BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada Semester 4 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan kesehatan
Universitas Muhammadiyah, kami mendapatkan mata kuliah sistem Urogenital . Dalam Modul
pertama pada Sistem Urogenital kami mempelajari konsep dasar penyakit-penyakit system
urogenital yang memberikan gejala bengkak pada wajah dan perut.
Dalam PBL Modul kedua ini yaitu mengenai Produksi kening menurun. kelompok kami
Menjelaskan konsep dasar penyakit-penyakit sistem urogenital, Penyebab serta patomekanisme
terjadinya penyakit, kelainan jaringan, gambaran klinis, cara diagnosis dimana dibutuhkan
pemeriksaan lain pada penyakit yang memberikan gejala produksi kencing menurun sehingga
dapat dilakukannya penganan yang adekuat dan melakukan pencegahan dini agar tidak
mengalami penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan produksi kencing menurun.
1.2 TUJUAN PENULISAN LAPORAN
Mampu menguraikan struktur anatomi, histology dan histofisiologi dari system uropoietik
Mampu menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam renin-
angiotensin sitem
Mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi GFR, pinsip hokum starling pada filtrasi
ginjal serta proses reabsorbsi dan sekresi di ginjal
Mampu menjelaskan perubahan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam-
basa
Mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala produksi kencing
menurunbaik pada penderita anak-anak maupun dewasa
Mampu menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala produksi kencing menurun
Laporan PBL modul Halaman 1
Mampu menjelaskan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa penyakit yang mempunyai gejala produksi
kencing menurun
Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sedeerhana untuk pemeriksaan penyakit-penyakit
system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun
Mampu menganalisa hasil laboratorium dan pemeriksaan radiologic (BNO-IVP) pada penderita
penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun
Mampu menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita system urogenital, terutama yang
memberikan gejala produksi kencing menurun
Mampu menjelaskan asupan nutrisi yang sesuai untuk penyakit system urogenital, terutama
penyakit dengan gejala produksi kencing menurun
Mampu menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-penyakit sitem
urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun.
Laporan PBL modul Halaman 2
Bab II
Pembahasan
2.1. Skenario : Produksi kencing menurun
Seorang pria 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang.
Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya
penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita
minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.
2.2. Kata sulit
Malaise : Perasaan yang tidak jelas dari ketidaknyamanan (kamus saku kedokteran Dorland).
2.3. Kata/kalimat kunci
Pria, 68 tahun
Produksi kencing berkurang (oliguria)
Muntah
Lemas dan malaise
2.4. Pertanyaan
1. Mengapa penderita pada scenario ini mengalami produksi kencing berkurang (oliguria)?
2. Apa penyebab, factor yang mempengaruhi oliguria?
3. Sebutkan penyakit apa saja yang menyebabkan oliguria!
4. Jelaskan hubungan riwayat minum obat pada penderita scenario ini dengan oliguria yang
dialaminya!
5. Mengapa rasa sangat lemas dirasakan terutama pada bagian lengan dan tungkai?
6. Jelaskan proses pembentukan urin serta factor yang mempengaruhinya dan berapa
volume urin normal pada dewasa dan anak?
7. Jelaskan patomekanisme muntah, lemas, malaise serta hubungannya dengan oliguria!
8. Jelaskan anatomi, histology, histopatologi dari ginjal pada scenario ini?
Laporan PBL modul Halaman 3
9. Jelaskan keseimbangan asam-basa yang terjadi di ginjal!
10. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal akut
(Diagnosa banding 1)
11. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal
kronik (Diagnosa banding 2)
12. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari
glomerulonefritis akut (Diagnosa banding 3)
2.5. Analisa masalah
1. Mengapa penderita pada scenario ini mengalami produksi kencing berkurang (oliguria)?
Patomekanisme Oliguria pada skenario
Pre Renal
Gagal jantung Hipovolemi hipotensi aktifasi saraf simpatis angitensin II
vasokonstriksi arteriol afferen aliran darah ke ginjal berkurang GFR menurun
Oliguria
Renal
Glomerulonefritis fungsi glomerulus terganggu GFR menurun Oliguria
Post Renal
Obstruksi tractus urinarius = hiperplasia prostat uterta tertekan urin sulit keluar
Oliguria
Penurunan Aliran Darah ke Ginjal
a. Hipovolemiàhemorage, dehidrasi, diare atau muntah.
Laporan PBL modul Halaman 4
Hipovolemi Aliran darah ke ginjal menurun Penurunan GFR Penurunan
pengeluaran air dan zat terlarut Oliguria
b. Obstruksi dan Stenosis pada Arteri Aferen
Obstruksi atau stenosis Aliran darah ke glomerulus menurun GFR menurun
Oliguria
Peningkatan ADH
Meningkatnya osmolaritas ekstraseluler (yang secara praktis meningkatkan Na plasma)
merangsang osmoreseptor di Hipofisis posterior ADH dalam plasma meningkat
Permeabilitas H2O di Tubulus Distal dan Duktus Koligents pun akan meningkat
reabsorpsi H2O dan menurunnya ekskresi H2O Oliguria
Akibat Obat
Kortikosteroid Meningkatkan reabsopsi Na dan ekresi K+H+ di Tubuli Distal
Biasanya reabsopsi Na disertai reabsopsi air Oliguria
Nacl yang menurun
Menurunnya NaCl Rangsangan renin (vasokontriktor anterior) Vasokontriktor
arterior di glomerulus Menurunnya tekanan darah kapiler glomerulus Menurunnya
GFR (Laju Filtrat Glomerulus) Vol urin menurun Oliguria
2. Apa penyebab, factor yang mempengaruhi oliguria?
Penyebab oliguria :
1. Pra-renal
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
Laporan PBL modul Halaman 5
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya),
pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru.
2. Renal
Kelainan glomeroulus
Reaksi imun
Hipertensi maligna
Kelainan tubulus
Kelainan interstisial
Kelainan vaskuler
Laporan PBL modul Halaman 6
3. Post-renal
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
Faktor yang mempengaruhi oliguria :
Umur dan jenis kelamin
Pekerjaan
Riwayat kebiasaan seperti banyak minum
Riwayat trauma
Riwayat penyakit dahulu seperti gagal jantung kongestif
Riwayat minum obat jangka panjang serta riwayat alergi
3. Penyakit apa saja yang menyebabkan oliguria
Jawab :
a. Glomeruloefriti akut : peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi di kapiler-
kapiler gomerulus.
Laporan PBL modul Halaman 7
b. Sindrom uremik hemolitik : suatu keadaan cedera sel-sel endotel glomerulus
akibat infeksi virus, riketsia atau bakteri, infeksi tersering disebabkan oleh bakteri
E.Coli.
c. Gagal ginjal akut : seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti
tetapi pada akirnya dapat membaik mendekati fungsi normal
d. Gagal ginjal kronik : destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus
e. Batu ginjal : batu yang terdapat dimana saja di saluran kemih . komponen
tersering ialah Kristal-kristal kalsium.
4. Jelaskan hubungan riwayat minum obat pada penderita scenario ini dengan oliguria
yang dialaminya!
Hubungan obat nyeri dengan oliguria
AINS merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengontroL nyeri tingkat sedang pada
beberapa gangguan muskoloskeletal, aktivitas AINS menghambat biosintesis prostaglandin, yang
bekerja menghibisi enzim siklooksigenase (COX). Salah satu fungsi prostaglandin ialah bekerja
pada messengial sel dalam glomerulus dari ginjal untuk meningkatkan laju filtrasi glomerulus,
apabila pasien ini mengonsumsi AINS dalam waktu yang lama maka laju filtrasi glomerulus
akan menurun yang dapat menyebabkan oliguria.
5. Mengapa rasa sangat lemas dirasakan terutama pada bagian lengan dan tungkai?
Beberapa jaringan seperti otak dan eritrosit selalu membutuhkan pemasukan glukosa.
Pengaturan aliran darah balik ginjal
Aliran darah ginjal harus ttetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta untuk mengontrol
volume plasma dan elektrolit. Perubahan tekanan darah ginjal dapat menyebabkan meningkat
atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang memengaruhi GFR.
Laporan PBL modul Halaman 8
Terdapat 2 mekanisme aliran darah ginjal :
1. Intrarenal : pembuluh darah aferen dan eferen (otoregulasi)
2. Ekstrarenal : efek langsung penurunan dan peningkatan arteri dan efek susunan saraf.
Saat terjadi penurunan tekanan darah, maka sel JG melepaskan rennin, yang pada
gilirannya menyebabkan peningkatan AII. AII menyebabkan konstriksi arteriol di seluruh tubuh ,
termasuk arteriol aferen dan eferen. Konstriksi yang ditimbulkan oleh AII menigkatkan resitensi
perifer total dan pemulihan tekanan darah ke tingkat normal. Naliran darah ginjal berkurang
menyebabkan produksi urin berkurang
Pada gagal ginjal kronis . saat fungsi ginjal sangat meurun terdapat pembentukan anion
dari asam lemah dalam cairan tubuh yang tidak di eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan
laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat
yang ditambahkan kembali ke dalam cairan tubuh, jadi gagal ginjal kronis dpaat dihubungkan
dengan asidosis metabolic berat
JIKA, memuntahkan isi lambung dapat menyebabkan alkalosis metabolic.
Sintesis baru glukosa berlangsung terutama di dalam hati , SEL TUBULUS GINJAL juga
mempunyai aktivitas glukoneogenesis yang tinggi, karena massa dari sel-sel nya lebih kecil
maka pembentukan baru glukosa di dalam ginjal hanya kurang lebih 10 % dari keseluruhan
sintesis. Prekusor yang penting dalam proses glukoneogenesis ( Asam amino dari jaringan otot
dan Laktat yang terbentuk dalam eritrosit dan dalam keadaan kekurangan O2 di otot. ( Melalui
Glukoneogenesis, Manusia dapat membentuk beberapa ratus glukosa setiap harinya )
Homeostasis darah menjaga persediaan air didalam sistem pembuluh darah, sel-sel
(ruang intraselular) dan daerah ekstraselular agar selalu berada dalam seimbang. Keseimbangan
asam basa diatur juga oleh darah. , bekerja sama dengan paru, hati dan ginjal.
Ginjal juga menghasilkan hormone polipeptida yaitu eritropoetin . disamping juga oleh
hati. Hormon ini bekerja sama dengan faktor lain. Yang terkenal sebagai faktor yang
menstimulasi koloni (colony stimulating factor/CSF). Mengatur differensiasi sel-sel induk
sumsum tulang. Sekresi eritropoetin distimulasi melalui hipoksi (pO2 menurun). Dalam waktu
Laporan PBL modul Halaman 9
beberapa jam, eritropoetin kemudian mengurus suatu perubaha di dalam sumsum tulang dari sel
awal eritrosit menjadi eritrosit. Sehingga konsentrasi eritrosit dalam darh meningkat. Kerusakan
ginjal menyebabkan suatu sekresi eritropoetin berkurang sehingga terjadi anemia
Urin mempunyai ph asam (kira-kira 5,8) , bersamaan dengan urin juga dieksresikan air
dan senyawa-senyawa yang larut dalam air. Di urin terkandung kreatin merupakan metabolism
otot, urea dari protein dan asam amino, hipurat yaitu derivate asam amino, asam urat hasil
katabolisme purin, kreatinin dari keratin.
Asam amino terutama dipecahkan didalam hati. Hasil ddari proses tersebut adalah
pelepasan amoniak, pemecahan purin dan pirimidinjuga menghasilkan amoniak. AMONIAK
suatu basa berkekuatan sedang adalah suatu racun sel (mitokondria). Dalam konsentrasi yang
lebih tinggi lagi , amoniak terutama merusak sel saraf . untuk menginaktivasi dan meneksresikan
amoniak pada manusia hal ini terjadi terutama melalui pembentukan urea. Juga hanya sedikit
dikeluarkan melalui urin . bagian terbesar amoniak sebelum di eksresikan diubah menjadi urea.
6. Jelaskan proses pembentukan urin serta factor yang mempengaruhinya dan berapa volume urin normal pada dewasa dan anak?
Proses terbentuknya urin melalui empat tahapan :
1. Filtrasi
2. Absorpsi
3. Reabsorpsi
4. Augmentasi
Ginjal mendapat suplai darah dari arteri renalis,yang kemudian dari arteri renalis bercabang
menjadi arteri –arteri kecil yang disebut arteriol aferen,dari sini darah masuk ke glomerulus,di
glomerulus mengalami tahap pertama yakni filtrasi,terjadinya filtrasi dikarenakan adanya
perbedaan tekanan hidrostatik darah dalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan dalam
bowman space.Terjadinya filtrasi ini bertujuan untuk menahan molekul-molekul berukuran besar
seperti protein agar tidak lolos dalam pemebentukan urin.
Laporan PBL modul Halaman 10
Dari glomerulus hanya sekitar 20% darah yang masuk ke tubulus.80% masuk ke arteriol
eferen.20% darah yang masuk tadi kemudian menembus kapiler, dari kapiler ke ruang
intrestisium.lalu ke kapsul bowman.Dari sini dihasilkannya urin primer.Kemudian masuk ke
tubulus proksimal.Di tubulus ini mengalami tahap kedua yakni absorpsi,adanya penyerapan
secara besar-besaran dari filtrate solute glomerulus.Kemudian melewati ansa henle,disini terjadi
pemekatan serta pengenceran,lalu menuju ke macula densa.dari macula densa ke tubulus
distal.Di tubulus distal ini terjadi tahap ke tiga dan ke empat yakni reabsorpsi bahan-bahan yang
masih digunakan secara aktif.Contohnya glukosa dan asam amino seta air.Selain terjadi
reabsorpsi juga terjadi augmentasi yakni penambahan zat-zat sisa seperti urea.Dan dihasilkannya
urin sekunder.Urine sekunder ini kemudian melanjutkan perjalanannya ke tubulus renalis
arkuatus,tubulus koligentes kortikal,duktus koligentes kortikal,duktus koligentes medulla sebagai
penampung.Dari sini lalu berjalan melalui saluran urogenital sampai ke urethra.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin :
1. Jumlah air yang diminum
Banyaknya air yang diminum menyebabkan konsentrasi protein darah menurun,akibatnya darah
menjadi encer,karena encer sekresi hormone ADH terhalang,sehingga menyebabkan penyerapan
air di dinding tubulus kurang efektif,akhirnya produksi urin meningkat.Begitu juga sebaliknya.
2. Hormon anti diuretic (ADH)
3. Suhu
Bila suhu naik secara tidak langsung banyak juga keringat yang di keluarkan,sehingga
konsentrasi air dalam darah menurun,di kompensasi dengan meningkatnya sekresi hormone
ADH,reabsorpsi air meningakat,dan urin yang dihasilkan sedikit,begitu pula sebaliknya.
4. Diabetes insipidus
5. Gagal ginjal akut
6. Gagal ginjal kronik
7. Glomeruo Nefritis akut
Laporan PBL modul Halaman 11
7. Jelaskan patomekanisme muntah, lemas, malaise serta hubungannya dengan oliguria!
Muntah : adalah cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dan isinya
ketika hamper semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas. Distensi / iritasi
yang berlebihan dari duodenum menyebabkan rangsangan yang kuat untuk muntah.
Sinyal sensoris dari faring, esophagus, lambung dan bagian atas usus halus lalu
ditransmisikan oleh saraf Aferen Vagal maupun aferen simpatis keberbagai nucleus (pusat
muntah) lalu impuls saraf motorik di transmisikan keberbegai saraf cranial, V, VII, IX, X dan
XII atau dari pusat muntah ke saraf vagus dan simpatis ketraktus lebih bawah. Atau dari pusat
munta ke spinalis lalu ke diafragma.
Iritasi gastrointestinal à atiperistaltik (gerakan kearah atas traktus pencernaan) à ileum
à mundur naik ke usus halus à mendorong isi usus halus à keduodenum à duodenum
meregang à muntah.
Aksi muntahnya berupa
1. Bernapas dalam
2. Naik tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas yang terbuka
3. Penutupan glottis untuk mencegah masuknya muntah ke dalam paru
4. Pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior
Zona Pencetus Kemoresptor untuk muntah
Pemakaian obat-obatan apomorfin, morfin dan derifat digitalis à merangsang zona pencetus
kemoreseptor à muntah
Hubungan Muntah dengan oliguria
Oliguria à zat-zat yang seharusnya dibuang jadi di simpan dalam darah à menumpuk didarah
Azotemia à merangsang Kemoreseptor Trigger Zone à reflex muntah.
Malaise
Pada keadan malaise akan terjadi hipoksia yang akan menyebabkan ATP menurun, dan
menyebabkan aktivitas ATP ase terganggu menurunnya cadangan energy sel lemas dan malaise
Laporan PBL modul Halaman 12
Hubungan malaise dengan oliguria
Gangguan pada ginjal menyebabkan produksi urin menurun, terjadi gangguan keseimbangan
cairas dan elektrolit, lalu tubuh kehilangan elektrolit, dehidrasi, dan lemas cepat lelah dan
malaise.
8. Jelaskan anatomi, histology, histopatologi dari ginjal pada scenario ini?
Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial. Ginjal kanan lebih rendah daripada
ginjal kiri karena adanya hati.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan
mengkilat yang disebut kapsula fibrosa ginjal dan di luar
kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal (perinefrik).
Di sebelah kranial ginjal terdapat glandula
adrenal/suprarenal. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan lemak perinefrikdibungkus oleh fasia perinefrik.
Struktur ginjal ini terdiri dari cortex dan medula yang
masing-masing berbeda warna dan bentuk. Cortex
berwarna pucat dan permukaanya kasar. Sedangkan
medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah sekitar 12-20 buah, warna dari medula ini
agak gelap. Antara satu piramid dengan piramid yang lainnya terdapat jaringan cortex berbentuk
collum yang disebut Columna Renalis Bertini. Apex dari piramid disebut papila. Pada setiap
papila bermuara 10-40 duktus pengumpul yang mengalirkan urin ke kaliks minor, kaliks mayor,
pelvis ginjal dan dialirkan ke ureter.
setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks disebelah luar yang mengandung
semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medula di sebelah
dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus
Laporan PBL modul Halaman 13
dari glomerulus ke tubulus proximal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke
duktus pengumpul.
Sistem Vaskularisasi Ginjal
Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, satu untuk setiap ginjal. Arteri
renalis ini berasal dari aorta. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, arteri
interlobularis, arteri arcuata, arteri carticalis radiata, arteriola glomerularis afferens, kapiler
glomerulus, arteriola glomerularis efferens, kemudian menjadi kapiler peritubulus yang
mengelilingi dan menunjang tubulus nefron. Dan yang mengelilingi lengkung henle disebut vasa
rekta. Dan kapiler peritubulus ini langsung bermuara ke vena cava.
Histologi Ginjal
Corpus Renal/Corpus Malpighi, terdiri dari :
1. Glomerulus yaitu gulungan kapiler
yang berasal dari percabangan arteriol
afferens dan keluar sebagai vas
efferens.
2. Kapsula bowman, terdiri dari dua
lapis, yaitu yang paling luar disebut
pars parietalis, yang terdapat epitel
selapis gepeng. Pars parietalis ini
berlanjut menjadi dinding tubulus proximal. Dan lapisan yang paling luar disebut
pars visceralis yang terdiri dari podocyte melapisi endotel. Dan diantara kedua
lapisan ini terdapat urinary space.
3. Polus vascularis yaitu masuknya pembuluh darah ke kapsul bowman.
4. Polus urinarius yaitu keluar dari kapsul bowman ke tubulus proksimal.
Apparatus Juxtaglomerular yang merupakan struktur yang terdiri dari 3 jenis sel utama ;
1. Sel Makula Densa
Bagian dari tubulus distal yang berjalan diantara vas afferens dan vas efferens
yang menempel ke corpus renal. Sel dinding tubulus distal pada sisi yang
Laporan PBL modul Halaman 14
menempel pada corpus renal, menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat yang
disebut sel makula densa.
2. Sel Messangial
Sel ini terletak diantara pembuluh darah-pembuluh darah dan kapiler-kapiler
glomerulus. Sel ini berasal dari jaringan mesenkim.
3. Sel Granular
Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferens dan
effrens yang berubah menjadi sel sekretorik besar begranula yang mengandung
renin.
9. Jelaskan keseimbangan asam-basa yang terjadi pada ginjal!
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh Ginjal
Ginjal mengatur keseinbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang asam atau
basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstrasel, sedangkan
pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstrasel.
Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai berikut.
Sejumlah besar HCO₃ K difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus, dan bila HCO₃ K ini
diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sejumlah besar H⁺ juga
disekresikan kedalam lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari
darah. Bila lebih banyak H⁺ yang disekresikan daripada HCO₃ K yang difiltrasi, akan terjadi
kehilangan asam dari cairan ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih banya HCO₃ K yang difiltrasi
daripada H⁺ yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam non-volatil, terutama dari
metabolisme protein. Asam-asam ini disebut non-volatil karena asam tersebut bukan H₂CO₃,
karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru. Mekanisme primer untuk mengeluarkan asam ini
dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat
dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam non-volatil.
Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L),
Laporan PBL modul Halaman 15
dan dalam kondisi normal hampr semuanya direabsorpsi dari tubulus, sehingga mempertahankan
sistem dapar utama cairan ekstrasel.
Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H , dicapai melalui proses sekresi H oleh tubulus.⁺ ⁺
Karena HCO₃ K harus bereaksi dengan satu H yang disekresikan untuk membentuk H⁺ ₂CO₃
sebelum dapat direabsorpsi, 4320 miliekuivalen H harus disekresikan setiap hari hanya untuk⁺
mereabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80 miliekuivalen H harus⁺
disekresikan untuk menghilangkan asam non volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari,
sehingga total 4400 miliekuivalen H disekresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya. ⁺
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal⁺
mereabsorpsi semua bokarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat.
Karena HCO₃ K normalnya mendapat hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini
sama saja dengan penambahan satu H kedalam cairan ekstrasel. Oleh karena itu, pada alkalosis,⁺
pengeluaran HCO₃ K akan meningkatkan konsentrasi H cairan ekstrasel kembali menuju normal. ⁺
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsorpsi
semua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali
kedalam cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H cairan ekstrasel kembali menuju⁺
normal.
Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H cairan ekstrasel melalui tiga mekanisme dasar⁺
1. Sekresi ion H ⁺
2. Reabsorpsi HCO₃ K yang difiltrasi
3. Produksi HCO₃ K baru.
Semua proses ini dicapai melalui mekanisme dasar yang sama.
Nilai normal :
PCO2 : 35 – 45 mmHg
PO2 : 75 – 100 mmHg
Laporan PBL modul Halaman 16
pH : 7.35 – 7.45
HCO3 : 22 – 26 mEq/L
10. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal akut
(Diagnosa banding 1)
GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi
glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu
sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang
berbeda-beda.
1. Umur dan jenis kelamin
Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena
penyakit ini. Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA,
51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.
2. Pekerjaan
Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat
mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk
kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau
industri.
3. Perilaku minum
Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri
dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik.
Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah
Laporan PBL modul Halaman 17
yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang
mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.
4. Riwayat penyakit sebelumnya.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :
a. Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh :
a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya),
pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :
a. Sepsis.
b. Sirosis hati.
c. Anestesia/ blokade ganglion.
d. Reaksi anafilaksis.
e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.
b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).
c. Tamponade jantung.
d. Disritmia.
e. Emboli paru.
Laporan PBL modul Halaman 18
b. Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :
1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya disebabkan oleh
kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi satu
sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan
oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan
streptokokal, tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimun
c. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA
prarenal yang tidak teratasi.
Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat
menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan
penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus
ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat
terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron,
sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh
sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selama
tubulus masih baik.
Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu :
1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka bakar, atau
asites.
2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya syok, payah jantung yang berat, aritmi jantung, dan
tamponade.
Laporan PBL modul Halaman 19
b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat
menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel
tubulus ginjal menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai akibatnya sel-sel epitel hancur
terlepas dari membran basal dan menempel menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa
keadaan membran basal juga rusak, tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh sepanjang
permukaan membran sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh sampai dua puluh
hari.
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain :
1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat sembab. Khas pada
daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang pucat.
2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan lesi iskemik.
3. Kelainan interstisial
a. Nefritis interstisial akut Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal,
yang merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi
yang berat dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan.
b. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai di dalam
pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari
kontaminasi traktus urinarius dengan feses.
4. Kelainan vaskular
a. Trombosis arteri atau vena renalis
b. Vaskulitis.
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
Laporan PBL modul Halaman 20
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis.
b. Agent
Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi akibat menelan
zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan
menyebabkan GGA, yaitu seperti :
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-
lainnya.
b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium
natrium adetat.
c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol.
d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.
e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.
c. Environment
Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang bekerja di dalam
ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi
Laporan PBL modul Halaman 21
adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan
zat-zat yang diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan.
2.5. Klasifikasi GGA
Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu :
2.5.1. GGA Prarenal
GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG).
Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera
diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan
oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal
tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron.
2.5.2. GGA Renal
GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan
pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi :
a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya
b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal,
c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami
kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang
disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.
2.5.3. GGA Postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam
saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan
Laporan PBL modul Halaman 22
mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.
Gambar 2.2 Klasifikasi GGA
2.6. Perjalanan Klinis GGA
Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :
2.6.1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada
ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan
produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari
100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan
keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang
seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain
sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan
kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum
urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2.6.2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam
Laporan PBL modul Halaman 23
masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini
diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat
mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi
sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
2.6.3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin
perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap
menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen.
2.7. Gejala-Gejala GGA
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia),
dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena
terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit
rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
Laporan PBL modul Halaman 24
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu
gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal
berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.
2.8. Pencegahan
2.8.1. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga
teratur.
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-
trauma kecelakaan atau luka bakar.
e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik.
f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi ginjal
yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.
h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
Laporan PBL modul Halaman 25
i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera
diperbaiki.
2.8.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA.
Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti
glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi.
GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu
jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera
diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah
kecenderungan untuk terkena GGA renal.
2.8.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah
terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal
buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan
metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan.
Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus
dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin.
Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling
sering pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya
besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan
memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan
pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan
pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati.
Laporan PBL modul Halaman 26
2.9. Pengobatan
Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :
2.9.1. Pengobatan Penyakit Dasar
Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud
memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal.
Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat
digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi
bisa dicegah.
Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan
penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka
pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus
segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis
secepatnya.
2.9.2. Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan
jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan.
Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram
karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen
sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan
pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein
per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti
telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori
per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat
(pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
Laporan PBL modul Halaman 27
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare, muntah).
Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-
kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran
selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang
banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.
c. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis,
baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi
tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan indivual penderita.
d. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan
dialisis terlebih dahulu.
Laporan PBL modul Halaman 28
11. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal
kronik (Diagnosa banding 2)
Gagal Ginjal Kronik (penyakit ginjal kronik)
Definisi
Gagal ginjal kronik ( menahun ) merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel
karena suatu penyakit. (National Kidney Foundation)
Destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus (buku saku patofisiologi)
Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 1 Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan
LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal >90ml/menit
Stadium 2 Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-
89 ml/menit
Stadium 3 Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit
Stadium 4 Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit
Stadium 5 Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal
ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus perjuta penduduk pertahun
Laporan PBL modul Halaman 29
Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan yang lain. Tabel 4
menunjukan penyebab utama dan insiden penyakit gunjal kronik di Amerika serikat. Sedangkan
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 5.
Dikelompokan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat,
penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyakit ginjal yang tidak diketahui.
penyebab insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Laporan PBL modul Halaman 30
Tabel 5. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2000
penyebab Insiden
Diabetes Melitus
Tipe 1
Tipe 2
44%
7%
37%
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis Interstitialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) 2%
neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Tabel 4. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)
Hipertensi 8,46%
Sebab Lain 13,65%
Manifestasi klinis
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih
dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk
amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan
gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata
menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal
ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme
sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Laporan PBL modul Halaman 31
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi,
dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan
mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis,
dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular,
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
Patofisiologi
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya
telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder
yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik.
Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik
ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal
terminal. Secara skematis penurunan fungsi ginjal bisa menyebabkan beberapa keadaan berikut
Laporan PBL modul Halaman 32
Langkah Diagnostik
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit
termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik
(keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal
ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk
semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai
uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Laporan PBL modul Halaman 33
Ekskresi fosfat
Ekskresi kalium
Ekskresi sisa
metabolik
absorbsi natrium
Gangguan
fungsi non
ekskretori
Ganggguan
fungsi ekskret
ori Ekskresi H+
GFR
Fungsi ginjal
Produksi eritropo
etin (anemia)
Gangguan imun
(infeksi)
Gangguan
reproduksi
(infertil)
Gangguan absorbsi calsium
(osteodistrofi)
Edema
Uremia : kejang
hiperkalemia
hiperfosfatemia
Asidosis metabolik
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan
lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG).
Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Laporan PBL modul Halaman 34
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-
obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Laporan PBL modul Halaman 35
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin
> 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-
anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri),
dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
Laporan PBL modul Halaman 36
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali.
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Terapi non farmakologi
Kontrol Hipertensi
pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
penghentian merokok
peningkatan aktivitas fisik
pengendalian berat badan
komplikasi
• anemia
• osteodistrofi ginjal
• hiperfosfatemia
• udema
• Hiperkalemia
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada
stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah
tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak
Laporan PBL modul Halaman 37
darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan
(National Kidney Foundation, 2009).
Prognosis
Pada usia lanjut prognosis kurang baik dibandingkan pada usia muda
12. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah
diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari glomerulonefritis
akut (Diagnosa banding 3)
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA INFEKSI STERPTOCOCCUS
Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada
anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan,
pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis,
glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit
kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan
grosshematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun penyakit ini dapat
sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil kasus dapat terjadi
gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan.
Pembagian Klinik Glomerulonefritis Berdasarkan Perjalanan Penyakit
1. Kongenital atau herediter
Sindrom Alport, Sindrom Nekrotik Congenital (tipe finlandia), Hematuria Familial, Sindrom
Nail Patella.
2. Didapat
a. Primer atau Idiopatik
Laporan PBL modul Halaman 38
Penyakit Kelainan Minimal
Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial
Glomerulonefritis Fokal Segmental
Glomerulonefritis Membranoproliferatif Tipe I, II, III
Glomerulopati Membranosa, Nefropati IgA
Glomerulonefritis Progresif cepat
Glomerulonefritis Proliferatif Difus
Glomerulonefritis Kronik yang lain (tak terklasifikasi)
b. Sekunder
Akibat Infeksi
- Glomerulonefritis pasca streptokok, hepatitis B, endokarditis bakteril subakut
- Nefritis pirau, glomerulonefritis pasca pneumokok, sifilis congenital, malaria
- Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS, dll
Berhubungan dengan Penyakit Multisistem
- Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom Hemolitik
Uremik
- Diabetes Mellitus Sindrom Goodpasture, amiloidosis, dll
- Penyakit kolagen vascular lainnya : poliarteritis nodosa, penyakit jaringan ikat
campuran, granulomatosis Wegener, vaskulitis, arthritis rheumatoid
Obat
Penisilamin, obat anti-radang nonsteroid, kaptopril, garam emas, Street geroin,
trimetadion, litium, merkuri, dll.
Neoplasia
Leukemia, limfoma, karsinoma
Lain-lain
Rejeksi transplantasi ginjal kronik, nefropati refluks, penyakit sel sabit, dll
Kuman Penyebab GNAPS
Bakteri
Streptokokus ß hemolitikus grup A
Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidemicus)
Laporan PBL modul Halaman 39
Pneumococcus (Pneumonia)
Streptococcus viridians (endokarditis bacterial sub akut)
Staphylococcus aureus (endokarditis bacterial sub akut pneumonia)
Staphylococcus albus (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
Diphteroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
Meningococcus (sepsis)
Klebsiella pneumonia (pneumonia)
Organisme gram negatif (sepsis)
Gonococcus (endokarditis)
Salmonella thypi (demam tifoid)
Mycoplasma pneumonia (pneumonia)
Leptospira
Treponema pallidum (sifilis kongenital)
Mycobacterium leprae
Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih
sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai
saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena
tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut
(GGA) dan yang sembuh sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden
penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan insiden berkisar 0- 28% pasca
infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta
hemolyticus group A tipe nefritogenik.
Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta
hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului
faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering
dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma, walaupun galur
53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan
antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated
protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein
(NPBP).
Laporan PBL modul Halaman 40
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadic
paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan anak
laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada
tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di
Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8
tahun (40,6%).
Patogenesis dan Gambaran Histologis
Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam
terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara infeksi
streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran
penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu
pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi
sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang
dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus.
Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah
IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah
tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap
dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan
minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi
sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis
proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi
penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus
sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan
imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A
yang dapatdilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit
Laporan PBL modul Halaman 41
padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi
menjadi Ag-Ab kompleks.
Anamnesis
Identitas pasien
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit
Riwayat pengobatan
Gambaran Klinis dan kelainan fisik
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan
infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab.
Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria
terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti
demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan fisis
dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang.7,15
Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah
menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem
pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien
dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala
gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG).
Laboratorium
Laporan PBL modul Halaman 42
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin
sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat
pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya
sebandingdengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas
permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran
nefrotik.
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya
permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anakyang dirawat dengan
GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila
edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar
albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan
jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.
Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak
mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus.
Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah
infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat
antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi
pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti
deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik
pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus.
Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus
sebelumnya pada hampir 100% kasus.
Laporan PBL modul Halaman 43
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang
kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-
40 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG seringmeningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada
hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam
sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3.
Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru. Di Ujung Pandang pada
tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%,
bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering terjadi
pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen menunjukkan
kekaburan yang diduga sebagai asites.
Diagnosis
Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria
nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda
glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secaralaboratoris
dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis.
Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti:
Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Hematuria idiopatik
Nefritis herediter (sindrom Alport )
Lupus eritematosus sistemik
Tata laksana
1. Pengobatan
Suportis
Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportis. Tirah baring umumnya
diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema.
Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi
Laporan PBL modul Halaman 44
ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal
jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi.
Dietetik
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah
garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
Medikamentosa
Golongan Penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan Amoksisilin
50mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan Eritromisin 30mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)
Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati,
hipertensi, gagal jantung.
2. Pemantauan
Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan
dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala
diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.
Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika
terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.
Komplikasi GNAPS
Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
Laporan PBL modul Halaman 45
hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali, dan
meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang menurun.
Mengobati Komplikasi
Pada pasien dengan komplikasi seperti gagal ginjal, edema, hipertensi, dan oligouria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus seimbang. Bila timbul gagal jantung diberikan digitalis,
sedativum, dan oksigen.
Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah.
Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi darah, dsb.
Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulomefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian lasix secara IV (1mg/kgBB/x) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerolus.
Bila ditemukan gejala anemia maka dapat diatasi dengan pemberian preparat besi atau
transfusi darah.
Tanda-Tanda GNAPS
Pasien dengan penyakit ginjal (GN) yang urinnya masih terdapat hematuria dan
proteinuria, dan dikatakan glomerulonefritis kronik. Hal tersebut terjadi karena eksaserbasi
berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung bulanan atau menahun. Karena tiap
eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif tapi lambat atau
Laporan PBL modul Halaman 46
disebabkan Glomerulonefritis yang sudah lama. Pada umumnya, GNK tidak memiliki hubungan
dengan GNAPS ataupun GNAPC, tetapi kelihatannya merupakan penyakit de novo.
Penyakit ini cenderung timbul tanpa diketahui asal-usulnya dan baru ditemukan ketika
stadiumnya sudah lanjut. Dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala atau keluhan sama
sekali, sehingga kadang ditemukan karena tiba-tiba anak mengalami gagal ginjal dengan
perubahan menjadi sering mengeluh sakit kepala, gelisah, lemah, lesu, mual, koma, dan kejang.
Menurut pembagian stadium penyakit maka akan progresif dan kematian akibat uremia. Pada
stadium akhir akan terdapat sedikit oedema, suhu yang sedikit febris.
Bila penderita memasuki fase nefrotik daripada glomerulonefritik kronis, edema
bertambah jelas, perbandingan albumin dengan globulin terbalik dan kolesterol darah meninggi.
Fungsi ginjal menurun, ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah
mendadak meninggi. Kadang-kadang untuk mendapat serangan ensefalopati, hipertensi, dan
gagal jantung yang berakhir dengan kematian.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada Urin:
Albumin (+)
Silinder
Eritrosit
Leukosit +/-
BJ Urin 1,008 – 1,012
Pada Darah:
LED meningkat tetap
Ureum dalam darah meninggi
Fosfor serum meningat
Kalsium menurun
Pada stadium akhir Serum Natrium dan Klorida menurun, sedangkan Kalium meningkat.
Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan kelainan ginjal yang progresif.
Prognosis
Laporan PBL modul Halaman 47
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur
saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau
epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil
mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena
GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus.
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.
Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %;
sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS
bervariasi antara 0-7 %.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit
ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa
perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit.
Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di
kemudian hari.
2.6. Analisa masalah/Hipotesa
Gagal ginjal akut Gagal ginjal kronik Glomerulonefritis akut
Pria, 68 th anak usia 6-8 tahun (40,6%)
Oliguria
Muntah
Lemas
Malaise
Anamnesa
tambahan
1.Operasi
2.Kardiovaskular
3.Riwayat infeksi
4.Riwayat bengkak
5.Riwayat 6.kencing
batu
7.Anemia
berhubungan dengan
retensi atau
akumulasi toksin
azotemia, etiologi
GGK, perjalanan
penyakit termasuk
semua faktor yang
1.Imunisasi lengkap/tidak?
2.Pernah demam/tidak?
3. Pernah mengidap ISPA?
Laporan PBL modul Halaman 48
dapat memperburuk
faal ginjal (LFG).
Pemeriksaan
fisik
1.Pernapasan
kussmaul
3.Tanda-tanda
dehidrasi
4.Edema
5.Takikardi
1. Anemia
2. Edema
3. Oliguria
4.Tanda-tanda
dehidrasi (bila
terjadi pengeluaran
cairan&elektrolit
yang berlebihan)
1. Edema
2. Hematuria
3. Febris
4. Edema
Pemeriksaan
penunjang
1.Kadar ureum
2.Kreatinin
Volume urin
4.GFR
5.USG
6.CT Scan abdomen
7.Biopsi ginjal
1)Pemeriksaan faal
ginjal (LFG)
2)Etiologi gagal
ginjal kronik (GGK)
Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
Hematuria makroskopis/mikroskopis
Torak granular, torak eritrosit
Darah BUN naik pada fase akut,
lalu normal kembali ASTO >100 Kesatuan
Todd Komplemen C3 < 50 mg/dl
pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia,
terutama IgG Anti DNA-ase beta dan
properdin meningkat
Bab III
Laporan PBL modul Halaman 49
Penutup
Kesimpulan
Laporan PBL modul Halaman 50