Download - Analisis Marxis
REVIEW III
Analisis Marxist
Marxisme sebenarnya adalah suatu sintesis dari berbagai arus ideologi yang berkembang
pada masa awal dan pertengahan abad ke-19 . Bagi kaum Marxis, materialisme mengacu pada
konsepsi sejarah .. dan cara masyarakat mengorganisasi dirinya sendiri. Dalam pandangan
Marxis, materi adalah tuhan itu sendiri, tiada yang mempunyai kekuatan dalam penciptaan
kecuali materi. Marxisme dimulai dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas,
dan materilah yang membentuk akal, bukan sebaliknya. Hanya materilah yang merupakan esensi
awal pencipta dari segenap wujud, kemudian berevolusi menggunakan teori hukum dialektika
internal menuju kehidupan nabati, berevolusi lagi menuju kehidupan hewani, kemudian insani
dan, pada akhirnya menciptakan karya terbesar yang mampu membedakan manusia dengan
wujud lain, terciptalah logika.
Marx dalam Kritik ekonomi politik (1964) mengemukakan pembahasan tentang hubungan antara
masyarakat dan kesadaran. Dalam produksi social, dimana orang masuk dalam sebuah hubungan
yang pasti sangat diperlukan dan tergantun pada kemauan mereka, hubungan produksi sesuai
dengan perkembangan kekuatan produksi material mereka. Totalitas hubungan ini merupakan
struktur ekonomi dalam masyarakat – dasar yang nyata, dimana superstruktur hokum dan politik
membentuk kesadaran social. Bentuk produksi kehidupan material menentukan karakter dari
proses social, politik dan spiritual kehidupan. Bukan kesadaran seseorang yang menentukan
eksistensinya, tetapi sebaliknya, keberadaan social yang menentukan kesadarannya.
A. Masyarakat Konsumen/Pengguna
Menurut Marx, efek dari kapitalism : “ada spekulasi bahwa setiap orang berusaha untuk
menciptakan kebutuhan baru dalam diri orang lain, sehingga orang lain tersebut akan berkorban
untuk bisa memenuhi kebutuhan baru tsb, maka dia akan terikat pada satu hbungan keterikatan
baru dan diajak masuk ke dalam satu jenis kenikmatan baru sehingga menciptakan kehancuran
ekonomi bagi diri mereka sendiri”.
Periklanan menggerakkan keinginan, menciptakan ketidakpuasan, dan secara umum memberikan
sebuah keterasingan di dalam masyarakat kapitalis, supaya budaya konsumsi tetap dapat dijaga.
Tidak ada hal yg tidak akan dilakukan, digunakan, dan dipilih oleh institusi periklanan utk
mencapai targetnya. Jika memang iklan harus menggunakan seksualitas, mendukung gerakan
hak-hak perempuan, ‘memperdagangkan’ kanker (melalui produk rokok), menggoda anak-anak,
dan menakut2i massa maupun menggunakan taktik2 lain, maka hal ini akan dilakukan. Iklan
berupaya mengalihkan perhatian orang dari fokus sosial dan politik. Dan menggiring perhatian
tersebut menuju hal-hal yg bersifat narsis dan pribadi. Dalam periklanan, kepuasan pribadi
manusia dikembangkan menjadi obsesi, dan rasa keterasingan diperkuat sehingga melemahkan
hubungan sosial.
Iklan lebih dari sekedar memperdagangkan barang-barang. Ia mengontrol kehidupan sehari-hari
dan mendominasi hubungan sosial, juga mampu memisahkan khalayak satu dengan lainnya.
Iklan merupakan seni popular yang dibawa media massa. Iklan memiliki misi jangka pendek dan
jangka panjang. Misi jangka pendek adalah untuk menjual produk-produk atau kebaikan2-
kebaikan, sedangkan misi jangka panjang untuk menciptakan kelas sosial dalam khalayak.
Wolfgang Fritz Haug : “para pemilik modal yang mengendalikan industri kapitalis telah belajar
untuk melebur seksualitas menjadi komoditas, dan hal ini memberikan keuntungan yang lebih
besar kepada mereka, karena mereka dapat menjual barang sekaligus jasa.
Saat ini, Produk-produk di seluruh dunia dikemas semenarik mungkin (komoditi estetika),
dimana kemasan produk-produk ini juga merepresentasikan imajinasi masyarakat dari budaya
mereka masing-masing sehingga menarik minat khalayak untuk membeli. Hal ini membuat
khalayak bpikir bahwa mereka membeli barang atas kemauan mereka sendiri padahal sebenarnya
mereka membeli sebagai respon atas “stimulus” yang digerakkan oleh pengiklan dan komoditas
itu sendiri.
Menurut Haug, khalayak dimotivasi dan dimanipulasi oleh paksaan-paksaan di luar kontrol
mereka (dalam hal ini oleh para pengiklan). Hal ini terlihat dari analogi foto sekumpulan burung
merpati yg membentuk tulisan Coca Cola. Haug mengatakan bahwa burung2 ini tidak dengan
sengaja membentuk tulisan ini. Mereka melakukan itu karena di atas pola tulisan ini telah disebar
makanan, sehingga mereka datang untuk memakan makana tersebut,lalu fotografer mengambil
gambar mereka dari atas & jarak yg jauh.
B. Pahlawan-pahlawan Borjouis
Media menampilkan “sosok” yang membantu membentuk zaman dan mengubah masyarakat.
Sosok ini dijadikan sebagai model untuk diimitasi dan membantu masyarakat memperoleh jati
diri mereka masing-masing. Sosok-sosok ini ditampilkan dalam tokoh film, drama tv, buku-buku
komik, iklan, dsb. Bagi Marxis, sosok-sosok “pahlawan” yg ditampilkan ini digunakan sebagai
sarana untuk mempertahankan status quo, yaitu mengekalkan ideologi kapitalis dalam bentuk yg
disamarkan, yaitu dengan menjaga hasrat mengkonsumsi khalayak dalam titik tertingginya.
Menurut Caudwell, konsep pensosokan (heroism) ini naif karena tidak sesuai dengan konteks
sosial ekonomi masyarakat. Caudwell mempertanyakan faktor apa yang membentuk pensosokan
(heroism). Menurut Caudwell, industri kapitalis melalui media telah mendefinisikan pahlawan
bukan sebagai orang yang menguasai persoalan, tapi orang yang menguasai orang lain.
C. Hegemoni
Dalam definisi umum, hegemoni diartikan sebagai upaya suatu negara atau bangsa mendominasi
atau mengatur terhadap negara atau bangsa yg lain. Sedangkan dalam pandangan Marxis,
hegemoni adalah dilihat sebagai aturan atas kekuasaan yg jelas, pada suatu waktu dapat
berbentuk kekerasan,tapi di saaat yg lain berbentuk hegemoni yang lebih halus dan bsifat
membujuk.
Williams mengatkan hegemoni merupakan politik, dalam waktu genting dapat berupa kekerasan
atau paksaan (hlm 108). Hegemoni pada dasarnya juga merrpakan hubungan yg rumit antar
kekuatan politi, sosial & budaya. Hegemoni lebih penting dari (mencakup) 2 konsep yg lain:
budaya, yang membentuk kehidupan kita, dan ideologi yang dalam perspektif Marx merupakan
proyeksi atas kepentingan spesifik dari suatu kelas.
Williams, Hegemoni ini menjadi sesuatu yang diberikan kepada khalayak atau sesuatu yang
dianggap wajar (commonsense) di dalam realitas khalayak dan diterima tanpa sadar, dengan
tujuan terakhirnya adalah mempertahankan dominasi kelas yg berkuasa. Media menjadi
instrument hegemoni yg memiliki pengaruh yg luas dan dalam. Media membentuk pandangan
khalayak mngenai diri mrk sndiri dan dunia, jg membentuk pandangan hidup khalayak.
D. Permasalahan dari konsolidasi media
Fenomena saat ini: meningkatnya konsolidasi global media sehingga media memiliki kmampuan
untuk membentuk kesadaran sejumlah besar orang dan media menyatkan bahwa mereka
memiliki kekuatan untuk menjual iklan ruang & waktu kmudian fakta bahwa media hanya
dikuasai oleh segelintir orang merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan.
Seperti yg diutarakan oleh Ben Bagdikian di dalam penelitiannya, bahwa setengah lusin
perusahaan-perusahaan media raksasa mendominasi media-media di seluruh dunia. Lebih lanjut
organisasi besar tersebut mengkonsolidasikan kekuatannya dengan bersekutu dengan
perusahaan-perusahaan media lainnya. Media-media yang besar tersebut concernnya bukan pada
kepentingan publik, namun pada profit. Mereka juga sering memiliki agenda-agenda politik,
seperti menyokong politisi yg akan bersikap bersahabat kepada mereka & mensahkan undang-
undang yang mendukung kepentingan mereka.
E. Bahaya Doktrin
Marxis pada dasarnya membagi dunia menjadi dua kelpmpok: kelas borjuis yang memiliki alat-
alat prodksi, dan kelas proletar bersama sekutunya yang ingin menyelamatkan masyarakat & diri
mereka sendiri. Marxism merupakan sistem pemikiran humanis yang memungkinkan orang-
orang untk menguasai produksi, hidup yang bermanfaat. Marxism juga sebuah ideologi yang
menjelaskan (hampir) segala hal di dunia berdasarkan pada axioma dan kepercayaan dasar yang
menjadi motif bagi hal-hal lainnya.
Bahaya bagi para analis media marxist adalah mereka bisa mengetahui jawaban sebelum
mengajukan pertanyaan. Marxist membatasi kategori-kategori pemikiran mereka, pertanyaan
yang mereka ajukan tentang seni populer yang dibawa oleh media seringkali sangat terbatas.
Sebagimana Frenchman (Freudian) melihat sex sebagai motif dasar dari semuanya, analis media
Marxis cenderung melihat eksploitasi alienasi, manipulasi & ideologi dari setiap seni populer &
menekankan pada konten ideologinya.
Ada bahaya yang mengerikan menjadi seorang Marxis, yang mana mereka melihat kerja dari
budaya populer hanya di dalam konsep dan gagasan Marxist. Ini bukan berarti tidak terdapat
dimensi ideologi lain dari produk-produk yg diproduksi media massa nyatanya ada, dan para
penganalisis media harus aware terhadap hal itu. Mereka seringkali mengabaikan beberapa
aspek: psikologi, moral, estetika. Mereka tidak seharusnya berusaha utk menyesuaikan
(mencocok-cocokkan) material yg dibawa oleh media ke dalam gagasan Marxist.
F. Analisis Jaringan-Kelompok
Dikembangkan oleh Mary Douglas : “Keterlibatan individual dalam kehidupan sosial dibagi
menjadi 2 dimensi: yaitu GROUP (kelompok) yang mengacu pada sejauhmana seseorang bisa
disatukan kedalam unit-unit yang terbatas. Dan GRID (jaringan) yang mengacu pada sejauhmana
kehidupan individu dibatasi oleh hokum-hukum eksternal yang memaksa. Semakin kuat dan luas
cakupan hokum-hukum ini, semakin kecil peluang yang terbuka bagi individu untk melakukan
negosiasi. Pengaruh kelompok terhadap seseorang dapat bersifat kuat atau lemah. Sedangkan
dimensi dari GRID berkenaan dengan apakah individu harus patuh pada banyak aturan dan
hukum, atau hanya beberapa saja [Douglas]. Thompson dkk, menjelaskan bagaimana tipologi
grid-group menghasilkan empat budaya politik : yaitu hirarki elitis, egalitar, persaingan
individual, dan fatalis.
G. Kritik Marxist dalam Dunia Postmodern
Intinya mengenai : apakah Marxisme itu merupakan filosofi terbaik yang digunakan untuk
menganalisis dan mengkritik budaya dan media massa, saat ini masih merupakan sutau
perdebatan. Pembahasan juga mengenai kritikan dari kalangan postmodern terhadap pemikiran
Marxism yang dianggap sudah lama dan tidak bisa lagi diterima sepenuhnya oleh pemikiran
para filsuf postmodern untk melihat dunia saat ini.
Jean-Francois Lyotard di dalam bukunya “the postmodern condition (1984)” :
“postmodern merupakan ketidakpercayaan terhadap metanaratif, pada keusangan
aparatur metanaratif dalam hubungan legitimasi, terutama pada krisis filosofi metafisik
dan institusi perguruan tinggi yang dulu mengandalkan konsep ini.
Lyotars: Metanaratif yang ditemukan di agama dan politik tidak bisa lagi digunakan
untuk mendominasi pemikiran manusia. Yang kita miliki saat ini adalah berbagai narasi
(narrative) & cara berpikir yang masuk akal mengenai dunia, hal ini membawa pada
krisis legitmasi.
Jika para filsuf menemukan konsep Marxist ini bisa digunakan, bermanfaat, dan bisa
menjelaskan dg lebih baik daripada perspektif lain, mak amereka dapat menggunakannya.
Dan jika tidak, maka mereka akan menggunakan analisis media dengan sudut pandang
yang lainnya.