LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA II
ANALISIS FOSFOR DAN KROM(VI) SECARA
SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS
(K2.07-2)
Disusun Oleh :
DIAN CAHAYANINGRUM
05/186336/PA/10579
Selasa, 1 Mei 2007
Asisten pembimbing : Khusnul Retnoningsih
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan konsentrasi fosfat dalam sample secara spektrofotometri
2. Mempelajari teknik analisis spesies krom (VI) dengan metode difenil karbazida
3. Menguasai teknik analisis spektofotometri untuk unsur logam dan non logam
II. Pendahuluan
Jika suatu sinar putih melewati kuvet yang terisi cairan, radiasi yang keluar
selalu lebih lemah daripada yang masuk. Pengurangan daya pada umumnya berbeda
untuk panjang gelombang yang juga berbeda. Perbedaan ini merupakan bagian dari
pantulan permukaan dan sejumlah kecil oleh keberadaan partikel yang tersuspensi.
Jika energi yang diabsorpsi lebih besar untuk beberapa panjang gelombang visibel
daripada yang lain, sinar yang dipancarkan akan terlihat berwarna.
Untuk kimia analitik, pentingnya keberadaan larutan berwarna merupakan fakta
bahwa radiasi yang diabsorpsi merupakan karakteristik dari material yang
mengabsorpsi. Misalnya, larutan yang mengandung ion tembaga(II) hidrat
mengabsorpsi kuning dan memancarkan biru, maka tembaga dapat ditentukan dengan
mengukur tingkat absorpsi dari sinar kuning dibawah kondisi standar. Material
berwarna yang dapat larut dapat ditentukan dengan metode ini. Suatu zat yang yang
tidak berwarna atau sedikit berwarna dapat ditentukan dengan penambahan reagen
yang akan mengubahya menjadi senyawa yang berwarna tertentu. Istilah umum untuk
kimia analitik mengenai pengukuran absorpsi dan radiasi adalah absorpsiometri.
Istilah kolorimetri hanya yang berhubungan dengan daerah sinar tampak.
Absorpsi dari energi pancaran suatu materi dapat dideskripsikan secara
kuantitatif dengan hukum dasar yang dikenal sebagai hukum Beer. Semakin besar
konsentrasi solut, radiasi yang menembus ke dalam larutan juga semakin besar.
Secara umum, pengurangan daya sebanding dengan jumlah molekul yang
mengabsorpsi sinar. Pernyataan kuantitatif untuk hubungan tersebut adalah hukum
Beer. “Kenaikan berturut-turut pada jumlah molekul identik pengabsorpsi pada jalan
sinar radiasi monokromatik mengabsorpsi fraksi yang sama dengan daya pancaran
yang mentrasfernya.”
Jumlah molekul pengabsorpsi dalam elemen volum s2dx diberikan oleh Ncs2,
dimana c adalah konsentrasi dalam mol per liter, dan N adalah bilangan Avogadro.
Peryataan Beer dapat ditulis sebagai berikut :
kPdxNcs
dP −=2 (1)
dimana k menunjukkan fraksi daya P yang diabsorpsi dengan jarak elemen dx.
Bilangan Avogadro dapat digabung menjadi faktor konstan. Untuk perkalian silang
dapat ditulis :
kcdxP
dP −= (2)
Integral dari persamaan tersebut yang melewati jalur sepanjang b memberikan :
∫∫ −=bPb
dxkcP
dP
00
(3)
kcbP
PIn b −=
0
(4)
Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk logaritma biasa, menggantikan k dengan
konstanta baru, yaitu a, termasuk faktor konversi logaritma dan menghilangkan b
kecil, yaitu :
AabcP
P≡=0log (5)
A adalah absorbansi. Peryantaan singkat dari hukum Beer adalah A = abc. Daya
transmisi P dapat bervariasai antara batas nol dan P0, logaritma dari rasio, dalam teori
dapat bervariasi dari 0 sampai tak berhingga. Pada kenyataannya, absorbansi yang
lebih besar dari 2 atau 3 jarang dapat digunakan (karena pengaruh radiasi
menyimpang).
Konstanta a, dari persamaan (5) disebut absorptivitas. Absorptivitas merupakan
karakteristik khusus kombinasi solut dan solven untuk panjang gelombang yang
diberikan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa absorptivitas merupakan sifat
suatu zat (sifat intensif), sedangkan absorbansi merupakan sifat khusus sampel (sifat
ekstensif).
Hukum Beer mengindikasikan bahwa absorptivitas adalah konstan, tidak
beragntung pada konsentrasi, jarak, dan intensitas radiasi. Hukum ini tidak
memberikan petunjuk tentang efek dari temperatur, sifat alami solven, atau panjang
gelombang. Pada kenyataannya, temperatur memiliki efek sekunder kecuali
divariasikan melebihi jangkauan yang tidak biasa. Konsentrasi akan sedikit berubah
dengan perubahan temperatur, karena perubahan volume. Jika solut yang
mengabsorpsi dalam keadaan kesetimbangan dengan spesies lain, banyak atau sedikit
variasi temperatur diperlukan. Sebaliknya, beberapa zat menunjukkan absorbansi
yang berbeda jika didinginkan sampai temperatur dimana nitrogen menjadi cair. Pada
banyak praktek analitik, efek temperatur mungkin diabaikan terutama jika absorpsi
suatu zat yang tidak diketahui yang dibandingkan secara langsung dengan suatu zat
standar pada temperatur yang sama.
Pada temperatur konstan dan dalam spesifik solven, kadang ditemukan bahwa
absorptivitas mungkin tidak terlalu konstan. Jika absorbansi A dibuat grafik melawan
konsentrasi, garis lurus dari titik asal dapat diprediksikan oleh hukum Beer. Namun
pada beberapa sistem beberapa tingkat lengkungan ditemukan. Deviasi dari hukum
Beer mungkin dapat lebih jelas dari kenyataannya. Deviasi dapat disebut deviasi
positif dan negatif tergantung kurva yang diamati cekung keatas atau kebawah.
Hal yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian hukum Beer tidak penting untuk
sistem pengabsorpsi untuk digunakan pada analisis kuantitatif. Kurva absorpsi vs
konsentrasi diperuntukkan untuk zat dibawah kondisi tertentu yang dapat digunakan
sebagai kurva kalibrasi. Konsentrasi dari zat yang tidak diketahui dapat ditentukan
dari kurva kalibrasi tersebut dengan absorbansi yang diketahui dari pengukuran.
III. Alat dan Bahan
A. Alat :
1. Spektrofotometer Uv – Vis
2. Labu takar 25 ml
3. Kuvet
4. Pipet ukur
5. Gelas beker
6. Pipet tetes
Skema alat utama :
spektrofotometer Uv Vis
B. Bahan :
1. Larutan standar P 100 ppm
2. Larutan HNO3 10%
3. Larutan ammonium molibdovanadat
4. Larutan standar Cr(VI) 100 ppm
5. Larutan H2SO4 0,1 M
6. Larutan difenilkarbazida 0,01% dalam aseton
7. Akuades
IV. Prosedur Kerja
1. Analisis Krom(VI)
diencerkan sampai tanda
a. Penentuan λ maksimum dan kurva kalibrasi
b. Analisis sampel
lart. standar Cr 100 ppm 0; 4; 8; 12; 16 ml
labu takar 25 ml
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada λ 450-600 nm dengan interval 5 nm
ditentukan panjang λ maksimum
diukur absorbansinya pada λ optimum dan dibuat kurva kalibrasinya
1 ml lart. sampel
labu takar 25 ml
diencerkan sampai tanda
diukur absorbansinya pada λ optimum
ditentukan konsentrasinya dari kurva kalibrasi
2 ml difenilkarbazida2 tetes H2SO4
2 tetes H2SO4 2 ml difenilkarbazida
diencerkan sampai tanda
2. Analisis Fosfor
a. Penentuan λ maksimum dan kurva kalibrasi
b. Analisis sampel
lart. standar P 100 ppm 0; 0,25; 0,5; 0,75; 1 ml
labu takar 25 ml
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada λ 350-500 nm dengan interval 10 nm
ditentukan panjang λ optimum
diukur absorbansinya pada λ optimum dan dibuat kurva kalibrasinya
1 ml lart. sampel
labu takar 25 ml
diencerkan sampai tanda
diukur absorbansinya pada λ optimum
2 ml ammonium molibdovanadat2 tetes HNO3
2 tetes HNO3
2 ml ammonium molibdovanadat
V. Hasil Percobaan dan Pembahasan
A. Hasil Percobaan
1. Analisis Krom(VI)
a. Penentuan λ optimum
C
(ppm)
λ
(nm) A
64
450 0,332455 0,314460 0,284465 0,261470 0,228475 0,197480 0,170485 0,145490 0,118495 0,096500 0,076505 0,058510 0,045515 0,032520 0,021525 0,020530 0,016535 0,008540 0,012545 0,006550 0,007555 0,009560 0,005
λ optimum = 450 nm
b. Kurva kalibrasi
C λ A
ditentukan konsentrasinya dari kurva kalibrasi
(ppm) (nm)16 450 0,07532 450 0,15348 450 0,23964 450 0,332
Persamaan garis : y = 0,0054x – 0,0145
c. Analisis sampel
Volume
(ml)
λ
(nm) A 0,075
1 450 0,1530,239
konsentrasi sampel = 280,1 ppm
2. Analisis fosfor
a. Penentuan λ optimum
C λ A
4
350 0,316360 0,334370 0,323380 0,293390 0,259400 0,219410 0,188420 0,156430 0,133440 0,111450 0,090460 0,072470 0,064480 0,052490 0,037500 0,030
λ optimum = 360 nm
b. Kurva kalibrasi
C
(ppm)
λ
(nm) A 1 360 0,1052 360 0,1933 360 0,2684 360 0,334
Persamaan garis : y = 0,0762x + 0,0345
c. Analisis sampel
Volume
(ml)
λ
(nm) A 0,294
1 360 0,2950,295
konsentrasi sampel = 85,1225 ppm
B. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk Menentukan konsentrasi fosfat dalam sampel
secara spektofotometri, mempelajari teknik analisis spesies krom(VI) dengan
metode difenil karbazida, dan menguasai teknik analisis spektofotometri untuk
unsur logam dan non logam.
Pada percobaan ini, terdapat dua zat yang dianalisis yaitu krom(VI) dan fosfor.
Setiap zat terdiri dari tiga tahap, pertama adalah penentuan panjang gelombang
optimum, pembuatan kurva kalibrasi, dan analisis sampel yang mengandung zat
krom dan fosfor.
Pada analisis krom(VI), digunakan larutan standar Cr(VI) 100 ppm yang dibuat
beberapa larutan dengan beberapa variasi konsentrasi yaitu 16; 32; 48; dan 64 ppm.
Pengenceran dilakukan karena analisis dengan menggunakan spektrofotometer
tidak bisa dilakukan dengan larutan yang memiliki kepekatan tinggi. Larutan
dengan konsentrasi rendah atau encer dapat mengikuti hukum Beer, sebaliknya jika
konsentrasi tinggi atau pekat maka akan terdapat banyak molekul dalam larutan
sehingga terjadi interaksi antar molekul sendiri. Hal ini menyebabkan interaksi
molekul dengan cahaya atau penyerapan radiasi menjadi berkurang. Larutan
difenilkarbazida yang ditambahkan akan bereaksi dengan krom(VI) menghasilkan
kompleks kelat yang memiliki warna khas yaitu merah keunguan. Difenilkarbazida
sebelum bereaksi dengan krom(VI) akan teroksidasi terlebih dahulu menjadi
difenilkarbazon, yang merupakan reagen aktif dengan logam krom, tetapi jalanya
reaksi yang sebenarnya belum diketahui secara pasti. Reaksi difenilkarbazon
dengan krom merupakan metode terbaik untuk menentukan jumlah kromium.
Penambahan asam sulfat dimaksudkan untuk membrikan suasana asam karena
reaksi antara difenilkarbazon dengan krom(VI) hanya terjadi pada suasana asam.
Larutan kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang antara 450-560 nm dengan interval 5 nm.
Sebelum larutan mulai diukur absorbansinya, terlebih dahulu digunakan larutan
blanko. Pada percobaan ini larutan blanko dibuat dari 2 ml difenilkarbazida dan 2
tetes asam sulfat yang diencerkan sampai 25 ml. Larutan blanko harus memiliki
nilai absorbansi 0 yang berarti larutan blanko tidak menyerap radiasi dari sinar
tampak atau memiliki transmitansi 100%. Dari percobaan diperoleh panjang
gelombang (λ) optimum absorbansi adalah 450 nm. Panjang gelombang optimum
adalah panjang gelombang dimana absorbansi yang dialami oleh suatu zat
merupakan yang paling besar terjadi. Dengan menggunakan panjang gelombang
optimum, larutan dengan konsentrasi 16; 32; 48; dan 64 ppm diukur absorbansinya.
Grafik A vs C diplot dan diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaan garis y =
0,0054x – 0,0145. Tahap yang ketiga adalah analisis larutan sampel. Sampel yang
mengandung logam krom direaksikan dengan difenilkarbazida dalam suasana asam
dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang optimum. Pengambilan data
dilakukan tiga kali agar diperoleh hasil yang akurat. Dari perhitungan dengan
menggunakan persamaan garis kurva kalibrasi diperoleh konsentrasi sampel yaitu
280,1 ppm.
Pada analisis fosfor digunakan larutan standar P 100 ppm. Kemudian dibuat
beberapa variasi konsentrasi larutan fosfor yaitu 1; 2; 3; dan 4 ppm. Analisis ini
hampir sama dengan analisis krom(VI). Pereaksi ammonium molibdovanadat akan
bereaksi dengan fosfor membentuk kompleks dengan warna khas. Penambahan
asam nitrat dimaksudkan untuk memberikan suasana asam. Larutan kemidudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer Uv-Vis dengan panjang gelombang
antara 350-500 nm dengan interval 10 nm. Dari percobaan diperoleh panjang
gelombang optimum yaitu 360 nm. Larutan fosfor dengan konsentrasi 1; 2; 3; dan 4
ppm diukur absorbansinya pada panjang gelombang optimum. Kurva kalibrasi
diperoleh dengan membuat grafik A vs C dengan persamaan garis y = 0,0762x +
0,0345. Larutan sampel yang mengandung fosfor diperlakukan sama, yaitu
direaksikan dengan ammonium molibdovanadat dengan diberi asam nitrat sebagai
pembuat suasana asam. Sampel kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang optimum. Pengukuran absorbansi diulangi tiga kali agar hasil yang
diperoleh akurat. Dari perhitungan diperoleh konsentrasi sampel sebesar 85,1225
ppm.
VI. Kesimpulan
1. Metode spektrofotometri hanya dapat dilakukan pada larutan encer.
2. Analisis krom(VI) dapat dilakukan dengan metode difenilkarbazida.
3. Hasil percobaan
Analisis krom(VI) :
- λ optimum : 450 nm
- konsentrasi sampel : 280,1 ppm
Analisis fosfor :
- λ optimum : 360 nm
- konsentrasi sampel : 85,1225 ppm
VII. Daftar Pustaka
1. Atkins, P.W., 1999, Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta, hal
45 – 49
2. Ewing, Galen W., 1985, Instrumental Methods of Chemical Analysis, McGraw-
Hill, Inc., New York, hal 32 - 76
3. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-Press, Jakarta, hal 201 -
227
4. Mudasir, 2001, Kimia Anaisis Instrumental I, Jurusan Kimia FMIPA UGM,
Yogyakarta, hal 21 - 26
5. Sandell, E.B., 1965, Colorimetric Determination of Traces of Metals, Third
Edition Revised and Enlarged, Interscience Publishers Inc., New York, hal 388-
397
6. Sastrohamidjojo, Hardjono, 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta, hal 1-39
7. Yahya, M. Utoro, dkk, 2006, Konsep Ikatan Kimia, Jurusan Kimia FMIPA
UGM, Yogyakarta, hal 67-79
Mengetahui Yogyakarta, 6 Mei 2007
asisten, praktikan,
Khusnul Retnoningsih Dian Cahayaningrum
Perhitungan
1. Analisis Krom(VI)
a. Pengenceran larutan standar
Larutan standar Cr(VI) 100 ppm
4 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 4 mL = M2 x 25 mL
M2 = 16 ppm
8 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 8 mL = M2 x 25 mL
M2 = 32 ppm
12 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 12 mL = M2 x 25 mL
M2 = 48 ppm
16 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 16 mL = M2 x 25 mL
M2 = 64 ppm
b. Penentuan λ optimum
λ A
(nm)450 0,332455 0,314460 0,284465 0,261470 0,228475 0,197480 0,170485 0,145490 0,118495 0,096500 0,076505 0,058510 0,045515 0,032520 0,021525 0,020530 0,016535 0,008540 0,012545 0,006550 0,007555 0,009560 0,005
Grafik A vs panjang gelombang
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
440 470 500 530 560 590
panjang gelombang (nm)
A Series1
λ optimum = 450 nm
c. Kurva kalibrasi
C
(ppm) A 16 0,07532 0,15348 0,23964 0,332
Grafik A vs C
y = 0.0054x - 0.0145
R2 = 0.9985
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0 20 40 60 80
C (ppm)
A
Series1
Linear (Series1)
d. Menentukan konsentrasi sampel
Absorbansi sampel 3
043,0048,0047,0 ++=
= 0,046
Persamaan garis : y = 0,0054x – 0,0145
y = absorbansi
x = konsentrasi
baxC +=
0,046 = 0,0054x – 0,0145
0,0605 = 0,0054x
x = 11,204
konsentrasi sampel setelah pengenceran = 11,204 ppm
konsentrasi sebelum pengenceran :
M1.V1 = M2.V2
M1 x 1 mL = 11,204 x 25 mL
M1 = 280,1 ppm
konsentrasi sampel = 280,1 ppm
2. Analisis Fosfor
a. Pengenceran larutan standar
Larutan standar P 100 ppm
0,25 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 0,25 mL = M2 x 25 mL
M2 = 1 ppm
0,5 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 0,5 mL = M2 x 25 mL
M2 = 2 ppm
0,75 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 0,75 mL = M2 x 25 mL
M2 = 3 ppm
1 ml
M1.V1 = M2.V2
100 ppm x 1 mL = M2 x 25 mL
M2 = 4 ppm
b. Penentuan λ optimum
λ (nm) A350 0,316360 0,334370 0,323380 0,293390 0,259400 0,219410 0,188420 0,156430 0,133440 0,111450 0,090460 0,072470 0,064480 0,052490 0,037500 0,030
Grafik A vs panjang gelombang
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
340 390 440 490 540
panjang gelombang (nm)
A Series1
λ optimum = 360 nm
c. Kurva kalibrasi
C
(ppm) A 1 0,1052 0,1933 0,2684 0,334
Grafik C vs A
y = 0.0762x + 0.0345
R2 = 0.9958
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 1 2 3 4 5
C (ppm)
A
Series1
Linear (Series1)
d. Menentukan konsentrasi sampel
Absorbansi sampel 3
295,0294,0294,0 ++=
= 0,2943
Persamaan garis : y = 0,0762x + 0,0345
y = absorbansi
x = konsentrasi
baxC +=
0,2943 = 0,0762x + 0,0345
0,2598 = 0,0762x
x = 3,4094
konsentrasi sampel setelah pengenceran = 3,4094 ppm
konsentrasi sebelum pengenceran :
M1.V1 = M2.V2
M1 x 1 mL = 3,4094 x 25 mL
M1 = 85,1225 ppm
konsentrasi sampel = 85,1225 ppm
Spektroskopi Uv-Vis dan AAS memiliki perbedaan prinsip.
Pada spektroskopi Uv-Vis senyawa atau molekul yang dispektrofotometri
mengabsorpsi sinar Uv-Vis. Senyawa yang diteliti berada dalam bentuk cair dan
dapat mengabsorpsi sinar tampak sehingga dapat diukur absorbansinya.
Pada AAS prinsipnya adalah mengatomisasi senyawa yang akan dianalisis. Sampel
diubah dalam bentuk nyala, unsur-unsur didalam sampel diubah menjadi uap atom
sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Ato-atom yang tetap
tinggal sebagai atom dalam keadaan dasar disebut atom ground state. Atom-atom
ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber.