Transcript
Page 1: 3. Managing Cultural Differences

Managing Cultural Differences

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Lintas Budaya

Dosen : Drs. ALI DJAMHURI, M.Com., Ak., Ph.D.

Disusun oleh :

KELOMPOK 3

Decha Kusumaning Tyas (125020307111032)

Galuh Ayu Maharani (125020307111046)

Elok Hendiono (125020307111050)

Dina Andri Tri R. ( 125020307111063)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

MALANG

2015

Page 2: 3. Managing Cultural Differences

BAB 4

Apakah Produk “Global” Ada?

Ketika dikatakan produk global dipasarkan dengan pesan global untuk meningkatkan

penyeragaman pelanggan, secara potensial ini adalah cara yang terbatas. Pemasaran lintas

budaya adalah proses kompleks dari keseimbangan sumber daya dan efektifitas antara

membangun kekuatan produk dan identitas pada satu sisi dan meningkatkan cakupan geografi

pada sisi lain (Gogel dan Larreche, 1991). Budaya memainkan peran penting pada

kesimbangan.

Pengaruh dari perbedaan budaya sudah lama diakui oleh pemasar pada organisasi

multinasional. Pemasaran adalah cara yang paling fungsional untuk mempertimbangkan

kebudayaan dalam bisnis internasional. Apalagi, cara pemasaran dan iklan eksekutif yang

mengambil budaya ke dalam akun harusnya menjadi lebih menarik pelanggan dalam pasar

global. Ini memberikan pemahaman bahwa konsumen dengan perbedaan budaya akan

memberikan produk, merk, pesan dan tingkah laku yang berbeda. Bahkan cara agen periklanan

melakukan penelitian tentang gaya hidup dan bentuk lain segmen pasar yang memberikan

pelajaran bagaimana budaya secara langsung dan pengaruhnya dalam menerima produk dan

jasa dengan cara yang berbeda.

Masalah yag paling umum dan banyak kasus yang sering terjadi adalah tentang

penerjemahan nama merk. Contohnya General Motors yang memperkenalkan Chevy NOVA di

meksiko yang ditarik dari pasaran karena kata no va dalam bahasa spanyol berarti “jangan

pergi”. Sama halnya Kentucky Friend Chicken dengan slogan tekenalnya “Enak hingga anda

menjilati jari-jari anda” tetapi dalam bahasa Farsi ini akan berarti “Enak ketika anda memakan

jari-jari anda”.

Penerjemahan adalah tingkat dasar dalam pemasaran internasional yang harus diadaptasi

pada budaya yang berbeda. Kemudian tingkat selanjutnya adalah adaptasi produk pada

perbedaan tingkah laku pada setiap budaya, fisik dan cara menggunakan produk.

Perbedaan tingkah laku budaya dan penggunaan produk dapat berbeda. Contohnya pada

produk Pampers di Amerika dan Jepang. Amerika memasukkan produk Pampers di negara

Jepang tetapi produk ini tidak diminati karena Amerika mendesain pampers yang tebal dan

besar dan ini tidak cocok untuk bayi di Jepang. Kemudian pesaing lain meluncurkan produk

Page 3: 3. Managing Cultural Differences

pampers dengan desain yang lebih tipis dan tidak akan bocor. Setelah itu Pampers

memperbaruhi produknya pada sekitar 36 bulan kemudian. Pampers didesain 3x lebih kecil dari

aslinya dan dibentuk lebih baik untuk bayi di Jepang. Ini meningkatkan pasar dari 7% menjadi

28% sebagai pemimpin pasar dalam 30 bulan.

Ketika kebudayaan secara pasti mempengaruhi industri pemasaran, dengan kata lain

standar produk dan spesifikasi mungkin membutuhkan perubahaan saat produk mulai

diluncurkan di budaya yang berbeda. Oleh karena itu, fokusnya disini adalah bagaimana

organisasi melakukan periklanan dan pemasaran lintas budaya yang diseimbangkan dengan

produk dalam cakupan geografi dengan mengadaptasi pada perbedaan budaya lokal.

Produk Global, Berarti Global ?

Internasionalisasi dalam banyak bentuk dari budaya eksplisit contohnya baju, musik dan

bahasa dipercepat oleh komunikasi elektronik. Beberapa perusahaan terlihat sukses dengan

produk aslinya pada pemasaran internasional, contohnya Levi Strauss jeans. Levi's

memproduksi produk yang sama dimanapun ia menjual.

Potensi Untuk Produk Global

Banyak sarjana dan praktisi menyetujui bahwa harmonisasi, bukan standarisasi penting

untuk merespon pasar global. Potensi untuk produk global itu sedikit karena terdapat perbedaan

bagaimana mereka dalam lintas budaya menerima produk itu.

J. W. Eenhoorn, grup eksekutif (es krim dan makanan ringan), Unilever mengatakan

“berpikir global, berperilaku lokal” dan Unilever masih menggunakan pasar lokal sebagai

kekuatan dasarnya. Sama halnya dengan Marco Revetti, Grup GFT mengatakan “globalisasi

bukan tentang standarisasi, tetapi meningkatkan kompleksitas”. Michael Porter juga

mengatakan tentu tidak globalisasi pasar berarti menstandarisasi dan menyeragamkan cara

pemasaran di setiap negara.

Contohnya keju sebagai makanan terkenal di berbagai budaya. Di Perancis, keju

dimakan setelah makan malam, sebelum makanan penutup, di Belanda keju dimakan saat

sarapan pagi, sedangkan di Inggris dan Amerika keju dimakan saat makan siang. Sama halnya

kopi instan yang kurang populer di Jerman, Perancis, Itali, Belanda berbeda dengan di UK,

Irlandia dan USA.

Page 4: 3. Managing Cultural Differences

Produk yang sukses lintas budaya terdiri dari 2 kategori yaitu :

1) Produk “High” : Produk memiliki daya tarik pada komsumen dengan gaya hidup yang sama

dan ekspektasi yang menghiraukan budaya

Contoh : Pret a Porter Clothing, Hennessey Brandy, Porsche Cars

2) Produk “Low” : Produk lintas budaya yang tidak memerlukan perubahan yang biasanya

ditargetkan pada anak muda. Produk rendah ini bukan berarti produk yang memiliki kualitas

rendah

Contoh : Coca cola, Mc Donalds, Levi's Jeans

Bagaimana pentingnya untuk mengadaptasi pesan iklan untuk pelanggan bisnis daripada

industri bisnis. Adaptasi strategi periklanan internasional menunjukkan bahwa setiap pasar

harus dipertimbangkan, untuk sebagian besar, sebagai unit terpisah jelas dan adaptasi harus

dilakukan sesuai (Pratt, 1956, p.172) karena perbedaan budaya, status ekonomi, kondisi hukum,

dan media pasar luar negeri.

Potensi Pesan Global

Sedikit ruang untuk melakukan standarisasi iklan lintas budaya. Terdapat perbedaan

gaya komunikasi yang efektif dan dapat diterima di budaya yang berbeda. Contohnya Amerika

merupakan konteks budaya yang rendah dimana umumnya memulai dari asumsi bahwa

pendengar tidak mengetahui apapun. Sedangkan Perancis merupakan konteks budaya tinggi

yang mengasumsi bahwa pendengar mengetahui segalanya. Sehingga Perancis berpikir

Amerika itu bodoh karena ia menjelaskan segalanya dalam mengiklankan produknya.

Page 5: 3. Managing Cultural Differences

Perusahaan harus berhati-hati dengan target yang ia tuju. Karena perbedaan budaya,

status seseorang, menginterpretasikan simbol yang sama dalam cara yang berbeda. Bahasa

dalam pengiklanan juga berbeda dalam lintas budaya. Contohnya :

Jerman menginginkan iklan yang fakta dan rasional. Mereka takut untuk dimanipulasi

oleh kebohongan yang tersembunyi. Fitur yang disenangi Jerman adalah keluarga

standar dengan 2 orang tua, 2 anak dan nenek.

Perancis menghindari penalaran dan logika. Ia lebih suka dengan emosional, dramatis

dan simbolik. Fitur yang disenangi adalah seni seperti sastra atau film

Inggris lebih menyukai iklan yang tertawa diatas segalanya

Pemasaran global seharusnya lebih tentang nilai, bukan biaya utama. Konsumen tidak

secara bebas membeli produk global, tidak hanya konsen pada merk yang tersedia di berbagai

dunia, tetapi konsumen memilih membayar harga pada produk yang berfokus pada mereka

secara individu. Pemasaran adalah tentang memuaskan kebutuhan individu yang termasuk juga

pemasaran global.

Cara dimana secara internasional organisasi beroperasi dengan menyeimbangkan

kebutuhan untuk membangun kekuatan merk secara efektif dan dalam waktu yang sama

meningkatkan cakupan geografi dengan mengelola arti dari merk lintas budaya.

Page 6: 3. Managing Cultural Differences

Konsep Produk yang Sama: Standarisasi Periklanan

Standarisasi periklanan berarti memasarkan produk dan jasa melalui stretegi iklan yang

sama dan umum pada internasional karena menganggap seluruh dunia semakin homogen. Ini

biasanya dimaksudkan untuk menghasilkan media yang besar dan penghematan biaya produksi,

karena perusahaan multinasional hanya perlu mengembangkan kampanye periklanan umum di

seluruh pasar dunia. Tapi standarisasi periklanan ini masih harus dipertimbangkan, nilai yang

sering dipikir menjadi universal, pada faktanya mencerminkan konteks budaya dimana mereka

harus mempertimbangkannya. Karena budaya menyediakan sarana untuk mencoba memahami

apa yang ada di balik tren yang mungkin muncul.

Ini dicontohkan dengan iklan Heineken dimana di tahun 1980-an strategi pemasaran

yang ia gunakan adalah lokal sesuai dengan konsumen lokal, tingkah laku, identitas merk, dan

tradisi budaya. Kemudian karena produk yang dijual dimanapun sama, maka ia menggunakan

iklan global untuk wilayah Eropa. Iklan ini menunjukkan seorang cewek yang bingung

mengenakan baju apa untuk acara formal. Kemudian teman lakinya membawakannya baju

casual untuk pergi. Di Eropa iklan ini sukses karena merasa bahwa anak muda dapat memilih

apa yang mereka ingin dan suasana yang simpel, dan asli dalam iklan. Tetapi di Yunani dan di

Spanyol, iklan ini memiliki perbedaan pemahaman dimana menurut orang Yunani, kaum muda

tidak bisa menghadiri acara formal, dan ini menjadikan produk Heineken menjadi produk yang

biasa, yang lebih rendah dari merk yang sebelumnya dibawahnya Heineken.

Kasus 4.2

Johnson & Johnson - produk bayi bahasa cinta

J & J (Johnson & Johnson) telah menggunakan tema universal cinta antara ibu dan anak

untuk mengiklankan produk bayi di seluruh budaya. Dengan pengaturan iklan yang diceritakan

dengan penuh kelembutan dan cinta serta musik yang mendukung, bahasa lagu itu

diterjemahkan ketika iklan itu diputar di beberapa negara, meskipun visual yang sama

digunakan di Amerika Serikat. Kolombia, Selandia Baru, Italia, Spanyol dan Timur Tengah.

Untuk Korea Selatan, Malaysia, India dan Brazil, bagaimanapun, seorang ibu Amerika dan

bayinya digantikan oleh ibu dan bayi local di masing-masing negara, di samping perubahan

bahasa.

Page 7: 3. Managing Cultural Differences

Konsep produk yang sama : adaptasi lokal dari pesan

Khususnya adalah contoh strategi yang dirancang untuk meningkatkan cakupan

geografis produk dan membangun kekuatan merek lokal dengan konsep globalisasi merek dan

memungkinkan adaptasi lokal dari pesan. Hal ini cenderung mengarah pada kesuksesan yang

cocok antara yang dirasakan dengan makna yang dimaksud.

Sebagai contoh, sejak tahun 1991 reorganisasi, unilever food telah terfokus pada

evaluasi kembali portofolio merek dan produk saat ini dengan tujuan untuk harmonisasi. Seperti

banyak produk konsumen perusahaan, unilever membuat keputusan tentang produk dan merek

untuk menjaga lokal, yang memiliki lingkup yang lebih luas dan yang harus dijatuhkan. Proses

telah menunjukkan bahwa, bahkan jika produk atau merek tidak selalu bisa berhasil

dipindahkan melintasi perbatasan, konsep dan pengalaman di belakang mereka dapat

melakukannya. (unilever food, kasus 4.3)

Kasus 4.3

Unilever’s fish fingers

Produk- produk unilever dengan hati-hati disesuaikan dengan selera lokal di berbagai

negara di mana itu dijual, dan nama merek bervariasi di beberapa negara dengan produk dan

konsep iklan adalah sama. Foods Eksekutif bertanggung jawab atas strategi di seluruh dunia

dari bisnis makanan Unilever. Fish-fingers terutama ditujukan pada keluarga dengan anak-anak

kecil. Posisi mereka selalu menekankan bahwa mereka adalah produk seafood alami dengan

rasa yang sangat baik. Mereka mudah untuk mempersiapkan diri dengan orang tua yang hanya

menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Selama pesan iklan secara konsisten

ditanamkan melalui negara-negara yang berbeda dan dipahami dengan benar, unilever dapat

dikatakan bahwa telah mengembangkan konsep internasional dengan potensi global yang

sangat besar.

Mengelola arti merek untuk produk dan layanan tampak pada level di mana banyak

organisasi yang mengglobal dalam upaya pemasaran dan periklanan. Multikultural tim produk

yang mampu menyepakati konsep produk yang dapat dibakukan dapat bergantung pada lokal

'orang dalam' perusahaan untuk menjalankan pesan, sehingga konsumen lokal akan

menganggap mereka sesuai dengan yang dimaksud.

Page 8: 3. Managing Cultural Differences

BOX 4.3 DAMPAK DARI KEBUDAYAAN PADA PENELITIAN PASAR

Penelitian pasar tradisional telah menyelidiki apa yang dikatakan orang yang mereka

lakukan dan telah pikirkan atau secara alternative mengamati apa yang sebenernya dilakukan.

Dalam beberapa tahun perusahaan periklanan dan etnolog telah melakukan pengembangan yang

mendekati tidak hanya untuk menemukan apa yang konsumen lakukan tapi kenapa mereka

melakukan hal itu. Budaya Nasional memiliki pengaruh langsung dan jelas pada setiap upaya

untuk menyelidiki mengapa perilaku konsumen.

Young and Rubicam’s Jim Williams telah memeriksa metodologi untuk menentukan

kegunaan mereka pada penelitian pasar lintas budaya. Diantara beberapa masalah, rintangan

paling dasar dengan semua model statistik lintas budaya adalah mengidentifikasi jawaban untuk

mengidentifikasi pertanyaan di kebudayaan yang berbeda-beda yang tidaklah sama. Dia

berkata. baik-baik saja ketika berhadapan dengan usia, berat badan jenis kelamin, dan

sebagainya. namun dengan variabel subjektif seperti sikap respon dapat berarti berbeda dalam

masing-masing budaya yang berbeda. Contohnya beberapa pernyataan tidak bisa dengan mudah

dikonversikan atau bahkan tidak dapat diterjemahkan pada tingkat yang paling sederhana.

Pendekatan nilai tambah untuk pemasaran dan periklanan lintas budaya

Dalam upaya untuk memprediksi bagaimana konsumen dalam budaya tertentu dan

dalam segmen pasar tertentu akan merasakan konsep produk dan pesan. Menggunakan proses

berulang-ulang, pengiklan dapat mempertimbangkan konsep produk dan iklan dalam hal

masing-masing dimensi. Pendekatan ini berpotensi memberikan penasihat informasi yang lebih

banyak dan kontrol atas pencocokan makna yang dimaksudkan dan makna yang dirasakan.

Misalnya, semakin banyak pemasar memahami tentang cara budaya tertentu : cenderung untuk

melihat status, ekspresi emosi, persahabatan, aturan, humor, kesenangan, kehidupan publik

dibandingkan kehidupan pribadi dan sebagainya, semakin banyak kendali yang mereka miliki

atas menciptakan iklan maka hal tersebut akan ditafsirkan dengan cara yang mereka inginkan.

Analogi antara konsep pasar ini dan perusahaan transnasional yang ideal adalah dekat.

Pencarian makna global yang kuat atau identitas budaya bagi perusahaan, yang dapat

dimodifikasi sesuai dengan kepentingan lokal tanpa kehilangan integritas penting, adalah

pencarian yang sama untuk grail suci. Meskipun pendekatan ini telah dikembangkan dalam

tujuan yang mana perusahaan berusaha untuk mencapai dan melakukan penelitian yang tersedia

di budaya nasional, ada kasus-kasus pengiklanan yang telah menggunakan pengetahuan

Page 9: 3. Managing Cultural Differences

perbedaan budaya dengan cara-cara yang canggih untuk menyesuaikan kampanye. Neville

osrin, mantan direktur pemasaran internasional di Steelcase Strafor dan sekarang konsultan

organisasi dan lintas budaya untuk Hewitt Associates di London, memberikan contoh yang

sangat jelas (Case 4.5)

Kasus 4.5

Steelcase Strafor Steelcase Strafor adalah desain furnitur kantor dan ritel organisasi

Perancis yang cukup besar. Pada akhir 1980-an, itu mengembangkan kampanye iklan

perusahaan yang akan dijalankan di surat kabar bisnis terkemuka dan majalah di 10 negara. Itu

berusaha untuk menyelaraskan iklan sebanyak mungkin. Sebuah biro iklan Inggris digunakan

untuk membuat kampanye.

Ringkasan

Potensi merek global yang diiklankan dengan pesan global tampaknya sangat terbatas.

Mungkin ada ruang lingkup yang sempit di ‘high’ end of the market, di mana konsumen barang

mewah memiliki preferensi yang sangat mirip dan gaya hidup, dan “low” end, di mana tidak

ada ekspektasi produk yang sudah ada sebelumnya, dan / atau untuk novel dan pembelian

impuls.

Perbedaan budaya nasional mempengaruhi cara di mana pesan yang dirasakan. Agar

komunikasi yang efektif dapat terjadi, makna yang dirasakan konsumen dari produk atau jasa

harus sesuai dengan makna yang dimaksud pengiklan. Cara yang paling efektif untuk

melakukan hal ini tampaknya dengan mengembangkan produk dan komunikasi konsep global

dan untuk memungkinkan adaptasi lokal dari pesan.

Pemasar internasional dapat lebih efektif mengelola proses ini, meskipun, dengan

mempertimbangkan konsep dan iklan dalam kerangka bagaimana budaya berbeda pada dimensi

budaya spesifik. Hal ini menunjukkan cara untuk memperoleh pemahaman yang lebih tentang

kemungkinan interpretasi konsep dan pesan. Semakin besar pengetahuan eksekutif pemasaran

atau iklan yang dimiliki tentang bagaimana kelompok-kelompok orang melihat hal-hal seperti

status, humor, informasi, kenikmatan, hubungan interpersonal, kehidupan kerja, aturan dan

sebagainya, semakin berhasil mereka akan mampu mengelola lintas budaya.

Page 10: 3. Managing Cultural Differences

BAB 5

MENGELOLA SUMBER DAYA MANUSIA LINTAS BUDAYA

Banyak aspek manajemen sumber daya manusia dipengaruhi oleh perbedaan budaya

nasional. 'Sumber daya manusia' berasal dari kerangka budaya di mana manusia dianggap alat-

alat produksi seperti sumber daya keuangan, teknis atau fisik.

Dalam pandangan dunia ‘Anglo-Saxon’, fungsi sumber daya manusia dapat diharapkan

untuk 'mengelola' sumber tersebut, memaksimalkan nilai yang mereka berikan seperti fungsi

produksi diharapkan untuk memaksimalkan output produk dan kualitas. Tanggung jawab dan

praktek fungsi sumber daya manusia dalam organisasi lebih universal dari ini, budaya Anglo-

Saxon akan berbeda dari budaya di dalam banyak kebudayaan lain yang tidak berbagi

pandangan dunia ini. Sejauh mana kegiatan manajemen sumber daya manusia yang sukses

lintas budaya akan sangat tergantung pada kemampuan manajer untuk memahami dan

menyeimbangkan nilai-nilai dan praktik budaya lain.

Bab ini membahas beberapa daerah di mana perbedaan budaya nasional mempengaruhi

manajemen sumber daya manusia (SDM) di seluruh budaya. Manajemen SDM dalam konteks

ini akan mengacu ke fungsi dari manajemen SDM dan tantangan organisasi di semua budaya

dari 'pengelolaan akal manusia'.

Konteks

Dua ide yang muncul dari literatur perilaku organisasi dalam beberapa tahun terakhir

membantu untuk menempatkan pengelolaan sumber daya manusia dalam konteks lintas budaya.

Yang pertama berasal dari karya Paul Evans dan Yves Dos dari sekolah bisnis INSEAD di

Perancis, dan yang kedua dari penelitian yang dilakukan oleh Meridith Belbin di Inggris.

Evan dan Doz menjelaskan tantangan manajerial dalam organisasi internasional yang

kompleks dalam hal menyeimbangkan dualitas yang bertentangan (Evans dan Doz,

1989). Langkah perubahan dan kompleksitas baru perusahaan yang beroperasi secara

global membuat perlunya harmonisasi tekanan yang tampak bertentangan, seperti:

BERPIKIR GLOBAL BERTINDAK LOKAL

DESENTRALISASI SENTRALISASI

RENCANA OPORTUNISTIK

Page 11: 3. Managing Cultural Differences

DIFERENSIASI INTEGRASI

PERUBAHAN KONTINUITAS

TOP-DOWN BOTTOM-UP

DELEGASI KONTROL

PERSAINGAN KEMITRAAN

Mereka mendesak agar tekanan tersebut harus dianggap bukan sebagai biner, baik / atau

keputusan, melainkan sebagai kekuatan pelengkap yang perlu diseimbangkan. Analogi

kepribadian manusia adalah salah satu yang berguna. Sama seperti setiap aspek kepribadian

dibawa ke ekstrem yang tidak sehat dan disfungsional, hal yang sama berlaku untuk organisasi.

Dengan demikian, alih-alih mencoba untuk memaksimalkan apa (desentralisasi, kerja sama tim,

formalitas, generalism, dan sebagainya), sebuah organisasi harus berusaha untuk memastikan

bahwa ia mempertahankan ambang batas minimal atribut yang diinginkan.

Ide di balik normatif dualitas adalah saling melengkapi keberlawanan. Pertumbuhan,

kemakmuran dan kelangsungan hidup organisme sosial, dari kepribadian manusia dipelajari

oleh Carl Jung ke seluruh peradaban dianalisis dengan sejarawan Arnold Toynbee, tergantung

pada keseimbangan dinamis antara dualitas yang saling melengkapi. Sebuah sistem sosial

dalam keadaan keseimbangan hanya jika ada proporsi yang sama dari dua kualitas yang saling

melengkapi. Namun, keseimbangan ini bersifat dinamis, dan tidak keseimbangan stasioner.

Ide utama dari penelitian peran tim dilakukan selama periode 10-tahun oleh profesor

Universitas Cambridge Merindith Belbin menyediakan kerangka lain yang berguna di mana

untuk mempertimbangkan dampak budaya pada berbagai aspek manajemen sumber daya

manusia. Dalam penelitian awalnya dengan tim berkinerja tinggi, Belbin mengidentifikasi

delapan 'peran tim' yang dapat individu mainkan ketika bekerja dalam tim dan yang diperlukan

untuk kerja tim yang efektif; ini termasuk The Shaper, The Coordinator, The Chairman dan The

Teamworker. Dimasukkannya orang yang bersedia atau mampu memainkan setiap peran yang

memastikan bahwa keterampilan yang berbeda-beda dan kualitas yang diperlukan ditawarkan

untuk kinerja kolektif yang efektif pada berbagai tahap proyek, dari awal sampai pelaksanaan.

Belbin menyatakan bahwa setiap individu memiliki peran utama dimana dia paling

nyaman dalam memainkannya, dan salah satu dari empat peran 'back-up' dimana mereka juga

dapat memainkannya, tetapi kurang nyaman dengan hal itu. Sementara tim yang lebih rendah

berkinerja ditandai oleh individu yang secara kolektif bisa hanya mencakup beberapa peran

yang diperlukan untuk kerja sama tim yang efektif, anggota tim berkinerja tinggi memiliki

Page 12: 3. Managing Cultural Differences

keragaman yang kuat dari peran dan dilengkapi satu sama lain dengan kekuatan yang berbeda.

Belbin mengkarakteristikan salah satu konsekuensi dari keragaman peran tim yang tidak

memadai sebagai 'Apollo sindrom'. Ia menemukan bahwa kelompok-kelompok seragam terdiri

dari orang-orang yang sangat cerdas, yang secara individual bisa diharapkan untuk melakukan

dengan baik pemecahan masalah, yang, pada kenyataannya, jauh kurang efektif daripada yang

lebih seimbang, beragam kelompok. Apollo tim dihasilkan kompetisi internal dan menunjukkan

sedikit minat dalam memperbaiki efektivitas mereka sendiri sebagai sebuah tim.

Pengamatan tersebut sangat relevan untuk semua bidang sumber daya strategis manusia

lintas budaya dan berkaitan langsung dengan pekerjaan evans dan doz. Selain mengakui bahwa

dualitas ada dan harus seimbang, pekerjaan Belbin ini menambah dimensi diperlukan

mengingat keragaman, atau 'dualitas', konstruktif. Jika temuan Belbin dapat digeneralisasi

untuk fungsi organisasi yang lebih luas di kompleks, berbagai organisasi, jelas bahwa

manajemen sumber daya manusia menjadi kurang masalah dalam memiliki orang yang tepat di

tempat yang tepat pada waktu yang tepat, dan lebih mengintegrasikan seleksi, reward dan

praktek penilaian dalam nilai-nilai organisasi yang akan memungkinkan hasil yang seimbang di

bawah berbagai kondisi budaya.

MENGARTIKULASIKAN NILAI-NILAI PERUSAHAAN SECARA EKSPLISIT DI

SELURUH DUNIA

Budaya organisasi dianggap kuat dan kohesif dalam mempengaruhi operasi perusahaan

secara global. Banyak perusahaan sedang dalam proses mengembangkan nilai-nilai

perusahaannya di seluruh dunia. Untuk keragaman budaya di seluruh dunia ini perlu adanya

sebuah filosofi perusahaan yang secara eksplisit kuat mendukung. Sebaliknya, perusahaan

menemukan bahwa perbedaan budaya secara signifikan mempengaruhi kemampuan untuk

mengembangkan nilai-nilai perusahaan, karena:

1. Budaya menetapkan arti yang berbeda dengan isi dan pencapaian nilai-nilai yang

dinyatakan.

2. Pengalaman kerja karyawan sebuah perusahaan bisa sangat berbeda antara unit atau

divisi.

Page 13: 3. Managing Cultural Differences

3. Jika pernyataan nilai tidak cocok tehadap lokal, atau berbeda dari apa yang orang

setempat mengakui sebagai realitas dalam organisasi mereka, pernyataan itu bisa lebih

destruktif daripada konstruktif.

Ada tiga cara di mana perusahaan dapat menangani dampak perbedaan budaya, yaitu:

1. Perijinan interpretasi lokal dari laporan.

2. Mencari penggabungan pandangan lokal sebagai bagian dari sarana untuk membuat

pernyataan.

3. Melaksanakan proses formal konsultasi multikultural untuk membahas cara-cara di

mana nilai-nilai yang dinyatakan dapat diterapkan secara lokal.

Kesesuaian strategi masing-masing tergantung pada tingkat komitmen untuk

membangun dan memperkuat seperangkat nilai-nilai di seluruh dunia dan sejauh mana

seperangkat nilai-nilai bersama benar-benar ada.

Pada Lotus, perusahaan komputer Amerika, bahwa nilai-nilai dalam operasi perusahaan

mereka bisa ditafsirkan secara berbeda di seluruh dunia. Misalnya, ``Have fun!`` yang masuk

akal dalam konteks Amerika Utara dianggap agak mengganggu dan tidak pantas untuk

karyawan Belanda. Dengan demikian organisasi diperbolehkan untuk fleksibilitas, bahwa

karyawan dari budaya nasional yang berbeda harus menafsirkan makna dan praktek nilai-nilai

dasar yang sama.

Perusahaan Motorola mencoba untuk mendapatkan lebih banyak konsistensi dalam arti

nilai-nilai dan tujuan dasar mereka dan untuk mengintegrasikan perbedaan penafsiran dalam

pelaksanaannya Motorola mencoba dengan menciptakan lokakarya internasional untuk

membahas pelaksanaannya di berbagai bidang usaha dan daerah.

Grup Toshiba memiliki filosofi kohesif dan identitas yang bisa menyatukan perusahaan

dan karyawan di seluruh dunia dan yang akan menyediakan baik inspirasi dan sarana untuk

pengembangan lebih lanjut dari kegiatan tersebut. Perusahaan ingin pengembangan filsafat

eksplisit untuk mengungkapkan nilai-nilai yang benar-benar bersama dalam organisasi di

seluruh dunia.

SETIAP TINDAKAN PENCIPTAAN ADALAH TINDAKAN PERUSAKAN

Dalam konteks karya Evans dan Doz, semakin kompleks dan beragam organisme,

semakin besar perlunya menyeimbangkan kekuatan yang timbul berlawanan daripada harus

membuat pilihan lain.

Page 14: 3. Managing Cultural Differences

Vincent O'Neill, wakil direktur bahasa manajemen dan antarbudaya pelatihan di

Siemens, berpikir bahwa masalah sumber daya manusia menjadi dilema dalam perusahaan

global. Berkenaan dengan mencoba untuk mengartikulasikan nilai-nilai perusahaan eksplisit di

seluruh dunia, Mr O'Neill mengatakan: bahwa unit-unit kecil perusahaan memiliki budaya

perusahaan mereka masing-masing. Dalam tim Mr O'Neill, yaitu Jerman, Irlandia, Welsh,

Perancis, Spanyol, dan Amerika Selatan, pandangan mereka tentang motivasi, kepemimpinan,

pengambilan keputusan dan sebagainya berbeda satu sama lain.

SELEKSI

Pendekatan seleksi bervariasi di seluruh budaya. Ada perbedaan tidak hanya dalam

prioritas yang diberikan kepada kemampuan teknis atau interpersonal, tetapi juga dengan cara-

cara calon yang akan diuji dan diwawancarai untuk kualitas yang diinginkan.

Dalam budaya Anglo-Saxon, apa yang umumnya diuji adalah berapa banyak individu

dapat berkontribusi untuk tugas-tugas organisasi. Dalam budaya ini, pusat-pusat penilaian, tes

kecerdasan, dan pengukuran kompetensi adalah norma. Dalam budaya Jerman, penekanannya

lebih pada kualitas pendidikan dalam fungsi tertentu. Proses rekrutmen dalam bahasa latin dan

budaya timur jauh sangat sering ditandai dengan memastikan seberapa baik seseorang cocok

dengan kelompok yang lebih besar. Hal ini sebagian ditentukan oleh elitisme lembaga

pendidikan yang lebih tinggi, seperti grandes ecoles di Perancis atau University of Tokyo di

Jepang, dan sebagian oleh gaya interpersonal dan kemampuan untuk jaringan internal. Jika ada

tes dalam budaya latin, mereka akan cenderung lebih banyak tentang kepribadian, komunikasi,

dan keterampilan sosial.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Shackleton dan Newell dibandingkan metode seleksi

antara Perancis dan Inggris, mereka menemukan bahwa ada kontras yang mencolok dalam

jumlah wawancara yang digunakan dalam proses seleksi, jika Perancis lebih sering beralih ke

lebih dari satu wawancara. Mereka juga menemukan bahwa di Inggris ada kecenderungan yang

lebih besar untuk menggunakan wawancara panel daripada di Perancis, di mana satu-ke-satu

wawancara adalah norma. Selain itu, sementara hampir 74% dari perusahaan di Inggris

menggunakan referensi, hanya 11,3% dari perusahaan yang disurvei di Prancis

menggunakannya. Selain itu, perusahaan Perancis mengandalkan lebih banyak pada tes

kepribadian dan analisis tulisan tangan daripada yang Inggris (Shackleton dan Newell, 1991)

Perbedaan antara budaya dalam hal kualitas dianggap paling penting dan metodologi

yang digunakan untuk menilai mereka dapat dipahami dengan lebih baik pada dimensi budaya

Page 15: 3. Managing Cultural Differences

universalisme/partikularisme, prestasi/anggapan dan perbedaan dalam cara orang-orang dari

berbagai budaya memahami organisasi.

Sebagai survei metode seleksi Perancis dan Inggris menggambarkan, budaya yang lebih

universal dan berorientasi prestasi cenderung lebih mengandalkan kriteria terukur objektif

tentang individu, yaitu kemampuan intelektual atau teknis untuk menilai mereka cocok dengan

satu set tugas yang diberikan. Budaya yang lebih partikularis, di sisi lain, lebih pada informasi

tentang kepribadian individu dan potensi kepercayaan mengandalkan untuk menilai lebih

berorientasi pada hubungan gagasan.

PENGEMBANGAN KARIR

Budaya mempengaruhi cara di mana organisasi memahami dan praktek pengembangan karir,

serta tujuan karir dan harapan individu dari budaya yang berbeda. Bagian ini akan

mengeksplorasi model yang berbeda dari tipe pengembangan karir organisasi pada budaya

tertentu, dan menjelaskan beberapa preferensi budaya di balik pendekatan. Review dari dampak

budaya pada konsepsi individu manajer pada karir juga diberikan.

MODEL ORGANISASI PENGEMBANGAN KARIR

Paul Evans, Elizabeth Lank dan Alison Farquar telah mengidentifikasi dan menjelaskan

empat pendekatan organisasi yang berbeda berdasarkan perbedaan budaya: Anglo-Dutch,

Jerman, Jepang, dan Latin.

Pendekatan Anglo-Dutch didominasi oleh gagasan pengembangan manajer. Seleksi

untuk pengembangan biasanya dilakukan dalam 5-7 tahun pertama di perusahaan dalam

pekerjaan teknis atau fungsional tertentu. Tingginya program perekrutan calon juga digunakan.

Pusat penilaian dan / atau komite tinjauan manajemen (baik formal maupun informal) yang

mana individu dievaluasi untuk menentukan apakah mereka melayani tujuan perusahaan.

Potensi diidentifikasi pada tahap awal karir dan dimonitor dengan hati-hati pada tahap

selanjutnya. Pengembangan manajemen ditanggapi serius dan formal sebisa mungkin.

Pendekatan Jerman yang mencakup Swiss dan beberapa organisasi Belanda dan

Skandinavia, berfokus lebih banyak pada persiapan untuk karir fungsional. Setelah proses

rekrutmen tahunan, kandidat biasanya melalui dua atau tiga tahun program pelatihan yang

Page 16: 3. Managing Cultural Differences

menggabungkan pekerjaan perusahaan dan penugasan khusus dengan pelatihan intensif.

Program pengembangan ini berfungsi untuk memperluas pengetahuan calon setelah muncul

bentuk pendidikan yang sangat khusus mereka. Persaingan dalam pendekatan Jerman ini

cenderung berdasarkan keahlian fungsional, dengan sangat sedikit generalis, jika ada. Tingkat

atas dari banyak perusahaan Jerman biasanya akan membawa gelar Doktor atau Profesor.

Model Jepang yang muncul di perusahaan besar setelah Perang Dunia Kedua sangat

kompetitif . Hal ini didasarkan pada perekrutan kohort elit dari universitas terkemuka. Fungsi

mereka awalnya ditempatkan pada bulan Mei atau mungkin tidak ada hubungannya dengan

program pendidikan formal studi mereka. Di Toyota dan Nissan semua pendatang baru harus

menghabiskan masa beberapa bulan bekerja di shop floor. Untuk pertama empat atau lima

tahun tidak ada pemeriksaan lebih lanjut; pengembangan manajemen diidentifikasi dengan

entri.

Kinerja dimonitor, biasanya beberapa kali setiap tahunnya, dengan departemen tenaga

yang kuat. Ada tingkat tinggi rotasi antara fungsi. Kohort direkrut pada tahun tertentu yang

dipromosikan bersama-sama. Promosi diharapkan setiap empat sampai lima tahun atau calon

umumnya yang menjalankan untuk posisi yang lebih senior.

Dalam perusahaan-perusahaan internasional Latin terbesar, masuk juga sangat elitis.

Seperti dalam model Jepang, banyak status yang diberikan oleh universitas yang didatangi. Di

Perancis, misalnya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa lulusan dari ecole grande memiliki

kesempatan 90% menjadi presiden perusahaan. Dalam model ini, organisasi adalah sistem

politik yang nyata, di mana pengembangan karir sebagian besar didasarkan pada prestasi yang

terlihat, mentor dan koalisi. Setelah mendapat gelar dari salah satu lembaga yang tepat,

pengembangan karir adalah tentang membuat koneksi dan mengesankan orang yang tepat.

BAGAIMANA INDIVIDU DARI BUDAYA YANG BERBEDA MEMANDANG KARIR

Untuk mengeksplorasi peran kebudayaan nasional dalam karir, Laurent Mendekati

sebagian besar AS yang berbasis multinasional karena reputasi profesional yang tinggi dalam

manajemen sumber daya manusia. Selama wawancara dengan sampel yang representatif dari

100 atas - manajer menengah di seluruh organisasi, Laurent bertanya pertanyaan seperti:

"Menurut Anda, apa yang dibutuhkan untuk menjadi sukses di XY? 'Sampel Nasional

Page 17: 3. Managing Cultural Differences

kemudian dilakukan di lima perusahaan afiliasi di Frances, West Jerman, Belanda, Inggris dan

Amerika Serikat. Berikut 10 item yang dipilih paling sering oleh kelompok dari 262 responden:

1. Ambisi dan dorongan (82%)

2. KemampuanKepemimpinan (77%)

3. Keterampilan dalam hubungan interpersonal dan komunikasi (75%)

4. Menjadi dicap sebagai memiliki potensi tinggi (72%)

5. Kemampuan manajerial (69%)

6. Pencapaian hasil (69%)

7. Kepercayaan Diri (65%)

8. Berpikir kreatif (60%)

9. Kemampuan untuk menghadapi antar kelompok (58%)

10. Kerja keras (58%)

Ada perbedaan penting antara lima kelompok nasional terlepas dari konvergensi yang bisa

diharapkan dari sistem karir di seluruh dunia sama. ariasi lintas budaya yang paling signifikan

adalah sebagai berikut:

• Sementara hanya 57% dari manajer Belanda yang dipilih keterampilan dalam hubungan

interpersonal dan komunikasi sebagai penentu paling penting dari kesuksesan karir, 89%

dari manajer Inggris itu.

• Menjadi dicap sebagai memiliki potensi tinggi dianggap sebagai yang paling penting oleh

54% dari Jerman dibandingkan dengan 81% dari Perancis

• Hasil Mencapai memiliki skor Amerika tinggi 88% dan skor Perancis rendah 52%.

Kesamaan, 81% orang Amerika memilih keyakinan diri sementara hanya 42% dari

Perancis melakukannya.

• Sebuah pikiran kreatif dianggap sebagai kriteria keberhasilan atas oleh Jerman (77%)

sementara itu terlihat sebanyak kurang relevan oleh Perancis.

Page 18: 3. Managing Cultural Differences

PENILAIAN KINERJA

Proses penilaian kinerja berusaha untuk mempengaruhi dan memotivasi perilaku yang

konsisten. Untuk organisasi yang beroperasi lintas budaya, mengidentifikasi kualitas terhadap

yang untuk menilai, memilih, penghargaan dan mempromosikan orang internasional sangat

kompleks yang sering mengalahkan waktu sistem penilaian dan lagi. Ini biasanya merupakan

upaya untuk mendorong manajer untuk berkomunikasi dan menghargai aspek-aspek kinerja

organisasi ingin universal mendorong.

Seperti terungkap dalam penelitian oleh Laurent dan Derr dijelaskan dalam bagian

terakhir, individu-individu dari budaya yang berbeda memberikan arti yang berbeda dan

berbagai tingkat pentingnya kualitas manajerial. Menerapkan konsep dualitas untuk

penilaian kinerja, ini berarti bahwa mendefinisikan kriteria penilaian tidak hanya

masalah kualitas penilaian mengidentifikasi yang dapat digunakan secara universal atau

sebaliknya, yang memungkinkan manajer dalam setiap budaya untuk mengembangkan

kualitas mereka sendiri untuk menilai terhadap. Sebaliknya, ia mengakui bahwa:

1. Ada perbedaan kualitas yang penting dan dihargai dalam budaya yang berbeda.

2. Untuk setiap kualitas yang dapat diidentifikasi ada berlawanan sama-sama menarik.

PERAN HRM PROFESIONAL DALAM MULTIKULTURAL DUNIA

Bisa Diharapkan dengan permintaan ini untuk kecanggihan yang semakin besar dalam

mengelola orang di seluruh budaya pentingnya HRM profesional akan tumbuh.

Tom Lester telah meneliti manajemen sumber daya manusia di Eropa, dan membuat

laporan awal dalam Manajemen Internasional (Lester, 1994). Dia menunjukkan bahwa:

"Menurut survei dari 11 negara yang dilakukan oleh sekelompok sembilan sekolah

bisnis Eropa dan akuntansi dan konsultasi perusahaan Price Waterhouse, kepala sumber daya

manusia diwakili di papan utama 87% perusahaan Swedia besar, Dalam tidak lebih dari

setengah perusahaan di negara manapun adalah sumber daya manusia yang terlibat dari awal

dalam perumusan strategi perusahaan. "


Top Related