PENGARUH GAYA GESER TERHADAPKAPASITAS LENTUR PROFIL I
ABSTRAKSI
Dari analisis struktur dengan metoda kekuatan batas dapat diketahui momen plastis,
yang menunjukan kapasitas penampang terhadap lentur murni, di tempat yang terbentuk
sendi plastis. Di dalam struktur statis tak tentu, sering dijumpai di tempat yang terbentuk
sendi plastis, bekerja juga gaya lintang maksimum. Dengan demikian keadaan batas yang
terjadi di tempat-tempat tersebut dipengaruhi oleh gaya lintang (gaya geser). Oleh karena
itu elemen terpasang perlu ditinjau kapasitasnya terhadap kombinasi lentur dan geser.
Untuk mengetahui pengaruh gaya geser terhadap kapasitas lentur profil I, dicoba
dianalisis beberapa profil IWF yang ada di pasaran Indonesia. Rerata hasil analisis dari
beberapa profil disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Dari hasil analisis, ternyata menunjukan bahwa pengaruh gaya geser mengakibatkan
kapasitas lentur berkurang dan tereduksi. Dari analisis diperoleh informasi bahwa, untuk
baja profil I nilai banding kapasitas tereduksi dengan kapasitas lentur murni relatif besar.
Hal ini menunjukan bahwa pengaruh gaya geser relatif kecil. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa momen momen hasil analisis dapat langsung digunakan untuk momen rancang
dengan ketelitian memadai. Namun gaya geser akibat beban batas perlu dibatasi.
A. PENDAHULUAN.
Struktur rangka baja statis tak tentu dapat dirancang berdasarkan metode
perancangan plastis (“Plastic Design Method”). Dari hasil analisis dengan metode
plastis diperoleh momen plastis yang menunjukan kapasitas lentur di tempat yang
terbentuk sendi plastis juga bekerja gaya lintang maksimum. Dengan demikian, besar
kemungkinan sendi plastis yang terbentuk tidak hanya akibat lentur murni, mungkin
juga akibat kombinasi momen dan gaya geser.
Untuk tujuan perancangan, momen plastis hasil analisis digunakan untuk
mengetahui apakah kapasitas lentur profil yang telah diperkirakan sebelumnya telah
memenuhi. Untuk mengetahui hal ini cara yang sering dilakukan adalah
membandingkan kapasitas yang tersedia dengan momen plastis hasil analisis. Dapat juga
dengan membagi momen plastis dengan section modulus, hasilnya dibandingkan dengan
tegangan leleh atau tegangan kritis yang telah ditetapkan oleh spesifikasi. Sedangkan
untuk mengetahui kapasitas geser (v) diperoleh dengan membagi gaya lintang hasil
analisis dengan luas badan hasilnya dibandingkan dengan harga tertentu yang telah
ditetapkan oleh spesifikasi, misal :
v = V
d tW. (AISC, 1986)
dengan : V = gaya lintang akibat beban batas.
d = tinggi profil.
tW = tebal badan.
Dengan cara di atas, sesungguhnya baru dapat diketahui tegangan lentur dan
tegangan geser yang akan terjadi bila beban batas benar-benar bekerja. Namun belum
dapat diketahui tegangan akibat kombinasi lentur dan geser pada beban batas. Jika
ditempat yang terbentuk sendi plastis juga bekerja gaya maksimum, sepintas dapat
dibayangkan bagaimana mungkin penampang yang telah menjadi plastis mampu
mendukung gaya lintang besar. Sebaliknya jika gaya lintang telah mengakibatkan
penampang menjadi plastis mampukah penampang tersebut ia mendukung momen yang
cukup besar.
Untuk mengetahui persoalan diatas perlu tahu pengaruh gaya lintang terhadap
kapasitas lentur penampang. Salah satu cara untuk mengetahui pengaruh tersebut
dikemukakan dalam paper ini. Selain itu juga telah dilakukan analisis terhadap sejumlah
profil I yang hasilnya disajikan dalam dalam bentuk tabel (periksa lampiran ). Dipilih
profil I mengingat profil bentuk paling banyak digunakan untuk elemen lentur.
B. Landasan Teori.
1. Tegangan Lentur.
Menurut teori lentur sederhana, distribusi tegangan di dalam penampang yang
mendukung momen lentur dinyatakan dengan persamaan :
fM y
Iy .
(1)
dengan : fy tegangan lentur
M = momen pada penampang yang ditinjau.
y = jarak serat ke pusat berat penampang.
I = momen inersia (kelembamam).
persamaan (1) berlaku untuk penampang yang masih elastis dan batas berlakunya
sampai dengan serat terluar mencapai tegangan leleh. Persamaan (1) tidak berlaku bila
sebagaian atau seluruh telah menjadi plastis.
Selanjutnya akan ditinjau tegangan yang terjadi pada salah satu potongan balok
yang penampangnya persegi empat dan mendukung momen lentur bertahap, dari nol
hingga seluruh seratnya mencapai tegangan leleh, distribusi tegangan ditunjukan dengan
gambar 1.b. Pada kondisi ini distribusi tegangan masih linier.
C C1 C
h C2
T T2 T
T1
b
(a) (b) (c) (d)
Gambar 1. distribusi tegangan akibat lentur.
Perlawanan momen pada saat serat terluar tepat mencapai tegangan leleh disebut
momen leleh. Momen leleh (My) dapat ditentukan dengan cara berikut :
My = 1/2 b . (1/2 h). Fy . (2/3 h)
= 1/6 . b . h2 . Fy
= S . Fy
dengan : S = section modulus = 1/6 b h2
2
3h
1
2h
y0
1
2h
4
3 0y
1
2 0h y
Bila momen lentur ditambah, tegangan leleh menjalar ke serat yang letaknya lebih
dalam, sehingga sebagian penampang menjadi plastis dan sebagian masih elastis
(gambar 1.c), dikatakan penampang dalam keadaan elastis-plastis. Perlawanan momen
untuk keadaan elastis plastis adalah :
M = (1
2 0. . .b y Fy ).4
3 2 20 0 0y bh
y yh
Fy ( )( )
= b2
3 2 202
0 0yh
y yh
Fy
= b2
3 402
2
02y
hy
Fy
M = bh y
Fy
20
2
4 3
(2)
Bila momen terus ditambah, seluruh serat mencapai tegangan leleh, dikatan
penampang dalam keadaan plastis (gambar 1.d). Perlawanan momen dalam keadaan
plastis disebut momen plastis (Mp). Momen plastis untuk penampang segi empat
adalah :
Mp = 1/2.b.h.Fy . (1/2 h)
= 1/4 bh2 . Fy
Mp = Z . Fy (3)
dengan : Z = plastis modulus.
2. Tegangan Geser.
Distribusi tegangan geser di dalam penampang yang mendukung lentur dapat
diketahui dengan meninjau dua potongan dalam sebuah balok yang letaknya berdekatan.
Andaikan penampangnya segi empat, kemudian dipotong di daerah a-a dan b-b yang
mempunyai jarak = dx. Jika potongan a-a menghasilkan M1 yang lebih kecil dari pada
potongan b-b yang menghasilkan M2 seperti terlihat pada gambar 2.
Pandang luasan kecil di dalam penampang yang diarsir yang letaknya y dari garis
netral. Karena M2 > M1 maka gaya horisontal H2 > H1. Agar seimbang maka selisih H2
dengan H1 diimbangi dengan gaya dF.
dF = H2 - H1
dF = f dAy
C
2
0
- f dAy
C
1
0
(4)
substitusi persamaan (1) ke dalam persamaan (4), sehingga di dapat :
dF = M M
I2 1
y b dyy
C
. .0
gaya geser (dF) = v. b . dx dan c = h/2 maka :
v. b . dx = M M
I2 1
y b dyy
h
. ./
0
2
atau
v = M M
b I dx2 1. .
y b dyy
h
. ./
0
2
sehingga di dapat :
v = M M
I dx2 1.
y dyy
h
./
0
2
jika M M
dx2 1
= dM
dx= gaya geser (V) maka :
v = V
I2. .
hy
2
02
4
(5)
a b
H1 H2
dF
a b (a) (b)
Gambar 2. Penjelasan penurunan rumus tegangan geser.
Persamaan (5) merupakan sebuah parabola, tegangan geser maksimum (max)
terjadi di pusat berat penampang (y=0), periksa gambar 2.b. Untuk penampang segi
empat dengan lebar (b) dan tingginya (h) tegangan geser maksimumnya adalah :
Vmax
dx
h
C
y0
vmax = V
b h21
123. . .
.h2
4 atau
v = 3
2
V
bh(6)
Untuk tujuan perancangan, sering digunakan tegangan geser rata-rata, tegangan
geser rata-rata untuk penampang segi empat adalah :
vmax = V
bh(7)
3. Pengaruh Gaya Geser Terhadap Kapasitas Lentur Penampang Segi Empat.
Untuk mengetahui pengaruh gaya geser terhadap kapasitas lentur profil I, ditinjau
dahulu pengaruh gaya geser terhadap kapasitas lentur penampang segi empat. Hal ini
perlu, karena profil I terdiri dari elemen-elemen segi empat. Sebuah balok kantilever
mendukung beban terpusat P di ujung bebasnya (gambar 3). Batang dianggap tidak
mempunyai bobot sehingga gaya lintang sepanjang balok dapat dianggap sama.
P
a b
Gambar 3. Balok Kantilever dengan beban terpusat P.
Beban P sedemikian besar sehingga mengakibatkan penampang di ujung jepit
menjadi plastis (kapasitas tercapai). Andaikan jarak potongan a-a ke ujung bebas = x1
dan serat terluar potongan a-a mencapai tegangan leleh. Oleh karena itu, semua
penampang disebelah kiri potongan a-a masih elastis disebut “elastic zone”. Penampang
yang terletak diantara potongan a-a dan potongan c-c disebut “plastic zone”. Jarak P ke
potongan a-a = x1, momen dipotongan tersebut adalah :
X2
X1
M1 = P . x1 (8)
sedang perlawanan momen dipotongan a-a adalah :
My = 1/6 .bh2 . Fy
Tegangan yang timbul pada pusat berat potongan a-a lebih kecil dari tegangan
leleh geser. Bila gaya P dihitung berdasarkan tegangan rata-rata, maka :
P < 2/3 . v . b . h (9)
Dari persamaan (8) dan (9) didapat :
1/6 .bh2 . Fy < 2/3 . v . b . h . x1 atau
x
h1 <
1
4
Fy
v
Gambar 4. distribusi tegangan di potongan a-a momen lentur dan gaya lintang.
Jika kombinasi tegangan lentur dan geser mengakibatkan tegangan leleh, menurut
Tresca berlaku hubungan :
f v Fy y2 2 24 (10)
sedangkan menurut Von Misses :
f v Fy y2 2 24 (11)
untuk geser murni f = 0, didapat : Vy = 0,50 Fy sehingga
x
h1 > 0,433
v
h
b
Fy 1
f
Fy
v
Vy
2 2
(a) (b) (c)
Distribusi tegangan lentur pada potongan a-a ditunjukan dengan gambar 4.a, sedangkan
distribusi tegangan geser ditunjukan dengan gambar 4.b. Interaksi lentur dengan geser
dapat ditentukan dengan persamaan :
f v
VyFy
2 2
= 1 (12)
Interaksi lentur dan geser pada potongan a-a ditunjukan dengan gambar 4.c.
Selanjutnya ditinjau tegangan pada potongan b-b yang jaraknya x2 dari ujung
bebas. Akibat momen lentur M = P . x2, tegangan leleh pada potongan b-b menjalar ke
serat yang lebih dalam, akibatnya luasan yang mendukung gaya geser berkurang. Pada
saat tegangan geser maksimum di pusat penampang mencapai tegangan geser leleh,
tinggi penampang yang masih elastis = 2 . y0. Tinggi ini sama dengan tinggi penampang
yang mendukung gaya lintang P. Distribusi tegangan akibat momen lentur ditunjukan
dengan gambar 5.a dan distribusi tegangan geser ditunjukan dengan gambar 5.b. Akibat
beban P, momen di potongan b-b adalah :
M = P . x2 (13)
Gambar 5. Distribusi tegangan di potongan b-b.
Perlawanan momen di potongan b-b lebih besar dari momen leleh, tetapi lebih
kecil dari momen plastis, disebut momen plastis tereduksi (Mpr). Besarnya Mpr tersebut
sama dengan persamaan (2).
Mpr = bh y2
02
4 3
Fy (14)
v
Fy
y 0
y0 2/
2
3
f
Fy
v
Vy
2 2
Perlawanan momen di potongan b-b sesuai dengan persamaan 14. Jika tanpa
pengaruh gaya lintang, kapasitas lentur penampang persegi empat adalah sama dengan
persamaan (3).
Mp = b h. 2
4Fy (15)
Sedangkan gaya geser V = P dapat ditentukan berdasarkan tegangan rata-rata, yaitu :
P = (b . 2/3 . 2 . y0) Fy
P = 4
3. b . y0 . Fy (16)
yP
b Fy0
3
4
.
. .y
P
b Fy02
2
3
4
.
. .=
9
16
2
2 2
.
. .
P
b Fy
Nilai banding (rasio) momen plastis tereduksi dengan momen plastis tanpa
pengaruh gaya lintang, dapat diperoleh dengan membagi persamaan 14 dengan
persamaan 15 didapat persamaan sebagai berikut :
Mpr
Mp
h y
b h
b Fy
Fy
202
2
4 3
4
. = 1-
4
3
y
h02
2
= 1 - 4
3
9
16
2
2 2
2
.
. .
P
b F
hy
= 1 - 3
4
P
h b Fy
2
2 2 2. .
= 1 - 3
4P
h b Fy. .
2
Pp = b . h . Fy
Mpr
Mp 1 -
3
4P
Pp
2
(17)
Interaksi tegangan lentur dengan geser pada potongan b-b ditunjukan dengan
gambar 5.c yang sangat mendekati keadaan plastis penuh. Persamaan 17 sesuai untuk
harga P, dengan maksimum y0 = h/2 oleh karena itu, persamaan tersebut lebih tepat
digunakan bila :
P
Pp
2
3
Dari persamaan 17 di dapat momen plastis tereduksi (Mpr) :
Mpr = 13
4
2
P
PpMp (18)
Persaman 18 dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan kapasitas
lentur penampang yang terletak diantara potongan b-b dan potongan c-c. dengan
kesalahan relatif kecil. Menurut kriteria Tresca momen tereduksi potongan c-c adalah :
Mpr = 1 0 444.2
,
P
PpMp (19)
Persamaan 18 lebih tepat digunakan untuk P
Pp < 0,792.
4. Pengaruh Gaya Geser Terhadap Kapasitas Lentur Profil I.
Penampang berbentuk I dapat dipandang terbentuk dari elemen-elemen segiempat,
oleh karena itu rumus-rumus pada elemen segi empat dapat digunakan sebagai
pendekatan untuk mencari kapasitas badan profil I. Bila kombinasi lentur dan geser
mengakibatkan tegangan leleh pada material, berlaku hubungan persamaan 11. Untuk f
= 0 dan v = Vy, pesamaan 11 menjadi :
vFy
3 atau Vy =77 Fy (20)
Untuk mencari pengaruh gaya geser terhadap kapasitas baja lentur profi I,
digunakan asumsi bahwa gaya geser hanya didukung oleh pelat badan, dan momen
didukung oleh pelat badan dan pelat sayap.
tf
fb
tw l
Gambar 6. Distribusi tegangan lentur dan geser pada penampang I.
h
b
Fy
Fy
Kapasitas lentur penampang I ditentukan dengan persamaan :
Mp = Z . Fy
dengan Z adalah modulus plastis. Untuk estimasi momen tereduksi (Mpr), tegangan di
dalam penampang dianggap memenuhi keadaan gambar 6.
Tegangan geser rata-rata, pada bagian profil I adalah :
vV
d tw
.
dengan : d = tinggi badan = tinggi profil - 2 x tebal sayap.
tw = tebal badan.
Karena badan profil mencapai tegangan leleh, maka badan berlaku persamaan 11.
Tegangan pada badan akibat lentur adalah :
fb = Fy 1
2
v
Vy
atau fb = Fy 12
P
Pp(21)
Momen tereduksi (Mpr), untuk profil I, dapat dihitung dengan persamaan :
Mpr = Mp - Mpb + Mb (22a)
dengan : Mpb = momen plastis badan = 1/4 . tw . d2 . Fy
Mb = momen badan = 1/4 . tw . d2 . fb
maka
Mpr = Mp - 1/4 . tw . d2 . Fy + 1/4 . tw . d2 . Fy 12
P
Pp sehingga di dapat
Mpr = Mp - 1 12
P
PpMpb (22b)
Persamaan 22b menunjukan kapasitas momen tereduksi penampang I, sedangkan nilai
banding momen tereduksi dengan momen plastis ditunjukan dengan persamaan 22c.
Mpr
Mp = 1 - 1 12
P
Pp
Mpb
Mp (22c)
Persamaan 22c lebih tepat digunakan untuk P
Pp
2
3
Cara lain untuk mencari pengaruh gaya geser terhadap kapasitas lentur profil I,
dikemukakan oleh Horne sebagai berikut :
Mp = b . tf . (d- tf) Fy + 1/4 . tw (d - 2tf) Fy (23)
dengan mengabaikan tebal sayap (tf) dan menganggap tinggi badan sama dengan tinggi
profil, persamaan 23 menjadi :
Mp = (b . tf . d + 1/4 . tf . d2) Fy = 1/4 . h . (2 Af + Ab) Fy (24)
dengan : Af = luas sayap = 2 . b . tf
b = lebar sayap.
Karena badan profil I segi empat, dengan menggunakan persamaan 22c, didapat :
Mpr = 1/2 . h . Af . Fy + 1/4 . h . Ab . Fy 1 0 4442
2
,
P
Pp
(25)
= Mp . 1 0 4442
2
2
,
.
Ab
Af Ab
P
Pp
atau
Mpr
Mp = 1 0 4442
2
,.
Ab
Af Ab
P
Pp
(26)
Persamaan untuk menentukan kapasitas lentur akibat pengaruh gaya geser adalah :
Mpr = Mp 12
1 12
2
Ab
Af Ab
P
Pp.(27)
persamaan 25 cocok untuk 0 <P
Pp < 1.
C. ANALISIS.
Untuk lebih mengetahui pengaruh gaya lintang terhadap kapasitas lentur profil I,
telah dianalisis sejumlah profil I dengan bantuan persamaan 22, persamaan 25 dan
persamaan 27. Data diambil dari tabel, hasilnya disajikan dalam bentuk tabel (lampiran
1, lampiran 2, lampiran 3) dan grafik (lampiran 4).
D. ANALISIS DATA.
Dari data dapat diketahui bahwa, pada P/Pp = 0,6 rata-rata Mpr/Mp berkisar
0,929, berarti kapasitas lentur berkurang sekitar 7,07 persen, sedang untuk nilai P/Pp = 1
kapasitas lentur berkisar 30,34 persen. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh gaya
lintang pada profil.
Hasil penelitian Neal, Green, dan (Heyman dan Dutton) menunjukan nilai yang
lebih tinggi dibanding dengan hasil yang diperoleh berdasarkan persamaan 22,
persamaan 25, dan persamaan 27. Menurut Green, untuk nilai P/Pp = 0,5 harga Mpr/Mp
= 1, berarti gaya geser relatif tidak berpengaruh terhadap lentur. Sedangkan pada
penelitian ini untuk nilai P/Pp = 0,5 harga Mpr/Mp rata-rata = 0,952 berarti ada
pengurangan kapasitas lentur akibat gaya geser sebesar 4,79 persen.
E. KESIMPULAN DAN SARAN.
a. Kesimpulan.
Dari hasil uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut :
1. Akibat adanya gaya geser pada balok maka mengakibatkan menurunnya kapasitas
lentur dari balok.
2. Hasil analisis dengan persamaan 22, persamaan 25 dan persamaan 27 lebih rendah
dibanding hasil penelitian pada umumnya.
3. Pada N/Np < 0,6 hasil analisis dengan persamaan 22, persamaan 25 dan persamaan
27 mendekati hasil penelitian Neal (1956) dan Green (1954).
3. Momen hasil analisis dengan metode kekuatan batas mendekati kapasitas terpasang
sehingga baik digunakan sebagai momen rancang dengan ketelitian-ketelitian
memadahi.
b. Saran.
1. Untuk menghindari turunnnya kapasitas lentur akibat pengaruh gaya lintang, perlu
membatasi tegangan geser yang terjadi berdasarkan nilai P/Pp = 0,67.
2. Berdasarkan kesimpulan 1 tegangan geser rata-rata perlu dibatasi maksimum
0,67.0,577.Fy = 0,373 Fy
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, R., dan Morisco, 1987, “Tabel Konstruksi Baja”, Kanisius, Yogyakarta.
2. Home, M.R., 1979, Plastic Theory Of Steel Structures”, Biddles Ltd., New York.
3. Home, M.R., and Morris, 1981, Plastic Design Of Low Rise Frame, New York.
4. Megson, T.H.G., 1980, Streght of Material for Civil Enggineering, Hongkong.
5. Moy, S.J., 1981, “Plastic Methods For steel and Conrete Structures”, John Wiley
and Sons, New York.
6. Singer, F.L., Pytel, A.,1995, “Streght Of Material”, edisi ke3, terjemahan
Erlangga, Jakarta.
7. Wiratman W., 1968, “Teori Kekuatan Batas Sebagai Kriterium Baru Bagi Analisa
Struktur”, Departemen Pekerjaan Umum.