hal ini dikarenakan tidak terdapat
lampiran yang diperlukan untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar
negeri, sehingga tidak terdapat pengkreditan PPh Pasal 24 terhadap PPh
yang terutang di Indonesia pada tahun tersebut. Dengan demikian, jumlah
PPh terutang menjadi lebih besar dibandingkan jumlah kredit pajak.
Kondisi ini berlaku ketika ekspatriat tidak memiliki penghasilan lain selain
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, dan pemotongan PPh Pasal 21
oleh pemberi kerja di Indonesia telah diperhitungkan sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku, tanpa adanya kesalahan penghitungan.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
66
Universitas Indonesia
5.2 Saran
1. Direktorat Jenderal Pajak perlu mengeluarkan peraturan/ketentuan
perpajakan yang secara khusus mengatur tentang perlakuan perpajakan
bagi ekspatriat Filipina yang bekerja di Indonesia. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa perusahaan multinasional di Indonesia yang
mempekerjakan ekspatriat yang berasal dari Filipina jumlahnya semakin
bertambah dari waktu ke waktu.
2. Jika Mr. F ingin mengkreditkan PPh Pasal 24 terhadap PPh yang terutang
di Indonesia, Mr. F harus dapat memberikan bukti pemotongan Pajak
Penghasilan dari X Pte Ltd Singapura atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Mr. F dari X Pte Ltd Singapura.
3. Agar pengaturan perpajakan Mr. F menjadi lebih efisien, Mr. F sebaiknya
mengurus keperluan perpajakannya di KPP Pratama Salatiga setelah
dipindahkan ke pabrik produksi PT. X Indonesia di Salatiga.
4. Penulis berharap pada penulisan laporan selanjutnya dengan topik yang
hampir serupa, kelemahan dan kekurangan yang terdapat pada laporan ini
dapat diperbaiki.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
67 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, R. Santoso. (1981). Pengantar Hukum Pajak (Cetakan
Kesembilan). Jakarta-Bandung: PT. Eresco.
Bureau of Internal Revenue Republic of the Philippines. National Internal
Revenue Code of 1997 – Republic Act No. 8424.
Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Panduan Pengisian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Nomor PJ.091/KUP/B/007/2013-
00.
-------------. (n.d.). Tata Cara Pendaftaran NPWP Dengan Sistem e-Registration.
Direktur Jenderal Pajak. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
39/PJ/2008 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal
21 Tahun 2008 Beserta Petunjuk Pengisiannya.
-------------. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2009 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Pekerja Indonesia di Luar Negeri.
-------------. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
68
Universitas Indonesia
Harahap, Sofyan Syafri. (1994). Akuntansi Aktiva Tetap: Akuntansi, Pajak,
Revaluasi, Leasing. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Ilyas, Wirawan B., dan Burton, Richard. (2010). Hukum Pajak (Edisi 5). Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Inland Revenue Authority of Singapore. Income Tax Act Chapter 134 (Original
Enactment: Ordinance 39 of 1947) – Revised Edition 2008: An Act to
impose a tax upon incomes and to regulate the collection thereof.
Menteri Keuangan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.
-------------. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang
Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.
-------------. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Patra, M. Taufiq. (2011). Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Ekspatriat
Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia (Studi Kasus Ekspatriat
Jepang). Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
69
Universitas Indonesia
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.
Thuronyi, Victor. (1998). Tax Laws Design and Drafting (Vol. 2). International
Monetary Fund.
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
70
Universitas Indonesia
Chief Executive Officer
DELOITTE
INDONESIA Reputation Risk
Leader
Chief Operating Officer:
Osman Sitorus
Chief Financial Officer:
Fachruddin Ramli
HR & Learning Partner:
Dorothea Henny
Clents & Market Leader:
Osman Sitorus
AUDIT & ENTERPRISE
RISK SERVICES
Legal Form:
Partnership
Legal Entity’s Name:
Osman Bing Satrio &
Rekan
Managing Partner:
Osman Sitorus
TAX
Legal Form:
Partnership
Legal Entity’s Name:
Deloitte Tax Solutions
Managing Partner:
Firdaus Asikin
Deputy Managing
Partner:
Melissa Himawan
FINANCIAL
ADVISORY
Legal Form:
Partnership
Legal Entity’s Name:
PT Deloitte Konsultan
Indonesia
Managing Director:
Claudia Lauw Lie Hong
Lampiran 1: Ilustrasi Struktur Organisasi Deloitte Indonesia (telah diolah kembali)
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
71
Universitas Indonesia
Lampiran 2: Ilustrasi Struktur Organisasi Grup ABC (telah diolah kembali)
GRUP ABC
Corporate Centre
Consumer
Products
Europe
Ingredients Cheese,
Butter, &
Milkpowder
Consumer
Products
International
Olahan
Keju
Mentega &
Susu Bubuk
Keju X N.V.
Belanda
I (2)
I (3)
I (4)
I (5)
Belanda
Benelux
Jerman
Perancis
Italia
Polandia
Portugal
Spanyol
Hongaria
Rumania
Yunani
Rusia
Inggris Raya
Timur Tengah
Nigeria
Malaysia/
Singapura
Vietnam
Thailand
Indonesia
RRC
Hong Kong
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Lampiran 3: Formulir 1721 – A1 Mr. F Tahun 2011
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
73
Universitas Indonesia
Lampiran 4: Formulir 1770 S, 1770 S-I, dan 1770 S-II Mr. F Tahun 2011
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
74
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
76
Universitas Indonesia
Lampiran 5: Formulir 1721 – A1 Mr. F Tahun 2012
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Lampiran 6: Certificate of Income Mr. F Dari X Pte Ltd Singapura Tahun 2012
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Lampiran 7: Formulir 1770 S, 1770 S-I, dan 1770 S-II Mr. F Tahun 2012
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
80
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
82
Universitas Indonesia
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013
83
Universitas Indonesia
Lampiran 8: SSP PPh Pasal 29 Mr. F Tahun 2012
Analisis perlakuan ..., Joshua Michael, FE UI, 2013