Download - ADHI BUDI SUSILO SH
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK
(STUDI KASUS DUA KELINCI DAN GARUDA FOOD)
TESIS
Disusun Dalam rangka Memenuhi Persyaratan
Program Magister Ilmu Hukum
Oleh :
ADHI BUDI SUSILO,S.H
B4A 009 092
PEMBIMBING :
Prof. Dr. Etty Susilowati, S.H.M.S
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
(HALAMAN PENGESAHAN)
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK
(STUDI KASUS DUA KELINCI DAN GARUDA FOOD)
Disusun Oleh :
ADHI BUDI SUSILO,S.H
B4A 009 092
Disusun Dalam rangka Memenuhi Persyaratan
Program Magister Ilmu Hukum
Mengetahui
Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. Etty Susilowati , S . H. M.S
NIP. 130 698 085
(HALAMAN PENGESAHAN)
PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK
(STUDI KASUS DUA KELINCI DAN GARUDA FOOD)
Disusun Oleh :
ADHI BUDI SUSILO,S.H
B4A 009 092
Dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal
Tesis ini telah diterima
Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Hukum
Pembimbing Mengetahui
Magister Ilmu Hukum Ketua Program
Prof. Dr. Etty Susilowati , S . H. M.S Prof. Dr.Paulus Hadisuprapto, S.H. M.H.
NIP. 130 698 085 NIP. 194907211976031001
ABSTRAK
Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memang memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Merek juga memegang peranan yang amat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa. Karena pentingnya peranan merek dalam kehidupan,maka seringkali merek menjadi komoditi yang sangat laku diperdagangan, sehingga memeunculkan praktek pemalsuan dan peniruan. Salah satu masalah yang sering menimbulkan sengketa antara pemegang merek adalah menyangkut mengenai adanya persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya antara merek yang satu dengan merek yang lain yang sama-sama terdaftar, sehingga menagkibatkan harus adaya suatu pembatalan terhadap salah satu merek yang dipersengketakan tersebut.Di Indonesia mengenai penyelesaian sengketa merek ini telah diatur dalam undang-undang yang mengaturnya Undang-Undang No 15 Tahun 2001 yang selanjutnya dikenal dengan Undang-Undang Merek.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui terjadinya sengketa para pihak, Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek, Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan putusan . Penelitian ini bersifat . Kemudian menggunakan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif-analisis yang berusaha menggambarkan mengambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut masalah adanya.
Hasil penelitian menunjukan yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan pembatalan pendafataran merek antara para pihak karena terdapat suatu merek yang didaftarkan pada Direktorat Jendaral hak Kekayaan Intelektual yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan barang dan/jasa yang sejenis, cara penyelesaian sengketa para pihak menurut Undang-Undang 15 tahun 2001 terdiri adri dua bentuk yaitu melalui jalur litigasi dan melalui alternatif Penyelesaian Sengketa, sedangkan mengenai pertimbangan hakim dalam pemberian keputusannya secara garis besar telah memenuhi dan sesuai dengan apa yang ditegaskan undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang merek, namun terdapat hal yang menurut penulis tidak sesuai karena hakim dalam sengketa ini salah dalam memberikan penerapan hukumnhya karena memakai sistem deklaratif yang tidak sesuai dengan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang telah memakai sistem konstitutif.
Berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian ini disarankan : segera melakukan pembenahan institusi Pengadilan Niaga,khususnya kepada parat penegak hukum dalam hal ini Majelis hakim pada Pengadilan Niaga yang mempunyai kompetensi penyelesaian sengketa-sengketa Hak kekayaan Intelektual.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa,Pembatalan Pendaftaran Merek.
ABSTRACT
Branded as one form of intellectual work is a very important role in preventing unfair competition. Brand also plays a very important for smooth operation and increased trade in goods and services. Because of the importance of the role of brands in the life, the brand often becomes a very salable commodity traded, so memeunculkan practice of forgery and impersonation. One of the problems that often lead to disputes between trademark holders are concerned about the equality in essence and entirety of a single brand with other brands that are equally registered, so menagkibatkan must Adaiah a cancellation of one brand of Indonesia concerning the disputed tersebut.Di trademark dispute resolution has been set in the law governing the Law No. 15 of 2001, hereinafter known as the Trademark Act.This study aims to find out the occurrence of disputes by the parties, to find out how to dispute settlement cancellation of registration of the brand, To know the judge's consideration in giving the verdict. This research is. Then use the specification of research that is descriptive-analysis that tried to depict a portrait of the legislation in force associated with the legal theories and practice of positive law that comes to existence.Results indicated that the lawsuit caused the dispute between the parties signup brand because there is a brand that is registered at the Directorate of Intellectual Property rights Jendaral which bear resemblance in essence or its entirety with the goods and / services are similar, means of dispute resolution the parties according to law 15 of 2001 consisted of two forms yaityu Adri through litigation and through Laternatif Dispute Settlement, whereas the consideration of the judge in his decision granting the outline has met and in accordance with what law asserted no. 15 year 2001 about the brand, but there are things you think the author is not appropriate because the judge in this dispute either in providing application hukumnhya for wearing a declarative system that does not comply with UUM 2001 that has used the constitutive system.Based on the findings of this study suggested: immediately to reform the institution of the Commercial Court, especially to parat law enforcement in this case at the Commercial Court judges who are competent for settlement of disputes of intellectual property rights.
Keywords: Brand, Penyelesaian disputes, cancellation of registration of Marks.
MOTTO
“ I’VE LEARNED THAT YOU SHOULDN’T COMPRATE YOUR SELF OF THE BEST OTHERS CAN DO BUT TO THE BEST YOU CAN DO IT “
(OMER B. WASHINGTON)
“ Kemauan, usaha keras, kesabaran yang disertai doa akan
membuahkan hasil yang maksimal”
Di Persembahkan Bagi :
Kedua Orang Tua ku yang
slalu mendukung .
Kakak Qu yang tercinta
MIH HET 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan industri dan perdagangan tersebut secara tidak langsung
menyebabkan dunia usaha menjadi arena persaingan bisnis yang ketat dan selektif.
Keberadaan teknologi modern yang mampu mempersingkat jarak waktu, membuat
negara-negara di dunia seakan menjadi satu, dan dibidang perdagangan
menyebabkan saling ketergantungan serta saling mempengaruhi.
Dunia industri dan perdagangan nasional menunjukan berbagai gejala
persaingan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak simpatik, serta tidak
mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Keadaan ini sering kali bukan
hanya merugikan produsen, tetapi juga merugikan masyarakat luas khususnya
konsumen. Disinilah merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memegang
peranan yang amat penting di dalam mencegah terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang
perlu mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang dibidang
merek akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang
menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit
oriented), sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar
hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya
keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya
Merek sebagai identitas dari suatu merek akan merujuk pada kualitas
(mutu) dan harga terhadap suatu produk barang dan atau jasa yang telah dibentuk
oleh pemiliknya.1 Sedangkan pengertian merek dalam Pasal 1 butir 1 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, memberikan suatu definisi tentang
merek yaitu Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa. Melalui merek, masyarakat sebagai konsumen akan dengan mudah mengenali
suatu produk perusahaan tertentu. Merek biasanya dicantumkan pada barang atau
pada kemasan atau bungkus barang yang dijual atau dicantumkan secara tertentu
pada hal-hal yang terkait pada jasa yang dijual.
Pemasaran dari suatu produk barang dan jasa tidak terbatas pada suatu
Negara, akibatnya suatu merek produk barang dan jasa yang berkualitas akan
menjadi trend dan digemari secara umum. Hal tersebut memberikan dampak yang
negatif berupa makin banyaknya peniruaan dan penjiplakan yang secara jelas tidak
mencerminkan perdagangan modern yang menekankan adanya suatu persaingan,
tetapi persaingan yang sehat, persaingan yang kompetitif.
Salah satu prinsip ekonomi modern adalah iklim perdagangan dan adanya
sistem persaingan yang sehat2, yaitu dalam meraih keuntungan melalui kompetisi
yang sehat bukan persaingan curang, yang akan menyenbabkan kerugian orang
lain atau perusahaan lain yang mempunyai merek terkenal atau yang sudah
1 Ok Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual ( intellectual Property Rights), Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2004, Hal 330
2 Sri Redjeki Hartono, Hak Kekayaaan Intelektual Dalam Era Persaingan Pasar Bebas, Penerbit Undip, Agustus 2000
mempunyai reputasi, terhadap merek-merek produk barang dan jasa yang
berkualitas. Persoalan pemalsuan merek tersebut tidak saja memberikan kerugian di
pihak produsen pemilik merek, para konsumen dan pemerintah ini membutuhkan
suatu pengaturan yang baik agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian
hukum dalam dunia merek.
Indonesia telah berupaya memberikan perlindungan hukum di bidang Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya pada bidang merek sebagai bagian dari
lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI), perlindungan hukum terhadap merek
tersebut sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1912, yaitu pada saat penjajahan
Belanda di Indonesia sebagaimana di atur dalam Reglement Industrieele Eigendom
(RIE) Tahun 1912 yang dimuat dalam Stb. 1912 No. 545 jo Stb. Nomor 214. 3
Reglement tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang
Merek. Kemudian, Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek tersebut
diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Indonesia saat ini telah mempunyai Undang-Undang Merek terbaru yaitu
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus
2001 Undang-Undang merek baru ini merupakan penyempurnaan dari undang-
undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang
No. 14 Tahun 1997. Dengan undang-undang merek baru ini terciptalah pengaturan
merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat
3 Ibid ,Hal 331
untuk memahami dan selanjutnya untuk dilaksanakan. Dalam hal ini ketentuan-
ketentuan dalam Undang-Undang merek lama, yang substansinya tidak diubah,
dituangkan kembali dalam Undang-Undang Nomor.15 tahun 2001.4
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-Undang Merek yang telah ada sebelumnya
memberikan penegasan bahwa apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu
merek terdaftar maka gugatan pembatalan pendaftaran merek tersebut dapat
diajukan pada Pengadilan Niaga.
Pada kasus sengketa merek antara PT. DUA KELINCI dan PT.GARUDA
FOOD yang terjadi pada bulan juni 2007. Kedua perusahaan makanan itu
memperebutkan nama “KATOM” sebagai merek produk kacang atom yang
diproduksi kedua perusahaan itu. PT. GARUDA FOOD yang merasa didahului PT.
DUA KELINCI untuk mendaftarkan merek itu ke Direktorat Jenderal Hak Atas
Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), menggugat PT. DUA KELINCI di Pengadilan
Niaga Semarang .
PT. GARUDA FOOD baru mendaftarkan merek “KATOM” ke Ditjen HaKI
pada 30 Maret 2004. Pada proses pemeriksaan ternyata ditemukan merek yang
sama yang telah didaftarkan terlebih dahulu oleh PT. DUA KELINCI pada tanggal 16
Maret 2004. Sertifikat pendaftaran merek “KATOM” yang dilakukan PT. DUA
KELINCI itu, dikeluarkan Dirjen HaKI pada 19 September 2005. Sebagai pemilik
sekaligus pemakai pertama dari merek KATOM itu, maka keluarnya sertifikat
pendaftaran merek atas nama Hadi Sutiono, jelas sangat merugikan bisnis PT.
4 Ardian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual.,Jakarta, Sinar Grafika, 2009.Hal 91
GARUDA FOOD. Karena itulah PT. GARUDA FOOD kemudian menggugat Hadi di
Pengadilan Niaga Semarang. Dalam gugatannya disebutkan, bahwa Hadi telah
mendaftarkan merek “KATOM” dengan iktikad tidak baik. Alasan dari gugatan itu
karena PT. GARUDA FOOD adalah pemilik dan pemakai pertama.5
Pada sengketa kasus di atas maka penulis ingin mengetahui implementasi
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 atas penyelesaian hukum terhadap sengketa
pembatalan pendaftaran merek antara PT. DUA KELINCI dan PT. GARUDAFOOD.
ALUR PIKIR PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK ANTARA PT. GARUDA FOOD DAN PT. DUA KELINCI
5 http:/bhayusenoaji.wordpress.com/2008/07/13/tentang-atom di unduh tanggal 3 september 2010
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara
PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dan PT.DUA KELINCI ?
PERUSAHAA
N
GARUDA FOOD
&DUA
KELINCIDOMISILI PATI, JAWA
TENGAH
Merek “KATO
M” tidak dapat
didaftarkan
karena ada
pendaftar
merek yang sama yaitu DUA
KELINCI
TIMBUL NYA SENGKETA
GARUDA FOOD
ingin mendaftarkan merek “ KATOM” pada Dirjen
HKI
MEDIASI
MAKHAMAH AGUN
G
PENGADILAN NIAGA
PUTUSAN :
DUA KELINCI
Di menang
MA karena sebagai pendaft
ar pertama sesuia
UU No.15 tahun 2001
PUTUSAN
Pengadialan
Niaga Semara
ng, memenagkan
perkaran
GARUDA FOOD
GARUDA FOOD melaku
kan gugatan ke DUA KELINCI
atas Merek “KATO
M”
DUA KELINCI
& GARUDA FOOD mengad
akan mediasi
, dengan penandatangan
AKTA Perdam
aian
CARA PENYELESAIAN SENGKETA
Dengan adanya putusan di atas maka DUA KELINCI mengajukan KASASI
Garuda food mengajukan
gugatan ke PN karena sebagai
pemilik dan pemakai pertama
2. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran
merek antara PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dan PT.DUA
KELINCI ?
3. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim pada Pengadilan Niaga
Semarang pada Putusan No.05/HAKI/M/2007/PN.NIAGA SMG menggunakan
sistem deklaratif sehingga bertentangan dengan UU No.15 tahun 2001 yang
menggunakan sistem Konstitutif ?
C. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
a. Secara Akademis, dengan penelitian ini dapat memperoleh data
sebagai bahan penyusunan tesis sebagai salah satu syarat
penyelesaian studi tingkat S-2 pada Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro.
b. Secara Teoritis, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan
kajian lebih lanjut untuk berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya
memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), khususnya
penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek antara
dua kelinci dan garuda food
2. Secara Praktis, dapat dipergunakan sebagai bahan masukan yang
bermanfaat untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat
tentang upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa terhadap
suatu hak merek yang telah terdaftar dalam kaitannya dengan Undang-
Undang nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
D. Kerangka Pemikiran
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam hukum menurut Gustav
Radbruch6 mengemukan adanya tiga nilai dasar terdiri dari keadilan,
kegunaan dan kepastian hukum. Realita menjukan bahwa hukum tidak hanya
menciptakan keadilan dalam masyarakat dan melayani kepentingan-
kepentingannya, tetapi secara yuridis dituntut untuk memberikan kepastian
hukum. Kepastian hukum dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi
kekosongan hukum. Oleh karena itu Radbruch mengatakan bahwa unsur
yang paling utama bagi kepastian hukum adalah adanya peraturan
perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan dapat memberikan kepastian
mengenai nilai yang dipertaruhkan. Sekali suatu peraturan dibuat maka
menjadi pasti pulalah nilai hendak dilindungi oleh peraturan yang dibuat.
Mengacu pada teori di atas hukum merek sebagai lembaga peraturan di
bidang merek akan mampu memberikan kepastian hukum atas karya
intelektual (merek) dengan cara mendaftarkan hak atas merek sesuai
prosedur yang ditetapkan dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang
6 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,Suryandaru Utama. Semarang. 2005, Hal 13
merek, sehingga kepada pihak-pihak yang melanggar hak-haknya dapat
dituntut.
Suatu merek selain memiliki nilai ekonomis karena dapat
mengahasilkan profit yang besar juga keberadaannya memiliki suatu aspek
hukum yaitu sehubungan adanya kepastian hukum bagi hak atas merek. Hak
Kekayaan Intelektual itu merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada seseorang atau kelompok orang, dan merupakan
perlindungan atas penemuan ciptaan di bidang seni dan sastra ilmu
pengetahuan, teknologi dan pemakain simbol atau lambang dagang.
Di lapangan, sangat memungkinkan terjadi perbedaan dalam
melihat apa yang dimaksud dengan merek atas suatu barang dan jasa,
namun definisi ataupun terminology mengenai merek yang banyak
dikemukakan para ahli terminology dan para sarjana dalam literature Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai esensi sama yaitu suatu tanda yang
digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa, menurut Etty Susilowati
merek adalah tanda yang dilekatkan pada sutu produk, berupa gambar,
nama, kata, huruf, angka, susunan, warna yang mempunyai daya pembeda
dengan barang sejenis7.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
merek, memberikan suatu definisi tentang merek yaitu Merek adalah tanda
yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna,
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Bila dilihat dari
7 Etty Susilowati, Hak kekayaan Intelektual,Bunga Rambai, Undip Press 2002
batas yuridis yang telah diberikan oleh Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 15 Thaun 2001 tentang Merek tersebut, dapat diambil unsur-unsur
merek sebagai berikut :
a. adanya tanda berupa gambar atau nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna atau kombinasi dari semuannya;
b. adanya daya pembeda atau ciri khas tertentu;
c. digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pemberian merek suatu merek bagi suatu barang dan jasa bila di
perhatikan lebih lanjut tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi pemilik
merek atau produsen, tetapi juga bagi konsumen sebagai pemakai dari
barang atau jasa tersebut. Pemberian dari suatu merek bertujuan yaitu
untuk :
a. menjamin kepada konsumen bahwa barang yang dibelinya itu dari
perusahaan;
b. untuk menjamin mutu barang;
c. untuk memberi nama;
d. memberi perlindungan kepada pemilik merek yang sah yang ditiru orang
lain untuk barang yang bermutu rendah.8
Merek digunakan secara sah, maksudnya didaftarkan maka
kepada pemilik merek tersebut diberi hak atas merek. Hak atas merek
tersebut penegasannya dapat ditemui pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor
15 tahun 2001 yang menegaskan bahwa : ”Hak atas merek adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar
8 N.A. Soetijarto, Seri Hukum dagang, Hak Milik Perusahaan, Jakarta, 1998. Hal 22
dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan mengunakan
sendiri Merek tersebut dan memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya”
Merek hanya dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang
diajukan pemiliknya atau kuasanya. Dalam pendaftaran merek saat ini
dikenal 2 (dua) macam sistem pendaftaran yaitu :
a) Sistem deklaratif (passief stelsel )
b) Sistem Konstitutif ( aktif ) atau attribut.
Seperti juga Undang-Undang merek sebelumnya yakni Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997,
Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif,
yang merupakan kebalikan dan perubahan yang mendasar dari prinsip yang
dianut sebelum pada Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 yang
menganut sistem deklaratif. Sistem konstitutif maksudnya bahwa hanya
merek-merek yang terdaftar saja yang dilindungi oleh hukum, dan juga pada
sistem konstitutif ini baru akan menimbulkan hak apabila telah didaftarkan
oleh si pemegang merek. Sedangkan pada sistem deklaratif titik berat
diletakan atas pemakai pertama, siapa yang memakai pertama sesuatu
merek dialah yang berhak menurut hukum atas merek yang bersangkutan.
Jadi pemakai pertama yang menciptakan hak atas merek, bukan pendaftar.
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek memberikan
penegasan bahwa tidak semua merek dapat didaftarkan. Undang-undang
merek ini memberikan penegasan yang terdapat pada Pasal 4 undang-
Undang Nomor 15 tahun 2001 menyebutkan bahwa : ” Merek tidak dapat
didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang
beritikad tidak baik”. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
menegaskan bahwa :
“Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu
unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau kertertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;c. telah menjadi milik umum; ataud. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
Merek yang telah terdaftar juga dapat berakhir yang disebabkan
oleh berakhirnya jangka waktu dari merek tersebut dan tidak diperpanjang
lagi, penghapusan pendaftaran merek, serta pembatalan merek.
Mengenai penghapusan merek yang telah terdaftar pada Direktorat
Jendaral HKI dari Daftar Umum Merek dapat dilakuakan dengan dua cara :
1. Atas prakarsa Direktorat Jendaral HKI
2. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek
yang bersangkutan.
Hal ini seperti yang tercantum pada Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2001 tentang Merek yang menegaskan bahwa : “Penghapusan
pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa
Direktorat Jendaral atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang
bersangkutan”
Pembatalan merek terdaftar yang juga diatur dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini dapat diajukan oleh pihak yang
berkepentingan atau pemilik merek terdaftar, baik dalam bentuk permohonan
kepada Direktorat Jendral HKI maupun gugatan kepada Pengadilan Niaga.
Pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 68 sampai dengan 72
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dimungkinkan bagi
pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata
di dalam penyelesaian suatu sengketa merek pada Pengadilan Niaga,
merupakan suatu konsekuensi dari perlindungan hukum hak atas merek yang
diberikan oleh Undang-undang 15 Tahun 2001 tentang merek. Pemilik merek
terdafar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata baik berupa
ganti rugi jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa seizin darinya, juga
penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut. Hal ini terdapat pada Pasal 76 undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 yang berbunyi :
1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:a. gugatan ganti rugi, dan/ataub. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan
Merek tersebut.2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi pada Pengadilan,
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atau non litigasi. Yang terdapat pada Pasal 84
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa: “Selain
penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab
ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif
Penyelesaian Sengketa”
Keberadaan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa telah mengukuhkan
pengakuan urgensi lembaga “Alternatif Penyelesaian Sengketa“ atau
disingkat APS sebagaimana mekanisme penyelesaian sengketa di Indonesia.
Urgensialtenatif penyelesaian sengketa di Indonesia diantaranya didasari
pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :
1. Kepentingan meningkatnya arus investasi , baik domestik maupun
asing harus disertai dengan tersedianya mekanisme penyelesaian
sengketa yang tidak saja adil dan menjamin kepastian hukum , tetapi
juga dapat diterima oleh semua pihak yang bersengketa.
2. Penyelesain sengketa yang cepat , murah, sederhana dan konfidental
sangat dibutuhkan dalam sengketa sengketa yang menyangkut
persoalan-persoalan privat (perdata) termasuk bisnis atau
perdagangan.
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di Indonesia tidakmmudah
dilaksanakan meskipun masyrakat tradisional kita memiliki akar budaya
(cultural roots) penyelsaian secara musyawarah untuk mencapai mufakat
(peaceful deliberations) dan pola penyelesaian sengketa ‘menang-menang ‘
(win win solution).
Dalam Undang –Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1)
yang dimaksud Arbitrase adalah cara penyelesain suatu sengketa perdata di
luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase. Sedangkan
dalam Pasal 1 ayat (1) Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Perbedaan antara Arbitrase
dengan APS menunjukkan bahwa APS dianggap sebagai alternatif dari
mekanisme ajudikasi baik itu dari pengadilan maupun arbitrase. Arbitrase
termasuk lembaga penyelesaian sengketa secara ajudikatif karena
melibatkan pihak ketiaga penengah (arbiter) yang memiliki kewenangan
mengambil keputusan setelah pihak yang bersengketa menyajikan fakta
fakta, bukti sampai alasan hukum yang mendasari tuntutan atau
pembelaanya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif yang
berusaha untuk memahami Hak Merek sebagai bagian dari lingkup Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) secara yuridis dan melihat sejauh mana Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek di dalam penyelesaian suatu
sengketa gugatan pembatalan Merek yang diperiksakan pada Pengadilan
Niaga.
Asas keadilan dan kepastian hukum yang mendasari dalam suatu
penyelesaian sengketa pembatalan pendaftran merek antara PT.GARUDA
FOOD PUTRA PUTRI JAYA dan PT.DUA KELINCI ini, dapat menggunakan
teori Radbruh. Dimana kepastian hukum memerlukan hukum positif yang
ditetapkan melalui kekuasaan pemerintah dan aparatnya, keadilan dan
kepastian hukum menjadi dasar dan tujuan akhir bagi pengadilan dalam
memutuskan suatu perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya disini
merek. Pengadilan merupakan instansi terakhir bagi para pihak untuk
memecahkan masalah hukum yang mereka hadapi, kecuali para pihak yang
menyerahkan konflik mereka kepada badan alternative penyelesaian
sengketa.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka metode penelitian diterapkan harus
senatiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan dengan induknya. Hal ini
tidaklah selalu berarti metode penelitian yang dipergunakan berbagai ilmu
pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi setiap ilmu
pengetahuan mempunyai identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada
perbedaan.9
a) Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis normatif. Istilah ”pendekatan” adalah sesuatu hal (perbuatan,
usaha) mendekati atau mendekatkan.10 ”pendekatan normatif”
9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Ibid, Hal 1 10 Hilman hadikusuma,Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung, Mandar
Maju, 1995, Hal 58
dimaksudkan sebagai usaha mendekatkan masalah yang diteliti dengan
sifat hukum normatif. Pendekatan normatif meliputi asas-asas hukum,
sistematika hukum, sinkronisasi (penyesuaian) hukum, perbandingan
hukum,11 yang berhubungan dengan penyelesaian hukum terhadap
sengketa pembatalan pendaftaran merek antara PT.GARUDA FOOD
PUTRA PUTRI JAYA dan PT.DUA KELINCI.
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu
penelitian terhadap data sekunder.12 Jadi metode pendekatan normatif,
yaitu suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian
dengan meneliti bahan pustaka atau bahan data sekunder.
b) Spesifikasi Penelitian
Dalam penulisan tesis ini, menggunakan spesifikasi penelitian yang
bersifat deskriptif analitis. Yang mengambarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut masalah tersebut.13 Metode
deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
mengamabarkan atau melukiskan keadan objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak. Selanjutnya dilakukan
analisis melalui peraturan-peratuaran yang berlaku dikaitkan dengan teori-
11 Loc.Cit12 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, ghalia Indonesia 1998,
Hal 1113 Op Cit.Hal 98
teori hukum, pendapat sarjana, praktisi, dan praktek pelaksanaan hukum
yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran
merek.
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analitis yang
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada
saat sekarang, berdasrkan fakta-fakta uyang tampak sebagaimana
adanya.14 Dalam hal ini penyelesaian hukum terhadap sengketa pembatalan
pendaftaran merek antara dua kelinci dan garuda food, deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan melukiskan tentang suatu hal di daerah tertentu
dan pada saat tertentu.
c) Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data, sebagai sarana untuk mendeskripsikan sesuatu
masalah hukum, dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui studi
kepustakan. Studi kepustakaan diperoleh dari bahan pustaka atau data
sekunder yang bersifat pribadi dan publik.
Studi kepustakan merupakan metode yang digunakan dalam
penelitian hukum normatif. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dengan cara mengumpulkan, menyeleksi, dan meneliti peraturan
perundang-undangan, buku-buku, dan sumber bacaan yang berkait dengan
14 Soerjono Soekamto,Ibid, Hal 69
masalah yang diteliti, termasuk data yang diperoleh dari objek penelitian.
Data sekunder terbagi menjadi :15
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang mengikat, terdiri dari bahan pustaka yang
berisikan pengetahuan ilmiah maupun pengertian baru tentang fakta yang
diketahui melalui gagasan (ide) seperti :
a. Norma Dasar Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945;
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana)
d. Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Merek, yakni :
- Undang-Undang No. 21 tahun 1961
- Undang-Undang No.19 tahun 1992
- Undang-Undang No.14 tahun 1997
- Undang-Undang No.15 tahun 2001.
e. Salinan Putusan Pengadilan
- Salianan Putusan Pengadilan Niaga
- Salinan Putusan Mahkamah Agung
2. Bahan Hukum Sekunder15 Soerjono, Soekanto dan Siti, Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali Press, 1985),
Hal 35.
Merupakan bahan yang berfungsi memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, berupa bahan hukum pustaka yang meliputi :
a. Buku-buku hasil karya para sarjana
b. Hasil-hasil penelitian
c. Hasil penemuan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas.
3. Bahan Hukum tersier
Bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa bahan pustaka
seperti surat kabar, majalah, kamus hukum dan kamus lainnya yang
bersangkutan dengan penelitian ini, situs-situs internet juga menjadi sumber
bahan bagi penulisan tesis ini, sepanjang memuat informasi yang relevan
terhadap penulisan tesis ini.
d) Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis untuk mendapat kejelasan
terhadap masalah yang akan dibahas. Semua data yang telah terkumpul
diedit, diolah, dan disusun secara sistematis untuk selanjutnya disajikan
dalam bentuk deskriptif yang kemudian disimpulkan.16
F. Sistematika Penulisan
16 Soerjono Soekamto, Ibid, Hal 264
Hasil penelitian ini disusun dan disajikan dalam suatu karya ilmiah
berupa tesis yang terdiri dari 4 (empat) Bab dan tiap-tiap bab akan dirinci lagi
menjadi beberapa sub bab.
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi tentang dasar atau latar belakang diadakan
penelitian ini, yaitu tentang penanganan sengketa merek sebagai upaya
penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek dalam bidang merek.
Bab ini juga memuat tentang perumusan masalah, manfaat penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian serta sistematika penulisan itu
sendiri.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka memuat tentang uraian teori-teori yang mendasari
penganalisisan masalah yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa
pembatalan pendaftaran merek yang lebih banya diambil dari literatur yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan menjadi landasan dalam
analisa data.
BAB 3 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan yang didasarkan
pada data-data yang didapatkan dari objek penelitian. Pembahasan dalam
penulisan tesisi ini difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang telah
dirumuskan dalam Bab I .
BAB 4 : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang barisi tentang kesimpulan dan
saran. Sementara itu, kesimpulan adalah ringkasan dari penelitian dan
pembahasan. Sedangkan dalam penyampaian saran, berdasarkan data-data
yang ada di dalam penulisan ini yang dapat dijadikan masukan.