7. TATARAN LINGUISTIK (4):SEMANTIK
Status tataran semantikdengan tataran fonologi, morfologi,dan
sintaksis adalah tidak sama, sebab secara hierarkial satuan bahasa yang
disebut wacana dibangun oleh kalimat; satuan kalimat dibangun oleh
klausa; satuan klausa dibangun oleh frase; satuan frase dibangun oleh
kata; satuan kata dibangun oleh morfem; satuan morfem dibangun oleh
fonem; satuan fonem dibangun oleh fon atau bunyi.
Para linguistik strukturalis mengabaikan masalah semantik
karena dianggap tidak termasuk atau menjadi tataran yang sederajat
dengan tataran yang bangun-membangun. Semantik tidak lagi menjadi
objek poriferal melainkan menjadi objek yang setaraf dengan bidang-
bidang studi linguistik lainnya. Menurut teori Bapak Linguistik
modern, Ferdinand de Saussure, tanda linguistic (signe linguistique)
terdiri dari komponen signifian dan signifie, maka sesungguhnya studi
linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah tidak ada
artinya, sebab kedua komponen itu merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan.
7.1 HAKIKAT MAKNA
Banyak teori tentang makna telah dikemukakan orang. Menurut
teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure
bahhwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau
terdapat pada sebuah tanda linguistic. Kalau tanda linguistic itu
disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna
adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau
leksem; kalau tanda linguistic itu disamakan dengan morfeem, maka
berarti makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh
setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks.
Makna itu tidak lain daripada sesuatu atau referen yang diacu
oleh kata atau leksem. Kita dapat menentukan makna setelah dalam
bentuk kalimat. Contohnya: Sudah hampir pukul dua belas!
Bila diucapkan oleh seorang ibu asrama putri kepada seorang pemuda
maka bermaksud mengusir, sedangkan jika yang mengatakan adalah
seorang karyawan kantor berarti menunjukkan waktu makan siang.
7.2 JENIS MAKNA
7.2.1 Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
a) Makna leksikal
Makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan
hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.
Contoh: Kuda
Berarrti ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai’.
b) Makna gramatikal
Makna ini baru muncul setelah terjadi proses
gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, kamposisi atau
kalimatisasi.
Contoh: dengan dasar kuda menghasilkan arti
‘mengendarai kuda’.
Sintaksis kata-kata adik, menulis, dan surat
menghasilkan makna gramatikal: adik bermakna
‘pelaku’, menulis bermakna ‘aktif’ dan surat bermakna
‘hasil’.
c) Makna kontekstual
Makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam
satu konteks.
Contoh:
Rambut di kepala nenek belum ada yang putus.
Nomor teleponnya ada pada kepala surat.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni
tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa terebut.
7.2.2 Makna Referensial dan Non-Referensial
Kata atau leksem.disebut bermkna referensial kalau ada
referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, gambar
bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata. Kata-
kata dan, atau, karena itu sebaliknya.kata-kata deiktik, acuannya tidak
menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud
yang satu kemaujud yang lain.
Kata deiktik ini adalah yang termasuk pronomia, seperti dia, saya, dan
kamu; kata-kata yang menyatakan ruang, seperti di sini, di sana, dan di
situ; kata-kata yang menyatakan waktu, seperti sekarang, besok, dan
nanti; dan kata-kata yang disebut kata penunjuk, seperti ini dan itu.
7.2.3 Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna
sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Makna ini sejenis dengan
makna leksikal. Umpamanya kata kurus, bermakna denotatif ‘keadaan
tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’.
Makna konotatif adalah makna lain yang ‘ditambahkan” pada
makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang
atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contohnya
kata bini, tewas, bunting, dan lain sebagainya.
7.2.4 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Menurut Leech, makna konseptual adalah makna yang dimiliki
sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Kata kuda
memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai’. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama dengan
makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem atau kata
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang
berada diluar bahasa. Misalnya kata melati berasosiasi dengan sesuatu
yang suci atau kesucian. Ke dalam makna asosiasi ini dimasukkan juga
yang disebut dengan makna konotatif, makna stilistika, makna
efektif,dan makna kolokatif. Makna stilistika berkenaan dengan
perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau
bidang kegiatan. Umpamanya kata membedakan penggunaan kata
rumah, pondok, istana, vila, dan wisma yang semuanya memberi
asosiasi yang berbeda terhadap penghuninya. Makna efektif berkenaan
dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau objek yang
dibicarakan. Makna efektif lebih nyata terasa dalam bahas lisan.
Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang
dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata yang bersinonim sehingga kata
tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata
tertentu. Misalnya kata tampan yang bersinonoim dengan kata cantik
dan indah hanya cocok berkolokasi dengan kata yang memiliki ciri
‘pria’.
7.2.5 MaknaKata dan Makna Istilah
Makna kata berawal dari makna leksikal, makna denotatif, dan
makna konseptual, namun dalam penggunaannya menjadi jelas setelah
sudah berada di dalam konteks kalimat atau situasinya. Makna kata
bersifat umum, kasar, dan tidak jelas. Kata tangan dan lengan,
maknanya lazim dianggap sama.namun sebenarnya memiliki makna
yang berbeda setelah dimasukkan dalam sebuah kalimat. Istilah
mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan meskipun tanpa
konteks kalimat. Istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan dan
kegiatan tertentu. Umpamanya kata lengan dan tangan. Kedua kata
tersebut dalam bidang kedokteran memilki makna berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai jari tangan; sedangkan
lengan bagian dari pergelangan sampai kepaangkal bahu.
7.2.6 Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat
‘diramalkan’ dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun
secara gramatikal. Contohnya bentuk membanting tulang bermakna
bekerja keras. Idiom dibedakan menjadi dua yaitu idiom penuh dan
idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya
sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki
berasal dari seluruh kesatuan itu. Contohnya menjual gigi, meja hijau,
dan membanting tulang. Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu
unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya buku
putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi mengenai
suatu kasus’.
Peribahasa adalah idiom yang maknanya tidak dapat
“diramalkan” secara leksikal maupun gramatikal namun maknanya
masih bisa ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya ‘asosiasi’
antar makna asli dengan makna sebagai peribahasa. Contohnya
peribahasa seperti anjing dan kucing yang bermakna ‘dikatakan ihwal
dua orang yang tidak pernah akur’
7.3 RELASI MAKNA
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara
satuan bahasa dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa ini dapat
berupa kata, frase, kalimat, dan relasi semantik itu dapat menyatakan
kesamaan makna, pertentangan, ketercakupan, kegandaan atau
kelebihan makna.
7.3.1 Sinonim
Sinonim atau sinonimi adalah hubungan semantik yang
menyatakan kesamaan makna dan bersifat dua arah. Misalnya, antara
kata betul dengan kata benar; antara kata hamil dengan frase duduk
perut. Ketidaksamaan makna yang bersinonim disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
I. Faktor waktu. Umpamanya kata hulubalang yang bersifat
klasik dengan kata komandan yang tidak cocok untuk koteks
klasik.
II. Factor tempat atau wilayah. Misalnya kata saya yang bisa
digunakan di mana saja, sedngkan beta hanya cocok digunakan
untuk wilayah Indonesia bagian timur.
III. Factor keformalan. Misalya kata uang yang dapat digunakan
dalam rangka formal dan tidak formal, sedangkan kata duit
hanya cocok untuk ragam tak formal.
IV. Faktor sosial. Umpamanya kata saya yang dapat digunakan
oleh siapa saja dan kepada siapa saja, sedangkan kata aku
hanya digunakan terhadap orang yang sebaya, yang dianggap
akrab, atau kepada yang lebih muda atau lebih rendah
kedudukan sosialnya.
V. Factor bidang kegiatan. Misalnya, kata matahari yang biasa
digunakan dalam kegiatan apa saja, sedangkan kata surya
hanya cocok digunakan pada ragam khusus terutama sastra.
VI. Factor nuansa makna. Misalnya kata-kata melihat, melirik,
menonton, meninjau yang masing-masing memiliki makna
yang tidak sama.
7.3.2 Antonim
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua ujaran
yang menyatakan kebalikan. Misalnya kata hidup berlawanan dengan
kata mati. Dilihat dari sifat hubungannya, antonim dibagi menjadi:
i. Antonim yang bersifat mutlak. Umpamanya, kata hidup
berantonim secara mutlak dengan kata mati.
ii. Antonim yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata
besar dan kecil berantonim secara relatif.
iii. Antonim yang bersifat rasional. Umpamanya kata membeli dan
menjual, karena munculnya yang satu harus disertai dengan
yang lain.
iv. Antonim yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama
dan bintara berantonim berantonim secara hierarkial karena
kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam satu
garis jenjang.
Antonim majemuk adalah satuan ujaran yang memiliki
pasangan antonim lebih dari satu. Umpamanya dengan kata berdiri
dapat berantonim dengan kata duduk, tidur, tiarap, jongkok, dan
bersila.
7.3.3 Polisemi
Polisemi adalah kata atau satuan ujaran yang mempunyai
makna lebih dari satu. Umpamanya, kata kepala yang setidaknya
mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, sesuai dalam kalimat
kepalanya luka kena pecahan kaca, (2) ketua atau pimpinan, seperti
dalam kalimat kepala kantor itu bukan paman saya.
7.3.4 Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang
bentuknya “kebetulan” sama; maknanya tentu saja berbeda, karena
masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan.
Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna ‘inai’ dan kata pacar
yang bermakna ‘kekasih’.
Pada kasus homonimi ini ada dua istilah lain yang biasa
dibicarakan, yaitu homofoni dan homografi. Homofoni adalah adanya
kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran tanpa memperhatikan
ejaan. Contoh yang ada hanyalah kata bank ‘lembaga ‘keuangan’
dengan kata bang yang bermakna ‘kakak laki-laki’. Homografi adalah
mengacu pada bentuk ujaran yang sama ejaannya tetapi ucapan dan
maknanya tidak sama. Contohnya kata teras yang maknanya ‘inti’ dan
kata teras yang maknanya ‘bagian serambi rumah’.
Perbedaan polisemi dan homonimi adalah kalau polisemi merupakan
bentuk ujaran yang maknanya lebih dari satu, sedangkan homonimi
bentuk ujaran yang “kebetulan” bentuknya sama, namun maknanya
berbeda.
7.3.5 Hiponimi
Hiponim adalah kata khusus sedangkan hipernim adalah kata
umum. Contohnya kata burung merupakan hipernim, sedangkan
hiponimnya adalah merpati, tekukur, perkutut, balam, dan kepodang.
7.3.6 Ambiguiti Atau Ketaksaan
Ambiguiti atau ketaksaan adalah gejala dapat terjadinya
kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda. Misalnya,
bentuk buku sejarah baru dapat ditafsirkan maknanya menjadi (1)
buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu memuat sejarah zaman
baru. Homonimi adalah dua buah bentuk atau lebih yang kebetulan
bentuknya sama, sedangkan ambiguiti adalah sebuah bentuk dengan
dua tafsiran makna atau lebih.
7.3.7 Redundansi
Redundansi adalah berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental
dalam suatu bentuk ujaran. Umpamanya kalimat bola itu ditendang
oleh Dika tidak akan berbeda maknanya bila dikatakan bola itu
ditendang Dika. Penggunaan kata oleh inilah yang dianggap
redundansi, berlebih-lebihan.
7.4 PERUBAHAN MAKNA
Perubahan makna dapat terjadi oleh beberapa faktor, antara
lain:
1. Perkembangan bidang ilmu dan teknologi.
Misalnya kata berlayar dahulu mengandung makna
‘melakukan perjalanan dengan kapal atau perahu yang
digerakkan tenaga layar’, tetapi untuk sekarang pun masih
digunakan untuk menyebut perjalanan di air itu.
2. Perkembangan sosial budaya.
Misalnya kata sarjana dulu bermakna ‘orang cerdik pandai’;
tetapi kini kata sarjana itu hanya bermakna ‘orang yang telah
lulus dari perguruan tinggi’.
3. Perkembangan pemakaian kata.
Umpamanya, kata jurusan yang berasal dari bidang lalu lintas
kini digunakan juga dalam bidang pendidikan dengan
makna ;bidang studi, vak’.
4. Pertukaran tanggapan indra.
Misalnya, rasa pedas seharusnya ditanggapi dengan indra
perasa lidah menjadi ditanggapi oleh alat pendengar telinga,
seperti dalam ujaran kata-katanya sangat pedas.
5. Adanya asosiasii.
Maksudnya adalah adanya hubungan antar sebuah bentuk
ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk
ujaran tersebut. Misalnya, kata amplop. Makna amplop
sebenarnya adalah ‘sampul surat’. Tetapi dalam kalimat supaya
urusan cepat beres, beri saja amplop, amplop itu bermakna
‘uang sogok’.
Perubahan makna kata ada beberapa macam, yaitu:
Perubahan makna kata meluas. Umpamanya, kata baju pada
mulanya hanya bermakna ‘pakaian sebelah atas dari pinggang
sampai ke bahu’ seperti pada kata baju batik; namun baju juga
dapat bermakna berbeda bila yang dimaksud baju seragam
yang meliputi celana, sepatu, dasi, dan topi.
Perubahan makna kata menyempit. Misalnya kata sarjana dulu
bermakna ‘orang cerdik pandai’; tetapi kini hanya bermakna
‘orang yang telah lulus dari perguruan tinggi’.
Perubahan makna secara total. Umpamanya, kata ceramah dulu
bermakna ‘cerewet, banyak cakap’, sekarang bermakna ‘uraian
mengenai suatu hal di muka orang banyak’.
7.5 MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
7.5.1 Medan Makna
Medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur
leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta.
Misalnya, nama-nama warna dan nama-nama alat-alat rumah tangga.
Medan makna dibagi menjadi dua, yaitu:
Medan Kolokasi
Menunjukkan hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata
atau unsur leksikal itu. Misalnya, kata-kata cabe, bawang,
terasi, garam, merica, dan lada berada dalm satu kolokasi,
yaitu yang berkenaan dengan bumbu dapur.
Medan Set
Menunjukkan hubungan paradigmatik karena kata-kata yang
berada dalam satu kelompok set itu saling bisa didistribusikan.
Misalnya, kata remaja yang merupakan tahap perkembangan
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
7.5.2 Komponen Makna
Setiap makna atau butir leksikal mempunyai makna, dan setiap
kata itu terdiri dari sejumlah komponen. Misalnya, kata ayah
mempunyai komponen makna /+manusia/, /+dewasa/, /+jantan/,
/+kawin/, /+punya anak/.
7.5.3 Kesesuaian Semantik dan Sintaktik
Misalnya:
Nenek membaca komik
+nomina +verba +nomina
+manusia +manusia +bacaan
+bacaan
KAJIAN BAHASA INDONESIA SD
BAB 8
SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Tahap-Tahap Studi Linguistik
Tahap pertama, tahap spekulasi
Pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris,
melainkan pada dongeng/cerita dan klasifikasi.
Tahap kedua, tahap observasi dan klasifikasi
Diadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang
diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori.
Tahap ketiga, tahap perumusan teori
Membuat teori-teori, sehingga dapat dikatakan bersifat ilmiah.
8.1. LINGUISTIK TRADISIONAL
Linguistik tradisional dan linguistik struktural banyak dibicarakan
orang sebagai dua hal yang bertentangan sebagai akibat dari pendekatan
keduanya yang tidak sama terhadap hakikat bahasa. Tata bahasa tradisional
menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik; sedangkan tata
bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam
suatu bahasa tertentu.
Misalnya dalam merumuskan kata kerja, tata bahasa tradisional
mengatakan kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian;
sedangkan tata bahasa struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang
dapat berdistribusi dengan frase “dengan . . . .”.
8.1.1. LINGUISTIK ZAMAN YUNANI
Sejarah studi bahasa pada zaman Yunani sangat panjang, yaitu dari
lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M.
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis
pada waktu itu adalah :
a. Pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi
(nomos)
Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan
asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti
di luar manusia itu sendiri. kaum naturalis adalah kelompok yang
menganut faham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai
hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain,
setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis.
Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat
bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu
diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang
mempunyai kemungkinan bisa berubah.
b. Pertentangan antara analogi dan anomali
Kaum analogi antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa
bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang
dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur tentu yang dapat
disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa itu. Keteraturan itu
tampak, misalnya dalam pembentukan jamak bahasa Inggris : boy
boys, girl girls dan book books.
Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak
teratur. Kalau bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa
Inggris child menjadi children, bukannya childs; mengapa bentuk past
tense bahasa Inggris dari write menjadi wrote dan bukannya writed ?
8.1.1.1. KAUM SOPHIS
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 S.M.
Mereka dikenal dalam studi bahasa, antara lain karena :
a. Mereka melakukan kerja secara empiris;
b) mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunan ukuran-
ukuran tertentu;
c) mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa;
d) mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna
Salah seorang tokoh Shopis, yaitu Protogoras, membagi kalimat
menjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat laporan,
doa, dan undangan.
8.1.1.2. PLATO (429 – 347 S.M)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa
terkenal antara lain, karena :
a) Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialog.
Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa
konvensional.
b) Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira : bahasa
adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan
rhemata.
c) Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan
rhema.
Onoma dapat berarti : (1) nama, dalam bahasa sehari-hari, (2) nomina,
nominal, dalam istilah tata bahasa, dan (3) subjek, dalam hubungan
subjek logis.
Rhema (bentuk tunggalnya rhemata), dapat berarti (1) ucapan, dalam
bahasa sehari-hari, (2) verba, dalam istilah tata bahasa, dan (3) predikat,
dalam hubungan predikat logis. Keduanya, onoma dan rhema,
merupakan anggota dari logos, yaitu kalimat dan klausa.
8.1.1.3. ARISTOTELES (384 – 322 S.M)
Aristoteles adalah salah seorang murid Plato. Dalam studi bahasa
dia terkenal antara lain, karena :
a) Dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang dibuat
gurunya, Plato yaitu dengan syndesmoi. Jadi menurut Aristoteles ada
tiga macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, dan syndesma.
Syndesmoi adalah kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam
hubungan sintaksis. Jadi syndesmoi itu lebih kurang sama dengan
kelas preposisi dan konjungsi.
b) Dia membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi tiga, yaitu
maskulin, feminin, dan neutrum.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian,
definisi, konsep, makna, dan sebagainya selalu berdasarkan logika.
8.1.1.4. KAUM STOIK
Kaum Stoik adalah kelompok ahli filsafat yang berkembang pada
permulaan abad ke-4 S.M. Mereka terkenal antara lain, karena :
a) Mereka membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa
secara tata bahasa;
b) Mereka menciptakan istilah khusus untuk studi bahasa;
c) Mereka membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa, yaitu
(1) tanda, simbol, sign, atau semainon; (2) makna, apa yang disebut
semanomen, atau lekton; (3) hal-hal di luar bahasa, yakni benda atau
situasi;
d) Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian dari
fonologi tetapi tidak bermakna, dan propheretal yaitu ucapan bunyi
bahasa yang mengandung makna;
e) Mereka membagi jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda, kata
kerja, syndesmoi dan arthoron, yaitu kata-kata yang menyatakan
jenis kelamin dan jumlah;
f) Mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak
komplet, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.
8.1.1.5. KAUM ALEXANDRIAN
Kaum Alexandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa.
Oleh karena itulah dari mereka, kita mewarisi sebuah buku tata bahasa
yang disebut tata bahasa Dionysius thrax sebagai hasil mereka dalam
menyelidik kereguleran bahasa Yunani. Buku ini lahir lebih kurang
tahun 100 S.M. Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam
penyusunan buku tata bahasa Eropa lainnya.
Sezaman dengan sarjana-sarjana Yunani di atas, di India pada tahun 400
S.M. Panini seorang sarjana hindu, telah menyusun lebih kurang 4.000
pemeriah tentang struktur bahasa Sanskerta dengan prinsip-prinsip dan
gagasan-gagasan yang masih dipakai dalam linguistik modern. Leonard
Bloomfield (1887 – 1949), seorang tokoh linguis struktural Amereka
menyebut Panini sebagai One of greatest monuments of the human
intelligence, karena buku tata bahasa Panini, yaitu Astdhyosi merupakan
deskripsi lengkap dari bahasa Sanskerta yang pertama kali ada.
8.1.2. ZAMAN ROMAWI
Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari
zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan munculnya kerajaan
Romawi. Tokoh pada zaman romawi yang terkenal antara lain, Varro (116
– 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan
karyanya Institutiones Grammaticae.
8.1.2.1. VARRO DAN “DE LINGUA LATINA”
Dalam Buku De Lingua Latina terdiri dari 25 jilid ini, dibagi dalam
bidang-bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis.
a) Etimologi adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal-usul kata
beserta artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat adanya perubahan
bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata.
Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini adalah dia
menganggap kata-kata Latin dan Yunani berbentuk sama adalah
pinjaman langsung.
b) Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan
pembentukannya. Dalam menyusun kelas kata, Barro membagi kelas
kata Latin dalam empat bagian, yaitu :
- Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut
berinfleksi kasus.
- Kata kerja, yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi
“tense”.
- Partisipel, yakni kata yang menghubungkan (dalam sintaksis kata
benda dan kata kerja) yang berinfleksi kasus dan “tense”
- Adverbium, yakni kata yang mendukung (anggota bawahan dari
kata kerja) yang tidak berinfleksi.
Kategori kata kerja dibedakan atas tense, time, dan aspect serta aktif
dan pasif.
Menurut Varro, dalam bahasa Latin ada enam buah kasus, yaitu : (1)
nominativus, yaitu bentuk primer atau pokok; (2) genetivus, yaitu
bentuk yang menyatakan kepunyaan; (3) dativus, yaitu bentuk yang
menyatakan menerima; (4) akusativus, yaitu bentuk yang
menyatakan objek; (5) vokativus, yaitu bentuk sebagai sapaan atau
panggilan; dan (6) ablativus, yaitu bentuk yang menyatakan asal.
Varro membedakan adanya dua macam deklinasi (perubahan bentuk
kata berkenaan dengan kategori, kasus, jumlah, dan jenis), yaitu :
1) Deklinasi naturalis, adalah perubahan yang bersifat alamiah, sebab
perubahan itu dengan sendirinya dan sudah berpola.
2) Deklinasi voluntaris adalah perubahan yang terjadi secara
morfologis bersifat selektif dan manasuka.
8.1.2.2. INSTITUTIONES GRAMMATICAE ATAU TATA BAHASA
PRISCIA
Buku tata bahasa Priscia ini yang terdiri dari 18 jilid (16 jilid
mengenai morfologi dan 2 jilid mengenai sintaksis) dianggap sangat
penting, karena :
a) Merupakan buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang
dituturkan oleh pembaca aslinya;
b) Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama
pembicaraan bahasa secara tradisional.
Beberapa segi formal bahasa yang patut dibicarakan mengenai buku ini,
antara lain adalah :
1) Fonologi
Dalam bidang ini pertama-tama dibicarakan tulisan atau huruf yang
disebut litterae, yaitu bagian terkecil dari bunyi yang dapat
dituliskan. Nama huruf-huruf itu disebut figurae. Sedangkan nilai
bunyi itu disebut protestas.
Bunyi itu dibedakan atas empat macam :
vox artikulata, bunyi yang diucapkan untuk membedakan makna
vox martikulata, bunyi yang tidak diucapkan untuk menunjukkan
makna.
vox litterata, bunyi yang dapat dituliskan baik yang artikulata
maupun yang martikulata.
vox ulitterata, bunyi yang tidak dapat dituliskan.
2) Morfologi
Yang dibicarakan dalam bidang ini antara lain mengenai dictio atau
kata, yaitu bagian yang minimum dari sebuah ujaran dan harus
diartikan terpisah dalam makna sebagai satu keseluruhan.
Kata dibedakan atas delapan jenis yang disebut partes orationis,
yaitu :
a) Nomen, termasuk kata benda dan kata sifat menurut klasifikasi
sekarang.
b) Verbum, kata yang menyatakan perbuatan atau dikenai perbuatan.
c) Participium, kata yang selalu berderivasi dari verbum, mengambil
kategori verbum dan nomen.
d) Pronomen, kata-kata yang dapat menggantikan nomen.
e) Adverbium, kata-kata secara sintaksis dan semantik merupakan
atribut verbum.
f) Proepositio, kata-kata yang terletak di depan bentuk yang
berkasus.
g) Interjectio, kata-kata yang menyatakan perasaan, sikap, atau
pikiran.
h) Conjunctio, kata-kata yang bertugas menghubungkan anggota-
anggota kelas kata yang lain untuk menyatakan hubungan
sesamanya.
3) Sintaksis
Bidang ini membicarakan hal yang disebut oratio, yaitu tata susun
kata yang berselaras dan menunjukkan kalimat itu selesai. Akhirnya
dapat dikatakan bahwa buku Instituiones Grammaticae ini telah
menjadi dasar tata bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.
8.1.3. ZAMAN PERTENGAHAN
Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian
penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi
Lingua Franta, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi,
dan bahasa ilmu pengetahuan. Dan zaman pertengahan ini yang patut
dibicarakan dalam studi bahasa antara lain adalah peranan :
Kaum Modistae
Kaum Modistae ini masih pula membicarakan pertentangan antara fisis
dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomali. Mereka
menerima konsep analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat
reguler dan bersifat universal.
Tata bahasa spekulativa
Merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa Latin (seperti
yang dirumuskan oleh Priscia) ke dalam filsafat skolastik.
Petrus Hispanus
Beliau pernah menjadi paus, yaitu tahun 1276 – 1277 dengan gelar
Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Perannya
dalam bidang linguistik, antara lain :
a) Dia telah memasukkan psikologi dalam analisis makna bahasa.
b) Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen
substantivum dan nomen adjectivum.
c) Dia juga telah membedakan partes orationes atas categorematik dan
syntategorematik.
8.1.4. ZAMAN RENAISANS
Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini
yang menonjol yang perlu dicatat, yaitu :
1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga
menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab.
2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa
lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan,
penyusunan tata bahasa dan malah juga perbandingan.
8.1.5. MENJELANG LAHIRNYA LINGUISTIK MODERN
Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah
studi bahasa, yaitu dinyatakan adanya hubungan kekerabatan antara bahasa
Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan bahasa-bahasa Jerman
lainnya. Dalam pembicaraan mengenai linguistik tradisional di atas, maka
secara singkat dapat dikatakan, bahwa :
a) Pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara
bahasa ujaran dengan bahasa tulisan;
b) Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil
patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin;
c) Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara prekriptif, yakni benar atau salah;
d) Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan
logika;
e) Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk
selalu dipertahankan.
8.2. LINGUISTIK STRUKTURALIS
Linguistik strukturalis berusaha mendiskripsikan suatu bahasa
berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini
adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan-pandangan baru
terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh bapak linguistik
modern yaitu Fredinand de Saussure.
8.2.1. FERDINAND DE SAUSSURE
Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dianggap sebagai bapak ling
modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya
Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh
Charles Bally dan albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep :
1) Telaah sinkronik dan diakronik
Telaan bahasa secara sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada
suatu kurun waktu tertentu saja. Sedangkan telaah bahasa secara
diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman
bahasa itu digunakan oleh para penuturnya.
2) Perbedaan La Langue dan La Parole
La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai
alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa,
sifatnya abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan La Parole adalah
pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota
masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole itu tidak lain
daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang
yang lain.
3) Perbedaan signifiant dan signifie
Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul
dalam pikiran kita, sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan
makna yang ada dalam pikiran kita.
4) Hubungan sintagmatik dan paradigmatif
Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat
linear. Sedangkan hubungan paradigmatik adalah hubungan unsur-
unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis
yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
8.2.2. ALIRAN PRAHA
Aliran praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang
tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1882 – 1945). Dalam bidang fonologi
aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan
fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri,
sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
8.2.3. ALIRAN GLOSEMATIK
Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya antara lain : Louis
Hjemslev (1899 – 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure.
Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa
menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain dengan peralatan,
metodologis dan terminologis sendiri.
Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan,
dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
8.2.4. ALIRAN FIRTHIAN
Nama John R. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas
London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi.
Karena itulah, aliran yang dikembangkannya dikenal dengan nama aliran
Prosodi.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada
tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan
satuan prosodi. Satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental,
yaitu konsonan dan vokal, sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau
sifat-sifat struktur yang lebih panjang dari pada suatu segmen tunggal. Ada
tiga macam pokok prosodi, yaitu :
1) Prosodi yang menyangkut gabungan fonem; struktur kata, struktur suku
kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal;
2) Prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; dan
3) Prosodi yang realisasi fonetisnya melampui satuan yang lebih besar
daripada fonem-fonem suprasegmental.
8.2.5. LINGUISTIK SISTEMIK
Nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama
M.A.K Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan
teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi
kemasyarakatan bahasa. Sebagai penerus Firth dan berdasarkan
karangannya Categories of the Theory of Grammar, maka teori yang
dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian
Linguistics atau Scals and Category Linguistics. Namun kemudian ada
nama baru, yaitu Systemic Linguistics (SL).
Pokok-pokok pandangan systemic linguistic (SL) adalah :
Pertama, SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan
bahasa dan bagaimana fungsi kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.
Kedua, SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”. SL mengakui
pentingnya pembedaan langue dan parole. Langue adalah jajaran pikiran
yang dapat dipilih oleh seorang penutur bahasa, sedangkan parole
merupakan perilaku kebahasaan yang sebenarnya.
Ketiga, SL lebih mengutamakan pemberian ciri-ciri bahasa tertentu beserta
variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
Keempat, SL mengenal adanya gradasi atau kontinum.
Kelima, SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa, yaitu :
1) Substansi
Yaitu suatu bunyi yang kita ucapkan waktu kita berbicara, dan
lambang yang kita gunakan waktu kita menulis.
Substansi bahasa lisan disebut substansi fonis, sedangkan tulis disebut
substansi grafis.
2) forma
Adalah susunan substansi dalam pola yang bermakna.
Forma terbagi dua, yaitu : a) leksis, yakni yang menyangkut butir-butir
lepas bahasa dan pola tempat butir-butir itu terletak; b) gramatika,
yakni yang menyangkut kelas-kelas butir bahasa dan pola-pola tempat
terletaknya butir bahasa tersebut.
3) Situasi
Situasi meliputi tesis, situasi langsung, dan situasi luas.
8.2.6. LEONARD BLOOMFIELD DAN STRUKTURALIS AMERIKA
Nama Leonard Bloomfield (1877 – 1949) sangat terkenal karena
bukunya yang berjudul Language (terbit pertama kali tahun 1933), dan
selalu dikaitkan dengan aliran struktural Amerika.
Beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran
strukturalisme :
1) Pada masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama,
yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperlukan.
2) Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim
filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat
behaviorisme.
3) Diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya
The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah
Language; wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat
menekankan pentingnya data yang objektif untuk memberikan suatu
bahasa.
8.2.2. ALIRAN TAGMEMIK
Aliran ini dipelopori oleh Kenneth L. Price, seorang tokoh dari
Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan
Bloomfeld, sehingga aliran ini juga bersifat strukturalis, tetapi juga
antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dan sintaksis adalah tagmem.
Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan
sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling diperlukan untuk
mengisi slot tersebut.
8.3. LINGUISTIK TRANFORMASIONAL DAN ALIRAN-ALIRAN
SESUDAHNYA
Dunia ilmu termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis,
melainkan merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus menerus
sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu mencari kebenaran yang
hakiki.
Begitulah, linguistik struktural lahir karena tidak puas dengan
pendekatan dan prosedur yang digunakan linguistik tradisional dalam
menganalisis bahasa. Sekian puluh tahun linguistik struktural digandrungi
sebagai satu-satunya aliran yang pantas diikuti dalam menganalisis bahasa,
walaupun model struktural itu pun tidak hanya satu macam.
8.3.1. TATA BAHASA TRANSFORMASI
Dapat dikatakan tata bahasa tranformasi lahir dengan terbitnya buku
Noam Chomsky yang berjudul Syntatic Structure pada tahun 1957 yang
kemudian diperkembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai
pihak, di dalam buku Chomsky yang kedua yang berjudul Aspect of the
Theory of Syntax pada tahun 1965.
Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky adalah
merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus
memenuhi dua syarat, yaitu :
1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh
pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-
buat.
2) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan
atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa
tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik
tertentu.
8.3.2. SEMANTIK GENERATIF
Menjelang dasawarsa tujuh puluhan beberapa murid dan pengikut
Chomsky, antara lain Pascal, Lakoff, Mc Cawly, dan Kiparsky, sebagai
reaksi terhadap Chomsky, memisahkan diri dari kelompok Chomsky dan
membentuk aliran sendiri. kelompok Lakoff ini, kemudian terkenal dengan
sebutak kaum Semantik generatif.
Menurut semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan
sintaksis diselidiki bersama sekaligus karena keduanya adalah satu.
8.3.3. TATA BAHASA KASUS
Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh
Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul “The Case for Case”
tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal in
Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.
Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 itu Fillmore membagi
kalimat atas (1) modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan
adverbia; dan (2) proposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan
sejumlah kasus. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah
hubungan antara verba dengan nomina.
8.3.4. TATA BAHASA RELASIONAL
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan
langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori
sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
Menurut Teori tata bahasa relasional, setiap struktur klausa terdiri
dari jaringan relasional (relational network) yang melibatkan tiga macam
maujud (entity), yaitu :
a) Seperangkat simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di
dalam suatu struktur;
b) Seperangkat tanda relasional (relational sign) yang merupakan nama
relasi gramatikal yang disandang oleh elemen-elemen itu dalam
hubungannya dengan elemen lain;
c) Seperangkat “coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada
tataran yang manakan elemen-elemen itu menyandang relasi
gramatikal tertentu terhadap elemen yang lain.
8.4. TENTANG LINGUISTIK DI INDONESIA
Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada
catatan yang lengkap, meskipun studi linguistik di Indonesia sudah
berlangsung lama dan cukup semarak.
8.4.1. Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli
Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan
pemerintahan kolonial.
8.4.2. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum
seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun
lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional
yang sangat bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut
perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern.
8.4.3. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior
berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat
Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang
kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau
swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.
8.4.4. Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa daerah Indonesia dan bahasa nasional
Indonesia, banyak pula dilakukan orang di luar Indonesia. Misalnya negeri
Belanda, London, Amerika, Jerman, Rusia, dan Australia banyak
dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia.
8.4.5. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan
bahasa negara maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat
sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Pelbagai segi dan aspek bahasa telah dan masih menjadi kajian
yang dilakukan oleh banyak pakar dengan menggunakan pelbagai teori
dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian bahasa nasional
Indonesia di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana, Kaswanti
Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah menghasilkan tulisan
mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.