Download - Abu Batu Bara
B A T U B A R A
Energi mempunyai peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi dan
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, energi menjadi
salah satu faktor masukan ekonomi yang sangat penting dalam proses produksi, selain
faktor modal, tenaga kerja, bahan baku dan teknologi.
Menjelang akhir abad ini, Indonesia menghadapi masalah energi yang sangat
serius. Khususnya energi yang berasal dari minyak bumi. Selama ini minyak bumi menjadi
tumpuan utama dalam pembangunan nasional, baik sebagai sumber energi maupun sebagai
sumber pendapatan. Akan tetapi keadaan tersebut tidak dapat diandalkan pada masa
mendatang karena keberadaan minyak bumi di Indonesia akan habis. Oleh karena itu perlu
dicari sumber energi alternatif yang dapat digunakan.
Indonesia dikaruniai potensi batubara berkualitas baik yang sangat melimpah.
Sejalan dengan kebijakan diversifikasi energi, batubara memiliki peluang sangat besar
untuk menggantikan peranan minyak bumi.
SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA INDOONESIA
Pengusahaan batubara Indonesia telah berlangsung lama. Tambang batubara
pertama dilakukan di Pengaron, Kalimantan Timur pada tahun 1849 oleh NV.Oost Borneo
Maatsnhappij. Kemudian disusul oleh tambang batubara swasta lainnya di daerah pelaron
pada tahun 1888. Di Sumatera, tambang batubara pertama kali beroperasi adalah tambang
batubara Ombilin di Sawah Lunto pada tahun 1892. Kemudian disusul oleh tambang
batubara Bukit Asam di Sumatera Selatan pada tahun 1919.
Pada tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1968 tambang
batubara Ombilin, Bukit Asam dan Mahakan\m di Kalimantan Timur menjadi Unit
produksi di bawah Perusahaan Negara Tambang Batubara. Tetapi pada tahun 1970, unit
produksi Mahakam di tutup. Hal ini disebabkan mulai digunakannya mesin diesel di sektor
perhubungan dan pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya menggunakan batubara.
Pada tahun 1973, setelah terjadi krisis minyak bumi, perhatian dunia mulai
beralih ke batubara sebagai bahan bakar. Sejak saat ini timbul rencana untuk
mengembangkan Tambang Batubara Bukit Asam secara besar-besaran. Oleh karena itu
berdasarkan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1980, unit produksi Bukit Asam berubah
statusnya menjadi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (persero) yang terpisah dari
Perusahaan Negara. Dalam rangka penyesuaian bentuk BUMN terhadap UU No. 9 Tahun
1969, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1984 status Perusahaan
Negara Tambang Batubara berubah menjadi Perum Tambang Batubara. Dengan alasan
peningkatan efisiensi dan penyederhanaan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 56
Tahun 1990, Perum Tambang Batubara dilebur dan dibubarkan kedalam PT. Tambang
Batubara Bukit Asam.
PENGERTIAN DAN BATASAN BATUBARA
Batubara adalah benda padat yang mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen
dalam kombinasi kimia bersama-sama dengan sedikit sulfur dan nitrogen. Terdapat di
lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami
metamorfosis dalam waktu relatif lama.
Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak dan
gas bumi serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan baku
industri.
Sifat terpenting batubara berhubungan dengan pembakaran. Proses pembakaran
batubara dalam kondisi udara, yaitu semua zat yang mudah terbakar, akan terbakar dan
sisanya berupa abu. Dan proses pembakaran tanpa udara sering disebut karbonisasi
dihasilkan kokas, tar, dan produksi lain. Dalam proses pembakaran batubara akan
mengurai menjadi :
1. Uap air
2. Zat terbang terdiri dari :
a.Gas, yaitu H2, CO, CO2, dan hidrokarbon ringan
b. Cairan dan hidrokarbon berat
c. Tar, terdiri dari senyawa hidrokarbon berat
3. Kokas, berupa padatan karbon
4. Abu, terdiri dari oksida anorganik
1
Dalam proses pembakaran batubara, tahap-tahap yang terjadi sebagai berikut:
1. Pemanasan partikel batubara yang berasal dari radiasi, konveksi dan
konduksi dari lingkungan.
2. Pengeluaran zat terbang.
3. Pencampuran zat terbang dengan oksigen dan reaksi pembakarannya.
4. Difusi oksigen ke dalam sisa arang dan pembakarannya.
Reaksi pembakaran tersebut adalah reaksi antara oksigen dengan unsur-unsur
dalam batubara yang dapat terbakar seperti karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur, yang
akan menghasilkan CO2, H2O, NO dan SO2.
Sifat kimia dari batubara ditentukan oleh jenis dan jumlah unsur kimia yang
terkandung dalam tumbuh-tumbuhan asalnya. Faktor dan kondisi yang menyebabkan
perubahan pada batubara yakni bakteri pembusuk, temperatur, tekanan dan waktu.
PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses
pembusukan, pemampatan dan proses perubahan sebagai akibat bermacam-macam
pengaruh kimia dan fisika. Proses pembentukan dari sisa tumbuh-tumbuhan menjadi
gambut, kemudian menjadi batubara muda sampai batubara tua dalam dua tahap :
1. Tahap Biokimia, merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan. Pada
tahap ini menjadi proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan yang disebabkan
oleh bekerjanya bakteri anaerob. Karena produk warna dari proses ini
adalah gambut, maka tahap awal pembatubaraan sering di sebut
penggambutan (peatification)
2. Tahap Geokimia, proses inilah yang di sebut proses pembatubaraan
(coalification). Bertambah gelapnya warna dari massa pembentukan
batubara, naiknya kekerasan dan perubahan tekstur. Pada proses ini terjadi
perubahan dari gambut menjadi lignit, sub bituminus dan akhirnya antrasit
menjadi meta antrasit.
Adapun urutan pembentukan batubara sebagai berikut :
1. Gambut
Tumbuhan yang telah mati akan mengalami dekomposisi sebagian dan
terakumulasi dalam payau. Gambut ini masih tercampur dengan lumpur
pada waktu pengambilannya, sehingga kandungan airnya antara 80-90%.
Gambut yang telah dikeringkan di udara terbuka mengandung air antara
5%–6%. Gambut tersebut akan menjadi bahan bakar yang lebih baik
tetapi nilai kalornya kecil. Gambut kering dapat di buat menjadi briket
dengan proses tekan ataupun dengan mengunakan zat pengikat seperti tar.
2. Lignit
Merupakan suatu nama yang digunakan untuk produk kualifikasi gambut
tahap pertama. Lignit biasanya mengandung sedikit material kayu dan
mempunyai struktur yang lebih kompak di banding gambut. Lignit segar
yang baru di tambang mempunyai kandungan air antara 20 – 24% dengan
nilai kalor 3056-4611 kalori/gram sedangkan untuk lignit bebas air dan
abu berkisar antara 10000-11111 kalori/gram.
3. Sub bituminus
Jenis batubara ini biasanya berwarna hitam mengkilap seperti kilapan
logam tetapi karakternya sering berubah. Pada waktu di tambang
kandungan airnya mencapai 40% dengan nilai kalor sekitar 4444–6111
kalori/gram.
4. Bituminus
Tingkatan-tingkatan batubara, khususnya sebagai bahan bakar dengan
nilai kalor antara 4444–8333 kalori/gram. Batubara bituminus perlu
dikategorikan ke dalam beberapa sub-kelas akibat peran dan
keragamannya, yaitu :
a. Bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi
b. Bituminus dengan kandungan zat terbang menengah
c. Bituminus dengan kandungan zat terbang rendah
Khususnya untuk batubara yang mengandung zat terbangnya menengah
biasanya di sebut batubara semibituminus. Hal ini disebabkan tingginya
kandungan karbon padat yang mengakibatkan sedikit sekali asap selama
pembakaran. Batubara ini umumnya digunakan untuk meningkatkan
2IV - 1
jumlah uap panas yang diinginkan. Batubara ini digunakan untuk kokas
dan pabrik gas di amerika Serikat.
5. Semiantrasit
Batubara semiantrasit merupakan batubara yang memiliki karakter antara
batubara bituminus yang kandungan zat terbangnya tinggi dengan antrasit.
Kandungan zat terbang batubara ini berkisar antara 8 – 14 % dengan
demikian batubara ini lebih mudah terbakar dibandingkan antrasit dengan
warna nyala sedikit kekuning-kuningan.
6. Antrasit
Pada umumnya antrasit di sebut batubara keras. Sifat antrasit ditentukan
oleh susunan keteraturan molekul dan derajat kilap, maka antrasit
menyala perlahan-lahan serta nilai kalor tinggi antara 7222 – 7778
kalori/gram dengan nyala biru pucat dan bebas asap.
KOMPONEN-KOMPONEN DALAM BATUBARA
1. Air
Air dalam batubara di bagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture),
air yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap
normal dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama
penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in
air dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai
tekanan uap di bawah normal.
2. Karbon, Hidrogen dan Oksigen
Karbon, hidrogen dan oksigen merupakan unsur pertama pembentukan
batubara. Dari ketiga unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur,
jenis dan sifat-sifat dari batubara.
3. Nitrogen
Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen
dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan
karbon.
Sulfur
Sulfur dalam batubara terdapat sebagai berikut :
Sulfur besi dan sering di sebut sebagai pirit sulfur
Sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat
Sulfur organik
A b u
Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral
yang terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida,
kalsium oksida, titan oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak
menyublim pada pembakaran di bawah 925oC. Abu yang terbentuk ini
diharapkan akan keluar sebagai sisa pembakaran.
Klor
Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium dan litium terikat
sebagai garam klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3 – 0,4%.
JENIS BATUBARA
Secara mikroskopis batubara dapat dibedakan dari band, yaitu Bright Coal dan
Dull Coal. Slopes (1919) membedakan Bright Coal menjadi vitrain dan clarain dan Dull
Coal menjadi durain dan fusain untuk Charcoal fosil. Keempat macam batubara tersebut
digambarkan sebagai berikut :
1. Vitrain : ‘band’ tipis, mengkilap, uniform dan mempunyai tekstur seperti kaca.
2. Clarain : laminated shine kurang mengkilap dari vitrain
3. Durain : keras granular, permukaannya suram, abu-abu kecoklatan (dull coal)
4. Fusain : powder, suram, hitam ‘char coal like’
KLASIFIKASI BATUBARA
Klasifikasi batubara bertujuan untuk mengelompokan batubara menurut jenis
dan kualitasnya. Selain itu klasifikasi batubara bertujuan untuk memenuhi keinginan
produser, konsumen, serta ahli-ahli teknologi yang menggunakan batubara.
Klasifikasi batubara biasanya berdasarkan analisis proksimat, analisis ultimat
dan nilai kalor. Klasifikasi batubara yang dipergunakan adalah :
3IV - 1
1. ASTM Classification
Klasifikasi ini merupakan penggolongan standar bagi Amerika Serikat,
mulai berlaku sejak tahun 1938. Pertama kali diperkenalkan American
Standard Association and American Society for Testing Material. Cara
ini berdasarkan proses pembentukan batubara dari lignit sampai
antrasit. Klasifikasi ASTM memerlukan data sebagai berikut :
a. Persen karbon padat “dmmf’ (dry mineral matter free)
( ))]55,0()08,1()[(100
15,0
belerangxabuxlembabair
belerangxpadatKarbon
++−−
x 100%
b. Persen zat terbang “dmmf”
100% - %karbon padat “dmmf”
c. Nilai kalor “mmmf “ (mois mineral matter free)
)]55,0()08,1[(100
)50()8,1(
belerangxabux
belerangxxkalornilai
+−−
x 100%
2. International Classification
Menurut sifat fisik dan lingkungan pembentukannya batubara di bagi
menjadi tujuh golongan, yaitu : fusit, vitrit, durit, pseudo, cannel coal
dan boghead. Tujuh golongan ini dirumuskan oleh kongres batubara
international haarlem, Belanda. Sedangkan menurut analisis kimianya
klasifikasi internasional digunakan untuk menentukan nomor kode
yang terdiri dari tiga angka, yaitu :
a. Angka pertama menyatakan kelas 1-9 yang dapat ditentukan dari zat
terbang dan nilai kalor.
b. Angka kedua menyatakan kelas 0 – 3 yang dapat ditentukan dari
roga indeks dan nilai muai bebas.
c. Angka ketiga menyatakan sub kelas 0 – 5 yang dapat ditentukan dari
hasil dilatometer dan type kokas gray king assay.
Dalam klasifikasi internasional diperlukan data sebagai berikut :
a. Persen zat terbang “daf”
Zat terbang “ adb” x
)(100
100
abulembabair +−
b. Nilai kalor dalam satuan kalori/gram “maf” (moist ash free)
Nilai kalor “adb” x air−100
100
c. Sifat coking batubara
3. National Coal Board Classification
Cara ini berdasarkan metode Coal Rank Code (CRC) yang
membutuhkan data zat terbang dan gray king assay, yaitu :
a.Persen zat terbang “dmmf” (dry mineral matter free)
100% - % karbon padat ‘dmmf”
Karbon padat “dmmf” :
)]55,0()08,1()[(100
)15,0(
belerangxabuxlembabair
belerangxpadarKarbon
++−−
x 100%
b. Type kokas dan gray king assay
ANALISIS DAN PENGUJIAN BATUBARA
4IV - 1
Analisis dan pengujian batubara digunakan untuk kualitas terhadap contoh
batubara yang mewakili selama tahapan eksplorasi dan kelayakan dari proses
penambangan batubara hingga tahapan preparasi dan contoh siap di analisis.
1. Analisis proksimat
Merupakan analisis terhadap senyawa yang terkandung di dalam batubara,
meliputi kadar air, abu, zat terbang dan karbon padat yang berfungsi untuk
menentukan kualitas batubara.
2. Analisis ultimat
Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam batubara,
meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang berfungsi
untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu proses
pengolahan ataupun kualitas batubara.
3. Analisis lainnya
Meliputi nilai kalor dan kadar klorida.
4. Analisis titik leleh abu
5. Analisis komposisi abu
Bertujuan untuk mengetahui kadar oksida-oksida logam yang terdapat dalam
abu batubara.
6. Analisis bentuk sulfur
7. Pengujian batubara
Bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik dari batubara, meliputi
berat jenis, nilai muai bebas dan nilia ketergerusan.
MANFAAT BATUBARA
1. Batubara sebagai bahan bakar langsung
a. Bahan bakar pada ketel uap
b. Bahan bakar untuk industri semen
c. Penggunaan batubara pada industri kecil
d. Penggunaan batubara pada rumah tangga
2. Batubara sebagai bahan bakar tidak langsung
a. Proses gasifikasi
b. Pencairan batubara
c. Pembriketan
d. Suspensi
3. Batubara bukan sebagai bahan bakar
a. Sebagai elektroda
b. Sebagai reduktor
c. Sebagai bahan baku industri kimia
4. Pemanfaatan sisa pembakaran batubara
a. Abu batubara dapat digunakan dalam industri bahan bagunan,
industri semen portland.
b. Gas batubara dapat digunakan sebagai bahan dasar kimia.
KARAKTERISTIK BATUBARA
Sifat fisik dan komposisi kimia batubara sangat berbeda-beda, apakah masih
berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan. Perbedaan ini disebabkan
oleh kondisi pembentukan gambut, perubahan-perubahan yang terjadi selama masa waktu
geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan yang telah dialaminya. Dalam beberapa
hal pencucian dan pengolahan dapat memperbaiki karakteristik ini, sehingga batubara
tersebut menjadi dapat dimanfaatkan. Beberapa karakteristik batubara yang diperbaiki
lewat pencucian adalah :
1. Menghasilkan produk yang lebih uniform
2. Distribusi ukuran yang optimum
3. Kandungan moisture optimum
4. Mengurangi kandungan mineral
Moisture (AIR)
Air yang ada di batubara akan ikut terangkut atau tersimpan bersama batubara. Bila
banyaknya dalam jumlah besar, akan meningkatkan ongkos atau mendatangkan kesulitan
pada penanganannya. Misalnya adanya air permukaan akan menyebabkan batubara lengket
dan akan menyulitkan pada hopper atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture
akan menurunkan nilai panas dan sebagian panas juga hilang pada penguapan air.
Air pada batubara terdapat pada :
1. Permukaan dan didalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau
air permukaan
5IV - 1
2. Rongga-rongga kapiler disebut inherent moisture
3. Pada kristal-kristal partikel-partikel mineral yang ada pada batubara disebut air
hydrasi
4. Bagian organic dari batubara disebut air dekomposisi
Air permukaan mempunyai tekanan uap normal (air biasa), sedangkan inherent moisture
yang berada di dalam pori-pori, tekanan uapnya lebih rendah dari normal. Air total adalah
jumlah air permukaan dan inherent moisture dari batubara pada waktu analisis.
Volatile Matter (Zat Terbang)
Porositas
Berat Jenis
Grindability dan Friability
Grindability adalah ukuran mudah sukarnya batubara digerus menjadi berbutir halus untuk
penggunan bahan bakar bubuk (pulverized coal) dibandingkan dengan batubara standar
yang dipilih sebagai grindability 100. Dengan demikian batubara akan lebih sukar digerus
bila index grindability-nya lebih kecil dari 100.
Weathering
Komposisi Ukuran
Kekuatan
Abrasiveness
Impurities Batubara
Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :
- Impurities yang akan membentuk abu
- Impurities yang mengandung sulfur
Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.
Dari segi pencucian batubara, impurities dapat diklasifikasikan lagi sebagai : inherent
impurities dan extraneous impurities. Inherent Impurities menyatu dengan batubara dan
tidak dapat dipisahkan, sedangkan extraneous impurities tersegregasi dan dapat dipisahkan
dengan cara-cara pencucian yang ada.
1. Mineral Matter (MM)
Semua batubara mengandung MM. Residu dari mineral ini setelah batubara
dibakar, disebut abu. Batubara yang mengandung abu sangat tinggi pada
penggunaan biasa disebut bone coal, carbonaceus shale atau black slate.
Material pembentuk abu yang menyatu dengan batubara disebut inherent
mineral matter (sebanyak 2% dari total abu). Bagian ini berasal dari unsur-
unsur kimia yang telah ada pada tumbuh-tumbuhan asal batubara. Extraneous
mineral matter adalah material pembentuk abu yang berasal dari luar dari
tumbuh-tumbuhan asal batubara. Bagian terbesar dari abu berasal dari detrital
matter yang mengendap ke dalam endapan batubara, endapan berkristal yang
masuk bersama air ke dalam rekahan-rekahan dan cleavege, pada masa selama
atau sesudah pembentukan batubara. Umumnya teridiri dari slate, shale,
sandstone atau limestone yang berukuran mikroskopis sampai membentuk
lapisan yang agak tebal. Batubara yang ditambang juga membentuk unsur
mineral matter ini dengan shale, sandstone, clay dan material lain berasal dari
atap atau lantai endapan yang ikut tergali.
Rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral matter dari
data-data analisis abu dan unsur lain.
- Formula Parr Asli (North America) :
MM = 1,08 A + 0,55 Stot
- Formula Parr Modifikasi (North America) :
MM = 1,13 A + 0,47 Spyr + Cl
- Formula King-Maris-Crossley (KCM) yang direvisi
oleh National Coal Board (Britain) :
6IV - 1
MM = 1,13 A + 0,5 Spyr + 0,8 CO2 – 2,8 Sabu + 2,8 Ssul + 0,31 Cl
- Formula British coal Utilization Research association
(BCURA) :
MM = 1,1 A + 0,53 Stot + 0,74 CO2 – 0,36
- Formula Standards Association of Australia :
MM = 1,1 A
- Formula National Institute for Coal research (South
Africa) :
MM = 1,1 A + 0,55 CO2
Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dengan :
MM = Mineral matterA = AbuStot = Sulfur totalSpyr = Sulfur piritSabu = Sulfur yang tertinggal di abuSsul = Sulfur surfatCO2 = Karbon dioksidaCl = Clor
Umumnya 95% dari mineral matter yang ada pada batubara adalah shale,
kaolin, sulfida dan grup klorida.
2. Abu
Abu adalah residu yang berasal dari mineral matter hasil dari perubahan
batubara. Komposisi kimianya berbeda dan beratnya lebih kecil dari mineral
matter yang ada di dalam batubara asalnya. Komponen unsure-unsur abu yang
utama :
- Natrium
- Kalsium
- Magnesium
- Kalium
- Aluminium
- Silikon
- Besi
- Sulfur
Disamping itu ada unsure-unsur minor atau trace yang ada di dalam batubara
mengingat factor-faktor berikut ini :
a. Adanya beberapa unsur minor dapat menjadi kunci yang membantu
ahli geokimia mempelajari lebih lanjut tentang pengendapan
batubara dengan diikuti sejarah geologi dari batubara. Misalnya
Boron telah digunakan sebagai indicator tingkat salinitas dari
lingkungan selama proses pembentukan batubara.
b. Arsenic, selenium dan mercury, sering ada dalam jumlah trace di
batubara dan dapat berbahaya pada lingkungan jika ia dibebaskan
pada waktu pembakaran batubara.
c. Batubara mungkin dapat digunakan sebagai sumber logam jarang
(rare element). Misalnya sekarang ini abu dianggap sebagai sumber
potensial dari gallium dan germanium, dua unsure yang merupakan
bahan semikonduktor.
3. Sifat-sifat dari Abu Batubara
Sifat lebur abu
Ash Fusion Test adalah prosedur standar untuk menentukan tingkah laku
abu pada temperatur tinggi. Pada uji ini contoh berupa abu batubara
dibuat berbentuk piramid sisi tiga dan pemanasannya dari 900oC sampai
1600oC di dalam atmosfer reduksi. Ada 4 temperatur yang dicatat pada
saat terjadi perobahan bentuk piramid asal yaitu perobahan bentuk asal,
spherical, hemispher dan cair.
Temperatur perubahan ini merupakan pegangan terbaik untuk mengetahui
unjuk kerja abu di dalam lingkungan tungku dimana ia dibakar. Ada 3
titik penting yang semuanya ditentukan di dalam atmosfir reducing :
- Temperatur deformasi awal, yaitu temperatur dimana
contoh terlihat mulai membundar atau menekuk pada apex pyramid.
- Temperatur pelunakan yaitu temperatur dimana contoh
telah melebur membentuk tumpukan bulat
- Temperatur lebur, temperatur dimana leburan contoh
mulai menyebar membentuk lapisan tipis.
7IV - 1
AFT diukur dalam 2 kondisi yaitu kondisi oksidasi dan kondisi reduksi.
Pengukuran dibawah kondisi oksidasi biasanya menunjukkan harga yang
lebih besar, tergantung pada keberadaan beberapa komponen abu seperti
besi oksida. Besi oksida mempunyai efek fluxing (sifat sebagai flux atau
bahan imbuh) yang berbeda bilamana dalam bentuk teroksidasi dan
tereduksi.
b. Viskositas slag
Kandungan Sulfur
Sulfur umumnya terdapat dalam kebanyakan batubara, jumlahnya dapat bervariasi mulai
dari jumlah yang sangat kecil (traces) sampai 4% atau lebih. S terdapat 3 bentuk utama
adalah :
1. Sulfur Piritik (FeS2), jumlahnya sekitar 20-30% dari sulfur total dan terasosiasi
dalam abu, terjadi baik sebagai makrodeposit (lensa, veins, joints, balls dsb)
dan mikrodeposit (partikel-partikel halus yang terdisseminasi).
2. Sulfur Organik, jumlahnya sekitar 20 – 80 % dari sulfur total dan secara kimia
terikat dalam substansi batubara, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat
(dan sulfida) selama proses pembatubaraan.
3. Sulfur sulfat, kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat, jumlahnya
sangat kecil kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.
Makrodeposite dari sulfur piritik dapat dihilangkan dengan proses pencucian, sementara
mikrodeposit dari sulfur organik dan sulfat sulit dihilangkan.
Sifat-sifat Plastis Batubara
Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri perubahan fasa :
1. Partikel batubara melunak (pada temperatur + 400oC) dan mencair.
2. Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur
3. Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500oC ketika batubara kehilangan
plastisitasnya dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut
kokas.
Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan kembali
(resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas akan teramati
ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses depolimerisasi batubara,
diikuti dengan munculnya produk cair yang akan merubah komponen lain menjadi plastis
dan gas yang membentuk gelembung-gelembung. Ketika gelembung-gelembung lewat
melalui pori-pori besar dan rekahan dari partikel batubara, ia melawan tahan dari batubara
plastis tersebut. Hasilnya seluruh batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika
batubara kembali membeku ketika produk cairselanjutnya terdekomposisi membentuk zat
terbang.
Sifat Muai(Swelling)
Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran pembesaran
volume batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan tertentu. FSI
digunakan untuk meramalkan kecenderungan batubara membentuk kokas bila dipanaskan
pada alat tertentu. Batubara yang FSI-nya 2 atau kurang, bukan merupakan coking coal
yang baik, sedangkan yang menunjukkan index antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat
coking yang baik (FSI dapat mulai 0 – 9).
METODE ANALISIS
ANALISIS GRAVIMETRI
Gravimetri merupakan analisis konvensional yang penentuan jumlah zatnya
berdasarkan pada jumlah penambangan. Selain penimbangan contoh dilakukan pula
penimbangan hasil reaksi, baik berupa endapan maupun gas yang terjadi. Berdasarkan
dasar dan analisisnya gravimetri di bagi menjadi :
1. Cara pengendapan
2. Cara Penguapan
3. Cara Elektrogravimetri
ANALISIS TITRIMETRI
Merupakan analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan yang
diketahui kepekatannya secara teliti dan direaksikan dengan larutan contoh yang akan
ditetapkan kadarnya. Penggolongan metode titrasi :
8IV - 1
1. Reaksi Metatetik, meliputi :
a. Titrasi Asidi-Alkalimetri
b. Titrasi Pengendapan
c. Titrasi Kompleksometri
2. Reaksi Redoks, meliputi :
a. Titrasi Permanganatometri
b. Titrasi Yodo/Yodimetri
c. Titrasi Serimetri
d. Titrasi Dikromatometri
ANALISIS INSTRUMEN
Merupakan suatu cara analisis kuantitatif atau kualitatif yang menggunakan
detektor sebagai pengganti ketajaman mata sehingga hasilnya lebih baik dan lebih teliti.
1. Spektofotometer
Merupakan analisis jumlah berdasarkan tua-mudanya warna larutan
yang tergantung pada kepekatannya itu sendiri dan didasari oleh
hukum Lambert-Beer, yakni Bila suatu cahaya monokromatis melalui
suatu media yang transparan maka bertambah turunnya intensitas
cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah tebalnya dan
kepekatan media.
2. Spektrofotometer Serapan Atom
Merupakan suatu teknik analisis zat yang berdasarkan pada absorbsi
sinar oleh atom bebas.
PROSEDUR ANALISIS
PREPARASI DAN PENENTUAN AIR BEBAS
Preparasi merupakan persiapan contoh yang dilakukan sedemikian rupa
seihngga menjadi contoh yang siap di analisis. Beberapa tahap dalam preparasi contoh
batubara. Pengamatan contoh dilakukan untuk mengetahui ciri khas dari batubara, meliputi
:
a. bentuk contoh : bongkahan atau halus
b. warna contoh : coklat, hitam atau coklat kehitaman
c. kilap : mengkilap, campuran mengkilap atau kusam
d. kotoran : resin, clay atau pirit
e. kekerasan : keras atau lunak
PENGERINGAN DAN PENENTUAN AIR BEBAS
Pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau pada oven pengering dengan suhu
maksimal 40oC dan air bebas dapat ditentukan bersama-sama pada saat pengeringan.
Metode : ASTM Designation D.2013-86
Prinsip : Kadar air bebas di dapat dari selisih bobot contoh batubara
asal dengan batubara yang telah dikeringkan pada suhu
kamar.
Alat dan bahan :
a. pan pengering
b. neraca analitik
c. contoh batubara
Prosedur :
a. Ditimbang batubara asal pada pan pengering yang telah
diketahui bobotnya.
b. Dibiarkan di udara terbuka atau pada suhu kamar sampai
bobotnya konstan (A).
c. Di timbang sampai bobot tetap dengan selisih penimbangan
0,1% per jam.
d. Di gerus sampai dengan lolos saringan 8 mesh dan dibiarkan
pada suhu kamar sampai beratnya konstan (B).
e. Di timbang sampai selisih penimbangan 0,1% per jam.
Perhitungan :
Kadar air bebas = 100
)100( AB − + A %
Keterangan : A = kadar air bebas pada contoh asal
B = kadar air bebas pada contoh 8 mesh
9IV - 1
PENGGERUSAN
Di bagi menjadi dua tahap, yaitu :
a. Penghancuran, yaitu menggerus contoh sampai lolos saringan
nomor 4 atau nomor 8 menggunakan alat “Jaw Crusher” atau “Roll Mill”
kemudian dilakukan pembagian berat.
b. Penghalusan, yaitu contoh di gerus pada alat “cofffe Mill” atau
“Cup Mill” untuk mendapatkan contoh yang lolos 60 mesh.
PEMBAGIAN CONTOH
Alat-alat yang digunakan adalah “Machanical Divider” atau “Splitter” atau
kombinasi keduanya. Sedangkan yang paling sederhana dengan cara “Coning” atau
“Quartering”.
ANALISIS PROKSIMAT
1. Penentuan kadar air lembab
Residual moisture atau inherent moisture adalah air yang terikat di dalam
batubara. Pemanasan pada suhu sedang diperlukan karena air tersebut terikat kuat pada
komponen-komponen batubara.
Motode : ASTM Designation D. 3173-92
Prinsip : kadar air lembab di dapat dari selisih bobot contoh yang
dipanaskan pada suhu 105oC pada waktu standar
105oC
Reaksi : Batubara ----------> batubara kering + H2O
Alat dan bahan :
- Oven pengering
- Botol timbang, T = 2,4 cm D = 4,2 cm V = 15,10 ml
- Neraca analitik
- Eksikator
- Spatulla
- Contoh batubara
Prosedur :
- Timbang batubara + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke
dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.
- Dipanaskan dalam oven pengering pada suhu 105–110oC
selama + 1 jam.
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
Kadar air lembab = %100xa
ba −=
Keterangan :
a = Berat contoh asal
b = Berat contoh setelah dipanaskan / dikeringkan
2. Penentuan kadar abu
Metode : ASTM Designation D. 3174-98
Prinsip : Contoh batubara diabukan pada kondisi standar sampai
sempurna
800oCReaksi : Batubara ----------> abu + CO2 + H2O
Alat dan bahan :
- Muffle furnace atau pembakar Mecker
- Cawan porselin diameter 38 mm, tinggi 34 mm, Volume 20 ml
- Eksikator
- Neraca analitik
- Spatulla
- Contoh batubara
Prosedur :
- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan
porselin yang telah diketahui bobotnya.
10IV - 1
- Panaskan dalam oven pada suhu rendah, kemudian perlahan-
lahan suhu dinaikan sampai 750 - 800oC.
- Pemanasan diteruskan sampai contoh sempurna menjadi abu
(berat konstan).
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
Kadar abu = %100xcontohberat
abuberat
3. Penentuan kadar zat terbang
Metode : British Standard (BS. 1016)
Prinsip : Contoh batubara dipanaskan tanpa oksidasi pada kondisi
standar, kemudian dikoreksi dengan air lembab.
900oCReaksi : Batubara ----------> kokas + zat terbang
Alat dan bahan :
- Vertikal electric Tube Furnace khusus zat terbang (Mecker burner
atau Muffle Furnace).
- Cawan silika dengan tutup :
~ Volume 10,15 ml
~ Diameter 23 mm
~ Tinggi 40 mm
- Nichrom Wire (untuk kaitan/pegangan cawan)
- Neraca analitik dan dessicator
- Stop Watch
- Contoh batubara
Prosedur :
- Timbang + 1 gram contoh berukuran -60 mesh ke dalam cawan
yang telah diketahui beratnya, kemudian di tutup.
- Pasangkan pada kaitan kawat nichron, panaskan dibagian atas
furnace (+650oC) selama 2 – 3 menit. Kemudian pemanasan
diteruskan selama tepat 7 menit pada suhu 950 + 20oC (untuk
contoh yang mengalami sparking, pemanasan pada suhu 650oC
dilakukan selama 5 – 10 menit, kemudian pemanasan diteruskan
selama tepat 6 menit pada suhu 950 + 20oC).
- Dinginkan dalam Eksikator dan akhirnya ditimbang.
Perhitungan :
Kadar abu = %100xa
ba −= - kadar air lembab
Keterangan : a = berat contoh asal
b = berat contoh setelah dipanaskan
4. Penentuan karbon padat
Prinsip : kadar karbon padat diperoleh dari selisih antara air
lembab, abu dan zat terbang
Perhitungan :
Kadar karbon padat = 100% - (kadar air lembab + kadar abu + kadar zat
terbang)
ANALISIS BENTUK SULFUR
Metode : ASTM Designation d. 2492 – 90
Prinsip : Sulfur yang terkandung dalam batubara dipisahkan dengan
asam klorida, residu yang tertinggal di ekstrak dengan asam
nitrat untuk melarutkan pirit dan diukur dengan AAS.
Reaksi : Batubara + HCl -------- H2SO4 +
FeS.S
FeS.S + 8 HNO3 -------- Fe(NO3) + 5
NO + 2 SO4 + 4 H2O
H2SO4 + BaCl2 -------- BaSO4 + 2
HCl
Alat dan bahan :
- Refluks
- Erlenmeyer 300 ml
- Penangas listrik
11IV - 1
- Corong
- Kertas saring
- Spektrofotometer Serapan Atom
- Contoh batubara –60 mesh
- HCl 2 : 3
- HNO3 1 : 7
- Larutan standar besi 1000 ppm
- Air brom
- NH4OH pekat
- Indikator metil orange
- HCl pekat
- BaCl2 10%
Prosedur :
1. Ditimbang + 5 gram contoh batubara –6 mesh ke dalam
erlenmeyer.
2. Dibubuhi 50 ml HCl 2 : 3 dan direfluks dengan pendingin
tegak selama 30 menit mendidih dan dinginkan.
3. Kemudian disaring dengan kertas saring No. 40 dan residu
dimasukan kedalam erlenmeyer untuk penetapan pirit serta
filtrat ditampung untuk penetapan kadar sulfat sulfur.
1. Penentuan Pirit Sulfur
a. Residu ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 7 kedalam erlenmeyer, direfluks
selama 30 menit mendidih lalu disaring kedalam labu ukuran 250 ml.
b. Diimpitkan dan diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom.
c. Hasil dari SSA adalah SFeS2 (sulfur firit)
2. Penentuan Sulfat Sulfur
a. Fitrat yang ditampung dibubuhi dengan sedikit air brom (Br2 (p)) sampai
berwarna kuning, kemudian dididihkan untuk menghilangkan air brom +
10 menit.
b. Ditambahkan 50 ml NH4OH pekat sampai sempurna kemudian disaring
dengan kertas saring No. 40, endapan yang dihasilkan di buang.
c. Fitrat di bubuhi dengan indikator metil orange dan dinetralkan dengan
tetesan HCl (p) sampai berwarna merah.
d. Dididihkan kemudian diendapkan dengan 25 ml BaCl2 10% sampai
pengendapan sempurna.
e. Endapan berupa BaSO4 diperam selama 2 jam di penangas atau
didiamkan semalam.
f. Endapan disaring dengan kertas saring No. 42.
g. Residu dimasukan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui
bobotnya lalu diperarang, dipijarkan, dan diabukan sampai sempurna
(dibakar), sisa pembakaran berupa BaSO4 (padat).
h. Didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
Kadar Pirit Sulfur : %100xcontohbobot
ppmxfpxfk
Kadar Sulfat Sulfur :
738,13xcontohbobot
SulfatBabobot −
Keterangan : fk = faktor kimia (FeS.S / Fe)
Fp = faktor pengenceran
3. Penentuan Kadar Sulfur Organik
Prinsip : Kadar sulfur organik dapat diketahui dengan selisih antara
sulfur total dengan pirit sulfur dan sulfat sulfur.
Perhitungan : Kadar Sulfur Organik : % S total – ( %S - SO4 + %S - FeS.S )
PENENTUAN NILAI KALOR
Metode : ASTM Designation D. 2015 – 93
Prinsip : Batubara dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi
standar, panas yang dihasilkan dihitung dari kenaikan
suhu setelah pembakaran, dikurangi beberapa nilai
koreksi.
12IV - 1
Reaksi : Batubara -------- abu + CO2 + H2O + SO3 + NO2 + a
kalori
SO2 + H2O -------- H2SO4
2 NO2 + H2O -------- 2 HNO3 + O2
H2SO4 + HNO3 + Ba(OH)2--- BaSO4 + Ba(NO3)2 +
H2O
Ba(NO3)2 + Na2CO3 --------- BaCO3 + 2
Na2CO3
Na2CO3 + HCL 2 NaCl
+ H2O + CO2
Alat dan bahan :
- Satu unit alat Bomb Kalorimeter
- Cawan Kwarsa
- Kawat nikrom
- Piala gelas 400 ml
- Buret 50 ml
- Kertas saring
- Pemanas listrik
- Gelas ukur 2000 ml
- Contoh batubara –60 mesh
- Oksigen
- Ba (OH)2 0,1 N
- Na2CO3 0,1 N
- HCl 0,1 N
- Indikator Methyl orange
- Indikator Phenolpthalein
Prosedur :
- Ditimbang + 1 gram contoh batubara –60 mesh ke dalam cawan
kwarsa, lalu kawat nikrom dikaitkan pada bomb kalorimeter dan
dicelupkan ke alam contoh.
- Bomb diisi dengan 5 ml air dan ditutup rapat kemudian dialiri gas
oksigen dengan tekanan 30 atm selanjutnya dimasukan kedalam
vessel yang sudah berisi air sebanyak 2000 ml.
- Alat dinyalakan , bila suhu vessel dan suhu jacket sudah sama
maka suhu awal dicatat.
- Tombol fire ditekan sampai terjadi kenaikan suhu yang cukup
drastis hingga konstan, lalu dicatat suhu akhir.
- Alat dimatikan dan air dalam bomb ditampung ke dalam piala
gelas 400 ml dan diencerkan sampai 100 ml.
- Larutan dididihkan lalu dititrasi oleh Ba(OH)2 dengan indikator
phenolpthlein kemudian ditambahkan 10 ml Na2CO3 lalu dititrasi
dengan HCl 0,1 N dengan methyl orange sebagai penunjuk.
Perhitungan :
Nilai Kalor =
contohbobot
bToTaxairN −− )(
Keterangan : N = Nilai air
Ta = suhu air
To = suhu awal
b = total nilai koreksi
KADAR ULTIMAT
1. Penentuan kadar karbon dan hidrogen
Metode : ASTM Designation D.3178-89
Prinsip : Karbon dan hidrogen dioksidasikan dalam combustion tube,
gas hasil oksidasi dialirkan melalui penyerap H2O dan
penyerap CO2 kemudian ditentukan secara gravimetri.
Reaksi :
Pada penyerap H2O : n H2O + Mg(ClO4) ---- Mg(ClO4)n
H2O
Pada penyerap CO2 : CO2 + 2NaOH ---- Na2CO3 +
H2O
13IV - 1
Alat dan bahan :
- Satu unit alat Combustion Furnace
- Neraca analitik
- Contoh batubara –60 mesh
- Gas oksigen
- Penyerap H2O yaitu anhidrat Mg (ClO4)
- Penyerap CO2 yaitu Natron asbestos
Prosedur :
- Alat disiapkan.
- Disiapkan rangkaian penyerap dan dirangkaikan pada combustion
tube.
- Rangkain penyerap dibiarkan selama 15 menit, kemudian di timbang
dan dihubungkan dengan pipa pembakaran.
- Di timbang contoh batubara –60 mesh ke dalam combustion boat
yang telah diketahui bobotnya.
- Combustion boat dimasukkan ke dalam pipa pembakaran yang telah
dipanaskan pada suhu 850 – 900oC.
- Aliran gas oksigen dijalankan dengan kecepatan 50 – 100 ml/menit
dan dibiarkan furnace bergerak sampai tepat berada di atas contoh.
- Motor dimatikan dan dibiarkan furnace tepat berada di atas contoh
selama 45 menit.
- Rangkaian penyerap dipisahkan dari pipa pembakar dan didinginkan
lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar Hidrogen = contohbobot
xa 19,11 x 100%
Kadar Karbon = contohbobot
xb 289,27 x 100%
Keterangan : a = pertambahan bobot penyerap H2O
b = pertambahan bobot penyerap CO2
2. Penentuan Kadar Sulfur dengan Metode Suhu Tinggi
Prinsip : Contoh dialiri gas oksigen membentuk SO3 pada proses
pembakaran SO3 ditangkap dengan H2O membentuk H2SO4
yang selanjutnya dititrasi oleh Na2B4O7 .
Reaksi : Batubara + O2 -------- abu + SO3 + Cl2
SO3 + H2O2 -------- H2SO4
Cl2 + H2O2 -------- 2 HCl
2 Na+ + SO42- -------- Na2SO4
Na+ + Cl- -------- NaCl
Alat dan bahan :
- Satu unit furnace high temperature
- Neraca analitik
- Cawan perahu
- Buret 50 ml
- Gelas ukur
- Contoh batubara – 60 mesh
- H2O2 1%
- Na2B4O7 0,0500 N
- Indikator MM : MB
- Hablur Al2O3
Prosedur :
- Ditimbang 0,5 gram contoh batubara kedalam cawan perahu
kemudian ditutupi dengan hablur Al2O3.
- Contoh kemudian dimasukan kedalam furnace yang telah diset
suhunya 1350oC, kemudian dialiri gas O2 sampai flow meter
menunjukan angka 12 - 15 (5 ml/menit).
- Vakum dinyalakan dan flow meter diatur sampai 9,3–10,5 (4
ml/menit)
- Disiapkan 100 ml larutan H2O2 kedalam botol penyerap yang telah
ditambahkan indikator MM : MB, selanjutnya dipasang di furnace.
- Setiap dua menit contoh didorong agar pembakarannya sempurna.
14IV - 1
- Analisis dihentikan sampai larutan berwarna ungu.
- Larutan dimasukan kedalam erlenmeyer lalu di titar dengan Na2B4O7
0,0500 N.
Perhitungan :
Kadar sulfur total = %100603,1
xcontohbobot
xNxV
Keterangan : V = volume Na2B4O7
N = normalitas Na2B4O7
3. Penentuan Kadar Nitrogen Cara Kjeldahl
Metoda : ASTM Designation D. 3179 – 89
Prinsip : Contoh didestruksi dengan asam sulfat pekat
menghasilkan (NH4)2SO4 dengan penambahan KOH
maka NH3 akan dibebaskan selanjutnya dapat dititrasi.
Reaksi : Batubara + H2SO4 + K2SO4 + CuSO4 -- (NH4)2SO4
(NH4)2SO4 + 2 KOH ------- NH4OH + K2SO4
NH3 + H3BO4 ------- NH4H2BO2
NH4H2BO4 + HCL ------- NH4Cl + H3BO3
Alat dan Bahan :
- Satu unit alat destruksi
- Labu Kjeldahl
- Buret
- Pipet 25 ml
- Contoh batubara
- Indikator MM : MB
- Hablur CuSO4
- Hablur Selen
- Hablur KMnO4
- H3BO3
- HCl 0,1 N
- KOH 50%
Prosedur :
- Ditimbang 1 gram contoh batubaa kedalam labu Kjeldahl yang telah
berisi 10 gram K2SO4, 0,7 gram CuSO4, dan 0,3 gram selen
kemudian ditambahkan 25 ml H2SO4 lalu dihomogenkan.
- Larutan dideduksi sampai larutan berwarna hijau jernih.
- Larutan didinginan, dibubuhi KMnO4 dan didestruksi sampai larutan
berwarna hijau jernih.
- Didinginkan dan dimasukan kedalam alat destilasi dan ditambah air
suling.
- Pada saat mendidih ditambahkan KOH 50% sampai larutan
berwarna coklat.
- Amoniak yang terbentuk ditampung dengan larutan H3BO3 yang
telah dibubuhi indikator MM : MB.
- Destilasi dihentikan sampai volume larutan menjadi 250 ml.
- Larutan dititar dengan HCL 0,1 N sampai berwarna lembayung.
- Dilakukan blanko.
Perhitungan :
Kadar Nitrogen =
%100014,0)(
xcontohbobot
xNxba −
Keterangan : a = volume HCl contoh
b = volume HCl blanko
N = normalitas HCl
4. Penentuan Kadar Oksigen
Kadar oksigen dapat ditentukan dari selisih antara kadar abu, kadar hidrogen,
nitrogen, karbon dan belerang.
Perhitungan : 100% - ( %abu + %N + %C + %S + %H )
ANALISIS KOMPOSISI ABU
15IV - 1
1. Penentuan LOI (lost on ignition)
Prinsip : Contoh batubara umumnya mengandung senyawa organik dan
anorganik. Dengan pemanasan 900 – 925oC dapat diketahui
kadar zat hilang di bakar dengan menghitung selisih bobot
sebelum dan sesudah pemanasan.
Alat dan bahan :
- Cawan porselin
- Furnace
- Eksikator
- Contoh abu batubara
Prosedur :
- Di timbang + 1 gram contoh abu batubara ke dalam cawan
yang telah di ketahui bobotnya.
- Cawan dipijarkan ke dalam furnace pada suhu 900 – 925oC
selama 1 jam kemudian didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
Kadar LOI =
contohbobot
pemanasansesudahbobotpemanasansebelumbobot −
2. Penentuan Kadar SO3
Prinsip : Sulfat di endapkan dengan BaCl2 berlebih dalam suasana asam
dan panas. Endapan yang terbentuk di timbang sebagai BaSO4.
Reaksi : SO42- + BaCl2 ------ BaSO4 + 2 Cl-
Alat dan bahan :
- Kaca arloji
- Piala gelas 400 ml
- Pemanas listrik
- Corong
- Meker
- Furnace
- Abu batubara
- Larutan BaCl2 10%
Prosedur :
- Di timbang +0,5 gram abu batubara ke dalam piala gelas 400
ml dan ditambahkan air suling.
- Ditambahkan 10 ml HCl pekat, di tutup dan dididihkan (larut).
- Diencerkan sampai 50 ml, dididihkan sampai larut.
- Di saring dengan kertas saring No. 40, larutan di tampung dan
dipanaskan sampai mendidih.
- Ditambahkan BaCl2 10% sambil di aduk dan dibiarkan di atas
hot plate sampai mendidih.
- Disaring dengan kertas saring No. 42 dan di cuci dengan air
panas, lalu endapan diperarang, dipajarkan dan diabukan.
Perhitungan : contohbobot
xSulfatBabobotx %100343,0 −
3. Penentuan Kadar Silikat
Prinsip : Silikat dapat ditetapkan dengan cara pengurangan bobot
pemijaran senyawa yang tidak larut oleh aqua regia dengan
pemijaran senyawa yang tidak larut dalam asam florida.
Reaksi : SiO2 + aqua regia -------------
Oksida logam lain + aqua regia ------ garam-I + H2O +
NO
SiO2 + 4 HF ---- SiF4 + 2H2O
Alat dan bahan :
- Piala gelas
- Pemanas listrik
- Kaca arloji
- Cawan platina
- Corong
- Furnace
16IV - 1
- Neraca analitik
- HNO3 pekat
- HCl pekat
- H2SO4 1 : 1
- HF
Prosedur :
- Ditimbang + 0.5 gram abu batubara dan dimasukan kedalam
piala gelas.
- Dibilas dengan air dan ditambahkan 15 ml HCl pekat, 5 ml
HNO3 pekat, dan 10 ml H2SO4 1 : 1.
- Ditutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai keluar asap
putih.
- Dipanaskan kembali sambil digoyang-goyangkan selama 2–3
menit.
- Didinginkan dan diencerkan dengan air sampai 75 ml serta
dibubuhi 10 ml HCl pekat.
- Dipanaskan sampai mendidih, lalu disaring dengan kertas
saring No.42.
- Dicuci dengan HCl encer beberapa kali, lipat kertas saring dan
dimasukan kedalam cawan platina, diperarang, dipijarkan,
didinginkan dan ditimbang.
- Abu dibasahkan sedikit dengan air suling, lalu dibubuhi 2 – 3
tetes H2SO4 1 : 1.
- Dibubuhi 5 – 10 ml HF dan dipanaskan sampai kering,
dipijarkan, lalu didinginkan dan ditimbang.
Perhitungan :
Kadar SiO2 = %1002 xcontohbobot
SiOBobot
4. Penetapan Kadar K2O, Na2O, MgO, CaO, Al2O3, Fe2O3, MnO, P2O5, dan TiO2
Prinsip : Sejumlah abu batubara dilarutkan dengan HF pekat dan
HNO3 pekat, serta dioksidasi dengan HClO4. Kandungan
logam-logam tersebut dapat diketahui dengan memeriksa
larutan tersebut dengan spektrofotometer dan
spektrofotometer serapan atom.
Reaksi :
SiO2 + 4 HF ---------- SiF4 + 2 H2O
Logam + HNO3 ---------- garam nitrat +
NO2 + H2O
Logam –o + HClO4 ---------- garam –I
Alat dan bahan :
- Neraca analitik
- Piala teflon
- Pemanas listrik
- Labu ukur 100 ml
- HF
- HNO3 pekat
- HClO4
Prosedur :
- Ditimbang + 0.2 gram contoh, dimasukan kedalam piala teflon
lalu dibilas dengan air suling.
- Ditambah 3 ml HNO3 pekat dan 3 ml HClO4, Lalu dipanaskan
sampai hampir kering.
- Dibubuhi 5 ml HNO3 pekat lalu dipanaskan sampai mendidih.
- Diencerkan dengan air suling sampai volume 40 ml, dipanaskan
sampai mendidih lalu didinginkan.
- Larutan dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml, diimpitkan dan
dikocok.
a. Penetapan kadar K2O, Na2O, Al2O3, MgO, MnO, dan Fe2O3 dengan Spektrofotometer Serapan Atom
17IV - 1
Prinsip : Kondisi larutan contoh dengan kondisi larutan standar harus
sama. Dalam hal ini baik larutan contoh maupun standar
mengandung Li+ 2000 ppm dan Sr2+ 3000 ppm yang berfungsi
untuk mengatasi gangguan kation.
Alat dan bahan :
- Labu ukur 25 ml dan 100 ml
- SSA Varian techtron AA-5
- Pipet 5 ml
- Labu semprot
- Larutan induk
- Air suling
- Larutan Li+ 2000 ppm
- Larutan Sr2+ 3000 ppm
- Larutan HNO3 1 : 24
Prosedur :
- Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml dan 100 ml.
- Kedalam labu ukur 100 ml masing-masing ditambahkan 20 ml
larutan Li+ dan 10 ml larutan Sr2+ lalu kedalam labu 25 ml
ditambahkan 5 ml larutan Li+ dan 2.5 ml larutan Sr2+.
- Diimpitkan dengan HNO3 1:24 lalu diperiksa dengan
spektrofotometer serapan atom.
Perhitungan :
Kadar =
%100tan1000
tanx
contohbobotxdarsAx
fkxfpxdarsppmxcontohAxlabuvolume
b. Penetapan Kadar TiO2 dengan Spektrofotometer
Prinsip : Dalam suasana asam sulfat, Titan dioksida dapat membentuk
kompleks berwarna kuning hijau dengan hidrogen perioksida
sehingga dapat ditentukan dengan spektrofotometer pada 400
nm.
Reaksi :
TiO2 + H2SO4 ----------- TiOSO4 +
H2O
TiOSO4 + H2O2 ----------- H2SO4 +
TiO3 (kuning)
Alat dan bahan :
- Labu ukur 25 ml
- Pipet 5 ml
- Spektrofotometer
- Labu semprot
- Larutan induk
- Larutan H2SO4 1 : 1
- Larutan H3PO4
- Larutan H2O2 3%
Prosedur :
- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 25 ml
- Ditambah 2,5 ml H2SO4 1 : ! ; 1,25 ml H3PO4, dan 2,5 ml H2O2 3%
- Dibilas dan diimpitkan dengan air suling
- Diperiksa dengan Spekrofotometer pada 400 nm.
Perhitungan :
Kadar TiO2 =
contohbobotxdarsAx
fpxdarsppmxcontohAxlabuvolume
tan1000
%100tan
c. Penetapan Kadar P2O5 dengan Spektrofotometer
Prinsip : Dalam Suasana asam nitrat, difosfor pentaoksida dapat membentuk
kompleks berwarna kuning dengan amonium molibdat, sehingga
dapat ditetapkan dengan spektrofotometer pada 460 nm.
18IV - 1
Reaksi : H3PO4 + 12 (NH4)2MoO4 + 21 HNO3 ----------
(NH4)3PO4.12 MoO3 + 21 NH4NO3 + 12 H2O
Alat dan bahan :
- Labu ukur 50 ml
- Pipet 5 ml
- Pipet serologi
- Spektrofotometer
- Larutan HNO3 1 : 24
- Larutan amonium vanadat 0,25 %
- Larutan amonium molibdat 3%
Prosedur :
- Dipipet 10 ml larutan induk ke dalam labu ukur 50 ml, ditambah 5
ml amonium molibdat 3%.
- Ditambahkan 5 ml amonium vanadat 0,25%, lalu diimpitkan dengan
HNO3 1 : 24.
- Diperiksa dengan Spektrofotometer dengan 460 nm
Perhitungan :
Kadar P2O5 =
%100tan1000
tanx
contohbobotxdarsAx
fpxdarsppmxcontohAxlabuvolume
ANALISIS LAINNYA
Penentuan Kadar Klor cara Eschka
Metode : ASTM Designation D. 2361 – 91
Prinsip : Kadar klor dalam batubara dapat ditentukan dengan
melebur contoh batubara dalam campuran Eschka dan
dioksidasikan pada suhu standar. Ion klorida
yangterbentuk ditentukan secara Argentometri.
Reaksi :
Batubara + MgO + Na2CO3 --------
Cl-
Cl- + AgNO3 --------
AgCl + NO3-
AgNO3 + KCNS --------
AgCNS + KNO3
6 KCNS + Fe2(SO4)3 --------
Fe(CNS)2
Alat dan bahan :
- Cawan porselin
- Muffle furnace
- Buret 50 ml
- Gelas ukur 50 ml
- Piala gelas
- Kertas saring No. 40
- Corong
- HNO3 1 :1
- KCNS 0,025 N
- AgNO3 0,025 N
- Nitrobenzena
- Indikator feri amonium sulfat
- Campuran Eschka
Prosedur :
- Ditimbang + 1 gram batubar yang berukuran –60 mesh
kedalam cawan yang telah berisi 3 gram campuran eschka,
diaduk dan ditutup dengan 2 gram eschka.
- Dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 800 oC selama 3
jam lalu didinginkan.
- Dilarutkan dengan air suling panas sampai 100 ml, lalu
ditambahkan 50 ml HNO3 1 : 1 kemudian disaring. Bila
larutan jernih, maka tidak perlu di saring, larutan keruh karena
19IV - 1
kadar abu yang tinggi maka diperlukan penyaringan untuk
mendapatkan larutan yang jernih.
- Larutan ditambahkan 20 ml AgNO3 0,025 N dan didiamkan
selama 15 menit lalu ditambahkan 10 ml nitrobenzena
kemudian diaduk selama 1 menit.
- Larutan dititrasi dengan KCNS 0,025 N dengan indikator feri
amonium sulfat.
- Dilakukan analisis blanko, untuk analisis blanko, prosesnya
sama dengan di atas, sampel yang digunakan sebanyak + 5
gram eshka yang dipanaskan dalam muffle furnace dan
selanjutnya sama.
Perhitunan :
Kadar Klor =
%100)(0886,0
xcontohbobot
abx −
Keterangan : b = volume blanco
a = volume contoh
PENGUJIAN SIFAT FISIKA BATUBARA
1. Penentuan Berat Jenis
Metode : ASTM Designation D. 167 – 79
Prinsip : Berat jenis batubar dapat diketahui berdasarkan
perhitungan bobot per volume dengan menggunakan
piknometer dan larutan typol.
Alat dan bahan :
- Piknometer vacum 50 ml
- Pipet ukur 25 ml
- Neraca analitik
- Corong kecil
- Kuas kecil
- Spatulla
- Larutan typol 0,03 %
Prosedur :
- Di abuat larutan typol 0,03% dan di ukur berat jenisnya setelah
tidak ada gelembung udara.
- Piknometer di isi dengan larutan typol sampai penuh dan
kemudian di timbang.
- Larutan typol di pipet, sampai setengah dari volume piknometer.
- Di timbang + 1 gram batubara ukuran –60 mesh, dikeringkan
dalam oven pada suhu 105 – 110o C selama satu jam.
- Setelah dingin, perlahan-lahan dimasukkan kedalam piknometer
dengan menggunakan corong kecil dan kuas.
- Dibiarkan sampai semua contoh mengendap dalam larutan typol
selama satu malam atau di vakum dalam eksikator.
- Piknometer di isi kembali dengan larutan typol sampai penuh dan
kemudian di timbang.
Perhitungan :
Berat jenis : )(ker
ker
abingBobot
typolbjxingbobot
−−
Keterangan : a = bobot piknometer + larutan typol
b = bobot piknometer + larutan typol +
contoh
2. Penetapan Nilai Muai Bebas (Free Swelling Index-FSI)
Metode : ASTM Designation D. 720-91
Prinsip : Contoh batubara dipanaskan secara tepat tanpa oksigen dan
nilai muai bebas dari contoh tersebut dapat diketahui
dengan membandingkan kokas yang terbentuk dengan
gambar standar yang bernilai dari 1 – 9.
Alat dan Bahan :
- Cawan porselin khusus ubtuk penentuan nilai bebas.
- Muffle furnace khusus untuk penentuan nilai muai bebas.
20IV - 1
- Stopwatch.
- Neraca Analitik
- Spatula
- Tang crucible
Prosedur :
- Di timbang + 1 gram batubara berukuran –60 mesh ke dalam
cawan porselin yang telah diketahui bobotnya.
- Cawan beserta isinya di ketuk-ketuk sebanyak 12 kali agar
permukaannya menjadi rata.
- Cawan tersebut dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 815
– 825oC selama 2 ½ - 4 menit.
- Cawan diangkat dan didinginkan di udara terbuka.
- Hasil pemanasan dibandingkan dengan profil standar.
3. Penetapan Hardgrove Grindability Index (HGI)
Metode : ASTM Designation D.409-93a
Prinsip : Batubara di gerus pada mesin HGI pada kondisi standar dan
hasilnya di saring dengan saringan yang berukuran 200
mesh. Nilai HGI dapat di hitung dari jumlah batubara yang
tidak lolos saringan 200 mesh. Semakin tinggi nilai HGI
semakin mudah batubara di gerus.
Alat dan bahan :
- Saringan yang berukuran 14, 28 dan 200 mesh.
- Mesin Hardgrove Grindability Index.
- Mesin penyaring rotap.
- Naraca analitik.
- Neraca teknis
- Plastik
Prosedur :
- Di timbang + 50 gram batubara yang berukuran –14 + 28 mesh.
- Dimasukkan ke dalam mesin HGI yang telah dibersihkan
sebelumnya dan di putar sebanyak 60 kali.
- Hasilnya di saring dengan menggunakan saringan 200 mesh
dengan bantuan alat rotap.
- Batubara hasil penyaringan yang tidak lolos saringan 200 mesh
dimasukkan ke dalam plastik kosong yang telah diketahui
bobotnya dan kemudian di timbang.
Perhitungan :
HGI =
15017,0
1549,2)200( +− meshsaringanlolostidakcontohasalcontoh
Keterangan : Angka-angka di dalam rumus di dapat dari perhitungan
kalibrasi alat dengan contoh standar.
21IV - 1