ANALISIS KENDALA PENERAPAN BANK SYARIAH DI LUBUK RAJA OKU SUMATERA SELATAN
(Studi Kasus Di Desa Battuwinangun)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E. Sy)
Oleh:
GRAND ABDUL HAKIM. F
NIM 103046128225
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS KENDALA PENERAPAN BANK SYARIAH DI LUBUK
RAJA OKU SUMATERA SELATAN (Studi Kasus Di Desa Battuwinangun) telah
diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 19 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada program studi
Muamalat/Perbankan Syariah.
Jakarta, 22 Juni 2010
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian 1. Ketua : Dr. Euis Amalia. M. Ag ( .………………… )
NIP. 197107011998032002
2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH ( ……...………….. ) NIP. 197407252001121001
3. Pembimbing I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkani Putra (………………….. )
4. Pembimbing II : Dr. Syahrul A’dham. M. Ag ( ……..…………... ) NIP. 197305042000031002
4. Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( ............................. ) NIP. 195505051982031012
5. Penguji II : M. Nur Rianto Al Arif. SE. M.Si (...………………... ) NIP. 19811013
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Mei 2010
Grand Abdul Hakim. F
NIM 103046128225
iv
ABSTRAKSI
Semakin menggiurkannya bisnis di sektor perkebunan karet dewasa ini telah
memikat industri keuangan baik konvensional maupun syariah untuk berlomba-
lomba menjadi mitra usaha para pengusaha perkebunan karet. Salah satu daerah
penghasil karet adalah Lubuk Raja OKU Sumsel.
Dengan masyarakat yang masih menjunjung tinggi norma-norma agama
Islam, idealnya bank syariah lebih banyak digunakan sebagai mitra dalam usaha
perkebunan karet. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan
pengusaha perkebunan karet di Battuwinangun terhadap bank syariah dan kendala
penerapan bank syariah pada sektor perkebunan karet di desa Battuwinangun.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang didukung dengan data
kuantitatif dalam menggambarkan dan menjelaskan mengenai usaha, pelaku
usaha, dan persepsi masyarakat tentang bank syariah dan produk pembiayaan
yang ditawarkan oleh pihak bank. Jenis data yang digunakan adalah data primer
melalui instrumen wawancara dan kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh
berdasarkan data-data dan dokumen-dokumen.
Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya pengusaha
perkebunan karet memiliki respon dan pandangan yang positif terhadap sistem
ekonomi syariah yang diterapkan oleh bank syariah. Namun belum adanya
kerjasama dan sosialisasi yang maksimal menjadi kendala utama produk
pembiayaan bank syariah belum banyak digunakan.
v
אאא
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, mengiringi
selesainya penulisan skripsi ini, karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, dalam rangka memenuhi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Ekonomi Syariah pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada penerang bagi
kehidupan yaitu Nabi Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat dan umatnya
sampai akhir zaman.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam
proses tersebut tidaklah terlepas dari segala bantuan, bimbingan dan motivasi dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin memberikan
penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH. MA. MM. selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Euis Amalia, M.Ag. selaku Ketua Jurusan dan H. Ah. Azharuddin Lathif,
M.Ag, MH. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Ir. H. Murasa Sarkani Putra dan Dr. Syahrul A’dham. M. Ag atas
kesediannya memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing,
vi
mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, salam ta’dzim penulis mudah-mudahan semua
menjadi berkah dan manfaat.
4. Kepala Perpustakaan Utama dan Fakultas beserta para stafnya yang telah
banyak membantu penulis melakukan penelitian.
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan berbagai bekal ilmu
kepada penulis sejak penulis duduk di bangku kuliah hingga lulus dari
kampus tercinta ini.
6. Kedua orang tua penulis: Ayahanda Drs. Fachruddin. Rusman dan Ibunda
Siti Atikah yang senantiasa penulis mohon ridho dan doa-doanya, terutama
dalam membantu, mendukung dan memotivasi penulis baik secara moriil
dan materiil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Adik-adikku Nyimas Jannatul Firdaus dan Bunia Darojatun Aliya yang
selalu penulis banggakan dan sayangi sepenuh hati.
8. Kepada bapak H. Fathoni yang telah bermurah hati memberikan banyak
masukan dan izin kepada penulis untuk tinggal selama penelitian, Bapak
H. Ramadhon, Bapak Syafa’at, Bapak Poniran selaku PPL dishutbun
Lubuk Raja, dan segenap masyarakat Battuwinangun yang telah turut
membantu atas kelancaran skripsi ini baik secara langsung atau tidak
langsung.
9. Sahabat-sahabatku yang selalu setia menemani saat suka dan duka Opik,
Ari yang telah membantu penulis dengan mengizinkan penulis menjadi
benalu di kosan, Edoy, Razka, Udin atas kiriman-kiriman film narutonya,
vii
dan teman-teman kosan lainnya yang tentunya tidak bisa desebutkan
semuanya.
10. Sahabat terbaik penulis Digdo, Harun, Iwan atas banyak masukan dan
inspirasinya, My group yang sudah sibuk dengan dunia masing-masing
Bedol, Yasir, Ratih, dan sahabat-sahabat seperjuangan jurusan perbankan
syariah khususnya kelas A yang slalu memberikan motivasi buat penulis.
Besar harapan penulis bahwa tulisan ini dapat memberikan kontribusi
yang positif bagi khasanah Ilmu Ekonomi Islam dan aparat pembuat kebijakan
khususnya pedidikan ekonomi syariah.
Peulis sadar bahwa masih diperlukan banyak penyempurnaan dalam
penulisan skripsi ini, karena manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Atas
semua perhatiannya penulis haturkan terima kasih.
Jakarta, 16 Mei 2010
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Lembar Judul ..................................................................................................
Lembar Pengesahan .......................................................................................
Lembar Pernyataan ........................................................................................
Abstraksi ........................................................................................................
Kata Pengantar ...............................................................................................
Daftar Isi ........................................................................................................
Daftar Tabel ...................................................................................................
Daftar Lampiran .............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................................
D. Tinjauan Kajian Terdahulu .....................................................................
E. Kerangka Teori dan Konseptual .............................................................
F. Metodologi Penelitian .............................................................................
G. Sistematika Penulisan .............................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Murabahah .........................................................................
B. Strategi Pemasaran .................................................................................
C. Teori Pengambilan Keputusan ...............................................................
i
ii
iii
iv
v
viii
ix
xii
1
5
6
7
11
11
15
17
24
29
ix
BAB III Gambaran Umum Objek Penelitian
A. Perkebunan Karet Desa Battuwinangun ............................................
B. Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Baturaja .............................
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun .....
B. Pandangan Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun
Terhadap Bank Syariah .........................................................................
C. Kendala Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun Untuk
Menggunakan Produk Pembiayaan Bank Syariah .................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..........................................................................
39
48
51
57
61
77
77
80
83
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya ..........
Tabel 4.1 Pendidikan formal .............................................................................
Tabel 4.2. Pendidikan agama .............................................................................
Tabel 4.3. Luas kebun karet ...............................................................................
Tabel 4.4. Jenis tanaman ....................................................................................
Tabel 4.5. Tingkat pendapatan bersih responden dalam setiap bulannya ..........
Tabel 4.6. Tentang aktif mengikuti pengajian rutin ...........................................
Tabel 4.7. Tingkat ketaatan terhadap perkataan ulama ......................................
Tabel 4.8. Mengenai pemahaman terhadap fatwa MUI tentang bunga bank
haram ................................................................................................
Tabel 4.9. Mengenai pengetahuan tentang bank syariah ...................................
Tabel 4.10.Mengenai nilai keberkahan dalam menjalankan aktifitas ekonomi ..
Tabel 4.11.Sikap responden setelah mengetahui tentang bank syariah ..............
Tabel4.12.Mengenai pengetahuan dan penggunaan produk pembiayaan modal
kerja ...................................................................................................
Tabel 4.13.Mengenai pengalaman dalam menggunakan jasa bank syariah .......
Tabel 4.14.Mengenai produk bank syariah yang digunakan ..............................
Tabel 4.15. Mengenai alasan menggunakan jasa bank syariah ..........................
Tabel 4.16.Mengenai sosialisasi tentang bank syariah di Battuwinangun .........
Tabel 4.17.Pandangan responden terhadap kesamaan sistem operasional bank
syariah dengan bank konvensional ...................................................
46
51
52
53
53
54
56
56
58
59
59
60
61
63
64
65
68
69
xi
Tabel 4.18.Pandangan responden terhadap fatwa MUI tentang bunga bank
menurut pendidikan keagamaan .......................................................
Tabel 4.19.Tentang aktif mengikuti pengajian rutin ...........................................
72
75
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Pedoman Kuisioner Untuk Pengusaha Perkebunan Karet
Battuwinangun ...........................................................................
Wawancara Tidak Terstruktur Dengan Responden ...................
Pedoman Wawancara Dengan Responden yang Menggunakan
Produk Pembiayaan Modal Kerja Bank Syariah Mandiri
Baturaja ......................................................................................
Pedoman Wawancara Dengan Pemerintah.................................
Pedoman Wawancara Dengan Ulama Setempat ........................
Pedoman Wawancara Dengan Pihak Bank Syariah Mandiri
Baturaja ......................................................................................
Surat Keterangan Penelitian Dari Kepala Desa Battuwinangun
Persyaratan Fasilitas Pembiayaan Bank Syariah Mandiri .........
Data Sekunder Dari Penyuluh Pertanian Dishutbun Kecamatan
Lubuk Raja Tentang Perkebunan Karet di Desa
Battuwinangun ...........................................................................
84
87
88
89
91
92
94
95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi jangka panjang tidak selalu harus diarahkan pada
sektor industri. Tetapi dapat juga diarahkan pada sektor lain, salah satunya
adalah seperti sektor pertanian dan perkebunan.
Sebagai negara agraris dan kaya akan sumber daya alamnya, sektor
pertanian dan perkebunan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
untuk terus dikembangkan. Karena lebih dari setengah penduduk Indonesia
hidup di daerah pedesaan dan mengandalkan sektor tersebut. Bank dunia
(world bank) pun pernah menyarankan kepada pemerintah agar lebih
menitikberatkan investasi di sektor tersebut, mengingat sebagian besar
penduduk miskin berada di pedesaan.1 Sehingga secara otomatis akan mampu
menekankan angka kemiskinan.
Karet adalah salah satu sektor perkebunan andalan Indonesia dan
merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya
peningkatan devisa Indonesia. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat
mencapai lebih dari 3,2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, 7% perkebunan
besar negara dan 8% perkebunan besar milik swasta.
1 Mohammad Nur Salim, “Nasib Petani di negeri Agraris”, SINDO, 14 Februari 2009, h.
20
2
Jumlah tersebut masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan
memaksimalkan lahan-lahan kosong dan melakukan peremajaan terhadap
tanaman-tanaman tua di beberapa wilayah penghasil karet di Indonesia, seperti
di Sumatera dan Kalimantan.2
Selain itu, peluang bisnis perkebunan karet semakin menggiurkan
mengingat pertumbuhan ekonomi dan teknologi dunia yang cukup pesat
selama 10 tahun terakhir, terutama di Asia Pasifik dan Amerika latin.
Sehingga berdampak terhadap tingginya permintaan karet alam.
Namun meningkatnya permintaan karet alam dunia belum tentu dapat
diikuti oleh kemampuan para produsen dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
karena kenaikan produksi hanya mampu berkisar 2 – 3% pertahun, sedangkan
tingkat permintaan karet alam diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke
tahun sekitar 4% pertahunnya.3 Tingginya defisit karet di dunia dapat
menyebabkan lonjakan harga yang pesat.
Peluang-peluang tersebut yang kemudian membuat industri-industri
keuangan konvensional melirik dan berlomba-lomba berburu untung dalam
bisnis perkebunan karet. Sedangkan industri keuangan syariah dengan produk
murabahah pun ikut bermain dan bersaing bersama industri keuangan
konvensional dalam berburu di sektor perkebunan karet.
Salah satu contoh daerah tersebut adalah usaha perkebunan karet di
kecamatan lubuk raja. Secara geografis lubuk raja merupakan salah satu
2 Chairil Anwar, “Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia”,
Makalah Diakses Pada 15 Februari 2009 dari www.ipard.com
3 Efan, “Siap-Siap Meraup Untung dari Karet di Tahun 2008” Media Perkebunan, Edisi 62 (Maret 2008): h. 8
3
kecamatan yang ada di kabupaten OKU yang memiliki prospek
pengembangan perkebunan karet yang sangat potensial. Berdasarkan data dari
dinas perhutanan dan perkebunan kecamatan Lubuk Raja bahwa luas areal
perkebunan karet baru di kecamatan tersebut mencapai 9.300,5 ha. Luas
tanaman menghasilkan (TM) mencapai 5.067,75 ha. Luas tanaman belum
menghasilkan (TBM) mencapai 2.787,75 ha. Luas tanaman tua atau tanaman
rusak (TT/TR) mencapai 1.445,5 ha. Sedangkan tingkat produksi mencapai
6.569,54 ton per bulan.4 Harga lateks perkilogramnya dalam kondisi normal
berkisar antara Rp 9.000 – 15.000.
Harga karet mentah sangat fluktuatif karena bergantung kepada tingkat
permintaan terutama negara-negara industri. Namun pada masa krisis gobal
seperti yang terjadi pada bulan november 2008 lalu harga karet terjun bebas
mencapai sekitar Rp 3.500 per kilogramnya.5 Namun demikian, harga karet
akan cepat pulih dan meningkat seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian dunia.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lubuk Raja merupakan
masyarakat yang masih kental dengan tradisi keagamaan. Sehingga peranan
ketokohan/ulama mempunyai andil yang cukup besar dalam kehidupan
mereka.
Dari keterangan-keterangan di atas, maka seharusnya bank syariah dapat
berkembang pesat dan menjadi solusi dalam pemenuhan kebutuhan modal
4 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Lubuk Raja, Rekapitulasi Luas Areal dan
Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kecamatan Lubuk Raja OKU, 10 Januari 2009 5 Wawancara pribadi dengan tengkulak lateks di desa Battuwinangun kecamatan Lubuk
Raja Kabupaten OKU Sumsel, 10 Januari 2009
4
kerja bagi para pengusaha perkebunan rakyat di Lubuk Raja. Apalagi
mengingat telah banyak fatwa MUI dan sosialisasi yang berkaitan dengan
perbankan syariah. Begitu juga dengan margin dan fasilitas pembiayaan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah pun cukup ringan dan bersaing.
Namun demikian, masih sedikit pengusaha perkebunan karet rakyat di
Lubuk Raja yang menggunakan jasa keuangan syariah sebagai mitra dalam
memenuhi kebutuhan permodalan mereka masih sedikit. Hal ini sebagaimana
hasil dari tanya jawab penulis dengan pihak pemerintah (penyuluh pertanian
dishutbun) mengenai pengusaha perkebunan rakyat yang menggunakan
produk pembiayaan modal kerja bank syariah di Battuwinangun.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis ingin
meneliti lebih lanjut mengenai kendala penerapan bank syariah di OKU
Sumatera Selatan yang ditinjau dari respon pengusaha perkebunan karet
terhadap terhadap eksistensi bank syariah.
Hal menarik lain yang penulis temukan adalah berdasarkan dari
penelitian yang pernah dilakukan oleh IPB yang bekerjasama dengan Bank
Indonesia tahun 2004 mengenai potensi pengembangan perbankan syariah di
Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kabupaten OKU merupakan daerah
kedua yang memiliki potensi tertinggi dalam pengembangan perbankan
syariah di Sumatera Selatan. Selain itu, pemerintah melalui departemen
pertanian dan departemen kehutanan pun mulai aktif dalam mensosialisasikan
program pembiayaan perkebunan yang dapat digunakan oleh para pelaku
5
usaha perkebunan dan prosedur pengajuannya, baik dengan sistem syariah
maupun konvensional melalui berbagai media cetak dan elektronik.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Mengingat terlalu luasnya wilayah kecamatan Lubuk Raja dan
jumlah pemilik perkebunan karet yang mencapai sekitar 3.333 kepala
keluarga (KK), serta keterbatasan dana dan resiko-resiko lainnya yang
harus penulis hadapi dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
penelitian ini berdasarkan:
1. Lokasi penelitian, yaitu desa Battuwinangun yang merupakan
desa baru dari pemekaran desa Batumarta I.
2. Ditinjau dari tingkat pengetahuan pengusaha perkebunan karet
rakyat terhadap eksistensi bank syariah.
3. Pengusaha perkebunan karet rakyat yang memiliki luas kebun
karet minimal 2 hektar.
4. Produk pembiayaan modal kerja bank syariah mandiri.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pandangan pengusaha perkebunan karet rakyat
terhadap bank Syariah?
6
b. Bagaimana kendala pengusaha perkebunan karet rakyat untuk
menggunakan jasa bank syariah dalam memenuhi kebutuhan
modal kerja?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis pandangan pengusaha perkebunan karet rakyat
terhadap bank syariah.
b. Untuk menganalisis kendala pengusaha perkebunan karet rakyat
untuk menggunakan jasa bank syariah dalam memenuhi kebutuhan
modal kerja.
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis, hasil dari penelitian ini dapat menambah informasi dan
pengetahuan penulis tentang usaha perkebunan karet di desa
Battuwinangun dan pembiayaan modal kerja untuk usaha
perkebunan karet rakyat yang berdasarkan prinsip syariah yang dapat
diakses oleh para pelaku usaha perkebunan rakyat.
b. Bagi program studi muamalat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan dalam
mengkaji mengenai produk perbankan syariah yang memfasilitasi
sektor perkebunan, khususnya perkebunan karet.
c. Bagi industri keuangan syariah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai bisnis perkebunan karet dan
7
karakteristik pengusaha perkebunan karet rakyat, terutama dalam
memilih produk pembiayaan modal kerja di desa Battuwinangun.
d. Bagi pelaku usaha perkebunan karet dan umum, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai
produk pinjaman terutama yang berdasarkan prinsip syariah yang
dapat diakses oleh para pelaku usaha perkebunan dalam memenuhi
kebutuhan modal usaha.
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan tinjauan kajian
terdahulu terhadap beberapa laporan penelitian dan skripsi yang telah ada.
Dari tinjauan kajian terdahulu yang telah penulis lakukan, pada dasarnya
belum ada skripsi atau penelitian yang membahas secara khusus mengenai
produk murabahah untuk perkebunan. Karena sampai saat ini, pembahasan
skripsi atau laporan penelitian yang berkaitan dengan perbankan atau sistem
ekonomi syariah dalam pertanian yang penulis temukan, hanya membicarakan
mengenai sistem bagi hasil dalam pertanian bahan pangan, seperti padi,
dengan sistem yang digunakan dalam pertanian tersebut lebih dikenal dengan
muzara’ah.
Sedangkan perkebunan karet, sangat berbeda dengan pertanian bahan
pangan seperti padi baik secara siklus penanaman, teknik pengelolaan,
kuantitas panen, tingkat keuntungan, tingkat resiko dan sebagainya. Sehingga
dengan perbedaan tersebut, maka akan berpengaruh pula terhadap sistem
8
pembiayaan yang dianggap lebih cocok oleh lembaga keuangan syariah untuk
diterapkan pada sektor tersebut, apalagi mengingat potensi pengembangan
bisnis perkebunan yang sangat menggiurkan pada masa yang akan datang.
Namun, jika hanya penelitian yang berkaitan tentang produk murabahah
pada bank syariah, maka penulis menemukan beberapa skripsi yang cukup
berkaitan yang membahas mengenai permasalahan tersebut, diantaranya
adalah:
1. Skripsi yang ditulis oleh saudari Ummu Sri Nurbaya tantang pengaruh
pembiayaan modal kerja murabahah terhadap pendekatan nasabah UKM
(studi kasus di PT. BPR Syariah Wakalumi Cikupa) tahun 2008.
Dengan pendekatan kuantitatif dan jumlah sampel yang digunakan oleh
saudari ummu adalah 66 nasabah dari 88 populasi dalam penelitian
lapangannya, diketahui bahwa dari hasil pengujian hipotesa yang
dilakukan secara serentak dan individual, maka dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara jumlah pembiayaan terhadap
pendapatan. Faktor yang mempengaruhi tersebut sebesar 50,30%,
sedangkan sisanya (49,61%) dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Skripsi yang ditulis oleh saudari Fitri Siti Nurmaya Sari tentang korelasi
alokasi dana pembiayaan murabahah terhadap tingkat volume tenaga kerja
dan pendapatan (studi kasus BPRS Amanah Ummah Leuwiliang
kabupaten Bogor}tahun 2008
Dengan pendekatan kuantitatif dan sampel yang digunakan adalah
sembilan nasabah industri BPRS yang mendapatkan modal pembiayaan
9
murabahah, diketahui bahwa dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa secara keseluruhan tingkat volume tenaga kerja dan pendapatan
masing-masing industri tidak memiliki hubungan (korelasi) terhadap
pengalokasian pembiayaan murabahah. Hal ini, terjadi karena BPRS
Amanah Ummah masih bersikap hati-hati akan resiko yang terjadi untuk
mengalokasikan dananya di sektor industri. Sehingga BPRS amanah
ummah belum bisa memaksimalkan kinerjanya dalam peningkatan
pembiayaan murabahah untuk diimplementasikan di sektor industri.
3. Skripsi yang ditulis oleh saudari Siti Arfah tentang Strategi pemasaran
produk pembiayaan murabahah dan pengaruhnya terhadap pendistribusian
dana BMT el-Syifa Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan, tahun 2006
Dengan pendekatan kualitatif dan metode wawancara terhadap para
pengurus BMT el-Syifa, saudari Arfah memaparkan mengenai strategi
pemasaran yang baik yang dapat diterapkan dan digunakan oleh BMT el-
Syifa dalam memasarkan produk murabahahnya. Namun dalam skripsi
tersebut penulis tidak menemukan mengenai bagaimana strategi yang telah
digunakan oleh BMT el-Syifa dalam memasarkan produk murabahahnya
dan bagaiamana pengaruh strategi tersebut terhadap pendistribusian dana
BMT el-Syifa.
4. Potensi, preferensi dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah di
wilayah Sumatera Selatan, laporan penelitian Bank Indonesia yang
bekerjasama dengan IPB.
10
Dalam laporan penelitian tersebut, dijelaskan bahwa berdasarkan respon
dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah, maka pengembangan
perbankan syariah di Sumatera Selatan memiliki potensi yang cukup besar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa secara lokasi yang
memiliki potensi pengembangan perbankan syariah tertinggi berturut-turut
adalah kota Palembang, kabupaten OKU, Pangkal Pinang, dan Musi
Banyu Asin. Berdasarkan judul laporan penelitian tersebut, maka
responden yang dipilih dalam penelitian tersebut adalah masyarakat secara
umum.
Sedangkan pembahasan yang akan penulis angkat dalam skripsi ini
berbeda dengan skripsi-skripsi atau laporan penelitian yang telah penulis
jelaskan di atas. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari pembahasan yang
diangkat dalam skripsi ini yaitu mengenai persepsi pengusaha perkebunan
karet rakyat terhadap produk pembiayaan bank syariah dalam memenuhi
kebutuhan modal kerja di desa Battuwinangun. Responden yang dipilih dalam
penelitian ini hanya pihak-pihak yang memiliki kaitannya dengan usaha
perkebunan karet sebagaimana dijelaskan pada sub bab berikutnya. Selain itu,
dalam pengembangan usaha perkebunan karet jumlah modal kerja yang
dibutuhkan cenderung lebih besar, sedangkan keuntungan baru akan didapat
pada tahun kelima atau keenam.
11
E. Kerangka Teori dan Konseptual
Adapun kerangka teori dan konseptual yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Murabahah merupakan sistem jual beli yang harga jualnya terdiri dari
harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati.
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan jangka pendek yang
diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada nasabah guna
pembelian barang.6
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih
produk merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis
mengenai karakteristik dan perilaku pengusaha perkebunan karet rakyat
dalam memilih dan menggunakan jasa bank syariah.
F. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian
kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Karena berdasarkan data
yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan
mengenai usaha, pelaku usaha perkebunan karet rakyat dan kendala
penerapan produk pembiayaan modal kerja pada sektor perkebunan karet
di desa Battuwinangun.
6 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), hal. 39
12
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif analisis, yaitu
penelitian yang menggambarkan suatu gejala data-data dan informasi yang
berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.7
3. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a) Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh dari responden
langsung melalui instrumen wawancara dan kuisioner.
b) Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh berdasarkan data-
data dan dokumen-dokumen yang ada baik di lapangan maupun
dengan melakukan kajian kepustakaan mengenai usaha
perkebunan karet.
4. Pengumpulan Data Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, data penelitian dikumpulkan melalui:
a. Studi lapangan, dilakukan guna memperoleh data primer dan data
skunder yang akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data
secara lisan dari dinas kehutanan dan perkebunan desa
Battuwinangun untuk memperoleh data mengenai gambaran usaha
perkebunan karet di desa Battuwinangun. Untuk memperoleh data
mengenai pelaku usaha perkebunan karet dan peluang produk
7 Irawan soehartono, Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), cet 1,
hal. 35
13
murabahah untuk usaha perkebunan karet di desa Battuwinangun,
penulis munggunakan kuisioner dan wawancara dengan responden
pelaku usaha perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun,
dinas kehutanan dan perkebunan desa dan Ulama.
b. Studi kepustakaan, yaitu metode digunakan untuk mengumpulkan
dan menganalisa data-data dari literatur yang berkenaan dengan
masalah yang diteliti baik berupa buku, majalah, artikel dan
sebagainya. Data tersebut akan penulis gunakan untuk
memperkuat hasil analisa yang dibangun berdasarkan data yang
diperoleh dari lapangan.
5. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah para kepala
keluarga yang menjadi pelaku usaha perkebunan karet rakyat di desa
Battuwinangun yang berjumlah 568 KK. Berkaitan dengan ukuran jumlah
sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, menurut Gay Umar
Husein (2002) bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima
berdasarkan bentuk penelitian yang digunakan antara lain:
1. Metode deskriptif minimal 10% populasi.
2. Metode deskriptif kolerasional, minimal 30 subjek.8
Berdasarkan pendapat di atas, maka besar sampel yang penulis
gunakan adalah 130 sampel, yaitu lebih dari 20% dari jumlah populasi.
8 Gay Umar Husein, Riset Akuntansi dalam Tesis Dede Abdul Fatah, ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Karyawan Muslim Pertamina Dalam Membayar Zakat Profesi Melalui Baituzzakah Pertamina,” Tesis Pasca sarjana Universitas Indonesia, 2006
14
6. Teknik Penarikan Sampel
Dalam penelitian ini, metode sampling dilakukan dengan
menggunakan metode non probabilitas sampling yang penetapan
sampelnya dilakukan secara subjektif karena akibat adanya penilaian
tertentu atau keadaan tertentu.9 Karena pengambilan sampel dilakukan
dengan menetapkan jumlah sampel terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan
dalam sub bab sebelumnya, maka jenis metode non probabilitas sampling
yang digunakan disebut quota sampling.
Kemudian data dari sampel tersebut penulis analisis dengan
menggunakan metode prosentase, yaitu:
P = f/n x 100%
Keterangan :
P : Prosentase
f : Frekuensi
n : Jumlah Sampel
100% : Bilangan Tetap10
7. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan penulis analisis
dengan menggunakan:
a. Teknik analisis kualitatif, yaitu metode analisis yang menjabarkan
data hasil penelitian kedalam bentuk tulisan.
9 Mustafa Edwin Nasution dan Hardius Usman, Proses Penelitian Kuantitatif, (Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), cet. 3, hal. 108 10 M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan
Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, (Jakarta:Kencana, 2005) h.171-172
15
b. Teknik analisis kuantitatif, yaitu metode analisis yang memaparkan
data-data hasil penelitian dalam bentuk angka dan tabel.
8. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Univesitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah tahun 2007.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah dibagi ke dalam lima
bab, yaitu:
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metodologi
penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Berisikan tentang kajian teoritis yang meliputi teori pembiayaan
murabahah, strategi pemasaran, dan teori pengambilan keputusan
konsumen.
Bab III : Memberikan gambaran secara umum tentang objek penelitian
yang meliputi gambaran umum perkebunan karet di desa
Battuwinangun, dan gambaran umum produk pembiayaan modal
kerja bank syariah mandiri Baturaja.
Bab IV : Membahas tentang hasil penelitian yang meliputi analisis
karakteristik pengusaha perkebunan karet rakyat di desa
16
Battuwinangun, pandangan pengusaha perkebunan karet rakyat
terhadap eksistensi bank syariah, dan kendala penerapan bank
syariah di desa Battuwinangun.
Bab V : Penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran, daftar pustaka,
dan lampiran-lampiran yang dianggap penting.
39
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perkebunan Karet di Desa Battuwinangun
Kebun karet merupakan salah satu budi daya perkebunan jangka
panjang, hal ini mengingat pada umumnya masa produksi kebun karet yang
cukup lama, yaitu dimulai pada tahun ke lima hingga tahun ke dua puluh lima.
Namun dengan teknik yang baik dan benar dalam pengelolaan kebun karet,
maka selain tingkat produksi yang dapat meningkat juga masa produksi yang
dapat berlangsung lebih lama.
Teknik tersebut meliputi, pemilihan dan penggunaan bibit-bibit yang
unggul dan sesuai dengan struktur tanah serta kondisi geografis yang akan
ditanami, pengelolaan tanah, perawatan pra produksi, penyadapan, perawatan
pada masa produksi dan sebagainya.
Battuwinangun merupakan salah satu desa pemekaran dari desa
Batumarta I. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari kantor kedesaan, desa
Battuwinangun terdiri dari tujuh kampung, yaitu Banjar Sari, Cimalaya,
Trimulyo, Cindra Mulya, Despot, Sumber Mulyo, dan Klutum.
Luas keseluruhan perkebunan karet rakyat di desa Battuwinangun adalah
mencapai 1.016,5 hektar yang terdiri dari 600,25 hektar tanaman
menghasilkan (TM), 347,75 hektar tanaman belum menghasilkan (TBM), dan
68,5 hektar tanaman tua (TT). Rata-rata tingkat produksi lateks di desa
Battuwinangun adalah mencapai 802,8 ton karet kering/tahun. Mengingat
40
mayoritas penduduk di desa Battuwinangun adalah masyarakat transmigrasi,
maka kebun karet yang dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat adalah
milik pribadi yang merupakan "jatah transmigrasi" dari pemerintah.1
Budi daya kebun karet telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat
di daerah Batumarta I dan sekitarnya. Budi daya ini telah dimulai sejak sekitar
tahun 1960. Ketika itu, Battuwinangun yang masih merupakan bagian dari
desa Batumarta I adalah salah satu daerah transmigrasi yang mayoritas
penduduknya berasal dari daerah Jawa Tengah. Kini, seiring dengan
perkembangan desa, penduduk di desa tersebut tidak hanya masyarakat
transmigran dari pulau jawa. Namun telah banyak para pendatang baru dari
daerah-daerah tetangga dan daerah-daerah lainnya.
Selain sebagai pengusaha perkebunan karet rakyat, sebagian besar
masyarakat Battuwinangun juga memiliki mata pencaharian lain yang cukup
beragam, seperti berdagang, bertani, pegawai negeri sipil, guru, dan
sebagainya. Sehingga sumber pendapatan mereka tidak hanya diperoleh dari
usaha perkebunan karet saja.
Masyarakat Battuwinangun juga merupakan masyarakat yang masih
sangat kental dengan kultur agamanya. Hal tersebut terlihat dari aktif dan
hidupnya kegiatan-kegiatan keagamaan di desa, seperti kegiatan yasin dan
tahlil setiap minggu yang digilir disetiap rumah penduduk, pengajian rutin
(mingguan, bulanan, dan triwulan), istighotsahan, dan sebagainya.
1 Wawancara pribadi dengan Yani (kepala desa Battuwinangun). Battuwinangun 16 Juni
2009
41
Adapun fasilitas penunjang yang ada dalam usaha budi daya karet di
Battuwinangun diantaranya adalah telah adanya perusahaan negara (BUMN)
yang bergerak di bidang karet yaitu PTPN yang berada tidak jauh dari
Battuwinangun. Untuk jalan produksi dan pemasaran, nampak cukup bagus
dan masih layak, sehingga masih dapat dimasuki kendaraan-kendaraan
pengangkut. Namun demikian, para tengkulak karet cenderung menjual
lateksnya ke pabrik swasta yang berada di palembang.
Namun dibeberapa dusun ada juga beberapa jalan yang kondisinya
rusak, dengan total sepanjang 5 KM. Terlihat dari adanya kendaraan
pengangkut lateks yang cukup sering terjebak dalam lobang lumpur jalan
ketika penulis sedang melakukan kegiatan observasi dan penelitian.
Sedangkan jalan yang kondisi kerusakannya berat hanya mampu diakses
dengan menggunakan jalan kaki dan motor.
Dari segi keamanan, pada dasarnya Battuwinangun merupakan daerah
yang cukup aman terutama dalam keberlangsungan usaha. Namun ketika awal
terjadinya krisis global yang mengakibatkan harga lateks pun ikut terjun bebas
hingga mencapai Rp 3.500, bibit-bibit kriminal mulai muncul kembali. Ketika
itu, penulis mendengar kabar dari masyarakat bahwa ada seorang bidan dan
temannya yang dipukul hingga tangannya cidera (patah tulang) dan motornya
dirampas ketika sedang melintas di sekitar perkebunan karet pada malam hari.
Namun kini, seiring dengan kembali membaiknya harga karet, keamanan
di Battuwinangun telah berangsur normal kembali. Sehingga masyarakat
sudah dapat leluasa dan tidak merasa khawatir dalam melaksanakan kegiatan
42
sehari-hari, terutama dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Begitu juga
dengan keamanan harta dan kekayaan mereka.
Sedangkan untuk beban biaya dari pemerintah yang dibebankan atas
usaha kebun karet hanya pajak atas tanah (PBB) yang nilainya bergantung
pada lokasi kabun karet. Adapun besarnya pajak untuk kebun karet yang
berada di pinggir jalan utama adalah sebesar Rp 25.000 Untuk yang berada di
pinggir jalan alternatif adalah Rp 18.000 dan untuk yang berada di pedalaman
kampung adalah Rp 12.000
Sebagaimana keterangan di atas, walau Battuwinangun tergolong desa
baru (pemekaran), namun budi daya kebun karet di desa tersebut telah
berlangsung cukup lama. Selain itu, aktifnya dinas hutbun dalam memberikan
kegiatan penyuluhan tentang perkebunan karet terhadap masyarakat pekebun
karet di desa tersebut, telah menambah pengetahuan dan pengalaman
masyarakat dibidang budi daya karet.
Namun demikian, tidak menjamin semua masyarakat akan mengelola
kebun karetnya sebagaimana teknik budi daya yang telah disampaikan oleh
penyuluh perkebunan karet. Hal ini karena sebagian pekebun masih terbiasa
mengelola perkebunan karetnya secara tradisional dengan modal pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman seadanya.
Teknik pembibitan pohon karet yang digunakan oleh masyarakat adalah
dengan cara okulasi. Yaitu batang bawah menggunakan GT yang merupakan
klon ungulan anjuran untuk batang bawah. Sedangkan untuk batang atas yang
masyarakat gunakan cukup beragam, seperti PR, PB, TM dan sebagainya.
43
Penggunaan salah satu teknik ini berdampak pada tingkat produksi lateksnya
yang lebih tinggi di banding bibit biasa.2
Frekuensi kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh masyarakat
pekebun karet pun beragam, ada yang dilakukan setiap hari, ada pula yang
dilakukan 2 hari sekali. Walau terjadi perbedaan intensitas penyadapan,
namun hasil rata-rata lateks yang mereka peroleh setiap bulan dalam kondisi
normal adalah sama, yaitu sekitar 300 – 350 kg karet basah/bulan.3
Para pengusaha perkebunan karet rakyat menjual hasil sadapannya
kepada tengkulak yang biasa datang ke desa Battuwinangun setiap
minggunya. Penjualan hasil sadapan (lateks) yang dilakukan oleh para
pekebun pun beragam, ada yang menggunakan sistem mingguan, ada juga
yang menggunakan sistem setengah bulan. Perbedaan sistem ini akan
berpengaruh terhadap harga dan bobot lateks. Selisih harga lateks mingguan
dengan setengah bulan dapat mencapai Rp 2.000/kg.
Harga lateks juga dapat dipengaruhi jenis lateks yang dijual, yaitu ada
lateks bersih dan ada lateks kotor. Lateks bersih merupakan getah karet yang
tidak tercampur dengan kulit pohon bekas sadapan dan sampah-sampah lain.
Selisih harga ini bisa mencapai Rp 1.000/kg.
Para pekebun biasa melakukan kegiatan penyadapan pohon karet setelah
shalat subuh sekitar pukul 5.30 sampai pukul 10.00 pagi. Dalam rentan
waktu tersebut, mereka mampu menyadap antara 1 ha - 2 ha kebun karet. 1 ha
2 Wawancara pribadi dengan PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun
25 Juni 2009 3 Wawancara pribadi dengan Majani dan Poniran. Battuwinangun 22 Juni 2009.
44
kebun karet dapat ditanami sekitar 555 – 600 batang pohon karet. Guna
memperoleh hasil yang maksimal, sebagian dari penyadap menggunakan zat
perangsang getah.
Mengenai tenaga penyadap, sebagian besar dari masyarakat melakukan
penyadap sendiri. Namun bagi mereka yang memiliki kesibukan lain seperti
PNS, mengajar, berdagang, dan sebaginya, mereka mengupahkan semua
kegiatan perkebunannya kepada tenaga penyadap (buruh) dengan sistem
pembayaran dalam istilah jawa disebut "mertelu" dari hasil sadapan.
Sistem mertelu adalah sistem bagi hasil yang biasa digunakan di
lingkungan pertanian atau perkebunan. Dalam sistem ini, pemilik kebun selain
sebagai pemilik tanah juga sebagai investor, sedangkan tenaga penggarapan
dan pengelolaannya diserahkan kepada orang lain (buruh tani). Sesuai dengan
nama "mertelu", maka besar bagi hasil yang dimiliki oleh buruh tani adalah
sepertiga dari hasil ladang atau kebun.4
Selain keuntungannya yang cukup menjanjikan, biaya-biaya yang
dibutuhkan dalam budi daya kebun karet pun cukup besar. Biaya-biaya
tersebut meliputi pembukaan dan pengelolaan lahan, pembelian bibit
unggulan, perawatan, peremajaan dan sebagainya. Begitu juga bagi mereka
yang hendak mengembangkan usaha perkebunannya.
Dari tahun ke tahun, harga tanah dan kebun karet di Battuwinangun
terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 1997 harga
tanah kosong di desa tersebut sekitar Rp 2.500.000 per hektar. Sedangkan
4 Wawancara pribadi dengan Yani. Battuwinangun 16 Juni 2009
45
harga kebun karet yang sudah siap sadap adalah sekitar Rp 6.000.000. Namun
pada tahun 2009 harga tanah kosong di daerah ini sudah mencapai Rp
45.000.000 – Rp 70.000.000 per hektar. Sedangkan untuk harga kebun yang
sudah siap sadap dapat mencapai sekitar Rp 70.000.000 – Rp 120.000.000.
Besarnya harga bergantung pada lokasi lahan atau kondisi kebun.5
Adapun untuk biaya pembukaan lahan dapat mencapai sekitar Rp
7.000.000 per hektar, namun tetap bergantung kepada kondisi dan lokasi
lahan. Harga bibit karet pun cukup beragam bergantung kepada kwalitas bibit
yang digunakan. Bibit karet Sembawa dengan sertifikat merah sekitar Rp
5.500 per batang, sedangkan sertifikat biasa sekitar Rp 4.500 per batang.
Untuk bibit tradisional hasil okulasi masyarakat adalah sekitar Rp 3.500 per
batang.6
Perawatan kebun karet yang dilakukan oleh para pekebun di
Battuwinangun meliputi pemupukan, pengobatan (penanggulangan hama dan
penyakit), dan penyiangan gulma.
Pemupukan biasa dilakukan dua kali dalam satu tahun. Jenis pupuk yang
digunakan adalah Urea, KCL, dan TSP atau SP 36. Untuk harga pupuk-pupuk
tersebut adalah Urea Rp 70.000 per 50 kg, KCL Rp 135.000 per 50 kg, dan
TSP atau SP 36 Rp 150.000 per kg. Dosis pupuk anjuran dari balai penelitian
5 Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni
2009 6 Wawancara Pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni
2009
46
pekebunan karet sembawa untuk tanaman karet berdasarkan fase
pertumbuhannya adalah sebagai berikut:7
Tabel 3.1
Dosis Pemupukan Karet Berdasarkan Fase Pertumbuhannya
Fase Pertumbuhan Urea TSP/SP36 KCL
TBM 1 118 gram 50 gram 50 gram
TBM 2 116 gram 133 gram 75 gram
TBM 3 190 gram 133 gram 100 gram
TBM 4 214 gram 166 gram 100 gram
TBM 5 238 gram 166 gram 100 gram
TM 280 gram 180 gram 156 gram
Namun demikian, dengan berbagai alasan belum tentu para pekebun
menggunakan acuan pemupukan tersebut. Bahkan dari beberapa pekebun yang
penulis temui, ada dari mereka yang memupuk hanya setahun sekali.
Selain dengan pupuk tunggal, para pekebun pun ada juga yang memupuk
menggunakan pupuk majemuk yang khusus untuk tanaman karet, seperti
gramafix karet. Dosis yang digunakan adalah 80 kg/hektar/6 bulan
Sedangkan pengobatan dan penanggulan hama dilakukan jika pohon
karet mulai terserang hama atau penyakit. Adapun penyakit yang cukup
banyak terjadi di perkebunan karet rakyat yang penulis temui diantaranya
adalah Brown Blast.8
7 Wawancara pribadi PPL dinas Hutbun kecamatan Lubuk Raja. Battuwinangun 25 Juni
2009 8 Brown Blast adalah jenis penyakit tidak menular yang menyerang bidang sadap, terjadi
karena penyadapan terlalu sering apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks
47
Berdasarkan intensitasnya, Untuk penyiangan gulma dapat
dikelompokkan kedalam dua bagian, yaitu pada TBM, TM remaja, dan TM
dewasa. Pada TBM intensitas penyiangan gulma dilakukan cukup tinggi, yaitu
dapat mencapai dua sampai tiga kali dalam setahun. Hal ini dikarenakan masih
tingginya persaingan dalam memperoleh sinar matahari antara pohon karet
dan gulma, sehingga gulama yang tumbuhpun cukup subur. Pada masa-masa
ini pengeluaran untuk biaya perawatan cukup tinggi.
Seiring dengan semakin tingginya pohon karet dan rimbunnya
dahan pohon karet, maka intensitas penyiangan pun terus berkurang. Dalam
kondisi tersebut para pekebun hanya melakukan penyiangan jika gulma telah
tumbuh cukup tinggi.
Untuk meminimalisir biaya penyiangan, terutama saat tingginya
persaingan antara pohon karet dengan gulma dalam memperoleh sinar
matahari, para pekebun melakukan penyiangan jika tinggi gulma mencapai
sekitar 50 cm.
Meminimalisir biaya-biaya pada masa TBM (Tanaman Belum
Menghasilkan) juga dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari. Selain
menjadi penghasilan tambahan sebelum pohon karet berproduksi, penerapan
pola tumpangsari di kebun karet juga memiliki banyak manfaat. Namun
selama penulis melakukan penelitian di Battuwinangun, sedikit dari para
pekebun yang menggunakan sistem tumpang sari.
48
B. Produk Pembiayaan Modal Kerja Bank Syariah Mandiri Baturaja
Bank Syariah Mandiri UPS Baturaja berlokasi di jl. Pahlawan Kemarung
No. 415 Bturaja 32116. Bank syariah mandiri UPS Baturaja beroperasi sejak
tahun 2004. Seperti halnya bank-bank syariah lainnya, pembiayaan murabahah
merupakan produk unggulan bank syariah tersebut.
Adapun nilai pembiayaan yang dapat dipenuhi langsung oleh Bank
Syariah Mandiri UPS Baturaja adalah <Rp 100 juta, sedangkan untuk
pembiayaan diatas Rp 100 juta, maka pihak Bank Syariah Mandiri UPS
Baturaja harus meminta persetujuan terlebih dahulu dari Bank Syariah
Mandiri cabang Palembang.
Adapun Karakteristik dari produk ini adalah:
1. Pembiayaan atas dasar jual beli
2. Bank akan membeli barang yang diperlukan nasabah dan kemudian
menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok (harga beli)
ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
3. Jenis produk ini adalah dalam bentuk rupiah dan US Dollar
4. Nisbah 9% pertahun.
5. Angsuran tetap, tidak berubah selama masa akad.
6. Produk ini diperuntukan bagi perorangan dan badan hukum.
Adapun biaya-biaya yang dibebankan dalam produk ini adalah meliputi:
1. Biaya administrasi sebesar
2. Biaya Notaris : Fiducia, APHT, pengecekan sertifikat
3. Biaya Asuransi jiwa dan kerugian
49
4. Biaya blokir BPKB
Adapun persyaratan pembiayaan pada bank syariah mandiri adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan Konsumtif
1. Pegawai/karyawan :
a. Identitas diri dan pasangan
b. Kartu Keluarga dan surat nikah
c. Slip gaji 2 bulan terakhir
d. Surat keterangan bekerja atau SK Pengangkatan terakhir
e. Copy rekening bank 3 bulan terakhir
f. Data obyek pembiayaan
2. Wirausaha :
a. Identitas diri dan pasangan
b. Kartu Keluarga dan surat nikah
c. Legalitas usaha
d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir
e. Past performance 12 bulan terakhir
f. Rencana usaha 12 bulan yad.
g. Data obyek pembiayaan
b. Tujuan Produktif
1. Perorangan :
a. Identitas diri dan pasangan
b. Kartu Keluarga dan surat nikah
50
c. Legalitas usaha
d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir
e. Past performance 12 bulan terakhir
f. Rencana usaha 12 bulan yad.
g. Data jaminan
2. Badan Usaha
a. Identitas diri pengurus
b. Akta pendirian usaha
c. Legalitas usaha
d. Laporan keuangan 2 tahun terakhir
e. Past performance 12 bulan terakhir
f. Rencana usaha 12 bulan yad.
g. Data jaminan
51
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun
Budidaya karet merupakan salah satu usaha andalan yang dimiliki oleh
masyarakat Battuwinangun dan sekitarnya secara turun temurun. Namun
demikian, tidak semua pemilik kebun karet menggarap sendiri kebun karetnya,
terutama bagi mereka yang memiliki kesibukan pekerjaan/mata pencaharian
lainnya. Sehingga pengelolaan kebunnya diserahkan kepada orang lain yang
dipercaya dengan sistem yang digunakan adalah mertelu.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai karakteristik pengusaha
perkebunan karet di desa Battuwinangun, berikut penulis sajikan hasil
penelitian yang telah penulis lakukan di desa tersebut:
1. Profil pendidikan pengusaha perkebunan karet rakyat
Tabel 4.1
Pendidikan formal
No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase
1 Tidak Sekolah 1 0.77
2 SD 28 21.54
3 SLTP 46 35.38
4 SLTA 34 26.15
5 Diploma 13 10
6 Sarjana (S1) 8 6.15
Jumlah 130 100
Soal: Apa pendidikan terakhir anda?
52
Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa tingkat
pendidikan formal responden cukup beragam, bahkan ada juga yang tidak
pernah merasakan pendidikan formal. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa dari 130 responden, responden yang tidak pernah mengenyam
pendidikan formal adalah 0,77% (1 orang), sedangkan yang lainnya adalah
21.54% berpendidikan akhir SD, 35.38% berpendidikan akhir SLTP,
26.15% berpendidikan akhir SLTA, 10% berpendidikan Diploma, dan
6,15% berpendidikan sarjana.
Tabel 4.2
Pendidikan agama
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Pernah 78 60
2 Tidak Pernah 52 40
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda pernah mengikuti sekolah agama?
Begitu juga dengan pendidikan non formal (pendidikan agama).
Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh informasi bahwa dari 130
responden yang pernah mengenyam pendidikan agama adalah 60%,
sedangakan yang tidak pernah mengenyam pendidikan keagamaan adalah
40%.
53
2. Profil usaha pekebun karet rakyat di Battuwinangun
Tabel 4.3
Luas kebun karet
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 2 ha – 3 ha 64 49.23
2 3,1 ha – 4 ha 39 30
3 4,1 ha – 5 ha 20 15.39
4 > 5 ha 7 5.38
Jumlah 130 100
Dari tabel di atas menjelaskan bahwa dari 130 responden yang
penulis teliti memiliki luas lahan kebun karet rakyat yang cukup beragam,
yaitu 49.23% responden memiliki lahan seluas antara 2 hektar hingga 3
hektar, 30% antara 3,1 hektar hingga 4 hektar, 15.39% antara 4,1 hektar
hingga 5 hektar, dan 5.38% lebih dari 5 hektar.
Tabel 4.4
Jenis tanaman
No Jenis Tanaman Luas lahan Persentase
1 TBM (<6 th) 112.5 24.51
2 TM (6 – 9 th) 81 17.65
3 TM (10 – 20 th) 201.5 43.9
4 TT (>20 th) 64 13.94
Jumlah 459 100
• TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
• TM = Tanaman Menghasilkan
• TT = Tanaman Tua
Rata-rata masa produktif tanaman karet adalah sekitar 20 tahun.
Namun demikian, penggunaan bibit berkualitas dan perawatan tanaman
54
yang baik dan benar mampunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap
masa produksi tanaman dan jumlah lateks yang dihasilkan. Faktor lain
yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat produksi lateks adalah umur
tanaman karet. Untuk tanaman karet muda (6 – 9 tahun) rata-rata karet
yang dihasilkan adalah sekitar 50 – 150 kg per hektar. Sedangkan tanaman
karet yang berumur 10 – 20 tahun tingkat produksinya dapat mencapai 300
– 350 kg per bulan. Kemudian tingkat produksi tersebut akan terus
menurun setelah berumur 20 tahun ke atas.
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa luas lahan yang
dimiliki oleh 130 responden adalah mencapai 486.5 hektar dengan
komposisi 24.51% TBM, 17.65% TM (6 – 9 tahun), 43.9% TM (10 – 20
tahun), 13.94% TT (>20 tahun).
Tabel 4.5
Tingkat pendapatan bersih responden dalam setiap bulannya
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 <1 juta 0 0
2 1 juta – 2 juta 26 20.00
3 2,1 juta – 3 juta 40 30.77
4 3,1 juta – 4 juta 35 26.92
5 > 4 juta 29 22.31
Jumlah 130 100
Soal: Berapa tingkat pendapatan bersih anda dalam setiap bulannya?
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendapatan pengusaha
perkebunan karet rakyat di Battuwinangun cukup tinggi dan beragam. Hal
55
ini terlihat dari rata-rata pendapatan mereka diatas 1 juta dalam setiap
bulannya dengan asumsi harga lateks adalah Rp 6.000/kg harga ketika itu.
Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh informasi bahwa 20% dari
responden yang berjumlah 130 orang memiliki pendapatan bersih antara 1
juta hingga 2 juta, 30.77% berpendapatan antara 2,1 juta hingga 3 juta,
26.92% reponden berpendapatan 3,1 juta hingga 4 juta, dan 22.31%
responden berpendapatan diatas 4 juta dalam setiap bulannya. Harga lateks
Rp 6000 / kilgram adalah harga lateks terendah pada bulan Mei 2009
dalam setiap kilogramnya. Sedangkan sejak bulan Oktober 2009, harga
lateks telah normal yaitu berkisar pada Rp 10.000 / kilogram.
Besarnya rata-rata tingkat pendapatan responden tersebutlah yang
menjadi pertimbangan bagi industri perbankan untuk menawarkan
pembiayaan/kreditnya.di Battuwinangun.
3. Profil sosial keagamaan pengusaha perkebunan karet rakyat
Masyarakat desa Battuwinangun merupakan masyarakat yang
memiliki tingkat keagamaan yang cukup tinggi. Hal tersebut tampak dari
aktifnya kegiatan-kegiatan keagamaan di desa tersebut, seperti pengajian
rutin mingguan, kegiatan tahlil malam jum’at, pengajian bulanan, dan
kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.
56
Tabel 4.6
Tentang aktif mengikuti pengajian rutin
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Selalu 85 65.38
2 Sering 41 31.54
3 Terkadang 4 3.08
4 Jarang 0 0
5 Tidak Pernah 0 0
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda aktif dalam mengikuti pengajian rutin di masyarakat?
Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas
responden aktif dalam kegiatan pengajian rutin. Dari 130 responden yang
menyatakan selalu ikut pengajian rutin adalah 65.38%, sedangkan yang
menyatakan sering 31.54%, dan 3.08% yang menyatakan terkadang.
Selain keaktifan dalam mengikuti pengajian rutin, ketataan
terhadap ulama juga menjadi ciri khas bagi masyarakat pengusaha
perkebunan di Battuwinangun.
Tabel 4.7
Tingkat ketaatan terhadap perkataan ulama
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Selalu 45 34.62
2 Sering 62 47.69
3 Terkadang 18 13.85
4 Jarang 5 3.85
5 Tidak Pernah 0 0
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda mengikuti apa yang dikatakan oleh ulama?
57
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa tingkat ketaatan masyarakat
pekebun karet rakyat di Battuwinangun terhadap perkataan ulama cukup
tinggi. Hal tersebut terlihat dari 34.62% menyatakan selalu mengikuti
perkataan ulama, 47.69% menyatakan sering, 13.85% menyatakan
terkadang, dan 3.85% menyatakan jarang.
Alasan ini lahir karena masyarakat menganggap bahwa ulama
memiliki pengetahuan yang lebih di bidang agama. Sehingga apa yang
dikatakan dan dinasehatkan oleh ulama akan cenderung diikuti.
Namun demikian, informasi yang penulis peroleh dari responden
yang menyatakan terkadang menunjukkan bahwa maksud mereka
menyatakan terkadang adalah jika perkataan ulama tersebut adalah baik,
maka mereka akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan informasi tersebut, maka kondisi ini dapat dimanfaatkan
oleh lembaga keuangan syariah dalam mengenalkan dan mempromosikan
produk-produknya. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh AC
Nielson Frontier mengenai karakteristik konsumen Indonesia yang suka
berkumpul dan agamis, maka strategi promosi ini akan cukup efektif
mengingat pengajian adalah sebagai sentral kegiatan rutin di masyarakat
dan ulama merupakan panutan sentral masyarakat Battuwinangun.
B. Pandangan Pengusaha Perkebunan Karet Desa Battuwinangun Terhadap
Bank Syariah
Pada bagian ini penulis ingin menjelaskan mengenai pandangan
pengusaha perkebunan terhadap bank syariah. Dari penelitian yang telah
58
penulis lakukan di desa Battuwinganun, penulis memperoleh informasi
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Mengenai pemahaman terhadap fatwa MUI tentang bunga bank haram
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Tahu 21 16.15
2 Sedikit Tahu 63 48.46
3 Tidak Tahu 46 35.39
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda tahu mengenai fatwa MUI tentang haramnya bunga bank?
Pengetahuan mengenai fatwa MUI tentang haramnya bunga bank
merupakan hal penting dalam mengetahui bagaimana pandangan responden
terhadap bank syariah. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 130
responden yang menyatakan mengetahui adalah 16.15%, sedangkan yang
menyatakan sedikit mengetahui adalah 48.46%, dan yang menyatakan tidak
mengetahui 35.39%
Dari data tersebut maka tampak bahwa sebagian besar responden telah
mengetahui fatwa MUI tentang haramnya bunga bank. Mereka mengetahui
mengenai fatwa ini dari siaran di televisi.
59
Tabel 4.9
Mengenai pengetahuan tentang bank syariah
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Tahu 7 5.38
2 Sedikit Tahu 88 67.69
3 Tidak Tahu 35 26.93
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda tahu tentang bank syariah?
Sedangkan untuk pengetahuan tentang bank syariah, informasi yang
penulis peroleh cukup beragam. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
responden yang mengetahui tentang bank syariah adalah 5.38%, untuk
responden yang sedikit mengetahui adalah 67.69, dan 26.93% adalah
responden yang tidak mengetahui.
Tabel 4.10
Mengenai nilai keberkahan dalam menjalankan aktifitas ekonomi
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Sangat Penting 86 66.15
2 Penting 44 33.85
3 Kurang Penting 0 0
4 Tidak Penting 0 0
Jumlah 130 100
Soal Apakah nilai keberkahan adalah penting dalam menjalankan aktifitas ekonomi?
Berdasarkan tabel tersebut, maka diketahui bahwa responden yang
menganggap keberkahan dalam beraktifitas ekonomi adalah sangat penting
mencapai 66.15%, sedangkan yang menganggap penting adalah 33.85%.
60
Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa nilai keberkahan dalam
usaha merupakan hal yang cukup diperhatikan oleh responden. Berdasarkan
informasi tersebut menunjukkan bahwa responden adalah masyarakat yang
cukup religius.
Sebagai konsumen yang kental dengan nilai-nilai keagamaan, apalagi
didukung oleh fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank. Maka
seyogyanya konsumen cenderung memilih perbankan syariah sebagai mitra
usaha para pengesaha perkebunan karet di Battuwinangun. Namun dalam
kenyataannya sedikit sekali yang telah menjadikan perbankan sayariah sebagai
mitra usaha mereka.
Tabel 4.11
Sikap responden setelah mengetahui tentang bank syariah
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Sangat Setuju 7 5.38
2 Setuju 123 94.62
3 Kurang Setuju 0 0
4 Tidak Setuju 0 0
Jumlah 130 100
Soal: Setelah mengetahui tentang ekonomi syari’ah apakah bapak akan menjadi nasabah di bank syariah?
Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa responden memiliki
respon yang positif terhadap bank syariah. Hal tersebut sebagaimana
dijelaskan dalam tabel di atas bahwa responden yang menyatakan sangat
setuju untuk menjadi nasabah bank syariah setelah mengetahui tentang bank
syariah adalah 5.38%, sedangkan yang menyatakan setuju adalah 94.62%.
61
Namun demikian dalam jawabannya responden yang menyatakan setuju tetap
mensyaratkan jika bank syariah lebih menguntungkan.
Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa walaupun responden adalah
masyarakat yang religius, dalam pengambilan keputusan untuk memilih
produk cenderung tetap berpikir rasional. Sehingga produk yang
menguntungkan tetap menjadi pertimbangan dan motivasi dasar dalam
memilih suatu produk.
C. Kendala Pengusaha Perkebunan Karet Rakyat Untuk Menggunakan
Produk Pembiayaan Bank Syariah
Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai kendala
penggunaan produk pembiayaan modal kerja bank syariah oleh para
pengusaha perkebunan karet di Battuwinangun. Berikut informasi yang
penulis peroleh dari penelitian di desa Battuwingaun:
1. Minimnya pengetahuan mengenai produk bank syariah dan pengalaman
menggunakan jasa bank syariah.
Berikut data yang penulis peroleh di lapangan mengenai pengetahuan
responden terhadap produk pembiayaan modal kerja pada bank syariah.
Tabel 4.12
Mengenai pengetahuan dan penggunaan produk pembiayaan modal kerja
No Keterangan Pernah Tidak Pernah Frekuensi
1 Tahu 4 (3.08%) 1 (0.77%) 5
2 Tidak Tahu 0 125 (96.15%) 125
Jumlah 4 126 130
62
Soal: Apakah anda tahu tentang produk pembiayaan murabahah pada bank syariah?
Apakah anda pernah menggunakan produk pembiayaan murabahah pada bank syariah?
Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa dari 130
responden, hanya 4 orang (3.08%) responden yang tahu dan pernah
menggunakan produk pembiayaan modal kerja pada bank syariah, 96.15%
(125 orang) menyatakan tidak tahu dan tidak pernah, sedangkan 1 orang
(0.77%) menyatakan tahu tapi tidak pernah menggunakan produk
pembiayaan tersebut.
Sebagaimana di jelaskan dalam bab II bahwa informasi dan
pengetahuan konsumen merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk.
Maka minimnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki pengusaha
perkebunan karet Battuwinangun tentang produk murabahah pada bank
syariah di desa Battuwinangun berpengaruh juga kepada minimnya
mereka menggunakan jasa bank syariah.
Informasi ini pun menunjukkan akan minimnya peran aktif pihak
bank syariah dalam mempromosikan produknya, apalagi mengingat
karakter masyarakat Battuwinangun cenderung bersifat pasif dalam
memperoleh informasi. Sehingga yang menjadi informasi utama mereka
adalah keluarga, teman, dan tetangga. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
Murti Sumarni mengenai sumber informasi yang digunakan oleh calon
pembeli/pengguna produk.
63
Informasi lain yang penulis temukan, yaitu ternyata responden yang
telah menggunakan jasa pembiayaan bank syariah lebih mengenal dan
menyebut produk pembiayaan tersebut dengan produk kredit/pinjaman
bank syariah, bukan pembiayaan murabahah.
Berikut data yang penulis peroleh di lapangan mengenai pengalaman
masyarakat Battuwinangun dalam menggunakan jasa bank syariah.
Tabel 4.13
Mengenai pengalaman dalam menggunakan jasa bank syariah
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Selalu 2 1.54
2 Sering 2 1.54
3 Jarang 9 6.92
4 Tidak Pernah 117 85.39
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda pernah menggunakan jasa atau berhubungan dengan bank syariah?
Tabel tersebut menjelaskan bahwa dari 130 responden terdapat
1.54% yang menyatakan selalu menggunakan jasa bank syariah, 1.54%
yang menyatakan sering, 6.92% yang menyatakan jarang, dan 85.39%
yang menyatakan tidak pernah.
Informasi ini juga memperkuat penjelasan sebelumnya mengenai
alasan minimnya masyarakat yang menggunakan produk bank syariah.
Pengalaman merupakan informasi yang sangat penting bagi konsumen
dalam memilih dan mengkonsumsi suatu produk. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam bab II bahwa pengalaman merupakan media
64
pembelajaran konsumen tentang suatu produk. Pengalaman inilah yang
akan menentukan apakah seorang konsumen akan kembali mengkonsumsi
produk tersebut atau beralih ke produk lain.
Kemudian penulis memberikan beberapa pertanyaan tambahan
terhadap responden yang pernah menggunakan jasa bank syariah tersebut
untuk menggali informasi mengenai produk yang digunakan dan alasan
menggunakan jasa syariah dan produk apa yang digunakannya. Dari
pertanyaan tersebut, penulis memperoleh informasi sebagai berikut:
Tabel 4.14
Mengenai produk bank syariah yang digunakan
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Tabungan 7 33.33
2 Tabungan Mabrur 12 57.14
3 Murobahah 2 9.52
Jumlah 21 100
Soal: Produk apa yang anda gunakan dalam bank syariah?
Dari tabel di atas menjelaskan bahwa mayoritas produk bank syariah
yang digunakan oleh responden yang pernah menggunakan jasa bank
syariah adalah tabungan haji (57.14%), kemudian tabungan (33.33%),
sedangkan produk pembiayaan murabahah hanya 2 orang (9.52%).
Informasi lain yang penulis peroleh dari responden tersebut adalah
hanya 4 responden yang hingga saat ini masih aktif menggunakan jasa
bank syariah. Sedangkan yang lainnya sudah tidak pernah lagi. Hal
tersebut dikarenakan responden sudah tidak memiliki kepentingan
terhadap produk tersebut.
65
Tabel 4.15
Mengenai alasan menggunakan jasa bank syariah
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Sesuai dengan Syariah 4 19.05
2 Dianjurkan Oleh Tokoh/Ulama 1 4.76
3 Ikut-Ikutan 11 52.38
4 Lebih Menguntungkan 5 23.81
Jumlah 21 100
Soal: Apakah alasan anda untuk menggunakan jasa bank syariah?
Dari tabel tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas reponden
menggunakan bank syariah karena alasan ikut-ikutan yaitu 52.38%,
kemudian karena alasan lebih menguntungkan 23.81%, dan dianjurkan
oleh tokoh/ulama 4.76%, sedangkan untuk alasan karena sesuai syariah
hanya 19.05%.
Adapun rincian dari informasi diatas yaitu 11 responden yang
menjawab ikut-ikutan adalah responden yang menggunakan produk
tabungan mabrur, 4 responden yang menggunakan produk tabungan
syariah mandiri menjawab karena sesuai syariah, dan 5 responden yang
terdiri dari 2 responden yang menggunakan produk murabahah dan 3
responden menggunakan produk tabungan syariah mandiri menjawab lebih
menguntungkan.
Kemudian, berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari
responden yang menyatakan alasan ikut-ikutan adalah karena ketika itu
untuk tabungan haji di Battuwinangun oleh tokoh setempat dialokasikan
kepada bank syariah. Informasi ini pun menunjukkan bahwa peranan
66
tokoh sangatlah penting dalam mempengaruhi keputusan responden dalam
memilih suatu produk.
Sedangkan responden yang menggunakan produk pembiayaan
murabahah beralasan bahwa pembiayaan bank syariah lebih
menguntungkan dibandingkan bank lain. Persepsi tingkat kepuasan ini
terbangun setelah responden mencoba barbagai produk yang ditawarkan
oleh bank-bank konvensional lainnya.
Dari wawancara yang penulis lakukan terhadap responden yang telah
menggunakan jasa pembiayaan pada bank syariah. Penulis memperoleh
informasi bahwa mereka merasa puas dengan pelayanan dan produk yang
diberikan oleh bank syariah, baik kepuasan terhadap produknya yang
dianggap lebih menguntungkan, juga kepuasan terhadap keramahan sikap
yang ditunjukkan oleh para pegawai bank syariah kepada nasabahnya. Dan
penilaian ini terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka
setelah menggunakan berbagai jasa perbankan, baik bank konvensional
maupun bank syariah.
Ini merupakan poin penting yang telah dimiliki oleh bank syariah
dalam membangun persepsi tentang bank syariah di mata pelanggannya.
Dan ini menjadi modal utama mereka untuk tetap menggunakan produk
pembiayaan bank syariah. Hal ini memperkuat penjelasan sebelumnya
mengenai pengalaman konsumen dapat mempengaruhi keputusan
konsumen pada waktu yang akan datang dalam memilih dan
mengkonsumsi suatu produk.
67
Faktor lain yang menyebabkan minimnya pengetahuan dan
penggunaan pengusaha perkebunan karet terhadap produk pembiayaan
modal kerja syariah adalah disebabkan terlalu pilah-pilihnya pihak bank
syariah dalam menawarkan produk pembiayaan kepada pengusaha
perkebunan karet di desa Battuwinangun. Hal ini sangat berbeda dengan
bank konvensional yang cenderung lebih berani dalam menawarkan
produk kreditnya. Sehingga produk kredit bank konvensional lebih dikenal
dan menjadi pilihan mayoritas pengusaha perkebunan karet rakyat di
Battuwinangun.
Selain itu, penulis juga mengkaji profil dari responden yang telah
menggunakan produk pembiayaan murabahah. Dari data profil tersebut
penulis memperoleh informasi bahwa responden yang telah menggunakan
produk pembiayaan murabahah memiliki lahan diatas 5 hektar dengan
tingkat produksi rata-rata diatas 1 ton perbulan dan penghasilan bersih
rata-rata perbulan diatas 4 juta dalam setiap bulannya.
Kendala lain yang menyebabkan minimnya pengetahuan mengenai
bank syariah terutama mengenai pembiayaan modal kerja adalah karena
minimnya sosialisasi dan promosi yang dilakukan oleh bank syariah.
Pemasaran merupakan kegiatan pokok dalam memperkenalkan dan
mengkomunikasikan produk atau jasa yang mereka tawarkan kepada
konsumen guna mencapai suatu tujuan. Karena itu, maka peningkatan
sosialisasi mengenai ekonomi Islam, perbankan syariah, dan produk-
produknya sangatlah penting.
68
Berikut informasi yang penulis peroleh mengenai sosialisasi yang
dilakukan oleh bank syariah di Battuwinangun
Tabel 4.16
Mengenai sosialisasi tentang bank syariah di Battuwinangun
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Pernah 3 2.31
2 Tidak Pernah 127 97.69
Jumlah 130 100
Soal: Apakah di daerah anda pernah ditawari atau dilakukan sosialisasi tentang bank syariah?
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas dari
130 responden menyatakan bank syariah belum pernah melakukan
sosialisasi produk di Battuwinangun yaitu 97.69%, sedangkan 2.31%
menyatakan pernah. Dari jawaban tersebut kemudian penulis mengakaji
ulang dan diperoleh informasi bahwa ketiga orang tersebut ternyata
responden yang ditawarkan langsung oleh pihak bank syariah untuk
mengambil pembiayaan murabahah.
Namun demikian, pada dasarnya permasalahan ini dapat diatasi
dengan melakukan pendekatan terhadap tokoh atau ulama setempat, dan
untuk tidak terlalu pilah-pilih dalam menawarkan produk pembiayaan
modal kerja. Hal ini mengingat sosialisasi dan promosi yang dilakukan
dari mulut ke mulut oleh masyarakat cenderung lebih efektif. Selain itu,
berdasarkan keterangan-keterangan di atas juga tampak bahwa bank
syariah cenderung “bermain aman” dalam menawarkan dan
pembiayaannya.
69
2. Anggapan kesamaan sistem operasional bank syariah dengan bank
konvensional
Berikut data yang penulis peroleh mengenai pandangan responden
terhadap kesamaan sistem operasional bank syariah dengan bank
konvensional.
Tabel 4.17
Pandangan responden terhadap kesamaan sistem operasional bank
syariah dengan bank konvensional
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Sangat Setuju 0 0
2 Setuju 104 80
3 Kurang Setuju 28 21.54
4 Tidak Setuju 8 6.16
Jumlah 130 100
Soal: Ada pendapat yang mengatakan bahwa dalam prakteknya bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional, bagaimana menurut anda?
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden masih beranggapan pada prakteknya bank syariah sama dengan
bank konvensional. Hal ini terlihat dari 80% yang menyatakan setuju,
21.54% menyatakan kurang setuju dan hanya 6.16% yang menyatakan
tidak setuju.
Anggapan ini terbentuk karena belum adanya pengenalan dan
sosialisasi lebih lanjut secara langsung kepada masyarakat Battuwinangun
tentang ekonomi Islam, bank syariah dan produk-produknya. Sehingga
walaupun ada sebagian masyarakat Battuwinangun yang faham tentang
70
bank syariah, namun kenyataannya informasi yang mereka miliki tentang
bank syariah masih terbatas.
Selain itu, persepsi di atas juga terjadi karena belum adanya
keberpihakan dari ulama atau tokoh masyarakat setempat terhadap bank
syariah. Selain itu, sepertinya terjadi perbedaan faham dan persepsi antara
ulama setempat dengan bank syariah. Bahkan sepertinya terjadi saling
menyalahkan antara pihak bank syariah dan ulama setempat.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan ulama setempat
menunjukkan bahwa ulama setempat masih beranggapan praktek
bermuamalah yang dilakukan oleh bank syariah belum sesuai dengan
prinsip syariah, karena dianggap sama saja dengan kredit bank
konvensional.
Alasan ini karena ulama tersebut menemukan fakta lapangan yang
menunjukkan bahwa pembiayaan syariah pada prakteknya masih sama
dengan kredit konvensional yang memberikan pembiayaan dalam bentuk
pinjaman uang yang dalam pembayarannya disyaratkan tambahan dari
modal yang dipinjam. Karena pandangan tersebutlah ulama setempat
masih enggan untuk ikut membantu mengenalkan dan mempromosikan
ekonomi syariah yang dipraktekkan oleh bank syariah melalui kegiatan-
kegiatan keagamaan, seperti pengajian, silaturrahim, dan sebagainya.
Kemudian penulis mencoba melakukan wawancara secara mendalam
kepada nasabah yang mengambil pembiayaan syariah, guna meniliti lebih
lanjut pernyataan dari ulama tersebut. Hasil wawancara tersebut diketahui
71
ternyata menguatkan apa yang ditemukan oleh ulama mengenai praktek
pembiayaan oleh bank syariah di lapangan. Yaitu bank syariah tidak
memberikan 100% yang dibutuhkan oleh nasabah. Sehingga praktek ini
dianggap sama dengan bank konvensional yang memberikan pinjaman
uang kepada nasabah dengan mensyaratkan tambahan dalam
pengembaliannya.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh nasabah yang pernah
menggunakan pembiayaan murabahah bahwa bank syariah tidak
memberikan seluruh dana yang dibutuhkan oleh nasabah. Namun hanya
75 – 80% dari dana yang dibutuhkan oleh nasabah. Pernyataan ini juga
senada yang disampaikan oleh bagian markating bank syariah mandiri
dalam wawancara tidak resmi yang penulis lakukan.
Namun di sisi lain, pihak bank syariah Baturaja pun menyatakan
bahwa hambatan yang sering ditemui dalam mengembangkan dan
memasyarakatkan bank syariah adalah minimnya pemahaman masyarakat
terutama dari pihak ulama sendiri yang justru malah “mengecibir” bank
syariah.
3. Masih banyaknya berkas pengajuan kredit yang tetap ditahan oleh pihak
bank konvensional walaupun pinjaman telah lunas, dan bahkan dalam
pengambilannya cenderung dipersulit.
Kendala lain yang penulis peroleh berdasarkan informasi yang
diperoleh dalam penelitian, diketahui bahwa dalam mempertahankan
nasabah kredit, bebarapa lembaga keuangan konvesional menahan berkas
72
dan jaminan kredit nasabah. Sehingga ketika nasabah telah lunas
kreditnya, berkas kredit tetap tidak diberikan dan disimpan di bank.
Adapun alasan yang disampaikan oleh pihak bank adalah untuk
mempermudah jika suatu saat bapak atau ibu mengajukan permohonan
kredit kembali.
Pada dasarnya strategi ini memang banyak digunakan oleh lembaga
keuangan dalam mempertahankan nasabah pembiayaannya agar tidak
pindah ke bank lain. Sehingga akibatnya adalah sampai saat ini guna
memenuhi kebutuhan modal kerjanya, pengusaha perkebunan karet rakyat
di Battuwinangun akan kembali mengajukan kepada bank konvensional
mengingat berkasnya masih tertahan di bank tersebut.
4. Masih banyaknya respon negatif terhadap fatwa MUI tentang haramnya
bunga bank.
Tabel 4.18
Pandangan responden terhadap fatwa MUI tentang bunga bank menurut
pendidikan keagamaan
No Keterangan Pernah Tidak Pernah Distribusi
Frekuensi
1 Sangat Setuju 0 0 0
2 Setuju 31 (23.85%) 9 (6.92%) 40
3 Kurang Setuju 43 (33.08%) 25 (19.23%) 68
4 Tidak Setuju 4 (3.08%) 18 (13.85%) 22
Jumlah 130
Soal: Setujukah anda dengan fatwa MUI yang menyatakan bahwa bunga bank adalah haram?
73
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
bersebrangan dengan fatwa MUI tentang haramnya bunga bank. Hal ini
tampak dari 52.31% responden menyatakan kurang setuju dan 16.92%
yang menyatakan tidak setuju, sedangkan yang setuju terhadap fatwa MUI
hanya 30.77%.
Namun jika dilihat dari pengalaman pendidikan keagamaan
responden pada tabel di atas, tidak menunjukkan bahwa pendidikan
keagamaan memiliki pengaruh terhadap pandangan responden terhadap
keharaman bunga sebagaimana difatwakan oleh MUI. Dari informasi yang
penulis peroleh lebih lanjut, terdapat beberapa alasan responden
berpandangan seperti di atas.
Responden yang menyatakan kurang setuju dan tidak setuju terhadap
fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank adalah selain belum adanya
himbauan dari ulama setempat untuk memilih bank yang berdasarkan
syariah, karena mereka menganggap bahwa penerapan bunga oleh bank
adalah hal yang wajar. Menurut mereka, dengan adanya bunga maka bank
bisa menggaji karyawan-karyawannya. Sedangkan responden yang
menyatakan setuju adalah karena mereka hanya mengikuti apa yang
disepakati oleh ulama melalui MUI, tanpa ada pertimbangan lain.
5. Belum adanya dukungan dari ulama setempat terhadap perkembangan bank
syariah di Battuwinangun.
Selain sebagaimana yang telah penulis sampaikan pada poin
sebelumnya mengenai pandangan ulama Battuwinangun terhadap
74
pelaksanaan bank syariah yang belum sesuai dengan syariah. Penulis pun
melakukan wawancara secara khusus kepada ulama Battuwinangun
mengenai pandangannya terhadap bank syariah.
Dari wawancara tersebut, diperoleh informasi bahwa ulama setempat
memang belum menunjukkan keberpihakannya terhadap bank syariah.
Sikap ini diambil karena ulama menilai bank syariah belum memenuhi
kriteria syariah. Hal ini diperkuat dari temuan ulama di lapangan mengenai
adanya kesamaan dalam praktek pembiayaan murabahah dengan kredit
bank konvensional, yaitu sama-sama dalam bentuk uang yang
pembayarannya diangsur dan nilainya akan lebih besar dari modal yang
diberikan oleh bank.
Alasan ulama atas belum terpenuhinya kriteria syariah dalam
operasional bank syariah adalah karena ulama memandang para pengelola
bank syariah sendiri tidak memahami tetang hukum Islam. Alasan ini juga
yang membuat ulama masih enggan untuk mensosialisasikan dan
menganjurkan kepada masyarakat untuk beralih dan menggunakan jasa
bank syariah.
Hal lain yang penulis peroleh adalah ternyata ulama di
Battuwinangun juga belum faham mengenai sistem operasional bank
syariah. Sehingga hal yang wajar jika terjadi perbedaan pandangan antara
ulama dengan pihak bank syariah. Namun demikian hal yang disayangkan
adalah belum adanya pendekatan yang dilakukan oleh pihak bank syariah
kepada ulama atau tokoh masyarakat.
75
Sebagai kelompok acuan bagi masyarakat yang religius, ulama
mempunyai peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi sikap dan
perilaku masyarakat Battuwinangun dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi
mengingat aktifnya masyarakat dalam kegiatan keagamaan (pengajian),
baik mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan.
Tabel 4.19
Tentang aktif mengikuti pengajian rutin
No Keterangan Distribusi Frekuensi Persentase
1 Selalu 85 65.38
2 Sering 41 31.54
3 Terkadang 4 3.08
4 Jarang 0 0
4 Tidak Pernah 0 0
Jumlah 130 100
Soal: Apakah anda aktif dalam mengikuti pengajian rutin di masyarakat?
Berdasarkan data tersebut diperoleh informasi bahwa mayoritas
responden aktif dalam kegiatan pengajian rutin. Dari 130 responden yang
menyatakan selalu ikut pengajian rutin adalah 65.38%, sedangkan yang
menyatakan sering 31.54%, dan 3.08% yang menyatakan terkadang.
Di Battuwinangun, kegiatan pengajian bukan hanya sekedar
rutinitas keagamaan saja. Akan tetapi juga sebagai salah satu sarana
bersilaturahmi, berbagi informasi, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah
pun banyak yang disampaikan dalam kegiatan-kegiatan pengajian.
Dari informasi tersebut dan berdasarkan penelitian oleh AC
Nielsen dan Frontier tentang karakteristik khas konsumen Indonesia
76
bahwa salah satu karakteristik khasnya adalah suka berkumpul, maka
dengan melakukan pendekatan kepada ulama dan menjadikan kegiatan
rutin pengajian dan kegiatan agama lainnya sebagai salah satu media
sosialisasi adalah merupakan salah satu strategi yang cukup bagus dan
lebih efektif. Selain itu, ulama juga merupakan kelompok acuan bagi
konsumen yang religius dalam mempertimbangkan pemilihan dan
penggunaan suatu produk.
77
BAB V
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini mencakup dua hal pokok, yaitu:
1. Pengusaha perkebunan karet rakyat Battuwinangun pada dasarnya memiliki
respon dan pandangan yang positif terhadap sistem ekonomi yang
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana yang diterapkan oleh bank syariah.
Hal ini mengingat masyarakat Battuwinangun adalah masyarakat yang masih
mentradisikan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Belum adanya kerja sama dan sosialisasi mengenai lembaga keuangan syariah
dan produk-produknya di Battuwinangun, menjadi kendala utama
terhambatnya perkembangan bank syariah di desa tersebut. Sehingga produk-
produk bank syariah yang dikenal dan digunakan oleh pengusaha perkebunan
karet rakyat di Battuwinangun masih sangat minim. Namun demikian, produk
yang dapat memberikan keuntungan tetap menjadi syarat dan pilihan.
B. Saran-Saran
Saran yang ditujukan kepada pihak lembaga keuangan syariah, ulama,
pemerintah, dan pengusaha perkebunan karet rakyat adalah sebagai berikut:
78
1. Untuk lembaga keuangan syariah
Mengingat minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat
Battuwinangun mengenai jasa keuangan syariah dan produk-produknya, maka
sebaiknya bank lembaga keuangan syariah dapat lebih aktif dalam
mensosialisasikan dan menawarkan produk-produknya kepada masyarakat,
terutama produk pembiayaan modal kerja kepada pengusaha perkebunan karet
di Battuwinangun.
Mengingat penting dan besarnya peranan ulama di masyarakat,
sebaiknya lembaga keuangan syariah pun dapat lebih aktif dalam menjalin
kerjasama dengan ulama setempat. Sehingga selain kesalah fahaman dan
perbedaan pandangan dapat diminimalisir.
Selain dengan ulama, sebaiknya pihak lembaga keuangan syariah juga
dapat lebih aktif dalam membangun kerjasama dengan pihak kepemerintahan
(dishutbun). Hal ini mengingat besarnya peranan dishutbun di masyarakat
Battuwinangun.
2. Untuk ulama setempat
Mengingat peranan ulama yang cukup besar di masyarakat, maka
sebaiknya ulama pun dapat ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan
tentang ekonomi syariah kepada masyarakat, baik melalui pengajian-
pengajian, ataupun media-media dakwah lainnya.
Selain itu, jika terjadi perbedaan pandangan hukum syariah dalam
pelaksanaan bermuamalah oleh lembaga keuangan syariah, diharapkan untuk
79
dapat didiskusikan dan dimusyawarah dengan pihak-pihak terkait. Dan
diharapkan untuk tidak mengeluarkan pendapat yang dapat membingungkan
masyarakat, sehingga kemaslahatan ummat tetap menjadi prioritas.
3. Untuk pemerintah
Sebagai instansi pemerintahan yang lebih banyak berinteraksi dengan
para pelaku usaha perkebunan, maka sebaiknya dishutbun tidak hanya
memfasilitasi masyarakat pekebun dengan informasi dan pengetahuan
mengenai pengelolaan perkebunan saja, akan tetapi termasuk juga sosialisasi
dan mengaktifkan kembali bantuan fasilitas yang berkaitan dengan
administrasi pertanahan yang lebih mudah dan terjangkau, seperti sertifikat
tanah, HGU (hak guna usaha), dan sebagainya.
4. Untuk pengusaha perkebunan karet rakyat
Mengingat pentingnya pemenuhan administrasi yang berkaitan dengan
pertanahan, baik untuk pengajuan pinjaman maupun masa depan usahanya,
maka guna merealisasikannya sebaiknya masyarakat pun dapat bersifat aktif
dan tidak hanya menunggu kebijakan dari pemerintah. Selain itu, sebaiknya
masyarakat pun mulai membiasakan diri untuk mengelola usahanya secara
lebih profesional, bukan secara tradisional lagi.
Untuk meminimalisir biaya-biaya pada masa tanaman karet belum
berproduksi (TBM), maka sebaiknya pengusaha perkebunan karet melakukan
tumpang sari dengan tanaman lain yang cocok dan dianjurkan, seperti tanaman
kacang-kacangan atau jagung.
80
DAFTAR PUSTAKA Al-Son’ani, Subulussalam, Dahlan: Bandung, t.th Antonio, M. Syafi'i. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani: Jakarta,
2005 Anwar, Chairil. “Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di
Indonesia”, Makalah Diakses Pada 14 Maret 2008 dari www.ipard.com Ascarya, Akad dan Produk Bank syariah, PT. Raja Grafindo: Jakarta, 2007 Assauri, Sofjan. Manajemen Pemasaran: Dasar, Konsep dan Strategi, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004 Bungin, M. Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan
Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, Jakarta:Kencana, 2005 Supriyadi, Ahmad. “Karakteristik Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah”
Artikel Diakses Pada 25 Juli 2008 dari http://www.sinarharapan.com Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Lubuk Raja, Rekapitulasi Luas
Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kecamatan Lubuk Raja OKU, 10 November 2008
Efan, “Siap-Siap Meraup Untung dari Karet di Tahun 2008” Media Perkebunan,
Edisi 62 (Maret 2008) Fatah. Dede Abdul, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Karyawan
Muslim Pertamina Dalam Membayar Zakat Profesi Melalui Baituzzakah Pertamina, Tesis Pasca sarjana Universitas Indonesia, 2006
F. Engel, James. Dkk. Perilaku Konsumen, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1994 Firdaus, Muhammad. Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah: Edukasi
Profesional Syariah, Jakarta: Renaisan, 2005
81
Handi, Irawan D. “Sepuluh Karakteristik Unik Konsumen Indonesia”, Majalah
Marketing Edisi Khusus, XXII (Agustus, 2007) Hasana, Nurul. “Praktek Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah
(Studi Kasus BSM dan BMI Cabang Bogor), Tesis S2 Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007,
Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta: Prenada Media, 2003 Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan dan Pengendalian,
Jakarta: Erlangga, 1997 Maksum, M. Hadi. “Memahami Perilaku Konsumen”, Artikel Diakses Pada 20
Juli 2008 Dari http://marketing.infogue.com Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, UPP AMP YKPN:
Yogyakarta, 2005 Mukhlis, “10 Karakteristik Unik Konsumen Indonesia”, Artikel Diakses pada 25
Juli 2008 dari http://roniyuzirman.wordpress.com/2007/09/28/10-karakter-unik-konsumen-indonesia
Nasution. Mustafa Edwin dan Usman. Hardius, Proses Penelitian Kuantitatif,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta, 2008 Perwataatmadja, Karnaen. dkk, Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia, Prenada
Media: Jakarta, 2005 Pratama, Ahmad. “Potensi Produk-Produk Syariah di Indonesia”, Artikel Diakses
pada 28 Juli 2008 dari http://www.rileks.com/artikel/?act=detail&artid=31102006120340
Salim, Mohammad Nur. “Nasib Petani di negeri Agraris”, SINDO, 14 Januari
2008
82
Schiffman Leon G.dan Kanuk, Leslie Lazar. Perilaku Konsumen, Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, 2004
Simanjuntak, Rosidin. “Teori Perilaku Konsumen”, Artikel Diakses pada 1
Agustus2008 dari http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00303.html
Soehartono, Irawan. Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995 Sukardi, Bayu. “Perilaku Konsumen Indonesia”, Artikel Diakses pada 25 Juli
2008 dari http://www.wpfind.com/10%20Karakter%20Konsumen/tags Sumarni, Murti Manajemen Pemasaran Bank, Yogyakarta: Liberty, 2002 Supriyadi, “Memahami Konsumen Indonesia”, Artikel Diakses pada 25 Juli 2008
dari http://www.ketokone.com/komunitas/index.php/topic,49.0.html Swastha, Basu dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern Edisi Kedua,
(Yogyakarta: Liberty, 2005) Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Andi Press, 2001 Wawancara pribadi dengan tengkulak lateks di desa Battuwinangun kecamatan
Lubuk Raja Kabupaten OKU Sumsel, 15 Desember 2008 Widiarto, Arie. “Menangkan Hati Konsumen”, Artikel Diakses pada 28 Juli 2008
dari http:// www.detikpublishing.com/index.php/home.indexread/ Wiroso, Jual Beli Murabahah, UII Press: Yogyakarta, 2005 Zulkifli, Sunarto. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003
84
PEDOMAN KUISIONER UNTUK PENGUSAHA PERKEBUNAN KARET
BATTUWINANGUN
A. Pengantar :
1. Isi daftar pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat anda
2. Kerahasiaan identitas anda dijamin
3. Isi jawaban sesuai dengan kondisi anda
4. Tandai jawaban anda dengan member tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
tersedia!
5. Saya ucapkan terima kasih atas kesedian dan bantuannya.
B. Profil Responden
Nama : …………………………………………….
Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan (coret yang tidak perlu)
Usia : ……………………………………………..
Luas perkebunan yang dimiliki : …………………………………………......
Tingkat produksi karet setiap bulan : ……………………………………………..
C. Daftar pertanyaan:
• Mengungkap karaktersitik responden
1. Apa pendidikan terakhir anda?
a. SD b. SLTP (SMP/MTs) c. SLTA (SMU/MA)
d. Sarjana (S1, S2, S3) e. lain-lain (…….)
2. Apakah anda pernah mengikuti sekolah agama?
a. Pernah b. Tidak pernah
3. Berapa tingkat pendapatan bersih anda dalam setiap bulan?
a. <1 juta b. 1 juta – 2 juta c. 2,1 juta – 3 juta
d. 3,1 juta – 4 juta e. > 4 juta
4. Selain berkebun karet, Apakah anda memiliki mata pencaharian lain?
a. Ya b. Tidak
• Pertanyaan mengungkap sosial keagamaan
1. Apakah anda aktif dalam mengikuti pengajian rutin di masyarakat?
85
a. Selalu b. Sering c. Terkadang
d. Jarang e. Tidak pernah
2. Apakah anda mengikuti apa yang dikatakan oleh tokoh/ulama?
a. Selalu b. Sering c. Terkadang
d. Jarang e. Tidak pernah
3. Apakah nilai keberkahan adalah penting dalam menjalankan aktifitas ekonomi?
a. Sangat penting b. Penting c. Cukup penting
d. Kurang penting e. Tidak penting
• Pertanyaan Mengungkap Pengetahuan/Pemahaman
1. Apakah anda tahu mengenai fatwa MUI tentang haramnya bunga bank?
a. Sangat tahu b. Tahu c. Sedikit tahu d. Tidak tahu
2. Apakah anda tahu tentang bank syariah?
a. Sangat tahu b. Tahu c. Sedikit tahu d. Tidak tahu
3. Apakah anda tahu tentang produk pembiayaan murabahah pada bank syariah?
a. Sangat tahu b. Tahu c. Sedikit tahu d. Tidak tahu
• Pertanyaan Mengungkap Pengalaman
1. Apakah anda pernah menggunakan jasa atau berhubungan dengan bank syariah?
a. Selalu b. Sering c. Terkadang d. Jarang
e. Tidak pernah
2. Apakah anda memiliki rekening pada bank syariah?
a. Punya b. Pernah punya c. Tidak punya
3. Apakah anda mengetahui tentang bank syariah?
a. Tahu b. Tidak Tahu
4. Darimana anda mengetahui tentang perbankan syariah?
a. Dari iklan di tv
b. Dari ceramah-ceramah oleh kyai/ulama
c. Dari sosialisasi yang dilakukan oleh bank syariah di daerah
d. Dari teman atau kerabat.
5. Apakah di daerah anda pernah ditawari/dilakukan sosialisasi tentang bank
syariah?
a. Pernah b. TIdak pernah
86
6. Apakah anda tahu tentang produk pembiayaan modal kerja murabahah pada bank
syariah?
a. Tahu b. Tidak Tahu
7. Apakah anda pernah menggunakan produk pembiayaan modal kerja murabahah
pada bank syariah?
a. Pernah b. Tidak Pernah
8. Apakah anda pernah mengajukan permohonan pembiayaan usaha kepada bank
syariah?
a. Pernah dan diterima b. Pernah dan ditolak c. Tidak pernah
• Pertanyaan mengungkap sikap
1. Dalam prakteknya lembaga keuangan syari’ah tidak ada bedanya dengan
lembaga keuangan konvensional?
a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
2. Setujukah anda dengan fatwa MUI yang menyatakan bahwa bunga bank adalah
haram?
a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju
d. Tidak setuju
3. Setelah megetahui tentang ekonomi syari’ah apakah bapak akan menjadi nasabah
di bank syariah?
a. Sangat setuju b. Setuju c. Kurang setuju
d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju
4. Berikut ini urutkan dengan menggunakan angka alasan-alasan yang anda
prioritaskan dalam memilih dan menggunakan jasa pembiayaan/kredit usaha
perbankan.
(……) Sesuai ajaran Islam (……) Syarat dan prosesnya yang mudah
(……) Lokasi yang dekat (……) Biaya bank yang ringan
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
• Pedoman Kuisioner Untuk Pengusaha Perkebunan Karet Battuwinangun
• Wawancara Tidak Terstruktur Dengan Responden
• Pedoman Wawancara Dengan Responden yang Menggunakan Produk
Pembiayaan Modal Kerja Bank Syariah Mandiri Baturaja
• Pedoman Wawancara Dengan Pemerintah
• Pedoman Wawancara Dengan Ulama Setempat
• Pedoman Wawancara Dengan Pihak Bank Syariah Mandiri Baturaja
• Surat Keterangan Penelitian Dari Kepala Desa Battuwinangun
• Persyaratan Fasilitas Pembiayaan Bank Syariah Mandiri
• Data Sekunder Dari Penyuluh Pertanian Dishutbun Kecamatan Lubuk Raja
Tentang Perkebunan Karet di Desa Battuwinangun
92
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PIHAK BSM
Penulis : Bagaimana proses dan prosedur pengajuan pembiayaan
murabahah?
Pihak BSM : Untuk prosedur pengajuan saya rasa sama seperti bank-bank pada
umumnya, seperti datang ke bank, mengajukan permohonan,
jaminan, dan seterusnya. Lebih jelasnya nanti silakan minta di
bagian cs saja.
Penulis : Sampai saat ini yang menjadi kendala dan tantangan yang
dihadapi oleh BSM dalam mengoptimalkan produk tersebut?
Pihak BSM : Sampai saat ini tidak ada kendala yang cukup berarti, justru kita
malah memperoleh respon yang cukup positif. Paling kendala yang
sampai saat ini cukup sering kita temui adalah pemahaman
masyarakat, terutama dari kalangan ulama sendiri, karena tidak
sedikit dari ulama yang justru malah “mengecibir” bank syariah
Penulis : Berapa lama akad murabahah untuk perkebunan berlangsung?
Pihak BSM : Masalah berapa lama akad ini berlangsung itu disesuaikan dengan
kemampuan nasabah, dan paling lama adalah 5 tahun.
Penulis : Bagaimana jika belum memiliki pengalaman di bidang
perkebunan karet, namun ingin mengajukan pembiayaan ini?
Pihak BSM : Bagi kami itu bukanlah syarat utama, yang penting punya
kemauan dan tentunya memenuhi kriteria dan syarat yang telah
kami tentukan. Masalah pengalaman nanti akan kami bantu.
Penulis : Terus berapa lama pencairannya?
Pihak BSM : Kami memiliki kebijakan dan ketentuan sendiri, namun intinya
jika nasabah yang mengajukan sudah lolos dan kami anggap layak,
maka dana bisa segera cair.
Penulis : Dalam pencairannya bank memberikan dananya 100%?
Pihak BSM : Ya kita ga bisa berikan 100% kebutuhannya.
Penulis : Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank memberikan uang dan
nasabah yang membeli kebutuhannya sendiri atau bank yang
membelikan dan nasabah tinggal langsung terima jadi?
93
Pihak BSM : Bank memberikan kebutuhannya dalam bentuk uang dan nasabah
yang membeli kebutuhannya sendiri. Jadi kita percayakan
semuanya kepada nasabah.
Penulis : Sampai saat ini bagaimana respon masyarakat sekitar terhadap
produk tersebut?
Pihak BSM : Seperti yang tadi saya bilang sebelumnya, responnya cukup
bagus, banyak masyarakat yang mengambil produk ini, terutama
dari daerah sekitar Batumarta.
88
WAWANCARA DENGAN RESPONDEN YANG MENGGUNAKAN PRODUK
PEMBIAYAAN MODAL KERJA BANK SYARIAH MANDIRI
Penulis : Bagaimana pandangan bapak mengenai produk pembiayaan pada
bank syariah?
Responden : Produknya bagus dan sangat menguntungkan, apalagi pelayanannya
sangat ramah, ketika datang disambut dengan senyuman, semua
pegawai ramah, bahkan kredit saya waktu itu cepat cair hanya dalam
waktu 1 minggu. Sangat jauh jika dibandingkan pelayanan dari bank-
bank lain yang pernah saya coba.
Penulis : Setelah bank menyetujui pembiayaan anda, dalam pencairannya,
bank yang memberikan uang yang anda butuhkan atau bank sendiri
yang membelikan kebutuhan usaha bapak?
Responden : Kalo saya waktu itu bank kasih uangnya, jadi saya beli sendiri,
kamudian sertifikat tanah yang saya beli ditahan oleh bank sampe
kredit saya lunas, begitu juga jawaban dari responden lainnya.
Penulis : Apakah bank memberikan 100% dana untuk membeli tanah?
Responden 1 : Waktu itu dana yang saya butuhkan untuk beli tanah adalah 70 juta,
dan bank syariah kasih saya 50 juta, jadi sisanya yang 20 juta saya
yang penuhin.
Responden 2 : Dana yang dibutuhkan untuk beli kebun 2 hektar waktu itu sekitar
150 juta, dan dana dari bank syariah dapat 100 juta. Dan kurangnya
pake uang saya sendiri. Ketika itu, saya pinjemnya pake 2 nama,
karena kata pihak bank syariah Baturaja kalo ngambilnya 1 orang
langsung 100 juta harus dapat acc dari bank cabang di palembang,
jadi prosesnya akan lebih lama lagi. Karena itu, saya pinjemnya pake
2 nama biar prosesnya cepat dan gak perlu nunggu acc dari bank
cabang di palembang, itupun semua pihak bank syaraiah Baturaja
yang atur.
89
WAWANCARA DENGAN PEMERINTAH
Penulis : Apakah pihak pemerintah pernah melakukan sosialisasi tentang
pembiayaan syariah untuk perkebunan?
Kades : Kita tidak pernah melakukannya, tapi jika ada pihak bank atau
lembaga yang ingin promosi ya kita hanya memfasilitasi kedua belah
pihak, misalnya bisa kita umumkan dalam acara pengajian rutin
yasinan. Dan biasanya kalau ada informasi dari pemerintahan selama
ini disampaikannya dalam yasinan.
Penulis : Apakah ada pabrik pengolah lateks terdekat dari desa
Battuwinangun?
Kades : Di dekat sini ada pabrik PTPN, tapi setau saya tengkulak2 karet tidak
menjualnya ke PTPN.
Dan informasi yang penulis peroleh dari tengkulak karet di Battuwinangun bahwa
mereka menjual lateksnya ke perusahaan swasta di palembang, hal ini karena harga
belinya lebih bagus dari pada di PTPN
Penulis : Fasilitas dan kebijakan apa yang telah diberikan oleh pemerintah
dalam membantu para pekebun karet di Batuwinagun?
Kades : Sampai saat ini yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah lewat
PPL dengan melakukan penyuluhan dan memberikan informasi
tentang bagaimana teknik berkebun yang baik kepada masyarakat.
Penulis : Mengingat pentingnya jaminan dalam pembiayaan, dan masih cukup
banyak para pekebun yang belum memiliki sertifikat tanah. Solusi
dan langkah apa yang dilakukan oleh pemerintah menyikapi hal
tersebut?
Kades : Dulu pernah ada namanya PRONA, tapi sekarang belum adalagi
program pemerintah yang seperti itu.
Dan informasi yang penulis preoleh dari responden bahwa dalam mensertifikasikan
tanah mereka mengajukan dan mengurus sendiri. Namun ada juga masyarakat yang
90
masih kurang peduli dengan permasalahan administrasi pertanahan, dengan mereka
telah membayar pajak kepada pemerintah mereka telah merasa cukup.
Penulis : Bagaimana sikap dan tindakan pemerintah guna mencegah terjadinya
tindak kriminal yang dapat merugikan para pekebun karet?
Kades : Sampai saat ini untuk desa Battuwinangun belum ada kejadian
tentang pencurian getah karet. Dan justru yang pernah beberapa kali
terjadi adalah pencurian motor. Tapi jika itu terjadi pasti akan kita
berikan hukuman seperti halnya tindak kejahatan lainnya.
Penulis : Bagaimana ketentuan-ketentuan dan kebijakan pemerintah berkaitan
dengan biaya-biaya yang dibebankan kepada pekebun karet?
Kades : Kita hanya membebani kepada masyarakat dengan pajak tahunan,
yang ketentuannya ditentukan berdasarkan luas tanah dan lokasinya.
91
WAWANCARA DENGAN ULAMA SETEMPAT
Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang bank syariah?
Ulama : Bank syariah itu belum memenuhi kriteria syar’i. Karena di lapangan
banyak penyimpangan
Penulis : Menurut bapak, bagaimana prospek perkembangan bank syariah?
Ulama : Pesimis, karena pengelolanya tidak memahami tentang hukum Islam
itu sendiri, dan hukum ekonomi Islam.
Penulis : apakah ada usaha pendekatan dari bank syariah terhadap ulama di
Battuwinangun untuk membantu dalam mensosialisasikan ekonomi
Islam dan bank syariah di masyarakat?
Ulama : Jelas ga pernah ada. Dan jika ada paling hanya dalam seminar, jadi
hanya orang-orang tertentu saja. Dan ternyata efeknya tidak terlalu
positif untuk bank syariah itu sendiri.
Penulis : Bagaimana pandangan anda terhadap fatwa MUI tentang haramnya
bunga bank?
Ulama : Sangat setuju. Karena sudah sangat jelas yang namanya bunga haram
karena termasuk riba. Apalagi itu fatwa MUI tho.
Penulis : Apakah bapak/ibu pernah ikut mensosialisasikan mengenai ekonomi
Islam/perbankan syariah dalam kegiatan da'wah anda?
Ulama : Kalau tentang ekonomi Islam secara umum pernah saya bahas dalam
pengajian atau ceramah, tapi tidak untuk tentang bank syariah. Lha
wong bank syariah sendiri dalam praktek di lapangannya masih
melenceng.