i
ANALISIS FIQH MUAMALAH TERHADAP PRAKTIK BAGI
HASIL PENGELOLAAN SAWAH DI DESA GOLO SEPANG,
KECEMATAN BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
NTT
SKRIPSI
Oleh
SUHARNI
NIM. 152 141 021
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2019
i
ii
ANALISIS FIQH MUAMALAH TERHADAP PRAKTIK BAGI
HASIL PENGELOLAAN SAWAH DI DESA GOLO SEPANG,
KECEMATAN BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
NTT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SUHARNI
NIM. 152 141 021
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2019
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi Suharni, NIM, 152141021, yang berjudul “Analisis Fiqh Muamalah Terhadap
Praktik Bagi Hasil Pengelolaan Sawah di Desa Golo Sepang, Kecematan Boleng,
Kabupaten Manggarai Barat, NTT” Telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
Di bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
iii
iv
NOTA DINAS
Mataram,
Hal : Ujian Skripsi
Yang Terhormat
Rektor UIN Mataram
di Mataram
Assalamualaikum, Wr.Wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama Mahasiswa : Suharni
NIM : 152141021
Judul : Analisis Fiqh Muamalah Terhadap Praktik Bagi Hasil
Pengelolaan Sawah di Desa Golo Sepang, Kecematan
Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT .
Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam siding munaqasyah skripsi
Fakultas Syari’ah UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi
ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Pembimbing I Pembimbing II
iv
vi
PENGESAHAN
Skripsi oleh: Suharni, NIM: 152141021 dengan judul: Analisis Fiqh
Muamalah Terhadap Praktik Bagi Hasil Pengelolaan Sawah di Desa Golo Sepang,
Kecematan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, telah dipertahankan di depan
dewan penguji Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah UIN Mataram pada
tanggal……..
vi
vii
MOTTO
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”. ( QS. Al- Maidah:2)
vii
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini kepada:
1. Orang tua saya yakni Ayahanda Usman Dedi dan Ibunda Siti Nurgiyanti yang
dengan senatiasa dengan sabar membesarkan, mendidik, membimbing serta
mendoakan keberhasilan penulis dalam mengejar cita-cita dan yang telah
menjadi pahlawan dalam hidupku, semoga selalu dalam lindungan-Nya.
2. Buat kakakku tersayang (Suswati Rahma, S.Pd) yang selalu memberi
motivasi serta mendukung penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini
3. Keluarga besar saya yang telah memberi dukungan selama ini yakni keluarga
besar dari ayahanda Usman Dedi Dan dan ibunda Siti Nugianti yang tak
bisaku sebutkan satu persatu.
4. Guru-guru saya yang telah memberikan pendidikan selama ini mulai dari
tingkat SDI, SMP, SMK dan Perguruan Tinggi UIN Mataram, yang selalu
membimbing saya sehingga seperti saat ini sehingga mendapatkan gelar
sarjana dan semoga semua ini memperoleh ridhai Allah SWT.
5. Kepada Bapak Dr. Khairul Hamim, MA (Pembimbing 1) dan Ibu Hj. Suharti,
M.Ag (Pembimbing 2) yang telah memberi bimbingan dalam pembuatan
proposal penelitian sampai penyusunan skripsi.
6. Para sahabat dan teman-teman seperjuangan, terutama kelas A muamalah
angkatan 2014.
7. Saudara-saudari saya yang ada di Mataram, khususnya temen-temen di
kontrakan
viii
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang Maha Memiliki
segala nikmat. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dalam memperoleh gelar
sarjana dengan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Fiqh Muamalah Terhadap
Praktik Bagi Hasil Pengelolaan Sawah di Desa Golo Sepang, Kecematan Boleng,
Kabupaten Manggarai Barat, NTT”. Selawat serta salam penulis haturkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah
menuju zaman Islamiyah.
Berbagai usaha dan upaya yang telah penulis lakukan untuk
menyelesaikan kewajiban akhir sebagai seorang mahasiswa yakni dalam penyusunan
skripsi, dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Hal ini tentu tidak
terlepas dari keterlibatan serta bantuan orang lain. oleh sebab itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang andil dalam pembuatan skripsi
ini, mereka antara lain adalah:
1. Dr. H. Mutawali, M. Ag. selaku rector UIN Mataram yang telah menyediakan
sarana dan prasarana bagi penulis dalam menuntut ilmu dan selalu member
himbauan untuk dapat menyelesaikan kuliah S1 tepat waktu.
2. Dr. H. Musawar, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Saprudin, M. Si. selaku ketua jurusan beserta Gazali, MH selaku sekretaris
jurusan sekaligus dosen wali penulis.
4. Dr. Khairul Hamim, MA. selaku dosen pembimbing I dan Hj. Suharti, M.Ag.
selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan, motivasi dan koreksi terus menerus, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan lebih baik dan tepat waktu.
5. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para dosen Fakultas Syari’ah yang
telah memberikan pendidikan selama ini.
ix
x
6. Kepada seluruh staf dan pegawai akademik beserta jajarannya.
7. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa UIN Mataram.
Semoga para pihak yang telah penulis sebutkan di atas memperoleh pahala
dan ridha dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlapas dari
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun sehingga skripsi ini dapat diperbaiki.
Akhir kata, semoga karya ilmiyah ini dapat mermanfaat bagi setiap pembaca
dan mendapat berkah bagi penulis pada khususnya, serta dapat menjadi amal ibadah
di sisi Allah SWT.
Mataram, 11 Desember 2018
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Konteks Penelitian ............................................................................ 1
B. Fokus Kajian ..................................................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .............................................. 5
E. Telaah Pustaka ................................................................................... 6
F. Kerangka Teoretik ............................................................................. 9
1. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah ................................... 11
2. Landasan Hukuk Muzara’ah/Mukhabarah ................................. 12
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah/Mukhabarah................................ 13
4. Hikmam Muzara’ah/Mukhabarah .............................................. 15
5. Berakhirnya akad Muzara’ah ..................................................... 16
G. Metode Penelitian ............................................................................. 16
1. Pendekatan Penelitian ................................................................ 17
xi
xii
2. Kehadiran Peneliti ..................................................................... 18
3. Sumber dan Jenis Data .............................................................. 19
4. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... 21
5. Analisis Data.............................................................................. 24
6. Validasi Data ............................................................................ 26
H. Sistematika penulisan ........................................................................ 28
BAB II PAPARAN DAN TEMUAN .......................................................... 30
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 30
1. Letak Geografis Desa Golo Sepang ........................................... 30
2. Keadaan Penduduk Desa Golo Sepang ..................................... 31
3. Keadaan Penduduk Desa Golo Sepang .................................... 31
4. Keadaan Lembaga Pendidikan Desa Golo Sepang ................... 33
5. Keadaan Ekonomi Desa Golo Sepang ....................................... 34
6. Lembaga Pemerintahan Desa Golo Sepang ............................... 35
B. Praktik Bagi Hasil Pengelolaan Sawah di Desa
Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat Nusa
Tenggara Timur. .............................................................................. 37
1 Alasan terjadinya pelaksanaan praktik bagi
hasil pengelolaan sawah ............................................................ 38
2 Mekanisme pengelolaan sawah ................................................. 44
3 Penarapan Bagi Hasil ................................................................. 47
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... 53 A. Konsep Bagi Hasil Dalam Fiqh Muamalah ..................................... 53
B. Analisis Proses Terjadinya Akad Bagi Hasil ................................... 55
C. Analisis praktik bagi hasil pertanian di Desa Golo
Sepang Kabupaten Manggarai Barat NTT ..................................... 58
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 67 D. Kesimpulan ...................................................................................... 67
E. Saran-saran ...................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
xiii
ANALISIS FIHQ MUAMALAH TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL
PENGELOLAAN SAWAH DI DESA GOLO SEPANG, KECEMATAN
BOLENG, KABUPATEN MANGGARAI BARAT NTT
Oleh:
SUHARNI NIM: 152.141.02I
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan salah satu karya ilmiah yang menyajikan data
lapangan maupun data pustaka. Data yang disajikan di dalamnya berkenaan dengan praktik bagi hasil pengelolaan sawah di desa Golo Sepang sebagai lokasi penelitian penulis. Praktik bagi hasil ini secara khusus diterapkan oleh masyarakat pemilik tanah atau lahan terhadap penggarap.
Data-data yang diperoleh dari lapangan berdasarkan wawancara antara penulis, penggarap, pemilik tanah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat serta data-data berupa dokumentasi. Pengolahan data dalam kajian ini menerapkan metode pendekatan kualitatif. Sementara pengumpulan datanya dilakukan berdasarkan library research dan field research dengan meliputi teknik observasi, wawancara tidak stuktur dan dokumentasi.
Bertolak dari teknik pengumpulan dan pengolahan data itulah sehingga ditemukan di lapangan tentang adanya relevansi antara fiqh muamalah dengan praktik bagi hasil yang diterapkan oleh masyarakat pemilik tanah terhadap penggarap. Berdasarkan hasil penelitian di desa Golo Sepang peneliti menyimpulkan bahwa paktik bagi hasil yang diterapkan oleh masyarakat dengan tiga cara yaitu, pembagian hasil satu perdua (1/2), pembagian hasil 100kg perbujur dan satu pertiga (1/3). Dalam hal ini peneliti menemukan kejanggalan antara teori dan praktik.
Dari hasil analisis fiqh muamlah bahwa bentuk bagi hasil yang tidak sesuai dengan syari’at islam antara lain pembagian hasil seperdua, dan pembagian hasil 100kg padi perbujur. Di lihat dari salah satu syarat sahnya bagi hasil pertanian menyangkut dengan hasil panen adalah pembagian hasil panen itu ditentukan: setengah, sepertiga, seperempat. Sejak dari awal akad, sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari, dan penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti satu kwintal untuk pekerja, atau satu karung, sedangkan kemungkinan seluruh hasil panen jauh dibawah itu atau dapat juga melampaui jumlah itu, namun yang terjadi dalam praktik bagi hasil
xiii
xiv
pengelolaan sawah di Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat pemilik lahan menentukan pembagian hasil panennya dengan 100 kg padi perbujurDikarenakan merugikan salah satu pihak yakni penggarap. Adapun praktik bagi hasil yang diperbolehkan adalah pembagian hasil sepertiga, karena sesuai dengan rukun dan syarat bagi hasil dan tidak merugikan salah satu pihak.
Kata kunci: Bagi Hasil
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Islam menganjurkan manusia untuk senantiasa bekerja dan berusaha
mencari mata pencaharian yang dapat mencukupi kebutuhan individu
masyarakat dan dapat mengatasi segala urusannya di dunia ini, sepanjang
tidak melewati batas-batas yang telah ditentukan atau digariskan oleh agama.
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berinteraksi sosial dan
saling membutuhkan satu sama lainnya. Ada yang memiliki kelebihan harta
namun tidak memiliki waktu dan keahlian dalam mengelola dan
mengembangkannya, di sisi lain ada yang memiliki keahlian namun tidak
memiliki modal.1
Dalam pergaulan hidup ini, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan
terhadap orang lain. Timbullah dalam pergaulan hidup ini hubungan hak dan
kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu diperhatikan orang
lain dan dalam waktu sama juga memikul kewajiban yang harus ditunaikan
terhadap orang lain. Hubungan hak dan kewajiban itu diatur dengan kaidah-
kaidah hukum guna menghindari terjadinya bentrokan antara berbagai
kepentingan. Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hak dan
kewajiban dalam hidup bermasyarakat itu disebut hukum muamalat.
1 A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 129.
2
Muamalah dalam pembahasan yang luas mencakupi masalah al-ahwal
al-syakhsyiyah, hukum keluarga yang mengatur hubungan antara suami dan
istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi munakahat, mawaris,
dan wakaf. Wakaf termasuk bidang ibadah bila ditinjau dari segi niat
(maksud), kemungkinan masuk al-ahwal al-syakhsiyah bila wakaf itu wakaf
dzurri yaitu wakaf untuk keluarga. Sedangkan muamalah dalam pembahasan
sempit meliputi jual beli, gadai, salam pemindahan utang, bagi hasil serta yang
lainnya.2
Bagi hasil menurut istilah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Sedang
menurut terminologi asing (Inggris) bagi hasil dikenal dengan profit sharing.
Profit sharing diartikan pembagian laba.3
Bagi hasil dalam bidang pertanian adalah suatu jenis kerja sama antara
penggarap atau pengelola dan pemilik tanah atau dengan kata lain suatu jenis
kerja sama antara pemilik modal atau lahan dengan pekerja. 4 Biasanya
penggarap adalah orang yang memiliki profesi dalam mengelola atau
menggarap tanah dan tidak memiliki tanah. Pertanian sebagai bidang yang
bergerak di sektor riil, juga tidak luput dari adanya prinsip kerja sama bagi
hasil. Disatu sisi, ada sebagian orang yang mempunyai tanah, tetapi tidak
mampu untuk mengolahnya. Disisi lain, ada orang yang mampu untuk bertani,
tetapi tidak mempunyai lahan pertanian. Sehingga dengan adanya kerja sama
2 Sohari Sahrani, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.8
3 Muhamad, Lembaga Perekonomian Islam Perspektif Hukum, Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017), hlm.315.
4 Mubyarto, Pengantar Ilmu Pertanian (Jakarta: Erlangga, 1985), h.lm. 34
3
dengan prinsip bagi hasil, kedua belah pihak dapat melakukan sebuah sistem
kerja sama yang saling menguntungkan dengan memberdayakan lahan
pertanian tersebut.
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa bagi hasil adalah suatu
perjanjian pengelolahan tanah antara pemilik tanah dengan penggarap yang
sebagian hasil yang diperoleh dari pengolahan tanah tersebut dibagi setengah
atau sepertiga dan lain-lain tergantung dari kesepakatan yang sudah disetujui.
Praktik bagi hasil dapat terjadi dalam berbagai sektor dan tempat. Di Desa
Golo Sepang misalnya telah terjadi praktik bagi hasil dalam bidang pertanian.
Praktik bagi hasil yang terjadi di Desa Golo Sepang adalah kerja sama
antara pemilik tanah dan penggarap, di mana pemilik tanah memberikan tanah
saja kepada penggarap untuk dikelola. Sedangkan bibit/benih, pupuk, alat
biaya, tenaga, dan lain sebagainya berasal dari penggarap. Pembagian hasil
panen ditentukan oleh pemilik tanah. Pembagian hasil panen ditentukan
diawal akad dimana dalam pembagiannya satu bujur tanah 100 kg padi untuk
pemilik tanah. Dimana perhitungan bujur dibawakan ke hektar maka 16 bujur
sama dengan satu hekter. Misalnya pemilik tanah memberikan tanahnya seluas
7 bujur maka pemilik tanah mendapatkan 700 kg padi disetiap panen. 1 kali
panen hasil paling banyak adalah 20 karung dan berat satu karung adalah 80
kg. Maka hasil dari tujuh bujur adalah 1600 kg, penggarap mendapatkan 900
kg dan pemilik tanah mendapatkan 700 kg. Sedangkan hasil paling sedikit
adalah 15 karung. Hasil dari tujuh bujur adalah 1200 kg, penggarap
4
mendapatkan 500 kg padi dan pemilik tanah mendapatkan 700 kg padi.5 Yang
menjadi permasalahan ini adalah apabila terjadi gagal panen, yang merasa
dirugikan disini adalah pihak penggarap, dimana penggarap menanggung
kerugiannya, sedangkan pemilik tanah tidak menanggung apapun. Jika
demikian halnya, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan. Hal ini pula
akan berdampak terhadap perekonomian mereka.
Berdasarkan latar belakang diatas yang telah penulis paparkan, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Fiqh
Muamalah Terhadap Praktik Bagi Hasil Pengelolaan Sawah Di Desa
Golo Sepang, Kecematan Boleng, Kabupateng Manggarai Barat NTT
B. Fokus kajian
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan fokus kajian untuk mempermudah peneliti menyusun skripsi yang
dimaksud. Adapun fokus kajian yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik bagi hasil pengelolaan sawah di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat NTT ?
2. Bagaimana analisis fiqh muamalah terhadap praktik bagi hasil
pengelolahan sawah di Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat
NTT ?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
5 Usman Dedi (penggarap), Wawancara, Terang Kabupaten Manggarai Barat 12 Maret
2017
5
Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui praktik bagi hasil pertanian di Desa Golo Sepang.
b. Untuk mengetahui analisis fiqh muamalah terhadap pratik bagi hasil
pengelolaaan sawah di Desa Golo Sepang.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, antara
lain sebagai berikut :
a. Secara Teoritis, diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah dan
memperkaya wawasan keilmuan hukum islam khususnya dalam bidang
muamalah yang terkait bagi hasil.
b. Secara Praktis, penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri dan pihak
yang berkepentingan baik instansi maupun lokasi penelitian, sehingga
dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi patokan untuk
mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap ketentuan–ketentuan bagi
hasil yang diterapkan masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum Islam yang telah ada.
D. Ruang lingkup dan setting penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan membatasi ruang
lingkup penelitian karena banyak keterbatasan baik dari segi referensi
maupun waktu. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah
praktik bagi hasil pengelolaan sawah dan analisis fiqh muamalah terhadap
praktik bagi hasil pengelolaan sawah.
6
Dalam penelitian ini, peneliti telah memilih lokasi yang dijadikan
sasaran dan objek pelaksanaan penelitian yaitu di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Desa Golo Sepang
merupakan salah satu desa dari beberapa desa yang berada di wilayah
Kabupaten Manggarai Barat.
Peneliti memilih desa Golo Sepang sebagai lokasi penelitian karena
penghasilan terbesar di desa ini yaitu dari hasil pertanian karena desa Golo
Sepang merupakan desa yang pekerjaan pokok masyarakatnya adalah bertani
dan melakukan pratek bagi hasil dalam mengelola lahan pertanian yang
dimiliki.
Menurut peneliti praktik bagi hasil pertanian yang ada di desa ini
sangat unik. Adapun cara praktik bagi hasil pertanian di desa ini yaitu seorang
pemilik lahan hanya memberikan lahannya saja dan keuntungannya berada
pada awal akad yang sudah ditentukan oleh pemilik lahan.
E. Telaah pustaka
1. Saharudi. Skripsi yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem
Bagi Hasil Kerja Sama Dalam Bidang Pertanian di Desa Genggelang
Kecematan Gangga Kabupaten Lombok Utara”.6
Dalam skripsi tersebut menjelaskan bahwa bentuk kerja sama
dalam bidang pertanian masyarakat Desa Genggelang Kecematan Gangga
Kabupaten Lombok Utara dilakukan dengan dua bentuk yaitu akad
6Saharudi. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Kerja Sama Dalam
Bidang Pertanian Di Desa Genggelang Kecematan Gangga Kabupaten Lombok Utara ( Skripsi FSEI IAIN Mataram, 2011), hlm. 7
7
kerjasama secara lisan dan akad kerja sama secara tertulis. Model kerja
samanya dalam bidang pertanian dilakukan pada beberapa bidang
pertanian seperti kerja sama pada tanaman padi, tanaman tembakau,
tanaman jagung dan umbi-umbi dan lain-lain. Dan dalam sistem bagi hasil
kerja sama tidak ada kejelasan, tidak ada kejujuran dan tidak ada keadilan
dalam pembagian hasil.
Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh Saharudi dengan
peneliti adalah sama–sama membahas tentang sistem bagi hasil kerja sama
dalam bidang pertanian. Sedangkan yang menjadi perbedaannya adalah,
Saharudin melakukan penelitian di Desa Genggelang Kecematan Gangga
Kabupaten Lombok Utara tahun 2011. Sedangkan peneliti disini
melakukan penelitian di desa Golo Sepang Kecematan Boleng Kabupaten
Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018. Dan dari segi
objeknya kajian penelitian yang dilakukan oleh Saharudin model kerja
samanya dalam bidang pertanian dilakukan pada beberapa bidang
pertanian seperti kerja sama pada tanaman padi, tanaman tembaku,
tanaman jagung dan umbi-umbi sedangkan penulis disini hanya
menjelaskan dalam bidang kerja sama pada tanaman padi saja.
2. Uswatun Hasanah. Skripsi yang berjudul: “Pelaksanaan Muzara’ah Dan
Mukhabarah di Desa Bagu Kecematan Pringgarata Lombok Tengah”7
Uswatun Hasanah dalam skripsinya menjelaskan bahwa dalam
pandangan hukum Islam bahwa pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah
7 Uswatun Hasanah. “Pelaksanaan Muzara’ah Dan Mukhabarah Di Desa Bagu
Kecematan Pringgarata Lombok Tengah” (Skripsi, FSEI IAIN Mataram, 2001), hlm.5.
8
di Desa Bagu telah sesuai dengan syari’at Islam, kerena didalamnya
terkandung ungsur tolong-menolong dan saling menguntungkan serta
terjalinnya hubungan kekeluargaan yang semakin baik. Pelaksanaan
muzara’ah dan mukhabarah di Desa Bagu terlihap pada kesepakatan para
pihak yang melekukan kerja sama, dan diantara kesepakatan-kesepakatan
ialah: mengadakan perjanjian kerja sama, lahan sudah ditentukan, bibit
atau biaya berasal dari satu pihak, upah diambil dari hasil tanam.
Dengan demikian para pihak akan selalu menjaga kewajiban-
kewajibannya, seperti: pemilik menyediakan lahan yang baik, dan
penggarap mengelola serta memelihara lahan yang dipercayakan
kepadanya.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Hasanah
dengan peneliti ialah sama-sama membahas tentang masalah bagi hasil
pertanian. Sedangkan perbedaannya ialah, Uswatun Hasanah
memfokuskan penelitiannya tentang pandangan hukum Islam terhadap
pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah sedangkan peneliti disini
membahas tentang praktik bagi hasil penggelolaan sawah.
3. Baiq Siti Hajar. Skripsi yang berjudul: “Pola Bagi Hasil Dalam Akad
Muzara’ah (Bagi Hasil Pertanian) Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus
Di Desa Mangkung Kecematan Praya Barat Lombok Tengah).8
8
Baiq Siti Hajar Pola Bagi Hasil Dalam Akad Muzara’ah (Bagi Hasil Pertanian) perspektik hukum Islam Studi Kasus Di Desa Mangkung Kecematan Praya Barat Lombok Tengah (.Skripsi FSEI IAIN Mataram,2015), hlm.4
9
Dalam skripsi tersebut, Baiq Siti Hajar menjelaskan bahwa Bentuk
praktik pola bagi hasil dalam akad muzara’ah (bagi hasil pertanian) Di
Desa Mangkung adalah sebagai berikut: Akad muzara’ah yang berbentuk
sewa tanah, dimana pemilik hanya memberi tanahnya kepada penggarap,
sedangkan penggarap lahan yang menanggung segala yang dibutuhkan
dalam mengelolalahan tersebut. Pembagian hasil panen dibagi rata yaitu
setengah untuk pemilik lahan dan setengahnya lagi untuk penggarap lahan
setelah dikurangi segala bentuk pengeluaran dari para pihak yang
melakukan perjanjian kerja sama dalam akad muzara’ah..
Letak persamaan penelitian yang dilakukan oleh Baiq Siti Hajar
dengan penelitian ini ialah sama–sama membahas mengenai bagi hasil
pertanian. Sedangkan perbedaannya ialah terletak pada bentuk praktik pola
bagi hasil dalam akad muzara’ah (bagi hasil pertanian) Di Desa
Mangkung, pemilik lahan menyediakan tanah dan bibit dan penggarap
hanya menggarap saja. Sedangkan penelitian penulis membahas tentang
analisis fiqh muamalah terhadap praktik bagi hasil pengelolahan sawah di
Desa Golo Sepang. Pemilik lahan hanya menyediakan tanahnya saja
sedangkan penggarap menyediakan bibit, modal dan tenanga.
F. Kerangka teoritik.
1. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah
Secara etimologi, muzara’ah berasal dari kata zara’a, yang
memiliki arti menaburkan benih di tanah. Kata muzarah mengikuti wazan
mufaa’alatan dari kata al-zar’u yang sama artinya dengan al-inbaatu
10
(menanam, menumbuhkan). Orang-orang Irak memberi istilah muzara’ah
dengan al-qarah.9
Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
peemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan tertentu (presentase) dari hasil panen.10
Dalam istilah ekonomi dinyatakan bahwa muzara’ah ialah akad
kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap,
dimana pemilik lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap,
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (nisbah) dari hasil
panen yang benihnya berasal dari pemilik lahan; pemilik tanah
menyerahkan sekaligus memberikan modal untuk mengelola tanah kepada
pihak lain.11
Sedangkan secara terminologi terdapat beberapa definisi
muzara’ah yang dikemukakan para fuqaha antara lain:
1. Menurut fuqahan hanafiyah, muzara’ah ialah: akad untuk bercocok
tanah dengan sebagian yang keluar dari bumi.
2. Menuruk fuqaha Malikiyah, muzara’ah ialah:perserikatan dalam
pertanian.
3. Menurut Syafi’iyah, bahwa muzara’ah ialah: pekerja mengelola dengan
sebagian apa yang dihasilkan darinya dan modal dari pemilik tanah.
9 Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 205.
10 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 240.
11 Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Mazahib Fil Muamalah, (Mataram: Sanabil,
2015), cet. Ke-1, hlm.242.
11
4. Menurut fuqaha Hambali, muzara’ah ialah: pemilik tanah yang
sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk ditanami dan yang bekerja
diberi bibit.12
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian
antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
perjanjian bagi hasil dari hasil panen yang jumlahnya menurut kesepakatan
bersama, dan benih atau bibitnya berasal dari pemilik tanah.
Sedangkan Mukhabarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik
sawah/tanah dan penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi
antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama,
sedangkan biaya, dan benihnya dari penggarap tanah.
Perbedaan antara muzara’ah dan mukhabarah hanya terletak dari
benih tanaman. Dalam muzara’ah, benih tanaman berasal dari pemilik
tanah, sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari pihak
penggarap.13
2. Landasan Hukum Muzara’ah/Mukhabarah14
Kerja sama dalam bentuk muzara’ah menurut Jumhur ulamah
hukumnya boleh (mubah). Dasar kebolehannya dari keumuman perintah
Allah untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan.
12
Ibid.,hlm. 242-243. 13
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Prenademedia Group, 2010), hlm.117
14 Ibid., hlm. 115.
12
a. Al-Quran
Artinya: wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu melanggar syi’ar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) haydu (hewan-hewan kurban) dan Qalaid (hewan-hewan kurban yanf diberi tanda) dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitul-haram mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) Kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Ny.(QS. Al-Maidah:2) 15
Ayat diatas tidak menjelaskan tentang muzara’ah tetapi makna
dari ayat diatas adalah besarnya rasa tolong menolong sehingga para ulama
menjadikannya sebagai landasan hukum.
b. As-Sunnah
15
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya : Mahkota, 1989), hlm.106.
13
ة عن يحيى ة حد�ثنا معاوي حد�ثنا حسن بن علي� الحلواني� حد�ثنا أبو توبهريرة قال ة بن عبد الر�حمن عن أبي م قال :بن أبي كثير� عن أبي سل
ه وسل�م علي صل�ى للا� ها أو )) رسول للا� ه أرض فليزرع من كانت له ها أخاه فإن أبى فليمسك أرض منح 16.لي
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali Al Hulwani telah menceritakan kepada kami Abu Taubah telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah dari Yahya bin Abi Katsair dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya (supaya menanaminya), Namun jika ia tidak mau, hendaklah ia menjaganya”.17
c. Ijma
Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “tidak ada
satu rumahpun di Madinah kecuali penghuninya mengelola tanah secara
muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3, dan 1/4. Hal ini telah dilakukan
oleh Sayyidina Ali, Sa’ad ban Abi Waqash, Ibnu Mas’ud, Umar bin
Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali.18
3. Rukun dan syarat Muzara’ah/Mukhabarah
1. Rukun Muzara’ah/Mukhabarah
Jumhur ulama menetapkan rukun muzara’ah antara lain:
a. Aqidain, yaitu pemilik tanah dan penggarap
b. Ma’qudalaih (objek akad) yaitu manfaat tanah dan pekerjaan
c. Ijab qobul19
16Abu Hasan Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Darul Tayyibah Linnasyr
Wat Tauzi, 2006), jil. 4 hlm. 722 17Abu Hasan Muslim bin al-Hajjaj, Ensiklopedia Hadits versi Dekstop: Shahih Muslim,
terj. Lembaga Ilmu dan Dakwah serta Publikasi Sarana Keagamaan, (Jakarta: Lidwa Pusaka, 2015), no. 2875
18 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 99. 19
Ahmad Wardin Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 395.
14
Sedangkan menurut ulama Hanabilah, bahwa akad
muzara’ah tidak memerlukan qobul secara lisan, tetapi dengan
perbuatan yaitu dengan mengerjakan tanah yang menjadikan akad.
Hal ini dapat dianggap sebagai qobul.20
2. Syarat-Syarat Muzara’ah/Mukhabarah.
1. Syarat yang berkaitan dengan aqidain, yaitu harus berakal.
2. Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan adanya
penentuan macamnya saja yang akan ditanam.
3. Hal yang berkaitan dengan pegolahan hasil dari tanaman sebagai
berikut:
a. Bagian masing-masing harus disebutkan jumlahnya atau
presentasenya ketika akad.
b. Hasil adalah milik bersama
c. Bagian antara amil dan malik adalah satu jenis barang yang
sama, misalnya, dari kapas, bila malik bagiannya padi,
kemudian amil bagianya singkong maka hal ini tidak sah
d. Bagian kedua belah pihak sudah diketahui
e. Tidak disyaratkan bagi salah satunya ada penambahan yang
telah diketahui.
4. Yang berhubungan dengan tanah akan ditanamin sebagai berikut:
a. Tanah tersebut dapat ditanami
b. Tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
20
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: penerbit: PT RAJA GRAFINDO Persada, 2011), cet. Ke-7 hlm.159.
15
5. Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya ialah:
a. Waktunya telah ditentukan
b. Waktunya itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang
dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih empat
bulan (bergantung pada teknologian yang dipakai, termaksuk
kebiasaan setempat).
c. Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut
kebiasaan.
6. Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara’ah ada satu, yaitu ijab
dan qabul, boleh dilakukan dengan lafadz apa saja yang
menunjukkan ijab dan qabul dan bahkan muzara’ah sah dilafadzkan
dengan lafadz ijarah.21
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad al-Syaibani, murid dari
Abu Hanifa, bahwa muzara’ah mempunyai empat keadaan, tiga
hukumnya sahih dan satu batal yaitu:
a. Dibolehkan muzara’ah jika tanah dan benih berasal dari pemilik,
sedangkan pekerjaan dan alat penggarap berasal dari penggarap.
b. Dibolehkan muzara’ah jika tanah dari seseorang, sedangkan
benih, alat penggarap, dan pekerjaan dari penggarap.
c. Dibolehkan muzara’ah jika tanah, benih, dan alat penggarap
berasal dari pemilik, sedangkan pekerjaan berasal dari penggarap.
21
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer Hukum Perjanjian, Ekonomi, Bisnis, Dan Sosial, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012), cet. Ke-1, hlm 163.
16
d. Muzara’ah tidak boleh jika tanah dan alat penggarap berasal dari
pemilik tanah, sedangkan benih dan pekerjaan dari penggarap.
4. Hikmah muzara’ah/Mukhabarah
a. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik
tanah dengan petani penggarap
b. Meningkatkan kesejahtraan masyarakat.
c. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan, sehingga
mengurangi pengangguran dan menggatasi kemiskinan.
5. Berakhirnya akad muzara’ah.
a. Habis masa akad muzara’ah, akan tetapi jika waktu habis namun
belum layak panen, maka akad ini tidak batal melainkan tetap
dilanjutkan hingga panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan
kesepakatan
b. Salah seorang yang akad meninggal, menurut ulama Safiiyah, akad ini
tidak akan berakhir dengan keadaan ini.
c. Adanya uzur, menurut Hanafiyah diantara uzur yang menyebabkan
batalnya muzara’ah antara lain:
1. Tanah garapan terpaksa dijual, misalnya untuk membayar utang
2. Penggarap tidak dapat mengelola tanah, karena sakit, atau pergi
berperang (jihad fi sabililah) dan sebagainya.22
22
Ibid., hlm,142.246-247.
17
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode atau cara yang digunakan dalam
kegiatan penelitian dalam berbagai ilmu pengetahuan sehingga metode dan
prosedur penelitian dapat dikatakan sebagai cara-cara atau langkah penelitian
untuk mencari kebenaran sesuatu yang dengannya ditentukan metode yang
benar dan langkah-langkah yang tepat, sehingga penelitian yang dilakukan
dapat mencapai hasil yang maksimal.23
Metode pada akhirnya akan memberikan pedoman tentang cara
seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan yang
dihadapi.24
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dan
pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian.25 Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Pada pendekatan ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun
secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
23 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komonikasi
dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet ke-5, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 145. 24Sarjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III (Jakarta : CV. Press, 1986),
Hlm. 6. 25 M .Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalis Indonesia, 1988), hlm. 99.
18
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, penelitian berangkat dari teori
menuju data , dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori
yang digunakan. Adapun dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari
data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir
dengan suatu “teori”.26
Dalam konteks ini, pendekatan itu disebut “objektif” berdasarkan
pandangan bahwa objek-objek, prilaku-prilaku, dan pristiwa-pristiwa,
eksis di suatu dunia “nyata”, yang dapat diamati oleh pancaindra
(penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan pembau) diukur
(dikuantifikasikan) dan diramalkan.27
Dan adapun alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif
adalah karena pokok masalah yang akan diteliti merupakan suatu proses
dan interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain secara alami.
Oleh sebab itu sangat cocok penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif karena informasi yang diperoleh adalah berupa
kalimat-kalimat deskriptif dan perbuatan manusia itu sendiri.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sangat mutlak dilakukan oleh peneliti sendiri
dalam mengumpulkan data, peneliti harus berusaha menciptakan
hubungan yang akrab dengan responden yang menjadi sumber data.
Dengan keterlibatan tersebut, peneliti akan lebih mengetahui kejadian-
26 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 34. 27 Ibid., hlm. 23.
19
kejadian yang terjadi di lapangan sehingga peneliti akan benar-benar
mendapat data yang valid.
Kehadiran peneliti di lapangan bukan bertujuan untuk
memberikan nilai, mempengaruhi subjek penelitian atau manipulasi data
dan informasi, akan tetapi peneliti bertujuan agar peneliti memperoleh
data yang akurat, untuk memperoleh data yag akurat tersebut maka
peneliti mengamati dan sebagai partisipan penuh di lapangan penelitian.
Dalam melakukan penelitian melalui pengamatan, peneliti
melakukan pengamatan melalui prilaku masyarakat pada saat-saat
tertentu agar dapat memperoleh data yang diinginkan. Pada waktu
tertentu peneliti juga dengan jelas perlu berperan serta dalam peristiwa di
lapangan agar bisa memahami dan mengamati dengan lansung kejadian
yang terjadi.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebelum terjun ke lapangan, ada
beberapa hal yang perlu peneliti lakukan. Adapun hal-hal yang akan
dilakukan peneliti dalam mengadakan penelitian ini ialah sebagai berikut:
a. Menyusun rancangan penelitian, mengatur sistematika yang akan
dilaksanakan dalam penelitian.
b. Mengadakan survey awal sehingga peneliti dapat menganalisa desa
atau tempat yang akan diteliti.
c. Meminta izin dari pihak-pihak yang berwenang dan orang-orang
yang berpengaruh yang akan dijadikan sebagai objek penelitian,
20
yaitu berupa izin penelitian dengan membawa proposal dan surat
izin dari kampus yang berwenang.
3. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data adalah tempat atau sumber dimana peneliti
mengambil data, dalam proses pencarian data. Peneliti dalam hal ini
menggunakan orang sebagai informan (sejumlah orang yang memberikan
informasi atau tanggapan terhadap apa yang diminta atau ditentukan oleh
peneliti). Terlebih lagi dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat
penting, bukan sekedar memberi respon melainkan juga sebagai pemilik
informasi.28
Data dalam penelitian ini akan digali dengan menggunakan sumber
data Dokumentasi (paper). Selain itu, sumber data yang diperoleh atau
terkumpul dari temuan lapangan berupa hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi. Dalam hal ini peneliti menggunakan sumber data orang
(informan) dengan mewawancarai masyarakat setempat. Bentuk data yang
didapatkan adalah data identitas para pihak yang melakukan praktik bagi
hasil dan lain sebagainya.
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dibedakan antara data yang diperoleh lansung dari masyarakat dan data
dari bahan pustaka, yang pertama disebut data primer dan yang kedua
disebut data skunder.
28Suprayoga dan Tobrani, Metodelogi penelitian Sosial Agama, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 163.
21
a. Data primer yaitu data yang lansung diperoleh dari sumber data yang
pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian.29 Data primer dalam
penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan orang yang
melakukan praktik bagi hasil yang terjadi di desa Golo Sepang
tersebut. Sumber data untuk data primer meliputi:
1. Orang yang memberikan lahan atau pemilik lahan
2. Orang yang menerima lahan atau penggarap
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau
sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. 30 Adapun data
sekunder yang dimaksud antara lain, yaitu mencakup dokumen-
dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan
serta buku harian dan lain sebagainya.31
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini meliputi data-
data yang berhubungan dengan bagi hasil, baik teori umum maupun
menurut Hukum Islam. Sumber data sekunder yang digunakan peneliti
adalah buku-buku yang berkaitan dengan bagi hasil (fiqh mu’amalah),
artikel, arsip, berkas, dan data-data lain yang diperlukan.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan
dalam upaya memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian. Dalam hal ini, penulis harus mampu menentukan metode yang
29 Burhan Bungin, Metologi Penelitian Kualitatif : Komonikasi, Ekonomi, dan Kebijakan
Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Ed. Kedua, cet. Ke-6, (Jakarta : Kencana, 2011), Hlm. 132. 30Ibid, hlm. 132. 31Ibid, , hlm. 11.
22
tepat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data. Adapun metode
yang digunakan antara lain :
a. Obeservasi
Observasi adalah pengamatan secara lansung yang telah
direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis yang meliputi
pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan
seluruh alat indra32 . Kegunaan dari observasi tersebut adalah untuk
mengadakan pengamatan setelah peneliti hadir di lapangan dan mencari
data yang diperlukan serta menentukan permasalahan-permasalahan
yang berkenaan dengan pelaksanaan praktek bagi hasil dalam
masyarakat Deasa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat dilihat dari
perspektif fiqh muamalah.
Adapun hal-hal yang mencakup dalam observasi ini antara lain :
a. Mengamati lokasi penelitian yaitu Desa Golo Sepang Kabupaten
Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur.
b. Mengamati tata cara pelaksanaan bagi hasil di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur apakah sudah
sesuai dengan Konsep Hukum Islam atau tidak.
c. Mengamati efektifitas dari pelaksanaan praktek bagi hasil dalam
masyarakat di desa Golo Sepang Kecematan Boleng Kabupaten
Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur
32 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Ed. II, (Jakarta :
Rineka Cipta, 1989), hlm. 187.
23
Pada tahap ini peneliti belum memiliki kejelasan dan kepastian
masalah yang akan diteliti hanya garis besarnya saja, maka peneliti
melakukan penjelajahan umum, dan menyeluruh, melakukan deskripsi
terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan.
Observasi ini dilakukan untuk mengadakan pengamatan
langsung dilapangan guna mendapatkan atau menemukan data yang ada
dimasyarakat, selain itu juga untuk mendapatkan data tentang keadaan
geografis, serta informasi tentang parktik bagi hasil yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Golo Sepang.
b. Wawancara
Wawancara disebut juga sebagai kuisioner lisan, adalah sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi
dari yang diwawancarai. 33 Wawancara atau interview adalah sebuah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
Tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden, dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).34
Bentuk atau jenis wawancara (interview) yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu pewawancara
membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun dalam
pelaksanaannya pewawancara mengajukan pertanyaan secara bebas,
33 Ibid., hlm.146. 34Ibid., hlm136.
24
pokok-pokok pertanyaan yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan
secara berurutan dan kata-katanya juga tidak perlu baku melainkan
berdasarkan situasi di lapangan35.
Adapun tujuan peneliti memilih bentuk wawancara bebas
terpimpin adalah agar peneliti lebih banyak melakukan wawancara
secara langsung atau dengan bertatap muka, yang bertujuan untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya secara lansung dan
bebas.
Responden yang akan diwawancara oleh peneliti di Desa Golo
Sepang Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur yang terkait
dengan pemberi lahan dan penerima lahan maupun tokoh masyarakat
dan aparat desa
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang
akurat untuk memperkuat hasil penelitian, dengan membuat lembar-
lembar pertanyaan atau pedoman wawancara terlebih dahulu kemudian
setelah itu melakukan wawancara.
c. Dokumentasi
Selain dari proses observasi dan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti, peneliti juga menggunakan tehnik dokumentasi yang dilakukan
untuk menambah keakuratan data yang diperoleh. Dokumen merupakan
35 Djama’an Satori, dkk., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Alfabeta,
2014), hlm. 134
25
sumber informasi yang bukan manusia (non human resources). 36
Dokumentasi ini berupa arsip-arsip Desa, berkas-berkas, dokumen,
jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk, dan yang lainnya yang
dapat dijadikan objek penelitian oleh peneliti.
5. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul dalam penelitian perlu dilakukan
analisa terlebih dahulu dengan cara yang cermat, teliti dan ulet, sehingga
dapat menemukan kesimpulan yang obyektif. Dari penjelasan tersebut,
analisa data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk
menemukan tema dan merumuskan ide seperti ide yang disarankan oleh
data sebagai usaha memberikan bantuan pada tema atau ide tersebut.37
Jenis analisa data dibagi menjadi dua macam yakni analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif.
Peneliti dalam hal ini menggunakan bentuk analisis kualitatif
induktif, dimana peneliti mengambil kesimpulan dari fakta-fakta yang
khusus untuk mendapatkan fakta-fakta yang umum atau peneliti mencari
informasi-informasi terkait dengan permasalahan yang diteliti kemudian
mencari jawaban atas permasalahan tersebut.
Penggunaan analisa induktif, yaitu dengan mengumpulkan
jawaban-jawaban dari responden tentang permasalahan yang menjadi
fokus analisa peneliti, jawaban-jawaban dari responden bentuknya sangat
36 Ibid.,hlm. 146. 37 Lexi J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),
hlm. 5.
26
beragam dan setelah memperoleh jawaban ynag beragam tersebut peneliti
dapat menyimpulkannya menjadi satu.
Contohnya, dalam melakukan wawancara, peneliti bertanya kepada
responden mengenai apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
praktik bagi hasil. Dalam jawaban pertanyaan seperti ini, masing-masing
responden mempunyai pendapatnya masing-masing yang sesuai dengan
keadaan yang berlaku tentunya, misalnya: faktor yang menyebabkannya
melakukan praktik bagi hasil sawah dikarenakan kebutuhan ekonomi yang
tidak cukup atau untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Jadi melalui metode analisa induktif, peneliti dapat memberikan
kesimpulan yang bersifat umum dari data-data permasalahan yang khusus
dan spesifik. Peneliti menggunakan analisa induktif ini, dikarenakan
analisa ini yang sangat berperan dalam pembuatan skripsi dengan metode
kualitatif yang bertujuan untuk mempermudahkan mengumpulkan data-
data hasil observasi dan wawancara, kemudian hal ini juga didukung oleh
buku-buku referensi yang digunakan dalam perjanjian bagi hasil pertanian.
6. validitas Data
Kevaliditas data bertujuan untuk membuktikan bahwa apa yang
diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam
kenyataan dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia kenyataan
sesuai dengan sebenarnya ada atau terjadi.
27
Untuk memperoleh keabsahan data atau data yang valid diperlukan
teknik pemeriksaan, supaya diperoleh temuan-temuan dan informasi yang
absah dan dapat digunakan teknik sebagai berikut :
a. Menggunakan bahan referensi
Referensi adalah keabsahan data hasil penelitian dengan
memperbanyak referensi yang dapat menguji dan mengoreksi hasil
penelitian yang dilakukan, baik referensi yang berasal dari orang lain
maupun referensi yang diperoleh selama penelitian.38
Referensi yang digunakan adalah bahan dokumentasi catatan
lapangan yang tersimpan dengan refrensi penelitian dapat mengecek
kembali data dan informasi yang peneliti dapatkan dilapangan.39
b. Triangulasi
Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu. 40 Sehingga diperlukan
pengecekan baik itu pengecekan melalui informan, tehnik
pengumpulan data maupun waktu.
Pengecekan melalui informan ini akan dilakukan dengan
mewawancarai kembali atau mencari data dari sumber yang beragam
yang masih terkait satu sama lain, selain itu peneliti juga akan
melakukan pengecekan data terhadap sumber yang sama akan tetapi
tehniknya berbeda baik itu dengan wawancara atau observasi kembali,
yang mana peneliti akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan
38Ibid., hlm. 259. 39Ibid.,hlm. 190. 40 Ibid., hlm. 94-95.
28
sumber data atau yang lain untuk memastikan data yang dianggap
benar. Selain langkah diatas juga peneliti akan melakukan pengecekan
dalam waktu berbeda, yaitu mewawancarai informan di waktu pagi
dan mengeceknya di waktu siang atau sore.
c. Membicarakan dengan teman sejawat (Peer Review)
Membicarakan dengan teman sejawat bertujuan untuk
memperoleh kritikan dan saran maupun pertanyaan yang tajam yang
menentang kepercayaan akan kebenaran penelitian. Dengan cara ini
peneliti dapat menemukan kelemahan, tafsiran yang kurang jelas dan
mendiskusikan data yang telah terkumpul dengan Dosen Pembimbing
atau teman sejawat.
Sedangkan masalah atau data yang dibahas atau yang
didiskusikan adalah data tentang praktik bagi hasil ditinjau dari
analisis fiqh muamalah yang dilakukan oleh masyarakat desa Golo
Sepang Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur, yang
diperoleh melalui penelitian.
7. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Pada bagian awal terdiri dari: sampul depan, judul, persetujuan
pembimbing, nota dinas pembimbing, pernyataan keaslian skripsi,
pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, dan daftar isi.
29
2. Bagian Isi
BAB I: Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang konteks penelitian, fokus
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan setting
penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika skripsi.
BAB II: Paparan Data dan Temuan
Dalam bab ini peneliti menguraikan secara singkat tentang
gambaran umum lokasi penelitian, keadaan geografis, dan keadaan
penduduk.
BAB III: Pembahasan
Dalam bab ini, peneliti menguraikan tentang pembahasan hasil
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disebut dalam fokus
penelitian yaitu bagaimana bentuk praktik bagi hasil antara pemilik
lahan pertanian dan penggarap lahan pertanian, dan bagaiaman analisis
fiqh muamalah terhadap praktik bagi hasil pertanian antara pemilik
lahan pertanian dan penggarap lahan pertanian.
BAB IV: Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan ringkasan dari seluruh materi kajian. Sedangkan saran
merupakan rekomendasi pemikiran peneliti terkait dengan
permasalahan yang dikaji.
3. Bagian Akhir
30
Pada bagian akhir penelitian ini, peneliti mencantumkan daftar
pustaka dan lampiran.
31
BAB II
PAPARAN DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat
Nusa Tenggara Timur
1. Letak geografis
a. Letak.
Desa Golo Sepang merupakan salah satu desa dari sepuluh
desa yang ada di Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat,
yang berlokasi 0,5 km dari pusat kecamatan dan jarak tempuh
antara desa ke ibu kota kabupaten mempunyai jarak tempuh 74 km.
Secara administrasi pemerintahan wilayah desa Golo
Sepang terbagi menjadi 4 dusun dan 18 RT, dengan batas-batas
sebagai berikut:41
1) Sebelah Utara : Laut
2) Sebelah Selatan : Desa Sepang
3) Sebelah Timur : Desa Nanga Kantor Kecematan Macang
Pacar
4) Sebelah Barat : Desa Tanjung Boleng
b. Luas wilayah
Luas wilayah Desa Golo Sepang menurut data yang diperoleh
adalah 1139,35 ha, Mayoritas penduduk adalah petani dan
pekebun. Wilayah pemerintahan terbagi dalam 4 wilayah yang
41 Dokumentasi, Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat, diambil pada tanggal 30
Mei 2018.
32
berupa dusun-dusun yakni dusun Terang I, Terang II, Satar Terang
dan dusun Hento.42
2. Keadaan geografis
Adapun keadaan geografis wilayah desa Golo Sepang
merupakan desa yang dataran rendah dengan hamparan sawah hijau
dengan hasil pertanian dan perkebunan dari pegunungan. Jenis
tanaman yang dihasilkan adalah padi, jagung, kacang-kacangan, sayur-
sayuran, ubi-ubian dan lain-lainnya. Sebagian besar tanah yang ada di
desa Golo Sepang dijadikan sebagai lahan pertanian dan rata-rata
setiap kepala keluarga mempunyai lahan untuk bertani.43
3. Keadaan Penduduk
Penduduk desa Golo Sepang sampai dengan bulan Agustus
2015, berjumlah 4291 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 2161
jiwa dan penduduk perempuan 2131 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga 810 kk yang terdiri dari 290 KK adalah RTM, yang tersebar
di 4 (dempat) dusun.
42 Ibid. 43 Ibid.
33
Tabel 1 data penduduk desa Golo Sepang.44
No Dusun Jumlah KK Penduduk
Laki-laki
Penduduk
perempuan
1 Terang I 158 521 565
2 Terang II 207 522 535
3 Satar Terang 316 604 498
4 Hento 129 514 533
Jumlah 810 2161 2131
Penduduk desa Golo Sepang sebagian memeluk agama Islam
dan sebagian yang memeluk agama Katholik dan hanya sebagian kecil
memeluk agama Kristen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 2 Data Penduduk menurut pemeluk agama.45
No Agama Laki-laki Perempuan
1 Islam 2035 orang 2010 Orang
2 Kristen 10 orang 7 orang
3 Khatolik 116orang 114 Orang
4 Hindu - -
5 Bunda - -
6 Khonghucu - -
Jumlah 2161 orang 2131 orang
44 Ibid. 45 Ibid.
34
Berdasarkan agama yang mayoritas adalah agama Islam,
sehingga sarana ibadah yang ada di desa Golo Sepang hanyalah
masjid, mushola dan gereja yang dimana semuanya berada di setiap
dusun. Adapun jumlah sarana peribadatan yang telah ada pada saat ini
di desa Golo Sepang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3 Jumlah Rumah Ibadah di Desa Golo Sepang.46
No Sarana Ibadah yang dimiliki Jumlah
1 Masjid 1
2 Musholla 4
3 Gereja 1
4 Pura -
5 Vihara -
4. Keadaan Lembaga Pendidikan
Desa Golo Sepang pada umumnya telah mengetahui dan
memahami arti pentingnya pendidikan, dengan adanya lembaga
pendidikan yang merupakan sarana bagi mereka di dalam mendidik
generasi-generasinya sehingga dapat hidup sesuai dengan kemajuan
zaman. Adapun mengenai jumlah sarana pendidikan yang ada di desa
Golo Sepang yaitu dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4 : jumlah lembaga pendidikan yang terdapat di desa
Golo Sepang.47
46 Ibid.
35
No Lembaga Pendidikan Jumlah
1 TK 2 buah
2 Sekolah Dasar 3 buah
3 Madrasah Tsanawiyah 2 buah
4 Madrasah Aliyah 1 buah
5. Keadaan Ekonomi
Penduduk desa Golo Sepang sebagian besar mata
pencahariannya adalah bertani dan sebagai buruh tani, disamping itu
juga ada yang sebagai pedagang, pekebun, peternak dan lain-lain.
Tabel 5 : data penduduk menurut mata pencaharian.48
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)
1 Petani 1161
2 Buruh Tani 430
3 Pedagang 31
4 Pegawai Negeri Sipil 60
5 Peternak 32
6 Pertukangan 122
7 Lain-lain -
Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat perekonomian
masyaratkat desa Golo Sepang merupakan bermayoritas petani dan
buruh tani sehingga masih dikatakan relatif rendah kalau diukur dari
47 Ibid. 48 Ibid.
36
tingkat penghasilannya. Pola tanam yang biasa dilakukan oleh para
petani di desa Golo Sepang Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai
Barat adalah satu kali dalam setahun, musim hujan, karena di desa
Golo Sepang airnya sering tidak ada atau sering kekeringan walaupun
ada tempat penampungan air atau bendungan.
6. Lembaga Pemerintahan Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai
Barat Nusa Tenggara Timur
Tabel 6 :
Lembaga Pemerintahan di desa Golo sepang adalah sebagai berikut :49
No JABATAN NAMA
1 Kepala Desa Jamarudin, S.Pd.I
2 Sekretaris Desa Abdul Hamid
3 Kepala Urusan 1. Suhardin (Kaur Pemerintahan)
2. Amran (Kaur Ekobag)
3. Aisratu R.Baco (Kaur Kesra)
4. Sufantri (Kaur Keuangan)
5. Junaidin (Kaur Umum)
4 Staf Keamanan Frans Samson
5 Kepala Dusun 1. Abdul Aji (Kadun Terang I)
2. Hamri (Kadus Terang II)
3. Blasius Ndendo (Kadus Satar Terang)
4. Alexus Harim (Kadus Hento)
49 Ibid.
37
5.
6 Ketua RT 1. Milu (RT 01)
2. Hamid (RT 02)
3. Ibrahim (RT 03)
4. Rion (RT 04)
5. Hamzah (RT 05)
6. Radin (RT 06)
7. Nurdin (RT 07)
8. Moh. Wahid (RT 08)
9. Tajik (RT 09)
10. Harjo (RT 10)
11. Malik (RT 11)
12. Kahir (RT 12)
13. Umar (RT 13)
14. Amir (RT 14)
15. Mansyur (RT 15)
16. Usman (RT 16)
17. Julkarnaim (RT 17)
18. Rahim (RT 18)
38
B. Praktik Bagi Hasil pengelolaan Sawah di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur
Sistem bagi hasil dalam muzara’ah merupakan suatu bentuk kerja
sama antara pemilik lahan pertanian dengan penggarap lahan pertanian.
praktik bagi hasil dalam muzara’ah sangat dianjurkan oleh agama Islam.
Sebab dengan muzara’ah baik petani pemilik lahan pertanian maupun
penggarap lahan pertanian dapat saling membantu antara yang satu dengan
yang lainnya. Sehingga praktik bagi hasil dalam muzara’ah diharapkan
dapat dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan yang sudah
ditetapkan dalam syari’at Islam. Praktik bagi hasil dalam muzara’ah tidak
hanya sebatas kerjasama atau bagi hasil antara kedua belah pihak, tetapi
yang lebih penting muzara’ah merupakan kewajiban yang bernilai ibadah
untuk saling membantu antara pemilik lahan dengan penggarap.
Kaitannya praktik bagi hasil dalam bidang pertanian ini, maka
sangatlah penting untuk dilakukan dan ditumbuh kembangkan dalam
upaya untuk saling tolong menolong antara sesama manusia. Sebab
manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang
satu dengan yang lainnya. praktik bagi hasil dalam muzara’ah khususnya
dalam bidang pertanian harus dilakukan sesuai dengan syari’at Islam
sehingga hasilnya dapat saling menguntungkan kedua belah pihak baik
secara lahir maupun batin. Artinya praktik bagi hasil dalam muzara’ah ini
secara materi dapat dilakukan secara adil sehingga mendatangkan
39
ketenangan dan kebahagiaan baik pemilik lahan maupun penggarap lahan
pertanian itu sendiri.
Menurut hasil penelitian yang penulis temukan di desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat. Pelaksanaan bagi hasil yang terjadi dalam masyarakat desa Golo Sepang masih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan bentuknya tolong-menolong, sehingga antara pemilik tanah dan penggarap tidak membutuhkan surat perjanjian resmi atau bukti secara tertulis, cukup dengan kejujuran dan saling percaya.50
Para pelaku bagi hasil tersebut belum pernah ada yang melakukan
transaksi atau perjanjian bagi hasil di kantor ini (kantor desa), mereka melakukan perjanjian hanya antara kedua belah pihak saja, tidak menggunakan surat resmi bahkan kadang ada yang tidak menggunakan saksi. Dan Alhamdulillah belum pernah terjadi sengketa antara pemilik tanah dan penggarap, karena dalam akad memang sudah jelas kesepakatannya.51
Terjadinya praktik bagi hasil di desa Golo Sepang ini dilakukan
karena pemilik tanah tidak ahli dalam bertani dan cenderung dikarenakan
sebagian besar masyarakat yang mempunyai tanah sawah tidak sempat
mengerjakan sendiri karena bekerja di sektor lainnya seperti pengusaha,
pedagang, pegawai kantor, guru, dan lain sebagainya. Juga dikarenakan
tidak mempunyai biaya untuk mengerjakan sendiri, disamping itu pula
yang mempunyai tanah sawah tidak ahli atau tidak berpenggalaman dalam
bidang pertanian sehingga hasilnya tidak memuaskan.
1. Alasan terjadinya pelaksanaan praktik bagi hasil pengelolaan sawah
Dalam bagi hasil pertanian terdapat tiga ungsur pokok, yaitu
pemilik lahan, penggarap sawah dan lahan garapan. Pemilik lahan
adalah orang yang mempunyai lahan pertanian yang mana karena
keadaan tertentu menyerahkan hak pengerjaan tanahnya kepada orang
50 Sulaiman, Tokoh Masyarakat, Wawancara, tanggal 26 Mei 2018 51 Jamarudin, Kepala Desa, Wawancara, tanggal 26 Mei 2018.
40
lain yang disebut penggarap sawah. Penggarap sawah yaitu orang yang
mengerjakan lahan pertanian milik pemilik lahan pertanian dan
mendapatkan bagian dari hasil sawah sesuai dengan cara pembagian
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sawah garapan adalah
suatu lahan yang menjadi objek pengolahan yang dimiliki oleh pemilik
lahan dan kemudian diserahkan kepada pihak penggarap dengan tujuan
mendapatkan hasil.
Timbulnya praktik bagi hasil ini di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat adalah:
a) Alasan pemilik sawah
Praktik bagi hasil lahan pertanian pada umumnya terjadi
dikarenakan pemilik tidak dapat mengerjakan lahan pertanian
miliknya. Pemilik tidak mempunyai waktu, oleh karena itu pemilik
menawarkan kepada orang lain yang mau mengerjakan sawahnya
dengan cara bagi hasil. Hal ini sesuai dengan diungkapkan pemilik
lahan yaitu Rabbi (55 tahun) menyatakan sebagai berikut:
“yah dari pada nanti sawahku terlantar karena tidak ada waktu yang cukup untuk mengurus dan mengelolanya, maka saya sengaja menawarkan kepada orang lain untuk dikerjakan dengan baik dengan cara bagi hasil ini”.52
Berdasarkan informasi yang peroleh dari hasil wawancara
dengan seorang petani, ia mengatakan bahwa dirinya telah
ditinggal mati oleh suaminya dan memiliki seorang anak laki-laki
yang kini sedang menduduki bangku kuliah di salah satu Perguruan
52
Rabbi, Pemilik sawah, wawancara, Terang 28 Mei 2018
41
Tinggi Negeri, sementara ia memiliki tanah sawah, tetapi ia tidak
mampu untuk mengerjakan tanahnya itu, sehingga dia mengadakan
sistem bagi hasil pertanian ( Ibu Hadijah, wawancara tanggal 19
November 2018 )
Sedangkan Hjh. Winda menyatakan bahwa “saya
mengadakan praktik bagi hasil pertanian ini lebih didorong oleh
rasa tolong menolong antara sesama manusia”. Dimana dia
mengadakan sistem bagi hasil dengan bapak Walid yang mana
bapak Walid ini terdapat hubungan keluarga dengan Hjh. Winda
dimana dia tidak memiliki mata pencarian yang dapat mencukupi
kebutuhan keluarganya53
Lain lagi halnya dengan salah seorang responden yang
penulis temui ( H. Majid) yang memiliki tanah sawah, dia
mengatakan bahwa “saya tidak ahli dalam bertani, tetapi saya
memiliki keahlian dalam bidang usaha ( wiraswasta)” dan hasil
dari kerja sama itulah saya dapat membantu kelancaran usaha
saya.54
Salah seorang anggota masyarakat yang penulis temui,
bahwa ia melakukan praktik bagi hasil pertanian ini karena dirinya
telah ditinggalin oleh suaminya keluar negeri ( Arab Saudi) yang
mana suaminya ini tidak memiliki modal dalam menggarapkan
sawahnya, sementara mereka memiliki tanah sawah yang luas,
53
Hjh. Winda,pemilik sawah, wawancara, tanggal 20 November 2018 5454
H. Majid, pemilik sawah, wawancara, tanggal 20 November 2018
42
sehingga untuk mempermudah dirinya, ia melakukan sistem
mukhabarah ( bagi hasil pertanian).55
Beberapa faktor yang menjadi alasan pemilik lahan
pertanian melakukan praktik bagi hasil pertanian adalah sebagai
berikut:
1. Tidak ada waktu (dikarenakan pemilik lahan bukan petani tulen
dan mempunyai pekerjan).
2. Tidak cukup tenaga (pemilik lahan mempunyai lahan pertanian
yang cukup luas sehingga tidak mampu untuk mengerjakan
semua lahannya).
3. Faktor kemanusiaan (memerikan kesempatan kepada orang lain
yang tidak punya lahan garapan sendiri hingga timbul rasa
saling tolong menolong).
4. Tidak memiliki keahlian dalam bertani. Walaupun pada
dasarnya keahlian dalam bertani mudah untuk kita dapatkan
tetapi ada sektor lain yang produktif untuk dijadikan sebagai
suatu usaha ( wiraswata).
5. Faktor ekonomi (berkaitan dengan dana yang tidak cukup untuk
menggarap semua lahan ssawahnya sehingga melakukan bagi
hasil pertanian)
55
Ibu Suswati, pemilik sawah, wawancara, tanggal 20 November 2018
43
b) Alasan penggarap sawah
Pada umumnya penggarap sawah melakukan bagi hasil
pertanian sawah adalah tidak mempunyai lahan garapan atau
sawahnya sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hamid (47
tahun) sebagai berikut:
saya melakukan pelaksanaan praktik bagi hasil ini karena saya
tidak mempunyai sawah sendiri dan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga”.56
Apa yang diungkapkan oleh Hamid berbeda dengan yang
diungkapkan Mustakim (50 tahun)
“saya melakukan bagi hasil lahan pertanian sudah sejak lama, saya melakukan praktik bagi hasil ini dikarenakan lahan pertaanian sedikit dan belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Jadi saya melakukan bagi hasil ini buat keluarga”57.
Sedangkan bapak Walid menyatakan bahwa “saya
mengadakan praktik bagi hasil pertanian ini karena tidak memiliki
mata pencarian yang tetap, yang dapat mencukupi kebutuhan
keluarganya (bapak Walid, wawancara tanggal 20 November 2018)
Lain lagi halnya dengan salah seorang responden yang
penulis temui ( bapak Indra) yang tidak memiliki sawah. Dia
mengatakan bahwa “ saya tidak mempunyai pemasukan, sehingga
saya melakukan praktik bagi hasil pertanian ini agar perekonomian
56
Hamid, Penggarap, wawancara, tanggal, 1 Juni 2018 57
Mustakim,Penggarap, wawancara, tanggal 3 Juni 2018
44
saya mencukupi untuk kebutuhan” dan hasil kerja sama itulah bisa
menghidupkan keluarga. ( bapak Indra, wawancara tanggal 20
November 2018).
Dapat disimpulkaan penggarap sawah melakukan praktik
bagi hasil pertanian sawah sebagai berikut:
1. Tidak mempunyai lahan garapan
2. Mempunyai sedikit lahan garapan
3. Karena pekerjaan tidak tetap
4. Karena faaktor ekonomi
Pelaksanaan bagi hasil dalam bidang pertanian yang
dilakukan oleh masyarakat desa Golo Sepang dilakukan dengan 2
cara yaitu58 :
1. Seorang pemilik lahan mencari sendiri pihak yang akan menerima lahan, kemudian setelah bertemu dan melakukan perundingan lalu merekapun sepakat untuk melaksanakan praktek bagi hasil.
2. Seorang penerima lahan yang mencari orang yang akan melakukan bagi hasil (pemilik lahan). Adapun caranya adalah penerima lahan akan bertanya kepada tetangga atau orang yang dikenal mengenai informasi bagi hasil, setelah mendengar informasi lalu ia datang menemui pemilik lahan untuk melakukan kesepakatan bagi hasil.
Dalam masyarakat desa Golo Sepang kecematan Boleng
kabupaten Manggarai Barat kebanyakan yang melakukan bagi hasil
pertanian adalah masyarakat yang memang penghasilannya cukup
dan kadang memuaskan namun ia tetap melakukan bagi hasil bila
58 Sarifudin, wawancara, pada tanggal 10 Juni 2018
45
ada yang menawarkan (memintanya) untuk melakukan bagi hasil,
praktik bagi hasil yang seperti ini biasanya terjadi demi untuk saling
tolong menolong.59
Mengenai lamanya penggarapan atau luas tanah yang akan
diolah, hal ini tergantung dari kemauan si penggarap dan pemilik
tanah. Biasanya jangka waktu bagi hasil adalah 1(satu) tahun atau 2
(dua) tahun. Sementara luasnya tidak dicantumkan oleh pemilik
tanah, tergantung dari kemauan serta kemampuan si penggarap
untuk mengerjakannya. Hal ini dilakukan apabila si penggarap
sendiri yang datang kepada pemilik tanah ( si penggarap mencari
pekerjaan), tetapi lain halnya apabila si pemilik tanah yang mencari
seorang penggarap untuk menggarap tanahnya, dalam hal ini maka
pemilik tanah akan menentukan luas dari tanah yang akan digarap
oleh si penggarap.60
2. Mekanisme pengelolaan sawah
Alur perjanjian yang dilakukan antara pemilik sawah dengan
penggarap yang dijelaskan oleh Ibu Hasna pemilik sawah adalah61:
a. Perjanjian yang dilakukan sebagaimana kebiasaan yang berlaku di
Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat dari dahulu sampai
sekarang. Awal mula pemilik sawah yang tidak bisa menggarap
sawahnya atau ada kesibukan lain mendatangi para petani yang
biasanya dianggap pandai dalam mengelola lahan pertanian, baik
59 M. Ambe, Tokoh Masyarakat, Wawancara, tanggal 12 Juni 2018 60
Solehudin ,wawancara, 14 Juni 2018 61
Hasna, Pemilik Sawah, Wawancara, tanggal 4 Juni 2018
46
petani yang memiliki sawah atau petani yang tidak memiliki
sawah, selanjutnya pemilik sawah menawarkan kepada petani untu
menggarap sawahnya dengan sistem bagi hasil pertanian
b. Jika penggarap setuju maka hal tersebut sudah dianggap sebagai
perjanjian menurut masyarakat Desa Golo Sepang Kabupaten
Manggarai Barat, perjanjian tersebut dilakukan secara lisan dan
tanpa ditulis karena kebiasaan yang mereka lakukan seperti itu
dengan memegang prinsip saling percaya antara pemilik sawah dan
penggarap.
c. Untuk jangka waktu tidak dibatasi oleh pemilik sawah dengan
makna terserah penggarap mau mengelola sawah tersebut sampai
kapan. Dengan kata lain karena perjanjian tidak dibatasi maka
perjanjian juga bisa berakhir kapan saja, meskipun ada salah satu
pihak yang tidak ingin mengakhiri perjanjian tersebut. Jika ada
salah satu pihak mau mengakhiri perjanjian tersebut maka harus
memberitahu kepada pihak lain jauh-jauh hari sebelumnya.
d. Pemilik sawah membuat kesepakatan bahwa seluruh biaya
penggarapan sawah ditanggung oleh penggarap, mulai dari
penanaman, pembelian pupuk, pembelian obat, sampai proses
panen, serta seluruh biaya pengelolaan ditanggung oleh penggarap.
Dan saat tiba masa panen hasil panen tersebut dibagi dua antara
pemilik sawah dan penggarap.
47
Adapun proses penanaman padi yang diungkapkan Bapak
Ahmad penggarap sawah dan pendapat dari masyarakat lainnya yaitu
melalui beberapa tahap sebagai berikut62:
a. Pembukaan Lahan, yaitu proses pembersihan lahan pertanian yang
akan ditanami oleh penggarap dengan cara mencabuti atau
memotong rumput yang ada. Biasanya penggarap menggunakan
cangkul untuk mencangkul tanah agar nanti tanah tidak keras saat
akan ditanami, hal ini dilakukan sebelum datang musim hujan.
b. Penyiapan Benih, setelah dirasa air hujan sudah cukup membasahi
sawah sehingga mudah ditanami, penggarap menyiapkan bibit atau
benih. Biasanya penggarap membelinya dari toko pertanian, atau
bagi penggarap yang tidak mempunyai modal bisa berhutang benih
kepada pemilik toko pertanian dan akan di bayar setelah panen.
c. Penanaman Benih, setelah benih siap ditanam penggarap
menaburkan benih ke satu petak kecil sawah yang sudah dicangkul
dan diisi air, setelah itu benih akan dibiarkan tumbuh sampai
berumur 30 hari atau sampai dirasa padi yang masih kecil tersebut
bisa berdiri sendiri dan tidak roboh saat terkena angin.
d. Penanaman padi, proses selanjutnya setelah padi siap ditanam yaitu
pencabutan padi dari tanah yang kecil tadi lalu penggarap
memperkerjakan buruh tani untuk menanam padi ke seluruh sawah
yang digarap.
62
Ahmad, Penggarap, Wawancara, tanggal 5 Juni 2018
48
e. Pemberian pupuk, setelah penanaman selang 30 hari padi akan
diberi pupuk oleh penggarap, dan selang 30 hari dari pemberian
pupuk pertaman padi juga harus di beri pupuk kembali agar padi
cepat besar dan agar padi terhindar dari gangguan hama biasanya
masyarakat menggunakan obat. Jika penggarap tidak mempunyai
biaya untuk membeli obat biasanya penggarap menghutang obat
dari toko pertanian dan akan di bayar saat panen tiba.
f. Perawatan Padi, selain diberi pupuk dan obat padi juga harus
dirawat dengan baik agar cepat panen, bisanya penggarap
memperkerjakan buruh tani untuk mencabuti rumput liar yang
tumbuh disekitar padi agar rumput tidak menghambat proses
pertumbuhan padi.
g. Panen, setelah padi tumbuh dengan baik dan berbuah, padi akan
siap untuk dipanen. Biasanya memerlukan waktu 3 bulan dari
penanaman padi sampai padi siap di panen. Penggarap akan
memperkerjakan buruh tani untuk memanen padinya.
3. Penerapan bagi hasil
Penerapan bagi hasil yaitu dimana orang yang memberikan
lahan atau pemilik tanah melakukan kesepakatan dengan orang yang
menerima lahan atau penggarap untuk melakukan praktik bagi hasil,
yang dimana pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada penggarap
untuk digarap dan penggarap mengelolah sawah yang diberikan oleh
49
pemilik lahan dengan perjanjian bagi hasil. 63 Proses perpindahan
kekuasaan kadang langsung berlaku saat perjanjian itu disepakati,
namun kadang perpindahan kekuasaan atas tanah itu berlaku beberapa
minggu atau bulan kemudian tergantung kesepakatan antara kedua
belah pihak.
Menurut Jamarudin, ( kepala desa Golo Sepang) bahwa sistem bagi hasil dalam bidang pertanian masyarat ini biasanya dilakukan dengan cara sama-sama mengeluarkan biaya, tetapi ada juga biayanya lebih banyak dibebankan pada penggarap lahan pertanian seperti biaya, bibit dan upah buruh. Hal ini tentu sangat berat bagi penggarap lahan pertanian, sebab semua biaya dibebankan kepad penggarap, sedangkan hasilnya sama-sama dibagi rata. Sistem ini tentu merugikan salah satu dari kedua belah pihak khususnya bagi penggarap yang lebih banyak dibebankan dalam pengelolaan pertanian.64
Adapun menurut Arhama ( tokoh agama) Desa Golo Sepang
mengatakan bahwa sistem bagi hasil dalam bidanng pertanian di Desa Golo Sepang dilakukan secara adil atau seimbang antara pemilik lahan dengan penggarap lahan baik biaya, pupuk, upah maupun bibit. Hal ini dilakukan agar pemilik lahan dan penggarap lahan sama-sama mengeluarkan biaya sehingga hasilnyapun dilakukan atau dibagi secara seimbang.65
Menurut Nurfin ( penggarap) Desa Golo Sepang bahwa sistem
bagi hasil dalam bidang pertanian masyarakat tersebet disatu sisi sering kali meguntungkan pemilik lahan tetapi disatu sisi juga menguntungkan penggarap lahan. Hal ini terjadi karena antara pemilik lahan dengan penggarap lahan ada ketidak jujuran seperti hasil pertanian terkadang lebih banyak diambil oleh pemilik lahan atau sebaliknya hasil pertanian lebih banyak diambil oleh penggarap lahan. Sistmk bagi hasil kerja sama pertanin seperti ini. Tentu tidak sesuai dengan syari’at Islam, sebab perbandingannya tidak dilakukan secara adil dan hanya menguntungkan sebelah pihak66
Umi Fia (pemilik sawah) mengatakan bahwa praktek bagi hasil
dalam bidang pertanian masyarakat Desa Golo Sepang Kecamatan Boleng disesuaikan dengan kondisi dari lahan dari hasil pertaanian yang
63
Ritwan, wawancara, tanggal 27 Mei 2018 64
Jamarudin, Kepala Desa, Wawancara, tanggal 8 Juni 2018 65 Arhama , Tokoh Agama, Wawancara, tanggal 10 Juni 2018 66Nurfin,Penggarap, wawancara, tanggal 12 Juni 2018
50
dikelola seperti luasnya lahan pertanian, biaya pertanian, bibit dan upah dalam meningkat hasil pertanian. Praktik bagi hasilnya dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama, akan tetapi kesepakatan tersebut dapat berubah apabila hasil pertaanian tidak sesuai dengan apa yang harapkan, sehingga hasil pertanian tersebut adakalanya lebih banyak untuk pemilik lahan dan adakalanya juga lebih banyak untuk penggarap lahan pertanian.67
Untuk lebih jelasnya tentang sistem bagi hasil dalam bidang
pertanian masyarakat Desa Golo Sepang Kecamatan Boleng kabupaten
Manggrai Barat akan peneliti uraikan dibawah ini lebih dalam dalam
sesuai dengan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan
dengan penggarap lahan pertanian dan warga masyarakat lainnya yang
ada di Desa Golo Sepang kecamatan Boleng kabupaten Manggarai
Barat yaitu seperti berikut:
a. Bagi dua (1/2) yaitu sama-sama mengeluarkan biaya
Sistem bagi hasil dalam bidang pertanian masyarakat Desa
Golo Sepang kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat
dilakukan dengan cara Satu perdua (1/2) artinya biaya, bibit dan
pupuk ditanggung oleh pemilik lahan dan pengelola, sedangkan
upah buruh, pengelololaan dan pemeliharaannya sampai panen
tanggung jawab penggarap, maka sistim pembagiannya untuk
pemilik mendapatkan ½ ( setengah) dan untuk penggarap
mendapatkan ½ (setengah). Menurut penggarap lahan pertanian,
sistem bagi hasil seperti ini lebih banyak menguntungkan pemilik
lahan pertanian dan merugikan penggarap lahan pertanian sehingga
67
Umi Fia, Pemilik Sawah, wawancara, tanggal 13 Juni 2018
51
sistem bagi hasil seperti ini tidak ada keseimbangan dan tidak adil,
sebab dari segi biaya dan pemeliharaan lebih banyak dibebankan
kepada penggarap lahan pertanian.68
Hasil observasi yang peneliti lakukan di Desa Golo Sepang
kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat diperoleh
gambaran bahwa sistem bagi hasil dalam bidang pertanian pada
masyarkat Desa Golo Sepang kecamatan Boleng Kabupaten
Manggarai Barat lebih banyak dibebankan pada penggarap lahan
pertanian baik biaya, upah buruh maupun pemeliharaan lahan
pertanian. Sistem seperti ini sangat berat bagi penggarap lahan
pertanian, sebab hasilnya tidak dibagi secara seimbang oleh
pemilik lahan, sehingga sistem ini lebih banyak menguntungkan
pemilik lahan pertanian.69
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sistem bagi hasil
dalam bidang pertanian pada masyarakat Desa Golo Sepang
kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat dilakukaan dengan
sama-sama mengeluarkan biaya. Sistem ini secara fisik atau materi
tentu lebih banyak menguntungkan pemilik lahan pertanian dan
merugikan penggarap lahan pertanian terutama dalam memelihara
dan menjaga lahan pertanian sampai dilakukan panen.
68
Abdul Himu, Penggarap, wawancara, tanggal 15 Juni 2018 69
Observasi, tanggal 18 Juni 2018
52
b. Bagi 100kg padi perbujur
Praktik bagi hasil dalam bidang pertanian pada masyarakat
Desa Golo Sepang kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat
juga dilakukan dengan cara pemilik lahan mendapatkan 100kg padi
perbujur dan penggarap yang menbiayai semuanya. Sehingga ini
juga kebiasaan masyarakat yang ada di Desa Golo Sepang
kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat, sebab praktik ini
tidak merugikan bagi pemilik lahan pertanian. Menurut mereka
praktik bagi hasil dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama
antara pemilik lahan dan penggarap lahan pertanian, sehingga
dalam praktik ini pemilik lahan tidak dirugikan, sebab hasil yang
diperoleh sesuai dengan kemampuan dan usaha mereka dalam
memelihara lahan pertanian yang digarap70
Hasil observasi yang dilakukan di Desa Golo Sepang
kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat bahwa praktik bagi
hasil selain dilakukan dengan cara sama-sama mengeluarkan biaya,
juga dilakukan dengan pemilik lahan mendapatkan 100kg padi
perbujur yaitu penggarap lahan pertanian mengeluarkan biaya
seperti biaya pertanian, bibit, puput dan upah ditanggung oleh
penggarap lahan pertanian sedangkan pemilik lahan hanya
menyediakan lahan pertanian saja. Adapun hasinya dibagi sesuai
dengan kesepakatan bersama, dimana praktik bagi hasilnya lebih
70
Usman Dedi, Penggarap, wawancara, tanggal 20 Juni 2018
53
banyak diberi kepada pemilik lahan pertanian, sebab
kesepakatannya pemilik lahan mendapatkan 100kg padi perbujur.
c. Bagi tiga (1/3) yaitu biaya lahan pertanian lebih banyak
dikeluarkan oleh pemilik lahan pertanian.
Sistem bagi hasil dalam bidang pertanian pada masyarakat Desa
Golo Sepang kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat
dilakukan dengan cara bagi tiga yaitu biaya lahan pertanian lebih
banyak dikeluarkan oleh pemilik lahan pertanian seperti benih,
pupuk, sarana produksi seperti biaya panen, sedangkan penggarap
hanya menyediakan tenaga, maka pembagiannya adalah untuk
pemilik mendapatkan 2/3 ( dua pertiga ) sementara penggarap
mendapatkan 1/3 (sepertiga). Sistem ini juga merupakan kebiasaan
masyarakat yang ada di Desa Golo Sepang kecamatan Boleng
Kabupaten Manggarai Barat, sebab sistem ini tidak merugikan bagi
penggarap lahan pertanian. Menurut mereka sistem bagi hasil
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama antara pemilik lahan
dan penggarap lahan pertanian, sehingga dalam sistem ini
penggarap lahan tidak dirugikan, sebab hasil yang diperoleh sesuai
dengan kemampuan dan usaha mereka dalam memelihara lahan
pertanian yang digarap.71
71
Indar, Pemilik Sawah, Wawancara. Tanggal 19 Juni 2018
54
BAB III
PEMBAHASAN
Analisis Fiqh Muamalah Terhadap Praktik Bagi Hasil Pengelolaan
Sawah di Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Brat
1. Konsep Bagi Hasil Dalam Fiqh Muamalah
a. Bentuk Perjanjian
Perjanjian bagi hasil sawah di Golo Sepang Kabupaten
Manggarai Barat secara umum dilakukan secara lisan, atas dasar
kepercayaan, dan tanpa adanya saksi. Dalam hukum Islam, rukun
kerjasama dalam pertanian menurut jumhur ulama adalah adanya
pemilik tanah, petani penggarap, objek al-mukhabarah yaitu
manfaat dan hasil Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil kerja petani,
ijab dan kabul. Tidak terdapat penjelasan yang menyatakan
kerjasama dalam pertanian harus dilakukan secara tertulis. Adanya
syarat ijab dan kabul dapat dipenuhi dengan kata sepakat antara
pemilik dan penggarap secara lisan yang berdasar atas saling
percaya. Dalam hal ini pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan
sawah di Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat telah
memenuhi syarat tersebut. Perjanjian bagi hasil pertanian dilakukan
hanya dengan menggunakan lisan saja dan tidak tertulis.
b. Jangka Waktu Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian bagi hasil sawah di Golo Sepang Kabupaten
Manggarai Barat tidak terdapat jangka waktu secara jelas. Sehingga
55
proses berakhirnya perjanjian juga bergantung pada keinginan
pemilik, keinginan penggarap, dan kesepakatan saja. Dalam hukum
Islam, syarat-syarat kerjasama pertanian dalam bentuk muzara’ah
dan mukhabarah yang berkaitan dengan lamanya jangka waktu
perjanjian menurut jumhur ulama adalah harus dijelaskan dalam
akad sejak awal perjanjian. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
dalam hal jangka waktu dan proses berakhirnya perjanjian bagi
hasil lahan sawah di Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat
tidak sesuai dengan hukum Islam.
c. Besaran Imbangan Bagi Hasil
Besaran Imbangan bagi hasil ditentukan sejak awal pada
saat akad. Dalam hal waktu penentuan besaran imbangan bagi hasil
pelaksanaan perjanjian bagi hasil lahan sawah di Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat sesuai dengan hukum Islam.
Sebagaimana syarat sah nya akad mukhabarah sehubungan dengan
bagi hasil tanaman yaitu harus disebutkan secara jelas di awal
ketika akad. Imbangan bagi hasil yang digunakan secara umum
adalah (½ bagian untuk penggarap dan ½ bagian untuk pemilik)
dengan seluruh biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh
penggarap, hasil panen langsung dibagi dua. Dalam hukum Islam,
kerjasama bagi hasil dalam pertanian jika bibit berasal dari pemilik
tanah maka disebut dengan muzara’ah, sedangkan jika bibit berasal
dari penggarap tanah disebut dengan mukhabarah Jika mengacu
56
pada asal bibit yang ditanam dalam kerjasama bagi hasil pertanian,
maka perlaksanaan perjanjian bagi hasil di Kecamatan Gamping
termasuk dalam akad mukhabarah .Hal itu dikarenakan bibit
berasal dari pengggarap.
Untuk besaran imbangan (setengah/sepertiga/seperempat),
dalam hukum Islam asal disebutkan saat di awal akad maka tetap
sah, yang penting bukan ditentukan jumlah tertentu dalam satuan
berat/jumlah seperti satu ton/dua karung/dan sebagainya.
d. Risiko Gagal Panen
Apabila terjadi gagal panen menjadi risiko yang ditanggung
oleh penggarap. Dalam hukum Islam, kaidah dari sistem bagi hasil
adalah yang terikat dalam perjanjian akan mendapatkan bagian dari
hasil yang diperoleh dan akan turut menanggung jika terjadi risiko.
2. Analisis Proses Terjadinya Akad Bagi Hasil
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu saling
berhubungan antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya,
baik itu dalam urusan dunia (bermu’amalah) maupun dalam urusan
akhirat (ibadah). Dua urusan tersebut tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan bermasyarakat pada umumnya, karena manusia merupakan
makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, akan tetapi selalu
membutuhkan bantuan orang lain.
Dalam syari’at Islam Allah SWT memerintahkan umatnya
untuk saling tolong menolong antara sesama, yang kaya harus
57
menolong yang miskin, yang mampu menolong yang tidak mampu
dan tolong-menolong ini tidak hanya dengan satu cara, sungguh
sangat banyak cara yang bisa dilakukan baik itu dengan cara yang
nyata (pemberian lansung) maupun tidak nyata (dengan cara saling
mendo’akan), atau tolong-menolong dengan cara memberikan barang
atau benda secara cuma-cuma maupun dengan cara kerjasama.
Dalam pandangan Islam praktik bagi hasil pengelolaan dalam
bidang pertanian merupakan salah satu upaya untuk saling bantu
antara sesama hingga tercipta kesejahtraan dan bagian pada diri
manusia. Kewajiban bagi setiap muslim dapat memberi dampak dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun pandangan Islam tenteng bagi hasil
kerjasama di bidang pertanian ini sangat dianjurkan, sebab praktik
bagi hasil dalam Islam merupakan bentuk kerjasama dan saling tolong
menolong. Artinya praktik bagi hasil merupakan upaya untuk saling
tolong-menolong antara si kaya dan si miskin khususnya dalam hal ini
antara pemilik lahan pertanian dan penggarap lahan pertanian.
Pelaksanaan bagi hasil pertanian di desa Golo Sepang masih
bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong. Dan ketika melakukan
transaksi (akad) kedua belah pihak (pemilik dan penggarap lahan
pertanian) hanya dengan menggunakan lisan dan tidak menggunakan
surat resmi (bukti tertulis) karena antara pemilik dan penggarap lahan
pertanian sudah saling percaya antara satu sama lainnya.
58
Bagi hasil dalam bidang pertanian merupakan suatu kegiatan
yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat di
desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat. Namun syari’at Islam
sudah mengatur tata cara melaksanakan bagi hasil sawah agar tidak
ada satu pihakpun yang merasa dirugikan. Apabila pelaksanaan bagi
hasil sawah dilakukan dengan tuntunan dan syari’at Islam maka akan
membawa dampak keharmonisan dalam hubungan antara kedua belah
pihak yang melaku kan praktik bagi hasil pertanian. Proses bagi hasil
yang disyaratkan oleh syara’ yaitu apabila telah memenuhi rukun dan
syarat bagi hasil pertanian sebagaimana yang sudah dijelaskan pada
bab sebelumnya.
Dalam fiqh muamlah terdapat dua akad yang berhubungan
dengan kerja sama pengelolaan tanah, yaitu pertama akad yang
berkaitan dengan pengelolaan atau pemanfaatan tanah; dan kedua,
akad yang berkaitan dengan pemeliharaan tanah. Akad yang
berkaitan dengan pengelolaan dibedakan dari segi pihak penyedia
benih: 1) akad pengelolaan tanah yang benihnya berasal dari pemilik
tanah disebut muzara’ah; dan 2) akat pengelolaan tanah yang
benihnya hanya berasal penggarap tanah disebut mukhabarah.
Muzara’ah dan mukhabarah adalah salah satu bentuk kerja
sama antara petani atau buruh tani dengan pemilik sawah. Seringkali
dalam realitas kehidupan, ada orang yang ahli dalam bidang pertanian
tetapi tidak memiliki lahan, dan sebaliknya banyak orang yang
59
memiliki lahan tetapi tidak mampu menanami dan memelihara
lahannya secara baik. Oleh karenanya, Islam menemani dan
memelihara lahannya sacara baik.
3. Analisis praktik bagi hasil pertanian di Desa Golo Sepang NTT
a. Praktik bagi hasil dalam bidang pertanian masyarakat desa Golo
Sepang kecematan Boleng kabupaten Manggarai Barat dilakukan
dengan cara yaitu sistem bagi dua (1/2). Artinya sama-sama
mengeluarkan biaya pada lahan pertanian seperti bibit dan pupuk
dibiayai oleh pemilik lahan, sedangkan biaya, peralatan, termasuk
pemeliharaan dan bekal untuk upah ditanggung oleh penggarap
lahan pertanian, biaya kebanyakan dikeluarkan oleh penggarap dan
hasilnya untuk pemilik lahan satu bagian dan penggarap satu bagian.
Sistem bagi hasil seperti ini jika panennya gagal maka lebih banyak
menguntungkan pemilik lahan pertanian dan merugikan penggarap
lahan pertanian sebab biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan
hasil yang di dapatkan sehingga sistem bagi hasil seperti ini tidak
ada keseimbangan dan tidak adil, sebab lebih banyak di bebankan
pada satu pihak saja.
Praktik bagi hasil pengelolaan dalam pertanian juga harus
dijauhkan dari unsur-unsur yang dilarang oleh hukum Islam. Adapun
praktik bagi hasil pengelolaan dalam pertanian yang dilarang oleh
syari’at Islam adalah praktik bagi hasil yang hanya menguntungkan
salah satu dari kedua belah pihak atau merugikan salah satu diantara
60
kedua belah pihak pada tanaman padi. Sehingga praktik bagi hasil
pengelolaan dalam pertanian tersebut harus dihindari dan dijauhkan
dalam kehidupan sehari-hari, sebab tidak membawa manfaat kedua
belah pihak baik pemilik lahan maupun penggarap lahan pertanian.
Dari uraian diatas, praktik bagi hasil pengelolaan dalam bidang
pertanian tidak sesuai dengan syari’at Islam, karena lebih
menguntungkan salah satu pihak dan tidak sesuai dengan biaya yang
dikeluarkan. Ulama’ Syafi’iyah juga mengatakan bahwa sistem bagi
hasil dalam muzara’ah adalah pengelolaan lahan oleh petani dengan
imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan
pengelola lahan.72
Sedangkan menurut ulama’ Hanafiyah mengatakan bahwa sistem bagi
hasil dalam muzara’ah adalah kerja sama antara pemilik lahan dan
pekerja didalam merawat tanaman dengan hasil yang dibagi dua.73
Menurut ulama’ Hanabilah bahwa muzara’ah adalah penyerahan
lahan pertanian kepada seorang petani untuk diolah dan hasilnya
dibagi berdua.74
b. Adapun cara kedua yaitu 100 kg padi perbujur. Artinya biaya lahan
pertanian dibiayai oleh penggarap lahan pertanian termasuk bibit,
puput, peralatan, pemeliharaan dan upah, sedangkan pemilik lahan
pertanian hanya menyediakan lahanya saja dan pemilik lahan
72
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam-Fiqih Muamalat, (Jakarta:, PT raja Grapindo Persada: 2014). hlm. 271
73 H. Sulaeman Rasyid, Fiqih Islam, hlm 231
74 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm. 135
61
mendapatkan 100 kg padi perbujur sadangkan penggarap sisa dari
jatah dari pemilik lahan. Praktik ini paling sering dilakukan oleh
masyarkat desa Golo Sepang kecematan Boleng kabupaten
Manggarai Barat. Praktik ini merugikan bagi penggarap lahan
pertanian. Dalam fiqh muamalah sistem bagi hasil ini dilakukan
sesuai dengan kesepakatan bersama antara pemilik lahan dan
penggarap lahan pertanian, sehingga dalam praktik ini penggarap
lahan dirugikan, sebab hasil yang diperoleh tidak sesuai jeri payah
dan usaha mereka dalam memelihara lahan pertanian yang digarap
dalam kehidupan sehari-hari dan apalagi kalau gagal panen
penggarap menanggung kerugian sedangkan pemilik lahan menuntut
padi yang disepakati tanpa mempertimbang kerugian yang dialami
oleh penggarap. Praktik yang terjadi di Desa Golo Sepang
Kabupaten Manggarai Barat merugikan bagi penggarap, karena
biaya yang dikeluarkan oleh penggarap tidak sesuai dengan apa yang
dia dapat ketika pembagian hasil panen apalagi ketika gagal panen
penggarap menanggung semua kerugian dan pemilik tanah tidak
mau tau apa yang terjadi. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam
surat al-Nisa’ ayat 29:
62
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”75
Salah satu syarat sahnya bagi hasil pertanian menyangkut
dengan hasil panen adalah pembagian hasil panen itu ditentukan:
setengah, sepertiga, seperempat. Sejak dari awal akad, sehingga tidak
timbul perselisihan dikemudian hari, dan penentuannya tidak boleh
berdasarkan jumlah tertentu secara mutlak, seperti satu kwintal untuk
pekerja, atau satu karung, sedangkan kemungkinan seluruh hasil
panen jauh dibawah itu atau dapat juga melampaui jumlah itu, namun
yang terjadi dalam praktik bagi hasil pengelolaan sawah di Desa Golo
Sepang Kabupaten Manggarai Barat pemilik lahan menentukan
pembagian hasil panennya dengan 100 kg padi perbujur. Pemilik
lahan hanya menyediakan lahan pertaniannya saja, sedangkan segala
biayanya ditanggung oleh penggarap dan penggarap mendapatkan
pembagian hasil panen setelah pemilik lahan mendapatkan pembagian
dan sisanya untuk penggarap.
Terkait dengan praktik bagi hasil pertanian ini berarti tidak
boleh dilakukan karena tidak sesuai dengan syarat sahnya. Dengan
demikian, konsep praktik bagi hasil pertanian dengan cara
75 Qs. Al-Nisa (4) : 29.
63
mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Golo Sepang tidak
dapat diterima dan tidak sesuai dengan praktik bagi hasil dalam fiqh
muamalah. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya di dalam proses
mukhabarah terdapat unsur kerelaan, keridhoan, keikhlasan dan
adanya unsur tolong menolong didalamnya dan hal itu dibenarkan
dalam Islam.
c. Sistem bagi hasil dalam bidang pertanian masyarakat Desa Golo
Sepang Kecematan Boleng Kabupaten Manggarai Barat dilakukan
dengan cara yaitu sistem bagi tiga (1/3). Artinya biaya lahan
pertanian lebih banyak dikeluarkan oleh pemilik lahan pertanian
termaksuk biaya, bibit, pupuk, alat pertanian dan upah buruh
ditanggung oleh pemilik lahan sedangkann pengelolaan dan
pemeliharaannya sampai panen dikerjakan oleh penggarap. yang ia
lakukan juga didasarkan atas dasar tolong menolong sebagaimana
firman Allah dalam al-Quran dalam surat al-Maidah (5) :2:
“…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”76
76 Departemen, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 106
64
Praktik bagi hasil ini udah sesuai degan syarat sahnya muzara’ah
karena tidak ada pihak yang dirugikan.
Bagi hasil pertanian ini mempunyai jangka waktu yang harus
dijelaskan dalam akad sejenak semula, misalnya satu tahun, sehingga
apabila waktu tahun telah habis, maka pemilik lahan mengambil
kembali lahan pertanian dari penggarap dan bisa saja pemilik lahan
mengambil lahan pertaniannya semena-mena. Akan tetapi, praktik
yang terjadi di lapangan, pemilik lahan dan penggarap lahan
pertanian tidak menentukan jangka waktunya. Sedangkah salah satu
syarat bagi hasil pertanian adalah jangka waktu harus dijelaskan
dalam akad sejak semula. Sementara dalam praktiknya pemilik dan
penggarap lahan pertanian tidak menentukan jangka waktunya, maka
akad ini tidak sah karena tidak memenuhi salah satu syarat.
Dalam fiqh muamalah praktik bagi hasil pengelolaan dalam
bidang pertanian tentu harus sesuai dengan syari’at yaitu kerja sama
yang saling menguntungkan dan tidak merugikan salah satu dari
kedua belah pihak seperti sistem bagi hasil kerjasama dalam bidang
pertanian seperti padi. Sistem bagi hasil kerjasama dalam syari’at
Islam khususnya bidang pertanian harus jauh dari unsur lebih atau
riba. Dengan demikian praktik bagi hasil pengelolaan dalam bidang
pertanian tidak hanya bermanfaat bagi pemilik tanah tetapi juga
bermanfaat penggarap lahan serta masyarakat luas lainnya.
65
Adapun analisis fiqh muamalah terhadap praktik bagi hasil
pengelolaan dalam bidang pertanian tentu harus memberikan manfaat
dan kemaslahatan kedua belah pihak antara pemilik lahan dengan
penggarap lahan pertanian. Praktik bagi hasil pengelolaan dalam
bidang pertanian apabila dilakukan secara baik dan benar sesuai
dengan syari’at Islam tentu dapat memberikan dampak yang positif
khususnya di desa Golo Sepang kecematan Boleng kabupaten
Manggarai Barat diantaranya dapat meningkat saling tolong
menolong.
Fiqh muamalah sebagai dasar atau pedoman yang mengatur
praktik bagi hasil pengelolaan dalam bidang pertanian tidak hanya
berdampak pada semakin meningkatkan semangat saling tolong
menolong pada diri setiap individu, tetapi juga dapat memberikan
kemaslahatan dan kebahagian serta kesejahteraan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan praktik bagi hasil pengelolaan dalam bidang
pertanian menurut fiqh muamalah tidak hanya bersifat sementara
tetapi juga dapat dilakukan secara berkesinambungan dengan
semangat kekeluargaan yang tinggi sehingga praktik bagi hasil
pengelolaan dalam pertanian tidak ada yang dirugikan baik pemilik
lahan maupun penggarap lahan pertanian.
Selain itu praktik bagi hasil pengelolaan dalam bidang
pertanian menurut fiqh muamalah pada dasarnya juga untuk melatih
dan membiasakan setiap individu untuk kerjasama. Sebab hidup
66
adalah perjuangan yang harus disikapi dan dijalankan dengan etos
kerja yang tinggi dan sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu dampak yang besar dala praktik bagi hasil pengelolaan
dalam bidang pertanian adalah seseorang dapat dilatih dan dibiasakan
untuk bekerja keras dan disiplin waktu dalam setiap urusan.
Praktik bagi hasil dalam pandangan fiqh muamalah juga dapat
mencegah seseorang dari sikap malas sehingga seseorang dapat
terhindar dari perbuatan yang melanggar norma-norma yang ada di
masyarakat seperti pencurian dengan alasan ekonomi atau tidak
mampu sehingga mencari jalan pintas dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan fiqh muamalah, praktik bagi hasil dalam bidang
pertanian juga dapat memberikan sikap dan prilaku serta pola fikir
untuk tidak bergantung pada orang lain, akan tetapi ia mampu bekerja
keras dan sungguh-sungguh tanpa harus meminta-minta pada orang
lain.
Di samping itu, praktik bagi hasil pengelolaan dalam pertanian
juga dapat memberikan pelajaran dan pengalaman hidup pada diri
seseorang untuk mampu berdiri tegak dalam menghadapi hidup dan
mampu hidup secara mandiri baik sebagai individu maupun makhluk
sosial ataupun anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari..
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa praktik bagi
hasil pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Desa Golo Sepang
Kecamatan Boleng Kabupaten Manggarai Barat diperbolehkan karena
67
dan tidak diperbolehkan, karena sesuai dangan syarat sah dan jugan
tidak memenuhi syarat bagi hasil pertanian.
68
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan yang telah peneliti uraikan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dalam praktik sebagai
berikut:
1. Praktik bagi hasil kerja sama pada tanaman padi ini dilakukan dengan
tiga cara yaitu:
a) Satu perdua (1/2) artinya bibit, pupuk ditanggung oleh pemilik
lahan dan biaya, upah buruh, pemeliharaannya sampai panen
tanggung jawab penggarap dan hasil panennya dibagi setelah
bayar zakat setelah itu dibagi rata atau bagi dua.
b) 100 kg padi perbujur artinya biaya, bibit, pupuk dan upah buruh
ditanggung penggarap, sedangkan pemilik lahan hanya
menyediakan lahan saja, pengelololaan dan pemeliharaannya
sampai panen tanggung jawab pengelola dan hasil panennya
dibagi setelah bayar zakat setelah itu pemilik lahan mendaparkan
100 kg pagi perbujur sisanya untuk pengelola.
c) Satu pertiga (1/3) artinya biaya, bibit, pupuk dan upah buruh
ditanggung oleh pemilik sawah, sedangkan pengelololaan dan
pemeliharaannya sampai panen tanggung jawab pengelola dan
hasil panennya dibagi setelah bayar zakat setelah itu dibagi tiga.
69
2. Praktik bagi hasil pengelolaan sawah yang dilakukan di Desa Golo
Sepang Kabupaten Manggarai Barat ini ada yang sesuai dengan syarat
bagi hasil pertanian yaitu dengan cara bagi tiga (1/3) dan ada juga
yang tidak sesuai yaitu dengan cara bagi dua (1/2) ,Sistem bagi hasil
seperti ini jika panennya gagal maka lebih banyak menguntungkan
pemilik lahan pertanian dan merugikan penggarap lahan pertanian
sebab biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan hasil yang di
dapatkan sehingga sistem bagi hasil seperti ini tidak ada
keseimbangan dan tidak adil, sebab lebih banyak di bebankan pada
satu pihak saja. Dan adapun cara kedua yaitu 100 kg padi perbujur,
terkait dengan praktik bagi hasil pertanian ini berarti tidak boleh
dilakukan karena tidak sesuai dengan syarat sahnya. Dengan
demikian, konsep praktik bagi hasil pertanian dengan cara
mukhabarah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Golo Sepang tidak
dapat diterima dan tidak sesuai dengan praktik bagi hasil dalam fiqh
muamalah. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya di dalam proses
mukhabarah terdapat unsur kerelaan, keridhoan, keikhlasan dan
adanya unsur tolong menolong didalamnya dan hal itu dibenarkan
dalam Islam.
B. Saran-saran
1. Bagi penggarap lahan, ketika ingin melakukan suatu kerja sama
hendaknya untuk mengetahui terlebih dahulu status hukum pada akad
70
yang ditawarkan. Sehingga tidak terjadi kesalahan yang menimbulkan
kerugian bagi salah satu pihak.
2. Bagi pemilik lahan, hendaknya menjelaskan secara rinci bentuk akad
apa yang digunakan, agar dapat meminimalisir masalah yang terjadi.
Pemilik lahan juga hendaknya lebih cermat dan menjunjung tinggi
nilai keadilan dan kejujuran dalam melakukan kerja sama. Sebelum
melakukan kesepakatan hendaknya cermati dalam membuat perjanjian
sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan.
71
DAFTAR PUSTAKA
A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006),
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Prenademedia Group, 2010),
Abu Hasan Muslim bin al-Hajjaj, Ensiklopedia Hadits versi Dekstop: Shahih Muslim, terj. Lembaga Ilmu dan Dakwah serta Publikasi Sarana Keagamaan, (Jakarta: Lidwa Pusaka, 2015), no. 2875
Abu Hasan Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Darul Tayyibah
Linnasyr Wat Tauzi, 2006), jil. 4 Ahmad Wardin Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2015),
Baiq Siti Hajar Pola Bagi Hasil Dalam Akad Muzara’ah (Bagi Hasil Pertanian) perspektik hukum Islam Studi Kasus Di Desa Mangkung Kecematan Praya Barat Lombok Tengah (.Skripsi FSEI IAIN Mataram,2015),
Burhan Bungin, Metologi Penelitian Kualitatif : Komonikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Ed. Kedua, cet. Ke-6, (Jakarta : Kencana, 2011)
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004),
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komonikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet ke-5, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006)
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya : Mahkota, 1989),
Djama’an Satori, dkk., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Alfabeta, 2014)
Dokumentasi, Desa Golo Sepang Kabupaten Manggarai Barat, diambil pada
tanggal 30 Mei 2018. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: penerbit: PT RAJA GRAFINDO
Persada, 2011), cet. Ke-7
72
Ismail Nawawi, fikih muamalah klasik dan kontemporer hukum perjanjian,
ekonomi, bisnis, dan sosial, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2012), cet. Ke-1,. Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Lexi J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994),.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam-Fiqih Muamalat,
(Jakarta:, PT raja Grapindo Persada: 2014)
M.Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalis Indonesia, 1988),
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012),
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cet ke-7, (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2011),
Mubyarto, Pengantar Ilmu Pertanian (Jakarta: Erlangga, 1985),
Muhamad, Lembaga Perekonomian Islam Perspektif Hukum, Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2017),
Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaranah Mazahib Fil Muamalah, (Mataram:
Sanabil, 2015), cet. Ke-1, Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta:
Gema Insani, 2001),. Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),.
Saharudi. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Kerja Sama Dalam Bidang Pertanian Di Desa Genggelang Kecematan Gangga Kabupaten Lombok Utara ( Skripsi FSEI IAIN Mataram, 2011),
Sarjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III (Jakarta : CV. Press,
1986), Sohari Sahrani, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Ed. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1989)
73
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, (Jakarta : Rinerka Cipta, 1997)
Suprayoga dan Tobrani, Metodelogi penelitian Sosial Agama, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003) Uswatun Hasanah. “Pelaksanaan Muzara’ah Dan Mukhabarah Di Desa Bagu
Kecematan Pringgarata Lombok Tengah” (Skripsi, FSEI IAIN Mataram, 2001),
82