Download - Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap
ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP
KINERJA PELAYANAN PUBLIK
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
(Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga)
Oleh :
Cecep Cahliana
A14304043
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
Cecep Cahliana. Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor (Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga. (dibawah Bimbingan Eka Intan Kumala Putri)
Sejak berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak luas bagi lembaga pemerintah di tingkat pusat sampai tingkat daerah. Perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menyangkut kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat, aparat di tingkat kecamatan dituntut untuk profesional, memiliki sistem dan prosedur pelayanan yang transparan dan terpadu, serta partisipasi masyarakat yang responsif dan adaptif terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Namun sejak digulirkannya otonomi daerah sampai sekarang, pelimpahan wewenang dari bupati kepada camat sangat terbatas, terutama di Kabupaten Bogor. Keterbatasan wewenang camat di Kabupaten Bogor menyebabkan kinerja camat kurang maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat. Selain itu, banyak camat yang tidak mampu mengantisipasi secara dini beragam persoalan yang terjadi di wilayahnya.
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pertama, Mengidentifikasi atribut-atribut yang menjadi indikator penilaian kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Kedua, menganalisis penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor. Ketiga, Merumuskan implikasi kebijakan Pemkab Bogor terhadap pelayanan publik.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor yang dipilih secara sengaja (purposive). Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak instansi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bogor, sedangkan data sekunder diperoleh dari Pemerintah Kecamatan, BPS Kabupaten, Dinas terkait dan laporan penelitian terdahulu. Populasi data yang digunakan dalam penelitian adalah masyarakat Kabupaten Bogor. Dari populasi tersebut, diambil contoh dua kecamatan, yaitu Kecamatan Cibinong yang lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang lokasinya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Kemudian dari masing-masing kecamatan diambil contoh 35 penduduk dengan simple random sampling, sehingga total responden yang diambil berjumlah 70 orang. Penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan public menggunakan analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Atribut-atribut yang dijadikan indikator penilaian kinerja pelayanan publik disusun berdasarkan indikator kualitas pelayanan menurut konsumen yang
terdiri dari lima dimensi, yakni tangible, realibility, responsivness, assurance, dan emphaty serta berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/ MENPAN/ 7/ 2003. Atribut-atribut yang dijadikan indikator penilaian kinerja pelayanan publik adalah fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan, kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas, kedisiplinan aparat/ petugas, pelayanan yang cepat dan tepat, kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat, keramahan dan kesopanan aparat/petugas dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, citra aparat, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat memahami kebutuhan masyarakat, waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas, serta pemberian pelayanan kepada masyarakat tanpa pilih-pilih. Berdasarkan analisis IPA, atribut kinerja pelayanan publik yang perlu diperhatikan oleh Pemkab Bogor adalah kedisiplinan aparat, aparat tanggap terhadap keluhan masyarakat, dan kepastian jadwal pelayanan. Atribut-atrbut tersebut memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, namun kinerjanya belum memuaskan masyarakat baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Berdasarkan hasil perhitungan CSI secara keseluruhan, diperoleh nilai CSI sebesar 60,71 persen untuk Kecamatan Cibinong dan 67,63 persen untuk Kecamatan Jasinga. Berarti secara umum masyarakat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga sudah merasa cukup puas dengan kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor. Implikasi kebijakan dari penilaian masyarakat berupa arah kebijakan yang perlu ditetapkan untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik. Arah kebijakan berfokus pada atribut yang menjadi prioritas utama dari hasil analisis IPA. Arah kebijakan yang perlu ditetapkan adalah peningkatan profesionalisme aparat, merampingkan birokrasi serta pengawasan terhadap kinerja pelayanan publik.
ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP
KINERJA PELAYANAN PUBLIK
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
(Studi Kasus Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Jasinga)
Oleh :
Cecep Cahliana
A14304043
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Skripsi : Analisis Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik
Pemerintah Kabupaten Bogor.(Studi Kasus Kecamatan Cibinong
dan Kecamatan Jasinga)
Nama : Cecep Cahliana
NRP : A14304043
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS
NIP. 131 918 659
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof.Dr.Ir.Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “ANALISIS PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP
KINERJA PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
(STUDI KASUS KECAMATAN CIBINONG DAN KECAMATAN
JASINGA)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH
PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK
TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH
DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2008
Cecep Cahliana A14304043
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tangga 16 April 1985. penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Didi Rustandi dan Tati.
Pada tahun 1992 penulis mengawali pendidikan di SD Negeri VI Sukamanah,
Majalaya, Kabupaten Bandung dan lulus pada tahun 1998. pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Ibun dan lulus pada tahun
2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Majalaya dan lulus
pada tahun 2004.
Tahun 2004 penulis diterima sebagai Mahasiswa Ekonomi Pertanian dan
Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Melalui jalur USMI.
Selama kuliah penuli aktif di Paguyuban Mahasiswa Bandung (Pamaung) dan
pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Sosial pada periode 2006-2007.
selain itu, penulis juga aktif di UKM Lises Gentra Kaheman sampai sekarang.
Selain itu, penulis juga sering mengikuti pelatihan-pelatihan seperti pelatihan
kewirausahaan dan pelatihan pengolahan data.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan
izinnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Penilaian
Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana
pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas mengenai kinerja Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bogor dalam memberikan pelayanan publik berdasarkan persepsi masyarakat.
Kinerja pemerintah dalam pelayanan publik ini akan menjadi salah satu faktor
utama penentu berjalannya suatu sistem pemerintahan yang bersih dan ideal atau
biasa disebut dengan good governance.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, baik yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan pelayanan publik Pemkab Bogor.
Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis mengharapkan masukan dan nasehat untuk perbaikan skripsi ini sehingga
menjadi lebih baik.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari masukan, bimbingan,
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr.Ir.Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing skripsi
yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, ilmu, dan masukan
selama penyusunan skripsi ini.
2. Ir.Nindyantoro, MSP sebagai dosen penguji utama dan Meti Ekayani,
S.Hut, MSc sebagai dosen penguji Wakil Departemen yang banyak
memberikan masukan dan saran sehingga penulisan skripsi ini menjadi
lebih baik.
3. Tanti Novianti, SP, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang
senantiasa memberikan perhatian dan bimbingan serta bantuan baik
secara moril maupun materil.
4. Kedua orangtua yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik
dari segi moril maupun materil yang tak ternilai harganya. Tidak lupa
juga kepada adik tercinta Iis.
5. Sahabat-sahabat EPS’41 yang banyak memberi perhatian dan dukungan
kepada penulis. Semoga persahabatan kita langgeng.
6. Bapak Tontowi yang telah mengantar pengambilan data di Kecamatan
Jasinga dan Bapak Slamet yang telah mengantar pengambilan data di
Kelurahan Cirimekar, Kecamatan Cibinong.
7. Mbak Pini yang sudah banyak memberikan semangat, motivasi, dan
bantuan kepada penulis.
8. semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9 2.1. Konsep Otonomi Daerah ........................................................................ 9 2.2. Ekonomi Kerakyatan………………………………………………….. 13 2.3. Good Governance .................................................................................. 14 2.4. Pelayanan Publik ................................................................................... 16 2.5. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 21 III. KERANGKA PEMIKIRAN ...................................................................... 25
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................................. 25 3.1.1. Perilaku Masyarakat .................................................................... 25 3.1.2. Persepsi ....................................................................................... 26 3.1.3. Sikap dan Peran Serta Masyarakat .............................................. 27 3.1.4. Skala Likert ................................................................................. 28 3.1.5. Importance Performance Analysis (IPA) .................................... 29 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 30 3.3. Hipotesis ................................................................................................ 33 IV. METODE PENELITIAN ......................................................................... 35 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 35 4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 35 4.3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 36 4.4. Metode Analisis Data ............................................................................. 36 4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 36 4.4.2. Skala Likert ................................................................................. 41 4.4.3. Importance Performance Analysis (IPA) .................................... 43 4.4.4. Customer Satisfaction Index (CSI) ............................................. 46 V. GAMBARAN UMUM ................................................................................ 48 5.1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 48 5.1.1. Kabupaten Bogor ........................................................................ 48 5.1.2. Kecamatan Cibinong ................................................................... 51 5.1.2.1. Kondisi Geografis ........................................................... 51 5.1.2.2. Kondisi Demografi .......................................................... 53
5.1.2.3. Kondisi Sosial Budaya .................................................... 53 5.1.2.4. Kondisi Ekonomi ............................................................ 56 5.1.2.5. Kondisi Umum Kelurahan Lokasi Penelitian ................. 57 5.1.3. Kecamatan Jasinga ...................................................................... 59 5.1.3.1. Kondisi Geografis .......................................................... 59 5.1.3.2. Kondisi Demografi ......................................................... 60 5.1.3.3. Kondisi Sosial Budaya .................................................. 60 5.1.3.4. Kondisi Ekonomi ........................................................... 61 5.1.3.5. Kondisi Umum Desa Lokasi Penelitian ......................... 62 5.2. Karakteristik Responden ........................................................................ 63 5.2.1. Karakteristik Demografi Responden ........................................... 63 5.2.2. Pengalaman dan Pengetahuan Respon ........................................ 67 VI. ATRIBUT KINERJA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK ...................................................... 76 6.1. Atribut Kinerja Pelayanan Publik .......................................................... 76 6.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik ................... 81 6.2.1. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong .......................................................... 82
6.2.1.1. Penilaian Masyarakat Kelurahan Karadenan ................. 82 6.2.1.2. Penilaian Masyarakat Kelurahan Cirimekar .................. 85 6.2.1.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Secara Umum ................................................................ 88 6.2.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga ............................................................. 100 6.2.2.1. Penilaian Masyarakat Desa Pamagersari ....................... 100 6.2.2.2. Penilaian Masyarakat Desa Wirajaya ........................... 103 6.2.2.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Jasinga Secara Umum ................................................................. 107 6.2.3. Perbandingan Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Dengan Masyarakat Kecamatan Jasinga Terhadap Kinerja Pelayanan Publik ............................................ 117 VII. IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAYANAN PUBLIK .......................................................... 123 7.1. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Cibinong Terhadap Pelayanan Publik .................................................................. 123 7.2. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Jasinga Terhadap Pelayanan Publik .................................................................. 126 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 127 8.1. Kesimpulan ......................................................................................... 127 8.2. Saran ................................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 130 LAMPIRAN ....................................................................................................... 133
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman 1. Kronologi Perundang-undangan Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945 ................................................................................ 10 2. Daftar Atribut yang Diuji Validitas dan Reliabilitas ........................... 39
3. Daftar Atribut Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .............................. 40 4. Kriteria Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) ........................... 47 5. Jumlah Angkatan Kerja Wilayah Kecamatan Cibinong Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................................................... 53 6. Sarana Prasarana Kesehatan di Wilayah Kecamatan Cibinong ........... 54 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Cibinong Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 56 8. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cirimekar .................... 57 9. Persebaran Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Cirimekar ..... 58 10. Jumlah Penduduk Kelurahan Karadenan Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 59 11. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Jasinga ............................. 61 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan Mata Pencaharian ................................................................................. 62 13. Persebaran Usia Responden ................................................................. 64 14. Persebaran Jenis Kelamin Responden ................................................. 64 15. Persebaran Tingkat Pekerjaan Responden ........................................... 65 16. Persebaran Tingkat Pendidikan Responden ......................................... 65 17. Persebaran Agama Responden ............................................................. 66 18. Persebaran Suku Bangsa Responden ................................................... 66 19. Persebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden .............................. 67 20. Persebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahannya ................. 67 21. Persebaran Pendapatan Rata-rata Responden Per Bulan ..................... 68 22. Persebaran Pengeluaran Rata-rata Responden Per Bulan .................... 68
23. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 69 24. Persebaran Frekuensi Responden Berinteraksi
dengan Petugas Instansi Pemerintahan ................................................ 70 25. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Beberapa Jenis Kantor Instansi Pemerintahan ................................ 71 26. Persebaran Bentuk Kedatangan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 72 27. Persebaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pelayanan Publik ................................................................. 72 28. Persebaran Frekuensi Waktu Kunjungan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 73 29. Persebaran Motivasi Responden Datang ke Kantor Instansi Pemerintahan ......................................................... 73 30. Persebaran Jenis Pelayanan yang Dicari Responden Dari Kantor Instansi Pemerintahan ...................................................... 74
31. Persebaran Rata-rata Waktu yang Dibutuhkan Responden untuk Menunggu pelayanan publik ........................................................ 75 32. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Menurut Masyarakat Kelurahan Karadenan ......................... 82 33. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Karadenan ............................... 84 34. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Cirimekar .............. 85 35. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Cirimekar ................................ 87 36. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Cibinong .............................................................................. 89 37. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Cibinong ................................ 99 38. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Desa Pamagersari.................... 100 39. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Pamagersari ..................................... 102 40. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Desa Wirajaya ......................... 104 41. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Wirajaya .......................................... 106 42. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Jasinga ................................................................................. 108 43. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Jasinga ................................... 116 44. Perbandingan Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pada Pemerintah Kecamatan Cibinong dengan Pemerintah Kecamatan Jasinga ................................................................................. 119
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 32 2. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA) .............. 45 3. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong ......................................................... 90 4. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga .......................................................... ..109
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kepentingan .............................................................................. 134 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kinerja ..................................................................................... 135
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak berlakunya otonomi daerah, terjadi perubahan paradigma
penyelenggaraan pemerintahan yang berdampak luas bagi lembaga pemerintah di
tingkat pusat sampai tingkat daerah. Hal ini tercermin dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang otonom dan terdesentralisasi dibandingkan dengan paradigma
lama yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya terpusat dan dibawah kendali
langsung dari pemerintah pusat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Daerah mengamanatkan pemberian otonomi yang luas, nyata, bertanggung jawab,
dan dinamis. Dengan demikian, daerah diberikan kemandirian dalam
menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya.
Perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan akibat
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah yang direvisi
menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah menyangkut kedudukan,
tugas, fungsi, dan kewenangan kecamatan. Perubahan tersebut secara langsung
maupun tidak langsung mengubah bentuk organisasi, pembiayaan, pengisian
personil, pemenuhan kebutuhan logistik serta akuntabilitasnya. Perubahan
tersebut diawali dengan perubahan definisi kecamatan. Pada Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974, kecamatan merupakan wilayah administratif pemerintahan
dalam rangka dekonsentrasi, yakni lingkungan kerja perangkat pemerintah yang
menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah. Namun
pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, kecamatan merupakan wilayah
kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Dengan
demikian, dulu kecamatan merupakan wilayah kekuasaan, tetapi sekarang
merupakan wilayah pelayanan (Wasistiono,2007).
Menurut Utomo (2004), pelimpahan kewenangan dari Bupati/Walikota
kepada Camat merupakan suatu keharusan untuk menciptakan efektivitas dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan umum di daerah. Apabila kewenangan dibiarkan terkonsentrasi di
tingkat kabupaten/ kota, paling tidak terdapat dua permasalahan. Pertama,
Pemkab/ Pemkot akan cenderung memiliki beban kerja yang terlalu berat
(overload) sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang efektif.
Kedua, kecamatan sebagai perangkat kabupaten/ kota dan desa/ kelurahan sebagai
perangkat kecamatan akan muncul sebagai organisasi dengan fungsi minimal.
Dengan Otonomi Daerah berarti telah memindahkan sebagian besar
kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah
otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon
tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena
kewenangan membuat kebijakan (Peraturan Daerah) sepenuhnya menjadi
wewenang daerah otonom, maka dengan Otonomi Daerah pelaksanaan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih
berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah sangat tergantung pada
kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli Daerah), sumber daya manusia
yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap
potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota
besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah
karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah.
Namun proses implementasi otonomi daerah belum berjalan mulus karena
banyak orang melupakan hakekat dari otonomi itu sendiri. Semangat otonomi
menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kesatuan
kewenangan masyarakat hukum di daerah untuk mengatur urusan rumah
tangganya sendiri. Kesatuan masyarakat hukum tersebut tidak hanya pemerintah
kabupaten atau kota saja, tetapi juga meliputi para pelaku bisnis lokal, organisasi
kemasyarakatan, lembaga profesi, serta unit pemerintahan yang lebih kecil seperti
kecamatan sampai kelurahan/desa.
Menurut beberapa pakar otonomi daerah, kebijakan otonomi daerah
muncul untuk mengatasi permasalahan-permasalahan pada pemerintahan masa
lalu serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dalam
pelaksanaannya, otonomi lebih banyak diterima oleh daerah otonom yang
direpresentasikan oleh pemerintah daerah dibandingkan oleh komponen
masyarakat lokal lainnya sehingga Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih
mencerminkan pengaturan tentang “otonomi pemerintahan daerah” daripada
“otonomi daerah” itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gelombang
devolusi kewenangan dari pusat ke daerah yang diikuti dengan penataan
kelembagaan yang cenderung membebani anggaran. Akibatnya, kualitas
pelayanan publik bukan semakin baik, tetapi malah semakin buruk dan semakin
membebani masyarakat dengan ditetapkannya berbagai Peraturan Daerah (Perda)
tentang pungutan retribusi.
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang menerapkan konsep
otonomi daerah.juga tidak terlepas dari banyak permasalahan, terutama dalam hal
pelayanan masyarakat. Lembaga pemerintah yang menjadi ujung tombak
pelayanan masyarakat adalah kecamatan. Dalam rangka memenuhi kepentingan
masyarakat, aparat di tingkat kecamatan dituntut untuk profesional, memiliki
sistem dan prosedur pelayanan yang transparan dan terpadu, serta partisipasi
masyarakat yang responsif dan adaptif terhadap setiap perubahan yang terjadi.
Oleh karena itu, kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bogor, terutama pelayanan di kecamatan penting untuk diteliti.
1.2. Perumusan Masalah
Kebijakan otonomi daerah telah membawa pada berbagai perubahan, baik
perubahan peraturan perundang-undangan maupun sistem pemerintahan. Pada
masa lalu sistem pemerintahan di Indonesia lebih bersifat sentralistik, namun
sekarang daerah harus mampu mengembangkan daerahnya sendiri. Dengan
demikian terjadi pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan adanya pelimpahan wewenang tersebut diharapkan pemerintah
daerah mampu meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya dan daya tanggap
pemerintah serta akan membawa pemerintah lebih dekat dengan warganya. Hal
ini pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan publik.
Selain itu, para pejabat lokal lebih efektif melakukan monitoring dibandingkan
dengan pejabat pemerintah pusat karena memiliki kedekatan jarak sehingga bisa
mengontrol day-to-day activities.
Namun sejak digulirkannya otonomi daerah sampai sekarang, pelimpahan
wewenang dari bupati kepada camat sangat terbatas, terutama di Kabupaten
Bogor. Keterbatasan wewenang camat di Kabupaten Bogor menyebabkan kinerja
camat kurang maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat. Selain itu,
banyak camat yang tidak mampu mengantisipasi secara dini beragam persoalan
yang terjadi di wilayahnya.
Selama ini kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan publik di daerah
melayani berbagai urusan pelayanan administratif seperti kependudukan dan
perizinan. Selain itu, kecamatan juga melaksanakan pelayanan dasar sektoral,
mulai dari urusan ketertiban umum dan keamanan, pendidikan, kesehatan,
pengentasan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat sampai pemberdayaan
masyarakat. Namun, Pemerintah Kecamatan kurang mendapat dukungan yang
memadai, baik dari sisi kewenangan, keuangan, sumberdaya manusia, maupun
sarana dan prasarana dari Pemerintah Kabupaten. Akibatnya mutu pelayanan dari
Pemerintah Kecamatan sangat rendah sehingga banyak menimbulkan keluhan dari
masyarakat.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa persoalan camat tersebut tidak
terlepas dari perubahan fungsi dan peran camat dari Kepala Wilayah menjadi
Perangkat Daerah. Perubahan tersebut menyebabkan fungsi dan peran camat
menjadi mengambang. Pemerintah Desa yang berada dibawah Pemerintah
Kecamatan sekarang tidak mempunyai tanggung jawab kepada camat, tetapi
langsung bertanggung jawab kepada Bupati. Padahal dalam mengatasi konflik di
tingkat desa, camat bertanggung jawab dalam menyelesaikan konflik tersebut.
Kemudian dinas yang juga sebagai perangkat daerah memfungsikan kecamatan
untuk urusan administratif dan koordinatif pelaksanaan program pembangunan,
sedangkan untuk kegiatan operasionalnya ditangani langsung oleh Dinas. Dengan
demikian, posisi kecamatan menjadi tidak jelas.
Saat ini camat hanya memiliki kewenangan menandatangani Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), akte tanah, dan sebagainya. Namun
kewenangan membuat kebijakan, pengawasan, dan lain-lain masih dipegang
bupati. Hal ini membuat camat tidak kreatif, kurang improvisasi dan terkesan
malas. Oleh karena itu, pemberian kewenangan lebih kepada camat diharapkan
dapat meningkatkan kinerja camat, terutama dalam hal melayani kepentingan
masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Atribut-atribut apa saja yang menjadi indikator penilaian kinerja
pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana merumuskan implikasi kebijakan Pemerintah Kabupaten
Bogor terhadap pelayanan publik?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi atribut-atribut yang menjadi indikator penilaian kinerja
pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor .
2. Menganalisis penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor .
3. Merumuskan implikasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap
pelayanan publik.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan, antara lain :
1. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama kuliah.
Selain itu, penulis juga dapat lebih peka terhadap permasalahan sekitar.
2. Bagi pemerintah atau pihak-pihak yang terkait, diharapkan dapat
memberikan informasi dan gambaran mengenai penilaian atas kinerja
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam hal pelayanan publik.
3. Bagi pembaca dan masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai realisasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam
mewujudkan good governance pada proses pembangunan wilayah sesuai
dengan persepsi masyarakat. Selain itu, dapat pula menjadi referensi bagi
penelitian lanjutan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian hanya dilakukan pada dua kecamatan sehingga memiliki
batasan hanya meneliti dan membandingkan kondisi pelayanan publik
Kabupaten Bogor pada dua kecamatan yang diteliti.
2. Kecamatan yang diteliti adalah Kecamatan Cibinong yang dekat dengan
pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang
lokasinya jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bogor
3. Pelayanan publik yang diteliti hanya pelayanan yang menjadi wewenang
camat, seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga
(KK),dan sejenisnya.
4. Indikator penilaian yang digunakan adalah administrasi pelayanan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Otonomi Daerah
Otonomi Daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan
pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan Pemerintah Daerah yang
selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat.
Padahal konsep Otonomi Daerah sudah muncul pada saat pemerintahan Orde
Lama, yaitu melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Pemerintah
Daerah. Hal ini disadari bahwa pada batas-batas tertentu daerah tidak boleh
tergantung dari pusat. Selain itu, agar daerah dapat leluasa mengembangkan
potensinya. Pada pasal 18 UUD 1945 (sebelum diamandemen) juga
mengisyaratkan adanya Otonomi Daerah. Meskipun demikian, sampai dengan
pemberlakuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Pemerintah Orde Lama
maupun Orde Baru tidak serius melaksanakan Otonomi Daerah
Pemerintah Orde Baru menggunakan isu Otonomi Daerah sebagai
“iming-iming” dengan cara “menarik mengulur”. Pada masa itu, isu desentralisasi
hanya sebagai “angin segar” meredam gejolak kedaerahan. Hal ini disebabkan
Rezim Orde Baru cenderung menyukai gaya sentralisasi kewenangan, sehingga
kalaupun ada desentralisasi dilakukan bertahap per bidang urusan. Misalnya
untuk sektor pertanian, lebih dulu diserahkan pertanian rakyat, dan untuk sektor
pendidikan diserahkan pendidikan dasar (Nindyantoro, 2004).
Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah
menuntut diterapkannya Otonomi Daerah secara sungguh-sungguh oleh
Pemerintah Pusat. Menanggapi hal tersebut, maka pemerintah dibawah B.J.
Habibie mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan daerah. Kronologi perundang-undangan Pemerintah Daerah
Sejak Tahun 1945 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kronologi Perundang-undangan Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945 No Perundangan Subyek
1 UU No 1/ 1945 Pemerintahan Daerah
2 UU No 22/1948 Pemerintahan Daerah
3 UU No 44/1950 Pemerintahan Daerah
4 UU No 32/ 1956 Hubungan keuangan Pusat dan Daerah
5 UU No 1/1957 Pemerintahan Daerah
6 UU No 6/1959 Pemerintahan Daerah
7 UU No 5/1960 Pemerintahan Daerah
8 UU No 18/1965 Pemerintahan Daerah
9 UU No 5/ 1974 Pemerintahan Daerah
10 UU No 5/ 1979 Pemerintahan Desa
11 UU No 22/ 1999 Pemerintahan Daerah
12 UU No 25/ 1999 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
13 UU No 32/ 2004 Pemerintahan Daerah
Sumber : Nindyantoro (2004)
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah
kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat setempat. Otonomi Daerah memberikan pengertian bahwa bidang dan
jenis kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom untuk diatur dan diurus
sendiri. Setiap daerah otonom memiliki empat kategori tugas dan kewenangan,
yaitu: Pertama, tugas dan kewenangan yang sesuai dengan jenis daerah otonom
tersebut. Kedua, tugas dan kewenangan pelayanan publik yang harus ditangani.
Ketiga, tugas dan kewenangan yang dari efisiensi lebih tepat ditangani. Keempat,
tugas dan kewenangan yang bersifat pilihan sesuai dengan karakteristik dan
kemampuan daerah serta permasalahan darurat yang dihadapi daerah
bersangkutan.
Sebelum dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999,
sumber keuangan daerah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah
sebagai berikut :
1. Pendapatan asli daerah (PAD)
2. Bagi hasil pajak dan non pajak
3. Bantuan pusat (APBN)
4. Pinjaman daerah
5. Sisa anggaran lebih tahun lalu
6. Lain-lain penerimaan daerah yang sah
Sedangkan sesuai dengan pasal 79 Undang-undang Tahun 1999 dan pasal
3,4,5, dan 6 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, sumber pendapatan daerah
terdiri atas :
1. PAD, yang terdiri dari :
a) Pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah
d) Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan
2. Dana perimbangan, yang terdiri dari :
a) Dana bagi hasil
b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain yang sah
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah
wewenang daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
yang diserahkan oleh pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pengertian dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
mengandung beberapa segi dasar, yakni: Pertama, bahwa otonomi daerah bukan
skema kedaulatan daerah dalam konteks negara federal. Kedua, kebijakan
otonomi lebih merupakan perubahan dalam tata susunan kekuasaan, termasuk di
dalamnya terdapat perubahan prinsip kerja pemerintahan yang berupa
kewenangan untuk mengatur urusan daerahnya sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku. Ketiga, proses politik rezim Orde Baru tidak memberi
harga pada partisipasi rakyat telah dengan seksama menunjukkan bagaimana
akibat dari elitisme dan sentralisasi politik tersebut (Widodo, 2001 dalam Yudha,
2007).
Keseluruhan definisi di atas memiliki kesamaan pemahaman yang
sangat fundamental. Otonomi daerah memiliki arti hak, wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan
perundangan yang berlaku (Yudha, 2007).
Ada tiga prinsip dalam pelaksanaan Otonomi daerah, yaitu (1)
Desentralisasi, (2) Dekonsentrasi, dan (3) Tugas Pembantuan. Adapun pengertian
dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
daerah otonom dalam kerangka kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat di daerah.
3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada Kepala
Daerah dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang
disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, terdapat beberapa hak daerah,
yakni: pertama, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumberdaya nasional
yang berada di daerah oleh pemerintah atau yang dikuasakan/ diberi ijin. Kedua,
memungut pajak dan retribusi daerah. Ketiga, mengelola kekayaan daerah.
Keempat, mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
2.2. Ekonomi Kerakyatan
Istilah Ekonomi Rakyat sebenarnya mempunyai pengertian ekonomi usaha
kecil sebagai upaya pemihakan. Tantangan pembangunan nasional saat ini adalah
menghidupkan ekonomi usaha kecil. Suatu proses dapat disebut pembangunan
apabila poses tersebut dapat mewujudkan kesejahteraan yang adil dan merata.
Kesejahteraan ditandai dengan adanya kemakmuran, yaitu meningkatnya
konsumsi yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan (Kartasasmita, 1999).
Menurut Kartasasmita (1999) pula, komitmen pemerintah pada
pembangunan untuk rakyat telah dioperasionalkan melalui berbagai program-
program pembangunan, seperti pembangunan sektoral, regional, dan khusus
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
sekaligus mengurangi jumlah penduduk miskin. Kebijaksanaan tersebut selalu
dilanjutkan secara berkesinambungan serta ditempatkan pada arah yang benar,
yaitu pada pengembangan kapasitas masyarakat. Inti pengembangan kapasitas
masyarakat adalah pemberian akses dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui
bantuan modal usaha dan pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif,
pengembangan sumberdaya manusia baik masyarakat maupun aparat
pemerintahan, pengembangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
masyarakat lokal, penguatan kelembagaan melalui peningkatan kemampuan
kelembagaan masyarakat dan aparat, serta pengembangan sistem pelestarian
pembangunan mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat.
2.3. Good Governance
Berdasarkan pengertian World Bank, Good Governance adalah suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
serta sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political
framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Kunci utama memahami good
governance adalah pemahaman prinsip-prinsip di dalamnnya.
Prinsip-prinsip good governance adalah sebagai berikut (Crescent, 2003):
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Tegaknya supremasi hukum artinya kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai
agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli Pada Stakeholder
Peduli pada stakeholder berarti lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam
hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Kesetaraan berarti semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektivitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber
daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-
organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun
kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban
tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh
ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
2.4. Pelayanan Publik
Kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hal
yang melekat pada setiap orang baik secara pribadi ataupun kelompok yang
dilakukan secara universal. Pelayanan merupakan suatu tindakan untuk
memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien,
penumpang dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya dapat dirasakan oleh orang
yang melayani maupun yang dilayani. Hal ini terjadi komunikasi batin antara
kedua pihak dan kepuasan yang diperoleh tergantung pada situasi saat terjadinya
interaksinya pelayanan tersebut (Tarkim, 2005).
Pengertian pelayanan publik tidak terlepas dari kepentingan umum.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik
dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, daerah, dan
di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan
organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat
dan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik (Wikipedia,
2008).
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat adalah
semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
seperti Rumah Sakit Swasta, Perguruan Tinggi Swasta, perusahaan pengangkutan
swasta, dan lain sebagainya. Sedangkan pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh organisasi publik adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan jenis
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut (Wikipedia, 2008), yaitu:
1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan
tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien,
maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta
pelayanan yang lebih baik.
3. Tipe pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara
pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang
kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau
penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah akan
mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya di suatu daerah.
Excelent Service harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi di
pemerintah daerah. Dunia usaha menginginkan pelayanan yang cepat, tepat,
mudah dan murah serta tarif yang jelas dan pasti. Pemerintah perlu menyusun
Standar Pelayanan bagi setiap institusi (Dinas) di daerah yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat, utamanya dinas yang mengeluarkan
perizinan bagi pelaku bisnis.
Perizinan berbagai sektor usaha harus didesain sedemikian rupa agar
pengusaha tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin usaha,
sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar hanya untuk mengurus
perizinan. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan
oleh Pemda, serta perlu dilakukan evaluasi secra berkala agar pelayanan publik
senantiasa memuaskan masyarakat.
Dengan demikian pelayanan memegang peranan yang sangat penting
dalam menjaga loyalitas konsumen, demikian pula halnya pelayanan yang
diberikan oleh pemda kepada para pelaku bisnis. Bila merasa tidak mendapat
pelayanan yang memuaskan maka mereka akan dengan segera mencari daerah
lain yang lebih kompetitif untuk memindahkan usahanya.
Menurut Irawan (2002) dalam Muchsen (2007), indikator kualitas
pelayanan menurut pelanggan ada 5 dimensi berikut:
1) Tangibles: kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor, komputerisasi
administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya.
2) Reliability: kemampuan dan keandalan dalam meyediakan pelayanan
yang terpercaya.
3) Responsiveness: kesanggupan untuk membantu dan menyediakan
pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan
konsumen.
4) Assurance: kemampuan dan keramahan serta sopan santun dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen.
5) Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan kepada
konsumen.
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya berkaitan dengan
dengan kualitas pelayanan itu sendiri. Menurut Mohamad (2003), Pelayanan
berkualitas tergantung pada berbagai aspek, yaitu sisi pola penyelenggaraannya,
dukungan sumberdaya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih
memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1) Kurang Responsif
Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkat unsur pelayanan, mulai dari
tingkat petugas pelayanan sampai dengan tingkat penanggungjawab instansi.
Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat
sering kali lambat atau bahkan diabaikan.
2) Kurang Informatif
Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat
atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3) Kurang accessible
Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat,
sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
4) Birokratis
Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan
melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian
masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan
masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan dalam rangka
menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan juga sangat
sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan.
5) Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat
Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan
dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
6) Inefisien
Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah
berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Sedangkan
dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada design organisasi
yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada
masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit
(birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua
fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan masih sangat
kental dilakukan oleh pemerintah yang juga menyebabkan pelayanan publik
menjadi tidak efisien.
2.6. Penelitian Terdahulu
Gunawan dkk. (2006) melakukan penelitian terkait dengan permasalahan
birokrasi di Indonesia. Menurut Gunawan dkk. (2006), reformasi birokrasi
merupakan alternatif solusi untuk memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia.
Selain itu, reformasi birokrasi perlu diikuti dengan reformasi lainnya seperti
pengembangan ilmu administrasi publik, netralitas birokrasi, merit system dan
pengembangan E-Government dalam pelayanan on line langsung kepada
masyarakat yang dapat mengurangi celah kegiatan korupsi sebagai dampak tatap
muka antara masyarakat dan penyelenggara pemerintah.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Gunawan dkk. terletak pada
fokus bahasan reformasi birokrasi. Penelitian Gunawan dkk. membahas reformasi
birokrasi sebagai upaya untuk mengurangi tindakan korupsi di kalangan birokrat,
sedangkan pada penelitian ini membahas reformasi birokrasi sebagai upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik.
Pramusinto (2006) dalam penelitannya yang berjudul ”Inovasi-inovasi
pelayanan publik untuk pegembangan ekonomi lokal” menjelaskan bahwa banyak
pemerintah daerah melakukan berbagai pembaruan dalam pelayanan publik.
Beberapa daerah mulai menyadari bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak
semata-mata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga
menarik investor agar mau menanamkan modalnya di daerah mereka.
Penelitian ini berbeda dengan Penelitian Pramusinto. Pramusinto
menganalisis upaya peningkatan kualitas pelayanan publik melalui berbagai
inovasi seperti pembentukan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu, sedangkan
pada penelitian ini menganalisis pelayanan publik yang telah dilakukan aparat
pemerintahan.
Yudha (2007) melakukan penelitian terkait dengan kinerja pelayanan
publik pemerintah daerah Kabupaten Lebak dengan metode IPA. Dari hasil
penelitiannya, sebaran atribut-atribut kinerja pelayanan publik pemerintah daerah
Kabupaten Lebak di wilayah maju yang berada di kuadran I (prioritas utama),
yakni ketersediaan lapangan kerja, akses informasi program pemerintah daerah,
birokrasi yang ramping dan modal petani, jaminan keamanan, perlindungan
hukum, energi dan tenaga listrik, profesionalisme aparat pemerintahan dan
penaganan lahan kritis. Atribut-atribut yang berada di kuadran II (pertahankan
prestasi) yakni pengentasan kemiskinan, pelayanan fasilitas publik, pendidikan
yang murah dan berkualitas, fasilitas sarana-prasarana kesehatan, peningkatan
pelayanan tempat peribadatan, institusi sosial dan sarana olahraga. Atribut yang
berada di kuadran III (prioritas rendah) yakni harga barang dan jasa yang stabil
serta pengembangan UMKM. Sedangkan atribut yang berada di kuadran IV
(berlebihan) dianggap tidak ada.
Sebaran atribut-atribut kinerja pelayanan publik pemerintah daerah
Kabupaten Lebak di wilayah tertinggal yang berada di kuadran I (prioritas utama),
yakni pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, jaminan keamanan,
peningkatan pelayanan tempat peribadatan, profesonalisme aparat pemerintahan,
pelayanan prima fasilitas publik, pendidikan yang murah dan berkualitas, fasilitas
sarana prasarana kesehatan, kebebasan berdemokrasi, modal petani dan
penyediaan sarana prasarana agribisnis, perlindungan hukum, institusi sosial dan
sarana olahraga, pegembangan riset dan teknologi, harga barang dan jasa yang
stabil, penanganan lahan kritis, akses informasi program pemerintah daerah serta
energi dan tenaga listrik. Dua atribut berada di kuadran III (prioritas rendah)
yakni birokrasi yang ramping dan pegembangan UMKM. Sedangkan atribut yang
berada di kuadran II dan IV dianggap tidak ada.
Menurut Yudha (2007), berdasarkan kombinasi preferensi masyarakat
dan penilaian masyarakat, kebijakan alternatif yang dapat diambil oleh pemerintah
daerah Kabupaten Lebak untuk wilayah maju dalam memberikan pelayanan
publik dapat berfokus pada empat atribut, yakni ketersediaan lapangan kerja,
akses informasi program pemerintah daerah, birokrasi yang ramping dan modal
petani. Sedangkan untuk wilayah tertinggal berfokus juga pada empat atribut,
yakni pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, jaminan keamanan
dan peningkatan pelayanan tempat peribadatan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitan Yudha terletak pada penentuan
atribut kinerja pelayanan publik. Yudha menentukan atribut kinerja pelayanan
publik setelah melihat Platform pembangunan Kabupaten Lebak, sedangkan pada
penelitian ini atribut kinerja pelayanan publik ditentukan dari indikator kualitas
pelayanan serta unsur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) berdasarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003.
Utomo (2004) melakukan penelitian mengenai pendelegasian
kewenangan pemerintah daerah kepada kecamatan dan kelurahan dengan
mengambil studi kasus Kota Bandung. Berdasarkan hasil penelitiannya,
keberhasilan program pemberdayaan kecamatan dan kelurahan melalui
pelimpahan kewenangan sangat tergantung pada sejauhmana program ini benar-
benar berbasis pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal.
Penelitian utomo berfokus pada pemberdayaan kecamatan dan kelurahan
dalam menjalankan kewenangan yang dilimpahkan bupati. Namun dalam
penelitian ini berfokus pada kinerja pelayanan yang dilakukan aparat
pemerintahan, terutama aparat di tingkat kecamatan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Perilaku Masyarakat
Menurut Soekanto (2000) dalam Wiguna (2003), Perilaku adalah
jawaban atau tanggapan seseorang terhadap suatu keadaan. Sedangkan Sarwono
(1992) dalam Wiguna (2003) mengartikan perilaku sebagai perbuatan-perbuatan
manusia baik yang kasat indera (memukul, menendang) atau yang tidak kasat
indera seperti sikap, minat, dan emosi. Perilaku tidak dapat diduga karena
sifatnya dapat berubah, diubah dan berkembang sebagai hasil interaksi individu
yang bersangkutan dan lingkungannya. Perilaku masyarakat sangat bervariasi
karena setiap individu berbeda keinginan, kebutuhan dan tujuan. Apabila perilaku
masyarakat dihubungkan dengan kebijakan pemerintah, maka perilaku
masyarakat dapat disebut sebagai suatu tanggapan atau reaksi masyarakat berupa
tindakan langsung atau tindakan tidak langsung terhadap kebijakan pemerintah
Dalam melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan perilaku
masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor (Putri et al. 2007 diacu dalam
Yudha, 2007), yaitu :
a. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial,
pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.
b. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi,
keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.
c. Proses psikologis, yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan
perilaku.
Berbicara masalah perilaku, maka akan berhubungan dengan masalah
kebutuhan dan motivasi. Kebutuhan menjadi kekuatan yang mendorong
munculnya motivasi, sedangkan motivasi merupakan dorongan yang
menggerakkan manusia untuk berperilaku. Kebutuhan dipandang sebagai
kekurangan akan sesuatu, sehingga dituntut adanya pemenuhan agar terjadi
keseimbangan. Situasi ini berfungsi sebagai suatu kekuatan atau dorongan alasan
yang menyebabkan seseorang bertindak untuk memenuhi kebutuhannya (Wiguna,
2003).
Menurut Yudha (2007), pada tatanan kehidupan masyarakat serta
pemerintahan yang demokratis di tingkat daerah khususnya Daerah Tingkat II,
perilaku baik berupa partisipasi maupun proses penilaian masyarakat akan
menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja pemerintah daerah, sehingga pada proses
pembangunan wilayah, aspirasi masyarakat berpengaruh terhadap proses
pengambilan kebijakan. Kondisi tersebut tentu akan berpengaruh dalam
mengurangi skeptisme sebagian besar masyarakat terhadap keberadaan
pemerintah itu sendiri.
3.1.2. Persepsi
Menurut Yudha (2007), keputusan akhir seseorang dalam bertindak
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. Persepsi adalah suatu proses
melalui kesan yang diterima sensori dari stimuli (rangsangan) di lingkungan,
kemudian diterjemahkan ke dalam representasi mental. (Veitch dan Arkkelin,
1995 diacu dalam Wiguna, 2003). Persepsi juga didefinisikan oleh Suwarman
(2003) sebagai sebuah proses dimana individu memperoleh informasi, memberi
perhatian atas informasi tersebut dan pada akhirnya akan memahami informasi
tersebut.
Dalam hubungannya dengan kebijakan pemerintah, persepsi merupakan
tanggapan langsung dari masyarakat terhadap informasi kebijakan pemerintah.
Dengan persepsi tersebut, maka masyarakat dapat menilai kinerja pemerintah
dalam penyelenggaraan pemerintahannya serta dapat menjadi pertimbangan bagi
pemerintah dalam memformulasi kebijakan.
3.1.3. Sikap dan Peran Serta Masyarakat
Menurut Barata (2003), sikap adalah kumpulan perasaan, keyakinan dan
kecenderungan perilaku yang secara relatif berlangsung lama yang ditujukan pada
orang, ide, objek, dan kelompok tertentu. Sikap masyarakat merupakan ungkapan
perasaan masyarakat tentang suatu objek dan menggambarkan kepercayaan
masyarakat terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.
Sikap masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam
pola-pola cara berfikir dari anggota masyarakat. Faktor ini mempengaruhi
tindakan atau perbuatan mereka sehari-hari. Banyak hambatan sering berakar
pada gaya hidup atau pola kelakuan yang sudah mendarah daging dan tidak secara
terbuka menerima suasana pembaharuan yang datang dari luar lingkungannya.
Dalam tata gaya hidup itu tercakup nilai-nilai yang seringkali bertentangan
dengan persepsi dan sikap baru (Yudha, 2007)
Secara konseptual pembangunan wilayah ditujukan pada usaha
percepatan pembangunan di segala bidang dalam rangkaian meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan hasrat untuk menciptakan masyarakat yang maju,
mandiri, dan sejahtera (Ambardi, 2004 dalam Yudha, 2007). Oleh karena itu,
peran serta masyarakat dalam pembangunan wilayah tidak boleh diabaikan.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan wilayah berbentuk kerja sama antara
masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, dan membiayai
pembangunan wilayah. Dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada
pembangunan wilayah, perlu sikap toleransi aparat pemerintah terhadap pendapat,
saran dan kritik dari masyarakat karena hal-hal tersebut merupakan bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
wilayah, diperlukan beberapa prinsip dasar (Rico, 2006), yaitu :
1. Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam
pembangunan wilayah;
2. Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses pembangunan
wilayah;
3. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan
lokal dan keberagaman sosial
4. Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika;
5. Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.
3.1.4. Skala Likert
Skala Likert atau metode rating yang dijumlahkan merupakan teknik
skala yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai
skalanya. Skala Likert ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat/ opini, dan
persepsi seseorang terhadap fenomena sosial atau psikologis (Susetyo, 2005).
Metode Likert dapat dikatakan sebagai yang pertama melakukan pendekatan
dengan mengukur luas/ dalamnya pendapat dari responden bukan hanya jawaban
“ya” atau ”tidak”.
Dalam metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan. Namun,
setiap pertanyaan disusun sedemikian rupa agar bisa dijawab dengan berbagai
tingkatan jawaban pertanyaan yang diajukan. Skala Likert mengukur sikap
dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subjek, objek atau
kejadian tertentu. Dalam penelitian ini digunakan empat skala penilaian yaitu
tidak penting/puas, Kurang penting/puas, penting/puas, dan sangat penting/puas.
3.1.5. Importance Performance Analysis (IPA)
Menurut Simamora (2001) dalam Yudha (2007) Importance
Performance Analysis (IPA) adalah teknik yang digunakan untuk mengukur
atribut-atribut atau dimensi-dimensi dari tingkat kepentingan dengan tingkat
kinerja yang diharapkan konsumen dan sangat berguna bagi program
pengembangan strategi pemasaran yang efektif. Namun, apabila dihubungkan
dengan perilaku masyarakat dan kebijakan pemerintah, Importance Performance
Analysis (IPA) dapat digunakan dalam membandingkan tingkat kepentingan dan
penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik pemerintah.
Importance Performance Analysis (IPA) ini merupakan salah satu dasar
bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus
dilakukan untuk memperbaiki kinerja demi meningkatkan kepuasan. Begitu pula
dengan kinerja pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat. Pemerintah
akan menjadikan penilaian sikap masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk
memberikan pelayanan terbaik demi kepuasan masyarakat (Yudha,2007).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pada masa pemerintahan rezim Orde Baru, sistem pemerintahan di
Indonesia lebih bersifat sentralistis. Artinya peranan pemerintah pusat sangat
dominan dalam memberikan arahan atau sentuhan pembangunan. Sistem
pemerintahan yang cenderung bersifat sentralistis ini kurang mendukung bagi
pembangunan ekonomi regional. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah pusat
telah menciptakan pola pembangunan yang seragam dan tidak memenuhi tuntutan
lokal. Padahal karakteristik wilayah di Indonesia berbeda-beda. Selain itu, pola
pembangunan seragam yang diarahkan oleh pemerintah pusat telah menciptakan
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah
menuntut diterapkannya otonomi daerah. Menanggapi hal tersebut, maka
pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan
mengoptimalkan semua potensi daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Namun, otonomi daerah ini belum dapat dirasakan manfaatnya oleh
semua lapisan masyarakat. Hal ini terjadi karena menurut penilaian masyarakat,
otonomi daerah banyak memberikan dampak negatif. Pertama, otonomi daerah
telah melahirkan raja-raja kecil di daerah yang sering menyalahgunakan
wewenangnya. Hal ini dapat dicermati dari banyaknya kewenangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat tidak berhasil diturunkan sampai ke masyarakat
tingkat bawah (grassroot level), tetapi telah dibajak oleh elit-elit lokal (elite
capture). Kedua, otonomi daerah menyebabkan terjadinya peningkatan kasus
korupsi di tingkat daerah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupsi yang
melibatkan pejabat eksekutif dan legislatif daerah. Dengan demikian,
kepentingan masyarakat menjadi terabaikan karena kualitas pelayanan publik
semakin menurun. Meskipun demikian, banyak kalangan yang menilai bahwa
dampak negatif yang ditimbulkan dari otonomi daerah ini sebagai sesuatu yang
wajar karena dianggap sebagai fenomena transisi. Setelah beberapa lama, daerah
dengan kewenangan yang dimilikinya diharapkan dapat melakukan banyak
inovasi dengan menciptakan peraturan-peraturan daerah yang bisa memperbaiki
pelayanan publik karena salah satu tujuan otonomi daerah adalah meningkatkan
kualitas pelayanan publik. Untuk menilai kinerja pelayanan publik Pemerintah
Kabupaten Bogor ditentukan oleh atribut-atribut menurut dimensi kepuasan yang
dijabarkan dari indikator Tangibles, Realibility, Responsivness, Assurance,
Emphaty serta unsur pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003.
Untuk mengetahui penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan
publik pemerintah Kabupaten Bogor digunakan model Importance Performance
Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari model
Importance Performance Analysis (IPA) dapat menggambarkan tingkat
kepentingan dan tingkat kinerja atribut-atribut yang menjadi indikator kinerja
pelayanan publik pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Sedangkan untuk menilai
kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik digunakan alat analisis
Customer Satisfaction Index (CSI). Selanjutnya akan dilihat implikasi kebijakan
terhadap pelayanan publik Pemkab Bogor berupa arah kebijakan yang perlu
ditetapkan Pemkab Bogor dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik. Bagan
kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Atribut Penilaian Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor
Importance Performance Analiysis (IPA)
Tingkat Kepentingan dan Kinerja Atribut
Customer Satisfaction Index (CSI)
Implikasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor Terhadap Pelayanan Publik
Pelayanan Publik
Tingkat Kepuasan Masyarakat
Otonomi Daerah
Penilaian Masyarakat
3.3. Hipotesis
Hipotesis dari perumusan masalah penelitian ini yakni :
1. Atribut-atribut yang menjadi indikator kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor terdiri dari fasilitas kantor pelayanan,
kebersihan ruang kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang
tunggu pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan,
prosedur, kemampuan aparat, tanggung jawab aparat, kedisiplinan aparat,
pelayanan yang cepat dan tepat, kesibukan aparat tidak mengganggu
pelayanan, aparat tanggap dan cepat dalam penanganan keluhan,
pemberian informasi, keramahan dan kejujuran aparat, keamanan dan
kepastian pelayanan, citra aparat, kemudahan pelayanan, pemahaman
aparat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, waktu tunggu pelayanan,
serta pelayanan tanpa pilih-pilih .
2. Realisasi kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pelayanan publik
masih kurang baik. Hal ini terjadi karena keterbatasan wawenang camat
dalam pelayanan publik, padahal kecamatan merupakan ujung tombak
pelayanan masyarakat, Sedangkan kewenangan yang dilimpahkan bupati
kepada camat belum disusun secara jelas. Saat ini peran camat hanya
sebatas pembuatan KTP, KK, dan kadang-kadang akte tanah, Sedangkan
untuk urusan pelayanan publik lainnya diserahkan ke Dinas masing-
masing. Hal ini membuat akses masyarakat terhadap pelayanan publik
menjadi berkurang, terutama lapisan masyarakat yang lokasi tempat
tinggalnya jauh dari Pemerintah Kabupaten. Selain itu, aparat pemerintah
dalam melakukan pelayanan terkesan tidak profesional serta birokrasi
pelayanan masih dirasakan rumit oleh masyarakat.
3. Arah kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam pelayanan publik
sebaiknya ditekankan pada penerapan sistem dan prosedur pelayanan yang
transparan, terpadu, dan profesional yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor yang termasuk salah satu
kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor memiliki visi
“tercapainya pelayanan prima demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Bogor
yang maju, mandiri, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa”. Oleh karena itu,
penelitian ini melihat sejauhmana upaya yang telah dilakukan Pemkab Bogor
dalam mencapai pelayanan prima. Pengambilan data untuk keperluan penelitian
dilakukan pada bulan Maret-April 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak instansi
pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bogor. Wawancara dengan pihak instansi
dilakukan dengan audiensi langsung, Sedangkan wawancara dengan masyarakat
dilakukan dengan panduan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi
literatur, diantaranya terdiri dari Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan,
Dinas Cipta Karya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten, laporan penelitian
terdahulu serta literatur-literatur yang mendukung.
4.3. Teknik Pengumpulan Data
Populasi data (sampling frame) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah masyarakat Kabupaten Bogor. Dari sampling frame tersebut, diambil dua
kecamatan, yaitu Kecamatan Cibinong yang lokasinya dekat dengan pusat
pemerintahan Kabupaten Bogor dan Kecamatan Jasinga yang lokasinya jauh dari
pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Karena berbagai keterbatasan, maka hanya
dua kelurahan/ desa yang dijadikan sample dari masing-masing kecamatan.
Kelurahan yang dijadikan sample adalah Kelurahan Cirimekar yang terletak dekat
dengan Kecamatan Cibinong dan Kelurahan Karadenan yang letaknya jauh dari
Kecamatan Cibinong. Untuk Kecamatan Jasinga diambil Desa Pamagersari yang
letaknya dekat dengan Kecamatan Jasinga dan Desa Wirajaya yang lokasinya jauh
dari Kecamatan Jasinga. Dari masing-masing kecamatan tersebut, diambil
sampling frame 35 penduduk dengan simple random sampling, sehingga total
responden yang diambil berjumlah 70 responden.
4.4. Metode Analisis Data
4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur
dapat mengukur apa yang ingin diukur. Alat ukur yang dapat dilakukan dalam
pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor
pernyataan dan skor seluruh pernyataan responden terhadap informasi dalam
kuesioner. Validitas alat pengumpul data menurut beberapa ahli (Anastasi, 1973
dan Nunnally, 1979) yang dikutip Umar (2003), dapat digolongkan ke dalam
beberapa jenis, yakni : validitas konstruk, validitas isi, valitias prediktif, validitas
eksternal, dan validitas rupa.
Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas
konstruk. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut (Umar,
2003)
1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Ada tiga
cara yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang tertulis
dalam literatur.
b. Bila definisi konsep yang ingin diukur tidak diperoleh dari literatur,
peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut.
c. Bila ternyata pendapat para ahli pun tidak ditemukan, maka peneliti dapat
menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden
atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan
responden..
2. Melakukan uji coba pengukur tersebut kepada sejumlah responden.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4. Menghitung korelasi antar masing-masing pernyatan dengan skor total semua
pertanyaan dengan menggunakan rumus teknk korelasi product moment yang
rumusnya adalah sebagai berikut :.
( ) ( )( ) ( ){ }( ) ( ){ }2222 ∑∑∑∑
∑ ∑∑−−
−=
YYNXXN
YXXYNr
Keterangan:
N= Jumlah responden
X= Skor masing-masing dari setiap responden
Y= Skor total semua pertanyaan dari setiap responden
5. Membandingkan angka korelasi yang diperoleh (r) dengan angka kritis tabel
korelasi (r tabel). Bila r > rtabel, maka pertanyaan tersebut valid.
Pengujian kuesioner dilakukan untuk mengukur sejauhmana pertanyaan
di dalam kuesioner dapat dimengerti oleh responden. Uji validitas dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner kepada 20 responden dengan kriteria orang yang
berdomisili di Kabupaten Bogor.
Pertanyaan yang diberikan kepada responden adalah pertanyaan tertutup.
Pilihan jawaban dari pertanyaan tersebut sudah disediakan. Responden tinggal
memilih atribut yang berkaitan dengan kinerja pelayanan publik Pemerintah
Daerah. Atribut yang sudah disediakan ditentukan oleh peneliti dengan melihat
indikator kualitas pelayanan dan unsur pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003 serta mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu.
Atribut-atribut yang diuji dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil pengujian validitas menyatakan bahwa dari 27 atribut yang diuji,
semua atribut kepentingan dinyatakan valid karena angka korelasi yang diperoleh
melebihi 0,444 yang merupakan angka kritis tabel dengan selang kepercayaan 95
persen. Hasil pengukuran validitas ini dapat dilihat pada Corrected Item-Total
Correlation pada lampiran 1. Namun untuk pengujian validitas tingkat kinerja,
terdapat tiga atribut yang dinyatakan tidak valid karena angka korelasi yang di
dapat kurang dari angka kritis tabel pada selang kepercayaan 95 persen. Tiga
atribut tersebut adalah lokasi kantor pelayanan yang mudah djangkau,
kenyamanan lingkungan, dan penampilan aparat. Karena akan digunakan dalam
analisis penilaian masyarakat dengan metode IPA dan CSI, maka ketiga atribut
tersebut dihilangkan dengan tujuan untuk memudahkan analisis. Atribut hasil Uji
Validitas dan Reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3, Sedangkan hasil
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 1 untuk atribut kepentingan dan
lampiran 2 untuk atribut kinerja.
Tabel 2. Daftar Atribut yang Diuji Validitas dan Reliabilitas No Atribut 1 Fasilitas kantor pelayanan (tempat informasi, ruang tunggu, telepon,
komputer, dll) 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3 Lokasi kantor pelayanan yang mudah dijangkau masyarakat (Lokasi
strategis) 4 Kenyamanan lingkungan 5 Penampilan Aparat/petugas pemerintah 6 Tempat parkir yang tersedia 7 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 8 Kewajaran biaya pelayanan 9 Kepastian biaya pelayanan 10 Prosedur pelayanan 11 Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 12 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 13 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 14 Pelayanan yang cepat 15 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan
masyarakat 16 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat 17 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan pelanggan 18 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat 19 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan 20 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 21 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 22 Kepastian jadwal pelayanan 23 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat 24 Kemudahan dalam proses pelayanan 25 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat 26 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas 27 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Sumber : Irawan (2002) dalam Muchsen (2007) dan Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003
Tabel 3. Daftar Atribut Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas No Atribut 1 Fasilitas kantor pelayanan (tempat informasi, ruang tunggu, telepon,
komputer, dll) 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3 Tempat parkir yang tersedia 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan5 Kewajaran biaya pelayanan6 Kepastian biaya pelayanan 7 Prosedur pelayanan 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan 10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 11 Pelayanan yang cepat 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan
masyarakat 13 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat 14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan pelanggan 15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat 16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan 17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 19 Kepastian jadwal pelayanan20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat 21 Kemudahan dalam proses pelayanan 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat 23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas 24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih Sumber: Irawan (2002) dalam Muchsen (2007) dan Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003 Setelah melakukan pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pengujian
reliabilitas. Tujuan utama pengujian ini adalah untuk mengetahui konsistensi atau
keteraturan hasil pengukuran atau instrumen apabila instrumen tersebut digunakan
lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji ini mencerminkan
dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat
kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur, dalam pengertian bahwa hasil
pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang
diukur.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Alpha-
Cronbach. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha (α). Uji
ini dilakukan untuk mengetahui keandalan kuesioner. Nilai dibandingkan
dengan nilai rtabel. Bila nilai lebih besar dari rtabel maka dapat dinyatakan
bahwa kuesioner tersebut reliabel. Rumus ini digunakan untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai.
Rumus tersebut ditulis sebagai berikut:
dimana :
= reliabilitas kuesioner
= banyaknya butir pertanyaan
= varian total
= jumlah varian butir
Dari hasil perhitungan, reliabilitas kuesioner ( ) adalah 0,961 untuk
atribut kepentingan dan atribut kinerja. Nilai rtabel adalah 0,444 dengan N=20 dan
selang kepercayaan 95 persen. Dengan demikian kuesioner dinyatakan reliabel
karena > rtabel . Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1
4.4.2. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengetahui atau menganalisis kinerja
pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor dengan cara melihat tingkat
kesesuaian antara kinerja pelayanan publik yang diberikan Pemerintah Kabupaten
Bogor dengan kinerja pelayanan publik yang diharapkan dan diinginkan oleh
masyarakat. Responden diminta memilih salah satu dari sejumlah kategori atas
pernyataan-pernyataan atau peubah yang diamati. Skala Likert yang digunakan
berkisar antara 1 sampai 4. Dengan dimensi kinerja yang tercermin dalam daftar
pertanyaan, memungkinkan masyarakat mengekspresikan persepsinya dalam
pelayanan yang diterima dan lebih mendekati kenyataan yang sebenarnya.
Pengukuran tingkat kinerja pelayanan publik, terutama menyangkut
harapan/ kepentingan masyarakat, digunakan skala Likert berikut :
1 = Tidak Penting
2 = Kurang Penting
3 = Penting
4 = Sangat Penting
Sedangkan pengukuran tingkat Kepuasan/ kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor digunakan skala berikut :
1 = Tidak Puas
2 = Kurang Puas
3 = Puas
4 = Sangat Puas
Menurut Martila dan James dalam Apriyadi (2003), bahwa untuk
menginterpretasikan bagaimana suatu atribut dinilai oleh keseluruhan responden
menurut tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya, dibutuhkan suatu
rentang skala. Rumus untuk menentukan rentang skala adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Xib = Skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua
responden memberikan jawaban sangat penting/ sangat puas terhadap
setiap unsur i kinerja pelayanan publik
Xik = Skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua
responden memberikan jawaban tidak penting/ tidak puas terhadap setiap
unsur i kinerja pelayanan publik.
Maka besarnya rentang skala untuk setiap kelas yang diteliti adalah:
Rentang Skala = ( ) ( )4
401404 xx − = 30
Pembagian kelas untuk tingkat kepentingan pada penelitian ini adalah :
40-69 = Tidak Penting
70-99 = Kurang Penting
100-129 = Penting
130-160 = Sangat Penting
Sedangkan pembagian kelas untuk tingkat kinerja pada penelitian ini
adalah :
40-70 = Tidak Puas
70-99 = Kurang Puas
100-129 = Puas
130-160 = Sangat Puas
4.4.3. Importance Performance Analysis (IPA)
Analisis dengan metode Importance Performance Analysis (IPA)
dimaksudkan untuk mengetahui keadaan masing-masing variabel dari faktor-
faktor kepuasan ditinjau dari segi kepentingan dan kinerja. Metode ini digunakan
pula untuk menentukan prioritas perbaikan terhadap atribut kinerja pelayanan
publik. Selanjutnya untuk penilaian kinerja terhadap variabel-variabel dari faktor
kepuasan ditunjukkan dengan tanda huruf X, sedangkan untuk penilaian faktor
kepentingan ditunjukkan dengan huruf Y. Terdapat beberapa langkah dalam
mengoperasikan metode Importance Performance Analysis (IPA), yakni :
1. Sebagai indikator skala ukuran kuantitatif untuk tingkat kepentingan
menurut persepsi masyarakat dan tingkat kinerja secara nyata dari suatu
produk dinyatakan dalam skala Likert. Skala ini memungkinkan
responden untuk dapat mengekspresikan intensitas perasaan mereka
terhadap karakteristik produk kebijakan dalam pelayanan publik dengan
cara menentukan jumlah skor dari setiap indikator dari variabel X dan Y.
kemudian mengalikan seluruh frekuensi data dengan bobotnya (Simamora
2001). Total penilaian tingkat kepentingan masing-masing atribut
diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing-masing
skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala tersebut.
2. Selanjutnya dilakukan pembagian jumlah bobot dengan banyaknya
responden, hasilnya berupa rata-rata bobot ( X ) untuk kinerja dan rata-rata
bobot (Y ) untuk kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk
setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan dengan :
nX
X i∑= n
YY i∑=
Keterangan :
X = Skor rata-rata tingkat kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan pelayanan publik Pemkab Bogor
n = Jumlah responden
3. Membuat diagram kartesius yang merupakan suatu bangun yang dibagi
atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan
tegak. Selanjutnya dilakukan perbandingan jumlah bobot dengan
banyaknya responden, hasilnya berupa rata-rata bobot ( X ) untuk kinerja
dan rata-rata bobot (Y ) untuk kepentingan. Rumusnya adalah sebagai
berikut :
K
XX
n
ii∑
== 1
K
YY
n
ii∑
== 1
Keterangan :
X = Total skor tingkat kinerja dari seluruh responden
Y = Total skor tingkat kepentingan dari seluruh responden
K = Banyaknya variabel atribut yang dapat mempengaruhi penilaian sikap
masyarakat
Gambar 2. Diagram Kartesius Importance Performance Analysis (IPA)
Kuadran III
Kuadran II
Kuadran IV
Kuadran I
Y
XTingkat Kinerja X
Y Tingkat Kepentingan
Tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke
dalam diagram kartesius Importance Performance Analysis (IPA) seperti pada
Gambar 2.
Keterangan :
1. Kuadran I (Prioritas Utama ) : Kinerja suatu atribut dianggap sangat
penting akan tetapi kinerja lebih rendah dari keinginan masyarakat
sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat. Oleh karena itu, harus
meningkatkan kinerjanya agar optimal.
2. Kuadran II (Pertahankan Prestasi) : Kinerja atribut dianggap penting oleh
masyarakat dan dianggap telah sesuai dengan apa yang dirasakannya,
sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi. Oleh karena itu, pemerintah
cukup mempertahankan kinerja atribut tersebut.
3. Kuadran III (Prioritas Rendah) : Menunjukkan bahwa atribut dianggap
kurang penting oleh masyarakat dimana sebaiknya pemerintah
menjalankan secara sedang saja.
4. Kuadran IV (Berlebihan) : Menunjukkan atribut dianggap kurang penting,
tetapi telah dijalankan dengan baik oleh pemerintah. Hal ini dapat
dianggap berlebihan.
4.4.4. Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk mengetahui tingkat
kepuasan masyarakat dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut
kinerja pelayanan publik. Tahapan-tahapan pengukuran Customer Satisfaction
Index (CSI) menurut stratford (2004) dalam Saturwa (2007) adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung Weighting Factor (WF), yakni mengubah nilai rata-rata
kepentingan menjadi angka persentase dari total rata-rata tingkat
kepentingan seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total WF
sebesar seratus persen.
2. Menghitung Weighted Score (WS), yakni nilai perkalian antara nilai rata-
rata tingkat kinerja (kepuasan) masing-masing atribut dengan WF masing-
masing atribut.
3. Menghitung Weighted Total (WT), yakni menjumlahkan WS dari semua
atribut.
4. Menghitung Satisfaction Index, yakni WT dibagi skala maksimal yang
digunakan (dalam penelitian ini skala maksimal adalah empat), kemudian
dikali seratus persen.
Tingkat kepuasan responden secara keseluruhan dapat dilihat dari kriteria tingkat
kepuasan masyarakat dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 4. Kriteria Customer Satisfaction Index (CSI) No Nilai Indeks (%) Kriteria CSI1 81-100 Sangat Puas2 66-80,99 Puas 3 51-65,99 Cukup Puas 4 35-50,99 Kurang Puas 5 0-34,99 Tidak Puas Sumber : Panduan Survei Kepuasan Konsumen PT.Sucofindo dalam Muchsen, 2007
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Lokasi Penelitian
5.1.1. Kabupaten Bogor
Secara geografis Kabupaten Bogor terletak pada posisi 6019’ - 6047’
Lintang Selatan dan 10601’ – 1070103’ Bujur Timur dengan luas wilayah
berdasarkan data tahun 2005 adalah 2.388,93 Km2. Kabupaten Bogor terdiri dari
40 kecamatan. Kecamatan Cibinong, tepatnya di Kelurahan Tengah ditetapkan
sebagai ibukota Kabupaten Bogor.
Secara administratif, batas-batas Wilayah Kabupaten Bogor adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kota Depok, Kabupaten/ Kota Bekasi, Kabupaten Tangerang
dan DKI Jakarta
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur
Sebelah Barat : Kabupaten Lebak.
Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Keberadaan Kabupaten Bogor yang berada diantara Provinsi Banten,
DKI Jakarta dan kawasan pertumbuhan/kawasan industri Jawa Barat sangat
menguntungkan jika dapat dikelola dengan baik. Kabupaten ini merupakan
penyangga kawasan ibukota Negara serta sebagai penyedia untuk kawasan
industri di kabupaten sekitarnya.
Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor
memiliki 40 kecamatan, 427 desa/kelurahan, dan 913.206 rumah tangga. Hampir
sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa
Swakarya, yakni 236 desa. Sedangkan lainnya termasuk desa Swasembada yang
berjumlah 191 desa dan tidak ada desa Swadaya. Sedangkan berdasarkan
klasifikasi daerah, dilihat dari aspek potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk
dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak 199 dan desa perdesaan
sebanyak 228 desa.
Kabupaten Bogor dibagi dalam perwilayahan pembangunan yang
merupakan dasar penyusunan agenda pembangunan dan rencana strategis setiap
bidang dan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan
antar wilayah. Maksud dan tujuan perwilayahan pembangunan adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan
memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan berkesinambungan. Dengan
mempertimbangkan karakteristik wilayah dan perkembangan ekonomi wilayah,
pola interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur
pelayanan baik lokal maupun regional serta kebijakan pengembangan dan
penyebaran penduduk secara seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan,
maka wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi tiga wilayah pembangunan, yaitu
wilayah pembangunan barat, tengah dan timur.
Pembangunan wilayah barat meliputi tiga belas kecamatan, yaitu
Kecamatan Jasinga, Parung Panjang, Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung,
Leuwiliang, Leuwisadeng, Tenjolaya, Cibungbulang, Ciampea, Pamijahan dan
Kecamatan Rumpin, dengan luas wilayah sekitar 128.750 Ha. Pembangunan
wilayah tengah meliputi dua puluh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Sindur,
Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Tajurhalang, Cibinong,
Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung,
Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas dan kecamatan Tamansari, dengan
luas wilayah sekitar 87.552 Ha. Sedangkan pembangunan wilayah timur meliputi
tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal,
Jonggol, Sukamakmur, Tanjungsari dan Kecamatan Cariu.
Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki beberapa karakteristik, yaitu
Wilayah Bogor bagian utara corak penduduknya adalah Betawi Ora (campuran
suku Betawi dan Sunda), wilayah Bogor bagian selatan corak dan bahasa
penduduknya adalah campuran antara Bogor dengan Cianjur dan Sukabumi,
sebelah barat corak dan bahasa penduduknya campuran antara Bogor dan Banten,
serta bagian timur corak dan bahasa penduduknya campuran Bogor dengan
Karawang, sedikit dengan Cianjur dan Bekasi.
Morfologi wilayah Kabupaten Bogor sangat beragam, yaitu terdiri dari
dataran rendah, bergelombang, dan pegunungan. Dataran rendah Kabupaten
Bogor terletak di utara Kabupaten Bogor, tepatnya di lembah Sungai Ciliwung
dan Sungai Cisadane. Sedangkan dataran tinggi, terletak di wilayah bagian
selatan, berupa pegunungan dengan puncaknya Gunung Halimun (1.764 meter),
Gunung Salak (2.211 meter) dan Gunung Pangrango (3.081 meter) yang
merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Kabupaten Bogor terletak pada ketinggian 15 - 2.500 meter diatas
permukaan laut. Dari jumlah desa yang tersebar di Kabupaten Bogor mayoritas
memiliki ketinggian kurang dari 500 meter diatas permukaan laut
Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim di Kabupaten Bogor
termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan dan tipe B (basah) di
bagian utara dengan iklim panas, sejuk, dan sejuk sekali serta suhu rata-rata antara
200 C sampai 300 C. Curah hujan tahunan berkisar antara 2.500 mm/ tahun sampai
lebih dari 5.000 mm/ tahun. Tingginya curah hujan di Bogor menjadikan daerah
tersebut mendapat sebutan sebagai “Kota Hujan”.
Menurut data yang terdapat di Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk
Kabupaten Bogor mencapai 3.901.881 jiwa. Jumlah tersebut mendiami wilayah
seluas 2.388,93 Km2 dengan kepadatan penduduk sejumlah berkisar antara
tertinggi 4.800 jiwa per Km2 dan terendah 400 jiwa per Km2. Jumlah penduduk
yang besar seringkali menjadi beban dalam proses pembangunan bila berkualitas
rendah. Oleh karena itu, untuk menunjang pembangunan, Pemerintah Kabupaten
Bogor harus secara terus menerus melakukan upaya pengendalian jumlah
penduduk dengan menciptakan tatanan keluarga kecil sehat dan berkualitas
sebagai upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
5.1.2. Kecamatan Cibinong
5.1.2.1. Kondisi Geografis
Kecamatan Cibinong adalah salah satu Organisasi Perangkat Daerah di
Kabupaten Bogor yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dengan
kondisi bentangan lahan dataran. Kecamatan Cibinong terletak pada ketinggian
120 -140 Meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 2.150-2.650
mm/ tahun dan suhu antara 22 C – 31 C. Luas wilayah Kecamatan Cibinong
adalah 4.243,023 Ha dengan batas wilayah kerja sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kota Depok
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang
Sebelah Barat : Kecamatan Bojonggede
Sebelah Timur : Kecamatan Citeureup
Dalam program pembangunan daerah Kabupaten Bogor, dengan
mempertimbangkan perkembangan wilayah, karakteristik wilayah, dan pola
interaksi internal dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur
pelayanan pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Cibinong termasuk
kedalam Wilayah Pembangunan Tengah yang merupakan simpul-simpul jasa
distribusi barang dan jasa serta pendorong pengembangan wilayah. Sedangkan
bila dilihat berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cibinong merupakan
wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Bogor dengan kondisi pengembangan
yang sangat bervariasi, diantaranya untuk pengembangan pertanian, perkotaan,
perumahan, industri, perdagangan, perkantoran dan jasa.
Sebagai wilayah pengembangan pertanian perkotaan, selain padi,
pertanian tanaman pangan lain yang menonjol adalah palawija (jagung, ubi kayu,
kacang tanah, kacang panjang, ubi jalar dan mentimun). Sedangkan produksi
buah-buahan yang menonjol, yakni pepaya, rambutan, mangga, belimbing,
alpukat dan jeruk. Sebagai wilayah pengembangan perumahan, industri,
perdagangan, perkantoran dan jasa di Kabupaten Bogor, potensi
pengembangannya banyak didukung oleh letak geografis Kecamatan Cibinong
yang berdekatan dengan akses jalan tol menuju Kota Bogor dan Propinsi DKI
Jakarta.
Dengan letaknya yang sangat strategis tersebut, maka spesifikasi
Kecamatan Cibinong sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bogor memerlukan
pengembangan infrastruktur yang melengkapi kedudukannya sebagai Ibukota
Kabupaten dan pemenuhan kebutuhan masyarakatnya yang majemuk. Hal ini
tentunya dapat didukung dengan luas lahan dan wilayah yang memungkinkan
untuk mengembangkan perkotaan.
5.1.2.2. Kondisi Demografi
Secara administrasi pemerintahan, Kecamatan Cibinong terdiri dari 12
Kelurahan, 148 RW, 812 RT dan 71.226 Kepala Keluarga (KK). Jumlah
penduduk pada akhir Nopember 2006 adalah 270.057 jiwa yang terdiri dari laki-
laki sebanyak 136.022 jiwa dan perempuan sebanyak 134.035 jiwa dengan
kepadatan penduduk 3.850 jiwa per Km2.
Struktur perekonomian penduduk Kecamatan Cibinong mayoritas
termasuk kedalam golongan menengah. Berdasarkan pendataan keluarga tahun
2006 dalam Pemerintah Kecamatan Cibinong (2007) , diketahui bahwa penduduk
usia kerja sebanyak 119.074 jiwa. Jumlah angkatan kerja berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Angkatan Kerja Wilayah Kecamatan Cibinong Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Tidak Tamat SD 3.927 Tamat SD 31.177 Tamat SLTP Sederajat 32.880 Tamat SMU Sederajat 41.498 Tamat Akademi (D1, D2 dan D3) 7.624 S1-S3 1.968
Jumlah 119.074 Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
5.1.2.3. Kondisi sosial Budaya
1. Keagamaan
Berdasarkan data dari Pemerintah Kecamatan Cibinong tahun 2007,
penganut agama di Kecamatan Cibinong mayoritas Islam dengan jumlah 156.516
orang, Protestan 9.937, katholik 5.055 orang, Budha 2.431 orang, Hindu 906
orang, dan lainnya 545 orang. Sedangkan jumlah sarana keagamaan di
Kecamatan Cibinong adalah 132 mesjid, 16 mushola, 1 pura, dan 1 vihara.
2. Kesehatan
Walaupun Kecamatan Cibinong termasuk dalam wilayah pengembangan
perkotaan, namun Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sebagian wilayah
masih belum membudaya, terutama pada lokasi permukiman buruh industri.
Disamping kurangnya penyediaan infrastruktur serta pengaruh geografis
kewilayahan yang kurang mendukung, yang tentunya sedikit banyak berpengaruh
terhadap tercapainya tingkat derajat kesehatan masyarakat (Pemerintah
Kecamatan Cibinong, 2007), antara lain:
1. Persalinan oleh tenaga medis/ kesehatan masih rendah (45 persen masih
ditangani Dukun Paraji).
2. Masih tingginya penyakit Endemis (Demam Berarah, Hepatitis, Diare,
Anthrax).
3. Di sebagian wilayah masih dapat ditemui lingkungan yang tiak sehat,
diantaranya penggunaan jamban keluarga baru 60 persen.
Tabel 6. Sarana Prasarana Kesehatan di Wilayah Kecamatan Cibinong Sarana Prasarana Kesehatan Jumlah
Apotek 11 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 1 Poliklinik 263 Posyandu 173 Rumah Sakit Umum Swasta 1 Puskesmas 4 Puskesmas Pembantu 4 Praktek Dokter 49 Bidan Desa 28 Rumah sakit Bersalin 12 Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
3. Pendidikan
Minat dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia
sekolah sudah cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh keberadaan program Kejar
Paket, PKBM dan lain-lain yang sudah mampu memberikan andil dalam
penanganan masalah pendidikan, seperti program beasiswa bagi siswa berprestasi.
Bahkan di beberapa sekolah, daya tampung murid sudah melampaui batas,
sehingga ditanggulangi dengan ”System Shift”.
Namun dari hasil pendataan penduduk yang dilakukan oleh UPTD
kependudukan, catatan sipil dan KB diketahui bahwa angka Drop out usia sekolah
tingkat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/ MI) masih ada, yakni sebanyak
477 orang dan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 405
jiwa. Hal ini cukup menghambat penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun.
Sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia mempunyai peran yang cukup penting. Sarana dan
prasarana pendidikan di Kecamatan Cibinong pada Desember 2006, yakni 60
Taman Kanak-kanak (TK), 110 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI), 55
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 30 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA), 23 pesantren, dan 7 Perguruan Tinggi. Sarana dan prasarana pendidikan
ini termasuk swasta.
5.1.2.4. Kondisi Ekonomi
Sektor lapangan usaha masyarakat Kecamatan Cibinong cukup beragam.
Keadaan penduduk Kecamatan Cibinong berdasarkan mata pencaharian dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kecamatan Cibinong Berdasarkan mata Pencaharian No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) 1 Pegawai Negeri Sipil 6.125 2 TNI/ POLRI 5.213 3 Pegawai Swasta 55.322 4 Pedagang 15.624 5 Petani/ Peternak 2.564 6 Jasa Buruh 7.052 7 Lain-lain 64.266
Sumber: Hasil Pendataan Penduduk Tahun 2006 dalam Pemerintah Kecamatan Cibinong,2007 Apabila jenis pekerjaan dikelompokkan kedalam kategori sektor primer
(pertanian, peternakan dan perkebunan), sektor sekunder (industri, pengolahan,
pengrajin) dan sektor tersier (bangunan, perdagangan, hotel/ restoran, dan jasa),
maka struktur perekonomian masyarakat Cibinong didominasi kelompok sektor
sekunder dan tersier yang didukung oleh sektor primer. Oleh karena itu dalam
upaya pengembangan wilayah, perencanaan yang ditetapkan harus berpijak
kepada struktur sosial yang ada sehingga program yang ditetapkan akan sejalan
dengan aspirasi serta kebutuhan masyarakat dengan ciri masyarakat perkotaan.
Denyut nadi perekonomian Kecamatan Cibinong didukung oleh sarana
dan prasarana wilayah yang ada. Sarana dan prasarana tersebut merupakan aspek
pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung
akan berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat.
Sarana dan prasarana yang ada di wilayah Kecamatan Cibinong dalam
pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang
kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemacu pertumbuhan wilayah dan
pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan
perkotaan, diantaranya adalah ketersediaan transportasi, pengairan, jaringan
listrik, telekomunikasi dan permukiman.
5.1.2.5. Kondisi Umum Kelurahan Lokasi Penelitian
Kelurahan Cirimekar
Kelurahan Cirimekar terletak pada pusat Pemerintahan Kecamatan
Cibinong. Luas wilayah Kelurahan Cirimekar adalah 171.817 Ha. Kelurahan
Cirimekar terdiri dari 7 Rukun Warga (RW) dan 27 Rukun Tetangga dengan
jumlah penduduk sampai akhir Desember 2007 sebanyak 12.266 jiwa (Kelurahan
Cirimekar, 2007).
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar cukup bervariasi.
Mayoritas mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar adalah pensiunan
TNI, POLRI dan PNS dengan jumlah 2.386 orang. Kemudian diikuti oleh buruh
industri dengan jumlah 1.118 orang. Mata pencaharian lain penduduk Kelurahan
Cirimekar adalah petani, buruh bangunan, pedagang, pengemudi, Pegawai Negeri
dan TNI/ POLRI Mata pencaharian penduduk Kelurahan Cirimekar ditunjukkan
pada tabel 8.
Tabel 8. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cirimekar No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) 1 Petani 23 2 Buruh Industri 1.118 3 Buruh Bangunan 358 4 Pedagang 737 5 Pengemudi 167 6 Pegawai Negeri 155 7 TNI/ POLRI 111 8 Pensiunan TNI, POLRI dan PNS 2.386 Sumber : Kelurahan Cirimekar, 2007
Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cirimekar juga tergolong
bervariasi, yakni mulai dari belum sekolah sampai tamat S1. Persebaran tingkat
pendidikan masyarakat Keluarahan Cirimekar ditunjukkan pada tabel 9.
Tabel 9. Persebaran Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Cirimekar No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) 1 Belum Sekolah 422 2 Tidak Tamat SD/ Sederajat 2.195 3 Tamat SD/ Sederajat 2.227 4 Tamat SLTP/ Sederajat 1.6085 Tamat SMU/ Sederajat 1.811 6 Tamat D3 215 7 Tamat S1 316
Sumber : Kelurahan Cirimekar, 2007
Mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Cirimekar
adalah Islam dengan jumlah 7.135 orang. Kemudian Katholik, Protestan, Hindu,
Konghucu, dan Aliran Kepercayaan masing-masing sejumlah 430 orang, 578
orang, 22 orang, 587 orang dan 24 orang. Jumlah tempat peribadatan di
Kelurahan Cirimekar terdiri dari 5 buah Mesjid, 8 buah Mushola, 3 buah Gereja
dan 1 buah Vihara.
Kelurahan Karadenan
Kelurahan Karadenan berada di pinggiran Kecamatan Cibinong. Daerah
Kelurahan Karadenan merupakan sentra pendidikan di Kecamatan Cibinong. Hal
ini dapat dibuktikan dengan keberadaan dua SMU Negeri dan beberapa SMU
Swasta di kelurahan ini. Selain itu juga terdapat beberapa SMP dan MTs Negeri.
Wilayah ini sudah memiliki layanan RT/RW Net yang disentralkan di Perumahan
Puri Nirwana 3 yang kemudian disebarkan di seluruh area Karadenan dan
Sukahati dan beberapa kelurahan di Kecamatan Sukaraja.
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Karadenan cukup bervariasi.
Mayoritas mata pencaharian penduduk Kelurahan Karadenan adalah pegawai
dengan jumlah 1.213 orang. kemudian diikuti oleh pedagang dengan jumlah
1.138 orang. Jumlah penduduk Kelurahan Karadenan berdasarkan mata
pencaharian dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Kelurahan Karadenan Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah (Orang) 1 Pegawai Negeri Sipil 262 2 TNI/ POLRI 121 3 Pegawai 1.213 4 Pedagang 1.1385 Petani/ Peternak 156 6 Jasa Buruh 772 7 lainnya 119 Sumber : Pemerintah Kecamatan Cibinong, 2007
5.1.3. Kecamatan Jasinga
5.1.3.1. Kondisi Geografis
Kecamatan Jasinga terletak di wilayah pembangunan Bogor Barat dengan
luas wilayah 13.206 Ha. Batas wilayah Kecamatan Jasinga adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Tenjo
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukajaya
Sebelah Barat : Kecamatan Maja dan Kecamatan Curug Bitung Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten
Sebelah Timur : Kecamatan Cigudeg
Kecamatan Jasinga terletak pada ketinggian 150-250 diatas permukaan
laut. Curah hujan di wilayah ini mencapai 1.714 mm/ tahun dengan suhu rata-rata
280 C - 330 C. Bentuk wilayah Kecamatan Jasinga berupa dataran rendah,
berbukit, dan bergunung-gunung dengan kemiringan 280 - 330 .
Kecamatan Jasinga berjarak 64 Km dari Ibukota Pemerintah Kabupaten
Bogor. Sedangkan wilayah administrasi Kecamatan Jasinga terdiri dari 16 desa,
58 dusun, 95 Rukun Warga (RW) dan 440 Rukun Tetangga (RT).
5.1.3.2. Kondisi Demografi
Berdasarkan Laporan Bulanan Kecamatan Jasinga Februari Tahun 2008,
jumlah penduduk Kecamatan Jasinga sebesar 97.016 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki 50.216 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 46.800
jiwa. Kepadatan penduduk Kecamatan Jasinga adalah 1.151 jiwa per Km2.
Angkatan kerja di Kecamatan Jasinga terdiri dari angkatan kerja produktif dan
angkatan kerja tidak produktif. Angkatan kerja produktif berjumlah 29.617 jiwa
dan angkatan kerja tidak produktif berjumlah 9.665 jiwa.
5.1.3.3. Kondisi Sosial Budaya
1. Keagamaan
Penganut agama di Kecamatan Jasinga mayoritas Islam dengan jumlah
94.925 orang, kemudian katholik 214 orang, dan Khonghucu 42 orang.
Sedangkan jumlah sarana keagamaan di Kecamatan Jasinga adalah 105 mesjid
dan 105 mushola.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan jasinga masih tergolong
rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pendidikan,
kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, kondisi ekonomi, dan lain-
lain.
Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Jasinga
adalah SD/MI sebanyak 62 buah, SLTP/ MTS sebanyak 11 buah, SLTA/ SMK 3
buah, dan pondok pesantren sebanyak 111 buah. Sedangkan perguruan tinggi
tidak ada. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Jasinga ditunjukkan pada
tabel 11.
Tabel 11. Tingkat pendidikan Penduduk Kecamatan Jasinga Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)
Buta Huruf 2.602 Tidak Tamat SD/ Sederajat 29.343 Tamat SD/ Sederajat 34.247 Tamat SLTP/ Sederajat 11.198 Tamat SMU/ Sederajat 5.448 Tamat Akademi (D1, D2 dan D3) 307 Tamat S1,S2, dan S3 163 Sumber : Pemerintah Kecamatan Jasinga, 2008
3. Kesehatan
Sarana dan prasarana kesehatan di Kecamatan sangat minim, yakni hanya
memiliki 7 Balai Pengobatan, 1 Poliklinik, 1 puskesmas dengan tempat
perawatan, puskesmas dan puskesmas pembantu masing-masing 3 buah dan
Posyandu sebanyak 102 buah. Sedangkan Rumah Sakit dan Rumah bersalin tidak
ada.
5.1.3.4. Kondisi Ekonomi
Sebagian besar penduduk Kecamatan Jasinga bermata pencaharian
sebagai petani yang terdiri dari pemilik tanah dan petani penggarap. Petani
penggarap merupakan yang terbesar dengan jumlah 9.667 orang. Kemudian mata
pencaharian terbesar kedua adalah pedagang dengan jumlah 1.712 orang.
Selanjutnya mata pencaharian lain penduduk Kecamatan Jasinga adalah
pengusaha, Pegawai Negeri Sipil, buruh, TNI/POLRI dan lain-lain. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan mata Pencaharian No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) 1 Petani a. Pemilik Tanah 235 b. Petani Penggarap 9.6772 Pengusaha 273 Pengrajin 15 4 Buruh Pertambangan 71 5 Buruh Perkebunan 45 6 Pedagang 1.712
7 Pengemudi 479 8 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 449 9 TNI/ POLRI 49 10 Pensiunan (PNS/TNI/POLRI) 75 11 Anggota DPRD 1 Sumber : Pemerintah Kecamatan Jasinga, 2008
5.1.3.5. Kondisi Umun Desa Lokasi Penelitian
Desa Pamagersari
Desa Pamagersari terletak di pusat pemerintahan kecamatan Jasinga.
Secara geografis, Desa Pamagersari berada pada ketinggian 150-250 meter di atas
permukaan laut dengan curah hujan 1.714 mm/tahun. Bentuk wilayah Desa
Pamagersari berupa dataran rendah, berbukit-bukit dan bergunung-gunung.
Mayoritas penduduk Desa Pamagersari bekerja di sektor pertanian baik
sebagai petani maupun penyewa lahan. Selain itu, mata pencaharian lain
penduduk Desa Pamagersari adalah pedagang, buruh perkebunan, pengemudi, dan
Pegawai Negeri Sipil.
Desa Wirajaya
Desa Wirajaya merupakan wilayah yang letaknya berbatasan dengan
Provinsi Banten. Topografi wilayah Desa Wirajaya hampir sama dengan desa lain
di Kecamatan Jasinga, yakni berupa gunung-gunung.
Mayoritas penduduk Desa Wirajaya bekerja di sektor pertanian dan
perkebunan. Selain itu, ada juga yang memiliki mata pencaharian sebagai
pedagang. Penduduk Desa Wirajaya yang berprofesi sebagai pedagang tidak
sedikit yang menjalankan usahanya ke luar Kecamatan Jasinga, seperti ke
Provinsi Banten dan Jabodetabek. Mata pencaharian lain dari penduduk Desa
Wirajaya adalah pengemudi, Pegawai Negeri Sipil, dan TNI/POLRI.
5.2. Karakteristik Responden
5.2.1. Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik responden dilihat berdasarkan usia, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan terakhir, agama, suku bangsa, jumlah anggota keluarga,
status pernikahan, jumlah pendapatan dan pengeluaran rata-rata per bulan.
Berdasarkan usia, karakteristik responden didominasi oleh responden
yang berusia 41-50 tahun. Di Kecamatan Cibinong, responden yang berusia 41-
50 tahun sebanyak 9 responden (25,71 persen), sedangkan di Kecamatan Jasinga
sebanyak 12 responden (34,29 persen). Kemudian diikuti oleh responden yang
berusia 31-40 tahun sebanyak 8 responden (22,86 persen) di Kecamatan Cibinong
dan 10 responden (28,57 persen) di Kecamatan Jasinga. Hal ini terjadi karena
pada saat penelitian, sebagian besar masyarakat yang berusia muda sedang
bekerja sehingga yang bisa ditemui adalah masyarakat yang sudah tergolong tua.
Sisanya adalah responden berusia 15-20 tahun, 21-30 tahun, dan lebih dari 50
tahun. Persebaran usia responden ditunjukkan pada tabel 13
Tabel 13. Persebaran Usia Responden Kategori Usia Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) 15-20 tahun 5 14,29 - - 21-30 tahun 7 20 4 11,43 31-40 tahun 8 22,86 10 28,57 41-50 tahun 9 25,71 12 34,29 > 50 tahun 6 17,14 9 25,71
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Responden di Kecamatan Cibinong didominasi oleh laki-laki, karena
laki-laki yang sering berinteraksi dengan aparat pemerintah dalam urusan
pelayanan publik. Selain itu, pada waktu penelitian umumnya perempuan tidak
bersedia dijadikan responden karena merasa khawatir ada unsur-unsur lain dalam
penelitian ini. Responden laki-laki berjumlah 22 orang, sedangkan responden
perempuan berjumlah 13 orang. Kondisi ini berbeda dengan Kecamatan Jasinga.
Di Kecamatan Jasinga justru didominasi oleh responden perempuan karena pada
waktu penelitian sebagian besar penduduk laki-laki sedang bekerja. Jumlah
responden perempuan di Kecamatan Jasinga sebanyak 21 respoden, sedangkan
laki-laki sebanyak 14 responden
Tabel 14. Persebaran Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Laki-laki 22 62,86 14 40
Perempuan 13 37,14 21 60Jumlah 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
Jenis pekerjaan responden didominasi oleh Ibu Rumah Tangga/tidak
bekerja karena tidak merasa terganggu dengan dijadikan responden. Selain itu
masyarakat yang bekerja tidak berada di rumah pada saat penelitian. Responden
yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga atau tidak bekerja berjumlah 14 orang
(40 persen) di Kecamatan Cibinong dan 20 responden (57,14 persen) di
Kecamatan Jasinga. Sementara responden lainnya berprofesi sebagai mahasiswa/
pelajar, wiraswasta, Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, dan lain-lain.
Tabel 15. Persebaran Tingkat Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)Mahasiswa/ pelajar 1 2,86 - - Ibu Rumah Tangga/ Tidak bekerja
14 40 20 57,14
Wiraswasta 10 28,57 5 14,29 Pegawai Negeri 3 8,57 - - Pegawai Swasta 6 17,14 6 17,14 Lainnya 1 2,86 4 11,43
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer Tingkat pendidikan responden cukup bervariasi, mulai dari tidak tamat SD
sampai Sarjana/ Pasca Sarjana. Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah
SMA/ SMK yang berjumlah 16 responden (45,71 persen) di Kecamatan Cibinong
dan 13 responden (37,14 persen) di Kecamatan Jasinga. Secara umum tingkat
pendidikan responden di Kecamatan Cibinong lebih tinggi dibandingkan di
Kecamatan Jasinga. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah responden yang tingkat
pendidikannya menengah ke atas lebih besar di Kecamatan Cibinong.
Berdasarkan data dari Pemerintah Kecamatan Cibinong, mayoritas penduduk
Kecamatan Cibinong termasuk ke dalam golongan menengah. Sedangkan
Kecamatan Jasinga masih termasuk ke dalam golongan bawah.
Tabel 16. Persebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD - - 2 5,71
SD 8 22,86 11 31,43 SLTP 6 17,14 7 20
SMA/ SMK 16 45,71 13 37,14 Diploma 3 8,57 1 2,86
Sarjana/ Pasca Sarjana 2 5,71 1 2,86 Jumlah 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
Karakteristik responden berikutnya adalah agama. Mayoritas agama
yang dianut oleh responden adalah agama Islam dengan jumlah 30 responden
(85,71 persen) di Kecamatan Cibinong dan 35 responden (100 persen) di
Kecamatan Jasinga. Sisanya Protestan sebanyak 5 responden (14,29 persen) di
Kecamatan Cibinong. Sedangkan Katolik, Hindu dan Budha tidak ada baik tidak
ada baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga.
Tabel 17. Persebaran Agama Responden Agama Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Islam 30 85,71 35 100 Protestan 5 14,29 - - Katolik - - - - Hindu - - - - Budha - - - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Responden sebagian besar berasal dari Suku Sunda, yakni 28 responden
(80 persen) di Kecamatan Cibinong dan 32 responden (91,43 persen) di
Kecamatan Jasinga. Sisanya berasal dari Jawa, Melayu, dan Kalimantan.
Persebaran suku bangsa responden dapat dilihat pada tabel 18. Hasil ini
menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bogor termasuk bagian dari penyebaran
mayoritas penduduk Suku Sunda di Pulau Jawa, sehingga responden penelitian
didominasi oleh Suku Sunda
Tabel 18. Persebaran Suku Bangsa Responden Suku Bangsa Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) Sunda 28 80 32 91,43 Jawa 4 11,43 3 8,57 Melayu 2 5,71 - - Kalimantan 1 2,86 - - Batak - - - - Betawi - - - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Responden didominasi oleh keluarga kecil dengan maksimal jumlah anak
empat orang. Hal ini ditunjukkan dengan responden yang memiliki jumlah
anggota keluarga 3-6 orang lebih dominan, baik di Kecamatan Cibinong maupun
di Kecamatan Jasinga. Sisanya adalah responden yang memiliki jumlah anggota
keluarga 1-2 orang dan lebih dari 6 orang. Persebaran jumlah anggota keluarga
ditunjukkan pada tabel 19.
Tabel 19. Persebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden Jumlah Anggota
Keluarga Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1-2 orang 6 17,14 6 17,14 3-6 orang 24 68,57 25 71,43 > 6 orang 5 14,29 4 11,43 Jumlah 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan status pernikahannya, mayoritas responden telah menikah,
yakni sebanyak 25 responden (71,43 persen) di Kecamatan Cibinong dan 34
responden (97,14 persen) di Kecamatan Jasinga. Sisanya adalah responden yang
belum menikah dan yang berstatus janda/ duda. Persebarannya dapat dilihat pada
tabel 20.
Tabel 20. Persebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahannya Status Pernikahan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (Orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)Belum Menikah 9 25,71 - - Sudah Menikah 25 71,43 34 97,14
Janda/ Duda 1 2,86 1 2,86 Jumlah 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
Persentase pendapatan rata-rata masyarakat responden cukup bervariasi,
mulai dari kurang dari Rp 500.000 per bulan sampai lebih dari Rp 3.500.000.
Mayoritas pendapatan rata-rata responden per bulan di Kecamatan Cibinong
adalah kurang dari Rp 500.000, yakni sebanyak 13 responden (37,14 persen).
Sedangkan mayoritas pendapatan rata-rata responden per bulan di Kecamatan
Jasinga adalah Rp 500.001–Rp 1.500.000, yakni sebanyak 14 responden (40
persen). Ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan responden tergolong rendah
karena mayoritas pekerjaannya adalah Ibu Rumah Tangga atau tidak memiliki
pekerjaan tetap. Sementara responden yang memiliki penghasilan diatas
Rp.2.500.000 relatif sedikit. Persebaran pendapatan rata-rata responden per bulan
ditunjukkan pada tabel 21.
Tabel 21. Persebaran Pendapatan Rata-rata Responden Per Bulan Pendapatan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) < Rp 500.000 13 37,14 8 22,86 Rp 500.001–Rp 1.500.000 12 34,29 14 40 Rp 1.500.001–Rp 2.500.000 6 17,14 12 34,28 Rp 2.500.001–Rp 3.500.000 3 8,57 1 2,86 > Rp 3.500.000 1 2,86 - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Pengeluaran rata-rata responden per bulan relaif rendah. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan rata-rata per bulan sehingga
pengeluaran diatur sesuai dengan tingkat pendapatannya. Persebaran pengeluaran
rata-rata responden per bulan ditunjukkan pada tabel 22.
Tabel 22. Persebaran Pengeluaran Rata-rata Responden Per Bulan Pengeluaran Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) < Rp 300.000 7 20 2 5,71 Rp 300.001 – Rp 600.000 13 37,14 7 20 Rp 600.001 – Rp 1.000.000 4 11,43 9 25,71 Rp 1.000.001 – Rp 2.000.000 6 17,14 10 28,57 Rp 2.000.001 – Rp 3.000.000 4 11,43 7 20 > Rp 3.000.000 1 2,86 - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
5.2.2. Pengalaman dan Pengetahuan Responden
Pengalaman dan pengetahuan responden yang diteliti terdiri dari
frekuensi responden berkunjung ke kantor instansi pemerintahan, frekuensi
responden berinteraksi dengan petugas instansi pemerintahan, frekuensi
responden berkunjung ke beberapa jenis kantor instansi pemerintahan, bentuk
kedatangan responden, sumber informasi responden, frekuensi waktu kunjungan
ke kantor instansi pemerintahan, motivasi kedatangan responden ke kantor
instansi pemerintahan, jenis pelayanan yang dicari responden dan rata-rata waktu
yang dibutuhkan responden menunggu pelayanan publik.
Pada tabel 23 disajikan persebaran mengenai frekuensi responden yang
berkunjung ke kantor instansi pemerintahan. Responden yang persentase
berkunjung ke kantor instansi pemerintahan paling besar adalah tiap lebih dari dua
bulan sekali, yakni sebanyak 20 responden (57,14 persen) di Kecamatan Cibinong
dan 18 responden (51,43 persen) di Kecamatan Jasinga. Terbesar kedua adalah
responden yang berkunjung tiap sebulan sekali. Responden yang sering
berkunjung ke kantor instansi pemerintahan relatif sedikit.
Tabel 23. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Kantor Instansi Pemerintahan
Frekuensi Kecamatan Cibinong Kecamatan JasingaJumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Setiap hari 2 5,71 - - Lebih dari sekali/ minggu 2 5,71 4 11,43 2 minggu sekali 3 8,57 4 11,43 Sebulan sekali 7 20 8 22,86 2 bulan sekali 1 2,86 1 2,86Lebih dari 2 bulan sekali 20 57,14 18 51,43
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Hasil diatas menunjukkan bahwa intensitas masyarakat dalam
memanfaatkan fasilitas dan pelayanan publik masih rendah. Hal ini terjadi karena
kultural sebagian masyarakat, terutama yang berada di daerah perdesaan masih
cenderung kurang pemahaman dan kesadaran memanfaatkan pelayanan publik.
Pengalaman responden dalam berinteraksi dengan aparat/ petugas
instansi pemerintahan cukup beragam. Pada tabel 24 dapat dilihat bahwa
mayoritas responden masih didominasi oleh responden yang berinteraksi dengan
petugas instansi pemerintahan lebih dari dua bulan sekali, yakni 21 responden (60
persen) di Kecamatan Cibinong dan 18 responden (51,43 persen) di Kecamatan
Jasinga. Terbesar kedua adalah responden yang berinteraksi sebulan sekali, yakni
sebanyak 6 responden (17,14 persen) di Kecamatan Cibinong dan 7 responden (70
persen) di Kecamatan Jasinga. Sementara yang sering berinteraksi dengan
petugas instansi pemerintahan relatif sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi
responden yang berkunjung ke kantor instansi pemerintahan. Mayoritas
responden jarang berkunjung ke kantor instansi pemerintahan, sehingga interaksi
dengan petugas instansi pemerintahan pun sangat jarang.
Tabel 24. Persebaran Frekuensi Responden Berinteraksi dengan Petugas Instansi Pemerintahan
Frekuensi Kecamatan Cibinong Kecamatan JasingaJumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Setiap hari 1 2,86 1 2,86 Lebih dari sekali/ minggu 3 8,57 4 11,43 2 minggu sekali 3 8,57 4 11,43 Sebulan sekali 6 17,14 7 20 2 bulan sekali 1 2,86 1 2,86 Lebih dari 2 bulan sekali 21 60 18 51,43
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer
Kantor instansi pemerintahan yang banyak dikunjungi oleh masyarakat
adalah kantor desa/ kelurahan. Kemudian yang kedua adalah kantor kecamatan.
Responden yang pernah mengunjungi kantor Pemerintah Kabupaten dan Dinas
masih sedikit. Ini menunjukkan bahwa intensitas masyarakat dalam
memanfaatkan fasilitas dan pelayanan publik masih rendah.
Tabel 25. Persebaran Frekuensi Responden Berkunjung ke Beberapa Jenis Kantor Instansi pemerintahan
Jenis Kantor Instansi Pemerintahan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Jumlah (orang)
Desa/ Kelurahan 30 33 Kecamatan 7 20 Pemerintah Kabupaten 4 1 Dinas 5 1 Lainnya - - Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 25, dari 35 responden, beberapa responden pernah
mengunjungi beberapa jenis kantor instansi pemerintahan. Namun sebagian besar
responden hanya pernah mengunjungi satu jenis kantor instansi pemerintahan,
yakni desa/ kelurahan. Untuk kantor-kantor pelayanan publik lainnya masih
jarang dikunjungi masyarakat karena beberapa hal. Pertama, lokasi kantor
instansi pemerintahan yang letaknya jauh dari tempat tinggal, terutama untuk
daerah yang terpencil. Kedua, sebagian masyarakat enggan karena pelayanan
yang berbelit-belit dan menyulitkan. Ketiga, pelayanan publik kantor instansi
pemerintahan masih terkesan lambat dalam memberikan pelayanan. Keempat,
kultural sebagian masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil masih
cenderung tertinggal dari sisi pengetahuan maupun kesadaran memanfaatkan
pelayanan publik.
Bentuk kedatangan responden ke kantor instansi pemerintahan
didominasi oleh datang sendiri dengan jumlah 18 responden (51,43 persen) di
Kecamatan Cibinong dan 15 responen (42,86 persen). Alasannya adalah untuk
mengurus jenis pelayanan yang biasanya sederhana dan tidak perlu waktu banyak
seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang
dapat dilakukan di kantor desa/ kelurahan. Selain itu ada juga yang datang ke
kantor instansi pemerintahan bersama keluarga/saudara, teman, dan rekan kerja.
Persebaran bentuk kedatangan responden ke kantor instansi pemerintahan
ditunjukkan oleh tabel 26.
Tabel 26. Persebaran Bentuk Kedatangan Responden ke Kantor Instansi Pemerintahan
Bentuk Kedatangan Responden
Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Keluarga/ Saudara 6 17,14 8 22,86 Teman 7 20 9 25,71 Rekan kerja 4 11,43 3 8,57 Sendiri 18 51,43 15 42,86 Lainnya - - - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer Sumber informasi mengenai pelayanan publik cukup beragam, namun
sebagian besar responden mendapat informasi dari kelurga/ saudara. Sumber
informasi lainnya adalah teman, rekan kerja, Billboard/ spanduk, media cetak,
media elektronik, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 27.
Tabel 27. Persebaran Sumber Informasi Responden Mengenai Pelayanan Publik Sumber Informasi Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Keluarga/ saudara 12 34,29 21 60 Teman 6 17,14 11 31,43 Rekan kerja 5 14,29 1 2,86Billboard/ spanduk 2 5,71 - Media cetak 2 5,71 - Media elektronik 5 14,29 2 5,71 Lainnya 3 8,57 - -
Jumlah 35 100 35 100 Sumber : Data Primer Sebagian besar masyarakat responden datang ke kantor instansi
pemerintahan pada waktu pagi, tepatnya antara pukul 08.00-11.00 WIB.
Responden yang datang ke kantor instansi pemerintahan pada waktu siang dan
sore relative sedikit.
Tabel 28. Persebaran Frekuensi Waktu Kunjungan responden ke Kantor Instansi Pemerintahan
Waktu Kunjungan Kecamatan Cibinong Kecamatan JasingaJumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Pagi (Pukul 08.00-11.00 WIB) 24 68,57 21 60 Siang (Pukul 11.00-14.00 WIB) 11 31,43 9 25,71 Sore (Pukul 14.00-16.00 WIB) - - 5 14,29
Jumlah 35 100 35 100Sumber : Data Primer
Mayoritas responden berkunjung ke kantor instansi pemerintahan pada
waktu pagi karena responden menilai bahwa tugas yang dijalankan oleh aparat/
petugas pemerintah masih belum sepenuhnya profesional, terutama dalam hal
kedisiplinan waktu. Sebagian besar aparat/ petugas pemerintah tidak bekerja
sesuai dengan aturan waktu, misalnya pulang sebelum waktunya. Oleh karena itu
masyarakat lebih memilih datang pagi dengan tujuan untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik.
Sebagian besar responden datang ke kantor instansi pemerintahan untuk
keperluan pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat dari 28 responden yang memilih
di Kecamatan Cibinong dan 29 responden di Kecamatan Jasinga. Motivasi
lainnya adalah bertemu rekan kerja, menyampaikan aspirasi/pendapat, panggilan
dari instansi pemerintah, memberikan laporan, dan keperluan lainnya hanya
sedikit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 29. Persebaran Motivasi Responden Datang ke Kantor Instansi Pemerintahan Motivasi Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Jumlah (orang) Jumlah (orang) Ada keperluan pelayanan publik 28 29 Bertemu rekan kerja 3 2 Menyampaikan aspirasi/ pendapat 3 2 Panggilan dari instansi pemerintah 2 1 Laporan 4 - Lainnya 1 - Sumber : Data Primer
Ada beberapa responden yang datang ke kantor instansi pemerintahan
selain untuk keperluan pelayanan publik juga untuk keperluan lainnya. Ini dapat
diketahui dari responden yang memlih lebih dari satu pilihan.
Tabel 30 menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat akan keperluan
pelayanan publik masih berkisar pada keperluan yang kecil dan sederhana seperti
pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran,
dan sebagainya. Hal ini ditunjukkan dengan 29 responden di Kecamatan
Cibinong dan 34 responden di Kecamatan Jasinga yang memilih pelayanan
tersebut. Kemudian untuk keperluan pembayaran pajak, pengaduan, permohonan
bantuan dana, perizinan penggunaan lahan, dan keperluan lainnya masih relatif
sedikit.
Tabel 30. Persebaran Jenis Pelayanan yang Dicari Responden Dari Kantor Instansi Pemerintahan
Jenis Pelayanan Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Jumlah (orang)
Pembuatan KTP, KK, Akta, dll 29 34 Pembayaran pajak 5 - Pengaduan 3 2 Permohonan bantuan dana 4 - Perizinan penggunaan lahan 2 - Lainnya 2 Sumber : Data Primer
Rata-rata waktu yang dibutuhkan masyarakat dalam menunggu
pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor ditunjukkan pada tabel 31. Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan masyarakat
dalam menunggu pelayanan publik cukup beragam. Keragaman waktu ini
dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jarak suatu daerah ke pusat
pemerintahan. Daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan membutuhkan
waktu yang relatif singkat, sedangkan untuk daerah yang jauh dari pusat
pemerintahan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Kedua, tingkat
kerumitan pelayanan. Apabila pelayanan yang dibutuhkan semakin rumit, maka
waktu yang dibutuhkan akan semakin lama. Ketiga, tingkat profesionalitas
aparat/ petugas pemerintah. Semakin profesional, semakin singkat waktu tunggu
yang dibutuhkan. Begitu pula sebaliknya, semakin tidak professional, waktu
tunggu yang dibutuhkan semakin lama.
Tabel 31. Persebaran Rata-rata Waktu yang Dibutuhkan Responden untuk Menunggu Pelayanan Publik
Rata-rata waktu yang dibutuhkan
Kecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Sehari 8 22,86 5 14,29 2-4 hari 6 17,14 18 51,43
Seminggu 12 34,29 10 28,572-3 Minggu 6 17,14 1 2,86
Sebulan 3 8,57 1 2,86 Lainnya - - Jumlah 35 100 35 100
Sumber : Data Primer
VI. ATRIBUT KINERJA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PELAYANAN PUBLIK
6.1. Atribut Kinerja Pelayanan Publik
Atribut-atribut kinerja pelayanan publik yang diteliti disusun menurut
Dimensi Kepuasan Masyarakat dan unsur Indeks Kepuasan Masyarakat
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/
KEP/ MENPAN/ 7/ 2003 adalah fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan
kantor pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan,
kewajaran biaya pelayanan, kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan,
kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab
aparat/ petugas, kedisiplinan aparat/ petugas, pelayanan yang cepat dan tepat,
kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap
keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat,
pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat, keramahan dan
kesopanan aparat/petugas dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas
pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, kepastian jadwal pelayanan,
citra aparat, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat memahami kebutuhan
masyarakat, waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas, serta
pemberian pelayanan kepada masyarakat tanpa pilih-pilih.
Pertama, fasilitas kantor pelayanan adalah kinerja pemerintah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang didukung oleh ketersediaan
sarana pendukung pelayanan lainnya. Fasilitas kantor pelayanan dapat berupa
tempat informasi, ruang tunggu pelayanan, telepon, komputer, dan kelengkapan
lainnya.
Kedua, kebersihan kantor pelayanan merupakan penunjang kinerja
pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan ruangan
kantor pelayanan yang bersih, kualitas pelayanan dapat menjadi lebih baik karena
aparat/ petugas pelayanan merasa tenang dan nyaman dalam melaksanakan
tugasnya. Begitu pula masyarakat sebagai penerima pelayanan juga akan merasa
nyaman berkunjung ke kantor instansi pemerintah untuk keperluan pelayanan
publik.
Ketiga, tempat parkir yang tersedia di kantor pelayanan merupakan
sarana penunjang kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Tempat parkir yang luas akan membuat aparat/ petugas ataupun
masyarakat sebagai penerima pelayanan merasa nyaman apabila harus membawa
kendaraan pribadinya, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk menuju ke kantor
instansi pemerintahan menjadi lebih efisien.
Keempat, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan menjadi salah
satu penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam pelayanan publik.
Oleh karena itu, kenyamanan ruang tunggu pelayanan harus diperhatikan.
Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dapat dilihat dari dari keadaan
ruangan yang bersih, rapi, dan teratur.
Kelima, kewajaran biaya pelayanan adalah keterjangkauan masyarakat
terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. Biaya pelayanan
yang ditetapkan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku agar masyarakat
bersedia membayar dan tidak mengeluh dengan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan karena sudah memahami aturannya.
Keenam, kepastian biaya pelayanan adalah tingkat kesesuaian antara
biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. Kadang-kadang biaya
yang harus dibayar masyarakat tidak sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan,
sehingga perlu pengawasan yang lebih ketat.
Ketujuh, prosedur pelayanan terkait dengan kemudahan tahapan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur
pelayanan. Prosedur pelayanan menyangkut panjang pendeknya alur birokrasi
yang harus ditempuh.
Kedelapan, kemampuan aparat/ petugas pelayanan adalah tingkat
keahlian dan keterampilan yang dimiliki aparat/ petugas dalam memberikan dan
menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan ini dihubungkan dengan
tingkat kesesuaian prosedural yang berupa peraturan perundangan dengan
implementasi. Selain itu, kemampuan aparat/ petugas pemerintah adalah
kombinasi antara kualitas intelektual, moral maupun spiritual, sehingga pada
gilirannya akan menentukan proses berjalannya good governance di Kabupaten
Bogor.
Kesembilan, tanggung jawab aparat/ petugas pelayanan adalah kejelasan
wewenang dan tanggung jawab aparat/ petugas dalam penyelenggaraan dan
penyelesaian pelayanan. Kesepuluh, kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
adalah kesungguhan aparat/ petugas dalam memberikan pelayanan. Kedisiplinan
ini terutama menyangkut konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
Kesebelas, pelayanan yang cepat merupakan target waktu pelayanan
dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara
pelayanan. Kedua belas, kesibukan aparat/ petugas pelayanan tidak mengganggu
terhadap pelayanan kepada masyarakat sangat diperlukan karena aparat/ petugas
pelayanan merupakan perangkat daerah yang tugas pokoknya melayani
masyarakat. Apabila aparat/ petugas disibukkan dengan urusan yang sangat
penting, pelayanan kepada masyarakat harus tetap dilakukan, misalnya dengan
melimpahkan wewenang kepada aparat lain yang sanggup memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Ketiga belas, ketanggapan aparat/ petugas terhadap keluhan masyarakat
terkait dengan profesionalisme dan tanggung jawab aparat/ petugas pelayanan
dalam memberikan pelayanan. Aparat/ petugas yang tanggap terhadap keluhan
masyarakat menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawabnya dalam
menjalankan tugasnya melayani masyarakat.
Keempat belas, kecepatan aparat/ petugas pelayanan dalam penanganan
keluhan masyarakat terkait ketanggapan aparat terhadap keluhan masyarakat.
Aparat/ petugas pelayanan yang cepat dalam menangani keluhan masyarakat
menunjukkan ketanggapannya terhadap keluhan masyarakat.
Kelima belas, pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh
masyarakat merupakan upaya dalam meningkatkan akses informasi masyarakat
terhadap pelayanan publik. Dengan akses informasi, masyarakat akan memahami
tata cara dan prosedur pelayanan, sehingga dapat berpartisipasi langsung dalam
pemanfaatan pelayanan publik.
Keenam belas, kesopanan dan keramahan aparat/ petugas adalah sikap
dan perilaku aparat/ petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
Ketujuh belas, kejujuran aparat/ petugas pelayanan adalah perilaku aparat/ petugas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aturan dan
ketentuan yang berlaku.
Kedelapan belas, keamanan dan kenyamanan pelayanan merupakan
unsur penting sebagai penunjang pelayanan. Keamanan pelayanan adalah
terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun
sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan
pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Sedangkan kenyamanan pelayanan menyangkut kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur, sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
Kesembilan belas, kepastian jadwal pelayanan adalah pelaksanaan waktu
pelayanan yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Kedua puluh,
citra aparat/ petugas pemerintah dimata masyarakat terkait dengan
kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aparat
pemerintah yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan masyarakat,
akan menjadikan citra aparat menjadi lebih baik di mata masyarakat. Begitu pula
sebaliknya, kinerja aparat yang kurang memuaskan akan menimbulkan citra
negatif di mata masyarakat.
Kedua puluh satu, kemudahan dalam proses pelayanan berhubungan
dengan persayaratan yang mudah dipenuhi serta birikrasi yang ramping dan tidak
berbelit-belit. Kedua puluh dua, pemahaman aparat/ petugas terhadap kebutuhan
masyarakat adalah bentuk kepedulian aparat/ petugas pemerintah dalam
memahami hal-hal yang dibutuhkan masyarakat yang pada akhirnya akan
mewujudkan pelayanan prima.
Kedua puluh tiga, waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/
petugas pemerintah terkait dengan profesonalisme aparat/ petugas dalam
menyelesaikan pelayanan. Aparat/ petugas yang professional dan penuh tanggung
jawab akan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat
tidak akan terlalu lama untuk dilayani aparat/ petugas pemerintah.
Kedua puluh empat, keadilan mendapatkan pelayanan adalah
pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan atau status
masyarakat yang dilayani. Dengan kata lain, semua lapisan masyarakat
memperoleh hak yang sama.
6.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik
Masyarakat Kabupaten Bogor memiliki harapan terhadap kinerja
pelayanan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam rangka pemenuhan
kebutuhan mereka. Harapan masyarakat hendaknya diimbangi dengan kinerja
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Terpenuhinya harapan dari
setiap masyarakat akan menumbuhkan kepuasan terhadap kinerja pelayanan
publik Pemerintah Kabupaten Bogor.
Tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan masyarakat terhadap
kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor. Sedangkan tingkat
kinerja merupakan kenyataan yang diterima oleh masyarakat berdasarkan
pelaksanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
6.2.1. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Cibinong
6.2.1.1. Penilaian Masyarakat Kelurahan Karadenan
Tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat Kelurahan
Karadenan terhadap 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor dapat
dilihat pada tabel 32.
Tabel 32. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Karadenan
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,06 2,28 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,22 2,61 3 Tempat parkir yang tersedia 3,06 2,78 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,06 2,78 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,44 2,33 6 Kepastian biaya pelayanan 3,39 2,11 7 Prosedur pelayanan 3,39 2,33 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan3,67 2,61
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,56 2,50
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,61 2,11 11 Pelayanan yang cepat 3,72 2,33 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,28 2,50
13 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat
3,44 2,33
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,50 2,06
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,39 2,56
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,44 2,56
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,67 2,44 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,61 2,72 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,56 2,00 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,06 2,50
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,56 2,50 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,44 2,17
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,17 2,06
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,61 2,33
Nilai Total Rata-rata 3,41 2,39
Dari tabel 32 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang
dianggap paling penting oleh masyarakat adalah pelayanan yang cepat, yakni
dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,72. Sedangkan atribut yang
memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah fasilitas
kantor pelayanan, tempat parkir, dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan
dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 3,06.
Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 32 dapat dilihat
bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan
memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya,
yakni sebesar 2,78. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling
tinggi. Masyarakat menilai bahwa fasilitas tempat parkir yang tersedia di kantor
pelayanan cukup luas sehingga memungkinkan untuk membawa kendaraan
pribadi ke kantor pelayanan. Masyarakat juga menilai bahwa di kantor pelayanan
terdapat tempat khusus yang disediakan untuk menunggu giliran pelayanan
Selain itu, ada juga atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja
paling rendah, yakni kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,00.
Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah. Kinerja atribut
ini dinilai belum memuaskan masyarakat karena jadwal pelayanan yang sering
tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
Apabila kepuasan masyarakat dihitung dengan CSI, maka diperoleh nilai
sebesar 59,82 persen. Nilai ini berada pada rentang skala 51-65,99 persen.
Berarti indeks kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar berada pada kriteria
“cukup puas”. Hasil perhitungan CSI masyarakat Kelurahan Karadenan dapat
dilihat pada tabel 33.
Tabel 33. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Karadenan
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor
Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,06 3,73 2,28 0,085 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,22 3,93 2,61 0,103
3 Tempat parkir yang tersedia 3,06 3,73 2,78 0,104 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,06 3,73 2,78 0,104
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,44 4,21 2,33 0,098 6 Kepastian biaya pelayanan 3,39 4,14 2,11 0,087 7 Prosedur pelayanan 3,39 4,14 2,33 0,096 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,67 4,48 2,61 0,117
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,56 4,34 2,50 0,108
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,61 4,41 2,11 0,093
11 Pelayanan yang cepat 3,72 4,55 2,33 0,106 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,28 4,00 2,50 0,100
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,44 4,21 2,33 0,098
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,50 4,27 2,06 0,088
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,39 4,14 2,56 0,106
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,44 4,21 2,56 0,107
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan
3,67 4,48 2,44 0,109
18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan
3,61 4,41 2,72 0,120
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,56 4,34 2,00 0,087 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di
mata masyarakat 3,06 3,73 2,50 0,093
21 Kemudahan dalam proses pelayanan
3,56 4,34 2,50 0,108
22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat
3,44 4,21 2,17 0,091
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,17 3,87 2,06 0,079
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,61 4,41 2,33 0,103
Total 81,89 100 Weighted Total 2,39
Customer Satisfaction Index (%) 59,82
6.2.1.2. Penilaian Masyarakat Kelurahan Cirimekar
Tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat Kelurahan
Cirimekar terhadap 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor
ditunjukkan pada tabel 34.
Tabel 34. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Masyarakat Kelurahan Cirimekar
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,41 2,59 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,35 2,76 3 Tempat parkir yang tersedia 3,06 2,82 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,06 2,82 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,29 2,59 6 Kepastian biaya pelayanan 3,29 2,53 7 Prosedur pelayanan 3,18 2,70 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan3,41 2,70
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,41 2,76
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,53 2,18 11 Pelayanan yang cepat 3,59 2,24 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,24 2,41
13 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat
3,35 2,47
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,35 2,29
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,35 2,53
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,35 2,59
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,59 2,59 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,53 2,65 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,47 2,24 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,12 2,24
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,35 2,65 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,41 2,35
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,18 2,47
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,59 2,59
Nilai Total Rata-rata 3,35 2,53
Dari tabel 34 terlihat bahwa terdapat tiga atribut kinerja pelayanan
publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat Kelurahan Cirimekar, yakni
pelayanan yang cepat, kejujuran aparat pelayanan, dan pemberian pelayanan
kepada semua lapisan masyarakat tanpa Pilih-pilih. Nilai rata-rata tingkat
kepentingan ketiga atribut tersebut masing-masing sebesar 3,59. Sedangkan
atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah
adalah tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dengan nilai
rata-rata masing-masing sebesar 3,06.
Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 34 dapat dilihat
bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan
memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya,
yakni sebesar 2,82. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling
tinggi. Atribut yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah berdasarkan tabel
50 terdapat tiga atribut, yakni pelayanan yang cepat, kepastian jadwal pelayanan,
dan citra aparat di mata masyarakat dengan nilai rata-rata masing-masing 2,24
Apabila kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar terhadap kinerja
pelayanan Publik dihitung dengan CSI, maka diperoleh nilai CSI secara
keseluruhan sebesar 63,23 persen. Nilai ini berada pada rentang skala 51-65,99
persen. Berarti indeks kepuasan masyarakat Kelurahan Cirimekar terhadap
kinerja pelayanan Publik Pemkab Bogor berada pada kriteria “cukup puas”.
Kinerja ini memperhitungkan tingkat kepentingan menurut masyarakat dengan
tingkat kinerja yang dijalankan oleh Pemkab Bogor. Hasil perhitungan CSI
masyarakat Kelurahan Cirimekar dapat dilihat pada tabel 51.
Dari nilai CSI yang diperoleh, maka secara keseluruhan tingkat
kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik di Kelurahan Cirimekar
lebih tinggi dibandingkan di Kelurahan Karadenan. Hal ini dianggap wajar
karena lokasi Kelurahan Cirimekar dekat dengan kantor Kecamatan Cibinong.
Tabel 35. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kelurahan Cirimekar
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor
Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,41 4,24 2,59 0,110 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,35 4,17 2,76 0,115
3 Tempat parkir yang tersedia 3,06 3,80 2,82 0,107 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,06 3,80 2,82 0,107
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,29 4,09 2,59 0,106 6 Kepastian biaya pelayanan 3,29 4,09 2,53 0,104 7 Prosedur pelayanan 3,18 3,95 2,70 0,107 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,41 4,24 2,70 0,115
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,41 4,24 2,76 0,117
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,53 4,38 2,18 0,095
11 Pelayanan yang cepat 3,59 4,46 2,24 0,010 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,24 4,02 2,41 0,097
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,35 4,17 2,47 0,103
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,35 4,17 2,29 0,096
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,35 4,17 2,53 0,105
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,35 4,17 2,59 0,108
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan
3,59 4,46 2,59 0,115
18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan
3,53 4,38 2,65 0,116
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,47 4,31 2,24 0,096 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di
mata masyarakat 3,12 3,87 2,24 0,087
21 Kemudahan dalam proses pelayanan
3,35 4,17 2,65 0,110
22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat
3,41 4,24 2,35 0,010
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,18 3,95 2,47 0,098
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,59 4,46 2,59 0,115
Total 80,47 Weighted Total 2,53
Customer Satisfaction Index (%) 63,23
6.2.1.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Secara Umum Penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan masyarakat
Kecamatan Cibinong pada dua kelurahan secara umum dapat dilihat pada tabel
36. Dari tabel 36 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap
paling penting oleh masyarakat adalah pelayanan yang cepat, yakni dengan nilai
rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,66. Sedangkan atribut yang memiliki nilai
rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah tempat parkir dan
kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan dengan nilai rata-rata sebesar 3,06.
Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 36 dapat dilihat
bahwa atribut tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu pelayanan memiliki
nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni
sebesar 2,80. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi.
Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah
adalah kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,11. Artinya atribut ini
memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah.
Atribut-atribut kinerja pelayanan Publik pemerintah Kabupaten Bogor
akan dibagi kedalam empat kuadran yang menunjukkan tingkat kepentingan dan
kinerja dari masing-masing atribut. Empat kuadran tersebut terdiri dari : Pertama,
kuadran I (prioritas utama) dengan tingkat kepentingan tinggi dan tingkat kinerja
atribut rendah. Kedua, kuadran II (pertahankan prestasi) dengan tingkat
kepentingan dan kinerja atribut tinggi. Ketiga, kuadran III (prioritas rendah)
dengan tingkat kepentingan dan kinerja atribut rendah. Keempat, kuadran IV
tingkat kepentingan rendah, Namun tingkat kinerja atribut tinggi. Kuadran-
kuadran ini dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan nilai total rata-rata
tingkat kepentingan sebesar 3,38 dan nilai total tingkat kinerja sebesar 2,46 seperti
terlihat pada gambar 3.
Tabel 36. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Cibinong
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,23 2,43 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,28 2,68 3 Tempat parkir yang tersedia 3.06 2,80 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,06 2,80 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,37 2.45 6 Kepastian biaya pelayanan 3,34 2,31 7 Prosedur pelayanan 3,28 2,51 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,54 2,66
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,48 2,63
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,57 2,14 11 Pelayanan yang cepat 3,66 2,28 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,26 2,45
13 Aparat/ petugas tanggap dalam penanganan keluhan masyarakat
3,40 2,40
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,43 2,17
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,37 2,54
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,40 2,57
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,63 2,51 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,57 2,68 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,51 2,11 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,08 2,37
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,46 2,57 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,43 2,26
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,17 2,26
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,60 2,45
Nilai Total Rata-rata 3,38 2,46
Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda-beda.
Simbol huruf pada setiap plot menunjukkan nomor atribut. Pemetaan berdasarkan
tingkat kepentingan dan tingkat kinerja ini memungkinkan Pemkab Bogor untuk
segera melakukan perbaikan-perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh
masyarakat dalam jangka waktu yang relatif dekat.
Gambar 3. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan
Cibinong Keterangan :
A1 = Fasilitas kantor pelayanan A2 = Kebersihan ruangan kantor pelayanan A3 = Tempat parkir A4 = Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan A5 = Kewajaran biaya pelayanan A6 = Kepastian biaya pelayanan A7 = Prosedur pelayanan A8 = Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A9 = Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A10 = Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan A11 = Pelayanan yang cepat A12 = Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat A13 = Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat A14 = Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat A15 = Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat A16 = Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan A17 = Kejujuran aparat/ petugas pelayanan A18 = Keamanan dan kenyamanan pelayanan A19 = Kepastian jadwal pelayanan A20 = Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat A21 = Kemudahan dalam proses pelayanan A22 = Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat A23 = Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas A24 = Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Kuadran I (Prioritas Utama)
Atribut kinerja pelayanan publik yang terletak pada kuadran ini dianggap
paling berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat karena dinilai sangat penting
oleh masyarakat, namun kinerjanya masih belum memuaskan masyarakat. Oleh
karena itu, penanganannya perlu diprioritaskan dan ditingkatkan oleh Pemkab
Bogor. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka dapat mengurangi kepuasan
masyarakat sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar.
Dari sebaran dua puluh empat atribut kinerja pelayanan publik Pemkab
Bogor pada Kecamatan Cibinong, terdapat tujuh atribut yang terletak pada
Kuadran I, yakni kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, pelayanan yang cepat,
aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam
penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas
pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada
semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih.
Atribut pertama yang perlu diprioritaskan oleh Pemerintah Kabupaten
Bogor di Kecamatan Cibinong agar segera diperbaiki kinerjanya adalah pelayanan
yang cepat karena memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling tinggi
dari ketujuh atribut yang terletak pada kuadran pertama, yakni 3,66. pelayanan
yang cepat masih dirasakan kurang memuaskan masyarakat karena aparat
pelayanan sering menunda-nunda proses pelayanan sehingga pelayanan yang
tadinya bisa diselesaikan dalam waktu singkat menjadi lebih lama. Hal ini terkait
dengan kedisiplinan aparat yang masih dirasakan kurang.
Atribut-atribut lain yang perlu diprioritaskan adalah kedisiplinan aparat/
petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/
petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, kepastian jadwal
pelayanan, Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat, dan
pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih. Ketujuh
atribut tersebut dinilai penting oleh masyarakat tetapi kinerjanya belum memenuhi
harapan masyarakat, sehingga masyarakat responden merasa kecewa.
Kedisiplinan aparat pelayanan masih dirasakan kurang memuaskan
masyarakat karena masih ada aparat yang mengabaikan waktu kerja, seperti
datang terlambat, memperpanjang jam istirahat, dan pulang sebelum waktu kerja
selesai. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi lebih lama.
Aparat tanggap terhadap keluhan masyarat juga dirasakan kurang
memuaskan masyarakat. Hal ini berhubungan dengan pengalaman masyarakat
yang kurang mendapat respon baik dari aparat terhadap keluhan yang diadukan.
Aparat pelayanan beranggapan bahwa masyakat yang merasa tidak mendapatkan
pelayanan dengan baik tidak mengikuti prosedur yang ditentukan, namun
masyarakat merasa sudah merasa mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan
sehingga masyarakat beranggapan bahwa aparat tidak mempunyai emphaty
terhadap keluhan masyarakat.
Aparat pelayanan cepat dalam penanganan keluhan masyarakat dinilai
belum memuaskan masyarakat. Hal ini terkait dengan kurangnya ketanggapan
aparat terhadap keluhan masyarakat.
Kepastian jadwal pelayanan dirasakan belum memuaskan masyarakat
karena aparat pelayanan sering tidak berada di tempat pada saat jam pelayanan.
Hal ini terkait dengan kedisiplinan aparat pelayanan yang masih dirasakan kurang.
Aparat pelayanan memahami kebutuhan masyarakat juga dinilai kurang
memuaskan. Hal ini terkait dengan pelayanan yang relatif lambat dari aparat.
Padahal masyarakat membutuhkan pelayanan dengan segera, sehingga masyarakat
beranggapan bahwa aparat pelayanan tidak memahami kebutuhan masyarakat.
Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
Kuadran II menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh
masyarakat dan kinerjanya sudah dianggap baik atau sesuai dengan harapan
masyarakat, sehingga Pemerintah Kabupaten Bogor hendaknya tetap
mempertahankan prestasi kinerjanya. Atribut-atribut yang termasuk dalam
kuadran ini ada enam, yakni kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan
pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, aparat/
petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas
pelayanan, keamanan dan kenyamanan pelayanan, dan kemudahan dalam
pelayanan. Selain mempertahankan prestasi kinerjanya, Pemerintah Kabupaten
Bogor juga perlu meningkatkan kinerja ketujuh atribut tersebut di masa yang akan
datang, sehingga masyarakat tetap memberikan penilaian yang baik terhadap
kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten Bogor dan kepuasan masyarakat
tetap terjaga.
Kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah
memuaskan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa sudah terjadi kesesuaian
antara keahlian dan keterampilan aparat dengan pekerjaannya, sehingga aparat
pelayanan memiliki kemampuan dalam menyediakan pelayanan.
Aparat ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan dianggap telah
memuuaskan masyarakat karena dalam memberikan pelayanan aparat selalu
ramah dan sopan apabila ada masyarakat yang mengajukan pelayanan. Hal ini
didukung oleh aparat yang terampil dalam menghadapi perilaku masyarakat.
Tanggung jawab aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah
memuaskan masyarakat karena sudah ada kejelasan wewenang dan tanggung
jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Misalnya dalam
urusan administrasi pelayanan, dilayani oleh aparat yang khusus bertugas
mengurusi administrasi pelayanan. Dengan kata lain tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan.
Kejujuran aparat pelayanan dianggap sudah memuaskan masyarakat.
Hal ini terkait dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan,
dikenakan prosedur yang sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Keamanan dan kenyamanan pelayanan juga dianggap memuaskan
masyarakat. Masyarakat menilai bahwa dalam mengajukan pelayanan tidak ada
ancaman atau resiko dalam pelayanan. Selain itu, masyarakat menganggap
kondisi sarana dan prasarana bersih serta tertata rapi dan teratur sehingga
memberikan rasa nyaman.
Kemudahan dalam pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan tertentu,
seperti KTP hanya perlu melengkapi persyaratan yang mudah dipenuhi.
Keseluruhan atribut dalam kuadran II ini walaupun kinerjanya telah
tergolong tinggi dan harus dipertahankan prestasinya, namun sebenarnya tidak
tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa atribut tersebut telah memuaskan
masyarakat. Hal ini dikarenakan kinerja keenam atribut tersebut masih dibawah
harapan masyarakat, walaupun telah berada di kuadran II dan dianggap sudah
tinggi tingkat kinerjanya.
Kuadran III (Prioritas Rendah)
Kuadran III memuat atribut-atribut yang dianggap memiliki tingkat
kepentingan yang rendah dan tingkat kinerja yang rendah pula, sehingga
perbaikannya menjadi prioritas rendah. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini
ada enam, yakni fasilitas kantor pelayanan, kewajaran biaya pelayanan, kepastian
biaya pelayanan, kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan
masyarakat, citra aparat/ petugas di mata masyarakat, dan waktu yang dibutuhkan
untuk dilayani aparat/ petugas. Walaupun atribut-atribut ini dianggap kurang
penting oleh masyarakat, namun tetap perlu diperhatikan dengan baik karena
ketidakpuasan masyarakat dapat berawal pada kinerja atribut tersebut.
Fasilitas kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh masyarakat.
Masyarakat menganggap bahwa apabila aparat memiliki sikap profesional dalam
menyediakan pelayanan, kurangnya fasilitas kantor pelayanan tidak akan
menghambat proses pelayanan.
Kewajaran biaya pelayanan dianggap kurang penting karena yang
dibutuhkan adalah pelayanan yang cepat agar produk pelayanan dapat digunakan
untuk berbagai keperluan. Misalnya akte tanah untuk jaminan pinjaman ke Bank.
Masyarakat bersedia membayar sedikit lebih besar dari biaya yang ditetapkan
untuk pelayanan yang cepat, walaupun dalam hati kecil mereka tidak rela
membayar lebih besar.
Kepastian biaya pelayanan sudah dianggap kurang penting oleh
masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum apabila biaya pelayanan tidak sesuai
dengan yang ditetapkan sehingga masyarakat sudah merasa lelah dan tidak mau
lagi mempersoalkan hal ini.
Kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan dianggap kurang penting
oleh masyarakat. Masyarakat menganggap tidak akan memberikan pelayanan
yang optimal bila pelayanan dilakukan pada saat aparat disibukkan oleh berbagai
urusan seperti rapat internal, panggilan dari instansi pemerintah, dan lain-lain.
Citra aparat pelayanan di mata masyarakat dianggap kurang penting.
Masyarakat menganggap bahwa kualitas pelayanan tidak dilihat dari citranya,
tetapi dari kemampuannya dalam menyediakan pelayanan.
Waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat dianggap kurang penting.
Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa ketika mengajukan pelayanan tidak
akan selesai hari itu juga. Selain itu, ketika mengajukan pelayanan seperti
pengurusan KTP, KK, dan lain-lain hanya melengkapi keperluan adminintrasi
sehingga waktu pelayanan tidak lama.
Kuadran IV (Berlebihan)
Kuadran IV memuat atribut-atribut yang mempunyai tingkat
kepentingan rendah, tetapi kinerjanya baik. Atribut yang termasuk dalam kuadran
ini ada lima, yakni kebersihan ruangan kantor pelayanan, tempat parkir,
kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, prosedur pelayanan serta pemberian
informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat. Pada saat ini Pemerintah
Kabupaten Bogor tidak perlu meningkatkan kinerja dari keempat atribut tersebut
karena peningkatan kinerja terhadap atribut ini dianggap berlebihan oleh
masyarakat.
Kebersihan ruangan kantor pelayanan secara umum termasuk dalam
atribut yang mempunyai kinerja baik, namun dianggap kurang penting oleh
masyrakat. Masyarakat menganggap kurang penting karena kenyataannya
masyarakat memiliki intensitas interaksi yang sangat jarang dengan kantor
pelayanan.
Atribut fasilitas tempat parkir di kantor pelayanan termasuk dalam
atribut yang kinerjanya memuaskan, namun dianggap kurang penting. Pada
kenyataannya dalam pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk menunggu sehingga tidak menyebabkan antrian panjang.
Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan juga termasuk atribut yang
kinerjanya, namun dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan
bahwa dalam pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu lama untuk
menunggu, sehingga atribut ini dianggap kurang penting oleh masyarakat.
Prosedur pelayanan termasuk atribut yang kinerjanya baik, namun
dianggap kurang penting. Masyarakat tidak mempermasalahkan prosedur yang
harus ditempuh, apakah langsung datang ke kantor pelayanan atau melalui RT
setempat, karena yang terpenting adalah kejelasan proses pelayanan.
Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat termasuk
atribut yang kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Hal ini
dikarenakan intensitas masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan publik masih
kurang akibat proses pelayanan yang sering menyulitkan, sehingga informasi
pentingnya pengurusan pelayanan publik seperti izin usaha kurang diperhatikan
masyarakat karena dalam pengurusannya sering dipersulit
Customer Satisfaction Index (CSI)
Penentuan tingkat kepuasan masyarakat dengan melihat tingkat
kepentingan dari atribut-atribut kinerja pelayanan publik digunakan Customer
Satisfaction Index (CSI). Pada tabel 37 dapat dilihat bahwa nilai weighted total
sebesar 2,43 merupakan penjumlahan dari weighted score seluruh atribut kinerja
pelayanan publik Pemkab Bogor di Kecamatan Cibinong. Angka CSI diperoleh
dengan membagi nilai weighted total dengan skala maksimum (skala 4) yang
digunakan dalam penelitian ini, kemudian dikali seratus persen. Dengan demikian
nilai CSI keseluruhan yang diperoleh sebesar 60,71 persen. Nilai CSI sebesar
60,71 persen ini berada pada rentang skala 51-65,99 persen. Berarti indeks
kepuasan keseluruhan yang dihitung berdasarkan atribut kinerja pelayanan publik
berada pada kriteria ”cukup puas”. Kinerja ini memperhitungkan tingkat
kepentingan menurut masyarakat dengan tingkat kinerja yang dijalankan oleh
Pemkab Bogor.
Nilai CSI yang diperoleh tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa
tingkat kepuasan masyarakat Pemkab Bogor di Kecamatan Cibinong sudah baik
karena masih banyak atribut kinerja pelayanan publik yang dinilai belum
memuaskan masyarakat atau tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh
karena itu Pemkab Bogor harus segera memperbaiki atribut yang kinerjanya
belum memuaskan masyarakat agar kepuasan masyarakat terhadap kinerja
pelayanan publik semakin meningkat sehingga akan diperoleh nilai CSI
mendekati seratus persen.
Tabel 37. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Cibinong
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor
Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,23 3,98 2,43 0,096 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,28 4,05 2,68 0,098
3 Tempat parkir yang tersedia 3.06 3,76 2,80 0,091 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,06 3,76 2,80 0,091
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,37 4,15 2.45 0,101 6 Kepastian biaya pelayanan 3,34 4,12 2,31 0,100 7 Prosedur pelayanan 3,28 4,05 2,51 0,098 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,54 4,36 2,66 0,106
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,48 4,29 2,63 0,104
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,57 4,40 2,14 0,107
11 Pelayanan yang cepat 3,66 4,50 2,28 0,109 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,26 4,01 2,45 0,097
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,40 4,19 2,40 0,102
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,43 4,22 2,17 0,102
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,37 4,15 2,54 0,101
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,40 4,19 2,57 0,102
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan
3,63 4,47 2,51 0,108
18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan
3,57 4,40 2,68 0,107
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,51 4,33 2,11 0,105 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di
mata masyarakat 3,08 3,80 2,37 0,092
21 Kemudahan dalam proses pelayanan
3,46 4,26 2,57 0,103
22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat
3,43 4,22 2,26 0,102
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,17 3,90 2,26 0,095
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,60 4,43 2,45 0,108
Total 81,2 100 Weighted Total 2,43
Customer Satisfaction Index (%) 60,71
6.2.2. Penilaian Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada Kecamatan Jasinga
6.2.2.1. Penilaian Masyarakat Desa Pamagersari
Penilaian masyarakat Desa Pamagersari terhadap tingkat kepentingan
dan tingkat kepuasan 24 atribut kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor dapat
dilihat pada tabel 38.
Tabel 38. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Persepsi Masyarakat Desa Pamagersari
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,22 2,72 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,22 2,78 3 Tempat parkir yang tersedia 3,00 2,83 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,17 2,83 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,44 3,06 6 Kepastian biaya pelayanan 3,39 3,00 7 Prosedur pelayanan 3,56 2,94 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,56 2,94
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,56 3,00
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,50 2,83 11 Pelayanan yang cepat 3,78 3,17 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,28 2,83
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,39 2,72
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,33 2,77
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,39 2,83
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,28 3,06
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,50 2,89 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,33 2,89 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,72 2,50 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,11 2,61
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,50 2,78 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,44 2,94
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,28 2,67
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,56 3,00
Nilai Total Rata-rata 3,39 2,86
Dari tabel 38 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang
dianggap paling penting oleh masyarakat Desa Pamagersari adalah pelayanan
yang cepat, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,78.
Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling
rendah adalah tempat parkir dengan nilai rata-rata sebesar 3,00.
Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 38 dapat dilihat
bahwa atribut pelayanan yang cepat memiliki nilai rata-rata tertinggi
dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya, yakni sebesar 3,17. Artinya
atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi. Sementara itu atribut
yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling rendah adalah kepastian jadwal
pelayanan dengan nilai rata-rata 2,50.
Apabila dihitung dengan CSI, diperoleh nilai CSI sebesar 71,53 persen.
Hasil perhitungan CSI ditunjukkan pada tabel 38. Nilai CSI yang diperoleh
sebesar 71,53 persen menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pamagersari sudah
merasa puas dengan kinerja pelayanan Publik Pemkab Bogor, karena nilai CSI
sebesar 71,53 persen berada pada rentang skala 66-80,99 persen atau berada pada
kriteria “puas”. Hal ini tidak terlepas dari lokasi Desa Pamagersari yang dekat
dengan kantor Kecamatan Jasinga. Selain itu, beberapa masyarakat responden
kenal baik dengan aparat kecamatan, sehingga dalam mengajukan pelayanan bisa
langsung datang ke kantor kecamatan ataupun datang ke rumah aparat kecamatan
di luar jam pelayanan.
Tabel 39. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Pamagersari
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor
Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,22 3,95 2,72 0,108 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,22 3,95 2,78 0,110
3 Tempat parkir yang tersedia 3,00 3,68 2,83 0,104 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,17 3,88 2,83 0,110
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,44 4,23 3,06 0,129 6 Kepastian biaya pelayanan 3,39 4,16 3,00 0,125 7 Prosedur pelayanan 3,56 4,36 2,94 0,128 8 Kemampuan aparat/ petugas
dalam menyediakan pelayanan 3,56 4,36 2,94 0,128
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,56 4,36 3,00 0,131
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,50 4,29 2,83 0,122
11 Pelayanan yang cepat dan tepat 3,78 4,64 3,17 0,147 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,28 4,02 2,83 0,114
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,39 4,16 2,72 0,113
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,33 4,09 2,77 0,114
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,39 4,16 2,83 0,118
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,28 4,02 3,06 0,123
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan
3,50 4,29 2,89 0,124
18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan
3,33 4,09 2,89 0,118
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,72 4,57 2,50 0,114 20 Citra aparat/ petugas pemerintah
di mata masyarakat 3,11 3,82 2,61 0,100
21 Kemudahan dalam proses pelayanan
3,50 4,29 2,78 0,119
22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat
3,44 4,23 2,94 0,124
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,28 4,02 2,67 0,107
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,56 4,36 3,00 0,131
Total 81,5 100 Weighted Total 2,86
Customer Satisfaction Index (%) 71,53
Hal menarik yang terjadi di Desa Pamagersari adalah kinerja aparat di
tingkat desa yang belum lama dilantik sangat memuaskan masyarakat. Sebelum
terjadi pergantian Kepala Desa beberapa masyarakat responden sering mengeluh
dengan kinerja aparat desa dalam pelayanan publik. Pelayanan yang bisa cepat
diselesaikan di tingkat Kecamatan kadang-kadang terhambat di tingkat desa.
Selain itu, biaya yang dikeluarkan dalam pelayanan dinilai tidak wajar. Namun
setelah terjadi pergantian Kepala Desa, masyarakat mulai merasa puas dengan
kinerja pelayanan Publik walaupun hanya sebatas pembuatan KTP, KK, dan
sejenisnya.
Permasalahan yang terjadi di Desa Pamagersari dan desa lainnya di
Kecamatan Jasinga adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
aturan yang berlaku, misalnya pembangunan gedung yang tidak memiliki Izin
Mendirikan Bangunan. Padahal berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bogor Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Izin Mendirikan bangunan, dapat
dikenakan sanksi yang tegas berupa teguran tertulis tiga kali dan bila tetap tidak
dipatuhi dapat dilakukan pembongkaran paksa. Namun banyak yang beralasan
bahwa tidak perlu mengurus izin karena orang lain juga tidak memiliki izin.
Selain itu, tindakan tegas dari pemerintah juga belum terlihat.
6.2.2.2. Penilaian Masyarakat Desa Wirajaya
Penilaian masyarakat Desa Wirajaya terhadap tingkat kepentingan dan
kinerja atribut pelayanan publik pemkab Bogor ditunjukkan pada tabel 40. Dari
tabel 40 terlihat bahwa atribut kinerja pelayanan publik yang dianggap paling
penting oleh masyarakat Desa Wirajaya adalah prosedur pelayanan dan
kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan, yakni dengan nilai rata-rata
tingkat kepentingan masing-masing sebesar 3,53. Sedangkan atribut yang
memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling rendah adalah kebersihan
ruangan kantor pelayanan dan tempat parkir dengan nilai rata-rata masing-masing
sebesar 3,00.
Tabel 40. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Menurut Persepsi Masyarakat Desa Wirajaya
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,06 2,29 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,00 2,47 3 Tempat parkir yang tersedia 3,00 2,53 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,12 2,53 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,35 2,47 6 Kepastian biaya pelayanan 3,41 2,41 7 Prosedur pelayanan 3,53 2,47 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,53 2,70
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,29 2,59
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,29 2,35 11 Pelayanan yang cepat 3,29 2,47 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,24 2,59
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,35 2,59
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,29 2,29
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,24 2,47
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,18 2,88
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,47 2,82 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,24 2,76 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,41 2,35 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,06 2,35
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,35 2,65 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,47 2,65
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,41 2,59
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,47 2,65
Nilai Total Rata-rata 3,29 2,54
Dilihat dari tingkat kinerja, atribut yang tingkat kinerjanya paling baik
menurut persepsi masyarakat adalah aparat/ petugas ramah dan sopan dalam
memberikan pelayanan dengan nilai rata-rata tingkat kinerja sebesar 2,88. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan yang terjalin dengan baik antara masyarakat
dengan aparat pemerintah. Sementara itu, atribut yang tingkat kinerjanya paling
rendah adalah fasilitas kantor pelayanan dan aparat/ petugas cepat dalam
penanganan keluhan masyarakat dengan nilai rata-rata sebesar 2,29. Berarti
atribut fasilitas kantor pelayanan dan aparat/ petugas cepat dalam penanganan
keluhan masyarakat kinerjanya masih belum memenuhi harapan masyarakat.
Fasilitas kantor pelayanan dianggap belum memenuhi harapan
masyarakat karena kurangnya kelengkapan kantor pelayanan seperti komputer,
tempat arsip dan tempat informasi. Kecepatan aparat dalam penanganan keluhan
juga nilai belum memuaskan masyarakat. Keluhan-keluhan dari masyarakat
hampir selalu tidak dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Menurut persepsi
masyarakat, hal ini terkait dengan rendahnya kemampuan aparat dalam
menangani keluhan masyarakat yang disebabkan oleh masih rendahnya tingkat
pendidikan aparat/ petugas pelayanan.
Apabila tingkat kepuasan masyarakat Desa Wirajaya terhadap kinerja
pelayanan publik dihitung dengan CSI secara keseluruhan, maka dipeoleh nilai
CSI sebesar 63,53 persen. Nilai CSI sebesar 63,53 persen ini berada pada
rentang skala 51-65,99 persen atau berada pada kriteria “cukup puas”. Bila
dibandingkan dengan Desa Pamagersari, tingkat kepuasan masyarakat Desa
Wirajaya terhadap pelayanan publik lebih rendah. Tingkat kepuasan ini
ditunjukkan dengan nilai CSI secara keseluruhan. Namun hal ini masih dianggap
wajar karena lokasi Desa Wirajaya yang jauh dari kantor Kecamatan Jasinga atau
lebih berdekatan dengan Provinsi Banten.
Tabel 41. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Desa Wirajaya
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor
Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,06 3,87 2,29 0,089 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,00 3,79 2,47 0,094
3 Tempat parkir yang tersedia 3,00 3,79 2,53 0,096 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,12 3,94 2,53 0,100
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,35 4,24 2,47 0,105 6 Kepastian biaya pelayanan 3,41 4,32 2,41 0,104 7 Prosedur pelayanan 3,53 4,46 2,47 0,110 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,53 4,46 2,70 0,121
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,29 4,17 2,59 0,108
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,29 4,17 2,35 0,098
11 Pelayanan yang cepat dan tepat 3,29 4,17 2,47 0,103 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,24 4,09 2,59 0,106
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,35 4,24 2,59 0,110
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,29 4,17 2,29 0,096
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,24 4,09 2,47 0,101
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,18 4,02 2,88 0,116
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,47 4,39 2,82 0,124 18 Keamanan dan kenyamanan
pelayanan 3,24 4,09 2,76 0,113
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,41 4,32 2,35 0,10220 Citra aparat/ petugas pemerintah di
mata masyarakat 3,06 3,87 2,35 0,091
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,35 4,24 2,65 0,112 22 Aparat/ petugas pelayanan
memahami kebutuhan masyarakat3,47 4,39 2,65 0,116
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,41 4,32 2,59 0,112
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,47 4,39 2,65 0,116
Total 79,06 100 Weighted Total 2,54
Customer Satisfaction Index (%) 63,53
6.2.2.3. Penilaian Masyarakat Kecamatan Jasinga Secara Umum
Penilaian masyarakat Kecamatan Jasinga pada dua desa lokasi penelitian
terhadap tingkat kepentingan dan kepuasan 24 atribut kinerja pelayanan publik
Pemkab Bogor dapat dilihat pada tabel 42. Dari tabel 42 terlihat bahwa atribut
kinerja pelayanan publik yang dianggap paling penting oleh masyarakat adalah
kepastian jadwal pelayanan, yakni dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan
sebesar 3,57. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan
yang paling rendah adalah tempat parkir dengan nilai rata-rata sebesar 3,00.
Dilihat dari tingkat kepuasan (kinerja) berdasarkan tabel 42 dapat dilihat
bahwa atribut aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan atribut pelayanan lainnya,
yakni sebesar 2,97. Artinya atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling
tinggi. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata tingkat kinerja paling
rendah adalah kepastian jadwal pelayanan dengan nilai rata-rata 2,43. Artinya
atribut ini memiliki tingkat kepuasan yang paling rendah.
Pada gambar 4 dapat dilihat posisi penempatan masing-masing atribut
dalam diagram kartesius Importance Performance Analiysis (IPA) penilaian
masyarakat di Kecamatan Jasinga. Diagram kartesius dibagi ke dalam empat
kuadran. Kuadran-kuadran ini dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan
nilai total rata-rata tingkat kepentingan sebesar 3,35 dan nilai total tingkat kinerja
sebesar 2,70.
Tabel 42. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Pelaksanaan Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemkab Bogor Pada Kecamatan Jasinga
No Atribut Tingkat Kepentingan
Tingkat Kinerja
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,14 2,51 2 Kebersihan ruangan kantor pelayanan 3,11 2,63 3 Tempat parkir yang tersedia 3.00 2,68 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan 3,14 2,68 5 Kewajaran biaya pelayanan 3,40 2.77 6 Kepastian biaya pelayanan 3,40 2,71 7 Prosedur pelayanan 3,54 2,71 8 Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 3,54 2,83
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,43 2,80
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan 3,40 2,60 11 Pelayanan yang cepat 3,54 2,83 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu
terhadap pelayanan masyarakat 3,26 2,71
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,37 2,66
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,31 2,54
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,31 2,66
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,23 2,97
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 3,48 2,86 18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan 3,29 2,83 19 Kepastian jadwal pelayanan 3,57 2,43 20 Citra aparat/ petugas pemerintah di mata
masyarakat 3,08 2,48
21 Kemudahan dalam proses pelayanan 3,43 2,71 22 Aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat 3,46 2,80
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,34 2,63
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,51 2,83
Nilai Total Rata-rata 3,35 2,70
Kuadran I (Prioritas Utama)
Pada diagram kartesius (gambar 4), terdapat tiga atribut yang menjadi
prioritas utama bagi Pemerintah Kabupaten Bogor karena memiliki tingkat
kepentingan yang tinggi dan kinerja yang rendah, yakni Kedisiplinan aparat/
petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat dan
kepastian jadwal pelayanan.
Gambar 4. Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Kabupaten Bogor Pada
Kecamatan Jasinga Keterangan : A1 = Fasilitas kantor pelayanan A2 = Kebersihan ruangan kantor pelayanan A3 = Tempat parkir A4 = Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan A5 = Kewajaran biaya pelayanan A6 = Kepastian biaya pelayanan A7 = Prosedur pelayanan A8 = Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A9 = Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan A10 = Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan A11 = Pelayanan yang cepat A12 = Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat A13 = Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat A14 = Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat A15 = Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat A16 = Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan A17 = Kejujuran aparat/ petugas pelayanan A18 = Keamanan dan kenyamanan pelayanan A19 = Kepastian jadwal pelayanan A20 = Citra aparat/ petugas pemerintah di mata masyarakat A21 = Kemudahan dalam proses pelayanan A22 = Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat A23 = Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas A24 = Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
I
III
II
IV
Atribut pertama yang perlu diprioritaskan oleh Pemerintah Kabupaten
Bogor agar segera diperbaiki kinerjanya adalah kepastian jadwal pelayanan
karena memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang paling tinggi dari ketiga
atribut yang terletak pada kuadran pertama, yakni 3,57. kemudian atribut-atribut
yang perlu diprioritaskan adalah Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan dan
aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat.
Kepastian jadwal pelayanan dirasakan belum memuaskan masyarakat
karena kurangnya kedisiplinan aparat dalam menyediakan pelayanan. Hal ini
membuat jadwal pelayanan menjadi tidak pasti.
Kedisiplinan aparat pelayanan tidak memuaskan masyarakat karena
aparat pelayanan sering tidak berada di tempat pada saat jam kerja. Hal ini
mengakibatkan proses pelayanan menjadi lebih lama.
Aparat tanggap terhadap keluhan masyarakat dirasakan belum
memuaskan masyarakat. Hal ini terkait dengan penanganan keluhan yang
terkesan lambat, sehingga masyarakat menganggap aparat tidak tanggap terhadap
keluhan yang diadukan.
Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
Kuadran II menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh
masyarakat dan kinerjanya sudah baik, sehingga Pemerintah Kabupaten Bogor
hendaknya tetap mempertahankan prestasi kinerjanya. Atribut-atribut yang
termasuk dalam kuadran ini ada sepuluh, yakni kewajaran biaya pelayanan,
kepastian biaya pelayanan, prosedur pelayanan, kemampuan aparat/ petugas
dalam menyediakan pelayanan, tanggung jawab aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan, pelayanan yang cepat, kejujuran aparat/ petugas
pelayanan, kemudahan dalam proses pelayanan, aparat/ petugas memahami
kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan
masyarakat tanpa pilih-pilih. Selain mempertahankan prestasi kinerjanya,
Pemerintah Kabupaten Bogor juga perlu meningkatkan kinerja ketujuh atribut
tersebut di masa yang akan datang, sehingga masyarakat tetap memberikan
penilaian yang baik terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Kabupaten
Bogor dan kepuasan masyarakat tetap terjaga.
Kewajaran biaya pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Menurut
anggapan masyarakat, biaya pelayanan seperti pembuatan KTP, KK, dan
sejenisnya dapat dijangkau oleh masyarakat karena tidak terlalu memberatkan.
Kepastian biaya pelayanan juga dianggap telah memuaskan masyarakat.
Masyarakat menganggap bahwa biaya pelayanan yang dikeluarkan telah sesuai
dengan biaya yang telah ditetapkan.
Prosedur pelayanan dianggap telah memuaskan masyarakat karena
secara umum tahapan dalam pelayanan cukup sederhana, terutama untuk
pelayanan yang sifatnya dapat diselesaikan di tingkat kecamatan. Masyarakat
menganggap tidak perlu menempuh alur birokrasi yang panjang.
Kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah
memuaskan masyarakat karena secara umum sudah sesuai antara keahlian dengan
pekerjaannya, walaupun ada sedikit yang belum sesuai antara keahlian dan
pekerjaannya. Hal ini dianggap sudah cukup memuaskan masyarakat.
Tanggung jawab aparat dalam menyediakan pelayanan dianggap telah
memuaskan masyarakat karena sudah ada kejelasan wewenang dan tanggung
jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. Misalnya dalam
urusan administrasi pelayanan, dilayani oleh aparat yang khusus bertugas
mengurusi administrasi pelayanan. Dengan kata lain tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan.
Pelayanan yang cepat dianggap telah memuaskan masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan kemampuan aparat dalam menyediakan pelayanan yang sudah
dianggap baik. Namun, kadang-kadang pelayanan menjadi lambat akibat
kedisiplinan aparat dalam menyediakan pelayanan yang masih dirasakan kurang.
Kejujuran aparat pelayanan dianggap sudah memuaskan masyarakat.
Hal ini terkait dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan,
melalui prosedur yang sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Kemudahan dalam pelayanan dianggap memuaskan masyarakat. Hal ini berkaitan
dengan pengalaman masyarakat ketika mengajukan pelayanan tertentu, seperti
KTP hanya perlu melengkapi persyaratan yang mudah dipenuhi.
Aparat pelayanan memahami kebutuhan masyarakat. Hal ini berkaitan
dengan pengalaman responden ketika mengikuti pembuatan KTP kolektif dengan
biaya yang relatif terjangkau. Pemberian pelayanan kepada semua lapisan
masyarakat tanpa pilih-pilih juga dianggap memuaskan masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat menganggap tidak adanya perbedaan dalam pelayanan.
Kuadran III (Prioritas Rendah)
Kuadran III memuat atribut-atribut yang dianggap memiliki tingkat
kepentingan yang rendah dan tingkat kinerja yang rendah pula, sehingga
perbaikannya menjadi prioritas rendah. Atribut yang termasuk dalam kuadran ini
ada delapan, yakni fasilitas kantor pelayanan, kebersihan ruangan kantor
pelayanan, tempat parkir, kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, aparat/
petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat, pemberian informasi yang
jelas dan dimengerti oleh masyarakat, citra aparat/ petugas di mata masyarakat,
dan waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas.
Fasilitas kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh masyarakat.
Masyarakat menganggap bahwa apabila aparat memiliki sikap profesional dalam
menyediakan pelayanan, kurangnya fasilitas kantor pelayanan tidak akan
menghambat proses pelayanan.
Kebersihan ruangan kantor pelayanan dianggap kurang penting oleh
masyrakat. Masyarakat menganggap kurang penting karena kenyataannya
masyarakat memiliki intensitas interaksi yang sangat jarang dengan kantor
pelayanan.
Atribut fasilitas tempat parkir di kantor pelayanan termasuk dalam
atribut yang dianggap kurang penting. Pada kenyataannya dalam pengajuan
pelayanan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu sehingga tidak
menyebabkan antrian panjang
Kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan juga termasuk atribut yang
dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam
pengajuan pelayanan tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu, sehingga
atribut ini dianggap kurang penting oleh masyarakat.
Aparat cepat dalam penanganan keluhan masyarakat dianggap kurang
penting. Hal ini berkaitan dengan pengalaman masyarakat yang beberapa kali
melakukan pengaduan, namun tidak pernah terselesaikan dalam waktu yang
singkat sehingga masyarakat sudah merasa lelah dengan kondisi seperti itu. Hal
ini membuat masyarakat menjadi enggan melakukan pengaduan bila ada keluhan
sehingga atribut menjadi dianggap kurang penting.
Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti masyarakat dianggap
kurang penting. Hal ini dikarenakan intensitas masyarakat dalam pemanfaatan
pelayanan publik masih kurang akibat proses pelayanan yang sering menyulitkan,
sehingga informasi pentingnya pengurusan pelayanan publik seperti izin usaha
kurang diperhatikan masyarakat karena dalam pengurusannya sering dipersulit
Citra aparat pelayanan di mata masyarakat dianggap kurang penting.
Masyarakat menganggap bahwa kualitas pelayanan tidak dilihat dari citranya,
tetapi dari kemampuannya dalam menyediakan pelayanan.
Waktu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat dianggap kurang penting.
Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa ketika mengajukan pelayanan tidak
akan selesai hari itu juga. Selain itu, ketika mengajukan pelayanan seperti
pengurusan KTP, KK, dan lain-lain hanya melengkapi keperluan adminintrasi
sehingga waktu pelayanan tidak lama.
Kuadran IV (Berlebihan)
Kuadran IV memuat atribut-atribut yang mempunyai tingkat
kepentingan rendah, tetapi kinerjanya baik. Atribut yang termasuk dalam kuadran
ini ada tiga, yakni kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap
pelayanan masyarakat, aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan
pelayanan serta keamanan dan kenyamanan pelayanan. Pada saat ini Pemerintah
Kabupaten Bogor tidak perlu meningkatkan kinerja dari keempat atribut tersebut
karena peningkatan kinerja terhadap atribut ini dianggap berlebihan oleh
masyarakat.
Kesibukan aparat tidak mengganggu pelayanan memiliki tingkat kinerja
yang sudah baik, namun dianggap kurang penting oleh masyarakat. Masyarakat
menganggap tidak akan memberikan pelayanan yang optimal bila pelayanan
dilakukan pada saat aparat disibukkan oleh berbagai urusan seperti rapat internal,
panggilan dari instansi pemerintah, dan lain-lain.
Aparat ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan termasuk atribut
yang kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Masyarakat menilai
pelayanan menjadi tidak berarti bila aparat ramah dan sopan dalam memberikan
pelayanan, namun kemampuan dalam memberikan pelayanan sangat kurang
Keamanan dan kenyamanan pelayanan merupakan atribut yang
kinerjanya sudah baik, namun dianggap kurang penting. Hal ini berkaitan dengan
pengajuan pelayanan yang tidak memerlukan waktu yang lama.
Customer Satisfaction Index (CSI)
Dalam menentukan tingkat kepuasan masyarakat dihitung dengan CSI.
Pada tabel 43 dapat dilihat bahwa nilai weighted total sebesar 2,70 merupakan
penjumlahan dari weighted score seluruh atribut kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor di Kecamatan Jasinga. Angka CSI diperoleh
dengan membagi nilai weighted total dengan skala maksimum (skala 4) yang
digunakan dalam penelitian ini, kemudian dikali seratus persen.
Tabel 43. Hasil Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) Secara keseluruhan di Kecamatan Jasinga
No Atribut Rata-rata Skor
Kepentingan
Importante Weighting Factor (%)
Rata-rata Skor Kinerja
Weighted Score
1 Fasilitas kantor pelayanan 3,14 3,91 2,51 0,098 2 Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3,11 3,88 2,63 0,102
3 Tempat parkir yang tersedia 3.00 3,74 2,68 0,100 4 Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 3,14 3,91 2,68 0,105
5 Kewajaran biaya pelayanan 3,40 4,23 2.77 0,117 6 Kepastian biaya pelayanan 3,40 4,23 2,71 0,115 7 Prosedur pelayanan 3,54 4,41 2,71 0,120 8 Kemampuan aparat/ petugas
dalam menyediakan pelayanan 3,54 4,41 2,83 0,125
9 Tanggung jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
3,43 4,27 2,80 0,119
10 Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan
3,40 4,23 2,60 0,110
11 Pelayanan yang cepat 3,54 4,41 2,83 0,125 12 Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
3,26 4,06 2,71 0,110
13 Aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3,37 4,20 2,66 0,112
14 Aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat
3,31 4,13 2,54 0,105
15 Pemberian informasi yang jelas dan dimengerti oleh masyarakat
3,31 4,13 2,66 0,110
16 Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3,23 4,02 2,97 0,119
17 Kejujuran aparat/ petugas pelayanan
3,48 4,34 2,86 0,124
18 Keamanan dan kenyamanan pelayanan
3,29 4,09 2,83 0,116
19 Kepastian jadwal pelayanan 3,57 4,45 2,43 0,110 20 Citra aparat/ petugas pemerintah
di mata masyarakat 3,08 3,84 2,48 0,095
21 Kemudahan dalam proses pelayanan
3,43 4,27 2,71 0,116
22 Aparat/ petugas pelayanan memahami kebutuhan masyarakat
3,46 4,30 2,80 0,120
23 Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk dilayani aparat/ petugas
3,34 4,16 2,63 0,109
24 Pemberian pelayanan kepada semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
3,51 4,38 2,63 0,124
Total 80,31 100 Weighted Total 2,70
Customer Satisfaction Index (%) 67,63
Dengan demikian nilai CSI keseluruhan yang diperoleh sebesar 67,63
persen. Nilai CSI sebesar 67,63 persen ini berada pada rentang skala 66-80,99
persen. Berarti indeks kepuasan keseluruhan yang dihitung berdasarkan atribut
kinerja pelayanan publik berada pada kriteria ”puas”. Kinerja ini
memperhitungkan tingkat kepentingan menurut masyarakat dengan tingkat kinerja
yang dijalankan oleh Pemkab Bogor.
Nilai CSI yang diperoleh tidak cukup untuk menarik kesimpulan bahwa
tingkat kepuasan masyarakat Pemkab Bogor di Kecamatan Jasinga sudah baik
karena masih banyak atribut kinerja pelayanan publik yang dinilai belum
memuaskan masyarakat atau tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh
karena itu Pemkab Bogor harus segera memperbaiki atribut yang kinerjanya
belum memuaskan masyarakat agar kepuasan masyarakat terhadap kinerja
pelayanan publik semakin meningkat sehingga akan diperoleh nilai CSI
mendekati seratus persen.
6.2.3. Perbandingan Penilaian Masyarakat Kecamatan Cibinong Dengan Kecamatan Jasinga Terhadap Kinerja Pelayanan Publik
Pada tabel 44 dapat dilihat perbandingan posisi atribut kinerja pelayanan
publik di Kecamatan Cibinong dengan di Kecamatan Jasinga. Di Kecamatan
Cibinong terdapat tujuh atribut yang berada pada Kuadran I, sedangkan di
Kecamatan Jasinga hanya terdapat tiga atribut. Ini menunjukkan bahwa kinerja
pelayanan publik di Kecamatan Jasinga lebih baik menurut penilaian masyarakat
karena atribut yang menjadi prioritas tinggi dengan kinerja rendah lebih sedikit di
Kecamatan Jasinga. Selain itu, atribut dengan tingkat kepentingan tinggi dengan
kinerja yang baik juga lebih banyak di Kecamatan Jasinga. Hal ini ditunjukkan
oleh Kuadran II pada tabel 44. Kecamatan Cibinong hanya memiliki 6 atribut
yang berada di Kuadran II, sedangkan Kecamatan Jasinga memiliki 10 atribut.
Sedangkan untuk kuadran III dan IV tidak ada perbedaan yang mencolok.
Ada beberapa atribut yang harus diperhatikan oleh Pemerintah
Kabupaten Bogor, diantaranya adalah kedisiplinan aparat, aparat tanggap terhadap
keluhan masyarakat, dan kepastian jadwal pelayanan. Atribut-atribut tersebut
memiliki prioritas kepentingan yang tinggi namun kinerjanya rendah, baik di
Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga.
Selain itu, ada beberapa atribut lain yang berada pada kuadran yang
sama. Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, tanggung
jawab aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan, kejujuran aparat/ petugas
pelayanan, dan kemudahan dalam pelayanan berada pada Kuadran II baik di
Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga. Dengan demikian
Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mempertahankan kinerja atribut-atribut
tersebut karena memiliki prioritas kepentingan yang tinggi disertai dengan kinerja
yang cukup baik. Begitu pula dengan atribut-atribut yang berada pada kuadran
sama baik di Kecamatan Cibinong maupun di Kecamatan Jasinga juga perlu
dipertimbangkan walaupun tingkat kepentingannya rendah. Atribut-atribut
tersebut ditunjukkan di kuadran III dan kuadran IV pada tabel 44.
Berdasarkan perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI), tingkat
kepuasan masyarakat di Kecamatan Jasinga lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat di Kecamatan Cibinong. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CSI sebesar
67,63 persen untuk kinerja pelayanan publik di Kecamatan Jasinga, Sedangkan di
Kecamatan Cibinong nilai CSInya sebesar 60,71 persen.
Tabel 44. Perbandingan Posisi Atribut Kinerja Pelayanan Publik Pada Pemerintah Kecamatan Cibinong dengan Pemerintah Kecamatan Jasinga
Posisi Atribut WilayahKecamatan Cibinong Kecamatan Jasinga
Prioritas Utama (Kuadran I)
1. Kedisiplinan Aparat/ Petugas Pelayanan 2. Pelayanan yang cepat 3. Aparat/petugas tanggap terhadap keluhan
masyarakat 4. Aparat/petugas cepat dalam penanganan
keluhan masyarakat 5. Kepastian jadwal pelayanan 6. Aparat/petugas memahami kebutuhan
masyarakat 7. Pemberian pelayanan kepada semua lapisan
masyarakat tanpa pilih-pilih
1. Kedisiplinan Aparat/ Petugas Pelayanan
2. Aparat/petugas tanggap terhadap keluhan masyarakat
3. Kepastian jadwal pelayanan
Pertahankan Prestasi (Kuadran II)
1. Kemampuan aparat/ petugas dalam menyediakan pelayanan
2. Tanggung jawab aparat/petugas dalam menyediakan pelayanan
3. Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
4. Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 5. Keamanan dan kenyamanan pelayanan 6. Kemudahan dalam pelayanan
1. Kewajaran biaya pelayanan 2. Kepastian biaya pelayanan 3. Prosedur pelayanan 4. Kemampuan aparat/ petugas dalam
menyediakan pelayanan 5. Tanggung jawab aparat/petugas
dalam menyediakan pelayanan 6. Pelayanan yang cepat 7. Kejujuran aparat/ petugas pelayanan 8. Kemudahan dalam pelayanan 9. Aparat/petugas memahami
kebutuhan masyarakat 10. Pemberian pelayanan kepada
semua lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih
Prioritas Rendah (Kuadran III)
1. Fasilitas kantor pelayanan 2. Kewajaran biaya pelayanan 3. Kepastian biaya pelayanan 4. Kesibukan aparat/ petugas tidak
mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
5. Citra aparat di mata masyarakat 6. Waktu tunggu yang dibutuhkan untuk
dilayani aparat
1. Fasilitas kantor pelayanan 2. Kebersihan ruangan kantor
pelayanan 3. Tempat parkir 4. Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 5. Aparat/petugas cepat dalam
penanganan keluhan masyarakat 6. Pemberian informasi yang jelas dan
dimengerti oleh masyarakat 7. Citra aparat di mata masyarakat 8. Waktu tunggu yang dibutuhkan
untuk dilayani aparat Berlebihan (Kuadran IV)
1. Kebersihan ruangan kantor pelayanan 2. Tempat parkir 3. Kenyamanan ruang tunggu kantor
pelayanan 4. Prosedur pelayanan 5. Pemberian informasi yang jelas dan
dimengerti oleh masyarakat
1. Kesibukan aparat/ petugas tidak mengganggu terhadap pelayanan masyarakat
2. Aparat/ petugas ramah dan sopan dalam memberikan pelayanan
3. Keamanan dan kenyamanan pelayanan
Tingginya kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik di
Kecamatan Jasinga dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:
1. Kondisi Sosial Mayarakat
Kondisi sosial masyarakat di suatu wilayah dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan publik di wilayah tersebut. Kecamatan Jasinga yang
merupakan wilayah perdesaan dengan corak masyarakat yang masih menganut
sistem kekeluargaan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik. Hubungan
yang baik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, baik aparat desa maupun
aparat kecamatan berimplikasi pada pelayanan publik yang dapat memuaskan
masyarakat. Di Kecamatan Jasinga pelayanan publik kadang-kadang dapat
dilakukan di luar jam pelayanan apabila keadaannya mendesak, walaupun hanya
sebatas pelayanan yang sederhana dengan prosedur yang tidak terlalu rumit.
Seperti pembuatan KTP, KK, dan sejenisnya. Hal ini berbeda dengan Kecamatan
Cibinong yang merupakan wilayah perkotaan dengan corak masyarakat yang
mulai mengarah pada individualistis.
2. Pemahaman Aparat Terhadap Kebutuhan Masyarakat
Peran aparat desa sangat berpengaruh terhadap pelayanan di Kecamatan
karena desa merupakan perantara pelayanan ke kecamatan. Masyarakat biasanya
mengajukan pelayanan publik melalui Pemerintahan Desa terlebih dahulu. Aparat
Desa di lokasi penelitian, terutama di Kecamatan Jasinga memahami kebutuhan
masyarakat. Misalnya di Desa Pamagersari pernah dilakukan pembuatan KTP
kolektif untuk masyarakat yang belum punya KTP ataupun yang sudah habis
masa berlakunya kepemilikan KTP dengan biaya yang relatif terjangkau. Kinerja
aparat desa dipengaruhi oleh status desa yang berbeda dengan kelurahan. Kinerja
yang baik dari aparat desa dapat menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat,
sehingga masyarakat mungkin akan mempercayakan kembali untuk memimpin
wilayahnya di periode mendatang. Ini menjadi motivasi yang mendorong kinerja
aparat desa di lokasi penelitian untuk lebih optimal dalam melayanai masyarakat.
Hal ini berbeda dengan aparat kelurahan yang diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
3. Keadilan Dalam Pelayanan
Masyarakat menganggap bahwa pelayanan yang dilakukan di
Kecamatan Jasinga lebih puas dibandingkan di Kecamatan Cibinong dalam hal
keadilan memperoleh pelayanan, terutama pelayanan yang bersifat sederhana
seperti KTP dan KK, walaupun jadwal selesainya pelayanan kadang-kadang tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Sebagai gambaran, di Kecamatan Jasinga skor
tingkat kinerja untuk atribut keadilan pelayanan lebih tinggi dibandingkan
Kecamatan Cibinong. Hal ini dapat dibandingkan pada tabel 52 dan tabel 58.
pada nomor 24. Beberapa responden di Kecamatan Cibinong pernah mengeluh
terhadap perbedaan pelayanan yang diberikan aparat pemerintah. Perbedaan
tersebut berupa jadwal selesainya pelayanan, biaya pelayanan, serta syarat
pelayanan. Namun sebagian besar responden mengeluh dalam hal perbedaan
selesainya waktu pelayanan. Sementara di Kecamatan Jasinga tidak ada
responden yang mengeluh mengenai keadilan pelayanan.
4. Tingkat Kesadaran Masyarakat Terhadap Peraturan
Tingkat kesadaran masyarakat Kecamatan Jasinga terhadap peraturan
yang berlaku relatif kurang, misalnya mendirikan bangunan tanpa Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Padahal mendidrikan bangunan tanpa IMB dapat dikenakan
sanksi yang tegas. Selain itu, masyarakat Kecamatan Jasinga relatif kurang begitu
peduli terhadap pelayanan lain yang sifatnya diselesaikan oleh Dinas seperti
masalah izin usaha, pekerjaan umum, pertanahan dan lain-lain. Selain itu tidak
sedikit masyarakat Kecamatan Jasinga yang memiliki KTP ganda, seperti KTP
Kabupaten Bogor dengan KTP Jakarta. Mereka memiliki KTP ganda dengan
alasan untuk mempermudah dalam urusan usahanya karena yang memiliki KTP
ganda pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang di luar
kabupaten Bogor. Masyarakat yang tidak taat terhadap peraturan tersebut tidak
mendapat tindakan yang tegas dari Pemerintah, terutama Pemerintah Kecamatan
sehingga mereka merasa aman tanpa harus memikirkan sanksi. Hal ini berbeda
dengan di Kecamatan Cibinong. Masyarakat tidak diperbolehkan memiliki KTP
ganda karena akan dikenakan sanksi yang tegas. Selain itu masyarakat yang
melanggar aturan seperti tidak memiliki IMB, Izin Usaha dan perizinan lain juga
akan dikenakan sanksi. Hal ini terkait dengan lokasi Kecamatan Cibinong yang
dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor.
VII. IMPLIKASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH
TERHADAP PELAYANAN PUBLIK
7.1. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Cibinong Terhadap Pelayanan Publik
Implikasi kebijakan dari penilaian masyarakat terhadap kinerja
pelayanan publik Pemkab Bogor adalah rekomendasi arah kebijakan yang perlu
ditetapkan guna memperbaiki kinerja pelayanan publik Pemkab Bogor.
Berdasarkan analisis Importance Performance Analysis (IPA), atribut yang
memiliki prioritas kepentingan tinggi, namun kinerjanya belum baik yakni
kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, pelayanan yang cepat, aparat/ petugas
tanggap terhadap keluhan masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan
keluhan masyarakat, kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas pelayanan
memahami kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua
lapisan masyarakat tanpa pilih-pilih. Oleh karena itu, arah kebijakan untuk
Kecamatan Cibinong dapat berfokus pada atribut-atribut tersebut.
Kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan menunjukkan profesionalisme
dan kesungguhan aparat/ petugas dalam memberikan pelayanan. Masyarakat
menilai bahwa kedisiplinan aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan saat
ini belum begitu baik. Misalnya sebagian aparat/ petugas sudah pulang sebelum
selesai waktu kerja, memperpanjang jam istirahat, ataupun datang terlambat.
Tentu hal ini membuat sebagian besar masyarakat kecewa.
Masyarakat Kabupaten Bogor yang tinggal di Kecamatan Cibinong
sangat memprioritaskan pelayanan yang cepat. Sebagian masyarakat
mengeluhkan proses pelayanan yang sering di tunda-tunda, sehingga pelayanan
yang tadinya bisa diselesaikan dengan cepat menjadi lebih lambat.
Sebagian besar masyarakat Kabupaten Bogor menganggap bahwa
ketanggapan aparat pemerintah terhadap keluhan masyarakat masih kurang.
Ketika masyarakat mengadukan keluhan, aparat cenderung menyalahkan
masyarakat yang tidak mengikuti prosedur. Sedangkan masyarakat merasa sudah
mengikuti ketentuan yang berlaku.
Kecepatan aparat/ petugas pelayanan dalam penanganan keluhan
masyarakat terkait ketanggapan aparat terhadap keluhan masyarakat serta tingkat
kapabilitasnya. Aparat/ petugas pelayanan yang cepat dalam menangani keluhan
masyarakat menunjukkan ketanggapannya terhadap keluhan masyarakat.
Masyarakat juga menilai dalam penanganan keluhan masih lambat. Masyarakat
menganggap bahwa aparat kurang tanggap serta kurang memiliki kemampuan
dalam melayani masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat
pendidikan aparat tidak sedikit yang hanya tamat SMA.
Kepastian jadwal pelayanan adalah pelaksanaan waktu pelayanan yang
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Masyarakat menganggap bahwa
jadwal pelayanan kadang-kadang tidak pasti, meskipun pada waktu jam kerja.
Misalnya dalam hal pembuatan KTP ke kantor desa/ kelurahan, aparat yang
mengurus hal itu kadang-kadang tidak berada di tempat. Kalaupun ada bisa saja
terhambat di kecamatan dengan alasan lain-lain, seperti petugasnya tidak ada,
sibuk dan lain-lain. Hal ini terkait dengan kedisiplinan aparat dalam memberikan
pelayanan.
Sebagian besar masyarakat masih menilai bahwa aparat pemerintah
masih belum memahami kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
pelayanan yang cenderung lambat. Selain itu, masyarakat juga menilai bahwa
pelayanan yang diberikan aparat pemerintah kadang-kadang mengutamakan
golongan tertentu, sehingga menimbulkan ketidakadilan.
Dalam memperbaiki kinerja atribut pelayanan publik di Kecamatan
Cibinong yang dinilai masih rendah, maka Pemerintah Kabupaten Bogor perlu
menetapkan arah kebijakan sebagai berikut:
1. Peningkatan Profesionalisme aparat pemerintah dalam memberikan
pelayanan melalui program penguatan kapasitas aparat pemerintahan.
Misalnya dengan memberikan penataran dan pelatihan-pelatihan kepada
semua aparat pemerintahan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka bukan
tidak mungkin akan terbentuk aparat pemerintah dengan jiwa profesional
dan peduli terhadap sesama yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas pelayanan.
2. Menciptakan birokrasi yang ramping dan tidak berbelit-belit melalui
pembenahan dalam dua hal, yakni sumberdaya manusia dan sumberdaya
sistem. Pembenahan sumberdaya dapat dilakukan melalui peningkatan
profesionalisme aparat pemerintah, sedangkan pembenahan sumberdaya
sistem dapat dilakukan misalnya melalui studi banding ke daerah yang
dapat menyelenggarakan pelayanan dengan birokrasi yang sederhana.
3. Meningkatkan pengawasan terhadap kinerja aparat pemerintah dalam
pelayanan publik.
7.2. Implikasi Kebijakan Pemerintah Kecamatan Jasinga Terhadap Pelayanan Publik
Berdasarkan analisis Importance Performance Analysis (IPA), atribut
yang memiliki prioritas kepentingan tinggi, namun kinerjanya belum baik adalah
kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan
masyarakat dan kepastian jadwal pelayanan. Oleh karena itu, arah kebijakan yang
perlu ditetapkan terhadap pelayanan publik di Kecamatan Jasinga berfokus pada
ketiga atribut ini.
Dalam memperbaiki kinerja atribut pelayanan publik di Kecamatan
Jasinga yang dinilai masih rendah, maka arah kebijakan yang perlu ditetapkan
oleh Pemerintah Kabupaten Bogor lebih menekankan pada peningkatan
profesionalisme aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan, merampingkan
birokrasi dan pengawasan kinerja aparat pemerintah.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis penilaian masyarakat
terhadap kinerja pelayanan publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Atribut-atribut kinerja pelayanan publik yang diteliti diidentifikasi dari
indikator kualitas pelayanan dan unsur Indeks Kepuasan Masyarakat
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/ KEP/ MENPAN/ 7/ 2003.
2. Berdasarkan analisis IPA, atribut yang perlu dijadikan prioritas utama
dalam perbaikannya adalah kedisiplinan aparat/ petugas pelayanan,
pelayanan yang cepat, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan
masyarakat, aparat/ petugas cepat dalam penanganan keluhan masyarakat,
kepastian jadwal pelayanan, aparat/ petugas pelayanan memahami
kebutuhan masyarakat, dan pemberian pelayanan kepada semua lapisan
masyarakat tanpa pilih-pilih di Kecamatan Cibinong serta Kedisiplinan
aparat/ petugas pelayanan, aparat/ petugas tanggap terhadap keluhan
masyarakat dan kepastian jadwal pelayanan di Kecamatan Jasinga.
Atribut-atribut ini dianggap penting, namun kinerjanya belum memuaskan
masyarakat. Bila dilihat dari tingkat kepuasannya, masyarakat Kabupaten
Bogor secara keseluruhan merasa puas dengan kinerja pelayanan publik
Pemerintah Kabupaten Bogor. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Customer
Satisfaction Index (CSI) sebesar 60,71 persen di Kecamatan Cibinong dan
67,63 persen di Kecamatan Jasinga.
3. Berdasarkan analisis IPA, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam
memperbaiki kualitas pelayanan publik sebaiknya berfokus pada atribut
yang dianggap penting, namun belum meuaskan masyarakat. Arah
kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor untuk
memperbaiki kualitas pelayanan publik adalah dengan memperbaiki
profesionalisme aparat pemerintahan melalui penguatan kapasitas aparat
pemerintahan, menciptakan birokrasi yang ramping, dan pengawasan
terhadap kinerja aparat pemerintah.
8.2. Saran
1. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya banyak melakukan pendidikan
dan pelatihan bagi semua aparat pemerintahan agar dapat melakukan
pelayanan dengan optimal serta meningkatkan profesionalisme aparat
pemerintahan.
2. Pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Camat dalam hal pelayanan
publik harus jelas agar tidak terjadi kerancuan dalam pelaksanaan tugas
dengan perangkat daerah lainnya.
3. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya terbuka terhadap penilaian pihak
luar terutama penelitian dari kalangan akademisi, karena dapat menjadi
bahan evaluasi untuk perbaikan ke depan. Saat ini aparat pemerintah
seolah-olah kurang tanggap terhadap penelitian yang dilakukan oleh
kalangan akademisi dengan memperpanjang alur birokrasi serta
memperlambat proses perizinan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2006. Kerjasama Bappeda Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. Bogor.
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. PT.Elex Media
Komputindo. Jakarta. Bryant, Coralie dan Louise G. White. 1987. Manajemen Pembangunan untuk
Negara Berkembang. LP3ES. Jakarta. Crescent. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri : Pengembangan Model Sistem
Keterjaminan Sosial. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Engel, F., Blackwell, R.D. & Paul W. Winiard. 1994. Perilaku Konsumen.
Binarupa Aksara. Jakarta. Gunawan, R.H., Nurleyla Hatala & Yossi R.W. 2006.’Urgensi Reformasi
Birokrasi Bagi Percepatan Pemberantasan Korupsi’. www.redifer.blogspot.com
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta. Kelurahan Cirimekar. 2007. Laporan Tahunan 2007 Kelurahan Cirimekar.
Pemerintah Kabupaten Bogor, Kecamatan Cibinong. Bogor. Kepmenpan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003. Unsur Dasar Pengukuran Indeks
Kepuasan Masyarakat. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Jakarta.
Masyarakat Transparansi Indonesia. 2008. ’Prinsip-prinsip Good Governance’.
www.transparansi.or.id Mohamad, Ismail. 2003. ’Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi’.
Disampaikan dalam seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi. Bappenas. Jakarta. 18 Desember.
Nazara, C.M. 2006. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi
Banten. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchsen, Mursad. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Nasabah Terhadap Mutu Pelayanan Bank BRI Cabang Pinrang Sulawesi Selatan. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang
Sampai Otonomi Daerah. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pemerintah Kecamatan Cibinong. 2007. Program Kerja Kecamatan Cibinong:
Pencapaian Pelayanan Prima Demi Terwujudnya Kecamatan Cibinong Sebagai Kawasan Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Jasa Berlandaskan Iman dan Taqwa. Pemerintah Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Bogor.
Pemerintah Kecamatan Jasinga. 2008. Laporan Bulanan Kecamatan Jasinga.
Pemerintah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Bogor. Pramusinto, Agus. 2006. ’Inovasi-inovasi Pelayanan Publik Untuk Pengembangan
Ekonomi Lokal’. Makalah disampaikan dalam Semiloknas ”Peraturan Daerah Dalam Pencapaian Tujuan Otonomi Daerah: Meningkatkan Akses dan Partisipasi Publik Dalam Menelaah Perda Untuk Menjamin Transparansi dan Akuntabilitas Pengimplementasian Peraturan Daerah”. Program Justice for the Poor-Bank Dunia, ADKASI dan Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD). Jakarta. 26-27 Juli.
Rico, Handiman. 2006. Kebijakan Nasional Dalam Perencanaan Tata Ruang.
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Bogor. Saturwa, Henry Nosih. 2007. Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas
Pelayanan PDAM (Studi Kasus PDAM Tirta Dharma Kabupaten Kendal). Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumodiningrat, Gunawan et.al. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan jaring
Pengaman Sosial. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Susetyo, Budi. 2005. ’Jenis Alat Pengumpul Data’. Disampaikan dalam Diklat
Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru Pendidikan Luar Biasa. Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Tarkim, Kikim. 2005. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilku Aparat
Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik: Kasus Pelayanan Publik di Kantor-kantor Kelurahan di Wilayah Kecamatan
Kesambi Kota Cirebon. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ulum, Hasan Zainul. 2007. Analisis Perilaku dan Tingkat Kepuasan Konsumen di
Restoran Khas Sunda Cibiuk, Kota Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Utomo, T.W. 2004. ’Pendelegasian Kewenangan Pemerintah Daerah Kepada
Kecamatan dan Kelurahan’. Disampaikan dalam Diklat Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah. Pusat Kajian dan Diklat Aparatur (PKP2A I). Lembaga Administrasi Negara. Bandung. 7 Agustus.
Wahyuni, Ekawati Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis skripsi. Departemen Ilmu-
ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wasistino, Sadu. 2007. ’Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan Dalam Rangka
Meningkatkan Pelayanan kepada Masyarakat’. http://situbondo.go.id
Wiguna, Ratna. 2003. Perilaku Masyarakat Desa Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wikipedia, 2008.‘Pelayanan Publik’.http.id.wikipedia.org/wiki/pelayanan_publik.
Yudha, Eka Purna. 2007. Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Atribut-atribut Kinerja Pelayanan Publik Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor (Studi Kasus Kecamatan Maja dan Kecamatan Bayah). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kepentingan Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.961 27 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
A1 111.7000 235.063 .450 .961A2 111.5500 235.103 .527 .960A3 111.4000 232.147 .678 .959A4 111.4000 236.358 .547 .960A5 111.7000 233.379 .609 .960A6 111.8000 229.011 .736 .959A7 111.6500 234.029 .617 .960A8 111.4500 222.787 .748 .959A9 111.2000 232.800 .635 .959A10 111.5500 227.734 .782 .958A11 111.2500 227.039 .757 .958A12 111.5000 229.316 .762 .958A13 111.2000 227.537 .798 .958A14 111.3000 230.958 .718 .959A15 111.5000 232.053 .591 .960A16 111.3000 226.221 .853 .958A17 111.4500 227.945 .743 .959A18 111.4500 228.261 .680 .959A19 111.4000 233.726 .678 .959A20 111.3000 227.379 .805 .958A21 111.3500 227.292 .752 .958A22 111.5000 231.737 .657 .959A23 111.6500 227.187 .582 .961A24 111.4500 225.313 .849 .958A25 111.3000 233.905 .653 .959A26 111.9000 233.463 .518 .961A27 111.3000 233.168 .619 .960
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Atribut Kinerja
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.961 27 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
A1 74.6500 420.345 .641 .960A2 74.2000 424.063 .579 .960A3 74.2500 437.355 .270 .962A4 74.3500 430.871 .423 .961A5 74.4000 432.253 .379 .962A6 74.0000 433.579 .509 .961A7 74.1500 416.345 .686 .959A8 74.4000 413.200 .729 .959A9 74.6000 405.621 .792 .958A10 74.6500 420.555 .753 .959A11 74.8000 410.484 .731 .959A12 74.2000 414.800 .804 .958A13 74.7500 407.671 .819 .958A14 74.9000 411.779 .760 .958A15 74.3000 413.484 .696 .959A16 74.1500 407.503 .788 .958A17 74.3500 413.608 .706 .959A18 74.2500 414.408 .720 .959A19 74.4000 420.568 .735 .959A20 74.2500 408.408 .853 .958A21 74.3000 416.747 .789 .958A22 75.0000 420.000 .677 .959A23 74.9500 419.208 .691 .959A24 74.8000 419.537 .648 .959A25 74.5500 416.787 .602 .960A26 74.7500 417.882 .810 .958A27 74.7500 414.724 .672 .959