Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
39
Analisis Determinan Alih Fungsi Lahan Tanaman Kakao Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Petani di Kabupaten
Asahan
Sarmin, Yusniar Lubis & Syaifuddin
Universitas Medan Area, Indonesia
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh biaya, tenaga kerja, produksi dan harga terhadap pendapatan petani dengan konversi lahan kakao menjadi tanaman kelapa sawit di Kabupaten Asahan. Metode penelitian ini metode nonprobability sampling adalah purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur, pusat penelitian, jurnal ilmiah, lembaga statistik, hasil penelitian atau studi sebelumnya dan sumber lain. Data dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi, tenaga kerja, total produksi, dan harga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani baik pada kelapa sawit dan tanaman kakao. Koefisien determinasi pada tanaman kelapa sawit sebesar 0,733 dan tanaman kakao adalah 0,596. Ini menunjukkan bahwa variabel lebih efisien pada kelapa sawit dibandingkan dengan tanaman kakao. Secara parsial, tanaman kelapa sawit hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan petani, sedangkan tanaman kakao biaya produksi dan variabel tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. Berdasarkan analisis, faktor penentu yang menyebabkan konversi lahan kakao menjadi tanaman kelapa sawit adalah biaya produksi, tenaga kerja, total produksi dan harga yang lebih efisien pada tanaman kelapa sawit.
Kata kunci: Biaya Produksi; Konversi Lahan; Pendapatan; Produksi; Tenaga Kerja.
PENDAHULUAN
Sektor pertanian mempunyai
peranan yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia, peran tersebut
antara lain adalah bahwa sektor
pertanian masih menyumbang sekitar
14,44 % dari Produk Domestik Bruto
(PDB) serta sektor pertanian masih
mampu menyediakan sekitar 52,28 %
dari angkatan kerja yang ada, dan bahkan
di provinsi tertentu kontribusinya
melebihi angka tersebut (Anonimus,
2013).
Salah satu sub-sektor
pertanian yang memberikan sumbangan
cukup besar bagi perekonomian nasional
dan menjadi makin penting adalah sub-
sektor perkebunan. Keunggulan
komparatif dari sub-sektor perkebunan
dibandingkan dengan sektor non-migas
lainnya disebabkan antara lain oleh
adanya lahan yang belum dimanfaatkan
secara optimal dan berada di kawasan
dengan iklim yang menunjang serta
adanya tenaga kerja yang cukup tersedia
dan melimpah sehingga bisa secara
kompetitif dimanfaatkan. Kondisi
tersebut merupakan suatu hal yang dapat
memperkuat daya saing harga produk-
produk perkebunan Indonesia di pasaran
dunia (Franskennedy, 2013).
Perkebunan kelapa sawit
merupakan salah satu pondasi bagi
tumbuh dan berkembangnya sistem
agribisnis kelapa sawit. Sistem agribisnis
kelapa sawit merupakan gabungan
subsistem sarana produksi pertanian
(agroindustri hulu), pertanian, industri
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
40
hilir, dan pemasaran yang dengan cepat
akan merangkaikan seluruh subsistem
untuk mencapai skala ekonomi (Pahan,
2008).
Komoditi kelapa sawit salah satu
sub sektor pertanian yang turut
menyumbang pertumbuhan ekonomi
Nasional, baik sisi pendapatan maupun
kontribusi pendapatan devisa dari sektor
non migas melalui kegiatan ekspor.
Devisa ekspor komoditi kelapa sawit
umumnya berasal dari produk primer
berupa crude palm oil (CPO) , inti sawit
dan bungkil sawit, sedangkan sisanya
berasal dari produk hilir seperti bahan
baku industri farmasi, palm, biodiesel dan
sebagainya (Pahan, 2008).
Dalam 10 tahun terakhir, industri
kelapa sawit mengalami booming dan
mampu menyerap tenaga kerja serta
menghasilkan devisa Negara dan pajak.
Akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit
di Indonesia yang mencapai rata-rata
315.000 Ha/tahun menyebabkan banyak
lahan pertanian banyak yang beralih
fungsi ke lahan perkebunan kelapa sawit
karena keuntungan yang didapat lebih
besar dan nilai ekonomi yang tinggi
(Pahan, 2008).
Dari data sensus pertanian periode
2003 – 2013 pemerintah telah mencatat
bahwa telah terjadi konversi lahan
pertanian menjadi lahan lain terutama
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit
sebesar 100.000 ha tiap tahun (BPS,
2013). Penanganan alih fungsi lahan telah
dilakukan pemerintah dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelajutan, serta
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 81
Tahun 2013 tentang pedoman teknis tata
cara alih fungsi lahan pertanian pangan
yang berkelanjutan, namum
pelaksanaannya cenderung lambat
bahkan alih fungsi lahan pertanian
sampai saat ini terus berlanjut.
Menurut Isa (2006), faktor-faktor
yang mendorong konversi lahan
pertanian adalah : a) pertumbuhan
penduduk, b) kebutuhan lahan untuk
kegiatan non pertanian, c) nilai land rent
yang lebih tinggi pada aktivitas pertanian
non pangan, d) sosial budaya, e)
degradasi lingkungan, f) otonomi daerah
yang mengutamakan pembangunan pada
sektor yang lebih menguntungkan untuk
peningkatan Pendapatan Asli Daerah, dan
g) lemahnya sistem perundang-undangan
dan penegakan hukum dari peraturan
yang ada.
Land rent adalah pendapatan
bersih atau benefit yang diterima suatu
bidang lahan tiap meter persegi tiap
tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan
pada lahan tersebut. Nilai land rent pada
masing-masing komoditas berbeda satu
sama lain (Rustiadi, dkk. 2006).
Sumatera Utara sebagai salah satu
sentra perkebunan kelapa sawit di
Indonesia pada tahun 2012
menghasilkan CPO sebanyak 4.182.052
ton. Jumlah ini mencapai 16,08 % dari
total produksi CPO Nasional yaitu
26.015.518 ton. Luas perkebunan kelapa
sawit di Sumatera Utara setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Peningkatan luas
ini terjadi karena konversi (alih fungsi)
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
41
lahan pertanian ke kebun kelapa sawit
(DirjenPerkebunan, 2013).
Luas lahan pertanian di Sumatera
Utara terus menurun khususnya pada
lahan pertanian yang beralih fungsi
(konversi) ke tanaman perkebunan
terutaman tanaman kelapa sawit.
Penyusutan lahan pertanian ini mencapai
20.168 hektar, dilihat dari tahun 2012
mencapai 484.995 hektar turun menjadi
464.827 hektar lebih rendah. Alih fungsi
lahan ke perkebunan kelapa sawit, seperti
yang terjadi di Labuhanbatu Utara,
Asahan, Palas, Padang Lawas Utara dan
Nias (Anonimous, 2014).
Komoditas kelapa sawit di
Kabupaten Asahan merupakan komoditas
andalan yang memberikan pendapatan
masyarakat petani yang lebih baik dan
terjamin dibandingkan dengan komoditas
pertanian lain seperti karet, padi dan juga
tanaman kakao (BPS, 2013).
Perkembangan luas lahan
perkebunan dan produksi kelapa sawit
rakyat di Kabupaten Asahan pada kurun
waktu lima tahun terahir ini terus
mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut disebabkan para petani di
Kabupaten Asahan melakukan konversi
lahan pertaniannya menjadi tanaman
kelapa sawit. Perkembangan luas lahan
dan produksi kelapa sawit rakyat di
Kabupaten Asahan sebagai mana
ditunjukkan pada Tabel berikut.
Tabel 1. Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Asahan Tahun 2008 – 2012
No Tahu Luas lahan Produksi
n Ha
+/-
(%) Ton
+/-
(%)
1 2008 61.087,70 83.887,64
2 2009 69.161,48 13,22 213.049,00 153,97
3 2010 70.455,47 1,87 939.305,91 340,89
4 2011 72.046,39 2,26 1.015.157,
86
8,08
5 2012 72.046,39 0 1.015.157,
86
0
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan, 2013
Dari Tabel 1. di atas menunjukkan
adanya peningkatan luas lahan
perkebunan kelapa sawit rakyat di
Kabupaten Asahan setiap tahunnya, yaitu
61.087,70 Ha pada tahun 2008 menjadi
72.046,39 Ha pada tahun 2012 dengan
rata-rata peningkatan luas lahan 4,34 %
per tahun. Hal ini diikuti peningkatan
hasil produksi kelapa sawit pada tahun
2008 sebanyak 83.887,64 ton meningkat
menjadi 1.015.157,86 ton pada tahun
2012 dengan rata-rata peningkatan
produksi 125,74 % per tahun (BPS
Asahan, 2013).
Namun pada tanaman Kakao
terjadi sebaliknya dalam kurun waktu
lima tahun terahir terjadi penurunan luas
lahan dan produksi Kakao rakyat di
Kabupaten Asahan hal ini disebabkan
para petani Kakao telah mengkonversikan
lahannya menjadi tanaman kelapa sawit.
Perkembangan luas lahan dan produksi
tanaman Kakao rakyat di Kabupaten
Asahan seperti pada Tabel berikut.
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
42
Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Kakao di Kabupaten Asahan Tahun 2008 – 2012.
N
o
Tahu
n
Luas lahan Produksi
Ha +/-
(%) Ton
+/-
(%)
1 2008 9.333,1
8
7.457,2
1
2 2009 7.221,6
5
-
22,6
3
5.770,1
0
-
22,6
3
3 2010 7.288,1
6
0,92
5.823,2
4
0,92
4 2011 3.040,9
1
-
58,2
8
2.429,6
9
-
58,2
8
5 2012 2.920,2
4
-
3,97
1.534,2
7
-
38,8
5
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Asahan, 2013
Dari Tabel 2. di atas menunjukkan
adanya pengurangan luas lahan
perkebunan Kakao rakyat di Kabupaten
Asahan setiap tahunnya, yaitu 9.333,18
Ha pada tahun 2008 menjadi 2.920,24 Ha
pada tahun 2012 dengan rata-rata
pengurangan luas lahan 20,99 % per
tahun. Hal ini diikuti penurunan hasil
produksi Kakao pada tahun 2008, dari
7.457,21 ton turun menjadi 1.534,27 ton
pada tahun 2012, penurunan tersebut
sebesar 5.922,97 ton dalam kurun waktu
5 tahun dengan rata-rata penurunan
produksi 1.187,59 ton (29,71 %) per
tahun (BPS Asahan, 2013).
Menurunnya produksi Kakao ini
disebabkan adanya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT). Dari
berbagai hasil pengamatan, serangan
hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dapat
menurunkan produksi hingga 60 % - 80
% dan menurunkan kualitas biji Kakao
yang dihasilkan sehingga mempengaruhi
pendapatan petani (World Bank, 2005).
Serangan PBK mengakibatkan
kualitas biji Kakao yang dihasilkan rendah
hal ini berpengaruh pada harga jual yang
diterima petani juga rendah. Harga Kakao
juga dipengaruhi haga pasar di dunia
yang berpengaruh pada penawaran dan
permintaan di pasar dalam negeri dan
ekspor keadaan akan mempengaruhi
perilaku petani dalam berusahatani.
Apabila ekspor menurun ini akan
berakibat menurunnya harga Kakao yang
diterima petani.
Sempurnajaya (2012), mengatakan
beberapa penyebab konversi lahan Kakao
ke kelapa sawit adalah penurunan
kualitas dan kwantitas produksi Kakao
dikarenakan penuaan pohon, serangan
hama dan penyakit yang telah
mengurangi pendapatan para petani
kakao. Keinginan petani untuk
meningkatkan pendapatannya ini
menyebabkan sebagian petani mengalih-
fungsikan lahan kakaonya menjadi kelapa
sawit yang dianggap lebih
menguntungkan.
Dari uraian diatas, maka penulis
tertarik untuk manganalisis alih fungsi
lahan tanaman kakao menjadi tanaman
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
43
kelapa sawit terhadap pendapatan petani
di Kabupaten Asahan.
Kajian Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Suhendry
dkk(2002), mengatakan bahwa akhir-
akhir ini persaingan penggunaan lahan
basah semakin kuat, sejumlah lahan karet
telah dikonversikan menjadi perkebunan
kelapa sawit. Evaluasi baru-baru ini
delapan perusahaan perkebunan
menunjukkan 14.031 ha lahan karet telah
dikonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit, kemungkinan jumlah konversi yang
sebenarnya jauh lebih besar diyakini
tidak semua perusahaan mengkonfirmasi
data tersebut. Konversi ini akan terus
berlanjut baik di Sumatera dan
Kalimantan karena beberapa perusahaan
perkebunan merencanakan
mengkonversi lahan karet dalam jumlah
ribuan hektar.
Hasil studi Asni (2005), bahwa alih
fungsi lahan pertanian padi sawah ke
tanaman kelapa sawit di Kabupaten
Labuhan Batu memberikan pengaruh
yang positif terhadap pendapatan
masyarakat. Penerimaan (revenue) yang
diperoleh petani padi sawah adalah Rp
1.387.577,-/ha lebih rendah dari pada
petani kelapa sawit sebesar Rp.
5.735.202.47,-/ha.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan
menganalisi pengaruh biaya
terhadap pendapatan petani.
2. Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh tenaga
kerja terhadap pendapatan petani.
3. Untuk mengetahui dan
menganalisi pengaruh produksi
terhadap pendapatan petani.
4. Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh harga
terhadap pendapatan petani.
5. Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh biaya,
tenaga kerja, produksi dan harga
terhadap pendapatan petani.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Air Joman dan Kecamatan
Silau Laut.
Waktu penelitian dilaksanakan
selama 6 (enam) bulan, mulai bulan
februari tahun 2014 sampai dengan
bulan Juni tahun 2014.
Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
meliputi para petani yang sudah
melakukan alih fungsi lahan tanaman
kakao menjadi tanaman kelapa sawit
yang terdapat di Kecamatan Air Joman
(tiga desa) dan Kecamatan Silau Laut (tiga
desa).
Sampel penelitian ditetapkan
secara matematis menurut rumus Solvin
adalah 86,15 responden digenapkan
menjadi 87 orang sampel responden.
Teknik Pengumpulan Data
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
44
Data yang akan digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari:
a. DataPrimer
Data primer diperoleh melalui
kuisioner dan wawancara langsung
dengan para responden yaitu para
petani yang mengkonversikan
lahannya sebagai
objek penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi
pustaka, pusat penelitian, jurnal
ilmiah, badan statistik, hasil riset atau
penelitian terdahulu dan sumber data
lainnya.
Teknik Analisa Data
Hipotesis diatas diuji dengan
menggunakan analisis regresi linier
berganda. Pendapatan petani sebagai
variabel terikat, sedangkan biaya, jumlah
tenaga kerja, produksi dan hargasebagai
variabel bebas. Model regresi yang
digunakan adalah:
Ŷ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e
Dimana:
Ŷ = Pendapatan petani
a = parameter intercept
b1,…,b4 = parameter koefisien regresi
X1 = biaya produksi
X2 = tenaga kerja
X3 = total produksi
X4 = harga
e = error
Untuk menguji pengaruh variabel
bebas secara serempak terhadap
Pendapatan petani, digunakan uji F
dengan criteria uji sebagai berikut:
Jika Fhitung ≤ Ftabel : maka terima H1 atau
tolak H0
Jika Fhitung ≥ Ftabel : maka terima H0 atau
tolak H1
Untuk menguji pengaruh variabel
bebas secara parsial terhadap Pendapatan
petani, digunakan uji t dengan criteria uji
sebagai berikut:
Jika thitung ≤ ttabel : maka terima H1 atau
tolak H0
Jika thitung ≥ ttabel : maka terima H0 atau
tolak H1(Hasan, 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Analisis Deskriptif
Tabel 3. Analisis Deskriptif
Variabel Kelapa Sawit Kakao
Mean Std.
Deviasi Mean
Std. Deviasi
Y 3,7165 .31734 3,6705 .30802 X1 3,8046 .48238 3,6341 .50376 X2 3,7356 .50462 3,7192 .52937 X3 3,9507 .49670 3,7783 .42899 X4 3,6916 .42265 3,6648 .51244
Sumber : Data Primer, 2014 (diolah)
- Uji Normalitas
Suatu regresi yang baik adalah
apabila data tersebut berdistribusi
dengan normal. Hal tersebut dapat dilihat
dengan beberapa grafik uji yaitu :
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
45
Gambar 1. Gambar Histogram Variabel Penelitian (atas: K. Sawit, bawah: Kakao)
Berdasarkan gambar di atas dapat
dilihat bahwa histogram menunjukkan
pola distribusi mendekati normal.
Gambar 2. Uji Normalitas Variabel Penelitian (atas: K. Sawit; bawah: Kakao)
Berdasarkan gambar 2. di tas
dapat dilihat bahwa grafik normal pola
menunjukkan penyebaran titik-titik di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, yang mengindikasikan
model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
- Uji Multikolinearitas
Pengujian Multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan nilai
tabel VIF (Variance Inflation Factor),
sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Komoditi Kelapa
Sawit Komoditi
Kakao
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
46
Tolerance VIF
Tolerance VIF
X1 .347 2.878 .311 3.212
X2 .236 4.238 .304 3.286
X3 .444 2.254 .408 2.450
X4 .217 4.602 .585 1.709
Sumber : Data Primer, 2014 (diolah)
- Pengujian Model Uji
(Pengujian Kefisien
Determinasi)
Hasil analisis data secara regresi
dengan program SPSS diperoleh nilai
statistik sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Regresi Uji R2 (Koefesien
Determinasi)
Tanaman R R
Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
K. Sawit .8
56a
.733 .720 .16800
Kakao .7
72a
.596 .576 .20056
a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1
b. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Dari tabel di atas dijelaskan
bahwa nilai R2 (Koefisien Determinasi)
sebesar 0,733 untuk tanaman kelapa
sawit, artinya bahwa variabel bebas yaitu
: biaya produksi (X1), tenaga kerja (X2),
total produksi (X3) dan harga (X4) dapat
menjelaskan variabel terikat pendapatan
petani kelapa sawit (Y) sebesar 73,3 % di
daerah penelitian. Selebihnya 26,7 %
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam model regresi
penelitian ini. Selanjutnya diperoleh nilai
R2 (Koefisien Determinasi) sebesar 0,596
untuk tanaman kakao, artinya bahwa
variabel bebas yaitu : biaya produksi (X1),
tenaga kerja (X2), total produksi (X3) dan
harga (X4) dapat menjelaskan variabel
terikat pendapatan petani kakao (Y)
sebesar 59,6 % di daerah penelitian.
Selebihnya 40,4 % dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak dimasukkan dalam model
regresi penelitian ini.
- Uji F (Uji Simultan)
Tamanan Kelapa Sawit
Terima hipotesis jika F hitung lebih
besar dari F tabel dengan dk = n-k-1
Derajat kebebasan 95%. Berdasarkan
hasil analisis dengan SPSS maka dapat
diperoleh Nilai F statistik sebagai berikut.
Tabel 6. Uji F Tanaman Kelapa Sawit
Model
Sum of Square
s df Mean
Square F Sig.
1 Regression
6.346 4 1.587 56.218
.000a
Residual
2.314 82 .028
Total 8.661 86 a. Predictors: (Constant), X4, X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer, diolah 2014
Berdasarkan tabel di atas
diperoleh Nilai F sebesar 56,218 dengan
nilai signifikasi sebesar 0,000< alpha 0,05.
Artinya secara serempak variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat pada taraf alpha 5 persen. Dengan
demikian:
- H0 hipotesis yang menyatakan
bahwa secara serempak biaya produksi
(X1), tenaga kerja (X2), total produksi
(X3) dan harga (X4) tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
47
petanikelapa sawit (Y) di daerah
penelitian, ditolak ( ditolak)
- H1 hipotesis yang menyatakan
bahwa secara serempak biaya produksi
(X1), tenaga kerja (X2), total produksi
(X3) dan harga (X4) berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan
petanikelapa sawit (Y), di daerah
penelitian, diterima (H1 diterima).
Tamanan Kakao
Berdasarkan hasil analisis dengan
SPSS maka dapat diperoleh Nilai F
statistik sebagai berikut.
Tabel 7. Uji F Tanaman Kakao
Model
Sum of Square
s df Mean
Square F Sig.
1 Regression
4.861 4 1.215 30.208
.000a
Residual
3.299 82 .040
Total 8.159 86 a. Predictors: (Constant), X4, X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer, diolah 2014
Berdasarkan tabel di atas
diperoleh Nilai F sebesar 30,208 dengan
nilai signifikasi sebesar 0,000< alpha 0,05.
Artinya secara serempak variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat pada taraf alpha 5 persen. Dengan
demikian:
- H0 hipotesis yang menyatakan
bahwa secara serempak biaya produksi
(X1), tenaga kerja (X2), total produksi
(X3) dan harga (X4) tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani
kakao (Y) di daerah penelitian, ditolak
( ditolak)
- H1 hipotesis yang menyatakan
bahwa secara serempak biaya produksi
(X1), tenaga kerja (X2), total produksi
(X3) dan harga (X4) berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani
kakao (Y), di daerah penelitian, diterima
(H1 diterima).
- Uji t (Uji Parsial)
Tamanan Kelapa Sawit
Hasil analisis data secara statistik
dengan program SPSS diperoleh nilai t
statistik masing-masing variabel bebas
sebagai berikut.
Tabel 8. Uji t Tanaman Kelapa Sawit
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std. Erro
r Beta
1 (Constant) 1.217 .168 7.256 .000
X1 .189 .064 .287 2.968 .004
X2 -.092 .074 -.146 -1.245
.217
X3 .177 .055 .278 3.239 .002
X4 .386 .092 .513 4.193 .000
Sumber : Data Primer Diolah 2014
Dari tabel di atas dapat dibuat
persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut :
Y = 1,217 + 0,189 X1– 0,092X2 +
0,177 X3 + 0,386X4
Berdasarkan persamaan regresi di
atas dapat diketahui bahwa variabel biaya
produksi ( ), total produksi (X3) dan
harga (X4) berpengaruh positif terhadap
pendapatan petani kelapa sawit (Y),
sedangkan tenaga kerja (X2) berpengaruh
negatif terhadap pendapatan petani
kelapa sawit (Y). Koefisien regresi
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
48
variabel-variabel bebas tersebut
memberikan arti sebagai berikut :
1. Koefisien regresi X1 bertanda positif
berarti bahwa penambahan biaya
produksi akan meningkatkan
pendapatan petani kelapa sawit,
sebaliknya jika biaya produksi
berkurang, maka pendapatan petani
kelapa sawit juga akan berkurang.
Nilai t sebesar 2,968 dengan
signifikansi 0,004, berarti bahwa
variabel biaya produksi berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan
petani kelapa sawit.
2. Koefisien regresi X2 bertanda negatif
berarti bahwa penambahan tenaga
kerja akan menurunkan pendapatan
petani kelapa sawit, sebaliknya jika
tenaga kerja berkurang, maka
pendapatan petani kelapa sawit juga
akan meningkat. Nilai t sebesar 1,245
dengan signifikansi 0,217, berarti
bahwa variabel tenaga kerja
berpengaruh tidak signifikan terhadap
pendapatan petani kelapa sawit
3. Koefisien regresi X3 bertanda positif
berarti bahwa bila total produksi
meningkat, maka pendapatan petani
kelapa sawit juga akan meningkat,
sebaliknya jika total produksi
berkurang, maka pendapatan petani
kelapa sawit juga akan berkurang. Nilai
t sebesar 3,239 dengan signifikansi
0,002, berarti bahwa variabel total
produksi berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan petani kelapa
sawit.
4. Koefisien regresi X4 bertanda positif
berarti bahwa bila harga jual
meningkat, maka pendapatan petani
kelapa sawit juga akan meningkat,
sebaliknya jika harga jual menurun,
maka pendapatan petani kelapa sawit
juga akan berkurang. Nilai t sebesar
4,193 dengan signifikansi 0,000,
berarti bahwa variabel harga jual
berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani kelapa sawit.
Tamanan Kakao
Hasil analisis data secara statistik
dengan program SPSS diperoleh nilai t
statistik masing-masing variabel bebas
sebagai berikut.
Tabel 9. Uji t Tanaman Kakao
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std.
Error Beta
1 (Constant)
1.500 .199
7.530
.000
X1 .033 .077 .054 .433 .666
X2 .045 .074 .077 .602 .549
X3 .350 .079 .488 4.439
.000
X4 .153 .055 .254 2.771
.007
Sumber : Data Primer Diolah 2014
Dari tabel di atas dapat dibuat
persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut :
Y = 1,500 + 0,033 X1+ 0,045X2 +
0,350 X3 + 0,153 X4
Berdasarkan persamaan regresi di
atas dapat diketahui bahwa semua
variabel, yaitu biaya produksi (X1),
tenaga kerja (X2), total produksi (X3) dan
harga (X4) berpengaruh positif terhadap
pendapatan petani kakao (Y). Koefisien
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
49
regresi variabel-variabel bebas tersebut
memberikan arti sebagai berikut :
1. Koefisien regresi X1 bertanda positif
berarti bahwa penambahan biaya
produksi akan meningkatkan
pendapatan petani kakao, sebaliknya
jika biaya produksi berkurang, maka
pendapatan petani kakao juga akan
berkurang. Nilai t sebesar 0,433
dengan signifikansi 0,666, berarti
bahwa variabel biaya produksi
berpengaruh tidak signifikan terhadap
pendapatan petani kakao.
2. Koefisien regresi X2 bertanda positif
berarti bahwa penambahan tenaga
kerja akan meningkatkan pendapatan
petani kakao, sebaliknya jika tenaga
kerja berkurang, maka pendapatan
petani kakao juga akan berkurang.
Nilai t sebesar 0,602 dengan
signifikansi 0,549, berarti bahwa
variabel tenaga kerja berpengaruh
tidak signifikan terhadap pendapatan
petani kakao.
3. Koefisien regresi X3 bertanda positif
berarti bahwa bila total produksi
meningkat, maka pendapatan petani
kakao juga akan meningkat, sebaliknya
jika total produksi berkurang, maka
pendapatan petani kakao juga akan
berkurang. Nilai t sebesar 4,439
dengan signifikansi 0,000, berarti
bahwa variabel total produksi
berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan petani kakao.
4. Koefisien regresi X4 bertanda positif
berarti bahwa bila harga jual
meningkat, maka pendapatan petani
kakao juga akan meningkat, sebaliknya
jika harga jual menurun, maka
pendapatan petani kakao juga akan
berkurang. Nilai t sebesar 2,771
dengan signifikansi 0,007, berarti
bahwa variabel harga jual berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani
kakao.
2. Uji Intercrosing (Hubungan
antar Variabel)
- Kelapa Sawit
Berdasarkan hasil analisis juga diperoleh
intercrosing variabel penelitian pada
tanaman kelapa sawit sebagaimana
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Intercrosing Variabel untuk Tanaman Kelapa Sawit
Pendapatan
B.Produksi
T.Kerja
Produksi Harga
Pearson Correlation
Pendapatan
1.000 .742 .703 .736 .814
B.Produksi
.742 1.000 .781 .628 .769
T.Kerja .703 .781 1.000
.682 .849
Produksi .736 .628 .682 1.000 .735
Harga .814 .769 .849 .735 1.000
Sig. (1-tailed)
Pendapatan
. .000 .000 .000 .000
B.Produksi
.000 . .000 .000 .000
T.Kerja .000 .000 . .000 .000
Produksi .000 .000 .000 . .000
Harga .000 .000 .000 .000 .
Dapat dilihat pada bahwa tanaman
kelapa sawit, variabel harga mempunyai
hubungan yang lebih tinggi dengan
variabel lain, kecuali dengan biaya
produksi. Hal ini berarti bahwa variabel
harga dapat memberikan pengaruh yang
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
50
lebih besar terhadap variabel yang lain,
dibandingkan dengan variabel lainnya.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa
intercrosing variabel-variabel tersebut
adalah signifikan.
- Kakao
Berdasarkan hasil analisis juga
diperoleh intercrosing variabel penelitian
pada tanaman kakao sebagaimana
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Intercrosing Variabel untuk Tanaman Kakao
Pendapata
n
B.Produk
si T.Kerja
Produksi Harga
Pearson Correlation
Pendapatan
1.000 .607 .616 .733 .621
B.Produksi
.607 1.000
.804 .704 .580
T.Kerja
.616 .804 1.000
.716 .573
Produksi
.733 .704 .716 1.000 .596
Harga
.621 .580 .573 .596 1.000
Sig. (1-tailed)
Pendapatan
. .000 .000 .000 .000
B.Produksi
.000 . .000 .000 .000
T.Kerja
.000 .000 . .000 .000
Produksi
.000 .000 .000 . .000
Harga
.000 .000 .000 .000 .
Dapat dilihat pada bahwa tanaman
kakao, variabel produksi mempunyai
hubungan yang lebih tinggi dengan
variabel lain, kecuali dengan tenaga kerja.
Hal ini berarti bahwa variabel produksi
dapat memberikan pengaruh yang lebih
besar terhadap variabel yang lain,
dibandingkan dengan variabel lainnya.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa
intercrosing variabel-variabel tersebut
adalah signifikan. Variabel yang
berkorelasi paling tinggi terhadap tenaga
kerja adalah biaya produksi.
Pembahasan
Untuk mengetahui faktor-faktor
determinan alih fungsi lahan tanaman
kakao menjadi tanaman kelapa sawit
dilakukan interprestasi terhadap
variabel-variabel penelitian, sebagai
berikut:
- Pengaruh biaya produksi (X1)
terhadap pendapatan petani (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat ditentukan bahwa
variabel biaya produksi (X1) berpengaruh
positif terhadap pendapatan petani (Y),
baik pada tanaman kelapa sawit maupun
pada tanaman kakao.Namun
perbedaannya, pada tanaman kakao biaya
produksi tidak berpengaruh signifikan,
sedangkan pada tanaman kelapa sawit
berpengaruh signifikan. Dilihat dari
pengalokasian biaya produksi tersebut,
maka dapat diinterpretasikan bahwa
penggunaan biaya produksi pada
tanaman kelapa sawit lebih efisien
dibandingkan dengan tanaman kakao. Hal
ini juga sejalan dengan hasil analisis
deskriptif yang menunjukkan bahwa
penggunaan biaya produksi lebih baik
pada tanaman kelapa sawit daripada
tanaman kakao.
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
51
Dari hasil di atas menunjukkan
bahwa biaya produksi di daerah
penelitian memberikan pengaruh yang
nyata terhadap pendapatan petani kelapa
sawit. Penggunaan biaya produksi secara
optimal oleh petani yang disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman dampaknya
tanaman mampu meningkatkan jumlah
produksi yang signifikan sehingga
pendapatan petani juga meningkat.
Menurut Suratiyah (2008), biaya
produksi sebagai penunjang segala
aktifitas yang ada karena menyangkut
produktivitas tanaman dan keuntungan
bagi petani. Pengeluaran biaya produksi
yang optimal untuk tanaman mampu
meningkatkan hasil produksi tanaman
sehingga pendapatan petani juga
meningkat.
- Pengaruh tenaga kerja (X2)
terhadap pendapatan petani (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat ditentukan bahwa
variabel tenaga (X2) tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani
(Y), baik pada tanaman kelapa sawit
maupun pada tanaman kakao. Namun
perbedaannya, pada tanaman kakao
tenaga kerja berpengaruh positif,
sedangkan pada tanaman kelapa sawit
berpengaruh negatif. Dilihat dari
pengalokasian tenaga kerja tersebut,
maka dapat diinterpretasikan bahwa
penggunaan tenaga pada tanaman kelapa
sawit saat ini sudah melebihi dari yang
dibutuhkan, sehingga berpengaruh
negative terhadap pendapatan petani.
Sebaliknya pada tanaman kakao bahwa
penggunaan tenaga kerja masih kurang
untuk mendukung peningkatan produksi.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan
bahwa penggunaan tenaga kerja lebih
baik pada tanaman kelapa sawit daripada
tanaman kakao.
Dalam usahatanianya, para petani
pada umumnya menggunakan tenaga
kerja sendiri bersama keluarga. Menurut
Mubyarto (2002), penggunaan tenaga
kerja sendiri bersama anggota keluarga
dalam menjalankan usahataninya dapat
mengurangi biaya yang dikeluarkan
sehingga pendapatan petani dapat
meningkat.
Menurut Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian
(2008) untuk perkebunan kakao rakyat
(Tanaman Menghasilkan/TM), kebutuhan
tenaga kerja per hektar adalah 105 – 120
HOK. Sumber tenaga kerja ini pada
umumnya adalah tenaga kerja dalam
keluarga. Sedangkan untuk perkebunan
kelapa sawit rakyat (TM), menurut
Sarwani (2008) kebutuhan tenaga kerja
per hektar adalah 80 – 90 HOK, yang pada
umumnya merupakan tenaga kerja dalam
keluarga.
Dengan demikian kebutuhan tenaga
kerja untuk tanaman kakao lebih banyak
dibandingkan dengan perkebunan kelapa
sawit. Perbedaan jumlah tenaga kerja
tersebut pada umumnya karena pada
tanaman kakao dibutuhkan tenaga kerja
pemeliharaan dan pasca panen yang lebih
banyak. Pada perkebunan kelapa sawit,
tenaga kerja pemeliharaan relatif sangat
sedikit dan tenaga kerja pasca panen
tidak ada.
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
52
- Pengaruh total produksi (X3)
terhadap pendapatan petani (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat ditentukan bahwa
variabel total produksi (X3) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pendapatan petani (Y), baik pada
tanaman kelapa sawit maupun pada
tanaman kakao. Dilihat dari hasil analisis
deskriptif menunjukkan bahwa
penggunaan total produksi lebih baik
pada tanaman kelapa sawit daripada
tanaman kakao. Menurut Soekartawi
(2002) bahwa produksi merupakan unsur
utama pendapatan petani, dimana
penggunaan faktor-faktor produksi
merupakan upaya untuk peningkatan
produksi, karena semakin tinggi produksi,
maka pendapatan petani juga akan
semakin tinggi. Hal ini juga diperjelas oleh
Suratiyah (2008), bahwa tujuan usahatani
adalah untuk memperoleh produksi yang
maksimal, karena produksi inilah yang
akan menjadi determinan pendapatan
petani. Oleh karena itu semakin tinggi
produksi (pada harga yang tetap), maka
pendapatan petani juga akan semakin
meningkat.
- Pengaruh harga (X4) terhadap
pendapatan petani (Y)
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dapat ditentukan bahwa
variabel harga (X4) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pendapatan
petani (Y), baik pada tanaman kelapa
sawit maupun pada tanaman kakao. Hasil
analisis deskriptif menunjukkan bahwa
harga jual lebih baik pada tanaman kelapa
sawit daripada tanaman kakao. Harga
merupakan faktor penentu pendapatan
petani yang berada di luar kendali petani.
Menurut Soekartawi (2002), petani
mengharapkan harga jual komoditas
pertaniannya meningkat agar
pendapatannya juga meningkat. Semakin
tinggi harga jual produk, maka
pendapatan petani juga akan semakin
meningkat. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Suratiyah (2008), bahwa
pada tingkat produksi yang sama, harga
jual menjadi faktor penentu naik
turunnya pendapatan usahatani.
- Variabel yang berpengaruh lebih
dominan terhadap pendapatan
petani
Dilihat dari besarnya nilai
koefisien regresi, variabel yang lebih
dominan mempengaruhi pendapatan
petani pada tanaman kelapa sawit adalah
harga (X4), sedangkan pada tanaman
kakao adalah total produksi (X3).
Berdasarkan hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa total produksi
pada tanaman kelapa sawit oleh petani
sudah mencapai optimal, sehingga faktor
yang lebih mempengaruhi terhadap
pendapatan adalah harga. Sedangkan
pada tanaman kakao, produksi masih
belum optimal sehingga untuk
meningkatkan pendapatan petani, masih
harus diupayakan peningkatan produksi.
- Koefisien determinasi
Dilihat dari besarnya nilai
koefisien determinasi pada masing-
masing, jenis tanaman, yaitu 0,733 pada
tanaman kelapa sawit dan 0,596 pada
tanaman kakao.Berdasarkan hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa variabel-
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
53
variabel biaya produksi, tenaga kerja,
total produksi dan harga lebih efisien
pada tanaman kelapa sawit dibandingkan
dengan tanaman kakao. Menurut
Soekartawi (2002), bahwa usahatani
dilakukan dengan mengalokasikan
sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani
dapat mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan
efisien bila pemanfaatan sumber daya
tersebut menghasilkan pengeluaran
(output) yang melebihi pemasukan
(input).
Berdasarkan perbedaan koefisien
determinasi tersebut, maka faktor
determinan yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan kakao
menjadi tanaman kelapa sawit adalah
biaya produksi, tenaga kerja, total
produksi dan harga yang lebih efisien
pada tanaman kelapa sawit. Dilihat dari
nilai koefisien determinasi yang lebih
tinggi pada tanaman kelapa sawit, berarti
bahwa variabel biaya produksi, tenaga
kerja, total produksi dan harga lebih
besar pengaruhnya terhadap pendapatan
petani. Hal ini selanjutnya menyebabkan
pendapatan petani dari usahatani kelapa
sawit lebih tinggi dari usahatani kakao.
Hasil penelitian Bhaskara, dkk (2012)
menunjukkan bahwa faktor utama
penyebab transformasi lahan pertanian
menjadi perkebunan kelapa sawit adalah
pendapatan yang lebih tinggi dari
perkebunan kelapa sawit dibandingkan
dengan usahatani lainnya. Setelah
mengusahakan perkebunan kelapa sawit,
pendapatan petani meningkat hampir dua
kali lipat (98%). Peningkatan pendapatan
ini selanjutnya terbukti meningkatkan
kesejahteraan petani.
KESIMPULAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara
simultan biaya produksi, tenaga kerja,
total produksi dan harga berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan petani
baik pada tanaman kelapa sawit maupun
pada tanaman kakao. Nilai koefisien
determinasi pada tanaman kelapa sawit
sebesar 0,733 dan pada tanaman kakao
sebesar 0,596. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel-variabel penelitian lebih
efisien pada tanaman kelapa sawit
dibandingkan pada tanaman kakao.
Secara parsial, pada tanaman kelapa sawit
hanya variabel tenaga kerja yang
berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap pendapatan petani,
sedangkan pada tanama kakao variabel
biaya produksi, tenaga kerja berpengaruh
tidak signifikan terhadap pendapatan
petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa
faktor determinan yang menyebabkan
terjadinya alih fungsi lahan kakao
menjadi tanaman kelapa sawit adalah
biaya produksi, tenaga kerja, total
produksi dan harga yang lebih efisien
pada tanaman kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2005. Standar Manajemen Kerja Kebun Kelapa Sawit. Incasi Raya Group. Padang.
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
54
Anonimous,2012.http://mariaonmarketing.blogspot.com/2012/01/definisi- harga-html.
Anonimous,
2012.http://ilmugreen.blogspot.com/2012/07/pengertian-produksi. Html.
Anonimous, 2013. Analisis PDB Sektor Pertanian
Tahun 2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Jakarta.
Anonimous, 2014.
Ikaberita.com/2014/05/sumut-news/item/2775-lahan-petanian-di-sumut-terus-menyusut.html.
Antariksa, Yodhia. 2009. Strategi Pemasaran dan
Bauran Pemasaran. http://rajapresentasi.com/2009/04/strategi-pemasaran-dan-bauran- pemasaran/.
Asni, 2005. Analisis Produksi, Pendapatan dan
Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Labuhan Batu, Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. (Tidak dipublikasikan).
Asni, Sya’ad Afifuddin, H.B. Tarmizi, Wahyu Ario
Pratomo, 2010. Analisis Produksi, Pendapatan dan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Labuhan Batu. http://jurnalmepaekonomi.blogspot.com/2010/05/analisis-produksi-pendapatan-dan-alih.html.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Seri Buku Inovasi: BUN/13/2008. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Bhaskara, Adhi Yudha; Kistiyanto, Marhadi
Slamet; dan Juniarti, 2012. Pengaruh Transformasi Lahan Pertanian Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Babulu Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Universitas Negeri Malang.
Bappenas dan PSE-KP, 2006. Penyusunan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Kerjasama Direktorat Pangan dan Pertanian-Kantor Menteri Negara Perencanaan Nasional dengan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik,2013. Air Joman Dalam
Angka 2013 Badan Pusat Statistik, 2013. Kabupaten Asahan
dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik, 2013. Sumatera Utara
dalam Angka 2013. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Asahan, 2013. Data Statistik Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar Kabupaten Asahan.
Fadjarajani, Siti. 2001. Pengaruh Alih Fungsi
Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Petani di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung (Implikasi pada Perencanaan Pengembangan Wilayah Bandung). Digital Library KMR GITB, Bandung.
Franskennedy, Rio. 2013. Dampak Negatif di Balik
Keuntungan Berkebun Kelapa Sawit. http://riofrans.blogspot.com/2013/11/dampak-negatif-dibalik-keuntungan.html.
Hasan, M, 2002. Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi
Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Isa, I. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Pertanian. Prosiding Seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Badan Litbang Departemen Pertanian. Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries Japan dan ASEAN Secretariat. Jakarta.
Seminar Nasional Pengembangan Agribisnis Perkebunan dalam Menghadapi Persaingan Global 04-05 April 2018 DOI: https://doi.org/10.31289/snpapmpg.v1i1.77 http://proceeding.uma.ac.id/index.php/semnasagribisnis
55
Mubyarto, 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
________, 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi
Ketiga. LP3ES. Jakarta. Pahan, Iyung. 2008. Kelapa Sawit : Manajemen
Agribisnis dari Hulu hingga Akhir. Jakarta. Penebar Swadaya.
Rustiadi, E.,S. Saefulhakim dan D.R. Panuju. 2006.
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. IPB. Bogor.
Sarwani, M. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa
Sawit. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sempurnajaya, S.R. 2012.Selama Lima Tahun ke
Depan, Produksi Kakao Dipediksi Turun 11 %. http://www.neraca.co.id/article/11590/Selama-Lima-Tahun-ke-Depan-Produksi-Kakao-Diprediksi-Turun-11.
Siregar T.H.S. Slamet R. Dan Laeli N. 2011. Budi
Daya Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta Soekartawi, 2002.Prinsip Dasar Ekonomi
Pertanian: Teori dan Aplikasi, Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Alfabet. Bandung. Suhendry I, Darussamin A. Dan Karyudi, 2002. The
Possibility of Natural Rubber Development to Word dry areas in Indonesia. Indonesia Rubber Research Medan Institute.
Sunarko, 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun
Kelapa Sawit dengan Sistem Kemitraan. Cetakan Pertama. Penerbit PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Suratiyah, Ken, 2008. Ilmu Usaha Tani. Cetakan Kedua. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh, Erlangga. Jakarta.
Umar H., 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi
dan Tesis Bisnis. Cetakan ke-6. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Wahid A, Jhon Tafbu Ritonga, Sya’ad Afifuddin,
Irsyad Lubis. 2010. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Mengkonversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit di Kebupaten Asahan. http://jurnalmepaekonomi.blospot.com/2010/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-masyarakat-mengkonversi-lahan-html.
Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan
Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Garang Jawa Timur. Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Asean Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor.
World Bank. 2005. Public Private Partnership for
Agriculture in Eastern Indonesia : Comparetives study of the Beef, Coffee and Cocoa.