ANALISIS PENGEMBANGAN WISATA ALAM BERBASIS
DAYA DUKUNG DI KAWASAN CIKOLE JAYAGIRI
RESORT LEMBANG JAWA BARAT
NANA WINNIT MUTHMAINNAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri
Resort Lembang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Nana Winnit Muthmainnah
NIM H44100094
ABSTRAK
NANA WINNIT MUTHMAINNAH. Analisis Pengembangan Wisata Alam
Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat.
Dibimbing oleh NINDYANTORO.
Pengembangan wisata alam seringkali berorientasi pada pengembangan
wisata masal tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan. Cikole Jayagiri Resort
merupakan kawasan wisata yang dikelola oleh Perhutani KPH Bandung utara
sejak tahun 2010 telah dijadikan kawasan wisata alam terpadu. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole
Jayagiri Resort, mengidentifikasi strategi dalam pengembangan kawasan,
menentukan prioritas produk wisata alam, dan menganalisis daya dukung kawasan
per hari berdasarkan penentuan prioritas produk. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa setiap indikator persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri
Resort bernilai baik. Strategi yang dapat digunakan adalah strategi agresif dengan
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Alternatif produk wisata
alam berbasis ekologi yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri resort berdasarkan
bobot prioritas adalah outbound (0.414), menikmati pemandangan alam (0.338),
dan berkemah (0.248). Tingkat kunjungan wisatawan di Cikole Jayagiri Resort
masih dapat dikatakan aman karena masih berada di bawah batas ambang daya
dukung kawasan.
Kata kunci: Cikole Jayagiri Resort, daya dukung, pengembangan, wisata alam
ABSTRACT
NANA WINNIT MUTHMAINNAH. Analysis of Ecotourism Development based
Carrying Capacity in Cikole Jayagiri Resort Lembang West Java. Supervised by
NINDYANTORO.
Tourism development usually oriented on the mass tourism without
considering the environmental aspect. Cikole Jayagiri Resort a tourist area
managed Perhutani KPH Bandung Utara since 2010 has been an integrated
ecotourism area. The specific objective of this study is to indentify the tourist
perception toward the Cikole Jayagiri Resort area, identify the strategy in the
development of the area, determine the priority of ecotourism product, and
analysis the carrying capacity of the area every day base on priority of
ecoutourism product. The result of this study indicate that tourist’s perception of
each indicator to the Cikole Jayagiri Resort is well worth. Strategies that can be
used in the aggressive strategy of using strong factor to take advantage of
opportunities. Alternative ecological based ecotourism product based on value
priority are outbound (0.414), scenery (0.338), and camping (0.248). The level of
tourist visits in Cikole Jayagiri Resort still be considered safe as it was still under
the threshold carrying capacity the area.
Keywords: Cikole Jayagiri Resort, carrying capacity, development, ecotourism
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ANALISIS PENGEMBANGAN WISATA ALAM BERBASIS
DAYA DUKUNG DI KAWASAN CIKOLE JAYAGIRI
RESORT LEMBANG JAWA BARAT
NANA WINNIT MUTHMAINNAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole
Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat
diselesaikan tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Sugeng Winarno dan Iit Saribanon, kedua adik
tersayang Muhamad Windit Mahmuda dan Rahmah Winnit Mardhiyyah,
serta segenap keluarga besar atas seluruh doa dan dukungan.
2. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosesn penguji utama dan Benny Osta
Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah
memberikan saran bagi penulis.
4. KPH Bandung Utara, Cikole Jayagiri Resort, Kepala Desa dan seluruh
staf Desa Cikole, serta seluruh masyarakat RT 05 Desa Cikole atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan
penelitian serta informasi yang telah diberikan.
5. Sahabat-sahabat Amal, Rima, Bintang, Nurul, Puti, Suci, Maya, dan
sahabat-sahabat Queen Castle serta keluarga besar ESL 47 yang selalu
memberikan bantuan, motivasi, dan semangat.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik terkait skripsi penulis
terima. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi
para pembaca.
Bogor, Agustus 2014
Nana Winnit Muthmainnah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 4
II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
2.1 Wisata Alam ................................................................................................. 5
2.2 Produk Wisata .............................................................................................. 6
2.3 Pengembangan Produk Wisata ..................................................................... 7
2.4 Daya Dukung ................................................................................................ 9
2.5 Skala Likert ................................................................................................... 9
2.6 Analisis SWOT ........................................................................................... 10
2.7 Proses Hirarki Analitik ............................................................................... 11
2.8 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 12
III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................. 14
IV METODE PENELITIAN.................................................................................. 16
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 16
4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 16
4.3 Metode Pengambilan Contoh ..................................................................... 16
4.4 Metode Analisis Data ................................................................................. 17
4.4.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort .... 18
4.4.2 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Cikole Jayagiri Resort . 20
4.4.3 Analisis Pemilihian Prioritas Produk Wisata Alam ......................... 23
4.4.4Analisis Daya Dukung ...................................................................... 25
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN .............................................................. 26
5.1 Sejarah Pendirian Cikole Jayagiri Resort ................................................... 26
5.2 Letak Geografis Cikole Jayagiri Resort ...................................................... 27
5.3 Fasilitas yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort ........................................ 27
5.4 Karakteristik Pengunjung Cikole Jayagiri Resort ....................................... 29
5.5 Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan ................................................ 31
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 33
6.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort .............. 33
6.2 Analisis Pengembangan Strategi Kawasan Cikole Jayagiri Resort ............ 34
6.2.1 Tahap Masukan (Input Stage) ........................................................... 35
6.2.2 Tahap Pencocokan (Multi Stage) ...................................................... 39
6.3 Prioritas Produk Wisata Alam Berbasis Ekologi ........................................ 41
6.4 Daya Dukung Kawasan Cikole Jayagiri Resort .......................................... 44
VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 50
7.1 Simpulan ..................................................................................................... 50
7.2 Saran ........................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 52
LAMPIRAN .......................................................................................................... 55
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Matriks metode analisis data ........................................................................... 17
2 Kriteria persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort ........ 18
3 Bobot nilai jawaban responden ....................................................................... 19
4 Nilai skor rataan .............................................................................................. 20
5 Analisis faktor internal .................................................................................... 21
6 Analisis faktor eksternal .................................................................................. 21
7 Matriks SWOT ................................................................................................ 23
8 Kategori perbandingan penentuan tingkat kepentingan elemen ..................... 24
9 Karakteristik pengunjung ................................................................................ 30
10 Karakteristik masyarakat ................................................................................. 31
11 Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort ..................... 33
12 Matriks IFE strategi pengembangan kawasan................................................. 36
13 Matriks EFE strategi pengembangan kawasan ............................................... 38
14 Matriks bobot alternatif produk ...................................................................... 42
15 Preferensi responden dalam hitungan luas, unit, guide, dan waktu ................ 45
16 Luas, unit, guide, dan waktu yang disediakan pengelola per kegiatan
wisata dalam satu hari .................................................................................... 46
17 Perhitungan daya dukung setiap kegiatan wisata ............................................ 47
18 Daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort ................................................ 48
19 Perbandingan daya dukung kawasan dengan jumlah pengunjung pada
tahun 2013 ...................................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Alur kerangka berpikir ...................................................................................... 16
2 Matriks kuadran SWOT .................................................................................... 25
3 Struktur hirarki penentuan prioritas .................................................................. 26
4 Matriks kuadran SWOT Cikole Jayagiri Resort ............................................... 40
5 Struktur hirarki prioritas produk wisata Cikole Jayagiri Resort ....................... 44
DAFTAR LAMPIRAN
No ̀ Halaman
1 Peta lokasi Cikole Jayagiri Resort ..................................................................... 56
2 Struktur organisasi Cikole Jayagiri Resort ........................................................ 57
3 Matriks SWOT Cikole Jayagiri Resort .............................................................. 58
4 Perhitungan daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan
kegiatan wisata ................................................................................................. 59
5 Dokumentasi kawasan ....................................................................................... 62
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Statistik Kehutanan Indonesia Kementrian Kehutanan 2011
yang dipublikasi pada bulan Juli 2012 dinyatakan bahwa Indonesia memiliki
hamparan hutan yang luas. Luasan hutan Indonesia sebesar 99.6 juta hektar atau
52.3% luas wilayah Indonesia, hutan Indonesia menjadi salah satu paru-paru
dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain dari luasan,
hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan hayati (WWF Indonesia 2012 dalam
Irza 2013). Menurut Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Departemen
Kehutanan (2012) Indonesia memiliki kawasan Hutan Lindung (HL) dengan luas
30 539 823.36 Ha. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah, selain itu hutan lindung juga dapat dimanfaatkan sebagai objek
wisata.
Sesuai pasal 17 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, untuk memastikan
fungsi-fungsi penyelengaraan pengelolaan hutan dapat terlaksana dan tetap
berpegang pada prinsip kelestarian hutan, maka diperlukan suatu penyelengaraan
pengelolaan hutan di tingkat tapak melalui pembentukan unit pengelolaan hutan
atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dalam memanfaatkan sumberdaya yang
terdapat dalam hutan lindung, harus memperhatikan kelestarian ekologi, sosial,
dan ekonomi. Salah satu kawasan hutan lindung yang dimanfaatkan sebagai
kawasan wisata adalah Cikole Jayagiri Resort.
Cikole Jayagiri merupakan kawasan wisata alam terpadu yang telah dikelola
menjadi sebuah resort pada tahun 2010 oleh Perum Perhutani yang didukung
dengan fasilitas lengkap dalam satu kawasan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bandung Barat 2010). Luas yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort
seluas 15 Ha dan luas yang digunakan untuk kegiatan wisata seluas 10 Ha. Cikole
Jayagiri Resort terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten
Bandung Barat dan secara administrasi pengelolaannya berada di KPH Bandung
Utara.
2
Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam hutan pinus dengan
panorama alam menarik serta udara yang sejuk. Selain itu, fasilitas lengkap seperti
penginapan, café, dan keragaman aktivitas luar ruang yang ditawarkan pengelola
dalam satu kawasan menjadikan potensi wisata tersendiri bagi Cikole Jayagiri
Resort. Kegiatan luar ruang yang dapat dilakukan di Cikole Jayagiri Resort
diantaranya berkemah, tree top, fun games, ATV ride, paint ball, hiking, dan
offroad.
Menurut Direktur Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dalam
Purnamasari et al. (2005) keterpurukan pengembangan pariwisata di Indonesia
juga dapat disebabkan karena arah pengelolaan kawasan pada umumnya masih
bertumpu pada bidang perlindungan dan pengamanan hutan semata, sehingga
pemanfaatan di bidang wisata alam masih belum optimal. Seiring dengan semakin
meningkatnya permintaan terhadap wisata alam, kegiatan wisata alam seringkali
diorientasikan pada peningkatan pendapatan pembangunan. Apabila produk
wisata alam yang ditawarkan masih mengarah pada pengembangan pariwisata
masal dapat menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya yang kurang
memperhatikan aspek daya dukung dari kawasan.
Dalam pengembangan produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort perlu
dilakukan berdasarkan daya dukung kawasan. Pemanfaatan yang dilakukan secara
berlebihan akan berimplikasi terhadap jumlah sumberdaya alam yang dimiliki,
diperlukan alternatif pembangunan dan pemanfaatan yang berkelanjutan, tidak
hanya memikirkan aspek ekomomi tetapi peduli akan aspek ekologinya. Oleh
karena itu, produk wisata yang dihasilkan berdasarkan karakteristik pengelolaan
sumberdaya alam yang dilakukan oleh pihak pengelola, kondisi masyarakat
sekitar kawasan, dan juga karakteristik pengunjung yang tetap memperhatikan
daya dukung kawasan.
1.2 Perumusan Masalah
Hutan pinus yang masih dipertahankan keberadaannya dan fasilitas lengkap,
seperti penginapan, café, area perkemahan, dan area outbound yang berada dalam
satu kawasan yang menjadikan potensi wisata tersendiri bagi Cikole Jayagiri
Resort. Wana wisata ini sering dimanfaatkan untuk wisata harian bersama
3
keluarga dengan berbagai kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama-sama
seperti berkemah, menjelajah hutan, mendaki gunung serta kegiatan outbound
lainnya.
Untuk menjadikan kawasan sebagai kawasan wisata yang terkenal dan
diminati oleh wisatawan, pada dasarnya kawasan tersebut harus memiliki suatu
potensi yang dapat menjadikan daya tarik tersendiri. Potensi yang ada dapat
dikembangkan dan dikelola dengan baik, sehingga dapat menentukan prioritas
produk wisata dengan tetap mempehatikan daya dukung dari kawasan. Hal
tersebut membutuhkan banyak upaya yang harus dilakukan dan membutuhkan
waktu yang tidak sebentar, selain dibutuhkan kerjasama antar pihak pengelola,
pemerintah, dan masyarakat setempat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengembangan produk wisata alam di
Cikole Jayagiri Resort dengan memperhatikan daya dukung kawasan. Penelitian
ini bertujuan untuk menyusun produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort
berdasarkan daya dukung kawasan. Produk yang dihasilkan merupakan penelitian
berdasarkan potensi sumberdaya alam, kondisi masyarakat dan sekaligus sesuai
dengan karakteristik pengunjung yang datang ke Cikole Jayagiri Resort. Selain itu,
diharapkan dapat memberikan strategi pengembangan dan penentuan alternatif
produk wisata yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pengambilan
keputusan atau penyusunan rancangan ulang pengembangan wisata alam
berdasarkan daya dukung dari kawasan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini diidentifikasi beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan produk wisata alam di
Cikole Jayagiri Resort, yaitu:
1. Bagaimana penilaian kawasan di Cikole Jayagiri Resort berdasarkan persepsi
pengunjung?
2. Bagaimana strategi dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort
berdasarkan faktor internal dan eksternal?
3. Bagaimana penentuan prioritas produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort?
4. Bagaimana daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort dalam pemanfaatan
produk wisata alam sebagai strategi pengembangan kawasan.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan persepsi
pengunjung.
2. Mengidentifikasi strategi dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri
Resort berdasarkan faktor internal dan eksternal.
3. Menentukan prioritas produk wisata alam yang dapat diterapkan di Cikole
Jayagiri Resort.
4. Menganalisis daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan
prioritas produk wisata alam.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Cikole Jayagiri Resort yang berlokasi di
Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Data penelitian
diambil pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2014. Penelitian ini
memiliki keterbatasan diantaranya pengidentifikasian kawasan di Cikole Jayagiri
Resort berdasarkan pendapat pengunjung dengan menggunakan skala Likert.
Analisis yang digunakan untuk merencakan pengembangan kawasan berdasarkan
faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuakatan dan
kelemahan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities,
Threats) dan dalam menentukan prioritas produk wisata alam yang dapat
diterapkan di Cikole Jayagiri Resort dilakukan dengan Analytical Hierarchy
Process (AHP) serta menganalisis daya dukung kawasan dalam pemanfaatan
prioritas produk wisata alam sebagai strategi pengembangan kawasan.
5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata Alam
Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang
dilakukan secara sukarela serta bersfiat sementara untuk menikmati keunikan dan
keindahan alam di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam,
Taman Buru, Hutan Lindung dan Hutan Produksi (Direktorat Pemanfaatan Alam
dan Jasa Lingkungan 2002). Suwantoro (1997) mengemukakan bahwa wisata
alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam
dan tata lingkungan. Kegiatan wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan
pariwisata pendidikan, penelitian, kebudayaan dan cinta alam yang dilakukan di
dalam obyek wisata. Menurut PHPA (1996) kegiatan wisata alam di dalam
kawasan konservasi diarahkan pada upaya pendayagunaan potensi obyek wisata
alam dengan tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara kepentingan
pemanfaatan dan pelestarian alam.
Wisata alam atau lebih sering disebut juga sebagi ekowisata atau ecotourism
adalah suatu perjalanan menuju suatu tempat tertentu untuk menikmati keindahan
dan keajaiban alam tanpa sentuhan pembangunan. Menurut Nandi (2005)
Ekowisata seringkali mengandung tantangan-tantangan atau lebih dikenal sebagai
adventure tourism, adapun berdasarkan tantangan yang dihadapi dapat dibedakan
menjadi:
a. Petualangan beresiko tinggi yaitu memerlukan kesiapan dan keterampilan
khusus, keberanian yang tinggi serta kondisi yang prima, seperti panjat tebing,
arung jeram, menyelam, menelusur gua. Wisata ini juga disebut wisata minat
khusus, karena tidak semua orang menikmatinya dengan bebas.
b. Petualangan beresiko rendah seperti mengunjungi taman nasional, memancing,
menikmati sejuknya udara di hutan, dan berkemah.
Menurut Maryani (2005) ekowisata memiliki enam ciri utama, diantaranya
pariwisata yang berbasis alam dan budaya masyarakat setempat, kedua motivasi
utama wisatawan adalah observasi, aspirasi alam, dan budaya tradisional setempat,
ketiga mempunyai muatan pendidikan dan penambahan wawasan, yang keempat
umumnya berskala kecil dan pengadaan fasilitas wisata oleh masyarakat setempat,
6
kelima dampak terhadap lingkungan alam, budaya dan sosial, dan yang terakhir
ciri utama ekowisata adalah dorongan untuk konservasi alam dan budaya
dilakukan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat, dan wisatawan.
2.2 Produk Wisata
Smith (1994) dalam Purnamasari (2004) mengkonsepkan produk wisata
sebagai kumpulan aktivitas, jasa, dan keuntungan yang menyususn keseluruhan
pengalaman kepariwisataan. Tiga macam karakteristik produk wisata yang
disampaikan Yoeti (2008), pertama adalah transaksi penjualan tidak
mengakibatkan pemindahan hak milik, kedua waktu memproduksi dan
mengkonsumsi berlangsung pada waktu yang bersamaan, dan ketiga adalah
produk wisata tidak bisa dicoba sebelum melakukan pembelian.
Menurut Kodhyat (2007) produk wisata adalah segala sesuatu yang
dinikamati dan dibeli oleh wisatawan untuk dinikmati dan terdapat lima
komponen produk wisata, diantaranya adalah:
1. Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
Komponen yang paling utama karena merupakan pendorong atau motivator
utama bagi wisatawan untuk mengunjungi Daerah Tujuan Wisata (DTW). ODTW
terdiri dari empat jenis, pertama adalah alam yang meliputi bentang alam atau
pemandangan, hutan, flora/fauna, goa, air terjun, dan danau. Kedua adalah budaya
yang terdiri dari museum, situs sejarah, tradisi, istana atau keratin, dan tempat
ibadah. Ketiga merupakan aktivitas yang dapat dilakukan di daerah wisata seperti
tracking, hiking, caving, viewing, shopping, ziarah, studi serta berobat, dan yang
keempat merupakan peristiwa, seperti festival, upacara keagamaan, upacara
pernikahan, dan perayaan lainnya.
2. Fasilitas
Merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan dan yang memberikan berbagai
kemudahan bagi wistawan dalam berwisata. Ada tiga jenis fasilitas yang
diperlukan wisatawan, yaitu prasarana atau infrastruktur, seperti jalan raya,
jembatan, instalasi (listrik, air minum), telepon, pelabuhan, bandara, stasiun,
terminal bis, dan lain sebagainya. Kedua sarana, seperti alat-alat transportasi, alat
telekomunikasi, sarana akomodasi (hotel, motel, losemen), restoran atau rumah
7
makan, sarana kesehatan, sarana keamanan dan tempat-tempat hiburan. Ketiga
amenitas, merupakan fasilitas yang dapat memberikan kenyaman bagi wisatawan.
3. Suasana yang kondusif
Situasi atau kondisi yang memberikan rasa tenteram, aman, dan nyaman
bagi wisatawan.
4. Jasa layanan
Jasa layanan berupa perbuatan atau tindakan-tindakan dalam bentuk
pelayanan yang diberikan kepada wisatawan sehubungan dengan pemenuhan
kebutuhan wisatawan seperti tour operator, pemanduan yang diberikan oleh
pramuwisata, agen perjalanan, dan informasi wisata yang diberikan oleh petugas
informasi.
5. Kenang-kenangan/cinderamata
Merupakan segala sesuatu yang berbentuk kebendaan yang dapat menjadi
alat bantu untuk mengingatkan para wisatawan akan kunjungan mereka ke DTW
tertentu, seperti souvenir/cinderamata, postcard, film, video. Selain itu kenang-
kenangan juga diartikan sebagai kesan yang tertera dalam ingatan wisatawan
tentang apa yang dilihat dan dialaminya dalam kunjungannya ke DTW tertentu.
2.3 Pengembangan Produk Wisata
Pengembangan dapat diartikan memajukan dan memperbaiki, atau
meningkatkan sesuatu yang telah ada (Lubis 2006). Moraru (2011) menyatakan
bahwa pengembangan produk wisata merupakan peningkatan produk yang sudah
ada termasuk memelihara dan memajukan produk yang sudah ada serta
mempekenalkan produk baru. Pengembangan produk wisata merupakan prasyarat
untuk memenuhi perubahan permintaan pengunjung dan menjamin keuntungan
jangka panjang dari sebuah industri wisata, dan pengembangannya harus
memperhatikan aspek permintaan dan penawaran produk wisata (Smith 1994
dalam Purnamasari 2004).
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk wisata yang
potensial harus dilakukan penelitian, inventarisasi, dan evaluasi sebelum produk
wisata dikembangkan. Hal ini penting dilakukan agar perkembangan produk
wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk
8
menentukan pengembangan yang tepat dan sesuai. Menurut Yoeti (2008), terdapat
tiga karakteristik utama objek wisata yang hatus diperhatikan dalam upaya
pengembangan produk wisata, diantaranya adalah:
a. “Something to see” artinya objek wisata harus memiliki suatu produk wisata
yang bisa dilihat ataun dijadikan tontonan bagi wisatawan.
b. “Something to do” artinya objek wisata harus memiliki produk wisata tertentu,
misalnya berupa fasilitas rekreasi baik itu area bermain atau tempat makan
sehingga ada kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan.
c. “Something to buy” artinya objek wisata harus menyediakan produk wisata
yang berupa fasilitas bagi wisatawan untuk berbelanja, seperti souvenir dan
kerajinan tangan masyarakat sekitar kawasan.
Pengembangan terhadap produk wisata dapat dilakukan melalui
pengemasan secara optimal komponen-komponen pembentuknya. Perjalanan
wisata ke DTW dapat terpuaskan jika didukung oleh pengemasan produk wisata
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengunjung (Fiatiano 2007).
Pengembangan produk sangat ditentukan oleh semua stakeholder terkait dan
dilaksanakan secara terpadu (Purnomo 2008).
Fiatiano (2007) juga menambahkan bahwa pengembangan produk wisata
tersebut disempurnakan dengan adanya komitmen dan kerjasama antara
penyelenggara kepariwisataan seperti pemerintah daerah, jasa-jasa kepariwisataan
dan masyarakat disekitar objek. Kewajiban pemerintah daerah adalah
merencanakan pembangunan, pengorganisasian, pemeliharaan dan pengawasan
dalam segala sektor yang mendukung kegiatan pariwisata. Industri jasa harus
memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk.
Masyarakat ikut berpartisipasi dalam bersikap menerima kedatangan wisatawan,
ikut terlibat dalam mengambil keputusan pembangunan pariwisata dan
berpartisipasi dalam memelihara sarana-sarana yang terdapat di objek wisata.
Selain itu, masyarakat ikut andil mendukung kegiatan pariwisata dalam bentuk
berjualan produk khas daerah tersebut dengan tetap memperhatikan faktor higienis
dan sanitasinya serta pelayanannya (Fiatiano 2007).
9
2.4 Daya Dukung
Daya dukung lingkungan (carrying capacity), adalah jumlah individu
maksimum yang dapat ditampung pada suatu area dengan tidak mempengaruhi
atau merusak lingkungan dan dapat memberikan kepuasan bagi pengunjung dan
masyarakat setempat (Maulana 2009 dalam Adyanti). Hendee dalam Isterah
(2014) menyatakan bahwa daya dukung adalah konsep dasar dalam pengelolaaan
sumber daya alam yang merupakan batas penggunaan suatu area yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor alami untuk daya tahan terhadap lingkungan, misalnya
makanan, tempat berlindung, atau air.
Daya dukung untuk wisata alam merupakan konsep dasar yang
dikembangkan untuk kegiatan pemanfaatan jasa sumberdaya alam dan lingkungan
secara lestari berdasarkan kemampuan sumberdaya alam itu sendiri. Konsep ini
dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan
sumberdaya alam dan lingkungannya sehingga dapat dicapai pengelolaan
sumberdaya alam yang optimal secara kuantitatif maupun kualitatif dan
berkelanjutan (Hawkins et al., 2005). Daya dukung lingkungan pariwisata
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor lingkungan
biofisik lokasi pariwisata (Yulianda 2007).
Perencanaan pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan daya
dukung berdasarkan tujuan pariwisata. Sarana pariwisata juga merupakan faktor
dalam penentuan daya dukung, antara lain jalan dan tempat peristirahatan. Selain
itu juga penting untuk melihat dari segi kemampuan lingkungan untuk
mendukung sarana itu. Perencanaan wisata yang tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem
yang dipakai untuk pariwisata itu, sehingga akhirnya akan menghambat bahkan
menghentikan perkembangan pariwisata itu (Soemarwoto 2004).
2.5 Skala Likert
Skala Likert merupakan skala yang paling umum digunakan dalam kuisioner,
dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei.
Skala Likert digunakan untuk mengukur persepsi atau pendapat seseorang atau
10
kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial. Dalam skala Likert,
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun pertanyaan atau
pernyataan. Jawaban setiap pertanyaan atau pernyataan yang menggunakan Skala
Likert mempunyai penilaian dari sangat positif sampai sangat negatif, mulai dari
sangat penting, penting, ragu-ragu, tidak penting, dan sangat tidak penting dan
skor tertinggi diberikan pada pertanyaan atau peryataan yang positif (Budiaji
2013).
Keuntungan dalam menggunakan skala Likert, diantaranya mudah dibuat
dan diterapkan, kedua terdapat kebebasan dalam memasukkan pertanyaan-
pertanyaan, asalkan masih sesuai dengan konteks permasalahan. Ketiga jawaban
suatu pertanyaan dapat berupa alternatif, sehingga informasi mengenai pertanyaan
tersebut diperjelas dan keempat reliabilitas pengukuran bisa diperoleh dengan
jumlah item tersebut.
Beberapa kelemahan dalam menggunakan skala Likert diantaranya, karena
ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal skala Likert hanya dapat
mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali
individu yang satu lebih baik dibandingkan individu lainnya. Kedua terkadang
total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, karena banyak respon
terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama dan apabila diberikan
lima alternatif jawaban kecenderungan responden akan mengisi nilai tengah.
2.6 Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities, Threats) adalah
metode yang umum digunakan dalam analisis situasi. Analisis situasi merupakan
cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang-peluang
eksternal dan kekuatan-kekuatan internal serta ancaman-ancaman eksternal dan
kelemahan internal. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal
peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan, sehingga
dari analisis tersebut dapat diambil suatu strategi keputusan.
Menurut Rangkuti (1997), analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan
11
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang
(opportunities), namun bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness)
dan ancaman (threats). Menurut Rangkuti (1997) dengan menggunakan matriks
SWOT terdapat empat kelompok strategi yang akan dipilih yaitu :
1. Strategi WT (Weaknesses – Threats)
Tujuan strategi WT adalah untuk mengatasi sebanyak mungkin hambatan
yang timbul dengan tidak menonjolkan kelemahan perusahaan.
2. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)
Tujuan strategi WO adalah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin
peluang yang ada untuk mencegah melemahnya posisi perusahaan dalam
persaingan dengan menutupi sebanyak mungkin kelemahan perusahaan.
3. Strategi ST (Strengths – Threats)
Tujuan strategi ST adalah untuk mengatasi hambatan yang timbul dengan
mengandalkan kekuatan perusahaan semaksimal mungkin.
4. Strategi SO (Strengths – Opportunities)
Tujuan strategi SO adalah untuk memperkuat posisi perusahaan dalam
persaingan dengan cara memanfaatkan kekuatan perusahaan semaksimal
mungkin untuk memperoleh peluang pasar seluas-luasnya.
Analisis SWOT lebih mengarahkan pengambil keputusan untuk menentukan
faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal peluang dan
ancaman daripada menetukan faktor sebenarnya dalam mencapai tujuan. Analisis
SWOT menghasilkan keputusan yang kurang efektif dalam menentukan prioritas
seperti meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang atau
menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
2.7 Proses Hirarki Analitik
Proses hirarki analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah
model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk
membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi
mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2010) mengatakan proses hirarki analitik
merupakan metode atau alat yang dapat digunakan oleh seorang pengambil
12
keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem, membantu melakukan prediksi
dan pengambilan keputusan. AHP merupakan metode yang memodelkan prioritas
permasalahan yang tidak terstruktur seperti dalam bidang ekonomi, sosial, dan
ilmu-ilmu manajemen. Kelebihan metode ini adalah sederhana dan tidak banyak
asumsi. Metode ini cocok untuk menyalesaikan permasalahan yang bersifat
strategis dan makro.
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang
tidak terstruktur, strategi, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata
dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai
numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut,
kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin
2010).
Alasan pemilihan metode ini, pertama AHP merupakan proses yang
sederhana yang digunakan untuk menganalisis problema yang komplek,
memodelkan problema yang tidak terstruktur dari problema pemasaran. Kedua,
AHP akan menunjukkan prioritas untuk suatu kriteria dan alternatif yang
diturunkan dari hasil komparasi berpasangan dengan cara menentukan dan
menginterpretasikan konsistensi dari penilaian pendapat kualitatif ke pendapat
kuantitatif. Ketiga, AHP menghargai subjektifitas pendapat responden.
Metode AHP juga memiliki kekurangan dalam penetuan strategi, seperti
ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi
seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas dari ahli tersebut.
Selain itu model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian
yang keliru. Metode AHP merupakan metode matematis tanpa ada pengujian
secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang
terbentuk.
2.8 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan studi pustaka mengenai penelitian pengembangan produk
wisata alam berdasarkan daya dukung, maka diperoleh beberapa hasil penelitian
13
yang mirip dengan penelitian ini. Penelitian tersebut dijadikan bahan rujukan pada
penelitian ini, seperti pada penelitian Ketjulan (2010) dengan judul Analisis
Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penelitian tersebut
digunakan metode transek garis untuk mengetahui kondisi komunitas karang ,
indeks kesesuaian wisata (IKW) untuk menghitung tingkat kesesuaian wisata
selam, daya dukung kawasan (DDK) untuk mengetahui jumlah maksimum
wisatawan yang dapat berkunjung, dan menentukan nilai ekonomi berdasarkan
biaya perjalanan. Hasil penelitiannya adalah untuk mengembangkan ekowisata
bahari di Pulau Hari dengan memperhatikan kondisi dari terumbu karang dan daya
dukung kawasan Pulau Hari serta memperhatiakan nilai ekonomi pengunjung
yang disesuaikan dengan daya dukung kawasan.
Penelitian Adyanti (2010) yang berjudul Kajian Pengelolaan Kawasan
Wisata Situ Cigayonggong Kecamatan Kasomalang Subang, dalam penelitiannya
menggunkan analisis kualitas air, indeks kesesuaian, daya dukung kawasan, dan
analisis ROS. Hasil Penelitiannya adalah dengan kualitas air yang terdapat di situ
Cigayonggong menunjukkan kawasan tersebut masih layak untuk dijadikan objek
wisata yang masih mempertahankan daya dukung serta fasilitas yang digunakan
sebagi remote control yang terdapat dalam situ tersebut
Isterah (2014) melakukan penelitian dengan judul Dampak Ekonomi dan
Strategi Pengelolaan Kebun Raya Bogor sesuai Daya Dukung yang menggunakan
analisis daya dukung kawasan per hari, nilai efek pengganda (multiplier effect),
dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini adalah Berdasarkan kondisi kawasan
Kebun Raya Bogor diperlukan segmentasi wisata agar terhindar dari over
carrying capacity.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas
mengenai pengelolaan kawasan wisata berdasarkan daya dukung kawasan.
Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah lokasi, penilaian kawasan,
analisis yang digunakan dalam menilai potensi kawasan berdasarkan pendapat
pengunjung menggunakan skala Likert, merumuskan strategi pengembangan
kawasan menggunakan analisis SWOT, dan penentuan prioritas produk wisata
alam menggunakan AHP.
14
III KERANGKA PEMIKIRAN
Kawasan Cikole Jayagiri Resort memiliki daya tarik wisata dan kekayaan
sumberdaya alam yang apabila dikembangkan berdasarkan prioritas produk dapat
menarik minat pengunjung. Sejak tahun 2010 kawasan ini telah dikelola oleh
Perhutani sebagai sebuah wisata alam terpadu dengan fasilitas lengkap yang
mendukung kegiatan wisata. Fasilitas lengkap dan berada dalam satu kawasan
yang ditawarkan pengelola merupakan potensi tersendiri bagi Cikole Jayagiri
Resort. Namun, dalam pengembangannya Cikole Jayagiri Resort juga harus
memperhatikan aspek daya dukung dalam memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia.
Penyusunan produk wisata alam bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat dari adanya kegiatan
wisata. Salah satu prinsip ekologi sebagai dasar pengelolaan pengembangan
produk wisata alam adalah keterpaduan dengan mengintegrasikan berbagai
kepentingan. Oleh karena itu, produk yang dihasilkan berdasarkan kelestarian
sumberdaya alam dari kawasan tersebut dan masyarakat sekitar dan sesuai dengan
karakteristik pengunjung.
Langkah awal yang perlu ditempuh dalam rangka pengembangan produk
wisata alam berbasis ekologi di Cikole Jayagiri Resort adalah mengidentifikasi
potensi wisata yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort menggunakan skala Likert
berdasarkan penilaian pengunjung untuk menentukan prioritas pengembangan
produk. Pengelolaan oleh pihak pengelola kawasan dan instansi terkait terhadap
kegiatan wisata akan memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar kawasan
dan pengunjung. Penilaian kawasan wisata yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort,
dinilai berdasarkan persepsi pengunjung menggunakan skala Likert. Analisis yang
digunakan untuk merencakan strategi pengembangan kawasan berdasarkan faktor
eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuakatan dan kelemahan
menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities, Threats)
dan dalam penentuan produk yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri dilakukan
dengan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) serta dalam pengembangan
kawasan berdasarkan daya dukung kawasan.
15
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk pihak pengelola
terkait pengembangan produk wisata alam berdasarkan daya dukung. Untuk
mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur kerangka berpikir
Cikole Jayagiri Resort
Potensi
Sumberdaya Pengunjung
Masyarakat Sekitar
Kawasan Kondisi Kawasan
Rekomendasi Pengembangan
Kawasan berdasarkan Daya Dukung
Strategi
Pengembangan
Perhutani
(Pengelola)
Skala Likert
Penentuan Prioritas
Produk
Daya Dukung
Kawasan
16
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Cikole Jayagiri Resort dan masyarakat di
sekitar kawasan tepatnya masyarakat Rukun Warga (RW) 07 Rukun Tetangga
(RT) 05 yang terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung
Barat, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam
dengan fasilitas lengkap yang layak dalam menerapkan penentuan produk wisata
berbasis ekologi. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai
dengan bulan April 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui survei langsung dan wawancara langsung
kepada masyarakat sekitar kawasan, pengunjung dan pengelola Cikole Jayagiri
Resort dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder yang dibutuhkan dalam
penelitian ini yaitu data-data yang terkait dengan penelitian ini. Data ini diperoleh
dari instansi terkait seperti KPH Bandung Utara dan Kantor Desa Cikole serta
berbagai pustaka seperti buku, jurnal, dan internet.
4.3 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang
yang menjadi responden mengetahui permasalahan yang terjadi (Martono 2010).
Pengambilan contoh secara purposive ditujukan kepada pihak pengelola
diantaranya site manager, kepala bagian pemasaran outbound, dan tata usaha serta
masyarakat Desa Cikole, khususnya RW 07 RT 05 yang tempat tinggalnya
berjarak kurang lebih 1 km dengan Cikole Jayagiri Resort. Penentuan jumlah
masyarakat yang dijadikan responden ditentukan berdasarkan kaidah pengambilan
sampel sekurang-kurangnya 30 responden (Gujarati 2007). Penentuan jumlah
17
pengunjung yang dijadikan responden ditentukan berdasarkan accidental
sampling, yaitu seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut
berada di lokasi penelitian dan orang tersebut bersedia untuk diwawancarai
(Mustafa 2000). Jumlah keseluruhan pengunjung yang menjadi responden
sebanyak 40 orang.
4.4 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif, analisis kualitatif
dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengidentifikasi persepsi pengunjung
mengenai kawasan Cikole Jayagairi Resort berdasarkan skala Likert,
mengidentifikasi strategi pengembangan kawasan dengan mempertimbangkan
faktor internal dan eksternal dengan analisis SWOT, serta menentukan prioritas
produk wisata alam berbasis ekologi yang dapat diterapkan menggunakan AHP.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Microsoft Excel 2007, SPSS 16,
dan Expert Choice 11. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Matriks metode analisis data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1
2
3
4
Mengidentifikasi persepsi pengunjung
terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort.
Menganalisis strategi dalam
mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri
Resort berdasarkan faktor internal dan
eksternal.
Menentukan prioritas produk wisata alam
yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri
Resort.
Menganalisis daya dukung kawasan
Cikole Jayagairi Resort berdasarkan
prioritas produk wisata alam
Data sekunder:
Kondisi fisik yang
terdapat di kawasan
Cikole Jayagiri Resort.
Data primer: Survei
dan wawancara
lansung kepada
pengunjung.
Data primer: Survei
dan wawancara
langsung kepada
pengelola.
Data primer: Survei
dan wawancara
langsung kepada
pengelola.
Data primer: Survei
dan wawancara
langsung kepada
pengelola.
Skala Likert
Analisis SWOT
AHP
Daya dukung
kawasan (DDK)
18
4.4.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort
Responden diberikan pertanyaan terkait beberapa keadaan dari kawasan
Cikole Jayagirir Resort yang meliputi kondisi kawasan, sarana yang terdapat
dikawasan, prasarana sebagai penunjang kawasan, keragaman aktivitas luar ruang
kawasan, dan pengelolaan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Kriteria penilaian
persepsi pengunjung dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Kriteria persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort
No. Pertanyaan SB B CB KB TB
1. Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi yang
terdapat di kawasan ini?
a. Pemandangan alam
b. Kenyamanan
c. Kebersihan
d. Keamanan
2. Bagaimana pendapat anda mengenai sarana yang
terdapat di kawasan ini?
a. Penginapan
b. Restoran
c. Tour guide
3. Bagaimana pendapat anda mengenai prasarana
yang terdapat di kawasan ini?
a. Kondisi jalan
b. Kendaraan umum
c. Rute tujuan
4. Bagaimana pendapat anda mengenai keragaman
aktivitas yang terdapat di kawasan ini?
a. Bumi perkemahan
b. Treetop
c. Fun games
d. ATV ride
e. Paint ball
f. Hiking
g. Safari hutan (offroad)
5. Bagaimana pendapat anda mengenai pengelolaan
kawasan wisata ini?
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan skala Likert atau analisis
persepsi dengan rataan skor. Metode ini mengenali indikator utama dalam
penilaian kawasan Cikole Jayagiri Resort. Indikator mengenai penilaian kawasan
Cikole Jayagiri Resort meliputi persepsi pengunjung terhadap kondisi kawasan,
sarana, prasarana, keragaman aktivitas luar ruang, dan pengelolaan kawasan
Cikole Jayagiri Resort. Bobot nilai jawaban responden pada kuisioner adalah
dengan skala Likert yang diberi nilai secara kuantitatif dari 1 sampai 5. Cara
penilaian terhadap hasil jawaban responden dengan skala Likert dapat dilihat
dalam Tabel 3.
19
Tabel 3 Bobot nilai jawaban responden
Jawaban responden Bobot nilai
Sangat setuju 5
Setuju 4
Ragu-ragu 3
Tidak setuju 2
Sangat tidak setuju 1
Untuk mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan rata-rata dari
setiap indikator. Nilai rata-rata tersebut diperoleh dari penjumlahan hasil kali total
responden pada masing-masing skor dengan skornya, kemudian dibagi dengan
jumlah total responden secara keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencari
rataan skor tersebut adalah:
∑
................................................................................................(1)
Sumber: Nazir (2002)
Keterangan:
Rs = Rata-rata
ni = Responden yang memiliki skor tertentu
si = Bobot skor
N = Jumlah total responden
Interpretasi selanjutnya diperoleh dengan mencari nilai rataan skor dengan rumus:
.......................................................................................................(2)
Sumber: Nazir (2002)
Keterangan:
Rs = Rata-rata
m = Jumlah alternatif jawaban tiap pernyataan
Penelitian ini menggunakan skala Likert dari 1 sampai 4 sehingga nilai skor
rataan yang diperoleh menjadi:
20
Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian
memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai skor rataan
Skor rataan Jawaban responden Interpretasi hasil
1.00 - 1.80 Sangat tidak setuju Tidak baik
1.81 - 2.60 Tidak setuju Kurang baik
2.61 - 3.40 Cukup Cukup baik
3.41 - 4.20 Setuju Baik
4.21 - 5.00 Sangat setuju Sangat baik
Sumber: Nazir (2002)
4.4.2 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Cikole Jayagiri Resort
Pengembangan strategi alternatif kawasan Cikole Jayagiri Resort
menggunakan analisis SWOT (Strenght-Weakness-Opportunities-Threats).
Analisis SWOT sendiri merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pemecahan
permasalahan. Analisis ini pada dasarnya dipertimbngakan secara logika dengan
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
(Rangkuti 1997).
4.4.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)
Matriks IFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal suatu
objek wisata yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan di kawasan Cikole
Jayagiri Resort, sedangkan matriks EFE digunakan untuk menganalisis peluang
dan ancaman yang dapat mempengaruhi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri
Resort. Pengisian tabel matriks IFE dan EFE dapat dilakukan dengan langkah-
langkah berikut (Rangkuti 1997):
1. Data yang telah diperoleh diklasifikasikan berdasarkan faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).
2. Data yang telah diklasifikasikan menjadi faktor internal diberikan bobot pada
setiap data tersebut, dimulai dari skala 0.0 ( tidak penting) hingga 1.0 (sangat
penting) berdasarkan seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap
pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Jumlah dari semua bobot yang
21
diberikan tidak boleh lebih dari skor 1.00. Kemudian setiap data tersebut
diberikan rating mulai dari yang paling berpengaruh (diberikan nilai 4) hingga
yang tidak berpengaruh (diberikan niali 1). Kemudian setiap bobot dikalikan
rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasil yang diperoleh akan
menunjukan rating dari unsur internal (Tabel 5).
Tabel 5 Analisis faktor internal
Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bobot*Rating (Skor)
Kekuatan (strengts)
Kelemahan (weakness)
Total
Sumber: Rangkuti (1997)
3. Menentukan data faktor eksternal dengan melakukan perlakuan yang sama
seperti saat menentukan data faktor internal terhadap setiap data yang diperoleh
(Tabel 6).
Tabel 6 Analisis faktor eksternal
Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bobot*Rating (Skor)
Peluang (opportunites)
Ancaman (therats)
Total
Sumber: Rangkuti (1997)
4.4.2.2 Matriks Kuadran SWOT
Berdasarkan Rangkuti (1997) agar mengetahui secara pasti posisi strategi
yang sesungguhnya maka dilakukan pemetaan dari masing-masing hasil
pengurangan matrks IFE dan EFE dengan melaui tahapan:
1. Melakukan pengurangan antara skor faktor kekuatan dengan kelemahan dalam
matriks IFE. Kemudian dipetakan dalam matriks kuadran SWOT pada sumbu x.
2. Melakukan pengurangan antara skor faktor peluang dengan ancaman dalam
matriks EFE. Kemudian dipetakan dalam matriks kuadran SWOT pada sumbu
y.
3. Mencari posisi strategi pengembangan yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada
kuadran matriks SWOT (Gambar 2).
22
Gambar 2 Matriks kuadran SWOT
1. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi
strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima
dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi,
memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
2. Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan
yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi,
artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan
berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus
berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya, organisasi
disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.
3. Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang.
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi
disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama
dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus
memperbaiki kinerja organisasi.
23
4. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan
besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya
kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya
organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan
kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil
terus berupaya membenahi diri.
4.4.2.3 Matriks SWOT
Matriks SWOT adalah sebuah alat pencocokan untuk menyususn formulasi
strategi yang dapat mengembangkan empat jenis strategi, diantaranya strategi SO
(kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-
ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). Tujuan dari formulasi strategi
ini adalah untuk menghasilkan rumusan arahan strategi pengembangan kawasan
Cikole Jayagiri Resort yang disesuaikan dengan faktor internal dan eksternal yang
dimiliki kawasan dengan pendekatan matriks SWOT (Tabel 7).
Tabel 7 Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strength (S)
Faktor-faktor
kekuatan
Weakness (W)
Faktor-faktor
kelemahan
Opportunities (O).
Faktor-faktor
Peluang
Strategi S-O
Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi W-O
Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang
Threats (T)
Faktor-faktor
Ancaman
Strategi S-T
Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman
Strategi W-T
Meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti 1997
4.4.3 Analisis Pemilihian Prioritas Produk Wisata Alam
Penyusunan strategi prioritas bertujuan untuk menentukan strategi yang
paling baik yang dapat dijalankan oleh Cikole Jayagiri Resort. Penggunaan AHP
bertujuan untuk menyederhanakan persoalan yang kompleks dan proses
pengambilan keputusannya dipercepat. Secara grafis, AHP dapat dikonstruksikan
24
sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level
pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.
Prinsip kerja dari AHP itu sendiri, yaitu :
1. Decomposition, yaitu pemecahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin
mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan tehadap
unsur-unsurnya sampai tak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga didapatkan beberapa tingkatan (hirarki) dari persoalan tadi.
2. Comparative Judgement. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya
dengan tingkat diatasnya. Penilaian itu merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penelitian disajikan
dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison (Tabel 8).
Tabel 8 Kategori perbandingan penentuan tingkat kepentingan elemen
Kategori Perbandingan Nilai
Faktor vertikal sama penting dengan faktor horisontal 1
Faktor vertikal lebih penting dari faktor horisontal 3
Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horisontal 5
Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horisontal 7
Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horisontal 9
Apabila ragu-ragu diantara kedua nilai elemen yang diperbandingkan
didekati dengan nilai tengah yang berdekatan.
2,4,6,8
Kebalikan dari keterangan nilai tingkat 2-9 1/(2-9)
Sumber: Saaty (1983)
3. Synthesis of Priority. Pada setiap matriks pairwise comparison terdapat
prioritas lokal. Oleh karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat,
maka untuk mendapatkan keseluruhan prioritas harus dilakukan sintesa
diantara prioritas lokal tersebut. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting
(Gambar 3).
25
Sasaran
Kriteria
Alternatif
Gambar 3 Struktur hirarki penentuan prioritas
4. Logical consistency. Konsistensi dalam hal ini mempunyai dua makna.
Pertama bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan
keseragaman dari relevasinya. Kedua bahwa tingakat hubungan Antara objek-
objek didasarkan pada kriteria tertentu misalnya sama penting, jelas lebih
penting, mutlak lebih penting.
4.4.4 Analisis Daya Dukung
Analisis daya dukung ditujukan pada pengelola kawasan Cikole Jayagiri
Resort dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dan tetap
mempertahankan keaslian dari kawasan itu senidiri. Daya dukung kawasan adalah
jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang
disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan
manusia (Yulianda 2007). Perhitungan daya dukung kawasan digunakan dengan
pendekatan CC (Carrying Capacity) dengan formula sebagai berikut (Boullon,
1985 dalam Libosada, 1998) :
Carrying Capacity (CC) =
...............(3)
Koefesien rotasi =
…………... (4)
Daya dukung kawasan per hari = ............................(5)
Pemilihan produk
wisata
Karakteristik
pengunjung
Potensi
sumberdaya
Dukungan
stakeholder
Sarana dan
prasarana
Menikamati
pemandangan
Berkemah Outbound
26
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Sejarah Pendirian Cikole Jayagiri Resort
Cikole Jayagiri Resort merupakan salah satu lokasi wisata yang memiliki
metamorfosa pengelolaan dimulai pada sekitar tahun 1980 dikelola oleh Perhutani
dengan nama Bumi Perkemahan Cikole, kemudian dikelola oleh Kelola Bisnis
Mandiri Wisata (KBM), ketiga dikelola oleh Martha Horeka dan sempat berganti
nama menjadi Jugle Park dan pada tahun 2010 Cikole Jayagiri Resort kembali
dikelola oleh Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Utara dengan
nama Cikole Jayagiri Resort. Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata
alam dengan berbagai fasilitas pendukung, seperti penginapan, café, dan memiliki
berbagai macam kegiatan luar ruang seperti berkemah dan kegiatan outbound
lainnya. Luas area yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort seluas 15 Ha dan luas area
yang dipergunakan untuk kegiatan wisata seluas 10 Ha.
Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam yang tetap
mempertahankan keberadaan hutan pinus dan dalam perkembangnya Cikole
Jayagiri Resort juga bekerjasama dengan beberapa pihak investor. Salah satu
investor yang bekerjasama dengan Cikole Jayagiri Resort adalah Bandung Tree
Top. Hal ini merupakan salah satu proses pengembangan yang dilakukan oleh
Cikole Jayagiri Resort dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki.
Sarana dan prasarana, khususnya akomodasi untuk menunjang kegiatan
meeting maupun outing yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort merupakan
investasi KPH Bandung Utara. Strategi yang dikembangkan oleh KPH Bandung
Utara adalah dengan melakukan positioning secara tepat, dengan cara menarik
wisatawan yang ingin melakukan kegiatan meeting maupun outing dan ditujukan
bagi wisatawan dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke atas. KPH Bandung
Utara juga menggunakan strategi memperkuat informasi mengenai kawasan
dengan memanfaatkan media teknologi dan melakukan pemasaran secara agresif.
KPH Bandung Utara melakukan penataan internal berupa pengembangan
Sumberdaya Manusia (SDM) dan pemantapan organisasi. Penaatan SDM
merupakan suatu keharusan, terutama untuk mengubah mindset dan kebiasaan,
agar bisa mencerminkan pelayanan wisata untuk tingkat sosial ekonomi
27
mengengah ke atas. Dalam penataan organisasi dibentuk site manager dan
beberapa koordinator kegiatan (Lampiran 2).
5.2 Letak Geografis Cikole Jayagiri Resort
Cikole Jayagiri Resort berlokasi di Desa Cikole tepatnya di Jalan Raya
Tangkuban Perahu No 147, Cikole, Lembang. Cikole Jayagiri Resort terletak 28
km sebelah utara Kota Bandung. Kondisi jalan menuju kawasan beraspal, dan
dapat dilalui kendaraan roda dua maupun empat. Secara geografis letak Cikole
Jayagiri Resort berada pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut (DPL),
dengan curah hujan rata-rata pertahun adalah 2700 mm dengan suhu udara 12-
290C.
5.3 Fasilitas yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort
Fasilitas yang mendukung dalam pengembangan produk wisata di Cikole
Jayagiri Resort berdasarkan informasi pengelola dan pengamatan diantaranya
adalah:
1. Gerbang
Gerbang yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort berada tepat di gerbang
keluar-masuk utama kawasan. Selain itu di gerbang utama menuju kawasan
Cikole Jayagiri Resort juga terdapat pos piket.
2. Pos piket
Pos piket yang terletak di gerbang keluar-masuk utama kawasan Cikole
Jayagiri Resort ini berfungsi sebagai pusat informasi pertama pengunjung dan
bertugas untuk menanyakan maksud dan kedatangan pengunjung sehingga dapat
diarahkan langsung oleh petugas piket.
3. Tempat Parkir
Tempat parkir Cikole Jayagiri Resort memiliki dua area parkir yang pertama
terdapat di depan front office sebagai area parkir mobil, dan area parkir yang
kedua yang digunakan sebagai area parkir motor berada di belakang front office.
28
4. Pusat informasi
Pusat informasi yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort ini dinamakan
dengan front office. Front office merupakan bangunan yang dijadikan tempat
informasi sekaligus sebagai tempat pemesanan paket wisata dan penginapan.
5. Papan Informasi
Papan informasi yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort berisi keterangan
atau penjelasan mengenai arah, keadaan lokasi, ataupun hal-hal yang tidak
maupun boleh dilakukan, dan bentuk dari papan informasi yang terdapat di Cikole
Jayagiri Resort adalah bentuk papan informasi manual.
6. Function Room atau Aula
Aula yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memiliki luas ruangan 200m2
yang dapat dimanfaatkan untuk rapat dan juga seminar, kapasitas maksimal dari
aula tersebut adalah 200 orang, dengan fasilitas kursi, meja, LCD projector dan
sound system.
7. Penginapan
Penginapan di Cikole Jayagiri Resort menyediakan beragam jenis dan tipe
tempat menginap mulai dari cottage, villa dan kamar dengan mengadopsi desain
Jawa, Sunda, dan Lombok. Penginapan yang mengadopsi desain jawa adalah tipe
penginapan rumah kayu memiliki fasilitas dua kamar tidur, satu dapur, dan satu
kamar mandi untuk tipe rumah kayu senidiri terdapat lima unit. Tipe penginapan
kakia dan jengjen yang mengadopsi desain Sunda memiliki masing-masing dua
unit dan satu unit penginapan dengan fasilitas untuk tipe kakia adalah dua kamar
tidur, satu ruang tamu, satu dapur, dan satu kamar mandi. Fasilitas yang terdapat
di tipe jengjen adalah tiga kamar tidur, satu ruang tamu dan dua kamar mandi,
sedangkan untuk penginapan yang mengadopsi desain Lombok adalah tipe
penginapan Lombok dengan fasilitas satu kamar tidur dan satu kamar mandi.
8. Café
Café yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort bernama Café de Forret dengan
kapasitas maksimal 50 orang pengunjung yang menyediakan beragam menu
pilihan mulai dari masakan Sunda, Oriental, dan Barat.
29
9. Camping Ground
Camping ground yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memiliki beberapa
area blok kemah, diantaranya blok A memiliki kapasitas maksimal 200 orang,
blok B berkapasitas 100-175 orang, blok C berkapasitas 100-200 orang, blok D
berkapasitas 75-150 orang, dan blok E mampu menampung 100-250 orang.
10. Toilet
Fasilitas toilet yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort terdapat diberbagai
lokasi kegiatan wisata, seperti di area penginapan, tree top, ATV ride, dan area
perkemahan.
11. Mushola
Mushola yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memilki kapasitas
maksimal 25 orang. Cikole Jayagiri Resort memiliki dua mushola, diantaranya
satu berada di area penginapan dan satu di area outdoor activity.
5.4 Karakteristik Pengunjung Cikole Jayagiri Resort
Secara keseluruhan pengunjung Cikole Jayagiri Resort sangat beragam, data
yang diambil mengenai data pribadi responden meliputi jenis kelamin, usia, status
pernikahan, asal daerah, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Jumlah responden
yang diwawancarai sebanyak 40 responden yang dilakukan pada bulan Maret
hingga April 2014 adalah sebagai berikut:
30
Tabel 9 Karakteristik pengunjung
No Data Pribadi Jumlah Presentase (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
21
19
52.5
47.5
2. Usia
a. 17-25 tahun
b. 26-34 tahun
c. 35-43 tahun
d. 44-52 tahun
e. ≥53 tahun
11
5
9
11
4
27.5
12.5
22.5
27.5
10.0
3. Status Pernikahan
a. Belum Menikah
b. Menikah
15
25
37.5
62.5
4. Asal Daerah
a. Dalam Kota
b. Luar Kota
20
20
50.0
50.0
5. Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan Tinggi
-
-
6
34
-
-
15.0
85.0
6. Pekerjaan
a. PNS
b. Pegawai Swasta
c. Wiraswasta
d. Pelajar/Mahasiswa
e. Lainnya
16
11
6
3
4
40.0
27.5
15.0
7.5
10.0
7. Pendapatan
a. < Rp 500 000
b. Rp 500 000- Rp 1 500 000
c. Rp 1 500 001- Rp 2 500 000
d. Rp 2 500 001- Rp 3 500 000
e. > Rp 3 500 000
2
9
9
5
15
5.0
22.5
22.5
12.5
37.5
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada Tabel 9 mengenai data karakteristik
pengunjung, menunjukan bahwa responden yang datang ke Cikole Jayagiri Resort
sebagian besar adalah laki-laki dengan presentase 52.5%, dengan rata-rata rentang
usia yang paling banyak berkunjung 17-25 dan 44-52 tahun (27.5%), serta
sebagian besar reponden telah menikah atau sebesar 62.5% responden telah
menikah. Berdasarkan hasil pengolahan kuisoner menunjukan bahwa responden
tidak hanya berasal dari dalam kota. Hal ini terlihat dari presentase asal daerah
pengunjung, yang memiliki presentasi masing-masing sebesar 50% baik luar
maupun dalam kota. Hal ini menunjukan bahwa Cikole Jayagiri Resort sudah
dikenal oleh wistawan di luar Kota Bandung.
31
Sebagian besar pengunjung merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebanyak 40%, dan sebanyak 85% atau 34 responden dari 40 responden berlatar
belakang pendidikan perguruan tinggi. Sebanyak 37.5% atau 15 responden
memiliki pendapatan diatas Rp 3 500 000 per bulannya.
5.5 Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan
Cikole Jayagiri Resort yang terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang
memiliki jarak yang tidak terlalu jauh dengan pemukiman Desa Cikole. Oleh
karena itu yang dijadikan sampel dalam penelitian ini merupakan masyarakat
Desa Cikole dengan 30 responden yang merupakan masyarakat RW 07 RT 05.
Tabel 10 Karakteristik masyarakat
No Data Pribadi Jumlah Presentase (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
18
12
60.0
40.0
2. Usia
a. 17-25 tahun
b. 26-34 tahun
c. 35-43 tahun
d. 44-52 tahun
e. ≥53 tahun
6
7
7
10
-
20.0
23.3
23.3
33.3
-
3. Lama Tinggal
a. 17-25 tahun
b. 26-34 tahun
c. 35-43 tahun
d. 44-52 tahun
e. ≥53 tahun
3
3
5
10
9
10.0
10.0
16.7
33.3
30.0
4. Status Pernikahan
a. Belum Menikah
b. Menikah
3
27
10.0
90.0
5. Pendidikan
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Perguruan Tinggi
6
7
12
5
20.0
23.3
40.0
16.7
6. Pekerjaan
a. PNS
b. Pegawai Swasta
c. Wiraswasta
d. Lainnya
1
4
18
7
3.3
13.3
60.0
23.3
7. Pendapatan
a. < Rp 500 000
b. Rp 500 000- Rp 1 500 000
c. Rp 1 500 001- Rp 2 500 000
d. Rp 2 500 001- Rp 3 500 000
e. > Rp 3 500 000
-
20
5
4
1
-
66.7
13.3
16.7
3.3
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
32
Responden yang terdiri dari 18 orang penduduk laki-laki atau sebesar 60%
dan 12 orang penduduk perempuan atau sebesar 40%. Responden laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan responden perempuan karena waktu wawancara
dilakukan bukan pada hari atau jam kerja, sehingga kepala keluarga mudah untuk
ditemui. Responden paling banyak terdapat pada kelompok usia 44 sampai dengan
52 tahun dengan jumlah responden sebanyak 10 orang atau sebasar 33.3%.
Sebagian besar responden sudah berkeluarag dengan jumlah responden sebanyak
27 orang atau 90%, dengan rata-rata responden yang menetap di Desa Cikole
selama 44 sampai 52 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 33.3%.
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pola pikir dalam pengambilan
suatu keputusan. Berdasarkan hasil observasi di lapang, responden sebagian besar
berpendidikan SMA dan Sederajat sebesar 40%, dengan sebagian besar
masyarakat Desa Cikole RT 05 bekerja sebagai wiraswasta sebesar 60%.
Sebanyak 20 orang atau sebesar 66.7% masyarakat RT 05 Desa Cikole memiliki
rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp 500 000 sampai dengan Rp 1 500 000.
33
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort
Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort merupakan
suatu penilaian pengunjung terhadap kondisi, sarana, prasarana, keragaman
aktivitas luar ruang yang disediakan oleh pengelola, dan penilaian pengelolaan
kawasan untuk menunjang kegiatan wisata dari pengunjung. Penilaian persepsi
pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort dengan melakukan
wawancara kepada 40 orang responden. Tabel 11 menunjukkan tingkat persepsi
pengunjung berdasarkan interval nilai tanggapan.
Tabel 11 Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort
No. Pertanyaan
Jawaban responden Nilai
skala
Likert
Tingkat
persepsi SB B CB KB TB
1. Bagaimana pendapat anda mengenai
kondisi yang terdapat di kawasan ini?
a. Pemandangan alam
b. Kenyamanan
c. Kebersihan
d. Keamanan
2.50
1.25
0.38
0.13
1.60
2.70
2.70
2.70
0.30
0.23
0.75
0.90
-
-
-
-
4.40
4.18
3.83
3.73
SB
B
B
B
2. Bagaimana pendapat anda mengenai
sarana yang terdapat di kawasan ini?
a. Penginapan
b. Restoran
c. Tour guide
0.38
0.13
0.13
1.90
1.90
2.40
1.28
1.13
1.05
0.05
0.25
0.05
3.60
3.40
3.63
B
CB
B
3. Bagaimana pendapat anda mengenai
prasarana yang terdapat di kawasan?
a. Kondisi jalan
b. Kendaraan umum
c. Rute tujuan
0.13
-
-
1.80
2.20
2.10
1.05
0.98
0.98
-
-
-
2.98
3.18
3.08
CB
CB
CB
4. Bagaimana pendapat anda mengenai
keragaman aktivitas yang terdapat di
kawasan ini?
a. Bumi perkemahan
b. Treetop
c. Fun games
d. ATV ride
e. Paint ball
f. Hiking
g. Safari hutan (offroad)
-
-
-
-
-
-
-
2.60
2.80
3.00
2.70
2.50
2.50
2.80
0.30
0.60
0.53
0.68
0.68
0.90
0.75
0.05
-
0.10
0.15
0.20
-
0.05
2.95
3.40
3.63
3.53
3.38
3.40
3.60
CB
CB
B
B
CB
CB
B
5. Bagaimana pendapat anda mengenai
pengelolaan kawasan wisata ini? - 3.10 0.45 0.05
3.60 B
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Keterangan: SB=Sangat Baik B=Baik CB=Cukup Baik KB=Kurang Baik TB=Tidak Baik
Skala Likert: 1.00-1.80 (Tidak Baik), 1.81-2.60 (Kurang Baik), 2.61-3.40 (Cukup Baik), 3.41-4.20
(Baik), dan 4.21-5.00 (Sangat Baik).
34
Persepsi pengunjung terhadap kondisi kawasan, seperti pemandangan alam
yang masih dipertahankan dinilai sangat baik oleh pengunjung dengan nilai skala
Likert sebesar 4.40, untuk kenyaman, kebersihan, dan keaman di Cikole Jayagiri
Resort dinilai baik oleh pengunjung dengan masing-masing nilai skala Likert
sebesar 4.18, 3.38, dan 3.73. Sehingga rata-rata penilaian kondisi kawasan Cikole
Jayagiri Resort dinilai baik oleh pengunjung.
Penilaian sarana yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort, seperti penginapan,
restoran, dan tour guide mendapatkan nilai masing-masing dari pengunjung
adalah baik, cukup baik, dan baik. Nilai skala Likert dari masing-masing sarana
kawasan sebesar 3.60, 3.40, dan 3.63. Penilaian terhadap prasarana yang
mendukung pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort, seperti kondisi jalan
dinilai cukup baik dengan nilai skala Likert sebesar 2.98, kendaraan umum dinilai
cukup baik dengan nilai skala Likert sebesar 3.18, penilaian yang sama juga
diberikan pengunjung terhadap rute jalan dengan nilai skala Likert sebesar 3.08.
Penilaian pengunjung terhadap aktivitas luar ruang yang terdapat di Cikole
Jayagiri Resort, seperti kegiatan berkemah, treetop, hiking, dan paintball dinilai
cukup baik oleh pengunjung dengan masing-masing nilai skala Likert untuk
berkemah sebesar 2.95, treetop sebesar 3.40, hiking sebesar 3.40, dan paintball
sebesar 3.38 sedangkan kegitan fun games, ATV ride, dan safari hutan dinilai baik
oleh pengunjung dengan nilai skala Likert masing-masing sebesar 3.63 untuk fun
games, 3.53 untuk ATV ride, dan 3.60 untuk kegiatan safari hutan atau offroad.
Penilaian terhadap pengelolaan kawasan secara keseluruhan dinilai oleh
pengunjung baik dengan nilai skala Likert sebesar 3.60.
6.2 Analisis Pengembangan Strategi Kawasan Cikole Jayagiri Resort
Analisis SWOT yang diterapkan dalam objek wisata merupakan salah satu
cara untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman
dari suatu strategi pemecahan permasalahan pengembangan potensi yang terdapat
di kawasan wisata tersebut. Hasil data analisis SWOT yang dilakukakn
menghasilkan kemungkinan alternatif strategi yang terbaik dan menjadi salah satu
dasar perumusan rekomendasi dalam pengembangan kawasan wisata bagi
pengelola Cikole Jayagiri Resort.
35
Responden yang diwawancari terkait dengan analisis ini terdiri dari tiga
pihak pengelola kawasan Cikole Jayagiri Resort diantaranya adalah site manager,
kepala bagian pemasaran outbound, dan tata usaha. Menurut David (1997) dalam
Sanudin (2009) untuk menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang
harus dipenuhi, sepanjang responden yang dipilih adalah orang-orang yang
memenuhi bidang yang dijalaninya. Namun, semakin banyak responden yang
dilibatkan akan semakin baik untuk mengurangi subjektivitas.
Perumusan alternatif strategi meliputi dua tahapan, yaitu tahap masukan
(input stage) dan tahap pencocokan (matching stage). Tahap masukan merupakan
tahap pengelompokan hasil identifikasi serta menyimpulkan informasi dasar yang
diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFE
(Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Tahap kedua
yaitu tahap pencocokan merupakan tahap perumusan strategi menggunakan
analisis matriks kuadran SWOT dan matriks SWOT.
6.2.1 Tahap Masukan (Input Stage)
Tahap masukan atau input stage merupakan tahap pertama yang dilakukan
sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya dalam tahap formulasi strategi. Pada
tahap ini dilakukan pengelompokan hasil identifikasi faktor-faktor lingkungan
internal dan eksternal objek wisata ke dalam matriks IFE dan EFE.
Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan di lingkungan Cikole
Jayagiri Resort, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang
dapat mempengaruhi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Faktor-
faktor dari analisis lingkungan internal dijabarkan ke dalam matriks IFE (Internal
Factor Evaluation) dan faktor-faktor dari analisis lingkungan eksternal dijabarkan
ke dalam matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation).
Berdasarkan hasil wawancara dan analisis mengenai faktor-faktor internal
terhadap tiga responden, maka tahapan selanjutnya dilakukan pembobotan dengan
menggunakan kuisioner. Pembobotan faktor internal merupakan suatu upaya
untuk membandingkan setiap faktor internal yang mempengaruhi kawasan Cikole
Jayagiri Resort. Hasil penilaian bobot dan rating masing-masing responden
kemudian dibuat dalam bentuk matriks IFE dari keseluruhan responden.
36
Matriks IFE menjabarkan faktor-faktor strategis internal dalam kategori
kekuatan dan kelemahan kawasan wisata. Hasil analisis matriks IFE
menggambarkan seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategi internal terhadap
pengembangan kawasan wisata. Faktor internal dalam metode SWOT merupakan
faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap
perkembangan perusahaan itu sendiri (David 2009). Faktor internal diperukan
dalam suatu perencanaan perusahaan, karena perusahaan dapat memprediksi
sejauh mana keputusan yang dapat diambil untuk memajukan perusahaan tersebut.
Hasil dari wawancara kepada tiga orang pihak pengelola menghasilkan enam
faktor strategi kekuatan dan empat faktor strategi kelemahan. Data mengenai
faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan disajikan dalam Matriks IFE Tabel
12.
Tabel 12 Matriks IFE strategi pengembangan kawasan
No. Faktor Strategi Internal Rating Bobot Skor
(RatingxBobot)
Kekuatan
1. Mengutamakan keaslian dari hutan pinus dengan
panorama alam yang menarik dan berbagai kegiatan
wisata.
4 0.089 0.355
2. Memiliki sarana dan prasarana yang cenderung
lengkap. 4 0.080 0.320
3. Memiliki beberapa tempat penginapan yang
didesain berdasarkan budaya Jawa, Sunda, dan
Lombok.
3 0.092 0.275
4. Letak kawasan yang strategis. 4 0.084 0.337
5. Termasuk dalam rencana pengembangan wisata
andalan Perum Perhutani. 4 0.084 0.337
6. Kerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan. 3 0.096 0.289
Jumlah Total 1.913
Kelemahan
1. Variasi paket objek wisata yang terbatas. 2 0.106 0.213
2. Fluktuasi kunjungan yang tinggi pada masa liburan
saja. 2 0.101 0.201
3. Tidak ada pemaparan mengenai kawasan dari pihak
pengelola 3 0.086 0.257
4. Sudah ada pemanfaatan internet tapi masih bersifat
pasif. 2 0.092 0.183
Jumlah Total 0.854
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Berdasarkan tabel IFE dapat diketahui bahwa kekuatan utama dalam
pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort adalah letak kawasan yang
strategis dan juga termasuk dalam rencana pengembangan Perhutani. Selain itu
37
untuk dapat menarik minat pengunjung pengelola tetap mempertahankan
keberadaan dari hutan pinus dan juga pengelola menyediakan fasilitas yang
lengkap dalam satu kawasan, seperti penginapan, restoran atau café dan
keragaman aktivitas luar ruang yang ditawarkan pengelola. Dalam pengembangan
kawasan pengelola juga melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan
yang bertujuan melengkapi keragaman aktivitas luar ruang.
Faktor kelemahan merupakan penghalang bagi pengembangan kawasan
Cikole Jayagiri, beberapa faktor kelemahan yang menjadi penghalang diantaranya
adalah variasi objek wisata yang ditawarkan oleh pengelola bersifat tertbatas,
sehingga pengunjung yang sudah memilih salah satu paket yang disediakan tidak
dapat menikmati beberapa kegiatan wisata yang ditawarkan, kedua jumlah
kunjungan yang tinggi pada musim liburan saja. Tidak adanya pemaparan dari
pihak pengelola mengenai kawasan, seperti kegiatan yang dapat dilakukan dalam
kawasan Cikole Jayagiri Resort kepada pengunjung, dalam hal ini pengelola
terlalu mengacu pada leaflet atau brosur yang sudah disediakan dan guide yang
bertugas langsung dalam kegiatan yang akan dilakukan oleh pengunjung.
Kelemahan dari Cikole Jayagiri Resort yang keempat adalah pihak pengelola
sudah memanfaatkan internet sebagai media promosi, seperti adanya blog yang
memberikan penjelasan mengenai kawasan dan pengunjung juga dapat melakukan
reservasi secara online, akan tetapi dalam blog tersebut penjelasan mengenai
kawasan tidak sesuai dengan perubahan atau perkembangan fasilitas yang terdapat
langsung dalam kawasan, dan pemesanan reservasi secara online kurang begitu
ditanggapi dibanding memesan dengan menelpon atau datang langsung ke Cikole
Jayagiri Resort.
Matriks EFE menjabarkan faktor-faktor strategis eksternal dalam kategori
peluang dan ancaman kawasan wisata. Hasil analisis matriks EFE
menggambarkan seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategi eksternal terhadap
pengembangan kawasan wisata. Menurut David (2009) faktor ekternal dalam
metode SWOT terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis makro
bertujuan mengidentifikasi peluang dan ancaman makro yang berdampak terhadap
nilai yang dihasilkan perusahaan. Analisis ekternal mikro diterapkan pada
lingkungan yang lebih dekat dengan institusi yang bersangkutan, seperti
38
persaingan dengan pendatang baru dan produk atau jasa pengganti. Hasil dari
wawancara kepada tiga orang pihak pengelola menghasilkan empat faktor strategi
peluang dan dua faktor strategi ancaman. Data mengenai faktor eksternal berupa
peluang dan ancaman disajikan dalam Matriks EFE Tabel 13.
Tabel 13 Matriks EFE strategi pengembangan kawasan
No. Faktor Strategi Eksternal Rating Bobot Skor
(RatingxBobot))
Peluang
1. Pemanfaatan media teknologi informasi (internet)
sebagai media promosi. 2 0.109 0.219
2. Adanya tren sosial yaitu kembali ke alam “Back to
Nature” 3 0.092 0.276
3. Dukungan Pemda Kabupaten Bandung Barat
terhadap pengembangan wisata alam. 3 0.116 0.347
4. Peningkatan perekonomian bagi masyarakat sekitar
kawasan 2 0.115 0.230
Jumlah Total 1.099
Ancaman
1. Status yang tidak menentu dari Tangkuban Perahu. 3 0.129 0.387
2. Berkembangnya objek wisata lain di sekitar
kawasan. 3 0.132 0.397
Jumlah Total 0.784
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Adanya tren sosial kembali ke alam atau back to nature merupakan salah
satu peluang dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort yang
didukung dengan letak kawasan strategis dan keberadaan hutan pinus yang
menyejukkan dapat melepas penat bagi pengunjung yang datang. Selain itu
dukungan dari Pemda Kabupaten Bandung Barat terhadap pengembangan wisata
alam seperti pelebaran jalan yang dilakukan dan perbaikkan jalan menuju
kawasan wisata alam yang terdapat di Kabupaten Bandung Barat. Peluang-
peluang tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh pihak pengelola
dalam pengembangan kawasan.
Akan tetapi ada ancaman yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
pengembangan kawasan dan jumlah kunjungan, seperti bencana alam yaitu status
yang dapat berubah-ubah dari Tangkupan Perahu. Jarak yang tidak terlalu jauh
dari Cikole Jayagiri Resort secara tidak langsung dapat mempengaruhi
pengembangan kawasan dan jumlah pengunjung. Selain itu berkembangnya objek
wisata lain disekitar kawasan dapat mempengaruhi pengembangan kawasan dan
jumlah kunjungan, karena adanya kawasan wisata alternatif.
39
6.2.2 Tahap Pencocokan (Multi Stage)
Tahap pencocokan merupakan tahap untuk merumuskan strategi
berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal kawasan Cikole Jayagiri
Resort. Pada tahap ini alat analisis yang digunakan yaitu matriks kuadran SWOT
dan matriks SWOT.
Berdasarkan tabel IFE dan EFE dapat diketahui hasil perhitungan antara
faktor internal dan eksternal serta untuk mengetahui strategi yang harus dilakukan
dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort, maka dilakukan
pemetaan kedalam matriks kuadran SWOT. Matriks kuadran SWOT ditentukan
berdasarkan perhitungan nilai faktor strategi internal yang berupa pengurangan
antata faktor strategi internal kekuatan dengan faktor strategi internal kelemahan
yang dipetakan pada sumbu x matriks kuadran SWOT dengan nilai sebesar 1.059.
Perhitungan nilai faktor strategi eksternal yang merupakan pengurangan dari
faktor strategi eksternal berupa peluang dengan ancaman yang ditetapkan pada
sumbu y matriks kuadran SWOT dengan nilai sebesar 0.315.
0.315
1.059
Berdasarkan hasil matriks kuadran SWOT strategi yang dilakukan untuk
mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort berada dalam situasi
mengungtukan, terdapat dikuadran satu yang merupakan hasil selisih dari
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang memiliki nilai masing-
masing positif. Strategi yang dapat dikembangkan di Cikole Jayagiri Resort
Gambar 4 Matriks kuadran SWOT Cikole Jayagiri Resort
40
merupakan strategi progresif dengan memaksimalkan kekuatan dan
memanfaatkan peluang dalam mengembangkan kawasan.
Berdasarkan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
diketahui posisi Cikole Jayagiri Resort dan langkah selanjutnya dalam tahap
pencocokan adalah menyusun faktor-faktor strategi yang berkaitan dengan upaya
mengembangkan kawasan di Cikole Jayagiri Resort dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dalam matriks SWOT strategi yang dapat dipilih diantaranya strategi S-O
(Strength- Opportunities), strategi S-T (Strength- Threats), strategi W-O
(Weakness- Opportunities), dan strategi W-T (Weakness- Threats). Posisi Cikole
Jayagiri Resort berada pada kuadran satu dan alternatif yang perlu dilakukan saat
ini adalah S- O (Strength- Opportunity).
Untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki Cikole Jayagiri
Resort dalam mengembangkan kawasan wisata, maka perlu dilakukan faktor
strategi sebagai berikut:
1. Memanfaatkan seluruh potensi wisata yang ada seperti mengutamakan keaslian
hutan pinus yang memiliki keindahan alam dan keanekaragaman aktivitas luar
ruang, dan terdapat sarana dan prasarana yang lengkap dan berada didalam satu
kawasan seperti penginapan yang mengadopsi etnik Jawa, Sunda, dan Lombok.
Dengan segala potensi wisata yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar kawasan.
2. Meningkatkan promosi melalui media masa dengan memanfaatkan tren sosial
back to nature serta meningkatkan sarana dan prasarana yang terdapat di
Cikole Jayagiri Resort dan tetap mempertahankan keberadaan hutan pinus serta
keindahan pemandangan yang didukung dengan berbagai macam kegiatan luar
ruang.
3. Melibatakan berbagai stakeholder dalam bekerjasama untuk perencanaan dan
pengelolaan kawasan yang bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat
lokal. Cikole Jayagiri Resort merupakan salah satu rencana pengembangan
wisata andala Perum Perhutani maka kerjasama yang dapat dilakukan dengan
masyarakat sekitar kawasan dan Pemda Kabupaten Bandung Barat, adanya
kerjasama yang dilakukan oleh pihak pengelola dapat membuka lapangan
pekerjaan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan.
41
6.3 Pemilihan Prioritas Produk Wisata
Berdasarkan Marimin (2010) tahap awal dalam metode AHP adalah
penyusunan hirarki atau biasa disebut dekomposisi. Permasalahan yang kompleks
dan tidak terstruktur diuraikan menjadi kelompok-kelompok yang homogen dan
kemudian menyusunnya ke dalam suatu hierarki melalui proses dekomposisi.
Masing-masing elemen pada setiap level dalam struktur hierarki didapatkan
melalui wawancara dengan pakar serta melalui pengisian kuisioner.
Pengisian kuisioner yang bertujuan menentukan prioritas produk wisata
alam berbasis ekologi di kawasan Cikole Jayagiri Resort diberikan kepada
pengelola kawasan Cikole Jayagiri Resort sebagai responden. Responden
ditentukan berdasarkan tingkat jabatan dan pengetahuan seorang pakar atau
responden terhadap suatu organisasi tersebut, dan responden yang diambil untuk
proses AHP adalah site manager, kepala bagian pemasaran outbound, dan tata
usaha.
Dalam prinsip penilaian menggunakan AHP adalah melakukan
perbandingan berpasangan dalam sebuah matriks. Matriks tersebut merupakan
tabel untuk membandingkan elemen satu dengan elemen lain terhadap suatu
kriteria yang ditentukan. Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam
membandingkan pasangan elemen disetiap level hierarki terhadap suatu elemen
yang berada di level atasnya. Penilaian tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang
terkait dalam kegiatan sertifikasi. Nilai inconsistency ratio dari setiap level
masing-masing pakar harus kurang dari 0,1. Apabila nilainya lebih besar dari 0,1
maka dilakukan revisi penilaian atau pemberian bobot kembali oleh pakar yang
bersangkutan (Marimin 2010).
Struktur hirarki dari model penentuan keputusan prioritas produk wisata
alam di Cikole Jayagiri Resort terdiri dari 3 (tiga) level. Level 1 (satu) merupakan
penentuan sasaran yang ingin dicapai untuk memperoleh prioritas produk wisata
alam di Cikole Jayagiri Resort. Level 2 (dua) dari struktur AHP merupakan
kriteria atau pertimbangan utama untuk menentukan prioritas produk. Kriteria
yang digunakan adalah potensi sumberdaya, karakteristik pengunjung, dukungan
stakeholder, dan sarana prasarana. Level 3 (tiga) dari struktur AHP adalah
alternatif strategi, dalam penentuan prioritas produk wisata alam di Cikole
42
Jayagiri Resort terdapat tiga alternatif produk, yaitu menikmati pemandangan
alam, berkemah, dan outbound. Dalam menentukan prioritas produk wisata alam
berbasis ekologi di Cikole Jayagiri Resort, digunakan kriteria (level 2) dan
alternatif (level 3), dan untuk mecapai tujuan atau sasaran pada level satu.
Dalam menentukan pemilihan prioritas produk wisata alam berbasis ekologi
di kawasan Cikole Jayagiri Resort maka dilakukan perbandingan berpasangan
pada setiap kriteria dan kemudian diolah menggunakan Expert Choice 11. Hasil
dari perbandingan berpasangan pada setiap kriteria dapat diketahui bobot prioritas
tertinggi adalah sarana dan prasarana sebesar 0.287, potensi sumberdaya dan
dukungan stakeholder memiliki bobot prioritas sebesar 0.248 dan karakteristik
pengunjung sebesar 0.218.
Setiap kriteria dilakukan pembobotan secara horisontal pada alternatif
produk dengan menggunakan Expert choice 11 untuk mengetahui prioritas produk
wisata alam berbasis ekologi yang dapat dikembangkan di Cikole Jayagiri Resort,
yang terdapat pada Tabel 14.
Tabel 14 Matriks bobot alternatif produk
Kriteria Alternatif produk
Pemandangan alam Berkemah Outbound
Potensi sumberdaya 0.483 0.178 0.339
Karakteristik pengunjung 0.460 0.221 0.319
Dukungan stakeholder 0.213 0.256 0.532
Sarana dan prasarana 0.221 0.319 0.460
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Berdasarkan pembobotan kriteria yang dilakukan secara horisontal dalam
menentukan pemilihan produk wisata alam dilihat dari kriteria potensi
sumberdaya dan karakteristik pengunjung prioritas produk utama yang dapat
dikembangkan di Cikole Jayagiri Resort adalah pemandangan alam yang memiliki
bobot masing-masing sebesar 0.483 dan 0.460. Hal ini terlihat pada penilaian
kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan skala Likert sebagian besar
pengunjung memiliki penilaian sangat baik terhadap pemandangan. Selain itu
Cikole Jayagiri Resort mempertahankan keberadaan dari hutan pinus untuk
menarik minat pengunjung.
Berdasarkan pembobotan kriteria yang dilakukan secara horisontal yang
berdasarkan kriteria dukungan stakeholder dan sarana prasarana prioritas produk
43
utama yang dapat dikembangkan adalah outbound dengan nilai bobot dari kriteria
dukungan stakeholder untuk kegiatan outbound sebesar 0.532 serta bobot nilai
berdasarkan kriteria sarana prasarana untuk kegiatan outbound sebesar 0.460. Hal
ini terlihat dari banyaknya kegiatan outbound yang disediakan oleh pengelola
Cikole Jayagiri Resort seperti treetop, fun games, ATV ride, paint ball, hiking,
dan safari hutan atau offroad. Dukungan stakeholder seperti Perhutani, investor,
dan pemerintah daerah setempat saling bekerjasama dalam membangun sarana
dan prasarana yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort khususnya dalam
mengembangakan outbound. Pengembangan outbound tersebut disediakan oleh
Perhutani dengan tetap mempertahankan keberadaan hutan pinus. Fasilitas
outbound disediakan oleh pihak investor dan Pemda Kabupaten Bandung Barat
mempromosikan Cikole Jayagiri Resort sebagai tujuan utama wisata alam di
Kabupaten Bandung Barat melalui website.
Dalam menetukan prioritas produk wisata di Cikole Jayagiri Resort
berdasarkan empat kriteria yang berupa potensi sumberdaya, karakteristik
pengunjung, dukungan stakeholder, dan sarana serta prasarana maka dilakukan
pembobotan secara vertikal atau keseluruhan dengan menggunakan Expert Choice
11 seperti yang terdapat pada Gambar 5.
Sasaran
Kriteria
Alternatif
Gambar 5 Struktur hirarki prioritas produk wisata alam Cikole Jayagiri Resort
Berdasarkan analisis AHP secara keseluruhan kegiatan outbound yang
memiliki bobot nilai sebesar 0.414 merupakan produk wisata yang menjadi
prioritas pertama dalam pengembangan produk wisata alam berbasis daya dukung
Pemilihan produk
wisata
Karakteristik
pengunjung
0.218
Potensi
sumberdaya
0.248
Dukungan
stakeholder
0.248
Sarana dan
prasarana
0.287
Menikamati
pemandangan
0.338
Berkemah
0.248
Outbound
0.414
44
di Cikole Jayagiri Resort dengan kriteria penentuan alternatif adalah potensi
sumberdaya, karakteristik pengunjung, dukungan stakeholder, serta sarana dan
prasarana yang tersedia. Cikole Jayagiri Resort yang masih mempertahankan
keberadaan hutan pinus menjadikan kegiatan menikati pemandangan alam sebagai
prioritas kedua dengan bobot nilai sebesar 0.338 berdasarkan analisis AHP secara
keseluruhan atau vertikal. Alternatif ketiga yang dapat dikembangkan di Cikole
Jayagiri Resort yang ditentukan dengan empat kriteria tersebut adalah kegiatan
berkemah dengan bobot nilai sebesar 0.248.
Berdasarkan hasil analisis AHP secara keseluruhan diperoleh nilai rasio
inkonsistensi sebesar 0.01. Nilai tersebut menunjukan informasi yang diperoleh
terdapat pada tingkat kepercayaan yang cukup tinggi dan dapat diterima. Dalam
hal ini responden konsisten dalam pemberian nilai dengan tingkat penyimpangan
yang kecil.
Agar dalam pengembangan kawasan yang disesuaikan dengan pemilihan
prioritas produk wisata tidak menyebabkan over carrying capcity. Pihak pengelola
Cikole Jayagiri Resort perlu melakukan perhitungan daya dukung kawasan pada
setiap kegiatan wisata yang terdapat dalam kawasan tersebut. Perhitungan daya
dukung yang dilakukan pada setiap kegiatan wisata yang tersedia dalam kawasan
ditentukan per hari baik pada saat low season dan peak season.
6.4 Daya Dukung Kawasan Cikole Jayagiri Resort
Menentukan daya dukung kawasan berdasarkan prioritas wisata alam yang
terdapat di Cikole Jayagiri Resort, diperlukan data mengenai luas, unit atau guide
dan waktu yang digunakan berdasarkan kenyamanan pengunjung per kegiatan
wisata serta waktu yang disediakan pengelola. Tabel 15 menjelaskan preferensi
pengunjung mengenai luas, unit atau guide dan waktu yang dibutuhkan oleh
pengunjung dalam menikmati kegiatan wisata yang disediakan oleh pihak
pengelola kawasan Cikole Jayagiri Resort. Kemudian dipilih luas, unit, guide dan
waktu yang paling dominan yang dipilih oleh responden sehingga dapat mewakili
kenyamanan pengunjung.
45
Tabel 15 Preferensi responden dalam hitungan luas, unit, guide, dan waktu
No Jenis Kegiatan Luas dominan yang dibutuhkan Waktu dominan yang
dibutuhkan
Per meter
Frekuensi pemilih
(orang) Menit
Frekuensi pemilih
(orang)
1 Menikamati
pemandangan 1 7 60 2
90 5
120 0
Per unit Frekuensi pemilih
(orang) Menit
Frekuensi pemilih
(orang)
2 Berkemah 5 4 24 4
3 Outbound
a. Tree Top 10 4 40 4
b. ATV ride 6 2 30 2
60 0
c. Paintball 20 4 90 4
d. Offroad 5 5 60 5
Per guide
Frekuensi pemilih
(orang) Menit
Frekuensi pemilih
(orang)
e.Fun games 20 2 60 2
f. Hiking 40 12 120 12
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Produk wisata alam yang paling banyak dipilih oleh pengunjung adalah
outbound khususnya kegiatan hiking. Kegiatan hiking dipilih oleh sebanyak 12
orang responden kawasan Cikole Jayagiri Resort dari 40 responden dengan alasan
rute yang dilalui memiliki tingkat kemudahan dan kesulitan yang berbeda-beda
dengan pemandagan alam yang menarik. Selain itu rute tujuan dari kegiatan
hiking Cikole Jayagiri Resort adalah menuju kawasan wisata terdekat lainnya,
seperti Tangkuban Perahu dan kawah Domas. Kegiatan wisata ini tentunya akan
menjadi hal yang paling utama dalam perhitungan daya dukung karena banyaknya
responden yang melalukan kegiatan hiking. Dalam perhitungan daya dukung
kawasan untuk kegiatan hiking ditentukan berdasarkan jumlah guide, satu orang
guide dapat membawa 40 orang untuk melakukan kegiatan hiking hal ini
bertujuan agar dalam kegiatan hiking tidak terjadi penumpukan atau kepadatan
pengunjung.
Selain data mengenai preferensi pengunjung, data dari pihak pengelola
kawasan Cikole Jayagiri Resort seperti luas, unit atau guide dan waktu diperlukan
dalam menentukan daya dukung kawasan itu sendiri. Pihak pengelola Cikole
46
Jayagiri Resort sendiri menyiadakan waktu untuk wisatawan datang berkunjung
selama 24 jam. Akan tetapi tidak semua kegiatan wisata dibuka selama 24 jam
seperti, kegiatan ooutbound yang rata-rata pihak pengelola menyediakan waktu
untuk wisatawan sebanyak 7 jam mulai pukul 08.00-15.00. Luas, unit atau guide
dan waktu yang disediakan untuk setiap kegiatan wisata berdasarkan pihak
pengelola disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Luas, unit, guide, dan waktu yang disediakan pengelola per kegiatan
wisata dalam satu hari
No Jenis kegiatan Luas yang disediakan (m2) Waktu yang disediakan (Menit)
1 Menikmati
pemandangan 12145 540
Jumlah unit yang disediakan
(unit)
2 Berkemah 5 1440
3 Outbound
a. Tree Top 10 420
b. ATV ride 6 420
c. Paintball 20 420
d. Offroad 5 420
Jumlah guide yang disediakan
(orang)
e.Fun games 4 420
f. Hiking 4 420
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Pihak pengelola Cikole Jayagiri Resort menyediakan luas yang cukup luas
untuk menikamati pemandangan alam, yaitu seluas 12145 m2 dengan
menyediakan tempat duduk yang cukup banyak, sebanyak 40 tempat duduk. Pihak
pengelola meyediakan lima unit atau blok kawasan berekemah yang mampu
menampung 1500 orang, sedangkan dalam kegiatan outbound pihak pengelola
menyediakan perlengkapan yang mendukung kegiatan tersebut sesuai dengan
daya dukung per kegiatan. Hal tersebut dilakukan pengelola untuk memberikan
rasa nyaman pada setiap pengunjung yang akan melakukan kegiatan outbound,
sedangkan untuk waktu yang disediakan oleh pengelola pada setiap kegiatan
outbound yaitu 7 jam yang dimulai pada pukul 08.00-15.00.
Berdasarkan preferensi pengunjung dan data dari pihak pengelola, dapat
dihitung daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort pada setiap kegiatan wisata
per hari Tabel 17.
47
Tabel 17 Perhitungan daya dukung setiap kegiatan wisata
Kegiatan
wisata
Kebutuhan pengunjung Disediakan oleh
pengelola Daya
dukung
orang
per hari
(e = c/a)
Koefisien
rotasi (f =
d/b)
Daya
dukung
kawasan
per hari
(g = e*f)
Luas/unit/guide
(a)
Waktu
(menit)
(b)
Luas/unit/guide
(c)
Waktu
(menit)
(d)
Menikmati
pemandangan 1 90 12145 540 12145 6 72870
Berkemah 1 1440 5 1440 5 1 5
Outbound
a. Tree top 1 40 10 420 10 10.5 105
b. ATV ride 1 30 6 420 6 14 84
c. Paintball 1 90 20 420 20 4.67 93.33
d. Offroad 1 60 5 420 5 7 35
e. Fun games 1 60 4 420 4 7 28
f. Hiking 1 120 4 420 4 3.5 14
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Berdasarkan Tabel 17 maka dapat diketahui daya dukung pada setiap
kegiatan wisata di kawasan Cikole Jayagiri Resort. Menikmati pemandangan alam
dengan duduk santai berdasarkan preferensi pengunjung dan fasilitas yang
terdapat di Cikole Jayagiri Resort daya dukung untuk kegiatan menikamati
pemandangan alam adalah sebanyak 12 145 orang dengan daya dukung kawasan
per harinya adalah 72 780 orang per hari. Berdasarkan preferensi pengunjung dan
jumlah blok yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort daya dukung kawasan yang
dapat ditampung di kawasan tersebut sebanyak lima blok sesuai dengan jumlah
blok perkemahan yang disediakan oleh pengelola kawasan.
Kegiatan outbound yang rata-rata memiliki waktu kunjungan tujuh jam per
harinya memiliki daya dukung kawasan per hari sesuai jumlah unit dan guide
yang disediakan pihak pengelola adalah 359 orang per hari. Apabila dilihat dari
per kegiatan seperti tree top yang memiliki daya dukung kawasan per harinya
sebanyak 105 orang, ATV ride memiliki daya dukung kawasan per harinya
sebanyak 84 orang, paintball memiliki daya dukung kawasan per harinya sebayak
93 orang, sedangkan kegiatan offroad memiliki daya dukung kawasan per harinya
sebanyak 35 orang. Kegiatan fun games dan hiking daya dukungnya dilihat dari
jumlah guide yang mendampingi pada masing-masing kegiatan tersebut. Masing-
masing kegiatan fun games dan hiking memiliki empat guide pada setiap
kegiatannya, untuk satu guide fun games memegang 20 orang dan untuk kegiatan
48
hiking satu guide memegang 40 orang. Berdasarkan uraian di atas maka daya
dukung kegiatan wisata dan daya dukung kawasan per hari secara keseluruhan
pada kawasan Cikole Jayagiri Resort disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort
Kegiatan
wisata
Daya dukung
orang per hari
(a)
Koefisien
rotasi (b)
Daya
dukung
kawasan per
hari (c)
Jumlah
pengunjung
maksimal saat
ini (d)
Rasio % (e
= d/c *100)
Menikmati
pemandangan 12145 6 72870 25830 35.45
Berkemah 5 1 5 2 40.00
Outbound
a. Tree top 10 10.5 105 95 90.48
b. ATV ride 6 14 84 50 59.52
c. Paintball 20 4.67 93.33 60 64.29
d. Offroad 5 7 35 25 71.43
e. Fun games 4 7 28 15 53.57
f. Hiking 4 3.5 14 10 71.43
Total 12199 73234.33 26087
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Tabel 18 menunjukkan seluruh kegiatan wisata yang dapat dilakukan di
Cikole Jayagiri Resort memiliki daya dukung kawasan per harinya adalah 73 234
orang. Daya dukung terbesar terdapat pada kegiatan menikmati pemandangan
alam dengan duduk santai. Rasio terbesar terdapat pada kegiatan outbound
khususnya tree top yaitu sebesar 90.48%. Hal ini dikarenakan tree top yang
terdapat di Cikole Jayagiri Resort merupakan area tree top terbesar di kawasan
Bandung yang memiliki 8 sirkuit, 88 rintangan dan 26 flying fox. Rasio tersebut
menunjukkan bahwa kondisi Cikole Jayagiri Resort masih dibawah kondisi daya
dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort. Akan tetapi kondisi tersebut belum
mempertimbangkan jumlah pengunjung pada saat peak seosen dan low seaon.
Perbandingan daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort dengan jumlah
pengunjung pada saat kondisi low season dan peak season disajikan pada Tabel
19.
49
Tabel 19 Perbandingan daya dukung kawasan dengan jumlah pengunjung pada
tahun 2013
Hari kunjungan Jumlah Pengunjung per hari (a) *) DDK(b) Rasio % (c= a/b*100)
Senin 525 73234 0.72
Selasa 669 73234 0.91
Rabu 2559 73234 3.49
Kamis 1097 73234 1.50
Jumat 1819 73234 2.48
Sabtu 2404 73234 3.28
Minggu 3476 73234 4.75
Semester 1431 73234 1.95
Lebaran 1232 73234 1.68
Akhir tahun 4685 73234 6.40
Sumber: Hasil analisis data primer (2014)
Ket: *) data pihak pengelola
Berdasarkan Tabel 19 perbandingan jumlah pengunjung Cikole Jayagiri
Resort pada saat kondisi low season kawasan Cikole Jayagiri Resort terjadi pada
hari kerja, yaitu hari senin sampai dengan hari jumat yang masih berada di bawah
batas ambang daya dukung kawasan. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi
peak season seperti libur semester, lebaran dan akhir tahun perbandingan
pengunjung dengan daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort masih berada di
bawah batas ambang daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort. Hasil
perbadingan antara low season dan peak season tersebut menunjukkan bahwa
masih terdapat ruang untuk mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort
sesuai dengan strategi pengembangan dari analisis SWOT dan daya dukung
kawasan.
50
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Indikator persepsi responden terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort rata-rata
bernilai baik. Hal ini disebabkan karena Cikole Jayagiri Resort merupakan
salah satu kawasan wisata alam yang memiliki kelengkapan fasilitas dalam satu
kawasan dilihat dari kondisi kawasan, sarana dan prasarana, keragaman
aktivitas luar ruang serta pengelolaan dari kawasan Cikole Jayagiri Resort.
2. Strategi yang digunakan dalam mengembangkan kawasan wisata Cikole
Jayagiri Resort dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang,
seperti mempertahankan potensi yang dimiliki, meningkatkan promosi melalui
internet, memanfaatkan tren sosial back to nature, dan melakukan kerjasama
dengan berbagai stakeholder dalam rangka meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar kawasan.
3. Prioritas utama dalam pengembangan produk wisata alam di Cikole Jayagiri
Resort adalah outbound yang didukung dengan sarana dan prsarana yang
memadai, dukungan stakeholder, potensi sumberdaya serta sesuai dengan
karakteristik pengunjung.
4. Daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan jumlah pengunjung
per hari pada saat dilakukan penelitian berada di bawah batas ambang daya
dukung kawasan, sehingga masih dapat dilakukan pengembangan terhadap
kawasan Cikole Jayagiri Resort.
7.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pihak pengelola perlu meningkatkan promosi melalui blog yang telah tersedia,
sehingga pengunjung dapat mengetahui ketersediaan layanan terbaru yang
ditawarkan oleh pengelola serta dapat melakukan pemesanan secara online.
2. Pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort disesuaikan dengan persepsi
pengunjung dengan tidak merubah fungsi awal dari hutan pinus.
51
3. Penelitian mengenai strategi pengembangan kawasan wisata alam perlu
dikembangkan terutama penelitian strategi pengembangan dengan
memperhatikan daya dukung kawasan, agar kegiatan wisata alam tetap
memperhatikan fungsi awal dari kawasan tersebut.
52
DAFTAR PUSTAKA
[PHPA] Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1996. Pola Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Wisata Alam dan
Hutan Lindung. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam.
Bogor.
Adyanti D. 2010. Kajian Pengelolaan Kawasan Wisata Situ Cigayonggong
Kecamatan Kasomalang Subang [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Budiaji W. 2013. Skala Pengukuran dan Jumlah Respon Skala Likert. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Perikanan II(2): 125-131.
David F. 2009. Manajeman Strategi: Konsep Buku 1 Edisi 12. Jakarta: Salemba
Empat.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat. 2010. Potensi
Wisata di Kabupaten Bandung Barat. http://disbudpar-kbb.blogspot.com/.
[diunduh 2014 Januari 2].
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2012. Data dan Informasi Pemanfaatan
Hutan Tahun 2012. Jakarta: Ditjen Planologi Kehutanan, Kementerian
Kehutanan
Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian
Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Oprasi). Bogor: Ditjen
PHKA, Departemen Kehutanan.
Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Hawkins JP, Roberts CM, Buchan K, Susan. 2005. White Sustainability of Scuba
Diving Tourism on Coral Reefs of Saba. Coastal Management. Volume 33,
Number 4/October-December 2005.
Irza Rinaldi. 2013. Cara Anda Bertindak Sekarang Juga. http://www.wwf.or.id/.
[2014 Januari 2]
Isterah. 2014. Dampak Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Kebun Raya Bogor
Sesuai Daya Dukung [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Ketjulan R. 2010. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau
Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi
Tenggara [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kodhyat H. 2007. Cara Mudah Memahami dan Mengembangkan Pariwisata
Indonesia. Jakarta: Indonesia Ecotourism Network (INDECON).
Libosada C. 1998. Ecotourism In The Philippines. Makaty City (PH): Bookmark.
Lubis HS. 2006. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di
Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. [Tesis].
Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Manan S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan.Perum
Perhutani. Jakarta.
53
Marimin, Magfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor: IPB Press.
Martono N.2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Analisis Isi dan Data Sekunder.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Maryani E. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Secara Terpadu Melalui Ekowisata.
Jurnal Geografi Gea.
Mitchell B, Setiawan B, Rahmi DH. 2003. Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Moraru AD. 2011. Development and Diversification of Services-An Approach at
Tourism Services Level in Romania. Annales Universitatis Apulensis Series
Oeconomica XIII(1):127-133.
Mustafa H. 2000. Teknik Sampling. http://home.unpar/hasan/sampling.doc.
[diunduh 10 Juni 2014]
Nandi. 2005. Memaksimalkan Potensi Wisata Alam di Jawa Barat. Jurnal
Manajemen Resort dan Leisure I(1).
Nazir M. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gndisa Indonesia.
Nugroho, Aliyah I. 2013. Pengelolaan Kawasan Wisata Berbasis Masyarakat
sebagai Upaya Penguatan Ekonomi Lokal dan Pelestarian Sumberdaya Alam di
Kabupaten Karanganyar. Cakra Wisata XII(1):26-33.
Prasetyo B dan Jannah LM. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Purnamasari Q, Indrawan A, Muntasib EKSH. 2005. Kajian Pengembangan
Produk Wisata Alam Berbasis Ekologi di Wilayah Wana Wisata Curug
Cilember (WWCC), Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Hutan Tropika
XI(1):14-30.
Purnamsari Q. 2004. Kajian Pengembangan Produk Wisata Alam Berbasis
Ekolohi di Wilayah Wana Wisata Curug Cilember (WWCC), Kabupaten Bogor
[tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Purnomo C. 2008. Efektivitas Strategi Pemasaran Produk Wisata Minat Khusus
Goa Cerme, Imogiri, Bantul. Jurnal Siasat Bisnis XII(3):187-197.
Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Sanudin. 2009. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat Pinus di Kabupaten
Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
VI(2): 131-149.
Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan dan Pembangunan. Jakarta::
Djambatan.
Suwantoro G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: ANDI.
Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata Introduksi, Informasi, dan Implementasi.
Jakarta: Kompas Media Nusantara.
54
Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari sebagian Alternatif Pemanfaatan
Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
55
LAMPIRAN
56
Lampiran 1 Peta lokasi Cikole Jayagiri Resort
Sumber: cybermap.co.id
57
Lampiran 2 Struktur organisasi Cikole Jayagiri Resort
Anny Heryani
Site Manager
Tati Rohayati
Staf TU
Endang
Solihin
Staf TU
Dede Joni
Eri
Kusmiran
Asep Suryadi
Lilis
Rumilah
Ihwanudin
Koordinator House
Keeping
Front
Office
Koordinator
Outbound
Front
Office
Koordinator
Café
Deden Rahmat
Apit Suhendar
Ryan Rifanie
House Keeping
Koordinator
Lapang
Kasir Café
Karwita
Arwin Juninta
Yana
Herdiana
Koordinator Peralatan
House Keeping
Café Service
Irfan Ferdiansyah
Jajang
Ayep Hidayat
Room Service
House Keeping
Chef
Haris Riswanto
Supriadi
Ajat Sudrajat
Room Service
Ticketing
Chef
Iing Sodikin
Aula
Iyan
Room Service
Irfan Nurohman
Room Service
58
Lampiran 3 Matriks SWOT Cikole Jayagiri Resort
Faktor Internal Strength (S) Weakness (W)
Faktor Eksternal
1. Mengutamakan keaslian
hutan pinus dengan
panorama alam yang
menarik.
2. Memiliki sarana dan
prasarana yang cenderung
lengkap.
3. Memiliki penginapan yang
didesain berdasarkan
budaya Jawa, Sunda, dan
Lombok.
4. Letak kawasan yang
strategis.
5. Termasuk dalam rencana
pengembangan wisata
andalan Perum Perhutani.
6. Kerjasama dengan
masyarakat sekitar
kawasan.
1. Variasi paket objek wisata
yang terbatas.
2. Fluktuasi kunjungan yang
tinggi pada masa liburan.
3. Tidak ada pemaparan
mengenai kawasan dari
pihak pengelola Cikole
Jayagiri Resort.
4. Pemanfaatan internet yang
kurang maksimal.
Opportunities (O) Strategi S-O Strategi W-O
1. Pemanfaatan internet
sebagai media promosi.
2. Adanya tren sosial back to
nature.
3. Dukungan Pemda terhadap
pengembangan wisata
alam.
4. Peningkatan perekonomian
bagi masyarakat sekitar
kawasan.
1. Memanfaatkan seluruh
potensi wisata yang ada
untuk meningkatkan
peluang terbukanya
lapangan pekerjaan (S1, S2,
S3, S4, O4).
2. Memanfaatkan aksesibilitas
dalam kegiatan promosi
(S1, S2, O1, O2).
3. Meningkatkan kualitas
sarana dan prasarana sesuai
kebutuhan, dengan
mempertimbangkan aspek
ekologi (S21, S2, O2).
4. Melibatkan seluruh
stakeholder dalam
perencanaan dan
pengelolaan wisata (S5, S6,
O3, O4).
1. Meningkatkan promosi
wisata alam dan membuka
peluang lapangan pekerjaan
(W2, W4, O1, O4).
2. Memanfaatkan tren sosial
dan dukungan pihak lain
untuk mempertahakan
aspek ekologi (W1, W3,
W4, O2, O3).
Threats (T) Strategi S-T Strategi W-T
1. Status yang dapat beruba-
ubah dari Tangkuban
Parahu.
2. Berkembangnya objek
wisata lain di sekitar
kawasan.
1. Memanfaatkan segala
potensi yang terdapat di
Cikole Jayagiri Resort (S1,
S2, S3, S4, T1, T2).
2. Memperkuat kerjasama
dengan berbagai
stakeholder untuk
meningkatkan
perekonomian lokal (S5,
S6, T2).
1. Memperkuat kerjasama
dengan berbagai
stakeholder untuk
meningkatkan promosi,
perekonomian, peningkatan
SDM, dan pemahaman
ekologi sehingga menguragi
ancaman terhadap potensi
wisata alam yang terdapat
di Cikole Jayagiri Resort
(W1, W2, W3, W4, T1,
T2).
59
Lampiran 4 Perhitungan Daya Dukung Kawasan Cikole Jayagiri Resort
berdasarkan kegiatan wisata
1. Menikamati pemandangan alam dengan duduk santai
Luas area yang disediakan pengelola:
Tempat duduk yang tersebar di seluruh kawasan sebayak 40 buah:
Waktu yang disediakan pengelola : 9 jam (540 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1.5 jam (90 menit)
Koefisien rotasi :
6
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 40 x 6 = 240
2. Berkemah
Jumlah unit atau blok yang disediakan : 5 blok
Waktu yang disediakan pengelola : 24 jam (1440 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 24 jam (1440 menit)
Koefisien rotasi :
1
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 5 x 1 = 5
3. Outbound
a. Tree top
Jumlah unit fullbody harness yang disediakan : 10 unit
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 40 menit
Koefisien rotasi :
10.5
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 10.5 x 10 = 105
60
b. ATV ride
Jumlah unit yang disediakan : 6 unit
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 0.5 jam (30 menit)
Koefisien rotasi :
14
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 6 x 14 = 84
c. Paintball
Jumlah unit yang disediakan : 20 unit
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1.5 jam (90 menit)
Koefisien rotasi :
4.67 = 5
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 20 x 4.67 = 93.34 = 93
d. Offroad
Jumlah unit yang disediakan : 5 unit
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1 jam (60 menit)
Koefisien rotasi :
7
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 5 x 7 = 35
e. Fun games
Jumlah guide yang disediakan : 4 guide
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1 jam (60 menit)
Koefisien rotasi :
7
Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 4 x 7 = 32
61
f. Hiking
Jumlah guide yang disediakan : 4 guide
Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)
Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 2 jam (120 menit)
Koefisien rotasi :
3.5
Daya tamping per hari : (DDK x Koef. rotasi)
= 4 x 3.5 = 14
62
Lampiran 5 Dokumentasi Kawasan
Gerbang masuk Cikole Jayagiri Resort
Area outdoor activity
63
Penginapan
64
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 2 Juli 1993 dari ayah Sugeng
Winarno dan ibu Iit Saribanon. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1997 bersekolah di TK Aisyah lalu melanjutkan ke SDN Baros III Kota
Cimahi pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di
SMP Negeri 1 Cimahi pada tahun 2007 dan melanjutkan ke SMA Negeri 3
Cimahi. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan.
Selama kuliah penulis merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra
Kaheman (2011- 2012) dan Himpunan Profesi Resources and Environmental
Economics Student Association divisi Enterpreneurship (2011-2012) serta ketua
divisi Enterpreneurship Himpunan Profesi Resources and Environmental
Economics (2012-2013).
Selama masa perkuliahan penulis aktif di berbagai kepanitiaan diantaranya
Pamitran UKM Gentra Kaheman, Aerogreen 2011, The 3rd
Greenbase, The 4th
Greenbase, dan OMI 2013.