Transcript
  • PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAHPADA RSUD TUGUREJO SEMARANG

    LATAR BELAKANG

    Pada tanggal 28 Agustus 2008 telah dimulai babak baru pembaruan pengelolaan organisasi di instansi pemerintah dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang merupakan turunan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, di mana dalam Undang-undang tersebut pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan dan kinerja, setiap entitas pelaporan akuntansi wajib menyelenggarakan sistem pengendalian internal sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang terkait.

    Dalam penjelasan umum PP 60 Tahun 2008, dinyatakan bahwa Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut.

  • Salah satu tujuan utama dari SPIP adalah melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, bebas dari segala bentuk kecurangan dan salah saji berdasarkan sistem dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena dari pelaporan pengelolaan keuangan (baik laporan keuangan maupun laporan kinerja) tersebutlah dapat dilihat tingkat keberhasilan dan semua tujuan dari SPIP.

    Hasil evaluasi kinerja atas Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) RSUD Tugurejo Semarang tahun buku 2009 yang penulis lakukan dengan tim, menunjukkan permasalahan utama adalah validitas data yang menjadi sumber penyusunan Laporan Keuangan maupun Laporan Kinerja. Dari hasil evaluasi diketahui data-data sumber penyusunan laporan yang dihasilkan manajemen diragukan kevalidannya, karena berbeda-beda pada setiap tingkatan/bidang yang menjadi sumber data tersebut. Hal tersebut menurut penulis erat kaitannya dengan penerapan SPIP pada RSUD Tugurejo Semarang yang belum mengacu pada PP 60 Tahun 2008, sebagaimana hasil pemetaan SPIP yang dilakukan.

    Makanya atas permasalahan di atas, penulis coba menguraikan hasil pemetaan/diagnostic assesment SPIP pada RSUD Tugurejo Semarang terkait dengan hal-hal yang menjadi permasalahan dalam evaluasi kinerja tersebut. Hasil pemetaan tersebut telah dibahas oleh tim dengan pihak RSUD Tugurejo Semarang dan telah disepakati untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

    PERMASALAHAN

    Dari laporan audit BPK atas LKPP maupun LKPD terlihat bahwa selama ini BPK dalam melakukan pengujian dan penilaian efektivitas SPIP secara konseptual mendasarkan pada framework SPI berbasis COSO yang terdiri dari lima komponen utama yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta monitoring.

    Berdasarkan hasil survei Tim Pengembangan SPIP pada Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian BPKP di beberapa Departemen/Kementerian dan LPND, diketahui belum ada satu Departemen/Kementerian/LPND pun yang menetapkan SPIP yang berlaku di instansinya secara formal. Namun, mereka menyatakan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, mereka melaksanakan pengawasan melekat yang diatur dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun

  • 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, yang telah disempurnakan melalui Keputusan Menteri PAN No. 30 Tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri PAN No. KEP/46/M.PAN/2004. Terminologi pengawasan melekat (waskat) dalam aturan tersebut disepadankan dengan pengendalian manajemen atau pengendalian intern. Unsur-unsur pengawasan melekat yang dimaksud adalah: pengorganisasian, personil, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, pelaporan, supervisi dan reviu intern.

    Namun demikian penerapan SPIP yang mengacu pada Internal Control versi COSO bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dari pengamatan tampak bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi baik dalam membangun hard control, maupun soft control yang memadai. Saat ini, pengembangan hard control SPIP banyak yang masih sebatas formalitas belaka. Salah satu contoh adalah penerapan manajemen kinerja di sektor publik. Pengembangan manajemen kinerja yang dirintis melalui Inpres Nomor 7 Tahun 1999 masih menemui banyak kendala. Walaupun saat ini sudah banyak instansi pemerintah yang mampu menyusun LAKIP, namun belum dimanfaatkan sebagai alat dalam pengukuran kinerja dan perbaikan kebijakan publik.

    Selain itu keterbatasan SDM juga menjadi hambatan yang cukup berpengaruh. Salah satu contoh adalah saat ini terdapat kurang lebih 21.700 satuan kerja yang membutuhkan tenaga akuntansi agar dapat menyusun Laporan Keuangan. Hal ini menjadi masalah karena pemerintah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Demikian juga pada aspek lain seperti pengembangan sistem informasi yang handal membutuhkan SDM di bidang Information and Comunication Technology yang cukup besar.

    Sampai saat inipun, sebagai peraturan yang relatif tergolong baru, SPIP sebagaimana PP 60 tahun 2008 tersebut masih belum tersosialisasikan dengan baik ke seluruh satuan kerja pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hal tersebut juga penulis temui ketika melakukan evaluasi kinerja pada RSUD Tugurejo Semarang atas tahun buku 2009, saat melakukan penelaahan SPIP sebagai salah satu bagian yang mendasari penilaian kinerja. Penulis dengan anggota tim sebelum menilai penerapan unsur-unsur SPIP, didahului dengan melakukan pemetaan terhadap pemahaman PP 60 tahun 2008 tentang SPIP tersebut, karena hanya bagian SPI saja yang pernah mendapatkan sosialisasi. Laporan-laporan yang dihasilkan oleh RSUD Tugurejo Semarang belum andal,

  • karena tidak didukung dengan data yang valid, yang salah satu penyebabnya menurut penulis adalah lemahnya SPIP pada RSUD Tugurejo Semarang. Permasalahan yang penulis temukan pada saat evaluasi kinerja tersebut, antara lain: Keandalan sistem informasi

    Berdasarkan evaluasi terhadap keberadaan SIM RSUD Tugurejo Semarang, sejak tahun 2003, pada dasarnya RSUD Tugurejo Semarang telah memiliki dan mengembangkan SIM-RS terkait kegiatan operasional yang meliputi: sistem operasi rekam medik, billing system, jasa pelayanan dan kinerja. RSUD belum memiliki SIM-RS terkait sistem informasi akuntansi (masih manual).Dalam implementasinya, proses input data medis dan non medis di setiap bagian/instalasi terkait belum dapat dilakukan dengan konsisten. Terkait data medik khususnya di Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Penunjang (Radiologi, Laboratorium), SIM-RS masih terbatas menginformasikan jumlah kunjungan pasien berdasarkan registrasi/pendaftaran dan belum memuat validasi jumlah riil kunjungan pasien yang dilakukan tindakan. Di samping itu, proses rekonsiliasi data terkait data SIM-RS belum dilakukan dengan tertib oleh masing-masing bagian/instalasi.Hal ini antara lain disebabkan:

    Masih terbatasnya jumlah SDM/administratur yang menangani SIM-RS. Belum optimalnya aplikasi SIM-RS sebagai media untuk merekam semua

    data transaksi/kegiatan rumah sakit. Kurangnya koordinasi antar bagian/instalasi dalam menginput data dan

    proses rekonsiliasi dengan tertib dan konsisten.Kondisi tersebut mengakibatkan informasi yang dihasilkan oleh SIM-RS belum akurat dan masih berbeda dengan data riil di masing-masing bagian/instalasi sehingga SIM-RS belum dapat digunakan sebagai basis pengambilan keputusan oleh manajemen.

    Ketaatan Terhadap Peraturan Berdasarkan hasil evaluasi kinerja RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009, diketahui bahwa penyusunan RSB, RBA, Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja tahun 2009 belum sesuai dengan pedoman yang berlaku, dengan uraian sebagai berikut:a. RSB/RBA

  • RSB/RBA yang disusun belum memuat informasi mengenai target/rencana pencapaian indikator-indikator yang telah ditetapkan pada SPM, pedoman penyusunan RBA, dan indikator penting lainnya.

    RSB/RBA kurang dikomunikasikan/disosialisasikan kepada masing-masing bidang/bagian terkait, yang antara lain ditandai dengan masih terjadinya perbedaan penyajian target/rencana utilitas dalam laporan kegiatan/kinerja masing-masing bidang/bagian.

    a. Laporan Keuangan Belum ada pedoman dan kebijakan akuntansi sesuai Standar Akuntansi

    Keuangan dalam proses penyusunan laporan keuangan BLUD. Proses penyusunan laporan keuangan belum dilakukan secara sistematis

    berdasarkan dokumen sumber atas transaksi/kejadian yang terjadi, namun masih berdasarkan kompilasi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dari bagian/bidang terkait. Dalam hal ini, Bagian Akuntansi tidak didukung copy/tembusan dokumen sumber.

    Dalam proses terjadinya transaksi/kejadian, belum terdapat mekanisme verifikasi yang memadai antara bagian keuangan/bendahara, bagian akuntansi dan bagian/bidang terkait.

    Belum semua penerimaan dicatat sebagai pendapatan BLUD sebagaimana Pasal 61 Permendagri 61 Tahun 2007.

    a. Laporan Kinerja Laporan kinerja yang disusun belum memuat informasi mengenai

    pencapaian indikator-indikator yang telah ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM), indikator-indikator capaian kinerja rumah sakit berdasarkan perencanaan (RSB/RBA) yang telah ditetapkan, dan informasi penting lainnya.

    Belum semua bidang/bagian menyusun laporan kegiatan/kinerja yang mendukung informasi Laporan Kinerja RSUD (konsolidasi). Bahkan khususnya terkait data medis, laporan yang disajikan masing-masing bidang/bagian masih berbeda-beda.

    Penyampaian laporan kegiatan/kinerja secara berkala (bulanan, triwulan, semester, tahunan) belum dilakukan dengan tertib.

    Selain itu manajemen juga belum menerapkan pengisian daftar hadir/absensi kepada seluruh pegawai, dimana pegawai yang bertugas pada shift 2 dan 3 tidak mengisi daftar hadir.

    KAJIAN TEORI

  • Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP 60 tahun 2008 tentang SPIP adalah:Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan.

    Secara konseptual SPIP mengadopsi konsep sistem pengendalian intern yang dikembangkan oleh The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions (COSO). Menurut Laporan The Commitee of Sponsoring Organization s of The Treadway Commission (1992), definisi Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas Dewan Komisaris, Manajemen dan Pegawai, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar atas (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam membangun proses tersebut, komponen-komponen yang melengkapinya meliputi (a) Lingkungan Pengendalian, (b) Penilaian Risiko, (c) Aktivitas Pengendalian, (d) Informasi dan Komunikasi, dan (e) Monitoring.

    Dalam definisi tersebut, Pengendalian Intern berupa sebuah proses yang melibatkan seluruh komponen manajemen dan stakeholder organisasi. Unsur-unsur yang dikembangkan tidak hanya hard control nya, seperti perencanaan, pencatatan, pelaporan, organisasi, pengawasan internal dan sebagainya, namun juga mengembangkan seperti perilaku, etika, nilai-nilai luhur, komunikasi yang baik serta komitmen untuk membangun integritas.

    Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP SPIP mengarahkan pada 4 tujuan yang ingin dicapai dengan dibangunnya SPIP. Keempat tujuan tersebut adalah:a. Kegiatan yang efektif dan efisien

    Kegiatan Instansi Pemerintah dikatakan efektif bila telah ditangani sesuai rencana dan hasilnya telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pengendalian harus dirancang agar efektif menjaga tercapainya tujuan. Istilah efisien biasanya dikaitkan dengan pemanfaatan aset untuk mendapatkan hasil. Kegiatan Instansi Pemerintah dikatakan efisien bila mampu menghasilkan produksi yang berkualitas tinggi (pelayanan prima) dengan bahan baku (sumber daya) yang sesuai standard.

  • b. Laporan keuangan yang dapat diandalkan.Tujuan ini didasarkan pada pemikiran utama bahwa informasi sangat penting bagi Instansi Pemerintah untuk pengambilan keputusan. Agar keputusan yang diambil tepat sesuai dengan kebutuhan, maka informasi yang disajikan harus andal/layak dipercaya, dengan pengertian menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Laporan yang tersaji tidak memadai dan tidak benar akan menyesatkan dan dapat mengakibatkan pengambilan keputusan yang salah serta merugikan organisasi.

    c. Pengamanan aset negara.Aset negara diperoleh dengan membelanjakan uang yang berasal dari masyarakat terutama dari penerimaan pajak dan bukan pajak yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan negara. Pengamanan aset negara menjadi perhatian penting pemerintah dan masyarakat karena kelalaian dalam pengamanan aset akan berakibat pada mudahnya terjadi pencurian, penggelapan, dan bentuk manipulasi lainnya. Kejadian terhadap aset tersebut dapat merugikan Instansi Pemerintah yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa. Upaya pengamanan asset ini, antara lain dapat ditunjukkan dengan kegiatan pengendalian seperti pembatasan akses penggunaan aset, data dan informasi, penyediaan petugas keamanan, dan sebagainya.

    d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.Setiap kegiatan dan transaksi merupakan suatu perbuatan hukum oleh sebab itu transaksi atau kegiatan yang dilaksanakan harus taat terhadap kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap aspek hukum dapat mengakibatkan tindakan pidana maupun perdata berupa kerugian, misalnya berupa tuntutan oleh aparat maupun masyarakat.

    Sesuai PP SPIP, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terdiri dari 5 unsur, yaitu: Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang

    dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian dalam Instansi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern. Lingkungan Pengendalian merupakan sikap manajemen di semua tingkatan (baik operasional, manajerial maupun strategis) terhadap operasi secara umum dan penerapan konsep pengendalian secara khusus. Lingkungan

  • Pengendalian menjadi pondasi bagi keempat komponen Pengendalian Intern lainnya. Ketiadaan atau kelemahan satu atau lebih unsur pada Lingkungan Pengendalian akan menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara efektif, meskipun keempat komponen tersebut kuat.

    Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan Instansi. Penilaian risiko terkait dengan aktivitas bagaimana entitas mengidentifikasikan dan mengelola risiko sehingga entitas dapat meminimalisasi terjadinya kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui proses risk assessment ini maka setiap entitas dapat mengantisipasi setiap kejadian yang dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi secara optimal.

    Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Aktivitas pengendalian meliputi seluruh tingkatan dan fungsi organisasi yang tercermin dari adanya persetujuan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review atas kinerja, keamanan aset dan pemisahan fungsi.

    Informasi dan komunikasi, Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. Informasi dan Komunikasi mengandung arti dalam setiap organisasi harus mengidentifikasikan seluruh informasi yang dibutuhkan dan dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan seuai kewenangannya. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem informasi yang handal yang dapat memberikan informasi terkait operasional, keuangan serta perbandingan informasi dalam organisasi. Sistem informasi harus dapat membantu manajemen dalam menjalankan dan mengendalikan operasinya.

    Pemantauan/Monitoring adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Hal ini dapat berupa monitoring saat kegiatan berjalan (on going), evaluasi terpisah atau kombinasi keduanya.

  • Sesuai amanat Pasal (1) dan (2) PP 60 Tahun 2008, Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Berkaitan dengan kewajiban mengimplementasikan Peraturan Pemerintah tersebut, instansi pemerintah perlu menetapkan tahapan-tahapan dalam mengimplementasikan peraturan agar SPIP dapat terimplementasi secara efektif dan efisien, karena seperti diketahui selama ini tentunya instansi pemerintah dalam mengelola kegiatannya pasti juga telah menerapkan suatu sistem pengendalian. Sebagaimana diungkapkan Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan hasil audit atas LKPP dan LKPD sampai tahun 2008 yang memberikan opini disclaimer atas LKPP maupun sebagian besar LKPD, di mana salah satu penyebab utamanya adalah kurang memadainya sistem pengendalian intern pemerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama ini instansi pemerintah telah menerapkan suatu sistem pengendalian intern walaupun belum terstruktur seperti yang diatur dalam PP 60 tahun 2008.

    Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dalam mengimplementasikan SPIP di instansi pemerintah terdapat beberapa tahapan yang perlu diperhatikan pimpinan instansi dan lembaga untuk dapat mengimplementasikan SPIP secara efektif dan efisien, sebagai berikut:1) Tahapan menumbuhkan kepedulian dan pemahaman

    Untuk mengetahui apakah suatu instansi pemerintah telah memiliki pemahaman dan kepedulian terkait penerapan SPIP secara efektif dan efisien di instansinya terdapat beberapa hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh jajaran pimpinan, yaitu:(1)apakah instansi pemerintah telah menerapkan sistem pengendalian intern (SPI)?(2)apakah instansi pemerintah telah paham keinginan yang dicapai dalam penerapan SPI?(3)apakah instansi pemerintah paham manfaat SPI?(4)apakah kebijakan dan filosofi pengendalian intern telah dikembangkan oleh

    pimpinan instansi pemerintah?Guna mengetahui hal tersebut jajaran pimpinan instansi pemerintah dapat melakukan survai tingkat pemahaman SPI kepada seluruh jajaran pimpinan dan staf. Tahapan tersebut dimulai dengan sosialisasi atau pemaparan

  • mengenai SPIP dan unsur-unsurnya kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pemetaan/diagnostic assessment.

    2) Tahapan Pemetaan (Diagnostic Assesment)Diagnostic assessment dilakukan untuk mengetahui kondisi pemahaman seluruh jajaran organisasi secara lebih mendalam, agar diketahui area-area mana yang membutuhkan pengembangan dan perbaikan SPIP-nya, serta area mana yang akan diprioritaskan. Hasil tersebut setelah dibahas dengan instansi pemerintah yang bersangkutan akan menjadi ruang lingkup bagi pelaksanaan bimbingan teknis SPIP yang selanjutnya dibuatkan desain pengembangannya.Tujuan pemetaan/diagnostic assessment penerapan SPIP instansi pemerintah adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan gambaran keberadaan infrastruktur SPIP instansi pemerintah. 2. Mendapatkan gambaran penerapan SPIP instansi pemerintah. 3. Mendapatkan gambaran hal-hal yang harus diperbaiki atau dibangun (area of improvement) Sasaran pemetaan/diagnostic assessment ini adalah mendapatkan area-area yang memerlukan pengembangan dan perbaikan sebagai dasar penetapan ruang lingkup pembimbingan teknis SPIP suatu instansi pemerintah. Periode yang akan dilakukan pemetaan/diagnostic assessment adalah data pelaksanaan penerapan SPIP sampai pada waktu dilaksanakannya pemetaan.Kuesioner yang digunakan dalam pemetaan adalah sebagai berikut:

    No Urut

    Pernyataan pernyataan

    STS TS S SS

    1 2 3 4

    I PEMAHAMAN SPIP

    A LANGKAH PENERAPAN

    1. Pimpinan dan pegawai terkait lainnya sudah memahami langkah-langkah penerapan SPIP. (Langkah-langkah : pemahaman, pemetaan, pembangunan kebijakan dan prosedur, internalisasi, dan perbaikan berkelanjutan).

    B. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PIMPINAN

    2. Pimpinan sudah memahami bahwa keberhasilan penerapan sistem pengendalian intern adalah tanggung jawabnya

  • No Urut

    Pernyataan pernyataan

    STS TS S SS

    1 2 3 4

    3. Pimpinan sudah memahami bahwa salah satu perannya adalah memberikan keteladanan dalam berintegritas dan beretika

    4. Pimpinan sudah memahami bahwa salah satu perannya adalah memberikan arahan kepada jajaran di bawahnya

    C. PERAN APIP

    5. Pimpinan sudah memahami bahwa APIP harus berperan sebagai early warning terhadap efektivitas sistem pengendalian

    6. Pimpinan sudah memahami bahwa APIP harus berperan dalam pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi

    III. KONDISI UNSUR SPIP

    A LINGKUNGAN PENGENDALIAN

    11. Pimpinan sudah memiliki komitmen atas etika dan integritas dan mengambil tindakan tegas apabila terdapat pelanggaran terhadap peraturan

    12. Seluruh pejabat dan pegawai sudah memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan bidang tugasnya

    13. Pimpinan, dalam membuat keputusan, sudah berdasarkan risiko dan menerapkan manajemen berbasis kinerja

    14. Delegasi wewenang dan tanggung jawab sudah berjalan efektif

    15. Inspektorat Jenderal/Utama atau Inspektorat Kementerian Lembaga/Pemda (APIP) sudah memfokuskan kegiatannya pada area-area kunci yang berisiko dalam pencapaian tujuan stratejik organisasi

    B PENILAIAN RISIKO

    II. PEMASYARAKATAN (DISEMINASI)

    7. Seluruh pegawai di unit kerja Bapak/Ibu sudah mendapat sosialisasi SPIP

    8. Sosialisasi SPIP sudah mendorong kesadaran pimpinan dan pegawai untuk menerapkan SPIP

    9. Diklat sudah memberikan manfaat untuk penerapan SPIP

    10. Pimpinan unit kerja sudah menunjukkan sikap yang positif dan tanggap dalam memasyarakatkan SPIP kepada seluruh jajarannya

  • 16. Penetapan tujuan kegiatan sudah selaras dengan rencana strategis organisasi dan melibatkan seluruh pejabat dan personil kunci dalam unit kerja.

    17. Unit Kerja Bapak/Ibu sudah melakukan identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan

    18. Pimpinan sudah melakukan analisis risiko serta menentukan dampaknya terhadap pencapaian tujuan

    C KEGIATAN PENGENDALIAN

    19. Kegiatan pengendalian sudah dikaitkan dengan proses penilaian risiko dan dilaksanakan untuk kegiatan pokok di unit kerja Bapak/Ibu

    20. Kegiatan pengendalian sudah dilakukan terhadap pelaporan keuangan, pengamanan aset, ketaatan, dan pengendalian yang berorientasi pada operasi termasuk untuk mengantisipasi kinerja yang tidak berjalan sesuai jalur (off-track).

    21 Unit kerja saudara sudah menyusun SOP untuk setiap kegiatan

    D INFORMASI DAN KOMUNIKASI

    22. Informasi yang diperoleh sudah membantu manajemen dalam mengendalikan organisasi dan melaksanakan tanggungjawab pengendalian intern secara efektif

    23. Pimpinan memiliki komitmen yang kuat untuk pengembangan sistem informasi secara berkelanjutan dengan menyediakan dana dan sumber daya manusia secara layak

    24. Unit kerja Bapak/Ibu sudah membangun sistem komunikasi yang efektif yang mengalir dari atas ke bawah (top down), sejajar (lateral) dan dari bawah ke atas (bottom up)

    E PEMANTAUAN PENGENDALIAN INTERN

    25. Sistem pengendalian intern sudah dipantau secara terus-menerus oleh semua tingkatan manajemen dan pegawai.

    26. Mekanisme penyelesaian tindak lanjut hasil audit dan reviu sudah berjalan secara efektif

    IV KONDISI PENCAPAIAN TUJUAN SPIP

    A Keandalan Laporan Keuangan

    27

    Laporan atau catatan keuangan pada unit kerja saudara sudah dapat diandalkan:

    Ya

    Masih perlu ditingkatkan

  • 28 Apabila jawaban adalah masih perlu ditingkatkan, penyebabnya adalah (boleh memilih lebih dari satu jawaban) :

    Keterbatasan SDM (kuantitas maupun kualitas) dalam penyusunan laporan keuangan

    Peraturan mengenai pengelolaan keuangan negara yang tidak sinkron satu sama lain

    Sistem informasi keuangan yang belum memadai

    Kurangnya komitmen pimpinan dalam menghasilkan laporan keuangan yang andal

    Lainnya : ..............................................................

    B Pengamanan Aset Negara

    29 Pengamanan aset pada unit kerja saudara sudah berjalan secara tertib, akuntabel, dan dengan nilai yang wajar

    Ya

    Masih perlu ditingkatkan

    30 Apabila jawaban adalah masih perlu ditingkatkan, penyebabnya adalah (boleh memilih lebih dari satu jawaban) :

    Kebijakan dan prosedur yang ada tidak dijalankan sebagaimana diharapkan

    Belum dilakukannya inventarisasi dan penilaian asset

    Keterbatasan SDM (kuantitas maupun kualitas) dalam pengelolaan asset

    Kurangnya komitmen pimpinan dalam pengelolaan aset

    Lainnya : ..................................

    C Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan Instansi Pemerintah

    31 Kegiatan instansi saudara sudah terselenggara secara efektif dan efisien

    Ya

    Masih perlu ditingkatkan

    32 Apabila jawaban adalah masih perlu ditingkatkan, penyebabnya adalah (boleh memilih lebih dari satu jawaban) :

    Tujuan instansi saudara belum dikomunikasikan secara jelas kepada seluruh pegawai

    Penggunaan sumber daya belum optimal

  • Belum ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal

    Belum menerapkan Manajemen berbasis kinerja

    Lainnya : ...........

    D Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-undangan

    33 Pelaksanaan tugas dan fungsi di unit kerja saudara sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    Ya

    Masih perlu ditingkatkan

    34 Apabila jawaban adalah masih perlu ditingkatkan, penyebabnya adalah (boleh memilih lebih dari satu jawaban) :

    Belum adanya komitmen pimpinan untuk menerapkan peraturan yang berlaku

    Peraturan yang bersangkutan belum disosialisasikan kepada seluruh pegawai

    Peraturan yang ada tidak sinkron satu sama lain

    Reward and punishment system tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen

    Lainnya :..

    Mohon dipilih (ranking) urutan pencapaian tujuan SPIP, sesuai dengan PP 60/2008, yang ingin segera diwujudkan di instansi Saudara

    35 ( ) Efektivitas dan Efisiensi Kegiatan

    36 ( ) Keandalan Pelaporan Keuangan

    37 ( ) Pengamanan Aset Negara

    38 ( ) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

    Isian kuesioner di atas ditabulasi dengan menggunakan program sederhana berbasiskan excel. Apabila berdasarkan hasil survei menunjukkan adanya keberagaman pemahaman dan atau sebagian besar anggota organisasi masih memiliki pemahaman di level 3 (setuju), 2 (tidak setuju) atau 1 (sangat tidak setuju), pimpinan instansi perlu mengambil tindakan untuk segera melakukan sosialisasi ke seluruh jajaran anggota organisasi agar memiliki kesamaan pemahaman dalam penerapan SPI.

    3) Tahapan Membangun desain SPIPDalam tahapan ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:(1) pimpinan instansi pemerintah wajib menegaskan/mendefinisikan proses-

    proses untuk penerapan SPI;

  • (2) pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi tujuan strategis dari penerapan SPI;

    (3) pimpinan instansi pemerintah wajib mengembangkan metodologi untuk mengevaluasi pencapaian tujuan strategis penerapan SPI.

    Dalam mendesain sistem pengendalian intern yang akan diterapkan di instansi pemerintah terkait pimpinan instansi pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas fungsi instansi pemerintah tersebut.

    1) Tahapan Menjalankan dan mereview SPIPTahapan berikut setelah instansi pemerintah mendisain dan mengembangkan sistem pengendalian internnya adalah mengimplementasikan sistem pengendalian tersebut. Untuk mengetahui apakah sistem pengendalian intern telah dapat dijalankan dengan baik diperlukan suatu review atau monitoring atas implementasinya. Berkaitan dengan tahapan menjalankan dan mereview SPI, Pimpinan instansi pemerintah harus memetakan faktor-faktor penghambat efektivitas penerapan SPI dan mengevaluasi apakah desain sistem yang dibangun dapat efektif mewujudkan tercapainya tujuan organisasi.

    2) Tahapan Peningkatan Keandalan SistemDalam tahapan ini hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan instansi pemerintah adalah menerapkan SPI bukanlah suatu tujuan melainkan suatu proses yang dibangun untuk memberikan keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan instansi pemerintah yang ditetapkan. Hal tersebut menekankan bahwa SPI merupakan satu hal yang dinamis dan menuntut adanya continous improvement seiring dengan tujuan instansi pemerintah yang juga selalu mengalami pengembangan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai amanah undang-undang dasar.

    Untuk melakukan pengembangan SPI, instansi pemerintah perlu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas dan perkembangan teknologi informasi, serta dilakukan secara komprehensif.

    Dalam mengembangkan SPIP pimpinan instansi pemerintah perlu memahami karakteristik konsep SPIP sehingga dalam pengembangannya dapat mewujudkan tujuan dari pengendalian tersebut. Karakteristik Konsep SPI dalam SPIP yang perlu dipahami antara lain sebagai berikut:

  • a. holistik atau integral. SPI dijabarkan dalam lima komponen utama yang saling terintegrasi, yaitu lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment), aktivitas pengendalian (control activities),informasi dan komunikasi (information and communication) serta pemantauan (monitoring), di mana efektivitas penerapan sistem sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen tersebut dengan tingkatan yang berbeda-beda (non liniear), dan Kelemahan dalam satu komponen dapat memengaruhi efektivitas komponen pengendalian intern lainnya;

    b. proses. Sistem pengendalian intern adalah suatu proses bukan tujuan. SPI merupakan suatu proses yang apabila dijalankan dengan baik akan dapat memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai. Jadi, evaluasi terhadap efektivitas penerapannya dilakukan terhadap proses, bukan outcome-nya.

    c. tujuan organisasi sebagai pengarah (A business Objective Driven Approach). Dalam membangun sistem pengendalian intern pimpinan instansi pemerintah wajib memerhatikan langkah-langkah sebagai berikut:(1) Menetapkan tujuan organisasi yang ingin dicapai; (2) Mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin timbul/menghambat

    pencapaian tujuan;(3) Menjabarkan bagaimana jajaran pimpinan akan mengendalikan risiko-

    risiko yang teridentifikasi;(4) Mendesain sistem yang dapat diterapkan untuk menghindari atau

    memperkecil dampak yang mungkin timbul dari terjadinya risiko yang tidak dapat dihindari dalam usaha pencapaian tujuan.

    a. Memiliki dua tingkatan pengendalian. SPI terdiri dari dua tingkatan pengendalian yaitu: (1) pengendalian tingkat organisasi (the entity level), di mana pengendalian

    ini apabila tidak diterapkan dengan baik akan mempengaruhi secara keseluruhan terhadap pencapaian tujuan pengendalian.

    (2) pengendalian tingkat aktivitas (the business process activity level), merupakan tingkatan penerapan pengendalian yang apabila tidak diterapkan dengan baik hanya berdampak pada kegiatan atau transaksi tersebut.

    a. fleksibel, adaptif, dan tidak ada satu model dapat diterapkan untuk semua jenis organisasi (no one-size-fits-all approach). SPI bukan merupakan hal

  • yang kaku. Dalam penerapannya memperhatikan ukuran, karakteristik, kompleksitas, tingkat kebutuhan, tujuan organisasi, dan cost-benefit-nya.

    b. Memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut (Reasonable Assurance). SPI hanya memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut atas tercapainya tujuan pengendalian, yaitu:(1) efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan;(2) keandalan pelaporan keuangan; (3) pengamanan aset negara; (4) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

    a. Bergantung pada faktor manusia (The People Factor). Efektivitas penerapan sistem pengendalian intern sangat dipengaruhi oleh orang sebagai pelaksananya yaitu jajaran pimpinan dan staf di unit organisasi tersebut. Dokumentasi penerapan pengendalian intern memang penting, namun yang lebih penting adalah efektivitas peran dari tiap tiap pegawai di instansi pemerintah untuk menerapkan SPI secara bertanggung jawab sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya.

    b. Memiliki keterbatasan. Efektivitas penerapan SPI pada instansi pemerintah tidak akan tercapai, apabila terjadi:(1) kesalahan manusia (human error);(2) pengabaian oleh pihak manajemen (management overidde); (3) kolusi (collusion).

    PEMBAHASAN

    Dari hasil survey terhadap 73 responden (12,23% pegawai RSUD) yang terdiri dari: 21 orang pejabat struktural (87,50% pejabat struktural eselon II,III,IV) dan 52 orang fungsional/pegawai (9,08% fungsional/pegawai) untuk memetakan penerapan SPIP pada RSUD Tugurejo Semarang, didapatkan hasil sebagai berikut:

    Secara umum kondisi penerapan SPIP di RSUD Tugurejo Semarang sudah cukup memadai, namun masih berada pada area kuning (area improvement), dimana masih memerlukan perbaikan-perbaikan. Lihat gambar 1 dan grafik 1

  • HIJAU

    KUNING

    MERAH

    Gambar 1Grafik 1

    a. Aspek pemahaman SPIPSecara umum persepsi pegawai RSUD Tugurejo Semarang atas aspek pemahaman SPIP cukup memadai, terutama terkait peran dan tanggung jawab pimpinan maupun APIP/SPI dalam penerapan sistem pengendalian intern. Pegawai masih kurang memahami langkah-langkah penerapan SPIP, yang dimulai dari: pemahaman SPIP, pemetaan SPIP, pembangunan kebijakan dan prosedur, internalisasi, dan perbaikan berkelanjutan. Lihat gambar 2.

    HIJAU

  • KUNING

    MERAH

    Gambar 2

    b. Aspek Pemasyarakatan SPIPSecara umum persepsi pegawai RSUD Tugurejo Semarang atas aspek pemasyarakatan (sosialisasi/diseminasi) SPIP masih belum memadai. Hal ini terutama disebabkan sebagian besar pimpinan dan pegawai belum mengetahui ketentuan penerapan SPIP sebagaimana dimaksudkan oleh PP 60 Tahun 2008.Oleh karena itu, diperlukan adanya komitmen pimpinan dalam memasyarakatkan SPIP kepada seluruh pegawai dan mendorong kesadaran kesadaran seluruh pegawai untuk menerapkannya. Lihat gambar 3.

    HIJAU

  • KUNING

    MERAH

    Gambar 3

    c. Aspek Penerapan Unsur SPIPSecara umum persepsi pegawai RSUD Tugurejo Semarang atas aspek penerapan unsur SPIP belum memadai, masih menunjukkan potensi adanya kelemahan penerapan unsur-unsur SPIP sebagai berikut:1) Lingkungan Pengendalian

    Penerapan unsur lingkungan pengendalian meliputi: komitmen atas etika dan integritas, kompetensi pejabat dan pegawai, keputusan berdasarkan resiko dan manajemen berbasis kinerja, pendelegasian wewenang dan fokus kegiatan APIP belum memadai. Personil SPI masih merangkap kegiatan pelayanan Rumah Sakit.

    2) Penilaian ResikoPenetapan tujuan kegiatan belum sepenuhnya selaras dengan RSB dan belum melibatkan seluruh pejabat dan personil kunci, manajemen belum mengidentifikasikan semua resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi dalam bentuk daftar resiko dan dampaknya bagi organisasi.

    3) Kegiatan Pengendalian

  • Kegiatan pengendalian belum dilakukan terhadap pelaporan keuangan dan kinerja, pengamanan aset, ketaatan dan operasional dalam rangka mengantisipasi tidak tercapainya kinerja yang telah ditetapkan.

    4) Informasi dan KomunikasiInformasi dan komunikasi belum sepenuhnya dijadikan sebagai alat untuk mengendalikan organisasi. Pengolahan data menghasilkan informasi yang berbeda-beda dan tidak akurat.

    5) PemantauanSistem pengendalian intern belum sepenuhnya dipantau secara terus menerus pada setiap tingkatan manajemen dan pegawai

    Hal ini terutama disebabkan struktur dan proses penerapan sistem pengendalian intern yang telah diterapkan RSUD Tugurejo Semarang belum sebagaimana diamaksudkan dalam PP 60 Tahun 2008. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya perbaikan terhadap semua aspek penerapan unsur SPIP, baik aspek lingkungan pengendalian, aspek penilaian risiko, aspek aktivitas pengendalian, aspek informasi dan komunikasi, maupun aspek pemantauan. Lihat gambar 4.

    HIJAU

    KUNING

    MERAH

    Gambar

  • 4.a. Aspek Pencapaian Tujuan SPIP

    Secara umum persepsi pegawai RSUD Tugurejo Semarang atas aspek pencapaian tujuan SPIP masih perlu ditingkatkan upaya pencapaiannya, sebagai berikut:1) Keandalan laporan keuangan, masih perlu ditingkatkan. Hal ini terutama

    disebabkan: Keterbatasan SDM, baik kuantitas maupun kualitas, dalam penyusunan

    laporan keruangan. Sistem informasi keuangan yang belum memadai

    1) Pengamanan aset negara, masih perlu ditingkatkan. Hal ini terutama disebabkan: Keterbatasan SDM, baik kuantitas maupun kualitas, dalam pengelolaan

    aset. Kebijakan dan prosedur yang ada tidak dijalankan sebagaimana yang

    diharapkan.1) Efektivitas dan efisiensi kegiatan, masih perlu ditingkatkan. Hal ini terutama

    disebabkan: Penggunaan sumber daya belum optimal Belum menerapkan manajemen berbasis kinerja

    1) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan masih perlu ditingkatkan. Hal ini terutama disebabkan: reward and punishment system tidak dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

    Persepsi pegawai RSUD Tugurejo Semarang atas pencapaian tujuan SPIP, sesuai dengan PP 60/2008, yang ingin segera diwujudkan, berturut-turut adalah: I) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, II) Efektivitas dan efisiensi kegiatan, III) Keandalan pelaporan keuangan, dan IV) Pengamanan aset negara. Lihat gambar 5.

    HIJAU

    KUNING

  • MERAH

    Gambar 5.SIMPULAN

    Dari hasil pemetaan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan SPIP sebagaimana yang diatur oleh PP 60 tahun 2008 di RSUD Tugurejo Semarang masih butuh perbaikan-perbaikan, karena sebagian besar masih berada pada area kuning. Adapun hal-hal yang harus menjadi perhatian utama untuk segera diperbaiki adalah unsur-unsur yang berada pada level merah (lihat lampiran), sebagai berikut:1. Melakukan sosialisasi dalam rangka pemasyarakatan PP 60 Tahun 2008

    tentang SPIP kepada seluruh pegawai untuk mendorong kesadaran penerapan SPIP.

    2. Membentuk SPI yang mandiri, dengan personil yang khusus bertugas melakukan pegawasan internal atas kegiatan pada area-area kunci RSUD Tugurejo Semarang, agar tidak terjadi konflik kepentingan pada personilnya yang juga melakukan kegiatan pelayanan.

    3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM terkait penyusunan Laporan Keuangan maupun Kinerja serta pengelolaan aset negara.

    4. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada serta menerapkan manajemen berbasis kinerja.

    5. Melaksanakan sistem penghargaan dan hukuman yang konsisten agar seluruh jajaran mentaati ketentuan dan peraturan perundang-undangan terkait tugas dan fungsi masing-masing.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission. 2002. Internal Control -Integrated Framework.

    2. Institute of Internal Auditors. 2008. Sarbones-Oxley Section 404: A Guide for Management by Internal Controls Practitioners: 2nd Edition

    3. _______. n.d. Internal Auditing Principles and Techniques: 2nd Edition. Altamonte Springs, Florida: IIA

    4. Intosai. nd. Guideline for Internal Control Standards for The Public Sector. Brussels & Vienna: Intosai

    5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

    dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

    8. Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan.

    9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

    10.Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Internal Pemerintah

  • 11.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

    12.Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

    13.Satgas Pembinaan SPIP. 2009a. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Umum. Jakarta: BPKP.

    14._______. 2009b. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Penegakan Integritas dan Nilai Etika. Jakarta: BPKP. 22

    15._______. 2009c. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Komitmen pada Kompetensi. Jakarta: BPKP.

    16._______. 2009d. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Kepemimpinan yang Kondusif. Jakarta: BPKP

    17._______. 2009e. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Penilaian Risiko. Jakarta: BPKP. _______. 2009e. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Penilaian Risiko. Jakarta: BPKP.

    18._______. 2009f. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Sub Unsur Informasi. Jakarta: BPKP

    19._______. 2009g. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Komunikasi yang Efektif. Jakarta: BPKP.

    20._______. 2009h. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Evaluasi Berkelanjutan. Jakarta: BPKP.

    21._______. 2009i. Draft Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP: Evaluasi Terpisah. Jakarta: BPKP.

    22.Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik. 2007. Sistem Pengendalian Internal. Bintaro Jaya, Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

    23.United States General Accounting Office. 1999. Standard for Internal Control in the Federal Government

    24.Triwibowo.2008.Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.Artikel Warta Pengawasan Volume XV.

    25.Agus Riyanto. 2009. Empat Tahap Due To : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.Artikel Warta Pengawasan, Edisi 58,

    PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PIMPINANPENILAIAN RISIKO


Top Related