37
4 Pembahasan
Pada penelitian ini tiga senyawa metabolit sekunder telah berhasil diisolasi dari dan
Desmodium triquetrum Linn. Senyawa tersebut antara lain asam p-hidroksi benzoat (58) dan
kaempferol (33), dan epikatekin (59).
4.1 Senyawa Asam p-Hidroksi Benzoat (58)
Senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) diperoleh berupa padatan berwarna putih sebanyak
12 mg. Senyawa ini larut dalam aseton. Pada spektrum 13C-NMR menunjukkan adanya 7
sinyal karbon 4 diantaranya menunjukkan sinyal karbon metin aromatik δC 132,7 ppm (2C)
dan δC 115,9 ppm (2C), 1 sinyal karbon kuarterner aromatik (δC 122,6 ppm), 1 sinyal oksiaril
(δC 162.5 ppm) dan satu sinyal karbonil terkonjugasi dari gugus asam karboksilat (δC 167.4
ppm).
Gambar 4.1 Spektrum 13C NMR dari asam p-hidroksi benzoat (58) (Aseton-d6, 125 MHz)
38
Hasil data spektroskopi 1H NMR memberikan dua sinyal proton doblet dan simetri yaitu
pada δH 7,90 ppm (2H) dan δH 6,91 ppm (2H) di daerah proton aromatik. Kedua sinyal ini
juga memberikan nilai tetapan kopling (J) yang sama yaitu 7,6 Hz. Hal ini menunjukkan
adanya sinyal proton yang berorientasi orto.
Gambar 4.2 Spektrum 1H NMR dari asam p-hidroksi benzoat (58) (Aseton-d6, 300 MHz)
Untuk memperkuat asumsi bahwa senyawa yang diisolasi adalah asam p-hidroksi benzoat
(58) maka dibandingkan data spektrum 1H NMR dan 13C NMR dengan data literatur yaitu
asam p-hidroksi benzoat (58) dari Camellia oleifera (Bin, 2002).
39
Tabel 4.1 Tabel 1H dan 13C NMR Senyawa Asam p-Hidroksi Benzoat (58) hasil isolasi dan dari
literatur
No C
Data standar
(Aseton-d6) (Bin et al., 2002)
Data hasil isolasi
(Aseton-d6)
δH (integrasi, multipisitas,
J dalam Hz)
δC (ppm)
δH (integrasi, multipisitas,
J dalam Hz)
δC (ppm)
1 - 122,7 - 122,6
2 & 6 7,80 (2H, d, 8,79) 133,0 7,90 (2H, d, 7,6) 132,7
3 & 5 6,80 (2H, d, 8,79) 116,0 6,91 (2H, d, 7,6) 115,9
4 - 163,4 - 162,5
COOH - 170,1 - 167,4
Berdasarkan data spektroskopi diatas maka dapat dirangkai struktur asam p-hidroksi benzoat
(58) diperlihatkan pada gambar 4.3.
OH
O OH
1
2
435
6
Gambar 4.3 Struktur senyawa asam p-hidroksi benzoat (58)
Senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) juga ditemukan pada spesies lain misalnya Sorghum
bicolor yang berkaitan dengan fungsinya sebagai senyawa alelokimia (senyawa yang
dilepaskan dalam kaitannya dengan interaksi terhadap lingkungannya) (Xuan et al., 2005).
Salah satu fungsi pelepasan senyawa alelokimia yaitu untuk menghambat pertumbuhan
tumbuhan lain disekitarnya. Senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bio-herbisida, pestisida
serta anti parasit (Khan et al., 2004).
40
4.2 Senyawa Epikatekin (59)
Data spektroskopi yang diperoleh dalam menentukan struktur epikatekin (59) ini antara lain
DEPT 135, DEPT 90, 13C NMR broad band decoupling, dan spektrum 1H NMR. DEPT 135
memberikan data yaitu sinyal positif untuk metil (-CH3) dan metin (-CH) serta sinyal negatif
untuk metilen (-CH2). DEPT 90 memberikan data sinyal metin saja (-CH) tanpa adanya
sinyal metilen (-CH2) dan metin (-CH). Bila dibandingkan dengan 13C NMR broad band
decoupling maka akan diidentifikasi sinyal karbon kuarterner yang akan muncul di
spektroskopi 13C NMR total tetapi tidak muncul di DEPT 135 dan DEPT 90.
Hasil dari data DEPT 135, DEPT 90 dan NMR 13C broad band decoupling menghasilkan
adanya puncak sebanyak 15 karbon seperti yang terlihat pada gambar 4.4. Kemungkinan dari
jumlah total karbon sebanyak 15 adalah suatu senyawa alam seskuiterpen atau senyawa alam
berupa flavonoid. Akan tetapi spektrum NMR memperlihatkan adanya sinyal di daerah
aromatik sehingga dipastikan senyawa yang telah diisolasi berupa flavonoid. Pada gambar
4.5 terlihat pada DEPT 135 terdapat dua sinyal metin (-CH) SP3 yang berikatan dengan
oksigen yaitu δC 66,96 ppm (C-3) dan δC 79,43 ppm (C-2). C-2 yang lebih deshieding akibat
pengaruh aromatik dan oksigen. Selain itu, terdapat 5 sinyal karbon aromatik berupa metin
aromatik (=CH) 95,7 ppm (C-8), 96.1 ppm (C-6), 115,4 ppm (C-2’), 115,2 ppm (C-5’),
119,3 ppm (C-6’). Terdapat pula 5 sinyal untuk oksiaril yaitu 145,1 ppm (C-4’), 145,2 ppm
(C-3’), 157,4 ppm (C-5), 157,4 ppm (C-7) dan 157,0 ppm (C-8a). Spektrum DEPT 90 dan
sinyal positif pada DEPT 135 menunjukkan jumlah sinyal yang sama, oleh karena itu dapat
dipastikan bahwa tidak terdapat gugus metil. Dari 13C NMR terdapat 2 sinyal karbon
kuarterner di 99,7 ppm (C-4a) dan 132,1 ppm (C-1’). Sinyal negatif pada DEPT 135
menunjukkan adanya sinyal metilen (-CH2) di daerah alifatik 29.1 ppm dan dipastikan
merupakan sinyal metilen dari C-4 seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.6.
41
Gambar 4.4 Spektrum DEPT 135, DEPT 90, 13C NMR broad band decoupling senyawa epikatekin
(59) (aseton-d6, 100 MHz)
Gambar 4.5 Spektrum DEPT 135, DEPT 90, 13C NMR broad band decoupling senyawa epikatekin
(59) (perbesaran 1)
42
Gambar 4.6 Spektrum DEPT 135, DEPT 90, 13C NMR broad band decoupling senyawa epikatekin
(59) (perbesaran 2)
Data spektroskopi 1H NMR menunjukkan adanya sepasang sinyal proton aromatik di H-8
pada δH 5,92 (d, J= 2,2) dan H-6 pada δ 6,02 (d, J=2,2) di cincin A. Hal ini menunjukkan
adanya hubungan kopling meta dilihat dari nilai tetapan kopling sebesar 2,2 Hz. Sedangkan
pada sinyal dengan δH 7,05 (1H, d, 1,5) di C-2’, di C-5’ pada δH 6,79 (1H, d, 8,4), dan di C-
6’ pada δH 6,83 (1H, dd, 1,5; 8,4) menunjukkan adanya spin ABX pada cincin B. Sinyal
yang memiliki multiplisitas doblet doblet yaitu pada δ 6,83 memiliki korelasi orto di J= 8,4
Hz dengan C-5’ dan korelasi meta dengan C-2’ dengan J= 1,5 Hz. C-2’ berkorelasi meta
dengan C-6’ dengan nilai J=1,5 Hz demikian pula C-5’ yang berkorelasi orto dengan C-6’
dengan nilai J= 8,4 Hz.
Stereokimia dari senyawa epikatekin (59) di cincin C dapat dilihat dari nilai tetapan kopling
yang dihasilkan oleh puncak-puncak sinyal dari karbon pada posisi 2,3 dan 4a serta 4b.
Terdapat pula puncak sinyal dengan J sebesar 4,5 Hz dari C-4a* (Ha) dan C-4b* (Hb) serta
C-3 menunjukkan adanya hubungan visinal dengan H akan berada dalam posisi ekuatorial,
jika H berada dalam posisi aksial maka nilai tetapan kopling (J) akan besar sedangkan dari
data spektroskopi J yang dihasilkan merupakan tetapan kopling dengan nilai kecil. Selain itu,
terdapat (J) geminal antara Ha dan Hb sebesar 16,8 Hz. C-2 memberikan sinyal broad
43
singlet akibat pengaruh proton di C-3 dimana sudut yang dibentuknya hampir mendekati 90o
dimana pengaruh yang diberikan oleh C-3 menjadi kecil, demikian pula halnya pada C-3
yang memberikan memberikan nilai terhadap Ha dan Hb dengan J sebesar 4,5 Hz. Sinyal-
sinyal pada cincin C semuanya muncul di daerah alifatik (<5 ppm) dimana sinyal C-2 dan C-
3 merupakan puncak yang deshielding (berada di daerah 4 ppm) akibat ikatannya dengan
atom O yang elektronegatif sehingga membuat geseran kimia menjadi bergeser ke nilai yang
lebih besar.
Kopling orto dan meta Kopling meta
Gambar 4.7 Unit penyusun senyawa epikatekin (59)
Gambar 4.8 Spektrum 1H NMR senyawa epikatekin (59) (aseton-d6, 300 MHz)
44
Data spektroskopi senyawa epikatekin hasil isolasi kemudian dibandingkan dengan data
spektroskopi dari epikatekin daun teh (Seto et al., 1997), dan hasilnya tidak memberikan
perbedaan yang berarti.
Tabel 4.2 Tabel 1H dan 13C NMR senyawa epikatekin (59) hasil isolasi dan dari literatur
No C Senyawa epikatekin
(Aseton-d6) (Seto et al., 1997)
Senyawa epikatekin hasil isolasi (Aseton-d6)
δH (integrasi, multiplisitas, J dalam Hz)
δC (ppm) δH (integrasi, multipisitas, J dalam Hz)
δC (ppm)
2 4,86 (1H, s) 79.9 4,88 (1H, brs) 79.4
3 4,20 (1H, m, 4,1) 67.5 4,21 (1H, brd, 4,5) 66.9
4a* 2,73 (1H, dd, 17,1; 4,1) 29.3 2,73 (1H, dd, 16,8; 4,5) 29.1
4b* 2,85 (dd, 17,1; 4,1) 2,85 (dd, 16,8; 4,5)
4a - 100.1 99.7
5 - 158.0 157.4
6 6,02 (1H, d, 2,3) 96.5 6,02 (1H, d, 2,2) 96.1
7 - 157.7 - 157.4
8 5,92 (1H, d, 2,3) 95.9 5,92 (1H, d, 2,2) 95.7
8a - 157.4 - 157.0
1’ - 132.3 - 132.1
2’ 7,04 (1H, d, 1,8) 115.9 7,05 (1H, d, 1,5) 115.4
3’ - 145.9 - 145.2
4’ - 145.8 - 145.1
5’ 6,79 (1H, d, 8,3) 115.3 6,79 (1H, d, 8,4) 115.2
6’ 6,83 (1H, dd, 1,8; 8,3) 119.4 6,83 (1H, dd, 1,5; 8,4) 119.3
45
Berdasarkan data-data spektroskopi tersebut maka dapat dikemukakan bahwa struktur dari
senyawa epikatekin (59) adalah sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini
O
OH
OH
OH
OH
HO1
2
345
6
78
2'3'
4'
5'6'
Gambar 4.9 Struktur senyawa epikatekin (59)
Senyawa epikatekin (59) memiliki khasiat sebagai antioksidan dan banyak diperoleh pada
tumbuhan teh yaitu Camellia sinensis dan juga terdapat pada D. uncinatum (Dixon et al.,
2005).
4.3 Senyawa Kaempferol (33)
Senyawa kaempferol (33) diisolasi dalam bentuk serbuk kuning sebanyak 2 mg dan 1,1 mg.
Struktur senyawa ini dibuktikan dengan data spektroskopi yaitu 1H NMR. Hasil data
spektroskopi menunjukkan terdapat enam siyal proton di daerah aromatik. Sinyal pada
geseran kimia 6,26 ppm (d, J=1,7 Hz) dan 6, 53 ppm (d, J=1,7 Hz) menunjukkan adanya
proton pada posisi C-6 dan C-8 dari cincin A.
Gambar 4.10 Spektrum 1H NMR dari senyawa kaempferol (33) (aseton-d6 300 MHz)
Sinyal δH 7,01 ppm dan δH 8,15 ppm terlihat adanya sinyal dengan multiplisitas doblet yang
memiliki korelasi kopling orto (J=9 ppm) dengan integritas masing-masing 2 proton. Sinyal
ini menggambarkan adanya sistem yang simetri pada cincin B, maka dapat dipastikan bahwa
46
nilai δH 7,01 ppm menunjukkan proton pada posisi 3’ dan 5’ dan sinyal pada δH 8,15 ppm
adalah proton di posisi 2’ dan 6’.
Tabel 4.3 Tabel 1H NMR senyawa kaempferol (33) hasil isolasi dan dari literatur
No 1H-NMR Kaempferol
δH (integrasi, multiplisitas, J dalam Hz)
(Aseton-d6, 300 MHz)
(Hadizadeh et al., 2003)
1H-NMR Kaempferol hasil isolasi
δH (integrasi, multiplisitas, J dalam Hz)
(Aseton-d6, , 300 MHz)
H-6 6.28 (1H, d, 2) 6.26 (1H, d, 1,7)
H-8 6.48 (1H, d, 2) 6.53 (1H, d, 1,7)
H-2’ & 6’ 8.05 (2H, d, 9) 8.15 (2H, d , 8,8)
H-3’ & 5’ 6.95 (2H, d, 9) 7.01 (2H, d, 8,8)
Berdasarkan nilai spektroskopi diatas maka dapat digambarkan unit-unit dari penyusun
senyawa kaempferol seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :
Kopling meta Kopling orto (sistem simetri)
Gambar 4.11 Unit penyususn senyawa kaempferol (33)
A
BOHO
OH
OH
OH
O
6
8 1
2'3'
5'
6'C
Gambar 4.12 Struktur senyawa kaempferol (33)
47
Dilihat dari data hasil isolasi dan data literatur menunjukkan kesamaan seperti yang dapat
dilihat pada tabel 4.3. Senyawa kempferol (33) diketahui memiliki bioaktifitas sebagai
antiinflamasi dan ditemukan di tumbuhan D. styrachifolium (Park et al., 2007).
4.4 Hubungan Biogenesis Senyawa yang Telah Berhasil Diisolasi
Senyawa kaempferol (33), asam p-hidroksi benzoat (58) dan epikatekin (59) jika dilihat dari
jalur biosintesisnya dapat disimpulkan bahwa senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) adalah
senyawa yang paling sederhana sedangkan senyawa kaempferol (33) dan epikatekin (59)
memiliki tingkat oksidasi yang lebih tinggi..
Jalur biogenesis asam p-hidroksi benzoat (58) bermula dari asam shikimat yang kemudian
dengan banyak tahap menjadi asam p-kumarat, lalu asam p-kumarat dengan bantuan enzim
p-hidroksibenzaldehid sintase (HBS) dan p-hidroksibenzaldehid dehidrogenase (HBD)
membentuk senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) (Schnitzler et al., 1992) (Sircar dan
Mitra, 2007).
Berbeda dengan pembentukan senyawa asam p-hidroksi benzoat (58), pembentukan senyawa
flavonoid bermula dari penggabungan dua jalur yaitu jalur shikimat dan jalur asetat malonat
dan membentuk senyawa calkon, kemudian dengan bantuan enzim; chalkon isomerase
(CHI); flavanon-3-β-hidroksilase (F3H); serta flavonol sintase (FLS) membentuk senyawa
kaempferol (33), kemudian dari enzim dihidroflavonol reduktase (DFR); antosianin sintase
(ANS) dan antosianidin reduktase (ANR) membentuk senyawa epikatekin (59). (Marles et
al., 2003)
48
CH H
O
HC
CH2OH
OH
HO O PO3H2
COOHH2C
COOH
OHHO
OH
COOH
Asam shikimat
JALUR SHIKIMAT
JALUR ASETAT MALONAT
H3C SCoA
O
CO2
SCoAHOOC
O
H3C SCoA
O
H3C SCoA
OO
H2C COOH
C SCoA
O
OH
O O O
B
B
HO
OOOO
COOH
NH2
Fenilalanin
COOH
NH2
OH
-NH3
COOH
OHAsam p-kumarattirosin
CHO
OH
COOH
OH
(HBD)
OOH
HO OH
Chalkon
B
A C
OOH
HO O
OOH
HO O
OH
Naringenin Dihidrokaempferol
OOH
HO O
OH
Kaempferol
OH
OH OH OH
OHOH
HO O
OH
Leukosianidin
OH
HO O
OH
OH
OH
OH
OH
Epikatekin
OOH
HO O
OH
OH
OH
Dihidrokuersetin
OH
HO O
OH
OH
OH
Sianidin
(CHI)
(HBS)
(F3H) (FLS)
(DFR)
(ANS) (ANR)
Asam p-hidroksi benzoat(58)
(33)
(59)
Gambar 4.13 Hubungan biogenesis senyawa hasil isolasi
49
4.5 Bioaktivitas Senyawa-Senyawa Hasil Isolasi
Bioaktivitas dari ekstrak D .triquetrum, pada ekstrak tumbuhan D.triquetrum terhadap hasil
uji tirosin kinase inhibitor adalah sebesar 47% inhibisi (100 µg/ml) dengan kontrol positif
sebesar 66,2 % (ekstrak metanol (I)) dan sebesar 59,4% dengan kontrol positif 60,1%
(ekstrak metanol (II)) sedangkan uji terhadap sel murin P-388 adalah IC50 sebesar 6,5 µg/mL
(ekstrak metanol (II)). Hasil % inhibisi ekstrak terhadap uji inhibitor tirosin kinase
mendekati positif kontrol, dengan demikian ekstrak metanol kemungkinan mengandung
senyawa yang aktif terhadap inhibitor tirosin kinase atau menghambat perbanyakan sel
pembuluh darah baru ke tumor (angiogenesis) (Manash dan Mukhopadhyay, 2004),
Demikian halnya dengan uji terhadap sel murin leukimia P-388 dimana ekstrak metanol
memiliki sitotoksik yang tinggi (ekstrak dikatakan memberikan keaktifan jika IC50 < 20
µg/mL) (Alley et al., 1998) atau penghambatan pertumbuhan sel murin P-388 sebanyak
50%nya. Senyawa murni yang telah diuji antara lain asam p-hidroksi benzoat (58) dan hasil
pengujian ternyata memberikan hasil negatif atau tidak aktif terhadap uji inhibitor tirosin
kinase.