Download - 258028609 makalah-kovalen-kereen
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menerima begitu saja dunia sekitar kita
beserta perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya tanpa mempertanyakan misalnya, apa
itu air, apa itu bensin, mengapa bensin bisa terbakar sedangkan air tidak? Apakah arti
terbakar?Mengapa besi dapat berkarat sedangkan emas tidak?Apa itu karet dan bagaimana
membuat karet tiruan?
Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah sebagian dari masalah yang dibahas dalam dalam
ilmu kimia.Oleh karena itu, ilmu kimia dapat di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari
segala sesuatu tentang materi, seperti hakekat, susunan, sifat-sifat, perubahan serta energi
yang menyertai perubahannya.
Suatu atom bergabung dengan atom lainnya melalui ikatan kimia sehingga dapat
membentuk senyawa, baik senyawa kovalen maupun senyawa ion. Senyawa ion terbentuk
melalui ikatan ion, yaitu ikatan yang terjadi antara ion positif (atom yang melepaskan
electron) dan ion negative (atom yang menangkap electron). Akibatnya, senyawa ion yang
terbentuk bersifat polar.
Dalam setiap senyawa, atom-atom terjalin secara terpadu oleh suatu bentuk ikatan
antaratom yang deiebut ikatan kimia. Seorang ahli kimia dari Amerika serikat, yaitu Gilbert
Newton Lewis ( 1875- 1946) dan Albrecht Kosel dari Jerman ( 1853- 1972) menerangkan
tentang konsep ikatan kimia.
Pada umumnya atom tidak berada dalam keadaan bebas tetapi menyatu dengan atom
lain membentuk senyawa. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa atom yang bergabung lebih
stabil daripada yang menyendiri. Penggabungan itu disebut ikatan kimia dan terjadi bila ada
daya tarik satu sama lain sehingga mengeluarkan energi paling kurang 42 kJ per mol atom.
Berdasarkan teori atom modern, para ahli menyelediki cara terbentuknya ikatan kimia. Daya
tarik kedua atom terjadi karena adanya elektron pada kulit terluar. Elektron pada kulit ini
mempunyai kecenderungan menyamai konfigurasi elektron gas mulia, dengan cara menerima
atau memberikan elektron pada atom lain.
Pada makalah ini penulis akan memfokuskan cakupan materi terkait terbentuknya
senyawa melalui ikatan kovalen yang akan penulis paparkan dari segi teori ikatan, hukum,
struktur maupun sifat dan parameternya.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penyusun merumuskan masalah yang
hendak dibahas dalam makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana syarat terbentuknya ikatan kovalen pada suatu senyawa?
2. Bagaimana pembentukan struktur resonansi pada senyawa kovalen?
3. Bagaimana proses pembentukan ikatan kovalen menurut Hukum Fajans?
4. Bagaimana struktur dan sifat senyawa kovalen?
5. Bagaimana pembentukan orbital sigma dan orbital phi pada senyawa kovalen?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Mengetahui syarat terbentuknya ikatan kovalen pada suatu senyawa
2. Mengetahui pembentukan struktur resonansi pada senyawa kovalen
3. Mengetahui proses pembentukan ikatan kovalen menurut Hukum Fajans
4. Mengetahui struktur dan sifat senyawa kovalen
5. Mengetahui pembentukan orbital sigma dan orbital phi pada senyawa kovalen
D. Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menggunakan metode jelajah (browsing)
internet dan studi pustaka. Metode ini merupakan pengumpulan berbagai sumber data dari
internet dan buku referensi yang relevan,lalu menganalisanya, membandingkan dengan
sumber data lainnya (mencari titik temu dari beberapa konsep yang berbeda) dan akhirnya
menginterpretasikan data tersebut dalam bentuk makalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Ikatan Kovalen
Gagasan ikatan kovalen dapat ditilik beberapa tahun sebelum 1920 oleh Gilbert N.
Lewis yang pada tahun 1916 menjelaskan pembagian pasangan elektron di antara atom-
atom. Dia memperkenalkan struktur Lewis atau notasi titik elektron atau struktur titik
Lewis yang menggunakan titik-titik di sekitar simbol atom untuk mewakili elektron
valensi terluar atom. Pasangan elektron yang berada di antara atom-atom mewakili ikatan
kovalen. Pasangan berganda mewakili ikatan berganda, seperti ikatan rangkap dua dan
ikatan rangkap tiga. Terdapat pula bentuk alternatif lainnya di mana ikatan diwakili
sebuah garis.
Gambar 1. Konsep awal ikatan kovalen berawal dari gambar molekul metana sejenis
ini. Ikatan kovalen tampak jelas pada struktur Lewis, mengindikasikan
pembagian elektron-elektron di antara atom-atom.
Ketika gagasan pembagian pasangan elektron memberikan gambaran kualitatif yang
efektif akan ikatan kovalen, mekanika kuantum diperlukan untuk mengerti sifat-sifat ikatan
seperti ini dan memprediksikan struktur dan sifat molekul sederhana. Walter Heitler dan Fritz
London sering diberi kredit atas penjelasan mekanika kuantum pertama yang berhasil
menjelaskan ikatan kimia, lebih khususnya ikatan molekul hidrogen pada tahun 1927. Hasil
kerja mereka didasarkan pada model ikatan valensi yang berasumsi bahwa ikatan kimia
terbentuk ketika terdapat tumpang tindih yang baik di antara orbital-orbital atom dari atom-
atom yang terlibat. Orbital-orbital atom ini juga diketahui memiliki hubungan sudut spesifik
satu sama lain, sehingga model ikatan valensi dapat memprediksikan sudut ikatan yang
terlihat pada molekul sederhana dengan sangat baik.
A.1 Orde Ikatan
Derajat ikat atau orde ikat adalah sebuah bilangan yang mengindikasikan jumlah
pasangan elektron yang terbagi di antara atom-atom yang membentuk ikatan kovalen. Istilah
3
ini hanya berlaku pada molekul diatomik. Walaupun demikian, ia juga digunakan untuk
mendeskripsikan ikatan dalam senyawa poliatomik.
Gambar 2. Orde ikatan kovalen
1. Ikatan kovalen yang paling umum adalah ikatan tunggal dengan hanya satu pasang
elektron yang terbagi di antara dua atom. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma. Semua
ikatan yang memiliki lebih dari satu pasang elektron disebut sebagai ikatan
rangkap atau ikatan ganda.
2. Ikatan yang berbagi dua pasangan elektron dinamakan ikatan rangkap dua. Contohnya
pada etilena. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma dan satu ikatan pi.
3. Ikatan yang berbagi tiga pasang elektron dinamakan ikatan rangkap tiga. Contohnya
pada hidrogen sianida. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma dan dua ikatan pi.
A.2 Teori Saat Ini
Saat ini model ikatan valensi telah digantikan oleh model orbital molekul. Dalam
model ini, setiap atom yang berdekatan akan memiliki orbital-orbital atom yang saling
berinteraksi membentuk orbital molekul yang merupakan jumlah dan perbedaan linear
orbital-orbital atom tersebut. Orbital-orbital molekul ini merupakan gabungan antara orbital
atom semula dan biasanya berada di antara dua pusat atom yang berikatan.
Dengan menggunakan mekanika kuantum, adalah mungkin untuk menghitung struktur
elektronik, arah energi, sudut energi, jarak ikat, momen dipol, dan spektrum elektromagnetik
dari molekul sederhana dengan akurasi yang sangat tinggi. Jarak dan sudut ikat dapat
dihitung seakurat yang diukur. Untuk molekul-molekul kecil, perhitungan tersebut cukup
akurat untuk digunakan dalam menentukan kalor pembentukan termodinamika dan energi
aktivasi kinetika.
B. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) Pada Ikatan Kovalen
Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menganggap
dalam pembentukan senyawa kompleks melibatkan interaksi elektrostatik maupun interaksi
kovalen. Teori orbirtal molekul menyatakan bahwa pembentukan senyawa kompleks terjadi
interaksi antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk
orbital-orbital molekul. Orbital-orbirtal molekul senyawa kompleks dianggap merupakan
hasil kombinasi linear dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan yang perbedaan
tingkat energinya besar dapat diabaikan, sehingga dalam menggambarkan orbital molekul
4
senyawa kompleks cukup digambarkan orbital-orbital elektron valensinya. Teori orbital
molekul dapat menjelaskan fakta-fakta tentang sifat magnetik dan warna senyawa kompleks.
Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital
bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti ikatan).
B.1 PEMBENTUKAN ORBITAL σ
Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat dicontohkan
dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.
Gambar 3. Pembentukan Orbital σ pada molekul H2
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing satu
buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian bergabung
membentuk orbital molekul σ, sehingga terbentuk dua macam orbital, orbital σ yang
merupakan orbital bonding, dan orbital σ* yang merupakan orbital antibonding. Sesuai
dengan aturan Hund, maka mula-mula elektron dari salah satu atom H mengisi orbital
molekul σ yang terbentuk, kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital σ
tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari kedua atom H,
maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi molekul H2. Molekul H2 ini
merupakan molekul yang stabil, karena elektron-elektronnya berada pada orbital molekul σ
yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan tingkat energi orbital atom pembentuknya.
Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan ketidakstabilan
dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :
5
orbital σ* (orbital molekul antibonding)
orbital σ (orbital molekul bonding)
HH
H2
orbital σ* (orbital molekul antibonding)
Gambar 4. Pembentukan Orbital σ pada molekul He2
Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat orbital-orbital
atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital molekul, terbentuk 2 macam
orbital molekul pula, orbital σ dan σ*. Elektron-elektron mula-mula mengisi orbital bonding
σ yang tingkat energinya lebih rendah, kemudian mengisi orbital antibonding σ*. Karena baik
orbital bonding maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan
saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.
Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk molekul
diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam pembentukan orbital
molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul diatomik yang heterogen, atom
yang lebih elektronegatif orbital atomnya memiliki tingkat energi yang lebih rendah.
Perbedaan tingkat energi antar orbital atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan
merupakan ukuran dari sifat ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut.
Sedangkan perbedaan tingkat energi antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan
orbital atom (dari atom yang tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen
ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam
diagram berikut :
Gambar 5. Ilustrasi diagram orbital sifat ikatan kovalen
6
orbital σ (orbital molekul bonding)
He He
He2
1s
1sA
B
AB
orbital σ
orbital σ*
a
b
Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah
dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang terbentuk
memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih energi antara orbital
atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a, menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan
yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan selisih energi antara OM σ dengan orbital atom B,
dinotasikan dengan b, menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.
B.2 PEMBENTUKAN ORBITAL π
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar orbital
atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy,
dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam.
Salah satu contoh bagaimana orbital π dapat terbentuk antara orbital atom dari logam dengan
orbital atom yang dimiliki ligan ditunjukkan dalam gambar berikut :
Gambar 6. Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan
Dari Gambar (6) di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar dengan orbital
py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam dan orbital atom ligan
tersebut dapat menghasilkan orbital molekul π.
Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital molekul π
juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari logam dengan orbital pz dari
ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
7
Gambar 7. Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi yang
sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital molekul π.
Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga
meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga
dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.
C. Resonansi
Resonansi adalah delokalisasi elektron pada molekul atau ion poliatomik tertentu
dimana ikatannya tidak dapat dituliskan dalam satu struktur Lewis. Kebanyakan ikatan dapat
dideskripsikan dengan menggunakan lebih dari satu struktur Lewis yang benar (misalnya
pada ozon, O3). Dalam diagram lewis (LDS: Lewis dot structure) O3, atom pusat akan
memiliki ikatan tunggal dengan satu atom dan ikatan rangkap dua dengan satu atom lainnya.
Diagram LDS tidak dapat memberitahukan kita atom mana yang berikatan rangkap; atom
pertama dan kedua yang berikatan dengan atom pusat memiliki probabilitas yang sama untuk
memiliki ikatan rangkap. Dua struktur yang memungkinkan ini disebut sebagai struktur
resonansi. Pada kenyataannya, struktur ozon adalah hibrid resonansi antara dua struktur
resonansi yang memungkinkan. Daripada satu ikatan tunggal dan satu ikatan rangkap dua,
sebenarnya terdapat dua ikatan 1,5 dengan kira-kira tiga elektron pada setiap atom.
Kasus resonansi yang khusus terlihat pada atom-atom yang membentuk cincin
aromatik (contohnya benzena). Cincin aromatik terdiri dari atom-atom yang tersusun menjadi
lingkaran (dihubungkan dengan ikatan kovalen) dan menurut LDS akan memiliki ikatan
tunggal dan rangkap dua yang saling bergantian. Dalam kenyataannya, elektron-elektron
cenderung secara merata berada di seluruh ruang cincin. Pembagian elektron pada struktur
aromatik seringkali diwakili dengan cincin di dalam lingkaran atom. Resonansi dalam kimia
diberi simbol garis dengan dua arah panah (↔).
8
Gambar 8. Struktur resonansi ozon
Pada ozon, terdapat perpindahan elektron antar inti yang dijelaskan dengan anak panah.
Gambar 9. Perpindahan elektron antar inti
C.1 Sifat umum resonansi
Molekul atau ion yang dapat beresonansi mempunyai sifat-sifat berikut:
1. Dapat dituliskan dalam beberapa struktur Lewis yang disebut dengan struktur
resonan. Tetapi tidak satupun struktur tersebut melambangkan bentuk asli molekul
yang bersangkutan.
2. Di antara struktur yang saling beresonansi bukanlah isomer. Perbedaan antar struktur
hanyalah pada posisi elektron, bukan posisi inti.
3. Masing-masing struktur Lewis harus mempunyai jumlah elektron valensi dan elektron
tak berpasangan. yang sama.
4. Ikatan yang mempunyai orde ikatan yang berbeda pada masing-masing struktur tidak
mempunyai panjang ikatan yang khas.
5. Struktur yang sebenarnya mempunyai energi yang lebih rendah dibandingkan energi
masing-masing struktur resonan
D. Polarisasi menurut Aturan Fajans
Pada umumnya, senyawa yang terbentuk akibat penggabungan antar logam dengan
nonlogam memiliki sifat senyawa ionik. Akan tetapi, tidak semua senyawa dari
penggabungan ini bersifat ionik. Senyawa ini dapat lebih mengarah ke sifat kovalen ketika
elektron terluar dari anion ditarik kuat oleh kation, sehingga rapatan anion akan mengalami
distorsi/penyimpangan terhadap kation. Distorsi ini dapat dilihat dari rapatan elektron yang
mulanya digambarkan seperti bola akan menjadi lonjong (elektron terluar dari anion ditarik
kuat oleh kation).
9
Akibat dari distorsi ini maka senyawa yang mulanya bersifat ionik akan berubah
menjadi kovalen dan akan terjadi polarisasi. Semakin besar sifat polarisasinya maka semakin
besar pula derajat ikatan kovalensinya. Menurut Kasimir Fajans, ahli kimia, terdapat
beberapa aturan perihal polarisasi tersebut, antara lain :
1. Suatu kation akan lebih mudah mengalami polarisasi ketika ukuran kation tersebut kecil
dengan muatan positif yang besar.
Mn2O7 memiliki muatan positif lebih besar dibandingkan dengan muatan positif pada
MnO sehingga Mn2O7 lebih bersifat kovalen polar daripada bersifat ionik.
2. Suatu anion akan lebih mudah mengalami polarisasi ketika ukuran dan muatan negatif
yang dimiliki anion tersebut besar.
AlI3 memiliki muatan negatif yang sama namun dengan ukuran anion yang lebih besar jika
dibandingkan dengan AlF3sehingga AlI3 lebih mengarah untuk membentuk ikatan kovalen
yang polar dibandingkan dengan AlF3 yang tidak bersifat polar.
3. Kation yang tidak memiliki konfigurasi gas mulia lebih mudah mengalami polarisasi.
Kation K+ pada senyawa KCl memiliki konfigurasi gas mulia yaitu [Ar] sedangkan kation
Ag+ pada AgCl tidak memiliki konfigurasi gas mulia yaitu [Kr]4d10, sehingga kation
Ag+ lebih mudah mengalami polarisasi daripada kation K+.
Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik dari sifat kovalen
suatu spesies yaitu dengan membandingkan titik lelehnya; senyawa ionik (dan juga jaringan
senyawa kovalen) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, dan senyawa kovalen sederhana
mempunyai titk leleh rendah. Sebagai contoh, senyawa AlF3 dan AlI3, masing-masing
mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu secara berurutan 1290 dan 1900C. Ion
fluorida mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari-jari ionik iodida,
206. Data jari-jari ini menghasilkan ukuran volume anion iodida sebesar kira-kira 5 ½
atau 2063/1173 kali volume ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida
menyarankan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik, dan ini berarti bahwa ion fluorida
karena kecilnya ukuran tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion Al3+, sehingga senyawa yang
10
Gambar
terbentuk, yaitu AlI3, lebih bersifat kovalen dengan titik leleh yang jauh lebih rendah.
Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (6850C), demikian pula KF (8570C).
Karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka
besarnya muatan kation yang sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan
derajat kovalensi spesies (sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1 dan +2,
biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan muatan +3 membentuk senyawa
ionik hanya dengan anion yang sangat sukar terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan
muatan teoritik +4 atau yang lebih tinggi sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan
senyawanya sering diperhitungkan sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen.
Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 17850C tetapi Mn2O, berupa cair pada
temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II) membentuk kisi kristal ionik
dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk molekul kovalen dalam Mn2O7. Perhitungan rapatan
muatan menghasilkan harga 84 C mm-3 untuk ion Mn2+ dan 1240 C mm-3 untuk ion
Mn7+ (andaikata ion ini ada). Ion ini (Mn7+) sangat tinggi (rapatan) muatan positifnya,
demikian juga ukurannya tentu jauh lebih kecil daripada ukuran ion Mn2+, sehingga
mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida; akibatnya,
senyawaan yang terbentuk bersifat kovalen sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya titik
leleh.
Aturan Fajans yang ke tiga, berkaitan dengan kationn yang mempunyai konfigurasi
elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh yaitu kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10),
demikian juga Cu+, Sn2+, dan Pb2+. Senyawaan perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI,
masing-masing mempunyai titik leleh 435, 455, 430, dan 5580C, yang secara berurutan lebih
rendah kira-kira 3000C dari pada titik leleh kalium halida. Dengan demikian, kation perak
mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat daripada kation K+, sehingga senyawaan
perak halida lebih bersifat kovalen dari pada senyawaan kalium halida. Petunjuk lain perihal
sifat kovalensi halida perak yaitu kenyataannya bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar
larut dalam air. Proses pelatutan dalam pelerut polar disebabkan adanya interaksi antara
molekul air (polar) dengan muatan ion; menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen
halida perak mengakibatkan melemahnya interaksi tersebut hingga cenderung sukar larut.
Untuk perak fluorida, kecilnya ukuran ion fluorida menyebabkan kurangnya sifat
terpolarisasi oleh kation perak hingga senyawa ini paling bersifsat ionik daripada halida perak
yang lain, dan akibatnya mudah larut dalam air.
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian materi di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menganggap
dalam pembentukan senyawa kompleks melibatkan interaksi elektrostatik maupun
interaksi kovalen.
Pada senyawa kompleks, orbital molekul σ terbentuk sebagai gabungan/kombinasi
dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat
bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki
simetri yang sama.
orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan
orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam.
Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π
yang dimiliki oleh ligan tersebut.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendy. (2008) Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul, p. 159
2. G. L. Miessler and D. A. Tarr “Inorganic Chemistry” 3rd Ed, Pearson/PrentButt holes
suckice Hall publisher. ISBN 0-13-035471-6.
3. House, J. E dan Kathleen A. House. (2010) Descriptive Inorganic Chemistry Second
Edition, p. 64
4. Langmuir, I. (1919). J. Am. Chem. Soc.; 1919; 41; 868-934.
5. March, J. “Advanced Organic Chemistry” 4th Ed. J. Wiley and Sons, 1991: New
York. ISBN 0-471-60180-2.
6. Merriam-Webster - Collegiate Dictionary (2000).
7. Rayner, Geoff dan Tina Overton (2010). Descriptive Inorganic Chemistry Fifth
Edition, p.96
13