Transcript

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI1

KATA PENGANTAR2

PENDAHULUAN3

Latar Belakang3Tujuan4

PEMBAHASAN5

2.1. Pengertian5

Sejarah Pedagang Kaki Lima6Permasalahan yang ditimbulkan PKL7Dampak Positif dari Hadirnya PKL8Dampak Negatif dari Hadirnya PKL 9Perlindungan PKL10Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran ....10Perlindungan Hukum10.

KESIMPULAN13

DAFTAR PUSTAKA14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.

Melalui makalah ini kami ingin berbagi pengalaman dengan pembaca lainya mengenai fenomena dalam masyarakat kita tentang Pedagang Kaki Lima.

Makalah ini telah tersusun dengan dukungan dari berbagai pihak, maka dengan ketulusan, Kami ucapkan terimakasih kepada:

Ibu Meutia,sebagai dosen yang selalu

memberikan motivasi, dukungan dan arahan untuk menyeleseikan makalah ini dengan baik

Para Pedagang di GOR Bekasi, jalan baru Kranji - Bintara, yang telah kami wawancaraDan teman-teman satu kelompok yang telah meluangkan waktu ditengah kesibukan masing-masing untuk menyusun makalah ini.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan dan pengalaman yang dimiliki penyusun, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Dan harapan kami semoga dengan makalah ini dapat memberikan wawasan baru dan bagi pembaca makalah kami. Amiin.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tentunya kita semua sudah tidak asing lagi dengan istilah "Pedagang kaki lima" atau PKL. Seringkali kita jumpai masalah-masalah yang terkait dengan pedagang kakilima (PKL) di perkotaan Indonesia. Mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan. Pemerintah kota berulangkali menertibkan mereka yang ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ataupun merusak keindahan kota

Fenomena PKL di perkotaan bisa kita katakana menambah kesemrawutan kota, umunya mereka tidak tertib dan jorok. Dan ini memang sebuah wujud "tidak nyambungnya" antara perencanaan tata kota dengan transformasi masyarakat ini

Tapi pada kenyataanya sewaktu krismon (krisis moneter) dua belas tahun lalu yang melumpuhkan seluruh aspek perekonomian Indonesia kecuali sektor micro ini yang mampu survive, keberadaan PKL di ibukota dan kota- kota lainnya di negeri ini tetap masih belum mendapat tempat yang selayaknya. Banyak kejadian mereka malah dikejar dan diburu seperti kriminal.

Sebuah mimpi jika berharap pemerintah dapat memfasilitasi dan memberi lahan khusus agar lingkungan kelihatannya menjadi cantik, aparat kelurahan masih memperdagangkan emperan gedung, trotoar, dan lahan- lahan kosong dengan harga tinggi dan tiap bulan mengutip "pajak liar."

Jika aparat tidak melakukan pengutipan, maka kaki tangannya ( preman) yang bergerak. Di sudut-sudut kota yang telah diinvasi lebih lama oleh PKL.

Fenomena Urban inilah yang menarik minat kami untuk menyelami lebih dalam, sehingga tersusunlah makalah ini

1.2 Tujuan

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Character BuildingSebagai penambah wawasan dan pengetahuan rekan MahasiswaMengkaji keberadaan Pedagang kaki lima

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat dengan kata PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).

Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL memmiliki arti yang lebih luas, Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk menyebut pedagang di jalanan pada umumnya.

Tapi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya haras sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan.Terlepas yang mana arti yang paling benar, kedua-duanya adalah masalah yang dimaksud dan sedang dihadapi kota-kota di Indonesi ini.

Contoh Pedagang kaki lima:

2.2. Sejarah Pedagang Kaki Lima

Adapun yang menyebutkan bahwa kata "kaki lima" berasal dari masa penjajahan Belanda. Saat itu Kolonial menetapkan bahwa setiap ruas jalan raya harus menyediakan sarana untuk pejalan kaki selebar lima kaki, atau sekitar satu setengah meter untuk kaum pedestrian.Namun setelah Indonesia merdeka, ruas jalan tersebut banyak dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan, sehingga masyarakat menganalnya dengan nama pedagang emperan, namun menurut sejarahnya lebih tepat disebut pedagang kaki lima.

2.3. Permasalahan yang ditimbulkan PKL

Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah mempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota besar ini mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan.

Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. PKL ini juga timbul dari akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan, bidang perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga menciptakan penganggur-penganggur secara cepat dan dalam jumlah yang besar. Kondisi ini memaksa mereka untuk menentukan pindah ke Ibu kota demi mendapat kehidupan yang lebih baik. sehingga umumnya para perantau dari daaerah ini memilih profesi sebagai pedagang (kaki lima)

Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena Keberadaan PKL sepertinya telah menjadi biang keladi kesemrawutan kota

dan kemacetan lalu lintas. Hal ini dapat kita dengar dan saksikan dari berita- berita baik di televisi maupun di surat kabar-surat kabar dimana masyarakat maupun pemerintah kota setempat merasa tidak nyaman dengan adanya PKL. Tetapi selain itu PKL sebenarnya memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kota. Dengan demikian, sebenarnya keberadaan PKL ini sesuatu yang menguntungkan atau merugikan ? Mari kita urai satu persatu

2.4. Dampak Positif dari Hadirnya PKL

Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang beragam,

Dan uniknya keberadaan PKL bias menjadi potensi pariwisata yang cukup menjanjikan. Sehingga PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota, karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan menengah kebawah yang memiliki daya beli rendah,

Dampak positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan PKL menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota karena sektor informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis. Hal tersebut, menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor informal yang dilakukan ILO di delapan negara berkembang, karena kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.

2.5 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL

Penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua lahan kosong yang strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak para PKL. PKL mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal. PKL secara illegal berjualan hampir di seluruh jalur pedestrian, ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut.

Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal (pencopetan) Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko

Dan sebagian dari barang yang mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan mutu yang berhubungan dengan kepuasan konsumen.

2.6 Perlindungan PKL

2.6.1. Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran

Fenomena pembongkaran para PKL ini sangat tidak manusiawi. Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam melakukan pembongkaran. Namun sangat disayangkan ternyata didalam melakukan penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata tidak mencerminkan kata-kata tertib itu sendiri. Kalau kita menafsirkan kata penertiban itu adalah suatu proses membuat sesuatu menjadi rapih dan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan atau masalah baru.

Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak memperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik para pedagang kaki lima atas barang-barang dagangannya

2.6.2. Perlindungan Hukum

*) Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : " Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."

*) Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : " Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk : a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima , serta lokasi lainnya.

e. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.

Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima , harus lebih mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil.

Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang bukan peruntukkannya, namun pemerintah harus mampu menjamin perlindungan dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima .

BAB III

KESIMPULAN

Pedagang kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor informal perkotaan yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi, sehingga tidaklah mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu menjadi sasaran utama pemerintah kota untuk ditertibkan. Namun, faktanya berbagai bentuk kebijakan dalam rangka menertibkan PKL yang telah dilakukan oleh pemerintah kota tidak efektif baik dalam mengendalikan PKL maupun dalam meningkatkan kualitas ruang kota. Harus diakui memang pada saat ini adanya penertiban-penertiban yang dilakukan terhadap PKL cenderung menimbulkan permasalahan baru seperti pemindahan lokasi usaha PKL yang justru akan membawa dampak yang dikhawatirkan menurunnya tingkat pendapatan PKL tersebut bila dibandingkan dengan di lokasi asal karena lokasinya menjauh dari konsumen

Dengan demikian, dapat dikatakan adanya persoalan PKL ini menjadi beban berat yang harus ditanggung pemerintah kota dalam penataan kota. Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL mempunyai kekuatan atau potensi yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota sehingga janganlah dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota dan harus dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula bahwa kemacetan tersebut tidak semata karena adanya PKL.

Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu bagi orang yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama bagaimana dengan potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan sebagai suatu elemen pendukung aktivitas perekonomian kota

Pembinaan PKL tampaknya cukup menjanjikan tapi menurut kami hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan karena jumlah PKL yang sangat banyak dan menyebar. Sudah saatnya pemerintah daerah melakukan sebuah terobosan baru yang bersifat win-win solution. Di satu sisi kota bisa terlihat lebih cantik dan di sisi lain PKL bisa mendapat untung lebih banyak.

Apakah mungkin? Kenapa tidak asalkan ada kemauan yang kuat dari pihak- pihak yang terkaitBAB IV DAFTAR PUSTAKA

Foerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarata :

Balai Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima

http://hmibecak.wordpress.com/2007/08/01/melihat-fenomena-pedagang-

kaki-lima-melalui-aspek-hukum/

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0305/28/jatim/336650.html/ http://veronicakumurus.Blogspot.Com/2006/08/pedagang-kaki-lima-pkl-

danpotensialnya. html/

http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/08/street-vendors-also- deserve-urban-space.html


Top Related