Transcript
  • Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab

    Safiinatun Najaat antara Bahasa Indonesia dan Sunda

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)

    Oleh :

    ABDUL RASYID

    1110024000022

    JURUSAN TARJAMAH

    FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2014 M/1435 H

  • PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah

    dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

    Hidayatullah.

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau

    jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

    UIN Syarif Hidayatullah.

    Sukabumi, 18 Juli 2014

    Abdul Rasyid

    NIM: 1110024000022

  • i

    ABSTRAK

    ABDUL RASYID

    Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat

    antara Bahasa Indonesia dan Sunda

    Menilai kualitas terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk

    mengetahui sejauh mana pesan dalam sebuah teks diterjemahkan dengan baik

    atau tidak, dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak

    dengan diukur dari sisi keakuratan, kejelasan, dan kewajarannya.

    Dalam kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian pada terjemahan

    kitab Safiinatun Najaat versi Bahasa Indonesia dan Sunda yang kemudian

    membandingkan antara keduanya dengan bertujuan untuk melihat kualitas

    terjemahan baik dalam versi Bahasa Indonesia mau pun Sunda.

    Kemudian setelah dilakukan penelitian penulis dapat mengukur kualitas

    terjemahan dari masing-masing versi yaitu, bahwa terjemahan bahasa Indonesia

    terasa lebih mudah dipahami dibandingkan dengan versi bahasa Sunda karena

    memang dipengaruhi oleh sisi metode penerjemahan, ketegasan, kejelasan,

    kewajaran, serta perbedaan gaya bahasa diantara keduanya.

  • ii

    PRAKATA

    Puji Syukur kepada Allah SWT. Yang dengan izin serta karuniaNya,

    sehingga penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra

    Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta ini dapat diselesaikan.

    Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada junjungan besar baginda

    Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga

    zaman terang benderang, yang telah mengenalkan kebenaran kepada kita sebagai

    umatnya, sehingga mampu untuk mengetahui apa itu kebathilan.

    Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin haturkan terima kasih kepada:

    Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

    Prof. Dr. Oman Faturrahman, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Adab dan

    Humaniora, Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku ketua jurusan Tarjamah, Dr.

    Moch. Syarif Hidayatullah M. Hum. selaku sekretaris jurusan Tarjamah, dan

    kepada seluruh dosen-dosen yang telah mendidik serta memberikan berbagai

    macam ilmu dan pengetahuan kepada penulis. Semoga segala ilmu yang telah

    diberikan dapat bermanfaat bagi umat khususnya bagi penulis sendiri.

    Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag. dan Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, MA.

    selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya

    serta kesabarannya untuk membaca, mengoreksi, serta memotivasi penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini, kepada Karlina Helmanita, M.Ag. dan Abdul Wadud

  • iii

    Kasyful Anwar, M.Ag. selaku dosen penguji skripsi yang menilai, mengoreksi,

    dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, kepada Prof.

    Dr. Sukron Kamil, M.Ag. dan Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku dosen

    Pembimbing Akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama

    menjadi mahasiswa.

    Kepada orang tua tercinta, Entin Kartini dan Jajat Sudrajat dua sosok yang

    paling berjasa selama ini. Terima kasih ibu dan bapak atas doa dan motivasi yang

    tiada hentinya yang telah kalian berikan, terima kasih pula kepada bi Ika dan bibi

    Sri atas dukungannya, serta adik-adik tercinta Muhammad Yasin dan Harun yang

    selalu menghibur dan menyemangati penulis sampai penulisan skripsi ini selesai.

    Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2010 penulis haturkan

    terima kasih khususnya Syafaat, Mutia, Syarif, Umay, Eva, Nia, Asiah, Olis,

    Farhan, Imam, Hany. Terima kasih banyak kawan atas segala motivasi, waktu,

    serta ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak

    lupa kepada teman kosan penulis Aguy, Rouf, Wahyu, Omen, terima kasih atas

    dukungan kalian semua.

    Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk

    kita semua khususnya bagi penulis sendiri serta orang-orang yang berkecimpung

    dalam dunia penerjemahan.

    Sukabumi, 18 Juli 2014

    Penulis

  • iv

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ....... i

    PRAKATA .. ii

    DAFTAR ISI ... iv

    PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang . 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah . 5

    C. Tujuan Penelitian . 5

    D. Tinjauan Pustaka.. 6

    E. Metode Penelitian 7

    F. Sistematika Penulisan .. 8

    BAB II KERANGKA TEORI (PENERJEMAHAN)

    A. Dasar-dasar Penerjemahan ... 9

    1. Kendala dalam Penerjemahan 10

    2. Penerjemahan adalah Mengalihkan Pesan 11

    3. Faktor Penerjemah . 12

    4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna . 12

    5. Proses Penerjemahan .. 13

    6. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan . 15

    B. Menilai Kualitas Terjemahan 16

  • v

    1. Benny Hoedoro Hoed 18

    2. Moch Syarif HidayatullahRochayah Machali .. 23

    3. Rochyah Machali 25

    4. Nababan .. 32

    C. Penerjemahan dan Kebudayaan .. 37

    BAB III GAMBARAN UMUM BIOGRAFI PENULIS KITAB

    SAFIINATUN NAJAAT

    A. Kitab Kitab Safiinatun Najaat . 39

    B. Biografi Asy-syaikh Al-Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir . 42

    1. Nama dan Kelahiran 42

    2. Perkembangan dan Pendidikan . 42

    3. Berdakwah dan Mengajar .. 43

    4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran .. 43

    5. Kehidupan di Batavia . 44

    6. Pengalaman Ibadah . 46

    7. Karya-karya Tulis ... 46

    BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN KITAB

    SAFIINATUN NAJAAT BAHASA INDONESIA DAN SUNDA

    A. Temuan 47

    B. Analisis 48

  • vi

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan 65

    B. Rekomendasi . 66

    DAFTAR PUSTAKA .. 68

    LAMPIRANLAMPIRAN . 70

  • vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Transliterasi yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini merujuk pada

    pedoman transliterasi arab-latin yang ditetapkan berdasarkan keputusan dari

    Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/1987. Berikut

    pedoman transliterasi yang digunakan tersebut.

    1. Konsonan

    No Huruf Arab Huruf Latin No Huruf Arab Huruf Latin

    Tak berlambang 16 1

    b 17 2

    t 18 3

    g 19 4

    f j 20 5

    6 q 21

    k kh 22 7

    l d 23 8

    m 24 9

    n r 25 10

    h z 26 11

    w S 27 12

    sy 28 13

    14 y 29

    15

  • viii

    2. Vokal

    Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal pada bahasa Indonesia. Vokal

    bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau

    diftong.

    a. Vokal Tunggal (monoftong)

    Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harokat yang

    transliterasinya dapat diuraikan sebagai berikut:

    TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

    Fathah a a

    Kasrah i i

    Dhammah u u

    Contoh:

    sabbuurah : kataba :

    yadzhabu : mimsahah :

    b. Vokal Rangkap (diftong)

    Vokal rangkap bahasa Arab lambangnya berupa gabungan antara harokat

    dengan huruf, transliterasinya sebagai berikut:

    TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

    Fathah dengan Ya ai a dan i

    Fathah dengan Wau au a dan u

    Contoh:

  • ix

    kaifa :

    haula :

    3. Maddah (Vokal Panjang)

    Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat dan huruf,

    transliterasinya adalah sebagai berikut:

    TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA

    Fathah dengan Alif a a

    Kasrah dengan Ya i i

    Dhammah dengan Wau u u

    Contoh:

    yaquulu : faaala :

    kariim :

    4. Ta marbuthah

    Ada dua macam transliterasi untuk ta marbuthah, yaitu:

    a. Ta marbuthah hidup

    Ta marbuthah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasrah,

    dan dhammah, maka transliterasinya adalah (t).

    b. Ta marbuthah mati

    Ta marbuthah yang mati atau mendapat harokat sukun dibelakangnya,

    transliterasinya adalah (h).

  • x

    Contoh :

    thalhah :

    c. Jika pada kata terakhir dengan ta marbuthah diikuti oleh kata yang

    menggunakan kata sandang al serta bacaan yang kedua terpisah, maka

    ta marbuthah itu ditransliterasikan menjadi (h).

    Contoh:

    raudhatul jannah :

    5. Syaddah (Tasydid)

    Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan

    dengan sebuah tanda syaddah. Dalam transliterasi tanda syaddah dilambangkan

    dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

    Contoh:

    rabbanaa :

    rabbi :

    6. Kata Sandang

    Kata sandang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf al

    baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Penulisannya ditulis

    secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan hubungkan dengan tanda (-).

    Contoh:

    Al-rajulu :

    Al-mau :

  • xi

    7. Hamzah

    Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, hamzah ditransliterasikan

    dengan spostrof. Tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang diletaknya ditengah

    dan diakhir kata. Apabila letaknya diawal kata, maka hamzah tidak

    dilambangkan. Karena dalam tulisan arab berupa alif.

    Contoh:

    syaiun :

    umirtu :

  • 1

    BAB I

    Pendahuluan

    A. Latar Belakang

    Bahasa Sunda termasuk rumpun Melayu yang kita sebut Melayu Polinesia.

    Bahasa ini erat hubungannya dengan bahasa Jawa dan Melayu, yang dipergunakan

    diseluruh Jawa Barat, yaitu Kresidenan Priangan, Cirebon, Jakarta, Banten, dan

    Karawang yang dahulu juga merupakan Kresidenan sendiri.1

    Dalam masyarakat Sunda terdapat beberapa aksara yang digunakan untuk

    menulis naskah. Aksara yang pernah digunakan untuk menulis naskah Sunda yaitu

    aksara Sunda Kuna, Jawa Kuna, Jawa (Cacarakan), Pegon, dan Latin. Masyarakat

    masa kini umumnya hanya mengenal dua aksara terakhir, sedangkan yang lainnya

    tidak begitu diketahui. Diantara aksara yang digunakan untuk menulis naskah,

    aksara Pegon merupakan aksara yang paling sering digunakan. Aksara Pegon

    adalah aksara Arab yang sebagian hurufnya telah dimodifikasi dan digunakan

    untuk menulis naskah Sunda dan naskah Jawa. Pengetahuan masyarakat Sunda

    terhadap aksara Pegon berkaitan erat dengan agama Islam karena masyarakat

    Sunda mengenal aksara Arab seiring dengan pengenalannya terhadap agama

    Islam.

    1Coolsma, S, Soendaneesche Spraakkunst, (Tata Bahasa Sunda), terjemahan Husein Widjaya

    Kusumah dan Yus Rusyana, (Bandung: Djambatan, 1985), h.3.

  • 2

    Pada proses penyebaran agama Islam, khususnya di wilayah penutur

    bahasa Sunda, telah lahir para alim ulama yang menerjemahkan teks-teks

    keagamaan seperti Fiqih, Nahwu, Sharaf, dll, diterjemahkan ke dalam bahasa

    Sunda serta menggunakan aksara Pegon yang ternyata memiliki ciri khas

    tersendiri dalam pengalihan pesannya.

    Sebagai contoh dalam penerjemahan :

    Terjemahan Sunda : Kalawan nyebat jenengan Allah anu maparin nikmat

    umum Allah di dunia, tur anu maparin nikmat khusus Allah di akherat. (Dengan

    menyebut nama Allah yang memberikan nikmat umum Allah di dunia, serta yang

    memberikan nikmat khusus Allah di akhirat).

    Terjemahan Indonesia : Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih

    lagi Maha penyayang.

    Kata = Yang Maha Murah, dan = Yang Maha Penyayang,2 yang

    diterjemahkan dalam bahasa Sunda = anu maparin nikmat umum Allah di

    dunia (yang memberikan nikmat umum Allah di dunia), dan = anu maparin

    nikmat khusus Allah di akherat (yang memberikan Nikmat khusus Allah di

    akhirat), tentu saja pengalihan pesan tersebut sangat berbeda dengan yang

    diterjemahkan dalam bahasa Indonesia = yang Maha pengasih dan =

    Yang Maha Penyayang.

    2Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984),

    h. 483.

  • 3

    Kalau kita perhatikan terjemahan tersebut, bahwasanya pengalihan pesan

    dalam bahasa Sunda tersebut menekankan bahwa Allah itu benar-benar Maha

    Pemurah yaitu dengan mengganti dengan kalimat anu maparin nikmat umum

    Allah di dunia (yang memberikan nikmat umum di dunia), yang berarti nikmat

    tersebut begitu besar yang diberikan secara umum untuk makhluk-makhlukNya di

    dunia, serta Allah itu Maha Penyayang yang di mana dalam terjemahan Sundanya

    yaitu anu maparin nikmat khusus di akherat (yang memberikan nikmat khusus di

    akhirat), yang berarti nikmat tersebut bersifat khusus yaitu yang disebut

    rahmat hanya orang-orang tertentu yang Allah kehendakilah yang mendapatkan

    kasih sayangNya tersebut.

    Dengan melihat contoh yang telah dipaparkan di atas dengan dilihat dari sisi

    keakuratan, keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan

    benar dalam Tsa.3 Bahwa keakuratan terjemahan tersebut bagi penutur bahasa

    masing-masing, dengan kata lain dapat diterima atau tidak, baik itu penutur

    bahasa Sunda atau bahasa Indonesia, dalam terjemahan seperti pada contoh di atas

    terdapat kekurangan dan kelebihannya.

    Kelebihan terjemahan dalam bahasa Sunda di atas pengalihan pesannya lebih

    mendalam dan luas, dan penerjemahan tersebut dapat dikatakan sebagai

    penerjemahan bebas. Saat menerjemahkan metode ini, seorang penerjemah

    biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu,4 akan tetapi

    dengan mengorbankan Bsu tersebut menjadi kekurangan tersendiri dalam

    penerjemahanya.

    3Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 71.

    4Hidayatullah, Tarjim, h. 33.

  • 4

    Kemudian dari tejemahan Indonesianya yaitu lebih menekankan pada

    pengalihan Tsu yang apa adanya, penerjemahan ini mempertimbangkan unsur

    estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar,5

    yaitu selama pesan dalam Tsu masih dapat difahami oleh penutur Bsa. Dan

    penerjemahan metode ini dapat dikatakan penerjemahan yang cukup baik,

    meskipun kekurangannya yaitu bahwa penutur Bsa mengetahui pesan dalam Tsu

    tersebut sewajarnya dan apa adanya.

    Maka dengan adanya perbedaan serta permasalahan dalam penerjemahan

    seperti yang penulis paparkan pada contoh di atas, sehingga kualitas

    penerjemahan pun pasti akan berbeda, maka penulis tertarik untuk meneliti

    tentang kualitas terjemahan antara Sunda dan Indonesia, ada pun yang ingin

    penulis teliti yaitu kualitas pada terjemahan kitab Safiinatun Najaat karangan

    Asy-syaikh Al-Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir Al- Hadlramiy, terjemahan

    bahasa Sunda dan terjemahan bahasa Indonesia. Alasan mengapa penulis memilih

    kitab Safiinatun Najaat yaitu karena kitab tersebut merupakan kitab yang

    penting bagi umat Islam untuk mengetahui dan memahami tentang ilmu fiqih,

    yang di mana ketika mengkajinya perlu pemahaman yang jelas.

    Ada pun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh

    Muhammad Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh

    Ats-Tsauriy & Khanan Rifaul Kasbi.

    Maka dari itu Insya Allah penulis akan mengambil judul :

    5 Hidayatullah, Tarjim, h. 32.

  • 5

    Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat

    antara Bahasa Indonesia dan Sunda

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Mengingat banyaknya isi pada kitab Safiinatun Najaat, maka penulis hanya

    membatasi dengan beberapa halaman, yaitu sebanyak dua halaman yang

    terdiri dari 5 fasal, diantaranya: 1) Fasal Rukun Islam, 2) Fasal Rukun Iman,

    3) Fasal makna Lailaaha Illallah, 4) Fasal Tanda-tanda Baligh, 5) Fasal

    Syarat Sah Beristinja,

    Adapun beberapa masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

    1. Bagaimana kualitas Terjemahan kitab Safiinatun Najaat baik dalam

    bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda menurut kaidah

    penerjemahan?

    2. Manakah yang lebih berkualitas terjemahan Indonesiakah atau

    terjemahan Sunda?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan permasalahan pokok yang telah dibatasi pada perumusan

    masalah, maka kegunaan dari penulisan ini adalah:

    1. Untuk mengetahui kualitas terjemahan kitab Safiinatun Najaat baik

    dalam bahasa Indonesia atau pun Bahasa Sunda menurut kaidah

    penerjemahan.

  • 6

    2. Untuk mengetahui terjemahan yang lebih berkualitas antara terjemahan

    kitab Safiinatun Najaat antara Bahasa Indonesia dan Sunda.

    D. Tinjauan Pustaka

    Setelah melihat dan menelaah dari berbagai karya-karya ilmiah baik melalui

    perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora atau pun perpustakaan UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan skripsi yang di mana memiliki

    kesamaan jenis penelitian, yaitu jenis penelitian komparatif. Penulis tersebut

    adalah Zaky Mubarok, yang di mana membahas tentang KATA SERAPAN;

    Perbandingan Perubahan Makna Kata Serapan dari Bahasa Arab pada Al-Quran

    Terjemahan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Surat At-Taubah ayat 1-50).

    Batasan masalah pada penelitian ini adalah terkait pada kata-kata serapan yang

    terdapat pada Al-Quran terjemahan bahasa Sunda dan Al-Quran terjemahan

    bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab Surat At-Taubah ayat 1-50.

    Penelitian ini dikuhususkan untuk membandingkan perubahan makna kata serapan

    dari bahasa Arab pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan studi kasus

    pada Al-Quran terjemahan kedua bahasa tersebut.

    Rumusan masalah pada penelitiannya adalah untuk mengetahui kata serapan

    dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang berasal dari terjemahan Al-

    Quran surah At-Taubah baik terjemahan bahasa Sunda mau pun bahasa

    Indonesia, serta membandingkan pergeseran makna kata serapan bahasa Arab

    pada bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

  • 7

    Metode yang digunakan penulis adalah deskriptif Naratif Komparatif, penulis

    menganalisis sejumlah kata serapan dari bahasa Arab yang terdapat pada Al-

    Quran terjemahan bahasa Indonesia dan terjemahan Al-Quran bahasa Sunda

    pada surat At-Taubah ayat 1-50. Kemudian penulis menguraikan,

    mengelompokan, dan membandingkan maknanya, dengan teori yang sesuai

    dengan penelitian dan fakta-fakta yang menyebabkan terjadinya pergeseran

    makna.

    Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan

    menggunakan kitab Safiinatun Najaat, yaitu karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-

    Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy. Adapun terjemahan yang berbahasa

    Sunda yaitu terjemahan yang diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu

    Hasan, dan terjemahan Indonesia yang diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy & Khanan

    Rifaul Kasbi.

    Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan teori-teori dari beberapa

    buku Tata Bahasa, tentang penerjemahan, serta kamus (baik itu kamus Sunda,

    Indonesia, dan Arab).

    E. Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis

    deskriptif dengan berlandaskan penelitian terhadap teks kitab Safiinatun Najaat

    serta terjemahannya sebagai objek penelitian, yaitu kitab Safiinatun Najaat

    karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.

    Adapun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh Muhammad

    Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy

  • 8

    & Khanan Rifaul Kasbi. Kemudian membandingkan kualitas terjemahannya,

    yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut.

    Dalam memperoleh data-data, penulis menggunakan library research

    (penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan

    penelitian.

    Adapun secara tekhnis dalam penyusunan penelitian ini penulis berpedoman

    pada buku pedoman penulisan skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

    F. Sistematika Penulisan

    Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari: latar belakang masalah,

    pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode

    penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.

    Bab II adalah kerangka teori, Bab ini terdiri dari dasar-dasar penerjemahan,

    menilai kualitas terjemahan, serta penerjemahan dan kebudayaan.

    Bab III adalah gambaran umum dan biografi penulis kitab Safiinatun

    najaat.

    Bab IV adalah analisis terjemahan kitab Safiinatun Najaat dan komparasi

    antara bahasa Indonesia dan Sunda.

    Bab V adalah penutup, kesimpulan dan rekomendasi.

  • 9

    BAB II

    KERANGKA TEORI

    PENERJEMAHAN

    A. Dasar-dasar Penerjemahan

    Seorang penerjemah sungguh-sungguh memiiki tanggung jawab yang

    besar, dan memiliki jasa yang besar pula bagi nusa, bangsa, dan dunia. Maka

    seorang penerjemah dituntut untuk mengetahui dan memahami tugasnya. Apa

    itu menerjemahkan ?

    Syihabuddin berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu

    merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan

    padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat

    dari segi arti maupun gaya.1 Nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara

    baru menerjemahkan haruslah berfokus pada response penerima pesan (cara

    lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik

    bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan

    gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima)

    tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam

    bahasa sumber.

    Widyamartaya mengutip dalam buku H.G. de Maar, English Passages for

    Translation, dapat ditemukan beberapa petunjuk penerjemahan, antara lain:

    1Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005),

    h. 10.

  • 10

    1. Berlakulah setia pada aslinya dan berikanlah kebenaran, seluruh

    kebenaran, dan tak lain daripada kebenaran. Tidak boleh ada ide

    penting muncul dalam terjemahan kalau ide itu tidak ada dalam

    karangan aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan

    dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya.

    2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa

    karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam

    terjemahan Anda; kalau luhur, berikanlah pada terjemahan Anda suatu

    nada yang luhur.

    3. Sebuah terjemahan harus tak terbaca sebagai suatu terjemahan.

    Terjemahan harus tidak mengingatkan akan karangan aslinya, tetapi

    harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si

    pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan yang asli. Terjemahan

    harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa

    mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatik.2

    Sebagai seorang penerjemah yang handal tentunya harus mengerti dan

    memahami dasar-dasar penerjemahan, yang mana memang dalam dunia

    penerjemahan itu sendiri terdapat permasalahan yang terjadi, dan sebagai

    seorang penerjemah diharuskan mengetahui permasalahan tersebut dan

    mampu memberikan jalan keluarnya.

    1. Kendala dalam penerjemahan

    Penerjemah (begitu juga penjurubahasaan) merupakan kegiatan

    satu arah. Ini berarti Tsa hanya ada bila ada kegiatan penerjemahan dan

    2A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1959), h. 12.

  • 11

    penyusunan Tsa dikendalai oleh adanya sebuah Tsu. Oleh karena itu

    kendala utama dalam penerjemahan dan penjurubahasaan adalah

    perbedaan sistem dan struktur antara Bsu dan Bsa. Hoed mengemukakan

    bahwa kendala dalam penerjemahan adalah perbedaan dalam empat hal,

    yaitu: (1) bahasa, (2) kebudayaan sosial, (3) kebudayaan religi, (4)

    kebudayaan materiil. Kendala yang disebutkan Hoed tersebut merupakan

    masalah yang harus dipahami dan ditanggulangi oleh penerjemah dan juru

    bahasa dalam pekerjaannya. Upaya penanggulangan itu, pertama-tama

    dalam bentuk mengkaji untuk memahami sebaik-sebaiknya perbedaan itu.

    Selanjutnya, ia juga harus mencari jalan untuk menemukan padanan yang

    benar dan berterima di dalam Bsa.3

    2. Penerjemahan adalah mengalihkan pesan

    Banyak yang beranggapan bahwa penerjemahan adalah sekedar

    pengalih bahasaan. Lebih tepat bila dikatakan bahwa penerjemahan adalah

    pengalihan pesan (message) dari Tsu ke dalam Tsa. Dengan demikian,

    idealnya adalah Tsa (terjemahan) akhirnya berisi pesan yang sepadan

    dengan pesan dalam Tsu.

    Hal ini kelihatannya sederhana. Namun, kalau kita kaji lebih

    dalam, ada masalah yang timbul dari istilah sepadan diatas. Kalau

    dipandang sebagai keserupaan pesan Tsu dan Tsa, maka masalahnya siapa

    yang membaca Tsu dan siapa yang membaca Tsa? Sudah barang tentu

    orangnya tidak sama. Bukan hanya orangnya yang tidak sama, tetapi

    3 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 24.

  • 12

    kebudayaan yang melatari kedua jenis pembaca (Tsu dan Tsa) juga

    berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan pesan yang sepadan,

    penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan

    (calon) pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, bila kita menjadi

    penerjemah jangan berfikir bagaimana kalimat ini diterjemahkan? tetapi

    bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam bahasa sasaran?.4

    3. Faktor Penerjemah

    Seorang penerjemah dan juga juru bahasa harus memahami Bsu

    dan Bsa secara baik, begitu pula kebudayaan yang melatari kedua bahasa

    itu. Oleh karena itu ia harus mempunyai skurang-kurangnya tiga kualitas,

    yakni (1) menguasai pengetahuan umum yang luas (dan pengetahuan yang

    khusus bila ia harus menerjemahkan teks teknis), (2) memiliki kecerdasan

    untuk memahami sebuah teks dan melihat secara cepat logika teks yang

    harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika, yakni

    kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang

    sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).5

    4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna

    Perbedaan antara Bsu dan Bsa selalu membayangi proses

    penerjemahan. Penerjemah dapat dinilai melakukan kesalahan dalam

    terjemahannya hanya kalau kesalahan itu hanya semata-mata kesalahan

    bahasa. Namun, dalam hal lainnya, penerjemahan menyangkut soal kiat

    4 Hoed, Penerjemahan, h.25.

    5 Hoed, Penerjemahan, h.25.

  • 13

    pribadi penerjemah dalam kapasitas retorikanya. Bahkan dalam

    penerjemahan teks sastra, faktor estetika dan selera mempengaruhi proses

    penerjemahannnya.

    Belum lagi kita berhadapan dengan pemahaman pembaca (atau

    pendengar) atas terjemahan kita. Karena terjemahan adalah teks juga,

    maka terjemahannya pun bersifat terbuka.

    Itu sebabnya tidak ada terjemahan yang sempurna. Dalam hal

    penerjemahan, betul-salah nya terjemahan hanya bersangkutan dengan

    aspek kebahasaaan murni. Ini sifatnya mutlak. Kalau Uncle Toms Cabin

    diterjemahkan dengan kabin paman Tom, maka dapat dikatakan kata kabin

    di sini adalah terjemahan yang salah. Yang betul adalah pondok atau

    gubug. Namun, mana yang lebih baik pondok atau gubug, itu soal

    ekstetika, konteks cerita, atau selera. Jadi kita harus membedakan betul-

    salah (correctness) dengan baik-buruk (good or bad translation).6

    5. Proses Penerjemahan

    Untuk menghasilkan suatu pesan teks BSa yang sesuai dengan

    pesan yang terdapat pada teks BSu, seorang penerjemah harus

    memperhatikan proses penerjemahan yang dirumuskan oleh Hidayatullah7,

    yaitu:

    6 Hoed, Penerjemahan, h. 26.

    7 Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 13.

  • 14

    Struktur Luar Pemadanan Pemadanan

    TSu Leksikal TSu Morfologis TSu

    Pemahaman Struktur Batin Pemadanan

    Leksikal TSu TSu dan TSa Sintaksis TSu

    Pemahaman Pemahaman Pemadanan

    Morfologis TSu Pragmatis TSu Semantis TSu

    Pemahaman Pemahaman Pemadanan Struktur

    Sintaksis TSu Semantis TSu Pragmatis TSu Luar TSa

    Gambar 1. Proses Penerjemahan

    Proses penerjemahan di atas setidaknya melalui 11 proses, mulai

    dari struktur luar Bsu hingga menjadi struktur luar Bsa, dapat dijelaskan

    sebagai berikut: (1) struktur luar Bsu berarti teks masih berupa teks

    sumber (Tsu), belum mengalami proses apapun; (2) pemahaman leksikal

    Tsu mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan leksikal, sehingga dia

    bisa memahami makna kosakata yang terlihat pada Tsu; (3) pemahaman

    morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis

    kosakata Tsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada Tsu

    yang berimbas pada perubahan makna; (4) pemahaman sintaksis Tsu

    mengharuskan penerjemah memahami pola kalimat dalam Tsu, yang pada

    gilirannya mengkontraskannya dengan Tsa; (5) pemahaman semantis Tsu

    mengharuskan penerjemah memahami pemaknaan yang berlaku pada Tsu;

    (6) pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami

  • 15

    pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; (7)

    pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah

    untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan

    Tsa; (8) pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih

    padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya dalam Tsu; (9)

    pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki

    pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami

    perubahan bentuk; (10) pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan

    penerjemah memilliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa,

    sehingga dapat memilih padanan yang akuratpada tiap kalimat yang ada

    dihadapannya; (11) pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan

    pemadanan sintaksis Tsa, (12) pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil

    dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat

    menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentu

    saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama; (13) ramuan dari

    pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa

    melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.8

    6. Faktor keterbacaan dalam Penerjemahan

    Faktor keterbacaan merupakan hal yang sangat penting dalam

    penerjemahan, agar pembaca dapat memahami pesan dan ide sesuai apa

    yang disampaikan oleh penulis Tsu. Seorang penerjemah harus bisa

    mentransformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu kedalam benak

    pembaca. Faktor-faktor keterbacaan itu sebagai berikut:

    8 Hidayatullah, Tarjim, h. 14.

  • 16

    a. Konkret

    Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide tau

    pesan pada Tsu secara konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait

    dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lainnya.

    b. Tegas

    Seorang penerjemah yang baik harus menyampaikan ide-ide atau

    pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya

    kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu.

    c. Jelas

    Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau

    pesan pada Tsu dengan jelas dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa

    melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep dalam Tsu tidak mudah

    dipahami oleh penutur Tsa.

    d. Populer

    Seorang penerjemah yang baik harus mampu mnyampaikan ide

    atau pesan pada Tsu dengan menggunakan bahasa yang populer dan

    lazim. Ia harus berani membuang arti kata-kata tertentu yang

    sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.9

    B. Menilai Kualitas Terjemahan

    Kajian teoritis tentang penerjemahan dimaksudkan agar terjemahan

    yang dihasilkan oleh seseorang itu berkualitas , yaitu tepat dan mudah

    9 Hidayatullah, Tarjim, h. 19.

  • 17

    dipahami. Ketepatan berkaitan dengan pesan yang ada dalam Tsu dan

    pesan yang ada dalam Tsa. Adapun keterpahaman bertalian dengan derajat

    keterbacaan terjemahan yang ditentukan oleh struktur kalimat, pilihan

    kata, ejaan, dan faktor kebahasaaan lainnya. Di samping itu keterpahaman

    juga bertalian dengan tanggapan dan reaksi pembaca terhadap

    terjemahan.10

    Hidayatullah menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan

    oleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Ketepatan berkaitan dengan

    kesesuaian antara pesan yang terdapat dalam bahasa penerima. Kejelasan

    berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam memahami

    maksud nas. Adapun kewajaran berkaitan dengan kealamiahan nas

    sehingga ia tak terasa sebagai sebuah terjemahan.11

    Maka, aspek yang

    dinilai adalah: (1) pesan tertejemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan

    ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja

    penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.12

    Penilaian terjemahan merupakan bagian terpenting dalam konsep

    teori penerjemahan. Oleh karenanya kriteria/aspek penilaian terjemahan

    membawa pada konsep terjemahan dan penilaian yang berbeda-beda.

    Maka dari itu, diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai suatu

    terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.13

    Terdapat beberapa macam teknik penilaian yang dapat digunakan

    untuk menilai sebuah hasil terjemahan yang ditawarkan oleh para tokoh

    10

    Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 193. 11

    Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 195. 12

    Hidayatullah, Tarjim, h. 71. 13

    Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga

    Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), h. 145.

  • 18

    diantaranya oleh Machali (1996), Hoed (2006), Nababan, dan Moch syarif

    Hidayatullah. Disini akan dijelaskan beberapa tekhnik penilaian

    terjemahan dari beberapa tokoh.

    1. Benny Hoedoro Hoed

    Hoed mengatakan bahwa betul-salahnya dalam penerjemahan

    bersifat relatif. Maka dapat dibayangkan betapa sulitnya menilai

    sebuah terjemahan. Hoed mengutip dari Newmark yang menyebutkan,

    dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan.14

    a. Translation as a science. Hal ini dilihat dari kebahasaan murni,

    yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan

    kriteria kebahasaan.

    Contoh:

    (1a) passengers can enjoy a confortable ride from the airport to

    any hotel in the city.

    (1b) para penumpang dapat menikmati perjalanan yang

    menyenangkan dari Bandar udara ke setiap hotel didalam kota.

    (Catatan: Teks (1a) diambil dari sebagian Pocket Guide:

    Welcome to Singapore. Singapore Changi Airport. Teks (1b)

    terjemahan menurut Hoed).15

    Beberapa bagian teks (1b) diterjemahkan dengan

    memperhatikan konteksnya sehingga dapat dinilai sebagai

    padanan kata/frase dalam (1a) ( lihat kata-kata yang dicetak

    miring).

    14

    Hoed, Penerjemahan, h. 91. 15

    Hoed, Penerjemahan, h. 92.

  • 19

    1. Comfortable ride : perjalanan menyenangkan

    2. In the city : di (dalam) kota.

    Namun, kata setiap hotel dalam (1b) tidak dapat dikatakan

    sebagai terjemahan yang betul dari any hotel dalam (1a) karena

    any hotel dalam konteks ini harus diterjemahkan dengan hotel

    manapun atau hotel apa. 16

    b. Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebagai

    hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai

    padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam

    Bsa.

    Contoh:

    (2a) Passengers can enjoy ride on the 6-seater MaxiCab taxis

    from the airport to any hotel in Singapore () and anyhere

    within the Central Business District.

    (2b) Para penumpang dapat menikmati perjalanan yang nyaman

    dalam taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang dari

    pelabuhan udara ke hotel mana saja di Singapore () dan

    kemana saja dalam Daerah Pusat Bisnis (Central Business

    District).

    Dalam teks (2a) ada upaya untuk menerjemahkan secara

    benar untuk menghasilkan suatu terjemahan yang komunikatif.

    Upaya tersebut terlihat dari hasil restrukturisasi yang

    16

    Hoed, Penerjemahan, h. 92.

  • 20

    wujudnya dalam bahasa Indonesia terlepas dari bayang-bayang

    bahasa Inggrisnya.17

    Passengers can enjoy ride: Para penumpang dapat

    menikmati perjalanan

    6-seater MaxiCab taxis: Taksi MaxiCab yang berkapasitas

    6 penumpang

    Kata passengers (bentuk jamak) diterjemahkan menjadi

    para penumpang (bukan dalam arti sebenarnya penumpang-

    penumpang). Kemudian kata ride diterjemahkan menjadi

    perjalanan. Sedangkan 6-seater MaxiCab taxis diterjemahkan

    menjadi Taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang.

    Ketiga upaya diatas bukan hanya sekedar upaya dalam

    mengalihkan kebahasaannya, tetapi juga suatu kiat supaya hasil

    terjemahannya dapat diterima oleh pembaca sebagai bahasa

    Indonesia yang wajar.18

    c. Translation as an art. Dalam hal ini penerjemahannya

    menyangkut hal estetis. Maksudnya adalah apabila

    penerjemahannya tidak hanya melalui proses pengalihan pesan.

    Tetapi juga penciptaannya, biasanya hal ini terjadi pada

    penerjemahan teks sastra.19

    Contoh:

    Bagian dari sebuah puisi; Present I feel you, absent youre

    near,

    17

    Hoed, Penerjemahan, h. 94. 18

    Hoed, Penerjemahan, h. 94. 19

    Hoed, Penerjemahan, h. 94.

  • 21

    Seorang penerjemah bahasa Perancis menerjemahkannya;

    Presente je vous fuis-absente je vous trouve.

    Kalimat youre near (engkau berada di dekatku) menjadi

    je vous trouve (aku menemukanmu). Hal ini merupakan suatu

    penciptaan baru. Je vous trouve dianggap lebih baik dalam

    mengalihkan pesan dan bentuknya daripada vouse etes pres de

    moi (engkau berada didekatku). 20

    d. Translation as a taste. Hal ini menyangkut dalam pilihan

    penerjemahan yang bersifat pribadi. Yaitu apabila pilihan

    terjemahan merupakan hasil dari penimbangan secara selera.

    Contoh:

    Kata however dapat diterjemahkan menjadi namun atau

    akan tetapi sesuai selera penerjemah.

    Dari keempat jenis yang telah dijelaskan, dapat

    dimanfaatkan sebagai sarana untuk membantu para mahasiswa

    terjemah dalam melakukan penilaian terjemahan. Keempat

    macam cara tersebut dapat digambarkan dalam sebuah

    continuum yang berkisar dari non-pribadi A sampai pribadi

    B.

    Sangat Kecil Sangat Besar

    A Pesan pribadi penerjemah dalam memilih padanan B

    science craft art taste

    [kebahasaan murni] [ retorika bahasa]

    20

    Hoed, Penerjemahan, h. 94.

    Gambar 2. Continuum peran pribadi penerjemah

  • 22

    Dari bagan di atas, jelas bahwa peran penerjemah sebagai

    pribadi sangat kecil, terlihat pada titik A (science)

    dibandingkan dengan titik B (taste) . Dalam hal ini craft

    dan art berada diantaranya. Oleh karena itu konsep betul-

    salah hanya berlaku pada kutub A (science). Continuum di

    atas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil

    pekerjaan penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian.

    Salah satu cara yang diharapkan dapat memberi penilaian yang

    adil (fair) adalah sebagai berikut:21

    Tabel 1. Contoh Pemberian Nilai

    science craft art taste Hasil Perhitungan

    1 2 3 4

    Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:

    80 x 6 =

    480

    75 x 3 =

    225

    80 x 2 =

    160

    50 x 1 =

    50

    915 = 228,75 = 76,25

    4 3

    Catatan: (1) Nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4

    diberikan berdasarkan pertanggung jawaban atau / argumentasi

    (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima; (3) nilai

    diberikan kepada setiap kelompok kasus (science, craft,

    art, taste) berdasarkan persentase. Jadi, kolom 1=80,

    artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah

    21

    Hoed, Penerjemahan, h. 97.

  • 23

    benar, kolom 3=80 artinya 80% dari semua kasus translation

    as an art dapat dipertanggug jawabkan.

    Dengan membedakan 4 tolok ukur, yakni melihat

    penerjemahan sebagai (1) science ,(2) craft, (3) art, (4) taste,

    diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang

    didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam

    memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat

    menyimpulkan bahwa betul-salah dapat pasti pada (1) tetapi

    makin relatif pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah

    untuk menilainnya. Disini berlaku konsep benar-salah.

    Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa

    alas an penerjemah memilih terjemahannya atau diminta

    kepada penerjemahnya untuk memmberikan catatan tentang

    dasar pilihan terjemahannya.22

    2. Moch Syarif Hidayatullah

    Menurut Hoed bahwasanya menilai kualitas terjemahan itu bersifat

    relatif, sehingga dapat dibayangkan betapa sukarnya untuk menilai

    kualitas terjemahan, menurut Hidayatullah penilaian terhadap kualitas

    terjemahan selain dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati

    dan membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara

    memberi penilaian secara matematis. Meski penilaian terhadap hasil

    terjemahan itu bersifat subyektif-relatif, tetapi penilaian secara

    22

    Hoed, Penerjemahan, h. 97.

  • 24

    matematis perlu dilakukan, misalnya, untuk memberi penilaian kepada

    hasil terjemahan mahasiswa atau penerjemah pemula. Dibawah ini

    adalah tabel pedoman penilaian yang ditawarkan oleh Hidayatullah:

    Tabel 2. Pedoman Penilaian Terjemahan

    U

    untuk menggunakan pedoman penilaian tersebut, seorang penerjemah

    harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut;23

    a. Penilaian terhadap hasil terjemahan yang sudah berbentuk buku

    dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman.

    b. Setiap halaman terjemahan diberi skor awal sebanyak 100 poin.

    c. Kemudian hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di

    atas.

    d. Hitunglah semua skor kesalahan pada setiap halaman dengan

    menjumlahkannya.

    e. Skor halaman yang bejumlah 100 poin diawal dikurangi skor

    kesalahan.

    f. Skor setiap halaman yang telah dikurangi tadi dijumlahkan

    kemudian dibagi dengan jumlah halaman.

    23

    Hidayatullah, Tarjim, h. 71.

    No Penilaian Poin

    yang dikurangi

    1 Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan 10 poin

    2 Terjemahan salah pesan 5 poin

    3 Frasa, diksi, kolokasi, konstruksi atau

    komposisi, serta tata bahasa tidak dialihkan

    secara tepat

    2 poin

    4 Kesalahan ejaan dan tanda baca 1 poin

  • 25

    g. Hasil dari skor yang telah dibagi menjadi nilai akhir

    terjemahan.

    h. Kemudian, nilai akhir tersebut menjadi ukuran apakah

    terjemahan tersebut termasuk istimewa (90-100), sangat baik

    (80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk

    (0-49)

    3. Rochayah Machali

    Penilaian terhadap suatu terjemahan sangat penting untuk

    dilakukan. Alasannya, hal ini disebabkan oleh dua tujuan yaitu; untuk

    menciptakan hubungan dialektik dan untuk kepentingan kriteria dari

    standar dalam menilai kompetensi penerjemahan.

    Dalam hal ini, Machali akan membahas tiga pokok terpenting

    dalam melakukan proses penilaian. Yaitu segi-segi yang perlu

    diperhatikan dalam penilaian penerjemahan, kriteria penilaian, dan

    cara penilaian.24

    Di samping itu, Machali mengemukakan bahwa konsep dalam

    penilaian yang akan dibahas oleh Machali adalah penilaian umum yang

    dirangkai dengan menggunakan kerangka metode semantik dan

    komunikatif. Kemudian penilaian khusus yang juga menggunakan

    metode penilaian khusus.25

    24

    Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. 25

    Machali, Pedoman, h. 143.

  • 26

    Penilaian Umum Terjemahan

    a. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian

    Perlu diperhatikan bahwa dalam setiap melakukan proses penilaian

    bukan hanya sekedar melihat dari segi benar-salah, baik-buruk, dan

    harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus diperhatikan

    dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan,

    berikut contoh beberapa versi teks:26

    1. TSu: Some focal points of crises in the present day world are of

    a longstanding nature.

    2. TSa (Terjemahan Autentik):

    a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia

    saat ini sudah bersifat kronis.

    b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini

    sebetulnya merupakan masalah lama.

    c. Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa

    ini adalah mengenai pelestarian alam.

    Dari tiga hasil terjemahan di atas, terlihat ada beberapa hal yang

    menunjukkan adanya pembanding. Pada TSa dari segi ketepatan

    pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu semantik dan

    pragmatik. 27

    Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatika) dari ketiga versi

    terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar

    ketepatannya dalam menyatakan kembali makna yang terkandung

    26

    Machali, Pedoman, h. 145. 27

    Machali, Pedoman, h. 145.

  • 27

    dalam Bsu.28

    Terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar

    pada teks C yaitu kata world sebagai frasa dari kata in the world

    menjadi frasa nominal yang disatukan dengan kata crises. Sehingga

    seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.29

    Dari aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar

    pada teks C. Yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan

    adanya distorsi makna referensial. Sehingga seolah-olah kata nature

    pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.

    Apabila dari ketiga versi terjemahan diatas dibandingkan dari segi

    gaya bahasanya, maka penerjemahan pada teks A harus berupaya

    untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan menggunakan

    kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah

    menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral. Seperti dalam

    penyampaian fakta tidak terasa sebagai teks yang mengkaji tentang

    politik.30

    b. Kriteria Penilaian

    Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas.

    Tetapi dalam proses penilaian terjemahan sifatnya relatif. Maka

    validitas penilaiannya dipandang dari aspek content validity dan face

    validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti melihat

    aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang

    keterbacaan seperti ejaaan atau face.31

    28

    Machali, Pedoman, h. 145. 29

    Machali, Pedoman, h. 146. 30

    Machali, Pedoman, h. 147. 31

    Machali, Pedoman, h. 151.

  • 28

    Perlu diperhatikan, yang menjadi pembatas dalam kriteria dasar

    adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang

    berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan

    makna referensial yang menyangkut maksud dari penulis aslinya.

    Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik,

    semantik dan pragmatik. Kemudian segi kewajaran dalam

    pengungkapan dan ejaan.32

    Tabel 3. Kriteria Penilaian

    Segi dan Aspek Kriteria

    A. Ketepatan Reproduksi Makna

    1. Aspek Linguistik

    a. Transposisi

    b. Modulasi

    c. Leksikon (kosakata)

    d. Idiom

    2. Aspek semantis

    a. Makna referensial

    b. Makana interpersonal

    - Gaya bahasa

    - Aspek interpersonal

    lain (misal: konotatif

    dan denotatif)

    3. Aspek pragmatis

    a. Pemadanan jenis teks

    (termasuk maksud/tujuan

    penulis).

    b. Keruntutan makna pada

    Benar, jelas, wajar.

    Menyimpang?

    (lokal/total)

    Berubah?

    (lokal/total)

    Menyimpang?

    (lokal/total)

    Tidak runtut?

    (lokal/total)

    32

    Machali, Pedoman, h. 152.

  • 29

    tataran kalimat dengan

    tataran teks.

    B. Kewajaran Ungkapan Wajar dan/atau harfiah?

    (dalam arti kaku)

    C. Peristilahan Benar, baku, jelas

    D. Ejaan Benar, baku

    Catatan untuk tabel kriteria penilaian:33

    1. Lokal maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam

    perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).

    2. Total maksudnya adalah menyangkur 75% atau lebih apabila

    dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks.

    3. Runtut maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.

    4. Wajar maksudnya adalah alami, tidak kaku.

    5. Penyimpangan maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan,

    dan tidak demikian halnya untuk perubahan.

    c. Cara Penilaian

    Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum

    dan cara khusus. Cara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap

    jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan

    khusus untuk teks terjemahan tertentu. Misalnya; teks hukum, teks-

    teks yang bersifat estetis.34

    Tabel 4. Rambu-rambu Penilaian

    33

    Machali, Pedoman, h. 154. 34

    Machali, Pedoman, h. 154.

  • 30

    Kategori Nilai Indikator

    Terjemahan

    hampir sempurna

    86-90

    (A)

    Penyampaian wajar, hampir tidak

    terasa seperti terjemahan, tidak ada

    kesalahan ejaan, tidak ada

    penyimpangan tata bahasa, dan tidak

    ada kekeliruan penggunaan istilah.

    Terjemahan

    sangat bagus

    76-85

    (B)

    Tidak ada distorsi makna, tidak ada

    terjemahan harfiah yang kaku, tidak

    ada kekeliruan penggunaan istilah,

    terdapat satu atau dua kesalahan tata

    bahasa/ejaan (untuk bahasa arab

    tidak boleh ada kesalahan ejaan).

    Terjemahan baik 61-75

    (C)

    Tidak ada distorsi makna, ada

    terjemahan harfiah yang kaku tetapi

    tidak relatif lebih dari 15% dari

    keseluruhan teks sehingga tidak

    terasa seperti terjemahan, terdapat

    kesalahan tata bahasa dan idiom

    yang relatif tidak lebih dari 15% dari

    keseluruhan teks, ada satu atau dua

    kesalahan ejaan.

    Terjemahan

    cukup

    46-60

    (D)

    Terasa seperti terjemahan, ada

    distorsi makna, terdapat beberapa

    terjemahan harfiah yang kaku relatif

    tidak melebihi 25% keseluruhan

    teks, ada beberapa kesalahan idiom

    dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari

    25% teks keseluruhan, ada satu atau

    dua penggunaan istilah yang tidak

    baku/tidak umum/kurang jelas.

    Terjemahan buruk 20-45

    (E)

    Sangat terasa seperti terjemahan,

    terlalu banyak terjemahan harfiah

    yang kaku, distorsi makna dan

    kekeliruan dalam penggunaan istilah

    lebih dari 25% dari keseluruhan teks.

    Namun begitu, penting untuk diingat. Bahwa rambu-rambu bukan

    harga mati hanya sebagai pedoman saja. Oleh karena itu ada tahap-

  • 31

    tahap yang perlu diperhatikan sebelum penerjemah ingin melakukan

    proses penilaian.35

    Yaitu:

    1. Penilaian fungsional, maksudnya kesan umum untuk melihat

    apakah tujuan umum dari penulisan menyimpang. Apabila tidak

    maka proses penilaian dilanjutkan.

    2. Penilaian terperinci, maksudnya berdasarkan segi-segi dan kriteria

    yang sudah dibahas sebelumnya pada bagian kriteria penilaian.

    3. Penilaian terperinci tersebut digolongkan dalam suatu

    skala/continuum sehingga dapat diubah menjadi suatu nilai seperti

    yang tertera pada tabel rambu-rambu penilaian diatas.

    Penilaian Khusus

    Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam

    hal jenisnya, seperti puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal

    fungsinya seperti eksprensif dan vokatif.36

    Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk

    dengan dokumen yang berisikan tentang kontrak. Misalnya, dalam

    suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan Hari ini

    telah datang menghadap saya.... Maka bentuknya pun harus

    dipertahankan dalam penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk

    puisi. Misalnya suatu puisi berima estetik tertentu tidak bisa sekedar

    diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima.37

    35

    Machali, Pedoman, h. 155. 36

    Machali, Pedoman, h. 157. 37

    Machali, Pedoman, h. 158.

  • 32

    Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai

    teks yang sifatnya juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya

    pun juga tentunya khusus. Dengan demikian dalam proses penilaian

    teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu;

    bentuk, sifat, dan fungsi. 38

    4. Nababan

    Menilai mutu suatu terjemahan berarti mengkritik sebuah karya

    terjemahan. Mengkritik terjemahan merupakan tugas yang sulit, karena

    dibutuhkan kemampuan yang lebih dalam melakukannya.39

    Menurut

    Schutle untuk menjadi seorang kritik terjemah ada beberapa kriteria

    yang harus dipenuhi. Yaitu;

    a. Seorang kritikus harus mampu menguasai BSu dan BSa dengan

    baik.

    b. Mengetahui perbedaan persepsi linguistik antara BSu dan BSa.

    c. Akrab dengan konteks estetik dan budaya BSu dan BSa.

    Fungsi dari seorang kritik terjemah ialah untuk memastikan apakah

    hasil terjemahan itu sudah bagus dan layak atau tidak untuk

    disebarluaskan ke masyarakat. Oleh karena itu sangatlah berat

    tanggung jawab seorang kritik terjemah, alasannya hasil kritikannya itu

    harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan masuk akal. 40

    Dengan demikian melakukan kritik terhadap suatu terjemahan akan

    memberikan keuntungan kepada tiga pihak, yaitu; penerjemah,

    38

    Machali, Pedoman, h. 158. 39

    Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 83 40

    Nababan, Teori Menerjemah, h. 83.

  • 33

    penerbit, pembaca. Penerjemah merasa sangat diuntungkan karena

    hasil dari kritikan tersebut merupakan masukan yang sangat berharga

    dan sebagai acuan untuk memperbaiki terjemahannya. Bagi penerbit,

    kritikan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah

    hasil karya terjemahan ini dapat disebarluaskan ke masyarakat atau

    tidak. Kemudian bagi pembaca juga merasa diuntungkan karena uang

    yang telah mereka sisihkan untuk membeli karya terjemahan tersebut

    tidak terbuang percuma.41

    Selanjutnya, cara penilaian yang telah dikemukakan oleh Nababan

    sama seperti pada pembahasan strategi dalam melakukan penilaian

    suatu terjemahan, yaitu; Teknik cloze (Cloze Technique), Teknik

    membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud technique), Uji

    pengetahuan, Uji performansi (Performance Test), Terjemahan balik

    (Back translation), Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-

    based Approach) dan Instrumen penilaian (Accuracy and readibility-

    rating instrument).42

    1. Teknik Cloze (Cloze Technique)

    Teknik ini dikemukakan oleh Nida dan Taber. Teknik ini dilakukan

    dengan menggunakan tingkat keterpahaman pembaca terhadap teks

    sasaran sebagai indikator kualitas terjemahan. Hal ini dilakukan oleh

    pembaca dengan cara menebak atau memprediksi kata-kata yang

    dihapus dari suatu teks terjemahan. Namun demikian, teknik ini

    41

    Nababan, Teori Menerjemah, h. 85. 42

    Kuliah, Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan. Artikel diakses pada 30 Agustus 2014 dari

    http://bahasa.kompasiana.com/2012/03/05/startegi-penilaian-kualitas-terjemahan-444110.html.

  • 34

    memiliki beberapa kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Hartono,

    yaitu; (1) Tidak mengukur seberapa akurat pesan BSu dialihkan ke

    BSa, (2) Tidak mempertimbangkan kompetensi pembaca sasaran, (3)

    Seandainya terjawab pun tidak bisa dijadikan jaminan bahwa teks

    tersebut sudah akurat.

    2. Teknik membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud

    technique)

    Teknik ini juga dikemukakan oleh Nida dan Taber, seperti halnyaa

    teknik cloze, teknik ini melibatkan pembaca dalam menentukan

    kualitas terjemahan. Teknik ini dilakukan dengan meminta pembaca

    untuk membaca hasil terjemahan, apabila tidak lancar maka bisa

    diasumsikan bahwa penerjemahan kurang berkualitas. Hal ini tentu

    saja kurang relevan, tidak menjamin jika lancar membacanya maka

    kualitasnya pun baik. Selain itu, kelancaran membaca berkaitan pula

    dengan faktor-faktor psikologis, sehingga sulit menemukan korelasi

    langsung antara kelancaran membaca dan kualitas hasil terjemahan.

    3. Uji Pengetahuan

    Teknik ini dilakukan dengan menguji pengetahuan pembaca

    tentang isi teks BSa. Pertama, pembaca teks BSa diminta untuk

    membaca suatu teks terjemahan, kemudian menjawab pertanyaan yang

    telah disiapkan oleh penilai. Jika pembaca Bsa dapat menjawab

    sejumlah pertanyaan dengan benar dan sama banyaknya dengan

    pembaca BSu, maka hal tersebut mengindikasikan tingkat kualitas

  • 35

    terjemahan. Namun lebih lanjut Nababan menjabarkan kelemahan

    teknik ini yaitu, (1) Diasumsikan pembaca dibolehkan membaca teks

    terjemahan selama menjawab pertanyaan, sehingga hal tersebut belum

    mampu digunakan sebagai alat ukur kualitas terjemahan, (2) Sulit

    untuk membandingkan pembaca BSa dan pembaca BSu terlebih

    berkaitan dengan interpretasi; banyak hal yang harus dilibatkan seperti,

    kompetensi tiap-tiap pembaca danlatar belakang budayanya.

    Seperti halnya uji pengetahuan, strategi ini umumnya digunakan

    untuk menilai kualitas teks teknik. Pengujian dilakukan dengan

    performansi teknisi dengan menggunakan teks terjemahan untuk

    memperbaiki suatu peralatan. Kelemahan strategi ini tentu saja dalam

    hal menilai teks non-teknik seperti karya sastra. Disamping itu, masih

    ada kemungkinan si teknisi tersebut telah ahli sehingga dengan teks

    yang kurang berkualitas pun masih mampu memperbaiki suatu

    peralatan tersebut.

    4. Terjemahan balik (Back translation)

    Terjemahan balik (Back Translation) dikemukakan oleh Brislin.

    Misalnya, teks Bahasa Inggris (teks A) diterjemahkan ke Bahasa

    Indonesia (teks B), kemudian hasil terjemahan diterjemahkan kembali

    ke dalam teks Bahasa Inggris (A). Setelah itu, teks A dibandingkan

    dengan A. Apabila kedua teks tersebut semakin sama, maka hasil

    terjemahan teks B semakin akurat.

    Penerjemahan adalah proses kreatif, jadi sulit mengharapkan hasil

    yang sama dalam setiap penerjemahan. Teks yang sama diterjemahkan

  • 36

    oleh penerjemah yang berbeda, maka hasilnya akan lain pula. Bahkan,

    teks yang sama dilakukan oleh penerjemah yang sama tetapi dilakukan

    pada waktu yang berbeda, akan menghasilkan teks yang berbeda. Oleh

    karena itu strategi ini sulit untuk dijadikan penilaian kualitas suatu

    terjemahan.

    5. Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based

    Approach)

    Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based Approach)ini

    dikemukakan oleh Katharina Reiss. Strategi ini menggunakan

    hubungan padanan antara BSu dan BSa sebagai kriteria penentuan

    kualitas terjemahan. Berdasarkan strategi ini, hal-hal yang perlu

    dibandingkan ialah; (1) tipe teks, (2) ciri kebahasaan yang digunakan,

    (3) faktor ekstralinguistik.

    Tipe teks merujuk pada fungsi utama bahasa dalam suatu teks. Ciri

    kebahasaan merujuk pada ciri semantik, gramatikal dan stilistik.

    Kemudian, faktor ekstralinguitik merujuk pada dampak pada strategi

    verbalisasi, pemahaman yang berbeda terhadap suatu isi teks, persepsi

    yang berbeda terhadap suatu fenomena tertentu.

    6. Instrument Penilaian

    Strategi ini pertamakali dikemukakan oleh Nagao, Tsuji dan

    Nakamura kemudian diadaptasi oleh Nababan. Dalam penerapannya

    strategi ini menggunakan penilaian angka skala 1-4. Yang dibagi

    menjadi sangat akurat, akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Begitu

    pula dalam penilaian keterbacaan yaitu, sangat mudah, mudah, sulit,

  • 37

    dan sangat sulit. Angka-angka yang digunakan dalam instrumen ini

    ialah sebagai nilai kecenderungan untuk menilai suatu teks terjemahan.

    C. Penerjemahan dan Kebudayaan

    Hoed mengemukakan bahwa teks sumber dipengaruhi oleh

    sejumlah faktor, antara lain, faktor penulis (memproduksi Tsu), norma

    yang berlaku dalam bahasa sumber (Bsu), kebudayaan yang melatari Tsu,

    budaya tulis dan cetak Tsu, dan hal yang dibicarakan dalam Tsu. Pada sisi

    teks sasaran, faktor yang mempengaruhi adalah calon pembaca yang

    diperkirakan, norma yang berlaku dalam bahasa sasaran (Bsa),

    kebudayaan yang melatari Tsa, budaya tulis dan cetak Tsa, dan

    penerjemah.43

    Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang pada dasarnya

    mencakupi semua faktor yang lain dalam dinamika penerjemahan, baik

    ditinjau dari Tsu maupun Tsa. Bahkan Hoed mengemukakan bahwa faktor

    kebudayaan dapat menjadi kendala dalam penerjemahan.44

    Kebudayan bersifat khas bagi masyarakat tertentu dan

    penguasaannya tidak secara naluriah seperti halnya berjalan atau tidur,

    melainkan melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dari generasi ke

    generasi. Karena bersifat khas bagi suatu masyarakat, maka tidak ada

    kebudayaan yang sama.45

    Teks adalah salah satu jenis perwujudan bahasa, maka teks

    merupakan salah satu dari unsur kebudayaan, para ahli antropologi

    43

    Hoed, Penerjemahan, h. 79. 44

    Hoed, Penerjemahan, h. 79. 45

    Hoed, Penerjemahan, h. 80.

  • 38

    menyepakati ada tujuh unsur kebudayaan yang disepakati apabila

    kebudayaan tersebut dilihat dari segi perwujudannya yang berupa perilaku.

    Ketujuh unsur tersebut dikatakan terdapat dalam setiap kebudayaan, yakni

    organisasi sosial, sistem mata pencaharian (berkembang menjadi

    ekonomi), sistem pengetahuan (berkembang menjadi ilmu pengetahuan)

    teknologi, religi (agama dan kepercayaan akan hal-hal yang gaib),

    kesenian, dan bahasa.46

    Namun dalam sebuah teks dapat dibicarakan

    sebagian atau seluruh unsur kebudayaan dan artefak (dalam kajian filologi

    dan epigrafi (kajian prasati kuno), teks dapat dipandang sebagai hasil

    perilaku manusia atau artefak).47

    Oleh karena itu tak ada kebudayaan yang

    sama, kebudayaan dan artefak yang terdapat pada Tsu sering kali sulit

    diperoleh padananya dalam Tsa.

    46

    Hoed, Penerjemahan, h. 80. 47

    Hoed, Penerjemahan, h. 80.

  • 39

    BAB III

    Gambaran Umum dan Biografi Penulis Kitab Safiinatun najaat

    Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab I, penulis akan menganalis

    terjemahan kitab Safiinantun najaat bahasa Indonesia dan bahasa Sunda

    kemudian membandingkan kualitasnya, kitab safiinatun najaat adalah kitab

    karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.

    Adapun terjemahan bahasa Indonesia kitab Safiinatun najaat diterjemahkan

    oleh Ats-Tsauriy & Khanan Rifaul Kasbi dan yang berbahasa Sunda

    diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu Hasan. Kitab Safiinatun najaat

    merupakan kitab yang sangat penting bagi kaum muslimin, karena dalam kitab ini

    menjelaskan dasar-dasar ilmu fiqih. Pada bab ini penulis akan memaparkan

    gambaran umum tentang kitab safiinatun najaat beserta biografi penulisnya

    yaitu Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.

    A. Kitab Safiinatun najaat

    Kitab Safiinah memiliki nama lengkap Safiinah An Najaat Fiimaa Yajibu

    Ala Abdi li Maulah (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban

    seorang hamba kepada Tuhannya). Karya kitab ini walaupun kecil bentuknya akan

    tetapi sangatlah besar manfaatnya. Setiap kampung, kota, dan negara hampir

    semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkannya, baik secara individu

  • 40

    maupun kolektif. Di berbagai negara kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di

    berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri ataupun ulama sangatlah

    gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama. Hal ini terjadi karena beberapa

    faktor diantaranya:1

    1. Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh,

    dimulai dengan bab dasar-dasar syariat, kemudian bab bersuci, bab

    shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para

    ulama lainnya.

    2. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama terkemuka dalam berbagai bidang

    ilmu keagamaan, terutama fiqih, dan tasawuf.

    3. Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar

    agama bagi para pemula.

    4. Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi kebutuhan seorang

    muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu

    mempelajarinya.

    5. Kitab ini dengan izin Allah SWT dan atas kehendakNya telah tersebar

    secara luas dikalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut

    madzhab Imam Syafii ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab

    maupun Ajam seperti Yaman, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai

    belahan negara-negara Afrika. Namun demikian perhatian yang paling

    besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu,

    yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia,

    Singapura, dan negara-negara lainnya.

    1Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-

    nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1

    http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1

  • 41

    6. Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti

    Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan yang lainnya.2

    Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah berkhidmah

    (mengabdi) kepada kitab safiinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka

    masing-masing, banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku penjelasan)

    kitab Safiinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:3

    a. Kitab Kasyifatus Saja ala Safiinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan

    dengan syarah kitab safinah).

    b. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (permata yang mahal

    dalam keterangan safiinah)

    c. Kitab Nailu Raja Syarah-Syarah Safiinah Najaa (meraih harapan dengan

    syarah safiinah)

    d. Kitab Nasiimul Hayaah Syarah Safiinah Najaat

    e. kitab Innarotut Duja Bitanwiril Hija Syarah Safiinah Najaat.

    Maka daripada itu betapa pentingnya kitab Safiinah ini, untuk menjadi pijakan

    bagi para pemula dalam mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu

    safiinah yang berarti perahu dia akan menyelamatkan pecintanya dari

    gelombang kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT.

    2 Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-

    nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1 3 Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-

    nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1

    http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1

  • 42

    B. Biografi Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-

    Hadlramiy.

    1. Nama dan Kelahiran

    Al-Allamah Asy-Syaikh Salim bin Abdullah bin Saad bin

    Abdullah bin Sumair Al- Hadhramiy Asyafii, dikenal sebagai seorang

    ulama ahli fiqh (al-fiqh), pengajar (al-muallim), hakim agama (al-

    qadhi), ahli politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan kemiliteran

    (al-khabir bisy-syuunil askariyah). Beliau dilahirkan didesa Dzi

    Ashbuh salah satu desa di kawasan Hadhromaut, Yaman.4

    2. Perkembangan dan Pendidikan

    Syekh Salim memulai pendidikannya dalam bidang agama dengan

    belajar Al-Quran di bawah pengawasan ayahandanya yang juga

    merupakan ulama besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah bin Saad

    bin Sumair, hingga beliau mampu membaca Al-Quran dengan benar

    lalu beliau ikut mengajarkan Al-Quran sehingga beliau mendapatkan

    gelar Al-Muallim. Al-Muallim adalah sebutan yang biasa diberikan

    oleh orang-orang Hadhromaut kepada seorang pengajar Al-Quran.

    Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari Hadits Nabi;5

    4Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 5 Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

  • 43

    Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar

    Al-Quran dan mengajarkannya (Shohih Bukhori, no.5027)

    Beliau juga belajar ilmu-ilmu agama lainnya pada ayahnya dan

    pada ulama-ulama Hadhromaut yang jumlahnya sangat banyak pada

    masa itu, yaitu pada abad ke-13 Hijriyah.6

    3. Berdakwah dan Mengajar

    Setelah belajar kepada beberapa ulama dan telah menguasai

    beberapa ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajar,

    mulailah berdatangan para penuntut ilmu untuk menimba ilmu pada

    beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdullah

    bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-faqih Ali bin Umar

    Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji

    dimana-mana setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah

    Abdullah bin Ahmad Basudan.7

    4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran

    Selain penguasaan yang mendalam akan ilmu-ilmu agama, Syekh

    Salim juga dikenal sebagai seorang ulama yang ahli dalam urusan

    politik dan tim ahli dalam masalah perlengkapan peperangan.

    Dikisahkan, pada suatu ketika Syekh Salim diminta agar membeli

    peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke

    Singapura dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau juga merupakan

    6Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 7Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

  • 44

    salah seorang yang berjasa dalam mendamaikan Yafi dan kerajaan

    Katsiriyah.8

    Kemudian beliau diangkat menjadi penasehat khusus Sultan

    Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan

    tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun lama

    kelamaan sang Sultan tidak lagi mau menuruti saran dan nasehat beliau

    dan bahkan meremehkan saran-saran beliau. Akhirnya beliau

    memutuskan untuk hijrah menuju India, lalu beliau hijrah ke negara

    pulau jawa.9

    5. Kehidupan di Batavia

    Setelah menetap di Batavia (kini menjadi Jakarta) sebagai seorang

    ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para

    pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar

    secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada

    Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta doa darinya. Melihat

    hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis

    dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis

    tersebut, sehingga akhirnya menguatkan posisi beliau di Batavia, pada

    masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam

    mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya.

    Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi

    menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan

    8Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 9Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

  • 45

    kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang mondar-mandir

    kepada para pejabat pemerintah Belanda.10

    Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning

    (tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan

    komentar yang menarik kepada tokoh kita ini. Dalam beberapa alenia

    dia menceritakan perbedaan pandangan dan pendirian antara dua orang

    ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin

    Sumair yng telah menjadi perdebatan dikalangan umum. Pada saat itu,

    tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian Sayyid

    Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda .

    sayyid Usman bin Yahya sendiri pada waktu itu, sebagai Multi Batavia

    yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha

    menjembatani jurang pemisah antara Alawiyyin (Habib) dengan

    pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil

    hati para pejabatnya.11

    Oleh karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang

    seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang

    menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan

    Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam

    mempertahankan kebenaran. Entah bagaimana penyelesaian yang

    terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk

    menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim

    10

    Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 11

    Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

  • 46

    bin Sumair yang sangat anti dengan pemerintah yang dzhalim, apalagi

    para penjajah dari kaum kuffar.12

    6. Pengalaman Ibadah

    Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai

    kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak

    berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli

    membaca Al-Quran. Syekh Ahmad Al-Hadhrami Al-Makiy

    menceritakan bahwa Syekh Salim mengkhatamkan bacaan Al-Quran

    ketika melakukan thawaf di Baitullah.13

    7. Karya-karya Tulis

    Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya

    kitab Safiinatun Najaat Fiima Yajibu ala Abdi li Maulah (perahu

    keselamatan dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada

    Tuhannya), yang banyak diajarkan di madrasah diniyyah dan pondok

    pesantern di Indonesia. Selain itu beliau juga menulis kitab Al-Fawaid

    Al-Jahiliyyah Fiz-Zajri An Thatil Hiyal Ar-Ribawiyah (faedah-faedah

    yang jelas mengenai pencegahan melakukan hilah-hilah ribawi), satu

    kitab yang ditulis untuk mengecam rekayasa (hilah) untuk

    memuluskan praktek riba.14

    12

    Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 13

    Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 14

    Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

    http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1

  • 47

    BAB IV

    Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun

    Najaat Bahasa Indonesia dan Sunda

    A. Temuan

    Sebagaimana telah dijelaskan dalam kerangka teori, yaitu pada bab

    II, bahwa menilai kualitas Terjemahan yaitu untuk melihat sisi keakuratan,

    kejelasan, dan kewajaran. Keakuratan yang berarti untuk melihat sejauh

    mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan

    berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat

    dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa, di sampaing itu kejelasan pun

    berkenaan dengan kebahasaan yang mudah dipahami dalam Tsa.

    Kewajaran berarti sejauh mana pesan dalam Tsu yang dialihkan kedalam

    Tsa berbentuk lazim, artinya bahwa Tsa yang dibaca oleh pembaca terasa

    bukan hasil terjemahan.1

    Dalam kesempatan kali ini, penulis akan menganalisis serta menilai

    kualitas terjemahan kitab Safiinatun Najaat Bahasa Indonesia dan

    Bahasa Sunda yang kemudian akan membandingkan keduanya. Akan

    tetapi penulis tidak melakukan penilaian secara keseluruhan, disini penulis

    akan menganalisis sebanyak dua halaman yang terdiri dari 5 fasal, dan

    metode penilaian yang akan penulis gunakan adalah metode yang

    ditawarkan oleh Hidayatullah, karena agar data yang di dapat pun terdapat

    bentuk matematis.

    1Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Jakarta: Dikara, 2010), h. 71.

  • 48

    B. Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat

    Bahasa Indonesia dan Sunda

    Berikut adalah beberapa fasal serta terjemahannya, baik bahasa

    Indonesia mau pun bahasa Sunda yang akan di analisis.

    Terjemahan Bahasa Indonesia :

    [Fasal] Rukun Islam ada 5 : (1) Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain

    Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, (2)

    Mendirikan (mengerjakan) shalat, (3) Membayar zakat (4) Berpuasa

    ramadhan (5) Berhaji ke bait (Allah) bagi yang mampu untuk (biaya)

    perjalanan.

    Terjemahan Bahasa Sunda :

    [Ari ieu hiji fasal] Ari pirang-pirang rukun Islam aya lima, (1)

    Syahadat, tegesna saenya-enyana kalakuan, henteu aya deui

    pangeran anu wajib diibadahan anging Allah, sareng saenya-

  • 49

    enyana kanjeng Nabi Muhammad eta utusan Allah, (2)

    ngalakonan shalat anu di pardukeun, (3) mikeun zakat, (4)

    munggah haji ka baetullah ka jalma anu kawasa ieu jalma

    kana munggah haji di jalana.

    [ini satu fasal] bahwa macam-macam rukun Islam ada

    lima, (1) Syahadat, bahwa sebenar-benarnya kelakuan,

    tidak ada lagi pangeran yang wajib di ibadahi

    (disembah)kecuali Allah, dan sebenar-benarnya kanjeng

    Nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) melaksanakan shalat

    yang di fardukan, (3) memberikan zakat, (4) berhaji ke

    baitullah bagi orang yang dimana orang tersebut mampu

    berhaji dijalannya.

    Untuk terjemahan dalam bahasa Indonesia di atas terdapat

    penerjemahan kata yaitu diterjemahakan membayar, yang kata

    asalnya yaitu 2

    = datang, dalam kamus Munjid :

    : 3

    dalam konteks ini kata lebih tepatnya diterjemahkan

    membayar/ memberikan. Kemudian dalam penerjemahan kalimat

    dalam penerjemahannya ditambahkan kata biaya

    sehingga pembaca pun dapat memahami pesan tersebut dengan baik, yaitu

    bahwa yang mampu dalam menunaikan Ibadah haji adalah orang yang

    mampu memenuhi biaya perjalanan menuju baitullah. Dalam terjemahan

    2Ahmad Warson, Al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h. 6.

    3Thabatul Arbauun, Al-Munjid (Liban: Daarul Masyriq, 2008), h. 3.

  • 50

    di atas pesan dalam Tsu pun tersampaikan dengan simpel dan tidak

    bertele-tele, setiap kata dan kalimat diterjemahkan sesuai dengan padanan

    yang tepat dalam Tsa.

    Sedangkan Dalam terjemahan yang berbahasa Sunda di atas

    terdapat kata diterjemahkan ari ieu hiji fasal (ini satu fasal)

    terjemahan tersebut dinilai kurang tepat, karena ada penambahan kata ari

    ieu hiji sedangkan dalam Tsu tidak ada kata lain yang berdampingan

    dengan kata , kata di atas digunakan hanya sebagai penanda

    untuk memisahkan sesuatu, dalam kamus kata = yang memisahkan

    antara dua perkara/barang , : = fasal4

    5 / : = Maka menurut penulis kata

    tersebut lebih tepatnya diterjemahkan Fasal, sebagaimana kata

    yang diterjemahkan dalam teks terjemahan bahasa Indonesia, tidak perlu

    ada kata lain yang mendampingi atau ditambahkan. Kemudian dalam

    penerjemahan , yang diterjemahkan

    Syahadat, tegesna saenya-enyana kalakuan, henteu aya deui pangeran

    anu wajib diibadahan anging Allah, sareng saenya-enyana kanjeng Nabi

    Muhammad eta utusan Allah (Syahadat, bahwa sebenar-benarnya

    kelakuan, tidak ada lagi Tuhan yang wajib di ibadahi (disembah) kecuali

    Allah, dan sebenar-benarnya kanjeng Nabi Muhammad itu utusan Allah).

    Kemudian dalam penerjemahan bahasa Sunda di atas kata

    diterjemahkan kembali menjadi syahadat dalam kamus : =

    4 Warson, Al-Munawwir, h. 1059.

    5 Thabatul Arbauun, Al-Munjid, h. 585.

  • 51

    kesaksian atau pengakuan,6 yang kemudian menambahkan kalimat

    tegesna, saenya-enyana kalakuan(bahwa, sebenar-benarnya kelakuan)

    yang dimana dalam teks Bsu tidak terdapat kalimat untuk arti tersebut.

    Dalam penerjemahan tersebut penerjemah ingin menekankan bahwa

    sebaik-baikanya / sebenar-benarnya kelakuan, yaitu meyakini bahwa tiada

    Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad a


Top Related