Download - ABDUL RASYID-FAH.pdf
-
Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab
Safiinatun Najaat antara Bahasa Indonesia dan Sunda
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh :
ABDUL RASYID
1110024000022
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M/1435 H
-
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau
jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah.
Sukabumi, 18 Juli 2014
Abdul Rasyid
NIM: 1110024000022
-
i
ABSTRAK
ABDUL RASYID
Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat
antara Bahasa Indonesia dan Sunda
Menilai kualitas terjemahan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pesan dalam sebuah teks diterjemahkan dengan baik
atau tidak, dengan kata lain pesan yang disampaikan dapat terpahami atau tidak
dengan diukur dari sisi keakuratan, kejelasan, dan kewajarannya.
Dalam kesempatan kali ini penulis melakukan penilaian pada terjemahan
kitab Safiinatun Najaat versi Bahasa Indonesia dan Sunda yang kemudian
membandingkan antara keduanya dengan bertujuan untuk melihat kualitas
terjemahan baik dalam versi Bahasa Indonesia mau pun Sunda.
Kemudian setelah dilakukan penelitian penulis dapat mengukur kualitas
terjemahan dari masing-masing versi yaitu, bahwa terjemahan bahasa Indonesia
terasa lebih mudah dipahami dibandingkan dengan versi bahasa Sunda karena
memang dipengaruhi oleh sisi metode penerjemahan, ketegasan, kejelasan,
kewajaran, serta perbedaan gaya bahasa diantara keduanya.
-
ii
PRAKATA
Puji Syukur kepada Allah SWT. Yang dengan izin serta karuniaNya,
sehingga penulisan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada junjungan besar baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga
zaman terang benderang, yang telah mengenalkan kebenaran kepada kita sebagai
umatnya, sehingga mampu untuk mengetahui apa itu kebathilan.
Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin haturkan terima kasih kepada:
Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Prof. Dr. Oman Faturrahman, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora, Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku ketua jurusan Tarjamah, Dr.
Moch. Syarif Hidayatullah M. Hum. selaku sekretaris jurusan Tarjamah, dan
kepada seluruh dosen-dosen yang telah mendidik serta memberikan berbagai
macam ilmu dan pengetahuan kepada penulis. Semoga segala ilmu yang telah
diberikan dapat bermanfaat bagi umat khususnya bagi penulis sendiri.
Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag. dan Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, MA.
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya
serta kesabarannya untuk membaca, mengoreksi, serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, kepada Karlina Helmanita, M.Ag. dan Abdul Wadud
-
iii
Kasyful Anwar, M.Ag. selaku dosen penguji skripsi yang menilai, mengoreksi,
dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, kepada Prof.
Dr. Sukron Kamil, M.Ag. dan Dr. Akhmad Saehudin M.Ag. selaku dosen
Pembimbing Akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis selama
menjadi mahasiswa.
Kepada orang tua tercinta, Entin Kartini dan Jajat Sudrajat dua sosok yang
paling berjasa selama ini. Terima kasih ibu dan bapak atas doa dan motivasi yang
tiada hentinya yang telah kalian berikan, terima kasih pula kepada bi Ika dan bibi
Sri atas dukungannya, serta adik-adik tercinta Muhammad Yasin dan Harun yang
selalu menghibur dan menyemangati penulis sampai penulisan skripsi ini selesai.
Kepada teman-teman jurusan Tarjamah angkatan 2010 penulis haturkan
terima kasih khususnya Syafaat, Mutia, Syarif, Umay, Eva, Nia, Asiah, Olis,
Farhan, Imam, Hany. Terima kasih banyak kawan atas segala motivasi, waktu,
serta ide-ide yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak
lupa kepada teman kosan penulis Aguy, Rouf, Wahyu, Omen, terima kasih atas
dukungan kalian semua.
Semoga skripsi yang masih banyak kekurangan ini dapat bermanfaat untuk
kita semua khususnya bagi penulis sendiri serta orang-orang yang berkecimpung
dalam dunia penerjemahan.
Sukabumi, 18 Juli 2014
Penulis
-
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....... i
PRAKATA .. ii
DAFTAR ISI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah . 5
C. Tujuan Penelitian . 5
D. Tinjauan Pustaka.. 6
E. Metode Penelitian 7
F. Sistematika Penulisan .. 8
BAB II KERANGKA TEORI (PENERJEMAHAN)
A. Dasar-dasar Penerjemahan ... 9
1. Kendala dalam Penerjemahan 10
2. Penerjemahan adalah Mengalihkan Pesan 11
3. Faktor Penerjemah . 12
4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna . 12
5. Proses Penerjemahan .. 13
6. Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan . 15
B. Menilai Kualitas Terjemahan 16
-
v
1. Benny Hoedoro Hoed 18
2. Moch Syarif HidayatullahRochayah Machali .. 23
3. Rochyah Machali 25
4. Nababan .. 32
C. Penerjemahan dan Kebudayaan .. 37
BAB III GAMBARAN UMUM BIOGRAFI PENULIS KITAB
SAFIINATUN NAJAAT
A. Kitab Kitab Safiinatun Najaat . 39
B. Biografi Asy-syaikh Al-Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir . 42
1. Nama dan Kelahiran 42
2. Perkembangan dan Pendidikan . 42
3. Berdakwah dan Mengajar .. 43
4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran .. 43
5. Kehidupan di Batavia . 44
6. Pengalaman Ibadah . 46
7. Karya-karya Tulis ... 46
BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN KITAB
SAFIINATUN NAJAAT BAHASA INDONESIA DAN SUNDA
A. Temuan 47
B. Analisis 48
-
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 65
B. Rekomendasi . 66
DAFTAR PUSTAKA .. 68
LAMPIRANLAMPIRAN . 70
-
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini merujuk pada
pedoman transliterasi arab-latin yang ditetapkan berdasarkan keputusan dari
Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 0543 b/u/1987. Berikut
pedoman transliterasi yang digunakan tersebut.
1. Konsonan
No Huruf Arab Huruf Latin No Huruf Arab Huruf Latin
Tak berlambang 16 1
b 17 2
t 18 3
g 19 4
f j 20 5
6 q 21
k kh 22 7
l d 23 8
m 24 9
n r 25 10
h z 26 11
w S 27 12
sy 28 13
14 y 29
15
-
viii
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab sama seperti vokal pada bahasa Indonesia. Vokal
bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong.
a. Vokal Tunggal (monoftong)
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harokat yang
transliterasinya dapat diuraikan sebagai berikut:
TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA
Fathah a a
Kasrah i i
Dhammah u u
Contoh:
sabbuurah : kataba :
yadzhabu : mimsahah :
b. Vokal Rangkap (diftong)
Vokal rangkap bahasa Arab lambangnya berupa gabungan antara harokat
dengan huruf, transliterasinya sebagai berikut:
TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA
Fathah dengan Ya ai a dan i
Fathah dengan Wau au a dan u
Contoh:
-
ix
kaifa :
haula :
3. Maddah (Vokal Panjang)
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harokat dan huruf,
transliterasinya adalah sebagai berikut:
TANDA NAMA HURUF LATIN NAMA
Fathah dengan Alif a a
Kasrah dengan Ya i i
Dhammah dengan Wau u u
Contoh:
yaquulu : faaala :
kariim :
4. Ta marbuthah
Ada dua macam transliterasi untuk ta marbuthah, yaitu:
a. Ta marbuthah hidup
Ta marbuthah yang hidup atau yang mendapat harokat fathah, kasrah,
dan dhammah, maka transliterasinya adalah (t).
b. Ta marbuthah mati
Ta marbuthah yang mati atau mendapat harokat sukun dibelakangnya,
transliterasinya adalah (h).
-
x
Contoh :
thalhah :
c. Jika pada kata terakhir dengan ta marbuthah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan yang kedua terpisah, maka
ta marbuthah itu ditransliterasikan menjadi (h).
Contoh:
raudhatul jannah :
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid dalam sistem tulisan bahasa Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda syaddah. Dalam transliterasi tanda syaddah dilambangkan
dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:
rabbanaa :
rabbi :
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf al
baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Penulisannya ditulis
secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan hubungkan dengan tanda (-).
Contoh:
Al-rajulu :
Al-mau :
-
xi
7. Hamzah
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, hamzah ditransliterasikan
dengan spostrof. Tetapi itu hanya berlaku bagi hamzah yang diletaknya ditengah
dan diakhir kata. Apabila letaknya diawal kata, maka hamzah tidak
dilambangkan. Karena dalam tulisan arab berupa alif.
Contoh:
syaiun :
umirtu :
-
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Bahasa Sunda termasuk rumpun Melayu yang kita sebut Melayu Polinesia.
Bahasa ini erat hubungannya dengan bahasa Jawa dan Melayu, yang dipergunakan
diseluruh Jawa Barat, yaitu Kresidenan Priangan, Cirebon, Jakarta, Banten, dan
Karawang yang dahulu juga merupakan Kresidenan sendiri.1
Dalam masyarakat Sunda terdapat beberapa aksara yang digunakan untuk
menulis naskah. Aksara yang pernah digunakan untuk menulis naskah Sunda yaitu
aksara Sunda Kuna, Jawa Kuna, Jawa (Cacarakan), Pegon, dan Latin. Masyarakat
masa kini umumnya hanya mengenal dua aksara terakhir, sedangkan yang lainnya
tidak begitu diketahui. Diantara aksara yang digunakan untuk menulis naskah,
aksara Pegon merupakan aksara yang paling sering digunakan. Aksara Pegon
adalah aksara Arab yang sebagian hurufnya telah dimodifikasi dan digunakan
untuk menulis naskah Sunda dan naskah Jawa. Pengetahuan masyarakat Sunda
terhadap aksara Pegon berkaitan erat dengan agama Islam karena masyarakat
Sunda mengenal aksara Arab seiring dengan pengenalannya terhadap agama
Islam.
1Coolsma, S, Soendaneesche Spraakkunst, (Tata Bahasa Sunda), terjemahan Husein Widjaya
Kusumah dan Yus Rusyana, (Bandung: Djambatan, 1985), h.3.
-
2
Pada proses penyebaran agama Islam, khususnya di wilayah penutur
bahasa Sunda, telah lahir para alim ulama yang menerjemahkan teks-teks
keagamaan seperti Fiqih, Nahwu, Sharaf, dll, diterjemahkan ke dalam bahasa
Sunda serta menggunakan aksara Pegon yang ternyata memiliki ciri khas
tersendiri dalam pengalihan pesannya.
Sebagai contoh dalam penerjemahan :
Terjemahan Sunda : Kalawan nyebat jenengan Allah anu maparin nikmat
umum Allah di dunia, tur anu maparin nikmat khusus Allah di akherat. (Dengan
menyebut nama Allah yang memberikan nikmat umum Allah di dunia, serta yang
memberikan nikmat khusus Allah di akhirat).
Terjemahan Indonesia : Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih
lagi Maha penyayang.
Kata = Yang Maha Murah, dan = Yang Maha Penyayang,2 yang
diterjemahkan dalam bahasa Sunda = anu maparin nikmat umum Allah di
dunia (yang memberikan nikmat umum Allah di dunia), dan = anu maparin
nikmat khusus Allah di akherat (yang memberikan Nikmat khusus Allah di
akhirat), tentu saja pengalihan pesan tersebut sangat berbeda dengan yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia = yang Maha pengasih dan =
Yang Maha Penyayang.
2Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab- Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984),
h. 483.
-
3
Kalau kita perhatikan terjemahan tersebut, bahwasanya pengalihan pesan
dalam bahasa Sunda tersebut menekankan bahwa Allah itu benar-benar Maha
Pemurah yaitu dengan mengganti dengan kalimat anu maparin nikmat umum
Allah di dunia (yang memberikan nikmat umum di dunia), yang berarti nikmat
tersebut begitu besar yang diberikan secara umum untuk makhluk-makhlukNya di
dunia, serta Allah itu Maha Penyayang yang di mana dalam terjemahan Sundanya
yaitu anu maparin nikmat khusus di akherat (yang memberikan nikmat khusus di
akhirat), yang berarti nikmat tersebut bersifat khusus yaitu yang disebut
rahmat hanya orang-orang tertentu yang Allah kehendakilah yang mendapatkan
kasih sayangNya tersebut.
Dengan melihat contoh yang telah dipaparkan di atas dengan dilihat dari sisi
keakuratan, keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan
benar dalam Tsa.3 Bahwa keakuratan terjemahan tersebut bagi penutur bahasa
masing-masing, dengan kata lain dapat diterima atau tidak, baik itu penutur
bahasa Sunda atau bahasa Indonesia, dalam terjemahan seperti pada contoh di atas
terdapat kekurangan dan kelebihannya.
Kelebihan terjemahan dalam bahasa Sunda di atas pengalihan pesannya lebih
mendalam dan luas, dan penerjemahan tersebut dapat dikatakan sebagai
penerjemahan bebas. Saat menerjemahkan metode ini, seorang penerjemah
biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu,4 akan tetapi
dengan mengorbankan Bsu tersebut menjadi kekurangan tersendiri dalam
penerjemahanya.
3Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 71.
4Hidayatullah, Tarjim, h. 33.
-
4
Kemudian dari tejemahan Indonesianya yaitu lebih menekankan pada
pengalihan Tsu yang apa adanya, penerjemahan ini mempertimbangkan unsur
estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar,5
yaitu selama pesan dalam Tsu masih dapat difahami oleh penutur Bsa. Dan
penerjemahan metode ini dapat dikatakan penerjemahan yang cukup baik,
meskipun kekurangannya yaitu bahwa penutur Bsa mengetahui pesan dalam Tsu
tersebut sewajarnya dan apa adanya.
Maka dengan adanya perbedaan serta permasalahan dalam penerjemahan
seperti yang penulis paparkan pada contoh di atas, sehingga kualitas
penerjemahan pun pasti akan berbeda, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang kualitas terjemahan antara Sunda dan Indonesia, ada pun yang ingin
penulis teliti yaitu kualitas pada terjemahan kitab Safiinatun Najaat karangan
Asy-syaikh Al-Aalim Al- Faadil Salim bin Samyir Al- Hadlramiy, terjemahan
bahasa Sunda dan terjemahan bahasa Indonesia. Alasan mengapa penulis memilih
kitab Safiinatun Najaat yaitu karena kitab tersebut merupakan kitab yang
penting bagi umat Islam untuk mengetahui dan memahami tentang ilmu fiqih,
yang di mana ketika mengkajinya perlu pemahaman yang jelas.
Ada pun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh
Muhammad Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh
Ats-Tsauriy & Khanan Rifaul Kasbi.
Maka dari itu Insya Allah penulis akan mengambil judul :
5 Hidayatullah, Tarjim, h. 32.
-
5
Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat
antara Bahasa Indonesia dan Sunda
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat banyaknya isi pada kitab Safiinatun Najaat, maka penulis hanya
membatasi dengan beberapa halaman, yaitu sebanyak dua halaman yang
terdiri dari 5 fasal, diantaranya: 1) Fasal Rukun Islam, 2) Fasal Rukun Iman,
3) Fasal makna Lailaaha Illallah, 4) Fasal Tanda-tanda Baligh, 5) Fasal
Syarat Sah Beristinja,
Adapun beberapa masalah pokok yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana kualitas Terjemahan kitab Safiinatun Najaat baik dalam
bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda menurut kaidah
penerjemahan?
2. Manakah yang lebih berkualitas terjemahan Indonesiakah atau
terjemahan Sunda?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan pokok yang telah dibatasi pada perumusan
masalah, maka kegunaan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui kualitas terjemahan kitab Safiinatun Najaat baik
dalam bahasa Indonesia atau pun Bahasa Sunda menurut kaidah
penerjemahan.
-
6
2. Untuk mengetahui terjemahan yang lebih berkualitas antara terjemahan
kitab Safiinatun Najaat antara Bahasa Indonesia dan Sunda.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah melihat dan menelaah dari berbagai karya-karya ilmiah baik melalui
perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora atau pun perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan skripsi yang di mana memiliki
kesamaan jenis penelitian, yaitu jenis penelitian komparatif. Penulis tersebut
adalah Zaky Mubarok, yang di mana membahas tentang KATA SERAPAN;
Perbandingan Perubahan Makna Kata Serapan dari Bahasa Arab pada Al-Quran
Terjemahan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Surat At-Taubah ayat 1-50).
Batasan masalah pada penelitian ini adalah terkait pada kata-kata serapan yang
terdapat pada Al-Quran terjemahan bahasa Sunda dan Al-Quran terjemahan
bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab Surat At-Taubah ayat 1-50.
Penelitian ini dikuhususkan untuk membandingkan perubahan makna kata serapan
dari bahasa Arab pada bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan studi kasus
pada Al-Quran terjemahan kedua bahasa tersebut.
Rumusan masalah pada penelitiannya adalah untuk mengetahui kata serapan
dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang berasal dari terjemahan Al-
Quran surah At-Taubah baik terjemahan bahasa Sunda mau pun bahasa
Indonesia, serta membandingkan pergeseran makna kata serapan bahasa Arab
pada bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
-
7
Metode yang digunakan penulis adalah deskriptif Naratif Komparatif, penulis
menganalisis sejumlah kata serapan dari bahasa Arab yang terdapat pada Al-
Quran terjemahan bahasa Indonesia dan terjemahan Al-Quran bahasa Sunda
pada surat At-Taubah ayat 1-50. Kemudian penulis menguraikan,
mengelompokan, dan membandingkan maknanya, dengan teori yang sesuai
dengan penelitian dan fakta-fakta yang menyebabkan terjadinya pergeseran
makna.
Sedangkan dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan
menggunakan kitab Safiinatun Najaat, yaitu karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-
Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy. Adapun terjemahan yang berbahasa
Sunda yaitu terjemahan yang diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu
Hasan, dan terjemahan Indonesia yang diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy & Khanan
Rifaul Kasbi.
Dalam penelitian ini penulis akan mengumpulkan teori-teori dari beberapa
buku Tata Bahasa, tentang penerjemahan, serta kamus (baik itu kamus Sunda,
Indonesia, dan Arab).
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif dengan berlandaskan penelitian terhadap teks kitab Safiinatun Najaat
serta terjemahannya sebagai objek penelitian, yaitu kitab Safiinatun Najaat
karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.
Adapun terjemahan yang berbahasa Sunda yaitu diterjemahkan oleh Muhammad
Abdullah Ibnu Hasan, dan terjemahan Indonesia diterjemahkan oleh Ats-Tsauriy
-
8
& Khanan Rifaul Kasbi. Kemudian membandingkan kualitas terjemahannya,
yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut.
Dalam memperoleh data-data, penulis menggunakan library research
(penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan
penelitian.
Adapun secara tekhnis dalam penyusunan penelitian ini penulis berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi, Tesis, dan Disertasi yang disusun oleh UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Bab I adalah pendahuluan, bab ini terdiri dari: latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.
Bab II adalah kerangka teori, Bab ini terdiri dari dasar-dasar penerjemahan,
menilai kualitas terjemahan, serta penerjemahan dan kebudayaan.
Bab III adalah gambaran umum dan biografi penulis kitab Safiinatun
najaat.
Bab IV adalah analisis terjemahan kitab Safiinatun Najaat dan komparasi
antara bahasa Indonesia dan Sunda.
Bab V adalah penutup, kesimpulan dan rekomendasi.
-
9
BAB II
KERANGKA TEORI
PENERJEMAHAN
A. Dasar-dasar Penerjemahan
Seorang penerjemah sungguh-sungguh memiiki tanggung jawab yang
besar, dan memiliki jasa yang besar pula bagi nusa, bangsa, dan dunia. Maka
seorang penerjemah dituntut untuk mengetahui dan memahami tugasnya. Apa
itu menerjemahkan ?
Syihabuddin berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu
merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan
padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat
dari segi arti maupun gaya.1 Nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara
baru menerjemahkan haruslah berfokus pada response penerima pesan (cara
lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik
bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan
gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima)
tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam
bahasa sumber.
Widyamartaya mengutip dalam buku H.G. de Maar, English Passages for
Translation, dapat ditemukan beberapa petunjuk penerjemahan, antara lain:
1Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), (Bandung: Humaniora, 2005),
h. 10.
-
10
1. Berlakulah setia pada aslinya dan berikanlah kebenaran, seluruh
kebenaran, dan tak lain daripada kebenaran. Tidak boleh ada ide
penting muncul dalam terjemahan kalau ide itu tidak ada dalam
karangan aslinya. Tidak boleh ada hal kecil tetapi penting dihilangkan
dari terjemahan kalau hal itu terdapat dalam karangan aslinya.
2. Perhatikanlah secara seksama dalam semangat atau suasana apa
karangan asli ditulis. Kalau gayanya ramah, ramahlah dalam
terjemahan Anda; kalau luhur, berikanlah pada terjemahan Anda suatu
nada yang luhur.
3. Sebuah terjemahan harus tak terbaca sebagai suatu terjemahan.
Terjemahan harus tidak mengingatkan akan karangan aslinya, tetapi
harus terbaca wajar seolah-olah muncul langsung dari pikiran si
pelajar. Harus terbaca seperti sebuah karangan yang asli. Terjemahan
harus mengungkapkan segenap arti dari karangan aslinya, tetapi tanpa
mengorbankan tuntutan akan ungkapan yang baik dan idiomatik.2
Sebagai seorang penerjemah yang handal tentunya harus mengerti dan
memahami dasar-dasar penerjemahan, yang mana memang dalam dunia
penerjemahan itu sendiri terdapat permasalahan yang terjadi, dan sebagai
seorang penerjemah diharuskan mengetahui permasalahan tersebut dan
mampu memberikan jalan keluarnya.
1. Kendala dalam penerjemahan
Penerjemah (begitu juga penjurubahasaan) merupakan kegiatan
satu arah. Ini berarti Tsa hanya ada bila ada kegiatan penerjemahan dan
2A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1959), h. 12.
-
11
penyusunan Tsa dikendalai oleh adanya sebuah Tsu. Oleh karena itu
kendala utama dalam penerjemahan dan penjurubahasaan adalah
perbedaan sistem dan struktur antara Bsu dan Bsa. Hoed mengemukakan
bahwa kendala dalam penerjemahan adalah perbedaan dalam empat hal,
yaitu: (1) bahasa, (2) kebudayaan sosial, (3) kebudayaan religi, (4)
kebudayaan materiil. Kendala yang disebutkan Hoed tersebut merupakan
masalah yang harus dipahami dan ditanggulangi oleh penerjemah dan juru
bahasa dalam pekerjaannya. Upaya penanggulangan itu, pertama-tama
dalam bentuk mengkaji untuk memahami sebaik-sebaiknya perbedaan itu.
Selanjutnya, ia juga harus mencari jalan untuk menemukan padanan yang
benar dan berterima di dalam Bsa.3
2. Penerjemahan adalah mengalihkan pesan
Banyak yang beranggapan bahwa penerjemahan adalah sekedar
pengalih bahasaan. Lebih tepat bila dikatakan bahwa penerjemahan adalah
pengalihan pesan (message) dari Tsu ke dalam Tsa. Dengan demikian,
idealnya adalah Tsa (terjemahan) akhirnya berisi pesan yang sepadan
dengan pesan dalam Tsu.
Hal ini kelihatannya sederhana. Namun, kalau kita kaji lebih
dalam, ada masalah yang timbul dari istilah sepadan diatas. Kalau
dipandang sebagai keserupaan pesan Tsu dan Tsa, maka masalahnya siapa
yang membaca Tsu dan siapa yang membaca Tsa? Sudah barang tentu
orangnya tidak sama. Bukan hanya orangnya yang tidak sama, tetapi
3 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 24.
-
12
kebudayaan yang melatari kedua jenis pembaca (Tsu dan Tsa) juga
berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan pesan yang sepadan,
penerjemah harus memahami dan menyesuaikan terjemahannya dengan
(calon) pembaca atau pendengarnya. Oleh karena itu, bila kita menjadi
penerjemah jangan berfikir bagaimana kalimat ini diterjemahkan? tetapi
bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam bahasa sasaran?.4
3. Faktor Penerjemah
Seorang penerjemah dan juga juru bahasa harus memahami Bsu
dan Bsa secara baik, begitu pula kebudayaan yang melatari kedua bahasa
itu. Oleh karena itu ia harus mempunyai skurang-kurangnya tiga kualitas,
yakni (1) menguasai pengetahuan umum yang luas (dan pengetahuan yang
khusus bila ia harus menerjemahkan teks teknis), (2) memiliki kecerdasan
untuk memahami sebuah teks dan melihat secara cepat logika teks yang
harus diterjemahkan, dan (3) memiliki kemampuan retorika, yakni
kemampuan merekayasa bahasa untuk menghasilkan terjemahan yang
sepadan, akurat, dan berterima pada pembaca (atau pendengarnya).5
4. Tidak ada Terjemahan yang Sempurna
Perbedaan antara Bsu dan Bsa selalu membayangi proses
penerjemahan. Penerjemah dapat dinilai melakukan kesalahan dalam
terjemahannya hanya kalau kesalahan itu hanya semata-mata kesalahan
bahasa. Namun, dalam hal lainnya, penerjemahan menyangkut soal kiat
4 Hoed, Penerjemahan, h.25.
5 Hoed, Penerjemahan, h.25.
-
13
pribadi penerjemah dalam kapasitas retorikanya. Bahkan dalam
penerjemahan teks sastra, faktor estetika dan selera mempengaruhi proses
penerjemahannnya.
Belum lagi kita berhadapan dengan pemahaman pembaca (atau
pendengar) atas terjemahan kita. Karena terjemahan adalah teks juga,
maka terjemahannya pun bersifat terbuka.
Itu sebabnya tidak ada terjemahan yang sempurna. Dalam hal
penerjemahan, betul-salah nya terjemahan hanya bersangkutan dengan
aspek kebahasaaan murni. Ini sifatnya mutlak. Kalau Uncle Toms Cabin
diterjemahkan dengan kabin paman Tom, maka dapat dikatakan kata kabin
di sini adalah terjemahan yang salah. Yang betul adalah pondok atau
gubug. Namun, mana yang lebih baik pondok atau gubug, itu soal
ekstetika, konteks cerita, atau selera. Jadi kita harus membedakan betul-
salah (correctness) dengan baik-buruk (good or bad translation).6
5. Proses Penerjemahan
Untuk menghasilkan suatu pesan teks BSa yang sesuai dengan
pesan yang terdapat pada teks BSu, seorang penerjemah harus
memperhatikan proses penerjemahan yang dirumuskan oleh Hidayatullah7,
yaitu:
6 Hoed, Penerjemahan, h. 26.
7 Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Pamulang Barat: Dikara, 2010), h. 13.
-
14
Struktur Luar Pemadanan Pemadanan
TSu Leksikal TSu Morfologis TSu
Pemahaman Struktur Batin Pemadanan
Leksikal TSu TSu dan TSa Sintaksis TSu
Pemahaman Pemahaman Pemadanan
Morfologis TSu Pragmatis TSu Semantis TSu
Pemahaman Pemahaman Pemadanan Struktur
Sintaksis TSu Semantis TSu Pragmatis TSu Luar TSa
Gambar 1. Proses Penerjemahan
Proses penerjemahan di atas setidaknya melalui 11 proses, mulai
dari struktur luar Bsu hingga menjadi struktur luar Bsa, dapat dijelaskan
sebagai berikut: (1) struktur luar Bsu berarti teks masih berupa teks
sumber (Tsu), belum mengalami proses apapun; (2) pemahaman leksikal
Tsu mengharuskan penerjemah memiliki kepekaan leksikal, sehingga dia
bisa memahami makna kosakata yang terlihat pada Tsu; (3) pemahaman
morfologis Tsu mengharuskan penerjemah memahami bentuk morfologis
kosakata Tsu, sehingga dia mengerti perubahan bentuk kosakata pada Tsu
yang berimbas pada perubahan makna; (4) pemahaman sintaksis Tsu
mengharuskan penerjemah memahami pola kalimat dalam Tsu, yang pada
gilirannya mengkontraskannya dengan Tsa; (5) pemahaman semantis Tsu
mengharuskan penerjemah memahami pemaknaan yang berlaku pada Tsu;
(6) pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami
-
15
pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; (7)
pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah
untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan
Tsa; (8) pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih
padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya dalam Tsu; (9)
pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki
pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami
perubahan bentuk; (10) pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan
penerjemah memilliki kepekaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa,
sehingga dapat memilih padanan yang akuratpada tiap kalimat yang ada
dihadapannya; (11) pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan
pemadanan sintaksis Tsa, (12) pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil
dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat
menerjemahkan dengan tepat kalimat dalam konteks tertentu, yang tentu
saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama; (13) ramuan dari
pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa
melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.8
6. Faktor keterbacaan dalam Penerjemahan
Faktor keterbacaan merupakan hal yang sangat penting dalam
penerjemahan, agar pembaca dapat memahami pesan dan ide sesuai apa
yang disampaikan oleh penulis Tsu. Seorang penerjemah harus bisa
mentransformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu kedalam benak
pembaca. Faktor-faktor keterbacaan itu sebagai berikut:
8 Hidayatullah, Tarjim, h. 14.
-
16
a. Konkret
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide tau
pesan pada Tsu secara konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait
dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lainnya.
b. Tegas
Seorang penerjemah yang baik harus menyampaikan ide-ide atau
pesan pada Tsu secara tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya
kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu.
c. Jelas
Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau
pesan pada Tsu dengan jelas dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa
melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep dalam Tsu tidak mudah
dipahami oleh penutur Tsa.
d. Populer
Seorang penerjemah yang baik harus mampu mnyampaikan ide
atau pesan pada Tsu dengan menggunakan bahasa yang populer dan
lazim. Ia harus berani membuang arti kata-kata tertentu yang
sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.9
B. Menilai Kualitas Terjemahan
Kajian teoritis tentang penerjemahan dimaksudkan agar terjemahan
yang dihasilkan oleh seseorang itu berkualitas , yaitu tepat dan mudah
9 Hidayatullah, Tarjim, h. 19.
-
17
dipahami. Ketepatan berkaitan dengan pesan yang ada dalam Tsu dan
pesan yang ada dalam Tsa. Adapun keterpahaman bertalian dengan derajat
keterbacaan terjemahan yang ditentukan oleh struktur kalimat, pilihan
kata, ejaan, dan faktor kebahasaaan lainnya. Di samping itu keterpahaman
juga bertalian dengan tanggapan dan reaksi pembaca terhadap
terjemahan.10
Hidayatullah menegaskan bahwa kualitas terjemahan itu ditentukan
oleh ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Ketepatan berkaitan dengan
kesesuaian antara pesan yang terdapat dalam bahasa penerima. Kejelasan
berkaitan dengan masalah kebahasaan dan kemudahan dalam memahami
maksud nas. Adapun kewajaran berkaitan dengan kealamiahan nas
sehingga ia tak terasa sebagai sebuah terjemahan.11
Maka, aspek yang
dinilai adalah: (1) pesan tertejemahkan atau tidak; (2) kewajaran dan
ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja
penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.12
Penilaian terjemahan merupakan bagian terpenting dalam konsep
teori penerjemahan. Oleh karenanya kriteria/aspek penilaian terjemahan
membawa pada konsep terjemahan dan penilaian yang berbeda-beda.
Maka dari itu, diharapkan penilaian yang diberikan dapat menilai suatu
terjemahan dengan baik karena untuk menentukan kualitas terjemahan.13
Terdapat beberapa macam teknik penilaian yang dapat digunakan
untuk menilai sebuah hasil terjemahan yang ditawarkan oleh para tokoh
10
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 193. 11
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia, h. 195. 12
Hidayatullah, Tarjim, h. 71. 13
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga
Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), h. 145.
-
18
diantaranya oleh Machali (1996), Hoed (2006), Nababan, dan Moch syarif
Hidayatullah. Disini akan dijelaskan beberapa tekhnik penilaian
terjemahan dari beberapa tokoh.
1. Benny Hoedoro Hoed
Hoed mengatakan bahwa betul-salahnya dalam penerjemahan
bersifat relatif. Maka dapat dibayangkan betapa sulitnya menilai
sebuah terjemahan. Hoed mengutip dari Newmark yang menyebutkan,
dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan.14
a. Translation as a science. Hal ini dilihat dari kebahasaan murni,
yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan
kriteria kebahasaan.
Contoh:
(1a) passengers can enjoy a confortable ride from the airport to
any hotel in the city.
(1b) para penumpang dapat menikmati perjalanan yang
menyenangkan dari Bandar udara ke setiap hotel didalam kota.
(Catatan: Teks (1a) diambil dari sebagian Pocket Guide:
Welcome to Singapore. Singapore Changi Airport. Teks (1b)
terjemahan menurut Hoed).15
Beberapa bagian teks (1b) diterjemahkan dengan
memperhatikan konteksnya sehingga dapat dinilai sebagai
padanan kata/frase dalam (1a) ( lihat kata-kata yang dicetak
miring).
14
Hoed, Penerjemahan, h. 91. 15
Hoed, Penerjemahan, h. 92.
-
19
1. Comfortable ride : perjalanan menyenangkan
2. In the city : di (dalam) kota.
Namun, kata setiap hotel dalam (1b) tidak dapat dikatakan
sebagai terjemahan yang betul dari any hotel dalam (1a) karena
any hotel dalam konteks ini harus diterjemahkan dengan hotel
manapun atau hotel apa. 16
b. Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebagai
hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai
padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam
Bsa.
Contoh:
(2a) Passengers can enjoy ride on the 6-seater MaxiCab taxis
from the airport to any hotel in Singapore () and anyhere
within the Central Business District.
(2b) Para penumpang dapat menikmati perjalanan yang nyaman
dalam taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang dari
pelabuhan udara ke hotel mana saja di Singapore () dan
kemana saja dalam Daerah Pusat Bisnis (Central Business
District).
Dalam teks (2a) ada upaya untuk menerjemahkan secara
benar untuk menghasilkan suatu terjemahan yang komunikatif.
Upaya tersebut terlihat dari hasil restrukturisasi yang
16
Hoed, Penerjemahan, h. 92.
-
20
wujudnya dalam bahasa Indonesia terlepas dari bayang-bayang
bahasa Inggrisnya.17
Passengers can enjoy ride: Para penumpang dapat
menikmati perjalanan
6-seater MaxiCab taxis: Taksi MaxiCab yang berkapasitas
6 penumpang
Kata passengers (bentuk jamak) diterjemahkan menjadi
para penumpang (bukan dalam arti sebenarnya penumpang-
penumpang). Kemudian kata ride diterjemahkan menjadi
perjalanan. Sedangkan 6-seater MaxiCab taxis diterjemahkan
menjadi Taksi MaxiCab yang berkapasitas 6 penumpang.
Ketiga upaya diatas bukan hanya sekedar upaya dalam
mengalihkan kebahasaannya, tetapi juga suatu kiat supaya hasil
terjemahannya dapat diterima oleh pembaca sebagai bahasa
Indonesia yang wajar.18
c. Translation as an art. Dalam hal ini penerjemahannya
menyangkut hal estetis. Maksudnya adalah apabila
penerjemahannya tidak hanya melalui proses pengalihan pesan.
Tetapi juga penciptaannya, biasanya hal ini terjadi pada
penerjemahan teks sastra.19
Contoh:
Bagian dari sebuah puisi; Present I feel you, absent youre
near,
17
Hoed, Penerjemahan, h. 94. 18
Hoed, Penerjemahan, h. 94. 19
Hoed, Penerjemahan, h. 94.
-
21
Seorang penerjemah bahasa Perancis menerjemahkannya;
Presente je vous fuis-absente je vous trouve.
Kalimat youre near (engkau berada di dekatku) menjadi
je vous trouve (aku menemukanmu). Hal ini merupakan suatu
penciptaan baru. Je vous trouve dianggap lebih baik dalam
mengalihkan pesan dan bentuknya daripada vouse etes pres de
moi (engkau berada didekatku). 20
d. Translation as a taste. Hal ini menyangkut dalam pilihan
penerjemahan yang bersifat pribadi. Yaitu apabila pilihan
terjemahan merupakan hasil dari penimbangan secara selera.
Contoh:
Kata however dapat diterjemahkan menjadi namun atau
akan tetapi sesuai selera penerjemah.
Dari keempat jenis yang telah dijelaskan, dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk membantu para mahasiswa
terjemah dalam melakukan penilaian terjemahan. Keempat
macam cara tersebut dapat digambarkan dalam sebuah
continuum yang berkisar dari non-pribadi A sampai pribadi
B.
Sangat Kecil Sangat Besar
A Pesan pribadi penerjemah dalam memilih padanan B
science craft art taste
[kebahasaan murni] [ retorika bahasa]
20
Hoed, Penerjemahan, h. 94.
Gambar 2. Continuum peran pribadi penerjemah
-
22
Dari bagan di atas, jelas bahwa peran penerjemah sebagai
pribadi sangat kecil, terlihat pada titik A (science)
dibandingkan dengan titik B (taste) . Dalam hal ini craft
dan art berada diantaranya. Oleh karena itu konsep betul-
salah hanya berlaku pada kutub A (science). Continuum di
atas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil
pekerjaan penerjemahan mahasiswa/peserta kursus atau ujian.
Salah satu cara yang diharapkan dapat memberi penilaian yang
adil (fair) adalah sebagai berikut:21
Tabel 1. Contoh Pemberian Nilai
science craft art taste Hasil Perhitungan
1 2 3 4
Contoh: Contoh: Contoh: Contoh:
80 x 6 =
480
75 x 3 =
225
80 x 2 =
160
50 x 1 =
50
915 = 228,75 = 76,25
4 3
Catatan: (1) Nilai = 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4
diberikan berdasarkan pertanggung jawaban atau / argumentasi
(biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima; (3) nilai
diberikan kepada setiap kelompok kasus (science, craft,
art, taste) berdasarkan persentase. Jadi, kolom 1=80,
artinya 80% dari semua kasus translation as a science adalah
21
Hoed, Penerjemahan, h. 97.
-
23
benar, kolom 3=80 artinya 80% dari semua kasus translation
as an art dapat dipertanggug jawabkan.
Dengan membedakan 4 tolok ukur, yakni melihat
penerjemahan sebagai (1) science ,(2) craft, (3) art, (4) taste,
diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang
didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam
memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat
menyimpulkan bahwa betul-salah dapat pasti pada (1) tetapi
makin relatif pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah
untuk menilainnya. Disini berlaku konsep benar-salah.
Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa
alas an penerjemah memilih terjemahannya atau diminta
kepada penerjemahnya untuk memmberikan catatan tentang
dasar pilihan terjemahannya.22
2. Moch Syarif Hidayatullah
Menurut Hoed bahwasanya menilai kualitas terjemahan itu bersifat
relatif, sehingga dapat dibayangkan betapa sukarnya untuk menilai
kualitas terjemahan, menurut Hidayatullah penilaian terhadap kualitas
terjemahan selain dapat dilakukan secara langsung dengan mengamati
dan membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara
memberi penilaian secara matematis. Meski penilaian terhadap hasil
terjemahan itu bersifat subyektif-relatif, tetapi penilaian secara
22
Hoed, Penerjemahan, h. 97.
-
24
matematis perlu dilakukan, misalnya, untuk memberi penilaian kepada
hasil terjemahan mahasiswa atau penerjemah pemula. Dibawah ini
adalah tabel pedoman penilaian yang ditawarkan oleh Hidayatullah:
Tabel 2. Pedoman Penilaian Terjemahan
U
untuk menggunakan pedoman penilaian tersebut, seorang penerjemah
harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut;23
a. Penilaian terhadap hasil terjemahan yang sudah berbentuk buku
dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa halaman.
b. Setiap halaman terjemahan diberi skor awal sebanyak 100 poin.
c. Kemudian hitunglah skor kesalahan sesuai dengan pedoman di
atas.
d. Hitunglah semua skor kesalahan pada setiap halaman dengan
menjumlahkannya.
e. Skor halaman yang bejumlah 100 poin diawal dikurangi skor
kesalahan.
f. Skor setiap halaman yang telah dikurangi tadi dijumlahkan
kemudian dibagi dengan jumlah halaman.
23
Hidayatullah, Tarjim, h. 71.
No Penilaian Poin
yang dikurangi
1 Klausa atau kalimat yang tidak diterjemahkan 10 poin
2 Terjemahan salah pesan 5 poin
3 Frasa, diksi, kolokasi, konstruksi atau
komposisi, serta tata bahasa tidak dialihkan
secara tepat
2 poin
4 Kesalahan ejaan dan tanda baca 1 poin
-
25
g. Hasil dari skor yang telah dibagi menjadi nilai akhir
terjemahan.
h. Kemudian, nilai akhir tersebut menjadi ukuran apakah
terjemahan tersebut termasuk istimewa (90-100), sangat baik
(80-89), baik (70-79), sedang (60-69), kurang (50-59), buruk
(0-49)
3. Rochayah Machali
Penilaian terhadap suatu terjemahan sangat penting untuk
dilakukan. Alasannya, hal ini disebabkan oleh dua tujuan yaitu; untuk
menciptakan hubungan dialektik dan untuk kepentingan kriteria dari
standar dalam menilai kompetensi penerjemahan.
Dalam hal ini, Machali akan membahas tiga pokok terpenting
dalam melakukan proses penilaian. Yaitu segi-segi yang perlu
diperhatikan dalam penilaian penerjemahan, kriteria penilaian, dan
cara penilaian.24
Di samping itu, Machali mengemukakan bahwa konsep dalam
penilaian yang akan dibahas oleh Machali adalah penilaian umum yang
dirangkai dengan menggunakan kerangka metode semantik dan
komunikatif. Kemudian penilaian khusus yang juga menggunakan
metode penilaian khusus.25
24
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. 25
Machali, Pedoman, h. 143.
-
26
Penilaian Umum Terjemahan
a. Segi-segi yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian
Perlu diperhatikan bahwa dalam setiap melakukan proses penilaian
bukan hanya sekedar melihat dari segi benar-salah, baik-buruk, dan
harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus diperhatikan
dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan,
berikut contoh beberapa versi teks:26
1. TSu: Some focal points of crises in the present day world are of
a longstanding nature.
2. TSa (Terjemahan Autentik):
a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia
saat ini sudah bersifat kronis.
b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia pada saat ini
sebetulnya merupakan masalah lama.
c. Beberapa hal penting yang merupakan krisis dunia dewasa
ini adalah mengenai pelestarian alam.
Dari tiga hasil terjemahan di atas, terlihat ada beberapa hal yang
menunjukkan adanya pembanding. Pada TSa dari segi ketepatan
pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu semantik dan
pragmatik. 27
Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatika) dari ketiga versi
terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar
ketepatannya dalam menyatakan kembali makna yang terkandung
26
Machali, Pedoman, h. 145. 27
Machali, Pedoman, h. 145.
-
27
dalam Bsu.28
Terdapat perbedaan prosedur transposisi yang mendasar
pada teks C yaitu kata world sebagai frasa dari kata in the world
menjadi frasa nominal yang disatukan dengan kata crises. Sehingga
seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.29
Dari aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar
pada teks C. Yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan
adanya distorsi makna referensial. Sehingga seolah-olah kata nature
pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
Apabila dari ketiga versi terjemahan diatas dibandingkan dari segi
gaya bahasanya, maka penerjemahan pada teks A harus berupaya
untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan menggunakan
kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah
menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral. Seperti dalam
penyampaian fakta tidak terasa sebagai teks yang mengkaji tentang
politik.30
b. Kriteria Penilaian
Suatu penilaian harus mengikuti prinsip validitas dan reliabilitas.
Tetapi dalam proses penilaian terjemahan sifatnya relatif. Maka
validitas penilaiannya dipandang dari aspek content validity dan face
validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti melihat
aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang
keterbacaan seperti ejaaan atau face.31
28
Machali, Pedoman, h. 145. 29
Machali, Pedoman, h. 146. 30
Machali, Pedoman, h. 147. 31
Machali, Pedoman, h. 151.
-
28
Perlu diperhatikan, yang menjadi pembatas dalam kriteria dasar
adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang
berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan
makna referensial yang menyangkut maksud dari penulis aslinya.
Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik,
semantik dan pragmatik. Kemudian segi kewajaran dalam
pengungkapan dan ejaan.32
Tabel 3. Kriteria Penilaian
Segi dan Aspek Kriteria
A. Ketepatan Reproduksi Makna
1. Aspek Linguistik
a. Transposisi
b. Modulasi
c. Leksikon (kosakata)
d. Idiom
2. Aspek semantis
a. Makna referensial
b. Makana interpersonal
- Gaya bahasa
- Aspek interpersonal
lain (misal: konotatif
dan denotatif)
3. Aspek pragmatis
a. Pemadanan jenis teks
(termasuk maksud/tujuan
penulis).
b. Keruntutan makna pada
Benar, jelas, wajar.
Menyimpang?
(lokal/total)
Berubah?
(lokal/total)
Menyimpang?
(lokal/total)
Tidak runtut?
(lokal/total)
32
Machali, Pedoman, h. 152.
-
29
tataran kalimat dengan
tataran teks.
B. Kewajaran Ungkapan Wajar dan/atau harfiah?
(dalam arti kaku)
C. Peristilahan Benar, baku, jelas
D. Ejaan Benar, baku
Catatan untuk tabel kriteria penilaian:33
1. Lokal maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam
perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).
2. Total maksudnya adalah menyangkur 75% atau lebih apabila
dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks.
3. Runtut maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.
4. Wajar maksudnya adalah alami, tidak kaku.
5. Penyimpangan maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan,
dan tidak demikian halnya untuk perubahan.
c. Cara Penilaian
Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum
dan cara khusus. Cara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap
jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan
khusus untuk teks terjemahan tertentu. Misalnya; teks hukum, teks-
teks yang bersifat estetis.34
Tabel 4. Rambu-rambu Penilaian
33
Machali, Pedoman, h. 154. 34
Machali, Pedoman, h. 154.
-
30
Kategori Nilai Indikator
Terjemahan
hampir sempurna
86-90
(A)
Penyampaian wajar, hampir tidak
terasa seperti terjemahan, tidak ada
kesalahan ejaan, tidak ada
penyimpangan tata bahasa, dan tidak
ada kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan
sangat bagus
76-85
(B)
Tidak ada distorsi makna, tidak ada
terjemahan harfiah yang kaku, tidak
ada kekeliruan penggunaan istilah,
terdapat satu atau dua kesalahan tata
bahasa/ejaan (untuk bahasa arab
tidak boleh ada kesalahan ejaan).
Terjemahan baik 61-75
(C)
Tidak ada distorsi makna, ada
terjemahan harfiah yang kaku tetapi
tidak relatif lebih dari 15% dari
keseluruhan teks sehingga tidak
terasa seperti terjemahan, terdapat
kesalahan tata bahasa dan idiom
yang relatif tidak lebih dari 15% dari
keseluruhan teks, ada satu atau dua
kesalahan ejaan.
Terjemahan
cukup
46-60
(D)
Terasa seperti terjemahan, ada
distorsi makna, terdapat beberapa
terjemahan harfiah yang kaku relatif
tidak melebihi 25% keseluruhan
teks, ada beberapa kesalahan idiom
dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari
25% teks keseluruhan, ada satu atau
dua penggunaan istilah yang tidak
baku/tidak umum/kurang jelas.
Terjemahan buruk 20-45
(E)
Sangat terasa seperti terjemahan,
terlalu banyak terjemahan harfiah
yang kaku, distorsi makna dan
kekeliruan dalam penggunaan istilah
lebih dari 25% dari keseluruhan teks.
Namun begitu, penting untuk diingat. Bahwa rambu-rambu bukan
harga mati hanya sebagai pedoman saja. Oleh karena itu ada tahap-
-
31
tahap yang perlu diperhatikan sebelum penerjemah ingin melakukan
proses penilaian.35
Yaitu:
1. Penilaian fungsional, maksudnya kesan umum untuk melihat
apakah tujuan umum dari penulisan menyimpang. Apabila tidak
maka proses penilaian dilanjutkan.
2. Penilaian terperinci, maksudnya berdasarkan segi-segi dan kriteria
yang sudah dibahas sebelumnya pada bagian kriteria penilaian.
3. Penilaian terperinci tersebut digolongkan dalam suatu
skala/continuum sehingga dapat diubah menjadi suatu nilai seperti
yang tertera pada tabel rambu-rambu penilaian diatas.
Penilaian Khusus
Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam
hal jenisnya, seperti puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal
fungsinya seperti eksprensif dan vokatif.36
Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk
dengan dokumen yang berisikan tentang kontrak. Misalnya, dalam
suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan Hari ini
telah datang menghadap saya.... Maka bentuknya pun harus
dipertahankan dalam penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk
puisi. Misalnya suatu puisi berima estetik tertentu tidak bisa sekedar
diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima.37
35
Machali, Pedoman, h. 155. 36
Machali, Pedoman, h. 157. 37
Machali, Pedoman, h. 158.
-
32
Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai
teks yang sifatnya juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya
pun juga tentunya khusus. Dengan demikian dalam proses penilaian
teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu;
bentuk, sifat, dan fungsi. 38
4. Nababan
Menilai mutu suatu terjemahan berarti mengkritik sebuah karya
terjemahan. Mengkritik terjemahan merupakan tugas yang sulit, karena
dibutuhkan kemampuan yang lebih dalam melakukannya.39
Menurut
Schutle untuk menjadi seorang kritik terjemah ada beberapa kriteria
yang harus dipenuhi. Yaitu;
a. Seorang kritikus harus mampu menguasai BSu dan BSa dengan
baik.
b. Mengetahui perbedaan persepsi linguistik antara BSu dan BSa.
c. Akrab dengan konteks estetik dan budaya BSu dan BSa.
Fungsi dari seorang kritik terjemah ialah untuk memastikan apakah
hasil terjemahan itu sudah bagus dan layak atau tidak untuk
disebarluaskan ke masyarakat. Oleh karena itu sangatlah berat
tanggung jawab seorang kritik terjemah, alasannya hasil kritikannya itu
harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan masuk akal. 40
Dengan demikian melakukan kritik terhadap suatu terjemahan akan
memberikan keuntungan kepada tiga pihak, yaitu; penerjemah,
38
Machali, Pedoman, h. 158. 39
Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 83 40
Nababan, Teori Menerjemah, h. 83.
-
33
penerbit, pembaca. Penerjemah merasa sangat diuntungkan karena
hasil dari kritikan tersebut merupakan masukan yang sangat berharga
dan sebagai acuan untuk memperbaiki terjemahannya. Bagi penerbit,
kritikan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah
hasil karya terjemahan ini dapat disebarluaskan ke masyarakat atau
tidak. Kemudian bagi pembaca juga merasa diuntungkan karena uang
yang telah mereka sisihkan untuk membeli karya terjemahan tersebut
tidak terbuang percuma.41
Selanjutnya, cara penilaian yang telah dikemukakan oleh Nababan
sama seperti pada pembahasan strategi dalam melakukan penilaian
suatu terjemahan, yaitu; Teknik cloze (Cloze Technique), Teknik
membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud technique), Uji
pengetahuan, Uji performansi (Performance Test), Terjemahan balik
(Back translation), Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-
based Approach) dan Instrumen penilaian (Accuracy and readibility-
rating instrument).42
1. Teknik Cloze (Cloze Technique)
Teknik ini dikemukakan oleh Nida dan Taber. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan tingkat keterpahaman pembaca terhadap teks
sasaran sebagai indikator kualitas terjemahan. Hal ini dilakukan oleh
pembaca dengan cara menebak atau memprediksi kata-kata yang
dihapus dari suatu teks terjemahan. Namun demikian, teknik ini
41
Nababan, Teori Menerjemah, h. 85. 42
Kuliah, Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan. Artikel diakses pada 30 Agustus 2014 dari
http://bahasa.kompasiana.com/2012/03/05/startegi-penilaian-kualitas-terjemahan-444110.html.
-
34
memiliki beberapa kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Hartono,
yaitu; (1) Tidak mengukur seberapa akurat pesan BSu dialihkan ke
BSa, (2) Tidak mempertimbangkan kompetensi pembaca sasaran, (3)
Seandainya terjawab pun tidak bisa dijadikan jaminan bahwa teks
tersebut sudah akurat.
2. Teknik membaca dengan suara nyaring (Reading-Aloud
technique)
Teknik ini juga dikemukakan oleh Nida dan Taber, seperti halnyaa
teknik cloze, teknik ini melibatkan pembaca dalam menentukan
kualitas terjemahan. Teknik ini dilakukan dengan meminta pembaca
untuk membaca hasil terjemahan, apabila tidak lancar maka bisa
diasumsikan bahwa penerjemahan kurang berkualitas. Hal ini tentu
saja kurang relevan, tidak menjamin jika lancar membacanya maka
kualitasnya pun baik. Selain itu, kelancaran membaca berkaitan pula
dengan faktor-faktor psikologis, sehingga sulit menemukan korelasi
langsung antara kelancaran membaca dan kualitas hasil terjemahan.
3. Uji Pengetahuan
Teknik ini dilakukan dengan menguji pengetahuan pembaca
tentang isi teks BSa. Pertama, pembaca teks BSa diminta untuk
membaca suatu teks terjemahan, kemudian menjawab pertanyaan yang
telah disiapkan oleh penilai. Jika pembaca Bsa dapat menjawab
sejumlah pertanyaan dengan benar dan sama banyaknya dengan
pembaca BSu, maka hal tersebut mengindikasikan tingkat kualitas
-
35
terjemahan. Namun lebih lanjut Nababan menjabarkan kelemahan
teknik ini yaitu, (1) Diasumsikan pembaca dibolehkan membaca teks
terjemahan selama menjawab pertanyaan, sehingga hal tersebut belum
mampu digunakan sebagai alat ukur kualitas terjemahan, (2) Sulit
untuk membandingkan pembaca BSa dan pembaca BSu terlebih
berkaitan dengan interpretasi; banyak hal yang harus dilibatkan seperti,
kompetensi tiap-tiap pembaca danlatar belakang budayanya.
Seperti halnya uji pengetahuan, strategi ini umumnya digunakan
untuk menilai kualitas teks teknik. Pengujian dilakukan dengan
performansi teknisi dengan menggunakan teks terjemahan untuk
memperbaiki suatu peralatan. Kelemahan strategi ini tentu saja dalam
hal menilai teks non-teknik seperti karya sastra. Disamping itu, masih
ada kemungkinan si teknisi tersebut telah ahli sehingga dengan teks
yang kurang berkualitas pun masih mampu memperbaiki suatu
peralatan tersebut.
4. Terjemahan balik (Back translation)
Terjemahan balik (Back Translation) dikemukakan oleh Brislin.
Misalnya, teks Bahasa Inggris (teks A) diterjemahkan ke Bahasa
Indonesia (teks B), kemudian hasil terjemahan diterjemahkan kembali
ke dalam teks Bahasa Inggris (A). Setelah itu, teks A dibandingkan
dengan A. Apabila kedua teks tersebut semakin sama, maka hasil
terjemahan teks B semakin akurat.
Penerjemahan adalah proses kreatif, jadi sulit mengharapkan hasil
yang sama dalam setiap penerjemahan. Teks yang sama diterjemahkan
-
36
oleh penerjemah yang berbeda, maka hasilnya akan lain pula. Bahkan,
teks yang sama dilakukan oleh penerjemah yang sama tetapi dilakukan
pada waktu yang berbeda, akan menghasilkan teks yang berbeda. Oleh
karena itu strategi ini sulit untuk dijadikan penilaian kualitas suatu
terjemahan.
5. Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based
Approach)
Pendekatan berdasarkan padanan (Equivalence-based Approach)ini
dikemukakan oleh Katharina Reiss. Strategi ini menggunakan
hubungan padanan antara BSu dan BSa sebagai kriteria penentuan
kualitas terjemahan. Berdasarkan strategi ini, hal-hal yang perlu
dibandingkan ialah; (1) tipe teks, (2) ciri kebahasaan yang digunakan,
(3) faktor ekstralinguistik.
Tipe teks merujuk pada fungsi utama bahasa dalam suatu teks. Ciri
kebahasaan merujuk pada ciri semantik, gramatikal dan stilistik.
Kemudian, faktor ekstralinguitik merujuk pada dampak pada strategi
verbalisasi, pemahaman yang berbeda terhadap suatu isi teks, persepsi
yang berbeda terhadap suatu fenomena tertentu.
6. Instrument Penilaian
Strategi ini pertamakali dikemukakan oleh Nagao, Tsuji dan
Nakamura kemudian diadaptasi oleh Nababan. Dalam penerapannya
strategi ini menggunakan penilaian angka skala 1-4. Yang dibagi
menjadi sangat akurat, akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Begitu
pula dalam penilaian keterbacaan yaitu, sangat mudah, mudah, sulit,
-
37
dan sangat sulit. Angka-angka yang digunakan dalam instrumen ini
ialah sebagai nilai kecenderungan untuk menilai suatu teks terjemahan.
C. Penerjemahan dan Kebudayaan
Hoed mengemukakan bahwa teks sumber dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, antara lain, faktor penulis (memproduksi Tsu), norma
yang berlaku dalam bahasa sumber (Bsu), kebudayaan yang melatari Tsu,
budaya tulis dan cetak Tsu, dan hal yang dibicarakan dalam Tsu. Pada sisi
teks sasaran, faktor yang mempengaruhi adalah calon pembaca yang
diperkirakan, norma yang berlaku dalam bahasa sasaran (Bsa),
kebudayaan yang melatari Tsa, budaya tulis dan cetak Tsa, dan
penerjemah.43
Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang pada dasarnya
mencakupi semua faktor yang lain dalam dinamika penerjemahan, baik
ditinjau dari Tsu maupun Tsa. Bahkan Hoed mengemukakan bahwa faktor
kebudayaan dapat menjadi kendala dalam penerjemahan.44
Kebudayan bersifat khas bagi masyarakat tertentu dan
penguasaannya tidak secara naluriah seperti halnya berjalan atau tidur,
melainkan melalui proses pembiasaan dan pembelajaran dari generasi ke
generasi. Karena bersifat khas bagi suatu masyarakat, maka tidak ada
kebudayaan yang sama.45
Teks adalah salah satu jenis perwujudan bahasa, maka teks
merupakan salah satu dari unsur kebudayaan, para ahli antropologi
43
Hoed, Penerjemahan, h. 79. 44
Hoed, Penerjemahan, h. 79. 45
Hoed, Penerjemahan, h. 80.
-
38
menyepakati ada tujuh unsur kebudayaan yang disepakati apabila
kebudayaan tersebut dilihat dari segi perwujudannya yang berupa perilaku.
Ketujuh unsur tersebut dikatakan terdapat dalam setiap kebudayaan, yakni
organisasi sosial, sistem mata pencaharian (berkembang menjadi
ekonomi), sistem pengetahuan (berkembang menjadi ilmu pengetahuan)
teknologi, religi (agama dan kepercayaan akan hal-hal yang gaib),
kesenian, dan bahasa.46
Namun dalam sebuah teks dapat dibicarakan
sebagian atau seluruh unsur kebudayaan dan artefak (dalam kajian filologi
dan epigrafi (kajian prasati kuno), teks dapat dipandang sebagai hasil
perilaku manusia atau artefak).47
Oleh karena itu tak ada kebudayaan yang
sama, kebudayaan dan artefak yang terdapat pada Tsu sering kali sulit
diperoleh padananya dalam Tsa.
46
Hoed, Penerjemahan, h. 80. 47
Hoed, Penerjemahan, h. 80.
-
39
BAB III
Gambaran Umum dan Biografi Penulis Kitab Safiinatun najaat
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab I, penulis akan menganalis
terjemahan kitab Safiinantun najaat bahasa Indonesia dan bahasa Sunda
kemudian membandingkan kualitasnya, kitab safiinatun najaat adalah kitab
karangan Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.
Adapun terjemahan bahasa Indonesia kitab Safiinatun najaat diterjemahkan
oleh Ats-Tsauriy & Khanan Rifaul Kasbi dan yang berbahasa Sunda
diterjemahkan oleh Muhammad Abdullah Ibnu Hasan. Kitab Safiinatun najaat
merupakan kitab yang sangat penting bagi kaum muslimin, karena dalam kitab ini
menjelaskan dasar-dasar ilmu fiqih. Pada bab ini penulis akan memaparkan
gambaran umum tentang kitab safiinatun najaat beserta biografi penulisnya
yaitu Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-Hadlramiy.
A. Kitab Safiinatun najaat
Kitab Safiinah memiliki nama lengkap Safiinah An Najaat Fiimaa Yajibu
Ala Abdi li Maulah (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban
seorang hamba kepada Tuhannya). Karya kitab ini walaupun kecil bentuknya akan
tetapi sangatlah besar manfaatnya. Setiap kampung, kota, dan negara hampir
semua orang mempelajari dan bahkan menghafalkannya, baik secara individu
-
40
maupun kolektif. Di berbagai negara kitab ini dapat diperoleh dengan mudah di
berbagai lembaga pendidikan. Karena baik para santri ataupun ulama sangatlah
gemar mempelajarinya dengan teliti dan seksama. Hal ini terjadi karena beberapa
faktor diantaranya:1
1. Kitab ini mencakup pokok-pokok agama secara terpadu, lengkap dan utuh,
dimulai dengan bab dasar-dasar syariat, kemudian bab bersuci, bab
shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang ditambahkan oleh para
ulama lainnya.
2. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama terkemuka dalam berbagai bidang
ilmu keagamaan, terutama fiqih, dan tasawuf.
3. Kitab ini menjadi acuan para ulama dalam memberikan pengetahuan dasar
agama bagi para pemula.
4. Kitab ini membicarakan hal-hal yang selalu menjadi kebutuhan seorang
muslim dalam kehidupan sehari-hari, sehingga semua orang merasa perlu
mempelajarinya.
5. Kitab ini dengan izin Allah SWT dan atas kehendakNya telah tersebar
secara luas dikalangan para pecinta ilmu fiqih terutama yang menganut
madzhab Imam Syafii ra. Kitab ini dikenal di berbagai negara baik Arab
maupun Ajam seperti Yaman, Tanzania, Kenya, Zanjibar, dan di berbagai
belahan negara-negara Afrika. Namun demikian perhatian yang paling
besar terhadap kitab ini telah diberikan oleh para ulama dan pecinta ilmu,
yang hidup di semenanjung Melayu termasuk Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan negara-negara lainnya.
1Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-
nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1
http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1
-
41
6. Kitab ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa asing seperti
Indonesia, Melayu, Sunda, India, Cina, dan yang lainnya.2
Dengan perhatian khusus dan antusias tinggi para ulama telah berkhidmah
(mengabdi) kepada kitab safiinah sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka
masing-masing, banyak di antara mereka yang menulis syarah (buku penjelasan)
kitab Safiinah, di antara nama-nama kitab tersebut adalah:3
a. Kitab Kasyifatus Saja ala Safiinatin Naja (menyingkap tabir kegelapan
dengan syarah kitab safinah).
b. Kitab Durrotu Tsaminah Hasyiyah ala Safinah (permata yang mahal
dalam keterangan safiinah)
c. Kitab Nailu Raja Syarah-Syarah Safiinah Najaa (meraih harapan dengan
syarah safiinah)
d. Kitab Nasiimul Hayaah Syarah Safiinah Najaat
e. kitab Innarotut Duja Bitanwiril Hija Syarah Safiinah Najaat.
Maka daripada itu betapa pentingnya kitab Safiinah ini, untuk menjadi pijakan
bagi para pemula dalam mempelajari ilmu agama, sebagaimana namanya, yaitu
safiinah yang berarti perahu dia akan menyelamatkan pecintanya dari
gelombang kebodohan dan kesalahan dalam beribadah kepada Allah SWT.
2 Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-
nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1 3 Kitab Safiinatun Najaat. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari http://www.rmi-
nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1
http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1http://www.rmi-nu.or.id/2012/05/kitab-safinatun-najah.html?m=1
-
42
B. Biografi Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil Salim bin Samyir Al-
Hadlramiy.
1. Nama dan Kelahiran
Al-Allamah Asy-Syaikh Salim bin Abdullah bin Saad bin
Abdullah bin Sumair Al- Hadhramiy Asyafii, dikenal sebagai seorang
ulama ahli fiqh (al-fiqh), pengajar (al-muallim), hakim agama (al-
qadhi), ahli politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan kemiliteran
(al-khabir bisy-syuunil askariyah). Beliau dilahirkan didesa Dzi
Ashbuh salah satu desa di kawasan Hadhromaut, Yaman.4
2. Perkembangan dan Pendidikan
Syekh Salim memulai pendidikannya dalam bidang agama dengan
belajar Al-Quran di bawah pengawasan ayahandanya yang juga
merupakan ulama besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah bin Saad
bin Sumair, hingga beliau mampu membaca Al-Quran dengan benar
lalu beliau ikut mengajarkan Al-Quran sehingga beliau mendapatkan
gelar Al-Muallim. Al-Muallim adalah sebutan yang biasa diberikan
oleh orang-orang Hadhromaut kepada seorang pengajar Al-Quran.
Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari Hadits Nabi;5
4Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 5 Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
-
43
Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar
Al-Quran dan mengajarkannya (Shohih Bukhori, no.5027)
Beliau juga belajar ilmu-ilmu agama lainnya pada ayahnya dan
pada ulama-ulama Hadhromaut yang jumlahnya sangat banyak pada
masa itu, yaitu pada abad ke-13 Hijriyah.6
3. Berdakwah dan Mengajar
Setelah belajar kepada beberapa ulama dan telah menguasai
beberapa ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajar,
mulailah berdatangan para penuntut ilmu untuk menimba ilmu pada
beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdullah
bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-faqih Ali bin Umar
Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji
dimana-mana setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah
Abdullah bin Ahmad Basudan.7
4. Keahlian Bidang Politik dan Kemiliteran
Selain penguasaan yang mendalam akan ilmu-ilmu agama, Syekh
Salim juga dikenal sebagai seorang ulama yang ahli dalam urusan
politik dan tim ahli dalam masalah perlengkapan peperangan.
Dikisahkan, pada suatu ketika Syekh Salim diminta agar membeli
peralatan perang tercanggih pada saat itu, maka beliau berangkat ke
Singapura dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau juga merupakan
6Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 7Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
-
44
salah seorang yang berjasa dalam mendamaikan Yafi dan kerajaan
Katsiriyah.8
Kemudian beliau diangkat menjadi penasehat khusus Sultan
Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan
tunduk dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun lama
kelamaan sang Sultan tidak lagi mau menuruti saran dan nasehat beliau
dan bahkan meremehkan saran-saran beliau. Akhirnya beliau
memutuskan untuk hijrah menuju India, lalu beliau hijrah ke negara
pulau jawa.9
5. Kehidupan di Batavia
Setelah menetap di Batavia (kini menjadi Jakarta) sebagai seorang
ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para
pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar
secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada
Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta doa darinya. Melihat
hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis
dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis
tersebut, sehingga akhirnya menguatkan posisi beliau di Batavia, pada
masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam
mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya.
Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi
menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan
8Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 9Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
-
45
kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang mondar-mandir
kepada para pejabat pemerintah Belanda.10
Martin van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning
(tidak semua tulisannya kita sepakati) juga sempat memberikan
komentar yang menarik kepada tokoh kita ini. Dalam beberapa alenia
dia menceritakan perbedaan pandangan dan pendirian antara dua orang
ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh Salim bin
Sumair yng telah menjadi perdebatan dikalangan umum. Pada saat itu,
tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian Sayyid
Usman bin Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda .
sayyid Usman bin Yahya sendiri pada waktu itu, sebagai Multi Batavia
yang diangkat dan disetujui oleh kolonial Belanda, sedang berusaha
menjembatani jurang pemisah antara Alawiyyin (Habib) dengan
pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu untuk mengambil
hati para pejabatnya.11
Oleh karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang
seakan-akan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang
menyebabkan Syekh Salim terlibat dalam polemik panjang dengan
Sayyid Usman yang beliau anggap tidak konsisten di dalam
mempertahankan kebenaran. Entah bagaimana penyelesaian yang
terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk
menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim
10
Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 11
Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
-
46
bin Sumair yang sangat anti dengan pemerintah yang dzhalim, apalagi
para penjajah dari kaum kuffar.12
6. Pengalaman Ibadah
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai
kegiatan dan jabatan, namun beliau adalah seorang yang sangat banyak
berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli
membaca Al-Quran. Syekh Ahmad Al-Hadhrami Al-Makiy
menceritakan bahwa Syekh Salim mengkhatamkan bacaan Al-Quran
ketika melakukan thawaf di Baitullah.13
7. Karya-karya Tulis
Beliau telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya
kitab Safiinatun Najaat Fiima Yajibu ala Abdi li Maulah (perahu
keselamatan dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada
Tuhannya), yang banyak diajarkan di madrasah diniyyah dan pondok
pesantern di Indonesia. Selain itu beliau juga menulis kitab Al-Fawaid
Al-Jahiliyyah Fiz-Zajri An Thatil Hiyal Ar-Ribawiyah (faedah-faedah
yang jelas mengenai pencegahan melakukan hilah-hilah ribawi), satu
kitab yang ditulis untuk mengecam rekayasa (hilah) untuk
memuluskan praktek riba.14
12
Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 13
Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1 14
Asy-syaikh Al-Aalim Al-Faadil. Artikel diakses pada 22 April 2014 dari
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1http://.fikihkontemporer.com/2013/04/biografi-syeh-salim-bin-sumair-al.html?m=1
-
47
BAB IV
Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun
Najaat Bahasa Indonesia dan Sunda
A. Temuan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kerangka teori, yaitu pada bab
II, bahwa menilai kualitas Terjemahan yaitu untuk melihat sisi keakuratan,
kejelasan, dan kewajaran. Keakuratan yang berarti untuk melihat sejauh
mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan
berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat
dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa, di sampaing itu kejelasan pun
berkenaan dengan kebahasaan yang mudah dipahami dalam Tsa.
Kewajaran berarti sejauh mana pesan dalam Tsu yang dialihkan kedalam
Tsa berbentuk lazim, artinya bahwa Tsa yang dibaca oleh pembaca terasa
bukan hasil terjemahan.1
Dalam kesempatan kali ini, penulis akan menganalisis serta menilai
kualitas terjemahan kitab Safiinatun Najaat Bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda yang kemudian akan membandingkan keduanya. Akan
tetapi penulis tidak melakukan penilaian secara keseluruhan, disini penulis
akan menganalisis sebanyak dua halaman yang terdiri dari 5 fasal, dan
metode penilaian yang akan penulis gunakan adalah metode yang
ditawarkan oleh Hidayatullah, karena agar data yang di dapat pun terdapat
bentuk matematis.
1Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An (Jakarta: Dikara, 2010), h. 71.
-
48
B. Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safiinatun Najaat
Bahasa Indonesia dan Sunda
Berikut adalah beberapa fasal serta terjemahannya, baik bahasa
Indonesia mau pun bahasa Sunda yang akan di analisis.
Terjemahan Bahasa Indonesia :
[Fasal] Rukun Islam ada 5 : (1) Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah, (2)
Mendirikan (mengerjakan) shalat, (3) Membayar zakat (4) Berpuasa
ramadhan (5) Berhaji ke bait (Allah) bagi yang mampu untuk (biaya)
perjalanan.
Terjemahan Bahasa Sunda :
[Ari ieu hiji fasal] Ari pirang-pirang rukun Islam aya lima, (1)
Syahadat, tegesna saenya-enyana kalakuan, henteu aya deui
pangeran anu wajib diibadahan anging Allah, sareng saenya-
-
49
enyana kanjeng Nabi Muhammad eta utusan Allah, (2)
ngalakonan shalat anu di pardukeun, (3) mikeun zakat, (4)
munggah haji ka baetullah ka jalma anu kawasa ieu jalma
kana munggah haji di jalana.
[ini satu fasal] bahwa macam-macam rukun Islam ada
lima, (1) Syahadat, bahwa sebenar-benarnya kelakuan,
tidak ada lagi pangeran yang wajib di ibadahi
(disembah)kecuali Allah, dan sebenar-benarnya kanjeng
Nabi Muhammad itu utusan Allah, (2) melaksanakan shalat
yang di fardukan, (3) memberikan zakat, (4) berhaji ke
baitullah bagi orang yang dimana orang tersebut mampu
berhaji dijalannya.
Untuk terjemahan dalam bahasa Indonesia di atas terdapat
penerjemahan kata yaitu diterjemahakan membayar, yang kata
asalnya yaitu 2
= datang, dalam kamus Munjid :
: 3
dalam konteks ini kata lebih tepatnya diterjemahkan
membayar/ memberikan. Kemudian dalam penerjemahan kalimat
dalam penerjemahannya ditambahkan kata biaya
sehingga pembaca pun dapat memahami pesan tersebut dengan baik, yaitu
bahwa yang mampu dalam menunaikan Ibadah haji adalah orang yang
mampu memenuhi biaya perjalanan menuju baitullah. Dalam terjemahan
2Ahmad Warson, Al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984), h. 6.
3Thabatul Arbauun, Al-Munjid (Liban: Daarul Masyriq, 2008), h. 3.
-
50
di atas pesan dalam Tsu pun tersampaikan dengan simpel dan tidak
bertele-tele, setiap kata dan kalimat diterjemahkan sesuai dengan padanan
yang tepat dalam Tsa.
Sedangkan Dalam terjemahan yang berbahasa Sunda di atas
terdapat kata diterjemahkan ari ieu hiji fasal (ini satu fasal)
terjemahan tersebut dinilai kurang tepat, karena ada penambahan kata ari
ieu hiji sedangkan dalam Tsu tidak ada kata lain yang berdampingan
dengan kata , kata di atas digunakan hanya sebagai penanda
untuk memisahkan sesuatu, dalam kamus kata = yang memisahkan
antara dua perkara/barang , : = fasal4
5 / : = Maka menurut penulis kata
tersebut lebih tepatnya diterjemahkan Fasal, sebagaimana kata
yang diterjemahkan dalam teks terjemahan bahasa Indonesia, tidak perlu
ada kata lain yang mendampingi atau ditambahkan. Kemudian dalam
penerjemahan , yang diterjemahkan
Syahadat, tegesna saenya-enyana kalakuan, henteu aya deui pangeran
anu wajib diibadahan anging Allah, sareng saenya-enyana kanjeng Nabi
Muhammad eta utusan Allah (Syahadat, bahwa sebenar-benarnya
kelakuan, tidak ada lagi Tuhan yang wajib di ibadahi (disembah) kecuali
Allah, dan sebenar-benarnya kanjeng Nabi Muhammad itu utusan Allah).
Kemudian dalam penerjemahan bahasa Sunda di atas kata
diterjemahkan kembali menjadi syahadat dalam kamus : =
4 Warson, Al-Munawwir, h. 1059.
5 Thabatul Arbauun, Al-Munjid, h. 585.
-
51
kesaksian atau pengakuan,6 yang kemudian menambahkan kalimat
tegesna, saenya-enyana kalakuan(bahwa, sebenar-benarnya kelakuan)
yang dimana dalam teks Bsu tidak terdapat kalimat untuk arti tersebut.
Dalam penerjemahan tersebut penerjemah ingin menekankan bahwa
sebaik-baikanya / sebenar-benarnya kelakuan, yaitu meyakini bahwa tiada
Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad a