ANALISA KEKERINGAN MENGGUNAKAN INDEKS DESIL PADA
DAS ROKAN PROVINSI RIAU Rizqina Dyah Awaliata
1, Ussy Andawayanti
2, Rahmah Dara Lufira
2
1Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2Dosen Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
1Email: [email protected]
ABSTRAK
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan,
berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas, dan bersifat lintas
sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Dengan adanya penelitian
ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk mengestimasi adanya kekeringan.
Penelitian ini menggunakan metode Indeks Desil untuk menghitung indeks kekeringan.
Setelah melakukan perhitungan indeks kekeringan dilakukan pembuatan peta persebaran
tingkat kekeringan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kekeringan terparah terjadi pada tahun 2013 sampai 2014.
Rata-rata perbandingan antara data debit dan data tingkat Desil pada kedua stasiun hujan
sebesar 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara debit dan data tingkat Desil
memiliki kesesuaian yang baik. Hasil analisa apabila dikaitkan dengan kejadian El Nino
memiliki kesesuaian sebesar 32%, hal ini bisa dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kondisi hujan pada lokasi studi. Berdasarkan hasil analisa didapatkan grafik
trend akumulasi curah hujan tahunan, dimana tahun awal terjadinya climate change adalah
pada tahun 2003. Tahun 1990 sampai tahun 2003 kondisi persebaran tingkat kekeringan
pada lokasi studi cenderung “Normal ke Kering sampai Sangat Kering”, sedangkan pada
tahun 2003 sampai tahun 2014 kondisi persebaran tingkat kekeringan pada lokasi studi
cenderung “Normal ke Kering sampai Sangat Kering”.
Kata kunci: Indeks Kekeringan, indeks Desil, Sebaran Kekeringan, ENSO, Climate
Change.
ABSTRACT
Drought is one type of natural disaster that occurs slowly, lasting until the rainy
season, wide impact, and across sectors (ex: economic, social, health, education, and
others). This research is expected to be one of the references for estimating drought. This
research uses Deciles Index to calculate the drought index. After the calculation drought
index then create a distribution map of drought using Geographic Information System
(GIS). The result showed that the worst drought occurred in 2013 untill 2014. The average
ratio between the data flow and data Deciles level at the two rainfall station is 50%. It
shows that between the flow data and the Deciles level data have good agreement. The
results of the analysis if it is linked with El Nino have compatibility by 32%. this could be
due to other factors which affecting the rainy conditions at the study site. Based on the
analysis results obtained accumulation trend graphs of annual rainfall, where the beginning
of the climate change was in 2003. In the 1990 to 2003 condition dryness level distribution
in the study site are likely "Normal to Dry till Very Dry", while in 2003 until 2014
distribution condition dryness level in the study site are likely "Normal to Dry until Very
Dry".
Keywords: Drought Index, Deciles Index, Distribution of Drought, ENSO, Climate
Change
PENDAHULUAN
Kekeringan merupakan salah satu
jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan, berlangsung lama sampai
musim hujan tiba, berdampak sangat luas,
dan bersifat lintas sektor (ekonomi,
sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-
lain). Kekeringan merupakan fenomena
alam yang tidak dapat dielakkan dan
merupakan variasi normal dari cuaca
yang perlu dipahami.
DAS Rokan merupakan salah satu
bagian dari Wilayah Sungai Rokan yang
mempunyai luas DAS 19,150 km2. DAS
Rokan mempunyai peranan penting bagi
masyarakat kabupaten rokan karena air
pada DAS tersebut digunakan untuk
ketersediaan air bersih dan suplai air
untuk pertanian. Menurut data sementara
Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Perlindungan Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Riau, hingga saat
ini sudah 4 kabupaten melaporkan status
lahan kekeringan. Kabupaten yang
melaporkan status kekeringan yakni
Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu,
Kuantan Singingi dan Rokan Hulu.
Oleh karena itu diperlukan analisa
indeks kekeringan sederhana pada DAS
Rokan untuk mengetahui tingkat
kekeringan yang terjadi di daerah studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menambah wawasan mengenai
perhitungan kekeringan dengan
menggunakan Indeks Desil dan dapat
memberikan informasi dalam mendeteksi
gejala kekeringan lebih dini dan
antisipasi terhadap kejadian bencana
kekeringan di DAS Rokan Provinsi Riau,
sehingga dapat mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan oleh bencana
kekeringan.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Studi ini dilakukan di DAS Rokan
yang berada di wilayah Sungai Rokan
dengan luas 22,454 km2 dan secara
astronomis terletak antara 99,622 BT-
101,809 BT serta 0,068 LU-2,307 LU.
Wilayah Sungai Rokan berhulu di
rangkaian Bukit Barisan yang
memanjang pada sisi barat Pulau
Sumatera, mengalir kearah timur dan
bermuara pada pantai timur Pulau
Sumatera, di Selat Malaka.
Gambar 1 Peta DAS Rokan
Metode Analisa
Data-data yang diperlukan untuk
menyelesaikan studi ini adalah sebagai
berikut:
1. Peta rupa bumi digital yang
mencakup seluruh areal DAS
Rokan.
2. Peta batas DAS Rokan dan peta
stasiun hujan.
3. Data curah hujan bulanan stasiun
hujan yang ada di DAS Rokan
Provinsi Riau dari tahun 1990-
2014.
4. Data AWLR tahun 2007-2014.
5. Data SOI (Southern Osciollation
Index/Indeks Osilasi Selatan) tahun
1990-2014.
Tahapan Analisa
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data sekunder
yaitu, peta digital, data curah hujan,
data AWLR dan data SOI.
2. Analisa Data Hujan
- Uji konsistensi data menggunakan
kurva massa ganda.
- Uji kestabilan varian
menggunakan Uji F.
- Uji kestabilan nilai rata-rata
menggunakan Uji T.
3. Analisa Kekeringan
Analisa indeks kekeringan pada
studi ini menggunakan Metode Desil.
4. Pemodelan Peta Isohyet Sebaran
Kekeringan
Penggambaran peta sebaran
indeks kekeringam menggunakan
ArcGIS 10.1 dengan metode IDW
(Inverse Distance Weighted).
5. Pembahasan dan Perhitungan
Hasil perhitungan kekeringan
indeks Desil dibandingkan dengan
data debit dan kejadian ENSO.
6. Tahun Awal Terjadinya Climate
Change
Dilihat dari grafik akumulasi
curah hujan tahunan pada DAS Rokan.
Indeks Kekeringan Metode Desil
Menurut Sudijono (2006) Desil (D)
adalah titik, skor atau nilai yang membagi
seluruh distribusi frekuensi dari data yang
diselidiki ke dalam 10 bagian yang sama
besar yang masing-masing sebesar 1/10
N. Sedangkan menurut Hadi (1989) Desil
pertama didefinisikan sebagai suatu titik
yang membatasi 10% frekuensi yang
terbawah dalam distribusi. Desil ketiga
adalah suatu titik yang membatasi 30%
frekuensi terbawah dalam distribusi.
Metode Desil telah diterapkan di
Australia untuk mengetahui tingkat
keparahan kekeringan pada lahan
pertanian/peternakan. Rumus metode
Desil-1 yaitu:
- Desil data tak berkelompok/data
tunggal:
dimana:
i = 1, 2, …, 9
- Desil data berkelompok:
[
]
dengan:
D1 : Desil-1 yang dicari pada suatu
titik yang membatasi 10%
frekuensi yang terbawah dalam
distribusi.
Bb : Batas bawah rentang interval
Desil-1
cfb : Frekwensi kumulatif di bawah
Desil-1 yang dicari
fd : Frekwensi pada interval Desil-1
yang dicari
N : Jumlah seluruh frekwensi dalam
distribusi
n : Desil yang dicari (n-1)
I : Lebar interval
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Analisa Hidrologi
Uji Konsistensi (Kurva Massa
Ganda)
Berdasarkan hasil uji konsistensi
menggunakan kurva massa ganda pada
DAS Rokan didapatkan adanya data yang
menyimpang sehingga data hujan
tersebut perlu diperbaiki.
Gambar 2 Uji Konsistensi Sta. Lubuk
Bendahara
Pada grafik di atas terlihat garis
patah mulai tahun 2014 sampai 2004,
sehingga perlu diperbaiki.
Faktor Koreksi
(
)
=
= 0,545
Data mulai tahun 2014 sampai
dengan 2004 dikoreksi dengan dikalikan
faktor koreksi 0,546.
Karena pada kurva masih terdapat
penyimpangan atau patahan maka perlu
dilakukan koreksi lagi sampai
mendapatkan kurva yang tidak
menyimpang. Pada stasiun hujan Lubuk
Bendahara ini baru didapatkan kurva
yang tidak menyimpang seperti pada
Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Uji Konsistensi Sta. Lubuk
Bendahara Setelah Dikoreksi
Setelah data hujan konsisten maka
data tersebut dapat digunakan untuk
perhitungan selanjutnya.
Uji Stasioner (Uji F dan Uji T)
Berdasarkan hasil Uji T dan Uji F
pada DAS Rokan menunjukkan nilai
yang stabil atau homogen yang berartio
bahwa data-data tersebut stasioner.
Analisa Kekeringan Metode Desil
Berdasarkan hasil analisa indeks
kekeringan Desil didapatkan bahwa
kekeringan paling parah terjadi selama 9
bulan berturut-turut yaitu pada bulan
Agustus 2013 sampai dengan April 2014.
Dari hasil perhitungan kekeringan
Desil-1 didapatkan prosentase curah
hujan dibawah normal (kering hingga
amat sangat kering) di semua stasiun
hujan, yaitu:
1. Periode defisit 1 bulanan sebesar
28% - 32% kejadian
2. Periode defisit 3 bulanan sebesar
24% - 32% kejadian
3. Periode defisit 6 bulanan sebesar
28% kejadian
4. Periode defisit 12 bulanan sebesar
28% kejadian
Analisa Peta Sebaran Kekeringan
Peta persebaran hasil kekeringan
dibuat dengan menggunakan software
ArcGIS 10.1, proses interpolasi
dilakukan dengan metode IDW (Inverse
Distance Weighted). Berdasarkan nilai
tingkat kekeringan Desil dengan periode
defisit 12 bulanan didapatkan tahun
paling kering adalah tahun 2013 sampai
2014 yang dapat dilihat pada Gambar 4
dan Gambar 5. Pada tahun 2013
kecamatan yang mengalami tingkat
kekeringan “Amat Sangat Kering” adalah
Kecamatan Tanah Putih Tanjung
Melawai, Tanah Putih, Bangun Purba dan
Rambah sedangkan pada tahun 2014
adalah Kecamatan Kandis, Bagan
Senimbah, Tambusai dan Kepenuhan.
Dari peta persebaran tingkat kekeringan
Desil didapatkan kecamatan yang
mengalami tingkat kekeringan “Amat
Sangat Kering” terbanyak selama 25
tahun pengamatan adalah Kecamatan
Kandis, Ujung Batu dan Bangun Purba.
Perbandingan Hasil Analisa
Kekeringan dengan Data SOI
Dari hasil perhitungan akan
dilakukan pembahasan hasil perhitungan
status kekeringan terhadap kejadian
El-Nino. Pembahasan ini bertujuan
untuk melihat kemiripan hasil analisa
dengan kejadian di lapangan berdasarkan
nilai SOI (Southern Osciollation Index /
Indeks Osilasi Selatan).
Gambar 4 Peta Persebaran Tingkat Kekeringan Periode Defisit 12 Bulanan
Tahun 2013
Gambar 5 Peta Persebaran Tingkat Kekeringan Periode Defisit 12 Bulanan
Tahun 2013
Tabel 1 Prediksi Kesesuaian El Nino
dengan Kekeringan Metode Desil pada
DAS Rokan Periode Tahunan
Tahun SOI Status Indeks
Kekeringan Kesesuaian
1990 Normal Kering Tidak
1991 El Nino Lemah-Sedang Normal Tidak
1992 El Nino Kuat Kering Tidak
1993 El Nino Lemah-Sedang Normal Tidak
1994 El Nino Kuat Normal Tidak
1995 Normal Normal Sesuai
1996 La Nina Normal Tidak
1997 El Nino Kuat Sangat Kering Sesuai
1998 Normal Normal Sesuai
1999 La Nina Normal Tidak
2000 La Nina Kering Tidak
2001 Normal Normal Sesuai
2002 El Nino Lemah-Sedang Normal Tidak
2003 Normal Basah Tidak
2004 Normal Basah Tidak
2005 Normal Kering Tidak
2006 Normal Normal Sesuai
2007 Normal Basah Tidak
2008 La Nina Normal Tidak
2009 Normal Normal Sesuai
2010 La Nina Basah Sesuai
2011 La Nina Normal Tidak
2012 Normal Normal Sesuai
2013 Normal Sangat Kering Tidak
2014 Normal Sangat Kering Tidak
Sumber: Hasil Analisa
Nilai kesesuaian El Nino dengan indeks
kekeringan metode Desil sebesar 32%,
hal ini bisa dikarenakan adanya faktor
lokasi dimana lokasi studi terletak pada
Lintang Utara sedangkan SOI merupakan
indeks yang terjadi di Australia yang
berada pada Lintang Selatan sehingga
kondisi curah hujan pada lokasi studi
tidak terlalu terpengaruh oleh fenomena
El Nino maupun La Nina.
Perbandingan Hasil Analisa
Kekeringan dengan Data Debit
Analisa hasil perhitungan juga dapat
dilakukan dengan membandingkan hasil
perhitungan dengan data debit yang ada
di wilayah studi. Perbandingan dilakukan
untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara indeks kekeringan dengan debit
sungai yang dapat dilihat pada Gambar 6
dan Gambar 7.
Perbandingan debit dan tingkat
kekeringan hanya menggunakan 2
perbandingan stasiun yang paling dekat
dengan pos duga air Lubuk Bendahara
saja untuk mengetahui apakah debit
apakah debit pada pos duga air Lubuk
Bendahara berhubungan dengan
kekeringan yang terjadi.
Trend yang terjadi dari kedua data
yang dibandingkan tidak identik
dikarenakan ada faktor-faktor yang
mempengaruhi debit di sungai tersebut
selain curah hujan, seperti faktor
topografi dimana terjadi peristiwa
penguapan dan pengisian cekungan,
adanya pertemuan anak sungai, kesalahan
pencatatan data debit maupun curah
hujan serta banyaknya pembangunan dan
urbanisasi.
Gambar 6 Data Debit Pos Duga Air Lubuk Bendahara dan Data Tingkat Desil
Stasiun Hujan Lubuk Bendahara Tahun 2007-2014
Tabel 2 Rekapitulasi Kecocokan Status
antara Data Debit Pos Duga Air Lubuk
Bendahara dan Data Tingkat Desil
Stasiun Hujan Lubuk Bendahara Tahun
2007-2014
Tahun Kecocokan Status (%)
2007 50.0
2008 50.0
2009 58.3
2010 33.3
2011 58.3
2012 58.3
2013 50.0
2014 41.7
Rata-rata 50.0
Sumber: Hasil Analisa
Rata-rata perbandingan antara data
debit dan data tingkat Desil pada Gambar
6 sebesar 50,0%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa antara debit dan
data tingkat Desil memiliki kesesuaian
yang baik.
Trend yang terjadi dari kedua data
yang dibandingkan tidak identik karena
semakin jauh jarak pos duga air Lubuk
Bendahara dengan stasiun hujan lainnya
dapat mempengaruhi hasil perbandingan.
Tabel 3 Rekapitulasi Kecocokan Status
antara Data Debit Pos Duga Air Lubuk
Bendahara dan Data Tingkat Desil
Stasiun Hujan Bagan Batu Tahun 2007-
2014
Tahun Kecocokan Status (%)
2007 66.7
2008 50.0
2009 41.7
2010 58.3
2011 50.0
2012 41.7
2013 50.0
2014 41.7
Rata-rata 50.0
Sumber: Hasil Analisa
Rata-rata perbandingan antara data
debit dan data tingkat Desil pada Gambar
7 sebesar 50,0%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa antara debit dan
data tingkat Desil memiliki kesesuaian
yang baik.
Tingkat Kekeringan Sebelum dan
Sesudah Climate Change
Untuk mengetahui tahun awal terjadinya
climate change pada DAS Rokan dapat
dilakukan dengan membuat grafik
Gambar 7 Data Debit Pos Duga Air Lubuk Bendahara dan Data Tingkat Desil
Stasiun Hujan Bagan Batu Tahun 2007-2014
akumulasi dari data curah hujan pada
DAS Rokan.
Gambar 8 Pembuktian Climate Change
pada DAS Rokan
Dari gambar tersebut didapatkan
tahun awal terjadinya climate change
pada DAS Rokan dalam rentang waktu
25 tahun dari tahun 1990 hingga tahun
2014 yaitu pada tahun 2003.
Berdasarkan bukti tersebut maka
penulis menganalisa tingkat kekeringan
sebelum dan sesudah climate change
pada tahun 2003 melalui gambar peta
persebaran tingkat kekeringan Desil.
Gambar 9 Persebaran Kekeringan
Sebelum Climate Change Tahun 2003
Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa
pada tahun 1990 sampai tahun 2003
kondisi persebaran tingkat kekeringan
pada lokasi studi cenderung “Normal ke
Kering sampai Sangat Kering” kecuali
1999 dan 2003 yang menunjukkan
tingkat kekeringan “Normal ke Basah”.
Gambar 10 Persebaran Kekeringan
Sesudah Climate Change Tahun 2003
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa
pada tahun 2003 sampai tahun 2014
kondisi persebaran tingkat kekeringan
pada lokasi studi cenderung cenderung
“Normal ke Kering sampai Sangat
Kering” kecuali pada tahun 2006 dan
2011 yang menunjukkan tingkat
kekeringan “Amat Sangat Kering” dan
“Normal ke Basah” pada tahun 2007.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan
sebelumnya, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Dengan 25 tahun pengamatan pada
DAS Rokan, prosentase kejadian
kekeringan menggunakan metode
Desil pada periode defisit 1 bulanan
dengan keadaan curah hujan dibawah
normal (kering hingga amat sangat
kering) di semua stasiun hujan
berkisar antara 28% - 32% kejadian.
Pada periode defisit 3 bulanan
keadaan curah hujan dibawah normal
berkisar antara 24% - 32% kejadian.
Pada periode defisit 6 bulanan
keadaan curah hujan dibawah normal
di semua stasiun hujan adalah 28%
kejadian, sedangkan pada periode
defisit 12 bulanan atau tahunan
keadaan curah hujan dibawah normal
adalah 28% kejadian.
2. Dari peta persebaran curah hujan
Desil-1 dengan 25 tahun pengamatan
pada DAS Rokan menggunakan
bantuan metode IDW pada software
Arc GIS 10.1, pada periode 1, 3, 6
dan 12 bulanan kecamatan yang
mengalami kekeringan terbanyak
adalah Kecamatan Tanah Putih,
Kuntodarrusalam dan Rokan IV
Koto. Sedangkan pada persebaran
tingkat kekeringan Desil, kecamatan
yang mengalami tingkat kekeringan
“Amat Sangat Kering” terbanyak
selama 25 tahun pengamatan adalah
Kecamatan Kandis, Ujung Batu dan
Bangun Purba.
3. Hasil analisa tingkat kekeringan
apabila dibandingkan dengan data
debit yang ada pada wilayah studi
memiliki beberapa kesamaan trend.
Rata-rata perbandingan antara data
debit dan data tingkat Desil pada
kedua stasiun hujan sebesar 50,0%.
4. Hasil analisa apabila dikaitkan
dengan kejadian El Nino
menunjukkan adanya kemiripan
trend dengan nilai kesesuaian El
Nino dan indeks kekeringan metode
Desil sebesar 32% dari 100%.
5. Berdasarkan hasil analisa didapatkan
grafik trend akumulasi curah hujan
tahunan, dimana tahun awal
terjadinya climate change pada DAS
Rokan dalam rentang waktu 25 tahun
dari tahun 1990 hingga tahun 2014
adalah pada tahun 2003. Tahun 1990
sampai tahun 2003 dan tahun 2003
sampai 2014 kondisi persebaran
tingkat kekeringan pada lokasi studi
cenderung “Normal ke Kering
sampai Sangat Kering”
SARAN
Berdasarkan hasil analisa yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya, adapun
beberapa saran yang dapat digunakan
sebagai rekomendasi terhadap beberapa
pihak, diantaranya:
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat diperlukan wilayah studi yang
lebih sempit, dan data hujan historis
yang digunakan dalam analisa
sebaiknya lebih panjang agar
didapatkan hasil analisa yang lebih
akurat. Kualitas data hujan juga perlu
diperhatikan, apakah data hujan yang
didapat terdapat banyak data kosong
atu tidak.
2. Perlu adanya data pembanding yang
lebih panjang agar hasil lebih akurat.
3. Perlu dibandingkan dengan metode
kekeringan lainnya sebagai
pembanding hasil kekeringan.
4. Perlu referensi yang lebih banyak
untuk menjelaskan metode Desil.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mencegah kekeringan
yang mungkin terjadi pada DAS
Rokan.
6. Penentuan climate change tidak dari
curah hujan saja supaya hasil lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adidarma, Wanny. 2004. Analisa
Kekeringan Dengan Berbagai
Pendekatan. Bandung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Air, Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah.
2. Australian Government Bureau of
Meteorology. 2015. Southern
Oscillation Index (SOI) since 1876.
http://www.bom.gov.au/climate/curr
ent/soihtm1.shtml. (diakses 22
September 2015).
3. Montarcih, L. & Soetopo, W. 2009.
Statistika Hidrologi Dasar. Malang:
Citra.
4. Mulyana, Erwin. 2002. Hubungan
Antara ENSO dengan Variasi Curah
Hujan di Indonesia. Jurnal Sains &
Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.3,
No. 1, hal. 1-4.
5. Supranto, J. 2008. Statistik: Teori
dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga.
6. Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi
Terapan. Yogyakarta : Beta Offset
Yogyakarta.
7. Tribun Pekanbaru. 2012. Musim
Kemarau, 4 Kabupaten di Riau
Melapor Alami Kekeringan.
http://pekanbaru.tribunnews.com/201
5/08/02/musim-kemarau-4-
kabupaten-di-riau-melapor-
kekeringan. (diakses 22 September
2015).
8. Umami, F.N. 2014. Aplikasi Sistem
Informasi Geografi Untuk Analisa
Kekeringan Menggunakan Metode
Desil Pada DAS Widas Kabupaten
Ngnjuk. Tidak dipublikasikan.
Malang: Universitas Brawijaya.