Download - 02.Panduan Keselamatan pasien
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit.Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah
sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan
di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat
berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan, dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
rumah sakit.
Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untukmenyelamatkan
pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu
yaitu primum, non nocere (first, do no harm). Namun diakui dengan semakin
berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan - khususnya di rumah
sakit - menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan – KTD (adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur,
banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi
yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman
dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya KTD.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan
laporan yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a
1
Safer Health System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di
Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(adverse event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan
di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka
kematian akibat KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah
33,6 juta per tahun berkisar 44.000-98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun
2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara :
Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-
16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian
dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss)
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”,
yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (Persi) telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan
langkah-langkah persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan
mengembangkan laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan
berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan
pasien di RSIA NUN Surabaya perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan RSIA NUN Surabaya terutama didalam melaksanakan keselamatan
pasien sangat diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka kejadian
KTD dapat dicegah sedini mungkin.
1.2. Tujuan Panduan Keselamatan Pasien
Tujuan Umum :
Sebagai ppnduan bagi manajemen RSIA NUN Surabaya untuk dapat
melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
2
Tujuan Khusus :
a. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RSIA NUN Surabaya didalam
mengambil keputusan terhadap keselamatan pasien.
b. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan keselamatan
pasien.
c. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.
I.3. Manfaat
a. Dapat meningkatkan mutu pelayananan yang bekualitas dan citra yang baik
bagi RSIA NUN Surabaya.
b. Agar seluruh personil rumah sakit memahami tentang tanggung jawab dan
rasa nilai kemanusian terhadap keselamatan pasien di RSIA NUN Surabaya.
c. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap tindakan
yang akan dilakukan
d. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
2.1 Mengapa Keselamatan Pasien ?
Sejak awal tahun 1900 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada
3 (tiga) elemen yaitu input, proses dan output sampai outcome dengan bermacam
– macam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya antara lain
penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Penerapan Quality Assurance, Total
Quality Management, Countinous Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi,
Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain
sebagainya. Harus diakui program-program tersebut telah meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit baik pada aspek input, proses maupun output dan
outcome. Namun harus diakui, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut
masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh
sebab itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena KTD
sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya
dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan
pasien berdasarkan haknya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan
istilah keselamatan pasien (patient safety). Dengan meningkatnya keselamatan
pasien rumah sakit diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
rumah sakit dapat meningkat. Selain itu keselamatan pasien juga dapat
mengurangi KTD, yang selain berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan
juga dapat membawa rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik
antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis,
tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media massa yang
akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit. Selain itu
rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi,
pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang menang, bahkan
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
4
2.2 Definisi
Keselamatan pasien (patient safety)rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko,
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.
2.3 Tujuan :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2.4 Programme WHO, World Alliance for Patient Safety
Pada Januari 2002 Executive Board WHO menyusun usulan resolusi, dan
kemudian diajukan pada World Health Assembly ke 55 Mei 2002, dan diterbitkan
sebagai Resolusi WHA55.18. Selanjutnya pada World Health Assembly ke 57
Mei 2004, diputuskan membentuk aliansi International untuk peningkatan
keselamatan pasien dengan sebutan World Alliance for Patient Safety, dan
ditunjuk Sir Liam Donaldson sebagai Ketua.
World Alliance for patient safety pada tahun 2004 menerbitkan 6 program
keselamatan pasien, dan tahun 2005 menambah 4 program lagi, keseluruhan 10
program WHO untuk keselamatan pasien adalah sbb :
a. Global Patient Safety Challenge :
b. Ist Challenge : 2005-2006 : Clean Care is Safer Care,
c. 2nd Challenge : 2007-2008 : Safe Surgery Safe Lives
5
d. Patient for Patient Safety
e. Taxonomy for Patient Safety
f. Research for Patient Safety
g. Solutions for Patient Safety
h. Reporting and Learning
i. Safety in action
j. Technology for Patient Safety
k. Care of acutely ill patients
l. Patient safety knowledge at your fingertips
2.5 Sembilan Solusi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety, dimotori oleh Joint
Commission International, Suatu badan akreditasi dari Amerika Serikat, mulai
tahun 2005 mengumpulkan pakar keselamatan pasien dari lebih 100 Negara,
dengan kegiatan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah
keselamatan pasien, dan mencari solusi berupa sistem atau intervensi sehingga
mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien dan meningkatkan
keselamatan pasien. Pada tgl 2 Mei 2007 WHO Colaborating Centre for Patient
Safety resmi menerbitkan panduan “Nine Life-Saving Patient Safety Solutions”
(“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).
Sembilan topik yang diberikan solusinya adalah sbb:
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names)
b. Pastikan Identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai
6
i. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
2.6 Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya
Dalam upaya menjadikan Patient Safety sebagai budaya di rumah sakit,
maka Departemen Kesehataan RI pada tahun 2006 menyusun buku Panduan
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang di dalamnya berisikan standar
dan langkah, serta strategi yang wajib dilaksanakan oleh rumah sakit dalam
rangka meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Upaya tersebut
dituangkan dalam 7 Standar keselamatan Pasien, 7 Langkah Keselamatan Pasien,
dan 6 sasaran Keselamatan Pasien.
7 Standar Keselamatan pasien, yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda – metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasidan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
7 Langkah Keselamatan Pasien, yaitu:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamtan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien
6 Sasaran Keselamatan Pasien, yaitu:
7
1. Ketepatn identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
8
BAB III
TATA LAKSANA
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani
segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien
rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah sakit
dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit.
3.1 Tujuh Standar Keselamatan Pasien
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda – metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasidan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Standar I. Hak Pasien
Standar :
Tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :
a.Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b.Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c.Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.
9
Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah
sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
a. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
10
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
c. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi,
mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
11
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis
Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’
pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
12
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
13
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait
dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
3.2 Tata Laksana Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah
sebagai berikut:
1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit :
1) RSIA NUN Surabaya telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa
yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana
langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan
apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
2) RSIA NUN Surabaya telah memiliki kebijakan dan prosedur yang
menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
3) RSIA NUN Surabaya telah berupaya menumbuhkan budaya pelaporan
dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
4) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
14
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Pastikan semua rekan sekerja merasa mampu untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada
insiden.
2) Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang dipakai
di RSIA NUN Surabaya untuk memastikan semua laporan dibuat
secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat
2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di seluruh jajaran RSIA NUN Surabaya.
Langkah penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit :
1) Direksi bertanggung jawab atas keselamatan pasien
2) Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditugaskan
untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan pasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi
maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
4) Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi
dan pelatihan di RSIA NUN Surabaya. dan dilaksanakan evaluai
dengan pre dan post test.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan
Pasien
2) Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya serta
manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan
Pasien
3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden
15
3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit :
1) Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Direksi/Manajer Rumah Sakit RSIA NUN Surabaya
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim:
1) Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan umpan
balik kepada Manajer terkait
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambilah langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden,
serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS).
16
Langkah penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit
Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar rumah sakit
mengacu pada Pedoman Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.
5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
A. Tingkat rumah sakit :
1) RSIA NUN Surabaya memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas
tentang cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang
insiden dengan para pasien dan keluarganya.
2) Seluruh staf RSIA NUN Surabaya terkait harus mampu memastikan
bahwa pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas
bilamana terjadi insiden.
3) Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan, pelatihan
dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien
dan keluarganya.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan
pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas
dan benar secara tepat.
17
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.
6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN
PASIEN
Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa KTD itu timbul.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit:
1) Pastikan staf yang tekait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
untuk proses risiko tinggi.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim:
1) Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis
insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM
KESELAMATAN PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah Penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit :
18
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (input dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim :
1) Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk
membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak
lanjut tentang insiden yang dilaporkan
3.3 Tata Laksana Enam Sasaran Keselamatan Pasien
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:
SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di
hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan
identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat
19
situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan
yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan
menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan
atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien,
seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di
rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang
operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur
agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I:
1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
4) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
5) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
20
SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik,
lisan, atau tertulis Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan
terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik
cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan
telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima
perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read
back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat
darurat di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran II
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan
21
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU
DIWASPADAI(HIGH-ALERT)
Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan
pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah
obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinelevent), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau
Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu
keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium
fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50%
atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan
orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat
darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat
yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit
pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu
diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau
prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
22
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara
benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut,
sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
2) Implementasi kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR,
TEPAT-PASIEN OPERASI
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang
menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan
23
yang tidak terbaca (illegiblehandwritting) dan pemakaian singkatan adalah
faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di
dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga
praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist
dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing WrongSite, Wrong Procedure, Wrong Person
Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas
satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan
melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel
struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1) memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2) memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang; dan
3) melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant
yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau
kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim
operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan
secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
24
1) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat, dan fungsional.
2) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi/time-out” tepat pembedahan.
3) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
SASARAN V : PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT
PELAYANAN KESEHATAN
Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (bloodstream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand
25
hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasipetunjuk itu di
rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient
Safety).
1) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
2) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
SASARAN VI : PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien
dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat
inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
3) yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh
4) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
26
5) cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
6) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.
3.4 Alur Pelaporan dan Insiden
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu
caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis.
Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam
organisasi untuk peduli akan bahaya / potensi bahaya yang dapat terjadi kepada
pasien.
Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan
terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
selanjutnya. Maka sistem pelaporan ini akan menjadi awal proses pembelajaran
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Sistem pelaporan insiden
di rumah sakit terdiri atas kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan
prosedur pelaporan, yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
Tujuan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien rumah sakit :
a. Tujuan Umum :
Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD dan KNC) dan
meningkatnya mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
b. Tujuan Khusus :
1) Rumah Sakit (Internal)
a) Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden
keselamatan pasien di rumah sakit .
b) Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar
masalah
c) Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada
pasien agar dapat mencegah kejadian yang sama dikemudian hari.
27
Apa yang harus dilaporkan ?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi.
Siapa yang membuat Laporan Insiden ?
a) Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian
b) Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian
Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden
a) Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat”
b) Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut disalahkan.
c) Laporan sering terlambat
d) Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture
Bagaimana cara membuat Laporan Insiden (Incident report) ?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari
maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi
formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.
A. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KP di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi
dampak / akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi
Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja / shift kepada Atasan
langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan
langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen : Supervisor / Kepala Bagian / Instalasi/ Departemen /
Unit, Ketua Komite Medis / Ketua K.SMF).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading
risiko terhadap insiden yang dilaporkan.
28
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang
akan dilakukan sebagai berikut :
a. Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 1 minggu.
b. Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 2 minggu
c. Grade kuning : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah /
RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
d. Grade merah : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah /
RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil
investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan
Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi
lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis
akar masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa :
Petunjuk /”Safety alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang
kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan
balik kepada unit kerja terkait.
12. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya
masing-masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
2. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE KKPRS - KOMITE KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (Eksternal)
29
1. Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA
yang terjadi pada PASIEN dilaporkan oleh Tim KP di RS (internal) /
Pimpinan RS ke KKP-RS dengan mengisi Formulir Laporan Insiden
Keselamatan Pasien.
2. Laporan dikirm ke KKP-RS lewat POS atau KURIR ke alamat
Sekretariat KKP-RS d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading
Blok A-7 A No.28, Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240. Telp.(021)
45845303/304.
Sistem pelaporan insiden di rumah sakit merupakan awal proses analisis dan
investigasi insiden. Diharapkan Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien ini
dapat menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan sistem pelaporan dan
analisis di rumah sakitnya. Dengan meningkatnya jumlah laporan insiden akan
tergambarkan budaya dan motivasi untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mutu
pelayanan kepada pasien. Hasil analisis insiden akan menjadi pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama di kemudian hari.
30
31
BAB IV
DOKUMENTASI, PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. Rumah sakit , dalam hal ini seluruh unit, wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan insiden yang meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) , Kejadian Potensial Cedera
(KPC) dan Kejadian Sentinel
2. Pencatatan dan pelaporan insiden Keselamatan Pasien (IKP) mengacu pada
pedoman yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Persi.
3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Panitia
Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan
4. Pelaporan insiden terdiri dari :
a. Pelaporan internal yaitu mekanisme/alur pelaporan KPRS di internal Rumah
Sakit RSIA NUN Surabaya.
b. Pelaporan eksternal yaitu pelaporan dari RSIA NUN Surabaya ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada
Direktur Rumah Sakit secara berkala.
32
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
1. Seluruh jajaran manajemen RSIA NUN Surabaya secara berkala melakukan
monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya secara berkala
(paling lama 2 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur
keselamatan pasien yang dipergunakan di RSIA NUN Surabaya.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya melakukan evaluasi
kegiatan setiap bulan.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RSIA NUN Surabaya melakukan analisa
kegiatan keselamatan pasien setiap empat bulan dan membuat tindak lanjutnya .
33
BAB VI
PENUTUP
Demikian Panduan Keselamatan Pasien di RSIA NUN Surabaya yang
merupakan keharusan untuk dilaksanakan oleh seluruh divisi RSIA NUN Surabaya.
Semoga dengan Panduan Keselamatan Pasien ini, bisa dicapai pelayanan yang lebih
maksimal terhadap pasien guna meningkatkan keselamatan pasien di RSIA NUN
Surabaya.
34
Lampiran 1
FORMULIR LAPORAN INSIDEN INTERNAL di RS
Rumah Sakit ………………………
LAPORAN INSIDEN KNC, KTC, KTD, KPC DAN KEJADIAN SENTINEL
I. DATA PASIEN
Nama : ………………………………………………………
No MR :……………………………Ruangan: ………………
Umur * : 0-1 bulan > 1 bulan – 1 tahun
> 1 tahun – 5 tahun > 5 tahun – 15 tahun
> 15 tahun – 30 tahun > 30 tahun – 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien:
Pribadi Asuransi Swasta
JAMKESMAS Jaminan Kesehatan Daerah
TanggalMasukRs:………………………………Jam………….
II. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal :…………………………Jam ……………………….
2. Insiden: …………………………………………………………
3. Kronologis Insiden :
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
35
RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2 X 24 JAM
4. Jenis Insiden * :
Kejadian Potensi Cedera / KPC
Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near miss)
Kejadian Tidak Cedera / KTC (No Harm)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel
(Sentinel Event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden *
Karyawan : Dokter / Perawat / Petugas lainnya
Pasien
Keluarga / Pendamping Pasien
Pengunjung
Lain-lain …. .………………………………..……………….(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada * :
Pasien
Lain-lain………………………………………………………(sebutkan)
Mis : Karyawan/ Pengunjung/ Pendamping/ Keluarga pasien, lapor ke K3 RS
7. Insiden menyangkut pasien
Pasien rawat inap
Pasien rawat jalan
Pasien UGD
Lain-lain
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian …………………………………………………… (sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Ginekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
36
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anestesi dan Subspesialisasinya
Kulit & kelamin dan Subspesialisasinya
Jantung dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya
Jiwa dan Subspesialisasinya
Lokasi kejadian ………………………………....................... (sebutkan)
10. Unit Kerja tempat terjadinya insiden
Unit kerja ………………………………...................(sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien *
Kematian
Cedera Irreversibel / Cedera Berat
Cedera Reversibel / Cedera Sedang
Cedera Ringan
Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
…..……..………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
13. Tindakan dilakukan oleh *
Tim : terdiri dari : ………..………….………………..................
Dokter
Perawat
Petugas lainnya :…….………………………………………………
37
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain ? *
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini.
Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang telah diambil pada unit kerja
tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama ?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
Grading Risiko Kejadian * (Diisi oleh atasan pelapor) :
BIRU HIJAU KUNING MERAH
NB.* = pilih satu jawaban.
38
Pembuat
Laporan
:
…………………..
Penerima
Laporan
:
…………………..
Paraf :
………………….
Paraf :
…………………..
Tgl Terima :
………………….
Tgl Lapor :
…………………..
Lampiran 2
GLOSARIUM KKP-RS
1 Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety)
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2 Kejadian tidak diharapkan (KTD) / (Adverse event)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah.
3 KTD yang tidak dapat dicegah (Unpreventable adverse event)
Suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir.
4 Kejadian Nyaris Cedera (KNC) /(Near miss)
Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena “keberuntungan” (mis. pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), karena “pencegahan” (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau “peringanan” (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
5 Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
6 Kejadian Potensial Cedera
Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
39
(KPC)7 Kesalahan
Medis (Medical errors)
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Kesalahan termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya. Dapat akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
8 Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident)
Setiap kejadian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien.
9 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Suatu sistem untuk mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien. Sistem ini juga mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional rutin rumah sakit atau asuhan pasien.
10 Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis)
Suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
11 Manajemen Risiko (Risk Management)
Dalam hubungannya dengan operasional rumah sakit, istilah manajemen risiko dikaitkan kepada aktivitas perlindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktik medis.
12 Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “ sentinel “ terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (mis. amputasi pada kaki yang salah, dsb) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
40