Download - A05phm Libre

Transcript
Page 1: A05phm Libre

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG

USAHATANI PADI LADANG

DI KABUPATEN KARAWANG

HENDRI METRO PURBA

A07498176

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 0 0 5

Page 2: A05phm Libre

RINGKASAN

HENDRI METRO PURBA. Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang (Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI).

Kebutuhan bahan pangan masyarakat Indonesia masih sangat tergantung

pada beras. Produksi beras nasional sebagian besar disumbangkan oleh produksi

padi sawah, sementara itu ketersediaan lahan sawah dan efisiensi usahatani padi

sawah cenderung mengalami penurunan. Sumbangan padi ladang terhadap

produksi padi nasional masih sangat rendah karena produktivitas padi ladang yang

jauh lebih rendah daripada produktivitas padi sawah. Jika dibandingkan dari segi

laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga masih jauh lebih rendah daripada

padi sawah. Mengingat ketersediaan lahan kering bagi usahatani padi ladang

masih sangat besar, maka pengembangan produktivitas usahatani padi ladang

memiliki potensi yang sangat menjanjikan. Oleh karena itu menarik untuk dikaji

bagaimana meningkatkan produktivitas cabang usahatani padi ladang. Penelitian

ini bertujuan untuk (1) menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi

ladang, (2) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi padi ladang

(3) menganalisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor-faktor produksi pada

cabang usahatani padi ladang.

Pengumpulan data dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2005 di Desa

Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Data yang digunakan

adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan

melakukan pengamatan dan wawancara langsung dengan petani responden

dengan mengajukan pertanyaan yang dibuat dalam bentuk kuesioner yang telah

dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran

kepustakaan buku, laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang

berkaitan dengan masalah penelitian dan melalui internet. Selain itu data

sekunder juga diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai

Penelitian Tanaman Pangan, Pusat Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan

Pemerintah Daerah di lokasi penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio),

Page 3: A05phm Libre

pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, dan analisis efisiensi ekonomi dengan

rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM).

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan

Minitab 13 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) dengan analisis imbangan

penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio), diperoleh nilai rasio R/C atas biaya

total sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu), sehingga dapat disimpulkan bahwa

cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi

petani, (2) faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi

ladang adalah tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga, yang

signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen. Sedangkan faktor pupuk, benih, dan

pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan yang ditetapkan, (3)

penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien secara ekonomis dicapai pada saat

penggunaan faktor pupuk sebesar 282.51, faktor tenaga kerja luar keluarga

sebesar 146.33 HOK, penggunaan benih yang semula sebesar 60 kilogram harus

ditingkatkan menjadi 69.69 kilogram, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga

harus dikurangi dari yang semula sebesar 237.37 HOK menjadi sebesar 59.94

HOK, faktor produksi pestisida harus ditingkatkan dari sebesar 1.7 liter dalam

penggunaan aktualnya menjadi sebesar 2.47 liter.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan agar (1) penggunaan

faktor produksi pupuk, benih, pestisida tenaga kerja luar harus ditingkatkan dari

penggunaan aktualnya supaya usahatani padi ladang yang dilakukan lebih efisien

dan menguntungkan bagi petani, (2) pemberian bimbingan dan penyuluhan dari

instansi terkait mengenai teknik budidaya padi ladang yang tepat seperti

kombinasi penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat dan pola tanam yang tepat

untuk mencapai usahatani padi ladang yang lebih produktif dan menguntungkan.

Page 4: A05phm Libre

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG USAHATANI

PADI LADANG DI KABUPATEN KARAWANG

Oleh

HENDRI METRO PURBA A07498176

Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 0 0 5

Page 5: A05phm Libre

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :

Nama : Hendri Metro Purba

NRP : A07498176

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten

Karawang

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi.MS NIP. 131 415 082

Mengetahui, Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr

NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus : 20 Desember 2005

Page 6: A05phm Libre

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI CABANG USAHATANI PADI LADANG DI

KABUPATEN KARAWANG” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA

PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK

TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA

MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA

SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG

PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI

SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Desember 2005

Hendri Metro Purba A07498176

Page 7: A05phm Libre

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dolok Sanggul pada tanggal 16 Juli 1980. Penulis

adalah anak pertama dari enam bersaudara pasangan Bapak T. Purba dan Ibu H.

Situmorang.

Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1986 di SD Negeri 3

Dolok Sanggul, dan menyelesaikannya pada tahun 1992. Penulis melanjutkan

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Dolok Sanggul, dan lulus tahun

1995. Kemudian, penulis diterima di SMU Katolik Santo Agustinus Jakarta, dan

lulus pada tahun 1998.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agrinisnis,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1998 melalui jalur

UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Page 8: A05phm Libre

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah Yang Maha Kuasa atas

berkat dan karunia-Nya yang besar yang memberikan segala hikmat dan kekuatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten

Karawang”. Sesuai dengan judul tersebut, skripsi ini menganalisis pendapatan

yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani padi ladang, mengana lisis faktor-

faktor yang mempengaruhi produiksi dalam usahatani padi ladang, dan melakukan

analisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor produksi pada cabang usahatani

padi ladang.

Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga

diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. Penulis berharap penelitian

yang dilakukan dapat diterima dan dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005

Penulis

Page 9: A05phm Libre

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen pembimbing yang dengan

kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran dalam

melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Anna Fariyanti, MS. atas kesediaan menjadi dosen penguji utama.

3. Amzul Rifin, SP, MA. atas kesediaannya menjadi dosen penguji komisi

pendidikan.

4. Orang Tuaku, Bapa dan Uma dan adik-adikku Duddy, Sartika, Markos, Nita,

dan Kardinal atas keberadaan, doa dan dukungannya.

5. Keluarga Tulang Donal, Tulang Suci, dan Tulang Hendra.

6. Ompung Suhut, dan semua keluarga besar di Dolok Sanggul.

7. Keluarga Ompung Berthold di Depok, Ompung Arif di Bandung, dan

Ompung Josua di Pekan Baru.

8. Keluarga Amangboru Mario, Namboru Patar, dan Amangboru Sagala di

Jakarta.

9. Sahabat-sahabatku yang tak tergantikan di Base One : Cay, Edo, Gaga,

Halashon, Victor, Donal, Appara Frenky, John Freddy, Nipar, Ucok, Ogem,

John Wisnu, Echa , Rikky Sitorus, Bang Ivan, Bang Tamlin, dan Maria

Margareth.

10. Lae Viston, Namboru, dan Chamber yang telah menyediakan fasilitas

penginapan, makan gratis, dan dukungan berharga selama turun lapang di

Karawang.

11. Ramaijon Purba atas bimbingan dan bantuannya, beserta semua teman-teman

di Parmasi.

12. Arif Karya Kusuma, teman satu bimbingan dan seperjuangan selama kuliah

dan penulisan skripsi.

13. Pak Enong sebagai penerjemah dan pendamping penulis selama turun lapang.

14. Marta Sundari atas bantuannya selama mengolah data dan penulisan skripsi.

Page 10: A05phm Libre

15. Teman-teman di Darmaga, Bray, Tulus, penghuni Perwira 100, beserta semua

kawan sesama Himaba.

16. Semua pihak lain yang belum saya sebutkan yang telah membantu saya

selama mengikuti perkuliahan dan penulisan skripsi.

Page 11: A05phm Libre

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7

1.4. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9

2.1. Karakteristik Biologis Tanaman Padi Ladang .................................. 9

2.2. Syarat Tumbuh dan Kelayakan Lahan Tanaman Padi Ladang........... 9

2.3. Budidaya Padi Ladang ........................................................................ 11

2.3.1. Pengolahan Tanah ................................................................... 11

2.3.2. Pemilihan Benih ...................................................................... 12

2.3.3. Penanaman ............................................................................... 12

2.3.4. Pemupukan .............................................................................. 13

2.3.5. Pemeliharaan ........................................................................... 15

2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen.......................................... 15

2.3.7. Hama dan Penyakit ................................................................... 16

2.4. Sistem Perladangan di Indonesia dan Perkembangannya ................... 16

2.5. Perilaku Ekonomi Petani..................................................................... 21

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu.................................................................. 22

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 29

3.1. Konsep Usahatani .............................................................................. 29

3.2. Pendapatan Usahatani......................................................................... 30

Page 12: A05phm Libre

3.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) ..................... 32

3.4. Teori Produksi ................................................................................... 33

3.5. Efisiensi Ekonomi .............................................................................. 37

BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................ 40

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 40

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel .......................... 40

4.3. Metode Analisis Data ......................................................................... 41

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ................................................ 41

4.3.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)............ 41

4.3.3. Pendugaan Fungsi Produksi...................................................... 43

4.3.4. Analisis Efisiensi Ekonomi....................................................... 48

4.4. Definisi Operasional ......................................................................... 50

BAB V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................... 54

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................... 54

5.2. Karakteristik Petani Responden.......................................................... 58

BAB VI. GAMBARAN USAHATANI PADI LADANG

DI DESA WANAJAYA................................................................... 66

6.1. Budidaya Padi Ladang ....................................................................... 66

6.1.1. Persiapan Lahan........................................................................ 66

6.1.2. Penanaman................................................................................ 68

6.1.3. Pemupukan............................................................................... 69

6.1.4. Pengobatan ............................................................................... 70

6.1.5. Penyiangan ............................................................................... 71

6.1.6.Pemanenan................................................................................. 71

6.2. Struktur Biaya ..................................................................................... 72

6.3. Analisis Pendapatan............................................................................ 73

6.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Analisis R/C ratio) ........ 74

BAB VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN EFISIENSI

EKONOMI CABANG USAHATANI PADI LADANG ................ 76

7.1. Analisis Fungsi Produksi ................................................................... 76

7.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha ................................................ 78

7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi ................................................................ 83

Page 13: A05phm Libre

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 88

8.1. Kesimpulan ........................................................................................ 88

8.2. Saran .................................................................................................. 89

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 90

LAMPIRAN .................................................................................................... 93

Page 14: A05phm Libre

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Beras yang Diperdagangkan di Dunia dan Impor Beras Indonesia

Tahun 1990-2001 ............................................................................................ 2

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2004............ 4

3. Produksi Gabah Kering Giling di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan

Indonesia Tahun 2004...................................................................................... 6

4. Klasifikasi Kriteria Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Ladang................... 9

5. Penggunaan Lahan di desa Wanajaya Tahun 2004 ......................................... 54

6. Topografi atau Bentang Lahan Desa Wanajaya ............................................ 55

7. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Kelompok Umur

Tahun 2005 ...................................................................................................... 56

8. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Mata Pencaharian....... 57

9. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan.... 58

10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur ....................................... 58

11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............... 59

12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ............... 61

13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani ............ 62

14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga ....... 63

15. Biaya-biaya yang Dikeluarkan Petani Padi Ladang

per Hektar per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005 ...................... 73

16. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi Ladang

per Hektar per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005 ...................... 74

17. Analisis Ragam Produktivitas Cabang Usahatani Padi Ladang

di Desa Wanajaya ............................................................................................ 76

18. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Ladang

di Desa Wanajaya ........................................................................................... 77

19. Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal

(BKM) Usahatani Padi Ladang di Desa Wanajaya Tahun 2005 .................. 84

20. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor-faktor Produksi ............................... 86

Page 15: A05phm Libre

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi Total dan Hubungannya Dengan Produk Marjinal

dan Produk Rata-rata (Doll dan Orazem, 1984) ............................................... 34

2. Bagan Prosedur Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang ............................... 53

Page 16: A05phm Libre

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Regresi Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya ......................................... 94

2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi

Di Indonesia, Tahun 2001-2005 ....................................................................... 95

3. Produktivitas Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia,

Tahun 2001-2005 (Kwintal/Ha) ....................................................................... 96

4. Produktivitas Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia,

Tahun 2001-2005 (Dalam Ton) ........................................................................ 97

5. Penggunaan Faktor- faktor Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa

Wanajaya, Musim Tanam November-April Tahun 2005 ................................. 98

6. Pengeluaran Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya Musim

Tanam November-April Tahun 2005 ............................................................... 99

7. Kuesioner Analisis Pendapatan dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi

Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Karawang ................ 100

Page 17: A05phm Libre

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara konsumen beras terbesar ketiga di dunia

setelah China dan India1. Apabila salah satu dari negara tersebut mengalami

penurunan produksi dan harus mengimpor untuk mencukupi kebutuhan

domestiknya, maka harga beras dunia akan segera mengalami kenaikan secara

signifikan. Impor beras terbesar dialami Indonesia pada tahun 1999 dimana

Indonesia mengimpor sekitar 4.7 juta ton beras meskipun harus membayar 280

Dollar AS per ton beras untuk mencukupi kebutuhan beras domestik. Pemerintah

karenanya harus mengeluarkan biaya sekitar 1.3 miliar Dollar AS untuk

mengimpor 4.7 juta ton beras1.

Permintaan terhadap beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan

populasi dan kenaikan tingkat pendapatan penduduk. Sedangkan pertambahan

produksi beras senderung lebih kecil dan tidak mampu mengimbangi pertambahan

tingkat permintaan beras (Sidik, 2004). Impor beras nasional cenderung

meningkat misalnya dari 615 ribu ton pada tahun 1991 menjadi sekitar 3 juta ton

pada tahun 1995 dan pada tahun 1996 mencapai sekitar 3 juta ton akibat musim

kemarau panjang dan bahkan sempat meningkat drastis hingga sekitar 6 juta ton

pada tahun 1998 akibat terjadinya krisis moneter yang mengakibatkan kenaikan

secara drastis pada harga input pertanian seperti pupuk dan pestisida yang bahan

bakunya sebagian besar diimpor. Laju peningkatan produksi padi cenderung

menurun, sedangkan laju permintaan beras akan selalu meningkat seiring

peningkatan laju pertumbuhan penduduk.

1 www.faostat.fao.org, 2005

Page 18: A05phm Libre

Belum berhasilnya upaya diversifikasi, baik dari sisi produksi maupun

konsumsi pangan, menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia masih

sangat tergantung pada satu jenis bahan pangan yaitu beras. Hingga saat ini

lebih dari setengah jumlah kalori dan lebih dari 40 persen karbohidrat yang

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari beras. Menurut FAO

(2004)1, rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi sekitar 200 kilogram

beras per kapita per tahun . Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan

produksi dan produktivitas beras dianggap masih relevan untuk mengatasi

masalah peningkatan tingkat permintaan beras dan tingginya impor beras

Indonesia.

Tabel 1. Volume Beras yang Diperdagangkan di Dunia dan Impor Beras

Indonesia Tahun 1991-2000

Tahun Perdagangan Beras

Dunia (Ton)

Impor Beras

Indonesia (Ton)

Persentase Terhadap

Beras Dunia

1991 58.578.212 615.385 10,51

1992 5.263.940 2.615.384 49,68

1993 252.121 156.846 61,02

1994 4.293.138 1.076.924 25,08

1995 6.486.440 3.076.924 47,43

1996 15.389.948 4.615.304 29,99

1997 5.856.188 3.480.750 59,44

1998 28.025.000 6.080.000 21,70

1999 25.150.000 4.183.000 16,50

2000 22.350.000 1.513.000 6,70 Sumber : Situs FAO (http//www.FAO.org/trade/balance), 2000.

Untuk memenuhi kebutuhan beras dalam jangka panjang, pemerintah

mulai mengarahkan perhatiannya kepada pengembangan pertanian di daerah lahan

kering, mengingat ketersediaan lahannya yang cukup luas (Ruchyat, 1993 dalam

Maryono, 1996). Berdasarkan potensi, 80 persen dari luas lahan pertanian

Page 19: A05phm Libre

Indonesia adalah lahan kering. Untuk tetap mempertahankan swasembada pangan,

maka corak pertanian di masa yang akan datang adalah pertanian lahan kering

(Dwijatmiko, 1991 dalam Maryono, 1996).

Sutari (1982) dalam Netty (1996) mengatakan bahwa lahan kering yang

diusahakan dengan tepat dapat menghasilkan berbagai komoditas

dengan produktivitas yang lebih besar dibandingkan lahan sawah (basah). Selain

itu lahan kering memiliki kedudukan strategis karena :

(a) Lahan kering menempati areal terluas dibandingkan dengan lahan jenis air

seperti sawah, rawa, dan pasang surut.

(b) Lahan kering diperkirakan seluas 123 juta hektar atau 62 persen dari luas

total daratan Indonesia.

(c) Lahan kering merupakan sumber utama penghasil komoditi pertanian untuk

tanaman pangan, sandang, perumahan, dan lain- lain.

(d) Pemanfaatan lahan kering yang semakin meningkat merupakan

pertimbangan penting dalam program pemerintah selanjutnya.

1.2. Perumusan Masalah

Produksi padi nasional masih didominasi padi sawah sedangkan

sumbangan padi ladang masih sangat rendah karena produktivitas dan luas

tanam padi ladang yang jauh lebih rendah daripada produktivitas dan luas

tanam padi sawah. Produktivitas rata-rata padi ladang pada tahun 2004 baru

mencapai 25.68 kwintal per hektar, sementara sumbangan padi ladang

terhadap produksi padi nasional pada tahun yang sama hanya sekitar 5.3

Page 20: A05phm Libre

persen dengan luas panen sekitar 9.4 persen dari total luas panen padi

nasional2.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2004

Jenis Luas Panen

(Ha)

Produktivitas*

(Ku/Ha)

Produksi*

(Ton)

Padi Sawah 10.843.004 47,45 51.446.191

Padi Ladang 1.127.034 25,68 2.895.112

Padi Total 11.970.038 45,40 54.341.303 Sumber : Situs Deptan (www.deptan.go.id/ditjentp), 2004 *

) Gabah Kering Giling

Jika dibandingkan dari segi laju pertumbuhan produksi, padi ladang juga

masih jauh lebih rendah daripada padi sawah, dimana dari tahun 1969 hingga

1989 produksi padi ladang hanya mengalami peningkatan kira-kira sebesar 45

persen yaitu dari 1.622 ribu ton pada tahun 1969 menjadi 2.345 ribu ton pada

tahun 1989, sementara produksi padi sawah mengalami peningkatan kira-kira

sebesar 140 persen atau meningkat sebesar 24.6 juta ton.

Menurut Ruchyat (1993) dalam Maryono (1996), rendahnya produktivitas

padi ladang tidak terlepas dari keterbatasan faktor tanah, topografi dan iklim pada

lahan kering. Lahan kering mempunyai karakteristik antara lain : (1) tanah kurang

subur, (2) topografi umumnya berlereng sehingga mudah tererosi, (3) curah hujan

rendah. Di samping itu kenyataan juga menunjukkan bahwa keterbatasan faktor

produksi usahatani (lahan, tenaga kerja dan modal) serta pengetahuan petani di

daerah lahan kering menyebabkan pola tanam yang selama ini diusahakan masih

bersifat subsisten. Dari kenyataan tersebut adalah hal yang wajar bila

produktivitas rata-rata padi ladang jauh lebih rendah daripada produktivitas rata-

2 www.deptan.go.id/ditjentp, 2004

Page 21: A05phm Libre

rata padi sawah dengan tingkat kesuburan tanah yang jauh lebih tinggi, pengairan

yang lebih teratur, dan topografi yang lebih baik untuk usahatani padi.

Tingkat produktivitas padi ladang yang rendah dan laju perkembangan

produksi padi ladang yang relatif lamban juga diakibatkan permasalahan yang

dihadapi usahatani padi ladang relatif lebih kompleks daripada permasalahan padi

sawah. Kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada peningkatan produksi dan

produktivitas padi sawah dibandingkan padi ladang merupakan salah satu

contohnya, meskipun hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat

produktivitas padi sawah yang jauh lebih tinggi dengan kendala peningkatan

produktivitas padi sawah yang jauh lebih ringan daripada kendala peningkatan

produktivitas padi ladang.

Meskipun sumbangan padi ladang terhadap produksi nasional relatif kecil,

tetapi padi ladang ditanam hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Bahkan

sebagian daerah sangat menggantungkan ketersediaan dan kebutuhan berasnya

pada produksi padi ladang. Pertanian padi ladang banyak dijumpai di daerah

transmigrasi lahan kering dan daerah yang topografi lahannya didominasi

perbukitan atau lahan kering dan tidak mendapat fasilitas irigasi (Wana, 2000).

Berdasarkan uraian di atas, maka posisi usahatani padi ladang akan

semakin penting bagi masa depan pertanian Indonesia secara umum dan sangat

potensial bagi peningkatan ketahanan pangan nasional. Permasalahan usahatani

padi ladang relatif lebih kompleks daripada padi sawah. Usahatani padi ladang

memerlukan identifikasi lebih rinci dan jelas pada masing-masing daerah

produsen padi ladang. Identifikasi yang dimaksud antara lain meliputi penelitian

tentang peningkatan teknik budidaya yang ada supaya produktivitas lahan kering

Page 22: A05phm Libre

terutama padi ladang dapat ditingkatkan hingga dapat mengimbangi produktivitas

padi sawah bahkan mungkin melampauinya.

Analisis terhadap aspek produksi merupakan salah satu pendekatan yang

penting dalam kebijaksanaan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama

yang menjadi makanan pokok masyarakat. Pendekatan ini dilakukan untuk

mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas dan efisiensi ekonomi

pengusahaan padi ladang. Dengan pendekatan ini akan diketahui alternatif

produksi yang paling tepat dalam waktu yang telah ditentukan sehingga nantinya

dapat menjadi salah satu informasi yang berguna dalam pembuatan kebijakan

pertanian seperti halnya dalam usahatani padi ladang. Penentuan alternatif

produksi padi ladang tentu juga harus mempertimbangkan karakteristik

agroklimat yang khas atau unik pada masing-masing daerah produksi disamping

karakteristik sosial ekonominya.

Karawang merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia. Tabel 5

menunjukkan perbandingan produksi gabah kering giling Kabupaten Karawang

dengan Propinsi Jawa Barat dan produksi total keseluruhan di Indonesia. Pada

tahun 1992 total produksi Kabupaten Karawang mencapai 1,007 juta ton atau

mencapai 8,89 persen total produksi Jawa Barat dan 2,08 persen dari seluruh total

produksi di Indonesia.

Tabel 3. Produksi Padi Gabah Kering Giling di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Indonesia Tahun 2004

Tahun Karawang

(Ton)

Jawa Barat

(Ton)

Indonesia

(Ton)

1992 1.007.499 11.320.445 48.240.009

1993 1.007.689 11.188.421 48.181.087

1994 997.796 10.218.744 46.641.524

1995 991.974 11.094.735 49.744.140

1996 997.071 11.152.628 51.101.506

Page 23: A05phm Libre

1997 989.304 10.746.730 49.377.000

1998 737.429 10.209.499 49.237.000

1999 917.879 10.400.411 50.866.000

2000 917.951 11.154.267 51.898.852 Sumber : Situs Deptan (www.deptan.go.id/ditjentp), 2004

Pada tahun 2000 produksi Kabupaten Karawang mencapai 917 ribu ton

sehingga memberikan kontribusi sebesar 8,22 persen dari produksi Jawa Barat dan

1,76 persen dari seluruh total produksi padi nasional yang mencapai 51,8 juta ton.

Dari tabel tersebut juga dapat dilihat mengenai adanya fluktuasi produksi yang

terjadi tahun demi tahun yang menggambarkan adanya ketidakstabilan produksi

padi yang disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi

antara lain2 :

a. Semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada yang disebabkan oleh

berubah fungsinya lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri.

b. Belum berfungsinya saluran irigasi secara maksimal untuk mengairi lahan

sawah dengan merata. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan yang

ketat sehingga saluran irigasi banyak dikuasai oleh beberapa orang untuk

kepentingan sendiri dan kelompok tertentu.

c. Pengaruh faktor cuaca dan iklim yang terus berfluktuasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas pada

penelitian ini adalah :

1. Mengapa produktivitas padi ladang lebih rendah dari padi sawah ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produktivitas padi ladang ?

3. Bagaimana mencapai tingkat penggunaan faktor- faktor produksi yang efisien

secara ekonomis pada cabang usahatani padi ladang ?

Page 24: A05phm Libre

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan

penelitian ini adalah :

1. Menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi ladang.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas padi ladang.

3. Menganalisis efisiensi ekonomis penggunaan faktor- faktor produksi pada

cabang usahatani padi ladang.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak, sebagai

berikut:

1. Sebagai bahan kajian bagi pemerintah dalam merumuskan program dan

kebijakan di bidang pertanian dalam usaha penyempurnaan sistem pertanian

terutama untuk usahatani padi ladang.

2. Sebagai masukan bagi petani agar dapat mengelola usahataninya secara

efektif dan efisien.

3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang akan datang agar dapat

memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang ada.

Page 25: A05phm Libre

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Biologis Tanaman Padi Ladang

Padi ladang merupakan tanaman yang biasa ditanam di lahan kering.

Tanaman ini merupakan tanaman semusim jenis padi (Oryza sativa L.) yang

diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap dan kebanyakan ditanam di

daerah tropika. Jenis tradisional (varietas Genjah) memiliki ciri-ciri : berbatang

tinggi, berumur sedang, anakan sedikit, bentuk gabah bulat dan tahan terhadap

kekeringan (Chang dan Vergara dalam Setiawan, 2000).

Basyir et al., (1995) mengemukakan bahwa siklus hidup tanaman padi

ladang berkisar antara 90 hingga 140 hari, tergantung pada varietasnya. Masa

pertumbuhan padi ladang terdiri dari tiga fase : (1) fase vegetatif, (2) fase

reproduktif, dan (3) fase pemasakan. Fase vegetatif merupakan masa pertumbuhan

batang dan daun (55 hari), sejak masa perkecambahan benih sampai pembentukan

primordial bunga pada ujung batangnya. Fase reproduktif adalah masa dari tahap

munculnya primordia bunga sampai waktu keluar bunga (35 hari). Pada fase ini

tanaman padi ladang sangat sensitif terhadap cekaman lingkungan. Fase

pemasakan adalah masa keluarnya bunga sampai gabah masak, sementara tahapan

yang dilalui adalah masak susu sekitar 92 hingga 110 hari setelah tanam, masak

padat sekitar 102 hingga 120 hari setelah tanam, dan masa penuh sekitar 112

hingga 120 hari setelah tanam.

2.2. Syarat Tumbuh dan Kelayakan Lahan Tanaman Padi Ladang Keberhasilan budidaya tanaman padi ladang ditentukan oleh penyesuaian

tanaman terhadap lingkungan, iklim, dan cuaca. Jika pertumbuhannya baik, hasil

Page 26: A05phm Libre

panen juga akan baik. Menurut Bey dan Las dalam Setiawan (2000), curah hujan

merupakan unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usahatani,

terutama pada lahan kering dan tadah hujan. Pada Lahan tersebut padi ladang

lebih banyak ditanam pada musim hujan karena kebutuhan air bagi tanaman

tergantung sepenuhnya pada curah hujan. Gupta dan O’Toole (1986) menyatakan

bahwa curah hujan merupakan unsur agroklimat berpengaruh dominan terhadap

pertumbuhan dan produkisi padi ladang.

Kelayakan lahan untuk pertanaman padi ladang menurut Jones dan Garrity

dalam Setiawan (2000) didasarkan pada kecukupan dan ketersediaan air.

Kecukupan dan ketersediaan air ditentukan oleh empat faktor yaitu : curah hujan,

lamanya musim tanam, kemiringan lahan, dan tekstur tanah. Atas dasar keempat

faktor tersebut, lahan tanaman padi ladang dikelompokkan menjadi empat kelas

yaitu : sesuai, agak sesuai, kering, dan sangat kering.

Tabel 4. Klasifikasi Kriteria Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi Ladang

Nilai

No Kelas

Kesesuaian Elevasi

(m dpl)

Lereng

(%)

MT

(Bulan)

CH

(mm/th)

Jenis

Tanah

Faktor

Pembatas

1 Sangat Sesuai < 700 < 5 9 1500-3500 Med, Gru,

And, Al Tidak ada

2 Sesuai < 700 < 5 8-May 1500-3500 Med, Gru MT pendek

3 Sesuai < 700 < 5 > 4 1500-3500 And, La,

Pod, Al

Kesuburan tanah

rendah-sedang

4 Agak Sesuai < 700 20 May > 4 1500-3500

Med, Gru,

And, La,

Pod, Al

Keterbatasan air

5 Agak Sesuai 700-900 < 20 > 4 > 1500

Med, Gru,

And, La,

Pod, Al

Suhu, RH, dan

topografi

6 Tidak Sesuai < 900 20 > 4 > 1800 Reg Fisik dan kimia

tanah

7 Tidak Sesuai > 900 > 20 - > 3500 - Suhu dan radiasi

8 Tidak Sesuai - - < 4 < 1500 - Kekurangan air

Sumber : Jones and Garrity dalam Setiawan (2000)

Keterangan : MT = musim tanam, periode saat air tanah

cukup bagi pertumbuhan tanaman, Med = mediteran, Gru = grumosol, And = andosol, La = latosol,

Pod = podsolik, Al = aluvial, Reg = regosol, CH = curah hujan,

Page 27: A05phm Libre

Lingkungan tumbuh akan mendukung pertumbuhan padi ladang apabila

memiliki tekstur tanah halus hingga sedang, kemiringan lahan 0 sampai 8 persen,

curah hujan tinggi (lebih besar dari 1500 mm per tahun) dan musim tanaman

panjang, yaitu 5 hingga 12 bulan per tahun. Ketinggian areal pertanaman padi

ladang bervariasi mulai dari dataran rendah sampai dataran dengan ketinggian

1500 meter di atas permukaan laut, bertopografi datar, bergelombang, dan

berbukit.

Unsur iklim yang berperan dalam keberhasilan budidaya tanaman padi

ladang adalah radiasi dan suhu udara (Basyir et al., 1995). Intensitas radiasi

matahari yang rendah, menurut Gupta dan O’Toole (1986) merupakan penyebab

rendahnya produksi padi ladang. Sedangkan suhu udara berkorelasi positif dengan

produksi padi selama fase vegetatif melalui jumlah tunas yang dihasilkan, tetapi

berkorelasi negatif dengan produksi gabah selama fase pengisian gabah hingga

masa panen (Murata 1976 dalam Setiawan, 2000).

Padi ladang dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Menurut

Madkar et al., dalam Setiawan (2000), pertumbuhan dan hasil padi ladang

dipengaruhi oleh tekstur, struktur, unsur hara, dan pH tanah. Tekstur tanah dengan

kemampuan menyimpan air yang tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi

tanaman padi ladang. Tanah dengan kemampuan menyimpan air yang rendah

dapat menimbulkan masalah kelembabam yang rendah setelah hujan berhenti. Hal

ini dapat menyebabkan ketersediaan unsur hara dalam tanah akan menurun (Gupta

dan O’Toole, 1986). Menurut De Datta dalam Setiawan (2000), perubahan unsur

hara dalam tanah merupakan salah satu faktor yang membatasi produktivitas

tanaman pada lahan kering. PH tanah yang sesuai untuk pertumbuhan padi ladang

Page 28: A05phm Libre

berkisar antara 5.5 hingga 6.5. pada pH yang lebih rendah dari 5.0 padi ladang

dapat mengalami gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al, sedangkan

bila lebih dari 7.0 dapat menyebabkan tanaman padi ladang mengalami kekahatan

unsur Zn (Gupta dan O’Toole, 1986).

2.3. Budidaya Padi Ladang

2.3.1. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan pada musim kering sebelum hujan turun, atau

segera setelah tanaman yang mendahuluinya dipanen. Teknih pengolahan tanah

adalah sebagai berikut :

(1) Tanah dibajak atau dicangkul dua kali atau lebih hingga tanah cukup gembur

dan bersih dari rerumputan. Pengolahan tanah harus sampai kedalaman

sedikitnya 25 sentimeter. Pada tanah yang berat (tanah padat dan keras),

dilakukan pengolahan pendahuluan dengan menggunakan garpu. Tanah

lapisan bawah sedapat mungkin terangkat dan dibalik ke bagian atas.

(2) Pada waktu membajak atau mencangkul yang kedua kali, pupuk organik

ditebarkan sebanyak sekitar 20 ton per hektar dengan menggunakan pupuk

hijau, pupuk kandang atau kompos.

(3) Setelah tanah dibajak, tanah harus dihaluskan dengan garpu atau cangkul satu

atau dua kali hingga tanah cukup halus.

(4) Dijaga agar tidak terjadi penggenangan air, karena dapat mengancam

kehidupan sekeliling petak, dengan cara membuat petakan-petakan berukuran

10 × 5 meter atau dengan membuat bagian tengah tegalan lebih tinggi

daripada pinggirannya.

Page 29: A05phm Libre

(5) Tanah dibiarkan saja sambil menunggu benih ditanam pada waktu permulaan

musim hujan.

2.3.2. Pemilihan Benih

Benih yang bermutu adalah yang murni dengan kandungan air maksimal

14 persen, bersih dari campuran atau kotoran-kotoran, bebas dari hama dan

penyakit, segar dan daya berkecambah tinggi (minimal 80 %). Benih yang dipilih

adalah benih yang tenggelam apabila benih dimasukkan dalam larutan garam atau

larutan abu dapur, yang berat jenisnya sekitar 1.01. Benih yang melayang atau

terapung jangan dijadikan benih.

2.3.3. Penanaman

a. Waktu tanam

Waktu tanam sebaiknya dalam bulan Oktober dan November, tetapi

tergantung pada awal musim penghujan, yaitu setelah dua atau tiga kali turun

hujan. Jika menanamnya bersamaan periode berlangsungnya hujan yang terus

menerus, ada kemungkinan benih tersebut terbawa air atau terdorong lebih jauh

masuk ke dalam tanah dan juga dapat berakibat kurang baik untuk tanaman muda

karena akan mengakibatkan gangguan hama dan penyakit yang hebat.

b. Cara menanam

Ada berbagai cara yang dapat digunakan dalam menanam, diantaranya

adalah :

1. Disebar merata langsung ke permukaan tanah. Cara ini kurang lazim karena

membutuhkan banyak benih yaitu sekitar 50 sampai 100 kilogram per hektar.

2. Membuat aluran dengan kayu berujung runcing yang digariskan di atas tanah

atau dengan cangkul atau kored dengan jarak antara aluran sekitar 60

Page 30: A05phm Libre

sentimeter sedalam 3 sentimeter. Ke dalam aluran ditaburkan benih kemudian

ditutup dengan tanah. Pemakaian benih kurang lebih 30 sampai 40 kilogram

per hektar.

3. Dengan tugal. Pada jarak tertentu dibuat lubang dengan tugal, sedalam 3

hingga 5 sentimeter. Untuk tiap lubang ditanam benih sebanyak 5 hingga 7

butir. Jarak tanam pada tanah yang subur 15 × 20 sentimeter, sedangkan pada

tanah yang kurang subur 15 × 40 sentimeter. jarak tanam yang terbaik adalah

20 × 20 sentimeter. setelah benih dimasukkan, lubang benih ditutup dengan

campuran pupuk P, K, dan pupuk kandang, atau campuran antara pupuk P, K,

dan abu (debu atau tanah halus).

4. Tumpangsari dengan tanaman lain dengan pengaturan sebaik-baiknya

sehingga tidak merugikan tanaman pokok. Tumpangsari dengan jagung dapat

diatur dengan jarak tanam jagung 150 × 60 sentimeter. Pengaturan jarak

tanam yang sebaik-baiknya disamping akan mempertinggi hasil, juga akan

memudahkan dalam melakukan kegiatan lain di dalam pertanaman seperti

penyiangan, pemberantasan hama, dan lain- lain.

2.3.4. Pemupukan

a. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk

hijau, pupuk kandang atau pupuk kompos). Pupuk hijau misalnya dengan

menggunakan Crotalaria juncea ditanam 4 hingga 6 bulan sebelum tanah

ditanami padi ladang. Pupuk hijau ini ditanam berbaris dengan jarak antar

barisan sekitar 90 hingga 120 sentimeter. Di sela-selanya dapat ditanami

jagung, ketela, kacang hijau dan sebagainya. Pada permulaan musim hujan

pupuk hijau ditebang dan dikuburkan pada waktu pengolahan tanah.

Page 31: A05phm Libre

b. Pupuk kandang dan kompos diberikan dengan pengolahan tanah karena pupuk

tersebut lama hancurnya. Kebutuhan pupuk kandang atau kompos sekitar 15

hingga 20 ton setiap hektar.

c. Pupuk organik (pupuk buatan) pada umumnya diberikan dengan dosis 60

sampai 90 kilogram N, 30 kilogram P2O5, dan 30 kilogram K2O tiap hektar.

Pupuk N (1,5 hingga 2 kwintal urea per hektar) diberikan dua kali, setengah

pada saat 3 sampai 4 minggu sesudah benih ditugalkan dan setengah sisanya

pada umur 6 sampai 7 minggu, yaitu masing-masing pada saat dilakukan

penyiangan (dua bulan sejak benih ditugalkan). Pupuk fosfat (0.75 kwintal

TSP) bersama dengan pupuk K (0.5 kwintal KCl) diberikan waktu penanaman

sebagai pupuk dasar setelah dicampur dengan pupuk kandang, abu atau debu

atau tanah halus. Perbandingan campuran pupuk fosfat, kalium, dan pupuk

kandang adalah 0.75 : 1 : 20 (0.75 kwintal TSP + 1 kwintal ZK + 20 kwintal

pupuk kandang). Jika abu atau debu halus sebagai campuran digunakan, maka

perbandingannya adalah 1 : 1 : 5.

Cara pemberiannya adalah dengan membuat garitan sepanjang barisan

tanaman, diisi dengan pupuk lalu ditutup lagi dengan tanah. Bila pada pemberian

pertama di sisi yang satu dari tanaman, maka pada pemberian kedua hendaklah

pada sisi lain yang berlawanan. Pupuk organik meliputi sisa-sisa tanaman atau

hewan. Pupuk organik sangat bermanfaat pada tanah-tanah kering untuk

memperbaiki struktur tanah. Tanah yang cukup mengandung bahan organik akan

lebih remah dan memiliki daya menahan air yang lebih besar. Tanah dengan sifat

yang demikian sangat sibutuhkan untuik tanaman padi ladang. Pupuk organik

terdiri dari kompos ataupun pupuk kandang. Salah satu kelemahan pupuk organik

Page 32: A05phm Libre

adalah kadar haranya yang rendah. Untuk mencukupi kebutuhan hara bagi

tanaman dalam satu hektar, diperlukan sekitar 10 sampai 30 ton bahan organik. Di

samping itu pupuk organik sering mengandung biji-biji gulma sehingga dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman. Kompos disebar pada waktu pembajakan

terakhir, dan pupuk buatan disebar pada waktu penggaruan terakhir.

2.3.5. Pemeliharaan

a. Penyulaman

Sejak tanaman berumur seminggu sampai umur tiga minggu tanaman padi

ladang masih boleh disulam, kadang-kadang sesudah umur satu bulan masih

disulam, tetapi yang digunakan untuk menyulam adalah bibit yang diambil dari

rumpun yang besar.

b. Penyiangan

Penyiangan atau pemberantasan gulma dapat dilakukan dengan cara

mekanis atau dengan cara kimiawi. Penyiangan pertama dilakukan pada waktu

tanaman berumur tiga sampai empat minggu. Setelah penyiangan, tanah di

sekeliling tanaman padi dibumbun (didangir) atau dihancurkan sedikit agar

pembuangan air lebih mudah. Penyiangan kedua pada saat tanaman berumur 60

hari. Tanah di sela-sela tanaman dicangkul supaya renggang dan gembur. Kira-

kira satu hingga dua minggu sebelum malai padi keluar, tanaman sebaiknya

dibumbun.

2.3.6. Panen dan Pengolahan Hasil Panen

Untuk jenis-jenis yang mudah rontok, panen dilakukan pada stadia masak

kuning yaitu apabila seluruh pertanaman nampak kuning, kecuali buku-buku

sebelah atas yang masih hijau. Isi gabah sudah mengeras tetapi bila dipijit dengan

Page 33: A05phm Libre

tangan isi gabah mudah pecah. Sedangkan untuk jenis-jenis yang tidak mudah

rontok, panen dilakukan pada stadia masak penuh. Cara mengetam,

menggabahkan, mengeringkan dan mengolahnya selanjutnya sama dengan cara-

cara pada padi sawah.

2.3.7. Hama dan Penyakit

Hama yang sering mendatangkan bahaya pada tanaman padi ladang dan

perlu diperhatikan antara lain: lalat bibit yang dapat mengurangi kemampuan

bertunas bahkan mematikan tanaman berumur setengah hingga satu setengah

bulan, walang sangit yang menyebabkan kosongnya sebagian dari malai, kepik

padi hijau, penggerek batang, ulat tentara, tikus, babi hutan, burung, dan lain- lain.

Sedangkan penyakit yang umumnya menyerang padi ladang adalah penyakit

bercak daun (Pyricularia oryzae), penyakit bercak daun Helminthosporium

oryzae, Phytium sp, dan lain- lain.

2.4. Sistem Perladangan di Indonesia dan Perkembangannya

Menurut Soekartawi (1986), ladang atau tegalan adalah suatu lahan

usahatani pada lahan kering yang biasa dipakai untuk usaha bercocok tanam.

Tanaman yang biasa dibudidayakan adalah tanaman yang berumur pendek seperti

padi ladang, jagung, tanaman jenis kacang-kacangan dan umbi-umbian.

Perladangan merupakan wujud dari peradaban jaman dulu yang berlangsung turun

temurun dan masih berkembang hingga sekarang. Praktek perladangan menurut

data arkeologi sudah dimulai pada saat manusia pertama kali mengubah jaman

berburu dan mengumpulkan tanaman liar ke sistem berproduksi tanaman dan

beternak dengan budidaya yang masih primitif.

Page 34: A05phm Libre

Demikian pula Pelzer dalam Geertz (1963) mengatakan bahwa

perladangan itu ditandai oleh tidak adanya pembajakan, input tenaga-tenaga

sedikit dibandingkan dengan bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan

tenaga hewan ataupun pemupukan dan tidak adanya konsep pemilikan tanah

pribadi. Peladang pada umumnya hidup berpencar berjauhan satu dengan yang

lain, baik antara tempat tinggal di dalam desa maupun antar desa yang satu

dengan lainnya. Hal ini bukan karena sifat peladang yang enggan untuk hidup

berdekatan, melainkan merupakan usaha ntuk menyesuaikan antara kepentingan

beercocok tanam dengan keadaan alamnya (Soemarwoto, 1978 dalam Hariyanto,

1994).

Berdasarkan jangka waktu rotasinya, Dinas Kehutanan Kalimantan Barat

(1981) dalam Hariyanto (1994), mengelompokkan pola perladangan menjadi:

a. Berladang berpindah tanpa siklus dan tidak memiliki pemukiman tetap.

b. Berladang dengan siklus panjang, terkadang memiliki pemukiman tetap.

c. Berladang dengan siklus sedang diatas tujuh tahun dan memiliki pemukiman

tetap, terkadang memiliki kebun.

d. Berladang dengan siklus pendek sekitar lima tahun, memiliki pemukiman

tetap dan kebun.

e. Berladang setiap tahun.

Menurut Ditjen Kehutanan Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi

(1981) dalam Hariyanto (1994) beberapa sistem perladangan yang ada di

Indonesia adalah :

a. Sistem rotasi alami, yang merupakan sistem yang paling sederhana. Lahan-

lahan bekas perladangan yang sedang menurun produktivitasnya, baik karena

Page 35: A05phm Libre

tingkat kesuburannya sudah berkurang atau besarnya gangguan gulma,

diserahkan begitu saja kepada kekuatan alam untuk merehabilitasi dirinya

melalui suksesi alami. Sistem ini terdapat dipedalaman Kalimantan.

b. Sistem tanaman sela, merupakan suatu peningkatan dari sistem rotasi alami.

Lahan- lahan perladangan pada saat penggarapan pertama sudah ditanami

tanaman sela yang ditanam dalam bentuk larikan sejajar kontur, sehingga

dapat berfungsi sebagai pencegah erosi serta penyubur tanah. Tanaman sela

itupun dibiarkan tumbuh sehingga suksesi alami berjalan lebih cepat. Sistem

ini ditemui di Nusa Tenggara Timur terutama Kupang.

c. Sistem tumpang sari. Sejak saat pertama penggarapan ladangnya, para

peladang menanam tanaman keras secara bersamaan dengan tanaman

pangan. Jenis-jenis tanaman keras yang dipilih adalah yang mempunyai

prospek ekonomis baik seperti karet, kelapa, lada, kopi dan cengkeh. Sistem

ini terdapat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Lampung dan

Sumatera Selatan.

d. Sistem talun, yang merupakan perkembangan dari sistem rotasi alami,

sebagai akibat masuknya pertimbangan pemilihan jenis tanaman yang

disesuaikan dengan keadaan pasar dan kondisi fisik lahannya. Yang

dimaksud dengan talun adalah lapangan yang ditanami dengan berbagai

macam pohon, baik kayu-kayuan maupun buah-buahan. Jenis dan susunan

pepohonan tersebut dibuat sedemikian sehingga mempunyai prospek

ekonomis serta sesuai dengan kebutuhan pemiliknya. Sistem talun ini muncul

atau dikenal terdapat di daerah Jawa Barat.

Page 36: A05phm Libre

Simon (1981) dalam Hariyanto (1994), mengemukakan bahwa

perladangan hampir selalu dilakukan dengan cara yang sama. Secara kronologis

pekerjaan yang dilakukan adalah :

a. Pemilihan tempat, dengan urutan prioritas dari yang paling disukai : hutan

perawan, hutan sekunder, belukar dan yang terakhir padang alang-alang.

b. Menebas, yaitu : pemotongan belukar kecil dengan menggunakan parang

c. Menebang, yaitu : memotong pohon berdiameter besar dengan menggunakan

kapak (beliung).

d. Membakar daun dan ranting yang sudah kering. Pembakaran ini selain

ditujukan untuk membersihkan lahan dari sisa-sisa penebasan dan

penebangan, juga berguna untuk mengurangi keasaman tanah.

e. Menugal dan menanam biji. Menugal adalah membuat lubang- lubang pada

permukaan tanah dengan menggunakan ranting atau dahan yang

diruncingkan ujungnya (tuga l) dimana biji-biji padi kemudian dimasukkan.

f. Merumput, yaitu : pekerjaan mencabut/membunuh rumput-rmput yang

tumbuh diantara tanaman padi, karena bila rumput dibiarkan tumbuh lebat,

maka tanaman padi akan tertekan sehingga hasilnya sangat rendah.

g. Menjaga tanaman dari serangan hama seperti babi hutan.

h. Mengetam atau memanen hasil padi.

Selain itu ada kegiatan lain yang menurut Dove (1988) dalam Hariyanto

(1994), pada dasarnya tidak berurutan yaitu : (a) memanen hasil tanaman bukan

padi, (b) membat pondok diladang, (c) membuat alat-alat untuk bekerja di ladang.

Bila ditinjau dari aspek ekonomi peladang berpindah (perladangan) dicirikan oleh

produktivitas yang rendah. Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh peladang

Page 37: A05phm Libre

juga ditunjukkan oleh ketidakpastian hasil yang disebabkan tingginya pengaruh

iklim, hama dan penyakit. Dengan sifat perladangan yang masih tradisional upaya

pengendalian terhadap hama dan penyakit juga dilaksanakan dengan cara yang

sederhana. Padahal bila dilihat dari lingkungan sistem perladangan kemungkinan

uuntuk terserang hama dan penyakit sangat tinggi dan upaya pengendalian lebih

sulit.

Produktivitas yang rendah cenderung diikuti pula oleh rendahnya kualitas

produksi yang dihasilkan. Akibatnya harga jual produksi yang dihasilkan rendah,

ditambah lagi dengan belum adanya prospek pemasaran hasil produksi dan sifat

komoditi yang dihasilkan masih bersifat musiman. Keseluruhan faktor- faktor di

atas menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan usahatani peladang berpindah

(Simon, 1981 dalam Hariyanto, 1994).

Dari aspek sosial peladang dicirikan oleh rendahnya tingkat pendidikan,

tingkat ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki peladang dalam pengelolaan

lahan serta tingginya angka kelahiran dan kematian penduduk karena masih

rendahnya tingkat kesehatan. Tempat tinggal yang berpencar dan kemungkinan

pindah mengikuti rotasi perladangan, menyebabkan anak-anak peladang sangat

sulit untuk mengikuti pendidikan formal secara teratur. Bagi pemerintah pun tidak

mudah untuk menyelenggarakan fasilitas pendidikan dan fasilitas sosial lainnya,

bukan karena biayanya yang menjadi mahal, tetapi juga kegunaannya tidak

mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Oleh karena itu sebagian dari

peladang tidak berpendidikan sama sekali. Masyarakat di Kalimantan Timur,

seperti yang dikemukakan Simon (1981) dalam Hariyanto (1994), 61 persen tidak

Page 38: A05phm Libre

pernah sekolah, sedang 27 persen hanya pernah sekolah tidak lebih dari kelas tiga

sekolah dasar.

2.5. Perilaku Ekonomi Petani

Perilaku ekonomi mempunyai tiga hal yang patut diperhatikan (Scott,

1981), yaitu resiko, ketidakpastian, serta keuntungan. Istilah resiko dimaksudkan

kepada terjadinya kemungkinan merugi atau possibility of loss, jadi peluang akan

terjadinya merugi akan diketahui terlebih dahulu. Sedangkan ketidakpastian

adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan sebelumnya, karena peluang terjadinya

merugi belum diketahui sebelumnya (Soekartawi et al., dalam Satria, 1995).

Dillon et al. dalam Soekartawi (1986) memberikan indikasi bahwa

sebagian besar petani subsistem mempunyai keengganan memikul resiko, dengan

kecenderungan yang lebih besar pada pemilik lahan sempit dan umumnya dari

petani penyakap. Pada petani kecil perolehan pendapatan usahataninya akan lebih

banyak digunakan untuk mengembangkan usahataninya. Dalam banyak hal,

sering ditemui bahwa semakin kecil petani melakukan capital formation dalam

usahataninya, karena kelebihan pendapatan sering digunakan untuk kepentingan

lainnya.

Scott (1981), menjelaskan adanya perilaku enggan menerima resiko dalam

pengambilan keputusan petani disebabkan oleh adanya dilema ekonomi petani

sentral yang dihadapi oleh kebanyakan rumah tangga petani. Kehidupan petani di

pedesaan begitu dekat dengan batas subsistensi, serta selalu mengalami

ketidakpastian cuaca dan tuntutan-tuntutan dari pihak luar, dan karena itu kondisi

tersebut menyebabkan rumah tangga petani tidak banyak mempunyai peluang

untuk menerapkan keuntungan maksimal dalam berusahatani. Sifat khas yang

Page 39: A05phm Libre

senantiasa ada pada diri petani ialah berusaha menghindari kegagalan yang akan

menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar

dengan mengambil resiko. Dengan kata lain petani berusaha meminimumkan

keuntungan subjektif dari kerugian maksimum. Perilaku demikian yang disebut

juga perilaku safety first atau mendahulukan keamanan merupakan ciri umum

petani. Bukan saja petani miskin yang memiliki perilaku tersebut, tetapi sebagian

besar petani menengah juga bertindak serupa.

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai usahatani padi ladang atau padi gogo

dilakukan oleh Susanto (2004). Penelitian ini melakukan analisis tentang

pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani padi ladang secara

tumpangsari dengan jagung di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan petani dari produksi

padi ladang per hektar per musim tanam sebesar Rp.1.348.100,- dengan harga jual

rata-rata sebesar Rp.1.700,- per kilogram dan produksi padi ladang per hektar

rata-rata sebesar 793 kilogram dalam bentuk gabah kering panen. Sedangkan rata-

rata jagung yang dihasilkan per hektar sebesar 1.438 kilogram dengan harga jual

rata-rata Rp.450,- per kilogram, sehingga penerimaan dari produksi jagung

sebesar Rp.647.100,-. Jadi, total penerimaan petani dari usahatani padi ladang

yang ditumpangsari dengan jagung sebesar Rp.1.995.200,-.

Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang tumpangsari

dengan jagung sebesar Rp.683.091,- sedangkan biaya total sebesar Rp.1.824.575,-

. Dengan komposisi biaya seperti ini, pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh

petani adalah sebesar Rp.1.312.109,- sedangkan pendapatan atas biaya total

Page 40: A05phm Libre

sebesar Rp.170.625,- Jadi rasio R/C atas biaya tunai diperoleh sebesar 2.92, dan

rasio R/C atas biaya total sebesar 1.09. Hal ini berarti dari segi analisis pendapatan

usahatani padi ladang secara tumpangsari dengan jagung menguntungkan karena

penerimaan yang lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan.

Dari analisis model fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilakukan

Susanto (2004), diperoleh hasil F-hitung yang nyata pada taraf kepercayaan 95

persen, dan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 74.5 dengan nilai koefisien

determinasi terkoreksi (R2-adjusted) sebesar 67.8. Nilai R2-adjusted sebesar 67.8

berarti bahwa 67.8 persen kergaman pada nilai produksi dapat dijelaskan oleh

variabel bebas yang digunakan dalam fungsi produksi yaitu luas lahan, jumlah

benih, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Sedangkan 32.2

persen lainnya dari keragaman nilai produksi dipengruhi faktor- faktor lain di luar

model regresi. Faktor- faktor lain di luar model yang diduga berpengaruh tersebut

adalah tingkat kesuburan lahan, intensitas serangan hama, dan faktor iklim.

Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan Susanto (2004), diperoleh hasil

bahwa faktor produksi jumlah benih, pupuk Urea, dan pupuk TSP berpengaruh

nyata terhadap nilai produksi. Sedangkan faktor produksi luas lahan, puuk KCl

dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap nilai produksi pada taraf

kepercayaan yang ditentukan.

Berdasarkan analisis efisiensi dengan rasio NPM dan BKM, diperoleh

hasil bahwa penggunaan faktor produksi pupuk Urea, KCl, TSP, dan tenaga kerja

tidak efisien (berlebihan), yang ditunjukkan oleh rasio NPM dan BKM yang lebih

kecil dari satu. Sedangkan penggunaan faktor produksi luas lahan dan jumlah

benih masih kurang untuk mencapai level efisien. Penggunaan faktor produksi

Page 41: A05phm Libre

yang tidak efisien ini diduga disebabkan oleh pengetahuan petani yang terbatas

akibat tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang rendah serta status

penguasaan lahan.

Penelitian lain mengenai padi ladang dilakukan oleh Rahayu (2001)

dengan judul “Perbandingan Usahatani Padi Ladang Baduy Luar dan Luar Baduy

Dilihat Dari Tingkat Efisiensi dan Subsistensi Usahatani” di Desa Kanekes dan

Desa Jalupang Mulya, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknologi usahatani padi ladang yang

digunakan di wilayah Luar Baduy (Jalupang Mulya) lebih maju dibandingkan

dengan Baduy Luar. Hal ini dilihat dari : tingkat pendidikan, luas lahan garapan,

status penguasaan lahan, pengalaman bertani, jenis alat pengolahan lahan, jenis

varietas padi, pupuk, obat dan cara pengobatan hama dan penyakit tanaman, serta

alat pengolahan padi. Namun dari segi analisis pendapatan dengan menggunakan

analisis rasio R/C, usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar (Kanekes)

menghasilkan nilai rasio R/C yang lebih tinggi daripada Luar Baduy (Jalupang

Mulya), dimana rasio R/C atas biaya total untuk Baduy Luar sebesar 0.26

sedangkan R/C atas biaya total untuk luar baduy sebesar 0.11. Demikian juga

dengan R/C atas biaya tunai untuk wilayah Baduy Luar sebesar 1.22, lebih besar

daripada R/C atas biaya tunai untuk Luar Baduy yang sebesar 0.39.

Rendahnya nilai rasio R/C untuk usahatani padi ladang di wilayah Luar

Baduy diduga disebabkan oleh :

(1) Tingkat kesuburan lahan di wilayah Baduy Luar yang lebih subur

dibandingkan dengan wilayah Luar Baduy, dilihat dari segi intensitas

penggunaan lahan.

Page 42: A05phm Libre

(2) Tingkat upah tenaga kerja luar keluarga di wilayah Luar Baduy lebih tinggi

daripada wilayah Baduy Luar.

(3) Kondisi lingkungan usahatani padi ladang di wilayah Luar Baduy yang

sedang terserang hama dan penyakit.

(4) Penggunaan pupuk dan pestisida yang belum tepat untuk wilayah Luar

Baduy, sementara usahatani padi ladang di wilayah Baduy Luar tidak

menggunakan pupuk dan pestisida sama sekali.

Dilihat dari segi tingkat subsistensi, usahatani padi ladang di wilayah Luar

Baduy tergolong usahatani semi-subsisten mengarah ke komersial (Transisi-

Dinamis), sedangkan usahatani padi ladang untuk wilayah termasuk dalam

usahatani semi-subsisten mengarah ke subsisten (Transisi-Statis). Kesimpulan ini

diambil berdasarkan analisis terhadap : tujuan produksi, nilai rasio upah tenaga

kerja dan rasio faktor input, serta tingkat pendayagunaan lembaga pertanian.

Penelitian yang dilakukan Wana (2000) dengan judul “Analisis Faktor-

faktor Produksi Padi Lahan Kering di Indonesia”, melakukan analisis pendugaan

model respon areal luas panen dan produktivitas padi lahan kering di seluruh

Indonesia. Wana (2000) mengelompokkan Indonesia menjadi tiga daerah regional

yaitu :

Regional I meliputi seluruh provinsi Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Regional II meliputi seluruh provinsi di pulau Sumatera dan Kalimantan.

Regional III meliputi seluruh provinsi di pulau Sulawesi, NTT, Maluku, Timtim,

dan Irian Jaya.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi

produksi luas areal panen padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah :

Page 43: A05phm Libre

harga beras, luas lahan kering, harga jagung, harga ubikayu, harga kedelai, dan

luas areal panen padi tahun sebelumnya. Sedangkan faktor- faktor yang

mempengaruhi produktivitas padi lahan kering (ladang) di seluruh regional adalah

harga pupuk urea, curah hujan, varietas unggul, dan harga pupuk TSP. Penelitian

ini juga memperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi dengan

mengupayakan peningkatan luas areal dan produktivitas padi ladang pada

umumnya tidak responsif terhadap faktor- faktor yang berpengaruh, yang memberi

indikasi bahwa di Indonesia terutama di Jawa peningkatan luas areal panen dan

produktivitas sudah hampir mendekati level optimum. Akan tetapi dalam upaya

memenuhi kebutuhan beras nasional dan mengurangi impor beras, kegiatan

produksi harus tetap ditingkatkan.

Yelni (1999) meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi

produksi dan pendapatan usahatani padi sawah pada jaringan irigasi teknis (Desa

Tinggar Jaya, Kecamatan Jatilawang) dan irigasi sederhana (Desa Losari,

Kecamatan Rawalo), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa tingkat produksi per hektar di daerah irigasi teknis lebih

tinggi daripada daerah irigasi sederhana. Perbedaan tingkat produksi tersebut

24.947 kwintal dalam satu tahun (dua musim tanam). Pendapatan atas biaya tunai

dan biaya total yang diperoleh daerah dengan lahan sawah yang menggunakan

irigasi teknis juga lebih tinggi daripada lahan sawah beririgasi sederhana. Rasio

R/C atas biaya tunai di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 2.7554,

sedangkan di Desa Losari (irigasi sederhana) sebesar 2.4193. Rasio R/C atas biaya

total di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis) sebesar 1.5574 dan di Desa Losari

(irigasi sederhana) sebesar 1.4637. Berdasarkan analisis model fungsi produksi

Page 44: A05phm Libre

dengan menggunakan analisis model Cobb-Douglas, diperoleh hasil bahwa untuk

usahatani padi sawah di Desa Tinggar Jaya (irigasi teknis), faktor-faktor yang

berpengaruh nyata pada a = 0.05 adalah benih dan pupuk, sedangkan faktor- faktor

yang berpengaruh nyata pada 0.05 < a = 0.10 adalah penggunaan pestisida dan

dummy luas lahan. Sedangkan untuk usahatani padi sawah di Desa Losari (irigasi

sederhana), faktor- faktor yang berpengaruh nyata adalah penggunaan tenaga kerja

dan dummy luas lahan.

Wijaya (2002) melakukan penelitian tentang perbandingan pendapatan

dan efisiensi usahatani padi sawah organik (input rendah) dan usahatani padi

sawah konvensional di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Penelitian

ini menyimpulkan bahwa produktivitas padi organik (input rendah) lebih kecil

dibandingkan padi konvensional. Produktivitas padi organik sebesar 4.569 kg/ha

sedangkan produktivitas padi sawah konvensional sebesar 5.263 kg/ha. Rasio R/C

atas biaya tunai dan atas biaya total pada usahatani padi sawah organik didapat

sebesar 2.68 dan 1.72, sedangkan rasio R/C atas biaya tunai dan atas biaya total

pada usahatani padi sawah konvensional sebesar 2.14 dan 1.63.

Berdasarkan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model fungsi

produksi Cobb-Douglas, disimpulkan bahwa usahatani padi organik berada pada

kondisi decreasing return to scale (hasil yang semakin menurun). Faktor- faktor

yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi sawah organik

luas lahan, jumlah pupuk TSP yang digunakan, dan tenaga kerja. Sedangkan

faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada usahatani padi

sawah konvensional adalah luas lahan, jumlah benih yang digunakan, pupuk urea,

pestisida butir, dan penggunaan tenaga kerja.

Page 45: A05phm Libre

Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi dengan menggunakan rasio Nilai

Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal (NPM/BKM) untuk usahatani padi

sawah organik, diketahui bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien.

Hal ini terbukti dari nilai NPM/BKM semua faktor produksi yang tidak sama

dengan satu. Faktor-faktor yang penggunaannya harus ditingkatkan agar dicapai

level efisien adalah luas lahan, pupuk organik, pupuk daun, pestisida butir, dan

tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor yang penggunaannya berlebihan adalah

pupuk urea dan TSP. Untuk faktor benih dan pestisida cair didapat nilai rasio

NPM dan BKM yang negatif, artinya syarat keharusan untuk mencapai level

efisien tidak teroenuhi sehingga penggunaannya untuk mencapai efisien tidak

dapat diramalkan karena rasio NPM dan BKM tidak akan pernah sama dengan

satu (NPM/BKM ? 1).

Page 46: A05phm Libre

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Usahatani

Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam,

kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (T.B.

Bachtiar Rifai dalam Hernanto, 1988). Berdasarkan pengertian di atas, maka

suatu usahatani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut :

a. Adanya lahan dalam luasan dan produk

yang tertentu, unsur ini dalam usahatani

mempunyai fungsi sebagai tempat

diselenggarakannya usaha bercocok

tanam, pemeliharaan hewan ternak dan

tempat keluarga tani bermukim.

b. Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur,

dan lain- lain.

c. Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot,

traktor, pompa air dan lain- lain.

d. Adanya pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan

lain- lain.

Page 47: A05phm Libre

e. Adanya kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi

jalanya usahatani dan menikmati hasil usahataninya.

Soeharjo dan Patong (1973) dalam Soekartawi (1986), mengatakan bahwa

ada dua pola usahatani yang sangat pokok yaitu pola usahatani lahan basah dan

lahan kering. Sedangkan bentuk usahatani terdapat tiga jenis yang menunjukkan

bagaimana suatu kondisi diusahakan yaitu : (1) bentuk khusus dimana petani

hanya mengusahakan satu jenis usaha dari sebidang tanah, (2) bentuk tidak khusus

yaitu usahatani yang terdiri dari berbagai cabang usaha pada berbagai bidang

tanah, dan (3) bentuk campuran yaitu usahatani yang memadukan beberapa

cabang usaha secara bercampur, dimana penggunaan faktor- faktor produksi

cenderung bersaing dan batas pemisahan antara cabang usahatani kurang jelas.

Secara umum dalam setiap rumahtangga usahatani pada hakekatnya

terdapat dua kegiatan ekonomi yaitu kegiatan usaha dan kegiatan rumahtangga

atau keluarga. Keluarga usaha menghasilkan produksi, baik yang dijual maupun

untuk dikonsumsi keluarga atau dipergunakan lagi dalam proses produksi

selanjutnya. Untuk kegiatan rumahtangga pada umumnya bersifat konsumtif.

3.2. Pendapatan Usahatani

Pemenuhan kebutuhan hidup rumahtangga usahatani dicukupi dari

pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa

pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga

kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari

kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau

menjual unsur-unsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi,

menyewakan lahan dan lain sebagainya.

Page 48: A05phm Libre

Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986)

mengemukakan beberapa definisi :

a. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani.

b. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

c. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu

tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

d. Penerimaan total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai

atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

e. Pengeluaran total usahatani merupakan selisih antara penerimaan kotor

usahatani dan pengeluaran total usahatani.

Secara harfiah pendapatan dapat didefenisikan sebagai sisa dari

pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.

Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar

nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan

efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari

investasi yang jumlahnya besar pula.

Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan

melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis pendapatan

usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat

melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan

datang.

Page 49: A05phm Libre

Untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai

keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu

tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga

satuan dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani

adalah nilai penggunaan faktor- faktor produksi dalam melakukan proses produksi

usahatani.

Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya

yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang

dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan

pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani, biaya ini dapat berupa

faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti

sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja

dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana

produksi. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost)

dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak

dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dapat berupa biaya

sewa lahan, pajak dan bunga pinjaman. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya

dipengaruhi jumlah produksi yag dihasilkan. Biaya variabel dapat berupa biaya

yang dikeluarkan untuk benih, pupuk, pestisida dan upah tenaga kerja.

Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan kotor usahatani dan

pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani mengukur pendapatan

kerja petani tanpa memasukkan biaya yang diperhitungkan sebaga i komponen

biaya. Pendapatan kotor usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani

Page 50: A05phm Libre

dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan bersih usahatani mengukur

pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan.

Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan

biaya total usahatani.

3.3. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis)

Menurut Soeharjo dan Patong (1973),

pendapatan yang besar bukanlah sebagai

petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu

usahatani dikatakan layak apabila

memiliki tingkat efisiensi penerimaan

yang diperoleh atas setiap biaya yang

dikeluarkan hingga mencapai

perbandingan tertentu.

Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis

imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada

perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan

usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan

untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula

Page 51: A05phm Libre

penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan

atau usahatani dikatakan menguntungkan.

Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih

besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya

atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan

usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari

satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya

atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang

memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada

keuntungan normal.

3.4. Teori Produksi

Setiap proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-

faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan . Faktor- faktor

produksi seperti lahan, pupuk, tenaga kerja, modal dan sebagainya sangat

mempengaruhi terhadap besar kecilnya produksi yang diperoleh. Keputusan

penggunaan sumber daya atau input, baik dalam kuantitas maupun kombinasi

yang dibutuhkan dalam suatu tingkat produksi ditentukan oleh petani (produsen).

I II III

TP

Y (Produksi)

Page 52: A05phm Libre

Keterangan : TP = Total Produksi MP = Marginal Product (Produk Marjinal)

AP = Average Product (Produk Rata-rata)

Fungsi produksi secara sederhana dapat digambarkan sebagai hubungan

fisik atau hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan

jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu tanpa memperhatikan faktor

harga.

Page 53: A05phm Libre

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, fungsi produksi didefinisikan

sebagai hubungan antara input dengan output yang menunjukkan suatu tingkat

dimana sumberdaya dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu (Doll

dan Orazem, 1984). Dengan kata lain fungsi produksi menggambarkan kombinasi

penggunaan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan suatu tingkat produksi

tertentu.

Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Doll

dan Orazem, 1984) :

Y = f(X1, X2, X3,…,Xn) .......................................................... (3.1)

Keterangan :

Y : Jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi

X1,X2,..,Xn : Faktor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi f : Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor- faktor

produksi ke-n dalam hasil produksi

Menurut Doll dan Orazem (1984),

suatu fungsi produksi dapat dibagi ke

dalam tiga daerah produksi. Daerah

produksi tersebut dapat dibedakan

berdasarkan elastisitas produksi dari

faktor-faktor produksi. Pada Gambar 1,

Page 54: A05phm Libre

ketiga daerah tersebut adalah daerah

dengan elastisitas produksi yang lebih

besar dari satu (daerah I), antara nol dan

satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol

(daerah III).

Daerah produksi I yang terletak antara 0 dan X2, mempunyai nilai

elastisitas produksi lebih besar dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang

selalu lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum belum tercapai, karena

produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih

banyak. Oleh karena itu daerah I disebut sebagai daerah irrasional (irrational

region atau irrational stage of production).

Syarat keharusan untuk tercapainya keuntungan maksimum adalah tingkat

produksi yang terjadi harus berada pada daerah II dalam kurva fungsi produksi.

Pada daerah ini yang terletak antara X2 dan X3, elastisitas produksi bernilai antara

nol dan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan

menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah

nol. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya

makin berkurang (decreasing return to scale). Pada tingkat tertentu dari

penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan

maksimum. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi sudah

Page 55: A05phm Libre

optimal. Oleh karena itu daerah II disebut sebagai daerah rasional (rational region

atau rational stage of production).

Daerah Produksi III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol,

artinya setiap penambahan faktor- faktor produksi akan menyebabkan penurunan

jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian

faktor- faktor produksi yang sudah tidak efisien, sehingga daerah ini disebut juga

sebagai daerah irrasional.

3.5. Efisiensi Ekonomi

Usahatani akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan

maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan

pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama

dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi keuntungan yang diperoleh

usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :

+−=π ∑

=TFCX.PxY.Py

n

1i

ii ……………………………………….. (3.2)

Keterangan : π = pendapatan usahatani Py = harga per unit produksi

i = 1,2,3,….,n Y = hasil produksi

iPx = harga pembelian faktor produksi ke –i

iX = jumlah faktor produksi ke- i yang digunakan dalam proses produksi

TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

Dengan demikian untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan

maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah :

0=−∂∂=

∂∂

i

i

y

i

PxX

YP

X

π

= 0=−∂∂

i

i

PxX

Y

Page 56: A05phm Libre

i

i

PxX

YPy =

∂∂

………………………………………………………….. (3.3)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor

produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor

produksi ke- i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara matematis dapat

dituliskan :

( )Y,Px,PyfX ii = ……………………………………………………… (3.4)

Dengan mengetahui iX

Y

∂∂

sebagai Marginal Product (MPxi) faktor

produksi ke-i, maka persamaan diatas menjadi :

ii PxMPxPy =. ……………………………………………………… (3.5)

Sesuai dengan prinsip keseimbangan marjinal (equi-marginal principle),

bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat

tambahan penggunaan faktor produksi ke- i (Py.MP ix ) harus lebih besar daripada

tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi ke- i tersebut

(P ix ). Penambahan penggunaan faktor produksi berhenti ketika Py.MP ix = P ix .

Pada saat inilah keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan

maksimum dari penggunaan faktor produksi ke-i dinyatakan sebagai berikut :

1.

=i

i

Px

MPxPy ……………………………………………………….. (3.6)

keterangan :

Py.MP ix = Nilai Produk Marjinal (NPM) faktor produksi ke-i

P ix = Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi ke-i

Page 57: A05phm Libre

Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat

tambahan penggunaan faktor produksi ke-i harus sama dengan biaya korbanan

marjinal atas faktor produksi ke-i tersebut atau rasio keduanya sama dengan satu.

Jadi secara umum keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor

produksi akan diperoleh pada saat :

1....3

3

2

2

1

1 =====n

n

Px

PyMPx

Px

PyMPx

Px

PyMPx

Px

PyMPx ………………. (3.7)

Dengan asumsi Py dan P ix merupakan nilai yang konstan, maka hanya

iX

Y

∂∂

yang mengalami perubahan . Ketika Py.MP ix > P ix , maka penggunaan

faktor produksi harus ditambah agar tercapai keuntungan maksimum. Sebaliknya,

jika Py.MPxi < Pxi maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.

Page 58: A05phm Libre

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dari

bulan Mei hingga Juni 2005 sekitar satu

bulan setelah musim panen padi ladang di

lokasi penelitian. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposive yaitu di Desa

Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe,

Kabupaten Karawang. Alasan memilih

Desa Wanajaya sebagai desa tempat

pengambilan data adalah karena desa

tersebut memiliki luas lahan padi ladang

yang paling besar diantara desa-desa lain

di Kecamatan Teluk Jambe.

Page 59: A05phm Libre

Pemilihan Kecamatan Teluk Jambe

didasarkan pada pertimbangan bahwa

kecamatan ini merupakan salah satu

penghasil padi ladang di Kabupaten

Karawang. Penelitian ini didesain untuk

mengetahui tingkat pendapatan usahatani

padi di lahan kering, selain itu juga untuk

mengetahui tingkat efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi agar usahatani

berada pada skala optimal.

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

sekunder . Data primer yang dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan

wawancara langsung dengan petani responden dengan mengajukan pertanyaan

yang dibuat dalam bentuk kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Jumlah petani contoh sebanyak 40 orang yang merupakan petani pemilik,

petani penggarap dan petani pemilik penggarap. Pemilihan petani contoh

Page 60: A05phm Libre

dilakukan secara acak sederhana (simple random) dari suatu daftar petani yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Di samping wawancara terstruktur, dilaksanakan

pula wawancara tidak terstruktur dengan sejumlah perangkat desa, anggota Badan

Perwakilan Desa (BPD) serta kelembagaan lain di desa.

Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan buku,

laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah

penelitian dan melalui internet. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari Biro

Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dan Pemerintah Daerah

di lokasi penelitian.

4.3. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif

digunakan untuk mengetahui gambaran umum usahatani padi dan keragaan

usahatani padi lahan kering di Desa Wanajaya, Kecamatan Teluk Jambe,

Kabupaten Karawang. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui

faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan tingkat efisiensi usahatani padi

ladang dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi

produksi dan analisis efisiensi.

Data yang telah terkumpul kemudian mengalami tahapan pengeditan,

pengolahan dan penyusunan dalam bentuk tabulasi untuk selanjutnya dianalisis.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan

Minitab 13 for Windows.

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Page 61: A05phm Libre

Untuk menganalisis pendapatan usahatani dilakukan pencatatan terhadap

seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam satu musim tanam. Data

pengeluaran biaya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu biaya tunai dan

biaya yang diperhitungkan. Kemudian dilakukan penghitungan pendapatan

usahatani atas biaya tunai atau pendapatan kotor usahatani dan penghitungan

pendapatan usahatani atas biaya total atau pendapatan bersih.

Penghitungan pendapatan usahatani dirumuskan secara matematis seperti

pada persamaan berikut :

GFI = NP - BT …………………………………………………….. (4.1)

NFI = NP - (BT + BD) ……………………………………………. (4.2)

Keterangan :

GFI = Gross Farm Income (Pendapatan kotor usahatani)

NFI = Net Farm Income (Pendapatan bersih usahatani)

NP = Nilai Produksi

BT = Biaya Tunai Usahatani

BD = Biaya yang Diperhitungkan

atau bisa juga ditulis secara singkat sebagai berikut :

NFI = GFI – BD ………………………………………………….. (4.3)

dimana Pendapatan Bersih Usahatani (NFI) merupakan hasil pengurangan biaya

diperhitungkan dari Pendapatan Kotor Usahatani (GFI).

4.3.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) digunakan

sebagai alat untuk mengukur kriteria kelayakan dari kegiatan usahatani yang

dilakukan. Dalam analisis ini data penerimaan usahatani dan pengeluaran

usahatani dibandingkan ke dalam satu rasio. Analisis imbangan penerimaan dan

biaya dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu dibedakan

menjadi R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

Page 62: A05phm Libre

Secara matematis R/C ratio dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai

berikut :

R/C ratio = TC

TR ………………………………………………………… (4.4)

Keterangan :

TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

TC = Total Cost (Total Biaya)

4.3.3. Pendugaan Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan

antara produksi dengan faktor- faktor produksi yang mempengaruhinya. Fungsi

produksi yang dipakai untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah analisis

fungsi Cobb-Douglas.

Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

ubn

n

bbbb

o eXXXXXbY .......4

4

3

3

2

2

1

1= ………………….......... (4.5)

Keterangan :

Y = produksi

0b = intersep

ib = koefisien regresi penduga variable ke-i

iX = jenis faktor produksi ke-i, dimana i =1,2,3…, n

e = bilangan natural (e = 2,7182)

u = unsur sisa (galat)

Penggunaan fungsi ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

sebagai berikut :

1. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan The Law of

Diminishing Return untuk masing-masing input sehingga informasi yang

diperoleh dapat digunakan untuk melakukan upaya agar setiap penambahan

input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar.

Page 63: A05phm Libre

2. Parameter penduga (bi) dapat langsung menunjukkan elastisitas produksi dari

input

yang bersangkutan (Xi).

3. Jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang diduga

merupakan

pendugaan skala usaha (return to scale). Bila jumlah bi < 1, maka proses

produksi berada pada skala yang menurun. Bila jumlah bi = 1, maka proses

produksi terjadi pada skala yang konstan. Dan bila jumlah bi > 1, maka

proses produksi terjadi pada skala yang menaik.

4. Perhitungan fungsi produksi Cobb-Douglas sederhana karena dapat ditransfer

dengan mudah ke dalam bentuk linier.

5. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

masalah heterokedastisitas.

6. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi produksi yang sering

digunakan

dalam penelitian optimalisasi produksi usahatani.

Untuk menganalisis hubungan antara faktor- faktor produksi dan produksi

digunakan analisis regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut

Gujarati (1978), metode ini dapat dipakai jika asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Variasi unsur sisa menyebar normal.

2. Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol.

3. Tidak ada korelasi berangkai/autokorelasi antara nilai-nilai sisa pada setiap

pengamatan.

4. Homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap.

Page 64: A05phm Libre

5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas.

6. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas).

Variabel-variabel dugaan yang digunakan dalam menganalisis fungsi

produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi adalah sebagai

berikut :

1. Benih

Penggunaan benih dalam satu musim tanam diukur dalam satuan kilogram

(kg). Benih diduga berpengaruh positif terhadap produksi padi, secara teori bila

jumlah benih yang digunakan bertambah sebesar satu persen maka akan

meningkatkan produksi padi sebesar nilai elastisitasnya (ceteris paribus).

2. Pupuk

Penggunaan pupuk dalam satu musim tanam diukur dalam satuan

kilogram (kg). Pupuk diduga berpengaruh positif terhadap produksi padi, secara

teori bila jumlah pupuk yang digunakan meningkat sebesar satu pesen maka akan

meningkatkan produksi padi sebesar nilai elastisitasnya (ceteris paribus).

3. Pestisida

Penggunaan pestisida tidak dibedakan berdasarkan jenisnya seperti

insektisida, rodentisida, moluskisida atau herbisida untuk memudahkan

pencacatan satuan pestisida tersebut yang berbeda. Penggunaan pestisida dalam

satu musim tanam diukur dalam satuan liter (l). Pestisida diduga berpengaruh

positif terhadap produksi padi, secara teori bila jumlah pestisida yang digunakan

Page 65: A05phm Libre

meningkat sebesar satu persen maka akan meningkatan produksi padi sebesar nilai

elastisitasnya (ceteris paribus).

4. Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga diukur dalam satuan hari orang

kerja (HOK). Tenaga kerja dalam keluarga diduga berpengaruh positif terhadap

produksi padi, secara teori bila jumlah penggunaan tenaga kerja dalam keluarga

ditingkatkan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi padi sebesar

elastisitasnya (ceteris paribus).

5. Tenaga Kerja Luar Keluarga

Penggunaan tenaga kerja luar keluarga diukur dalam satuan hari orang

kerja (HOK). Tenaga kerja luar keluarga diduga berpengaruh positif terhadap

produksi padi, secara teori bila jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga

ditingkatkan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi padi sebesar

elastisitasnya (ceteris paribus).

Analisis fungsi produksi digunakan untuk melihat tingkat penggunaan

faktor- faktor produksi optimal. Dalam analisis ini dilakukan analisis fungsi

produksi dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi

terhadap produksi padi di lahan kering.

Adapun langkah- langkah dalam menganalisis fungsi produksi adalah

sebagai berikut :

1. Identifikasi variabel bebas dan variabel terikat

Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor- faktor produksi

yang digunakan dalam proses produksi padi di lahan kering. Faktor- faktor

Page 66: A05phm Libre

produksi tersebut adalah benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dalam keluarga, dan

tenaga kerja luar keluarga. Faktor-faktor produksi ini merupakan variabel bebas

yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi.

2. Pendugaan fungsi produksi

Dalam analisis fungsi produksi digunakan pendekatan Cobb-Douglas,

yaitu :

5

5

4

4

3

3

2

2

1

10

bbbbbXXXXXbY =

Model fungsi produksi ditransformasikan ke dalam bentuk linier

logamatrik untuk menduga fungsi produksi.

uXbXbXbXbXbbLnY ++++++= 55443322110 lnlnlnlnlnln ……. (4.6)

Keterangan : Y = Hasil produksi padi lahan kering (Kilogram)

1X = Benih (Kilogram)

2X = Pupuk (Kilogram)

3X = Pestisida (Liter)

4X = Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK)

5X = Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK)

0b = Variabel intersep

u = Unsur galat

7654321 b,b,b,b,b,b,b = koefisien regresi masing-masing variabel

3. Analisis regresi

Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

terikat dengan variabel bebas. Dari analisis dengan OLS (Ordinary Least Square)

ini diperoleh nilai P (P-value) untuk uji t dan uji F, juga dapat diketahui nilai 2R .

P-value untuk uji t digunakan untuk mengetahui secara statistik apakah masing-

masing variabel bebas ( iX ) secara terpisah berpengaruh nyata terhadap variabel

terikat (Y). Apabila P-value untuk uji t lebih kecil daripada nilaiα yang

Page 67: A05phm Libre

ditentukan (selang kepercayaan tertentu) maka variabel bebas dugaan berpengaruh

nyata terhadap variabel terikat, tetapi sebaliknya jika P-value untuk uji t lebih

besar daripada nilai α yang ditentukan maka variabel bebas dugaan berpengaruh

nyata terhadap variabel terikat.

P-value untuk uji F digunakan untuk mengetahui kelayakan model dari

parameter dan fungsi produksi atau untuk mengetahui apakah variabel bebas ( iX )

secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika P-value untuk

uji F lebih kecil daripada nilai α yang ditentukan (selang kepercayaan tertentu)

maka variabel bebas dugaan berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, tetapi

sebaliknya jika P-value untuk uji F lebih besar daripada nilai α yang ditentukan

maka variabel bebas dugaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

Sedangkan 2R merupakan koefisien determinasi yang menunjukkan keragaman

model produksi dilapangan yang dapat diterangkan oleh model terpilih.

4.3.4. Analisis Efisiensi Ekonomi

Usahatani akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan

maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan

pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama

dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi keuntungan yang diperoleh

usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :

+−= ∑

=TFCXPxYPy

n

i

ii

1

..π ……………………………………..... (4.7)

Keterangan :

π = pendapatan usahatani

Py = harga per unit produksi

Y = hasil produksi

i = 1,2,3,….,n

Page 68: A05phm Libre

iPx = harga pembelian faktor produksi ke-i

iX = jumlah faktor produksi ke-i yang digunakan dalam proses produksi

TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)

Dengan demikian untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan

maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah :

0=−∂∂=

∂∂

i

i

y

i

PxX

YP

X

π

= 0=−∂∂

i

i

PxX

Y

i

i

PxX

YPy =

∂∂

…………………………………………………….. (4.8)

Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor

produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor

produksi ke-i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara matematis dapat

dituliskan :

( )YPxPyfX ii ,,= ……………………………………………………… (4.9)

Dengan mengetahui iX

Y

∂∂

sebagai Marginal Product (MP) faktor produksi

ke-i, maka persamaan diatas menjadi :

ii PxMPxPy =. ………………………………………………………… (4.10)

Sesuai dengan prinsip keseimbangan marjinal (equi-marginal principle),

bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat

tambahan penggunaan faktor produksi ke- i (PyMP ix ) harus lebih besar daripada

tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi ke-i tersebut

(P ix ). Penambahan penggunaan faktor produksi berhenti ketika VMP ix =MFC ix .

Page 69: A05phm Libre

Pada saat inilah keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan

maksimum dari penggunaan faktor produksi ke-i dinyatakan sebagai berikut :

1=i

i

Px

PyMPx ………………………………………………………….. (4.11)

keterangan :

PyMP ix = Nilai Produk Marjinal (NPM) faktor produksi ke-i

P ix = Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi ke-i

Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat

tambahan penggunaan faktor produksi ke-i harus sama dengan biaya korbanan

marjinal atas faktor produksi ke-i tersebut atau rasio keduanya sama dengan satu.

Jadi secara umum keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor

produksi akan diperoleh pada saat :

1....3

3

2

2

1

1 =====n

n

Px

PyMPx

Px

PyMPx

Px

PyMPx

Px

PyMPx …………………. (4.12)

Dengan asumsi Py dan P ix merupakan nilai yang konstan, maka hanya

iX

Y

∂∂

yang mengalami perubahan. Ketika PyMP ix > P ix , maka agar diperoleh

tingkat keuntungan maksimum penggunaan faktor produksi harus ditingkatkan.

Sebaliknya, jika PyMPx i < Px i maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.

4.4. Definisi Operasional

Untuk menghindari ketidaksamaan pandangan dalam pengertian, maka

terdapat beberapa hal yang perlu diberi batasan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian. Batasan-batasan tersebut meliputi :

1. Petani padi di lahan kering adalah petani yang melaksanakan budidaya pada

areal tanam berupa ladang (lahan kering/upland), satuannya orang.

Page 70: A05phm Libre

2. Luas lahan garapan areal usahatani padi ladang merupakan lahan yang

digunakan untuk menanam padi ladang, satuannya Hektar (ha).

3. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi.

Tenaga kerja ini dibedakan menjadi dua, yaitu tenaga kerja dalam keluarga

(TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Seluruh tenaga kerja

disetarakan dengan ukuran Hari Orang Kerja (HOK).

4. Jumlah produksi adalah jumlah panen padi ladang yang dihasilkan dari luas

lahan, satuannya kilogram.

5. Produktivitas adalah hasil bagi antara jumlah panen dengan luas lahan dengan

satuannya Ton per Hektar.

6. Pemilik penggarap adalah petani yang menggarap lahan miliknya sendiri.

Satuannya orang.

7. Penyakap adalah petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan

pembayaran sewanya berdasarkan bagi hasil. Satuannya orang.

8. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk

membeli pupuk, benih, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa

traktor/ternak, dan lain- lain. Untuk petani penyakap maka komponen biaya

tunainya ditambah dengan biaya sakap. Satuannya Rupiah.

9. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk input milik sendiri

meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan. Satuannya adalah

Rupiah.

10. Biaya usahatani total adalah merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan

biaya yang diperhitungkan . Satuannya adalah Rupiah.

Page 71: A05phm Libre

11. Penerimaan (nilai produksi) adalah nilai yang diperoleh dari hasil kali antara

jumlah produksi dengan dengan harga jualnya. Satuannya adalah Rupiah.

12. Pendapatan kotor usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dan

biaya tunai usahatani. Satuannya Rupiah.

13. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani

dengan biaya usahatani total (biaya tunai dan diperhitungkan). Satuannya

Rupiah.

Page 72: A05phm Libre

Gambar 2. Bagan Prosedur Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang

Produktivitas Padi Ladang

Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

• Pupuk

• Benih

• Pestisida

• Tenaga Kerja dalam Rumah Tangga

• Tenaga Kerja Luar

Rumah Tangga

Analisis Pendapatan

Elastisitas Faktor-faktor Produksi

Kesimpulan

Analisis Efisiensi Ekonomis Faktor-faktor Produksi

Analisis R/C

Page 73: A05phm Libre

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Wanajaya termasuk dalam wilayah Kecamatan Teluk Jambe,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Jarak desa Wanajaya dengan ibukota

kecamatan sekitar 11 kilometer dengan waktu tempuh selama kurang lebih satu

jam. Sedangkan jarak ke ibukota kabupaten sekitar 13 kilometer dengan waktu

tempuh kurang lebih selama satu setengah jam.

Batas-batas administrasi Desa Wanajaya adalah Desa Wanakerta di

sebelah utara, Desa Taman Mekar di sebelah selatan, Kali Cibeet Bekasi di

sebelah barat, dan Kehutanan di sebelah timur. Secara keseluruhan luas wilayah

Desa Wanajaya adalah sekitar 1.065,07 hektar yang terdiri atas 147.07 hektar

(13.809 %) lahan yang telah digunakan dan sekitar 918 hektar merupakan (86.19

%) lahan terlantar. Gambaran secara rinci mengenai luas Desa Wanajaya

berdasarkan penggunaan lahan ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Penggunaan Lahan di Desa Wanajaya Tahun 2004

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase Sawah irigasi teknis 18.61 1.75

Sawah irigasi 1/2 teknis 13.80 1.30

Sawah tadah hujan 21.50 2.02

Tegalan/Ladang 38.10 3.58

Pemukiman umum 50.00 4.69

Pasar 0.20 0.02

Tempat ibadah 0.17 0.02

Kuburan/makam 1.78 0.17

Tempat rekreasi dan olahraga 0.92 0.09

Perkantoran pemerintah 0.74 0.07

Sekolah/lainnya 1.23 0.12

Lahan Terlantar 918.00 86.19

Total 1,065.07 100.00

Sumber : Profil Desa Wanajaya, 2004.

Page 74: A05phm Libre

Secara umum topografi Desa Wanajaya sebagian besar merupakan daerah

perbukitan. Desa Wanajaya terdiri atas daerah dataran seluas sekitar 187.07

hektar dan daerah perbukitan sekitar 878 hektar seperti ditunjukkan dalam Tabel

6 berikut.

Tabel 6. Topografi atau Bentang Lahan Desa Wanajaya Tahun 2004

Jenis daratan Luas (Ha) Persentase

Dataran 187.07 17.56

Perbukitan/pegunungan 878.00 82.44

Total 1065.07 100.00

Sumber : Profil Desa Wanajaya, 2004.

Dari kondisi geografis, Desa Wanajaya berada pada ketinggian sekitar 700

meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan 30 sampai 40 persen yang

merupakan daerah perbukitan. Curah hujan rata-rata sekitar 1454.5 mm per tahun

berdasarkan data tahun 2002 dan termasuk dalam kelas iklim B atau daerah

beriklim basah dengan vegetasi hujan tropis berdasarkan standar Schmidt dan

Ferguson (BAPPEDA Kabupaten Karawang, 2003). Jumlah bulan basah rata-rata

tujuh bulan, bulan lembab rata-rata dua bulan, dan jumlah bulan kering rata-rata

tiga bulan dengan suhu rata-rata sekitar 27°C dan intensitas penyinaran matahari

sekitar 66 persen. Tanah di Desa Wanajaya memiliki pH sekitar empat sampai

lima, dengan kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang

tergolong sedang. Berdasarkan ketiga indikator kesuburan tanah tersebut,

disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah di Desa Wanajaya termasuk dalam

golongan rendah dan memiliki ciri-ciri bertekstur lempung, struktur gumpal atau

keras, dan solum dalam.

Jumlah penduduk desa Wanajaya hingga Januari 2005 tercatat sebanyak

4024 jiwa (1237 kepala keluarga) dan komposisi penduduk tergolong merata

antara laki- laki dan perempuan dimana penduduk dengan jenis kelamin laki- laki

Page 75: A05phm Libre

berjumlah 2033 orang (50.52 %), dan penduduk jenis kelamin perempuan

berjumlah 1991 orang (49.48 %). Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971

Tarigan JJ. (1997) dalam BAPPEDA Kabupaten Karawang (2003), batas usia 10

tahun ke atas digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam

angkatan kerja atau bukan. Dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari seluruh

penduduk di Desa Wanajaya terdapat 3114 orang (77.39 %) angkatan kerja

sehingga dari segi jumlah angkatan kerja Desa Wanajaya tergolong cukup

potensial.

Tabel 7. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Kelompok

Umur Tahun 2005

Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah (orang)

Persentase

0 - 9 910 22.61

10 - 19 775 19.26

20 – 29 791 19.66

30 – 39 667 16.58

40 – 49 416 10.34

50 – 59 278 6.91

= 59 187 4.65

Total 4.024 100.00 Sumber : Monogafi Desa Wanajaya, 2004.

Dari segi mata pencahariannya, penduduk Desa Wanajaya cukup beragam

tetapi sebagian besar penduduk desa atau sebanyak 2343 orang (58.23 %) masih

bekerja di bidang pertanian baik sebagai petani ataupun buruh tani. Penduduk

yang bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 748 orang (18.59 %)

sementara penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani (pemilik) sebanyak

1595 orang (39.64 %) dan sebagian kecil penduduk atau sebanyak 125 orang

(3.11 %) bekerja sebagai peternak.

Kelompok penduduk lain yang proporsinya tergolong cukup besar adalah

kelompok penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh swasta yaitu

Page 76: A05phm Libre

sebanyak 879 orang (21.84 %) karena lokasi Desa Wanajaya masih dekat dengan

kawasan industri Kabupaten Karawang. Penduduk lainnya bekerja di berbagai

bidang diantaranya PNS, TNI/POLRI, Bidan desa, dokter, mantri kesehatan,

pedagang, pengrajin, montir, dan kelompok yang tergolong berstatus sebagai

pengangguran sebanyak 405 orang (10.06 %). Gambaran penduduk Desa

Wanajaya berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Mata

Pencaharian Tahun 2005

Sumber Monografi Desa Wanajaya, 2004.

Dari segi pendidikan Desa Wanajaya tergolong rendah karena sebagian

besar penduduk atau sekitar 80 persen penduduk hanya mengikuti pendidikan

formal hingga tamat sekolah dasar. Sisanya sekitar 20 persen dari penduduk

menyelesaikan pendidikan hingga tamat sekolah lanjutan pertama atau sederajat

dan memenuhi program pendidikan wajib 9 tahun yang digerakkan pemerintah.

Gambaran secara rinci tentang penduduk Desa Wanajaya berdasarkan tingkat

pendidikan ditunjukkan dalam Tabel 9.

Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase

Petani 1595 39.64

Buruh Tani 748 18.59

Buruh/swasta 879 21.84

PNS 75 1.86

Pengrajin 8 0.20

Pedagang 175 4.35

Peternak 125 3.11

Montir 3 0.07

Dokter 1 0.02

Bidan Desa 2 0.05

Mantri Kesehatan 2 0.05

Polisi 6 0.15

Pengangguran 405 10.06

Total 4024 100.00

Page 77: A05phm Libre

Tabel 9. Karakteristik Penduduk Desa Wanajaya Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2004

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase

Belum Sekolah 502 12.48

Usia 7-45 thn tidak pernah sekolah 30 0.75

Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 905 22.49

Tamat SD/sederajat 1785 44.36

SLTP/sederajat 455 11.31

SLTA/sederajat 332 8.25

D-1 2 0.05

D-2 3 0.07

D-3 5 0.24

S-1 5 0.25

Total 4024 100.24

Sumber : Monografi desa Wanajaya, 2004.

5.2. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani,

tingkat pendidikan, status dan luas lahan garapan, pengalaman berusahatani padi

gogo atau padi ladang, jumlah anggota keluarga, status usahatani padi ladang,

pekerjaan sampingan, keputusan bertani padi ladang, dan kondisi tempat tinggal.

Karakteristik petani responden selengkapnya sebagai berikut :

1. Umur Petani

Tenaga kerja produktif umumnya berada pada selang 25 hingga 40 tahun,

sedangkan jika kurang atau lebih dari selang umur tersebut akan tergolong sebagai

tenaga kerja kurang produktif tetapi masih termasuk dalam usia kerja.

Karakteristik petani responden berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur

Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Responden (orang)

Persentase

20-30 5 12.50

31-45 13 32.50

46-50 6 15.00

51-60 1 2.50

> 60 15 37.50

Total 40 100.00

Page 78: A05phm Libre

Berdasarkan umur, sebagian besar responden terdiri atas petani dari

kelompok umur di atas 60 tahun atau yang sudah berusia lanjut yaitu sebanyak 15

orang atau 37.5 persen dari keseluruhan responden. Sedangkan petani responden

yang paling sedikit berasal dari kelompok umur antara 51 hingga 60 yaitu hanya

sebanyak 1 orang (2.5 %). Petani responden lainnya yang juga jumlahnya

tergolong sedikit berasal dari kelompok umur 20 hingga 30 tahun yang berjumlah

5 orang (12.5 %).

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi

dan inovasi yang sedang berkembang. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat

pendidikan, maka proses adopsi teknologi akan semakin cepat. Adapun tujuan

teknologi dan inovasi adalah untuk memperbaiki usahatani baik dari segi produksi

atau produktivitas.

Berdasarkan tingkat pendidikan, petani responden lebih banyak

terkonsentrasi pada kelompok tidak tamat SD yaitu sebanyak 18 orang (45 %) dan

kelompok yang tidak pernah mengikuti sekolah formal sama sekali yaitu sebanyak

12 orang (30 %). Hanya satu orang diantara petani responden yang menyelesaikan

pendidikan SLTP hingga tamat. Karakteristik petani responden berdasarkan

tingkat pendidikan selengkapnya disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase

Tidak Pernah Sekolah 12 30.00

Tidak Tamat SD 18 45.00

Tamat SD 9 22.50

Tamat SLTP 1 2.50

Tamat SLTA 0 0.00

Total 40 100.00

Page 79: A05phm Libre

3. Status dan Luas Lahan Garapan

Status lahan garapan berpengaruh kepada produktivitas usahatani. Lahan

berstatus sewa menyebabkan petani penyewa akan lebih terpacu untuk selalu lebih

efisien dalam mengelola lahan agar produktivitas lahan lebih tinggi. Hal ini

disebabkan karena petani penyewa mempunyai kewajiban untuk memperhatikan

nilai biaya sewa yang harus dibayar kepada pemilik lahan. Sementara itu lahan

yang berstatus milik send iri pada umumnya relatif kurang produktif daripada

lahan yang berstatus sewa karena petani pemilik tidak pernah memperhitungkan

biaya sewa lahan yang harus dikeluarkan. Petani responden berdasarkan status

pemilikan lahan dikelompokkan atas petani pemilik dan petani penggarap.

Semua petani responden merupakan petani pemilik karena petani

responden menggarap lahan tanpa mengeluarkan biaya sewa lahan. Sementara

luas lahan garapan berpengaruh positif terhadap produktivitas usahatani dimana

usahatani dengan luas lahan yang lebih besar akan memiliki produktivitas yang

relatif lebih tinggi daripada usahatani dengan luas lahan yang lebih kecil. Luas

lahan garapan petani responden bervariasi mulai dari petani yang memiliki luas

lahan garapan kurang dari 0.5 hektar hingga petani yang memiliki luas lahan

garapan lebih dari satu hektar. Sebagian besar petani responden memiliki luas

lahan garapan antara 0.5 sampai 1 hektar yaitu sebanyak 25 orang (62.5 %).

Sedangkan petani yang memiliki luas lahan garapan lebih dari satu hektar hanya

sebanyak 7 orang (17.5 %). Petani responden yang memiliki luas lahan garapan

kurang dari 0.5 hektar sebanyak 8 orang (20 %), dan tidak ada diantara petani

responden yang memiliki luas lahan garapan lebih dari 2 hektar. Data secara rinci

Page 80: A05phm Libre

mengenai karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan garapan disajikan

dalam Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan

Luas Lahan

(ha)

Jumlah Responden

(orang)

Persentase

< 0.5 8 20.00

0.5 - 1 25 62.50

1 – 2 7 17.50

> 2 0 0.00

Total 40 100.00

4. Pengalaman Berusahatani Padi Ladang

Petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama akan lebih baik

dan lebih matang dalam hal perencanaan usahatani karena lebih memahami

berbagai aspek teknis dalam berusahatani. Demikian juga dengan berbagai

masalah non teknis yang biasanya dihadapi dalam berusahatani sehingga pada

akhirnya produktivitasnya akan lebih tinggi.

Kelompok petani responden dengan jumlah yang paling banyak

berdasarkan pengalaman berusahatani adalah kelompok petani yang telah

berusahatani padi ladang selama lebih dari 20 tahun yaitu sebanyak 15 orang (37.5

%). Hanya sebagian kecil dari petani responden yang memiliki pengalaman

berusahatani padi ladang kurang dari 5 tahun yaitu sebanyak 2 orang (5 %).

Sedangkan petani yang lain selebihnya tersebar dalam kelompok dengan

pengalaman berusahatani padi ladang antara 5 hingga 10 tahun sebanyak 6 orang

(15 %). Kelompok antara 11 hingga 15 tahun sebanyak 9 orang (22.5 %), dan

kelompok antara 16 hingga 20 tahun sebanyak 8 orang (20 %). Gambaran petani

berdasarkan pengalaman berusahatani secara rinci disajikan dalam Tabel 13.

Page 81: A05phm Libre

Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman

Usahatani

Pengalaman Berusahatani Padi Ladang (Tahun)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase

< 5 2 5.00

5 -10 6 15.00

11-15 9 22.50

16-20 8 20.00

> 20 15 37.50

Total 40 100.00

Seluruh petani responden menyatakan bahwa berusahatani padi ladang

merupakan usaha pokok untuk memenuhi kebutuhan beras sehingga rumah tangga

petani tidak perlu membeli beras untuk pangan sehari-hari. Selain itu para petani

juga berusahatani padi ladang karena tidak memiliki keahlian lain selain bertani

dan juga karena kondisi alam seperti ketersediaan air, kesuburan tanah, dan

ketersediaan modal yang hanya sesuai dengan komoditas padi ladang. Bertani

padi ladang juga dilakukan secara turun temurun juga oleh karena faktor – faktor

yang telah disebutkan di atas. Petani yang memiliki usaha sampingan selain

usahatani padi ladang memiliki usaha sampingan sebagai perangkat desa seperti

Ketua RT ataupun sebagai Hansip atau Linmas (Perlindungan Masyarakat).

5. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja

dikaitkan dengan jumlah penggunaan (sumbangan) tenaga kerja terhadap kegiatan

produksi usahatani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin

banyak pula tenaga kerja yang dapat digunakan dalam kegiatan produksi

usahatani sehingga produktivitas akan lebih tinggi, dan demikian juga sebaliknya.

Jumlah anggota keluarga juga akan berpengaruh terhadap jumlah tanggungan

keluarga atau tingkat konsumsi rumahtangga.

Page 82: A05phm Libre

Sebagian besar responden atau sebanyak 27 rumahtangga (67.5 %)

tergolong ke dalam kelompok dengan anggota keluarga antara 3 hingga 5 orang,

dan hanya sebanyak 5 rumah tangga (12.5 % ) dari keseluruhan responden yang

memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang, sedangkan rata-rata rumah tangga

petani responden memiliki sebanyak sekitar 4 orang. Gambaran secara rinci

mengenai karakteristik petani responden berdasarkan jumlah anggita keluarga

disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Jumlah Anggota

Keluarga

Kelompok Jumlah Anggota RT Persentase

< 3 orang 8 20.00

3 - 5 orang 27 67.50

> 5 orang 5 12.50

Total 40 100.00

6. Status Usahatani Padi Ladang

Status Usahatani padi ladang, dalam artian apakah usahatani padi ladang

merupakan mata pencaharian utama atau sampingan, akan mempengaruhi sikap

petani dalam menentukaan komoditi usahatani mana yang akan menjadi prioritas

(fokus) yang mendapat perhatian atau alokasi sumberdaya yang relatif lebih besar

dan yang lebih kecil. Petani yang bermatapencaharian utama usahatani padi

ladang akan lebih memfokuskan pekerjaan atau sumberdayanya terhadap

usahatani padi ladang, sehingga petani akan lebih mengusahakan peningkatan

produksi dan produktivitas padi ladang daripada komoditi yang menjadi usahatani

sampingan. Seluruh petani yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka

memilih berusahatani padi ladang sebagai matapencaharian utama sehingga

sumberdaya yang dimiliki petani dialokasikan terutama untuk usahatani padi

ladang.

Page 83: A05phm Libre

7. Pekerjaan Sampingan

Jenis pekerjaan sampingan yang dimiliki petani akan berpengaruh

terhadap pendapatan tambahan yang diperoleh rumahtangga, sehingga tingkat

pendapatan tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas usahatani.

Pendapatan dari pekerjaan sampingan akan digunakan sebagai tambahan modal

dalam penyediaan sarana produksi yang lebih banyak sehingga hasil produksi

yang diperoleh akan lebih besar. Selain bertani, responden pada umumnya tidak

memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan rumahtangga karena

tidak mempunyai keahlian lain selain bertani. Sehingga sumber pendapatan yang

menjadi penunjang usahatani padi ladang adalah dengan dengan berkebun tetapi

umumnya tidak dikelola secara baik atau tidak diusahakan secara kontinyu.

8. Keputusan Bertani Padi Ladang

Keputusan bertani padi ladang dalam menentukan jenis, pola tanam, dan

teknik produksi lainnya petani bebas menentukan sendiri atau dipengaruhi adat

istiadat setempat yang mengikat kebebasan petani dalam mengambil keputusan

usahatani. Keputusan yang diambil akan berpengaruh terhadap produktivitas dan

kemajuan usahatani karena petani yang dinamis akan lebih mampu mengadopsi

teknologi usahatani. Teknologi dan inovasi bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas padi ladang dan taraf hidup petani.

Keseluruhan petani responden menyatakan bahwa keputusan dalam

berusahatani diambil sendiri dengan kebebasan berdasarkan pemahaman dan

pengalaman petani dan tidak terikat dengan aturan atau adat istiadat setempat.

Segala usaha yang bertujuan untuk peningkatan produktivitas usahatani terutama

Page 84: A05phm Libre

padi ladang akan dilakukan petani sesuai dengan kemampuan sumberdayanya

tanpa dipengaruhi faktor adat istiadat setempat.

9. Kondisi Tempat Tinggal

Karakteristik petani responden berdasarkan kondisi tempat tinggal dilihat

berdasarkan kondisi atap, dinding, dan lantai rumah. Atap petani responden

seluruhnya masih menggunakan atap rumbia. Dinding atau tembok rumah petani

responden dibedakan menjadi dinding permanen, semi permanen, papan/kayu, dan

bilik bambu. Semua petani responden mempunyai tempat tinggal dengan dinding

yang terbuat dari bilik bambu. Kondisi tempat tinggal petani responden dilihat

berdasarkan kondisi lantai dibedakan menjadi lantai keramik, semen atau ubin,

kayu atau papan, dan tanah. Semua petani responden memiliki tempat tinggal

dengan lantai beralaskan tanah. Dari semua petani responden juga tidak ada yang

mempunyai fasilitas kamar mandi atau WC yang tergolong layak.

Page 85: A05phm Libre

VI. GAMBARAN USAHATANI PADI LADANG

DI DESA WANAJAYA

6.1. Budidaya Padi Ladang

Kegiatan berusahatani padi ladang di Desa Wanajaya dilakukan mulai dari

kegiatan persiapan lahan dalam dengan mengolah lahan pada saat datangnya

musim hujan sekitar bukan Oktober atau November tergantung perkiraan petani

berdasarkan pengalamannya sampai dengan masa panen sekitar bulan Maret atau

April. Kegiatan berusahatani padi ladang di Desa Wanajaya umumnya dilakukan

dengan sistem monokultur dan tanam gilir. Jenis tanaman yang biasanya ditanam

setelah padi ladang antara lain kacang tanah, kacang panjang, ubi kayu, dan

tanaman palawija lainnya.

Varietas padi ladang yang digunakan petani adalah jenis Ciherang yang

sebenarnya merupakan varietas padi sawah. Berdasarkan pengalaman petani di

Desa Wanajaya varietas padi sawah jenis Ciherang dapat memberikan hasil yang

relatif lebih tinggi jika ditanam di lahan kering daripada varietas pai ladang

lainnya. Varietas jenis Ciherang juga dianggap sesuai dengan kondisi tanah dan

iklim di Desa Wanajaya oleh para petani.

6.1.1. Persiapan Lahan

Penentuan waktu yang paling tepat untuk mengolah tanah dilakukan

petani berdasarkan pengalaman dari masa tanam sebelumnya. Berdasarkan

pengalaman tersebut jika petani memperkirakan bahwa musim hujan akan mulai

berlangsung secara merata pada bulan tertentu, maka sekitar dua minggu hingga

satu bulan sebelum bulan tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk

melakukan pengolahan lahan.

Page 86: A05phm Libre

Pengolahan tanah dilakukan petani responden dengan cara mencangkul

dengan menggunakan cangkul dan tidak ada petani responden yang menggunakan

mesin atau ternak untuk membajak karena biaya penggunaan mesin pembajak

(traktor) yang sangat tinggi dan karena tidak ada petani memiliki ternak pembajak

sehingga kegiatan mencangkul tanah dilakukan hanya dengan mengandalkan

tenaga manusia dari dalam maupun dari luar keluarga.

Pada pengolahan pertama, mencangkul dilakukan sedemikian rupa

sehingga tanahnya terbalik, yaitu yang semula di atas atau di permukaan menjadi

di bagian bawah dan demikian sebaliknya yang semula di bagian bawah menjadi

di bagian atas. Pengolahan ini dimaksudkan untuk mematikan dan membusukkan

rerumputan yang semula terdapat di permukaan tanah dan kemudian akan

terbenam ke bagian bawah tanah. Pembalikan tanah bagian bawah ke atas

betujuan untuk menganginkan tanah memberikan kesempatan bagi tanah untuk

melepaskan racun-racun yang sangat mungkin terbentuk dalam tanah. Keadaaan

ini dibiarkan selama dua minggu hingga rerumputan yang terbenam dianggap

sudah membusuk atau melapuk dan racun-racun yang ada sudah menguap ke

udara.

Pengolahan kedua merupakan penyisiran tanah yaitu mengusahakan agar

tanah yang sebelumnya merupakan bongkahan atau gumpalan-gumpalan besar

dipecahkan dan diremukkan hingga sekecil-kecilnya. Bagian atas tanah juga

diolah sedemikian rupa dengan menggunakan garpu atau garu sehingga lahan

yang akan ditanami padi menjadi sedatar mungkin. Kemudian sekitar dua minggu

setelah pengolahan kedua, dilakukan pengolahan ketiga yang merupakan kegiatan

Page 87: A05phm Libre

mencangkul tanah yang sebelumnya telah diremukkan dan diratakan pada

pengolahan pertama dan kedua.

Pengolahan ketiga ini dilakukan sedemikian rupa sehingga arah dari

pembajakan tanah pertama membentuk siku dengan arah dari pembajakan tanah

kedua. Kemudian pada tahap pengolahan ini juga diusahakan sedemikian rupa

sehingga bagian tengah dari lahan yang diolah sedikit lebih tinggi daripada bagian

pinggir lahan dengan maksud agar bagian tengah lahan tidak tergenang air jika

hujan turun secara berlebihan tetapi akan mengalir ke bagian pinggir lahan, sebab

walaupun padi ladang sangat tergantung pada air hujan dalam pertumbuhannya

namun air yang berlebihan juga akan menyebabkan kerusakan pada padi ladang.

Untuk lahan yang permukaannya miring, terutama pada daerah berbukit, lahan

dibuat berbentuk terasering untuk mencegah pengendapan air dan membentuk

parit-parit untuk mencegah erosi agar kesuburan tanah tetap terjaga. Biaya upah

yang berlaku secara umum bagi para buruh tani untuk proses pengolahan tanah

adalah Rp. 20 ribu per hari dengan jam kerja selama 6 jam.

6.1.2. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat tugal yang terbuat dari

kayu untuk membuat lubang- lubang tanam pada kedalaman sekitar 2 hingga 5 cm

pada lahan yang sebelumnya sudah diolah terlebih dahulu, kemudian ke dalam

lubang dimasukkan sekitar 5 sampai 7 bulir padi jenis Ciherang dengan jarak

tanam pada umumnya kira-kira 20 X 20 sentimeter hingga 30 X 30 sentimeter.

Setelah bulir ditugalkan ke dalam tiap-tiap lubang tanam kemudian ditutup

kembali dengan maksud agar bulir yang ditugalkan tidak diganggu oleh burung

atau binatang-binatang perusak atau pemakan bulir lainnya.

Page 88: A05phm Libre

Pola tanam yang umumnya digunakan petani responden adalah dengan

sistem tanam gilir dan monokultur dengan menanam padi ladang kemudian

menanam pisang di sekeliling lahan sebagai tanaman pencegah erosi. Penanaman

padi ladang pada umumnya dilakukan dengan sistem padi-palawija atau padi-bera.

Pola tanam padi-bera yang dilakukan sebagian petani responden disebabkan

modal awal untuk penanaman palawija setelah panen padi yang tidak mencukupi

sehingga setelah masa panen padi ladang para petani lebih banyak yang

memberakan lahannya untuk kemudian ditanami padi lagi pada musim hujan

berikutnya.

6.1.3. Pemupukan

Pemupukan sangat perlu dilakukan untuk memperoleh hasil gabah yang

maksimal terutama di lahan kering yang memiliki karakteristik marjinal.

Pertanaman padi ladang yang ideal yaitu yang mampu menghasilkan padi dalam

bentuk gabah kering sebanyak 5 ton per hektar menyerap unsur hara dari dalam

tanah antara lain sebanyak 40 kilogram N yang setara dengan 90 kilogram pupuk

Urea, 10 kilogram P yang setara dengan 50 kilogram pupuk TSP, dan 75 kilogram

K yang setara dengan 180 kilogram pupuk KCl per hektar per musim tanam, dan

agar lahan tetap subur dan hasil gabah tetap tinggi maka jerami juga harus

dikembalikan ke lahan dan tanaman harus dipupuk (Hermawan, 2000).

Pemupukan pertama dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea dan

TSP umumnya diberikan dengan cara disebarkan ke dalam lahan secara merata

setelah penanaman benih, dan sebagian petani memberikan pupuk Urea dan TSP

dalam bentuk campuran dengan cara mencampurkan pupuk dengan benih padi

pada saat penanaman. Sementara untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pupuk

Page 89: A05phm Libre

nitrogen harus diberikan secara split atau terpisah (Puslitbang Tanaman Pangan,

1989).

Harga pupuk yang sangat tinggi bagi petani menyebabkan penggunaan

pupuk yang tidak optimal karena tidak sesuai dengan dosis pupuk ideal, bahkan

sebagian petani tidak menggunakan pupuk sama sekali. Petani di Desa Wanajaya

umumnya membeli pupuk dalam bentuk campuran pupuk Urea dan TSP dan tidak

ada petani responden yang menggunakan pupuk TSP. Harga pupuk campuran

Urea dan TSP rata-rata sekitar Rp 1400 per kilogram dengan cara membeli petani

di kios tani yang terletak di ibukota kecamatan dengan uang tunai.

6.1.4. Pengobatan

Pengobatan dilakukan untuk mencegah atau membasmi hama dan penyakit

yang menyerang tanaman padi ladang. Jenis pestisida yang banyak digunakan

petani responden adalah decis untuk mencegah penyakit “kungkang” atau blast

yang sering menyerang tanaman padi ladang di Desa Wanajaya. Jenis penyakit ini

menyebakan pembusukan pada batang padi sehingga mematikan tanaman padi.

Jenis penyakit lain yang sering menyerang tanaman padi ladang di desa ini adalah

“wereng”, “mentul”, dan lain- lain. Jenis obat lain yang juga digunakan petani

adalah sidametrin, trobos, azodrin, akodan, elsan, dan hanya sebagian kecil petani

yang menggunakan furadan. Pestisida jenis decis dibeli petani sekitar Rp. 22 ribu

per 100 mililiter di kios tani yang terletak di ibukota kecamatan. Pengobatan

dilakukan dengan cara penyemprotan antara sekali hingga dua kali penyemprotan

dalam satu masa tanam tergantung kemampuan keuangan petani.

Page 90: A05phm Libre

6.1.5. Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan dari gulma atau tanaman

pengganggu tanaman utama (padi ladang). Proses penyiangan dilakukan sekitar

sebulan setelah benih ditanamkan atau ditugalkan dengan menggunakan sabit atau

“kored” dan cangkul. Pada periode ini benih mulai bertumbuh sehingga

pertumbuhan tanaman pengganggu seperti rerumputan, semak belukar, akan

menjadi saingan berat bagi tanaman utama dalam memperoleh unsur hara dari

dalam tanah bahkan dapat mematikan tanaman utama. atau gulma jika tidak

segera dimusnahkan.

Proses penyiangan sebagian besar dilakukan oleh tenaga kerja wanita baik

dari dalam maupuan dari luar keluarga. Petani melakukan penyiangan antara satu

kali hingga dua kali berdasarkan intensitas serangan gulma. Upah yang berlaku

secara umum untuk proses penyiangan adalah sekitar Rp.6000 untuk setiap tenaga

kerja yang umumnya adalah wanita, per hari dengan jam kerja selama 6 jam kerja

per hari.

6.1.6. Pemanenan

Umur panen untuk varietas Ciherang yang digunakan petani responden

rata-rata berumur 120 hingga 150 hari sejak ditanam. Hasil panen padi ladang

digunakan untuk kebutuhan makanan pokok dan sebagian disimpan di lumbung

padi untuk nantinya digunakan sebagai benih di musim tanam berikutnya jika

tidak memiliki uang tunai untuk membeli benih dari kios atau toko dengan resiko

kualitas yang jelas lebih rendah. Sebagian padi yang disimpan juga digunakan

untuk tujuan berjaga-jaga atau untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak rumah

Page 91: A05phm Libre

tangga sehari-hari seperti biaya pendidikan anak, biaya pengobatan dan

kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Proses pemanenan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang masih

tradisional seperti sabit atau “kored”, cangkul, dan lain- lain. Pemanenan biasanya

dilakukan dengan mengupah buruh tani dengan sistem “bawon” yaitu dengan

menggunakan seperlima dari hasil panen keseluruhan sebagai upah keseluruhan

pekerja pemanen dalam bentuk gabah kering panen. Proses pengeringan padi

dilakukan pada media tikar atau kuda-kuda bambu atau plastik terval di halaman

rumah masing-masing petani. Padi yang sudah kering dan siap untuk digiling

dibawa ke tempat penggilingan padi dan diolah hingga dalam bentuk beras dengan

biaya pengolahan sebesar 100 kilogram beras untuk setiap satu ton beras yang

telah diolah dengan menyesuaikan harga beras pada saat itu atau dalam bentuk

uang tunai.

6.2. Struktur Biaya

Biaya yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya tunai dan biaya

diperhitungkan. Biaya tunai didefinisikan sebagai biaya untuk pupuk, pestisida

atau obat-obatan pemberantas hama dan penyakit tanaman, tenaga kerja luar

keluarga, dan pajak usahatani yang dikeluarkan petani selama proses produksi

padi ladang. Pengeluaran usahatani yang termasuk dalam biaya diperhitungkan

adalah pengeluaran usahatani yang dikeluarkan petani tetapi tidak secara tunai

seperti biaya benih, nilai tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan alat-alat

pertanian. Biaya-biaya yang dikeluarkan petani padi ladang dapat dilihat dalam

Tabel 15.

Page 92: A05phm Libre

Tabel 15. Biaya-biaya yang Dikeluarkan Petani Padi Ladang per Hektar per

Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005

Komponen Satuan Jumlah Harga/satuan

(Rp) Nilai (Rp)

Persentase

BIAYA TUNAI

Pupuk Kg 110.8 1.454,- 161.103,- 7.41

Pestisida Liter 1.7 46.724,- 79.431,- 3.65

Tenaga Kerja Luar Keluarga HOK 48.34 6.000,- 290.040,- 13.34

Pajak Usahatani Rp 20.000,- 0.92

Total Biaya Tunai Rp 550.574,- 25.33

BIAYA DIPERHITUNGKAN

Benih Kg 60 2.407,- 144.420,- 6.64

Tenaga Kerja Dalam Keluarga HOK 237.37 6.000,- 1.424.220,- 65.53

Penyusutan Peralatan Rp 54.200,- 2.49

Total Biaya Diperhitungkan Rp 1.622.840,- 74.67

BIAYA TOTAL Rp 2.173.414,- 100.00

6.3. Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan dilakukan untuk menentukan nilai yang diperoleh

petani dari kegiatan berusahatani padi ladang. Analisis yang dilakukan meliputi

analisis pendapatan atas biaya total dan analisis pendapatan atas biaya tunai.

Perhitungan pendapatan usahatani padi ladang ini dilakukan untuk rata-rata per

satu hektar lahan.

Dalam penelitian ini, analisis pendapatan dilakukan untuk satu musim

tanam. Karena sifat padi ladang yang menggantungkan pengairan pada curah

hujan, dalam satu tahun, seperti di daerah lain pada umumnya, maka kegiatan

usahatani padi ladang di Desa Wanajaya dilakukan dalam satu musim tanam.

Kegiatan usahatani padi ladang dimulai dari awal musim hujan sekitar bulan

Oktober dan November hingga masa panen pada bulan April.

Page 93: A05phm Libre

Tabel 16. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi Ladang per Hektar

per Musim Tanam di Desa Wanajaya Tahun 2005

Komponen Nilai

(Rupiah)

TOTAL PENERIMAAN 1.654.900,-

Total Biaya Tunai 550.574,-

Total Biaya Diperhitungkan 1.625.180,-

BIAYA TOTAL USAHATANI 2.175.754,-

PENDAPATAN ATAS BIAYA TOTAL -520.854,-

PENDAPATAN ATAS BIAYA TUNAI 1.104.326,-

R/C ATAS BIAYA TUNAI 3.01

R/C ATAS BIAYA TOTAL 0.76

Produksi rata-rata padi ladang yang dihasilkan sebesar 1,273 kilogram per

hektar per musim tanam dalam bentuk gabah kering giling. Harga jual gabah

kering pada masa panen rata-rata sebesar Rp 1,300 per kilogram, sehingga rata-

rata penerimaan petani sebesar Rp 1,654,900 per hektar per musim tanam. Biaya

total yang dikeluarkan petani dalam proses produksi rata-rata sebesar Rp

2,175,754 per hektar per musim tanam sehingga pendapatan atas biaya totalnya

sebesar Rp -520,854. Sedangkan, besar rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan

petani di daerah penelitian sebesar Rp 550,574 per hektar per musim tanam

sehingga pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 1,104,326. Sehingga jika dilihat

dari sisi pendapatan atas biaya total, maka usahatani padi ladang tidak

menguntungkan bagi petani.

6.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Analisis R/C ratio)

Dari hasil analisis pendapatan dan biaya usahatani padi ladang didapat

rasio R/C atas biaya total sebesar 0,76. Artinya bahwa untuk setiap satu rupiah

biaya total yang dikeluarkan dalam usahatani padi ladang, maka petani akan

memperoleh penerimaan sebesar Rp 0.76. Sedangkan rasio R/C atas biaya tunai

adalah sebesar 3.01 yang berarti bahwa untuk setiap satu rupiah biaya tunai yang

Page 94: A05phm Libre

dikeluarkan untuk usahatani padi ladang, maka petani akan memperoleh

penerimaan sebesar Rp 3,01.

Berdasarkan nilai rasio R/ C atas biaya total yang lebih kecil dari 1 yaitu

sebesar 0.76, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani padi ladang di daerah

penelitian tidak menguntungkan bagi petani. Syarat suatu usahatani dikatakan

menguntungkan jika rasio R/C atas biaya total lebih besar dari 1.

Page 95: A05phm Libre

VII. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

DAN EFISIENSI EKONOMI CABANG USAHATANI

PADI LADANG

7.1. Analisis Fungsi Produksi

Model fungsi produksi yang digunakan untuk menduga fungsi produksi

dalam penelitian ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor- faktor

produksi yang diduga berpengaruh dalam usahatani padi ladang adalah pupuk,

tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja dalam keluarga, benih, dan pestisida.

Hasil pendugaan model dan hubungan antara variabel bebas yaitu faktor- faktor

produksi dengan variabel dependen yaitu produksi padi ladang dapat dilihat dalam

Tabel 17.

Tabel 17. Analisis Ragam Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Desa

Wanajaya

Sumber

Ragam

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F - hitung Peluang

Regresi 5 11.2161 2.2432 8.83 0.000

Galat 30 7.6180 0.2539

Total 35 18.8341

Berdasarkan pendugaan model produksi yang diperoleh, seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 17, didapat nilai F-hitung sebesar 8.83 yang signifikan

pada taraf kepercayaan 95 persen. Ini berarti bahwa faktor- faktor produksi yang

digunakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap produksi padi

ladang.

Page 96: A05phm Libre

Tabel 18. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Ladang

di Desa Wanajaya

Variabel

Koefisien

Regresi

Simpangan

Baku

Koefisien

T

Hitung

P-value

VIF

Konstanta 0.004 1.989 0.00 0.999

Ln Pupuk 0.248 0.405 0.61 0.545 1.3

Ln Tenaga Kerja Luar RT 0.530 0.196 2.69 0.011 1.8

Ln Tenaga Kerja Dalam RT 0.217 0.068 3.19 0.003 1.2

Ln Benih 0.101 0.209 0.48 0.632 2.3

Ln Pestisida 0.069 0.065 1.06 0.296 1.3

R-Sq = 59.6% R-Sq (adjusted) = 52.8%

Berdasarkan data pada Tabel 18, maka model fungsi produksi padi ladang

per hektar dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut :

Ln Produktivitas = 0.004 + 0.2484 Ln Pupuk + 0.5302 Ln Tenaga Kerja Luar

Keluarga + 0.21728 Ln Tenaga Kerja Dalam Keluarga

+ 0.1013 Ln Benih + 0.06968 Ln Pestisida

Dari hasil pendugaan model ditunjukkan juga bahwa nilai koefisien

determinasi (R2) didapat sebesar 59.6 persen dengan nilai koefisien determinasi

terkoreksi (R2-adjusted) sebesar 52.8 persen. Nilai koefisien determinasi (R2)

tersebut berarti bahwa sebesar 59.6 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan

secara bersama-sama oleh faktor pupuk, tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja

dalam keluarga, benih, dan pestisida sedangkan sebesar 40.4 persen lagi

dipengaruhi oleh faktor- faktor lain di luar model.

Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, faktor- faktor lain di luar

model fungsi produksi yang diduga juga berpengaruh terhadap produksi padi

ladang adalah tingkat kesuburan lahan, intensitas serangan hama dan penyakit

tanaman. Di samping itu faktor iklim, dan ketertarikan petani yang kurang untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani padi ladang akibat

ketidakjelasan status kepemilikan atas lahan yang diusahakan petani dan karena

Page 97: A05phm Libre

cabang usahatani padi ladang tidak menguntungkan turut mempengaruhi produksi

padi ladang.

Nilai t-hitung untuk tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar

keluarga berpengaruh nyata terhadap nilai produksi pada taraf kepercayaan 99

persen (a = 0.05). Sedangkan pengaruh faktor pupuk, benih, dan pestisida tidak

signifikan pada taraf kepercayaan yang ditetapkan.

7.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha

Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi

merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut. Pengaruh

masing-masing variabel terhadap produksi adalah sebagai berikut : Berdasarkan

Tabel 18 didapat bahwa jumlah nilai elastisitas faktor-faktor produksi sebesar

1.17. Angka ini merupakan penjumlahan dari koefisien regresi faktor produksi

yang dalam hal ini dianggap sebagai nilai elastisitas dari faktor tersebut. Karena

jumlah nilai elastisitas faktor produksi lebih besar dari 1, maka dapat disimpulkan

bahwa usahatani padi ladang berada dalam daerah produksi increasing return to

scale. Dengan nilai elastisitas produksi sebesar 1.17, berarti setiap penambahan

faktor produksi secara bersama-sama sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan

produksi sebesar 1.17 persen.

Nilai elastisitas pupuk sebesar 0.2484, berarti jika penggunaan pupuk

ditingkatkan sebesar satu persen, maka produksi padi ladang akan meningkat

sebesar 0.2484 persen dengan asumsi ceteris paribus. Namun berdasarkan uji t

diperoleh bahwa faktor produksi pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap

produksi padi ladang. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk diantara petani

Page 98: A05phm Libre

cenderung sama, sehingga tidak ditemukan adanya variasi data penggunaan

pupuk.

Menurut Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten

Karawang dalam Laporan Studi Penanganan dan Pemanfaatan Lahan Kritis di

Kabupaten Karawang Tahun 2003, tanah di daerah penelitian termasuk jenis

latosol. Jenis latosol merah coklat kekuningan, bertekstur lempung, struktur

gumpal/keras, dan solum dalam. Kesuburan tanah diukur dengan menggunakan

tiga indikator yaitu nilai pH, kapasitas tukar kation (KTK), dan kejenuhan basa

(KB).

Dengan menggunakan ketiga indikator tersebut, nilai pH di lokasi

penelitian adalah 4 sampai 5 sehingga termasuk tanah asam. Sedangkan kapasitas

tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) di lokasi penelitian termasuk dalam

kelompok sedang. Sehingga secara keseluruhan disimpulkan bahwa tingkat

kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong rendah.

Pada tanah-tanah asam banyak ditemukan unsur Aluminium dapat ditukar

(Aldd). Unsur Al ini selain bersifat racun bagi tanaman juga bersifat mengikat

fosfor (P2O5), sehingga menjadi tidak tersedia atau tidak dapat diserap tanaman.

Pada tanah asam biasa dijumpai gejala keracunan unsur Fe yang dicirikan adanya

bercak-bercak pada daun berwarna kuning kemerahan. Derajat keasaman (pH)

tanah yang rendah dapat ditingkatakan dengan program pengapuran.

Tindakan untuk mengatasi masalah KTK (Kapasitas Tukar Kation), KB

(Kejenuhan Basa), dan pH (derajat keasaman) yang merupakan tiga indikator

kesuburan tanah, cukup dengan tindakan yang sama yaitu dengan pemupukan

bahan organik (pupuk kandang). Selain itu dapat juga dilakukan dengan

Page 99: A05phm Libre

pengapuran menggunakan jenis kapur tanah CaCO3 sebelum penanaman karena

ketiga parameter kesuburan tersebut intinya saling berhubungan.

Dosis pemberian kapur adalah 0.4 sampai 0.5 ton per hektar, sedangkan

untuk pupuk kandang nilai rata-ratanya adalah tiga kali dari dosis pengapuran,

tetapi bila sudah diberi kapur tidak perlu lagi menggunakan pupuk kandang.

Sedangkan untuk dosis atau takaran pupuk yang dianjurkan BAPPEDA dalam

budidaya padi ladang adalah Urea sebanyak 100 kilogram per hektar dengan tiga

kali pemberian, masing-masing sepertiga bagian untuk pupuk dasar, pada stadia

vegetatif (umur tanaman 14,35, dan 49 hari setelah tanam). Pupuk TSP sebanyak

100 kilogram per hektar, dan KCl 100 kilogram per hektar yang masing-masing

diberikan sekaligus saat tanam.

Pupuk yang digunakan di lokasi penelitian rata-rata sebanyak 110.8

kilogram per hektar Urea dan TSP dalam bentuk campuran yang diberikan

sekaligus pada saat penanaman, dan tidak ada petani yang menggunakan pupuk

KCl. Pemberian pupuk kandang atau pengapuran sebelum penanaman juga tidak

dilakukan petani. Hal ini menyebabkan faktor produksi pupuk tidak elastis

terhadap peningkatan hasil produksi padi ladang.

Tenaga kerja luar keluarga mempunyai nilai elastisitas sebesar 0.5302,

berarti setiap penambahan faktor tenaga kerja luar keluarga (ceteris paribus)

sebesar satu persen, maka produksi padi ladang akan meningkat sebesar 0.5302

persen. Berdasarkan uji t diperoleh bahwa faktor tenaga kerja luar keluarga

berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang pada taraf kepercayaan 98

persen. Budaya gotong royong para petani dalam melakukan penanaman di lokasi

Page 100: A05phm Libre

penelitian diduga menjadi penyebab elastisnya peningkatan faktor tenaga kerja

luar keluarga terhadap peningkatan produksi.

Seperti halnya tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja dalam keluarga

juga berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang pada taraf kepercayaan 99

persen. Adapun nilai elastisitas tenaga kerja dalam keluarga adalah sebesar

0.21728, yang berarti jika faktor tenaga kerja dalam keluarga ditingkatkan sebesar

sepuluh persen, maka produksi padi ladang akan meningkat sebesar 2.1728 persen

(ceteris paribus). Dalam melakukan pengolahan mulai dari persiapan lahan,

penyiangan, hingga pemanenan petani lebih banyak mengandalkan tenaga kerja

dalam keluarga.

Namun tidak demikian halnya dengan faktor produksi benih. Faktor ini

tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang pada taraf kepercayaan

sebesar 90 persen. Penambahan faktor produksi benih sebesar satu persen akan

cenderung meningkatkan produksi padi ladang sebesar 0.1013 persen dengan

asumsi ceteris paribus. Elastisitas faktor produksi benih yang rendah terhadap

peningkatan produksi diduga disebabkan karena penggunaan varietas benih yang

tidak tepat. Petani di lokasi penelitian menggunakan benih jenis Ciherang yang

sebenarnya adalah benih yang umumnya digunakan dalam padi sawah. Menurut

petani setempat benih jenis ini menghasilkan gabah yang lebih banyak daripada

varietas padi yang disarankan untuk padi ladang dalam kondisi normal, tetapi

kelembaban yang tinggi dan periode pengembunan yang panjang akan

menyebabkan resiko untuk terserang penyakit blast (bercak putih pada akar)

menjadi lebih besar. Penyakit blast merupakan jenis penyakit yang paling penting

dan paling sering dijumpai dalam budidaya padi ladang pada umumnya, demikian

Page 101: A05phm Libre

juga di lokasi penelitian. Penyakit blast dapat menurunkan hasil panen bahkan

menggagalkan pertanaman padi ladang. Petani tidak menggunakan varietas padi

ladang karena produktivitas yang lebih rendah.

Faktor produksi pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan

90 persen tetapi berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 70 persen terhadap

produksi padi ladang. Elastisitas faktor produksi pestisida adalah sebesar

0.06968, yang berarti setiap kenaikan penggunaan pestisida sebesar satu persen

akan cenderung meningkatkan produksi padi ladang sebesar 0.06986 persen

dengan asumsi ceteris paribus. Rendahnya elastisitas faktor produksi pestisida

terhadap peningkatan produksi menunjukkan bahwa penggunaan pestisida oleh

petani tidak berfungsi secara efektif dalam mengurangi atau membasmi hama dan

penyakit yang menyerang padi ladang karena jumlah atau jenis pestisida yang

belum tepat.

Jadi jika dilihat secara keseluruhan, maka faktor yang berpengaruh nyata

terhadap produksi padi ladang di Desa Wanajaya adalah faktor tenaga kerja dalam

dan luar keluarga. Dan jika dilihat dari besaran nilai elastisitas, maka faktor yang

paling responsif terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja luar keluarga

dengan nilai elastisitas sebesar 0.5302. Hal ini disebabkan oleh tenaga kerja luar

keluarga akan bekerja lebih optimal dibandingkan dengan tenaga kerja dalam

keluarga. Tenaga kerja luar keluarga akan bekerja lebih optimal dibandingkan

dengan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga melakukan

pekerjaan dengan jam kerja yang telah ditentukan sebelumnya, upah yang telah

disepakati, dan juga target kerja yang ditentukan sebelumnya. Petani yang

Page 102: A05phm Libre

menggunakan tenaga kerja luar keluarga akan mengoptimalkan kerja buruh tani

agar target kerja yang diinginkan tercapai.

7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi

Menurut Doll dan Orazem (1984), untuk mencapai keuntungan yang

maksimal, suatu usaha tani harus memenuhi dua syarat yaitu syarat keharusan

(Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat

keharusan (Necessary Condition) dipenuhi pada saat tidak ada lagi kemungkinan

lain dalam penggunaan input yang lebih sedikit untuk menghasilkan nilai produksi

yang sama, atau ketika elastisitas produksi lebih besar atau sama dengan nol dan

lebih lebih kecil atau sama dengan satu (≤ εp ≤ 1).

Berbeda dengan syarat keharusan yang objektif, syarat kecukupan dapat

berbeda pada setiap usahatani atau individu dan merupakan efisiensi yang

subjektif. Terpenuhi atau tidaknya kedua syarat tersebut dapat diketahui dengan

menggunakan sebuah persamaan yaitu perbandingan antara Value Marginal

Product (PyMPxi) atau disebut juga Nilai Produk Marjinal (NPM), dan Marginal

Factor Cost (MFC) atau yang sering disebut dengan Biaya Korbanan Marjinal

(BKM). Nilai Produk Marjinal merupakan hasil kali antara harga produk dengan

Produk Marjinal (PM) sementara Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sama dengan

harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri.

Tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor- faktor produksi dapat

dilihat dari besarnya rasio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal

per periode produksi. Faktor- faktor produksi yang dapat dianalisis adalah faktor-

faktor produksi yang bersifat fisik dan yang dapat dinilai dengan rupiah. Jika

rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor- faktor

Page 103: A05phm Libre

produksi disebut belum efisien dan perlu ditingkatkan penggunaannya untuk

mencapai keuntungan maksimum. Rasio NPM dengan BKM yang lebih kecil dari

satu menunjukkan bahwa penggunaan faktor- faktor produksi telah melebihi batas

optimal sehingga untuk mencapai keuntungan maksimum maka penggunaannya

harus dikurangi.

Rasio NPM dengan BKM yang sama dengan satu untuk semua faktor-

faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor- faktor produksi dalam

usahatani tersebut tepat berada pada kondisi optimal dan telah mencapai

keuntungam maksimum sehingga usahatani dapat dikatakan telah efisien secara

ekonomis. Rasio NPM dan BKM usahatani padi ladang di Desa Wanajaya

ditunjukkan dalam Tabel 21.

Tabel 19. Rasio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal

Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya

Variabel Penggunaan

Rata-rata

Aktual

Koefisien

Regresi NPM BKM

NPM/

BKM

Pupuk 110.81 0.2484 3712.05 1454 2.553

Tenaga Kerja Luar RT 48.34 0.5302 18162.44 6000 3.027

Tenaga Kerja Dalam RT 237.37 0.2172 1515.22 6000 0.252

Benih 60.00 0.1013 2795.75 2407 1.162

Pestisida 1.70 0.0696 67873.50 46724 1.453

Produksi Rata-rata (Kg/Ha) 1273.79

Harga Rata -rata/unit Output (Rp/Kg) 1300

Keterangan : NPM = Nilai Produk Marjinal

BKM = Biaya Korbanan Marjinal

Tabel 19 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi aktual dan rasio

Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) pada

usahatani padi ladang di Desa Wanajaya. Rasio-rasio NPM dengan BKM dari

setiap faktor produksi menunjukkan bahwa penggunaan faktor- faktor produksi

dalam usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak efisien secara ekonomis,

karena nilai-nilai rasio NPM dan BKM tidak ada yang sama dengan satu. Rasio

Page 104: A05phm Libre

ini juga berarti bahwa penggunaan faktor- faktor produksi pada usahatani padi

ladang belum optimal pada jumlah produksi yang sama.

Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa rasio NPM dan BKM untuk faktor

produksi pupuk, tenaga kerja luar keluarga, benih, dan pestisida masing-masing

lebih besar dari satu. Nilai rasio ini mengandung arti bahwa penggunaan faktor–

faktor produksi tersebut masih kurang dan masih dapat ditingkatkan lagi agar

dicapai tingkat penggunaan yang efisien atau optimal. Penggunaan faktor

produksi pestisida dan pupuk yang rendah ini disebabkan oleh keterbatasan modal

yang dimiliki petani untuk membeli pupuk dan pestisida dalam jumlah yang lebih

besar yang sesuai dengan kebutuhan usahatani berdasarkan kondisi kesuburan dan

kandungan hara tanah, sehingga pupuk dan pestisida hanya digunakan

berdasarkan kemampuan finansial petani. Penggunaan benih yang tidak efisien

juga disebabkan oleh ketidakmampuan petani secara finansial untuk membeli

benih yang memiliki harga beli yang tinggi, sehingga benih yang digunakan

petani adalah gabah yang merupakan sisa hasil panen dari musim tanam

sebelumnya dengan mutu yang lebih rendah daripada benih komersial.

Rasio NPM dan BKM yang paling besar adalah pada faktor tenaga kerja

luar keluarga yaitu sebesar 3.027. Berdasarkan nilai rasio ini, maka penggunaan

tenaga kerja luar keluarga memerlukan penambahan yang relatif lebih besar agar

dicapai tingkat efisien. Rendahnya penggunaan tenaga kerja luar keluarga

disebabkan oleh keterbatasan modal petani untuk mengupah tenaga kerja luar

keluarga yang lebih besar.

Sedangkan untuk faktor tenaga kerja dalam keluarga didapat nilai rasio

NPM dan BKM yang lebih kecil dari satu, yang berarti bahwa penggunaan faktor

Page 105: A05phm Libre

produksi ini berlebihan atau tidak efisien, sehingga untuk mencapai tingkat

efisien, maka penggunaan tenaga kerja dalam keluarga harus dikurangi.

Penggunaan yang berlebih ini terjadi karena usahatani padi ladang merupakan

usahatani utama dan sumber makanan pokok keluarga petani sehingga alokasi

tenaga kerja untuk usahatani padi ladang relatif lebih besar. Rendahnya tingkat

pendidikan petani menyebabkan mereka tidak memiliki keahlian atau pekerjaan

lain selain berusahatani padi ladang sehingga tenaga kerja dalam keluarga yang

digunakan dalam usahatani menjadi relatif lebih besar.

Efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi dapat dicapai dengan

menggunakan kombinasi optimal dari faktor-faktor produksi. Kombinasi optimal

dari penggunaan faktor-faktor produksi akan diperoleh jika Nilai Produk Marjinal

sama dengan Biaya Korbanan Marjinal atau jika rasio Nilai Produk Marjinal dan

Biaya Korbanan Marjinal sama dengan satu. Pada Tabel 20 dapat dilihat

kombinasi faktor- faktor produksi yang menghasilkan penggunaan input yang

efisien.

Tabel 20. Kombinasi Optimal dari Faktor-Faktor Produksi Usahatani Padi

Ladang Di Desa Wanajaya

Variabel Penggunaan

Optimal

Koefisien

Regresi NPM BKM

NPM/

BKM Pupuk 282.51 0.2484 1454 1454 1

Tenaga Kerja Luar RT 146.33 0.5302 6000 6000 1

Tenaga Kerja Dalam RT 59.94 0.2172 6000 6000 1

Benih 69.69 0.1013 2407 2407 1

Pestisida 2.47 0.0696 46724 46724 1

Produksi Rata-rata (Kg/Ha) 1273.79

Harga Rata -rata/unit Output (Rp/Kg) 1300

Keterangan : NPM = Nilai Produk Marjinal BKM = Biaya Korbanan Marjinal

Berdasarkan Tabel 20 di atas diperoleh nilai penggunaan optimal dari

faktor pupuk sebesar 282.51. Nilai ini berarti untuk mencapai tingkat efisien,

Page 106: A05phm Libre

penggunaan pupuk harus ditingkatkan dari penggunaan aktualnya sebesar 110.81

kilogram menjadi sebesar 282.51 kilogram. Nilai penggunaan optimal dari faktor

tenaga kerja luar keluarga adalah sebesar 146.33, yang berarti bahwa penggunaan

tenaga kerja luar keluarga yang semula sebesar 48.34 HOK harus ditingkatkan

menjadi 146.34 HOK agar dicapai tingkat efisien.

Jika dilihat dari segi rasio NPM dan BKM, penggunaan benih yang semula

sebesar 60 kilogram harus ditingkatkan menjadi 69.69 kilogram agar dicapai

tingkat efisiensi. Sementara nilai penggunaan tenaga kerja dalam keluarga harus

dikurangi dari yang semula sebesar 237.37 HOK menjadi sebesar 59.94 HOK agar

penggunaan faktor produksi ini efisien. Untuk faktor produksi pestisida,

penggunaannya harus ditingkatkan dari sebesar 1.7 liter dalam penggunaan

aktualnya menjadi sebesar 2.47 liter agar dicapai tingkat efisiensi.

Page 107: A05phm Libre

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pendapatan atas biaya tunai adalah Rp.1.104.326,- sedangkan pendapatan atas

biaya total adalah Rp.-520.854,-. Kemudian dengan analisis imbangan

penerimaan dan biaya (analisis R/C ratio), diperoleh nilai rasio R/C atas biaya

total sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu), sehingga dapat disimpulkan bahwa

cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi

petani.

2. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang

adalah tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga, yang nyata

pada taraf kepercayaan 99 persen. Sedangkan faktor pupuk, benih, dan

pestisida tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan yang ditetapkan.

3. Penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien secara ekonomis dicapai pada

saat penggunaan faktor pupuk sebesar 282.51, faktor tenaga kerja luar

keluarga sebesar 146.33 HOK, penggunaan benih yang semula sebesar 60

kilogram harus ditingkatkan menjadi 69.69 kilogram, penggunaan tenaga

kerja dalam keluarga harus dikurangi dari yang semula sebesar 237.37 HOK

menjadi sebesar 59.94 HOK, faktor produksi pestisida harus ditingkatkan dari

sebesar 1.7 liter dalam penggunaan aktualnya menjadi sebesar 2.47 liter.

Page 108: A05phm Libre

8.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan, maka disarankan untuk:

1. Penggunaan faktor produksi pupuk, benih, pestisida tenaga kerja luar harus

ditingkatkan dari penggunaan aktualnya supaya usahatani padi ladang yang

dilakukan lebih efisien dan menguntungkan bagi petani.

2. Pemberian bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik

budidaya padi ladang yang tepat seperti kombinasi penggunaan pupuk dan

pestisida yang tepat dan pola tanam yang tepat untuk mencapai usahatani padi

ladang yang lebih produktif dan menguntungkan.

Page 109: A05phm Libre

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Tauhid. 2002. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Marketed Supply Gabah di Kabupaten Magelang

dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ariyanti, Diana. 1998. Perkembangan Tingkat Produksi, Produktivitas dan

Pendapatan Petani Padi Dihubungkan Dengan Kebijaksanaan Harga Dasar Gabah dan Harga Sarana Produksi (Studi Kasus : Desa Sukatani,

Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Petanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Badan Perencana Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Karawang, 2003.

Laporan Draft Final Studi Penanganan dan Pemanfaatan Lahan Kritis Di Kabupaten Karawang Tahun Anggaran 2003. PT. Sadhya Grahacara,

Karawang.

Basyir, Amir., Punarto S., Suyamto dan Supriyatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Malang.

Dahlia, Noorsanti Uceu. 1999. Analisis Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penyimpanan Gabah di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Departemen Pertanian Satuan Pengendali Bimas. 1983. Pedoman bercocok tanam

padi, palawija, sayur-sayuran. Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Pertanian. 1995-1998. Vademekum Sumberdaya, Jakarta.

Doll, P. John dan Frank Orazem. 1984. Production Economic Theory with

Aplications. Edisi Kedua. John Wiley and Sons, Kanada.

Geertz, C. 1963. Involusi Pertanian : Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Yayasan Obor Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometric. Second Edition. Mc.Graw –Hill, New York.

Gupta PC, O’Toole JC. 1986. Upland rice : a global perspective. Interna tional Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.

Hariyanto, A.B. 1994. Pola Adaptasi Peladang Berpindah di Pemukiman (Kasus Peladang Berpindah di Perkebunan HTI, Sumatera Selatan. Tesis.

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 110: A05phm Libre

Harsono, S. 1995. Sambutan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.

PILMITANAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional). Bogor.

Hernanto, Fadholi. 1988. Ilmu Usahatani. PS. Penebar Swadaya. Cetakan kedua. IKAPI, Jakarta.

Maryono, 1996. Pemanfaatan dan Peranan Lahan Kering Dalam Pembangunan Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3S, Jakarta.

Netty, D. 1996. Potensi Lahan Kering Dalam Pembangunan Pertanian di

Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahardjo, M. D. 1993. Politik Pangan dan Industri Pangan di Indonesia. Prisma, (5): 13-12, Jakarta.

Rahayu, Yayu Sri. 2001. Perbandingan Usahatani Padi Ladang Baduy Luar dan Luar Baduy Dilihat Dari Tingkat Efisiensi dan Subsistensi Usahatani

(Studi Kasus di Desa Kanekes dan Desa Jalupang Mulya, Kec. Leuwi Damar, Kab. Lebak, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Satria, Arif. 1995. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani

Dalam Pemasaran Gabah (Kasus Desa Majosen, Tenggeng Kulon dan Yosorejo, Kecamatan sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scott, James. 1981. Moral Ekonomi Petani. LP3ES, Jakarta.

Setiawan, Chandra Arief. 2000. Analisis Wilayah Rawan Kekeringan Untuk

Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Padi Gogo di Sulawesi Tenggara. Tesis. Program Studi Agroklimatologi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sidik, Mulyo. 2004. Indonesia Rice Policy In View of Trade Liberalization. FAO Rice Conference. 12-13 February, Rome, Italy.

Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Penerbit Sustra

Hudaya, Jakarta.

Soeharjo, Ahmad dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press, Jakarta.

Susanto, Harry. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor

Produksi Usahatani Padi Gogo Secara Tumpangsari Dengan Jagung di

Kecamatan Kadipaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Page 111: A05phm Libre

Wana, Hermawan. 2000. Analisis Faktor- faktor Produksi Padi Lahan Kering di

Indonesia. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wijaya, Andri. 2002. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Input Rendah di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Yanuar, Rahmat. 1999. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Lahan Gambut (Studi Kasus : Desa Blang Ramee, Kecamatan Tounom, Kabupaten Aceh Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Yelni. 1999. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Teknis dan Irigasi Sederhana. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 112: A05phm Libre

L A M P I R A N

Page 113: A05phm Libre

Lampiran 1. Analisis Regresi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Produktivitas Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya

The regression equation is Ln Produktivitas = 0.00 + 0.248 Ln Pupuk + 0.530 Ln TK Luar + 0.217 Ln TK Dalam + 0.101 Ln Benih + 0.0697 Ln Pestisida Predictor Coef SE Coef T P VIF Konstanta 0.004 1.989 0.00 0.999 Ln Pupuk 0.2484 0.4056 0.61 0.545 1.3 Ln TK Luar 0.5302 0.1969 2.69 0.011 1.8 Ln TK Dalam 0.21728 0.06819 3.19 0.003 1.2 Ln Benih 0.1013 0.2092 0.48 0.632 2.3 Ln Pestisida 0.06968 0.06548 1.06 0.296 1.3 S = 0.5039 R-Sq = 59.6% R-Sq(adj) = 52.8% PRESS = 10.3546 R-Sq(pred) = 45.02% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 5 11.2161 2.2432 8.83 0.000 Residual Error 30 7.6180 0.2539 Total 35 18.8341 Source DF Seq SS Ln Pupuk 1 1.8846 Ln TK Luar 1 5.6600 Ln TK Dalam 1 3.2221 Ln Benih 1 0.1619 Ln Pestisida 1 0.2875 Unusual Observations Obs Ln Pupuk Ln Prod Fit SE Fit Residual St Resid 6 4.61 5.3000 6.5712 0.1876 -1.2712 -2.72R 7 4.61 7.8200 6.8251 0.1803 0.9949 2.11R Durbin-Watson statistic = 1.77

Page 114: A05phm Libre

Lampiran 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi di

Indonesia, Tahun 2001-2005

Tahun No Komoditi

2001 2002 2003 2004 2005

Pertumbuhan

(2004-2005)

1 Padi

Produksi (000 Ton) 50.461 51.490 52.138 54.088 53.008 -2,00

Luas Panen (000 Ha) 11.500 11.521 11.488 11.922 11.604 -2,67

Produktivitas (Ku/Ha) 43,88 44,69 45,38 45,36 45,68 0,71

2 Padi Sawah

Produksi (000 Ton) 47.896 48.899 49.378 51.209 50.185 -2,00

Luas Panen (000 Ha) 10.419 10.457 10.395 10.799 10.498 -2,79

Produktivitas (Ku/Ha) 45,97 46,76 47,50 47,42 47,80 0,80

3 Padi Ladang

Produksi (000 Ton) 2.565 2.591 2.759 2.879 2.822 -1,95

Luas Panen (000 Ha) 1.081 1.064 1.094 1.123 1.105 -1,56

Produktivitas (Ku/Ha) 23,74 24,34 25,23 25,63 25,52 -0,43

Sumber : www.bps.go.id, 2005

Page 115: A05phm Libre

Lampiran 3. Produktivitas Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia,

Tahun 2001-2005 (Kwintal/Ha)

Tahun

No. Propinsi 2001 2002 2003 2004 2005*)

Pertumbuhan

(2004-2005)

1 NAD 22.45 21.54 22.25 22.02 22.14 0.54

2 Sumatera Utara 24.75 24.75 25.03 25.14 26.33 4.73

3 Sumatera Barat 22.15 24.06 25.65 27.11 27.84 2.69

4 Riau 19.66 19.88 19.95 21.32 21.47 0.70

5 Jambi 21.97 21.85 22.27 23.76 23.99 0.97

6 Sumatera Selatan 20.89 20.93 22.22 23.67 23.33 -1.44

7 Bengkulu 20.21 20.22 20.41 20.66 20.75 0.44

8 Lampung 24.75 24.78 26.12 26.15 26.27 0.46

9 Bangka Belitung 20.16 20 19.86 20.55 17.67 -14.01

10 DKI Jakarta - - - 0 0 -

11 Jawa Barat 24.8 24.66 26.53 25.19 26.31 4.45

12 Jawa Tengah 30.36 30.49 31.21 31.82 32.01 0.60

13 DI Yogyakarta 31.42 31.42 35.16 37.27 33.9 -9.04

14 Jawa Timur 34.21 34.33 35.8 35.29 35.3 0.03

15 Banten 21.37 20.65 28.87 28.86 28.76 -0.35

16 Bali 16.36 22.18 16.61 18.7 18.6 -0.53

17 Nusa Tenggara Barat 23.13 23.8 24.19 25.03 26.35 5.27

18 Nusa Tenggara Timur 17.92 19.94 20.57 21.12 20.3 -3.88

19 Kalimantan Barat 17.17 20.31 19.53 19.99 19.89 -0.50

20 Kalimantan Tengah 19.32 21.56 21.45 21.96 20.09 -8.52

21 Kalimantan Selatan 24.15 23.83 23.71 25.53 24.58 -3.72

22 Kalimantan Timur 22.11 22.31 22.55 23.55 24.03 2.04

23 Sulawesi Utara 23.19 23.21 23.57 23.9 24.2 1.26

24 Sulawesi Tengah 20.89 22.95 23.28 21.59 23.45 8.62

25 Sulawesi Selatan 21.62 20.31 18.41 23.56 25.5 8.23

26 Sulawesi Tenggara 20.85 24.06 20.84 26.33 23.47 -10.86

27 Gorontalo 22.07 22.77 29.49 23.18 23.35 0.73

28 Maluku 18.47 18.57 22.52 21.25 21.84 2.78

29 Maluku Utara - - 22.56 20.66 20.72 0.29

30 Papua 26.82 24.85 26.21 30 29.21 -2.63

Indonesia 23.74 24.34 25.23 25.63 25.52 -0.43

Sumber : www.bps.go.id, 2005

*)

Angka ramalan

-) Data tidak tersedia

Page 116: A05phm Libre

Lampiran 4. Produksi Padi Ladang Menurut Propinsi Di Indonesia

Tahun 2001-2005 (Dalam Ton)

Tahun

No. Propinsi 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan

1 NAD 4,240 8,763 2,693 7,550 6,882 -8.85

2 Sumatera Utara 180,900 171,416 82,908 204,000 227,663 11.60

3 Sumatera Barat 13,497 20,175 8,234 23,957 25,307 5.64

4 Riau 44,621 39,925 16,454 46,301 44,407 -4.09

5 Jambi 59,612 59,882 26,892 59,892 65,681 9.67

6 Sumatera Selatan 158,614 139,771 83,450 169,945 167,754 -1.29

7 Bengkulu 34,959 41,938 17,692 37,363 39,333 5.27

8 Lampung 252,962 195,556 77,970 183,806 185,076 0.69

9 Bangka Belitung 11,199 6,702 3,331 8,308 6,226 -25.06

10 DKI Jakarta - - - - - -

11 Jawa Barat 340,042 295,491 132,055 302,796 306,578 1.25

12 Jawa Tengah 192,725 219,699 60,773 198,254 184,434 -6.97

13 DI Yogyakarta 119,723 115,622 36,052 133,717 121,108 -9.43

14 Jawa Timur 303,576 304,418 94,801 358,618 356,136 -0.69

15 Banten 73,861 56,788 31,778 107,676 105,144 -2.35

16 Bali 1,574 1,404 1,016 2,560 1,659 -35.20

17 NTB 78,036 86,190 40,647 121,486 99,878 -17.79

18 NTT 102,181 113,848 58,375 137,898 115,347 -16.35

19 Kalimantan Barat 175,530 200,522 100,290 209,978 231,530 10.26

20 Kalimantan Tengah 111,842 143,386 80,423 215,204 181,500 -15.66

21 Kalimantan Selatan 110,190 134,086 39,291 116,182 113,073 -2.68

22 Kalimantan Timur 107,169 154,951 61,872 132,903 128,246 -3.50

23 Sulawesi Utara 12,365 10,889 5,248 10,967 13,917 26.90

24 Sulawesi Tengah 7,726 16,162 5,177 14,194 16,368 15.32

25 Sulawesi Selatan 29,016 20,203 7,225 22,615 28,323 25.24

26 Sulawesi Tenggara 11,814 16,838 9,621 27,998 26,414 -5.66

27 Gorontalo 1,333 995 1,465 2,281 3,187 39.72

28 Maluku 13,910 1,978 1,468 4,844 4,656 -3.88

29 Maluku Utara - - 1,750 5,827 6,288 7.91

30 Papua 12,053 13,031 4,567 11,915 10,659 -10.54

Indonesia 2,565,270 2,590,629 1,093,518 2,879,035 2,822,774 -1.95

Sumber : www.bps.go.id, 2005

Page 117: A05phm Libre

Lampiran 5. Penggunaan Faktor-faktor Produksi Cabang Usahatani Padi

Ladang Di Desa Wanajaya, Musim Tanam November-April Tahun 2005

No Nama Luas (Ha)

Produksi (Kg)

TK Dlm (HOK)

TK Luar (HOK)

Benih (Kg)

Pestisida (Liter)

Pupuk (Kg)

1 Sakam 1.5 1.500 186.6 44 50 1.1 100

2 Acim 0.75 .500 105.8 25 2.1 70

3 Madhari 1 1.500 150.4 26 50 0.6 100

4 Ladi 0.5 400 172 27.4 50 2 100

5 Kiwan 0.5 400 150 30.6 50 0.15 100

6 Walim 1 200 84.8 28 50 0.15 100

7 Kamin 1 2.500 220.6 37 50 0.08 100

8 Natong 1 800 196.4 29 25 0.16 150

9 Onang 1 1.000 82.8 40

10 Rakim 2 1.300 269.6 38.4 100 0.15

11 Bodeh 0.5 500 125.6 40 40 2.2 250

12 Ayat 0.4 500 117.2 30 1.1 25

13 Aman 1 800 112 31 80 2.24 30

14 Adon 0.75 1.000 390.4 48 50 1.1 100

15 Icis 0.5 900 409.8 35.6 25 0.74 100

16 Cilan 1 400 146.8 43.2 50 0.1 100

17 Hidayat 1 1.000 174.2 26 50 0.15 200

18 Enan 0.5 1.000 311.4 20.4 50 2.16 40

19 Asmur 1 900 155.8 33 50 0.1 100

20 Karsim 0.8 900 231.6 45.2 50 0.5 200

21 Madhawi 0.4 400 142 26 20 0.16 30

22 Asim 0.5 1.000 104.6 27.4 50 0.25 100

23 Mamat 0.4 900 141.4 46 30 0.24 150

24 Enong 0.4 500 155.4 18.2 20 0.32 50

25 Amud 1 800 157.2 36 50 0.2 200

26 Murdi 0.5 1.500 141.2 154 60 0.24 200

27 Hardi 0.1 400 141.4 50 0.1 30

28 Ganda 0.5 800 174.2 26.4 30 5.24 100

29 Keming 0.6 500 125.8 35 80 4.1 100

30 Dulhamid 1 800 192.4 28 50 200

31 Sadum 0.4 200 413 40 0.1 80

32 Kadim 0.4 500 162.2 17.4 50 1.05 80

33 Misjah 0.5 280 173.8 37.6 40 80

34 Iwan 2 1.000 172.6 48 50 2.15 200

35 Sahir 0.5 200 109 30 0.15

36 Walim 0.5 500 114.6 15.2 40

37 Narmin 0.6 150 30 0.05

38 Neman 0.5 500 195.4 26 30 0.2 80

39 Namun 1 700 166.2 80 7

40 Samad 0.5 200 20 0.1

Rata-rata 0.75 954.75 178.03 36.25 45 1.27 83.1

Rata-rata per Hektar 1273 237.37 48.34 60 1.7 110.8

Page 118: A05phm Libre

Lampiran 6. Pengeluaran Cabang Usahatani Padi Ladang Di Desa Wanajaya

Musim Tanam November-April Tahun 2005

Tenaga Kerja Saprotan No Nama

Luas

(ha)

Produksi

(Kg) Dalam RT Luar RT Benih Pestisida Pupuk

1 Sakam 1.5 1.500 1,119,600,- 264,000,- 120,000,- 46,000,- 130,000,-

2 Acim 0.75 500 634,800,- 60,000,- 48,000,- 104,000,-

3 Madhari 1 1.500 902,400,- 156,000,- 120,000,- 80,000,-

4 Ladi 0.5 400 1,032,000,- 164,400,- 120,000,- 69,000,- 140,000,-

5 Kiwan 0.5 400 900,000,- 183,600,- 120,000,- 33,000,- 175,000,-

6 Walim 1 200 508,800,- 168,000,- 120,000,- 33,000,- 175,000,-

7 Kamin 1 2.500 1,323,600,- 222,000,- 120,000,- 15,000,- 150,000,-

8 Natong 1 800 1,178,400,- 174,000,- 60,000,- 30,000,-

9 Onang 1 1.000 496,800,- 56,000,-

10 Rakim 2 1.300 1,617,600,- 230,400,- 240,000,- 33,000,-

11 Bodeh 0.5 500 753,600,- 240,000,- 56,000,- 74,000,- 60,000,-

12 Ayat 0.4 500 703,200,- 72,000,- 29,500,- 60,000,-

13 Aman 1 800 672,000,- 186,000,- 192,000,- 60,000,- 72,000,-

14 Adon 0.15 1.000 2,342,400,- 288,000,- 75,000,- 55,000,- 130,000,-

15 Icis 0.5 900 2,458,800,- 213,600,- 60,000,- 80,000,- 150,000,-

16 Cilan 1 400 880,800,- 259,200,- 70,000,- 22,000,- 135,000,-

17 Hidayat 1 1.000 1,045,200,- 156,000,- 120,000,- 30,000,- 300,000,-

18 Enan 0.5 1.000 1,868,400,- 122,400,- 120,000,- 48,000,- 140,000,-

19 Asmur 1 900 934,800,- 198,000,- 74,000,- 22,000,- 160,000,-

20 Karsim 0.8 900 1,389,600,- 271,200,- 72,000,- 108,000,- 272,000,-

21 Madhawi 0.4 400 852,000,- 156,000,- 48,000,- 30,000,- 60,000,-

22 Asim 0.5 1.000 627,600,- 164,400,- 70,000,- 60,000,- 175,000,-

23 Mamat 0.4 900 848,400,- 276,000,- 72,000,- 45,000,- 250,000,-

24 Enong 0.4 500 932,400,- 109,200,- 48,000,- 60,000,- 7,000,-

25 Amud 1 800 943,200,- 216,000,- 70,000,- 44,000,- 150,000,-

26 Murdi 0.5 1.500 847,200,- 924,000,- 144,000,- 40,000,- 300,000,-

27 Hardi 0.1 400 848,400,- 70,000,- 72,000,-

28 Ganda 0.5 800 1,045,200,- 158,400,- 72,000,- 89,000,- 150,000,-

29 Keming 0.6 500 754,800,- 210,000,- 192,000,- 122,000,- 175,000,-

30 Dulhamid 1 800 1,154,400,- 168,000,- 120,000,-

31 Sadum 0.4 200 2,478,000,- 56,000,- 22,000,- 130,000,-

32 Kadim 0.4 500 973,200,- 104,400,- 70,000,- 21,000,- 56,000,-

33 Misjah 0.5 280 1,042,800,- 225,600,- 112,000,-

34 Iwan 2 1.000 1,035,600,- 288,000,- 70,000,- 51,000,- 300,000,-

35 Sahir 0.5 200 654,000,- 42,000,- 33,000,-

36 Walim 0.5 500 687,600,- 91,200,- 56,000,-

37 Narmin 0.6 150 42,000,- 11,000,-

38 Neman 0.5 500 1,172,400,- 156,000,- 30,000,- 44,000,- 70,000,-

39 Namun 1 700 997,200,- 112,000,- 315,000,-

40 Samad 0.5 200 28,000,- 22,000,-

Rata-rata 0.75 954 1,016,430,- 168,600,- 89,275,- 54,985.- 146,482,-

Rata-rata per Hektar 1273 1,355,240,- 224,800,- 119,033,- 73,313,- 195,309,-


Top Related