Download - 4 konten kurikulum
Konten Kurikulum
Disusun oleh :
DEDE IRAWAN (1215101030)
MOHAMAD ANSOR (1215101027)
NUR HIDAYATI (1215101951)
SHANNON BATSYEBA R
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab
berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada
akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga
pendidikan. Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan dari
masyarakat, maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam
pendidikan. Inovasi pendidikan akan berjalan dan mencapai sasarannya
jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di implementasikan sesuai
dengan kondisi dan tuntutan zaman. Tercapainya tujuan pendidikan
berhubungan pada proses pengembangan konten atau isi kurikulum.
Isi kurikulum berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan
pengalaman belajar yang harus diberikan kepada siswa untuk dapat
mencapai tujuan pendidikan. Dalam menentukan isi kurikulum baik yang
berkenaan dengan pengetahuan ilmiah maupun pengalaman belajar
disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat menyangkut tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah
barang tentu tidak lepas dari kondisi anak didik dalam pengertian
pertumbuhan dan perkembangannya pada setiap jenjang dan tingkat
pendidikan.
Dalam makalah ini akan dijabarkan hal-hal terkait konten kurikulum.
Diharapkan pengembang kurikulum maupun masyarakat pemerhati
pendidikan dapat terbantu atas usaha kami ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dapat
diuraikan beberapa perumusan masalahnya, yaitu :
1. Apakah yang dimaksud konten kurikulum?
2. Bagaimanakah konsep dari konten kurikulum?
3. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam menentukan dan
menyusun konten kurikulum?
C. Tujuan
Sebagai mahasiswa Teknologi Pendidikan kita wajib untuk mengetahui
konten kurikulum untuk pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
Kurikulum sekolah bukanlah pengetahuan yang netral. Sebaliknya,
apa yang disebut sebagai pengetahuan adalah hasil dari hubungan
kekuatan yang kompleks, perjuangan dan kompromi diantara kelas yang
dapat diidentifikasi dari segi ras, gender dan kelompok keagamaan
(Michael Apple, 1992:4)
Hanya di pendidikan, dan tidak pernah terjadi di kehidupan petani,
nelayan, pedagang, fisikawan atau peneliti laboratorium, yang
mengartikan bahwa pengetahuan berarti gudang informasi yang
menjauhkan seseorang dari melakukan sesuatu (John Dewey, 1916:186)
Banyak orang yang termasuk dalam pengembang kurikulum,
termasuk banyak guru di sekolah, percaya bahwa hal utama untuk
membangun kurikulum terletak pada formulasi konten. Konten atau
materi pelajaran sebenarnya merupakan komponen kurikulum yang amat
penting. Hal ini menyangkut jawaban terhadap pertanyaan, “apakah yang
diajarkan?”. Namun konten seringkali tidak diperhatikan. Artinya, konten
seringkali diserahkan saja pada keputusan guru atau diambil saja dari
buku teks yang berlimpah-limpah, tanpa mengaitkan dengan tujuan
pendidikan, tujuan kurikulum atau dengan tujuan instruksional.
Dalam realitasnya semua pengembang kurikulum menggunakan
tujuan ketika membuat kurikulum. Kebanyakan mengikuti jalan yang telah
disarankan dan menulis tujuan berdasarkan aims (tujuan jangka panjang)
dan goals (tujuan jangka menengah) yang telah ditentukan.
Konsep Konten
Konsep konten menurut Saylor dan Alexander (1966:160) adalah:
Fakta, observasi, data, persepsi, klasifikasi, disain dan pemecahan
masalah yang telah dihasilkan pengalaman dan hasil pikiran manusia
yang tersusun dalam bentuk ide-ide, konsep, prinsip-prinsip, kesimpulan,
perencanaan dan solusi.
Sedangkan menurut Hymen (1973:4) konten merupakan: Ilmu
pengetahuan (seperti fakta, keterangan, prinsip-prinsip, defenisi),
keterampilan dan proses (seperti membaca, menulis, berhitung, menari,
berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulisan) dan nilai-nilai (seperti
konsep tentang hal-hal baik, buruk, betul dan salah, indah dan jelek)
Dari dua pengertian yang diajukan, dapat diketahui bahwa secara
umum konten kurikulum mencakup tiga komponen utama, yaitu
pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun ada juga ahli yang
membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey misalnya, menilai
perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli
yang membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan
catatan-catatan tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman
dll), sedangkan ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil
pemahaman dan pengertian tentang catatan-catatan tersebut sebagai
akibat interaksinya dengan pengalaman individu.
Pengetahuan konten memiliki tiga komponen (Shulman, 1986,
1987; Kennedy, 1990) yang mana dibutuhkan guru dalam upaya menjadi
praktisi yang efektif:
1. Pengetahuan pokok. Berupa fakta, prinsip, generalisasi dan lain
sebagainya yang ditemukan dalam subjek yang tengah dibahas
2. Konten pedagogis pengetahuan. Metode yang digunakan oleh guru
untuk menterjemahkan pokok pengetahuan kedalam pemahaman
yang bermakna kepada siswa, yakni berupa metafora, sajak,
pepatah, perumpamaan dan sebagainya
3. Pengetahuan kurikulum. Memahami persyaratan kurikulum dari
konteks untuk mendidik pengetahuan pokok.
Pendekatan Subjek Pengetahuan (Subject Knowledge Approach)
Cara pandang ini mengklaim bahwa konten memiliki nilai intrinsic
tersendiri berdasarkan pengetahuan manusia sebagaimana ditentukan
oleh disiplin akademis. Dalam kata lain, nilai sebenarnya dari subjek
terakumulasinya pengetahuan manusia yang berlangsung lama dan
ekspresi yang paling efektif dari pengetahuan ini terletak dengan disiplin
akademik. Oleh karena itu dalam membuat kurikulum sekolah, konten
dari subjek (mata pelajaran) harus ditarik dari beragam disiplin akademik
sebagaimana pengetahuan ini dari deposit kebijaksanaan manusia yang
dirasakan untuk menjadi nilai bagi kehidupan siswa di kehidupannya
kelak. Banyak ahli di bidang pendidikan mendukung cara pandang ini
termasuk R.S. Peters (1966), Paul Hirst (1968) dan Jerome Bruner (1965).
Pemahaman tentang kebijaksanaan (nilai-nilai) dari disiplin
akademis menyediakan titik awal untuk memahami dunia serta peranan
seseorang didalamnya. Terlebih, dalam dunia yang terus berubah,
keterampilan dan nilai-nilai mata pelajaran tradisional dapat
menghasilkan rasa kekuatan dan keamanan bagi peserta didik.
Proses sebagai konten (Pendekatan Proses)
Proses pengajaran sebagai lawan dari materi pengajaran sangat
penting. Pengajaran konten kurikulum secara tradisional yang ditekankan
pada pemompaan konten sebanyak mungkin berupa data, informasi,
fakta, dalil, rumus dan lain sebagainya. Akibatnya terjadi belajar verbal.
Dalam pelaksanan pemompaan ini sebagai hal yang logis bahwa kalau
sebagian besar konten yang diajarkan itu cepat dilupakan anak, tetapi
suatu proses seperti penghafalan, kepenurutan pada seseorang,
ketergantungan pada guru, penerimaan tanpa kritis pada suatu ide
tertinggal dan berbekas dalam benak anak. Walau hal ini tidak diharapkan
kurikulum, namun sepertinya ini yang menjadi hal penting yang terdapat
di dalam kurikulum. Meskipun itu hal yang tak disadari saat
menyampaikan kurikulum. Keadaan seperti ini juga sering disebut dengan
kurikulum terselubung.
Kegiatan dan Pengalaman Belajar
Kegiatan belajar seringkali diasosiasikan dengan kegiatan seperti
membaca, mendengar, menjawab pertanyaan, melakukan perintah guru
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah merupakan merk pelajaran
dari suatu kurikulum yang terselubung menjelma menjadi anggapan anak-
anak bahwa kalau tidak ada yang memberikan informasi atau perintah-
perintah maka tidak ada belajar. Meski selama ini tidak terlalu banyak
perubahan tingkah laku yang dialami anak dengan diajarkannya cara-cara
seperti itu. Jadi, jangan heran kalau pemompaan informasi, data, fakta
berpengaruh sangat sedikit sekali terhadap perilaku anak.
Pengalaman belajar jarang terwujud dari materi atau konten saja,
memiliki tujuan yang baik, konten yang tepat serta prosedur evaluasi
yang cocok ternyata juga belum memadai jika kegiatan belajar tidak
diprogramkan untuk menghasilkan pengalaman yang diinginkan.
Implikasi konsep ini adalah bahwa penetapan konten, materi,
pokok-pokok bahasan dan tugas lain yang diselesaikan guna menurut
suatu kurikulum saja kurang memadai. Materi tersebut hendaknya harus
dilengkapi dengan kegiatan belajar yang dapat ditransformasikan menjadi
pengalaman siswa. Akibatnya, materi konten yang tersusun rapi perlu
suplementasi berupa kegiatan belajar terencana dan terpadu untuk
menimbulkan pengalaman belajar bagi pencapaian tujuan kurikulum
tersebut.
Kriteria penetapan konten
1. Bermakna (signifikan) : Kurikulum harus bermakna bagi siswa.
Dimana selalu terjadi perubahan sosial, maka kurikulum harus relevan
dengan kebutuhan siswa. Kriteria signifikansi dipakai untuk
menetapkan bagian apa dari suatu bidang yang perlu dimasukkan
atau ditekankan.
2. Sah (validity) : Isi dari sebuah kurikulum dapat dikatakan valid
bila keaslianya terjamin dan akurat. Akurat disini maksudnya adalah
sesuai dengan kebenaran infomasi yang seharusnya. Uji validitas
dilakukan untuk menentukan tignkat kelayakan suatuasi kurikulum,
karena dunia selalu berubah dan berkembang. Kriteria validitas dari isi
kurikulum diukur dari segi hubungan antara isi dan tujuan yang ada.
Isi harus mencerminkan tujuan dari kurikulum, jika tidak sejalan maka
dikatakan tidak valid.
3. Kesesuaian sosial (social relevance) : Isi dari sebuah kurikulum harus
menyesuaikan dengan keadaan di masyarakat. Karena siswa
dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang diharapkan
mampu hidup mandiri. Mempertimbangkan kebutuhan sosial anak
agar mereka memiliki kemampuan untuk melaksanankan fungsi-fungsi
sosial dan meningkatkan nilai-nilai masyarakat. agar berfungsi sebagai
orang dewasa kelak. Dalam mengembangakan kurikulum, harus
memperhatikan relevansinya dengan perkembangan sosial, isu
masyarakat, dsb yang dapat membantu siswa untuk siap menjadi
anggota masyarakat.
Pengembang kurikulum juga dapat menggabungkan konten yang
mencerminkan:
a. prinsip demokratis dan nilai
b. pemahaman kelompok kultur
c. kesadaran sosial
d. memfasilitasi perubahan sosial
4. Kegunaan (utility) : Memperhatikan kegunaan kurikulum bagi
peserta didik secara spesifik. Kurikulum harus bisa mempersiapkan
siswa untuk terjun ke dunia dewasa. Pengembang kurikulum dapat
memasukan nilai-nilai kehidupan kekeluargaan, pendidikan karir,
kemampuan interpersonal, kesehatan pribadi, keuangan pribadi, dan
lain sebagainya yang tidak membuat siswa merasa terikat.
5. Kemampuan belajar (Learnability) : Pengembang kurikulum harus
bisa memilih isi yang dapat dipelajari siswa dengam mudah dan
mendalam. Kurikulum harus bisa memenuhi kebutuhan semua siswa
dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam. Dalam
keberagaman siswa ini pasti terbentuk beberapa kelompok, seperti
kelompok siswa pintardan tidak, kaya dan miskin, dsb. Maka kurikulum
harus bisa memfasilitasi semua kelompok tersebut tanpa terkecuali.
6. Perhatian/ minat siswa (Interest) : Kurikulum harus bisa
menjadikan proses belajar siswa menjadi menyenangkan. Merupakan
salah satu usaha untuk membuat kurikulum relevan dengan peserta
didik. Hal yang menjadi minat bagi pelajar perlu dijabarkan untuk
menghindari penetapan konsep yang mungkin tidak sesuau dengan
minat mereka seungguhnya.
Kelebihan dan Keterbatasan Kurikulum (The overcrowded and
finite curriculum)
Ketika memilih isi untuk sebuah kurikulum, pengembang
dihadapkan dengan masalah fundamental. Isi atau materi apa yang akan
dimasukan dan apa yang ingin dikeluarkan. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, ini harus diatasi dengan mengajukan pertanyaan. : materi
apa yang berbobot?.
Beberapa tahun belakangan, masyarakat pun telah ditempatkan
sebagai kebutuhan yang meningkat pada isi dari kurikulum sekolah.
Pendapat lembaga sosial, cukup logis, bahwa kebutuhan mereka harus
dipenuhi dengan memasukkan kegiatan mereka dalam konten kurikulum
sekolah. Dengan cara ini siswa akan belajar tentang isu isu yang
membuat mereka menjadi orang yang lebih baik atau mengurangi
kemungkinan terjadinya sesuatu yang buruk. Tekanan untuk penambahan
materi yang datang akhir akhir ini itu berasal dari industri, organisasi
kesehatan, kelompok lingkungan, pegawai, kelompok multikultur, feminis,
kelompok perdamaian, kelompok pribumi, parlemen, organisasi
keselamatan jalan, dan beberapa kelompok lainnya.
Arsitektur Konten (the architectonics of content)
Respon Kurikulum terhadap tekanan konten
Kawasan Konten Sumber Tekanan Isi Formula Dampak
Kurikulum
Lingkungan
pendidikan
Kelompok-
kelompok
lingkungan
misalnya
Greenpeace
Konservasi
Dasar
Di seluruh
kurikulum, ilmu
pengetahuan
subjek integrasi
Selektif dampak,
Tapi yang sangat
sukses,
Kebijakan
dokumen
Pendidikan
Multikultur
Kelompok etnis,
Multikultural
dewan, partai
Di seluruh
kurikulum, mulai
dari hari-hari
Beberapa bukti
integrasi
kurikulum, pudar
politik khusus untuk
integrasi dalam
mata pelajaran
pada 1980
Feminis Feminis kelompok,
persemakmuran
govt
Upaya untuk
mengintegrasikan
seluruh kurikulum
Kebijakan utama
dampak, sedikit
perubahan dalam
konten
Pendidikan
perdamaian
Perdamaian
kelompok
Integrasi ke dalam
mata pelajaran
Diabaikan dampak
di 1980
Kesehatan:
Aids
Jantung
Obat-obatan
Anti-Merokok
Medis kelompok Selektif integrasi
dalam mata
pelajaran,
misalnya
Pendidikan
kesehatan
Beberapa contoh
dampak
Narkoba,
Anti-Rokok,
AIDS, sedikit
untuk jantung,
kanker gizi, dll
Pendidikan
Parlemen
Persemakmuran
govt, govts negara
Selektif inklusi,
beberapa mata
pelajaran dan hari-
hari khusus
Variabel dampak
yang berkaitan
dengan sekolah
dan negara
Teknologi Persemakmuran
govt, govts
negara, kelompok
bisnis ACTU
Beberapa integrasi
subjek, dukungan
sumber daya
Variabel dampak
pada tahap ini.
Substansial
penggunaan
sumber daya
Bahasa asing Persemakmuran
govt, asian studi
dewan, kelompok
etnis, bisnis
Program baru
dibuat, sebagian
besar di sekolah
tinggi
Kecil tapi cepat
meningkatkan
dampak
Keselamatan jalan Persemakmuran
dan lembaga
negara
Kurikulum paket,
kunjungan sekolah
kedokteran
Minimal dampak
Berbakat dan
berbakat
Beberapa govts
negara, kelompok
orangtua
Khusus program,
sekolah selektif
Diabaikan dampak
kecuali di NSW
Para architectonics konten dapat didefinisikan sebagai prinsip-
prinsip bertanggung jawab untuk pemesanan dan mengatur konten ke
dalam kategori sistematis untuk tujuan memfasilitasi belajar. Istilah
'architectonics’ Berhubungan dengan struktur yang diperlukan untuk
menyajikan kurikulum dan prinsip-prinsip yang membantu pengembang
kurikulum untuk mengatur isi kurikulum sedemikian rupa sehingga
mencapai efektivitas maksimum bagi siswa.
Untuk tujuan tersebut maka akan berkonsentrasi pada dua prinsip
yang paling penting dari architectonics konten, yaitu:
1. Lingkup konten kurikulum
2. Urutan konten kurikulum
Lingkup Konten Kurikulum
Istilah 'Ruang lingkup' mengacu pada luas dan kedalaman konten
yang akan dipelajari dalam kurikulum pada satu waktu. Artinya,
bagaimana konten tersebut diatur pada titik waktu tertentu dan tingkat
kedalaman konten yang harus diliput pada waktu tertentu (biasanya satu
istilah, semester atau satu tahun di sekolah). Untuk Zais, “kata mengacu
tidak hanya untuk berbagai bidang konten yang diwakili, tetapi untuk
kedalaman perlakuan setiap bidang yang diberikan” (1976:338).
Sebuah titik awal yang berguna ketika berhadapan dengan lingkup
konten dalam kurikulum adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang
sifat dan keseimbangan dari konten. Misalnya, dalam konteks kurikulum
sekolah kita mungkin bertanya pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Berapa banyak dari setiap konten yang harus siswa pelajari di satu
waktu? Artinya, apa yang seharusnya menjadi rasio waktu yang
dihabiskan untuk matematika, sains, bahasa Inggris, ilmu sosial,
pendidikan jasmani, musik dan sebagainya?
2. Apakah ada bentuk konten umum yang semua siswa harus tahu?
Haruskah semua siswa meninggalkan sekolah terkena satu set
pelajaran umum?
3. Jika satu mendukung gagasan inti plus pilihan pendekatan untuk
konten, apa yang seharusnya menjadi peran konten elektif?
4. Dan pertanyaan semakin relevan dihadapi pengembang kurikulum
hari ini, konten apa yang harus dikeluarkan dari kurikulum?
Mengingat kurikulum sekolah terbatas, dengan tekanan untuk
menambahkan pembelajaran yang lebih, konten apa yang akan kita
hilangkan?
Konsep-konsep berikut ini berguna dalam menentukan ruang
lingkup konten untuk kurikulum:
1. Waktu adalah kendala utama saat menentukan lingkup konten.
Luasnya konten selalu dibeli dengan mengorbankan kedalaman,
dan sebaliknya juga berlaku.
2. Gagasan inti atau umum dari konten muncul yang dapat
diterima pendidik dan masyarakat. Konsep inti menunjukkan bahwa
ada bentuk konten yang semua siswa harus memperoleh sebagai
hasil dari pengalaman sekolah mereka. Berapa banyak inti yang
merupakan keharusan (50 persen, 75 persen, 90 persen) dan apa
yang harus termasuk dalam isi konten yang diperdebatkan.
3. Ruang lingkup konten juga mungkin dipengaruhi oleh
gagasan bahwa sekolah harus menyediakan konten untuk
memenuhi anak-anak dan remaja berkebutuhan khusus. Hal
ini dapat mengambil bentuk pilihan atau opsi untuk mengakomodasi
kepentingan siswa dan konteks sosial. Atau, mungkin konten khusus
dirancang untuk memenuhi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus
dan siswa normal.
4. Integrasi dari konten harus didorong dalam rangka untuk
memberikan beberapa rasa realitas untuk peserta didik.
Sementara sekolah menyediakan konten spesialis melalui bentuk
mata pelajaran, tujuan mendasar dari mata pelajaran ini tidak boleh
diabaikan. Pada akhirnya, bagaimanapun, tanggung jawab utama
untuk integrasi konten terletak pada peserta didik.
5. Hal terakhir yang perlu diperhatikan ketika mempertimbangkan
ruang lingkup konten kurikulum adalah untuk mengulangi
pertanyaan sebelumnya. Apa konten yang harus dimasukkan
dan dikeluarkan dari kurikulum?
Urutan kontent kurikulum
Urutan didefinisikan sebagai konten yang disajikan kepada peserta
didik dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, konten dipecah menjadi
beberapa bagian yang dikelola kemudian disajikan kepada peserta didik
selama periode waktu yang bervariasi dalam berbagai pengaturan atau
perintah. Aturan yang disajikan kepada peserta didik disebut perintah.
Bagaimana seharusnya isi diatur untuk pelajar? Dalam usaha untuk
menjawab pertanyaan ini, beberapa pertanyaan penting terkait perlu
diajukan, seperti yang disarankan oleh Robert Zais (1976:340):
1. Kriteria apa yang harus ditentukan dalam mengurutkan konten?
2. Apa yang harus diikuti apa dan mengapa?
3. Kapan sebaiknya peserta didik memperoleh konten tertentu?
Dalam dua dekade terakhir empat prinsip telah semakin diterima
sebagai kriteria mengurutkan konten:
1. Sederhana ke kompleks
Pendekatan ini untuk mengurutkan konten yang ditemukan
secara tradisional dalam ilmu pengetahuan, matematika, tata
bahasa, music, bahasa asing dan sejumlah mata pelajaran lainnya
yang diajarkan di sekolah. Dalam situasi ini urutan dapat dilihat
sebagai sebuah perkembangan dari sederhana komponen yang
lebih rendah ke struktur yang lebih kompleks, di mana pada saat
komponen yang lebih rendah bahkan yang lebih kompleks dari
struktur yang kompleks.
2. Pembelajaran Prasyarat
Prinsip ini diikuti dalam mata pelajaran yang sebagian besar
terdiri dari hukum dan prinsip-prinsip seperti fisika, tata bahasa dan
geometri. Untuk memahami satu kesatuan hukum atau prinsip-
prinsip peserta didik harus mendapatkan mata pelajaran prasyarat.
3. Kronologi
Prinsip ini mempengaruhi urutan konten sesuai dengan
kronologi dari catatan kejadian. Hal ini sangat penting jika satu
penerimaan sebagai hubungan sebab akibat antara kejadian-
kejadian seperti untuk memahami sebuah peristiwa, kita harus
memahami apa yang terjadi sebelumnya.
Sejarah, musik dan sastra menggunakan prinsip ini, seperti
halnya setiap subjek yang meneliti sejarahnya sendiri, seperti kita
sejarah ilmu pengetahuan. Untuk memahami hubungan kita di alam
semesta, ilmuwan paling pertama meneliti perkembangan
kronologis dimana kami datang untuk memperoleh pengetahuan
dan pemahaman yang kita miliki saat alam semesta kita. Prinsip
kronologis dapat diterapkan ke depan atau ke belakang dari setiap
titik waktu tertentu.
4. Keseluruhan untuk mempelajari bagian-bagian
Dasar pemikiran prinsip ini adalah bahwa untuk memahami
keseluruhan pemahaman gejala sebagian atau konstituen. Biasanya
digunakan dalam geografi, misalnya, prinsip ini menunjukkan bahwa
pelajar pertama memeriksa dunia, maka konsep-konsep global yang
terkait (waktu, musim), diikuti dengan topik lokal tertentu seperti
cuaca. Demikian pula dalam biologi, siswa belajar tentang seluruh
binatang sebelum kita belajar tentang bagian-bagiannya.
Baru-baru ini empat prinsip dasar telah diperluas untuk mencakup dua
pendekatan tambahan dalam rangkaian:
5. Meningkatkan abstrak
Konten dapat diurutkan sesuai dengan gagasan bahwa belajar
yang paling efektif yaitu lebih dekat atau lebih berarti bagi peserta
didik. Dengan demikian kita dapat memulai mengurutkan konten
dengan pengalaman yang dimiliki dan dilanjutkan ke proses belajar
yang lebih terpencil. Sebagai contoh, konten bisa urutkan untuk
mempelajari satu unit kerluarga itu sendiri yang struktur budayanya
sejenis sebelum mempelajari struktur sosial dari budaya yang
berbeda. Prinsip ini sering diterapkan dalam pengurutan konten di
sekolah dasar.
Dengan cara yang sama, konten dapat diurutkan dari konkret
ke abstrak, yaitu, memahami konsep-konsep konkret sebelum
pindah ke konsep abstrak, idealistis atau teoritis. Sebagai contoh,
pemahaman jarak ke tanah sebelum belajar di skala geografi atau
gambar teknik.
6. Spiral Sequence
Istilah ini dijelaskan oleh Bruner (1965) sehubungan dengan
organisasi kurikulum keseluruhan, tapi harus sering diterapkan
untuk komponen yang lebih kecil dari kurikulum. Dalam proses
Pendidikan. Bruner mencatat bahwa siswa harus diberikan konten
ide dasar secara berulang-ulang, sehingga membangun
pemahaman dasar sampai seluruh konsep.
Gambar 2 Spiral Sequence psikologi pendidikan
Gambar 2 kita bisa melihat bagaimana konten hipotetis
kurikulum pendidikan fisik pada Spiral Sequence. Level 1 mungkin
mencakup Tahun 3 sampai 5 dari sekolah, tingkat 2 Tahun 6 sampai
8 dan level 3, Kelas 9 sampai 12. Pada setiap tingkat pembelajaran
dasar ditutup dan kemudian membangun pada tingkat yang lebih
tinggi. Dengan cara ini landasan secara menyeluruh diperlukan
keterampilan pada saat yang sama ketika kedewasaan fisik terjadi.
Kita juga dapat melihat bagaimana komponen Kurikulum pada
tingkat 1 terus pada tingkat 2 dan 3. Seiring kemajuan siswa melalui
kurikulum, proses spiral memungkinkan konten (pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai) yang harus diperkuat dan diperpanjang.
Hasil akhirnya adalah seorang siswa yang benar-benar akrab
dengan persyaratan kurikulum.
Penerapan scope and sequence
Setiap pengembang kurikulum menghadapi dilema yang sama
ketika mengatur konten-konten, apakah dampak setelah itu? Dan jika
ditempatkan di sana, apa kemudian akan memiliki efek itu? Dilema ini
dapat diselesaikan melalui penerapan scope and sequence.
Gambar 3 Kurikulum scope and sequence
Dalam gambar 3 tersebut kekuatan scope and sequence
menggambarkan pelajaran apa, kapan akan mempelajari, dan seberapa
dalam. Mengingat konteks kurikulum sekolah tahun 1-10, diagram
menggambarkan mata pelajaran yang terus-menerus diperlukan
A
B I
C
G
F
E
D
H
SCHOOLYEARS
10
1
SCOPE (PROPORTION)
SEQUENCE
SCHOOL CURRICULUM
(misalnya subjek A, mungkin bahasa Inggris), sementara yang lain
dianggap penting pada tahap berikutnya dalam pengembangan peserta
didik (E, atau ilmu pengetahuan). Yang lain, seperti membaca (F) dan
menulis (I), ditekankan pada tahap awal dan menerima lebih sedikit waktu
di tahun kemudian. Subyek H mungkin studi komputer atau mungkin
bahasa, di mana itu dianggap penting untuk memiliki sedikit pengalaman
di tahun-tahun primer dan paparan lebih besar di sekolah menengah
pertama.
Sementara gambar 3 tersebut merupakan matriks atau grafik scope
and sequence untuk kurikulum seluruh sekolah (Tahun 1-10), representasi
yang sama dapat dibuat untuk kurikulum apapun. Perlu mengulangi
bahwa siapa pun yang terlibat dalam pengembangan kurikulum harus
mengawasi lingkup dan matriks scope and sequence urutan isi dalam
rangka untuk lebih memahami sifat kurikulum yang. Hal ini sangat
mungkin, misalnya, bahwa Anda harus merancang ruang lingkup dan
bagan urutan untuk suatu subyek tunggal, katakanlah Tahun 11 dan 12
sejarah atau ekonomi rumah, atau bahkan sebuah kursus terpadu seperti
keterampilan hidup, panel-pemukulan, tata rambut dan sebagainya,
daripada kurikulum seluruh sekolah. Gambar 4 adalah contoh dari grafik
cakupan dan urutan untuk Tahun 9 studi sosial yang menggambarkan
hubungan antara isi subyek komponen.
Gambar 4 satu subjek kurikulum sekolah
4
3
2
1
Year 9 Social Studies
SEQUENCE
SCOPE (PROPORTION)
Landscape
History
Resources
Goverment
Society
Research Skills
School Terms History
Landscape
Gambar 4 menggambarkan komponen berbagai materi pelajaran
sosial pada Tahun 9 dengan jelas. Misalnya, studi tentang pemerintah
menutupi seperti sebagian besar (sekitar setengah) dari jangka keempat
studi sosial? Memiliki kemampuan penelitian menerima cukup tekanan?
Ini adalah contoh pertanyaan yang dapat menjadi pengembang dan
menyelesaikan melalui penggunaan diagram scope and sequence.
Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif berpendapat oleh Jean Paget (1963)
menunjukkan bahwa urutan isi kurikulum dapat dikoordinasikan dengan
tahap pembelajar dari perkembangan intelektual. Posisi ini didasarkan
pada teori Paget bahwa pertumbuhan kognitif anak-anak terjadi dalam
pola berurutan melalui empat tahap yang terkait. Dengan cara ini, apa
dan bagaimana seorang anak belajar sangat ditentukan pada tahap
perkembangan. David Pratt (1980) telah meringkas teori Paget dan
aplikasinya untuk mengurutkan konten:
Tahapan perkembangan intelektual
Jean Paget, mengidentifikasi empat tahap utama dalam
perkembangan intelektual (1962).
Tahap Sensorimotor (lahir sampai dua tahun)
Aksi yang pada awalnya acak dan refleks, dengan pengembangan
secara bertahap dari koordinasi dan rasa ruang. Anak bereaksi pada
awalnya hanya untuk tanda-tanda perseptual: jika mainan dihapus dari
pandangan, anak tidak yakin bahwa itu masih ada. Semakin anak mampu
menerapkan tindakan untuk situasi baru dan bereksperimen dengan cara
baru untuk tujuan yang diinginkan: misalnya, dengan menarik selimut
yang terletak mainan. Pada usia satu setengah sampai dua, awal dari
memori dan perencanaan jelas, sebagai anak menciptakan cara baru
dengan kombinasi mental, pemikiran simbolis menjadi jelas dalam
bermain representasional.
Tahap Praoperasional (dua sampai tujuh)
Perkembangan bahasa memberikan fleksibilitas besar untuk
kecerdasan. Pada awalnya, pusat perhatian anak-anak hanya pada satu
aspek dari suatu obyek atau situasi; kemudian mereka dapat melihat
hubungan antara bagian. Pada tahap ini mereka memberikan pendapat
dari apa yang mereka lihat, bukan dari abstraksi.
Tahap operasional konkrit (tujuh hingga dua belas)
Kemampuan untuk mengklasifikasikan dan menyambungkan, untuk
mengatur objek dengan ukuran, dan mengembangkan konsep
reversability antara sekitar tujuh dan delapan. Kompetensi sosial anak
meningkat dengan perkembangan bahasa dan pemahaman tentang
relativitas sudut pandang. Anak itu berkaitan dengan sebenarnya, dan
khas memecahkan masalah dalam hal pengalaman langsung.
Tahap operasional formal (duabelas hingga enambelas)
Preadolescents mulai memecahkan masalah murni lisan, untuk
memahami konsep proporsi dan timbal balik. Mereka mampu
mengintegrasikan kapasitas intelektual baru mereka untuk tujuan jelas.
Mereka dapat memanipulasi ide-ide abstrak, dan mereka menjadi prihatin
mungkin bukan yang sebenarnya. Mereka idealis dan cenderung percaya
pada kemahakuasaan pikiran. Kemampuan untuk membedakan antara
apa yang mungkin secara konseptual dan apa yang dicapai sebenarnya
muncul setelah masa remaja sebagai akibat dari pengalaman di dunia
nyata (Pratt, 1980:272).
BAB III
KESIMPULAN
Isi kurikulum adalah hal yang sangat perlu diperhatikan dalam
proses pembelajaran, yang di dalamnya terdapat pengelolaan
pengetahuan, kemampuan, nilai-nilai. Susunan konten termasuk cakupan,
urutan dan menyajikan fungsi dari konten yang ldisusun secara sitematik
untuk mencapai tujuan belajar.
Seleksi isi cenderung menekankan salah satu dari pendekatan
subjek (pengetahuan) atau pendekatan rangkaian proses (skills). Dalam
memilih konten kurikulum diperlukan kriteria pemilihan seperti
significanse, validity, relevance, utility, learnability, dan interest.
Isi kurikulum saat ini sangat padat, banyak materi yang kurang penting
untuk dimasukan sebagai pengalaman siswa.Maka lebih baik
dipertimbangkan lebih dalam bagaimana keefektifan isi kurikulum.
Lingkup isi kurikulum mengacu pada luas dan kedalaman konten
dalam kurikulum pada satu waktu. Lingkup dapat dipengaruhi oleh
kendala waktu, kebutuhan khusus persyaratan integrasi dan jumlah total
dari konten.
DAFTAR PUSTAKA
Curriculum development and design –Murray Print
http://tepenr06.wordpress.com/2011/10/26/konten/
http://linguasphereus.blogspot.com/2011/05/isi-atau-materi-kurikulum-
dalam.html