Transcript
Page 1: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA:

‘ISLAM SEBAGAI DASAR NEGARA’

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi

Salah Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Enny Khurniasari

NIM: 108051000002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2013 M.

Page 2: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA:

‘ISLAM SEBAGAI DASAR NEGARA’

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Enny Khurniasari

NIM:108051000002

Pembimbing

Dr. Arief Subhan, MA

NIP.1966011101993031004

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2013 M.

Page 3: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi ini berjudul, “ANALISIS HEMENEUTIKA TEKS PIDATO

HAMKA: ISLAM SEBAGAI DASAR NEGARA”, telah diujikan dalam Sidang

Munaqasah di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 21 Mei 2013. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana program strata 1 (S.1)

pada bidang Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Ciputat, 21 Mei 2012

Sidang Munaqasah

Ketua Sekretaris

Drs. Wahidin Saputra, MA Umi Musyarrofah, MA

NIP: 197009031996031001 NIP: 197108161997032002

Anggota

Penguji 1 Penguji 2

Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA Drs. S. Hamdani, MA

NIP: 196212311988031032 NIP: 195503091994031001

Pembimbing

Dr. Arief Subhan, MA

NIP: 1966011101993031004

Page 4: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memeroleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau melakukan hasil penjiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanki yang berlaku Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Ciputat, 20 Mei 2012

Enny Khurniasari

Page 5: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

i

ABSTRAK

Enny Khurniasari

108051000002

Analisis Hermeneutika Teks Pidato Hamka: Islam Sebagai Dasar Negara

Menciptakan dasar negara Indonesia amat sulit karena terdiri dari berbagai

macam perbedaan. Para pendiri bangsa ini memiliki perbedaan pemikiran dalam

menetapkan dasar negara. Kelompok pemikiran itu terpecah menjadi nasionalis

muslim dan nasionalis sekuler. Perdebatan pendapat tersebut berpadu pada sidang

Konstituante dari tahun 1956-1959. Dari kelompok Islam Hamka adalah salah

satu pembicara penting dari Masyumi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apa saja nilai-nilai Islam yang menjadi dasar negara pada

teks pidato Hamka yang berjudul Islam sebagai dasar negara?

Teks pidato Hamka tidak seutuhnya menyebutkan nilai Islam secara jelas

yang dapat dijadikan sebagai dasar negara. Dalam pidatonya lebih banyak

menggunakan analogi, contoh dan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai

Islam.

Melalui paradigma interpretif, penelitian ini menggunakan metode

kualitatif deskriptif. Sumber data diperoleh melalui dua cara yakni primer, diambil

dari teks naskah pidato Hamka pada sidang Konstituante. Kedua data sekunder

didapatkan dari berbagai sumber literatur yang mendukung.

Adapun metode kualitatif adalah meneliti objek-objek yang tidak dapat

diukur secara eksak atau angka-angka. Penelitiannya bersifat deskriptif berupa

kutipan-kutipan kalimat dan cenderung menggunakan analisis.

Analisis penelitian ini menggunakan teori hermeneutika dari Paul Ricoeur.

Cara kerja hermeneutika ini melalui dua tahap, pertama penjelasan yakni

membedah struktur teks yang disebut dengan semiologi struktural. Tahap kedua

pemahaman yakni memahami teks melalui apropriasi peneliti.

Pidato Hamka mengandung nilai-nilai Islam sebagai dasar negara

adalah:teks pertama manyatakan bahwa nilai keimanan yang berbentuk sikap

nasionalisme merupakan dasar utama yang diungkapkan melalui kalimat Allahu

Akbar; pegertian yang lebih spesifik dari teks pertama tertuang pada teks kedua

yang menyatakan bahwa Islam dan nasionalisme merupakan ideologi; teks ketiga

negara berdasar Islam mengambil hukum dari al-Quran sebagai rujukan utama,

namun non-muslim dan muslim juga dapat menciptakan konsensus untuk mencari

hukum; teks keempat menyatakan bahwa nilai Islam sebagai dasar negara

memberikan garansi kebebasan bagi kaum non-muslim; teks kelima menyatakan

kebebasan melahirkan sistem keadilan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai Islam yang

dijadikan dasar negara oleh Hamka pada pidatonya adalah nilai keimanan,

nasionalisme, hukum al-Quran dan konsensus, kebebasan, dan keadilan.

Kata Kunci: Hermeneutika, Islam, Dasar Negara, Konstintuante, Hamka.

Page 6: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

ii

KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas janji-janji Mu yang

terbukti dan selalu coba penulis buktikan, atas nikmat-nikmat Mu yang tak pernah

Kau syaratkan, atas kesempatan yang Engkau berikan pada manusia untuk

menciptakan peradaban di bumi meski Engkau didebat oleh malaikat-malaikat

Mu. Sembah sujud atas segala kesombongan yang pernah terlintas pada diri

penulis, karya ini tidak sampai secuil ilmu yang penulis dapatkan dari Sang Maha

Berilmu. Alhamdulillah.

Serta kepada kekasih Mu, Muhammad Saw yang tidak pernah mengiba

dengan segala kesulitan yang ia hadapi saat mendakwahkan agama Mu. Rindu

syafaatmu duhai kekasih Sang Pencipta tetap berada pada urat nadi ini.

Setelah berdebat dengan diri sendiri bahwa hakikat mencari ilmu bukanlah

urusan waktu, akhirnya dengan kesabaran itu karya ini menjadi sebuh tongkat

estafet eksistensi ilmu. Meski penulis sadari, karya ini belum mencapai

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis membuka dengan lebar kritik dan saran

para pembaca.

Penulisan karya ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk

itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sekaligus

pembimbing penulis, Dr. Arif Subhan, MA. Telah berbagi pandangan dan

pemikiran aplikatif dan filosofis meskipun diberikan secara singkat. Pudek

I Drs. Wahidin Saputra, MA, Pudek II Drs. Mahmud Jalal, MA, Pudek III

Drs. Studi Rizal LK, MA.

Page 7: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

iii

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Drs.

Jumroni, M.Si, Ibu Umi Musyarofah, MA.

3. Terima Kasih kepada jajaran dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, atas kontribusi, memberikan pandangan, motivasi, dan tentu

ilmunya selama ini.

4. Seluruh staf Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

perpustakan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, perpustakaan Sekolah

Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Universitas

Budi Luhur, perpustakan Universitas Indonesia, dan perpustakan

Nasional.

5. Kepada orang tua penulis, Bapak H.Bari yang tidak henti menyebutkan

nama penulis disetiap sujudnya. Serta kepada Mamak Misrini yang

diberikan waktu sembilan tahun oleh Tuhan untuk menemani penulis,

semoga Allah mengampuni dosanya. Terima kasih atas pelajaran

kesederhanaan, pelajaran penganalogian dan pelajaran demokrasi.

6. Terima kasih kepada keempat kakak penulis beserta keluarga, yang tak

lain menjadi tempat meletakkan kejenuhan. Menjadi orang-orang terdepan

saat penulis tak mampu memopang ketika kehidupan tidak setuju dengan

idealisme.

7. Kepada sahabat-sahabat KPI A 2008 yang melukis sejarah kehidupan

penulis dengan tinta pemikiran, ideologi, ambisi, mimpi, marah, malu,

takut, tidak percaya diri, pemberani, malas, rajin, pujian, hinaan,

bertanggungjawab, apatis, keteguhan, pemberontakan adalah seperti

tumpukkan dokumen yang menjadi mata kuliah berharga bagi penulis.

Page 8: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

iv

8. Terima kasih kepada Asia Moslem Charity Foundation telah memberikan

kesempatan penulis untuk belajar tanpa persyaratan materil serta teman-

teman satu tapak perjuangan.

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu

yang tidak dapat disebutkan satu persatu, seluruh bantuan dari berbagai

pihak tetap terpatri tanpa tinta.

Ciputat, 20 Mei 2012

Penulis

Page 9: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

DAFTAR DIAGRAM DAN TABEL ..................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 7

F. Metodologi Penelitian ............................................................................ 9

1. Paradigma Penelitian ......................................................................... 9

2. Metode Penelitian .............................................................................. 10

3. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 12

4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 13

5. Teknik Analisis Data ......................................................................... 13

G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 14

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 16

A. Komunikasi ........................................................................................... 16

1. Pengertian Komunikasi ................................................................... 16

2. Unsur-unsur Komunikasi ................................................................ 17

Page 10: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

B. Hermeunitika ........................................................................................ 18

1. Pengertian ........................................................................................ 18

2. Sejarah dan Perkembangan ............................................................. 18

C. Hermeunitika dalam Komunikasi ........................................................ 22

D. Hermeunitika Paul Ricouer .................................................................. 23

1. Pengertian ........................................................................................ 23

2. Teks dan Cakrawala Teks ............................................................... 24

3. Distansi Teks ................................................................................... 26

4. Apropriasi ......................................................................................... 28

5. Penjelasan dan Pemahaman ............................................................ 29

E. Wacana Pancasila Sebagai Dasar Negara ..................................................... 32

F. Wacana Negara Islam ................................................................................... 33

BAB III GAMBARAN UMUM ............................................................................. 38

A. Biografi Hamka .................................................................................... 38

B. Karya-karya Hamka ............................................................................. 43

C. Sidang Konstintuante ........................................................................... 45

D. Gambaran Umum Pidato Hamka : Islam Sebagai Dasar Negara ....... 47

E. Kronologi Lahirnya Pancasila ............................................................. 51

BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN DATA ........................................................ 52

A. Teks Pidato Hamka Sebagai Wacana ................................................... 52

B. Penjelasan dan Pemahaman .................................................................. 52

1. Teks Pertama .................................................................................. 52

Page 11: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

1.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural .............................. 54

1.2. Pemahaman dengan Apropriasi ............................................ 55

2. Teks Kedua ..................................................................................... 60

2.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural .............................. 60

2.2. Pemahaman dengan Apropriasi ............................................ 62

3. Teks Ketiga ..................................................................................... 65

3.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural ............................. 65

3.2. Pemahaman dengan Apropriasi ........................................... 66

4. Teks Keempat ................................................................................. 69

4.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural ............................ 69

4.2. Pemahaman dengan Apropriasi .......................................... 70

5. Teks Kelima .................................................................................... 73

5.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural .............................. 73

5.2. Pemahaman dengan Apropriasi ............................................ 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................................... 77

B. Saran .................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 80

LAMPIRAN ............................................................................................................. 84

Page 12: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

viii

DAFTAR DIAGRAM DAN TABEL

Diagram 1 : ...................................................................................................................... 12

Diagram 2 : ...................................................................................................................... 30

Diagram 3 : ...................................................................................................................... 31

Tabel 1 : ...................................................................................................................... 43

Page 13: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap bangsa memiliki nilai-nilai sebagai landasan utama.

Landasan itu dibangun berdasarkan pemikiran, fondasi, jiwa, dan hasrat

mendalam yang lahir melalui proses pemikiran panjang. Kemudian

dipegang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Indonesia

memplokamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sebagai negara yang

merdeka sudah sepatutnya memiliki landasan guna menyatukan bangsa

yang majemuk dan menunjukkan jati diri bangsa.

Seperti yang kita ketahui, landasan bangsa Indonesia adalah

Pancasila. Setiap 1 Juni diperingati sebagai hari Pancasila, mengenang

pidato Soekarno di depan sidang BPUPKI (Badan Penyidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia).1 Di balik gegap gempita peringatan

tersebut, terselip perhatian peneliti bagaimana proses terbentuknya

Pancasila. Secara empiris Pancasila tidak serta merta lahir secara

“normal”, proses terbentuk dan lahirnya melewati perdebatan cukup

panjang dan keras pada subtansi maupun implementasi.

Setelah Pancasila disepakati pada sidang BPUPKI, isu sensitif

mengenai ideologi negara muncul kembali ketika Soekarno berpidato di

Amuntai pada 27 Januari 1953. Soekarno secara terang-terangan

mempropagandakan Pancasila sebagai ideologi pemersatu dan menentang

1 A.M.W Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila (Jakarta: Centre For

Strategic and International Studies, 1985), h. 52.

Page 14: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

2

Islam.2 Akibatnya para tokoh agama gusar dan khawatir mengenai

ideologisasi tersebut.

Babak selanjutnya setelah pemilu 1955 untuk pertama kali, dihelat

sidang Konstituante sebagai upaya permusyawarahan pembentukan

undang undang dasar menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara.3

Babak ini menjadi babak fundamental bagi perjalanan hukum Islam di

Indonesia selanjutnya. Salah satu dari topik pembahasan sidang tersebut

adalah mengenai dasar negara. Pada pembahasan ini menemui banyak

kendala, terjadi perbedaan argumen antar masing-masing kelompok.

Konflik ideologi tersebut terungkap secara jelas, dikotomi yang

paling kentara adalah Nasionalis-Sekuler dengan Nasionalis Muslim.4

Partai-partai berbasis Islam menawarkan Islam sebagai dasar negara,

sedangkan kelompok nasionalis bersikukuh mempertahankan Pancasila

sebagai dasar negara. Ideologi Barat Modern Sekuler tampak dari

pendapatnya yang menginginkan sosial ekonomi sebagai dasar negara

serta menolak Pancasila maupun Islam sebagai dasar negara. Ideologi

kebangsaan mempertahankan Pancasila. Perpecahan ideologi ini dikenal

dengan Ideologi Tripolar.5

Percaturan politik ini menimbulkan perdebatan yang tidak dapat

dielakkan. Masing-masing kelompok saling menyerang usulan yang dalam

pandangan mereka tidak cocok untuk dijadikan ideologi negara.

2As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemashlahatan Berbangsa (Jakarta:

Pustaka LP3ES, 2009), h. 169. 3Ibid,. h. 171.

4Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama (Yogyakarta: Kreasi

Wacana, 1999), h. vii. 5Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, h. 295.

Page 15: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

3

Argumen-argumen politis yang dipadukan dengan kekuatan retorika dan

sentimen keagamaan, mendominasi perdebatan politik dalam Sidang

Konstituante.

Dari pihak Islam, Masyumi menjadi salah satu partai Islam

terdepan dalam mengkampanyekan Islam sebagai ideologi bagi negara

Indonesia. Untuk mencapai cita-cita tersebut, golongan ini menginginkan

Islam sebagai dasar negara dan menyerukan penolakan terhadap paham

Komunis. Salah satu tokoh utama yang berpidato mewakili Masyumi pada

sidang Konstituante adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih

dikenal dengan nama Hamka. Beliau berkesempatan menyampaikan

pidatonya yang berisi sebuah tawaran Islam untuk dijadikan sebagai dasar

negara.

Hamka merupakan salah satu ulama di Indonesia yang menguasai

berbagai bidang ilmu keislaman mulai dari hadits, akidah, filsafat, fiqh,

tasauf, sastra, kebudayaan Islam, tafsir. Karya monumental beliau adalah

Tafsir Al-Azhar yang sebagian penelitiannya diselesaikan ketika beliau

ditahan pada masa Orde Lama. Secara umum Hamka di samping dikenal

sebagai seorang ulama, pujangga, sejarawan, jurnalis dan sastrawan.

Beliau juga dikenal sebagai organisator, yang memangku jabatan-jabatan

seperti ketua bagian Taman Pustaka, Ketua Tabligh Muhammadiyah,

Majelis Pimpinan Muhammadiyah. Hingga akhirnya dipercaya sebagai

ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1975 hingga 1981.6

6 Herry Mohammad, dkk., Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20

(Depok: Insani Press, 2006), h. 97.

Page 16: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

4

Karirnya mulai merambah pada dunia politik dan bergabung pada

partai politik Sarekat Islam. Setelah Sarekat Islam dibubarkan oleh

pemerintah Jepang, pada tanggal 7 November 1945 Masyumi berdiri

sebagai federasi dari empat organisasi Islam yakni Nahdatul Ulama (NU),

Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam

Indonesia dan Hamka menjadi anggotanya.7

Pidato Hamka mengandung berbagai macam gaya yang diracik

menjadi sebuah argumen, sindirin, keyakinan, harapan. Gaya bahasa ini

tentu dipengaruhi cara berfikir Hamka, yang dikenal sebagai seorang

ulama besar dan kaya dengan berbagai disiplin ilmu. Retorika pada pidato

adalah salah satu cara guna memengaruhi pemikiran orang lain, dimana

pesan menjadi hal penting. Pesan-pesan dalam pidato Hamka bukan

semata-mata untaian kalimat biasa, keseluruhan pidato tersebut

mengandung sejarah, pantun, dalil, analogi, yang keseluruhannya

mengandung pesan. Namun, pada tiap bait kalimat yang beliau sampaikan

tidak seluruhnya mengandung nilai Islam sebagai dasar negara. Oleh

karena itu peneliti tertarik mencari pesan yang mengandung nilai-nilai

Islam sebagai dasar negara menurut konsep Hamka.

Penelitian ini dimaksudkan mencari nilai yang seperti apa yang

ditawarkan Hamka melalui pidatonya pada saat sidang Konstituante.

Karena berpidato adalah salah satu bentuk komunikasi, penggunaan

bahasa dalam komunikasi merupakan bentuk simbol-simbol yang

7Ibid,. h. 64.

Page 17: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

5

merepresentasikan apa yang dimaksud teks melalui interpretasi atas

simbol-simbol tersebut.

Keadaan tersebut menempatkan peneliti menjadi interpreter yang

mengkreasi dan menstruktur berdasarkan penafsiran subjektif, dalam arti

peneliti berinteraksi langsung dengan teks tanpa pengarang. Interaksi

melalui hermeneutika, yang memberi ruang bagaimana konstruksi pesan

dilakukan. Sehingga bahasa dalam pidato tersebut menjadi kunci utama

dalam pencarian nilai-nilai Islam yang ditawarkan Hamka. Oleh karena itu

penelitian ini berjudul “Analisis Hermeneutika Teks Pidato Hamka:

Islam Sebagai Dasar Negara.”

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada pidato Hamka Islam sebagai

Dasar Negara, yang disampaikan pada sidang Konstituante pada 11

November 1957 di Bandung. Fokus yang akan diteliti adalah nilai-nilai

Islam dalam pidato tersebut dilihat dari perspektif hermeneutika Paul

Ricouer.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan permasalahan di atas, penelitian ini

dirumuskan dalam pertanyaan mayor dan minor:

1. Apa saja nilai-nilai Islam yang menjadi dasar negara pada teks

pidato Hamka yang berjudul Islam sebagai Dasar Negara?

Page 18: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

6

2. Bagaimana penerapan analisis semiologi struktural dan apropriasi

peneliti pada teks pidato Hamka yang berjudul Islam sebagai

Dasar Negara?

3. Bagaimana penerapan analisis apropriasi peneliti pada teks pidato

Hamka yang berjudul Islam sebagai Dasar Negara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksplorasi interpretatif dengan tujuan

untuk mengetahui makna nilai-nilai Islam sebagai dasar negara pada

naskah pidato Hamka Islam Sebagai Dasar Negara pada sidang

Konstituante.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan Ilmu Komunikasi. Serta dapat memperluas kajian

hermeneutika sebagai metode penelitian komunikasi, khususnya

komunikasi pesan. Serta aplikasinya terhadap proses interpretasi dan

pemahaman teks.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi

komunikasi dan masyarakat secara luas. Dapat membuka pandangan

pembaca secara luas mengenai perbedaan pendapat tentang dasar

negara, serta nilai-nilai Islam yang ditawarkan sebagai dasar negara

yang termaktub pada naskah pidato Hamka.

Page 19: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

7

E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelusuran ke beberapa

Perpustakaan yakni Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan

Universitas Indonesia, Perpustakaan ISIP Jakarta, dan Perpustakaan

Universitas Budi Luhur. Berdasarkan penelusuran tersebut peneliti

menemukan beberapa penelitian tentang hermeneutika yang

dipergunakan sebagai metodologi untuk meneliti ideologi.

Penelitian yang berkaitan langsung dengan hermeneutika dan

Pancasila dilakukan oleh Leo Budiman, Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Budi Luhur tahun 2010, dengan judul “Pancasila Menurut

Soekarno (Analisis Hermeneutika Wilhem Dilthey pada Pidato Lahirnya

Pancasila 1 Juni 1945).” Pada penelitian ini mengeksplorasi teks pidato

Soekarno untuk mencari konsep Pancasila melalui teks tersebut memakai

hermeneutika Wilhem Dilthey, memahami teks dengan menggunakan

autobiografi Soekarno. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

konsep Pancasila yang diusung Soekarno merupakan hasil penggalian

terhadap kebudayaan bangsa Indonesia sejak masa kejayaan Sriwijawa

dan Majapahit.

Penelitian berikutnya, yang mengaitkan Islam dengan

hermeneutika dilakukan oleh Dr. Solatun Ibnu Muhammad Djamil

dalam tesisnya yang berjudul “Islam dan Etika Komunikasi”. Magister

Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran bandung tahun 1999.

Page 20: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

8

Penelitiannya telah diterbitkan menjadi salah satu judul penelitian dalam

buku yang berjudul Metode Penelitian Komunikasi. Penelitian ini

mengeksplorasi teks-teks Al-Qur’an menggunakan teknik hermeunitik

dengan fokus penelitian komunikasi antaragama. Hasil dari penelitian ini

menemukan pendekatan etis dalam komunikasi antaragama menurut

sudut pandang Islam tekstual, merupakan suatu pendekatan dengan mana

orang-orang berbeda agama saling berkomunikasi dalam segala urusan

dan menjadikan dasar etikalitas sebagai takaran yang menunjukkan

derajat komunikasi yang etis atau tidak etis.

Komunikasi antaragama etis jika isi pesan yang disampaikannya;

metode penyampaiannya; argumen pendukungnya; cara komunikator

mengekspresikan seluruh sikap personalnya; pengaruh yang ditimbulkan

pada lawan komunikasi yang berbeda agama yaitu ditimbulkannya rasa

simpatik, senang, bersahabat, dan hormat.

Penelitian yang mengaitkan hermeneutika dengan wacana

feminisme dilakukan oleh Fitria Lestari Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Budi Luhur dengan judul “Wacana Feminisme dalam Novel

Ayu Manda (Studi Analisis Hermeneutika).” Metode penelitian ini

menggunakan Hermeneutika dari Paul Ricoeur. Hasil penelitian yang

diperoleh adalah novel ini menggambarkan bagaimana budaya patriarki

telah melahirkan ketidakadilan gender terhadap perempuan, serta posisi

perempuan Bali yang direpresentasikan lewat tokoh utama yakni Ayu

Manda.

Page 21: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

9

“Kedai Tiga Nyonya Sebagai Representasi Budaya Peranakan

Cina-Jawa” skripsi yang ditulis oleh Lisa Andriani Fakultas Ilmu

Komunikasi Budi Luhur tahun 2009. Penelitian ini juga menggunakan

teori representasi Hermeneutika Wilhelm Dilthey, dengan pendekatan

kualitatif dan metode etnografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa Kedai Tiga Nyonya merepresentasikan budaya sesuai dengan

riwayat hidup pemilik kedai. Kedai ini membentuk ruang-ruang sosial

dan simbolik, sebagai sebuah “ruang” yang menjadi refleksi dari

perancang dan masyarakat yang hidup di dalamnya.

Dari beberapa tinjauan penelitian terdahulu berbeda dengan

penelitian ini, menggunakan naskah pidato Hamka yang berjudul Islam

Sebagai Dasar Negara sebagai subjek penelitian. Serta menggunakan

hermeneutika dari Paul Ricoeur sebagai teknik penelitian untuk mencari

nilai-nilai Islam sebagai dasar negara yang terkandung pada naskah

tersebut.

F. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini menerapkan paradigma besar dalam penelitian

komunikasi yakni paradigma interpretif. Pandangan dasar perspektif

ini bahwa kebenaran itu bukan realitas tunggal, melainkan jamak.

Paradigma ini mewarnai penelitian komunikasi melalui beberapa

prinsip dasar, yakni: “(1) pengalaman subjektif (2) kreasi intersubjektif

Page 22: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

10

dalam makna (3) pemahaman sebagai tujuan akhir dalam riset sosial,

dan (4) hubungan antara yang tahu dan yang diketahui”8

Perlu ditekankan pada prinsip yang ketiga sebagai tujuan akhir dari

penelitian paradigma interpretif adalah pemahaman bukan generalisasi.

Demikian pula dengan penelitian ini terarah di jalan paradigma

interpretif. Teks yang diteliti akan melahirkan makna pemahaman

melalui intersubjektif.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan studi kepustakaan atau library research,

yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan sumber utama berupa

literatur (kepustakaan), baik berupa buku, jurnal, artikel, penelitian

terdahulu dan sumber-sumber literatur yang menunjang penelitian ini.9

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yakni metode

yang menyelidiki objek-objek yang tidak dapat diukur secara eksak.

Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Conny R. Semiawan

menyatakan penelitian kualitatif adalah mencari pengertian yang

mendalam tentang suatu gejala, fakta atau realita yang tidak dapat

dipahami bila peneliti menelusuri hanya terbatas pada permukaan

saja.10

8Elvinaro Erdianto dan Bambang Q-Anees, Filsafat Komunikasi (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2007), h. 137. 9M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2002), h. 11. 10

Conny R. Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan

Keunggulannya (Jakarta: Raja Grasindo, 2001), h. 1-2.

Page 23: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

11

Melalui strategi interpretatif dan menggunakan teknik hermeunitik,

yakni suatu metode untuk menafsirkan simbol-simbol berupa teks atau

sesuatu yang diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan

maknanya (dalam hal ini teks yang dimaksud adalah pidato Hamka).

Metode penelitian komunikasi hermeneutika memiliki dua jenis, yaitu

hermeneutika sebagai perangkat memahami teks (text hermeneutics)

dan hermeneutika sebagai perangkat memahami kebudayaan

hermeneutika sosial (social/cultural hermeunitics). Adapun penelitian

ini menggunakan text hermeunitics, teks dipahami sebagai setiap

artefak yang dapat diteliti dan diinterpretasi.11

Melalui analisis hermeneutika, tentu teks-teks yang menjadi subjek

penelitian bersifat polisemis, yaitu mengandung banyak makna

bergantung pada peneliti dengan latar belakang budayanya. Pada

penelitian ini menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk

menjelaskan nilai-nilai Islam pada naskah Pidato Hamka Islam

sebagai Dasar Negara.

Hermeneutika Paul Ricouer memiliki dua model, disebut lingkaran

hermeneutika yang dapat diterapkan dalam penelitian teks adalah

sebagai berikut:

a. Pertama adalah “penjelasan” diakui sebagai posisi objektif dari

penelitian hermeneutika, melalui semiologi struktural yang mencoba

membedah struktur-struktur intern teks, tanpa melihat hubungan pada

dunia yang ada diluar teks. Peneliti berusaha menginterpretasikan teks

11

Stephen W. Littejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba

Humanika, 2008), h. 193.

Page 24: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

12

yang terdapat dalam naskah tersebut. Berdasarkan teknik penelitian ini,

maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kutipan-kutipan

kalimat.

b. Kemudian analisis kedua disebut dengan “pemahaman”, merupakan

analisis dengan melihat rujukan yang ada diluar teks yang disebut

sebagai makna kontekstual yang didapatkan melalui apropriasi.

Pemahaman sepenuhnya diperantai oleh seluruh prosedur penjelasan

yang mendahului dan mengiringinya.12

3. Kerangka Pemikiran

Supaya penelitian ini lebih terarah serta mudah dipahami, di bawah

ini merupakan gambaran kerangka pemikiran peneliti:

Diagram 1: Kerangka Pemikiran

12

Paul Ricoeur, Hermeneutika Sosial. Penerjemah Muhammad Syukri (Yogyakarta:

Kreasi Wacana, 2006), h. 293.

Teks Pidato Hamka sebagai Wacana

Dunia Internal Teks

Penjelasan 'Semiologi Struktural'

Dunia Peneliti

Pemahaman

'Apropriasi Peneliti'

Nilai-Nilai Islam sebagai Dasar

Negara

Page 25: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Pada teknik pengumpulan data, peneliti memerlukan sejumlah

data yang dapat mendukung dan memperkuat hasil penelitian. Peneliti

menggunakan dua macam teknik, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

subjek yang diteliti yakni naskah pidato Hamka yang disampaikan

pada sidang Konstituante tanggal 12 November 1957 di Bandung, dan

telah dibukukan dengan judul Tentang Dasar Negara Republik

Indonesia dalam Sidang Konstituante.13

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara studi

kepustakaan (library research), pengumpulan data melaui sumber-

sumber bacaan dari berbagai literatur seperti teks-teks, buku, artikel,

majalah, yang berkaitan dengan penelitian serta mendukung proses

penelitian ini.

5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini bentuk teknik analisisnya adalah analisis

deskriptif yakni data yang dikumpulkan adalah berupa kata, kalimat, atau

teks, dan menggunakan pendekatan kualitatif. Selain itu, semua yang

dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap suatu yang

13

Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante Jilid III (T.tp, T.pn,

1958), h. 56-79.

Page 26: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

14

diteliti.14

Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan

data dan pengolahan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan

tersebut.

Data-data tersebut kemudian diolah dengan alat bantu teori yakni

lingkaran hermeunitik Ricoeur. Penjelasan berarti dekonstektualisasi atau

analisis secara bahasa. Kemudian pada pemahaman atau kontekstualisasi

yang merupakan analisis dengan melihat rujukan yang ada di luar teks.

Pemahaman sepenuhnya diperantai prosedur penjelasan yang mendahului

dan mengiringinya.

Pada prakteknya analisis dilakukan dengan mencari simbol-simbol

verbal yang tersembunyi tentang nilai-nilai Islam sebagai dasar negara

dalam naskah pidato Hamka. Sebelum peneliti melakukan analisis,

pertama yang peneliti lakukan adalah mengorganisasikan data berupa

potongan bait atau paragraf yang mengandung nilai-nilai Islam sebagai

dasar negara menjadi suatu data yang dapat dikelola. Kemudian peneliti

mengumpulkan data sekunder yang menjadi bahan analisis berikutnya

sebagai upaya kontekstualisasi pada tahap analisis pemahaman.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Akademik pada Bab

Pedoman Penelitian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) oleh

CeQda (Center for Quality Develompent and Assurance) Universitas Islam

14

Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 11.

Page 27: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

15

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Penelitian dibagi dan dirinci

hingga lima bab, dengan sistematika terdiri dari:

Bab 1 yaitu Pendahuluan merupakan penjelasan dari latar belakang

permasalahan penelitian skripsi ini. Didalamnya juga dijelaskan batasan

dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, dan terakhir sistematika penelitian.

Bab 2 berisi tentang Kajian Teori yang menguraikan tentang

Pengertian Komunikasi, uraian singkat mengenai retorika, Pancasila

sebagai dasar negara, dasar negara berasaskan Islam, penjelasan mengenai

hermeneutika serta perkembangannya, hermeneutika dalam komunikasi,

serta hermeneutika Paul Ricoeur.

Bab 3 membahas Gambaran Umum yang menguraikan tentang

Biografi Hamka serta karya-karya beliau, kemudian penjelasan mengenai

sidang Konstituante tahun 1956 hingga 1958, dilanjutkan dengan

gambaran umum pokok penelitian ini yaitu pidato Hamka Islam Sebagai

Dasar Negara, dan yang terakhir adalah gambaran kronologis lahirnya

Pancasila.

Bab 4 Pembahasan dan Analisis Data. Pada bab ini terdiri

membahas analisis lingkaran hermeneutika Paul Ricouer yang terdiri dari

analisis struktural sebagai upaya dari penjelasan, dilanjutkan pada proses

pemahaman melalui apropriasi.

Bab 5 kesimpulan dan saran akan menjadi butir-butir pada bab

kelima sebagai penutup.

Page 28: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication

berpangkal dari kata Latin communicatio, yang berasal lagi dari kata

communis memiliki arti “sama makna”. Jadi komunikasi adalah proses

pertukaran pesan yang menimbulkan atau memiliki efek sama makna

antara sumber dan penerima begitu pula sebaliknya.1

Berbeda dengan pemikiran Frank Dance yang dijabarkan oleh

Littlejohn, memilih tidak mendefinisikan komunikasi secara kolektif.

Frank menjadikan tiga poin penting yang membentuk dimensi dasar

komunikasi:

Pertama, tingkat pengamatan atau keringkasan. Definisi

komunikasi bagian ini bersifat luas dan bebas. Sebagai contoh definisi

komunikasi yang umum yakni “...Komunikasi sebagai proses yang

menghubungkan bagian-bagian yang terputus...”. Definisi lain yaitu

“...Komunikasi sebagai sistem, semisal telepon untuk menyampaikan

informasi...” definisi ini bersifat terbatas.2

Kedua, berkenaan dengan tujuan. Berikut definisi komunikasi

hanya memasukkan pengiriman dan penerimaan pesan dengan maksud

tertentu, “...Situasi-situasi tersebut merupakan sebuah sumber yang

mengirimkan sebuah pesan kepada penerima dengan tujuan tertentu

1Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),

h. 9. 2Stephen W. Littejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba

Humanika,2008), h. 4.

Page 29: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

17

untuk memengaruhi perilaku penerima...” Sedangkan definisi yang

tidak menyebutkan tujuan seperti: “...Komunikasi merupakan sebuah

proses menyamakan dua atau beberapa hal mengenai kekuasaan

terhadap orang atau beberapa orang...”3

Ketiga, penilaian normatif yang membedakan definisi

komunikasi. Pada bagian ini definisi yang menyatakan pernyataan

keberhasilan, keefektifan atau ketepatan. Definisi yang tidak

mencantumkan secara lengkap. Sebagai contoh “...Komunikasi

merupakan pertukaran pikiran atau gagasan...” Asumsi definisi ini

komunikasi terjadi apabila pikiran dan gagasan telah tertukarkan.

Selain itu definisi yang tidak menilai tentang hasil adalah:

“...Komunikasi adalah penyampaian informasi...” Asumsinya

informasi tersampaikan tidak penting diterima atau dipahami.4

2. Unsur-Unsur Komunikasi

Harold D.Laswell dikutip oleh Onong Uchjana, memiliki

paradigma sendiri dalam menjelaskan unsur komunikasi. Melalui

pertanyaan berikut ini, maka unsur komunikasi terjawab: Who, Says

What, in Which Channel, To Whom, With What Effect?5

Paradigma Laswell tersebut menunjukkan bahwa komunikasi

memiliki lima unsur, yakni:

a. Komunikator (communicator, source, sender)

b. Pesan (message)

c. Media (channel)

3Ibid., h. 4.

4Ibid., h. 5.

5Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, h. 10.

Page 30: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

18

d. Penerima (communicant, receiver)

e. Efek (effect, influence)

Hakikatnya komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan oleh seseorang kepada orang lain. Pikiran dapat berupa

gagasan, informasi, opini, dan lain-lain. Perasaan dapat berupa

keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan,

kegembiraan, dan lain sebagainya.6

B. Hermeneutika

1. Pengertian

Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani

hermeneuein yang berarti menafsirkan. Benny H. Hoed

mendefinisikan hermeneutika sebagai:

“Ilmu yang mengembangkan pemahaman makna melalui

interpretasi, bahkan secara tegas hermeneutika mempunyai

tujuan untuk pemahaman. Hermeneutika memahami teks

sebagai karya serta menghubungkannya dengan pemroduksi

teks. Oleh karena itu, hermeneutika bersifat polisemis karena

cakrawala pemahaman dan latar belakang pembaca berbeda-

beda.”7

2. Sejarah dan Perkembangan

Dalam sejarah Yunani, hermeneutika berasal dari nama tokoh

mitologis Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas

menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas Hermes adalah

menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di Gunung Olympus ke dalam

6Ibid., h. 11.

7Benny, H. Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu,

2011), h. 92.

Page 31: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

19

bahasa yang dapat dimengerti manusia. Oleh karena itu Hermes

mampu menginterpretasi sebuah pesan ke dalam bahasa yang dapat

dimengerti pendengarnya.8

Sepintas, hermeneutika tampaknya berasal dari tradisi keagamaan,

utamanya tradisi Kristiani. Namun hermeneutika sendiri berasal dari

bahasa Yunani, beberapa abad sebelum menjelma menjadi kata Latin

di dunia Barat pada abad pertengahan. Dalam buku Hermeneutika

Teori Baru Mengenai Interpretasi, Richard Palmer mengemukakan

enam definisi modern hermeneutika:

(1) Teori eksegesis Bibel; (2) Metodelogi filologis; (3) Ilmu

pemahaman linguistik; (4)Metodologisgeisteswissenschaften

(semua disiplin yang dapat memfokuskan pada pemahaman

seni, aksi, dan tulisan manusia); (5) Fenomenologi eksistensi

dan eksistensial; (6) Sistem interpretasi baik reloktif maupun

iconoclastic.9

Pertama, “hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci

atau eksegesis Bibel, pelopornya adalah J.C. Dannhauer. Teori ini

merujuk pada prinsip-prinsip interpretasi Bibel, dan hal tersebut

memasuki penggunaan modern sebagai suatu kebutuhan yang muncul

dalam buku-buku yang menginformasikan kaidah-kaidah eksegesis

kitab suci.”10

Kedua, “hermeneutika sebagai metode filologis, menyatakan

bahwa metode interpretasi yang diaplikasikan terhadap Bibel juga

8Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), h. 23.

9Richard Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi. Penerjemah Husnur

Hery dan Damanhury Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) cet. ke-1, h. 38. 10

Ibid., h. 39.

Page 32: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

20

dapat diaplikasikan terhadap buku yang lain. Perkembangan ini dipicu

oleh perkembangan rasionalisme.”11

Ketiga, “hermeneutik sebagai ilmu pemahaman linguistik.

Hermeneutika berubah menjadi teori pemahaman atas dasar linguistik.

Hermeneutika menjadi modal untuk semua interpretasi teks, yang

prinsipnya dapat digunakan berbagai jenis interpretasi teks.

Hermeneutika ini menyatakan bahwa sebuah teks yang dihadapi tidak

sama sekali asing dan tidak sepenuhnya biasa bagi penafsir.

Keasingan suatu teks diatasi dengan membuat rekonstruksi imajinatif

atas situasi dan kondisi pengarang. Hermeneutik ini juga dapat

dikatakan sebagai, sejumlah kaidah dan berupaya membuat

hermeneutika sistematis-koheren, sebagai ilmu yang mendeskripsikan

kondisi-kondisi pemahaman dalam suatu dialog.”12

Keempat, “hermeneutika geisteswissenshacften yaitu semua

disiplin yang dapat memfokuskan pada pemahaman seni, aksi, dan

tulisan manusia. Hermeneutika difungsikan sebagai interpretasi

ekspresi manusia, apakah itu hukum, sastra, maupun kitab suci yang

membutuhkan tindakan historis. Pelopornya adalah Wilhelm Dilthey

yang mengarahkan hermeneutika sebagai ilmu humaniora.”13

Kelima, “hermeneutika sebagai fenomenologi eksistensi dan

eksistensial, pada konteks ini mengacu pada ilmu interpretasi teks bagi

geisteswissenschaften, penjelasan pada fenomenologisnya tentang

keberadaan manusia itu sendiri. Hermeneutika ini difungsikan sebagai

11

Ibid., h. 43. 12

Ibid., h. 44. 13

Ibid., h. 45.

Page 33: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

21

penafsiran untuk melihat fenomena keberasaan manusia itu sendiri

melalui bahasa.”14

Keenam, “hermeneutika sebagai sistem interpretasi. Disini

hermeneutika difungsikan sebagai seperangkat aturan penafsiran

dengan cara menghilangkan segala misteri yang menyelimuti simbol,

yaitu dengan membuka selubung yang menutupinya. Tokohnya adalah

Paul Ricoeur yang berusaha menarik hermeneutika ke wilayah

penjelasan dan pemahaman teks. Teks sebagai penghubung bahasa

isyarat dan simbol-simbol dapat membatasi ruang lingkup

hermeneutik karena bahasa oral (ucapan) dapat dipersempit.”15

Definisi di atas merupakan pergeseran dari hermeneutika klasik ke

hermeneutika modern. Dalam hal ini sama dengan istilah Ricouer

yang menyebutnya “...upaya regional sebagai memaksudkan

hermeneutika yang “baru” ke wilayah tertentu...” Gerakan ini

mengangkat hermeneutika regional kepada hermeneutika universal,

atau disebut dengan de-regionalisasi.16

Objek kajian hermeneutika adalah teks, hermeneutik tidak

membatasi pada pemaknaan teks tertulis, tapi juga segala sesuatu yang

terekam, baik secara tulisan, elektronik, fotografi, dan lain lain. Teks

merupakan hasil atau produk praktis bahasa. Oleh karena itu,

hubungan antara teks dan bahasa sangat dekat. Sebagai perangkat

interpretasi, tentunya hermeneutik merambah ke beberapa disiplin

14

Ibid., h. 46. 15

Ibid., h. 47. 16

Ricoeur, Hermeneutika Sosial, h. 58.

Page 34: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

22

ilmu dari filsafat, sastra, antropologi, psikologi, sosiologi, hingga

komunikasi.

C. Hermeneutika dalam Komunikasi

Basrowi Sukidin dalam bukunya Metode Penelitian Perspektif

Mikro menyatakan bahwa:

“Hermeneutik adalah suatu pendekatan yang mewarnai

bagaimana kita memperlakukan fenomena komunikasi. Lebih lanjut

bahwa dengan menggunakam metode hermeneutik, maka fenomena

komunikasi diperlakukan sebagai teks. Sehingga penelitian

komunikasi merupakan fenomena komunikasi yang direncanakan.

Dengan demikian, dengan lensa hermeneutik akan tampak bahwa

proses interpretasi dalam penelitian merupakan kegiatan yang

melibatkan telaah terhadap teks yang lebih luas.”17

Selain itu ilmuwan komunikasi Littlejohn membagi tradisi-tradisi

komunikasi dan memasukkan hermeneutik menjadi salah satu tradisi

dalam penelitian pesan.18

Sementara dalam buku Filsafat Komunikasi,

Elvinaro dan Bambang mengungkapkan pentingnya hermeneutika dalam

penelitian komunikasi dapat diringkas menjadi beberapa sentral:

Pertama, bahwa hermeneutika muncul sebagai bentuk upaya

mencari tahu lebih dari penjelasan, oleh karena itu “...Hermeneutika

menegaskan pentingnya sebuah pemahaman sebagai sebuah oposisi dari

penjelasan...”. Kedua, peristiwa-peristiwa yang terjadi secara sosial

merupakan objek kajian penelitian “...Hermeneutika menekankan konsep

sentral teks dan berusaha meyakinkan bahwa pelbagai perilaku objek-

objek yang terbentuk dalam kehidupan sosial dapat dimaknai sebagai

17

Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro (Surabaya: Insan

Cendekia, 2002), h. 156. 18

Lihat Stephen W. Littejohn dan Karen A. Foss dalam bukunya Teori Komunikasi

memasukkan teori hermeneutika dalam ilmu komunikasi.

Page 35: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

23

sebuah teks...” Ketiga, “...pemahaman pada intinya merupakan kerangka

rujukan antara pengamat dan objek yang diamati...”19

Lebih lanjut Elvinaro juga menjelaskan bagaimana hermeneutika

mewarnai kajian komunikasi dilihat dari segi ontologi, epistimologi, serta

aksiologi:

“Studi hermeneutika juga memiliki prinsip-prinsip dasar

sebagai ilmu yang dapat menjawab kemampuan hermeneutika dalam

komunikasi. Secara ontologi kebanyakan teoritisi interpretatif

menyoroti gagasan bahwa realitas tidak akan bisa dimengerti tanpa

mempertimbangkan proses sosial dan mental yang terus menerus

membangun realitas tersebut. Implikasi ini mengarah pada segi

epistemologi yang mengajukan dasar epistemologi subjektif. Karena

tidak ada hukum universal yang bisa dijadikan kesimpulan mengenai

dunia sosial. Realitas itu diciptakan melalui pemahaman yang

dicapai dari pandangan pelaku realitas tersebut. Untuk mendapatkan

pemahaman ini, para pakar interpretatif mencoba mengurangi jarak

antara subjek yang meneliti dan objek pengetahuan. Sementara

pada term aksiologi dapat diambil kesimpulan bahwa teorisi

interpretatif menjauhkan diri dari dugaan bahwa realitas sosial dapat

dipisahkan dari nilai-nilai subjek peneliti.”20

Sederhananya menurut penulis metode hermeneutika

menyanggah asumsi positivistik yang menganggap bahwa peneliti

dapat objektif.

D. Hermeneutika Paul Ricoeur

1. Pengertian

Paul Ricoeur mendefinisikan hermeneutika sebagai “...teori

pengoperasian pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi

19

Elvinaro Erdianto dan Bambang Q-Anees, Filsafat Komunikasi (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2007), h. 131-135. 20

Ibid., h. 138-139.

Page 36: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

24

dari teks...” 21

Lebih lanjut menurutnya interpretasi adalah upaya

untuk membongkar lipatan-lipatan dari tingkat makna yang terkandung

dalam lipatan-lipatan teks. Teks sendiri menurut Ricoeur adalah

sebuah wacana yang dibakukan lewat tulisan. Melalui wacana ini teks

bukan susunan tanda bahasa yang membentuk pengertian, tetapi

merupakan sebuah simbol yang memiliki makna dan intensi yang

tersembunyi.22

Dalam mengambangkan teori hermeneutik, Ricouer menjelaskan

asumsi-asumsi dasarnya yang terdiri dari: cakrawala, distansi teks,

dialektika menjelaskan dan memahami. Namun sebelumnya yang perlu

diketahui adalah makna teks menurut Ricouer.

2. Teks dan Cakrawala Teks

Hal yang paling dasar teori hermeneutika Ricouer adalah

pandangannya mengenai teks dan konsep tentang distansi teks. Teks

pada dasarnya bersifat otonom. Otonomi teks ada tiga macam, yaitu

intensi pengarang, situasi kultural dan kondisi pengadaan teks, dan

kepada siapa teks ditujukan. Seperti yang telah disinggung di atas

bahwa teks adalah wacana yang dibakukan lewat tulisan. Apa yang

dibakukan lewat tulisan adalah wacana yang dapat diucapkan. Sebuah

teks baru menjadi teks apabila membubuhkan apa yang dimaksudkan

oleh sebuah wacana ke dalam huruf-huruf tertulis.23

Wacana adalah sebuah peristiwa yang memiliki makna, peristiwa

artinya wacana yang direalisasikan waktu dan masa kini. Jika tanda

21

Paul Ricoeur, Hermeneutika Sosial, h. 220. 22

Ibid., h. 220. 23

Ibid., h. 197.

Page 37: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

25

leksikal adalah unit dasar bahasa, maka kalimat adalah unit dasar

wacana. Lalu apa yang dibakukan oleh tulisan adalah bukan ujaran

atau speaking, melainkan yang diujarkan atau maksud dari ujaran

tersebut, dimana yang diujarkan dapat dipahami sebagai intensional

yang membentuk tujuan wacana.24

Lalu yang membedakan makna tulisan dengan makna ucapan yang

dianggap sebagai teks adalah bahwa ucapan merupakan hubungan

dialogis interlokutor yakni antara komunikator dengan komunikan dan

sebaliknya. Sedangkan tulisan yang dianggap sebagai teks, tidak

menempati posisi dialogis antara penulis dengan pembaca, melainkan

antara teks dengan pembaca. Karena pembaca tidak melakukan dialog

dengan penulis.25

Oleh karena itu apabila kita membaca teks akan menghadirkan

dunia imajiner yang disebut oleh Ricoeur sebagai “horizon atau

cakrawala. Setiap orang memiliki cakrawala yang berbeda yang

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang terbentuk dalam

perjalanan hidupnya. Begitu pula dengan teks yang memiliki

cakrawala sendiri terlepas dari intensi pengarang. Artinya teks

memiliki dunianya sendiri. Argumen Ricouer ini sejalan dengan apa

yang dikatakan oleh Ferdinand de Saussure, bahwa ucapan (parole)

merupakan pengejawantahan dari bahasa (langue). Oleh karena itu apa

24

Ibid., h. 270. 25

Ibid., h. 197.

Page 38: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

26

yang dikatakan teks lebih penting dari pada apa yang ingin

disampaikan oleh pengarangnya.”26

Cakrawala yang ada dalam individu merupakan gambaran dunia

pengalaman yang telah dialaminya akan menentukan pemaknaan

terhadap sesuatu yang terjadi. Hal ini adalah wujud kesadaran atau

juga dapat disebut sebagai bagian dari cakrawala. Jadi dapat dibedakan

teks memiliki cakrawala sendiri yang menghadirkan dunia historis

teks, dan cakrawala pembaca berisi segala informasi, pengetahuan,

serta prasangka yang dimilikinya.27

Proses pemahaman hermeneutik

merupakan penyatuan antara dua cakrawala, cakrawala peneliti dan

cakrawala pembaca.

3. Distansi Teks

Secara etimologi distansi berasal dari bahasa Inggris distance yang

berarti jarak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa teks

adalah wacana yang dibakukan lewat tulisan, hal ini menekankan

pentingnya karakteristik pengalaman yakni komunikasi dan

pengambilan jarak. Ricouer menyatakan pemisahan teks dari situasi

sebagai pembedaan (distanciation). Teks memiliki makna yang

berbeda dari pengarangnya, dengan kata lain pembaca teks dapat

memahaminya meski berada pada situasi yang berbeda.28

Ricouer

menyatakan terdapat lima tema fungsi distansi yang membentuk

kriteria teks, yaitu:

26

Ibid., h. 272.

28

Littlejohn, Teori Komunikasi, h. 195.

Page 39: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

27

a. Realisasi bahasa sebagai wacana

“Ricouer mendefinisikan wacana sebagai peristiwa bahasa.

Bahasa mengutamakan kondisi komunikasi yang memberikan

kode-kode, sementara wacana mempertukarkan semua pesan.

Bahasa diaktualisasikan dalam wacana menjadi suatu sistem

sebagai peristiwa yang memiliki makna.” 29

b. Wacana sebagai karya

“Sebuah karya membentuk susunan yang diterapkan pada

komposisinya sendiri serta mentransformasikan wacana dalam

suatu karya.” 30

c. Relasi ucapan dan tulisan

“Ketika wacana beralih dari ucapan ke tulisan, maka teks

menjadi otonom terlepas dari pembuat teks. Dengan demikian teks

terbuka bagi pembacaan secara luas, tiap-tiap pembacaan berada

pada kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Teks harus mampu

keluar dari konteks ketika ia diciptakan sehingga dapat bawa pada

kondisi yang baru.” 31

d. Dunia teks

“Dalam pemahaman ini dunia teks adalah bentuk distansi

yang disebut distansi nyata, menunjukkan kepada suatu paham

realitas. Sifat teks yang otonom menghadirkan dunia imajiner,

29

Ricoeur, Hermeneutika Sosial, h. 177. 30

Ibid., h. 182. 31

Ibid., h. 186.

Page 40: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

28

artinya teks menghilangkan dunia sekitar dan menggantikannya

dengan dunia semu.” 32

e. Pemahaman diri terhadap karya

“Teks merupakan medium untuk memahami diri,

pemahaman diri seperti apropiasi teks, cara penggunaannya adalah

dengan menghadirkan situasi pembaca. Apropriasi dihubungkan

dengan objektifasi struktural teks, tidak membaca maksud pembuat

karya melainkan maksud yang ingin disampaikan karya itu.” 33

4. Apropriasi

Apropriasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris yang

berarti „to appropriate‟ yang berarti mengambil untuk menjadi milik

sendiri. Benny H. Hoed menyatakan bahwa:

“Apropriasi membuat hubungan antara subjek dengan

objek (teks) yang pada awalnya terpisah menjadi tanpa jarak.

Apropriasi juga dapat dikatakan sebagai pemahaman. Jadi untuk

melakukan pemahaman dibutuhkan cakrawala peneliti.

Pemahaman teks harus dipahami dengan pemroduksi teks,

lingkungannya, serta intertekstualitas (mempunyai kaitan secara

sistemis dengan teks yang lain). Makna teks dipahami dalam

konteks dialog antara pembaca dan teks yang dibacanya.”34

Apropriasi dapat dikatakan mengambil teks menjadi milik kita,

ketika interpretasi apropriasi dilakukan untuk menemukan makna teks,

teks tidak lagi asing dan menjadi familiar. Konsep dialektika antara

apropriasi dan distansi yakni mencoba membuka makna yang

tersembunyi. Interpretasi mengijinkan aktualisasi makna teks yang

32

Ibid., h. 188. 33

Ibid., h. 190. 34

Hoed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, h. 94.

Page 41: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

29

meurut Ricouer terjadi melalui apropriasi. Teks yang menjadi milik

peneliti akan membuka cakrawala (pengetahuan atau kesadaran)

sehingga dapat mengerti dirinya sendiri.35

5. Penjelasan dan Pemahaman

Pembahasan tema ini dimulai dari melakukan pembacaan teks

yang bersifat otonom. “Otonomi teks menghadirkan dunia imajiner,

artinya teks membuka diri dan melepaskan dari intensi pengarang.

Tipe ini dengan menahan atau menunda semua relasi dengan dunia

yang dapat dijelaskan. Karena teks mempunyai dunianya sendiri yang

terlepas dari intensi penulis. Jadi teks diperlakukan sebagai objek tanpa

pengarang, dalam hal ini teks dijelaskan dalam konteks hubungan

internalnya yakni struktur-strukturnya tanpa dipengaruhi oleh

intertekstualitas subjektif. Objektivasi melalui struktur merupakan

upaya menunjukkan hubungan-hubungan intern dalam teks. Dengan

demikian hal ini memungkinkan hal ini menuju penjelasan (eksplanasi)

yang berkenaan dengan teks.”36

Menjelaskan makna struktur dari teks yakni menghubungkan

ketergantungan yang bersifat internal yang menyusun kebakuan teks,

peneliti diarahkan oleh teks mengikuti alur pikiran menempatkan pada

rute dan menuju arah teks.37

Penjelasan merupakan analisis struktur

dengan melihat hubungan dunia yang terdapat dalam teks, sehingga

langkah ini menjadi objektif.

35

A. Ghasemi, et al., “Ricouer‟s Theory of Interpretation: A Methode for Understanding

Text (Course Text),” World Aplied Science Journal 15 (2011): h, 1626. 36

Ricoeur, Hermeneutika Sosial, h. 205-206. 37

Ibid., h.218.

Page 42: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

30

Proses kedua yakni pemahaman melalui interpretasi apropriasi,

yakni dengan “...Mengasumsikan teks sebagai wacana yang

menghasilkan cakralawa yang dihadirkan oleh teks, yang berfusi

dengan cakrawala pembaca dalam hal ini berarti peneliti...”38

Sehingga

teks menjadi milik pembaca dan dipahami juga sesuai konteks

pembacanya.

Oleh sebab itu, hermeneutika berkembang bukan bertujuan

merekonstruksi pesan. Sebaliknya hermeneutika mengembangkan atau

mengkonstruksi pemahaman makna dari teks sesuai dengan konteks

pembacanya. Hermeneutik yang mengkonstruksi pemahaman baru

terlepas dari andil „pemilik teks‟ dapat digambarkan sebagai berikut:

Diagram 2 : Hermeneutika Konstruktif

Dapat disimpulkan bahwa dialektika cara pembacaan “Pertama

yakni penjelasan dilakukan dengan membedah teks dari unsur-unsur

internalnya untuk menjaga otonomi teks supaya terlepas dari intensi

pengarang Sehingga teks membuka diri dari kemungkinan-kemungkinan

38

Ibid., h. 218.

Penulis Teks Peneliti

Latar Belakang

Tujuan

Konteks

Page 43: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

31

dibaca secara luas. Sedangkan pemahaman atau kontekstualisasi bersifat

sintesis, digunakan untuk kejadian-kejadian yang berhubungan dengan

keseluruhan penafsiran.”39

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hermeneutika bukan

mencari makna dibalik teks, namun mengarahkan perhatiannya kepada

makna objektif dari teks, terlepas dari maksud subjektif si pengarang

ataupun orang lain. Untuk itu menginterpretasikan sebuah teks bukannya

mengatakan suatu relasi subjektifitas pengarang atau subjektifitas

pembaca, melainkan hubungan antara diskursus teks dan diskursus

interpretasi.40

Untuk lebih jelasnya peneliti menggambarkan diagram penjelasan

dan pemahaman sebagai berikut:

39

Ibid., h. 195. 40

Acep Iwan Saidi, “Hermeneutika Sebuah Cara Memahami Teks,” Jurnal Sosioteknologi

Edisi 13 Tahun 7 (April 2008): h. 377.

Teks:

Bahasa/ Wacana

Penjelasan

Pemahaman

Proses Analisis

Semiologi Struktural

Proses Pemahaman

Apropriasi Peneliti

Page 44: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

32

Diagram 3: Hermeneutika Paul Ricouer

E. Wacana Pancasila Sebagai Dasar Negara

Untuk menggambarkan pluralitas masyarakat dan budaya

Indonesia, para pendiri Republik tahun 1945 telah mengumandangkan

motto nasional, Bhinneka Tunggal Ika, yang diambil dari formulasi

pujangga Empu Tantular, seorang pemikir cemerlang pada zaman kerajaan

Hindu Majapahit. Indonesia juga memiliki Pancasila sebagai dasar

filosofis dan ideologi nasional negara, dan sebagai pandangan hidup

masyarakat Indonesia. Darji menjelaskan Pancasila sebagai berikut:

“Secara harfiah Pancasila berarti lima prinsip yang berasal dari

bahasa Sanskerta; panca yang berarti lima, dan sila berarti prinsip. Istilah

Pancasila telah digunakan oleh Empu Prapanca dalam bukunya yang

sangat terkenal Negarakertagama, dan Empu Tantular dalam bukunya

Sutasaoma. Ketika itu Pancasila berfungsi sebagai lima prinsip bimbingan

etika dari penguasa dan rakyat agar tidak melakukan kekerasan, mencuri,

dendam, berbohong, dan meminum minuman keras.”41

Kelima prinsip moral tersebut sangat dekat dengan etika

Budhisme, yang isinya:

1) Panatipata Veramami Sikhapadham Sandiyami (kami

berjanji untuk tidak membunuh)

2) Adimadana Veramami Sikhapadam Sandiyani (kami

berjanji untuk tidak mencuri)

41

Darji Darmodiharjo, Pancasila Suatu Orientasi Singkat (Jakarta: Ariess Lima, 1984), h.

23.

Page 45: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

33

3) Kamesu Miccharaca veramami Sikhapadam Samadiyami

(kami berjanji untuk tidak melakukan zina)

4) Mussawada Veramam Sikhapadam Samadiyami (kami

berjanji untuk tidak berbohong)

5) Sura Meraya Majja Parmadhatama Sikhapadam

Samadiyami (kami berjanji untuk tidak mabuk-

mabukkan).42

Jadi istilah kelima prinsip Pancasila pada mulanya berfungsi

sebagai bimbingan moral dan etika, yang kemudian ditransformasikan

menjadi konsep politik dalam konteks pemikiran politik Indonesia

menjadi:

1) Ketuhanan yang Maha Esa

2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan Perwakilan

5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.43

F. Wacana Negara Islam

Para ilmuwan Islam mempunyai berbagai pemikiran dalam

mendefinisikan apa itu negara Islam. Hasbi memetakan pengelompokan

tersebut dalam beberapa kelompok. Pertama, pendapat antara apakah ada

atau tidak negara Islam. Maksudnya apakah Islam mengajarkan masalah

42

Faisal Islami, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogya, 1999), h. 5-6. 43

Ibid., h. 6.

Page 46: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

34

kenegaraan atau tidak. Pandangan ini terpecah menjadi tiga pendapat,

kelompok pertama menyatakan dengan tegas ada, kelompok lain

menyatakan tidak ada, dan pendapat terakhir tidak diajarkan secara tuntas.

Kedua, kelompok ini menyatakan adanya negara Islam, baik itu yang

berpendapat Islam sebagai negara dan agama. Negara Islam itu memang

harus ada walaupun bukan merupakan sebuah perintah dalam Islam, akan

tetapi lebih merupakan keharusan demi menjaga pengembangan atau

pelestarian agama.44

Fazlur Rahman seorang ilmuwan Islam mendefinisikan negara

Islam sebagai “...organisasi yang dibentuk oleh masyarakat muslim dalam

rangka memenuhi keinginan mereka dan tidak untuk kepentingan lain...”45

Dari definisi tersebut, menurut penulis rumusannya fleksibel tanpa

memberi ketentuan-ketentuan tertentu. Keyakinan pendirian negara

berdasarkan Islam didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu menurut Al-

Quran dan Sunnah. Sejalan dengan pemikiran berikut ini:

“Pertama, bahwa seluruh kekuasaan semesta ada pada Allah

karena Ia yang menciptakannya. Maka menurut keimanan orang muslim,

hanya Allah yang harus ditaati. Kedua, bahwa hukum Islam telah

ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Melalui prinsip-prinsip ini

sebagian kelompok kaum muslim memahami bahwa mereka harus

44

M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta: UII

Press, 2000), h. 81. 45

Ibid., h. 83.

Page 47: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

35

melaksanakan peraturan yang telah ada dalam segala bidang kehidupan

mereka, bukan menciptakan hukum-hukum baru.”46

Konsep lain tentang negara Islam yakni dari Hamka, yang

memiliki pendapat bahwa negara dan agama adalah dua hal yang tidak

dapat dipisahkan. Beliau banyak menggambarkan konsep negara Islam

mengacu pada sejarah, seperti keberhasilan Nabi Muhammad melalui

agama Islam yang dibawanya dapat mempersatukan masyarakat dalam

kesatuan suku yang terpecah belah.47

Kendatipun Nabi Muhammad tidak

pernah menyatakan dirinya sebagai pemimpin negara, tetapi ia telah

menjadikan negara sebagai sebuah alat bagi Islam untuk menyebarkan dan

mengembangkan agama.

Dalam buku Falsafah Hidup karya Hamka yang dikutip

Shobahussurur, Hamka menjelaskan bahwa Islam meliputi seluruh

kegiatan hidup manusia, Islam bukan hanya membahas masalah ibadah

makhluk kepada Tuhannya, tidak pula membahas antara seorang dengan

masyarakat, Islam bukan pula hanya urusan ulama. Islam meliputi seluruh

aspek kehidupan.48

Ini artinya Islam juga mengajarkan konsep tentang

negara.

Lebih lanjut menurut Hamka, masyarakat Islam dalam hal ini dapat

juga berarti negara Islam yang memiliki cita-cita tinggi dan memahami

agamanya secara baik. Pemeluk yang taat pada agamanya adalah mereka

yang bercita-cita untuk perjuangan negara, supaya hukum Allah berjalan

46

Mumtaz Ahmad, ed., Masalah-Masalah Teori Politik Islam (Bandung: Mizan, 1996), h.

57. 47

Hamka, Islam Revolusi (Pustaka Panjimas, 1984), h. 89. 48

Shobahussurur, “Relasi Islam dan Kekuasaan Perspektif Hamka,” Jurnal Asy-Syir‟ah V

43, no. 1 (2009): h. 3.

Page 48: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

36

di bumi. Tidak sempurna Islamnya, jika undang-undang dan kehidupannya

tidak diatur dengan aturan yang didasarkan pada Tuhan. Selaras dengan

ayat berikut:49

“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka

menjadikan engkau sebagai hakim terhadap perkara yang

mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam

hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka

menerima dengan sepenuhnya” (Q.S an-Nisaa: 65).

Konsep pemerintahan Islam di suatu negara atau wilayah, ialah

menurut bentuk pertumbuhan dan kecerdasan masyarakat itu.

Sebagaimana fungsi diciptakannya manusia sebagai khalifah di bumi,

manusia diberi kebebasan berfikir dan bertanggungjawab. Negara Islam

yang ditawarkan Hamka lebih mengedepankan musyawarah dalam berbagi

macam permasalahan, apapun konsep negara Islam yang paling penting

syura atau musyawarah harus tetap ada.

Ijtihad lain yang lebih luas mengenai negara Islam bukan hanya

sekedar simbol-simbol distinkitif seperti negara Islam atau negara

berasaskan hukum Islam. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana

asas-asas doktrin yang berhubungan dengan masalah kenegaraan

ditransformasikan ke dalam rumusan-rumusan umum atau undang-undang

yang menggambarkan nilai-nilai Islam. Mohammad Natsir berpendapat

suatu negara akan bersifat Islam bukan karena secara formal disebut

49

Ibid., h. 90.

Page 49: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

37

“negara Islam”, melainkan disusun sesuai dengan ajaran-ajaran Islam baik

secara teori maupun praktik.50

Azyumardi Azra berpendapat tidak ada satupun model negara

Islam yang dapat dijadikan prototipe negara Islam. Menurut Azra negara

Islam pada masa dahulu yang tidak dapat diimplementasikan masa

sekarang karena:

“Tidak adanya model negara Islam yang konkret menimbulkan

kebingungan. Sebabnya, seperti negara Madinah dibawah pimpinan Nabi

dan empat khalifah, tidak menawarkan rincian yang bisa dijadikan model

penerapannya di era kontemporer. Kedua, praktek kekhalifahan

selanjutnya Ummayah dan Abbasiyah, hanya menyediakan sistem

lembaga politik saja. Terakhir, kegagalan secara penuh negara Islam

mengarah para perumusan cita-cita ideal dan hubungan antara agama dan

negara menjadi subjek beragam interpretasi selama berabad-abad.”51

50

Yusril Ihza Mahendra, Modernisme dan Fundamentalisme Politik Partai Islam

(Jakarta: Paramadina, 2009), h. 205. 51

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentalisme, Modernisme,

hingga Posmodernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 22.

Page 50: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

38

BAB III

GAMBARAN UMUM

1. Biografi Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan

sebutan Hamka, lahir pada tanggal 16 Februari 1908 di Kampung Molek,

Maninjau, Sumatera Barat, dan wafat pada 24 Juli 1981. Hamka

merupakan keturunan tokoh-tokoh ulama di Minangkabau. Kakek Hamka

Syaikh Muhammad Amrullah merupakan penganut tarekat mu’tabarah

naqsabandiyah yang sangat dihormati. Syaikh Muhammad Amrullah

mengikuti jejak ayahnya Tuanku Syaikh Pariaman dan saudaranya Tuanku

Syaikh Gubug Katur. Ayah Hamka Syeikh Abdul Karim bin Amrullah

atau dikenali sebagai Haji Rasul, adalah tokoh pembaharu di Tanah

Minang menolak prakek-praktek ibadah yang dilakukan oleh ayah dan

kakeknya. Garis keturunannya hingga berlanjut pada sebuah nama besar

lainnya, yakni Abdullah Arif salah seorang pahlawan dimasa Perang

Paderi.1

Riwayat pendidikan formal Hamka sangat rendah, pada usia tujuh

tahun ia memulai pendidikan formal di sekolah desa hingga kelas dua.

Ketika usianya sepuluh tahun, ia belajar di diniyah school dan Tawalib di

Padang Panjang dan Parabek tahun 1916 hingga 1923 merupakan sekolah

yang didirikan ayahnya.

1 Akmal Sjafril, Buya Hamka: Antara Kelurusan Aqidah dan Pluralisme (Depok: Indie

Publishing, 2012), h. 10.

Page 51: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

39

Dalam dunia sastra, Hamka sangat produktif melahirkan karya

sastra baik novel maupun cerpen. Beberapa novelnya seperti Di Bawah

Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menjadi

salah karya penting dalam sejarah kesastraan Indonesia. Selain itu, beliau

juga aktif di duni ajurnalistik. Sejak tahun 1920-an, Hanka menjadi

wartawan di beberapa media seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang

Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, Hamka menjadi

editor majalah Kemajuan Masyarakat, Al-Mahdi, Pedoman Masyarakat,

dan Gema Islami.2

Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu

pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi, politik dari sumber

Islam atau Barat. Dengan kemahiran Bahasa Arabnya yang tinggi, beliau

juga dapat menyelidiki karya ulama serta pujangga besar di Timur Tengah

seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al Manfaluti

dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya

ilmuwan dari Perancis, Inggris, dan Jerman seperti Albert Toynbee, Jean

Paul Satre, Karl Marx, Sigmund Freud. Hamka juga rajin membaca dan

bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh di Indonesia seperti HOS

Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Oemar Said, Ki Bagus

Hadi Kusumo, dan Haji Fakhrudin. Disana ia mendapat kursus pergerakan

bertempat di gedung Abdi Dharmo Pakualam Yogyakarta, sambil

mengasah bakatnya sehingga menjadi ahli pidato.3

2 Ibid., h. 19.

3“Buya Hamka Sosok Teladan.” Artikel diakses tanggal 02 Juli 2012 pukul 22.27 dari

kemenag.go.id.file/dokumenn/HAMKA/pdf.

Page 52: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

40

Kota Yogyakarta memiliki arti penting dalam kehidupan dan

pemikiran Hamka, ia menyebutkan bahwa di kota itu, Islam sebagai

sesuatu yang hidup, menawarkan pendirian dan perjuangan yang dinamis.4

Di Yogyakarta juga, ia lebih banyak menginternalisasikan ilmu-ilmu yang

lebih berorientasi pada memerangi kebodohan, kelatarbelakangan,

kemiskinan, serta bahaya kristenisasi yang mendapat sokongan dari

Belanda. Hal ini berbeda dengan pendidikan selama ia masih di kampung

halaman yang berorientasi pada pembersihan akidah.5

Meskipun tidak pernah mengecap pendidikan sampai perguruan

tinggi, ia memeroleh gelar Doktor Honoris Causa pada tahun 1955 dari

Universitas Al Azhar Kairo, dan pada tahun 1976 dari Universitas

Kebangsaan Malaysia.6

Hamka memulai peran dan aktivitas organisasinya di

Muhammadiyah sebagai ketua atau pengurus, maupun sebagai delegasi

antar negara. Aktivitas organisasi dan dakwah Hamka lebih terlihat setelah

kepulanggannya dari Mekah tahun 1927. Secara umum perannya sebagai

berikut: 1) menjadi guru agama di perkebunan Tebing Tinggi Medan

(1927); 2) menjadi guru agama di Padang Panjang (1929); 3) dilatik

sebagai dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas

Muhammadiyah Padang Panjang (1957-1958); 4) dilantik sebagai Rektor

Perguruan Tinggi Islam Jakarta dan Profesor Universitas Moestopo

4 Herry Mohammad, dkk., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Depok: Insani

Press, 2006), h. 101. 5Ibid,. h. 102.

6M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta: Disdakmen, 2005), h. 134.

Page 53: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

41

Jakarta; 5) dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai

pegawai tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia.7

Hamka menjadi peserta pertama muktamar Muhammadiyah tahun

1928 dan sejak saat itu ia hampir tidak pernah absen hingga akhir

hayatnya. Hamka memiliki jabatan penting sebagai ketua Taman Pustaka,

kemudian ketua Tabligh Muhammadiyah, hingga ketua Muhammadiyah

cabang Padang Panjang. Menjadi mubaligh di Bengkalis dan Padang

Panjang, Majelis Konsul di Muhammadiyah Sumatera Tengah, Ketua

Majelis Pimpinan Muhammadiyah Daerah Sumatera Barat, hingga terpilih

menjadi anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak tahun 1953 hinga

1971.8

Hamka yang organisatoris pernah mendapatkan kesempatan

melakukan kunjungan ke manca negara. Pertama Arab Saudi tahun 1950,

kemudian tahun 1952 berkunjung ke Amerika Serikat. Semenjak itulah

Hamka sering mendapat undangan dan menjadi delegasi Negara Indonesia

untuk menghadiri acara-acara internasional keagamaan, khususnya

dibidang politik.

Karir politik Hamka dimulai dari menjadi anggota Partai Serikat

Islam tahun 1925. Hingga tahun 1945 ia membantu perjuangan melawan

kolonial melalui pidato-pidato dan menyertai kegiatan gerilya di hutan

belantara Medan. Kemudian dilantik menjadi ketua Front Pertahanan

Nasional Indonesia (1947). Kemudian menjadi anggota Konstituante

mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah. Konstituante dibubarkan tahun

7Floriberta Aning, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Narasi,

2005), h. 66. 8M. Yunan Yusuf, dkk., Ensiklopedi Muhammadiyah, h.135.

Page 54: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

42

1958, berakhirnya juga dengan dibubarkannya Masyumi pada tahun 1960

oleh Soekarno.9

Dalam gerakan politiknya, Hamka merasakan penjara pada rezim

Soekarno atas tuduhan makar anti Soekarno (GAS: Gerakan Anti

Soekarno). Ia dipenjara di daerah Rawamangun Jakarta, dengan Mr.

Kasman, Ghazali Sahlan, Dalari Umar, dan Yusuf Wibisono. Ketika

dipenjara itu ia meneruskan hasil karya ilmiah terbesarnya Tafsir al-Azhar.

Hamka dibebaskan pada 23 mei 1966. Sebelumnya rekan-rekan Hamka

seperti: Mohammad Natsir, Syafruddin Prawira Negara, Syahrir,

Mohammad Roem, Prawoto, Yunan Nasution dan Isa Anshori pada tahun

1962 karena tuduhan pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner

Republik Indonesia).10

Pada tahun 1957 ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbentuk,

ia terpilih menjadi ketua umum pertama dan juga periode kedua pada

tahun 1980. Namun sebelum berakhir ia mengundurkan diri dari

jabatannya sebagai ketua umum, hal ini dikarenakan bertentangan dengan

pemerintah dalam perayaan Natal bersama. Ia mengeluarkan fatwa MUI

yang mengharamkan umat Islam melakukan perayaan Natal bersama.11

Ketokohan Hamka dikenal bukan hanya di Indonesia, namun juga

di Timur Tengah dan Malaysia. Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul

Razak pernah mengatakan Hamka bukan hanya milik Indonesia, namun

9Floriberta Aning, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, h. 75.

10Ibid,. h. 75.

11“Buya Hamka Sosok Teladan.” Artikel diakses tanggal 02 Juli 2012 pukul 22.27 dari

kemenag.go.id.file/dokumenn/HAMKA/pdf.

Page 55: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

43

juga bangsa-bangsa Asia Tengara. Hamka meninggalkan karya yang

sangat banyak, sekitar puluhan karya beliau ciptakan.

2. Karya Karya Hamka

No Judul Kategori Tahun

1 1001 kehidupan

1950

2 Adat Minangkabau & Agama Islam Nonfiksi

3 Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi Nonfiksi 1946

4 Agama dan Perempuan Nonfiksi 1939

5 Arkanul Islam Nonfiksi 1932

6 Ayahku Biografi 1950

7 Bohong di Dunia Nonfiksi

8 Dari Perbendaharaan Lama Nonfiksi 1963

9 Di Bawah Lindungan Ka'bah Fiksi 1936

10 Di Dalam Lembah Kehidupan Cerpen 1939

11 Di Tepi Sungai Dajlah Fiksi 1950

12 Dibantingkan Ombak Masyarakat Nonfiksi 1946

13 Dijemput Mamaknya Fiksi 1939

14 Doa-doa Rasulullah Nonfiksi 1974

15 Ekspansi Ideologi Nonfiksi 1963

16 Empat Bulan di Amerika Nonfiksi 1953

17 Fakta dan Khayal Tuanku Rao Nonfiksi 1970

18 Falsafah Hidup Nonfiksi 1939

19 Falsafah Ideologi Islam Nonfiksi 1950

20

Hak Asasi Manusia Dipandang dari Segi

Islam Nonfiksi 1968

21 Hikmat Isra Mi'raj Nonfiksi 1929

22 Himpunan Khutbah-Khutbah Nonfiksi

Page 56: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

44

23 Islam dan Demokrasi Nonfiksi 1946

24 Islam dan Kebatinan Nonfiksi 1972

25 Keadilan Ilahi Fiksi 1939

26 Keadilan Sosial dalam Islam Nonfiksi 1950

27 Kedudukan Perempuan dalam Islam Nonfiksi 1973

28 Kenangan-kenangan Hidup 1-4 Autobiografi 1908

29 Kepentingan Melakukan Tabligh Nonfiksi 1929

30 Khotibul Ummah Nonfiksi

31 Laila Majnun Fiksi 1932

32 Lembaga Budi Nonfiksi 1940

33 Lembaga Hidup Nonfiksi 1940

34 Lembaga Hikmat Nonfiksi 1953

35 Mandi Cahaya di Tanah Suci Fiksi 1950

36 Margaretta Gauthier Terjemah 1940

37 Mati Mengandung Malu Nonfiksi 1934

38 Menunggu Beduk Berbunyi Fiksi 1949

39 Merantau Ke Deli Fiksi 1940

40 Muhammadiyah di Minangkabau Nonfiksi

41 Muhammadiyah Melalui 3 Zaman Nonfiksi 1946

42 Negara Islam Nonfiksi 1946

43 Pandangan Hidup Muslim Nonfiksi 1960

44 Pedoman Mubaligh Islam Nonfiksi 1937

45 Pelajaran Agama Islam Nonfiksi 1956

46 Pembela Islam Nonfiksi 1929

47

Perkembangan Tasawuf dari Abad ke

Abad Nonfiksi 1952

48 Pribadi Nonfiksi 1950

49 Revolusi Agama Nonfiksi 1946

Page 57: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

45

50 Revolusi Pikiran Nonfiksi 1946

51 Ringkasan Tarikh Umat Islam Nonfiksi 1929

52 Sayid Jamaluddin Al-Afhany Nonfiksi 1965

53 Sejarah Islam di Sumatera Nonfiksi

54 Sesudah Naskah Renville Nonfiksi 1947

55 Si Sabariah Fiksi 1928

56 Studi Islam Nonfiksi 1973

57 Tafsir Al-Azhar Juz 1-30 Tafsir

58 Tasawuf Modern Nonfiksi 1939

59 Tenggelamnya Kapal Van Der Wick Fiksi 1937

60 Tuan Direktur Fiksi 1939

61 Urat Tunggang Pancasila Nonfiksi

3. Sidang Konstituante

Pada tahun 1955 tidak kurang dari 36 partai mengikuti pemilu yang

dilaksanakan secara dua tahap. Pertama untuk memilih yang berlangsung

pada 29 September 1955 dan untuk memilih anggota Konstituante pada

15 Desember 1955. Tingkat partisipasi pemilu ini sangat tinggi, diikuti

oleh 39 juta rakyat Indonesia. Selanjutnya Majelis Konstituante dibentuk

seperti yang diamanatkan UUDS 1955 bahwa:

Konstituante (Sidang pembuatan Undang-Undang Dasar)

bersama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan

undang-undang dasar sementara ini.12

12

Nanang Surahman, “Pancasila Versus Islam: Konflik Tentang Dasar Negara Antara

PKI-Masyumi pada Sidang Konstituante 1956-1959,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia, 2002), h. 110.

Page 58: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

46

Dalam pelaksanaan tugasnya Konstituante dipimpin oleh seorang

ketua dengan lima orang wakil ketua. Sejak pelantikan anggota pada 10

November 1956. Hingga sidang berakhir pada 2 Juni 1959, telah

berlangsung tujuh kali sidang pleno dengan urutan sebagai berikut: satu

kali pada 1956, tiga kali pada 1957, dua kali pada 1958, dan satu kali pada

1959. Adapun pembahasan mengenai dasar negara berlangsung pada masa

sidang kedua tahun 1957, dari tanggal 11 November 1957 hingga 6

Desember 1957. Dengan dua kali sesi sidang yang masing-masing

menampilkan 47 orang pembicara pada sidang pertama dan 54 pembicara

pada sidang berikutnya.13

Dari sekian agenda sidang yang dimiliki Majelis ini, perdebatan

yang paling alot yakni pada permasalahan dasar negara. Total lima ratus

empat belas kursi di Konstituante terbagi menjadi tiga golongan.

Mainstream politik ini pertama pendukung Pancasila terdiri dari PNI

(Partai Nasionalis Indonesia), PKI (Partai Komunis Indonesia), PRN

(Partai Rakyat Nasional), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai

Katolik, Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia),

dan beberapa partai kecil lainnya, dengan total suara dua ratus tujuh puluh

tiga. Pendukung Islam Masyumi (Majelis Syuro Indonesia), NU

(Nahdhatul Ulama), PSII (Partai Serikat Islam Indonesia), Perti (Persatuan

Tarbiyah Islamiyah) dan parpol Islam kecil lainnya, dengan total suara

dua ratus tiga puluh. Dan yang terakhir pendukung Sosial-Ekonomi dari

13

Ibid,. h. 111

Page 59: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

47

Partai Buruh, Murba, dan Acoma (Angkatan Comunis Muda). dengan total

suara sembilan.14

Bagi golongan Islam Majelis Konstituante adalah kesempatan yang

perlu dimaksimalkan untuk kembali memperjuangkan Islam sebagai dasar

negara, karena Majelis belum menetapkan dasar negara secara permanen,

sehingga mereka berfikir bahwa hal ini sah adanya. Masyumi menjadi

salah satu partai besar Islam pada sidang pleno ini pembicara utamanya

adalah Natsir dan Hamka.

Golongan Islam tidak mudah meyakinkan para anggota, begitu

pula sebaliknya, golongan pendukung Pancasila juga sulit meyakinkan

golongan Islam bahwa Pancasila tidaklah sekuler. Perbedaan ideologi

mengenai falsafah dasar negara ini menjadi perdebatan yang berlarut dan

tidak kunjung usai. Untuk keluar dari kebuntuan tersebut sejumlah partai

politik akhirnya mendesak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 yang mengakhiri riwayat Majelis Konstituante.

4. Gambaran Umum Pidato Hamka “Islam Sebagai Dasar Negara”

Hamka sebagai salah satu dewan dari Masyumi, menguraikan

pentingnya Islam sebagai Dasar Negara. Bahwa semangat Islam melalui

kalimat “Allahu Akbar”, dapat digunakan sebagai pemicu bagi perjuangan

membebaskan bangsa dari penjajahan. Yang menjiwai terwujudanya

proklamasi kemerdekaan bukan Pancasila, tapi semangat menegakkan

kalimat Allah. Semangat api para pejuang bukanlah Pancasila, karena

14

Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama, h. 63-64.

Page 60: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

48

Pancasila belum dikenal saat itu. Melainkan api semangat juang Islam.

Bangsa Indonesia yang notabenenya sembilan puluh persen beragama

Islam menginginkan kemerdekaan dengan semangat Islam.

Mewujudkan cita-cita para pejuang kemerdekaan. Bahwa para

pejuang ingin membebaskan bangsa ini dari penjajahan, dengan cita-cita

terbentuknya negara berdasarkan Islam. Hamka menyebutkan nama-nama

Pahlawan Nasional seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku

Tjik Ditiro, Teuku Umar, Pangeran Antasari, Sultan Hassanuddin, Sultan

Malaka, Iskandar Muda, Raja Aji, Tjokroaminoto guru Bung Karno.

Semua pahlawan tersebut bercita-cita terwujudnya negara berdasarkan

Islam. Sultan Abdul Hamid Diponegoro yang bergelar Khalifatul

Muslimin dan Amirul Mukminin, secara terang-terangan menentang

Gubernur Jenderal de Kock bahwa beliau akan mendirikan sebuah

kerajaan Islam di Tanah Jawa. Imam Bonjol yang bernama asli Ahmad

Syahab adalah seoarang Ulama Besar dan Pemimpin dalam peperangan di

Bonjol, bercita-cita membentuk masyarakat dan negeri berdasarkan Islam

di tanah Minangkabau. Teuku Cik Ditiro berjuang atas nama Islam.

Hasanuddin dari Makasar berjuang untuk menegakkan kalimatullah.

Semua pejuang itu belum mengenal Pancasila, karena Pancasila

dipopulerkan beberapa tahun terakhir. Maka mendirikan negara Islam

sejalan dengan cita-cita nenek moyang dengan cakupan lebih besar dan

lebih rasional.

Islam adalah agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia.

Islam telah mengakar dalam kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia

Page 61: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

49

selama berabad-abad lamanya. Islam telah menjadi rahasia kekuatan yang

sebenarnya dalam hati sanubari bangsa Indonesia. Pancasila tidak

memiliki dasar sejarah di Indonesia, sementara Islam, telah berkembang di

seluruh kepulauan Indonesia sejak 600 tahun lalu. Oleh karenanya

perjuangan menuntut Islam sebagai dasar negara adalah perjuangan yang

mengakar. Perjuangan untuk kesejahteraan bangsa, bukan hanya untuk

partai-partai Islam.

Kekhawatiran akan terjadi diskriminasi bila Islam dijadikan dasar

negara adalah sangat berlebihan. Sebab dasar politik pertahanan negara

berdasarkan Islam adalah menjunjung tinggi kesucian nama Tuhan. Bila

negara berdasarkan Islam ini telah terbentuk, maka yang akan

merumuskan dan mengatur undang-undang dasarnya bukanlah partai-

partai Islam saja, tetapi seluruh partai, termasuk PNI, Katolik, Parkindo,

seluruh partai dan golongan yang konsekuen percaya kepada Tuhan. Maka

tidak ada diskriminasi karena semua keputusan dihasilkan melalui

musyawarah. Negara berdasarkan Islam tidak dimaksudkan menjadi

penganut agama lain atau bangsa kelas kedua.

Islam memiliki toleransi tinggi, ayat Al-Quran yang menjadi dasar

politik pertahanan, sama dengan bunyi kawan sefraksi Hamka yang

berbunyi: “Kalau tidaklah ada pertahanan manusia atas manusia, niscaya

akan diruntuhkan oranglah biara, gereja, synagog dan mesjid”. Meski

masjid disebutkan terakhir, bukanlah suatu masalah karena itu

sesungguhnya lambang jiwa. Dasar politik yang menjunjung kesucian

nama Ilahi.

Page 62: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

50

Islam dan Kristen tidak ada persoalan yang musykil dan tidak

bertentangan. Pangkalan tempat berfikir dan satu tujuan seruan jiwa satu.

Asal hati dapat terbuka, segala persoalan dapat diselesaikan. Kekacauan

diantara keduanya telah dibuat Belanda. Menjajah tanah air dan selalu

menyalahgunakan penyiaran agama Kristen untuk menekan Islam, dengan

menanamkan perasaan curiga terhadap umat Islam.

Layaknya negara Mesir yang mayoritas penduduknya Islam

dipimpin oleh presiden muslim, penduduknya dapat dengan leluasa

menjalankan ibadah menurut kepercayaannya seperti kristen Koptik.

Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara dengan tingkat

demokrasinya tinggi juga masih menggunakan sistem agama untuk para

presidennya dengan kepercayaan Protestan tidak boleh Katolik, juga

dengan Perancis yang mengamanatkan kepala negara adalah orang

Katolik.

Pidato ini ditutup dengan pernyataan bahwa Indonesia adalah hasil

dari perjuangan hinggga berdarah-darah. Setiap diri manusia mempunyai

iman yang berada pada tiap-tiap hati mereka, sehingga tidak boleh

dinafikan keberadaannya. Karena sesungguhnya negara yang berdasarkan

agama adalah panggilan jiwa itu sendiri.

Page 63: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

51

5. Kronologi Lahirnya Pancasila15

No Tanggal Peristiwa

1 29 Mei-1 Juni 1945 BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia)

diselenggarakan, namun menemui jalan

buntu tentang landasan filosofi negara.

Kemudian dibentuk Panitia Sembilan yang

diwakili nasionalis muslim dan nasionalis

sekuler, untuk mencari jalan tengah.

2 22 Juni 1945 Tercipta kesepakatan antara Panitia

Sembilan dan mendapatkan jalan tengah

mengenai landasan filosofi bangsa yang

disebut dengan Piagam Jakarta.

3 18 Agustus 1945 Piagam Jakarta dirombak oleh Panitia

Kemerdekaan Indonesia.

4 29 September 1955 Dihelat Pemilihan Umum tahap pertama

untuk memilih anggota DPR, pemilu

diikuti 29 Partai dan individu.

5 15 Desember 1955 Pemilihan Umum tahap dua untuk

memilih anggota Konsituante.

6 1956-1959 Sidang Konstituante digelar, dan

berlangsung tujuh kali sidang pleno.

Adapun mengenai dasar negara

berlangsung pada masa sidang kedua dari

tanggal 11 November hingga 6 Desember

1957. Mengenai hal ini para anggota

terpecah menjadi tiga kubu. Nasionalis

Islam, Nasionalis Sekuler, dan Sosial

Ekonomi berdebat panjang mengenai

dasar negara. Sidang ini tidak

membuahkan hasil.

7 5 Juli 1959 Dikeluarkan Dekrit Presiden yang

menegaskan kembali ke UUD 1945

15

Dhurorudin Mashad, Akar Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2008) h.56-58, dan Nanang Surahman, Pancasila Versus Islam: Konflik Tentang Dasar Negara

Antara PKI-Masyumi pada Sidang Konstituante 1956-1959, h. 110-111.

Page 64: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

52

BAB IV

ANALISIS DAN TEMUAN DATA

A. Teks Pidato Hamka Sebagai Wacana

Dalam sidang Konstituante Hamka menyampaikan pidato sebagai salah

satu perwakilan kelompok Islam. Pidato sebagai sebuah karya yang

mengandung wacana yang mempertukarkan pesan antara para anggota

sidang. Ketika pidato tersebut disampaikan pada sidang Konstituante oleh

Hamka, lalu dibukukan, maka relasi antara yang diucapkan dan yang

dituliskan telah terlepas. Teks yang dituliskan telah terlepas dari pembuat

teks yakni Hamka, teks tersebut mempunyai dunianya sendiri yang dapat

dibaca secara luas. Hal ini yang disebut makna objektif dari teks.

B. Penjelasan dan Pemahaman

Keinginan kuat kalangan muslim yang secara gigih memperjuangkan

Islam sebagai dasar negara merupakan bentuk kecemasan bahwa Indonesia

akan menjadi negara sekuler. Tindakan yang dilakukan oleh kelompok Islam

adalah meyakinkan kelompok-kelompok lain bahwa Islam menjadi rumusan

yang tepat bagi Indonesia.

Sebelum dasar negara itu ditetapkan secara permanen, maka

kesempatan kaum nasionalis muslim untuk memperjuangkan Islam seoptimal

mungkin sebagai dasar negara. Hamka meskipun bukan ketua dari Partai

Masyumi, namun memiliki peranan penting dan mempunyai kesempatan

untuk mengajukan konsep tersebut.

Page 65: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

53

Berikut ini penulis akan menjelaskan melalui dua tahap mengenai

analisis dalam penelitian ini. Pertama dengan penjelasan menggunakan

semiologi struktural dan menggambarkan cakrawala teks, kedua

pemahaman dari apropiasi peneliti terdapat penyatuan antara cakrawala

pembaca dan cakrawala teks pidato Hamka. Dengan mengambil potongan-

potongan teks dan menganalisanya dengan menggunakan hermeunitika

dari Paul Ricouer yang telah dijelaskan. Analisisnya adalah sebagai

berikut:

1. Teks Pertama

Pada bagian pertama ini peneliti menjelaskan beberapa teks yang

menyebutkan kalimat Allahu Akbar, beberapa teks tersebut adalah:

Bagian pertama: “Tidak ada tempat takut melainkan Allah!

,,Allahu Akbar’’! Hanja Allah Jang Maha Besar, jang lain ketjil

belaka! La-ilaha-illallah, tidak Tuhan tempat menjembah, tempat

takut, tempat memohon, tempat berlindung melainkan Allah!”1

Bagian Kedua: “Itulah jang kami kenal, djiwa atau jang

mendjiwai proklamasi tanggal 17 Agustus, bukan Pantja Sila.

Sungguh Saudara Ketua. Pantja Sila itu belum pernah dan tidak

pernah, karena keistimewaan hidupnja dijaman Belanda itu

menggentarkan hati dan tidak pernah dikenal, tidak populer dan

belum pernah terdengar! Jang terdengar hanja sorak ,,Allahu

Akbar”. Dan api jang njala didalam dada ini sekarang, Saudara

Ketua, bukanlah Pantja Sila, tetapi ,,Allahu Akbar!”2

Bagian Ketiga: “Allahu Akbar jang tertulis dalam dada

Saudara itulah sekarang jang kami mohon direalisasikan. Allahu

Akbar, jang didalamnja terkandung segala matjam sila, baik

pantja, atau sapta, atau ika, atau dasa. Allahu Akbar jang

mendjadi pertahanan Saudara ketika saudara pernah menghadapi

bahaya besar! Allahu Akbar yang mendjadi pertahanan Saudara

disaat maut telah melajang-lajang di atas kepala Saudara. Allahu

Akbar jang kepada-Nja putera Saudara jang tertjinta Saudara

1 Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante, h. 57.

2 Ibid., h.57.

Page 66: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

54

serahkan! Allahu Akbar jang dengan dia Saudara disambut waktu

lahir dari perut ibu!”3

1.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural

Kalimat Allahu Akbar yang dalam bahasa Arab tertulis (اهلل اكبر)

dalam bahasa Indonesia berarti Allah Maha Besar. Allah (اهلل)

merujuk pada Dzat yang disembah oleh umat muslim, Dzat yang

tidak dapat dilihat atau dirasakan oleh pancaindera manusia.

Sementara „Akbar‟ (اكبر) dalam tata bahasa Arab termasuk pada

kategori isim tafdhil yang menunjukkan makna superlatif. Jadi kata

Akbar bermakna paling besar. Namun untuk menyatakan keagungan

yang tidak tertandingi kata paling digantikan oleh „maha‟ yang

memiliki posisi lebih tinggi maknanya dari „paling‟. Jadi Allahu

Akbar diartikan Allah Maha Besar. Penanda Allahu Akbar menjadi

petanda bagi Tuhan umat Islam yang Maha Segalanya.

Pada pidato ini Hamka menyebutkan Allahu Akbar sebanyak

tujuh belas kali. Pada bagian pertama menggambarkan cakrawala

yang lebih luas dari pada teks berikutnya, bahwa Allah yang Maha

Besar tidak ada yang dapat menandingi-Nya. Sebagai hamba yang

kecil, manusia harus patuh dan taat, karena hanya Allah tempat

menyembah, tempat takut, dan tempat memohon.

Pada teks bagian kedua menggambarkan cakrawala kalimat

Allahu Akbar lebih dulu hadir dan dikenal dari pada Pancasila.

Allahu Akbar yang menyala dalam hati membangkitkan semangat

Proklamasi, bukanlah Pancasila. Demikian ini kaitannya dengan

3Ibid,. h. 58.

Page 67: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

55

cakrawala teks bagian ketiga, cakrawala teks dalam konteks kalimat

yang utuh menggambarkan bahwa kalimat Allahu Akbar pada

hakikatnya terdapat pada setiap hati muslim, tidak melihat apapun

latar belakangnya dan siapa orangnya, kalimat tersebut merupakan

jiwa yang sebenarnya. Sehingga dalam kondisi pertama lahir ke

bumi atau hendak meninggalkan bumi, tetap kalimat Allahu Akbar

yang diteriakkan. Oleh karena itu, bukan Pancasila yang menjadi

hakikat jiwa namun kalimat Allahu Akbar .

1.2. Pemahaman dengan Apropriasi

Pada teks bagian pertama, frasa Allahu Akbar muncul dalam

tuturan menjadi kata kunci yang menimbulkan kesan tertentu. Kesan

yang timbul bahwa Allah menjadi “paket yang utuh”. Allahu Akbar

sebagai penanda Allah Maha Besar atas segala sesuatu. Sebagai

petanda bahwa Allah adalah Tuhan yang disembah oleh orang Islam

mempunyai sifat keagungan yang mutlak.

Dalam wacana histori, Allahu Akbar adalah formula untuk

menstimulus semangat juang yang diteriakkan oleh pasukan-pasukan

muslim pada saat menghadapi perang. Baik ketika peperangan

bertujuan melakukan ekspansi atau mempertahankan wilayah

teritorial.

Terlepas bahwa perang menjadi solusi terakhir untuk

mempertahankan Islam. Kandungan dari kalimat Allahu Akbar

sendiri dalam peristiwa-peristiwa itu menggambarkan semangat

nasionalisme. Ekspresi nasionalisme ini muncul pada periode

Page 68: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

56

penaklukan Islam di bawah pemerintahan Khalifah Umar Bin

Khattab. Orang-orang non muslim saat itu tergugah oleh rasa

nasionalisme Arab dan ikut serta dalam perang melawan bangsa

Romawi.

Dalam satu kisah ketika pasukan muslim dipukul mundur dari

Irak, bangsa Arab menganggapnya sebagai penghinaan terhadap

suku-suku Arab. Salah seorang dari Kristen Arab, Shibli Nu‟mani

menceritakan saat sedang berlangsung pertemuan antara orang-orang

muslim, ia berkata “Hari ini bangsa Arab dipermalukan oleh bangsa

non-Arab („ajam). Dalam ekspedisi nasional kita ini, kami ikut

bersama Tuan”4

Dalam konteks ke-Indonesiaan ketika masa-masa bangsa ini

dibawah tekanan kolonialisme, bermunculan para anak bangsa yang

„gerah‟ melihat tanahnya dijajah. Banyak perlawanan dari tokoh-

tokoh daerah di Nusantara yang menjadi pejuang untuk mengusir

penjajah dari tanah mereka. Mulai dari wilayah barat Indonesia yang

terkenal dengan tokoh pejuang seperti Cut Nyak Dien dan suaminya

Teuku Umar, Cut Nyak Meutia, Imam Bonjol di Minangkabau,

semakin ke timur bertemu dengan Pangeran Diponegoro, Antasari.

Masa berikutnya seperti Soetomo yang memetik api perjuangan

masyarakat Surabaya yang kemudian diperingati sebagai hari

pahlawan.

4Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme cet ke-2 (Jakarta: Yadaul, 2006), h. 23.

Page 69: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

57

Mereka berperang sebagai tindakan atau respon aktif dalam

menghadapi kolonialisme. Kondisi mereka yang secara teknologi

dan kualitas jauh di bawah lawan, sehingga efek simplisitasnya

membawa pada kondisi ketakutan. Namun para pemimpin

perjuangan itu dapat menggugah semangat rakyat dengan cara

menimbulkan kepercayaan diri melalui jargon Allahu Akbar untuk

membangkitkan rasa nasionalisme. Sehingga makna dari Allahu

Akbar adalah nasionalisme untuk menyatukan seluruh kehendak

menjadi satu dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan Allah SWT.

Ketika perang di Aceh sekitar abad ke 19 semua orang

berperang dengan alasan atas dasar jihad melawan kafir, meskipun

motivasinya bermacam-macam. Perlawanan pada komunisme berkat

ideologi jihad itu, meskipun ada efek-efek negatif dari ideologi jihad

namun semua luntur dengan ideologi tersebut. Pada tahun-tahun

1945-1949 ideologi jihad ditandai dengan terbentuknya laskar

Hisbullah.5 Demikian pernyataan Hamka pada pidatonya: “ Maka

menggemalah pekik Allahu Akbar pada Tentara Nasional Indonesia,

Siliwangi dan pada Hizbullah, dan kitapun Alhamdulillah terlepas

dari bahaja.”6

Itulah mengapa kemudian Allahu Akbar digambarkan

sebagai jargon yang diteriakkan ketika berperang. Allahu Akbar

tidak sebatas sebagai jargon saja, akan tetapi mengandung

keutuhan hukum Allah yang dapat menyanggah Pancasila yang

5 Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Jakarta: Penerbit Mizan, 1997), h. 194.

6 Tentang Dasar Negara Republik Indonesia, h. 58.

Page 70: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

58

hanya memiliki lima butir sila. Dengan kata lain hukum Allah itu

mempersiapkan tuntunan yang lengkap melebihi Pancasila untuk

dijadikan landasan negara, dengan menekankan melebihi pantja

yang berarti lima, sapta berarti tujuh, ika berarti satu, dan dasa

berarti sepuluh.

Seperti gerakan Islam modern yang terkenal dengan istilah

Islam adalah Al-din wa Al-Daulah (agama dan negara).7 Wacana

kebangsaan Islam timbul masa Jamaluddin Al-Afghani dengan

upaya mewujudkan persatuan dikalangan Islam sebagai semangat

perlawanan berbasis kesadaran Islam.8 Yang akhirnya berdampak

juga ke Indonesia, meskipun wacana ini telah lebih dahulu berada

di Indonesia melalui ideologi jihad yang telah dijelaskan di atas.

Islam bukan hanya urusan agama saja yang mengatur ritual-

ritual ibadah atau hubungan antara manusia dengan Tuhannya,

namun agama juga mengatur hubungan antar manusia, yang di

dalamnya termasuk juga masalah kenegaraan. Islam adalah suatu

agama yang serba lengkap. Oleh karenanya dalam bernegara umat

Islam hendaknya merujuk pada sistem ketetanegaraan Islam. Ini

sama dengan implementasi dari keimanan. Juga sebagai

kepercayaan kepada hukum-hukum Islam yang dianggap

mengatur hubungan ketetanegaraan dengan tujuan cinta tanah air.

Perasaan cinta tanah air diwujudkan melalui rasa

nasionalisme yang diungkapkan melalui Allahu Akbar, peneliti

7 John L. Esposito dan John O.Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim. Penerjemah

Rahmani Astuti (Jakarta: Penerbit Mizan, 1999), h. 2. 8 Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme, h. 30.

Page 71: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

59

menyebutnya sebagai posesifisme. Ini merupakan ideologi yang

menjadi pandangan politik Islam. Seorang muslim yang hidup di

dunia sepenuhnya untuk merealisasikan cita-cita menjadi hamba

Allah dengan sepenuhnya baik abadi (akhirat) maupun temporal

(dunia). Berlandaskan kalimat dalam Al-Qur‟an:

“Dan Aku jadikan Jin dan manusia itu, hanyalah untuk

mengabdi kepada-Ku” (Q.S: Adz-Dzariyat: 56).

Nasionalisme secara terbuka diterima oleh kelompok politik

Islam yang ingin terlepas dari kolonialisme dan imprealisme

dengan tujuan untuk mencapai tingkat penghambaan yang utuh.

Agama menjadi formula utama sebagai wujud aplikasi perintah

Allah, sementara negara sebagai alat bantunya.

Ini artinya terbentuknya sebuah negara terkait dengan

ketaatan kepada Sang Pencipta. Sebagai muslim yang

mempercayai keberadaan Allah yang memiliki sifat wujud yang

berarti ada. Bentuk nasionalisme atau tindakan posesif itu, adalah

bentuk keimanan yang diimplementasikan dengan optimal

keberbagai segi kehidupan, termasuk menata suatu negara

berdasarkan Islam sebagai wujud loyalitas kepada Allah. Sikap ini

merupakan pengakuan kekuasaan bahwa bumi dan segala

kehidupannya adalah Allah yang mengatur.

Page 72: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

60

2. Teks Kedua

Setelah tonggak utama nilai Islam sebagai dasar negara

adalah rasa nasionalisme untuk lepas dari penjajahan sebagai

bagian dari iman pada Allah Swt karena sifat keberadaan-Nya.

Pada bagian ini Hamka menyebutkan tentang lambang-lambang

nasional bangsa Indonesia.

Bagian Pertama: “Kami mengenal pemimpin-pemimpin

yang didjadikan lambang-lambang Nasional kita sekarang,

sebagai jang memulai perdjalanan ini, Pangeran Diponegoro,

Imam Bondjol, Teuku Tjik Ditiro, Teuku Umar Djohan

Pahlawan, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin Makasar dan

Maulana Hasanuddin Batam, Sultan Chairun dan Babullah di

Ternate, Radja Ali yang tewas di Malaka, Iskandar Muda

Mahkota Alam di Atjeh”9

Bagian Kedua: “Kami kadang-kadang tersenjum Saudara

Ketua, bagaimana usaha hendak menjelimuti kebenaran dengan

mendustai sedjarah, jang kadang-kadang sangat mentjolok

mata. Misalnja, dalam gambar-gambar Pangeran Diponegoro

naik kuda, pada pelana kuda beliau kelihatan djelas tanda

,,bulan sabit”. Maka ada pelukis Pantja Sila jang sengadja

menghapus ,,bulan sabit” itu dari pelana.”10

Bagian Ketiga: “Dan baru-baru ini saja melihat pula

lukisan Imam Bondjol, kepunjaan Kementrian Penerangan,

sebagai propagandis Pantja Sila, gambar beliau jang biasa

terkenal ialah ditangannja ada seuntai tasbih, maka di gambar

Kementrian Penerangan itu ditjopot tasbihnja. Itulah Saudara

Ketua, rahasia dari kedangkalan berfikir setjara Pantja Sila.”11

2.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural

Lambang berarti merujuk pada suatu tanda yang

menyatakan suatu hal yang mengandung maksud tertentu atau

9Ibid,. h. 59.

10Ibid,. h. 60.

11Ibid,. h. 60.

Page 73: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

61

berkaitan dengan simbol. Ricouer tidak membatasi makna simbol,

menurutnya kata-kata juga simbol yang merepresentasikan

sesuatu. Lambang berlaku sebagai simbol. Simbol merupakan

suatu tanda yang memiliki makna tertentu.12

Dalam hal ini lambang nasional adalah sebagai penanda dari

para pahlawan yang disebutkan di atas. Pahlawan-pahlawan tersebut

merupakan penanda dari petanda simbol-simbol Islam. Karena

Pangeran Dipoengoro, Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Pangeran

Antasari, Teuku Umar Johan Pahlawan, Sultan Hasanuddin, dan

Maulana Hasanuddin adalah pejuang-pejuang muslim.

Selanjutnya simbol bulan sabit secara murni diartikan dengan

bulan separuh yang biasa muncul pada malam hari. Penanda kata

„bulan‟ dirujukkan pada salah satu satelit atau bisa saja dirujukkan

pada perhitungan tahun. Sedangkan penanda „sabit‟ menunjukkan

sebuah alat pertanian yang berbentuk melengkung. Jika penanda

„bulan sabit‟ maka kata ini menandai satelit bulan yang berbentuk

separuh seperti sabit.

Sementara dalam teks di atas menyebutkan tasbih yang di

bawa oleh Imam Bonjol. Berbicara mengenai tasbih maka ada dua

hal yang dapat diartikan. Pertama, tasbih memiliki arti mensucikan

nama Allah. Kedua, tasbih merujuk pada benda yang terbuat dari

potongan kayu atau batu atau benda-benda keras yang dikaitkan

12

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Jakarta: Balai

Pustaka,2007), h. 1066.

Page 74: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

62

menjadi lingkaran digunakan untuk berdzikir. Penanda tasbih ini

memiliki petanda relijiusitas.

Cakrawala teks bagian pertama mengenai lambang-lambang

Nasional berarti menunjukkan ide atau gagasan yang merujuk pada

objek tertentu, yakni para pahlawan seperti Pangeran Diponegoro,

Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar Johan Pahlawan,

Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin dari Makassar, Maulana

Hasanuddin dari Batam, Sultan Khoirun, Raja Ali, dan Iskandar

Muda.

Pada cakrawala teks bagian kedua merupakan bentuk

sindiran kepada yang tidak percaya pada sejarah dan dengan sengaja

menutupi kebenaran, mengenai dihapusnya gambar bulan sabit di

lukisan pelana kuda Pangeran Diponegoro.

Sama halnya pada teks bagian ketiga memiliki cakrawala

yang menggambarkan bahwa lukisan Imam Bonjol yang berada di

Kementrian Penerangan tidak seperti seharusnya, lukisan Imam

Bonjol yang biasanya digambarkan memegang seuntai tasbih juga

dihilangkan, karena yang menghapusnya mendukung Pancasila.

2.2. Pemahaman dengan Apropriasi

Hamka menyebutkan pemimpin-pemimpin yang dianggap

sebagai pejuang yang berkontribusi banyak dalam sejarah berdirinya

Indonesia, yakni mengusir penjajahan dari bangsa ini. Antara lain

seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Umar Djohan

Page 75: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

63

Pahlawan, Teuku Cik Ditiro, Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin,

Maulana Hasanuddin, Sultan Chairun, Radja Ali.

Pahlawan Nasional adalah gelar yang disematkan untuk

orang-orang yang berjasa pada suatu negara.Oleh karena itu

penyebutan kata „Pahlawan Nasional‟ dan rentetetan nama yang

disebutkan setelahnya memiliki makna referensial. Nama-nama yang

disebutkan oleh Hamka sebagai Pahlawan Nasional merupakan

pahlawan dari golongan muslim, seperti Teuku Cik Ditiro

merupakan pejuang dari Aceh yang lama belajar agama Islam di

Arab Saudi. Beliau memimpin perang Sabil untuk melawan

penjajahan Belanda. Sultan Hasanuddin Makasar yang notabene-nya

juga beragama Islam. Teuku Umar Johan Pahlawan merupakan

suami dari pejuang Aceh Cut Nyak Dien.

Teks ini mencoba memungut nilai sejarah sebagai referensi

tonggak lepasnya Indonesia dari benalu penjajahan. Pahlawan-

pahlawan tersebut dianggap mewakili Islam yang memberikan

kontribusi besar dalam menentang imprealisme pada bangsa ini.

Karena imprealisme adalah salah satu bentuk dari kezhaliman. Itulah

makna referensial dari penyebutan Pahlawan Nasional dan nama-

nama yang disebutkan pada teks di atas.

Selanjutnya simbol bulan secara struktural dijelaskan sebagai

tanda satelit bulan berbentuk separuh. Dalam konteks ini, bulan sabit

yang terdapat pada lukisan di pelana Pangeran Diponegoro

digambarkan sebagai simbol keislaman. Islam biasa diasosiasikan

Page 76: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

64

dengan Ka‟bah, bulan sabit dan bintang, atau hal-hal yang relatif

dengan warna hijau. Simbol-simbol ini menandakan sebuah

keyakinan, kepercayaan, keimanan, cara pandang yang kuat terhadap

Islam. Sebagai contoh seperti partai Islam atau institusi-institusi

Islam menggunakan logo yang kurang lebih akan bergambar Ka‟bah,

bulan sabit, atau bernuansa hijau. Semisal juga, di Indonesia Islam

diidentikkan dengan peci, sorban, atau sarung. Meski kadang ada

segi budaya yang memengaruhi, namun Islam sangat dekat dari hal-

hal tersebut.

Imam Bonjol dan Pangeran Diponegoro merupakan

Pahlawan Nasional dan muslim. Pada dasarnya nenek moyang

Hamka masih berhubungan dengan Imam Bonjol yang memimpin

perang Paderi, yang kental mewarnai perjalanan dan pemikiran

Hamka. Imam Bonjol adalah ulama dari Minangkabau yang

mempertahankan kaum Padri, yakni kelompok yang mendukung

tegaknya syariat Islam.

Lukisan Imam bonjol dengan petanda „tasbih‟ pada konteks

kalimat di atas menggambarkan potongan kayu atau semacamnya

yang berbentuk bulat digunakan oleh orang-orang muslim untuk

berdzikir. Itulah mengapa Imam Bonjol digambarkan sebagai

pahlawan dengan seuntai tasbih, yakni untuk menunjukkan sikap

nasionalis dan tetap relijius. Sementara Diponegoro digambarkan

sedang menunggangi kuda dengan pelana bergambar bulan sabit.

Page 77: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

65

Sama halnya dengan Imam Bonjol, gambar Diponegoro menjelaskan

korelasi antara keimanan dan cinta tanah air.

Gambaran simbol di atas adalah gambaran yang lebih

spesifik dari teks sebelumnya. Jika kepercayaan negara berdasar

Islam, maka dalam teks ini pada tahap praktiknya. Diambilnya Imam

Bonjol dan Pangeran Diponegoro sebagai contoh menggambarkan

praktik yang disebut penulis sebagai tindakan posesif, artinya

keimanan dan nasionalisme diwujudkan. Keduanya bukanlah hal

yang bertentangan, namun merupakan ideologi. Pahlawan-pahlawan

tersebut juga menggambarkan „wajah asli‟ Indonesia yang

memunyai rasa memiliki tanah air namun tetap memiliki

kepercayaan dalam diri mereka sebagai seorang muslim.

3. Teks Ketiga

Pada teks ketiga ini, teks yang dipilih hanya satu . Jadi tidak

dibutuhkan untuk dibagi kebeberapa bagian. Teks ketiga ini adalah:

“Adat bersendi sjara, sjara bersendi Kitabullah.”13

3.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural

Makna leksikal kata „adat‟ berarti kebiasaan. Kebiasaan-

kebiasaan yang terjadi dan disetujui dalam masyarakat disebut

dengan adat. Pengambilan diksi „bersendi‟ memiliki makna

„berujung‟, berhenti pada yang paling dasar yakni Kitabullah atau

13

Ibid,. h. 59.

Page 78: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

66

Al-Quran. Jadi cakrawala teks ini menggambarkan adat itu merujuk

pada hukum syariat, dan hukum syariat bersumber pada Al-Quran.

Pada dasarnya teks ketiga ini diambil dari kepercayaan

masyarakat Minang yang meyakini bahwa adat perlu bersumber dari

Al-Quran. Tindakan-tindakan yang terikat dengan hukum adat,

bersandar pada hukum agama, hukum agama bersandar pada Al-

Quran dan Hadits.

Dasar ini digunakan oleh pemerintah Kesultanan Serdang di

Sumatera Timur (Sumatera Utara) pada masa pemerintahan Sultan

Ainan Johan Alamsyah yang bertahta pada periode 1767-1817. Sang

Sultan berusaha menjembatani antara hukum adat dengan hukum

Islam.14

Perang Paderi merupakan peperangan yang terjadi antara

kaum adat dan kaum agama. Para kaun agama disebut juga kaum

tajdid atau pembaharu berupaya melakukan pembenahan-

pembenahan yang terjadi di tanah Minangkabau dari adat-adat yang

bertolak dengan syariat agama Islam. Sehingga muncul pepatah

tersebut.

3.2. Pemahaman dengan Apropriasi

Dalam Islam ada ketentuan bahwa manusia harus

menetapkan hukum berlandaskan hukum Allah. Jika tidak Al-Quran

menyebutnya dengan sebagai kaum dzalim. Itulah yang menjadi

dasar keinginan mendirikan negara Islam dan Al-Quran dipakai

14

Iswara NR. Adat Melayu Bersendikan Hukum Syara, artikel diakses pada tanggal 14

Januari 2013 pukul 17.54 dari www.melayuonline.com.

Page 79: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

67

menjadi sumber hukum. Hukum dibuat untuk mengatur berbagai

kepentingan dimualai dari hak individu dan kepentingan-

kepentingan kelompok dalam masyarakat supaya tidak terjadi

benturan.

Islam sebagai agama bersifat syamil (menyeluruh), kamil

(sempurna) dan muktamil (menyempurnakan), pada konteks ini

sebagai upaya realisasi perasaan iman dan takwa kepada Allah Swt,

sehingga di dalam mengatur kehidupan menjadikan Al-Quran acuan

tertinggi sebagai medium untuk meningkatkan kehidupan manusia

lahir dan batin.

Tujuan utamanya untuk mencapai tingkatan yang mulia yakni

keseimbangan abadi dan temporal. Sebagai hamba, berlaku aturan-

aturan yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia

(muamalah). Aturan-aturan diberikan secara garis besar melalui

kaidah yang berkenaan dengan interaksi antar individu kepada

masyarakat dan sebaliknya masyarakat terhadap individu, serta

tentang urusan kenegaraan.

Teks ketiga ini menyebutkan hukum adat. Apabila hukum

adat yang memunyai implikasi terhadap hukum syariat, maka hukum

itu mencerminkan kaidah yang baik. Namun jika tidak hukum adat

itu akan ditinggalkan seiring dengan berkembangnya jaman.

Sedangkan di ranah Minang, dikenal dengan keislaman yang sangat

kental. Sehingga adat-adat yang berada biasanya merujuk pada nilai-

nilai keislaman yang kental.

Page 80: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

68

Teks di atas menginginkan negara ini perlu memiliki hukum-

hukum yang disesuaikan dengan kondisi negara namun hukum

tersebut bersumber pada Al-Quran dan Hadits. Nilai-nilai yang

diajarkan Islam perlu diejawantahkan melalui hukum yang

disepakati di Indonesia. Artinya ayat-ayat Al-Quran menjadi

landasan yang lentur untuk dijadikan hukum yang sesuai melalui

ijtihad yang akhirnya sama dengan produk manusia, namun tetap

disandarkan pada hukum utama. Meskipun perbedaan terletak pada

prosedur bukan pada hakikat.

Seperti yang penulis jelaskan dibagian pertama bahwa negara

adalah instrumen. Artinya instrumen itu diperlukan untuk

memberlakukan hukum-hukum, dalam hal ini adalah hukum Islam.

Dalam ajaran Islam petunjuk-petunjuk mengenai ketatanegaran tidak

disebutkan secara jelas. Islam hanya mengatur pokok-pokoknya

saja, yang akhirnya diperlukan ijtihad sesuai dengan zamannya.

Dalam konteks ini instrumen tadi diperlukan untuk menjamin supaya

perintah-perintah dan hukum-hukum Islam dijalankan.

Kuntowijoyo mengenalkan istilah objektivikasi sebagai

rumusan masuknya hukum Islam ke dalam hukum nasional.15

Melalui pijakan objektivikasi sebagai upaya pembangunan hukum di

Indonesia, nilai-nilai Islam harus diterjemahkan dalam kategori-

kategori objektif sehingga dapat diterima semua pihak. Disebut

objektif apabila dinilai oleh orang non-Islam sebagai perbuatan yang

15

Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, h. 68.

Page 81: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

69

natural, objektif. Dengan demikian orang Islam akan memandangnya

sebagai ibadah.

Artinya orang non-Islam juga diberi ruang untuk

menciptakan konsensus melalui memberikan pandangan, menuaikan

pikiran, menyatakan keinginannya, menghindari sekulerisme, negara

yang bebas berpendapat, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia, berbudi pekerti luhur, negara yang bermoral, dimana

konsep-konsep ini diajarkan dalam Islam. Hukum Islam dianggap

mencerminkan norma-norma bangsa, ditambah lagi mayoritas

penduduk beragama Islam. Hukum Islam tidak hanya mengikat

manusia sebagai makhluk sosial, lebih lagi berhubungan dengan

keyakinan Allah yang Maha Besar.

4. Teks Keempat

Teks di bawah ini mengenai dasar politik negara yakni sebagai

berikut: “Dasar politik negara kami adalah mendjundjung tinggi

kesutjian nama Ilahi, jang dipudja dalam biara, geredja, synagog, dan

mesdjid!”16

4.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural

Kata „menjunjung‟ berarti mengangkat. „Menjunjung‟ pada teks

ini berkaitan dengan makna kontekstual dari teks. Karena setelahnya

disebutkan Ilahi sebagai dzat yang disembah. Artinya menjunjung di

sini yakni mengagungkan, bukan mengangkat. Pemilihan Ilahi biasanya

16

Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante, h. 73.

Page 82: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

70

disebutkan untuk hal-hal yang bersifat sastrawi. Dengan begitu kata

Ilahi lebih menunjukkan ketekunan, kepasrahan, dan pengagungan.

Sementara biara, gereja, sinagoge, dan masjid adalah tempat-

tempat ibadah dan pemujaan. Masing-masing memiliki petanda yang

berbeda-beda. Tempat ibadah kaum budha adalah biara, tempat ibadah

nasrani adalah gereja, tempat pemujaan kaum yahudi adalah sinagoge,

tempat ibadah kaum muslim adalah masjid.

Cakrawala yang digambarkan pada teks tersebut adalah bahwa

perbedaan-perbedaan yang ditandai dengan rumah-rumah ibadah seperti

biara, gereja, sinagoge dan masjid merupakan tempat yang

menyebutkan (mengagungkan) nama Tuhan.

4.2. Pemahaman dengan Apropriasi

Tidak ada yang mutlak di dunia ini, perbedaan-perbedaan

diantara manusia adalah sebuah keniscayaan hidup. Teks di atas

menyebutkan biara sebagai tempat ibadah untuk umat budha, gereja

untuk umat kristiani, synagog untuk umat yahudi, dan masjid untuk

umat Islam. Artinya penyebutan ini memiliki makna paling dasar yaitu

perbedaan. Perbedaan ini merupakan suatu keniscayaan.

Terlebih di Indonesia yang dihuni berbagai macam suku dengan

perbedaan bahasa, ras dan agama. Baik itu Islam, Kristen, Budha, Kong

Hu Chu mengimani kepercayaan masing-masing. Perbedaan ini bukan

dipandang sebagai hal negatif, namun merupakan bentuk

Page 83: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

71

keseimbangan. Keseimbangan itu akan berjalan melalui kepercayaan.

Kepercayaan akan menimbulkan sikap saling pengertian.

Tempat ibadah menggambarkan identitas suatu umat beragama,

simbol keagamaan yang bernilai sakral. Penekanan simbol-simbol ini

tidak hanya menggambarkan perbedaan, namun juga bagaimana

seharusnya interaksi antar pemeluk.

Diberikan keleluasaan meyakini suatu agama sebagai aktualisasi

diri sama dengan prinsip demokrasi. Indikasinya Islam dianggap

bersifat demokratis, karena perbedaan dalam satu wilayah

memungkinkan hubungan antarwarga. Kuntowijoyo berpendapat ada

kaidah-kaidah dalam hubungan tersebut yakni ta’aruf (saling

mengenal), syura (musyawarah), ta’awun (kerja sama), mashlahah

(menguntungkan masyarakat), dan „adl (adil).17

Prinsip ta’aruf, syura, dan ta’awun lebih dekat dengan proses

komunikasi dan interaksi. Pengertian dasar komunikasi adalah

komunikasi terjadi apabila antara komunikator dan komunikan terjadi

sama makna, sama persepsi. Komunikolog De Vito menyatakan

komunikasi terjadi ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.18

Proses komunikasi yang dialogis ini bertujuan tidak ada dominasi dari

salah satu pihak. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang adil.

Sehingga proses ta’aruf dan syura juga melibatkan komunikasi yang

dialogis.

17

Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, h. 91. 18

Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia Edisi Kelima (Jakarta: Professional

Books, 1997), h. 23.

Page 84: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

72

Untuk mencapai pada tingkat keadilan yang dilatarbelakangi

dengan perbedan-perbedaan, kaidah-kaidah tersebut di atas menjadi

langkah sentral. Bagaimana interaksi antar pemeluk menciptakan

kondisi yang adil merata dengan cara saling mengenal, lebih jauh

mengenal aspirasi masing-masing. Interaksi dapat berbentuk

musyawarah yang bersifat institusional dengan maksud saling

menguntungkan.

Untuk mencapai hal tersebut sudah barang tentu terdapat banyak

perbedaan. Oleh karena itu, musyawarah menjadi salah satu cara

membuka diri terhadap perbedaan. Ketika perbedaan itu diterima secara

besar hati, maka yang akan timbul adalah sikap toleransi, tidak

membenarkan saling mengintimidasai telebih kepada kaum minoritas.

Kebebasan berfikir, berpendapat, membentuk perkumpulan, adalah hal

yang diperbolehkan untuk menunjang terbentuknya negara yang

seimbang dalam perbedaan.

Jadi yang mendasari negara berdasarkan Islam adalah prinsip

persaudaraan, persamaan, dan kebebasan yang harus terpenuhi dalam

komunitas negara. Prinsip-prinsip itulah yang pada dasarnya

melahirkan toleransi, juga mencakup kebebasan mendasar bagi

individu. Sama halnya dengan prinsip demokrasi.

Peran interaksi sosial dalam mendirikan Islam sebagai dasar

negara tentu menjadi hal yang penting. Interaksi langsung antara

perbedaan itu membutuhkan kelapangan dada karena menyangkut

Page 85: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

73

perbedaan identitas. Kelapangan ini dibutuhkan juga dalam

menyampaikan perbedaan berpendapat.

Di negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya,

ras, dan yang paling vital adalah agama. Teks di atas Hamka mencoba

memberikan garansi kebebasan bagi non-muslim dan menghilangkan

ketakutan dan kekhawatiran mereka dibawah naungan negara

berdasarkan Islam.

5. Teks Kelima

Di bawah ini teks dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama dan

bagian kedua, teksnya sebagai berikut:

Bagian Pertama: “Saudara lebih baik memilih negara

berdasar Islam. Karena bagi Saudara tuntut djaminan atau tidak

dituntut, namun djaminan itu akan dituliskan dalam Undang-

undang Dasar, kalau djadi negara berdasar Islam. Sehingga ada

hitam atas putih, jang kalau dilanggar, kami kena kutuk Kalam

Allah.”19

Bagian Kedua: “Mengapa saja berkata demikian? Sebab

dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ada tersebut, bahwa dalam

Negara berdasar Islam, hendaklah orang Kristen mendjalankan

indjilnja:

Artinya: “Hendaklah keluarga Indjil menghukum dengan apa jang

diturunkan Allah didalamnja.”20

5.1. Penjelasan dengan Semiologi Struktural

Pada teks bagian pertama menyatakan hitam di atas putih.

Penanda warna hitam sebagai warna hitam-gelap, sebagai petanda

19

Tentang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Konstituante, h.71. 20

Ibid,. h.71.

Page 86: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

74

dari tinta. Putih sebagai warna putih-terang sebagai petanda dari

kertas. Sehingga hitam diatas putih sebagai petanda sebuah

perjanjian yang tertulis, mempunyai nilai tinggi yang dapat dituntut

atau menuntut antara pembuat perjanjian biasa digunakan sebagai

jaminan. Sementara arti kutuk sama dengan laknat. Artinya doa atau

kata-kata yang mengakibatkan bencana kepada seseorang.

Teks bagian kedua merupakan bagian dari surat Al-Maidah

ayat 40, kata keluarga Injil berarti kaum Nasrani. Menghukum dalam

konteks ini bukan berarti memberi hukuman. Melainkan

melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam injil.

Cakrawala teks kelima di bagian pertama ini menggambarkan

bahwa Islam memberi keluasan bagi agama lain. Jika Islam sebagai

dasar negara, maka umat selain Islam bebas menjalankan apa yang

dianjurkan dalam kitabnya yang akan disepakati bersama, sehingga

umat selain Islam tidak perlu menuntut jaminan, karena akan tertulis

dalam undang-undang. Sementara pada bagian kedua merupakan bagian

al-Quran surat Al-Maidah ayat ke empat puluh tujuh, menggambarkan

hendaklah kaum Nasrani menggunakan Injil sebagai pedoman sesuai

dengan apa yang ditentukan di dalamnya.

5.2. Pemahaman dengan Apropriasi

Insiden kekerasan atau peperangan dibeberapa negara antara

muslim dan non-muslim kerap terjadi. Di India minoritas Islam di

tengah-tengah umat Hindu juga memiliki hubungan yang panas. Di

Page 87: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

75

Filipina minoritas Islam juga mengalami pengucilan, sama halnya

muslim minoritas di Myanmar.

Sementara di Indonesia golongan minoritas baik Kristen, Hindu,

atau Budha tidak mengalami hal yang sama seperti beberapa negara di

atas. Artinya potensi tingkat toleransi yang tinggi dilihat oleh Hamka

sebagai indikator, dapat tercipta negara berdasarkan Islam. Selain

konsep-konsep Islam telah dianggap memadai untuk membentuk negara

Islam, didukung juga oleh situasi dan kondisi.

Teks ini jelas menyatakan bahwa kaum Nasrani diperbolehkan

menjalankan apa yang diperintah dalam kitabnya, artinya secara

langsung mereka tidak dipaksakan untuk mengimani agama lain.

Prinsip kebebasan beragama yang diajarkan dalam Islam, juga

dimaksudkan sebagai sendi dasar hak manusia tertera pada Q.S Al-

Baqarah 256, “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama (Islam).”

Teks kelima ini menyempurnakan teks-teks sebelumnya, bahwa

al-Quran sebagai fondasi dan rujukan umum Islam telah mencakup

permasalahan perbedaan yang dilindungi oleh hukum Islam itu sendiri.

Islam memberikan jaminan kebebasan bagi nonmuslim umumnya dan

kaum Nasrani khususnya. Supaya mereka dapat menjalankan apa yang

diimaninya. Bukan hanya menjamin kebebasan dalam beriman, Islam

juga menjamin pemenuhan kebutuhan manusia yang paling dasar.

Dalam paham ajaran Islam, Allah menjadikan kita selaku

khalifah-Nya di bumi dan kualitas mendasar yang dianugerahkan

kepada manusia tadi adalah kebebasan. Kebebasan menggandeng unsur

Page 88: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

76

tanggungjawab demi kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. Di sini,

komitmen tindakan posesif sebagai rasa nasionalisme semakin kuat

apabila dari dalam komunitas agama mendapatkan kebebasan yang

membuka ruang bagi kesejahteraan bersama. Hal ini juga menjadi

penguat komitmen kebangsaan.

Prinsip kebebasan ini secara tidak langsung juga akan melepas

sistem kediktatoran. Kedudukan ini sama halnya dengan kebebasan

kontemporer yang terkenal dengan istilah demokrasi. Juga telah

dijelaskan di atas mengenai prinsip demokrasi. Prinsip kebebasan dapat

melahirkan keadilan dalam sistem hukum. Hal ini mengindikasikan

semua elemen berhak berpartisipasi dalam politik melalui musyawarah

konstitusi untuk mencapai prinsip keadilan. Dan yang terpenting prinsip

keadilan tersebut mengandung tujuan tertinggi yakni amr ma’ruf nahi

munkar.

Page 89: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa nilai-nilai Islam yang

terkandung dalam teks pidato Hamka adalah nilai-nilai nasionalisme,

ideologi, hukum al-Quran, kebebasan dan keadilan. Poin-poin ini

dinyatakan dalam analisis semiologi struktural dan apropriasi peneliti yang

dapat disimpulkan bahwa:

1. Teks pertama, manyatakan bahwa nilai keimanan yang berbentuk

sikap nasionalisme atau penulis menyebutnya dengan posesifisme,

merupakan dasar utama yang diungkapkan melalui kalimat Allahu

Akbar;

2. Teks kedua, merupakan pegertian yang lebih spesifik dari teks pertama

menyatakan bahwa Islam dan nasionalisme merupakan ideologi, yang

digambarkan Hamka melalui simbol-simbol pada lukisan Pangeran

Diponegoro dengan gambar bulan sabit pada pelananya dan lukisan

Imam Bonjol yang memengang tasbih;

3. Teks ketiga, negara berdasar Islam mengambil hukum dari al-Quran

sebagi rujukan utama, namun non-muslim dan muslim juga dapat

menciptakan konsensus untuk mencari hukum, ditunjukkan melalui

pepatah orang Minang bahwa adat bersendi syara;

4. Teks keempat, menyebutkan rumah-rumah ibadah seperti masjid,

gereja, sinagog dan biara. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai Islam

Page 90: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

78

sebagai dasar negara memberikan garansi kebebasan bagi kaum non-

muslim;

5. Teks kelima, mengenai kebebasan bagi non muslim untuk dapat

menciptakan hukum sesuai dengan apa yang dipercayainya. Artinya

teks ini menyatakan kebebasan yang memiliki unsur tanggung jawab

dapat melahirkan sistem keadilan.

2. Saran

Setelah melakukan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Islam

sangat memberikan pengaruh positif bagi umat Islam Indonesia pada

masa-masa kemerdekaan. Namun perlu diperhatikan pula bahwa:

1) Islam sebagai ideologi negara akan mengakibatkan Islam setara

dengan ideologi-ideologi lainnya, seperti Pancasila, Demokrasi,

Sosialisme, dan Komunisme. Islam seharusnya lebih tinggi dari

ideologi-ideologi itu. Artinya Islam seharusnya ditempatkan sebagai

sumber bagi ideologi-ideologi yang telah ada, bukan menjadikan

Islam setara dengan ideologi tersebut. Dengan menjadikan Islam

sebagai ideologi justru akan merendahkan Islam apabila negara

tersebut melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran

Islam. Bagi kelompok-kelompok secara yang secara

2) Bagi para muslim perlu mengenali bagaimana Islam diejawantahkan

melalui nilai-nilai yang dinamis tanpa kerangka formal negara Islam.

Dengan tidak menyebutkan secara formal sebagai negara Islam, maka

nilai-nilai Islam dapat diterima oleh semua golongan dan pemeluk

Page 91: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

79

agama lainnya tanpa harus merasa bahwa mereka telah melaksanakan

nilai-nilai Islam. Dengan demikian tidak perlu ada lagi kelompok-

kelompok ilegal yang ingin mendirikan negara Islam dengan cara

‘kaderisasi ilegal’ yang dapat merugikan masa depan anak bangsa.

Page 92: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

80

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Ahmad, Mumtaz, ed. Masalah-Masalah Teori Politik Islam. Bandung: Mizan,

1996.

Amiruddin, M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman.

Yogyakarta: UII Press, 2000.

Aning, Floriberta. 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta: Penerbit

Narasi, 2005.

As’ad, Said Ali. Negara Pancasila Jalan Kemashlahatan Berbangsa. Jakarta:

LP3ES, 2009.

Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentalisme,

Modernisme, hingga Posmodernisme. Jakarta: Paramadina, 1996.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2010.

_____________ Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2007.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Dault, Adhyaksa. Islam dan Nasionalisme, cet ke 2. Jakarta: Yadaul, 2006.

DeVito, Joseph A. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books, 1997.

Erdianto, Elvinaro dan Q-Anees, Bambang. Filsafat Komunikasi. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2007.

Esposito, John L dan O.Voll, John. Demokrasi di Negara-negara Muslim. Jakarta:

Penerbit Mizan, 1999.

Page 93: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

81

Ghasemi, A. et.al. “Ricouer’s Theory of Interpretation: A Methode for

Understanding Text (Course Text).” World Apllied Science Journal 15

(2011): h. 1623-1629.

Grondin, Jean. Sejarah Hermeunitik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Hamka. Ayahku. Jakarta: Uminnda, 1982.

______ Islam Revolusi. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.

______ Studi Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

______ Tafsir Al-Azhar Juz 1. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

______ Tafsir Al-Azhar Juz 17. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.

______ Urat Tunggang Pancasila. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.

Hasan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas

Bambu, 2011.

Iwan Saidi, Acep. “Hermeneutika Sebuah Cara Memahami Teks.” Jurnal

Sosioteknologi Edisi 13, Tahun 7 (April 2008): h. 376-382.

Ismail, Faisal. Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama: Wacana Ketegangan

Kreatif antara Islam dan Pancasila. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

1999.

Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Jakarta: Penerbit Mizan, 1997.

Littlejohn, Stephen W. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika, 2008.

Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jakarta:

LP3ES, 2006.

Page 94: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

82

Madjid, Nurcholish. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina,

1999.

Mahendra, Yusril Ihza. Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam.

Jakarta: Paramadina, 1999.

Mashad, Dhurorudin. Akar Konflik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2008.

Mohammad, Herry. dkk. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Depok:

Insani Press, 2006.

Mufid, Moh. Politik dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004.

Mulyana, Deddy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarta,

2008.

Palmer, Richard. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2003.

Piliang, Yasraf Amir. Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung: Matahari, 2012.

Pranarka, A.M.W. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: Centre For

Strategic and International Studies, 1985.

Ricoeur, Paul. Hermeunitika Sosial. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006.

Semiawan, Conny R. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan

Keunggulannya. Jakarta: Raja Grasindo. 2001.

Shobahussurur. “Relasi Islam dan Kekuasaan Perspektif Hamka.” Jurnal Asy-

Syir’ah V 43, no.1 (2009): h. 1-15.

Sjafril, Akmal. Buya Hamka: Antara Kelurusan Aqidah dan Pluralisme. Depok:

Indie Publishing, 2012.

Page 95: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

83

Sukidin, Basrowi. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan

Cendekia, 2002.

Surahman, Nanang. “Pancasila Versus Islam: Konflik Tentang Dasar Negara

Antara PKI-Masyumi Di Majelis Konstituante 1956-1959.” Tesis S2

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2002.

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka, 2007.

Uchjana, Onong. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007.

Waat, W. Montgomery. Islamic Political Thought. Great Britain: Edinburgh

University Press. 1968.

Yusran, R. ed. Debat Dasar Islam dan Pancasila. Jakarta: Pustaka Panjimas,

2001.

Yusuf, M. Yunan. dkk. Ensiklopedi Muhammadiyah. Jakarta: Dikdasmen, 2005.

Internet

Iswara, NR. “Adat Melayu Bersendikan Hukum Syara.” Artikel diakses pada

tanggal 14 Januari 2013 dari www.melayuonline.com

“Buya Hamka Sosok Teladan.” Artikel diakses pada tanggal 02 Juli 2012 dari

kemenag.go.id.file/dokumenn/HAMKA/pdf.

Page 96: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

84

NASKAH PIDATO

Nama : H. Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)

Fraksi : Masyumi

No Anggota : 485

Tanggal : 11 November 1957

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Saudara Ketua, bebas dari rasa takut terlepas dari serba ragam intimidasi,

telah tiga minggu lamanja kita memperbintjangkan apa yang baik buat mendjadi

Dasar dari negara kita ini. Negara jang kita tjintai, negara yang telah kita tegakkan

dengan darah dan air mata. Kita keluarkan segenap jang terasa, kita njatakan

pikiran dan kita adu, semoga dapat kita padu. Kita bertemu dalam satu titik

pertemuan, jaitu tjinta tanah air. Kita tidak akan bersempit paham mendengar

pendapat orang lain, jang berbeda dengan pendapat kita.

Kami dari pihak Islam umumnja, dari Fraksi Madjelis Sjuro Muslimin

Indonesia (Masjumi) chususnja mendengarkan dengan hati-hati keterangan-

keterangan jang dikemukakan oleh pihak yang mempertahankan Pantja Sila dan

Saudara-saudara jang mempertahankan Pantja Sila-pun telah mendengarkan pula

pendirian kami.

Mungkin didalam mentjari, menjaring dan memperdjuangkan pendapat,

ada jang kadang-kadang terdorong oleh rasa, sehingga tersinggung tepi pagar,

namun hal itu sudah lumrah. Pajung pandji demokrasi memberikan perlindungan

kepada djalan musjawarah kita; sebut apa jang terasa, katakan apa jang teringat!

Djangan sampai sebagai pepatah:’,,Api padang puntung berasap, rumah

sudah dapat berbunji’. Hendaklah,, berkata sehabis rasa menggaruk sehabis

saung”. ,,Gajung disambut, kata didjawab”, namun hakekat kebenaran hanja satu.

Itulah pula titik pertemuan kita jang kedua, jaitu sama-sama mentjari jang benar!

Saudara Ketua, Anggota-anggota jang terhormat, jang mempertahankan

Pantja Sila selalu menjebut ,,Semangat Proklamasi 17 Agustus”. Mereka berkata

itulah hakekatnya Pantja Sila! Kamipun mengakui, sekali-kali tidak membantah

akan adanja ,,Semangat Proklamasi 17 Agustus”, tetapi kami tidak dapat

menerima kalau sekiranja semangat itu disandarkan kepada Pantja Sila! Semangat

jang sebenarnja dari Proklamasi tanggal 17 Agustus, ialah semangat Merdeka,

semangat tidak mau didjadjah lagi.

Pekik merdeka itukah jang bersipongang sendjak dari Sabang sampai

Merauke! Pekik merdeka, dibawa oleh udara Radio keseluruh pelosok tanah air,

sampai kegunung, kelurah, kedarat, dan kepulau. Merdeka tidak mau didjadjah

lagi! Dibawah kilatan kalimat itu timbul sendirinja persatuan dan perpaduan kita.

Baik dia Islam atau dia Kristen, atau Perbegu dan Permalim, atau Hindu Bali dan

Kaharingan.

Page 97: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

85

Maka semangat Merdeka, semangat tidak mau didjadjah lagi itu, oleh

masing-masing kita ditjari sandarannja, ditjari alat untuk mendjiwainja. Kita ingin

merdeka, kita tidak mau didjadjah lagi! Sehingga pada permulaan Revolusi

terkenallah satu sembojan ,,Merdeka atau Mati!”. Kita tahu bahwa perdjuangan

itu minta darah, minta air-mata, minta njawa dan minta mati! Sebab pada ketika

itu hanja kekuatan semangat sadja, sedang musuh kita kuat dengan alat sendjata.

Perjuangan waktu itu artinja: ,,Esa hilang, dua terbilang! Biarlah mati

berkalang tanah, dari pada hidup bertjermin bangkai!” Instinc kita takut terhadap

mati! Tapi kita hendak memberi nilai jang sebenarnja dari kematian itu. Hidup

mendjadi budak, lebih hina dan rendah harganja, dari pada mati, karena

memperdjuangkan tjita. Pada saat itu bergunalah kepertjajaan, atau iman atau

aqidah! Maka masing-masing golongan mentjari sandaran penilaian mati itu

dalam adjaran agamanja. Masing-masing daerah bergerak sendiri, memakai

inisiatif sendiri dan kebidjaksanaan sendiri! Menghadapi mati, untuk merdeka!

Dan Pantja Sila lama kemudian, baru dipropagandakan di Amuntai.

Tidak mau didjadjah lagi itulah jang menjebabkan kita bersatu. Pekik

merdeka melupakan jang lain. Jang masih rindu kepada Belanda memekikkan

merdeka keras-keras, karena takut dibunuh.

Orang Islam, Saudara Ketua, dengan tidak mengingat apakah dia sekarang

telah djadi Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi) atau Partai Nasional

Indonesia (P.N.I), Nahdlatul Ulama (N.U), atau Sosialis, Persatuan Tarbijah

Islamijah (Perti) atau Partai Buruh, mendjiwai djiwa semangat proklamasi

kemerdekaan tanggal 17 Agustus tahun 1945 itu dengan adjaran agamanja! Orang

rela melihat bangkai puteranja dibawa pulang berlumur darah, tidak bernjawa lagi,

karena spontan terasa bahwa putera jang tewas itu adalah mati sjahid!

Tidak ada tempat takut melainkan Allah! ,,Allahu Akbar’’! Hanja Allah

Jang Maha Besar, jang lain ketjil belaka! La-ilaha-illallah, tidak Tuhan tempat

menjembah, tempat takut, tempat memohon, tempat berlindung melainkan Allah!

Bila seorang ajah menerima kabar putera harapanja tewas dimedan perang, maka

jang ditanjakan lebih dahulu, dari manakah masukknya pelor, dari

punggungnjakah atau dari hadapannja? Karena kalau dari punggung mungkin dia

mati sedang menyelamatkan diri, maka diraguilah sjahidnja! Tetapi kalau dari

muka, tandanja dia mati berdjuang! Dan salah satu dari tudjuh dosa besar ialah

Tawalla jaumaz zahf, memalingkan muka disaat bertempur!

Itulah jang kami kenal, djiwa atau djang mendjiwai proklamasi tanggal 17

Agustus, bukan Pantja Sila. Sungguh Saudara Ketua. Pantja Sila itu belum pernah

dan tidak pernah, karena keistimewaan hidupnja dijaman Belanda itu

menggentarkan hati dan tidak pernah dikenal, tidak populer dan belum pernah

terdengar! Jang terdengar hanja sorak ,,Allahu Akbar”. Dan api jang njala didalam

dada ini sekarang, Saudara Ketua, bukanlah Pantja Sila, tetapi ,,Allahu Akbar!”.

Bahkan sebagian besar dari pembela Pantja Sila sekarang ini, ketjuali orang-orang

Page 98: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

86

Partai Komunis Indonesia (P.K.I), jang njala dalam hati sanubarinja sampai saat

sekarang inipun, pada hakekatnya adalah ,,Allahu Akbar”.

Djika saja tanjakan pada hati ini, kepada salah seorang pembela Pantja

Sila, apakah jang terasa dalam hatinja ketika puteranja jang ditjintainja tewas dan

diantarkannja kepusara, Pantja Silakah atau Allahu Akbar? Nistjaja dia akan

mendjawab: ,,Allahu Akbar!”. Dengan demikian baru hatinja akan puas. Hati

sanubari yang tidak pernah berdusta!

Allahu Akbar jang tertulis dalam dada Saudara itulah sekarang jang kami

mohon direalisasikan. Allahu Akbar, jang didalamnja terkandung segala matjam

sila, baik pantja, atau sapta, atau ika, atau dasa. Allahu Akbar jang mendjadi

pertahanan Saudara ketika Saudara pernah menghadapi bahaya besar! Allahu

Akbar yang mendjadi pertahanan Saudara disaat maut telah melajang-lajang di

atas kepala Saudara. Allahu Akbar jang kepada-Nja putera Saudara jang tertjinta

Saudara serahkan! Allahu Akbar jang dengan dia Saudara disambut waktu lahir

dari perut ibu!

Janganlah ada jang mendustai keadaan, karena masih merah tanah bekas

darah tertumpah, belum berlalu puluhan tahun, baru 12 tahun sadja! Dokumentasi

masih tjukup, bundelan surat-surat kabar masih dapat ditengok!berapa kali sudah,

kekuatan Republik kita ini di udji. Satu diantara ujian itu ialah di Madiun. Maka

menggemalah pekik Allahu Akbar pada Tentara Nasional Indonesia, Siliwangi

dan pada Hizbullah, dan kitapun Alhamdulillah terlepas dari bahaja.

Semangat Proklamasi tanggal 17 Agustus tahun 1945, bukanlah Pantja

Sila, Saudara Ketua. Bung Karno, seorang ahli pikir Negara terbesar didjaman ini,

nistjaja akan menjebut Pantja Sila dalam Proklamasi tanggal 17 Agustus, kalau

Pantja Sila itu memang telah ada pada waktu itu. Padahal beliau adalah seorang

tjerdik pandai jang tidak lengah mentjari kata berpadu jang dapat menimbulkan

semangat.

Jang ada dalam Proklamasi hanja merdeka dan merdeka itu disambut oleh

golongan umat Indonesia jang terbesar, yang 90% dengan dorongan Allahu

Akbar. Baik dia Majelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi) atau dia Partai

Nasional Indonesia (P.N.I). Bahkan mahasiswa peladjar Sekolah Tinggi jang

terdidik berpikir setjara Barat, datang kepada seorang kijai meminta tuah

kebesaran Allahu Akbar.

Maka mengatakan bahwa Semangat Proklamasi tanggal 17 Agustus itu

adalah Pantja Sila, amatlah djauh dari kebenaran. Dan dalam kata kasarnja ialah

dusta. Dusta yang pernah dikatakan oleh Abraham Lincoln; ,,Dusta hanja laku

untuk satu masa bagi satu golongan, dan dusta tidak laku buat semua masa dan

semua golongan!”.

Dan dusta jang paling besar ialah mendustai suara hati sanubari kita

sendiri. Kalau dibawa merenung agak lama, lepas dari empuknja kursi dan

bagusnya mobil, pendustaan itu bisa membawa penjakit djiwa.

Page 99: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

87

Saudara Ketua, adapula Anggota jang terhormat berkata: ,,Barang siapa

jang hendak menukar Pantja Sila dengan dasar lain, adalah dia berchianat kepada

arwah pemimpin jang telah terdahulu”.

Maka inginlah saja bertanja Saudara Ketua, dari hati kehati, minta beliau

tundjukkan pemimpin jang terdahulu, jang manakah jang kami chianati, karena

kami memperdjuangkan Islam sebagai Dasar Negara ini?

Kami mengenal pemimpin-pemimpin yang kita didjadikan lambang

Nasional kita sekarang, sebagai jang memulai perdjalanan ini, Pangeran

Diponegoro, Imam Bondjol, Teuku Tjik Ditiro, Teuku Umar Djohan Pahlawan,

Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin Makasar dan Maulana Hasanuddin

Bantam, Sultan Chairun dan Babullah di Ternate, Radja Ali yang tewas di

Malaka, Iskandar Muda Mahkota Alam di Atjeh! Tjoba tundjukkan agak seorang,

jang mana diantara mereka jang kami chianati? Truno Djoyo dan Karaeng

Galesongkah, Untung Surapati atau jang lain, tundjukkan agak seorang, katakan

baik-baik jang mana jang kami chianati? Djika ada dan dapat saudara

menundjukkan buktinja, dari segi sedjarah dan ilmiah, kami akan kembali

kepangkalan dan surut kepada kebenaran.

Apakah jang kami chianati itu, Sultan Abdul Hamid Diponegoro, yang

bergelah Chalifatul Muslimin dan Amirul Mu’minin jang terang-terang dihadapan

Gubernur Djendral de Kock menjatakan bahwa beliau hendak mendirikan sebuah

Keradjaan Islam ditanah Djawa ini?

Apakah kami menghianati tuanku Imam Bondjol, jang nama ketjilnya

Ahmad Sjahab dan gelar waktu mudanja Peto Sjarif dan diwaktu tuanya Mu’allim

Besar dan Imam dalam peperangan di Bondjol, jang ingin hendak membentuk

masjarakat dan negeri berdasar Islam di alam Minangkabau; ,,Adat bersendi sjara,

sjara bersendi Kitabullah”.

Apakah jang kami chianti Teuku Tjhik Ditiro, jang menamai tentara

Gerilja menentang penjajahan Belanda dengan nama Muslimin dan

memerintahkan seorang anggota stafnja mengarang sjair Perang Sabil, lalu

disjiarkan diseluruh Atjeh, dan memberikan semangat bagi perlawanan Teuku

Omar Djohan Pahlawan?

Pemimpin jang mana jang kami chianati, Saudara Ketua, apakah Sultan

Hasanuddin Makasar jang pernah berkirim surat pada Djendral Speelman:

,,Lautan luas ini adalah anugerah Ilahi bagi manusia, maka djanganlah hendak

Tuan kuasai sendirian sadja!”.

Pemimpin jang mana jang kami chianati, Saudara Ketua, apakah Radja

Adji, yang tewas bertempur dengan Belanda di pantai Malaka, jang seketika tewas

itu kitab ,,Dala-ilul Chairat”, pudjaan kepada Rasulullah ada dalam tangan beliau

jang kiri dan badik Bungis ada ditangan kanandja?

Apakah kami chianati Tjokroaminoto, Guru dari Bung Karno, pemimpin

jang mula-mula mengadakan Kongres Nasionalis di Bandung ini? Barangkali jang

menuduh kami berchianat itu ketika saja bitjara ini, melajang pikirannja kepada

Page 100: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

88

pahlawan kita di Maluku Pattimura. Maka bertanjalah saja kepada jang menuduh

kami chianat itu, dapatkah dia menjingkirkan guru dari Pattimura, laksana Kijai

Modjo guru dari Diponegoro, jaitu Said? Perintah beliaulah jang selalu

menghembuskan semangat sjahid kedalam telinga Pattimura, walaupun Pattimura

belum djelas seorang Islam dan sama-sama naik tiang gantungan berdua!

Barangkali melajang pula pikirannja kepada si Singamangaradja di tanah

Batak, kalau-kalau beliau memperdjuangkan Pantja Sila. Bagaimana Saudara lari

kesana, Saudara tidak akan bertemu Pantja Sila. Jang bertemu adalah kerangka

atau bengkalai Islam jang belum selesai, jaitu agama Permalim, jang sampai

sekarang mantra dukunnja masih tetap dimulai dengan Bismillah! Dikiri kanannja

berdiri pula beberapa orang Ulama pembantunja dari Aceh dan dari Minangkabau.

Terang Saudara Ketua jang terhormat, disitu tidak berdjumpa Pantja Sila.

Sebab Pantja Sila barulah dipopulerkan 10 tahun jang achir ini, dengan maksud

hendak menentang tjita-tjita kami yang asli kami terima dari nenek moyang, jaitu

melandjutkan tjita-tjita mereka mendirikan Negara berdasar Islam dikepulauan

Indonesia ini, lebih besar lebih bersifat Nasional dari jang mereka telah mulai

waktu itu.

Kalau boleh saja memakai kata-kata yang lebih djitu, dapatlah saja

memastikan dengan penuh tanggung-djawab, dihadapan Allah dan dihadapan

sedjarah, bahwa kami inilah, seluruh Fraksi Islam jang menerima baik pusaka

pemimpin-pemimpin jang telah lalu itu.

Kamilah yang meneruskan wasiat mereka dan dapat pulalah Saudara

Ketua mengetahui kemana mestinja udjung logika dari perkataan saja ini.

Mungkin dikatakan bahwa jang mengkhianati roch nenek mojang pemimpin jang

terdahulu, ialah jang menukar perdjuangan mereka dengan Pantja Sila. Tetapi

Saudara Ketua, saja tidak mau menjampaikan konklusi kesana, sebab kita

sekarang adalah tengah mengadu pikiran untuk mem-padu! Bahkan sebagai

Muslim, saja beri maaf orang-orang jang menuduh kami pengchianat, karena kami

tahu bahwa ilmunja tentang sedjarah nenek mojangnja masih sangat perlu

ditambah.

Kami kadang-kadang tersenjum Saudara Ketua, bagaimana usaha hendak

menjelimuti kebenaran dengan mendustai sedjarah, jang kadang-kadang sangat

mentjolok mata. Misalnja, dalam gambar-gambar Pangeran Diponegoro naik

kuda, pada pelana kuda beliau kelihatan djelas tanda ,,bulan sabit”. Maka ada

pelukis Pantja Sila jang sengadja menghapus ,,bulan sabit” itu dari pelana.

Dan baru-baru ini saja lihat pula lukisan Imam Bondjol, kepunjaan

Kementrian Penerangan, sebagai propagandis Pantja Sila, gambar beliau jang

biasa terkenal ialah ditangannja ada seuntai tasbih, maka di gambar Kementrian

Penerangan itu ditjopot tasbihnja. Itulah Saudara Ketua, rahasia dari kedangkalan

berfikir setjara Pantja Sila.

Tidakkah mereka mengetahui apa rahasia ,,bulan sabit” jang ada di pelana

kuda sang Pangeran Amirul Mu’minin Abdul Hamid Diponegoro? Itulah lambang

Page 101: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

89

dari kejakinan bahwa usaha Belanda hendak merebut Imam bangsa Djawa, adalah

sia-sia belaka, walaupun mereka menang dalam persendjataan. Belanda

menaklukan Djawa hanya dapat merampas harta, tetapi tidak dapat merampas

Iman. Sikap Belanda ini hanjalah: ,,Laksana si punguk rindukan bulan”;

Tengadahlah kelangit, engkau sangka mudah memegang bulan dengan tanganmu.

Naiklah kepuntjak Semeru jang tinggi sekalipun hendak mendjolok bulan sabit

itu, namun usahamu akan tetap sia-sia. Itulah tafsir lambang bulan sabit pada

pelana Sang Amirul Mu’minin Diponegoro!

Tetapi saudara Ketua, agak sedikit dapat juga dimengerti kesalahan

menghapuskan itu dan saja tidak memakai kata ,,ketjurangan’’, sebab terlalu kasar

bunjinja. Dapat juga dimengerti jaitu karena pengaruh sentimen jang dangkal atau

gelap mata, sebab kebetulan dua partai Islam, Partai Sjarikat Islam Indonesia

(P.S.I.I) dan Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi) telah memakai

lambang bulan sabit dalam perdjuangannja.

Tetapi mentjopotkan atau merenggutkan tasbih dari tangan Imam Bondjol,

pada sebuah lukisan kepunjaan Kementrian Penerangan adalah satu tekanan djiwa

dari lapis tak sadar, onderbewustzin jang masih melekat dalam hati, karena

pengaruh didikan Belanda jang mendjadjah tanah ini 350 tahun lamanja. Padahal

gambar-gambar atau lukisan itu adalah orang Belanda sendiri jang membuatnja,

jang pada mereka rupanja masih ada djiwa sateria, mengakui kenjataan dan

rahasia kekuatan jang ada pada musuhnja.

Padahal kalau orang Indonesia sadar akan kepribadiannja, tidaklah dia

hendak merenggutkan tasbih itu, karena hanja menolak Islam. Sebab disanalah

terletak rahasia kekuatan Tuanku Imam menentang Belanda, jang kita akui

sebagai pelopor Nasional kita. Untaian tasbih adalah tiga kali tiga puluh tiga. Tiga

puluh tiga kali mengutjapkan Subhanallah, artinja Maha Sutji Allah, tiga puluh

tiga kali mengutjapkan Alhamdulillah, artinja Segala Pudji bagi Allah, tiga puluh

tiga kali mengutjapkan Allahu Akbar! Hanja Allah yang Maha Besar. Itulah

pangkalan tempat mulai bertolak di dalam menghadapi segala kesulitan dalam

hidup ini. Dan bila dikumpulkan tiga kali tiga puluh tiga mendjadilah dia

sembilan puluh sembilan, itulah Asmaul Husna, sembilan puluh sembilan nama

Tuhan, jang dengan Dia alam ini dikendalikan, termasuk didalamnja tanah air kita

Indonesia, jang disana kita dilahirkan dan disana kita berdjuang dan dari sana kita

mengambil kekuatan!

Tidak suka menerima Islam sebagai Dasar Negara, padahal itulah dasar

jang asli ditanah air kita, jang kuat dan jang sebahagian besar penduduk Indonesia

menganutnja dan pribadi sedjati Bangsa Indonesia. Sehingga sudah mulai

mendustai sedjarah, sehingga lukisannja pun sudah mulai dirusakkan.

Mungkin satu waktu kelak, serban Sentot dikutar dengan petji, djubah

Kijai Modjo ditukar dengan badju pelopor, sadarilah Tuanku Nan Rentjeh ditukar

dengan dasi. Lalu kami tegor karena menyalahi jang sebenarnja. Maka kamipun

didamprat dengan tuduhan; ,,Hai kamulah berchianat!” Saudara Ketua, saja adjak

Page 102: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

90

yang mempertahankan Pantja Sila supaja kembali kepada kebenaran, insjaflah

bahwa Pantja Sila tidak mempunjai dasar sedjarah di Indonesia.

Dan kami berdjuang menuntut Islam sebagai Dasar Negara, bukanlah

untuk kami. Bukan untuk Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi), Partai

Sjarikat Islam Indonesia (P.S.I.I), Persatuan Tarbijah Islamijah (Perti), Aksi

Kemenangan Umat Islam (Akui), Partai Politik Tharikat Islam (P.P.T.I) bukan;

tetapi untuk seluruh umat Islam, jang saudara-saudara jang masuk partai lain,

itupun termasuk didalamnja, untuk anak tjutju kita bersama. Jang disudut hati

saudara-saudara masih tersimpan sekelumit tjahaja iman itu, jang dalam diri

saudara mengalir darah itu, jang perdjuangan nenek mojang kita dalam Islam

itulah pangkalan permulaan langkah, sehingga kita sampai kepada jang seperti

sekarang ini. Dan dalam dada saudara Kristen pun ada pula djiwa itu, dalam

susunan kalimat jang lain.

Saudara Ketua, ada diantara Anggota jang terhormat didalam ajun kata

berirama, membawa angin sepoi-sepoi basah, tetapi penuh dengan sindiran halus:

apakah negara Islam yang kami tjitakan itu sebagai Negara Pakistan? Padahal

Pakistan itu adalah hasil politik petjah belah Inggeris, yang hendak

memetjahbelahkan anak benua India, supaja senantiasa lalu djuga djarum Inggeris

di negeri itu, walaupun dia telah berangkat.

Saudara Ketua, Anggota jang amat saja hormati itu menolak Dasar Islam

buat Indonesia dengan mentjela negara Pakistan, dan tjelaan kepada Pakistan itu

diambilnja dari pada musuh Pakistan sendiri jaitu India.

Mereka sampai sekarang masih belum berbaik benar, sebab urusan

Kasjmir. Maka selalu lah propaganda India mengesankan bahwa Republik

Pakistan itu adalah bikinan pendjadjah. Tjara-tjara jang seperti ini hanja biasa

dilakukan oleh kaum Komunis terhadap Negara, atau pribadi jang tidak mau

tunduk ke bawah tjerpu telapak kaki Kremlin. Negara-negara jang ingin bebas itu

dituduh agen imprealis, kaki tangan Amerika, a-nasional, diributkannja dunia

menuduh orang lain, supaja tersembunyi keadaan sebenarnja, bahwa mereka lah

jang agen imprealis Rusia.

Kalau dilandjutkan logika menuduh Negara Pakistan itu adalah buatan

Inggeries, menurut tjara-tjara Komunis, nistjaya kami yang dengan ichlas

memperdjuangkan agar Indonesia berdasar Islam dapat pula dituduh agen negara

asing, a-nasional, subversif, kaki tangan Imprealis,. Bukankah baru beberapa hari

jang lalu telah mulai disiarkan tuduhan dari Komunis India, melalui Peking untuk

membantu propaganda Komunis Indonesia, menuduh Saudara-saudara

Moh.Natsir, St.Sjahrir, bahkan Bung Hatta dan Brigadir Jenderal Gatot Subroto

telah sengkokol dengan Duta Besar Amerika di Indonesia hendak menggulingkan

pemerintahan Soekarno?

Sajang, dengan tidak sadar, Anggota jang amat saja hormati itu telah

memakai tjara-tjara Komunis buat menentang kami, padahal beliau saja kenal

adalah orang Islam jang baik dan seorang Nasionalis jang setia kepada

Page 103: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

91

kejakinannja. Maka belumlah saja putus asa Saudara Ketua, karena barang kali

tidaklah beliau sengadja akan sampai demikian.

Oleh sebab itu berharaplah saja kepada beliau supaja beliau sudi

menambah penjelidikan beliau tentang Pakistan, dengan mempelajari back-ground

sedjarah pertentangan Hindu dan Muslim, karena pandangan hidup jang berbeda.

Sudilah beliau memakai pepatah: ,,berhukum kedjengat, berbenar kehati; rasai

awak, rasai diorang”.

Maka sebagai seorang Islam tjobalah beliau rasakan, akan amankah

pergaulan orang jang makan daging sapi sebagai makanan setiap hari, sedang

tangganja memandang bahwa penjembelihan sapi itu adalah berarti menjembelih

Tuhannja. Mungkin diantara orang seperti Gandhi dan Ali jinnah dapat tolerans,

atau diantara Nehru dengan Suhrawardi, sebab mereka adalah intelektuil jang

telah luas dada. Tetapi bagaimana dengan rakjat djelata sebagai massa terbanjak?

Padahal merekalah jang inti negara.

Hal ini pajah mendamaikannja, walaupun ada Inggeries atau tidak ada

Inggeries. Lebih-lebih lagi golongan jang terlebih besar dalam negara itu adalah

Hindu. Kalau India Merdeka, orang Islam jang memotong kepala Tuhan mereka

itu nistjaja akan dihadjar. Dan banjak lagi sebab-sebab jang lain, jang

menjebabkan supaja djangan berkelahi terus menerus, orang Islam lebih baik

memisahkan diri. Pemimpinja membawa kaumnja berkumpul kedalam daerah

mereka sendiri, jang lebih banjak orangnja disana. Semoga dengan tjara demikian,

tidak lagi akan terdjadi ribut karena urusan perbedaan pandangan hidup.

Oleh sebab itu Saudara Ketua, lebih tepat dan objektiflah apa yang

dikemukakan oleh Anggota jang terhormat Arnold Mononutu tentang sebab

Pakistan memisahkan diri, jaitu karena orang Islam, Umat Monotheisme jang

ketjil jumlahnja, senantiasa ditindas oleh golongan Hindu jang besar djumlahnja,

sebagai penganut Polyhteisme. Dan sjukurlah di Indonesia tidak pernah terjadi

huru-hara jang demikian diantara Islam dan Kristen, sebab sama-sama

Monotheisme, orang Islam Iman pula kepada Indjil, dan Iman pula kepada Nabi

Isa Al-masih ‘alahisissalam.

Saudara Ketua, ada pula Saudara Anggota jang terhormat menanjakan

apakah kami akan mentjontoh Negara Saudi Arabia. Untuk menolak Islam

ditjelanja negeri Saudi Arabia, bahkan dengan bebas merdeka Anggota jang

terhormat itu menjebut bahwa disana banjak terdapat perzinaan.

Saudara Ketua, kalau didalam menimbang-nimbang dan membitjarakan

hendak mentjari Dasar Negara, lalu kita mengemukakan bahwa disatu negara ada

perzinaan, maka tidaklah ada di dunia ini satu negarapun jang dapat dijadikan

tjontoh, baik dia negara Islam atau negeri Kristen, bahkan negara Calvinisme jang

keras disebelah Scandinavia sekalipun, atau dia negeri Israel jang didirikan

dengan dasar ke-Jahudi-an jang fanatik, atau negara Pantja Sila ini sendiripun.

Kalau kesana kita berfikir, kesudahannja kita tidak djadi mentjari Dasar Negara,

Page 104: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

92

atau mentjari suatu tjontoh, sebab tidak ada satu negerapun di dunia ini jang sunji

dari perzinaan.

Laporan seperti ini hanjalah laporan wartawan tjanggung, jang bila

melawat kesebuah negeri, jang terlihat olehnja terlebih dahulu dalam negeri itu

ialah buruknja; disana ada pentjuri, disana ada tindasan jang kuat atas jang lemah,

ada pelapor jang muda-muda terutama sekali melihat disana ada perzinaan. Lalu

mereka pulang ketanah air, setelah melawat sehari dua dinegeri orang itu,

membuat karangan artikel, kadang-kadang serie-artikel, melukiskan pengetahunja

,,jang amat mendalam” dinegeri jang dilawatnja itu dalam tinjauan tiga hari.

Orang luar negeripun kerap kali demikian sehabis melawat tiga hari dalam

negara kita. Seorang wartawan Turki jang singgah di Indonesia tiga hari, pernah

menulis serie-artikel di sebuah Harian di Istambul, tentang perlawatannja ke

Indonesia tiga hari itu. Katanja, ada satu hal jang gandjil di Indonesia, djaitu

setiap orang akan sebahjang Djum’at, dibunjikan terlebih dahulu bunji-bunjian

genderang dengan suara bertalu-talu. Setelah selesai dipukul genderang itu,

barulah orang Adzan. (padahal jang ditjeritakan jaitu ialah beduk dan memang

diluar Indonesia tidak ada beduk).

Dan ada pula penulis luar negeri jang singgah dua tiga hari itu mengukur

Indonesia kita dengan perempuan mandi di Tjiliwung, dan ada pula jang

mentjeritakan tukang betja membawa perempuan malam-malam, dan ada pula

jang menjeritakan orang tidur dibawah djembatan, padahal orang-orang besar

Negaranja hidup mewah dan besar dan Presidennja kalau melawat kemana-mana

memakai pengiring sampai 40 orang, laksana Radja-radja didalam ,,1001

malam’’.

Saja djengkel membatja berita itu, apatah lagi ada pula penulis luar negeri

itu jang begitu lantjang menghubung-hubungkan kedjelekannja jang dilihatnja

dengan kata; ,,Katanja negara itu berdasarkan Pantja Sila!”. Meskipun saja tidak

menerima Pantja Sila sebagai Dasar Negara, dan meskipun kadang-kadang

pandangan politik saja menentang pandangan politik Presiden, namun kalau orang

luar negeri mentjelanja, telinga saja merah djuga dan saja tidak mau menerima.

Pada hemat saja Saudara Ketua, pandangan dangkal tentang negeri orang

jang kita lihat sehari dua, atau negeri kita dilihat orang sehari dua, tidaklah pantas

mendjadi alasan buat menolak dasar Islam. Tidaklah lajak dikemukakan dalam

Majelis Konstituante ini, sebab hal jang demikian, bukanlah memperkuat Pantja

Sila, hanjalah menunjukkan bahwa Saudara-saudara, jang mempertahankan Pantja

Sila telah kehabisan daja betul. Panggilan djiwa jang asli telah menerima

kebenaran jang berkata dalam hati sanubari telah menerima, berpikir jang

rasionilpun telah menerima Islam sebagai dasar. Tetapi amat sukar melepaskan

perasaan.

Maka buat Saudara-saudara jang berat melepaskan pengaruh perasaan itu,

saja ulanglah filsafat Schopenhaurer; ,,hidup itu adalah kamauan, keraskanlah

kamauanmu, berdjuanglah melawan perasaanmu dan marilah naik keatas!”.

Page 105: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

93

Marilah naik keatas, kedasar jang paling hakekatnja ada dalam djiwa

Saudara sendiri-sendiri; Islamlah!

Kemudian itu besar pula hati saja, karena ada diantara pembela Pantja

Sila, beragama Islam menguraikan tarich perdjuangan Nabi kita Muhammad

salallhualaihi wassalam. Terdengarlah analisa jang gandjil sekali, jang belum

pernah dilakukan oleh ahli sedjarah manapun di dunia ini. Jaitu ketika

menguraikan dari hal kematian tiga sahabat Nabi, jaitu Umar, Usman, dan Ali.

Pembitjara mengambil kesan bahwa ketiga sahabat itu mati terbunuh, karena

kesalahan-kesalahan memegang pemerintahan, sehingga oleh sebab itu, lebih baik

djanganlah Islam sebagai Dasar Negara.

Saudara Ketua, selalu kedjadian bahwa orang-orang besar jang

melantjarkan suatu tjita-tjita mulia, mendjadi korban dari pada tangan

pengchianat. Tetapi itu bukanlah berarti lantas kita tolak pokok tjita-tjita jang

mulia. Mengapa pembitjara jang terhormat itu tidak mentjela dan memburukkan

tjita-tjita pemerintahan Republik India, padahal Gandhipun sebagai pendasar

republik itu dengan adjaran Satriagraha, Ahimsa, dan Swadeshi, mati terbunuh

oleh tangan pengchianat?

Mengapa pembitjara hanja mengurungkan Dasar Islam karena ketiga

orang sahabat Nabi mendjadi korban? Mengapa pembitjara tidak menolak

semboyan Demokrasi Amerika jang terkenal: ,,Pemerintahan dari rakjat, dengan

rakjat, untuk rakjat. Padahal Abraham Lincoln-pun sebagai pentjiptanja mati

dibunuh pengchianat? Bahkan bagi saudara yang beragama Kristen, jang

mempertjajai kematian Nabi Isa Al-Masih diatas kaju palang, adalah kesaksian

jang murni atas kebenaran adjaran beliau, sekali-kali bukan tanda dari keburukan

adjarannja.

Sajang sekali Saudara Ketua, banjak Anggota-anggota jang terhormat jang

mempertahankan Pantja Sila, didalam menolak Dasar Islam mempertjampur

adukkan pembitjaraan tentang dasar dengan pembitjaraan tentang bentuk. Jang

kita bitjarakan sekarang baru dasar, belum bentuk negara. Kami memperjuangkan

Dasar Islam lalu timbul pertanjaan: ,,Apakah jang Saudara-saudara perdjuangkan

itu Negara sematjam Afghanistan, atau sematjam Saudi Arabia, atau sematjam

Jaman?” sebenarnja sesudah bitjarakan Dasar, nanti dihari jang lain kita

membitjarakan bentuknja. Sudah terang pendirian kami, bahwa negara itu

berbentuk Republik, bukan berbentuk monarchi serupa Jaman atau Saudi Arabia.

Dan ada pula jang bertanja: ,,Apakah negara berdasa Islam jang Saudara-

saudara Fraksi-fraksi Islam kehendaki itu serupa di djaman Ali atau Muawijah,

pemerintahan Islam 1300 tahun jang lalu?”. Kalau sekiranja mereka tidak terburu-

buru apriori hendak menolak Dasar Islam sadja, tentulah pertanjaannja tidak akan

sampai sematjam itu. Tentu mereka maklum bahwa sedjarah itu berkembang

terus. Tentang bentuk Negara Islam lama itu, sedangkan pemilihan Abu Bakar

tidak sama bentuknja dengan pemilihan Umar, apalagi perubahan bentuk Negara

dari pemilihan bersama kepada monarchi sebagai diperbuat Muawijah. Bentuk

Page 106: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

94

biasa berubah-ubah, karena ruang dan waktu Saudara Ketua, tetapi dasar tetap,

jaitu Islam.

Saudara Ketua, kami meminta Dasar Islam, karena itulah jang mendjadi

rahasia kekuatan jang sebenarnja dalam hati bangsa kita, sebagaimana jang tadi

saja terangkan. Djanganlah hanja ingat akan keadaan pada hari ini, setelah

perdjuangan bersendjata berlalu. Djanganlah disangka bahwa keadaan akan

seperti ini sadja. Berpikirlah agak djauh kemuka.

Begini hebat perdjuangan dan pertarungan dunia jang kita hadapi dan

alami dikiri kanan kita diwaktu sekarang. Peluru kendali, sputnik dan segala

matjam senjata berbahaja jang dipergunakan untuk membunuh sesama manusia.

Negara kita perlu dipertahankan djangan sampai diganggu kedaulatannja

oleh bangsa lain. Apakah orang menjangka Saudara Ketua, bahwa dengan

menjediakan beberapa kapal udara jang telah tua, dengan menambah djumlah

meriam dan bedil sadja, dengan membeli sendjata baru, kadang-kadang tjampur

sendjata jang telah ditinggalkan djaman. Dibelakang sendjata itu semuanja

Saudara Ketua, harus ada pertahanan djiwa jang kuat dan kokoh.

Pantja Sila tidak sanggup menimbulkan pertahanan djiwa jang kokoh itu,

hanja Islam. Sedjarah membuktikan itu. Entah kalau ada maksud, kalau terdjadi

bahaja apa-apa dibudjuk lagi umat Islam dengan sorak Allahu Akbar, supaja

mereka berani menentang maut, berani sjahid fi Sabilillah, tetapi setelah berhasil

lalu dimungkiri dan dikatakan itu adalah semangat Pantja Sila. Golongan jang

kecil Saudara tenggang dan Saudara djaga hatinja djangan sampai tersinggung,

sedang golongan jang besar hendak Saudara kurbankan untuk itu. Apakah ini

tidak akan menimbulkan dendam bangsa jang mudlaratnja amat besar dan bisa

turun menurun puluhan tahun?

Anggota jang terhormat Karkono meniadakan kekuatan Islam itu, oleh

karena menurut analisa beliau Umat Islam di Indonesia itu sebahagian besar hanja

namanja sadja Islam. Sebahagian jang lebih terbesar masih hidup dalam alam

animisme. Hanja nikah dan do’a selamatan sadja jang Islam, jang lainnja adalah

adat istiadat dan kebudajaannja jang asli, sehingga pengaruh Islam itu hanja

sedikit sekali.

Oleh sebab itu Saudara jang terhormat itu tidak dapat menerima Dasar

Islam dan Pantja Silalah jang patut. Saudara Ketua kalau kita berbitjara hendak

menuruti logika jang sehat, kalau Dasar Islam ditolak karena umatnja masih

banjak jang belum mengerti Islam, padahal Islam telah berkembang di seluruh

kepulauan Indonesia sedjak 600 tahun, nistjaja Pantja Silalah jang tidak dapat

didjadikan Dasar Negara, sepuluh kali lebih tidak dapat dipertanggungdjawabkan,

karena sepuluh kali lebih tidak dimengerti oleh bangsa kita jang terbanjak, sebab

Pantja Sila baru digali-gali dari bumi Ibu Pertiwi belasan tahun jang lalu, dekat-

dekat Djepang akan jatuh. Satu diantara Sila itu jang belum dimengerti sampai

sekarang ialah sila kebangsaan, sebab kebangsaan itu masih sangat muda umurnja.

Sehingga kalau kita pergi ketengah-tengah tanah Makassar, masih ada orang

Page 107: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

95

mendjawab djika ditanja; Saudara bangsa apa? Mereka akan segera mendjawab,

tanpa berpikir, bahwa ia adalah bangsa Bugis. Dan dikaki-kaki gunung di Djawa,

masih ada jang mendjawab ,,Kulomeniko tijang Djawi”.

Sudikah Saudara Karkono, kita usulkan kepada pimpinan Konsitutante ini,

agar kita Anggota mengadakan panitia, lalu mengadakan research ilmiah,

manakah jang lebih dikenal oleh rakjat umum, Pantja Silakah atau Islam?

Bahkan disebahagian terbesar rakjat kita di kepulauan Riau dan Tarempah,

masih heran mengapa maka dengan Kebangsaan Pantja Sila ini, satu pulau jang

jauh letaknja bernama Irian Barat, harus disorak-sorakkan, bahwa dia mesti

kembali ketangan kita dan itulah bangsa kita, padahal 2 miliun rakjat

disemenandjung tanah Melaju, menurut kebangsaan ala Pantja Sila itu bukanlah

bangsa kita. Sudah lain negaranja dengan kita dan tidak ada hubungan kita dengan

mereka. Padahal petji sama, kopiah sama, sarung sama, rupa sama, rambut sama-

sama tidak keriting, kebudajaanpun sama dan agama jang lebih besar

pemeluknjapun sama.

Tetapi Saudara Ketua, tidaklah saja menolak sama sekali kebenaran

perkataan jang terhormat anggota Karkono. Sebahagian ada djuga benarnja, jaitu

dalam penjelidikannja, didaerah tempat beliau berdiam. Ahli-ahli penjelidik

memang mengakui bahwa disana belum mendalam benar pengaruh Islam dan

masih sedikit golongan mengerti Islam. Tetapi kalau Saudara sudi menjelidik

kedaerah lain, sekurang-kurangnja agak sedikit, tentu akan berubah juga

pandangan beliau itu. Padahal beliau sebagi seorang Partai Nasional Indonesia

(P.N.I), tidaklah akan mengukurkan badju jang dipakai untuk seluruh Indonesia

dengan ukuran badju dari tempat beliau datang.

Dalam pembitjaraan anggota jang terhormat Atmodarminto di Babak

Pertama Saudara Ketua, beliau ada membawa-bawa sedikit sedjarah djaman

peralihan, seketika kemunduran Madjapahit dan muntjulnya agama Islam. Beliau

menerangkan menurut sedjarah, bahwa agama Islam didjalankan oleh Radja-radja

Islam dengan paksaan, banjak orang dibunuh kalau tidak mau turut perintah Islam

dan ada orang berlainan paham dihukum mati, dengan menjebut nama-nama

mereka.

Saudara Ketua, Anggota jang terhormat Atmodarminto tidak adil

menguraikan sedjarah. Mengapa maka hanja tengahnja jang disebut dan

pangkalnja ditinggalkan? Hanja disebut setelah Islam berkuasa ditanah Djawa,

lalu memaksa orang memeluk Islam, sehingga radja-radja Islam itu tidak sanggup

menguasai djiwa orang Djawa. Mengapa tidak dimulai dengan betapa kejamnya

Gadjah Mada, sebagai ,,Bismarck model kuno” jang hendak mempersatukan

seluruh kepulauan kita, dan semenandjung tanah Melaju kebawah tjerpu telapak

kaki Ratu Madjapahit yang beragama Hindu itu, lalu mendjarah mendjadjah

sampai kemana-mana. Ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara,

sehingga tersebut dalam sedjarah bahwa negeri-negeri yang dimasukinja itu

laksana ,,negeri dialahkan garuda”, mendjadi ,,padang tekukur”. Mengapa tidak

Page 108: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

96

disebutkan bagaimana pertingkahannja dengan Sang Prabu Siliwangi? Mengapa

tidak disebutkan bagaimana beliau menjerang berapa Kerajaan Islam, sebagai

Pasai di Atjeh, Trenggano, dan Kelantan di Semenanjung, Kerajaan Siak Sri

Indrapura di Pesisir Timur, dekat Riau?

Kalau Saudara jang terhormat itu adil, nistjaja dari sanalah dimulainja

memapar sedjarah itu, sehingga kita mendapat pandangan jang luas, tentang sebab

dan akibat, mengapa demikian keras dendam agama jang ada pada masa itu.

Madjapahit dengan Gadjah Madanja menjerang Pasai hingga hanguslah negeri itu

djadi abu. Tetapi ulamanja dan saudagarnja meninggalkan negeri itu, lalu

menjerang ke Djawa, ke daerah Madjapahit, bukan dengan sendjata, melainkan

dengan iman dan tauhid. Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishak, bahkan Sunan

Gunung Djati penjiar Islam di Djawa Barat adalah datang dari Pasai Atjeh.

Bahkan Sunan Ngampel, diserahkan lebih dahulu ke Pasai sebelum mendjadi

Muballigh Islam terbesar di Djawa. Rentetan sedjarah ini haruslah kita ketahui,

sehingga kita tahu mengapa sampai ada paksa memaksa, bunuh membunuh.

Karena akibat jang kemudian adalah sebab dari jang dahulu.

Dan lagi Saudara Ketua, didjaman kesatuan bangsa kita dalam Republik

Indonesia jang kita proklamasikan tanggal 17 Agustus tahun 1945 itu, sangatlah

keberatan daerah-daerah jang luas di Indonesia ini kalau didalamnja masih ada

tersimpan agak sedikitpun semangat Gadjah Mada dan Madjapahit. Haruslah kita

peladjari dengan seksama, apakah sebabnja maka orang Djawa Barat kemudiannja

lebih suka menerima Islam jang dibawa oleh Sunan Gunung Djati, atau Falatehan,

sehingga lebih tjepat tersiarnja, apakah tidak ada salah satu diantara sebabnja itu,

orang Djawa Barat lebih senang kepada Islam, dari pada kepada Hindu

Madjapahit jang pernah mengetjewakan mereka?

Sedianja lebih baik jang terhormat Saudara Atmodarminto tidak membuka

sedjarah lama itu, karena kebangsaan kita sekarang, kita bina bersama dan bukan

kedjengkelan atas djatuhnya Madjapahit. Atau memimpikan Madjapahit.

Adapun kisah Sjech Siti Djenar adalah semata-mata dongeng. Penjelidik

jang ahli telah mentjari hakekat dari kisah itu, rupanja tidak lain dari dongeng

sadja, saduran kisah Al-Halladj di Baghdad. Dr. Rasjidi, anak Djawa Tengah

tulen, dalam thesisnja tentang ,,Evolusi Islam di Indonesia” jang dikemukakannja

di bulan April tahun 1956 di Universitas Sorbonn menjatakan bahwa Siti Djenar

tidak ada di Bantam, Tjirebon dan Tanah Sunda, ada djuga Kijai Lemah Abang,

artinja sama jaitu tanah merah!

Tentang ada jang menjebut bahwa Raden Fattah keturunan Tionghoa. Bagi

kami umat Islam adalah kemuliaan, adalah bukti kemurnian adjaran Islam.

Sampai sekarangpun djika ada peranakan Tionghoa, sudi berdjuang dan membuat

sedjarah untuk kegemilangan Islam, kami akan hitung itu salah satu kebanggaan

kami pula, dengan tidak ada beda. Asli tidak asli bagi kami dalam Islam, hanjalah

soal sementara. Manusia bernilai karena djasanya.

Page 109: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

97

Dan Angkatan Communis Indonesia (Acoma), jang dipimpin oleh Saudara

Ibnu Parna, penulis buku tentang Rd. Fattah itu djangan lupa bahwa Stalin adalah

orang Georgia, bukan asli Rusia.

Sekarang terhadap teman setanah air jang beragama Kristen pula. Terlebih

dulu sebelum saja mendjawab beberapa kekuatiran, sesalan dan ketjemasan

Saudara, hendak saja ulangkan sekali lagi, utjapan Anggota sefraksi saja

Moh.Natsir, jang djuga sebagai Ketua Umum partai kami. Saudara itu telah

menjatakan, berdasar kepada ajat Quran jang kami Imani, bahwa tidak ada

diantara kita soal jang musjkil, kita tidak bertentangan. Pangkalan tempat kita

berpikir satu tudjuan seruan djiwa kita satu. Asal hati sama terbuka, segala soal

dapat kita selesaikan.

Kalau tidak ada katjauan dari orang lain, hubungan bertetangga kita tetap

baik. Pengatjau itu selama ini ialah Belanda jang didalam mendjadjah tanah air

kita ini selalu menjalahgunakan penjiaran agama Kristen untuk menekan kami.

Dibuatnja Saudara sebagai anak kandung dan kami sebagai anak tiri.

Dimasukanja kepada Saudara perasaan tjuriga kepada kami.

Kami mengakui terus terang didjaman pendjadjahan kadang-kadang kami

tidak pula dapat membedakan antara Belanda dengan orang Kristen Indonesia.

Tetapi setelah mereka pergi, kita telah berbaik kembali. Dan sedjak kita sama-

sama berdjuang menegakkan bangsa dan tanah air ini, kita telah hidup sebagai

pepatah orang Melaju ,,Selapik ketiduran, sebatang sekalanghulu”.

Apabila tidak ada gangguan dari orang lain, Iman dan kepertjajaan kita

berkembang baik. Iman kita dalam agama kita telah membentuk pribadi kita.

Bahkan sebelum Belanda pergipun ditanah Maluku telah terdapat adat Pela, bukan

adat Pantja Sila. Tetangga baik, bantu membantu, tolong menolong diantara

kampung Islam dengan kampung Kristen. Kampung Islam membantu kampung

Kristen mendirikan geredja. Kampung Kristen membantu kampung Islam

mendirikan masdjid. Dan adat ini telah lama sekali, meskipun kadang-kadang

dihasut djuga oleh Belanda, agar rusak persahabatan itu. Di Sipirok tanah Batak

berdampingan Masdjid Islam dengan Geredja Kristen. Disana ada Domine

Harahap, disana ada Burhanuddin Harahap. Dan di Indonesia bagian Timur

umumnja, diakui sendiri oleh jang terhormat Anggota Arnold Mononutu. Bahkan

sampai sekarang ini djika Saudara jang terhormat itu datang ke Ternate misalnja,

lebih tenteram hatinja djika dia menginap dirumah pemimpin-pemimpin Islam.

Gangguan orang lain jang saja maksudkan ialah gangguan bangsa-bangsa

Kristen Barat jang datang mendjadjah ke negeri-negeri Timur karena tekanan

fanatik agama, sisa pusaka djaman Perang Salib. Merekalah jang selalu

merusakkan hubungan kita. Rasa tjuriga Saudara sekaranag inipun sebahagian

besar adalah karena bekas hasutan itu.

Hubungan kita jang baik tidaklah akan murni, kalau lantaran Pantja Sila.

Melainkan atas buah Iman agama kita sendiri. Kami orang Islam mentjintai

Saudara karena selalu kami batja dalam Al-Qur’an, bahwa diantara banjak

Page 110: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

98

pemeluk agama, maka pemeluk Kristenlah jang paling dekat kepada kami. Kami

tidak pernah ragu akan isi Al-Qur’an, meskipun praktek jang kami rasai 350 tahun

menudjukkan bahwa Kristen Belanda itulah jang paling membentji kami. Maka

sekarang bertambah kembalilah Iman kepada Al-Qur’an, naik setingkat lagi,

karena telah pergi mereka dan tinggalah Saudara sebangsa dan senenek mojang

dengan kami.

Saudara Kristen sendiripun sempatlah sekarang mentjintai kami, menurut

Sabda Indjil, sebab Indjil itu sudah saudara sendiri jang memahamkannja, bukan

menurut paham Kolonialisme Belanda bahwasanja Indjil memerintahkan pula

bagi Saudara buat menjebarkan tjinta dalam Alam ini; Tjinta walaupun kepada

orang jang berlainan agama. Tjinta kami kepada Saudara, dan tjinta Saudara

kepada kami, lebih teguh uratnja ke bumi, lebih tinggi petundjuknja kelangit,

karena dasar agama jang kita peluk, bukan tjinta camouflace Pantja Sila jang kita

bikin.

Itulah sebenarnja, bukan Pantja Sila jang menjebabkan hati Saudara

Anggota jang terhormat Arnold Mononutu tertambat kepada Saudaranja kaum

muslimin Indonesia bagian Timur, sehingga kemana-mana djadi kenangandja.

Tjinta karena susunan agama itulah jang menjebabkan Umat Islam didesa-desa di

Djawa Tengah didjaman revolusi menjambut Saudara Prowoto Mangkusasmito

dan Saudara Zainul Arifin. Bersama-sama dibuatkan badju, bersama-sama

dihidangkan nasi. Sehingga sampai sekarang seorang Katholiek Indonesia jang

besar, Saudara Kasimo masih djadi kenangan pemuda Islam didesa itu dan

dipandang sebagai guru mereka djuga.

Saudara Oevaang Oeray tjemas kalau-kalau terulang lagi kekedjaman-

kekedjaman djaman purba, semasa Radja-radja Islam berkuasa, terhadap suku-

suku bangsa Indonesia jang masih terbelakang. Sajang sekali Saudara itu tidak

mengemukakan satu bukti sedjarah apakah kesalahan radja-radja Islam itu kepada

suku bangsa Indonesia jang masih terbelakang di Kalimantan mislanja. Sedjarah

jang dapat dipertanggungdjawabkan. Kalau ada tentu dapat kita kadji bersama-

sama. Sebab sedjarah keburukan radja-radja itu, kebanjakan hanja ditulis oleh

penulis Belanda. Kadang-kadang hanja buruknja sadja yang nampak, padahal

sebab-sebab dia berbuat buruk tidak dikatakan. Hampir sama dengan Saudara jang

terhormat Atmodarminto mengisahkan keburukan Islam dan kebaikan

Madjapahit, dengan melupakan perkembangan sedjarah dari bermula.

Menurut sedjarah jang mereka adjarkan, radja-radja Islam itu berlaku

kejam pada kami, hai suku bangsa jang terbelakang, sedang kami adalah

membawa perdaban dari bagimu. Padahal pada hakekatnja ialah bahwa baik radja-

radja itu, Saudara suku jang dinamai terbelakang itu dibudjuk, diraju masuk

Kristen. Untuk membudjuk itu tentulah kami jang dibusukkan; orang Selam

(Islam) djahat, orang Selam (Islam) memperbudak kamu. Dan berita

perbandingan tidak Saudara dapat dari pihak kami, sebab apriori bentjilah jang

tertanam lebih dahulu.

Page 111: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

99

Saudara jang masuk Kristen memang dibantu, diasuh, diberi pendidikan

jang tinggi disekolahkan, bahkan mendapat pangkat jang tinggi-tinggi, sampai

kedjaman Republik inipun.

Tetapi sungguhpun demikian, Saudara Ketua, jang terhormat Saudara

Oevaang Oeray-pun tentu akan mengakui bahwasanja jang masih terbelakang itu

hanja masih tinggal 30% dari penduduk Kalimantan Tengah jang 60% telah

memeluk Agama Islam, dengan sukarelanja sendiri, lama sesudah radja-radja

Bandjar dan Kalimantan Barat tidak berdaulat lagi. Dan jang memeluk Kristen

hanja 10%; tetapi Saudaralah jang lebih nampak, sebab Saudara lebih pintar dan

lebih banjak sekolah.

Saudara Ketua, berkenaan dengan bilangan jang njata dari umat Islam di

Kalimantan itu, jang telah djelas setelah Indonesia terlepas dari pendjadjahan

Belanda, maka dengan sendirinja timbullah keraguan kita tentang berita Belanda

jang masih menduduki Irian Barat dengan tjara tidak sah itu.

Laporan Belanda jang dibawa oleh Anggota jang terhormat Binanga

Siregar, bahwa diantara 700.000 penduduk asli, 200.000 telah memeluk Kristen

dan umat Islam masih sedikit sekali. Kami tidak pertjaja lagi akan laporan itu, dan

diharap Saudara Binanga Siregar tak usah mempertanjainja pula.

Sebab di Maluku, Saudara Ketua, semasa Belanda masih berkuasa orang

mendapat kesan bahwa golongan jang terbesar disana ialah Kristen dan orang

Islam sedikit sekali. Setelah kita merdeka dari pendjadjahan Belanda, ternjatalah

bahwa djumlah jang lebih banjak disana ialah pemeluk agama Islam. Tjuma oleh

karena orang Kristen banyak pintar-pintar, dapatlah mereka menduduki tempat-

tempat jang penting, dan kami orang Islam tidaklah nampak.

Saudara Oevaang Oeray menjatakan bahwa golongan ketjil Kristen dan

Katholiek, Kaharingan dan Hindu Bali tidak akan menuntut djaminan atas

golongan ketjil kalau negara berdasarkan Pantja Sila. Kalau begitukan Saudara

lebih baik memilih negara berdasar Islam. Karena baik Saudara tuntut djaminan

atau tidak dituntut, namun djaminan itu akan dituliskan dalam Undang-undang

Dasar, kalau djadi negara berdasar Islam. Sehingga ada hitam atas putih, jang

kalau dilanggar, kami kena kutuk Kalam Allah. Orang jang tak mementingkan

agama, tidak tahu bagaimana hebatnja udjung perkataan ini bagi hati kami.

Mengapa saja berkata demikian? Sebab dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah

ada tersebut, bahwa dalam Negara berdasar Islam, hendaklah orang Kristen

mendjalankan indjilnja:

,,Hendaklah keluarga Indjil menghukum dengan apa jang diturunkan Allah

didalamnja”.

Page 112: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

100

Dengan itu positiflah djaminan Islam atas Kristen dan bukan orang Islam

jang mengurusnja, tetapi pemeluk Kristen sendiri bebas mendjalankannja,

mengaturnja, menjiarkanja, menurut tata tertibnja sendiri.

Saudara Ketua, saja heran ketika Saudara jang terhormat itu membawakan

berita, bahwa Pemerintah Mesir telah berbuat kesalahan, sebab dia telah

memerintahkan rakjatnja jang beragama Islam supaja taat mengerdjakan

sembahjang dan rakjatnja jang Kristenpun supaja taat pula mengerdjakan upatjara

agamanja. Mengapa ini dipandang salah? Apakah hendaknja pemerintah itu diam

sadja? Apakah pemerintah itu meski masa bodoh? Kalau satu pemerintah jang

sadar akan kewadjibannja, nistjaja dianjurkannja rakjatnja taat beragama, sebab

bahaya atheis dan bahaya krisis moral mendjadi-djadi dimana-mana sekarang,

termasuk di Mesir djuga.

Apatah lagi kalau pemerintah turut pula memberi sokongan kepada

keagamaan dengan uang beribu paund, sebagai di Mesir itu. Tentu ada pula

haknja meminta kepada pemimpin-pemimpin agama menggiatkan usahanja.

Sebagai di Indonesiapun demikian pula; bermiliun-miliun uang setiap tahun, 12

miliun untuk Katholiek, 6 miliun untuk Kristen diberikan bantuan, apakah tidak

ada hak bagi pemerintah Indonesia menjerukan supaja pemimpin-pemimpin

agama itu bergiat bekerdja membangun moral umatnja? Saja harap Saudara Ketua

djanganlah kita serba salah. Agama tidak dibantu, salah! Pemerintah

memerintahkan supaja semua pemeluk agama kuat memengang agamnja; salah!

Pemerintah tidak mau turut tjampur agama sama sekali, hanja memberikan uang

sadja, hasilnja masa bodoh, salah!

Saudara jang terhormat Anggota Binanga Siregar ketika dia berbitjara

sajapun turut terharu, sebab beliau berbitjara dari hati kehati. Menjatakan

ketakutan Indonesia akan petjah kalau Islam djadi Dasar Negara. Bahkan seakan-

akan tersebut, ,,Kilat beliung ke kaki, kilat tjermin kemuka”, kaum Kristen akan

memisahkan diri. Bahkan Anggota jang terhormat Nur St.Iskandar memberi

peringatan bahwa daerah-daerah jang didiami orang Nasrani adalah strategis. Hal

ini pun disinjalir sedikit oleh Saudara Anggota jang terhormat Ds.W.J. Rumambi.

Sekarangpun saja hendak mendjawab dari hati kehati; sampi hatikah Saudara akan

menarik diri, padahal pekerdjaan kita belum selesai? Sampai hatikah akan

memisahkan diri, kalau benar strategis daerah Saudara itu djadi tumpuan? Sebagai

diisjaratkan oleh Anggota jang terhormat Nur Suttan Iskandar?

Kasih Jesus Kristus pada hakekatnja tidaklah membiarkan Saudara buat

meninggalkan kami disaat pekerdjaan sedang kita susun. Kami tahu akan strategis

itu; Maluku dan Irian Barat dekat dari Australia, Minahasa dekat dari Pilipina.

Tanah Batak dekat dari daerah Seato. Dan kami bagaimana? Pakistan djauh dari

Indonesia dan Umat Islam Indonesia lebih banjak dari Pakistan. Tanah Arab lebih

djauh lagi dari Indonesia dan bilangan umat Arab hanja separuh bilangan umat

Islam di Indonesia. Dan selama njawa masih dikandung badan, kami tidak akan

meminta perlindungan kepada Rusia. Akan minta bantuan kepada Amerika,

Page 113: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

101

nistjaja jang akan dibantunja jang seagama dengan dia. Kemana kami pergi lagi?

Tentu kepada pustaka tadi pula; Allahu Akbar! Tidak ada kami tempat

melindungkan diri dan memohon kekuatan, melainkan kepada Engkau ja Allah,

Engkaulah tali jang tidak pernah putus!

Padahal kalau tjita kami tercapai, negara ini berdasar Islam, kami ingin

kita laksanakan bersama, Saudara Ketua inti ajat Al-Qu’ran buat mendjadi dasar

politik pertahanan negara kita. Maksud bunji ayat itu berkali-kali diulang oleh

kawan sefraksi dan seideologi dengan saja; ,,Kalau tidaklah ada pertahanan

manusia atas manusia, nistjaja akan diruntuhkan oranglah biara, geredja, synagog

dan mesdjid”. Saudara Ketua kami tidak djengkel menerima ketentuan ajat itu,

mesdjid diachirkan. Sebab itu adalah lambang djiwa kami, mendahulukan kawan,

dan tidak berebut hendak diletakkan dimuka. Maka kalau isi dunia ini bertanja

kelak, apakah dasar politik Negara tuan? Nistjaja kita jawab bersama-sama; Dasar

politik negara kami adalah mendjundjung tinggi kesutjian nama Ilahi, jang

dipudja dalam biara, geredja, synagog, dan mesdjid! Mereka bertanya lagi,

,,Mengapa begitu?” Kita djawab bersama: ,,Sebab Negara kami berdasarkan

Islam!”.

Demi kebenaran jang diperjuangkan oleh para Rasul dan Nabi Saudara

Ketua, Pantja Sila tidaklah mempunjai konsepsi setegas itu. Dan dalam mengatur

Undang-undang Dasar selandjutnja Saudara Ketua, djika Negara berdasar Islam,

bukanlah Madjelis Sjura Muslimin Indonesia (Masjumi), Nahdalatul Ulama

(N.U.), Persatuan Tarbijjah Islamijah (Perti), Partai Sjarikat Islam Indonesia

(P.S.I.I.), Aksi Kemenangan Umat Islam (Akui), dan Partai Politik Tharikat Islam

(P.P.T.I.) sadja jang akan mengerdjakannja, tapi kita seluruh; Partai Nasional

Indonesia (P.N.I.), Katholiek, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan seluruh

partai dan golongan jang konsekwen pertjaja kepada Tuhan.

Saudara Ketua, dengan penuh perhatian pula kami mengikuti pembitjaraan

Saudara Anggota jang terhormat Arnold Mononutu. Seakan-akan ketika beliau itu

bitjara, djarum djatuhpun kedengaran, demikian kami mengikuti pembitjaraan

beliau. Sebahagian dari pembitjaraan itu sadja jang akan mendjawabnja Saudara

Ketua dan sebagian lagi Saudara sefraksi saja Moh. Natsir. Dari suara hati

sanubari beliau bertanja: ,,Tidakkah kami orang Kristen akan mendjadi umat kelas

dua, djika Indonesia berdasar Islam?”.

Karena hendak berdjuang mentjapai kedudukan sama rendah dan tegak

sama tinggi, sama-sama duduk dikelas satu itulah, dengan negara berdasar Islam,

maka umat Islampun memilih orang tua-tuanja, sehingga ada jang telah berusia

100 tahun, datang kedalam Konstituante ini dengan hendak berdjuang dengan

setjara sah parlementer, agar Negara berdasar Islam.

Mereka datang dari pondok-pondok djauh terpentjil. Ada diantara orang

tua-tua itu jang baru sekali ini masuk kedalam Madjelis jang semulia ini.

Disangkanja tidak akan menjinggung perasaan orang kalau dia berbitjara

Page 114: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

102

membatja ajat, hadits dan do’a dengan bahasa jang bisa dipakianja, jaitu Sjech

Sulaiman Rasuli.

Tiba-tiba dengan tidak sadar, entah karena merasa bahawa orang tua-tua

itu adalah deradjat kelas empat, tidak patut ketengah membawa ajat-ajat, maka

Anggota jang terhormat Binanga Siregar menjatakan ketjewanja atas batjaan itu

dalam pidato jang istimewa. Apa keluh orang tua itu setelah mendengar suara

demikian? Ah, sehingga membatja pembukaan dalam bahasa Al-Quran jang kita

pertjajaipun kita tidak disenangi orang!

Saudara Ketua, ini pun adalah ratapan hati! Tidak Saudara Arnold

Mononutu jang amat saja hormati, kami tidak hendak menurunkan deradjat

Saudara pemeluk agama Nasrani, baik Kristen, Protestannja, atau Katholieknja

dari pada kedudukan kelas satu jang telah ditjapainja dalam masjarakat Indonesia

sedjak djaman Belanda sampai kepada djaman Republik Indonesia sekarang ini.

Dan tidak ada dalam hati kami rasa iri hati melihat kedudukan kelas satu

Saudara-saudara. Kami hanja ingin hendak naik keatas, kedalam tingkat kelas satu

jang telah Saudara duduki, djangan dikelas empat, entah kelas tiga belum tentu

kelas dua, dalam djaman sekarang ini.

Karena bantuan pemerintah jang dahulu, dengan Bijzondere Onderwijs-

nja, walaupun golongan Saudara sedikit, sudah lebih tinggi kelas Saudara dari

kami; Saudara tinggi dalam pendidikan, dalam Sosial dan setelah Republik

Indonesia berdiripun, lantaran ketjerdasan Saudara-saudara, maka Saudara

mendapat kedudukan djauh lebih banjak dalam hitungan keseimbangan dari pada

jang kami dapat. Maka kalau Negara berdasar Islam, memang, terus terang kami

katakan, kami ingin dalam djalan jang sah, hendak duduk kedekat Saudara-

saudara. Dan Saudara tak usah pergi meninggalkan tempat itu, sebab tempat

masih lapang buat kita bersama.

Saudara jang terhormat Arnold Mononutu, inipun adalah suara hati dari

umat Islam, Saudaraku. Saja pertjaja bahwa djiwa Saudara-saurdaraku setanah air,

tidaklah akan demikian ketjil, buat menolak kawannja untuk duduk sama rendah

tegak sama tinggi dengan dia, sebagaimana jang diharapkan oleh Saudara Lokollo

pula. Lalu Saudara Anggota jang terhormat Arnold Mononutu mengatakan, djika

Negara berdasar Islam, nistjaja sudah terang Presidennja mesti orang Islam

bahkan menteri-menterinja tentu mesti orang Islam dan djabatan-djabatan jang

pentingpun mestinja tentu orang Islam, sedang dalam negara Pantja Sila tidak

begitu.

Saudara Ketua, tentang Kepala Negara mesti seorang Islam, memanglah

sudah logis. Bahkan dinegara-negara Kristen sendiripun, sebagai Amerika Kepala

negara mesti orang Protestan dan tidak boleh orang Katholiek. Di negara Parantjis

hanja sekali orang Protestan dan itu membuat susah, sehingga tidak terulang lagi,

terus orang Katholiek.

Tetapi menteri-menteri orang Islam, tidaklah menurut logika, sebab

apabila tampuk kekuasaan jaitu Presiden sudah seorang Islam, dia harus memiliki

Page 115: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

103

ketjakapan dan keahlian warga negara, walaupun apa agama jang dipeluknja.

Keahlian itulah logika. Dalam negara-negara Islam banjak sekali kedjadian orang

Nasrani dan Jahudi memegang djabatan jang penting-penting, sampai mendjadi

Perdana Menteri, karena keahliannja. Baik pada pemerintahanan di Timur djaman

Baghdad, atau dalam pemerintahan di Andalusia.

Beberapa Saudara jang mempertahankan Pantja Sila berkata: ,,Hanja

dalam Negara berdasar Pantja Sila sadjalah orang-orang selain Islam akan

mendapat tempat jang lajak menurut ketjakapannja”. Saudara Ketua, ini adalah

sematjam chauvenisme lagi, jang sekarang memang agak merata tumbuh di

negara kita ini. Bahkan karena chauvenisme itu, ada jang berkata, bahwa bendera

Merah Putih sudah 6000 tahun usianja, djadi lebih tua dari Socrates di Junani,

lebih tua dari Ramses di Egypt, lebih tua dari Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi

Muhammad. Dan toleransi hanja ada di Indonesia, karena Pantja Sila. Faktor

Islam, Nasrani dan jang lain ditiadakan. Jang terhormat Anggota Arnold

Mononutu tidaklah seorang chauvenis saja lebih bebas bertjakap dari hati kehati

dengan beliau.

Di negara Mesir jang agama resminja Islam dan mempunjai penduduk

Kopti, terkenal ahli politik jang besar Makram Obaid, seorang Kopti tangan kanan

dari pemerdeka Mesir Saad Zaglul, laksana Arnold Mononutu tangan kanan Bung

Karno dan Bung Hatta. Negeri Mesir itu adalah Negara Islam, bukan Negara

Pantja Sila.

Di negara Siria jang berdasar Qur’an dan Hadits, ada seorang politikus

besar, Faris Al-Chouri, pernah mendjadi Ketua Dewan Keamanan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (P.B.B.) dan membela kepentingan Indonesia, beliau adalah

seorang Kristen. Siria bukan Negara Pantja Sila.

Maka djika seorang dari Mesir bertanja: ,,Adakah Tuan mempunjai

Pujangga Kristen sebagai kami mempunjai Chalil Mathran?” tentu akan kita

djawab; kami mempunjai J.E Tatengkeng. Djika orang Siria bertanja: ,,Adakah

Tuan mempunjai diplomat besar sebagai kami mempunjai Faris Al-Choiri itu?

Nistjaja kita djawab, kamipun mempunyai diplomat besar lebih dari seorang”.

,,Kami mempunjai Arnold Mononutu, L.N. Palar, Mr. A.A Maramis sadjapun dua

orang”.

,,Djika orang Mesir bertanja adakan politikus Kristen pada Tuan? Sebab

Negara Tuan berdasar Islam, padahal kami mempunjai Mokram Obaid?” Nistjaja

kita djawab: ,,Kami mempunjai Kasimo, Leimena, Rumambi, Tambunan dan

banjak lagi jang lain, jang mutunja tidak kurang didalam membela tanah air kami

orang Islam!”

Tjontoh jang saja kemukakan itu bukanlah contoh dari Andalusia sebelum

orang Arab diusir dari sana dan bukan tjontoh di Baghdad, semasa Radja Harun

Al-Rasjid mengangkat seorang tabib Kristen mendjadi Menteri Kesehatan. Tetapi

tjontoh di jaman sekarang dalam Negara berdasar Islam.

Page 116: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

104

Mungkin logika jang dikatakan oleh Saudara jang terhormat Arnold

Mononutu itu, karena praktek jang dipegang oleh kekuasaan majoriti Kristen

didalam negara tetangga kita Pilipina. Disana orang Islam jang bilangnja hampir 3

milliun memang sangat buruk nasibnja, sesudah kelas-IV mendjadi minoritet pula,

sehingga seorang kawan saja diplomat Kristen Indonesia pernah mengakui terus

terang akan toleransinja umat Islam Indonesia terhadap umat Kristen ditanah-

airnja.

Saudara Ketua, logika itu memang mempunjai praemisse pertama dan

kedua mempunjai konklusi. Tetapi kesulitanja ialah seketika menyusun praemisse

itu, karena pintunja tidak boleh hanja satu. Sekali lagi saja ulang filsafat

Schopenhauer; ,,Hidup itu ialah kemauan”. Maka bangkitlah kemauanmu

Saudaraku setanah air jang tertjinta dan marilah kita naik ketingkat hidup

kerochanian jang lebih tinggi. Amin!

Saudara Ketua, sudah hampir habis bitjara saja ini. Utjapan terima kasih

saja utjapkan kepada Sutan Takdir Alisjahbana, jang tidak dapat membantah

potensi kekuatan jang ada dalam Islam. Hanja Anggota jang terhormat itu minta

kaum Islam menunda untuk masa 30 tahun. Dia sebagai seorang Sardjana jang

besar dan Pudjangga jang ulung, karena selalu mentjari kebenaran, tidak

mendapati bukti keburukan Islam. Sebab itu disuruh undurnja perdjuangan kami

untuk 30 tahun.

Memang Saudara Ketua, saja mengenal pikiran Takdir sedjak sebelum

perang, dia pernah mengatakan bahwa Islam adalah dinamis, berpikir teratur,

sesuai dengan berpikir Eropah Modern. Maka usulnja supaja kami undur 30 tahun

lagi itu, bukan suara Takdir sebagai Pudjangga dan Sardjana, melainkan suaranja

dalam Konstituante sebagai wakil dari Fraksi Partai Sosialis Indonesia (P.S.I.).

dan sebagai Sardjana pula dan sebagai Pudjangga pula, dia pernah mengakui

paradox-nja Pantja Sila. Tetapi partainja memutuskan menerima Pantja Sila

dengan tafsiran sendiri dan tidak keberatan pula ditambah. Mengingat hubungan

persahabatan kami jang telah bertahun-tahun, seakan-akan saja merasai

bagaimana beratnja beban seorang Pudjangga dan Sardjana jang berpikiran

merdeka, memikul tugas jang dibebankan partainja.

Jang pada hakekatnja berlawanan dengan hasil renung pikiranja. Adapun

meminta kami undur 30 tahun lagi, karena orang Islam belum lagi siap, samalah

dengan kata-kata didjaman djadjahan dahulu, Kemerderkaan Indonesia belum

matang sebab itu belum masanja sekarang. Lalu Bung Karno mendjawab: ,,Kami

mau Indonesia Merdeka, sekarang!”. ,,Soal 30 tahun, 200 tahun. 1000 tahun dan

sekarang, adalah soal yang relative……..”.

Dan saja taffakur mendengar uraian beliau jang mendalam, sehingga

karena dalamnja, timbullah ragu beliau atas keteguhan dasar Islam dan dasar

Pantja Silapun. Sebab itu saja namai keterangan beliau karangan jang mendalam.

Saudara ketua, terima kasih saja atas kedjujuran Prof. Abidin, jang dengan

djiwa besar dan netral mengakui bahwa Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia

Page 117: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

105

(Masjumi) telah mengemukakan konsepsi Dasar Islam dan pembela Pantja Sila

belum! Sjukur perkataan itu keluar dari Saudara jang menuntut Negara berdasar

Sosial-Ekonomi.

Djadi bukan karena memperdjuangkan Dasar Islam! Sjukur karena dalam

Negara masih ada orang djudjur sebagai Saudara. Kami tidak memaksa Saudara

untuk pindah sadja ke dalam dasar Islam. Bantuan moril begitupun tjukuplah bagi

kami. Bertukar benar dengan edjekan selama ini jang mengatakan: ,,mana

konsepsi Islam? Mana?”

Adapun suara dari wakil Partai Komunis Indonesia (P.K.I.), pengikut

History-Materialisme Marx, jang mengakui beragama Kristen dan berasal dari

Irian Barat, tidaklah saja ladeni, meskipun Anggota jang terhormat itu menjebut

nama partai saja dengan adres jang buruk. Meskipun pandangan hidupnja sebagai

anggota Partai Komunis Indonesia (P.K.I.) didasarkan bentji kepada sja dan partai

saja, namun pandangan hidup saja sebagai seorang Islam menjebabkan saja

kasihan kepadanja,sehingga saja tidak sampai hati meladeninja, dia naik podium

sebagai wakil Partai Komunis Indonesia (P.K.I) lalu menjebutnja Kristen pula dan

datang dari Irian Barat, daerah jang sangat kita rindui. Saja kasihan melihat

Anggota jang terhormat itu membantja konsep pidatonja dengan tertegun, rupanja

bukan terbit dari pikirannja sendiri.

Saja tjuma menjerukan kepada kawan jang terhormat itu supaja sebelum

menjebut nama Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi) dengan adres yang

buruk, ambilah dahulu kursus lebih mendalam, sehingga njata djalan jang akan

Saudara tempuh, mendjadi Marxis, atau mendjadi pengikut Kristen. Demikian

djuga terhadapa Anggota jang terhormat K.H Dasuki Siradj, jang disamping

membatja ajat-ajat, djuga mengatakan bahwa di Pemandangan Umum Babak

Pertama muntjul juga kera-kera. Sudah lama rupanja terdesak Islamnja oleh

Komunisnja, sehingga kesopanan Komunis jang dipakainja, bukan kesopanan

Islam.

Sekarang tiba gilirannja kami pula menjebut ketjemasan djika Pantja Sila

ini terus-terusan berlaku. Sebagai Anggota jang terhormat; Oevaang Oeray tjemas

kalau agama mendjadi supernasional, karena pemerintah Mesir mengandjurkan

rakjatnja taat dalam agamanja masing-masing. Uratnja tidak teguh kebumi, dasar

imanja tidak tentu dan kadang-kadang mendjadi djelmaan dari sematjam hal jang

mengarah agama sendiri.

Sampai ada beberapa tahun jang lalu orang mendakwakan bahwa Bung

Karno adalah Nabi, jang mendapat wahju Pantja Sila. Kemudian datangnya

upatjara-upatjara kenegaraan jang menjerupai agama sendiri. Karena resminja,

pajah untuk tidak menghadirinja, padahal bagi seorang beragama dan beriman,

tidak dapat diterima. Maka taffakurlah beliau-beliau dimakam pahlawan Semaki,

menjampaikan hadjat dan memohon rawuh pangestu dari orang jang telah mati.

Maka dibakarlah obor pukul 12 malam, disaat pergantian hari kemarin dengan

Page 118: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

106

esoknja, mengutjapkan sumpah setia, entah kepada siapa. Maka dibawalah obor

dengan penuh chidmat ke Kalibata, mengheningkan tjipta.

Kalau ini terus-terusan dan besar benar kemungkinan akan terus-terusan,

bukan kepertjajaan Islam sadja jang terantjam, bahkan kepertjajaan Kristen pun.

Pajahlah seorang resmi, sebagai Menteri Prawira jang teguh iman dan agamanja

masing-masing menjelesaikan djiwanja menghadapi hal seperti ini. Tidak akan

hadir, awak orang resmi akan hadir, melanggar dengan kepertjajaan jang

konsekwen dalam agama.

Ketika salah satu perkumpulan Islam, jaitu persatuan Islam bergantung

kepada kebebasan menjatakan pikiran, mempergunakan kebebasan itu, lalu

menjatakan kepada umum bahwa perbuatan itu mendekati kepada sjirik dan pajah

orang Islam menerimanja. Datanglah pertanjaan dari pihak Ketentaraan kepada

beberapa orang Ulama, meminta fatwa supaja membolehkan, sebab itu hanjalah

upatjara tentara semata-mata, dan diakui oleh pelbagai pemeluk agama. Orang

jang takut antjaman S.O.B tentu tidak berani memberikan fatwa jang sebenarnja.

Belum lagi timbulnja berpuluh Pak Nabi Baru selama 12 tahun ini, sebagai

terdjadi di Djakarta baru-baru ini. Pak Nabi membawa Saptamarga; katanja beliau

telah mendapat wahju cakraningrat, beliau telah dipanggil kelangit. Beliau

mendapat bahwa Pantja Sila wadjib dipertahankan. Nabi-nabi begitu sekarang

sudah agak banjak dan minta agamanja masing-masing diakui oleh Pemerintah.

Itulah akibat dari pemikiran ke-Pantja Silaa-an. Akan terus pada seculerisme

betul-betul, tidak pula mau upatjara-upatjara jang bersifat mistik, jang gaib

dilakukan djuga, tetapi tidak mau masuk kedalam daerah agama jang ada. Maka

sampai kepada achirja kelak, Pantja Sila akan tetap djadi rentetan darei keragu-

raguan hidup. Itu lah ketjemasan saja pertama!

Ketjemasan jang kedua Saudara Ketua, ialah dengan bersemangatnja kaum

Komunis menjokong orang jang memperdjuangkan Pantja Sila, padahal pokok

pendirian mereka tidaklah mengakui adanja Tuhan. Kalau Komunis sudah sudi

berbuat gandjil, mengakui Tuhan, padahal pokok pendirian mereka tidaklah ber-

Tuhan, maka orang jang arif bijaksana lekas mengerti. Djanganlah Saudara

berbesar hati karena mereka telah membantu, djanganlah tertawa. Saja kasihan

kalau tertawa Saudara hari ini akan peot dibelakang hari, dalam masa jang tidak

lama.

Kawan Saudara jang sejati, ialah jang sudi berkata terus terang kepada

Saudara, walaupun katanja itu pahit. Pahit karena kasih, lebih baik dari mulut

manis untuk mendjerumuskan Saudara. Pengalaman-pengalaman dimasa-masa

jang telah kita lalui dalam 12 tahun menundjukkan bahwa kami jang

memperdjuangkan Islam inilah kawan Saudara jang sebenarnja. Kalau tidak

dengan Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia (Masjumi), tentu Saudara memerintah

bersama Nahdlatul Ulama (N.U.), namun bertjerai tidak dapat. Sebab itu bukalah

pintu Saudaraku kaum Nasionalis. Bukalah pintu buat menerima Islam sebagai

Dasar Negara ini; inilah kawanmu sedjati, bukan orang jang tidak ber-Tuhan.

Page 119: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

107

Saudara Ketua, bitjara saja sudah hampir habis. Sudah tiga minggu kita

perbintjangkan, pikiran diadu untuk dipadu! Saja lihat bagaimana beratnja

Saudara-saudara menerima Islam sebagai Dasar Negara dan bagaimana beratnja

pula Saudara melepaskan Pantja Sila. Kami pihak yang memperdjuangkan Tjita

Islam ini tidaklah marah kepada Saudara dan tidaklah bentji karena tolakan jang

demikian keras.

Jang kami lihat dalam sidang ini bukanlah Saudara, tetapi akibat dari

rentetan sedjarah 350 tahun. Dahulunja masjarakat ini seluruhnja adalah

masjarakat Islam. Belanda mengatur bagaimana supaja masjarakat jang kuat

Islamnja ini mendjadi lemah. Lalu mereka adakan Departement Onderwijs en Ere

Dienst, diadakannja Openbare Onderwijs.

Dari hari pertama, sedjak dari sekolah Holands Inlandse School (H.I.S.),

dalam Openbare Onderwijs itu didjauhkanlah Saudara dari pangkalan pikiran

pusaka jang asli. Sehari selembar benang, lama-lama mendjadi sehelai kain. Islam

jang Saudara pelajari adalah keterangan orang lain. Keterangan Snouck

Hourgronje dan Younbull. Otak di isi dengan ilmu, tetapi rochani kehilangan

dasar!

Adapun dengan Eere Dienst, dimadjukannya Zending dan Missie. Maka

timbullah apa jang dikatakan bijzondere onderwijs, jang terdidik otaknja dengan

ilmu jang tinggi, dan djiwanja dengan adjaran Kristen. Sebab itu mereka lebih

kuat memegang agamanja daripada jang dididik dalam Openbare Onderwijs jang

bernama ,,Neutraal” itu.

Adapun sisa kekuatan Islam itu, tidaklah ada perhatian apa-apa, bahkan

dihalangi, dihambat, diikat oleh pelbagai Ordonansi, diantaranja Ordonansi Guru

tahun 1905 dan tahun 1925. Maka timbullah golongan Islam jang kian lama kian

mendjadi tumpukkan segala kebentjian.

Dan keduanja tadi, baik jang Openbare Onderwijs atau jang Bijzondere

Onderwijs, keduanja sama merasa bentji kepada Islam tadi dengan pandangan

jang telah dididikkan bertahun-tahun itu. Kijai tengik, santri plutuk, lebai malang,

jang hanja berguna untuk mengurus djenazah kalau Saudara kematian dan

berguna djadi kaju api kalau ada rovolusi, berguna untuk membatjakan do’a kalau

ada selamatan dalam resepsi.

Sekarang baru kita berdjumpa, membuka rasa hati masing-masing.

Sekarang Saudara telah tahu bahwa kami ini sebahagian dari Saudara djuga, jang

telah ratusan tahun berpisah rasa, meskipun berdekat badan, sehingga tidak kenal

mengenal lagi sebab tebal dinding jang dipasang oleh orang lain diantara kita.

Meskipun dimadjelis ini Saudara ingkari perdjuangan kami, kami pertjaja

bahwa dirumah Saudara sudah mulai berpikir: Saudara sudah lama kehilangan.

Kami bawa barang jang hilang itu kembali kehadapan Saudara, tetapi ada sesuatu

jang masih menghalangi Saudara buat mengambilnja.

Saja belum tahu Saudara Ketua, entah bagaimana achir keputusan jang

akan kita ambil kelak. Entah kami disuruh pulang dengan tangan kosong, entah

Page 120: ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43523/1/ENNY...ANALISIS HERMENEUTIKA TEKS PIDATO HAMKA: ISLAM SEBAGAI ...Author:

108

Pantja Sila akan dipertahankan dengan kekerasan, karena tidak ada djalan lain lagi

dan Islam ditolak mentah-mentah, karena dinding jang dipasang orang lain tadi

masih tebal, namun satu perkara tidaklah pernah lepas dari hati saja jaitu;

,,Walaupun bagaimana kerasnja tolakan atas perdjuangan kami jang benar, adil

dan logis ini, semua jang menolak itu adalah Saudara kami, semuanja adalah

bangsa kami, kawan setanah air, jang telah pernah menghadapi suka-duka

sedjarah selama 12 tahun, sama bergelimang darah, sama berkuah air-mata”. Sang

Merah Putih berkibar diatas kepala kita semuanja.


Top Related