ANALISIS EFEKTIVITAS PERALATAN PRODUKSI PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI
KABUPATEN ACEH TAMIANG
Dewi Mulyati Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah
Banda Aceh, Indonesia
jl. Tgk. Imum Luengbata- Desa Batoh, Banda Aceh
ABSTRAK
Dalam upaya menghadapi persaingan yang semakin ketat pada jenis industri
yang sama, perusahaan dituntut mempunyai strategi yang baik dalam mengelola
peruasahaan, dengan berinovasi dan menjalankan siklus penyempurnaan yang
berkesinambungan pada segala aspek. Penelitian ini memaparkan hasil analisis
sistem pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari yang telah
melakukan pemeliharaan yang bersifat prefentif. Metode yang digunakan adalah
Overall Equipment Effectiveness (OEE) dengan rata-rata efektivitas
keseluruhan peralatan dan mesin yaitu: 86%, maka sistem pemeliharaan yang
saat ini diterapkan sudah bagus dan memadai, hal ini dapat dilihat dari standar
yang ditetapkan oleh JIPM (>85%). Melalui analisis sebab akibat sistem
pemeliharaan pada PT.Bahari Dwikencana Lestari dapat disimpulkan bahwa
faktor kegagalan sistem pemeliharaan adalah metode, mesin dan manusia dan
hasilnya memberikan usulan perbaikan terhadap sistem pemeliharaan dengan
menggunakan PDCA
Kata kunci: Overall Equipment Effectiveness, Lingkungan kerja, dan
PDCA
PENDAHULUAN
Terhentinya suatu proses di lantai produksi seringkali disebabkan adanya
masalah dalam fasilitas produksi, misalnya kerusakan–kerusakan mesin yang
tidak terdeteksi selama proses produksi berlangsung yang mengakibatkan
terhentinya proses produksi. Hal ini tentu sangat merugikan perusahaan karena
selain dapat menurunkan tingkat kepercayaan konsumen juga mengakibatkan
adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat kerusakan tersebut. Salah satu
permasalahan yang dihadapi oleh divisi produksi adalah bagaimana melaksanakan
proses produksi se-efisien dan se-efektif mungkin. Fungsi pemeliharaan bukanlah
suatu pemborosan tetapi merupakan suatu bentuk investasi dalam sistem
manufacture yang maju. Investasi ini akan menghasilkan peningkatan kualitas,
keamanan, kehandalan, fleksibilitas dan waktu tunggu.
PT. Bahari Dwikencana Lestari yang merupakan sebuah pabrik yang
bergerak di bidang pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi
Crude Palm Oil (CPO) telah melakukan perawatan secara parsial. Pemeliharaan
yang efektif juga dapat secara signifikan memberikan konstribusi dalam
peningkatan aktifitas produksi lewat penambahan nilai (Bamber,1999).
Peningkatan efektivitas dari fasilitas produksi perusahaan bukan hanya terbatas
pada perawatan fasilitas kerja saja tetapi juga sumber daya manusia. Penelitian ini
memaparkan hasil penelitian yang difokuskan pada:.
1. Analisis efektifitas peralatan produksi, dan menemukan titik kritis yang
mengakibatkan pemborosan dalam proses produksi.
2. Paparan tentang model sistem pemeliharaan yang sesuai untuk
menurunkan tingkat kegagalan peralatan mesin"
METODE PENELITIAN
Perawatan didefinisikan sebagai kegiatan merawat fasilitas yang berada
pada kondisi siap pakai sesuai kebutuhan. Dengan kata lain perawatan merupakan
aktivitas dalam rangka mengupayakan fasilitas produksi berada pada
kondisi/kemampuan produksi yang dikehendaki. Pemeliharaan adalah suatu
kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang, atau
untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima.
Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan
mesin/peralatan (Equipment maintenance) mencakup dua hal sebagai berikut
(Corder dan Hadi, 1992):
1. Condition maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar
berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam
mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.
2. Replacement maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan
penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal
yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi
Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas
secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan Avaibility,
Performance Efficiency, and Rate of Quality Product (Roy Davis,1996)
1. Availability
Availability adalah rasio dari lamanya waktu suatu mesin pada suatu pabrik
digunakan terhadap waktu yang ingin digunakan (waktu tersedia).
Availabilitymerupakan ukuran sejauh mana mesin tersebut dapat berfungsi.
Dengan demikian formula yang digunakan untuk mengukur availability rasio
adalah:
Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan
dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime).
2. Performance Efficiency
Performance efficiency adalah rasio dari apa yang sebenarnya dengan yang
seharusnya dihasilkan pada periode tertentu atau dengan kata lain perbandingan
tingkat produksi aktual dengan yang diharapkan. Tiga faktor yang dibutuhkan
untuk menghitung performance efficiency adalah:
1. Ideal cycle time (waktu siklus ideal).
2. Processed amount (jumlah produk yang diproses).
3. Operation time (waktu operasi mesin).
Formula pengukuran rasio ini adalah:
4. Quality Ratio atau Rate of Quality Product.
Rate of Quality Product merupakan suatu rasio yang menggambarkan
kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar.
Formula yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah:
Berdasarkan penghargaan yang pernah diberikan oleh Japan Institute of
Plant Maintenance sebagai promotor kunci TPM melalui TPM Price, pada
Tabel 1 dapat dilihat kondisi ideal OEE yaitu sebagai berikut (Saiichi
Nakajima, 1988):
Tabel 1 Kondisi ideal Overall Equipment Effectiveness
Avaibility > 90 %
Performance Efficiency > 95 %
Quality Product > 99 %
Sehingga OEE yang ideal adalah : 0,90 x 0,95 x0,99 = 85%.
Efektivitas peralatan yang digunakan dengan tujuan dapat dicapainya efektivitas
peralatan yang maksimal ”Maximizing Overall Equipment Effectiveness”.
Analysis Fish-bone adalah diagram yang menunjukan sebab akibat berguna
untuk mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga
memudahkan cara mengatasinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektifitas keseluruhan peralatan dan mesin (Overall Equipment
Effectiveness, OEE) didasarkan pada tiga analisa yang yaitu tingkat availability,
tingkat performance efficiency, dan rate of quality. Pengumpulan data dilakukan
terhadap rantai fuel scraper conveyor yang berfungsi sebagai alat pemindahan
bahan baku. Pengumpulan data dilakukan terhadap rantai fuel scraper conveyor
yang berfungsi sebagai alat pemindahan bahan baku, selama satu periode di mulai
dari September 2010 – Agustus 2011. Data waktu berkaitan dengan TBS yang
diolah, Jam kerja mesin, waktu set-up dan data kerusakan (breakdown) serta
diagram Pareto adalah sebagai berikut:
1. Data Produksi TBS.
Data produksi PT. BDL disajikan pada Tabel 2 dan data kerusakan, waktu
set-up pada Tabel 3. Data ini merupakan rekapitulasi dari laporan produksi PT.
Bahari dwikencana lestari.
Tabel 2 Produksi TBS September 2010-Agustus 2011
No Bulan
TBS yang diolah
(Kg)
Jam kerja mesin
(Jam)
1 September 18.358.577 376.00
2 Oktober 21.679.171 461.85
3 November 16.256.398 341.5
4 Desember 15.038086 304.25
5 Januari 14.454.974 287.75
6 Pebruari 15.080.966 295.75
7 Maret 24.904.951 490.00
8 April 27.236.409 542.00
9 Mai 31.599.850 647.00
10 Juni 27.019.360 614.00
11 Juli 27.994.934 609.00
12 Agustus 22.878.016 504.5 Sumber: PT. BDL
Tabel 3 Waktu breakdown dan Waktu set-up
No Bulan Waktu Breakdown
(Jam)
Waktu Set-up
(Jam)
1 September 7.00 1.5
2 Oktober 5.20 1.5
3 Nopember 6.00 1.5
4 Desember 5.30 1.5
5 Januari 4.30 1.5
6 Pebruari 7.00 1.5
7 Maret 2.30 1.5
8 April 7.00 1.5
9 Mai 5.20 1.5
10 Juni 6.00 1.5
11 Juli 5.00 1.5
12 Agustus 6.30 1.5 Sumber: PT. BDL
2. Data kerusakan dan diagram pareto
Data yang diperoleh dari catatan pemeliharaan mesin yang sering
mengalami kerusakan pada PT. BDL sehingga dapat mengakibatkan berhentinya
produksi (breakdown) ada pada Tabel 4
Tabel 4 Kerusakan Mesin Produksi PT.Bahari Dwikencana Lestari
Nama Mesin Kerusakan Persentase Persentase
(Jam) (%) Komulatif (%)
1 Packing Main valve 10'Boiler no.2 3 11.11111111 11.11111111
2 Valve Inlet steam rebusan 1 3.703703704 14.81481481
3 Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1 1 3.703703704 18.51851852
4 Rantai scraper conveyor 3 11.11111111 29.62962963
5 Tulang over flow bahan Bakar Boiler 1 3.703703704 33.33333333
6 Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1 1.5 5.555555556 38.88888889
7 Rantai scraper conveyor 7 25.92592593 64.81481481
8 Pompa air Boiler 1 3.703703704 68.51851852
9 Bearing CBC under Press 1 3.703703704 72.22222222
10 Boiler trip 1.5 5.555555556 77.77777778
11 Rantai scraper conveyor 5 18.51851852 81.48148148
12 Turbine trip 1 3.703703704 85.18518518
Sumber: PT. BDL
Untuk mengetahui urutan terbesar frekuensi kerusakan mesin digunakan
diagram pareto, berdasarkan diagram pareto pada gambar 1 diperoleh urutan
frekuensi kerusakan terbesar pada rantai Fuel Scraper Conveyor, packing main
valve, tulang umpan bahan bakar boiler dan seterusnya. Maka diputuskan untuk
memprioritaskan pembahasan pada rantai Fuel Scraper Conveyor.
frekuensi
Percent
persen
Count 3.70
Percent 55.6 11.1 9.3 5.6 3.7 3.7 3.7 3.7
55.56
3.7
Cum % 55.6 66.7 75.9 81.5 85.2 88.9 92.6 96.3
11.11
100.0
9.26 5.56 3.70 3.70 3.70 3.70
Other
T urbi ne trip
Tul ang over flow bahan Bakar Boiler no.1
Pompa air Boiler
Bearing CBC under Press
Boiler tr ip
Tulang umpan bahan bakar Boiler no.1
Packing Main valve 10'Boiler no.2
Rantai scraper conveyor
100
80
60
40
20
0
100
80
60
40
20
0
pareto chart kerusakan mesin
Gambar 1 Kerusakan mesin PT. BDL
Hasil perhitungan availability pada periode September 2010-Agustus 2011
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Perhitungan Availability September 2010-Agustus 2011
Bulan Loading Time
(jam)
Total Downtime
(jam)
Operation Time
(Jam)
Availability
(%)
September 327 5,5 321,5 98,32
Oktober 420,85 3,7 417,15 99,12
Nopember 301,5 4,5 247 98,51
Desember 265,55 3,8 261,75 98,57
Januari 248,45 2,8 245,65 98,87
Pebruari 255,55 5,5 250,05 97,85
Maret 450 0,8 449,2 99,82
April 502 5,5 496,5 98,90
Mai 607,5 3,7 603,8 99,39
Juni 575,3 4,5 570,8 99,22
Juli 568 3,5 564,5 99,38
Agustus 500,5 4,8 495,7 99,04 Sumber: Pengolahan Data
Dari Tabel 5 dapatlah diketahui bahwa analisis availability menunjukkan
ketersediaan mesin untuk digunakan dalam proses produksi rata-rata 98,92%. Hal
ini dapat dikatakan bahwa tingkat kesiapan mesin tinggi dan memenuhi target
avilabilitas dari yang tentukan yaitu > 90.
hasil perhitungan performance Efficiency dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6 Perhitungan Performance Efficiency September 2010-Agustus 2011
Bulan Produksi TBS
(Kg)
Ideal Cycle
Time (Jam)
Operating
Time (Jam)
Performance
Efficiency %
September 18.358.577 0,000018 376 87,89
Oktober 21.679.171 0,000019 461,85 89,18
Nopember 16.256.398 0,000019 341,5 90,44
Desember 15.038.086 0,000024 304,25 98,85
Januari 14.454.974 0,000017 287,75 86,34
Pebruari 15.080.966 0,000017 295,75 86,41
Maret 24.904.951 0,000018 490 91,48
April 27.236.409 0,000018 542 90,45
Mai 31.599.850 0,000019 647 92,78
Juni 29.019.360 0,000020 614 94,52
Juli 27.994.934 0,000020 609 91,94
Agustus 22.878.016 0,000022 540,5 93,12
Sumber: Pengolahan Data
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat efisiensi peralatan produksi yang
digunakan berkisar antara 86,34% hingga 98,85% dengan rata-rata performance
Efficiency secara keseluruhan untuk satu periode adalah 91,06%. Hal ini
menunjukan bahwa tingkat performance efficiency masih kurang dari yang
seharusnya dicapai oleh operasional mesin secara maksimal (secara tioritis adalah
100%, tetapi pada realitas operasional atau target perusahaan dikatakan bahwa
mesin memiliki tingkat performance efficiency yang tinggi apabila mencapai
target lebih dari 95%).
Berdasarkan tingkat performance efficiency mesin dapat dikataka bahwa
mesin belum efisien dalam operasionalnya. Ini merupakan salah satu pemborosan
yang harus diantisipasi, karena akan meningkatkan biaya operasi dan perusahaan
harus berupaya agar produksi berada pada titik optimal.
Pada pabrik kelapa sawit PT.Bahari Dwikencana Lestari untuk tingkat mutu
telah ditentukan dengan melihat kadar kotoran yang terkandung yaitu 0,05%.
Asam Lemak Bebas 4,70% dan kadar air minyak 0,25%, maka mutu yang telah
ditetapkan adalah 95%.
Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) didasarkan pada tiga
perhitungan yang telah dilakukan yaitu tingkat availability, tingkat performance
efficiency dan rate of quality. Maka rumus yang digunakan untuk menghitung
OEE adalah:
OEE = Availability x Performance Efficiency xRate of Quality
Rata – rata efektifits keseluruhan peralatan dan mesin (OEE) yang diperoleh
adalah 85.66 %. Hasil perhitungan tingkat efektifitas peralatan secara keseluruhan
(OEE) diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Overall Equipment Effectiveness.
No. Bulan Availability
Ratio (%)
Performance
Efficiency(%)
Rate Quality
Product (%)
OEE
(%)
1 September 98,32 87,89 95 82,09
2 Oktober 99,12 89,18 95 83,98
3 November 98,51 90,44 95 84,64
4 Desember 98,57 98,85 95 92,56
5 Januari 98,87 86,34 95 81.09
6 Pebruari 97,85 86,41 95 80,34
7 Maret 99,82 91,48 95 86,75
8 April 98,90 90,45 95 84,98
9 Mai 99,39 92,78 95 87.60
10 Juni 99,22 94,52 95 89,09
11 Juli 99,38 91,94 95 86,80
12 Agustus 99,04 93,12 95 87,61
Setelah nilai keefektifan penggunaan mesin dan peralatan diketahui, kemudian digambar
grafik berdasarkan nilai OEE pada Tabel 7 di atas seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik nilai OEE
Sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh PT. Bahari Dwikencana Lestari
telah baik, hal ini ditandai dengan hasil perhitungan nilai OEE yang telah
memenuhi standar JIPM. Melalui hasil perhitungan ketiga faktor di atas maka
secara ringkas dapat digambarkan diagram tulang ikan (fish-bone) seperti
diilustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Analisis Fish-Bone
Metode 1. Tidak adanya jadwal
pemeliharaan mesin 2. Tidak dilibatkan staf
operator mesin dalam pemeriksaan.
3. Tidak adanya buku pedoman dan checklis yang harus dilakukan
4. dan mudah dipahami oleh operator.
Manusia 1. Operator kurang peduli
terhadap mesin yang di
operasikannya.
2. Kurangnya pelatihan yang
dilakukan oleh perusahaan.
Sistem Pemeliharaan Mesin
Mesin : 1. Pelumasan yang tidak teratur 2. Jam kerja mesin tinggi
Berdasarkan hasil analisisi pada Gambar 4, dapat dikemukakan bahwa
sistem pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari perlu dilakukan
perbaikan dikarenakan pelumasan yang dilakukan kurang teratur, jam kerja mesin
tinggi, dan lingkungan kerja yang tidak teratur sehingga mengakibatkan biaya
pemeliharaan menjadi tinggi.
Untuk mengidentifikasi penyebab kerusakan, maka dapat dibuat rencana
perbaikan serta tingkat prioritasnya. Pada action-plan dijelaskan bahwa dengan
adanya perubahan teknologi dan pelatihan pada karyawan akan bertambah biaya
pemeliharaan. Model sistem pemeliharaan yang dilakukan mengikuti siklus
PDCA (Plan, Do, Check, Action) sebagai sarana yang menjamin terlaksananya
kesinambungan agar dapat meningkatkan proses dan merujuk kepada fungsi
perbaikan.
1. Plan yaitu mengidentifikasikan masalah dan menentukan sasaran perencanaan
yang mantap yaitu adanya manual pemeliharaan, instruksi kerja dan
dokumentasi pemeliharaan. Standard Operational Procedure (SOP)
pemeliharaan terdiri dari (a) pemeliharaan harian, (b) pemeliharaan mingguan,
dan (c) Pemeliharaan bulanan. Setelah selesai pemeliharaan agar dipastikan
mesin siap untuk dijalankan, jika ada kelainan atau kerusakan segera
informasikan kepada bagian mekanik dan elektrikal, kemudian kegiatan
pemeliharaan mesin ditulis pada kartu lembar rencana kerja.
2. Do yaitu melaksanakan pekerjaan/tindakan sesuai dengan perencanaan dengan
mengumpulkan baseline information tentang riwayat mesin, umur mesin dan
bagaimana merawatnya. Kemudian melakukan sosialisasi sistem pemeliharaan
mesin kepada operator melalui pendidikan dan pelatihan serta membentuk tim
kecil.
3. Check yaitu melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan dengan memonitor
kegiatan pemeliharaan dari lembar rencana kerja dan melakukan evaluasi
pekerjaan serta mengaudit hasil pekerjaannya.
4. Action adalah melaksanakan rapat dengan manajemen dan melakukan
perbaikan serta menyusun rencana baru.
Siklus PDCA ini menerapkan perubahan guna meningkatkan proses dan merujuk
pada fungsi perbaikan. Siklus PDCA secara jelas diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Sistem Pemeliharaan pada PT. Bahari Dwikencana Lestari mengikuti
Siklus PDCA
PT. Bahari Dwikencana Lestari yang semula dilakukan oleh bagian pemeliharaan
harus diubah menjadi tanggung jawab bersama yang artinya menyeluruh pada
semua bagian oleh semua orang/karyawan yang berkaitan dengan kualitas
pemeliharaan. Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh PT. Bahari Dwikencana
Lestari dalam menyempurnakan program pemeliharaan kualitas yang telah ada
antara lain:
1. Setiap bagian harus memiliki prosedur kerja, instruksi kerja yang sesuai dan
jelas.
2. Adanya rencana kerja terhadap mesin/peralatan.
3. Harus dibuat suatu dokumentasi riwayat kerusakan mesin.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat dipaparkan
sebagai berikut:
1. Analisis terhadap OEE dengan rata-rata efektivitas keseluruhan peralatan dan
mesin mencapai 86%, dimana sistem pemeliharaan yang saat ini diterapkan
telah baik dan memadai, hal ini berada di atas standar yang ditetapkan oleh
JIPM (>85%).
2. Melalui analisis sebab akibat sistem pemeliharaan pada PT.Bahari Dwikencana
Lestari, diperoleh bahwa faktor utama kegagalan sistem pemeliharaan adalah
metode, mesin, dan manusia.
Referensi
.
A. Corder dan K. Hadi, (1992), Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga,
Jakarta.
R. Davis, (1996; 35). Making TPM a Part of Factory Life, Work Management,
Vol 49, Part, pp.16 – 7
V. Gaspersz, 2002). Konsep Vinsent Penerapan Konsep VINSENT tentang
kualitas dalam Manajemen Bisnis Total.
Nakajima,S., (1988; 27), Introduction to TPM. Cambridge, Productivity Press.
Syam B, (2012), Workshop Penggunaan Analisis Medan Kekuatan (Force
Field Analisis) sebagai Instrumen Pengambilan Keputusan dalam
Perbaikan Mutu Berkelanjutan (Quality Continuous Improvement), SMM
USU