2. LANDASAN TEORI
2.1 GAYA HIDUP
2.1.1 Definisi Gaya Hidup
Pengertian "gaya hidup" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam
masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur
kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan
umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui
lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style dapat diartikan
juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan,
dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu.
Menurut Chaney (2003) gaya hidup adalah pola-pola tindakan
yang membedakan antara satu orang dengan orang yang lainnya. Lebih
lanjut Chaney menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan seperangkat
praktik dan sikap yang masuk akal dalam kontek tertentu. Hal ini juga
sejalan dengan pendapat Kotler (2001), gaya hidup seseorang dapat
dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-
kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan
jasa. Maka gaya hidup dalam hal ini dapat dikategorikan dalam
pengetahuan, sikap dan tindakan.
Gaya hidup dapat dipahami sebagai sebuah karakteristik seseorang
secara kasat mata, yang menandai sistem nilai, serta sikap terhadap diri
sendiri dan lingkungannya. Menurut Piliang (1998) gaya hidup
merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan, serta
objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaannya dilandasi
oleh sistem nilai atau sistem kepercayaan tertentu (Piliang, 1998, pp.
208.).
Menurut Assael (1984) gaya hidup adalah “A mode of living that is
identified by how people spend their time (activities), what they
5Universitas Kristen Petra
consider important in their environment (interest), and what they think
of themselves and the world around them (opinions)” (Assael 1984,
pp.252.). Dapat diartikan sebagai sebuah cara hidup yang diidentifikasi
oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa
yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan
apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan dunia di
sekitar mereka (pendapat).
Menurut Kasali (1998), gaya hidup pada prinsipnya adalah
bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya (Kasali 1998,
pp. 225.). Sama juga pendapat Solomon (1999), “life style refers to
pattern of consumption reflecting a person’s choices of he or she spend
time and money”. Secara umum dapat di artikan gaya hidup yang
mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pada pilihan
seseorang dengan cara menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup
mempengaruhi perilaku seseorang dan pada akhirnya menentukan
pilihan – pilihan konsumsi seseorang (Kasali, 2005, pp.226.).
Dengan pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa gaya hidup
adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan
orang yang lainnya. Gaya hidup seseorang juga dapat dilihat dari
perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk
mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa.
Bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uangnya juga
dikategorikan sebagai gaya hidup.
1.1.2 Segmentasi Gaya Hidup
Gaya hidup ini awalnya diciptakan oleh psikolog Austria yang
bernama Alfred Adler pada tahun 1929. Dalam sosiologi, gaya hidup
adalah cara seseorang hidup. Sebuah karakteristik perilaku yang masuk
akal untuk orang lain dan diri sendiri dalam suatu waktu dan tempat,
termasuk hubungan sosial, konsumsi, hiburan, dan berpakaian.
Perilaku dan praktek dalam "gaya hidup" adalah campuran kebiasaan,
cara-cara konvensional dalam melakukan sesuatu, dan beralasan
6Universitas Kristen Petra
tindakan. Sebuah gaya hidup biasanya juga mencerminkan sikap
individu, nilai-nilai atau pandangan dunia.
VALS merupakan sebuah metode segmentasi pasar yang bersifat
psikografis, diciptakan pada tahun 1970 untuk menerangkan dan
memprediksi nilai dan gaya hidup serta konsumsi masyarakat Amerika
Serikat yag dikembangkan dengan menggunakan gabungan beberapa
teori yang kemudian disebut dengan riset VALS. Teori-teori tersebut
adalah teori hirarki kebutuhan manusia (need hierarchy). Teori ini
dikembangkan oleh Abraham H.Maslow.
Gaya hidup yang berkembang di masyarakat merefleksikan nilai-
nilai yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Gaya hidup ditunjukan
oleh perilaku tertentu sekelompok orang atau masyarakat yang
menganut nilai-nilai dan tata hidup yang hampir sama. Untuk
memahami bagaimana gaya hidup sekelompok masyarakat diperlukan
program atau instrument untuk mengukur gaya hidup yang
berkembang. SRI (Stanford Research Institute) telah mengembangkan
program untuk mengukur gaya hidup ditnjau dari aspek nilai kultural
yaitu outer directed, inner directed, need driven.
Program ini disebut sebagai VALS 1 (Value and Life-Style 1) yang
dimunculkan SRI Internasional pada tahun 1978 (Sustina, 2003), dan
menghasilkan segmentasi gaya hidup yaitu:
a. Outer directed
Merupakan gaya hidup konsumen yang jika dalam membeli suatu
produk harus sesuai dengan nilai- nilai dan norma-norma
tradisional yang telah terbentuk. Motivasi pembelian dipengaruhi
oleh bagaimana pandangan dan pikiran orang lain atas pembelian
itu. Outer directed mempunyai beberapa karakteristik yaitu:
1) Belongers yang merupakan kelas menengah, menghargai rasa
aman, stabil, identias dan solidaritas kelompok, tidak ambil
resiko dan ingin hura-hura.
2) Emulator yang mempunyai sifat berbelanja terus, punya
hutang, dan frustasi dalam ambisinya.
7Universitas Kristen Petra
3) Achievers yang bersifat lebih tua, matang, mampu, berkeluarga
dan memilki rumah, ada kecenderungan emulator ingin masuk
kelompok ini.
b. Inner directed
Konsumen dalam segmen ini membeli produk untuk memenuhi
keinginan dari dalam dirinya untuk memilki sesuatu, dan tidak
memikirkan norma-norma budaya yang berkembang. Inner
directed mempunyai beberapa karakteristik -yaitu:
1) I am-me yang bersifat muda, idealis, focus pada ekspresi diri,
musik keras,busana menyolok, dan melawan kelompok outer
directed.
2) Experiential yang bersifat menghargai pendidikan, lingkungan
dan pengalaman- pengalaman
3) Socialy conscious yang bersifat paling tingi pendidian, punya
jabatan berpengaruh tapi sering protes dalam isu sosial politik.
c. Need driven
Kelompok konsumen ini membeli sesuatu didasarkan atas
kebutuhan dan tidak mempertimbangkan berbagai pilhan yang
tersedia. Need driven mempunyai beberapa karakteristik yaitu:
1) Survivor yang kondisinya merupakan orang yang sudah tua,
pendidikan rendah, tidak sehat atau keluarga tidak mampu
sehinga dikatakan sebagai orang yang bertahan hidup.
2) Sustainer yang kondisinya orang muda dan berjuang mencari
tempat dalam masyarakat.
8Universitas Kristen Petra
Gambar 2.1 Vals 1 Framework
Pada tahun 1989 SRI Internasional merevisi system VALS untuk
memfokuskan secara lebih tegas menjelaskan pada perilaku pembelian
konsumen. Hasil dari revisi tersebut menghasilkan VALS 2. VALS 2
terbagi menjadi dua dimensi. Dimensi pertama, konsumen dibagi
berdasarkan tiga motivasi utama (primary motivation), yaitu:
a. Motivasi ideal (ideals motivation). Konsumen memilih
berdasarkan pengetahuan, keyakinan dan prinsip yang
dianutnya, bukan atas perasaan atau keinginan untuk diakui
secara sosial.b. Motivasi penghargaan (achievement motivation). Konsumen
dalam motivasi ini selalu berjuang untuk posisi sosial yang
jelas dan sangat dipengaruhi oleh tindakan, persetujuan dan
opini dari yang lain. c. Motivasi ekspresi diri (self-expression motivation). Kelompok
ini merupakan kelompok konsumen yang berorientasi pada
tindakan (action-oriented).
9Universitas Kristen Petra
Dimensi kedua berdasarkan sumber daya (resources) dan inovasi
(innovation), yang menunjukkan kemampuan konsumen untuk meraih
orientasi diri mereka yang dominan. Sumber daya dan inovasi (dari
tertinggi hingga terendah) mengacu pada lingkup psikologis, fisik,
demografik serta kapasitas dan kekayaan materi yang dapat
dimanfaatkan, termasuk pendidikan, pendapatan, kepercayaan diri,
kesehatan, semangat membeli, tingkat energi, serta kecenderungan
atau hasrat konsumen mencoba produk baru. Pada diagram
menunjukkan rangkaian pembagian sumber daya dan inovasi; sumber
daya tinggi – inovasi tinggi (high resources - high innovation) di posisi
atas, dan sumber daya rendah – inovasi rendah (low resources – low
innovation) di posisi bawah diagram. Kelompok Innovators memiliki
paling banyak sumber daya dan inovasi, sedangkan kelompok
Survivors memiliki sumber daya dan inovasi yang paling rendah.
Berikut penjelasan masing – masing kategori kelompok VALS yang
terbagi ke dalam 8 bagian kelompok : Innovators. Setiap orang yang termasuk dalam kelompok ini
merupakan orang yang sukses, canggih, aktif, memimpin orang
lain dengan kepercayaan diri tinggi dan sumber daya
melimpah. Seorang innovator termotivasi dari cita-cita,
penghargaan dan ekspresi diri. Citra menjadi penting bagi
seorang innovator, sebagai bentuk ekspresi dari cita rasa,
kebebasan dan karakter. Kepemilikan dan kesenangannya
menunjukkan cita rasa yang tinggi. Mereka berada diantara
yang mapan dan menjadi pemimpin dalam bisnis dan
pemerintahan untuk terus berkembang dan mencari tantangan
baru. Mereka juga pemimpin perubahan dan yang cepat
memahami adanya produk, ide dan teknologi baru. Thinkers. Konsumen motivasi ideal, memiliki sumber daya
tinggi. Mereka menyukai produk yang tahan lama, memiliki
fungsi dan nilai. Mereka jenis konsumen yang praktis dan
berdasarkan rasional. Selalu mendapatkan dan mengikuti
informasi dengan baik untuk memperluas pengetahuannya,
10Universitas Kristen Petra
serta cenderung menghabiskan waktu luang di rumah, dan
selalu terbuka akan ide baru dan perubahan sosial. Believers. Konsumen motivasi ideal, namun memiliki sumber
daya rendah. Konsumen ini adalah orang yang konservatif,
konvensional dengan memegang keyakinan dan kepercayaan
atas dasar kode – kode tradisional dan sudah didirikan, seperti
keluarga, gereja, komunitas dan Negara. Maka itu, mereka agak
susah untuk berubah dan menolak teknologi. Sebagai
konsumen, mereka konservatif, mudah ditebak, sangat loyal
terhadap suatu produk. Achievers. Konsumen motivasi atas penghargaan, sumber daya
tinggi. Seorang achiever memiliki gaya hidup berorientasi pada
tujuan yang mengacu pada keluarga dan karir. Mereka
menghargai kesepakatan, prediktabilitas dan stabilitas atas
resiko, keintiman dan penemuan diri. Mereka menjalani
kehidupan yang konvensional, cenderung menjadi kolot secara
politis. Citra menjadi penting bagi mereka, mereka menyukai
kemapanan, produk maupun jasa prestise dan premium untuk
menunjukkan sukses di antara kelompoknya. Strivers. Konsumen motivasi atas penghargaan, sumber daya
rendah. Mereka adalah orang yang trendi dan menyenangkan.
Mereka berpenghasilan rendah, pendidikan terbatas dan
cenderung memiliki minat yang terbatas. Mereka menyukai
produk yang penuh gaya untuk menandingi atau meniru
pembelian orang – orang yang memiliki kekayan materi lebih
besar. Strivers memiliki kepercayaan diri yang rendah
dibanding achievers. Experiencers. Konsumen motivasi ekspresi diri, sumber daya
tinggi. Termasuk orang yang muda, penting, antusias,
impulsive dan pemberontak. Mereka mencari keragaman dan
kegembiraan, menikmati hal baru, aneh dan penuh resiko.
Tenaga yang dikeluarkan cocok untuk aktivitas berlatih,
berolahraga, kegiatan luar ruangan dan aktivitas social. Mereka
11Universitas Kristen Petra
merupakan konsumen yang bersemangat dan menghabiskan
pendapatannya untuk baju, makanan cepat saji, musik, film,
video dan teknologi. Makers. Konsumen motivasi ekspresi diri, sumber daya rendah.
Merupakan orang yang praktis yang memiliki kemampuan
membangun dan menghargai kemandirian diri. Fokus terhadap
hal - hal yang sudah dikenal, seperti keluarga, pekerjaan dan
kesenangan fisik, serta memiliki minat rendah terhadap dunia
luas. Mereka lebih memilih nilai daripada kemewahan, maka
mereka membeli produk - produk pokok, dan menghargai
produk praktis dan fungsional. Survivors. Konsumen yang termasuk dalam kelompok ini hidup
dalam pendapatan yang terbatas tetapi relatif puas. Kebanyakan
usia tua dan sangat memerhatikan kesehatan, keamanan mereka
serta untuk berada di keluarga mereka, juga tidak aktif di pasar.
Survivors tidak menunjukkan motivasi utamanya dan terkadang
merasa tidak berdaya.
12Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2 Vals 2 Framework
Di Indonesia sendiri, riset tentang psikografi antara lain telah
dirintis oleh PT. Surindo Utama dengan mengambil sampel sebanyak
4000 responden dari lima kota besar yaitu Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, dan Medan (Kasali, 2005). Berdasarkan analisa
faktor, Surindo Utama menemukan 8 segmen untuk perilaku gaya
hidup masyarakat perkotaan di Indonesia, yaitu:
13Universitas Kristen Petra
1. The Affluent adalah pekerja keras, memiliki ras percaya diri
yang kuat, menyukai inovasi, proaktif, berani mengambil
resiko, cenderung terbuka terhadap perubahan.2. The Achievers sama memiliki sifat memimpin seperti
affluent hanya saja ia cenderung tidak suka diperhatikan
orang lain. Mereka mengkonsumsi barang-barang yang
mereka suka. Pengambilan keputusan berdasarkan hal
rasional. Meski begitu ia tidak terlalu mudah menerima
gagasan baru.3. The Anxius segmen ini mempunyai sikap sebagi follower,
tetapi ambisus. Memiliki percaya diri yang kuat dalam
mengambil keputusan, dan senang menunjukan prestasinya
tetapi tidak memiliki banyak keberanian, memerlukan
dorongan orang lain, mudah dibujuk dengan hal - hal
yang bersifat rasional.4. The Loners. Segmen ini terdiri dari mereka yang senang
menyendiri dan kurang berani tampil. Cenderung
individualistic dan kurang tertarik berafiliasi.5. The Socialite. segmen yang senang bergaul, bersosialisasi,
tetapi mereka juga pengambil resiko yang berani biarpun
dasar rasionalnya kurang kuat. Segmen ini sering
menguasai orang lain dan senang menonjol. Mereka reaktif
terhadap perubahan dan cenderung bersifat impulsif6. The Pusher, ini adalah segmen orang yang tidak ingin
diperhatikan tetapi ingin mendominasi segala sesuatu tanpa
arah yang jelas. Mereka tidak memiliki objektive yang jelas
untuk meraih sesuatu tetapi senag mengontrol orang lain.
Segmen ini tidak mudah menerima perubahan7. The Attentions seeker, orang-orang ini cenderung ingin
menarik perhatian. Mereka senang membeli barang-barang
baru untuk menarik perhatian orang lain, impulsif dan
seringkali irasional. Mereka cenderung mudah dibujuk. 8. Pleasure seeker yaitu suatu segmen yang ingin mencapai
sesuatu tanpa kerja keras, individualistik, kurang
sosialisasi, tetapi tekun mengikuti trend, memiliki prinsip
14Universitas Kristen Petra
yang goyah, meski begitu segmen ini tidak menghendaki
terjadinya perubahan-perubahan.
2.2 Pola Perjalanan2.2.1 Definisi Pola Perjalanan
Pola perjalanan seseorang biasanya tergambar dari faktor dengan
siapa melakukan perjalanannya, berapa lama waktu yang dihabiskan,
jenis wisatanya apa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari
(Inskeep, 1991) “a survey of these general travel patterns should
includes consideration of the number, origin and types of tourist, and
location and types of destination that are popular” yang artinya adalah
survei pada suatu pola perjalanan haruslah mencakup pertimbangan
jumlah wisatawann asal dan jenis wisatawan, lokasi dan tujuan dari
wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata.Mathieson and Wall (Cooper et.al, 2005) melihat bahwa pola
perjalanan wisatawan selalu dipengaruhi oleh 4 faktor di antaranya
yaitu:1. Profil wisatawan, yang meliputi usia, pendidikan, pendapatan,
pengalaman wisata sebelumnya dan motivasi.2. Kesadaran perjalanan, seperti citra fasilitas dan pelayanan
berdasarkan kredibilitas daerah tujuan wisata.3. Karakteristik daerah tujuan wisata, termasuk objek dan daya tarik
wisata.4. Sifat perjalanan yang meliputi jarak, waktu, dan resiko
perjalanan.
Wisatawan juga memiliki pola dalam melakukan perjalanan
wisata dan dapat dibedakan berdasarkan mafaat perjalanan, tujuan
kunjungan, fasilitas yang digunakan (Ismayanti, 2010). Seaton dan
Bennet (1996) menggambarkan pola perjalanan wisata kedalam trip
descriptor.
Trip Descriptor; wisatawan dibagi ke dalam kelompok-kelompok
berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukannya. Secara umum
jenis perjalanan dibedakan menjadi: perjalanan rekreasi,
mengunjungi teman/keluarga, perjalanan bisnis dan kelompok
15Universitas Kristen Petra
perjalanan lainnya (Seaton & Bennet, 1996). Beberapa
pengelompokan wisatawan berdasarkan karakteristik perjalanannya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Karakteristik Pembagian
Lama waktu perjalanan
1 - 3 hari
4 - 7 hari
8 - 28 hari
29 - 91 hari
92 - 365 hari
Jarak yang ditempuh (bisa digunakan kilometer/mil)
Dalam kota (lokal)
Luar kota (satu provinsi)
Luar kota (Lain provinsi)
Luar negeri
Waktu melakukan perjalanan
Hari biasa
Akhir pekan / Minggu
Hari libur / Hari raya
Libur sekolah
Akomodasi yang digunakan
Komersial (hotel bintang / non bintang)
Non komersial (rumah teman / saudara / keluarga)
Moda transportasi
Udara (terjadwal / carter)
Darat (kendaraan pribadi / umum / carter)
Kereta api
Laut (cruise / ferry)
Teman perjalanan
Sendiri
Keluarga
Teman sekolah
Teman kantor
Pengorganisasian perjalanan
Sendiri
Keluarga
Sekolah
Kantor
Biro perjalanan wisata
16Universitas Kristen Petra
Menurut Smith (1989), wisatawan pada suatu obyek wisata
memiliki pola perjalanan wisata, kebutuhan ataupun alasan melakukan
wisata ke suatu obyek wisata masing-masing berbeda, hal ini perlu
menjadi pertimbangan bagi penyedia jasa pariwisata sehingga dapat
melakukan marketing dan pengelolahan sesuai dengan karakteristik
target market mereka. Pola perjalanan merupakan alasan utama motif
atau tujuan utama dilakukannya perjalanan tersebut meliputi:
1. Maksud kunjungan 2. Frekuensi kunjungan 3. Teman perjalanan 4. Lama waktu kunjungan 5. Besar pengeluaran perjalanan wisata
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori pola perjalanan
dari Smith (1989) karena teori Smith lebih relevan dan dalam teori
tersebut sudah terkandung unsur – unsur teori dari Seaton & Bennet.
1.3 Hubungan antara variabel Gaya Hidup – Pola PerjalananMenurut Swastha (2005, pp.101), “Salah satu faktor yang
mempengaruhi pembelian adalah faktor personal yang meliputi gaya hidup
konsumen”.Menurut Solomon (2002, pp.173), “Gaya hidup mengarah kepada
suatu pola konsumsi yang mempengaruhi pilihan seseorang dalam
menghabiskan uang dan waktunya”.Menurut Ismayanti (2010, pp.75.), “Keragaman perjalanan wisata
dibentuk berdasarkan dari karakter manusia yang berbeda-beda”.Berdasarkan pengertian diatas terlihat bahwa gaya hidup dapat
mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian suatu produk atau jasa.
Penulis juga melihat adanya keterkaitan antara keragaman perjalanan
wisata atau pola perjalanan dengan gaya hidup seseorang. Gaya hidup
adalah perilaku seseorang untuk menghabiskan waktu dan uangnya dalam
hal ini untuk berwisata. Dengan adanya pola tersebut penulis
menyimpulkan bahwa kebiasaan ini dapat berdampak pada pola perjalanan
seseorang dalam melakukan perjalanan wisata khususnya bagi masyarakat
Surabaya yang ingin ke negara China secara independen.
17Universitas Kristen Petra