AKULTURASI ISLAM DAN ADAT DALAM TRADISI “MAKAN JANTUNG”
(STUDI KASUS DI DESA SEKELADI KEC. BATANG ASAI KAB.
SAROLANGUN JAMBI)
SKRIPSI
“Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata satu (S1) Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi”
Oleh:
MERISKA
NIM: (4616058)
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
1441 H/ 2020 M
i
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-
Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang engkau
berikan akhirnya karya yang sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat dan
salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.
Karya ini penulis persembahkan kepada: kedua orang tua penulis yang tercinta.
Sebagai tanda bukti, hormat dan rasa terima kasih yang tidak terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibunda Linda dan Ayahanda Asmayadi,
kakak Lisa Srihartati,adik penulis Alvin Nomberi. Beserta Keluarga besar di
Sekeladi dan di Tangkoi dan juga buat Abang Makmum Aviv, Abang Risdoyok
terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya. Sekaligus Geng Ulek Bulu
terima kasih sudah sama-sama berjuang dan saling mendukung satu sama lain
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dan buat seseorang yang
sekarang singgah dihati (Sovi Afriandi), terima kasih sudah menjadi sosok yang
sabar untuk aku yang kurang sabar. Semoga takdir dan keyakinan terjawab,
atas izin sang pencipta Allah Swt.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua dosen pembimbing tugas akhir
terima kasih banyak pak..,buk... sudah begitu banyak membantu selama ini,
sudah diajari, sudah dinasehati, serta bantuan dan kesabaran. Kebaikan bapak-
bapak dan ibuk-ibuk akan selalu terrukir dihati.
Meriska
ii
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Meriska
Nim : 4616.058
Tempat/tgl : Sekeladi, 01 Agustus 1997
Judul Skripsi : Akultutrasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung
(Studi Kasus di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai
Kabupaten Sarolangun Jambi).
Menyatakan dengan ini sesungguhnya karya ilmiah (skripsi) saya
dengan judul di atas adalah benar dan asli karya sendiri. Apabila
dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri , maka saya
bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dengan gelar kesarjanaan
saya dapat dicabut sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk
dapat dipergunakan dengan sebagaimana mestinya.
Bukittingi, 28 Juli 2020
Saya yang menyatakan
Meriska
Nim: 4616.058
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing tugas akhir mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukitting atas Nama Meriska Nim
4616.058 dengan Judul “Akulturasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung
di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi”
memandang bahwa tugas akhir yang bersangkutan telah memenuhi pesyaratan
ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke Sidang Ujian Akhir.
Demikian persetujuan diberikan untuk dapat digunakan seperlunya.
Bukittinggi, Juli 2020
Pembimbing
(Dr. Zulfan Taufik, MA.Hum)
NIP: 198807172018011003
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul: “Akulturasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan
Jantung di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun
Jambi” yang disusun oleh Meriska Nim 4616058, telah diuji dalam Sidang
Munaqasya Program Studi Sosiologi Agama (SA) Fakultas Ushuluddin Adab dan
Dakwah (FUAD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, hari tanggal
dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat dalam mencapai gelar
Sarjana (S1) pada Program Studi Sosiologi Agama.
Bukittinggi, 28 Juli 2020
Mengetahui dan menyetujui:
Dosen Pembimbing
Dr. Zulfan Taufik, MA. Hum
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah Swt, yang senantiasa
memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan oleh
penulis. Shalawat beriring salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad Saw, yang telah meninggalkan dua pedoman hidup bagi kita
sebagai bekal baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih buat
Ayahanda dan Ibunda serta keluarga besar dan pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelesaian karya kecil ini, yang penulis beri judul: “ Akulturasi Islam dan Adat
dalam Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai
Kabupaten Sarolangun Jambi.”
Penulis sangat menyadari bahwa di dalamnya masih banyak terdapat
kesalahan, kekurangan dan penulis mengalami kesulitan serta rintangan, berkat
bantuan yang diberikan sehingga kesulitan-kesulitan tersebut dapat teratasi
dengan baik. Akhirnya penyusunan skripsi ini terselesaikan atas bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak maka dari itu penulis ucapkan
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Rektor dan Wakil Rektor IAIN Bukittinggi, terima kasih yang telah
mempasilitasi semua perlengkapan perkuliahan sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir di IAIN Bukittinggi.
vi
2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, terima
kasih telah membimbing dan menyediakan semua kebutuhan penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini di IAIN Bukitting, Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah.
3. Ketua program Studi Sosiologi Agama, terima kasih telah membimbing
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) di IAIN Bukittinggi.
4. Bapak Dr. Zulfan Taufik, MA. Hum selaku dosen pembimbing 1 terima
kasih atas semua bimbingan, saran dan juga masukan sebagai motivasi
bagi penulis di dalam menyelesaikan skripsi ini (tugas akhir) di IAIN
Bukittinggi
5. Bapak/ibuk semua dosen, karyawan/i di IAIN Bukittinggi, terima kasih
telah mengajarkan penulis mengenai perjuangan dalam pendidikan dan arti
sebuah kesabaran karena hal tersebut penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
6. Terima kasih juga saya ucapkan kepada bapak Kepala Desa Sekeladi,
bapak Rusniyanto, bapak Adri, dan abang kami Makmum Aviv beserta
masyarakat Desa Sekeladi, yang membantu dalam memberikan informasi
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Terima kasih kepada sahabat-sahabat dan orang-orang terdekat saya, yang
telah membantu memberikan semangat dan motivasi serta masukan dalam
menggapai cita-cita saya di IAIN Bukittinggi. Mudah-mudahan kita semua
selalu diberikan kesehatan, kekuatan dan kesabaran di setiap hembusan
vii
nafas. Dan semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis
dibalas oleh Allah Swt, dengan kebaikan.
Bukittinggi, 28 Juli 2020
Penulis
Meriska
4616058
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ i
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Batasan Masalah ................................................................................. ..7
C. Rumusan Masalah ............................................................................... ..8
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. ..8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
F. Penjelasan Judul ..................................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tradisi dalam Masyarakat .................................................................... 13
1. Definisi tradisi ............................................................................... 13
2. Teori tindakan tradisional .............................................................. 15
3. Tujuan tradisi ................................................................................. 16
4. Fungsi tradisi ................................................................................. 17
ix
B. Nilai-Nilai dalam Masyarakat .............................................................. 17
1. Pengertian nilai............................................................................... 17
2. Pengertian nilai sosial .................................................................... 19
3. Pengertian nilai budaya .................................................................. 20
4. Pengertian nilai moral .................................................................... 21
5. Pengertian nilai persaudaraan ........................................................ 22
6. Pengertian nilai agama ................................................................... 22
7. Pengertian nilai mistik...................................................................... 24
C. Akulturasi Islam dan Adat ..................................................................... 24
D. Penelitian Relevan ................................................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 35
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .............................................. 35
C. Informan dan Objek penelitian............................................................. 36
D. Sumber Data ......................................................................................... 37
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 38
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 40
G. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Mengenal Desa Sekeladi
1. Sejarah Singkat Desa Sekeladi ....................................................... 44
2. Jarak Desa Sekeladi dengan Desa yang lain .................................. 46
3. Mata Pencaharian di Desa Sekeladi ............................................... 47
x
4. Jumlah Penduduk di Desa Sekeladi ............................................... 48
5. Sarana Ibadah dan Sarana Pendidikan di Desa sekeladi ................ 50
B. Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi ............................................. 52
C. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Tradisi Makan Jantung ............. 66
D. Akulturasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung ................... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 73
B. Saran ..................................................................................................... 74
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
ABSTRAK
Skripsi atas Nama Meriska NIM. 4616058, yang berjudul “Akulturasi Islam
dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi Kecamatan
Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi”, 2020.
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi
Muhammad Saw. Sebagai pedoman bagi umat seluruh alam dalam bertingkah
laku, namun sebelum kedatangan Islam, masyarakat salah satunya di Desa
Sekeladi, sudah menganut sistem adat. Hal ini tidak serta merta membuat adat
tersebut hilang namun memperkayanya dengan unsur-unsur Islam. Seperti
pelaksanaan yang bersamaan dengan menyambut bulan puasa, kemudian
perayaan Idul Fitri serta terdapat Khutbah keagamaan dan do’a.
Dalam membahas skripsi ini, penulis menggunakan penelitian lapangan
dengan metode kualitatif deskriftif dengan bentuk kata-kata dan bahasa.
Peneliti melakukan penelitian dengan pengumpulan data menggunakan
pedoman wawancara, observasi dan dokumentasi, yang menjadi sumber
informasi adalah tetua adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta
masyarakat yang lama tinggal di Desa Sekeladi, untuk memperoleh gambaran
umum mengenai Akultuasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan jantung. Dari
data yang terkumpul penulis mengolahnya dengan teknis analisis data Miles
dan Hubermiles. Kemudian data tersebut dianalisis melalui tiga tahapan yaitu,
Reduksi data, Peyajian data dan penarikan kesimpulan.
Kata Kunci: Islam, Adat, Tradisi Makan Jantung
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sangat terkenal dengan masalah keragaman
budaya dan tradisi setempat. Budaya maupun tradisi lokal pada masyarakat
Indonesia tidak hanya memberikan warna dalam percaturan kenegaraan, tetapi
juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagamaan
masyarakat. Agama dan budaya merupakan dua unsur penting dalam
masyarakat yang saling mempengaruhi, ketika ajaran agama masuk dalam
sebuah komunitas yang berbudaya akan terjadi tarik-menarik antara
kepentingan agama di satu sisi dengan kepentingan budaya di sisi lain.
Islam yang hadir di Indonesia juga tidak dilepaskan dari budaya dan
tradisi yang melekat erat pada masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan
manusia dan kebudayaan adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan karena
dimana manusia itu hidup dan menetap pasti manusia akan hidup sesuai
dengan kebudayaan yang ada di daerahnya masing-masing. Manusia
merupakan makhluk sosial yang berinteraksi satu sama lain dan melakukan
suatu kebiasaan yang terus-menerus mereka kembangkan dan kebiasaan-
kebiasaan tersebut akan menjadi kebudayaan.1
Pada masyarakat majemuk yang mempunyai basis keyakinan dan
kearifan lokal kultural dan agama yang kuat, diperlukan pendekatan terhadap
1 Buhori, “Islam dan Tradisi Lokal di Nusantara: Telaah Kritis Terhadap Pelet Betteng Pada
Masyarakat Madura Dalam Perspektif Islam”, Al-Maslahah, Vol. 13, No. 02 (2017): 2.
2
masyarakat yang sesuai dengan kearifan dan keyakinan yang mereka miliki.
Indonesia merupakan Negara yang amat kaya akan kebudayaan, hampir setiap
daerah di seluruh Indonesia memiliki adat, bahasa, kebiasaan masing-masing
dan beberapa diantaranya sangat terkenal di tingkat Nasional maupun
Internasional. Menjadi daya tarik tersendiri bagi warga Negara lain untuk
berkunjung ke Indonesia, bahkan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya
bermigrasi dan menetap di Indonesia.2 Sehingga masyarakat Indonesia dikenal
dengan masyarakat yang majemuk atau multikultural. Sebagaimana Firman
Allah SWT dalam Surah Hujarat ayat 13 yang berbunyi:
وأ نث ذكر من خلقناك م إنا الناس أيها يا لتعارف ىا وقبائل ش ع ىبا وجعلناك م عندا أكرمك م إن
أتقاك م إن خبيرخب عليم الل
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”(
Q.S Hujarat: 13).3
Berdasarkan ayat di atas bahwa manusia memiliki kedudukan yang
sama kecuali dalam hal ketakwaan. Manusia memiliki suku, bahasa, agama, ras
adat-istiadat dan lain sebagainya yang berbeda-beda. Sehingga dengan begitu
disetiap daerah memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya budaya lokal atau
tradisi yang bernuansa Islami.
2 Abdurrahman Fathoni, Antropologi Sosial Budaya (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 26.
3 Al-Qur’an Surah Hujarat Ayat 13
3
Di Ranah Melayu Jambi, nilai-nilai Islam sejak dahulu menjadi nilai
yang terintegrasi dalam kehidupan sosial masyarakat Jambi. Hal ini terlihat
dalam falsafah yang hidup di tengah-tengah masyarakat yakni “Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Dengan begitu tidak heran lagi jika model
pemerintah adat tradisional Jambi, sangat kental dengan nilai-nilai keislaman
yang bercampur dengan budaya Melayu.
Nilai-nilai inilah yang menjadi karakteristik khas kehidupan sosial
masyarakat Jambi, sekaligus membedakan dengan daerah lainnya. Selain itu
pengaruh Islam dalam tradisi dan budaya Jambi, juga dapat dilihat dari
penggunaan aksara Arab Melayu, Arab Gundul dan huruf Jawi pada karya
tulis masyarakat Melayu Jambi serta adanya akulturasi antara Islam dan Adat
diberbagai daerah yang ada di Jambi.4
Salah satu tradisi yang menunjukkan adanya percampuran antara Islam
dan budaya lokal di Jambi, adalah tradisi makan jantung di Desa Sekeladi
Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Terdapat
suatu tradisi yang mengandung unsur agama Islam di dalamnya. Masyarakat
Desa Sekeladi mayoritas beragama Islam, Bulan Ramadhan yang datang setiap
tahunnya dirayakan oleh umat Islam di desa Sekeladi. Dengan rasa wujud
syukur kepada Allah dan riang gembira karena dipertemukan kembali di bulan
Ramadhan, suasana bulan Ramadhan ditandai dengan adanya lantunan ayat
4 Yudi Armansyah, “Kontribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi Lokal”, Sosial
Budaya, Vol. 14, No. 1 (2017): 1-6.
4
suci Al-Qur’an di masjid-masjid, membersihkan sarana umum dan
melaksanakan tradisi Bantai Adat.
Salah satu cara yang dilakukan umat Muslim di Kabupaten Sarolangun
Desa Sekeladi, untuk menjalin kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi
memasuki bulan suci Ramadhan yaitu tradisi Bantai Adat. Bantai Adat
merupakan tradisi masyarakat secara turun-temurun dari zaman dahulu kala
menjelang Ramadhan. Tradisi ini ditandai dengan pemotongan ternak kerbau
dengan jumlah yang minim beberapa hari menjelang puasa, daging yang
dipotong tersebut dijual kepada warga dengan harga yang relatif murah.
Seluruh warga desa umumnya mendapatkan daging kerbau termasuk keluarga
yang kurang mampu.5
Kemudian jantung kerbau tersebut diberikan kepada Kepala Desa untuk
disimpan. Jelang beberapa jam, Kepala Desa mengajak warga masyarakat
untuk makan bersama-sama yang disebut dengan sedekah (Megang) yang
bertujuan untuk mengagungkan bulan suci Ramadhan sebagai bentuk rasa
syukur dan bersuka cita serta sebagai persiapan untuk menghadap bulan puasa
sampai dengan akhir puasa.
Adapun tahapan pelaksanaan tradisi makan jantung sebagai berikut:
1. Persiapan pelaksanaan makan jantung. Sebelum makan jantung terlebih
dahulu diadakan musyarwarah. Persiapan yang paling inti adalah
5 Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25 WIB
5
membentuk panitia pelaksanaan makan jantung. Seperti adanya protokol,
kata sambutan dari Kepala Desa, Pembacaan Khutbah Negri dan Kata
Sambutan dari salah satu pemuda/i.
2. Kegiatan hari kedua merupakan acara Nyalang atau mengunjugi kuburan,
membaca Yasin dan Tahlil. Setelah itu acara mengunjugi rumah pegawai
syara’, Khotib dan Bilal serta Kepala Sekolah untuk menjalin silaturahim
sebagaimana pepatah Adat mengatakan “Ramai Negri oleh nan mudo, elok
Negri oleh nan tuo”.
3. Waktu pelaksanaan makan jantung, dalam pelaksanaan masih melestarikan
budaya leluhur. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu bertepatan pada hari
ketiga Hari Raya Idul Fitri. Tradisi makan jantung yang merupakan acara
Adat dari rangkaian Bantai Adat atau pemotongan ternak kerbau pada awal
puasa serta menyambung Adat yang dititipkan oleh nenek moyang
terdahulu Desa Sekeladi, diketahui empat orang sebagai berikut: Meh
Tempat, Meh Nian, Meh Cayo dan Meh Cunu 6
Keempat Tokoh tersebut merupakan awal dari terbentuknya tradisi
makan jantung hingga saat sekarang tradisi di tengah-tengah masyarakat masih
kental dan kuat. Tradisi yang dipercaya oleh masyarakat yakni adanya
pantangan dan larangan yang dianggap sangat berpengaruh terhadap
kehidupan. Contohnya saja ketika pelaksanaan memberi sesajen kepada
penjaga Kampung dalam acara makan jantung, tidak ada warga yang
6 Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25 WIB
6
meninggalkan Kampung sampai dengan selesai karena hal tersebut sudah
menjadi bagian dari kepercayaan masyarakat yang harus ditaati dan dipatuhi
oleh segenap lapisan masyarakat.
Menurut asal-usulnya ketika nenek moyang mendirikan kampung
tersebut beliau meminta izin terlebih dahulu kepada makhluk ghaib yang ada di
sana, sebagai gantinya setiap pemotongan hewan (kambing), wajib memberi
makan penjaga kampung. Dalam artian ketika kita hendak berhenti di rumah
orang lain maka kita harus meminta izin terlebih dahulu kepada orang yang
menghuni rumah tersebut.7 Tradisi makan jantung sebagai salah satu
manifestasi perpaduan Islam dan Adat atau tradisi lokal yang berada di Desa
Sekeladi.
Tradisi keagamaan sulit berubah karna selain didukung oleh masyarakat
juga memuat sejumlah unsur-unsur yang memiliki nilai-nilai luhur yang
berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Tradisi keagamaan bersumber dari
norma-norma yang termuat dalam kitab suci. Tradisi keagamaan termasuk
kedalam pranata primer yang dikarenakan pranata keagamaan mengandung
unsur-unsur yang berkaitan dengan ketuhanan atau keyakinan.8
Keyakinan inilah yang dimiliki oleh suatu komunitas yang berupaya
untuk mempertahankan dan memelihara kebudayaannya yang disebut dengan
tradisi lokal yang berkaitan dengan unsur agama dari luar. Begitu juga yang
7 Adri, Tetua Adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi, tanggal 7
Februari 2020 hari sabtu Pukul 10.30 WIB 8 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) , 200.
7
terjadi di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun, yang mempunyai
tradisi yang dipertahankan oleh masyarakatnya yakni akulturasi Islam dan Adat
dalam tradisi Makan Jantung dalam artian tradisi memanjakan dan
menghormati bulan suci Ramadhan.
Dari sini peneliti ingin menganalisis akulturasi Islam dan Adat dalam
tradisi makan jantung yang dilakukan oleh masyarakat. Melihat kondisi
sebagaimana dijelaskan di atas yaitu pemotongan ternak kerbau atau disebut
dengan Bantai Adat dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan yang
dilakukan setiap tahunnya kemudian dikaitkan dengan unsur tradisi dalam
acara makan jantung pada lebaran Idul Fitri. Maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan mengangkat judul “Akulturasi Islam dan
Adat dalam Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab.
Sarolangun, Jambi”.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwasannya
akulturasi Islam dan Adat atau budaya lokal cukup luas di tanah Melayu
khususnya Jambi, karenanya perlu dibatasi berdasarkan tempat, waktu dan
tema. Dari aspek tempat pembahasan ini terfokus pada Desa Sekeladi
Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi. Dari sisi waktu
observasi awal mulai dari tanggal 5 Februari 2020 sampai dengan tanggal 10
Juni 2020. Dari sisi tema penelitian ini terfokus pada kasus Akulturasi Islam
8
dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai
Kab. Sarolangun Jambi.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah
1. Bagaimana pelaksanaan atau prosesi tradisi makan jantung di Desa Sekeladi
Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun Jambi?
2. Nilai-nilai apa yang terkandung di dalam tradisi makan jantung di Desa
Sekeladi Kec. Batang Asai kab. Sarolangun?
3. Bagaimana akulturasi Islam dan Adat dalam tradisi makan jantung di Desa
Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan atau prosesi tradisi makan
jantung di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun Jambi
2. Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam tradisi makan
jantung di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun Jambi
3. Untuk menganalisis akulturasi Islam dan Adat dalam tradisi makan jantung
di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun Jambi
9
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara ilmiah,
mengenai suatu tradisi yang berkembang dalam masyarakat serta
melahirkan sebuah karya tulis ilmiah yang diharapkan dapat digunakan
sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya. Kemudian sebagai
bahan masukan serta pertimbangan dalam upaya pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi dan
menjadi sebuah wacana bagaimana suatu tradisi yang berkembang dalam
masyarakat dan melalui penelitian ini diharapkan masyarakat khususnya
pengunjung dapat memahami bahwa di balik tradisi makan jantung yang
dilaksanakan oleh masyarakat ternyata mempunyai nilai-nilai tertentu baik
yang tersirat maupun tersurat. Juga sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana SI di IAIN Bukittinggi.
10
F. Penjelasan Judul
1. Akulturasi
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur
dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur tersebut cepat ataupun
lambat akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.9 Jadi akulturasi
merupakan perpaduan antara dua budaya yang berbeda yang membentuk
budaya baru namun unsur dan juga sifat budaya asli masih tetap ada.
2. Islam
Kata Islam berasal dari akar kata salima yang berarti menyerah,
tunduk dan selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah dan
dengan menyerahkan diri kepada-Nya maka akan memperoleh keselamatan
dan kedamaian baik itu di dunia maupun di akhirat. 10
Agama Islam juga
sering disebut sebagai suatu sistem keagamaan yang dipahami sebagai
sesuatu yang datang dari langit yang bersifat sakral dan tidak mau menerima
perubahan.11
9 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 155.
10 Zaprulkhan, Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2014), 4-5.
11 Abdul Wahid Hasan, Islam Dinamisme Islam Harmonisme (Yogyakarta: PT LkiS Printing
Cemerlang, 2011), 55.
11
2. Adat
Adat berasal dari bahasa Arab adah, yang artinyan kebiasaan atau
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang. M Rasjid Manggis mengatakan
adat berasal dari bahasa sanskerta yang terdiri dari a dan dato. A artinya
tidak dan dato artinya bersifat kebendaan. Jadi, makna adat ialah tidak
bersifat kebendaan. Selain itu adat juga merupakan kebudayaan secara utuh
atau asli yang tidak dapat berubah, yang tak lapuk oleh hujan yang tak
lekang oleh panas.12
3. Tradisi makan jantung
Makan jantung merupakan acara Adat dari rangkaian Bantai Adat
atau pemotongan ternak kerbau pada awal puasa serta menyambung Adat
yang dititipkan oleh nenek moyang dahulu. Makan jantung juga merupakan
salah satu warisan turun-temurun dari generasi lama ke generasi sekarang
yang berada di Desa Sekeladi.13
G. Sistematika Penulisan
Supaya lebih terarahnya penelitian ini, peneliti perlu untuk
mencantumkan sistematika penulisannya sebagai berikut:
12
A.A Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (Jakarta:
Graffiti Pers, 1984), 85-89. 13
Rusniyanto, Tokoh Agama di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara pribadi, pada
tanggal 7 Februari 2020 hari sabtu pukul 09.59 WIB
12
Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan masalah,
perumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, penjelasan judul, dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan teori yang berisikan tentang definisi tradisi, teori tindakan
tradisional, tujuan tradisi, fungsi tradisi, nilai-nilai dalam masyarakat,
akulturasi Islam dan Adat serta penelitian relevan.
Bab III Metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, lokasi penelitian dan
waktu penelitian, informan dan objek penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.
Bab IV Hasil penelitian yaang terdiri dari pelaksanaan atau prosesi tradisi
makan jantung, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya serta akulturasi Islam
dan Adat dalam tradisi makan jantung.
Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tradisi dalam Masyarakat
1. Definisi Tradisi
Tradisi merupakan kebiasaan dalam bahasa latin traditio yang berarti
“diteruskan” dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang
telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau
agama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan,
karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah atau hilang.
Dalam pengertian lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang
turun-temurun dan masih dijalankan oleh masyarakat. Adat-istiadat juga
merupakan sistem nilai budaya, pandangan hidup dan ideologi. Sistem nilai
budaya adalah tingkat yang paling tinggi karena nilai-nilai budaya itu
merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap
bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi
sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga
masyarakat itu sendiri.14
14
Silfia Hanani, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Bukittinggi: IAIN Bukittinggi, 2019), 15-16.
14
Dalam konsep Max Weber tradisi merupakan perasaan (sentimen) dan
keyakinan (beliefs) yang diwariskan dari generasi ke generasi, oleh karena
itu masyarakat tradisional sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh
keadaaan masa lalu. Dasar mereka mengevaluasi atau menyatakan suatu
tindakan itu benar (diterima) dan salah (ditolak) adalah kesepakatan yang
telah diterima umum atau sesuatu yang menjadi pegangan secara turun-
temurun.15
Menurut Parsudi Suparlan dalam Jalaluddin, tradisi adalah unsur
sosial budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit
berubah. Secara garis besar tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam
masyarakat. Sedangkan tradisi keagamaan mengandung unsur-unsur yang
berkaitan dengan ketuhanan atau keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-
perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci dan
keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki.16
Tradisi yang dilahirkan oleh manusia yang merupakan adat-istiadat,
yakni kebiasaan namun lebih ditekankan kepada kebiasaan yang bersifat
suprantural yang meliputi dengan nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum
dan aturan yang berkaitan. Dan juga tradisi yang ada dalam suatu komunitas
merupakan hasil turun-temurun dari leluhur atau dari nenek moyang.
Manusia dan budaya memang saling mempengaruhi antara satu dengan
15
Sunyoto Usman, Sosiologi Sejarah, Teori, dan Metodologi (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2012), 35. 16
Jalaluddin, Psikologi Agama, 202.
15
yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh ini
disebabkan karena kebudayaan merupakan produk dari manusia.
Dalam budaya itu sendiri mengandung nilai moral kepercayaan
sebagai penghormatan kepada yang menciptakan suatu budaya tersebut dan
diaplikasikan dalam suatu komunitas masyarakat melalui tradisi. Adapun
Kebudayaan dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa, cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebendaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia
untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat
diabadikan untuk keperluan masyarkat.17
Adapun teori tindakan tradisional
adalah sebagai berikut:
Teori tindakan tradisional merupakan tindakan sosial yang didorong
dan berorientasi kepada tradisi masyarakat. Tradisi dalam pengertian ini
adalah sesutau yang dilakukan secara berulang-ulang dari nenek moyang
terdahulu hingga masa sekarang yang berlandaskan hukum-hukum normatif
yang telah ditetapkan atau disepakati secara tegas oleh semua lapisan
masyarakat.
Tindakan tradisional ini juga merupakan suatu kebiasaan yang
berkembang pada masa lampau di dalam suatu masyarakat yang harus
dipelihara dan dijaga agar tidak punah. Banyak hal kita lakukan pada tiap-
17
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga PostModern (Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2015), 21-27.
16
tiap hari tanpa memikirkan tujuannya atau yang melatarbelakanginya,
tindakan mereka seperti sudah menjadi rutin saja.
Tipe ini meliputi beberapa tindakan yang tersusun dari suatu
kesadaran diri yang bersifat kebiasaan sampai kepada otomatis yang semu
dilakukan secara berulang-ulang. 18
Tindakan tradisional juga merupakan
perilaku karena akibat kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang tanpa
refleksi yang sadar atau pencernaan. Contoh: sesaji karena mengikuti nenek
moyang.19
2. Tujuan tradisi
Tradisi dalam masyarakat bertujuan agar membuat hidup manusia
kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi juga akan
menciptakan kehidupan yang harmonis, namun hal tersebut akan terwujud
hanya apabila manusia menghargai, menghormati dan menjalankan suatu
tradisi secara baik dan benar serta sesuai aturan. Aturan dan norma yang ada
di masyarakat tentu dipengaruhi oleh tradisi yang ada dan berkembang di
tempat tersebut. Dengan tradisi hubungan antara individu dan
masyarakatnya bisa harmonis, sistem kebudayaan akan menjadi kokoh atau
kuat.20
18
Boedhi Oetojo, Dkk, Teori Sosiologi Klasik (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), 27. 19
Syahrial Syarbaini Rusdianta, Dasar-Dasar Sosiologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 37. 20
Muhammad Syukri Albani Nasution, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2015), 83.
17
3. Fungsi tradisi
Tradisi dapat berfungsi sebagai acuan atau pedoman yang
memberikan arah bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupannya.
Karena masyarakat menganggap bahwa tradisi sangat berharga, bernilai dan
penting sehingga masyarakat menjadikannya sebagai sesuatu yang pantas
untuk dijadikan pandangan hidup yang memiliki nilai-nilai berharga di
dalamnya.21
Fungsi tradisi juga sebagai salah satu acuan dan aturan yang telah
ada sejak lama sehingga sulit untuk diubah di dalam sebuah kelompok.
Fungsi tradisi sebagai ajang mempererat kekerabatan bagi masyarakat,
komunitas dan juga kelompok setempat.
B. Nilai-Nilai dalam Masyarakat
1. Pengertian nilai
Nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi kita ataupun orang lain. Pembahasan mengenai
nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens menyatakan tiga jenis makna
etika yaitu:
a. Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pengangan bagi
masyrakat atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
21
Jalaluddin , Psikologi Agama, 200.
18
b. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, etika yang dimaksud adalah
kode etik.
c.Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk, etika yang dimaksud sama
dengan istilah filsafat moral.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat selalu berkaitan dengan
nilai, misalnya kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu
indah, berarti kita melakukan penilaian terhadap suatu objek, baik dan
indah adalah contoh nilai. Masyarakat memberikan nilai pada sesuatu,
sesuatu itu bisa dikatakan adil, baik, indah, cantik, anggun dan sebagainya.
Jadi nilai etika adalah nilai tentang baik dan buruk yang berkaitan dengan
prilaku manusia.
Ciri-ciri nilai menurut Bambang Daroeso sebagai berikut:
a). Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindrakan misalnya,
kejujuran.
b). Nilai yang memiliki sifat normative, nilai diwujudkan dalam
bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak,
misalnya nilai keadilan.
c). Nilai berfungsi sebagai motivator dan manusia adalah pendukung
nilai, misalnya nilai ketakwaan.22
22
Januar, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Bukittinggi: IAIN Bukittinggi, 2014), 92.
19
2. Pengertian nilai sosial
Adalah nilai-nilai yang dianut oleh semua lapisan masyarakat
kebanyakan, nilai sosial merupakan yang ditentukan dalam kehidupan sosial
itu sendiri yang berfungsi sebagai petunjuk arah seperti cara berfikir,
berprasaan, dan bertindak dalam menimbang penilaian masyarakat, penentu
dan terkadang sebagai penekan individu agar berbuat sesuatu sesuai dengan
nilai yang bersangkutan, sehingga sering menimbulkan perasaan bersalah
bagi para penganut yang melanggarnya.
Fungsi lain nilai sosial ialah sebagai faktor pendorong cita-cita atau
harapan bagi kehidupan sosial, misalnya dalam pembukaan UUD 1945 yang
dicanangkan nilai-nilai yang merupakan tujuan dari kehidupan berbangsa
dan bernegara, nilai-nilai tersebut yaitu: pertama melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, kedua memajukan
kesejahteraan umum, ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa dan keempat
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial.23
Empat poin di atas merupakan tujuan dan cita-cita luhur bangsa
Indonesia dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar semua
warga negara tersebut memperoleh apa yang mereka cita-citakan baik itu
dari segi kesejahteraan, keadilan sosial dan lain sebagainya untuk tujuan kita
bersama.
23
Elly M Setiadi & Usman Kholip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana, 2011), 124-126.
20
3. Pengertian nilai budaya
Merupakan konsep yang abstrak atau tampak mengenai masalah
dasar yang bersifat umum yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan
masyarakat. Nilai budaya ini menjadi pedoman dalam bertingkah laku
sebagian besar anggota masyarakat yang berada di sekitarnya. Berada dalam
alam pikiran mereka dan sangat sulit untuk dijelaskannya secara rasional.
Nilai budaya bersifat langgeng, tidak mudah berubah atau diganti dengan
nilai budaya lain. Yang diperoleh masyarakat dari masa kanak-kanak
hingga masa sekarang dan mendarah daging.
Salah satu contoh nilai budaya pada bangsa Indonesia yaitu
Pancasila dengan lima silanya yang merupakan satu kesatuan. Suku-suku
bangsa di Indonesia memiliki nilai budaya atau sistem nilai budaya yang
menjadi pegangan dalam bertingkah laku di dalam masyarakat. Seperti
tolong-menolong atau gotong-royong, musyawarah, setia kawan dan lainnya
yang tercermin dalam bebagai lapangan hidup, unsur-unsur kebudayaan
seperti religi, organisasi, kekerabatan unsur kesenian, teknologi dan lain
sebagainya.24
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-
Maidah Ayat: 2 yang berbunyi sebagai berikut:
والتقىي البر عل وتعاون ىا ثم عل تعاون ىا ول والع دوان ال واتق ىا الل إن شديد الل
العقا
24
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial, Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, 127-128.
21
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya.(Q.S Al-Maidah Ayat:2).25
Berdasarkan ayat di atas yang mana kita memang dianjurkan untuk
berbuat baik antar sesama manusia bukan berbuat dalam perbuatan dosa dan
permusuhan serta berbuat baik dalam ketakwaan maksudnya melakukan
sesuatu dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, baik itu berupa
perintah ataupun larangannya.
4. Pengertian nilai moral
Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan,
dalam bahasa Indonesia moral adalah akhlak (bahasa arab) atau kesusilaan
yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani sebagai
pembimbing dalam bertingkah laku.26
Sedangkan nilai moral merupakan bentuk gambaran objektif atas
tindakan manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang sesuai
dengan aturan-aturan yang berlaku ditempat yang ia tinggali. Nilai moral
digunakan untuk menghubungkan pernyataan faktual atau nyata dan
pernyataan normatif. Nilai dibedakan dengan fakta dan norma, fakta sendiri
adalah apa yang ada, nyata atau tampak. Fakta tidak bergantung pada
senang dan tidak senangnya, suatu fakta tidak mengandung norma, karena
25
Al-Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 2 26
Januar, Ilmu Sosial Budaya Dasar, 96.
22
itu tidak dapat membenarkan atau menyalahkan tindakan atau kelakuan.
Norma adalah aturan sekaligus ukuran dalam bertingkah laku.27
5. Pengertian nilai persaudaraan
Persaudaraan berarti terjalinnya relasi timbal-balik antara manusia
yang satu dengan dengan yang lainnya, atau antara manusia dengan
masyarakat. Manusia hanya dapat mengembangkan dirinya dalam hidup
bermasyarakat. Manusia dalam hal ini, tidak dapat memisahkan
kepentingannya sendiri dari kepentingan masyarakat.
Manusia harus sadar bahwa keterlibatan antar sesama manusia akan
membuat manusia menemukan kebahagiaan yang terus meningkat dengan
orang lain dan ini slalu terlihat dalam solidaritas hidup. Solidaritas dalam
hidup bukan hanya sebagai tugas melainkan lebih dari itu yang merupakan
suatu kepuasan dan jaminan rasa aman yang paling baik. Nilai persaudaraan
seperti ini akan mendorong ke arah toleransi.28
6. Pengertian nilai agama
Agama seperti yang dikemukakan oleh Durkheim, agama
merupakan seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik bersangsi yang
mendasari perkembangan moral komunitas. Agama dalam pandangan
Durkheim sebagai kreasi sosial nyata yang dapat memperkuat solidaritas
27
Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, 128. 28
Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan Kontruksi Pemikiran Cornolis Anthonie van
Peursen dan Catatan Reflektifnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 120-121.
23
dengan adanya kesamaan pandangan melalui moral. Durkheim
mengembangkan teori fungsionalis karena ia menekankan mengenai fungsi
agama. Baginya fungsi utama agama adalah meningkatkan kohesi dan
solidaritas sosial. Karakteristik utama agama menurutnya aktivitas baik
dalam pandangan terhadap dunia (world ofview), sistem yang digunakan
(totem), ritual yang dilakukan maupun mempertahankan kesucian
(sacred).29
Nilai agama merupakan pendorong bagi manusia untuk berbuat baik
terhadap sesamanya. Keyakinan akan kemahakuasaan Tuhan, disertai
kepercayaan bahwa wahyu yang diturunkan Tuhan juga merupakan sumber
kebaikan. Hal ini menjadi panduan bagi tingkah laku manusia, masyarakat,
baik sebagai individu maupun masyarakat. Nilai-nilai religiusitas dengan
sendirinya menjadi dasar bagi munculnya nilai-nilai hidup yang lain.
Ada dua fungsi dalam melihat posisi agama terhadap kebudayaan,
kedua fungsi tersebut adalah: pertama agama memberikan fungsi inspirasi
bagi kebudayaan maksudnya agama berfungsi memberikan norma-norma
hidup dalam kebudayaan (fungsi normatif). Kedua fungsi ini mengarahkan
manusia yang berbudaya dalam jalur yang dibenarkan secara keimanan.30
29
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama dari Klasik Hingga Post Modern (Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2015), 23. 30
Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan Kontruksi Pemikiran Cornolis Anthonie van
Peursen dan Catatan Reflektifnya, 95-96.
24
7. Pengertian nilai mistik
Mistik adalah suatu keyakinan yang didorong atas adanya kekuatan
luar biasa di luar diri manusia yang sulit diukur, sulit diempiriskan dan sulit
dirasionalkan. Kemampuan manusia yang dibatasi ruang-ruang dimaksud,
akan mendorong dirinya untuk mensakralkan sesuatu, meskipun yang
dianggap sakral itu, sesungguhnya biasa dan jauh dari nilai kesakralannya.
Mistik dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Mistik pada umumnya yaitu mistik tanpa kekuatan tertentu dalam
kajian agama seperti dalam Islam, Kristen, Hindu dan Budha)
diperkenalkan dengan tasawuf, pelakunya disebut sufi.
b. Mistik magis yang mendorong kekuatan tertentu untuk mencapai
tujuannya dalam bentuk seperti wirid dan doa atau dengan
mantra-mantra, jampi-jampi dan juga dengan menggunakan jimat.
Keduanya dilakukan dengan menggunakan benda-benda tertentu
sebagai bentuk wujud kekuatan yang berada di luar dirinya.31
C. Akulturasi Islam dan Adat
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari
suatu kebudayaan asing sehingga unsur tersebut cepat ataupun lambat akan
diterima dan diolah kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
31
Cecep Sumarna, Filsafat Pengetahuan (Bandung: PT Rosdakarya, 2016), 53-55.
25
kepribadian kebudayaan sendiri. Dalam mencermati suatu proses akulturasi,
seseorang harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Keadaan sebelum proses akulturasi dimulai: yaitu agar mengetahui sejarah
dari masyarakat yang bersangkutan.
2. Para individu pembawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3. Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing yang bertujuan untuk mengetahui
proses akulturasi.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima unsur budaya asing.
5. Reaksi seseorang yang terjangkit unsur-unsur kebudayaan dari luar.32
Saraq (syariah) dan adeq (adat) menjadi dua hal yang saling
menemukan bentuk dalam dinamika kehidupan masyarakat. Saat kehidupan
diatur dengan Undang-undang sosial sebagai falsafah tertinggi yang mengatur
masyarakat. Islam dan adat secara berdampingan dapat menjadi nilai yang
tunggal. Keberlangsungan ini wujud dalam konteks kesadaran untuk menerima
ide dan keyakinan yang berasal dari luar kebudayaan yang sudah ada
sebelumnya. Kelangsungan adat dan agama dapat bersentuhan sehingga terjalin
relasi yang sama. Sekaligus menjadi konsepsi hidup yang tetap relevan sampai
saat ini. Ini memungkinkan karena ada nilai budaya secara berbeda dengan
nilai budaya yang dianut masyarakat. 33
32
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, 155-158 33
Ismail Suardi Wekker, “Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama dalam
Masyarakat Bugis”, Analisis, Vol. XIII, No.01 (2013): 28-30.
26
Perpaduan antara Islam dan budaya memiliki relasi yang tidak dapat
dipisahkan, dalam Islam sendiri ada nilai universal dan absolut sepanjang
masa. Namun demikian Islam sebagai dogma yang tidak kaku dalam
menghadapi zaman dan perubahannya. Islam slalu memunculkan dirinya dalam
bentuk yang terbuka ketika menghadapi masyarakat yang dijumpainya dengan
beraneka ragam budaya, adat kebiasaa dan lain-lain. Sebagai sebuah kenyataan
sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi karena keduanya
terdapat nilai dan simbol.
Agama sendiri merupakan simbol yang melambangkan nilai ketaatan
kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia
bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain
agama memerlukan kebudayaan agama. Akan tetapi keduanya perlu dibedakan,
Agama merupakan sesuatu yang final, universal, abadi dan tidak mengenal
perubahan sedangkan kebudayaan bersifat relatif dan temporer. Islam
merespon budaya lokal, adat atau tradisi di manapun dan kapanpun dan
membuka diri untuk menerima budaya lokal, adat atau tradisi sepanjang
budaya tersebut tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.34
Budaya adalah suatu hasil karya, rasa dan cipta manusia yang
berdasarkan kepada karsa. Budaya berasal dari kata budi yang merupakan
unsur roh dan daya unsur jasmani manusia, jadi budaya merupakan hasil dari
budi daya dari manusia. Agama ,budaya dan masyarakat tidak akan dapat
34
Kastolani & Abdullah Yusof, “ Relasi Islam dan Budaya Lokal: Studi Tentang Nyadran di
Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang”, Kontemplasi, Vol. 04, No. 01 (2016):
52.
27
berdiri sendiri, ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, sebab Agama dan budaya mengatur kehidupan
sosial dan saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.
Adanya proses transfer nilai, pengetahuan dan ketrampilan dari
generasi tua kepada generasi muda agar generasi muda bisa hidup dengan nilai
kebaikan yang sudah diajarkan. Sedangkan budaya adalah masyarakat yang
diatur oleh manusia itu sendiri demi kelangsungan hidup bersama.35
D. Penelitian Relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari peneliti sebelumnya. Permasalahan ini
sangat menarik untuk diteliti oleh peneliti. Berikut beberapa bentuk penelitian
yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan saat ini, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Alhusni dengan judul Tradisi Bebantai
Menyambut Bulan Ramadhan dalam Masyarakat Merangin Jambi. Alhusni
menjelaskan di dalam penelitiannya mengenai memaknai bulan Ramadhan.
Bagi umat Islam, bulan Ramadhan dengan ibadah puasa diyakini dapat
membakar hawa nafsu dan membakar dosa atau kesalahan yang telah lalu.
Ibadah puasa dilakukan dengan cara menahan diri dari yang membatalkan
puasa, yakni menahan dari makan dan minum, berhubungan badan
semenjak terbit fajar hingga terbenamnya matahari serta mengendalikan
perkataan, perbuatan dan pandangan.
35
Fahim Thabara, Sosiologi Agama (Malang: Madani, 2016), 123.
28
Menyambut Ramadhan dalam Islam adalah instrumen pengabdian
kepada Allah SWT, karena puasa di bulan itu adalah sendi atau rukun Islam.
Tanpa puasa, sendi Islam dianggap tidak kuat karenanya, wajib bagi umat
Islam untuk berpuasa menegakkan sendi-sendi Islam. Terdapat salah satu
tradisi dalam menyambut bulan Ramadhan di Merangin yaitu dengan cara
bebantai atau pemotongan teknak kerbau. Mayoritas masyarakat Merangin
beragama Islam, bulan Ramadhan yang datang setiap tahunnya dirayakan,
dengan bersuka cita. Suasana ini ditandai dengan adanya penjual petasan,
kembang api, gema lantunan ayat suci Al-Qur’an di masjid-masjid,
mengadakan pengajian dan membersihkan sarana umum serta melaksanakan
tradisi bebantai.
Bebantai dalam bahasa Indonesia bermaksud membantai. Awalan
“be” menunjukkan kegiatan itu dilaksanakan secara masif oleh masyarakat
Merangin. Bebantai adalah kegiatan membantai atau memotong hewan
seperti kerbau dan sapi dalam rangka menyambut datangnya bulan
Ramadhan. Kegiatan ini dilaksanakan tiga hingga lima hari sebelum
masuknya bulan Ramadhan. Tujuan pokoknya selain melestarikan tradisi
dan melaksanakan perintah agama juga untuk memenuhi kebutuhan daging
masyarakat, walaupun setiap masyarakat tidaklah sama, karena tidak semua
orang menyukai daging. Namun dalam kegiatan bebantai hampir semua
29
masyarakat suka tidak suka daging di Merangin ikut serta di dalam kegiatan
bebantai. 36
Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah
mendeskripsikan tentang menyambut bulan Ramadhan. Perbedaan
penelitian ini terletak pada objek penelitian yang ada di Merangin.
Sedangkan objek yang akan dikaji peneliti adalah akulturasi Islam dan Adat
dalam tradisi makan jantung di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai
Kabupaten Sarolangun Jambi. Di dalam tradisi makan jantung mengandung
unsur Islam. Pelaksanaan tradisi makan jantung ini bertepatan pada hari
ketiga hari Raya Idul Fitri.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Donny Khairul Aziz dengan judul Akulturasi
Islam dan Budaya Jawa. Hasil penelitiannya yaitu masuknya Islam ke Jawa
dalam konteks kebudayaan membawa dampak pada akulturasi Islam dan
Budaya Jawa, yaitu budaya yang telah hidup dan berkembang selama masa
kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu Jawa. akulturasi Islam dan Budaya Jawa
dapat dilihat pada batu nisan, seni sastra, seni ukir dan berbagai tradisi
perayaan hari-hari besar Islam.
Perpaduan Islam dan Budaya Jawa dapat dilihat dalam setiap era
kesultanan (kerajaan Islam) yang ada di Jawa, baik era Demak, era Pajang
maupun era Mataram Islam. Pada era Demak, akulturasi Islam dan Budaya
Jawa terjadi dalam banyak hal, misalnya arsitektur, seni ukir, kesenian
36Alhusni,”Tradisi Bebantai Menyambut Bulan Ramadhan dalam Masyarakat Merangin
Jambi”, Kontekstualita, Vol. 29, No.1 (2014): 41-45.
30
wayang, pola pemakaman dan seni sastra seperti, babad, hikayat dan
lainnya. Berbagai hasil akulturasi Islam dan Budaya Jawa tersebut dijadikan
sarana bagi penanaman nilai-nilai Islam ke dalam masyarakat Jawa.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dikaji oleh
peneliti adalah mendeskripsikan akulturasi Islam dan Budaya. Sedangkan
perbedaannya terletak pada objek dan tradisi yang terkandung di dalam
akulturasi Islam. Penelitian yang dikaji oleh peneliti mengenai tradisi makan
jantung yang memiliki unsur Islam di dalamnya yang berada di Desa
Sekeladi.37
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Suardi Wekke dengan judul Islam dan
Adat: Tinjauan akulturasi budaya dan Agama dalam masyarakat Bugis.
Hasil penelitiannya menunjukkan adanya proses dalam interaksi dan
dialektika sehingga Islam dan Adat secara berdampingan dapat menjadi
nilai yang tunggal. Keberlangsungan ini bentuk dalam konteks kesadaran
untuk menerima ide dan keyakinan yang berasal dari luar kebudayaan yang
sudah ada sebelumnya.
Proses yang terjadi adalah dengan menempatkan syarak sebagai
bagian pangngadareng dimana sudah ada pilar adeq. Praktik Islam seperti
pernikahan, prosesi haji, rumah baru, warisan dan pandangan tentang
berzanji sudah melalui proses dialog bukan dalam waktu singkat. Ini
merupakan penerimaan dengan memperhatikan keberadaan pandangan
37
Donny Khairul Aziz, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa,” Fikrah, Vol. 1, No. 2 (2013): 1-
2.
31
Islam sebagai adaptasi dari nilai yang terbentuk atas pertemuan dua budaya.
Islam Bugis sebagai cara hidup masyarakat Bugis menunjukkan adanya
kesatuan sistem adat dengan Agama. Tidak saja dalam wilayah asal yang
didiami di provinsi Sulawesi Selatan tetapi juga menjadi perkembangan
masyarakat Bugis yang mendiami kawasan lain. Walaupun tidak bersifat
tunggal tetapi ada respon yang variatif sehingga muncul wujud Islam Bugis.
Etos adat ini kemudian memunculkan identitas keberagamaan yang tidak
bisa melepaskan diri dari adat yang berlangsung secara berulang-ulang.38
Persamaan penelitian ini adalah menjelaskan percampuran antara
Islam dan adat. Perbedaannya terletak pada objek penelitian yang ada dalam
masyarakat Bugis, sedangkan penelitian yang akan dikaji oleh peneliti
bertepatan di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun Jambi.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Mustakimah dengan judul Akulturasi Islam
dengan Budaya Lokal dalam Tradisi Molonthalo di Gorontalo. Hasil
penelitiannya akulturasi Islam dengan budaya lokal di Gorontalo dapat
dijelaskan dalam empat bentuk yaitu: (1) budaya asli Gorontalo yang
dimasuki dan diwarnai oleh konsep ajaran Islam (2) konsep-konsep ajaran
Islam yang dibudayakan menjadi budaya Gorontalo (3) budaya-budaya dari
negara yang bernuansa Islam lalau diserap menjadi budaya (4) budaya
ciptaan baru sebagai hasil pertemuan antara budaya asli dengan ajaran
Islam.
38
Ismail Suardi Wekker, “Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama dalam
Masyarakat Bugis”, Analisis, Vol. XIII, No.01 (2013): 49.
32
Kebudayaan yang dikuasai oleh nilai agama dari nilai seni
merupakan kebudayaan ekspresif. Nilai agama yaitu penjelmaan yang kudus
bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah pengalaman tentang Tuhan
Mahakuasa, gaib dan tak terhingga. Terdapat titik temu antara nilai agama
dengan nilai budaya yaitu kekudusan bagi agama keindahan bagi budaya.
Tradisi Molonthalo merupakan ritual adat yang sering dilakukan oleh
masyarakat di Gorontalo, bagi perempuan hamil dalam usia kandungan
yang beranjak tujuh sampai delapan bulan. Dalam pelaksanaan ini
masyarakat menggunakan simbol-simbol kebudayaan yang mempunyai
makna dan arti yang diyakini oleh masyarakat setempat.
Tradisi yang hidup di tengah masyarakat Gorontalo ini sepenuhnya
merupakan kreativitas budaya yang kemudian dengan datangnya Islam ikut
mewarnainya dengan beberapa prosesi yang melibatkan pegawai Syara’
seperti Imam atau Hatib. Imam ini bertujuan untuk pembacaan ayat suci Al-
Quran, shalawat kepada nabi dan pembacaan doa dengan. Dalam
pemahaman yang sederhana prosesi ritual ini mencoba untuk mensinergikan
antara adat dan syara’. Dengan sinergi tersebut maka tradisi molothalo
dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk akulturasi Islam dan budaya
lokal masyarakat Gorontalo.39
Persamaan penelitian ini adalah sama-sama menjelaskan
percampuran antara Islam dan adat. Perbedaannya terletak pada objek
39
Mustakimah, “Akulturasi Islam dengan Budaya Lokal dalam Tradisi Molonthalo di Gorontalo”, Diskursus Islam, Vol. 2, No. 2 (2014): 18.
33
penelitian yang ada di dalam masyarakat Gorontalo, sedangkan penelitian
yang akan dikaji oleh peneliti bertepatan di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai
Kab. Sarolangun Jambi.
5. Skripsi yang ditulis oleh Mustofa dengan judul Tradisi Legenanan: Kajian
terhadap Akulturasi Islam dan Budaya Jawa di Desa Kluwih kecamatan
Bandar Kab. Batang Jawa Tengah. Berdasarkan hasil penelitiannya bahwa
terdapat salah satu tradisi yang berbaur dengan ajaran Islam, tradisi yang
dimaksud adalah Legenanan jika di daerah lain disebut dengan Sedekah
Bumi. Legenanan merupakan salah satu tradisional masyarakat Jawa yang
sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang Jawa,
yang dilaksanakan pada setiap tahunnya.
Akulturasi yang ada pada tradisi Legenanan yaitu terletak pada
pembacaan do’a-do’a yang menggunakan Bahasa Arab yang diakulturasikan
dengan Bahasa Jawa yang disatukan dalam do’a tersebut. Do’a dalam
Bahasa Jawa disebut dengan Maujud. Akulturasi juga ditemukan pada
pementasan wayang golek, yang mana kita ketahui bahwa wayang golek
merupakan akulturasi antara budaya Hindu-Budha dengan kebudayaan
Islam.
Terdapat berbagai macam pandangan terhadap tradisi Legenanan
terutama bagi para petani tradisi ini sangat penting dilakukan, mereka
percaya bahwa tradisi Legenanan dapat membuat hasil panen mereka dapat
membaik. Tradisi ini juga merupakan bentuk rasa syukut masyarakat kepada
34
Allah SWT telah melimpahkan Rahmat-Nya yaitu berupa rezki. Kemudian
pendapat lain beranggapan bahwa dengan adanya tradisi ini mengajarkan
masyarakat untuk saling membantu antara satu sama lain meringankan
beban sesama. Selain itu sebagai wadah untuk berinteraksi bagi masyarakat
dalam upaya mempererat tali silaturahmi.40
40
Mustofa, Tradisi Legenanan Kajian Terhadap Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (Sejarah
dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya: Universitas UIN Sunan Kalijaga, 2014),
37-38.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik. Konsep
metode ini mengarah pada keaslian data. Menurut Denzim dan Lincoln
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Pengambilan sampel sebagai sumber
data dilakukan secara purposive dan snowball. Pengumpulan teknik gabungan
atau triangulasi, analisis data akan bersifat induktif atau kualitatif dan
menekankan pada generalisasi.41
Penelitian kualitatif penulis pilih karena sifatnya yang deskriptif yang
berarti data yang didapat dari hasil mengamati di lapangan hanya perlu
dianalisis tidak berbentuk angka-angka. Penelitian ini berlandaskan pada teori
yang menjadi acuan ketika berada di lapangan. Dengan adanya landasan teori
pula peneliti mengetahui gambaran umum dari suatu persoalan yang ada.
Sebagai bahan penjelas yang akan menghasilkan teori baru.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab.
Sarolangun Jambi penelitian ini ditujukan terhadap akulturasi Islam dan
41
Albi Anggito & Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Jejak,
2018), 8.
36
Adat dalam tradisi makan jantung. Peneliti mengambil lokasi ini karena
peneliti melihat bahwa di Desa Sekeladi mempunyai tradisi yang sangat
berbeda dari desa-desa yang ada disana. Dan terdapat masalah-masalah
terkait dengan akulturasi Islam dan adat dalam tradisi makan jantung, untuk
itu peneliti tertarik melakukan penelitian di tempat tersebut.
2. Waktu penelitian, sebelum ke waktunya peneliti menerangkan tahapan-
tahapan yang dimulai dengan tahap persiapan, observasi, wawancara,
dokumentasi sampai dengan laporan penelitian. Adapun waktu yang
dibutuhkan secara keseluruhan yaitu mulai dari tanggal 5 Februari sampai
dengan tanggal 10 Juni 2020.
C. Informan dan Objek Penelitian
Informan penelitian merupakan orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang bagaimana situasi dan kondisi latar belakang
yang akan di teliti.42
Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan yang akan di teliti. Pada penelitian ini penulis membagi dua
informan sebagai berikut:
1. Informan kunci
Merupakan orang yang dianggap dapat membantu memberikan
informasi secara keseluruhan yang diinginkan peneliti, adapun yang menjadi
informan atau narasumber yang akan membantu dalam pemberian informasi
ialah salah seorang tokoh Agama, tokoh masyarakat dan tetua Adat.
42
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 97.
37
2. Informan pendukung
Merupakan orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang
diteliti yaitu masyarakat yang telah lama tinggal di desa tersebut yang
berfungsi untuk menambah informasi dari informan kunci, agar semakin
baiknya hasil penelitian yang diperoleh.
Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah akulturasi Islam
dan adat dalam tradisi makan jantung di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai
Kab. Sarolangun Jambi, tentang pelaksanaan atau prosesi, nilai-nilai yang
terkandung di dalam tradisi makan jantung dan bagaimana relasi Islam dan
adat dalam tradisi makan jantung.
D. Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu, data primer dan
sekunder.
1. Sumber data primer
Merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
observasi, wawancara dan dokumentasi.43
Dengan tokoh Agama, tokoh
masyarakat dan tetua Adat.
43
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2006), 129.
38
2. Sumber data sekunder
Merupakan data yang bersumber dari buku-buku yang membahas
masalah akulturasi Islam dan Adat dalam tradisi dan sosial keagamaan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, pengumpulan data perlu dilakukan secara hati-
hati, sistematis dan cermat, sehingga data yang dikumpulkan relevan dengan
masalah penelitian yang akan dicari jawabannya sebagai upaya menguji
kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk itu metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Adalah pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
langsung terhadap responden penelitian. Sugioyono menyatakan bahwa,
Observasi merupakan dasar semua ilmu pengetahuan. Seorang peneliti
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan
yang diperoleh melalui observasi. Adapun observasi yang dipakai oleh
penulis adalah observasi terus terang atau tersamar dalam hal ini, peneliti
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada
sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. 44
Jadi tokoh Agama, tokoh masyarakat dan tetua adat mengetahui
sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat
44
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2015), 310.
39
peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk
menghindari kalau suatu saat data yang dicari merupakan data yang masih
dirahasiakan. Metode observasi yang penulis akan lakukan berupa
pengamatan dan pencatatan tentang aktivitas yang dilakukan ketika tradisi
sedang berlangsung di Desa Sekeladi. Peneliti juga turun ke lapangan
langsung agar data yang diperoleh lebih banyak dan memuaskan.
2. Interview (Wawancara)
Wawancara merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data jika peneliti ingin memperoleh informasi yang lebih
mendalam untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal mengenai responden yang lebih
mendalam.45
Adapun wawancara yang dipakai oleh peneliti adalah wawancara
yang tidak terstruktur, peneliti dapat dengan bebas mengajukan pertanyaan
yang sesuai dengan tujuan penelitian. Metode ini peneliti ajukan pada tokoh
agama, tokoh masyarakat dan tetua adat serta masyarakat yang telah lama
mendiami desa tersebut.
45
Sugiyono, Metode Pelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan R&D,310.
40
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dokumen yang berbentuk gambar-
gambar yang diambil oleh peneliti.46
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data untuk penelitian kualitatif tidak menggunakan
perhitungan statistik melainkan deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik analisis data menurut Miles dan Huberman dengan
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reduksi data
Merupakan proses penyempurnaan data yang sudah ada. Data-data
tersebut akan mengalami penambahan dan pengurangan apabila data
tersebut dianggap tidak relevan.
3. Penyajian data
Dapat dilakukan dengan memberikan uraian ringkas atau
menjelaskan hubungan antar kategori dan bisa juga dijelaskan dengan teks
yang bersifat naratif. Dengan melakukan hal ini dapat memudahkan untuk
memahami dan memprediksi apa yang akan dilakukan selanjutnya.
46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan R&D,329.
41
4. Penarikan kesimpulan
Akan ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah
yang sudah ditentukan. Kesimpulan awal akan bersifat sementara dan dapat
berubah apabila tidak menemukan bukti yang valid ketika menggali
informasi. Dengan menarik kesimpulan yang disesuaikan dengan fakta di
lapangan maka diharapkan penelitian dapat memperjelas yang dianggap
remang-remang atau belum jelas selama ini.47
G. Teknik Keabsahan Data
Dalam penelitian, informasi yang didapatkan dari informan akan diuji
keabsahannya agar didapatkan informasi yang valid dan dapat dipercaya
kebenarannya. Adapun teknik pemeriksaan yang digunakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Ketekunan pengamatan
Peneliti akan melakukan pengamatan secara teliti, rinci dan terus-
menerus. Kemudian menelaah hasil yang didapat hingga memperoleh
suatu kesimpulan.
2. Triangulasi
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
47
Nur Sayidah, Metodologi Penelitian Disertai Dengan Contoh Penerapannya Dalam
Penelitian (Siduarjo: Zifatama Jawara, 2018), 155.
42
sumber data yang telah ada. Triangulasi merupakan pemeriksaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain untuk mengecek dan membandingkan
data yang didapat dari hasil pengamatan, untuk meningkatkan nilai
kepercayaan dari suatu informasi.48
Salah satu cara yang dapat digunakan
sebagai berikut:
a. Triangulasi Sumber
Dalam penguji kredabilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh
dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
b. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu merupakan data yang dikumpulkan dengan
teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar, akan
memberikan data yang lebih kredibel. Selanjutnya dapat dilakukan
dengan pengecekan dengan observasi dan wawancara dalam waktu atau
situasi yang berbeda. Jika hasil uji menghasilkan data yang berbeda,
maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan
kepastian datanya. 49
Dari dua jenis triangulasi tersebut, peneliti lebih memilih
keabsahan data dengan pendekatan triangulasi sumber untuk
48
Sugioyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif R&D, 330. 49
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Penelitian Gabungan, 274.
43
mengungkapkan dan menganalisis masalah yang akan dijadikan sebagai
objek penelitian.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Proses penelitian ini berjalan mulai dari tanggal 5 Februari 2020 sampai
dengan tanggal 10 Juni 2020. Peneliti melakukan wawancara dengan tetua
adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, kepala desa dan masyarakat setempat
yang sudah lama mendiami desa tersebut di Desa Sekeladi Kecamatan Batang
Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, untuk mengungkapkan tentang adanya
Akulturasi Islam dan Adat dalam tradisi makan jantung yang dilakukan pada
hari ke tiga hari Raya Idul Fitri bertepatan di rumah ibu dari Kepala Desa.
Peneliti melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan data melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi, peneliti melihat langsung pelaksanaan
tradisi makan jantung di Desa Sekeladi kecamatan Batang Asai Kabupaten
Sarolangun Jambi. Dalam bab ini peneliti akan memaparkan hasil dari
penelitian yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi
sebagaimana hasil penelitian adalah sebagai berikut:
A. Mengenal Desa Sekeladi
1. Sejarah Singkat Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten
Sarolangun Jambi
Desa Sekeladi, merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, daerahnya
memiliki dataran tinggi yang berada di ketinggian dari permukaan laut
750 m/5001. Dengan curah hujan di daerah ini berkisar antara 200-300
45
mm pertahun, iklim Desa Sekeladi ini adalah pegunungan atau
perbukitan serta adanya aliran sungai Tangkoi yang melintasi dari Utara
ke Barat yang mengalir ke Sungai Batang Asai.
Desa Sekeladi, memiliki batas-batas wilayah yang meliputi: Desa
Sekeladi berbatasan dengan Desa Gunung Bujang, Bukit Bulan,
Kabupaten Musi Rawas dan dengan Desa Simpang Narso. Tipologi desa
sekitar hutan. Sedangkan luas wilayah Desa Sekeladi adalah 5.590 Ha
dengan penggunaanya sebagai berikut:
a. Pemukiman seluas = 5 Ha
b. Perkantoran seluas = 2 Ha
c. Pertanian seluas = 60 Ha
d. Perternakan seluas = 2 Ha
e. Pasilitas umum seluas = 2 Ha
f. Kehutanan seluas = 3000 Ha
Pemukiman penduduk Desa Sekeladi, mengikuti daerah aliran
sungai sekeladi. Rumah-rumah penduduk di desa tersebut pada tahun 2005
dibuat berpanggung setinggi 1,5-2 m. Hal ini untuk menghindari dari
serangan binatang-binatang buas. Namun di tahun 2020 sekarang ini
rumah penduduk tidak lagi dibuat berpanggung namun banyak rumah
penduduk yang dibuat seperti rumah-rumah di perkotaan.
Sebagai daerah yang cukup potensial namun sulit dijangkau, maka
Desa Sekeladi, belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari pihak
pemerintah. Desa tersebut merupakan daerah yang subur, udara masih
46
segar karena memiliki hutan yang belum tercemar. Selain itu daerah
tersebut dikarunia dengan sumber air yang melimpah dan juga bersih.
Lokasi inilah yang membuat penduduk lebih dominan bekerja disektor
pertanian jika dibandingkan dengan bekerja disektor pemerintahan dan
lainnya. Desa Sekeladi salah satu desa yang berada di Kecamatan Batang
Asai, yang mempunyai tujuh desa dengan tipologi yang sama yaitu desa
sekitar hutan. 50
2. Jarak Desa Sekeladi dengan Desa yang lain
Jarak tempuh dan waktu tempuh dari Desa Sekeladi
Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, berikut ini:
No Jarak Tempuh dan
Waktu Tempuh
Jarak Ke Ibu Kota (KM)
Kecamatan Kabupaten Provinsi
1. Jarak dari Desa
Sekeladi ke ibu Kota
Kecamatan
30 Km 130,1 Km 177,0
Km
1. 2. Waktu tempuh dari
Desa Sekeladi ke Ibu
Kota Kecamatan
3 jam 4 jam 4 jam
Sumber: Data Sekretaris Desa Sekeladi 6 April tahun 2019
50
Siti Sanibal, Masyarakat Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi, tanggal 29
Mei 2020 pukul 20. 36 WIB.
47
3. Mata pencaharian masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai
Kab. Sarolangun Jambi
Kondisi ekonomi di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai
Kabupaten Sarolangun Jambi, sebagian besar penduduk Desa Sekeladi
bekerja di sektor pertanian, hal ini didukung oleh faktor geografis Desa,
yang memiliki tanah subur, udara yang segar serta mata air yang
memadai. Dengan jumlah 470 orang bekerja sebagai petani dan yang
berkerja sebagai pedagang sebanyak 7 orang, pertukangan 7 orang dan
PNS 4 orang. Dari beberapa pekerjaan yang paling dominan adalah
buruh tani. Salah satu pertanian yang sedang dijalankan oleh penduduk
yaitu bercocok tanam. Seperti: padi, kopi, coklat dan tanama-tanaman
lainnya.
Salah satu rutinitas yang sedang dijalankan oleh para petani di
Desa Sekeladi, adalah menanam kopi ketika hasil panen kopi dijemur di
bawah teriknya matahari, tentunya para petani kopi menjaga kualitas
aroma maupun rasa sebuah kopi. Selain itu agar dapat menghasilkan
kopi yang berkualitas, para petani memetik buah kopi yang betul-betul
sudah merah. Dengan rangkaian proses yang baik agar kopi yang
dihasilkan berkualitas pula.51
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Sekeladi
Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi
51
Data Sekretaris Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, tahun
2019
48
No Keterangan Jumlah (orang)
1. Pedagang/wirawasta 7
2. Tani 470
3. Pertukangan 7
4. Pegawai/ABRI 4
Sumber: Data Sekretaris Desa Sekeladi 6 April 2019
Dari tabel di atas diketahui bahwa yang paling dominan adalah
buruh tani. Karena di daerah tersebut dikelilingi dengan hutan yang masih
subur dan asli, selain itu daerah ini juga memiliki sumber air yang
memadai sehingga lebih banyak dari mereka yang bekerja di sektor
pertanian.
4. Jumlah penduduk Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai
Kabupaten Sarolangun Jambi
Jumlah penduduk Desa Sekeladi setiap tahunya terus
mengalami penambahan, hal ini karena adanya tingkat kelahiran dan
juga faktor imigrasi. Pada tahun 2019 jumlah penduduk tercatat
sebanyak 755 jiwa sedangkan jumlah kepala keluarga 230 KK
beragama Islam, untuk data di tahun 2020 sekarang ini belum bisa
dipastikan oleh pihak yang bersangkutan berapa jumlah penduduknya
yang bertambah. Seperti berapa angka kelahiran dan berapa angka
kematian belum dapat dipastikan.
49
Jumlah penduduk menurut usia adalah sebagai berikut:
a. 0-01 tahun = 24 0rang
b. 02-04 tahun = 66 0rang
c. 05-14 tahun = 192 orang
d. 14-15 tahun = 285 orang
e. 40-64 tahun = 161 orang
f. 65 tahun = 22 orang
Sedangkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan adalah
berikut ini:
a) Sarjana = 8 orang
b) SLTA = 50 orang
c) SLTP = 56 orang
d) SD = 161 orang
e) Tidak menyelesaikan pendidikan = 431 orang. 52
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang
paling banyak secara keseluruhan adalah berasal dari usia 14-15 tahun.
Sedangkan usia yang paling sedikit adalah berusia 65 tahun ke atas atau
yang sering disebut juga dengan usia non produktif yaitu dengan
berjumlah 65 jiwa.
52
Data Sekretaris Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, tahun
2019
50
5. Sarana Ibadah dan Sarana Pendidikan di Desa Sekeladi
Berdasarkan jumlah sarana yang ada di Desa Sekeladi, pada saat
sekarang ini terdapat 2 unit bangunan Masjid, yang digunakan untuk
shalat dan untuk pelaksanaan hari besar Islam. Masjid di Desa Sekeladi
memiliki keadaan yang kurang layak karena kurang diperhatikan dan tidak
diurus. Dari tahun ke tahun belum ada perubahan apapun tempat ibadah
sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Ditambah lagi dengan akses jalan yang belum memadai hanya
menggunakan kendaraan roda dua (motor), sehingga membuat masyarakat
kesulitan untuk keluar masuk desa. Selain itu Desa Sekeladi juga termasuk
desa yang jauh dari kemajuan, karena Signal untuk berkomunikasi tidak
ada sama sekali di desa tersebut. Ketika hendak menghubungi sanak
keluarga atau berurusan maka harus pergi ke tempat yang tinggi atau
perbukitan, dengan berbagai macam resiko seperti: harimau, babi hutan,
ular, dan binatang berbahaya lainnya.
Selain itu sarana pendidikan juga sangat penting artinya dalam
kehidupan masyarakat, semenjak kanak-kanak manusi sudah harus
mempelajari cara hidup yang beraneka ragam, sehingga terkadang
membigungkan bagi mereka. Maka cara hidup yang sering disebut dengan
kebudayaan harus dipelajari oleh setiap individu tidak diwariskan secara
biologis. Oleh sebab itu diperlukan lembaga pendidikan bagi anak-anak
51
sebagai salah satu proses sosialisasi untuk mempelajari cara hidup dari
pandangan hidupnya.
Adapun sarana pendidikan yang ada di Desa Sekeladi yaitu terdapat
2 unit SD Negeri, 1 unit SMP serta 2 unit Madrasah Diniyah dan 1 unit
PAUD. sarana pendidikan di desa ini, memiliki keadaan yang kurang
memadai, oleh karena itu tidak mengherankan lagi jika di Desa Sekeladi,
minimnya para pelajar dan terbatasnya sarana pendidikan.53
Jumlah sarana pendidikan dan sarana Ibadah di Desa Sekeladi
Kecataman Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, sebagai berikut:
No Sarana Kecamatan
Desa Sekeladi ket
1. PAUD 1 -
2. SD Negeri 2 Baik
3. SMP 1 Baik
4. SMA/SMK - -
5. Perguruan Tinggi - -
6. Masjid 2 -
Sumber: Data Sekretaris Desa Sekeladi 6 April 2019
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah sarana pendidikan
dan sarana Ibadah hampir sama-sama dominan yaitu bisa di lihat pada tabel di
53
Data Sekretaris Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, tahun
2019
52
atas. Hal ini bisa saja terjadi karena masyarakat penduduknya beragama Islam,
kemudian sarana pendidikan juga sangat penting sebagai alat penunjang
keberhasilan sesuai dengan perencanaan. Keberadaan sarana ini dijadikan
tempat untuk menuntut ilmu pengetahuan, belajar mengaji, tempat ibadah dan
juga dijadikan tempat pelaksanaan hari besar Islam. Seperti: Shalat pada
Lebaran Idul fitri, Lebaran Idul Adha dan juga shalat Jum’at.
B. Tradisi Makan Jantung di Desa Sekeladi
Dalam sejarahnya tradisi makan jantung sudah dilakukan sejak
lama. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penuturan tetua adat di
Desa Sekeladi, adat ini telah dilakukan secara turun-temurun dari nenek
moyang dahulu hingga sekarang. Diketahui empat orang nenek moyang
tersebut yang bernama: pertama yaitu Meh (mas) Tempat, kedua Meh
Nian, ketiga Meh Cayo dan Meh Cunu. Keempat Tokoh Meh (mas) asal
usul anak keturunan masyarakat Desa Sekeladi.
Tidak ada data tahun dan tanggal yang pasti mengenai kapan adat
ini dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sekeladi, yang jelas semenjak
zaman penjajahan Belanda dulu hal ini sudah dipraktekkan oleh
masyarakat Desa Sekeladi. Empat Tokoh di atas lebih dikenal dengan
sebutan Nenek yang Mpek (empat). Adat-istiadat yang dilahirkan oleh
Nenek yang Mpek tersebut yaitu: tradisi makan jantung, kenduri, ziarah
makan keramat, memberi sesajen kepada roh penunggu dusun, adat tepung
tawar dan adat-adat lainnya. Dari beberapa adat yang ada di Desa
53
Sekeladi, tersebut di atas penulis hanya menjelaskan mengenai tradisi
makan jantung.
Tradisi yang dipercaya oleh masyarakat yakni adanya pantangan
dan larangan yang dianggap sangat berpengaruh terhadap kehidupan.
Contohnya saja ketika pelaksanaan memberi sesajen kepada roh
penunggu dusun (makhluk ghaib) pada acara makan jantung, tidak ada
warga yang meninggalkan desa sampai dengan selesai, karena hal tersebut
sudah menjadi bagian dari kepercayaan masyarakat yang harus ditaati
dan dipatuhi oleh segenap lapisan masyarakat.
Menurut asal-usulnya ketika nenek moyang mendirikan kampung
tersebut beliau meminta izin terlebih dahulu kepada makhluk ghaib yang
ada di sana, sebagai gantinya setiap pemotongan hewan (kambing), wajib
memberi makan roh penunggu dusun (makhluk ghaib), selain itu kambing
yang dipotong tidak cacat atau pun penyakit-penyakit lainnya. Dalam
artian ketika kita hendak berhenti di rumah orang lain maka kita harus
meminta izin terlebih dahulu kepada orang yang menghuni rumah
tersebut.54
Rusniyanto menuturkan bahwa tradisi makan jantung merupakan
salah satu warisan nenek moyang dahulu yang masih dilestarikan hingga
saat sekarang. Tradisi ini dahulunya sangat kental dengan budaya asli desa
tersebut, dengan nuasa-nuansa klasik atau tradisional, hal ini terlihat dari
54
Adri, Tetua Adat Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi, tanggal 7
Februari 2020 hari sabtu Pukul 10.30 WIB
54
instrumen yang sangat unik adalah Rebana dan Tetawak. Rebana tentu
sudah sering melihat dan mendengarnya, sejenis alat musik pukul yang
terbuat dari kulit, digunakan untuk bernyanyi dengan nada tradisional,
berpantun dan tarian.
Sedangkan Tetawak merupakan sebuah alat musik pukul, sejenis
Gong, lebih tebal sisinya yang digunakan untuk memanggil orang,
mengiringi tarian dan juga untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa
ada orang yang meninggal dunia. Kedua alat tersebut apabila dimainkan
secara bersamaan maka akan mengeluarkan suara yang khas, tergantung
siapa yang memainkannya. Alat-alat tersebut merupakan peninggalan
Nenek Moyang dahulu yang masih dijaga oleh masyarakat setempat.
Sebagai salah satu bukti sejarah yang masih ada.
Namun ada juga instrumen yang kurang memadai seperti:
mikrofon dan penerangan dahulunya belum ada, masih menggunakan
penerangan sederhana berupa lampu trongkeng dan lampu dinding namun
seiring berjalannya waktu pada saat sekarang ini sudah mengalami
perubahan, mikrofon dan penerangan sudah diusahakan oleh pihak Kepala
Desa. Sehingga acara makan jantung dapat dilaksanakan dengan lancar
sesuai dengan keinginan bersama.
Acara makan jantung pada beberapa tahun yang lalu hanya dihadiri
oleh beberapa orang saja karena memang desanya kecil dan juga jumlah
masyarakatnya yang sedikit dan letaknya juga sangat jauh dari pusat kota.
55
Meskipun demikian banyak pengunjung yang berasal dari luar daerah,
untuk mengikuti tradisi makan jantung. Sehingga tradisi makan jantung
masih berkembang dan dilestarikan sesuai dengan budaya lama meskipun
sekarang sedikit mengalami perubahan. Perubahan tersebut tidak
menyurutkan semangat masyarakat untuk melestarikan tradisi makan
jantung, namun membuat orang-orang di Desa Sekeladi, semakin menjaga
kekompakan untuk tetap mempertahankan tradisi yang ada.55
Kenapa dinamakan dengan makan jantung, karena makan jantung
menggambarkan sebuah kehidupan, contohnya: seseorang yang
mempunyai hati belum tentu bisa hidup namun apabila seseorang tidak
lagi mempunyai hati namun mempunyai jantung maka seseorang tersebut
masih bisa hidup. Begitulah bunyi pepatah mengapa dinamakan dengan
tradisi makan jantung.
Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Makmum Aviv, alasan
mengapa dilaksanakan pada hari ketiga, karena dihari pertama lebaran,
masyarakat melaksanakan kewajiban masing-masing seperti: sholat,
silaturahim ke rumah keluarga dan lainnya. Pada hari kedua yaitu
masyarakat disibukkan dengan acara “Nyalang” dari rumah ke rumah dan
ada juga yang keluar masuk desa. Maka hari yang paling tepat adalah hari
ketiga, karena masyarakat sedang berkumpul, sedang menikmati hari
lebaran, riang gembira, mengadakan perlombaan dan juga bagi para
perantau momentum yang paling penting adalah makan jantung, mereka
55
Observasi pada tanggal 20 Mei 2020 pukul 13.30 WIB
56
dapat berkumpul bersama-sama dengan keluarganya dan masyarakat yang
menetap.56
Ada beberapa tahapan pelaksanaan tradisi makan jantung
sebagai berikut:
Pertama, pada awal perayaan Idul Fitri, kegiatan yang paling
penting dilakukan adalah shalat bersama-sama pada saat itulah momentum
semua umat muslim bermaaf-maafan, bergembira dengan datangnya hari
Raya tersebut. Dengan begitu masyarakat mempunyai kesempatan untuk
saling bermaaf-maafan, senang, sedih dan juga rasa haru karena
dipertemukan kembali di bulan yang berkah. Setelah pulang dari shalat
berjamaah masyarakat membentuk panitia pelaksanaan makan jantung.
Seperti: adanya protokol, kata sambutan dari Kepala Desa, kata sambutan
dari tokoh agama dan kata sambutan dari salah satu pemuda/i selanjutnya
pembacaan Khutbah Negri, pembacaan do’a dan acara jamuan sebagai
acara penutup perayaan Idul Fitri.
Kedua, kegiatan pada hari kedua merupakan acara Nyalang
(berkujung), merupakan suatu acara adat silaturahim yang dilakukan pada
hari kedua dari hari Raya Idul Fitri, yang bertujuan untuk mempererat
hubungan silaturahim antar sesama. Acara Nyalang ini ada dua bentuk,
pertama, Nyalang ke kuburan, kedua Nyalang ke rumah-rumah. Acara ini
dilakukan setiap tahunnya yang diawali dengan Nyalang ke kuburan
dengan membaca Kulhu dan Tahlil, yang dipimpin oleh Tokoh Agama,
56
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25 WIB
57
terlebih dahulu diberikan waktu kepada bapak Kepala Desa, untuk
menyampaikan sepatah dua patah kata, yang berisikan tentang mengajak
semua masyarakat untuk membaca Kulhu dan Tahlil dengan Khusyuk dan
mendo’akan arwah-arwah yang telah berpulang ke Rahmatullah semoga
diberikan kelapangan di alam kuburnya dan kita yang ditinggalkan
diberikan rahmat, ketabahan serta keikhlasan dari Allah SWT. Tidak lupa
juga beliau menyampaikan kepada kaum muslimin dan muslimat agar
selalu berbuat baik kepada sesama.57
Selanjutnya kata sambutan dari pengawai Syara’ yang mana beliau
mengingatkan kepada semua masyarakat agar menjalankan ibadah dengan
ikhlas, agar memperoleh pahala yang sesuai dengan apa yang dikerjakan,
semoga dijauhkan dari bencana, dari mara bahaya. Dan dari penyakit-
penyakit yang sedang merajalela di dunia. Seterusnya beliau menuturkan
bahwa kita sebagai hamba harus menjalankan perintah yang ditetapkan
oleh Allah Swt dan menjauhkan segala larangan-Nya. Beliau juga
mengajak semua umat muslim agar berbuat baik sesuai dengan prilaku
Nabi Saw. Kemudian dari pada itu beliau berharap semoga masyarakat
dilindungi dari Mara Bahaya dan menetapkan warganya di dalam Iman
serta ketakwaan.
Pada akhir pembacaan Kulhu dan Tahlil, acara yang tidak pernah
ditinggalkan setiap tahunnya adalah Nyalang (mengunjugi) ke rumah
pegawai Syara’, Khotib dan Bilal serta Kepala Sekolah untuk menjalin
57 Observasi pada tanggal 25 Mei 2020 pukul 09. 00 WIB
58
silaturahim sebagaimana pepatah Adat mengatakan “Ramai Negri Buat
nang mudo, elok Negeri oleh nang tuo”. Artinya rusak Negeri dikarenakan
para orang tua bermain api, orang tuo berlaku budak, maka alamat Negeri
akan rusak karena perbuatan tersebut.58
Setelah kembali dari Nyalang (mengunjugi) kuburan masyarakat
bersiap-siap untuk pergi Nyalang, dengan membawa bekal masing-masing
seperti kue lebaran, kemudian dihidangkan di rumah orang yang akan
dikunjungi. Pada acara Nyalang ke rumah pegawai Syara’, Kepala Desa
yang bernama Bapak Rabuan, menyampaikan kata permohonan maaf
kepada masyarakat, mungkin selama beliau menjabat sebagai Kepala
Desa, banyak berbuat salah selama menjalankan tugas, belum sepenuhnya
menjadi pemimpin yang baik. Selain itu apa yang diinginkan oleh
masyarakat selama ini belum tercapai, namun beliau berusaha agar apa
yang masyarakat inginkan tercapai.
Kemudian beliau juga mengapresiasi pelaksanaan Tradisi Nyalang
ini serta tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua lapisan
masyarakat yang sudah berpartisipasi dalam acara Nyalang. Beliau
berharap tradisi ini terus dilestarikan oleh semua dan tidak boleh
ditinggalkan, karena ini adalah salah satu warisan nenek moyang yang
harus dijaga bersama-sama.
58
Observasi pada tanggal 25 Mei 2020 pukul 09. 25 WIB
59
Tidak lupa pula beliau mengingatkan kepada masyarakat mengenai
kesepakatan tanggal yang tepat untuk bercocok tanam, salah satunya
menanam padi. Dengan berbagai macam pertimbangan. Pertama,
penetapan pelaksanaan makan jantung, kedua yang mana di tahun 2020 ini
para petani banyak yang mengeluh, karena panen yang bersamaan
sehingga menyebabkan masyarakat tidak bisa tolong-menolong memanen
padi, hal ini disebabkan karena terlalu lama menyemai dan menanam padi.
Maka dibuatlah suatu kesepakatan supaya hal tersebut tidak terulang
lagi. Kedua yaitu cuaca, cuaca sangat berpengaruh pada saat menanam
padi, jika musim kemarau maka masyarakat tidak bisa menanam padi,
karena semuanya memerlukan air yang memadai. Oleh karena itu setelah
acara Nyalang selesai, maka barulah diadakan musyawarah. Hasil dari
musyawarah tersebut menetapkan pelaksanaan makan jantung di rumah
orang tua Kepala Desa dan penetapan tanggal bercocok tanam. Kemudian
masyarakat diminta mengumpulkan beras 2 kaleng susu, kelapa 1 buah
dan uang 5 ribu per KK. Uang tersebut digunakan untuk membeli kambing
dan bumbu-bumbu dapur.59
Ketiga, waktu pelaksanaan makan jantung, sebelum pelaksanaan
makan jantung, kambing harus dipotong terlebih dahulu ada ritual dalam
penyembelihan kambing untuk memberi sesaji yaitu masih melestarikan
budaya leluhur. Ada unsur gotong-royong, kebersamaan dan pengorbanan
di dalamnya. Dalam penyembelihan kambing ada pengecualiannya,
59
Observasi pada tanggal 25 Mei 2020 pukul 09.10 WIB
60
kambing harus sehat, tidak sakit, tidak cacat. Mengapa harus kambing?
Dalam pemberian sesaji kepada roh penunggu dusun (makhluk ghaib)
tersebut hanya kambing yang menjadi permintaan dari roh tersebut.
Hal ini dapat disimak melalui hasil wawancara yang dilakukan.
“karena kambing itu mencari makan sehari-hari, kalau belum sampai
seratus macam rumput atau tumbuh-tumbuhan yang didapatkannya maka
kambing tersebut belum mau pulang ke kandang. Arti kata kambing
maksudnya kambing itu telah melewati, mengelilingi wilayah Desa
Sekeladi, berbagai tempat dan berbagai macam makanan rumput telah
didapatkan sehingga kambing tersebut telah melewati wilayah yang
dipercaya masyarakat (roh penunggu dusun), dan akan menimbulkan
reaksi yang tinggi kepada orang-orang yang memakan kambing
tersebut.”60
Kemudian kambing yang sudah disembelih tadi langsung diambil
dagingnya untuk memberikan sesaji kepada roh penunggu dusun (makhluk
ghaib), yaitu daging, hati, jantung, rabu, limpa perut dan buah punggung
semua itu diambil sedikit saja. Daging dan bahan-bahan tersebut di masak
dalam bambu, bumbu-bumbunya menggunakan cabe, bawang, lengkap
dengan santan kelapa 1 buah. Cangkir minuman terbuat dari bambu,
tempat nasi dari daun pisang manis serta gulai tersebut diletakkan di atas
nasi kemudian dimasukkan ke dalam nampan (talam), bahan-bahan
60
Adri, tetua adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi.
Wawancara pribadi, tanggal 2 Juni 2020 pukul 21.43 WIB
61
tersebut kemudian di bawa ke tempat pemberian sesaji roh penunggu
dusun (makhluk ghaib). Sampai di tempat tersebut juru kunci bapak Adri
membakar kemenyan dengan menggunakan tunam (mayang kelapa),
setelah itu membacakan mantra untuk memanggil roh tersebut.
Adapun mantra yang dibacakan memanggil roh penunggu dusun
(makhluk ghaib) yaitu:
“Oi... nek datuk Berebah Besi yang diam di kepala dusun 3X
Jawab: kinilah nek aku berseru kepada kamu, himbau
bergesak-gesak himbau bergeso-geso, rokok yang tiga batang, sirih
yang tiga kapur aku datang mengumpan (memberi sesaji) kepada
kamu dengan nasi yang sesaji, air yang secangkir serta dengan gulai
setangkai daun kayu, kareno kamu yang menyincang, melatih tanah
ini dan kalau ada dahan yang menimpa kuduk (tengkuk), ranting
yang melenting mato, kalau ada cacar di laut, layo digunung, kalau
ada orang yang congkak, anianya kepada anak cucu kamu di dusun
ini minta ingat minta kabalo dari kamu karena kamu yang
menyincang melatih tanah ini”.
Sewaktu pemberian sesaji kepada roh tersebut, harus dipanggil
terlebih dahulu dengan menggunakan mantra di atas, maka datanglah
binatang sebagai pertanda sesaji itu telah di makan oleh roh. Setelah
selesai barulah masyarakat diperbolehkan menikmati daging kambing
tersebut.61
Apabila pemberian sesaji belum selesai maka tidak boleh satu orang
pun memakan daging yang sudah dipotong, baik itu dibakar, digoreng
ataupun di masak dengan cara yang lainnya. Setelah selesai pelaksanaan
61
Adri, tetua adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Jambi.
Wawancara pribadi, tanggal 2 Juni 2020 pukul 21.43 WIB
62
penyerahan sesajen barulah masyarakat diperbolehkan memakan daging
kambing tersebut. Jika dari contoh di atas dilanggar baik yang punya
hajatan maupun masyarakat yang lainnya, maka akan ada akibat yang
harus diterima oleh masyarakat desa tersebut seperti: keserupan, kejang-
kejang, bicara tidak karuan dan ada juga yang dibawa oleh makhluk itu ke
semak-semak belukar.
Semenjak kejadian itu maka masyarakat merasa ketakutan jika
melanggar pantangan tersebut.62
Setelah pemberian sesaji selesai, barulah
dimulai acara makan jantung yang dihadiri oleh tuo tau, alim ulama,
cerdik pandai, kepala dusun, tetua adat, bilal, pemuda/i dan seluruh lapisan
masyarakat Desa Sekeladi. Tradisi makan jantung merupakan acara adat
dari rangkaian Bantai Adat atau pemotongan hewan kerbau pada awal
puasa .
Bantai Adat merupakan acara pemotongan kerbau, acara ini untuk
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, dalam pembantaian ini
masyarakat diharuskan Sto (ikut serta ambil bagian) daging kerbau
tersebut, setelah pemotongan itu, jantung kerbau harus diserahkan dengan
Kepala Desa, untuk disimpan guna persiapan acara “makan jantung” pada
tanggal 3 Syawwal nanti selepas hari raya Idul Fitri. Oleh karena itu tidak
mungkin Kepala Desa menyimpan jantung kerbau selama satu bulan
mendatang di rumahnya, maka disedekahkan pada malam tanggal 1 puasa
62
Adri, Tetua Adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi, tanggal 2
Juni 2020 Pukul 09.43 WIB
63
dan mengajak masyarakat Desa Sekeladi, untuk makan bersama-sama.
Sedekah ini dinamakan dengan (Sedekah Megang).
Adapun tujuan dari bantai adat adalah sebagai wujud kegembiraan
dapat bertemu kembali di bulan yang agung dan dapat menunaikan ibadah
puasa dengan baik serta sebagai persiapan untuk menghadapi bulan suci
Ramadhan. Definisi lain makan jantung adalah menyambung adat yang
dititipkan oleh nenek yang berempat yang merupakan nenek moyang Desa
Sekeladi. Jantung yang telah dititipkan dengan Kepala Desa, tadi diambil
kembali untuk disedekahkan pada acara hari ketiga perayaan Idul Fitri. 63
Sekalipun jantung kerbau tadi telah disedekahkan pada malam
tanggal 1 puasa Ramadhan yang lalu, namun harus diganti dengan simbol
jantung yang lain baik jantung kambing atau jantung biri-biri. Sebelum
penyembelihan hewan (kambing) harus dipastikan terlebih dahulu bahwa
hewan tersebut tidak cacat, tidak sakit ataupun penyakit-penyakit lainnya,
karena apabila hewan yang cacat atau sakit maka tidak boleh diberikan
kepada roh penunggu dusun (makhluk ghaib), intinya hewan yang
dipotong adalah hewan yang sehat. Tujuan dari makan jantung adalah
sebagai ajang silaturahim dan penutup acara hari Raya Idul Fitri serta
sebagai permohonan semoga Negeri aman, tentram dan damai.
Acara makan jantung sebenarnya harus dilaksanakan di rumah bapak
Kepala Desa, apabila istrinya memang asli orang Desa Sekeladi, namun
63
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25 WIB
64
karena istri beliau orang luar, maka dilaksanakanlah tradisi makan jantung
tersebut di rumah orang tua bapak Kepala Desa. Siapa pun yang menjadi
Kepala Desa (Kades) maka harus siap memikul tanggung jawab,
contohnya bertanggung jawab menjaga Pseko (Pusako) yang merupakan
warisan dari nenek moyang dahulu, Pseko tersebut berisikan:
a. Buah padi sebesar buah kelapa
b. Uang logam
c. Ikat kepala berwarna merah putih (Tanjak).64
Barang-barang tersebut sebagai salah satu bukti warisan yang
ditinggalkan oleh nenek moyang Desa Sekeladi, yang dijaga oleh
masyarakat saat sekarang. Kemudian ruangan rumah tersebut dihiasi
dengan berbagai macam daun dari tumbuh-tumbuhan makanan pokok dan
buah-buahan seperti: padi, daun durian, daun sirsak, daun jambu, daun
kopi , mangga, duku dan lai-lain.
Daun-daun tersebut tak kalah penting disediakan supaya tumbuhan
yang diambil daunnya akan berbuah lebat, bersih dan juga sehat dari
penyakit. Sesuatu yang tidak pernah ditinggalkan adalah beras kuning,
pada akhir pembacaan Khutbah Negri, para ibu-ibu melemparkan
(menyiramkan) beras tersebut ke tengah-tengah ruangan rumah, kemudian
masyarakat langsung berebutan mengambil beras kuning atau disebut
dengan ”beras keberkahan” untuk diberikan kepada pakan ternak, seperti:
64
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kec. Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25 WIB
65
kerbau, kambing dan ayam agar hewan-hewan tersebut dapat berkembang
biak dengan baik.65
Menurut Nenek Mariam, salah satu masyarakat Desa Sekeladi
yang sekian lama mendiami desa tersebut, mengatakan bahwa Desa
Sekeladi termasuk desa yang aman karena Desa itu mempunyai Nenek
Moyang dalam istilahnya “Nenek Puyang” yang selalu melindungi
masyarakat. Sebenarnya nenek tersebut sudah ratusan tahun meninggal
dunia yang tersisa hanya kuburannya saja akan tetapi masyarakat tetap
percaya bahwa nenek itu selalu ada dan menjaga anak cucu mereka atau
warga masyarakat yang tinggal di desa tersebut.
Di Desa Sekeladi, keyakinan terhadap hal-hal ghaib masih sangat
kental sehingga sulit untuk ditinggalkan oleh masyarakatnya. Salah satu
contoh yang menunjukan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal ghaib
adalah tradisi memberi sesaji kepada roh penunggu dusun (makhluk
ghaib).66
Hal ini sejalan dengan pandangan Syahrial Syarbaini Rusdianta,
yang mengatakan bahwa tindakan tradisional merupakan tindakan sosial
yang berorientasi pada tradisi masyarakat. Tindakan tradisional ini juga
merupakan suatu kebiasaan yang berkembang pada masa lampau di dalam
masyarakat. Tradisi dalam pengertian ini merupakan sesuatu yang
dilakukan secara berulang-ulang dari nenek moyang terdahulu hingga
65
Nenek Mariam salah satu masyarakat Desa Sekeladi yang sekian lama mendiami Desa
tersebut. Wawancara pribadi tanggal 29 Mei 2020 hari jum’at pukul 10.24 WIB 66
Nenek Mariam, Masyarakat setempat yang lama tinggal di Desa Sekeladi. Wawancara
Pribadi, pada tanggal 29 Mei 2020 hari Jum’at pukul 10.24 WIB
66
sekarang, yang berlandaskan pada hukum-hukum normatif yang telah
ditetapkan secara tegas.67
C. Nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi makan jantung
a. Nilai agama
Berdasarkan pemaknaan nilai agama yang dipaparkan oleh
Makmum Aviv, yang mengatakan bahwa nilai agama merupakan
panduan bagi manusia untuk melakukan yang sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad untuk kita ikuti. Nilai agama inilah yang menjadi tolak
ukur bagi manusia untuk melakukan perbuatannya sehari-hari.
Sejatinya sebagai manusia kita harus tetap pada koridor keagamaan
meskipun terkadang kita sering berbuat salah. 68
Hal di atas sejalan dengan pandangan Sindung Haryanto, yang
mengatakan bahwa nilai agama merupakan pendorong bagi manusia
untuk berbuat baik terhadap sesamanya keyakinan akan kemahakuasaan
Tuhan disertai kepercayaan bahwa wahyu yang diturunkan Tuhan
merupakan sumber kebaikan. Hal ini menjadi panduan bagi tingkah
laku manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.69
67
Syahrial Syarbaini Rusdianta, Dasar-Dasar Sosiologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 37. 68
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Mei 2020 hari rabu pukul 13. 30 WIB 69
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama dari Klasik Hingga Post Modern (Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2015), 23.
67
b. Nilai budaya
Berdasakan definisi nilai budaya yang dipaparkan oleh
Makmum Aviv, diketahui bahwa nilai budaya adalah sesuatu yang
terlihat dalam kehidupan sehari-hari dan sangat penting serta
berkualitas bagi para penganutnya di dalam masyarakat. Nilai gotong-
royong, nilai tenggang rasa, nilai kebersamaan dan nilai tolong-
menolong merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat dalam pelaksanaan makan jantung. Hal di atas tidak kalah
penting karena apabila dikerjakan bersama-sama pekerjaan akan terasa
ringan. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan, tanpa berinteraksi dengan orang lain.
Seperti saat musyawarah masyarakat saling mengingatkan,
saling membantu, menyiapkan perlengkapan masak, menyiapkan
bumbu-bumbu dapur dan menghias ruangan rumah. Semua pekerjaan
dilakukan oleh semua masyarakat baik pemuda/i demi kelancaran acara
makan jantung, sampai dengan selesai. Tidak ada perbedaan karena
perbedaan itu lebur masyarakat berkumpul menjadi satu.70
Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Elly M Setiadi & Usman, yang menyatakan
bahwa nilai sosial merupakan sesuatu yang abstrak atau tampak yang
bersifat umum dan sangat penting dan bernilai bagi kehidupan
70
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Mei 2020 hari rabu pukul 13. 30 WIB
68
masyarakat. Nilai tersebut menjadi pedoman dalam bertingkah laku
sebagian besar bagi masyarakat.71
d. Nilai persaudaraan
Merupakan salah satu bentuk menjalin hubungan silaturahim
antar sesama manusia, hal ini tak kalah penting dilakukan oleh setiap
umat, baik itu dekat maupun jauh karena bagaimana pun kita semua
adalah bersaudara. Menjalin silaturahim sangat penting sebagai ajang
mempererat hubungan antar sesama. Dengan saling berkunjung
(Nyalang) ke rumah-rumah pegawai Syara’, bapak Kepala Desa dan
lain-lain.
Penjelasan tersebut senada dengan pandangan Jannes Alaexander
Uhi, yang menyatakan bahwa persaudaraan merupakan terjalinnya
relasi antara manusia satu dengan yang lain. Manusia hanya dapat
mengembangkan dirinya dalam hidup bermasyarakat. Artinya manusia
tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. Manusia harus
sadar bahwa keterlibatan antar sesama manusia akan membuat manusia
menemukan kebahagiaan yang terus meningkat dengan orang lain.72
71
Elly M Setiadi & Usman Kholip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial dan Pemecahannya, 127-128. 72
Jannes Alexander Uhi, Filsafat Kebudayaan Konstruksi pemikiran Cornolis Anthonievan
Peursen dan Catatan Reflektifnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 120-121.
69
e. Nilai mistik
Memberi sesaji kepada roh penunggu dusun (makhluk ghaib)
merupakan suatu acara ritual adat memberikan sesaji kepada roh
penunggu dusun, dengan menggunakan mantra-mantra seperti yang
sudah dipaparkan di atas. Pemberian sesaji ini diyakini masyarakat
sebagai titipan dari nenek moyang yang berempat, yang merupakan
nenek moyang Desa Sekeladi, keyakinan ini didorong atas kekuatan
yang berada di luar diri manusia.73
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Cecep Sumama, yang
mengatakan bahwa nilai mistik merupakan keyakinan yang didorong
atas adanya kekuatan yang luar biasa di luar diri manusia itu sendiri
yang sulit diukur, sulit diempiriskan dan sulit dirasionalkan. Kemudian
nilai mistik dibagi menjadi dua. Pertama, misitik pada umumnya tanpa
kekuatan tertentu dalam kajian agama. Kedua yaitu mistik yang
mendorong kekuatan tertentu untuk mencapai tujuanya dalam bentuk,
doa, mantra-mantra, jampi-jampi dan jimat. Memberi sesaji tersebut
termasuk ke dalam kategori kedua karena menggunakan mantra-mantra
sebagai bentuk wujud kekuatan yang berada di luar dirinya.74
73
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Mei 2020 hari rabu pukul 13. 30 WIB
74
Cecep Sumama, Filsafat Pengetahuan (Bandung: PT Rosdakarya, 2016), 53-55.
70
D. Akulturasi Islam dan Adat dalam Tradisi Makan Jantung
Masyarakat sekeladi, mayoritas beragama Islam dan sangat
menjunjung tinggi budaya lokal serta adat-istiadat yang berlaku.
Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan,
diketahui bahwa tradisi makan jantung telah lama dipraktekkan oleh
masyarakat Desa Sekeladi, jauh sebelum Islam datang. Kedatangan Islam
tidak serta merta menghilangkan tradisi makan jantung tersebut, namun
memperkaya tradisi tersebut dengan unsur-unsur keislaman.
Seperti pelaksanaannya bersamaan dengan perayaan Idul Fitri,
kemudian adanya Khutbah keagamaan, pembacaan do’a dan lain-lain yang
bernuansa Islam. Hal ini sejalan dengan pandangan Kastolani dan Yusof,
yang mengatakan bahwa perpaduan antara Islam dan budaya lokal
memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam Islam sendiri
terdapat nilai umum dan absolut sepanjang masa.75
Sebelum kedatangan Islam di Nusantara, Islam sudah memiliki
corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha serta
tradisi-tradisi sosial kemasyarakatan. Semua itu tidak terlepas dari
pengaruh sebelumnya, yaitu kebudayaan nenek moyang. Salah satunya
adalah makan jantung di Desa Sekeladi, yang memiliki nilai-nilai Islami di
dalamnya. Oleh karena itu tidak mengherankan lagi jika budaya lokal
75
Kastolani & Abdullah Yusof, “ Relasi Islam dan Budaya Lokal: Studi Tentang Nyadran di
Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang”, Kontemplasi, Vol. 04, No. 01 (2016):
52.
71
bernuansa Islam sampai sekarang masih bergandengan dan eksis di
tengah-tengah masyarakat, sepanjang budaya atau tradisi tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Budaya lokal yang bernuansa
Islam memang memiliki ciri khas tersendiri tanpa mengubah sistem adat
yang berlaku.
Keduanya merupakan proses timbal-balik yang saling
mempengaruhi satu sama lain, sehingga Islam dan adat tidak bisa berdiri
sendiri mereka memiliki hubungan yang tidak bisa terpisahkan. Sebagai
corak Islam bernuansa lokal, yang tidak hanya ditemukan di Masjid-
masjid namun sebaliknya Islam juga dapat ditemukan pada ritual-ritual
adat. Berdasarkan penjelasan di atas, antara Islam dan adat mempunyai
hubungan yang erat antara satu sama lain yang tidak bisa dipungkiri lagi.
Salah satunya tradisi makan jantung adalah bentuk adanya perpaduan
antara Islam dan budaya lokal. Budaya tersebut masih awet dengan ciri
khas lama meskipun hadirnya Islam tidak mengubah adat tersebut
sebaliknya terjadi perpaduan kebudayaan. 76
Islam dan budaya lokal dengan kata lain tidak ada lagi jurang
pemisah, melainkan telah menyatu seperti mata uang yang sama. Kedua
budaya itu disebutkan dengan budaya asli Desa Sekeladi, dengan budaya
ajaran Islam, yang tidak bisa dihindari lagi bahwa sejak berabad-abad
lamanya hukum adat atau yang sering disebut dengan adat-istiadat
merupakan peraturan dan nilai-nilai yang telah tumbuh dan berurat akar di
76
Observasi tanggal 26 Mei 2020 pukul 10. 45 WIB
72
dalam kehidupan masyarakat sekeladi, sehingga adat tersebut tidak bisa
dihilangkan atau ditiggalkan. Hal ini sejalan dengan pandangan
Koentjraningrat, yang mengatakan bahwa perpaduan merupakan
bertemunya kebudayaan asli dengan kebudayaan luar atau asing. Sehingga
cepat atau pun lambat akan diterima dan dioleh ke dalam kebudayaan
setempat tanpa menghilangkan keaslian budaya tersebut.
Islam berusaha membuka diri dengan budaya lokal, pada akhirnya
membentuk budaya baru yang unik di dalam masyarakat yang telah
berakulturasi. Karena Islam tidak pernah menganggap bahwa ras dan
etnik lain rendah, namun Islam mengakui bahwa ras dan budaya setempat
merupakan anugrah dari Allah Swt, yang harus dijaga oleh setiap umat
selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan ajaran yang diturunkan
oleh Allah Swt.77
77
Makmum Aviv, Tokoh Masyarakat Desa Sekeladi Kec. Batang Asai Kab. Sarolangun.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Mei 2020 hari rabu pukul 13. 30 WIB
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Desa Sekeladi
Kecamatan Batang Asai, Kabupaten Sarolangun Jambi, mengenai
Akulturasi Islam dan Adat dalam tradisi makan jantung, dapat ditarik
suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan tradisi makan jantung di Desa Sekeladi Kecamatan Batang
Asai Kabupaten Sarolangun Jambi, merupakan acara dari rangkaian
bantai adat, yang bertujuan sebagai penutup acara hari Raya Idul Fitri.
Bantai adat adalah acara memotong kerbau untuk menyambut
datangnya bulan suci Ramadhan, yang bertujuan sebagai wujud
kegembiraan dapat bertemu kembali dengan bulan yang agung dan
sebagai persiapan bagi masyarakat untuk menghadap bulan puasa serta
untuk menghormati nenek moyang Desa Sekeladi.
2. Terdapat beberapa nilai yang ada di dalam tradisi makan jantung, selain
diawali dengan Bantai Adat (pemotongan kerbau) pada beberapa hari
menjelang puasa juga dilaksanakan pada perayaan Idul fitri. Kemudian
terdapat Khutbah keagamaan yang menjelaskan tentang membayar
Zakat, Puasa Sunnah Syawal dan do’a. Kemudian adanya nilai-nilai
persaudaraan yang merupakan salah satu ajang bagi masyarakat
74
menjalin hubungan silaturahim dan nilai-nilai lainnya yang masih
dipertahankan oleh masyarakat Desa Sekeladi.
3. Akulturasi Islam dan adat di dalam tradisi makan jantung, diketahui
bahwa tradisi tersebut telah dilakukan oleh masyarakat Desa Sekeladi,
jauh sebelum datangnya Islam. Kedatangan Islam tidak membuat tradisi
tersebut hilang namun memperkayanya dengan unsur-unsur keislaman
dengan berbagai perayaan yang dilakukan, tepatnya seperti perayaan
Idul Fitri. Perpaduan antara Islam dan adat dapat dijumpai pada
pemotongan kerbau pada awal bulan puasa Ramadhan dan dilaksanakan
pada perayaan Idul Fitri. Kemudian adanya Khutbah Keagamaan dan
ditutup dengan do’a.
B. Saran
Dari hasil penelitian di atas, ada beberapa hal yang perlu
disampaikan oleh peneliti sebagai salah satu bahan pertimbangan. Adapun
bentuk saran menurut peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagi bapak Kepala Desa, diharapkan untuk terus mengajak
masyarakat berpartisipasi pada acara makan jantung, sehingga tradisi
ini tetap eksis dan dapat diikuti oleh generasi-generasi berikutnya.
2. Untuk bapak Rusniyanto sebagai Tokoh Agama di Desa Sekeladi
perlu diperhatikan tradisi makan jantung agar bersih dari Tahayyul,
Bid’ah dan juga Kurafat .
3. Diharapkan tradisi ini tidak memberatkan sanak keluarga yang
merantau, karena tradisi tersebut dilaksanakan pada hari ketiga
75
lebaran. Barang kali ada sanak keluarga yang ingin pulang ke tempat
kerja atau lainnya.
4. Untuk seluruh lapisan masyarakat dan sekitarnya agar dapat bekerja
sama dalam melestarikan tradisi makan jantung.
5. Kemudian untuk penulisan Khutbah Negri, sebaiknya diperbaiki lagi,
supaya lebih rapi dan teratur.
6. Bagi peneliti diharapkan dapat memberikan sumbangsih mengenai
perkembangan ilmu pengetahuan tentunya dibidang tradisi lokal.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku
Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara,
2002.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006.
Fathoni, Abdurrahman. Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006.
Hanani, Silfia. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bukittinggi: IAIN Bukittinggi, 2019.
...................... Menggali Interelasi Sosiologi dan Agama. Bandung: Humaniora,
2011.
Haryanto, Sindung. Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga PostModern.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2015.
Hasan, Wahid, Abdul. Islam Dinamisme Islam Harmonisme. Yogyakarta: PT
LkiS Printing Cemerlang, 2011.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005.
Januar. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bukittinggi: IAIN Bukittinggi, 2014.
Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Mubaraq, Zulfi. Sosiologi Agama. UIN: Maliki Press, 2010.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Muri, Yusuf. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Penelitian Gabungan.
Jakarta: Kencana, 2014.
Navis, A.A. Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau.
Jakarta: Graffiti Pers, 1984.
Nata, Abuddin. Sosiologi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2014.
Nasution, Albani, Syukri, Muhammad. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2015.
Oetojo, Boedhi, Dkk. Teori Sosiologi Klasik. Jakarta: Universitas Terbuka, 2005.
Rusdianta, Syarbaini, Sahrial. Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009.
Sayidah, Nur. Metodologi Penelitian Disertai Dengan Contoh Penerapannya
Dalam Penelitian. Siduarjo: Zifatama Jawara, 2018.
Sumarna, Cecep. Filsafat Pengetahuan. Bandung: PT Rosdakarya, 2016.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta, 2015.
.............. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2007.
Setiadi, M. Elly & Kholip Usman. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta:
Kencana, 2011.
Setiawan, Johan & Anggito Albi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV
Jejak, 2018.
Thabara, Fahim. Sosiologi Agama. Malang: Madani, 2016.
Uhi, Alexander, Jannes. Filsafat Kebudayaan Kontruksi Pemikiran Cornolis
Anthonie van Peursen dan Catatan Reflektifnya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2016.
Usman, Sunyoto. Sosiologi Sejarah, Teori dan Metodologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012.
Zaprulkhan. Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik. Jakarta: PT Rajawali Pers,
2014.
Jurnal
Alhusni. ”Tradisi Bebantai Menyambut Bulan Ramadhan dalam Masyarakat
Merangin Jambi”, Kontekstualita, Vol. 29, No.01 (2014), 1-10.
Armansyah, Yudi. “Kontribusi Seloko Adat Jambi dalam Penguatan Demokrasi
Lokal”, Sosial Budaya, Vol. 14, No. 1 (2017), 1-13.
Buhori. “Islam dan Tradisi Lokal di Nusantara: Telaah Kritis Terhadap Pelet
Betteng Pada Masyarakat Madura Dalam Perspektif Islam”, Al-Maslahah,
Vol. 13, No. 02 (2017), 1-24.
Defrianti, Denny & Fatonah, Supian. “Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat Melayu di Kota Jambi”, Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, Vol. 02, No. 02
(2018), 1-24.
Wekke, Suardi, Ismail. “Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama
dalam Masyarakat Bugis”, Analisis. Vol. XIII, No.01 (2013), 1-30.
Yusof, Abdullah & Kastolani. “Relasi Islam dan Budaya Lokal: Studi Tentang
Nyadran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang”, Kontemplasi, Vol. 04, No. 01 (2016), 1-24.
Data Wawancara
Adri. Tetua Adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi,
pada tanggal 7 Februari 2020 hari sabtu Pukul 10.30 WIB.
.......Tetua Adat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai. Wawancara Pribadi,
tanggal 2 Juni 2020 pukul 09.43 WIB.
Makmum, Aviv. Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 5 Februari 2020 hari kamis pukul 09.25
WIB.
.............................Tokoh Masyarakat di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Mei 2020 pukul 13.30 WIB.
Mariam. Masyarakat setempat yang tinggal di Desa Sekeladi. Wawancara
Pribadi, pada tanggal 29 Mei 2020 pukul 10.24 WIB.
Rusniyanto. Tokoh Agama di Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai.
Wawancara Pribadi, pada tanggal 7 Februari 2020 hari sabtu pukul 09.59
WIB.
Observasi pada tanggal 20 Mei 2020 pukul 13.30 WIB.
Observasi pada tanggal 25 Mei 2020 pukul 09.00 WIB.
Observasi pada tanggal 26 Mei 2020 pukul 10.45 WIB.
Siti, Sanibal. Masyarakat Desa Sekeladi Kecamatan Batang Asai, Kabupaten
Sarolangun Jambi. Wawancara Pribadi,tanggal 29 Mei 2020 pukul 20.36
WIB.
Data sekretaris Desa Sekeladi 6 April 2019
Lampiran-lampiran
Gambar. 1
Pemotongan kerbau pada beberapa hari menjelang puasa yang dilakukan di
Sungai Tangkoi Desa Sekeladi
Gambar. 2
Masyarakat Sto (Ambil bagian daging kerbau) yang sudah dibagi-bagi secara
merata.
Gambar. 3
Wawancara dengan Nenek Mariam, salah satu masyarakat Desa Sekeladi, yang
telah lama tinggal di desa tersebut.
Gambar. 4
Wawancara dengan Tetua Adat bapak Adri, orang yang dipercaya memberi sesaji
kepada Roh penunggu dusun (makhluk ghaib)
Gambar. 5
Wawancara penulis dengan Nenek Siti Sanibal, salah satu masyarakat Desa
Sekeladi, yang masih hidup dari zaman penjajahan Belanda.
Gambar. 6
Suasana Nyalang di kuburan yang dihadiri oleh masyarakat setempat Desa
Sekeladi.
Gambar.7
Acara pembacaan “Khutbah Negri” pada acara makan jantung hari ke 3 Idul
Fitri.
Gambar. 8
Masyarakat sedang mengambil beras kuning (beras keberkahan), setelah
pembacaan Khutbah Negri pada acara makan jantung di rumah orang tua Kepala
Desa.
Gambar. 9
Pemotongan kambing sebagai pengganti jantung kerbau yang sudah dipotong
pada awal puasa. Untuk disedakahkan pada acara makan jantung.
Gambar. 10
Sesaji untuk diberikan pada Roh penunggu dusun (makhluk ghaib) yang belum
dilengkapi dengan sambal.
Gambar. 11
Lembaran-lembaran “Khutbah Negri”
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Meriska
Nim : 4616058
Tempat/ Tanggal Lahir : Desa Sekeladi 08 Agustus 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Alamat : Desa Sekeladi, Kecamatan Batang Asai,
Kabupaten Sarolangun Jambi.
No. Hp : 082375889590
B. Data Pendidikan
a. SDN. NO 19/VII Batu Empang 1
b. SMP N Satu Atap 3 Sarolangun
c. MA Jauharussa’adah Sungai Baung
d. IAIN Bukittinggi Jurusan Sosiologi Agama
C. Pengalaman Organisasi
a. Anggota Persatuan Mahasiswa Jambi (PMJ)
b. Panitia Kegiatan Kemah Bakti Mahasiswa Prodi Sosiologi Agama
2017
D. Motto
“Niat, do’a dan berusaha adalah jalan menjadi seseorang yang berilmu”