Transcript

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran

Perkembangan dan konsep manajemen pemasaran terus dilakukan dalam

upaya membawa orientasi manajemen pemasaran sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan konsumen. Menurut Philip Kotler (1989:5) bahwa “Pemasaran adalah

salah satu proses sosial dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa

yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan

produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya”. Kemudian ditambahkan

oleh American Association Marketing , bahwa “Pemasaran pada dasarnya

perupakan proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga,

promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran

yang memuaskan tujuan individual dan organisasional” (Fandy Tjiptono, 2005:2).

Selanjutnya Miller & Layton menegaskan bahwa, “pemasaran merupakan system

total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga,

mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa dan gagasan yang mampu

memuaskan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan

organisasional” (Fandy Tjiptono, 2005:2). Terakhir, American Marketing Associations

(2007) memberikan definisi pemasaran yaitu, “Marketing is the activity, set of

institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging

offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large”.

Berbagai pandangan di atas menunjukkan bahwa definisi pemasaran perfokus pada

11

upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dengan merancang,

menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk, jasa ataupun

suatu gagasan.

Konsep pemasaran sendiri terus mengalami perkembangan sesuai dengan

filosofi pemasaran sendiri, pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Sebagaimana dikemukakan oleh Stanton (1991), bahwa konsep pemasaran adalah

sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen

merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah perusahaan dapat menunjang

keberhasilan bisnis yang dilakukan. Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran

tersebut disusun dengan memasukkan 3 (tiga) elemen utama, yaitu :

1. Orientasi konsumen, pasar atau pembeli

2. Volume penjualan yang menguntungkan

3. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran .

Sejalan dengan perjalanan waktu, konsep-konsep pemasaran mengalami

perkembangan evolusi pemikiran, mulai dari konsep produksi sampai pada konsep

pemasaran sosial.

Kotler (1989:24), mengemukakan konsep pemasaran yang terdiri dari, (a)

Konsep Produksi, (b) Konsep Produk, (c) Konsep Penjualan, (d) Konsep Pemasaran

dan (e) Konsep pemasaran sosial. Konsep produksi berorientasi pada proses

produksi dengan asumsi bahwa konsumen hanya akan membeli produk-prooduk

yang murah dan mudah diperoleh. Dengan demikian kagiatan organisasi harus

difokuskan pada efisiensi biaya dan ketersediaan produk agar perusahaan dapat

12

memperoleh keuangan. Konsep produk beranggapan bahwa konsumen lebih

menghendaki produk-produk yang memiliki kualitas, kinerja, fitur atau penampilan

yang superior. Sebagai konsekwensinya pencapaian tujuan bisnis perusahaan

dilakukan melalui inovasi produk, riset dan pengembangan serta pengendalian

kualitas secara berkesinambungan.

Konsep penjualan berorientasi pada tingkat penjualan dimana pemasar

beranggapan bahwa konsumen harus dipengaruhi agar penjualan dapat meningkat

sehingga dapat tercapai lama maksimum sebagaimana tujuan perusahaan. Dengan

demikian fokus kegiatan pemasaran berusaha memperbaiki teknik penjualan dan

promosi secara intensif dan agresif. Konsep pemasaran berbeda dengan konsep

sebelumnya. Jika konsep sebelumhya lebih berorientasi pada lingkungan internal,

maka konsep pemasaran lebih berorientasi pada pelanggan (lingkungan eksternal)

dengan asumsi bahwa konsumen hanya akan bersedia membeli produk-produk

yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta mampu memberi

kepuasannya. Sebagai implikasinya semua aktivitas pemasaran diarahkan untuk

memuaskan pelanggan melalui pemahaman perilaku konsumen secara menyeluruh.

Selain kelima konsep tersebut di atas, Hoekstra, dalam Tjiptono (2005:5),

mengemukakan sebuah konsep pemasaran baru, yaitu konsep pelanggan (customer

concept). Konsep ini merupakan orientasi manajemen yang menekankan bahwa

perusahaan menjalin relasi yang menjadi pelanggan sasaran individual terseleksi

yang menjadi mitra perusahaan dalam merancang, menawarkan, meredefinisi dan

merealisasikan nilai pelanggan superior. Kegiatan ini dilakukan dengan cara

membangun kerjasama yang erat dengan mitra-mitra lain dalam system pemasaran,

13

seperti pemasok dan perantara. Secara garis besar konsep pelanggan dapat

dijabarkan kedalam 6 (enam) karakteristik pokok sebagai berikut :

1. Diarahkan pada realisasi nilai-nilai pelanggan individual dan redefinisi nilai-nilai

tersebut.

2. Mencakup intimasi antar mitra dalam system pemasaran dan konsekuensinya

lebih terfokus pada relasi dibandingkan transaksi.

3. Menyelaraskan antara preferensi pelanggan dan kapabilitas perusahaan.

4. Mendorong kesesuaian antara nilai pelanggan dan kapabilitas perusahaan

berdasarkan system balikan pasar yang mengukur secara berkesinambungan

perilaku, kepuasan dan kebutuhan pelanggan individual yang belum terpenuhi.

5. Mencerminkan gagasan bahwa pemasaran merupakan “a state of mind” yang

tidak hanya dibatasi pada satu bidang fungsional.

6. Menstimulasi organisasi internal untuk terus-menerus dipantau dan

diadaptasikan dengan perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan serta

selalu menempatkan pelanggan sebagai fokus utama.

Konsep pelanggan mempunyai implikasi pada perubahan relasi antar empat

komponen utama dalam sistem pemasaran; yaitu Pelanggan, Pesaing, Channel

Members (pemasok atau perantara) dan Perusahaan. Selanjutnya Hoekstra, dalam

Tjiptono (2005:6), mengemukakan konsep pelanggan sebagai paradigma baru

pemasaran yang memiliki tiga dimensi kunci, yaitu : konsep (orientasi), serangkaian

aktivitas (tindakan) dan domain (bidang riset). Mereka mengidentifikasi sejumlah

perbedaan pokok antara konsep pelanggan dan konsep pemasaran dalam delapan

aspek manajemen pemasaran, yaitu : visi, tujuan, strategi, struktur, budaya,

informasi, instrumen pemasaran dan proses bisnis.

14

2.2 Pengertian dan Karakteristik Jasa

Sebagai salah satu bentuk produk, ”jasa dapat didefiniskan sebagai setiap

tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain,

pada dasarnya tidak berujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu” (Kotler,

1989:126). Namun menurut Fandy Tjiptono (2005:16), walaupun demikian, produk

jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Artinya ada produk jasa

murni yang tidak membutuhkan produk fisik, tapi ada juga jasa yang membutuhkan

produk fisik sebagai persyaratan utama. Dengan demikian terkadang tidak mudah

untuk membedakan antara barang dan jasa, sebab terdapat pembelian barang yang

disertai dengan jasa/pelayanan, demikian pula sebaliknya suatu jasa sering

diperluas dengan dengan cara menambahkan atau memasukkan produk fisik pada

penawaran jasa tertsebut. Atau dengan lain perkataan bahwa produk yang bersifat

tangible, tetapi memiliki manfaat berupa jasa yang sifatnya intangible. Di pihak lain

jasa yang tampaknya intangible tetapi mengandung unsur produk yang sifatnya

tangible dalam penawarannya.

Kotler, dalam Fandy Tjiptono (2005:17), menggambarkan bahwa terdapat 2

(dua) kontinum antara jasa murni dan barang murni. Dalam praktiknya kebanyakan

produk berada di tengah-tengah kontinum tersebut atau lebih berupa kombinasi

antara barang dan jasa.

15

Gambar.2.1. Kontinum barang-jasa/Peralatan-orang Sumber : Kotler, et al. (2004)

Selanjutnya Philip Kotler (2004) mengemukakan bahwa jasa memiliki empat

karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran jasa

yaitu tidak nyata (intangibility), tidak terpisahkan ( inseparability), variable (variability)

dan tidak dapat disimpan (perishabillty).

Intangibility, berarti bahwa jasa merupakan produk yang berupa tindakan,

perbuatan, pengalaman, proses, kinerja (performance) atau usaha yang tidak dapat

diraba, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Karakteristik ini

berimplikasi baik pada konsumen maupun pada penyedia jasa. Dari sisi konsumen

terdapat ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, sebab terbatasnya

search quality, yaitu karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum

pembelian dilakukan.

Selain itu jasa biasanya mengandung unsur experience quality dan credence

quality yang tinggi. Experience quality yaitu karaktersitik yang hanya dapat dinilai

oleh pelanggan setelah pembelian. Sedangkan credence quality adalah aspek yang

sulit dievaluasi, bahkan setelah pembelian dilakukan. Intangibility juga menimbulkan

masalah bagi penyedia jasa, karena kurangnya karakteristik fisik menyebabkan

penyedia jasa kesulitan memajang dan mendiferensiasikan penawarannya.

16

Inseparability, berarti bahwa jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru

kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

Karakteristik tersebut mempunyai beberapa implikasi pada konsumen. Pertama,

pada jasa yang tingkat kontaknya tinggi dimana penyediaan jasa dan pelanggan

sama-sama hadir (co-producers) jasa, maka interaksi antara keduanya merupakan

faktor yang sangat menentukan kepuasan pelanggan. Kedua, konsumen seringkali

menjadi co-consumers suatu jasa dengan konsumen lainnya. Oleh sebab itu

tantangan bagi penyediaan jasa adalah mencari beberapa cara untuk mengelola dan

mengembangkan sumberdaya manusia untuk mencapai tingkat produktivitas yang

tinggi serta dapat berinteraksi secara efektif dengan klien. Selain itu mengupayakan

berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada pelanggan yang

mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan lainnya.

Variability atau inconsistency, berarti bahwa jasa bersifat sangat variabel karena

tidak dapat distandarisasi, artinya jasa mempunyai banyak variasi bentuk, kualitas

dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal

tersebut terjadi karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan

konsumsinya yang cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya.

Menurut Bovee, Houston & Thill dalam Tjiptono (2005:21), terdapat 3 faktor yang

menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu (1) kerjasama atau partisipasi

pelanggan selama penyampaian jasa, (2) moral/motivasi karyawan dalam melayani

pelanggan dan (3) beban kerja perusahaan. Ketiga faktor tersebut menyebabkan

penyediaan jasa sulit mengembangkan citra merek yang konsisten sepanjang waktu.

17

Perishability, berarti bahwa jasa bersifat tidak tahan lama dan tidak dapat

disimpan. Jika permintaan bersifat konstan, kondisi tersebut tidak menjadi

persoalan, karena staf dan kapasitas penyedia jasa dapat direncanakan untuk

memenuhi permintaan walaupun permintaan pelanggan terhadap sebagian besar

jasa sangat fluktuatif.

Karakteristik jasa yang disebutkan di atas dapat memandu kita untuk

mengidentifikasi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sebagai salah satu bentuk jasa.

Intangibility menjadi salah satu karakteristik PTS. Meskipun terdapat beberapa unsur

yang dapat diindrai langsung oleh kita seperti gedung perkuliahannya, namun PTS

jelas menawarkan suatu tindakan, perbuatan, pengalaman, proses, kinerja

(performance) atau usaha. Hal ini menjadikan PTS memiliki dua unsur sebagai

produk yang bersifat intangible, yakni experience quality dan credence quality.

Evaluasi kualitas suatu PTS dapat dilakukan ketika para mahasiswa telah

merasakan berbagai bentuk pelayanan yang disediakan oleh PTS tersebut. Salah

satu contoh yang dapat kita lihat adalah setiap mahasiswa dapat merasakan kualitas

pelayanan akademik hanya ketika telah menyelesaikan kuliah pada salah satu mata

kuliah yang dia programkan.

Karakteristik lain yang melekat pada PTS adalah Inseparability. Pelayanan

suatu PTS mengharuskan produksi dan konsumsi dilakukan secara bersamaan. Hal

ini terlihat dalam proses perkuliahan pada setiap PTS. Proses pemberian ceramah

oleh dosen di dalam kelas hanya dapat berlangsung ketika terjadi interaksi antara

dosen dengan mahasiswa. Pelayanan PTS juga bersifat variability. Pelayanan PTS

sangat bergantung pada kualitas personil yang memberikan pelayanan kepada

18

konsumennya. Kualitas suatu perkuliahan contohnya, sangat ditentukan oleh

klasifikasi seorang dosen yang menyampaikan perkuliahan di kelas.

2.3 Perguruan Tinggi Sebagai Industri Jasa

Perguruan Tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi dapat dipandang

sebagai suatu proses produksi yang menghasilkan pelayanan jasa kependidikan

tinggi. Menurut Tampubolon (2001:71), jasa kependidikan yang dihasilkan oleh

perguruan tinggi terdiri atas jasa kurikuler (JK), jasa penelitian (JP), jasa pengabdian

pada masyarakat (JPM), jasa administrasi (JA) dan jasa ekstrakurikuler. Sedangkan

lulusan yang dihasilkan merupakan produk parsial.

Menurut Taliziduhu Ndraha (1988), setidak–tidaknya ada dua macam produk

dari perguruan tinggi yaitu :

1. Nilai tambah manusiawi yang diperoleh mahasiswa yang bersangkutan,

sehingga ia diharapkan siap memasuki dunia nyata dan masyarakat. Termasuk

di dalam kategori ini pembentukan dan transformasi nilai. Nilai produk

perguruan tinggi sebagai proses edukatif dan proses pertimbangan ( value

judgment ).

2. Temuan ilmiah ( scientific discoveries ) dan inovasi teknologi ( technological

innovation ) inilah produk perguruan tinggi sebagai proses riset.

Perguruan Tinggi sebagaimana industri jasa lainnya jika ingin tetap eksis perlu

menerapkan konsep pemasaran dalam pengelolaannya. Ini berarti bahwa

perguruann tinggi harus dikelola sedemikain rupa sehingga mampu menghasilkan

jasa kependidikan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Menurut

19

Tampubolon (2001:74), pelanggan perguruan tinggi merupakan pihak yang

dipengaruhi oleh produk perguruan tinggi (PT) dan proses-proses yang terjadi dan

produksi dan penyajian produk tersebut.

Selanjutnya menurut Sallis dalam Tampubolon (2001:74), pelanggan PT dapat

dikategorikan menjadi pelanggan primer, pelanggan sekunder dan pelanggan

tersier. Pelanggan primer yaitu mahasiswa yang secara langsung menggunakan

produk dan berpartisipasi dalam produksi dan penyajiannya. Pelanggan sekunder,

meliputi orang tua, masyarakat, pemerintah, organisasi sponsor dan lingkungan.

Pelanggan tersier yang meliputi dunia kerja (perusahaan), organisasi, lembaga

pendidikan lanjutan serta lingkungan.

Menurut Tampubolon (2001:75) pada hakekatnya hubungan antara Perguruan

Tinggi (PT) dengan pelanggannya lebih bersifat kemanusiaan dimana PT harus

memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan, sebaliknya pelanggan mempunyai

kewajiban-kewajiban tertentu terhadap PT. Dengan demikian nilai hakiki hubungan

tersebut berbentuk hubungan saling membutuhkan, saling memahami, saling

melayani dan rasa kebersamaan. Nilai hakiki inilah sesungguhnya yang merupakan

nilai kependidikan yang memiliki makna yang mendalam. Keberhasilan PT sangat

ditentukan oleh kemampuannya untuk menumbuhkan nilai tersebut dengan sebaik-

baiknya. Dari catatan Marilyn dalam International Journal of Contemporary

Hospitality Management (2005:65), bahwa Pemerintah Inggris mengeluarkan dana

sebesar 5 juta poundterling untuk membantu British Council dalam mengidentifikasi

beberapa hal yang mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap PT di Inggris.

20

“Proses pendidikan dan seluruh aktivitas kependidikan lainnya dalam PT dalam

menghasilkan produk jasa kependidikan melalui proses yang bersifat sirkuler dan

bukan linier” (Tampubolon, 2001:76).

Sumber : Tampubolon (2001)

Gambar 2.2. Proses sirkuler keseluruhan kegiatan PT

Perguruan Tinggi (PT) merencanakan mutu produk berdasarkan data kebutuhan

pelanggan dan melaksanakan rencana tersebut dengan sebaik-baiknya sehingga

jasa yang bermutu sesuai kebutuhan dan keinginan pelanggan tercapai. Jasa yang

bermutu disajikan kepada pelanggan akan menghasilkan kepuasan dalam arti dapat

memahami dan menghayati sepenuhnya. Pelanggan primer (mahasiswa) yang telah

memahami dan menghayati jasa tersebut selanjutnya akan menjadi lulusan (produk

parsial). Selanjutnya lulusan diberikan informasi tentang dunia kerja sampai akhirnya

PT

Pelanggan

Tersier

Pelanggan

Sekunder

Jasa

PT

Pelanggan

Primer

A

D

C

B

Proses Proses

Proses Proses

21

dapat diterima di dunia kerja. Dunia kerja sebagai pelanggan tersier memberikan

informasi kebutuhan dunia usaha serta memberikan umpan balik kepada PT tentang

kualifikasi lulusan. Berdasarkan umpan balik tersebut PT selanjutnya menyusun

rencana untuk peningkatan mutu produk dan lulusannya. Demikian seterusnya

proses tersebut akan berlangsung secara sirkular dengan pola hubungan saling

melayani dengan sebaik-baiknya.

Pentingnya proses peningkatan mutu berkelanjutan dalam sebuah institusi

perguruan tinggi, menurut Tampubolon (2001:77), karena : (1) kebutuhan

pelanggan selalu berubah seiring perubahan zaman dan perkembangan

masyarakat, (2) kelemahan-kelemahan masa lalu yang perlu dipebaiki dan (3)

keterbatasan kemampuan PT sehingga tidak mampu mengatasi masalah

peningkatan mutu secara sekaligus melainkan dilakukan secara bertahap. Implikasi

dari konsep tersebut memerlukan adanya kerjasama yang saling menguntungkan

antara pelanggan primer, pelanggan sekunder dan pelanggan tersier.

2.4 Bauran Pemasaran Jasa

Menurut Fandy Tjiptono (2005:30), Bauran pemasaran merupakan seperangkat

alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang

ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun

strategi jangka panjang dan merancang program taktik jangka pendek.

Penyusunan komposisi unsur-unsur bauran pemasaran dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi dapat dianalogikan dengan juru masak yang meramu

berbagai bahan masakan menjadi hidangan yang bergizi dan enak disantap. Proses

meramu bahan yang dilakukan pemasar dan juru masak memiliki kesamaan, yaitu

22

sama-sama merupakan perpaduan antara ilmu pengetahuan (science) dan seni

(art). Dengan demikian, unsur pengalaman, kompotensi, pengetahuan, dan

kreativitas, memainkan peranan penting dalam menunjang kesuksesan pemasar

maupun juru masak.

Konsep bauran pemasaran dipopulerkan pertama kali beberapa dekade yang

lalu oleh Jerome Mc.Carthy yang merumuskan menjadi 4P (Product, price,

Promotion, dan Place). Bila ditinjau deri sudut pandang pelanggan, 4P biasa

dirumuskan menjadi 4C (Customers, needs and wants, Cost Communication, dan

Convenience).

Dalam perkembanganya, sejumlah penelitian menunjukan bahwa penerapan

4P terlampau terbatas/ sempit untuk bisnis jasa karena alasan-alasan berikut:

1. Karakteristik intangible pada jasa diabaikan dalam kebanyakan analisis

mengenai bauran pemasaran. Sebagai contoh, bauran produk seringkali

dianalisis berdasarkan fisik yang tidak relavan untuk proses jasa. Selain itu,

manajemen distribusi fisik bisa saja bukan unsur yang penting dalam keputusan

bauran distribusi jasa.

2. Unsur jasa mengabaikan fakta bahwa banyak jasa yang diproduksi oleh sektor

publik tanpa pembebanan harga pada konsumen akhir.

3. Bauran promosi dalam 4P tradisional mengabaikan promosi jasa yang dilakukan

personel produk tepat pada saat konsumsi jasa. Keterlibatan langsung penyedia

jasa dalam promosi ini tidak dijumpai dalam promosi barang kepada konsumen

akhir.

23

4. Oversimplifikasi terhadap unsur-unsur distribusi yang relevan dengan keputusan

distribusi jasa strategis.

5. Pendekatan bauran pemasaran tradisional juga dianggap mengabaikan

masalah-masalah dalam mendefinisikan konsep kualitas pada intangible

services, dan mengidentifikasikan serta mengukur unsur-unsur bauran

pemasaran yang dapat dikelola dalam rangka menciptakan jasa yang

berkualitas.

6. Bauran pemasaran tradisional juga melupakan arti penting orang (people), baik

sebagai produsen, konsumen, maupun co-consumers.

Kelemahan-kelemahan ini mendorong banyak pakar pemasaran untuk

mendefinisikan ulang bauran pemasaran sedemikian rupa sehingga lebih aplikatif

untuk sektor jasa. Hasilnya, 4P tradisional diperluas dan tambahkan dengan empat

unsur lainya, yaitu People, Process, Physical Evidence, dan Costomer Service.

Selanjutnya Alma (2004:382), mengemukakan bahwa elemen bauran

pemasaran dalam lembaga pendidikan tinggi, terdiri atas : Product (P1), Price (P2),

Promotion (P3), Place (P4), People (P5), Process (P6), Physical Evidence (P7).

Gambar.2.3 Unsur bauran pemasaran jasa yang mempengaruhi calon mahasiswa.

P1

Product

P2

Price

P7

Physical

Evidence

P3

Promotion

P4

Place P5

People

P6

Process

Calon

Mahasiswa

24

1. Products.

Produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk

mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Dalam konteks ini, produk bisa berupa apa saja baik yang berwujud fisik maupun

yang tidak yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan tertentu. Menurut Pride & Ferrel dalam Tjiptono (2005:88),

Istilah produk dapat didefinisikan sebagai atribut tangible dan intangible, termasuk

manfaat atau utilitas fungsional, sosial dan psikologis. Selanjutnya Kotler (2000),

mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang bisa ditawarkan untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan. Pine & Gilmore dalam Tjiptono (2005:88),

membedakan lima macam bentuk produk, yaitu komoditas, barang, jasa,

pengalaman dan transformasi. Dengan demikian cakupan produk relatif lebih luas,

karena dapat berupa barang, jasa, gagasan, tempat, orang/pribadi, organisasi

maupun kombinasinya.

Meskipun definisi tersebut bersifat universal dan luas cakupannya, Kotler

mengidentifikasi adanya keragaman dalam penawaran produk. Selanjutnya menurut

Kolter (2000), ada lima katregori penawaran produk, yaitu : (1) Produk fisik murni, (2)

Produk fisik dengan jasa pendukung, (3) Hybrid, (4) Jasa utama yang dilengkapi

dengan barang dan jasa minor serta (5) Jasa murni. Sementara itu, menurut Fandy

Tjiptono (2005:92), unsur-unsur dalam pernawaran jasa atau konsep jasa dapat

dijabarkan ke dalam tiga elemen sebagai berikut :

25

1. Unsur fisik, yaitu elemen material/fisik berupa facilitating goods dan support

goods.

2. Manfaat sensual (sensual benefits), yaitu manfaat-manfaat yang berkaitan

dengan panca indera, sperti : aroma, dan rasa

3. Manfaat psikologis, yaitu manfaat yang tidak dapat didefinisikan secara jelas dan

cenderung ditentukan oleh pelanggan secara subjektif.

Keputusan bauran produk jasa yang akan ditawarkan oleh sebuah lembaga

pendidikan merupakan hal yang paling mendasar (the most crucial determinant)

yang akan menjadi pertimbangan preferensi bagi calon mahasiswa dalam memilih

sebuah institusi pendidikan (Alma, 2004:383).

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya oleh Tampubolon (2001:71), bahwa

produk jasa kependidikan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi terdiri atas jasa

kurikuler (JK), jasa penelitian (JP), jasa pengabdian pada masyarakat (JPM), jasa

administrasi (JA) dan jasa ekstrakurikuler. Kualitas lulusan yang dihasilkan sebagai

produk parsial merupakan salah satu pembenaran bahwa produk yang dihasilkan

sebuah lembaga pendidikan memiliki kualitas yang baik.

Untuk menilai kualitas produk jasa sebuah lembaga pendidikan menurut

Tampubolan (2001:122) dapat dilihat dari beberapa atribut pokok dan utama yang

meliputi : Relevansi, efisensi, efektivitas, akuntabilitas, kreativitas, penampilan,

empati, ketanggapan dan produktivitas serta kemampuan akademik.

2. Price.

Dalam konteks pemasaran jasa, secara sederhana harga dapat diartikan

sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non-moneter) yang

26

mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu

jasa (Tjiptono,2005:178). Utilitas merupakan atribut atau faktor yang berpotensi

untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan tertentu. Secara garis besar terdapat

lima jenis pokok utilitas, yaitu : (1) Utilitas bentuk, (2) Utilitas tempat, (3) Utilitas

waktu, (4) Utilitas Informasi dan (5) Utilitas kepemilikan.

Menurut Chandra dalam Tjiptono (2005:179), sebagai salah satu elemen bauran

pemasaran, harga membutuhkan pertimbangan yang cermat mengingat harga

memiliki sejumlah dimensi strategis, antara lain : (a) Harga merupakan pernyataan

nilai dari suatu produk, (b) Harga merupakan aspek yang nampak jelas (visible) bagi

pembeli, (c) Harga adalah determina utama permintaan, (d) Harga berkaitan

langsung dengan pendapatan dan laba, (e) Harga bersifat fleksibel, serta (f) Harga

mempengaruhi citra dan strategi positioning.

Keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis,

seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran,dan tingkat diskriminasi

harga diberbagai kelompok pelanggan. Pada umumnya aspek-aspek ini mirip

dengan apa yang biasa dijumpai pemasar barang. Akan tetapi ada pula

perbedaanya, yaitu karakteristik intangible jasa menyebabkan harga menjadi

indikator signifikan atas kualitas. Karakteristik personal dan non-transferable pada

beberapa tipe jasa memungkinkan diskriminasi harga dalam pasar jasa tersebut,

sementara banyak pula jasa yang dipasarakan oleh sektor publik dengan harga

yang disubsidi atau bahkan gratis. Hal ini menyebabkan kompleksitas dalam

penetapan harga jasa.

27

Menurut Payne (2000:177), metode penetapan harga dalam sektor jasa

bervariasi dan umumnya meliputi :

1. Penetapan harga cost-plus, dimana harga ditentukan berdasarkan presentase

mark-up tertentu,

2. Rate of return pricing, dimana harga ditentukan untuk mencapai tingkat return on

investment (ROI) atau return on assets (ROA) tertentu.

3. Competitive parity pricing, dimana harga-harga telah ditentukan pada basis

mengikuti harga yang telah ditetapkan oleh pemimpin pasar

4. Loss leading pricing, biasanya dipakai pada basis jangka pendek untuk

memantapkan suatu posis dalam pasar atau untuk memberikan peluang untuk

menjual silang (crossell) jasa lainnya.

5. Value-based pricing, dimana harga-harga didasarkan pada nilai persepsi jasa

bagi segmen pelanggan tertentu.

6. Relationship pricing, dimana harga-harga didasarkan pada pertimbangan

mengenai keuntungan potensial dimana mendatang yang mengalir selama masa

hidup pelanggan.

3. Promotion

Unsur promosi dalam bauran pemasaran jasa memiliki peranan penting dalam

membantu mengkomunikasikan positioning jasa kepada para pelanggan. Prasad A.

Naik menggambarkan pentingnya unsur promosi dalam Marketing Science

(2005:25) bahwa perusahaan mengeluarkan jutaan dollar untuk iklan untuk

mendorong brand’s image dan secara terus menerus menghabiskan jutaan dollar

untuk kegiatan promosi. Selain menambah signifikansi jasa, promosi juga dapat

28

menambah keberwujudannya serta membantu pelanggan membuat penilaian

tawaran jasa dengan lebih baik. Menurut Payne (2000:188), promosi merupakan alat

yang dapat digunakan organisasi jasa untuk berkomunikasi dengan pasar

sasarannya.

Selanjutnya menurut Adryan Payne (2000:189), di dalam bauran komunikasi

ada berberbagai macam alat komunikasi dan promosi alternatif yang dapat

dipergunakan dalam suatu program komunikasi. Untuk mengintegrasikan berbagai

alat komunikasi tersebut dalam suatu program promosi dan komunuikasi, maka

diperlukan tugas-tugas yang meliputi : (1) Indentifikasi khalayak sasaran, (2)

menentukan tujuan promosi, (3) pengembangan pesan dan (4) seleksi bauran

komunikasi.

Menurut Kotler (2004), ada 8 (delapan) langkah untuk mengembangkan

program promosi, yaitu : (1) mengindentifikasi audiens sasaran dan karakteristiknya,

(2) menentukan tujuan komunikasi, (3) merancang suatu pesan yang mengandung

isi, struktur, format dan sumber yang efektif, (4) mmilih saluran komunikasi, (5)

mengalokasikan total anggaran promosi, (6) memutuskan mengenai bauran

promosi, (7) mengukur hasil promosi, (8) mengelola dan mengkoordinasikan

seluruh proses komunikasi pemasaran.

George dan Berry dalam Payne (2000:191), mengidentifikasi 6 (enam) pedoman

untuk periklanan jasa yang dapat diterapkan dalam bauran komunikasi, yaitu (1)

memberikan petunjuk berwujud, (2) membuat jasa dapat dimengerti, (3)

kesinambungan komunikasi, (4) menjanjikan apa yang mungkin diberikan dan (5)

mengkapitalisasi word of mouth.

29

Kotler dan Amstrong dalam Alma (2004:181), menyebutkan 4 (empat) elemen

promosi, yaitu : Advertising, Sales Promotion, Public Relations dan Personal Selling.

Sedangkan menurut Payne (2000:188), bauran promosi atau komunikasi terdiri dari

: periklanan, penjualan personal, promosi penjualan, hubungan mansyarakat, word

of outh dan direct mail. Selanjutnya Alma (2004::384), mengemukakan beberapa

metode promosi yang digunakan pada Perguruan Tinggi, seperti : Iklan surat kabar,

iklan radio, spanduk, brosur, buletin, media televisi, publikasi radio, undangan

pelajar, kunjungan ke SMU/SMK. Dari beberapa bentuk promosi tersebut metode

pemasangan spanduk, publikasi radio, publikasi surat kabar merupakan metode

yang paling tinggi frekuensi pelaksanaannya.

Meskipun secara garis besar bauran promosi untuk barang sama dengan jasa,

promosi jasa seringkali membutuhkan penekanan tertentu pada upaya

meningkatkan kenampakan jasa. Selain itu, dalam kasus pemasaran jasa, personil

produksi juga menjadi bagian penting bagi bauran promosi.

4. Place

Menurut Fandy Tjiptono (2005:31), bauran pemasaran place berhubungan

dengan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para

pelanggan potensial. Keputusan ini meliputi keputusan lokasi fisik, keputusan

mengenai pengunaan perantarara untuk meningkatkan aksebilitas jasa bagi para

pelanggan dan keputusan nonlokasi yang ditetapkan demi ketersediaan jasa

(contohnya, penggunaan telepon delivery systems). Diversitas jasa membuat

generalisasi mengenai strategi distribusi menjadi sulit. Selain itu para pemasar jasa

30

harus berupaya mengembangkan pendekatan-pendekatan penyampaian jasa yang

sesuai untuk menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan mereka.

Menurut Payne (2000:181), penentuan lokasi untuk jasa ditentukan oleh jenis

dan tingkat interaksi pelanggan dengan penyedia jasa. Bila pelanggan harus

mendatangi penyedia jasa, lokasi usaha menjadi sangat penting. Pada jenis

interaksi ini penyedia jasa yang mengupayakan pertumbuhan dapat

mempertimbangkan penawaran jasa mereka di lebih dari satu lokasi. Apabila

penyedia jasa dapat mendatangi pelanggan, lokasi tempat usaha menjadi kurang

penting jika perusahaan cukup dekat dengan para pelanggan yang akan menerima

jasa. Namun bila pelanggan dan organisasi jasa berinteraksi jarak jauh, mungkin

lokasi sangat tidak relevan

Keputusan mengenai saluran distribusi berhubungan dengan siapa yang

berpartisipasi dalam penyampaian jasa, yaitu orang-orang dan organisasi yang

berfungsi sebagai partisipan yang meliputi : penyedia jasa, perantara dan

pelanggan. Payne (2000:184), mengemukakan beberapa beberapa pilihan saluran

pemasaran jasa yang dapat digunakan, antara lain :

1. Penjualan langsung, saluran yang dapat digunakan untuk jasa konsultasi

akuntansi dan manajemen.

2. Agen atau broker, saluran yang biasa digunakan oleh perusahaan asuransi,

agen perumahan dan agen perjalanan.

3. Agen atau broker penjual dan pembeli, seperti pialang saham dan kelompok

afinitas.

31

Sumber : Payne (2000) Gambar.2.4. Pilihan-pilihan saluran untuk perusahaan jasa

4. Franchise (waralaba) dan contracted service deliverers, misalnya fast food,

servis mobil dan dry cleaning

Menurut Alma (2000:383), pada umumnya perguruan tinggi swasta (PTS)

memilih lokasi yang mudah dijangkau kendaraan umum, sebab aspek tersebut

merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan utama mahasiswa untuk

memilih sebuat PTS.

5. People.

Menurut Fandy Tjiptono (2005:32), bagi sebagian besar jasa, orang merupakan

bentuk vital dalam bauran pemasaran. Bila produksi dapat dipisahkan dengan

konsumsi, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi pengaruh langsung

sumber daya manusia terhadap output akhir yang dapat diterima pelanggan. Oleh

sebab itu, bagaimana sebuah produk dibuat umumnya bukanlah faktor penting bagi

produk tersebut, yang penting bagi pembeli adalah kualitas produk yang dibelinya.

Dilain pihak, dalam industri jasa , setiap orang merupakan part-time marketer yang

Penyedia Jasa

Pelanggan

Agen atau

Broker

Agen Penjual

Waralaba atau

Contracted Service

Agen Pembeli

32

tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung dari output yang diterima

pelanggan.

Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa (terutama yang tingkat kontaknya dengan

pelanggan tinggi) harus secara jelas menentukan apa yang diharapkan dari setiap

karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan. Untuk mencapai standar yang

ditetapkan, metode rekrutmen, pelatihan, pemotivasian, dan penilaian kinerja

karyawan tidak dapat dipandang semata-mata sebagai keputusan personalia, tetapi

juga merupakan keputusan bauran pemasaran yang penting. peran orang dalam

pemasaran jasa mengarah pada minat yang lebih besar pada pemasaran internal

yang bertujuan untuk menguatkan perilaku efektif oleh para staf yang akan menarik

pelanggan ke perusahaan.

Salah satu aspek penting dalam memandang orang sebagai unsur dalam

bauran pemasaran adalah memahami berbagai peranan dimana orang

mempengaruhi tugas pemasaran dan kontak pelanggan. Menurut Judd dalam Payne

(2000:205), berdasarkan tingkat frekuensi kontak pelanggan dan seberapa jauh

staf dilibatkan dalam kegiatan pemasaran, maka orang dapat dikelompokkan dalam

4 (empat) kategori, yaitu : Contractor, Modifier, Influencer dan Isolated.

1. Contractor adalah orang yang secara berkala dann teratur melakukan kontak

dengan pelanggan dan secara khusus sangat dilibatkan dalam kegiatan

pemasaran monvensional. Mereka menduduki bermacam-macam posisi dalam

perusahaan jasa, seperti : tenaga penjualan dan melayani pelanggan.

2. Modifier adalah orang-orang yang meskipun tidak dilibatkan secara langsung

dalam kegiatan pemasaran konvensional pada tingkat yang tinggi, namun

33

mareka sering melakukan kontak pelanggan. Resepsion, opeartor telepon,

personil departemen kredit merupakan contoh orang-orang yang dikategorikan

sebagai modifier dalam pemasaran jasa.

3. Influencer orang-orang yang meskipun terlibat dalam unsur-unsur bauran

pemasaran tradisional, namun jarang bahkan mungkin tidak sama sekali

melakukan kontak dengan pelanggan. Mereka terdiri dari orang-orang yang

berperan dalam pengembangan produk, riset pasar dan sebagainya.

4. Isolated melakukan berbagai fungsi pendukung dan tidak memiliki kontak

dengan pelanggan secara berkala serta tidak dilibatkan secara langsung dalam

kegiatan pemasaran konvensional. Staf yang termasuk dalam kategori ini

meliputi departemen pembelian, personalia dan pemrosesan data.

Pentingnya unsur people juga berlaku pada perguruan tuggi. Alfred G. Hawkins

dalam Research in Higher Education Journal (2008:4), “All service industries

experience variability in quality control because the humans delivering the service

can be inconsistent transaction to transaction and person to person. Quality at a

university depends not only on behavior and competence of all faculty and staff it

depends on the behavior of the students who become”. Menurut Alma (2004:384),

personil dalam lembaga perguruan tinggi terdiri dari tenaga fungsional (dosen),

pustakawan, laboran, tenaga administrasi serta tenaga struktural yang terlibat dalam

proses pelayanan kepada mahasiswa. Perilaku yang ramah. terampil dari pelayanan

yang unggul dari setiap personil sebuah Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan

Tinggi Swasta (PTS) akan memberi kepuasan kepada mahasiswa yang pada

gilirannya akan menciptakan citra yang baik terhadap lembaga dimata masyarakat.

6. Physical evidence

34

“Karakteristik intangible pada jasa menyebabkan pelanggan potensial tidak bisa

menilai satu jasa sebelum mengosumsinya. Ini menyebabkan resiko yang

dipersepsikan konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar” (Fandy

Tjiptono, 2005:32). Oleh sebab itu, salah satu unsur penting dalam bauran

pemasaran adalah upaya mengurangi tingkat resiko tersebut dengan jalan

menawarkan bentuk fisik dari karakteristik jasa.

Menurut Payne (2000:164), bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan

jasa dimana layanan diciptakan dan dimana penyediaan jasa dan pelanggan

berinteraksi, ditambah unsur-unsur yang berwujud yang ada yang dipakai untuk

berkomunikasi atau mendukung peran jasa. Dalam bisnis jasa, pemasar harus

berusaha menyeimbangi dimensi ketidakberwujudannya dengan menyediakan

petunjuk-petunjuk fisik untuk ditambahkan yang menguatkan merek dan product

sorround. Bukti fisik dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, misalnya brosur

paket liburan yang atraktif dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap;

penampilan staf yang rapi dan sopan; seragam pilot dan paramugari yang

mencerminkan kompetensi mereka; dekorasi internal dan eksternal bangunan yang

atraktif, ruang tunggu yang nyaman; dan lain-lain.

Bukti fisik dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu essensial evidence dan

peripheral evidence (Payne, 2000:164). Essensial evidence adalah sarana fisik

yang tidak dapat dimiliki oleh pengguna jasa. Essensial evidence merupakan

keputusan kunci yang dibuat oleh penyedia jasa mengenai desain dan layout

bangunan, jenis pesawat yang dipergunakan oleh perusahaan penerbangan,

suasana ruang tunggu di ruang operasi seorang dokter. Bukti fisik sangat membantu

35

positioning suatu perusahaan jasa dan memberi dukungan nyata terhadap

pengalaman jasa yang diharapkan.

Peripheral evidence yaitu bagian yang tidak terpisahkan dari sarana fisik yang

dapat dimiliki atau dinikmati oleh pengguna jasa. Bukti fisik peripheral memiliki

sedikit nilai bila berdiri sendiri. Sebuah tiket pada dasarnya mewakili hak untuk

menikmati layanan pada saat tertentu. Bukti peripheral menambah perwujudan nilai

jasa yang diberikan kepada segmen pelanggan yang dituju nilai tersebut.

7. Process

“Proses produksi atau opersi merupakan faktor penting bagi konsumen high-

contac services, yang seringkali juga berperan sebagai co-produser jasa

bersangkutan” (Tjiptono, 2005:32). Proses dimana jasa diciptakan dan disampaikan

kepada pelanggan merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa, karena

pelanggan jasa akan memandang sistem pemberian jasa tersebut sebagai bagian

dari jasa itu sendiri (Payne, 2000:210). Jadi keputusan-keputusan tentang

manajemen operasi adalah hal yang sangat penting bagi keberhasilan pemasaran

jasa.

Dalam Essence Of Marketing, Adrian Payne (2000) menuturkan bahwa semua

kegiatan pekerjaan pada dasarnya adalah merupakan proses. Proses ini meliputi

mekanisme pelayanan, prosedur, jadwal kegiatan serta rutinitas dengan apa suatu

produk atau jasa diberikan kepada pelanggan. Apabila operasi pelayanan berjalan

secara efisien, pemberi jasa akan memperoleh keunggulan yang nyata terhadap

pesaingnya yang kurang efisien. Dalam bisnis jasa, manajemen pemasaran dan

manajemen operasi saling terkait dan sulit dibedakan dengan tegas.

36

Dalam menilai peranan proses, terdapat 2 (dua) persoalan yang perlu mendapat

perharian khusus, yaitu bagaimana proses dapat dlihat sebagai unsur struktural

yang dapat diubah untuk membantu mencapai strategi positioning dan bagaimana

pemasaran dan operasi harus dikelola untuk mencapai sinergi diantara keduanya

(Payne, 2000:212).

Selanjutnya dikemukakan bahwa proses-proses dapat diperitmbangkan dengan dua

cara, yaitu dalam hal kompleksitas dan dalam hal divergensi. Kompleksitas berkaitan

dengan karakteristik langkah-langkah dan urutan yang terdapat dalam proses

tersebut, sedangkan divergensi mengacu pada ruang gerak atau variablitas

pelaksanaan langkah-langkah dan urutan-urutannya.

Proses-proses dapat diubah kompleksitas dan divergensinya untuk menguatkan

positioning atau menciptakan positioning baru, melalui 4 (empat) pilihan, diantaranya

1. Divergensi yang dikurangi, bertujuan untuk mengurangi biaya, meningkatkan

produktivitas dan membuat distribusi lebih mudah.

2. Divergensi yang ditingkatkan, meliputi customization dan fleksibilitas yang lebih

besar yang mugkin menuntut harga yang lebih tinggi. Pendekatan ini

membutuhkan strategi positioning ceruk (niche) yang lebih didasarkan pada

margin dan kurang pada volume.

3. Kompleksitas yang dikurangi, dimana langkah-langkah dan kegiatan dihilangkan

dari proses jasa untuk membuat distroibusi dan pengendalian lebih mudah.

4. Kompleksitas yang ditingkatkan, merupakan strategi yang biasanya digunakan

untuk mendapatkan penetrasi yang lebih tinggi dalam suatu pasar dengan jalan

menambahkan layanan yang lebih banyak.

37

Apabila konfigurasi tingkat kompleksitas dan divergensi yang sesuai untuk

proses agar tercapai posisi strategis yang diinginkan, maka langkah selanjutnya

sangatlah penting untuk memastikan tercapainya keseimbangan antara perspektif

pasar operasi.

Proses dalam institusi perguruan tinggi adalah semua proses yang dialami oleh

mahasiswa selama menempuh studi di pergruan tinggi, seperti : proses tentamen,

proses pembimbingan skripsi, proses ujian, proses wisuda dan sebagainya Menurut

(Alma, 2004:384). Menurut Tampubolon (2001:79), Perguruan Tinggi merupakan

sebuah sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berkaitan secara

fungsional, sehingga merupakan keterpaduan yang sinergis. Dalam komponen-

komponen tersebut terjadi proses-proses yang sesuai dengan fungsi masing-

masing, tetapi tidak eksklusif, melainkan saling berkaitan, saling mendukung dan

saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila semua sistem dan proses pelayanan

kepada mahasiswa terencana, terlaksana dan terkendali dengan baik, maka akan

menghasilkan lulusan dengan mutu yang baik dan kompeten, yang pada gilirannya

akan menghasilkan citra yang baik terhadap perguruan tinggi.

2.5 Kerangka Pikir

Sebagai salah satu industri jasa, Perguruan Tinggi dapat dikatakan sebagai

suatu proses produksi yang menghasilkan pelayanan jasa kependidikan tinggi bagi

para mahasiswanya (Tampubolon, 2001:71). Maka untuk membentuk citra baik

terhadap lebaga, dalam rangka menarik minat sejumlah calon mahasiswanya, maka

PTS telah menggunakan atau mengembangkan berbagai upaya strategi yang

dikenal dengan upaya strategi bauran pemasaran (Buhari Alma, 2004:372). Tiap-tiap

38

elemen bauran pemasaran yang terdiri dari Product (P1), Price (P2), Promotion (P3),

Place (P4), People (P5), Process (P6), dan Physical Evidence (P7) merupakan

elemen yang mempengaruhi calon mahasiswa sehingga mereka mau mendaftar

masuk Perguruan Tinggi (Buhari Alma, 2004:373). Informasi tentang ketujuh bauran

pemasaran tadi diperoleh calon mahasiswa dari berbagai sumber seperti dari media

massa, orang tua, alumni, guru sekolah, mahasiswa yang masih aktif kuliah, dan

sebagainya.

Selanjutnya, untuk menentukan faktor-faktor mana saja dari ketujuh variabel

bauran pemasaran tadi yang dipertimbangkan oleh mahasiswa dalam memilih PTS

akan dilakukan dengan menggunakan teknik analisis faktor. Dalam analisis faktor

tadi kita juga dapat melihat faktor-faktor mana saja yang pengaruhnya paling

dominan dalam mempengaruhi keputusan mahasiswa dalam memilih PTS jurusan

manajemen. Penjelasan di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2.5. Kerangka Pikir Penelitian

Lingkungan Sosio-Kultural

• media massa, orang tua, guru sekolah, mahasiswa yang masih aktif.

Bauran Pemasaran

• Product (P1), Price (P2), Promotion (P3), Place (P4), People (P5), Process (P6), dan Physical Evidence (P7)

Keputusan Mahasiswa

Dalam Memilih PTS

Jurusan Manajemen

39

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dirumuskan

di atas, untuk memberikan arah bahasan dalam menganalisis permasalahan yang

ada, maka pada penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut

1. Faktor-faktor bauran pamasaran jasa (marketing mix) yang terdiri dari : product,

price, promotion, place, personal, process dan physical evidence merupakan

faktor yang dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih jurusan Manajemen

pada perguruan tinggi swasta di Makassar.

2. Faktor process dan promotion, merupakan faktor yang mempunyai peranan

paling penting untuk dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih jurusan

Manajemen pada perguruan tinggi di Makassar.


Top Related