Pendahuluan
Peran ekosistem daratan dalam siklus karbonglobal merupakan topik yang menarik bagipeneliti dan pembuat kebijakan lingkungan.Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasimerupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitupengikatan CO2 ke dalam biomasa melaluifotosintesis dan pelepasan CO2 ke atmosfermelalui proses dekomposisi dan pembakaran.Diperkirakan sekitar 60 Pg1 karbon mengalirantara ekosistem daratan dan atmosfir setiaptahunnya, dan sebesar 0,7 ± 1,0 Pg karbondiserap oleh ekosistem daratan (Lasco, 2004).Alih guna lahan dan konversi hutanmerupakan sumber utama emisi CO2 denganjumlah sebesar 1,7 ± 0,6 Pg karbon per tahun(Watson et al., 2000). Apabila laju konsumsibahan bakar dan pertumbuhan ekonomiglobal terus berlanjut seperti yang terjadi padasaat ini, maka dalam jangka waktu 100 tahunyang akan datang suhu global rata-rata akanmeningkat sekitar 1,7 - 4,5OC (Houghton et al.,2001).
Kegiatan konversi hutan menjadi lahanpertanian melepaskan cadangan karbon keatmosfir dalam jumlah yang cukup berarti.Namun jumlah tersebut tidak memberikandampak yang berarti terhadap jumlah CO2
yang mampu diserap oleh hutan dan daratan
secara keseluruhan. Dampak konversi hutanini baru terasa apabila diikuti dengandegradasi tanah dan hilangnya vegetasi, sertaberkurangnya proses fotosintesis akibatmunculnya hutan beton serta lahan yangdipenuhi bangunan-bangunan dan aspalsebagai pengganti tanah atau rumput.Meskipun laju fotosistesis pada lahanpertanian dapat menyamai laju fotosintesispada hutan, namun jumlah cadangan karbonyang terserap lahan pertanian jauh lebih kecil.Selain itu, karbon yang terikat oleh vegetasihutan akan segera dilepaskan kembali keatmosfir melalui pembakaran, dekomposisisisa panen maupun pengangkutan hasil panen.Masalah utama yang terkait dengan alih gunalahan adalah perubahan jumlah cadangankarbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibatkonversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1
C yang terjadi selama penebangan danpembakaran, sedangkan penyerapan kembalikarbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat,hanya sekitar 5 Mg C ha-1 year-1.
Untuk mengurangi dampak perubahaniklim, upaya yang dapat dilakukan saat iniadalah meningkatkan penyerapan karbon(Sedjo and Salomon, 1988) dan/ataumenurunkan emisi karbon (Lasco, 2004).Penurunan emisi karbon dapat dilakukandengan: (a) mempertahankan cadangankarbon yang telah ada dengan: mengelolahutan lindung, mengendalikan deforestasi,
23
3. PENDUGAAN CADANGAN KARBON DIATAS PERMUKAAN TANAH PADA BERBAGAI
SISTEM PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATENNUNUKAN, KALIMANTAN TIMUR
Subekti Rahayu, Betha Lusiana dan Meine van Noordwijk
1 1 Pg = 1015 g = 109 Mg = 1 Gt
24
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
menerapkan praktek silvikultur yang baik,mencegah degradasi lahan gambut danmemperbaiki pengelolaan cadangan bahanorganik tanah, (b) meningkatkan cadangankarbon melalui penanaman tanaman berkayudan (c) mengganti bahan bakar fosil denganbahan bakar yang dapat diperbarui secaralangsung maupun tidak langsung (angin,biomasa, aliran air), radiasi matahari, atauaktivitas panas bumi (Lasco et al., 2004).
Peningkatan penyerapan cadangan karbondapat dilakukan dengan (a) meningkatkanpertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b)menambah cadangan kayu pada hutan yangada dengan penanaman pohon ataumengurangi pemanenan kayu, dan (c)mengembangkan hutan dengan jenis pohonyang cepat tumbuh (Sedjo and Salomon,1988). Karbon yang diserap oleh tanamandisimpan dalam bentuk biomasa kayu,sehingga cara yang paling mudah untukmeningkatkan cadangan karbon adalahdengan menanam dan memelihara pohon(Lasco et al., 2004).
Komponen cadangan karbon daratanterdiri dari cadangan karbon di ataspermukaan tanah, cadangan karbon di bawahpermukaan tanah dan cadangan karbonlainnya. Cadangan karbon di atas permukaantanah terdiri dari tanaman hidup (batang,cabang, daun, tanaman menjalar, tanamanepifit dan tumbuhan bawah) dan tanamanmati (pohon mati tumbang, pohon matiberdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buahyang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangankarbon di bawah permukaan tanah meliputiakar tanaman hidup maupun mati, organismetanah dan bahan organik tanah. Pemanenanhasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang ataukayu bakar), resin, buah-buahan, daun untukmakanan ternak menyebabkan berkurangnyacadangan karbon dalam skala plot, tetapibelum tentu demikian jika kita perhitungkandalam skala global. Demikian juga halnyadengan hilangnya bahan organik tanah melaluierosi. Beberapa sistem penilaian karbon global
memperhitungkan aliran karbon (khususnyayang berkaitan dengan pohon/kayu) dandekomposisi yang terjadi. Tetapi memperolehhasil penilaian yang konsisten cukup sulitapabila metode penilaian tidakmemperhitungan keseluruhan cadangankarbon yang ada, khususnya di daerahperkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkanlama hidup alat-alat rumah tangga yangterbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalambentuk kayu untuk jangka waktu yang lamadan tidak menjadi sumber emisi karbon.Canadell (2002), mengatakan bahwa untukmemperoleh potensial penyerapan karbonyang maksimum perlu ditekankan padakegiatan peningkatan biomasa di ataspermukaan tanah bukan karbon yang adadalam tanah, karena jumlah bahan organiktanah yang relatif lebih kecil dan masakeberadaannya singkat. Hal ini tidak berlakupada tanah gambut (van Noordwijk et al.,1997; Paustian et al., 1997)
Tulisan ini memaparkan studi yangdilakukan di Kabupaten Nunukan,Kalimantan Timur untuk mengukur cadangankarbon pada berbagai sistem penggunaanlahan. Studi dilakukan oleh proyek FORMACS(Pengelolaan Sumber Daya Alam untukPenyerapan Karbon) yang bertujuan untuk:
1. mengetahui cadangan karbon padaberbagai sistem penutupan lahan terutamapada sistem penggunaan lahan yang ada dilokasi studi.
2. mengetahui sistem penggunaan lahan yangdapat memberikan keuntungan bagimasyarakat di sekitar hutan tetapi tetapmempertahankan cadangan karbon di alam.
Metode
Skala plot
Sebelum melakukan pengukuran dilakukansurvei terlebih dahulu di Kecamatan Sebukudan Sembakung untuk mengidentifikasi sistempenggunaan lahan yang ada dan menentukan
25
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Gam
bar
3.1.
Pet
a pl
ot-p
lot p
engu
kura
n ka
rbon
.
26
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
kelas-kelas penutupan lahan yang berkaitandengan siklus dari masing-masing sistempenggunaan lahan. Pada survei ini ditentukan'strata' yang dianggap sebagai 'skema stratifiedsampling'.
Pengukuran dilakukan pada 54 plot contoh(lihat Tabel Lampiran 8) selama periodeDesember 2003 - Maret 2004, meliputi hutanprimer, hutan bekas tebangan2 (3, 10, 30, 50tahun setelah tebang pertama), padi ladang,jakaw (1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 15 tahun setelahpembukaan lahan), agroforestri (9, 11-20, 21-30 tahun) dan alang-alang. Pada tiap-tiap plotdilakukan pengukuran diameter dan tinggitanaman hidup dan tanaman mati. Tanamanhidup maupun mati yang berdiameter 5-30 cmdiukur pada plot berukuran 10 m x 30 m, danyang berdiameter > 30 cm diukur pada plot20 m x 100 m. Pengambilan contohtumbuhan bawah dan seresah dilakukandengan kuadran berukuran 2 x 0.5 m x 0.5 myang ditempatkan di dalam plot 10 m x 30 m.Protokol pengambilan contoh cadangan
karbon secara lengkap dapat dilihat dalamHairiah et al., 2001. Pada survei inipengukuran cadangan karbon hanya dilakukandi atas permukaan tanah.
Pohon
Cadangan karbon pada suatu sistempenggunaan lahan dipengaruhi oleh jenisvegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahanyang terdiri dari pohon dengan spesies yangmempunyai nilai kerapatan kayu tinggi,biomasanya akan lebih tinggi biladibandingkan dengan lahan yang mempunyaispesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.
Biomasa pohon (dalam berat kering)dihitung menggunakan "allometric equation"berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3m di atas permukaan tanah3 (dalam cm). Tabel3.1 berisi daftar allometric equation yangdigunakan dalam mengestimasi biomasa padaberbagai jenis vegetasi. Nilai kerapatan kayudiambil dari 'literature review' yang dikemasdalam database4.
Tabel 3.1. Allometric equation yang digunakan pada penghitungan biomass pohon.
3 Australian Greenhouse Office (2002) merekomendasikantiga metode untuk model biomasa yaitu: (i) allometricequtions antara diameter dan/atau tinggi untuk biomasa diatas permukaan tanah, (ii) model volume batang dankonversi ke biomasa di atas permukaan tanahmenggunakan sutau faktor (iii) hubungan basal areadengan biomasa http://www.greenhouse.gov.au/land/bush_workbook_a3/index.html
4 Nilai kerapatan kayu dipeloreh dari referensi yang telahdikemas dalam database. Sampai saat ini telah tersedia datakerapatan kayu dari 4000 species dari seluruh dunia di:http://www.worldagroforestry.org/sea/Products/AFModels/treenwood/treenwood.htm
Jenis pohon Allometric equation Sumber
Pohon-pohon bercabang B = 0.11ρ D2.62 Ketterings, 2001
Pohon tidak bercabang B = (π/40) ρ H D2 Hairiah, 2002
Nekromas (pohon mati) B = (π/40) ρ H D2 Hairiah, 2002
Kopi B = 0.281 D2.06 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002
Pisang B = 0.030 D2.13 Arifin, 2001; Van Noordwijk, 2002
Sengon B = 0.0272 D2.831 Sugiarto, 2002; Van Noordwijk, 2002
Palm B = BA* H*ρ Hairiah, 2000
BK = berat kering (kg pohon-1)H = tinggi tanaman (cm)ρ = kerapatan kayu (Mg m-3, kg dm-3 atau g cm-3)D = diameter (cm) setinggi dada (1.3 m)BA = Basal area (cm-2)
2 Hutan bekas tebangan adalah sisa hutan yang ditebangoleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan(HPH). Perusahaan pemegang HPH hanya menebangpohon yang berdiameter > 50 cm dan kemudianmeninggalkan hutan tersebut.
27
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Dari berat kering komponen penyimpankarbon dalam suatu luasan tertentu kemudiandikonversi ke nilai karbonnya denganperhitungan sebagai berikut:
Karbon biomasa = Total berat kering * 0.45
'Time-averaged' cadangan karbon
Untuk membandingkan potensi penyerapankarbon pada berbagai sistem penggunaanlahan, perlu diketahui waktu siklus karbon,nilai minimum dan maksimum karbon yangdiharapkan pada suatu lanskap. Jika tidak adaproses kegiatan intensifikasi atau adopsi carabaru, diasumsikan bahwa semua fase darisiklus karbon yang mewakili secara spasialsesuai dengan proporsinya secara total. "Time-averaged' cadangan karbon didefinisikansebagai integral antar waktu dari cadangankarbon pada masing-masing fase dari suatusiklus, dibagi dengan lama siklus. Untuksistem pertanian rotasional (bergilir), 'time-averaged' cadangan karbon dapat digunakanuntuk menduga pada skala lanskap (Palm,1995). Di Nunukan, sistem jakaw-padi adalahsuatu sistem rotasi. Dengan mengasumsikanlaju penyerapan karbon selama 'bera' dengan'time-independent', maka 'time-averaged'cadangan karbonnya dapat dihitung dengan:
C [Mg ha-1] = fcrop Ccrop + ffallow Cfallow =fcrop Ccrop + ffallow (Tfallow Cincr,fallow)/2 (1)
Dimana fcrop dan ffallow merupakan fraksi dariwaktu ketika lahan ditanami tanaman pangan ataudi'bera'kan, Ccrop dan Cfallow adalah cadangankarbon [Mg ha-1] pada fase tanaman pangan dan'bera', Tfallow adalah waktu yang digunakan dalamsatu kali siklus 'bera' (tahun) dan Cincr,fallow adalahlaju penyerapan karbon [Mg ha-1 tahun-1] selamafase 'bera'.
Hasil dan Pembahasan
Keragaman pohon
Keragaman kerapatan jenis kayu
Rangkuman dari nilai kerapatan kayu(berdasarkan database) untuk spesies yangditemukan pada berbagai sistem penggunaanlahan di Kabupaten Nunukan dicantumkandalam Tabel 3.2. Hutan primer mempunyaiprosentase spesies dengan kerapatan kayuberat hingga sangat berat sekitar 42%, hutanbekas tebangan 32%, agroforestri 11% danjakaw 19%. Jakaw dan agroforestri didominasioleh pohon dengan kerapatan kayu rendahhingga sedang (sekitar 80%).
Tabel 3.2. Kerapatan kayu dan sebaran kualitasnya pada berbagai sistem penggunaan lahan.
Sebaran spesies7 (%) Sistem penggunaan lahan
Nilai Tengah5 Kerapatan kayu
(Mg6.m-3) Ringan Sedang Berat Sangat berat
Hutan primer 0.68 34.2 23.4 11.7 30.6
Hutan bekas tebangan 0.61 25.9 41.3 17.6 15.2
Agroforestri 0.60 50.1 38.1 7.0 4.7
Jakaw 0.59 61.7 18.8 12.5 7.0
5 Nilai Kerapatan kayu diperoleh dari referensi berdasarkan penelitian. Sebagai contoh: Tengkawang (Shorea stenopteraBurck.) mempunyai nilai kerapatan kayu of 0,31 - 0,57 Mg.m-3. Dengan demikian nilai tengah kerapatan kayuTengkawang adalah 0.42 Mg.m-3.6 Mg = 106 g = 1 ton. Dalam studi ini, kita menggunakan satuan Mg.m-3 untuk menggantikan satuan kg.m-3, denganalasan satuan Internasional tersebut setara dengan gr.cm-3 (sementara kg.m-3 = 1000 x gr.cm-3).7 Kayu digolongkan ringan apabila kerapatannya < 0,6 gr.cm-3, sedang 0,6 - 0,75 gr.cm-3, berat 0,75 - 0,9 gr.cm-3 andsangat berat > 0,9 gr.cm-3 (Pendidikan Industri Kayu Atas, 1979).
28
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Spesies pohon di hutan primer mempunyainilai tengah kerapatan kayu yang relatif tinggiyaitu 0,68 g cm-3, sedangkan pada hutan bekastebangan 0,61 g cm-3, pada agroforestri 0.6 gcm-3 dan jakaw hanya sekitar 0.59 g cm-3
seperti terlihat pada Gambar 3.2.
Keragaman spesies
Pada hutan primer di lokasi studi, jenis-jenisvegetasi didominasi oleh kayu komersial darifamili Dipterocarpaceae seperti keruing(Dipterocarpus sp.), meranti (Shorea sp.) dankayu kapur (Dryobalanops sp.) yang menempati40%, sedangkan 60% diantaranya terdiri darijenis-jenis dari famili Ebenaceae (Diospyrossp.), Meliaceae (Aglaia sp.), Lauraceae(Beilschmiedia sp., Eusiderixylon sp.), Rutaceae(Muraya sp.), Sterculiaceae (Pterospermum sp.)
yang memiliki kisaran kerapatan kayu dariberat hingga sangat berat dan Sapotaceae(Palaquium sp.), Anacardiaceae (Buchanania sp.,Gluta sp.), Myriasticaceae (Horsfieldia sp.) yangmemiliki kerapatan kayu sedang. Sedangkanpada hutan bekas tebangan umur 0-10 tahundan 11-30 tahun, jenis-jenis pohon dari familiDipterocarpacea telah berkurang menjadisekitar 30%, karena ditebang. Pada hutanbekas tebangan 31-50 tahun, pohon dari familiDipterocarpacea menempati 78% dari totalpohon seperti ditampilkan pada Gambar 3.3.
Pada jakaw yang ditinggalkan selama 1tahun, vegetasi yang ada hanyalah pisanghutan. Tumbuhan perintis seperti sedaman(Macaranga sp.) dari famili Euphorbiaceaemulai tumbuh pada jakaw yang ditinggalkanantara 2 sampai 6 tahun.
Gambar 3.2. Frekuensi kumulatif kerapatan kayu pada hutan primer, hutan bekas tebangan, agroforestri danjakaw di Kabupaten Nunukan.
29
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Apabila dilihat berdasarkan jumlah jenistanaman berkayu yang ditemukan pada sistemagroforestri, jakaw, hutan bekas tebangan danhutan primer, jumlah jenis tertinggi terdapatpada hutan bekas tebangan 0-10 tahun (47jenis) dan jakaw 0-10 tahun (43 jenis) sepertiterlihat pada Gambar 3.4.
Sistem agroforestri yang umum dikelolaoleh petani-petani di Nunukan adalah sistemagroforestri berbasis pohon buah-buahan.Pada sistem agroforestri yang berumur 0-10tahun, selain pohon buah-buahan, masihterdapat jenis-jenis kayu kualitas rendah yangmerupakan sisa tebangan sepert terap
(Artocarpus sp.) dan sedaman (Macaranga sp.).Pada sistem agroforestri lebih dari 10 tahun,terdapat lebih banyak spesies buah-buahan.Pohon buah-buahan yang umum ditanamantara lain durian (Durio zibethinus), mangga(Mangifera indica), langsat (Lansium domesticum),cempedak (Artocarpus integer), rambutan(Nephelium lappaceum) dan kelapa (Cocosnucifera). Pada beberapa kebun ada jugatanaman kopi (Coffea sp.) dan cacao (Theobromacacao) dalam komponen agroforestri. Dalamsistem agroforestri ini jumlah species yang adahampis sama dengan di hutan, tetapi mem-punyai komposisi yang berbeda (Gambar 3.4)
Gambar 3.4. Jumlah jenis tanaman berkayu yang ditemukan pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kab.Nunukan, Kalimantan Timur.
Gambar 3.3. Komposisi jenisDipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae pada hutanprimer dan hutan bekas tebangandi Kab. Nunukan, KalimantanTimur.
30
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Keragaman ukuran
Keberadaan pohon yang berdiameter > 30 cmpada suatu sistem penggunaan lahan,memberikan sumbangan yang cukup berartiterhadap total cadangan karbon. Pada hutanprimer 70% dari total biomasa berasal daripohon yang berdiameter > 30 cm, sedangkanpohon yang berdiameter antara 5-30 cm hanyasekitar 30%. Hairiah dan Murdiyarso (in press),mengatakan bahwa pada hutan alam pohonyang berdiameter 5-30 cm (sapling) hanya adaapabila terjadi celah akibat pohon tumbang.
Pada hutan bekas tebangan, cadangankarbon pada pohon yang berdiameter >30 cmmengalami peningkatan seiring umur hutanbekas tebangan tersebut. Secara berturut turutpersentase cadangan karbon dari pohon yangberdiameter > 30 cm adalah 75%, 78% dan83% pada hutan bekas tebangan umur 0-10,11-30 dan 31-50 tahun.
Pohon yang berdiameter >30 cmmemberikan sumbangan cadangan karbonsebanyak 30% dari total karbon pada sistemagroforestri umur 0-10 tahun dan 15% padaumur 11-30 tahun. Perbedaan komposisiukuran pada sistem agroforestri terjadi karenaperbedaan jenis pohon yang ditanam. Pada
agroforestri umur 0-10 tahun, lahan yangdiambil sebagai contoh didominasi olehpohon buah-buahan, sedangkan padaagroforestri 11-30 tahun merupakan kebunkopi campuran, sehingga sumbangancadangan karbon lebih banyak berasal daripohon yang berdiameter 5-30 cm. Kopi(berdiamater 5-30 cm) yang ditanam secaramultistrata di Lampung, pada umur kebunantara 20-30 tahun memberikan sumbangancadangan karbon sebesar 41% dari totalcadangan karbon yang ada (Rahayu et al.,submitted).
Pada jakaw umur 0-10 tahun cadangankarbon 100% berasal dari pohon yangberdiameter antara 5-30 cm karena belumterdapat pohon yang berdiameter > 30 cm.Pada sistem jakaw petani membabat habissemua vegetasi yang ada, sehinggapertumbuhan bermula dari awal. Pada jakawumur > 10 tahun, pohon yang berdiameter >30 tahun sudah memberikan sumbanganbiomasa sebanyak 80% dari total biomasa.Jakaw umumnya didominasi oleh tanamanperintis yang cepat tumbuh sehingga dalamwaktu 15 tahun sudah banyak pohon yangmencapai diameter > 30 cm.
Gambar 3.5. Skema hubunganantara komposisi spesies dengankomposisi biomasa pada berbagaibentuk penggunaan lahan yangmerupakan perubahan dari hutanalam di Kab. Nunukan.
31
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Biomasa karbon
Total biomasa karbon
Estimasi cadangan karbon di atas permukaantanah pada berbagai sistem penggunaan lahandi Kab. Nunukan berkisar antara 4,2 - 230 Mgha-1, seperti tercantum dalam Tabel 3.3.Cadangan karbon di atas permukaan tanahpada hutan primer di Kec. Sebuku danSembakung, Kab. Nunukan masih tergolongcukup baik, yaitu 230 Mg ha-1. Studi dariproyek Alternatives to Slash-and-Burn (ASB)di Sumatra menemukan bahwa cadangankarbon pada hutan primer mencapai 300 MgC ha-1 (Hairiah and Murdiyarso, in press).Hutan di Indonesia diperkirakan mempunyaicadangan karbon berkisar antara 161-300 MgC ha-1 (Murdiyarso et al., 1995). Lasco (2002)telah mereview berbagai studi mengenaicadangan karbon di Asia Tenggara. Cadangankarbon di hutan tropik Asia berkisar antara40-250 Mg C ha-1 untuk vegetasi dan 50-120Mg C ha-1 untuk tanah. Pada studi invetarisasigas rumah kaca, IPCC merekomendasikansuatu nilai cadangan karbon 138 Mg C ha-1
(atau 250 Mg ha-1 dalam berat kering biomasa)untuk hutan-hutan basah di Asia (Lasco,2002).
Cadangan karbon di hutan alam dijadikansebagai acuan dalam studi ini. Pengukuranpada hutan bekas tebangan mendapatkan nilai
cadangan karbon berkisar antara 80-92%. Darinilai tersebut, tidak diketahui polanya denganjelas mengenai periode waktu setelahpenebangan. Faktor yang mempengaruhiadalah:
• Komposisi asli dari hutan: hal yangmenarik dari hutan adalah jumlah spesiesyang dapat diambil maupun lokasi; hutanyang ditebang lebih awal mungkin berbedadengan hutan yang ditebang belakangan.
• Perubahan dalam praktek penebangan dariwaktu ke waktu, dalam kaitannya denganpasar (dengan upah yang lebih besar perpohon, merupakan hal yang menarik secaraekonomi untuk melakukan penebangan),teknik pemanenan, peraturan pemeritahdan monitoring sesuai dengan hukum
Karena tidak ada analisis lebih lanjutmengenai faktor-faktor di atas, maka dariberbagai plot bekas tebangan diambil rata-ratadan digunakan sebagai indikasi untuk 'hutanbekas tebangan', tanpa melihat komponenwaktu pemulihannya. Lasco (2002),mengatakan bahwa aktivitas penebanganhutan untuk pemanenan kayu berperan dalammenurunkan cadangan karbon di ataspermukaan tanah minimal 50%. Di hutantropis Asia, penurunan cadangan karbonakibat aktivitas tersebut berkisar antara 22%-67%, di Indonesia diperkirakan 38%-75%.Meskipun demikian, kerusakan akibat
Tabel 3.3. Rata-rata cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahandi Kabupaten Nunukan.
Jenis penggunaan lahan Cadangan karbon (Mg ha-1) Persentase (%)
Hutan primer 230,1 100
Hutan bekas tebangan 0-10 tahun 206,8 90
Hutan bekas tebangan 11-30 tahun 212,9 92
Hutan bekas tebangan 31-50 tahun 184,2 80
Jakaw 0-10 tahun 19,4 8
Jakaw >10 tahun 58,0 25
Agroforestri 0-10 tahun 37,7 16
Agroforestri 11-30 tahun 72,6 31
Imperata 4,2 2
Padi 4,8 2
32
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
penebangan dapat diturunkan dengan praktekpenebangan yang sesuai (menggunakan tektikpengarahan rebahnya pohon dan perencaaanuntuk pengangkutan).
Cadangan karbon di atas permukaan tanahpada agroforestri umur 0-10 tahun adalah 37.7Mg ha-1 dan pada umur 11-30 tahun mencapai72,6 ton ha-1 atau sekitar 16% dan 32% darihutan primer. Sistem jakaw umur 0-10 tahunmempunyai cadangan karbon di ataspermukaan tanah 19 ton ha-1 dan pada umur15 tahun 58 ton ha-1 atau 8% dan 25% darihutan primer. Pada sistem agroforestricadangan karbonnya lebih tinggi biladibandingkan dengan sistem jakaw, karenapada agroforestri masih terdapat sisa-sisapohon bekas tebangan sedangkan pada jakawpetani melakukan menebang dan membakarsemua vegetasi yang ada.
Pada lahan alang-alang dan padi di lokasistudi cadangan karbon di atas permukaantanah hanya 4 Mg ha-1 dan 4,8 Mg ha-1.Cadangan karbon yang berupa biomasa padatanaman padi, akan dilepaskan kembali ketikapanen melalui hasil panen berupa padimaupun pembakaran jerami atau dekomposisijerami. Selain itu, penurunan cadangan karbonjuga terjadi akibat penyiangan gulma,pengolahan tanah dan pengairan (Hairiah danMurdiyarso, inpress).
Komposisi komponen penyusun cadangankarbon
Pohon merupakan komponen terbesar daribiomasa di atas permukaan tanah. Hasil daristudi ini menunjukkan bahwa biomasa pohondari hutan primer, hutan bekas tebangan danagroforestri umur 11-30 tahunmenyumbangkan 90% dari total karbon(Gambar 3.6). Nekromasa, tumbuhan bawahdan seresah hanya memberikan sekitar 10%.Kondisi ini hampir sama dengan pengamatanyang pernah dilakukan di hutan sekuderSumberjaya, Lampung yaitu 8% (VanNoordwijk et al., 2002).
Pada jakaw 0-10 tahun, cadangan karbonyang berasal dari biomasa pohon paling kecilbila dibandingkan dengan sistem penggunaanlahan lainnya yaitu 68%. Nekromasamenempati 2,5%, tumbuhan bawah 7% danseresah 21,5%. Sistem agroforestri umur 0-10tahun mempunyai 78,3%, 0,4%, 5% dan17,6% dari total karbon dalam bentuk biomas,nekromasa, tumbuhan bawah dan seresah.Pada agroforestri, biomasa pohon mengalamipeningkatan seiring dengan waktu. Plot jakawmempunyai nekromasa yang lebih tinggi(secara relatif maupun secara mutlak).Keadaan ini sangat erat kaitannya denganteknik pembukaan lahan yang dilakukan olehpetani. Sistem tebang-bakar yang dilakukanpetani menyisakan nekromasa dan seresahrelatif banyak. Seiring pertambahan waktu,dekomposisi nekromas dan seresah terjadi,sehingga komposisi nekromas mengalamipenurunan. Demikian juga terjadi padatumbuhan bawah, semakin rapat kanopipohon, biomasa tumbuhan bawah semakinberkurang karena berkurangnya cahayamatahari yang mencapai lantai kebun. Padaimperata sumber cadangan karbon hanyaterdapat pada tumbuhan bawah (48%) danseresah (52%).
Time-averaged cadangan karbon
Nilai cadangan karbon mencerminkandinamika karbon dari sistem penggunaanlahan yang berbeda, yang nantinya digunakanuntuk menghitung 'time-averaged karbon' diatas permukaan tanah pada masing-masingsistem. Time-averaged karbon tergantungpada laju akumulasi karbon, karbonmaksimum dan minimum yang tersimpandalam suatu sistem penggunaan lahan, waktuuntuk mencapai karbon maksimum dan wakturotasi (Palm et al., in press).
Pada hutan alam diasumsikan bahwacontoh yang diambil secara langsung dapatmewakili 'time-averaged' cadangan karbon,karena telah mencerminkan skala mosaik daribagian siklus regenerasi.
33
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Data untuk bekas tebangan, denganmelihat perbedaan waktu setelah penebangantidak menunjukkan pola yang diharapkan(garis titik-titik pada Gambar 3.6), penurunansecara langsung terjadi karena pengambilanbiomasa, diikuti oleh kematian pohon danselanjutnya terjadi pertumbuhan kembalivegetasi. Pada plot bekas tebangan 31-50tahun khususnya, tidak ada hubungan yangsesuai. Tidak adanya pola antar waktu yangdapat mengiterpretasikan data ini, maka akandigunakan rata-rata dari plot-plot bekastebangan tanpa memperhitungkan waktuuntuk mengestimasi 'time-averaged' cadangankarbon.
Pada sistem penggunaan lahan agroforestridan jakaw-padi, cadangan karbon antar waktumenunjukkan adanya peningkatan seperti yangdiharapkan (Gambar 3.7). Peningkatan secaralinear dengan intersep yang sangat kecilterlihat pada sistem jakaw, sementara padaagroforestri menunjukkan intersep yang lebihtinggi secara substansial (adanya sisa pohondari hutan), begitu juga laju peningkatannyalebih rendah.
Laju penyerapan karbon pada jakawdiperkirakan 3,66 Mg ha-1 tahun-1 dan padasistem agroforestri adalah 2,00 Mg ha-1 tahun-1
(Gambar 3.7), dapat dibandingkan dengansistem 'bera' (fallow) yang diamati di
Gambar 3.6. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan komposisinya di Kab. Nunukan.
34
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Sumberjaya, Lampung yaitu 3,44 Mg ha-1
tahun-1 (Van Noordwijk et al., 2002).Berdasarkan pada peningkatan secara linierdari total cadangan karbon antar waktu, dapat
diturunkan "time-averaged' cadangan karbonsebagai suatu fungsi panjang rotasi untuksistem jakaw-padi dengan menggunakanrumus 1.
Tabel 3.4. Nilai 'time-averaged' cadangan karbon pada empat sistem penutupan lahan/penggunaanlahan utama pada lahan kering Kab. Nunukan; pada sistem agroforestri dideskripsikan dua tipe strategiperemajaan pohon yang berbeda (sistem rotasi atau sistem sisipan); jenis yang dominan saat ini ditandaidengan sistem penggunaan lahan dengan huruf tebal.
Lama siklus (tahun) Time-averaged Cadangan karbon (Mg ha-1)
Relatif terhadap hutan
Hutan primer (sisa hutan)
230,1 100,0
Hutan bekas tebangan (pada berbagai intensitas penebangan)
202,7 88,1
Agroforestri 15 25,5 11,1
(rotational) 25 35,5 15,4
40 50,5 21,9
(sisipan)
umur rata-rata 25 70,9 30,8
umur rata-rata 40 100,9 43,8
Jakaw-padi 4 7,0 3,0
1 tahun tanaman pangan 6 10,5 4,6
X-1 tahun 'bera' (fallow) 8 14,1 6,1
10 17,8 7,7
15 26,9 11,7
20 36,0 15,6
Imperata (alang-alang) 4,2 1,8
(kebakaran setiap tahun)
Gambar 3.7. Pertumbuhan cadangan karbon pada agroforestri dan jakaw di Kec. Sebuku dan Sembakung, Kab.Nunukan, Kalimantan Timur.
35
Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur
Pada sistem agroforestri ada dua situasiyang perlu dijelaskan: salah satu dari sistemagroforestri yang ada merupakan peremajaandengan menempatkan tanaman baru ataumenyisipkannya pada ruang kosong dalamsuatu lahan ('sisipan') dan memilih beberapapohon hutan untuk dipertahankan. Pada kasusini 'time-averaged' cadangan karbonnyatergantung pada rata-rata 'umur suksesi' darisistem tersebut. Pada sistem lainnya,agroforestri diperbarui pada tingkat lahandengan menebang pohon dan mulaimembangun dari titik nol suatu siklus. Sistemagroforestri yang ada di Kab. Nunukansebagian besar berupa sistem 'sisipan'.Penanaman pohon yang lebih intensif sebagaitanaman pangan cenderung dilakukan padatipe rotasi (pergiliran tanaman).
Kesimpulan
Hutan alam di Kabupaten Nunukanmempunyai cadangan karbon sebanyak 230Mg ha-1. Nilai ini masih dalam kisaran dariperkiraan cadangan karbon di Sumatramaupun pada tempat lain di Kalimantan.Dampak penebangan terhadap cadangankarbon relatif kecil (hanya menurunkan 12%dari cadangan karbon yang ada), tetapisebenarnya ada kemungkinan cadangankarbon di hutan alam tersebut lebih tinggi dankehilangan akibat penebangan menjadi lebihtinggi dengan asumsi bahwa hutan alam yanglebih baik kondisinya telah ditebangsebelumnya sehingga hutan yang tersisa tidakdapat mewakili kondisi aslinya.
Ada dua sistem yang umum dilakukanpetani di Kecamatan Sebuku dan Sembakungyaitu (i) sistem Jakaw-padi, dimana petanimenebang dan membakar pada plot bekastebangan dan menanam padi lahan keringselama satu tahun atau lebih sebelum petanimeninggalkan lahannya dan membiarkandalam keadaan 'bera' (fallow), dan (ii) sistemagroforestri, dimana petani menanam pohon
buah-buahan di antara pohon-pohon sisatebangan yang masih ditinggalkan.
Pengukuran pada skala plot menemukanbahwa cadangan karbon pada sistemagroforestri lebih tinggi dari pada sistemjakaw, dengan nilai antara 19 Mg ha-1 dan 58Mg ha-1 pada jakaw yang diberakan 0-10 tahundan lebih dari 10 tahun, 38 Mg ha-1 dan 73 Mgha-1 pada agroforestri yang dikelola 0-10 tahundan 11-30 tahun. Perkiraan cadangan karbonpada agrofotesrtri berbasis buah dan kayuyang ditemukan di lokasi studi terlihat lebihrendah bila dibandingkan dengan sistemagroforestri lainnya, seperti agroforestriberbasis kopi dan karet. Hal ini terjadi karenajenis pohon yang ada pada agroforestriberbasis buah dan kayu merupakan jenis-jenisdengan nilai kerapatan kayu rendah (sebagianbesar merupakan pohon sisa tebangan yangnilai komersialnya rendah).
Laju penyerapan karbon tahunan setelahpenebangan pada sistem agroforestri yangberada pada stadia suksesi muda berkisarantara 2-4 Mg ha-1 tahun-1 , lebih rendah darilaju pertumbuhan pada hutan tanaman yangdikelola yaitu 5-7 Mg ha-1 tahun-1. Meskipundemikian, laju penyerapan karbon tidakdiperlukan dalam perhitungan, sebagaiperbandingan digunakan 'time-averaged'cadangan karbon karena dapat memberikanperbandingan langsung.
Konversi dari hutan ke lahan pertanianuntuk padi lahan kering − siklus pertumbuhan'bera' (fallow) akan menurunkan cadangankarbon lebih dari 85%, tergantung padalamanya siklus 'bera'. Agroforestri merupakanpenggunaan lahan yang dapat dipilih, karenapengelolaan pohon secara intensif dapatmemberikan pendapatan, dan diharapkanberfungsi sebagai penyerap karbon (cadangankarbonnya 31% dari hutan alam).
Berdasarkan data yang diperoleh,disarankan bahwa bentuk pengelolaan yangbaik terhadap hutan bekas tebangan dengan
36
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
menghindari degradasi hutan memberikanpeluang yang paling baik dalammempertahankan cadangan karbon di Kab.Nunukan, selain itu juga memberikanpendapatan bagi masyarakat lokal. Dalamprakteknya, penebangan merupakan awal daridegradasi selanjutnya. Untuk mengurangihilangnya cadangan karbon, suatu pengelolaanlahan yang berkelanjutan dengan pertanianyang dikelola secara intensif merupakan halpokok yang diperlukan. Agroforestri dansistem penggunaan lahan berbasis pohonlainnya menyediakan 'income' (pendapatan)dengan cadangan karbon sekitar 20-40% darihutan alam, tergantung pada pengelolaan yangdilakukan.
Secara keseluruhan, pengelolaan terhadapaktivitas penebangan merupakan prioritasutama dalam upaya menurunkan kehilangancadangan karbon. Sementara itu, penekananpada bentuk penggunaan lahan sistemagroforestri dapat menyediakan suatu bagiandari upaya penurunan kehilangan cadangankarbon. Diskusi selanjutnya, seperti pilihanmasyarakan (option), yang berkaitan dengancadangan karbon perlu dikombinasikandengan profitabilitas, kesempatan kerja dan'return to labour', seperti didiskusikan padabab terakhir dari laporan ini.
37
Pendahuluan
Latar Belakang
Hutan memiliki cadangan karbon yang sangatbesar. Pulau Kalimantan merupakan pulauterbesar di Indonesia dengan areal hutan yangcukup luas, tetapi juga memiliki lajupenurunan areal dan kualitas hutan yangsangat cepat. Dengan kondisi seperti ini,Kalimantan telah menjadi pusat perhatiandalam diskusi yang menyangkut dinamikatutupan hutan beserta dampaknya terhadapcadangan dan penyerapan karbon.
Proyek FORMACS di KabupatenNunukan dicanangkan untuk mengujipengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagaisebuah pendekatan dalam memperbaiki tarafkehidupan masyarakat lokal dan mengurangiekses terhadap perubahan tutupan hutan.Pemantauan cadangan karbon diperlukanuntuk mengevaluasi efektivitas pendekatanyang dilakukan pada proyek ini dalammencapai tujuan dan untuk menentukaninformasi dasar mengenai laju perubahanlahan, sebelum proyek dapat sepenuhnyaberjalan secara efektif.
Teknologi penginderaan jauh merupakansalah satu cara yang efektif dalam melakukan
pemantauan perubahan lahan dari waktu kewaktu. Integrasi data perubahan tutupanvegetasi dengan data hasil pengukurancadangan karbon pada skala plot dapatmemberikan pendugaan perubahan cadangankarbon pada skala lanskap. Secara umum duametode yang akan dilakukan dalam studi iniadalah:
1. Pendekatan yang dilakukan denganmembangun relasi kuantitatif antarainformasi dari skala piksel pada citra satelitdengan cadangan karbon. Relasi inikemudian digunakan sebagai dasar untukmelakukan ekstrapolasi spasial.
2. Pendekatan yang dilakukan denganmengklasifikasikan kelas-kelas penutupanlahan menjadi kelas-kelas penggunaan lahanyang kemudian dikonversi menjadi kelascadangan karbon berdasarkan atributcadangan karbon dari kelas penggunaanlahan tersebut.
Kedua pendekatan di atas memilikikelebihan dan kekurangan masing-masing,oleh karena itu tidak tertutup kemungkinanuntuk memadukan kedua pendekatan tersebut.Studi ini dilakukan dengan menggunakaankedua metode di atas, yang kemudiandilanjutkan dengan analisa tingkatketidakpastian (uncertainty) dari setiap metode.
4. ALIH GUNA LAHAN DI KABUPATENNUNUKAN: PENDUGAAN CADANGAN
KARBON BERDASARKAN TIPE TUTUPANLAHAN DAN KERAPATAN VEGETASI PADA
SKALA LANSKAP
Atiek Widayati, Andree Ekadinata dan Ronny Syam
38
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah:
1. Melakukan analisis perubahan lahanKabupaten Nunukan pada tahun 1996sampai 2003 dengan membandingkan duapeta penutupan lahan yang dihasilkan olehanalisa data pengindaran jauh secaraterpisah pada masing-masing tahun.
2. Membuat peta kerapatan vegetasi melaluianalisis Normalized Difference VegetationIndex (NDVI) yang dihasilkan melaluipengolahan data pengindraan jauh.
3. Membangun relasi antara data pengukurancadangan karbon di lapangan dengan nilaiNDVI pada tingkat piksel, yang kemudianakan digunakan sebagai basis ekstrapolasicadangan karbon pada skala lanskap.
4. Membangun relasi antara rata-ratapendugaan cadangan karbon untuk tiapkelas penutupan lahan dan perubahantutupan lahan sebagai salah satu alternatifdalam penaksiran cadangan karbon padaskala lanskap.
5. Menganalisa kelebihan dan kekuranganpendekatan-pendekatan yang digunakanberdasarkan tingkat ketidakpastian dalamrelasi yang dibangun, untuk digunakansebagai pertimbangan dalam penggunaanmetode yang sama di masa yang akandatang.
Lokasi Studi
Kabupaten Nunukan terletak di bagian timurlaut Propinsi Kalimantan Timur. WilayahKabupaten Nunukan mencakup enam
kecamatan yaitu Krayan, Lumbis, Sebuku,Sembakung, Nunukan, dan Sebatik. Lokasidan batas administrasi Kabupaten Nunukanditunjukkan oleh Gambar 1.1. Sebagian besarwilayah Kabupaten Nunukan, terbentuk olehDAS (Daerah Aliran Sungai) Sembakung danSebuku dimana hubungan dataran tinggi-dataran rendah/pantai terdapat padaKecamatan Lumbis-Kecamatan Sembakungdan Kecamatan Sebuku-Kecamatan Nunukan.Kecamatan Krayan yang terletak di bagianbarat Kabupaten Nunukan, memiliki aliransungai yang bermuara ke Kabupaten Malinaudan sama sekali terpisah dari jaringan sungaiutama Kabupaten Nunukan (Gambar 4.1).Daerah ini juga memiliki dinamika perubahantutupan hutan yang berbeda dengan daerahlain di Nunukan. Berdasarkan hal tersebut,pembahasan mengenai cadangan karbondalam tulisan ini akan difokuskan pada areaDAS Sembakung dan Sebuku.
Data
Citra Satelit
Sejumlah citra Landsat multitemporal digunakanuntuk membuat peta penutupan lahanKabupaten Nunukan. Waktu perekamanmasing-masing citra satelit tercantum padaTabel 4.1, sedangkan cakupan citra satelit diwilayah Kabupaten Nunukan diperlihatkanpada Gambar 4.2.
Karakter Spasial dan Spektral CitraLandsat
Citra Landsat memiliki 7 kanal spektraldengan resolusi spasial 30 m. Cakupanspektrum citra Landsat, berkisar antara 0,45-
Tabel 4.1. Waktu perekaman citra satelit Landsat
Path/row Landsat 5/ETM Landsat 7/ETM
117/057 29 Desember 1996 23 Januari 2003
118/057 13 Juli 1996 22 Mei 2003
118/058 17 Agustus 1997 22 Mei 2003
39
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.1. Peta Elevasi Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur
Gambar 4.2. Cakupan citra Landsat
40
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
0,69 m pada spektrum sinar tampak dan 0,76-2,35 m pada spektrum infra merah. Masing-masing kanal spektral Landsat mewakiliberbagai karakteristik spektral yang dapatdigunakan untuk mengidentifikasi berbagaipenampakan di permukaan bumi.Karakteristik spektral tersebut ditunjukkanoleh Tabel 4.2.
Data Spasial Pendukung
Data spasial pendukung dibutuhkan dalambeberapa analisa yang akan dilakukan diKabupaten Nunukan. Berdasarkan tipeinformasinya, data spasial pendukung yangdibutuhkan meliputi peta: topografi,pembagian administratif, geologi dan sistemlahan. Daftar peta yang digunakan dalam studiini ditunjukkan oleh Tabel 4.3.
Metode
Klasifikasi Penutupan Lahan danPerubahan Penutupan Lahan
Metode yang digunakan dalam analisaperubahan penutupan lahan adalah metodePost Classification Comparison. Data perubahanpenutupan lahan yang digunakan dalammetode tersebut berupa data yang berasal daripeta penutupan lahan multiwaktu. Diagramalir klasifikasi penutupan lahan dan deteksiperubahannya ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Koreksi Citra Satelit
Koreksi Radiometrik
Data penginderaan jauh yang diperoleh dariwahana satelit memberikan informasi tentang
Table 4.3. Daftar peta-peta pendukung.
No Judul Skala Sumber
1 Peta topografi 1:50.000 Dit Top Angkatan Darat
2 Peta perencanaan wilayah - BAPPEDA Nunukan
3 Peta geologi 1:250.000 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
4 Peta sistem lahan 1:250.000 Departemen Transmigrasi
Tabel 4.2. Karakteristik spektral citra Landsat (Lillesand dan Kiefer, 1994)
Saluran (band) Panjang Gelombang (μμm)
Sifat dan Aplikasinya
1 0.45-0.52 • Tanggap peningkatan penetrasi tubuh air • Mendukung analisis sifat khas lahan, tanah, vegetasi
2 0.53-0.6 • Mengindera puncak pantulan cegetasi • Menekankan perbedaan vegetasi dan nilai kesuburan
3 0.63-0.69 • Untuk memisahkan vegetasi • Saluran pada serapan klorofil dan memperkuat kontras vegetasi dan bukan
vegetasi 4 0.76-0.9 • Tanggap biomasa vegetasi
• Identifikasi tipe vegetasi • Memperkuat kontras tanah - tanaman dan lahan - air
5 1.55-1.75 • Menentukan jenis tanaman dan kandungan air tanaman • Membantu menentukan kondisi kelembaban tanah
6 10.4-12.5 • Deteksi suhu obyek • Analisa gangguan vegetasi • Perbedaan kelembaban tanah
7 2.08-2.35 • Pemisahan formasi batuan • Analisis bentuk lahan
41
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.3. Diagram alir klasifikasi penutupanlahan dan deteksi perubahannya.
reflektansi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. Jumlah reflektansi yangditangkap oleh sensor satelit diwujudkandalam bentuk nilai digital (DigitalNumber/DN) atau disebut juga Digital Counts(DC) pada citra. Pada saat nilai reflektandiubah oleh sensor satelit menjadi nilai digitaldalam suatu skala tertentu terdapat kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh beberapafaktor, antara lain: kondisi atmosfer pada saatcitra direkam, scene illumination, variasipandangan secara geometri dan karakteristikrespon sensor (Lillesand and Kiefer, 1994 andChavez, 1996). Kesalahan-kesalahan tersebutdapat dihilangkan dalam proses koreksiradiometrik.
Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik dilakukan untukmemperbaiki citra satelit akibat kesalahangeometrik. Kesalahan-kesalahan geometrikyang ada pada citra satelit dapat diakibatkanoleh beberapa faktor antara lain: variasiketinggian tempat, variasi ketinggian satelit,variasi kecepatan sensor, kesalahan panoramik,kelengkungan bumi, refraksi atmosfer, variasibentuk relief permukaan bumi dan ketidak-linieran cakupan sensor satelit (IFOV/Instantaneous Field of View) (Lillesand andKiefer, 1994). Pada penelitian ini, denganasumsi bahwa kesalahan geometrik yangterjadi pada citra satelit berupa kesalahan non
42
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
sistematis maka proses koreksi geometrik yangdilakukan dengan menggunakan hubunganmatematik antara koordinat piksel dalam citrasatelit dengan koordinat piksel sebenarnya dilapangan. Hubungan matematik dihasilkandari data Ground Control Point (GCP) yangdiperoleh dari peta topografi.
Klasifikasi Penutupan Lahan
Klasifikasi penutupan lahan dilakukan denganmenggunakan metode klasifikasi terbimbing(supervised classification). Dalam metodeklasifikasi terbimbing sejumlah area contoh(training area) digunakan untuk menentukanbatasan nilai spektral tiap tipe penutupanlahan. Nilai tersebut akan digunakan olehsuatu algorithma klasifikasi untuk mengidenti-fikasi nilai-nilai spektral lain pada area tertentudalam citra satelit. Hasil proses algorithmaklasifikasi berupa citra yang telah dikategorisa-sikan menjadi beberapa tipe penutupan lahan.
Area Contoh
Dataset area contoh dikumpulkan pada saatkegiatan pengecekan lapangan. Letak areacontoh di lapangan direkam dengan GPS(Global Positioning System). Kelas penutupanlahan yang dapat diidentifikasi di lapanganselama kegiatan pengecekan lapangansebanyak 13 kelas, kelas-kelas tersebut dapatdilihat pada Tabel 4.4.
Gambar 4.4. Tipe penutupan lahan di Kabupaten Nunukan, agroforestri (kiri atas), kelapa sawit muda (kananatas). Tambak (kiri bawah) dan hutan sekunder (kanan bawah)
Tabel 4.4. Kelas-kelas Penutupan Lahan
No Kelas Penutupan Lahan 1 Mangrove (Bakau) 2 Hutan Primer 3 Hutan Tanaman Industri 4 Hutan Bekas Tebangan 5 Hutan Sekunder 6 Kebun Campuran Tua (agroforestri) 7 Kebun Campuran Muda (agroforestri) 8 Kebun Kelapa Sawit muda 9 Semak 10 Lahan terbuka 11 Pemukiman 12 Kolam Ikan 13 Badan air
43
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.5. Struktur Klasifikasi bertingkat
Klasifikasi Citra Satelit
Proses klasifikasi untuk menghasilkan petapenutupan lahan Nunukan, dilakukanberdasarkan suatu struktur klasifikasibertingkat yang ditunjukkan pada Gambar 4.5.Terdapat 3 tingkatan proses klasifikasi dalamklasifikasi bertingkat, dimana tiap tingkatanmenggunakan sumber informasi yang berbedadengan menggabungkan batasan nilai spektralcontoh yang diperoleh dari citra satelit daninformasi tambahan yang berasal dari petatematik. Ketiga tingkatan tersebut adalah:
• Tingkatan pertama digunakan untukmengklasifikasikan tipe penutupan lahandengan hanya mengunakan informasi daridataset area contoh. Kelas-kelas hasil klasi-fikasi tingkat pertama umumnya berupagabungan dari dua kelas penutupan lahan,oleh karena itu harus dipisahkan padaproses klasifikasi tingkat kedua dan ketiga.
• Pada proses klasifikasi tingkat kedua, duakomponen kelas "mangrove dan hutanprimer" dapat dipisahkan denganmenggunakan informasi tematik dari petasistem lahan, peta geologi dan petatopografi. Untuk kelas besar "hutansekunder" dibedakan menjadi dua: hutantanaman industri diidentifikasimenggunakan peta konsesi hutan tanamanindustri Kabupaten Nunukan, sedangkankebun campuran tua diidentifikasimenggunakan keterkaitan kebun tersebutdengan pemukiman, jalan dan sungai.Hutan bekas tebangan dapatdiklasifikasikan menggunakan informasitematik yang terdapat pada peta bataskonsesi hutan Kabupaten Nunukan danadanya jalan sarad yang dapat dilihatdengan jelas pada citra Landsat.
• Klasifikasi tingkat ketiga dilakukan untukmemisahkan kelas hutan bekas tebangan
44
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
menjadi dua kategori. Klasifikasi tingkatketiga menggunakan informasi yangdiperoleh dari plot-plot pengamatan diKabupaten Nunukan.
Deteksi perubahan penutupan lahan
Deteksi perubahan penggunaan lahandilakukan dengan metode Post ClassificationComparison (Sunar, 1998). Citra terklasifikasiKabupaten Nunukan tahun 1996 dan 2003 di-overlay dan dibandingkan satu dengan lainnyauntuk menghitung perubahan penutupanlahan.
Pemetaan kerapatan vegetasi
Respon spektral citra satelit umumnyamemiliki sensitivitas terhadap kerapatanvegetasi (indeks luas daun/Leaf AreaIndex/LAI), tajuk pohon dan kandungan air didaun tumbuhan. Kerapatan vegetasi akanbertambah dari lahan terbuka hingga beberapatahap suksesi, namun pantulan dalamspektrum sinar tampak berkurang karenaadanya penambahan luasan daun danpenyerapan, begitu juga pada bayangan yangdiakibatkan oleh tajuk pohon. Indeks luasdaun maksimal lebih cepat tercapai pada saatawal suksesi, berbeda dengan basal areamaksimum pohon dan biomas pohon. Padasaat yang sama terjadi peningkatan pantulanspektrum infra merah yang diakibatkan adanyapantulan dari tajuk, transmisi gelombang yangmelewati tajuk dan pantulan tanah (Coops etal., 1997). Hubungan antara respon spektralpada spektrum sinar tampak dan infra merahdengan kerapatan vegetasi dapat dijelaskandengan suatu indeks yang disebut 'indeksvegetasi' (Huete, 1998). Indeks vegetasimerupakan kombinasi matematis antara bandmerah dan band NIR yang telah lamadigunakan sebagai indikator keberadaan dankondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer, 1994).Penelitian ini menggunakan salah satu indeksvegetasi yaitu Normalized Difference VegetationIndex (NDVI).
Perhitungan NDVI
NDVI pada dasarnya mengukur kemiringan(slope) antara nilai asli band merah dan bandinfra merah di angkasa dengan nilai bandmerah dan infra merah yang ada dalam tiappiksel citra. Berikut ini adalah rumuspenghitungan NDVI:
dimana NIR = nilai band infra merah; Red =nilai band merah
Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1.Nilai -1 sampai 0 menunjukkan daerah yangtidak memiliki penutupan vegetasi.
Dalam penelitian ini, nilai NDVI ditunjuk-kan dalam persentase, dimana nilai terendah (-1) ditunjukkan dengan angka 0 dan nilaitertinggi (1) ditunjukkan dengan angka 100.
Pendugaan penutupan lahan yangberada di bawah awan
Akibat tingkat penutupan awan pada citracukup tinggi (40%) akan menghasilkan petapenutupan lahan dengan jumlah area bernilai"No Data" cukup luas dan akan berpengaruhpada hasil perhitungan perubahan penutupanlahan. Data luas tiap tipe penutupan lahanyang akurat juga sulit diperoleh karenapenutupan awan pada citra meliputi tipepenutupan lahan yang berbeda-beda. Dataluas tersebut diperlukan pada saat pendugaancadangan karbon pada skala lanskap. Untukmenduga tipe dan luas penutupan lahan yangada di bawah penutupan awan digunakanmetode pendekatan SIG. Metode inimenggunakan kombinasi informasi tipepenutupan lahan yang berasal dari areal yangbebas penutupan awan, sistem penggunaanlahan dan data elevasi. Diagram alir metodependugaan tipe dan luas penutupan lahan dibawah penutupan awan ditunjukkan padaGambar 4.6.
NNDDVVII = NNIIRR - RReeddNNIIRR + RReedd
45
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Pendugaan Cadangan Karbon
Pendugaan cadangan karbon berdasarkan dataspasial dilakukan dengan dua metode yaitu:
• Metode pertama: menggunakan informasiluas penutupan lahan yang sudahmerupakan gabungan dari hasil klasifikasidan hasil pendugaan daerah di bawahtutupan awan yang dilakukan denganmenggunakan metode seperti Gambar 4.6.Kemudian luas tiap kelas penutupan lahandikalikan dengan data hasil perhitungancadangan karbon di atas tanah (above groundCarbon stock) dari kelas penutupan lahanyang bersangkutan. Data perhitungancadangan karbon di atas tanah tiap kelaspenutupan lahan di peroleh dari Bab 2(Rahayu et al., buku ini) dengan datatambahan dari pustaka lain untuk tipepenutupan lahan yang tidak diambilcontohnya.
• Metode kedua: menggunakan hubunganmatematis antara nilai NDVI piksel citra
dengan nilai cadangan karbon piksel yangsama sebagai dasar untuk proses extrapolasispasial.
Metode 1: Ekstrapolasi berdasarkan petapenutupan lahan
Pendugaan cadangan karbon pada dua citradengan tahun yang berbeda pada dasarnyadilakukan sebagai proses pemberian atributulang pada peta penutupan lahan dengan datacadangan karbon pada skala plot tipepenutupan lahan yang sama. Hasil yangdiharapkan adalah dugaan cadangan karbonberdasarkan tipe penutupan lahan.
Langkah kerja metode 1:
1. Interpretasi ulang tipe penutupan lahanyang ada pada peta berdasarkan tipepenutupan lahan dari hasil pengukuran plotdi lapangan.
2. Pemberian atribut tiap tipe penutupanlahan dan data kerapatan cadangan karbonhasil pengukuran di lapangan (Table 4.5)
Gambar 4.6. Pendugaan tipe dan luas penutupan lahan di bawah penutupan awan
46
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
3. Penghitungan luas tiap tipe penutupanlahan untuk memperoleh neraca karbonDAS Sembakung dan Sebuku pada tahun1996 dan 2003.
Metode 2: Extrapolasi berdasarkan plotpengamatan cadangan karbon
Hingga saat ini belum ada metode yang dapatmengukur kandungan karbon yang ada didalam tanah pada skala lanskap. Hubunganantara NDVI dan data hasil pengukuranlapangan mampu memberikan informasitentang biomasa vegetasi dan merupakansalah satu metode pendekatan untuk mendugakandungan karbon (Brown, 1996).Penggunaan karakteristik spektral dantransformasi data penginderaan jauh lainnyauntuk menduga biomasa serta karakteristikbiofisik vegetasi telah dilakukan dalampenelitian-penelitian sebelumnya. Terdapathubungan empiris yang cukup kuat antaratransformasi spektral dengan luas bidangdasar (basal area) dan kerapatan pohon (Coopset al., 1997). Gemmel & Goodenough, 1992 in
Coops et al., 1997 menyatakan bahwa luasbidang dasar tegakan akan terus bertambahseiring dengan pertumbuhan tegakan, namunpertambahan tersebut tidak mempengaruhisinyal penginderaan jauh. Sinyal tersebutdipengaruhi oleh tingkat penutupan tajuk yangakan mencapai 100% pada saat tumbuhanmasih muda. Demikan juga untuk LAI, bentukhubungan antara NDVI dan LAI adalahkurvilinier dan mencapai puncaknya pada nilaiLAI = 6 untuk hutan konifer (Spanner, Pierceet al., 1996 dalam Brown, 1996).
Pada dasarnya metode ini dilakukan untukmencari hubungan antara cadangan karbonskala plot dengan data penginderaan jauh.Data cadangan karbon di atas tanah padaskala plot terdiri dari 4 komponen, yaitu:biomasa pohon, biomasa tumbuhan bawah,nekromasa dan biomasa serasah. Nilai NDVImenunjukkan tingkat kerapatan vegetasiberdasarkan tingkat kehijauan vegetasi.Tingkat kehijauan vegetasi dipengaruhi olehdaun sebagai komponen biomasa pohon danbiomasa tumbuhan bawah. Metode 2 ini
Tabel 4.5. Hasil klasifikasi ulang proses pendugaan cadangan karbon
No. Tipe penutupan lahan dari klasifikasi citra satelit Tipe penutupan lahan pada pengukuran plot Kerapatan karbon
(Mg ha-1) 1 Hutan primer Hutan primer 230.1
2 Hutan bekas tebangan Hutan bekas tebangan 201.3
3 Semak Jakaw 0-10 tahun (bekas tebangan, padi, dan suksesi sekunder)
19.4
4 Hutan sekunder Jakaw >10 tahun (bekas tebangan, padi, suksesi sekunder)
58
5 Kebun campuran muda Agroforestri 0-10 tahun 37.7
6 Kebun campuran tua Agroforestri 11-30 tahun 72.6
7 - Imperata 4.2
8 Hutan tanaman industri Acacia (Lasco et al., 1999) 88.1
9 Mangrove Mangrove (Lasco et al., 2000) 176.8
10 Perkebunan muda Kelapa sawit (Tomich et al., 1998) 91
11 Sawah -
12 Tambak -
13 Lahan terbuka -
14 No data -
15 Pemukiman -
16 Tubuh air -
47
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
terbatas penggunaannya karena terdapatbanyak penutupan awan pada citra satelit.Untuk daerah yang tertutup awan, nilai NDVItidak dapat diperoleh.
Langkah kerja metode 2:
1. Ekstraksi nilai NDVI pada tiap lokasi plotpengukuran cadangan karbon.
2. Analisa regresi hubungan antara cadangankarbon skala plot dengan nilai NDVI.
3. Pendugaan cadangan karbon menggunakanpersamaan regresi terpilih pada piksel citrayang bebas awan di DAS Sembakung danSebuku, Kabupaten Nunukan tahun 1996dan 2003.
Hasil dan Pembahasan
Tutupan Lahan
Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun1996
Hasil klasifikasi citra Landsat Thematic Mapper(TM) tahun 1996/1997 (Gambar 4.7)menunjukkan bahwa tipe penutupan lahanyang paling dominan di Kabupaten Nunukan
pada saat itu adalah hutan. Kelas hutan primerdan sekunder mencakup areal seluas hampir9000 km2 atau lebih dari 55% total areaKabupaten Nunukan. Luasan areal hutan diatas selayaknya dianggap sebagai taksiranminimal, mengingat cukup luasnya tutupanawan pada citra satelit. Hutan mangrove yangberlokasi di dekat garis pantai KecamatanNunukan dan Sembakung, mencakup arealseluas lebih dari 5% dari total luasan arealstudi. Areal yang dikategorikan sebagai no dataakibat penutupan awan dan bayangan awanmeliputi hampir 28% areal Nunukan di tahun1997/1997 (Tabel 4.6).
Tutupan Lahan Kabupaten Nunukan tahun2003
Hasil klasifikasi citra Landsat EnhancedThematic Mapper (ETM) KabupatenNunukan tahun 2003 ditunjukkan dalamGambar 4.8. Tutupan awan pada citra inimencapai hampir 42% areal studi, lebih tinggidaripada tutupan awan di tahun 1996. Hutanprimer dan sekunder masih merupakan tipepenutupan lahan yang dominan di KabupatenNunukan, walaupun luasannya mengalamipenurunan dari tahun 1996 menjadi sekitar44% dari total luasan Kabupaten Nunukan.
Gambar 4.7. Citra Landsat terklasifikasi Kabupaten Nunukan tahun 1996/1997
48
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Tipe penutupan lahan semak meningkatmenjadi 320 km2 atau sekitar 2% dari totalareal studi.
Pendugaan Tipe Penutupan Lahan PadaAreal Tertutup Awan
Pendugaan penutupan lahan pada arealtertutup awan dengan menggunakan informasipendukung dari peta sistem lahan dan petaelevasi dilakukan pada wilayah DAS
Sembakung dan Sebuku yang mencakup arealseluas 1.1 juta hektar dari 1.6 juta hektar totalarea Kabupaten Nunukan. Hasil pendugaanpenutupan lahan tahun 1996 dan 2003ditunjukkan dalam Tabel 4.8. Areal hutan hasilpendugaan menunjukkan peningkatan yangsignifikan dari 55,6% menjadi 84% untuktutupan lahan di tahun 1996. Sedangkan untuktutupan lahan di tahun 2003, areal hutan hasilpendugaan meningkat menjadi 64% dariluasan sebelumnya yang hanya 28.9%.
Gambar 4.8. Citra Landsat terklasifikasi Kabupaten Nunukan tahun 2003
Tabel 4.6. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 1996/1997
49
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Tabel 4.8A. Ikhtisar tutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 1996
Table 4.8B. Penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003 setelah penghilangan awan
Tabel 4.7. Ikhtisar area penutupan lahan Kabupaten Nunukan tahun 2003
50
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
Perubahan Tutupan Lahan
Perubahan tutupan lahan pada DASSembakung dan Sebuku di KabupatenNunukan pada periode 1996-2003mengindikasikan adanya aktivitas konversihutan. Luasan hutan primer berkurang dari915,18 ha di tahun 1996 menjadi 697,7 ha ditahun 2003. Dengan kata lain, areal hutanberkurang sekitar 24% dalam waktu 7 tahun,dengan tingkat konversi hutan sekitar 3,85%
per tahun. Peta perubahan tutupan hutan(Gambar 4.9) menunjukkan bahwa sebagianbesar areal hutan yang hilang berlokasi dekatdengan aliran sungai utama. Luasan hutanmangrove lebih stabil dibandingkan luaskawasan hutan, dengan tutupan seluas 6%sepanjang garis pantai Sebuku danSembakung. Tipe penutupan lahan yangmenggantikan hutan primer pada umumnyaadalah kelas hutan sekunder, sejumlah kecilhutan tanaman industri dan tambak.
Gambar 4.9. Peta perubahan tutupan hutan Sembuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan
Gambar 4.10. Ikhtisar perubahan tutupan lahan Sembakung dan Sebuku, Kabupaten Nunukan
51
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
Gambar 4.11. Kerapatan vegetasi (NDVI) di Sebuku dan Sembakung, Kabupaten Nunukan di tahun 1996 (atas)dan 2003 (bawah) dipadu dengan distribusi plot pengukuran cadangan karbon.
Kerapatan Vegetasi
Proses penghitungan Normalized DifferenceVegetation index (NDVI) menghasilkan duapeta NDVI Kabupaten Nunukan (Gambar4.11), masing-masing untuk tahun 1996 dan2003. Nilai NDVI yang dihasilkan, bervariasiantara 50 sampai 99, hanya sejumlah kecilpiksel yang bernilai dibawah 50 (non vegetasi).
Perbedaan area tutupan awan pada tahun1996 dan 2003 menimbulkan kesulitan untukdapat membandingkan distribusi kerapatanvegetasi secara tepat, walaupun dapatdiketahui bahwa sebagian besar area Sebukudengan kisaran NDVI 70-99 di tahun 1996berubah menjadi kisaran 60-70 di tahun 2003.
Citra satelit yang digunakan dalam studi ini(citra bagian barat dan citra bagian timur)
52
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
direkam dalam dua musim yang berbeda dantidak dilakukan kalibrasi terhadap faktor-faktor atmosfer dan musim. Oleh karena itu,maka nilai NDVI yang dihasilkan ikutterpengaruh oleh faktor-faktor tersebut.Perbedaan musim pada waktu perekamanmenimbulkan penyimpangan dalampenghitungan nilai NDVI. Penyimpangan initerjadi bukan akibat adanya perubahantutupan lahan, melainkan lebih diakibatkanoleh perbedaan kandungan air pada vegetasi.Faktor lain yang menyebabkan penyimpangannilai NDVI adalah kabut, yang mengakibatkannilai NDVI menjadi lebih rendah dari keadaansebenarnya. Kasus semacam ini dapat dilihatdengan jelas pada bagian barat Lumbis dimananilai NDVI yang dihasilkan berkisar antara 40-50, walaupun tipe penutupan lahan pada arealtersebut adalah hutan.
Pendugaan Cadangan Karbon PadaSkala Lanskap
Pendugaan Cadangan Karbon BerdasarkanTutupan Lahan
Peta cadangan karbon (Gambar 4.12)dihasilkan dari perpaduan kelas penutupanlahan dan nilai kerapatan karbon pada kelastutupan lahan terkait (Tabel 4.5). Peta inimengindikasikan penurunan cadangan karbonyang cukup substansial pada periode 1996-2003 di Kabupaten Nunukan, terutama padadaerah aliran sungai di bagian tengahKecamatan Sebuku.
Neraca karbon total diperkirakanberdasarkan tutupan lahan dari total arealpada masing-masing tipe penutupan lahan,termasuk luasan lahan yang diduga dari arealtutupan awan. Pada DAS Sebuku danSembakung, Kabupaten Nunukan, totalcadangan karbon mendekati 228 Tg1 di tahun1996 dan 189 Tg di tahun 2003, hal ini berartitelah terjadi penurunan cadangan karbonsebesar 17% dalam waktu 7 tahun. Rata-ratacadangan karbon menurun dari 211 Mg ha-1
menjadi 175 Mg ha-1, hal ini sebagin besarterjadi akibat adanya 217.000 ha hutan primeryang dikonversi menjadi tipe penggunaaanlahan lain. Dalam hal ini, penurunan cadangankarbon (17%) lebih rendah daripadapenurunan luasan hutan primer (24%).
Distribusi geografis konversi hutan danakibatnya terhadap penurunan cadangankarbon sangat sulit diungkapkan secara akuratakibat luasnya tutupan awan pada citra satelit.Secara umum, dapat dikatakan bahwaKecamatan Sebuku telah mengalamipenurunan luasan hutan secara substansialmenjadi jakaw, areal bekas tebangan, danperkebunan muda. Sebaliknya, areal pantaiKecamatan Nunukan dapat dikatakan stabildengan keberadaan hutan mangrove,walaupun di bagian utara terjadi degradasi danalih guna hutan. Perubahan ini memberikankontribusi besar terhadap penurunancadangan karbon di Kecamatan Nunukan.
Pendugaan Cadangan Karbon BerdasarkanKerapatan Vegetasi
Kerapatan karbon dari plot pengukuran
Hanya informasi dari 26 plot pengukurancadangan karbon (apendiks 1) yang dapatdigunakan dalam membangun hubunganregresi antara NDVI dengan nilai cadangankarbon di atas tanah (aboveground Carbon stock).Plot-plot pengukuran tersebut berlokasi didaerah bebas awan citra Landsat KabupatenNunukan. Tipe guna lahan dengan nilai NDVItertinggi adalah plot yang diukur pada areaagroforestri dan jakaw yang diberakan selamalebih dari 6 tahun (NDVI>=69). Nilaitersebut sesuai dengan harapan, mengingatrapatnya tutupan kanopi dari tegakan muda diplot tersebut. Areal bekas tebangan jugamemiliki nilai NDVI yang cukup tinggi (67-69). Sedangkan, plot di tipe guna lahan jakawdengan periode bera yang singkatmenunjukkan rentang NDVI yang cukup lebar(45-67). Sayangnya, seluruh plot yangberlokasi di hutan ternyata berada pada daerah
1 Tg = 1012 g
53
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
tutupan awan citra satelit, sehingga nilaiNDVI dari plot tersebut tidak dapatdihasilkan. Relasi antara nilai kerapatan karbondari pengukuran plot dengan nilai NDVIditunjukkan oleh Gambar 4.13.
Relasi antara nilai NDVI dan cadangankarbon, secara khusus dapat dikatakanberbentuk kurva lengkung (curvilinear). Denganmemperhatikan hal tersebut, diperlukanproses transformasi logaritmik terhadap nilai
cadangan karbon, sehingga didapatkankesesuaian dengan asumsi analisa regresistandar untuk keragaman mutlak (uniformvariability). Walaupun kerapatan karbon terusmeningkat seiring dengan pertumbuhanbiomasa kayu dan riap tegakan, nilai NDVImenunjukkan saturasi pada nilai 70 dimanaindex area daun (leaf area index) mencapaioptimum. Secara keseluruhan, hanya 54%variasi nilai logaritmik kerapatan karbon yangdapat diwakili oleh nilai NDVI. Perlunya relasi
Gambar 4.12. Distribusi kerapatan karbon berdasarkan tipe penutupan lahan di cekungan Sembakung danSebuku, Kabupaten Nunukan, pada tahun 1996/7 (atas) dan 2003 (bawah)
54
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan
yang dibangun secara bertahap, sebagaimanadiindikasikan oleh data, dilakukan denganmemisahkan nilai NDVI yang >60. Pemisahanini memperbaiki keseragaman terhadap kera-gaman data, walau pun disisi lain, mengurangikemungkinan terwakilinya seluruh tingkatkeragaman. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, persamaan regresi yang akan digunakanuntuk perhitungan selanjutnya adalah:
Penggunaan persamaan eksponensial dantransformasi logaritmik dalam membangunrelasi terhadap cadangan karbon terukur,memunculkan prediksi bahwa untukpendugaan cadangan karbon akanmenghasilkan rata-rata nilai taksiran yangterlalu rendah (undersestimation). Padakenyataannya, perbandingan rata-rata nilaidugaan terhadap nilai sebenarnya pada plotpengukuran menghasilkan 52,8% nilaikesesuaian (59,7% jika digunakan pemisahanterhadap nilai NDVI >60). Penggunaanpersamaan tersebut dalam menduga cadangankarbon pada skala lanskap akan menghasilkannilai taksiran yang terlalu rendah. Meskipun,regresi yang diperoleh berasal dari nilai NDVItahun 2003, namun digunakan juga dalammenduga cadangan karbon tahun 1996,dengan mengabaikan perbedaan nilai NDVIyang mungkin terjadi akibat perbedaan musim
dan keberadaan kabut pada citra satelit(Gambar 4.14)
Perbandingan secara langsung denganpendekatan pertama hanya mungkin dilakukanpada area bebas awan, seluas 738.000 ha padatahun 1996 dan 512.000 ha di tahun 2003.Pada area tersebut, pendugaan cadangankarbon berdasarkan nilai NDVI menunjukkanpenurunan yang dramatis dari tahun 1996 ketahun 2003. Pada tahun 1996, rata-rata nilaidugaan kerapatan karbon adalah 221 Mg ha-1,sedangkan pada tahun 2003 nilai cadanagnkarbon berkurang menjadi hanya 27 Mg ha-1
(Tabel 4.9).
Perbandingan nilai dugaan cadangan karbonberdasarkan peta tutupan lahan dan petakerapatan vegetasi
Untuk tahun 1996, rata-rata nilai kerapatankarbon pada area bebas awan menunjukkan
Densitas karbon [Mg ha-1] = 0.0019*e 0.1462*NDVI
Tabel 4.9. Perbandingan cadangan karbonKabupaten Nunukan tahun 1996 dan 2003berdasarkan dua pendekatan yang berbeda
Tahun Rata-rata kerapatan karbon berdasarkan tutupan lahan [Mg ha-1]
Rata-rata kerapatan karbon berdasarkanNDVI [Mg ha-1]
1996 210 222
2003 166 27
Gambar 4.13. Relasi antara NDVI dan cadangan karbon di atas tanah (pada skala logaritmik); relasi untukseluruh data (kiri) dan relasi pada rentang NDVI yang lebih besar dari 60
55
Alih guna lahan di Kabupaten Nunukan: pendugaan cadangan karbon berdasarkan tipe tutupan lahan dan kerapatan vegetasi pada skala lanskap
perbedaan yang kecil antara dua pendekatanyang digunakan. Sedangkan untuk tahun 2003,ditemukan perbedaan yang cukup besar antaranilai dugaan karbon dari dua pendekatantersebut. Beberapa faktor yang menimbulkanperbedaan ini adalah:
a. Pendugaan cadangan karbon berdasarkannilai NDVI menunjukkan hasil yang secaraumum merupakan taksiran yang terlalurendah. Hal ini terjadi akibat lemahnyakorelasi antara NDVI dan nilai kerapatankarbon terukur. Selain itu, juga diakibatkanoleh tingginya keragaman nilai cadangan
karbon pada nilai NDVI >70, dimana padarentang tersebut, cadangan karbonbervariasi antara 50 to 250 Mg ha-1. Tidaklinearnya hubungan regresi antara NDVIdan cadangan karbon akhirnyamenimbulkan bias dalam nilai dugaankarbon sebagaimana dijelaskan di atas.
b. Pendugaan karbon berdasarkan tipetutupan lahan membutuhkan proses analisaakurasi peta tutupan lahan denganmenggunakan data hasil pengecekanlapangan (dengan titik contoh yang belumdipergunakan dalam membangun kunci
Gambar 4.14. Peta dugaan kerapatan karbon berdasarkan nilai NDVI untuk DAS Sembakung dan Sebuku,Kabupaten Nunukan pada tahun 1996 (atas) dan 2003 (bawah).
interpretasi). Verifikasi hasil pendugaancadangan karbon, dapat dilakukan denganmenggunakan pengukuran lapangan yangindependen.
Nilai NDVI dari citra satelit tahun 1996secara keseluruhan lebih tinggi daripada nilaiNDVI tahun 2003 akibat adanya perbedaanmusim (kandungan air pada tumbuhan) dankualitas citra secara keseluruhan (keberadaankabut), hal ini dapat dilihat secara jelas padaareal hutan yang tidak berubah baik di tahun1996 ataupun 2003. Disamping itu, analisaregresi dihasilkan hanya dengan menggunakannilai NDVI di tahun 2003 dan padakenyataannya sejumlah besar piksel di tahun1996 memiliki nilai NDVI di luar rentang nilaiNDVI tahun 2003. Hal ini mengakibatkanproses ektrapolasi nilai cadangan karbon ditahun 1996 dilakukan dengan dasar hubunganregresi yang lemah. Kesamaan hasil di tahun1996, mungkin terjadi hanya karena kebetulanakibat dua tipe kesalahan yang salingbertentangan dan bukan karena hubunganyang kuat antara dua pendekatan yangdigunakan.
Kesimpulan
Kesimpulan dari studi ini adalah sebagaiberikut:
1. Telah terjadi perubahan tutupan lahan yangsubstansial di Kabupaten Nunukan antaratahun 1996-2003, dimana diperkirakan3,85% areal hutan primer dikonversimenjadi tipe penggunaan lahan lain setiaptahunnya.
2. Peta kerapatan vegetasi berdasarkanNormalized Difference Vegetation Index(NDVI) menunjukkan perubahan lahanyang bahkan lebih dramatis. Akan tetapiberbagai kesulitan teknis menyangkutmetode yang digunakan (perbedaan musimdan adanya kabut pada citra satelit)kemungkinan merupakan faktor pentingyang menyebabkan terjadinya perbedaanini.
3. Pendugaan cadangan karbon berdasarkannilai NDVI pada tingkat piksel danhubungan regresi terhadap cadangankarbon, secara esensial berbeda denganhasil yang didapatkan melalui ekstrapolasicadangan karbon secara spasial berdasarkantipe penutupan lahan.
4. Dengan menggunakan koreksi terhadapareal tutupan awan, rata-rata kerapatancadangan karbon di DAS Sembakung danSebuku (Kabupaten Nunukan tanpaKecamatan Krayan) menurun antara tahun1996-2003 dari 211 menjadi 175 Mg ha-1.Hal ini terjadi akibat konversi 217.000(24%) ha hutan primer menjadi tipepenggunaan lahan lainnya. Hilangnyacadangan karbon (17%) lebih kecil daripadapenurunan areal hutan primer (24%), halini dikarenakan tipe penggunaan lahanpengganti masih menyimpan sebagiancadangan karbon dari hutan primer.
5. Sumber kesalahan dari pendugaancadangan karbon berdasarkan tipe tutupanlahan adalah lemahnya definisi (termasuk didalamnya keragaman internal) 'hutansekunder' dalam tahapan klasifikasi tutupanlahan, ditambah lagi adanya kemungkinanterjadinya perubahan cadangan karbon didalam tipe penutupan lahan tertentu(terutama dalam kategori areal bekastebangan dan agroforestri) yangberhubungan dengan intensitaspenggunaan lahan pada masing-masingkategori.
6. Walaupun pendugaan cadangan karbonsecara langsung melalui data penginderaanjauh memiliki keunggulan teoritisdibandingkan pendugaan berbasis tipetutupan lahan, namun perbedaan sifat dasarantara nilai indeks berbasis area tutupandaun seperti NDVI dan nilai cadangankarbon yang lebih berbasis pada kayu,membuat metode ini sangat rentan untukdiaplikasikan secara praktis dan menjadisumber bias yang membutuhkan analisastatistik lebih jauh untuk dapat diperbaiki.
56
Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan