Download - 89654582 Tumor Parotis Ganas (1)
1
TUMOR PAROTIS GANAS
I. PENDAHULUAN
Tumor ganas kelenjar saliva mewakili berbagai macam kelompok neoplasma dengan
berbagai macam variasi biologik. Kelenjar saliva terdiri atas kelenjar saliva mayor yang
mencakup sepasang kelenjar parotis, submandibular dan sublingual serta kelenjar saliva
minor yang mana terdiri dari 600-1000 kelenjar kecil terdistribusi pada traktus aerodigestif
bagian atas. Beberapa tumor ganas sering sulit dibedakan dari yang lain pada pewarnaan
rutin (hematoksilin-eosin). Tumor ganas kelenjar saliva mewakili 3-4% dari keganasan pada
kepala dan leher dan < 0,5% dari seluruh kanker yang terdiagnosis setiap tahun di Amerika
Serikat. Keganasan kelenjar saliva biasanya tidak umum dan terjadi insiden dengan
perkiraan 1-2 per 100.000 populasi per tahun. Hal ini disebabkan karena kasus keganasan
kelenjar saliva jarang terjadi, penelitian terhadap tumor ini biasanya terbatas sehingga
pengobatan yang diberikan sulit.(1,2,3)
Hanya 20-25% dari tumor kelenjar parotis, 44-50% dari tumor kelenjar
submandibular dan > 70% dari tumor kelenjar sublingual dan kelenjar saliva minor yang
mengarah kepada suatu keganasan. Walaupun, 75-80% dari tumor kelenjar parotis berlokasi
di kelenjar parotis, umumnya kebanyakan berubah ke arah tumor ganas dengan
perbandingan 40:10:1 untuk tumor ganas pada kelenjar parotis, kelenjar submandibular dan
kelenjar sublingual.(3)
II. ETIOLOGI
Etiologi tumor parotis belum diketahui dengan pasti. Konsumsi tembakau dan alcohol
dikatakan memiliki hubungan dengan peningkatan risiko tumor Warthin. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa virus Epstein-Barr dapat menjadi penyebab. Namun, peran infeksi
virus dalam patogenesis tumor parotis masih belum jelas. Radiasi derajat rendah juga
menjadi factor risiko .(1)
Penelitian terhadap virus seperti Epstein Barr virus sebagai faktor etiologi kecuali
untuk karsinoma yang tidak berdiferensiasi, hal ini pun tidak berperan untuk infeksi virus
sebagai faktor patogenesis keganasan kelenjar saliva.(4)
2
III. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya tumor parotis didasarkan pada dua teori utama yaitu :
1. Teori Sel Cadangan, Yaitu merupakan teori yang paling banyak digunakan.
Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan sel – sel tumor dipicu oleh
pertumbuhan sel – sel cadangan (stem cell) yang berasal dari sistem duktus
kelenjar parotis. Tipe tumor bergantung pada tipe stemcell dan dari
diferensiasi stem cell pada tahap transformasi sel normal menjadi sel tumor.
Stem cell dari duktus intrkalaris akan berkembang menjadi karsinoma kistik
adenoid dan karsinoma sel asinik. Stem cell dari duktus ekskretoris akan
berkembang menjadi karsinoma mukoepidermoid. karsinoma sel skuamosa,
dan karsinoma duktus salivaorius.
2. Teori Multiseluler,menyatakan bahwa pembentukan sel – sel tumor kelenjar
ludah berkembang dari diferensiasi sel – sel unitnya. Sebagai contoh,
karsinoma sel skuamosa berkembang dari epitel duktus ekskretorius, dan
karsinoma sel asinik berkemban dari sel asini.
3.
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR SALIVA
Kelenjar parotis merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati ruangan
di depan processus mastoid dan liang telinga luar. Di sebelah depan, kelenjar ini terletak di
lateral dari ramus ascenden mandibula dan otot masseter. Di bagian bawah, kelenjar ini
berbatasan dengan otot sternocleidomastoideus dan menutupi bagian posterior abdomen otot
digastrikus. Kelenjar ini dipisahkan dari kelenjar submandibula oleh ligamentum
stylomandibularis. Bagian dalam dari kelenjar parotis meluas ke posterior dan medial dari
ramus ascenden mandibula dan dikenal sebagai daerah retromandibular. Bagian kelenjar
inilah yang berdekatan dengan ruang parafaringeus.
3
Gambar 1. Kelenjar Parotis
Saraf facialis meninggalkan tengkorak melalui foramen stylomastoideus dan
melewati bagian depan tepat di lateral dari processus styloideus. Saraf ini kemudian masuk
ke substansi kelenjar parotis dan terbagi menjadi dua saluran utama, yaitu servikofacialis
dan temporofacialis. Bagian temporofacialis kemudian terpisah menjadi cabang temporal
dan zygomatikus, sedang servikofacialis memberikan cabang servikalis, bagian tepi
mandibula, dan bagian buccal, yang melewati bagian depan tepat di bawah duktus parotis.
Jalan saraf facialis melalui substansi kelenjar parotis akan membagi kelenjar, untuk
keperluan klinis menjadi lobus superficial dan bagian medial dari saraf facialis dikenal
sebagai lobus profunda. Lobus profunda yang terletak berdekatan dengan saraf kranial IX,
X, dan XI serta bagian arteri karotis externa menjadi arteri temporalis superficial dan arteri
maxillaris interna.
Duktus parotis kurang lebih panjangnya 6 cm dan muncul dari bagian anterior
kelenjar. Duktus ini melintasi otot masseter dan membelok tajam di atas batas anterior otot
masseter kemudian menembus otot buccinator. Duktus ini kemudian berlanjut ke jaringan
submukosa mulut dan memasuki rongga mulut melalui papilla kecil yang berhadapan
dengan mahkota gigi molar kedua rahang atas.
Kelenjar submandibula (submaksilaris) terletak di bawah ramus mandibula horizontal
dan dibungkus oleh lapisan jaringan penyambung yang tipis. Kelenjar ini seluruhnya
terletak di dalam trigonum digastrikus yang dibentuk oleh bagian abdomen dari otot
digastrikus anterior dan posterior. Di bagian tengah kelenjar ini dibatasi oleh otot
styloglossus dan hyoglossus, serta di bagian depan dibatasi oleh otot mylohyoid. Sebagian
4
besar bagian medial kelenjar berhubungan erat dengan dasar mulut. Duktus submandibula
(duktus Wharton’s) juga mempunyai panjang 6 cm. Duktus ini lewat di antara otot
mylohyoid dan hyoglossus tepat di tengah kelenjar sublingualis dan memasuki mulut tepat
ditepi frenulum lidah.
Gambar 2. Kelenjar Submandibula
Pasangannya kelenjar sublingualis terletak tepat di bawah dasar mulut bagian depan
dan merupakan kelenjar liur minor yang cukup besar. Saliva disekresi masuk ke dasar mulut
melalui beberapa duktus yang pendek.
Kelenjar sublingualis dan submandibularis merupakan kelenjar campuran, keduanya
terdiri dari bagian kelenjar yang serosa dan mukosa. Kelenjar parotis hampir seluruhnya
terdiri dari elemen serosa. Dalam keadaan istirahat kelenjar submandibula menghasilkan
kurang lebih dua pertiga jumlah liur, dan kelenjar parotis memberikan kurang lebih
sepertiga jumlah liur.
5
Gambar 3. Kelenjar Sublingualis
Respon air liur terhadap rangsangan tergantung pada refleks saraf yang dibawa oleh
sistim saraf parasimpatis. Saraf parasimpatis kelenjar parotis terdapat pada nukleus
salivatorius inferior. Serat-seratnya meninggalkan otak melalui saraf glossofaringeal dan
melalui telinga tengah, melintasi promontorium pada saraf Jacobson’s. Pada plexus
tympanikus, saraf ini memasuki saraf petrossus minor, dan mencapai ganglion otikus. Serat
post-ganglion dari ganglion otikus mencapai kelenjar parotis melalui bagian temporal
aurikularis saraf kelima. Saraf parasimpatis kelenjar submandibula berasal dari nukleus
salivatorius superior. Serat-seratnya memasuki saraf intermedius (saraf dari Wrisberg) dan
mengikuti saraf facialis memasuki bagian vertikal mastoid. Serat-serat ini kemudian
meninggalkan saraf VII pada korda timpani, melalui telinga tengah, dan bergabung dengan
saraf lingualis. Serat-serat ini mengikuti saraf lingualis ke ganglion kecil yang berhubungan
erat dengan kelenjar submandibula. Serat-serat post-ganglion meninggalkan ganglion
submandibula melalui substansi kelenjar. Karena pemotongan dari saraf korda timpani dan
saraf Jacobson’s tidak selalu mengurangi sekresi liur, pasti ada jalur parasimpatis lain yang
menyokong kelenjar. Diduga bahwa jalur-jalur ini melibatkan hypoglosus dan
glossofaringeus. Saraf simpatis yang menyokong kelenjar liur mayor berasal dari ganglion
servikalis superior melalui jalan plexus arteri. Rangsangan simpatis kelenjar liur mayor
dilaporkan menyebabkan aliran yang meningkat diikuti penurunan aliran sebagai
kompensasi. Karena tidak adanya elemen otot dalam kelenjar-kelenjar itu sendiri, maka hal
ini diyakini bahwa peningkatan aliran ini mungkin oleh karena kontraksi dari mioepitel, atau
sel-sel basket yang berhubungan dengan duktus striata.(5)
Fungsi utama kelenjar liur adalah :
1. Memelihara hygiene mulut dan gigi
2. Menyiapkan makanan pada waktu mengunyah, mengecap dan menelan
3. Permulaan dari fase awal pencernaan karbohidrat
4. Pengaturan tak langsung hidrasi tubuh(6)
6
V. HISTOLOGI
KLASIFIKASI DERAJAT TUMOR GANAS KELENJAR SALIVA(3)
DERAJAT RENDAH
Karsinoma epidermoid derajat rendah
Adenokarsinoma derajat rendah
Karsinoma sel skuamosa derajat rendah
Karsinoma sel asinus
Adenokarsinoma polimorf derajat rendah
Karsinoma sel basal
DERAJAT SEDANG
Karsinoma epidermoid derajat sedang
Adenokarsinoma derajat sedang
Karsinoma sel skuamosa derajat sedang
Karsinoma kista adenoid
Karsinoma epitel-mioepitel
Karsinoma onkokistik
Karsinoma mioepitel
Karsinoma pada adenoma pleomorfik
Karsinoma kelenjar duktus
DERAJAT TINGGI
Karsinoma epidermoid derajat tinggi
Adenokarsinoma derajat tinggi
Karsinoma sel skuamosa derajat tinggi
Karsinosarkoma
Karsinoma tidak berdifferensiasi
7
VI. SISTEM KLASIFIKASI TUMOR GANAS KELENJAR SALIVA
American Joint Committee on Cancer (AJCC) : T (tumor), N (nodul), M (metastasis)
revisi tahun 2002(3)
KELAS T N M
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
IV A T1-3 N2 M0
T4a N0-2 M0
IV B T4b Setiap N M0
Setiap T N3 M0
IV C Setiap T Setiap N M1
Ket :
T (tumor)
TX : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
T1 : Tumor ≤ 2 cm tanpa ekstensi ekstraparenkim
T2 : Tumor > 2 cm, ≤ 4 cm tanpa ekstensi ekstraparenkim
T3 : Tumor > 4 cm atau adanya ekstensi ekstraparenkim
T4a : Tumor menyerang kulit, mandibula, saluran telinga, saraf facial atau beberapa
struktur yang lain
T4b : Tumor menyerang dasar tengkorak atau tulang pterygoid atau merusak arteri
karotis
N (nodul)
NX : Daerah kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada nodul metastasis pada kelenjar limfa regional
N1 : Nodul < 3 cm pada kelenjar tunggal ipsilateral
N2a : Nodul > 3 cm dan ≤ 6 cm pada kelenjar tunggal ipsilateral
8
N2b : Metastasis di beberapa kelenjar getah bening ipsilateral, nodul ≤ 6 cm
N2c : Metastasis kelenjar getah bening kontralateral atau bilateral, nodul ≤ 6 cm
N3 : Metastasis kelenjar getah bening tunggal atau multipel, nodul > 6 cm
M (metastasis)
MX : Tidak ditemukan metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh
VII. PERBEDAAN TUMOR JINAK DAN GANAS KELENJAR SALIVA(5)
Jinak Kemungkinan
Keganasan Meningkat Ganas
Parotis Submandibula Kelenjar liur minor
Usia muda Lebih tua
Wanita Pria
Fungsi saraf facialis utuh Paresis Paralisis
Kistik Keras Keras seperti batu
Durasinya lama (> 2 tahun) Tumbuh cepat Onset cepat (< 1 tahun)
Asimptomatik Rasa tidak enak Nyeri
Tidak adenopati Adenopati servikal
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang
1. Anamnesis
Presentasi yang paling umum adalah adanya massa di daerah pipi posterior tanpa
rasa sakit dan tanpa gejala > 80% pasien. Sekitar 30% dari pasien mengeluhkan rasa
sakit yang terkait dengan massa, meskipun keganasan kelenjar parotis sebagian besar
tidak sakit. Kemungkinan besar rasa sakit menunjukkan adanya invasi perineural yang
memungkinkan adanya keganasan pada pasien dengan massa parotis.
Dari pasien dengan tumor ganas parotis, 70-20% terdapat adanya kelemahan atau
kelumpuhan saraf wajah, yang hampir tidak pernah menyertai lesi jinak dan
9
menunjukkan prognosis buruk. Sekitar 80% dari pasien dengan kelumpuhan saraf wajah
telah terjadi metastasis nodul pada saat diagnosis. Pasien-pasien ini memiliki
kelangsungan hidup rata-rata 2,7 tahun dan selama 10 tahun sebesar 14-26%.
Aspek penting yang lain dari anamnesis meliputi lama waktu timbulnya massa,
riwayat lesi kulit sebelumnya atau eksisi lesi parotis. Pertumbuhan massa yang relatif
lambat cenderung jinak. Riwayat adanya karsinoma sel skuamosa, melanoma ganas, atau
histiocytoma bersifat ganas menunjukkan metastasis intraglandular atau metastasis ke
kelenjar getah bening parotis. Kemungkinan besar tumor parotis yang kambuh menunjukkan
reseksi awal yang tidak memadai.
Sebuah laporan adanya sakit pada telinga mungkin menunjukkan perluasan tumor
ke dalam saluran pendengaran. Adanya keluhan mati rasa sering menunjukkan invasi
saraf pada cabang kedua atau ketiga dari saraf trigeminal.(7)
Gambar 4. Adenoma pleomorfik, keganasan terjadi pada 3-5% kasus(8)
2. Pemeriksaan Fisis
Pada pasien dengan tumor kelenjar saliva, diindikasikan pemeriksaan kepala dan
leher secara cermat. Perhatian harus langsung pada ukuran, lokasi dan mobilitas dari
tumor. Ada atau tidak ada penekanan dari tumor sebaiknya dicatat. Adanya paralisis
nervus facialis seharusnya meningkatkan kecurigaan adanya suatu keganasan pada
pasien, walaupun jarang, tumor jinak dapat juga menyebabkan paralisis nervus
facialis.(4)
10
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan
pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk
diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat keakuratan
yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94% pada tumor
jinakBiopsi aspirasi jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi keganasan sebesar
58-98 % dengan spesifitas 71-88%. Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan
komplikasi yang minimal. Selain untuk menegakan diagnosis defenitif, pemeriksaan
ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya dan untuk evaluasi
preoperative. Keakuratan FNAb bergantung pada ketrampilan citopatologist.
2. Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan enukleasi
massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor, terutama pada
adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk tumor parotis adalah
reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan identifikasi dan preservasi
nervus fasialis. Identifikasi nervus fasialis ditujukan agar dapat dilakukan eksisi
tumor yang adekuat dan mencegah cedera nervus fasialis. Cara ini memeastikan
batas jaringan sehat yang adekuat disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan
kasus tidak hanya bersifat diagnostic, tetapi juga kuatif. cara ini jarang dilakukan dan
biasanya dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi.
Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insis terbuka berguna dalam diagnostic
histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.
11
b.Pemeriksaan Radiologi
1. Sialograi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air atau
minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian anastesi
topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada kelenjar, dan muara
duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur. Muara duktus dilebarkan
dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter ukuran 18, mirip dengan jenis yang
digunakan untuk pemberian cairan intravena, atau pipa polietilen secara lembut
dimasukkan sekitar 2 cm kedalam duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik
ini sama untuk kelenjar parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus
kelenjar submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis.
Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi
radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras disuntikan
secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita merasakan adanya
tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita mengeluh nyeri. Dilakukan foto
lateral, lateral oblik, oblik, dan anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat
diberikan sedikit sari buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang.
Normal jika seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media
kontras dalam kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut
dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan kontras
yang paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar
parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus seperti
striktur. sialografi tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari massa keganasan.
Sialografi merupakan kontra indikasi terdapatnya peradangan aKut kelenjar yang bAru
terjadi.
12
2. CT-Scan
Gambar 5. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa berbatas tegas dalam kelenjar
parotis kiri, yang telah terbukti sebagai adenoma pleomorfik(9)
Gambar 6. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kiri potongan axial leher(8)
3. MRI
Gambar 7. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher(8)
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan
luasnya. Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.(10)
13
IX. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit inflamasi, defesiensi nuterisi, dan infeksi. Kista parotis dapat juga
menyerupai tumor bisa menyebabkan pembesaran kelenjar parotis. Lesi kistik
limfoepitelial yang kadang – kadang ditemukan pada penderita yang terinfeksi HIV juga
dapat menyerupai tumor parotis.
Selain itu,proses keganasan subkutaneus sering kali bermetastase ke kelenjar
ludah. Melanoma dan karsinoma sel skuamosa merupakan jenis tumor yang paling
sering bermetastase ke kelenjar parotis. Tumor infraklavikularis (kanker pada paru,
ginjal, payudara, dan kolorectal) juga dapat menyebar ke kelenjar ludah.
X. PENATALAKSANAAN
1. Operasi
Pilihan pengobatan untuk neoplasma kelenjar parotis adalah melalui pembedahan.
Sebagian besar tumor parotis jinak dan ganas dapat diatasi dengan parotidektomi
superfisial atau total sesuai dengan lokasi tumor dengan preservasi nervus fasilais.
Parotidektomi superfisial adalah tindakan pengangkatan massa tumor dengan kelenjar
parotis lobus superfisial. Parotidektomi total adalah pengangkatan massa tumor
dengan seluruh bagian kelenjar parotis. pada keadaan yang sudah lanjut dimana tumor
sudah meluas ke jaringan sekitar dilakukan parotidektomi radikal, yaitu pengangkatan
massa tumor dengan mandibulektomi, pemotongan kulit atau otot dan pemutusan
nervus fasilais. Insisi awal dibuat di preaurikularis. Insisi kemudian diperlebar kearah
posterior, kemudian secara bertahap ke inferior dan medial pada lekukan leher.
Untuk tumor ganas kelenjar parotis, parotidektomi total atau extended
parotidectomy biasanya dianjurkan. Invasi langsung pada saraf menghalangi
perlindungan bagian saraf tersebut dari keganasan. Harus dilakukan potongan beku
untuk menyingkirkan adanya invasi saraf, dan invasi ini selalu terjadi pada bagian
kranial. jika mungkin, dilakukan cangkok saraf pada waktu reseksi bedah.(3,5)
2. Radiasi
Meskipun terapi primer tumor ganas kelenjar liur adalah dengan pembedahan, terapi
radiasi juga dianjurkan karena memiliki efek menguntungkan jika digabungkan
14
dengan pembedahan yaitu meningkatkan hasil terapi. Selain itu berperan sebagai terapi
primer untuk tumor yang sudah tidak dapat direseksi. Ada tiga keadaan di mana terapi
radiasi merupakan indikasi, yaitu untuk tumor-tumor yang sudah tidak dapat direseksi;
untuk tumor-tumor yang kambuh pasca bedah; dan tumor derajat tinggi yang
dikhawatirkan kambuh pada tepi daerah operasi. Terapi radiasi juga merupakan
indiksasi untuk keganasan derajat rendah tetapi tepi daerah operasi masih menjadi
tanda tanya atau kurang adekuat. Radiasi telah terbukti dapat memberantas secara
permanen tumor-tumor yang tidak dapat lagi dilakukan pembedahan dan tumor yang
kambuh setelah pembedahan.(6)
3. Kemoterapi
Secara umum, tumor kelenjar liur berespon buruk terhadap kemoterapi, dan
kemoterapi adjuvan saat ini diindikasikan hanya untuk paliatif. Doxorubicin dan agen
berbasis platinum yang paling sering digunakan untuk menginduksi apoptosis
dibandingkan dengan obat doxorubicin yang berbasis menangkap sel tumor. Agen
berbasis platinum, dalam kombinasi dengan mitoxantrone atau vinorelbine, juga
efektif dalam mengendalikan keganasan kelenjar liur yang berulang. Suatu bentuk
baru dari fluoropyrimidine 5-fluorouracil disebut meningkatkan aktivitas melawan sel-
sel ganas dan memiliki lebih sedikit efek samping gastrointestinal yang telah terbukti
ampuh melawan kanker ganas kelenjar saliva, selain itu mempotensiasi efek
radioterapi dengan aktivitas apoptosis yang meningkat.(11)
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi dari penatalaksanaan tumor kelenjar saliva meliputi komplikasi operasi
dan komplikasi radiasi.
1. Komplikasi Operasi
Paralisis saraf facial (atau saraf yang lain), hematoma, fistula kelenjar atau sialocele,
Frey syndrome, rusaknya kosmetik merupakan beberapa komplikasi operasi
2. Komplikasi Radiasi
15
Komplikasi radiasi meliputi mukositis akut, trismus dan fibrosis, osteoradionekrosis
dan penurunan penglihatan.(3)
XII. PROGNOSIS
Prognosis tumor parotis ganas tergantung dari stadium dan ukuran tumor pada saat
ditemukan, ada atau tidak ada paralisis saraf facialis, dan menunjukkan adanya metastasis
servikal. Dan lagi, jenis spesifik dari tumor adalah penting dalam memastikan harapan
hidup dan diperlukan dalam prosedur operasi yang luas. Hal yang sangat menarik bahwa
keluhan awal dari nyeri telah diperlihatkan dalam beberapa penelitian sebagai tanda
prognosis yang buruk.(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Eisele, David W, Kleinberg, Lawrence R. Management of Malignant Salivary Gland
Tumors. In : Harrison, Louis B. eds. Head and Neck Cancer A Multidisciplionary Approach
2nd
ed. New York : Lippincott Williams & Wilkins; 2004.p.620-635
2. Kaplan, Michael J, Johns, Michael E. Malignant Neoplasma. In : Cummings, Charles W.
eds. Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd
ed. St. Louis : Mosby Year Book;
1993.p.1043-1076
3. Concus, Adriane P. Malignant Diseases of the Salivary Glands. In : Lalwani, Anil K. ed.
Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery. United States :
McGraw-Hill Companies; 2004.p.325-336
4. Oh, Young S, Eisele, David W. Salivary Gland Neoplasms. In : Bailey, Byron J. eds. Head
& Neck Surgery Otolaryngology 4th
ed volume 2. New York : Lippincott Williams &
Wilkins; 2004.p.1515-1532
5. Adams, George L. Gangguan-gangguan Kelenjar Liur. In : Adams, George L. eds. Boies
Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC; 1997.p.305-318
6. Yeh, Stephen. Kelenjar Liur. In : Ballenger, John Jacob. ed. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi 13 Jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara; 1994.p.328-345
7. Amirlak, Bardia. ed. Malignant Parotid Tumors. Emedicine. [serial online]. 2009 Jun. [cited
2010 Nov 19] : [screens] 1/1. Available from : URL:http://www.emedicine.com
16
8. Ghorayeb, Bechara Y. ed. Parotid Pleomorphic Adenoma. Otolaryngology Houston. [serial
online]. 2010 August. [cited 2010 Nov 18] : [screens] 1/1. Available from :
URL:http://www.otolaryngologyhouston.com
9. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine. [serial online].
2009 Apr. [cited 2010 Nov 9] : [screens] 1/1. Available from :
URL:http://www.emedicine.com
10. Smith, Richard V. ed. Salivary Gland Tumors. Merck. [serial online]. 2008 July. [cited 2010
Nov 18] : [screens] 1/1. Available from : URL:http://www.merck.com
11. Lee, Steve C. ed. Salivary Gland Neoplasms. Emedicine. [serial online]. 2009 Dec. [cited
2010 Nov 18] : [screens] 1/1. Available from : URL:http://www.emedicine.com