Download - Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan
![Page 1: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/1.jpg)
Analisis kasus Tindak Pidana Perpajakan
Kasus :
Satgas: Dampak Kasus Gayus Sangat Merusak
Kategori beratnya kasus ini karena bukan hanya menyangkut aparat pajak.
Minggu, 28 Maret 2010, 13:36 WIB
Heri Susanto
VIVAnews - Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum mengungkapkan bahwa kasus
Gayus Tambunan merupakan kasus mafia yang tergolong berat. Dampak kerusakannya juga
sangat besar. "Bayangkan, jika kasus ini dibiarkan, dampaknya akan sangat merusak," ujar
Sekretaris Satgas Mafia Hukum, Denny Indrayana saat dihubungi VIVAnews di Jakarta,
Minggu, 28 Maret 2010.
Dia menekankan kategori beratnya kasus ini karena bukan hanya menyangkut aparat
pajak, melainkan juga terkait dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan
kejaksaan.
Di sisi lain, dampak besar dari kasus ini adalah dari sisi penerimaan negara. Padahal,
penerimaan negara selama ini sebagian besar disumbang dari pajak. "Bayangkan, jika kasus
ini dibiarkan terjadi," katanya. Karena itu, kata Denny, Satgas membantu kepolisian untuk
mengungkap kasus tersebut. Satgas telah menghimpun informasi sangat penting dan strategis
dari Gayus Tambunan guna menginvestigasi kasus ini lebih lanjut.
Informasi itu terkait dengan mafia yang bukan sekedar melibatkan orang pajak, tetapi juga
terkait dengan mafia peradilan, yakni mencakup institusi penegak hukum lainnya. "Kami
sudah serahkan kepada Mabes Polri untuk ditindaklanjuti."
Anggota Satuan Tugas (Satgas), Mas Achmad Santosa mengungkapkan pengadilan
pajak merupakan tempat penyelewengan yang dilakukan pegawai pajak. Gayus Tambunan
kini tengah diburu oleh Ditjen Pajak dan Kepolisian Indonesia. Gayus menjadi tersangka
![Page 2: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/2.jpg)
dugaan makelar kasus pajak karena di rekeningnya terdapat duit senilai Rp 25 miliar yang
diduga berasal dari wajib pajak.
Sumber:http://nasional.vivanews.com/news/read/139740
satgas__dampak_kasus_gayus_sangat_merusak
![Page 3: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena
kasus ini tidak berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi dalam pendapat kami, kasus ini
adalah kasus perpajakan, dimana tindak kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain
itu, kasus ini juga menyeret secara langsusng beberapa pasal dalam undang-undang yang
berbeda.
Kasus Gayus, menurut kami, merupakan suatu concursus atau perbarengan tindak
pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua
atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya
belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu terjadi
dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting adalah
ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.
Pada pengulangan juga terdapat lebih dari satu tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.
Perbedaan pokoknya adalah bahwa pada pengulangan tindak pidana yang dilakukan pertama
atau lebih awal telah diputus oleh hakim dengan mempidana pada si pembuat/pelaku, bahkan
telah dijalaninya baik sebagian atau seluruhnya. Sedangkan pada perbarengan (concursus)
syarat seperti pada pengulangan tidaklah diperlukan. Pengulangan tindak pidana lebih
familiar dengan sebutan recidive.
Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu
korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana
karena Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam
poin kesatu bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana:
![Page 4: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/4.jpg)
Pleger)” adalah berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal).
Perbedaan pleger dengan dader (pembuat tunggal) adalah, bagi seorang pleger masih
diperlukan keterlibatan minimal seorang lainnya, baik secara psikis, misalnya terlibat dengan
seorang pembuat penganjur; atau terlibat secara fisik, misalnya dengan pembuat peserta atau
pembuat pembantu. Jadi, seorang pleger diperlukan sumbangan dari peserta lain dalam
mewujudkan tindak pidana. Tetapi, keterlibatan dalam hal sumbangan peserta lain ini,
perbuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu tidak semata-mata
menentukan untuk terwujudnya tindak pidana yang dituju.
Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan
Tambunan, menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan
tindak pidana.
Hal tersebut karena Gayus disangkakan dan dijerat dengan pasal mengenai korupsi,
pencucian uang (money laundering) serta penggelapan. Ketiganya merupakan bentuk tindak
pidana. Masing-masing berbeda antara satu dengan yang lain. Korupsi diatur di dalam
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, money laundering diatur di
dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto
Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Lalu, penggelapan itu diatur di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372-377.
Oleh karena itu, concursus dari kasus Gayus masuk ke dalam concursus realis (perbarengan
perbuatan) atau meerdaadse samenloop. Perihal apa yang dimaksud dengan perbarengan
perbuatan, kiranya dapat disimpulkan dari rumusan pasal 65 ayat (1) dan pasal 66 ayat (1)
KUHP, yakni : “beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan
![Page 5: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/5.jpg)
yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan …”. Pengertian perbuatan
dalam rumusan di ayat (1) pasal 65 dan 66 adalah perbuatan yang telah memenuhi seluruh
syarat dari suatu tindak pidana tertentu yang dirumuskan dalam undang-undang, atau secara
singkat adalah tindak pidana, yang pengertian ini telah sesuai dengan kalimat di belakangnya,
“sehingga merupakan beberapa kejahatan” (berdasarkan penafsiran sistematis).
Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa
masing-masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu
sama lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan.
Kesimpulannya, kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat diadili dan
dipidana sekaligus karena ini merupakan concursus. Nantinya akan diputus dalam satu
putusan pidana dan tidak dijatuhkan sendiri-sendiri.
![Page 6: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/6.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal yang menjerat tersangka : UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan :
1. Pasal 36A (4) Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara
melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
2. Pasal 12 UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
3. Kasus ini merupakan kasus pidana penyuapan, dengan adanya kesaksian tersangka atas
adanya suap PT. Bakrie yang diterima oleh tersangka. Pasal yang terkait dengan kasus
ini adalah Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang
![Page 7: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/7.jpg)
penerimaan uang oleh pegawai negeri yang patut diduga berhubungan dengan
jabatannya dan gratifikasi.
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Isi pasal 418 dan 419 KUHP, yang mana berkaitan dengan kasus dalam pembahasan kami
adalah sebagai berikut.
Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya
harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah
atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama
enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:
1. yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu
diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
(2) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau
oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Kasus ini juga masuk dalam
kasus pidana, karena berkaitan dengan adanya upaya penggelapan dana negara.
Penggelapan itu diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal
372 , yang isinya Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
![Page 8: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/8.jpg)
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah
2. Selain kasus penggelapan, juga terdapat adanya upaya untuk menguntungkan diri
sendiri, sebagaimana disebutkan dalam pasal 378
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
empat tahun Selain jeratan sanksi diatas, kasus ini juga masuk dalam ranah money
loundry, diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan
adanya pengalihan uang dengan cara dialirkan ke rekening lain, yang ketika dicek saldo
rekening gayus, hanya ditemukan nominal Rp. 400.000.000,00, yang tidak sesuai
dengan laporan yang diperoleh dari penyidikan. Dari pembahasan diatas, kasus ini juga
termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi karena berkaitan dengan kondisi
keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi keuangan negara, khususnya
dalam hal keuangan negara.
![Page 9: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB III
KESIMPULAN
Kasus gayus dinyatakan bukan kasus pidana perpajakan oleh dirjen pajak karena kasus
ini tidak berkaitan dengan SPT wajib pajak, tetapi dalam pendapat kami, kasus ini adalah
kasus perpajakan, dimana tindak kejahatan terjadi di dalam lingkup perpajakan. Selain itu,
kasus ini juga menyeret secara langsusng beberapa pasal dalam undang-undang yang
berbeda.
Kasus Gayus, menurut saya, merupakan suatu concursus atau perbarengan tindak
pidana. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua
atau lebih tindak pidana oleh satu orang dimana tindak pidana yang dilakukan pertama kali
belum dijatuhi pidana, atau antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya
belum dibatasi oleh suatu putusan hakim. Dapat juga di dalam bentuk concursus itu terjadi
dua atau lebih tindak pidana oleh dua atau lebih orang. Jadi intinya, yang terpenting adalah
ada lebih dari satu tindak pidana dan diantara tindak pidana tersebut belum diputus hakim.
Gayus Halomoan Tambunan dituduh melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi,
pencucian uang, dan penggelapan. Ini tidak masuk ke dalam suatu penyertaan pidana karena
Gayus melakukan delik secara sendiri dan tidak bersama-sama. Penyertaan dalam poin kesatu
bentuk-bentuk penyertaan, yaitu “mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)”
adalah berbeda dengan enkelvoudige dader (pembuat tunggal).
Fakta-fakta di dalam kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Halomoan Tambunan,
menunjukkan dan mengindikasikan bahwa itu merupakan suatu perbarengan tindak pidana.
Jadi berdasarkan rumusan ayat (1) pasal 65 dan 66 KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa
masing-masing tindak pidana yang mana tindak pidana dalam perbarengan perbuatan itu satu
sama lain adalah terpisah dan berdiri sendiri. Inilah ciri pokok dari perbarengan perbuatan.
![Page 10: Analisis Kasus Tindak Pidana Perpajakan](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102520/5572119e497959fc0b8f3e18/html5/thumbnails/10.jpg)
Kesimpulannya, kasus Gayus Halomoan Tambunan dalam penyelesaiannya dapat
diadili dan dipidana sekaligus karena ini merupakan concursus. Nantinya akan diputus dalam
satu putusan pidana dan tidak dijatuhkan sendiri-sendiri.
Adapun pasal-pasal pidana yang menjerat tersangka, Gayus Tambunan, adalah :
Pasal 36A (4) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 12
UU Tipikor, di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi juncto Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11
Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengatur tentang penerimaan uang oleh pegawai
negeri yang patut diduga berhubungan dengan jabatannya dan gratifikasi, Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 372 dan pasal 378. Selain jeratan sanksi diatas, kasus
ini juga masuk dalam ranah money loundry, diatur di dalam Undang-undang No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Undang-undang No. 25 Tahun 2003
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Dari pembahasan diatas, kasus ini juga termasuk dalam kasus tindak pidana ekonomi
karena berkaitan dengan kondisi keuangan/fiskal negara. Karena berkaitan dengan kondisi
keuangan negara, khususnya dalam hal keuangan negara.