BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Qur'an adalah kitab petunjuk bagi kemaslahatan hidup manusia, baik
secara individual maupun sosial. Syari'at dan hukum merupakan bagian dari
bentuk petunjuk-petunjuk yang ada di dalam Al-Qur'an. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang
yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat" (QS.
Annisa': 105).
Untuk mengambil petunjuk hukum dari Al-Qur'an diperlukan
pemahaman yang benar terhadap makna dan pesan yang dikandung ayat.
Namun memahaminya tidaklah semudah memahami kandungan Hadits. Sebab
ayat-ayat dan surat-surat yang ada di dalam mushaf Al-Qur'an tidak berurutan
berdasarkan sejarah turunnya. Selain itu Al-Qur'an juga memakai bahasa dan
sastra Arab yang tinggi. yang tidak mungkin bisa dipahami dengan baik
kecuali dengan penguasaan bahasa Arab dan tata bahasanya, ilmu Balagah dan
sastra Arab Jahiliyah.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin mengambil istinbath hukum dari
Al-Qur'an dituntut untuk memenuhi beberapa persyaratan dan memakai
metode dan kaedah yang tepat dan benar.
B. RUMUSAN MASALAH
1. apakah yang di maksud dengan istimbathukum?
2. bagaimanakah sejarah istimbat?
3. apakah metode yang di gunakan dalam beristimbat?
C. TUJUAN
Adapun tujuan atas terselesaikannya makalah yang berjudul “ISTIMBAT
HUKUM ISLAM “ ini adalah untuk menambah wawasan serta pengetahuan
pembaca khususnya maha siswa dan maha siswi yang mempelajari makalah
ini tentang tentang istimbat hokum islam dan metodenya serta sejarahnya.
Selain dari pada itu terselesaikannya makalah yang berjudul “ISTIMBAT
HUKUM ISLAM “ ini adalah untuk memenuhi USHUL FIQH
1
BAB II
PEMBAHASAN
Istimbat hukum islam
A. Pengertian Istimbat
Secara etimologi istinbath berarti penemuan, penggalian, pengeluaran
(dari asal). Sedangkan hukum mempunyai arti hukum, peraturan dan
kekuasaan.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa istinbath hukum Al-Qur'an
adalah menemukan dan mengambil hukum dari Al-Qur'an.
Adapun tafsir, Dr. Muhammad Husein Adz-Dzahaby mengutip dari
Imam Zarkasyi: "Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab
Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad Saw, menjelaskan
makna-maknanya serta menemukan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya."
B. Pembagian Metode Istimbat
Dari pengertian tafsir di atas dapat diketahui bahwa istinbath hukum
merupakan bagian dari objek pembahasan ilmu tafsir. Karena itu metode
umum yang dipakai untuk tafsir Al-Qur'an juga mencakup metode istinbath
hukum. Di dalam ilmu tafsir, secara umum ada dua metode yang dipakai
dalam memahami makna dan isi kandungan ayat Al-Qur'an, yaitu metode
tafsir bi an-Naql dan metode tafsir selain Naql.
Metode naqly adalah metode tafsir bi al-ma'tsur atau disebut juga dengan
tafsir bi ar-riwayat yang meliputi tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, tafsir Al-
Qur'an dengan sunnah nabi Muhammad Saw., tafsir Al-Qur'an dengan riwayat
yang bersumber dari para sahabat dan tafsir Al-Qur'an dengan riwayat dari
para tabi'in.
Metode Naqly inilah yang umumnya dipakai oleh para shahabat dan
tabi'in. dan inilah metode yang terbaik dalam memahami pesan-pesan dan
kandungan Al-Qur'an, termasuk di dalamnya istinbat hukum.
Adapun yang dimaksud dengan metode selain naql adalah tafsir al-aqly
yang mengandalkan ijtihad dalam memahami nash-nash Al-Qur'an, maksud,
tujuan, dan petunjuk-petunjuknya setelah menguasai ilmu-ilmu yang
2
dibutuhkan oleh seorang mufassir. Para ulama juga menyebut metode tafsir al-
aqly ini dengan tafsir bi ar-ra'yi. Adapun mashdarnya adalah Ijma' dan qiyas.
Perlu diingat bahwa dua metode ini bukanlah metode yang saling
bertolak belakang. Karena kalau ditinjau dari sejarah dan syarat-syaratnya,
metode tafsir al-aqly merupakan pengembangan dari metode tafsir bi al-
ma'tsur.
C. Sejarah Istimbat Hukum Al Quran
1. Sebelum Masa Kodifikasi (qabla ashri at-tadwin)
a. Di Periode Nabi Muhammad Saw
Para shahabat pada masa hidup rasulullah Saw. belum
membutuhkan kaedah dan metode istinbath hukum. Sebab hukum di
masa itu mereka pelajari langsung dari penjelasan Rasulullah Saw. Di
dalam Muqaddimahnya, Ibnu Khaldun – sebagaimana dikutip oleh Dr.
Ajil Jasim – mengatakan: "Di masa Nabi Saw., hukum-hukum Al-
Qur'an yang diwahyukan dipelajari dari beliau secara langsung, beliau
menjelaskannya dengan kata-kata dan perbuatan yang tidak
membutuhkan naql, pertimbangan dan qiyas."
b. Periode Shahabat
Setelah Rasulullah Saw., wafat kebutuhan para shahabat terhadap
ushul fiqh (untuk keperluan istinbath hukum) belum kelihatan juga.
Karena pengetahuan mereka terhadap kaedah, manhaj dan metode
istinbat berkat fitrah dan kecertdasan otak yang dimiliki membuat
mereka mudah memahami hukum syar'i. Mereka mampu membedakan
antara 'am dan khass, muthlaq dan muqayyad, dan sebagainya.
Kebersamaan mereka dengan Nabi Saw (sebelumnya) juga membantu
mereka menguasai asbab an-nuzul, ayat nasikh dan mansukh, serta
'illat ayat dan hukumnya. Selain itu, pemahaman yang mendalam
terhadap sunnah Rasulullah Saw beserta penguasaan terhadap bahasa
Al-Qur'an yang juga merupakan bahasa sehari-hari mereka turut
mempermudah pemahaman mereka terhadap hukum-hukum yang
dikandung oleh Al-Qur'an.
3
Di dalam memahami pesan-pesan yang di kandung Al-Qur'an,
baik dari segi hukum maupun lainnya, para sahabat biasanya mencari
maknanya dari Al-Qur'an sendiri dan riwayat shahih dari Rasulullah
Saw. Karena riwayat yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur'an belum
dibukukan, para shahabat mengambilnya secara lisan. Kalau pada
keduanya tidak ditemukan baru mereka melakukan ijtihad.
Dr. Muhammad Qasim di dalam bukunya Dirasat fi Manahij Al-
Mufassirin menyebutkan sarana-sarana ijtihad shahabat sebagai
berikut:
1. Penguasaan kaedah-kaedah bahasa dan asal-usulnya, serta
kefashihan mereka.
2. Pengetahuan terhadap tradisi-tradisi Arab.
3. Pengetahuan mulabasat Al-Qur'an dan asbab an-nuzul
4. Pemahaman yang mantap dan wawasan yang luas
5. Pengetahuan terhadap keadaan ummat Yahudi dan Nasrani di
Jazirah Arab.
Namun demikian, hingga akhir periode shahabat belum ada
keadaan yang menuntut untuk menjadikan metode dan kaedah tersebut
sebagai sebuah disiplin ilmu.
c. Periode Tabi'in
Metode dan kaedah yang dipakai sahabat dalam mengambil
istinbat hukum masih berlaku hingga masa tabi'in. Namun di masa ini
– terutama pada abad kedua dan ketiga – para mujtahid islam semakin
banyak menemukan permasalahan baru akibat percampuran antara
kaum muslimin bangsa Arab dengan bangsa-bangsa non-Arab di
berbagai wilayah ummat Islam. Ini semakin diperparah oleh lahirnya
firqah-firqah di dalam tubuh Islam yang menafsirkan dalil-dalil syar'i
untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya.Keadaan seperti ini
menuntut adanya sebuah referensi metode istinbat hukum yang
dikodifikasi dan diakui oleh semua kalangan.
2. Masa Kodifikasi (Ashri At-Tadwin) dan Sesudahnya
4
Setelah masa tabi'in, pada abad kedua Hijriyah terjadi gerakan
kodifikasi Hadits. Para ulama tafsir – semisal Sufyan bin Uyainah (w.198
H), Waki' bin Jarrah (w.197) dan lainnya – mengumpulkan riwayat-
riwayat yang berkaitan dengan tafsir Al-Qur'an ke dalam buku-buku tafsir.
Saat itu riwayat-riwayat tafsir ayat ahkam dan lainnya masih bercampur
aduk, dan itu pun masih terbatas pada kumpulan sanad yang berasal dari
para shahabat, tabi'in dan tabi'in tabi'in.
Kemudian Imam Thabari (w. 310 H) muncul dan melengkapi sanad-
sanad tersebut dengan aqwal (ulama'), melakukan tarjih, menyebutkan
i'rab dan membuat istinbath hukum.
Metode istinbath hukum yang dipakai oleh para mufassirin di saat ini
umumnya masih mengikuti cara generasi sebelumnya.
Adapun yang pertama kali mengkodifikasikan metode istinbath hukum Al-
Qur'an tersebut adalah Imam Syafi'i rahimahullah (150-204 H). Metode
yang beliau rangkumkan dalam kitab "Ar-Risalah" ini kemudian dikenal
dengan ilmu ushul fiqh. Para ulama' – juga dari kalangan mufassirin – di
masanya telah mengkaji kitab tersebut dan menjadikannya sebagai rujukan
istinbath hukum hingga sekarang ini.
D. Metode dan kaedah istimbat hukum
Pada dasarnya, metode dan kaedah istinbath hukum yang dipakai oleh
para ulama tafsir sama dengan yang dipakai oleh para ulama fiqih. Dalam hal
ini para ulama Islam sepakat bahwa Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Saw.
adalah referensi paling utama.
Dalam mengambil istinbath hukum dari Al-Qur'an, pemahaman
merupakan modal yang paling utama. Untuk itu para ulama sepakat agar
seseorang yang ingin menafsirkan Al-Qur'an – termasuk di dalamnya
mengambil istinbat hukum – untuk terlebih dahulu mempelajari ilmu-ilmu
berikut:
1. Bahasa Arab.
2. Nahwu
3. Sharaf
5
4. Asal-usul kata (Al-Isytiqaq) bahasa Arab
5, 6, 7. Balagah beserta 3 cabangnya (Ma'ani, Bayan dan Badi')
8. Ilmu Qira'at
9. Ilmu Tauhid
10. Ushul Fiqih
11. Asbab an-Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat)
12. Kisah-kisah (orang terdahulu)
13. Nasikh dan Mansukh
14. Hadits-hadits yang menjelaskan tafsir Al-Qur'an
15. Ilmu mauhibah
Mengingat pembahasan metode dan kaedah istinbath hukum sangat
luas, penulis disini hanya menggambarkannya secara ijmaly. Secara garis
besar, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum mengambil istinbath hukum
adalah sebagai berikut:
1. Kaedah ushuliyah lugahwiyah, yang mencakup
a. Lafaz menurut makna yang dikandungnya:
- 'am; yang tetap pada keumumannya, yang mempunyai
maksud khushush, yang dikhususkan
- khashsh; muthlaq, muqayyad, amr dan nahy
- musytarak
b. lafazh menurut pemakaian makna; haqiqah dan majaz
c. lafazh pada kondisi zhuhur ad-dalalah atau mubham ad-dalalah
beserta pembagian-pembagiannya.
2. Maqashid at-tasyri' al-'ammah
3. Ilmu nasikh wa mansukh dan at-ta'arudh wa at-tarjih.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa istinbat hukum secara
metode dan praktek telah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw., kemudian
dilanjutkan oleh para shahabat dan tabi'in. Hanya saja belum dikodifikasi
sebagai sebuah disiplin ilmu. Para sahabat dan tabi'in mengambil istinbat
istinbath hukum selalu dari dalil-dalil naqly kecuali jika ada keadaaan yang
menuntut mereka untuk berijtihad. Metode dan kaedah shahabat inilah yang
kemudian diambil dan dikembangkan oleh para ulama fuqaha dan ulama
mufassirin.
Wallahu a'lam…
B. SARAN
Terima kasih kami ucapakan kepada para pembaca makalah ini
khususnya maha siswa dan maha siswi yang mempelajari makalah ini semoga
makalah ini dapat bermampa’at bagi kita semua. Mungkin makalah ini masih
banyak di temukan kesalahan dan mungkin masih jauh dari sempurna. untuk
itu kami memohon kritik dan sarannya yang bersifat membangun
7
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Saebani dan Januri, 2009, Fiqih Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka
Setia
Fikih Madrasah Aliyah XII, Berdasarkan Standar isi 2008, Madura Utara : Armico
Satria Effendi dan M. Zein, 2009, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana
https://www.google.com/#q=metode+istimbat+hukum+Al+quran
8