PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA JAYAPURA (PAPUA) DAN PENGADILAN
AGAMA SITUBONDO (JAWA TIMUR) TAHUN 2016
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.)
Oleh:
Hasan Abdul Rahman Asso
Nim: 21150435000010
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Hasan Abdul Rahman Asso. Nim: 21150435000010 PERTIMBANGAN
HAKIM DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN
AGAMA JAYAPURA (PAPUA) DAN PENGADILAN AGAMA SITUBONDO
(JAWA TIMUR) TAHUN 2016. Program Studi Magister Hukum Keluarga
Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. Tesis ini
terdiri dari xvi halaman + 141 halaman + 7 halaman lampiran.
Tesis ini bertujuan untuk mengenalisis pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura (Papua) dan
Pengadilan Agama Situbondo (Jawa Timur) Tahun 2016.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif,
dengan didukung data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini yaitu
wawancara dengan para hakim serta dokumen putusan cerai gugat di Pengadilan
Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo. Adapun data sekunder dalam
penelitian ini berupa penelusuran referensi di perpustakaan. Adapun proses
pengumpulan data adalah mengedit, mengklasifikasi, mereduksi dan menyajikan
data untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan hukum
normatif, filosofis, dan sosiologis.
Tesis ini menyimpulkan bahwa, Pertama, Pengadilan Agama Jayapura
maupun Pengadilan Agama Situbondo dalam memutuskan perkara sama-masa
menggunakan pertimbangan normatif, filosofis dan sosiologis. Namun,
Pengadilan Agama Jayapura maupun Pengadilan Agama Situbondo sama-sama
belum menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jayapura dan
Pengadilan Agama Situbondo dalam memutus perkara cerai gugat.
Kata Kunci : Pertimbangan Hakim, Cerai Gugat, Pengadilan Agama
Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo.
Dosen Pembimbing : Dr. Khamami Zada, S.H., M.A., MDC.
Referensi : 1972 - 2017
vi
ABSTRACT
Hasan Abdul Rahman Asso. Student ID: 21150435000010. Consideration of
judges ini the Decision of Divorced Cases in the Jayapura (Papua) Religious and
the Situbondo (Jawa Timur) Religious Caurt ini 2016. Magister Program of
Family Law, Faculty of Shariah IN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.
This thesis consists of 127 pages + 7 pages of attachments.
Thes thesis entitled “Consideration of judges in the Decision of Divorced
Cases in the Jayapura Religious Court and the Situbondo Religious Counrt in
2016” aims to analyze judges’ consideration in decidingdivorce cases ini the
Jayapura Religious Court end the Situbondo Religious Court in 2016.
This research was field research in the form of qualitative descriptive taking
places in the two location; Religious Courts in Jayapura Papua and Situbondo East
Java. The Data were collected firstly through field observation, then continued by
conducting interviews with the judges of the Religious Courts in Jayapura and
Situbondo. Other data were collected through reference searches in the library and
the researcher’s personal literature. The process of collecting data involving
editing,classifying,reducing and presenting data which to the were analyzed by
using legal normative,philosophical, and sociological approaches.
This thesis concluded that, first, in deciding cases, both the Jayapura
Religious Court and the Situbondo Religious Court were using normative,
philosophical, and sociological considerations. However, both Jayapura Religious
Court and the Situbondo Religious Court have not used Law Number 23 of 2004
concerning Elimination of Domestic Violence and Law Number 23 of 2002
concerning Child Protection. Second, there is no significant difference between
the considerations of judges in Jayapura Religious Court and Situbondo Religious
Court in deciding divorce cases.
Keywords : Consideration of judges, Divorce Cases in Jayapura RC
and Situbondo RC
Supervisor : Dr. Khamami Zada, S.H., M.A., MDC.
Reference : 1972 - 2017
vii
02032053222202
0202
000202020017
0202
05 0220 05
0220
viii
02100207
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam yaitu Allah yang
selalu memberi petunjuk kepada setiap mahluk-Nya, yang atas anugrah dan
nikmat-Nya kita semua masih dalam lindungan-Nya. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurah dan terlimpah kepangkuan Nabi kita Muhammad SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk melengkapi sekaligus untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar magister pada konsentrasi
Hukum Keluarga (Al-Ahwalusyahsiyya) pada Pasca Sarjana Fakultas Syari’ah
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Judul yang diangkat
oleh penulis dalam tesis ini adalah“Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara
Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo
Tahun 2016”. Dengan Alasan untuk memperbandingan persamaan dan perbedaan
Majelis Hakim dalam pengambilan dasar hukum dalam pertimbangan putusan
cerai gugat di Kantor Pengadilan Agama Jayapura dan kantor Pengadilan Agama
Situbondo serta untuk memperbandingan faktor-faktor perceraian dikalangan
masyarakat Jayapura dan Situbondo.
Dan dalam penulisan tesis ini penulis banyak memperoleh dukungan,
dorongan, bimbingan dan saran serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu sepatutnya penulis sampaikan banyak terimakasih kepada yang terhotmat:
1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Syahrul Adam, M.Ag. dan Dr. Nahrowi, S.H., M.H., selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Khamami Zada, SH, MA, MDC. Atas bimbingan, petunjuk dan saran-
sarannya yang diberikan baik selama bimbingan penulis tesis ini berlangsung,
juga selama dalam studi.
ix
5. Seluruh guru besar dan dosen Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
bimbingan dan ilmunya selama masa studi berlangsung, Prof. Dr. Drs.
Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Prof. Dr. Atho Mudzhar, MSPD.,
Prof. Dr. Khuzaemah T. Yanggo, M.A., Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah. S.H.,
Prof. . Dr. Masykuri Abdillah, M.A., Prof. Dr. Zaituna Subhan, Prof. Dr. M.
Arskal Salim GP, M.Ag., Dr. Ahmad Tholabi, S.H., M.A.,Dr. Khamami Zada,
SH, MA, MDC.,Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag, Dr. H. Syahrul Adam,
M.Ag., M.H., Dr. Nahrowi, S.H., M.H., Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A., Dr. JM.
Muslimin, M.A., Dr. H. Nurul Irfan, Dr. Hj. Mesraini, Dr. Kama Rusydiana.,
Dr. Fuad Tohari, serta para dosen lainnya yang telah memberikan wawasan
dan ilmu dalam proses studi sampai selesai.
6. Kepada Ibunda yang tercinta, Mimieke Wetapo, yang selama ini memberikan
dukungan, dorongan, dalam bentuk doa maupun materi yang mana penulis
tidak bisa balas kebaikannya kecuali hanya doa.
7. Kepada ayahanda bapak H. Hisiluok Asso, yang selama ini memeberikan
dukungan, dorongan, dalam bentuk doa maupun materi yang mana penulis
tidak bisa balas kebaikannya kecuali hanya doa.
8. H. Muhammad Yudi Kotouky, yang selama ini banyak membatu dalam
bentuk moril maupun materi, semoga kebaikan bapak selalu dibalas oleh Allah
SWT, berseta stafnya.
9. Habib Dito, yang selama ini banyak membantu baik moril maupun materi,
semoga kebaikan bapak selalu dibalas oleh Allah SWT.
10. Ponto Yelipele, yang selama ini tidak bosan-bosannya memberikan arahan dan
bantuan kepada penulis selama menulis tesis maupun selama masa studi,
semoga kebaikan bapak selalu dibalas oleh Allah SWT.
11. Istriku yang tercinta, yang selalu menemani penulis dalam penulisan tesis ini,
semoga kebaikannya diterima oleh Allah SWT, dan menjadi istri yang
sholehah dalam setiap langkahnya.
x
12. Semua jajaran Pengadilan Agama di Jayapura dan Pengadilan Agama
Situbondo yang telah banyak memberikan masukan dan mempermudah dalam
pengambilan data dalam penulisan tesis ini.
13. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu, mereka
yang sebenarnya patut secara langsung mendapatkan ucapan terimakasi dari
penulis.
Akhirnya, dengan segala kemantapan hati, semoga apa yang telah penulis
lakukan benar-benar menjadi rahmat bagi penulis juga bagi siapapun demi
kebaikan.
Jakarta, 14 Mei 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
PENGESAHAN HASIL UJIAN ................................................................... iii
LEMBARAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 4
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah 5
1. Perumusan Masalah 5
2. Pembatasan Masalah 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 6
1. Tujuan Penelitian 6
2. Manfaat Penelitian 7
E. Studi Review Terdahulu 7
F. Metode Penelitian 10
G. Sistematika Penulisan 14
BAB II CERAI GUGAT DALAM PERSPEKTIF
FIKIH DAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Cerai Gugat (khulu’) dalam Perspektif Fikih
1. Pengertian Cerai Gugat (Khulu’) 16
2. Dasar Hukum Khuluk (khulu’) 20
3. Rukun Khuluk (khulu’) 23
4. Syarat-Syarat Khuluk 25
5. Alasan dan Penyebab Terjadinya Khuluk (khulu’) 28
xii
6. Akibat Khuluk (khulu’) 31
7. Hikmah Khuluk (khulu’) 33
B. Cerai Gugat dalam Perspektif Perundang-undangan
1. Pengertian Cerai Gugat 34
2. Akibat Hukum Cerai Gugat 35
3. Tata Cara Mengajukan Cerai Gugat 37
C. Kedudukan dan Wewenang Pengadilan Agama dalam
Perceraian
1. Kedudukan Peradilan Agama 40
2. Dasar Yuridis Peradilan Agama 41
3. Kewenangan Peradilan Agama 43
BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA CERAI
GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAYAPURA
A. Profil Pengadilan Agama Jayapura 48
B. Putusan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jayapura 51
BAB IV PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA CERAI
GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SITUBONDO
A. Profil Pengadilan Agama Situbondo 66
B. Putusan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Situbondo 69
BAB: V PERTIMBANGAN DAN PERBANDINGAN
PUTUSAN CERAI GUGAT DI PENGADILAN
AGAMA JAYAPURA DAN PENGADILAN
AGAMA SITUBONDO
A. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Jayapura 81
1. Pertimbangan Normatif Hukum 82
2. Pertimbangan Sosiologis Hukum 87
3. Pertimbangan Filosofis Hukum 91
xiii
B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Situbondo 98
1. Pertimbangan Normatif Hukum 98
2. Pertimbangan Sosiologis Hukum 103
C. Persamaan dan Perbedaan Putusan Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Jayapura dan Situbondo 106
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan 131
B. Saran 132
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114
LAMPIRAN:
1. Surat Penunjukan Pembimbing Tesis
2. Surat Permohonnan Wawancara Pengadilan Agama Jayapura
3. Surat Permohonan Wawancara Pengadilan Agama Situbondo
4. Hasil wawancara Pengadilan Agama Jayapura
5. Hasil wawancara Pengadilan Agama Situbondo
6. Surat Balasan dari Pengadilan Agama Jayapura
7. Surat Balasan dari Pengadilan Agama Situbondo
xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padana Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
B. Vokal
Dalam bahasa Arab vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia
memiliki vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
ا Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
ب b be
ت st te
ث ṡ es (dengan titik diatas)
ج j je
ح ẖ ha (dengan garis dibawah)
خ kh ka dan ha
د d de
ذ dz de dan zet
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص ṣ es (dengan garis dibawah)
ض ḏ de (dengan garis dibawah)
ط ṯ te (dengan garis dibawah)
ظ ẕ zet (dengan garis dibawah)
ع ʻ Koma terbalik diatas hadap kanan
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ه h ha
ء ʼ apostrif
ى y ye
xv
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Dammah
Adapun untuk vokal rangkkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
adalah sebagai berikut:
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
D. Kata sandang
Kata sandang , yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ال)
, dialihaksarakan menjadi huruf “I” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Misalnya:
al-ijtihâd= اإلجتهاد
al-rukhsah bukan ar-rukhsah =الرخصة
E. Tasydîd (Syaddah)
Dalal alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan mengandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:
.al-syuf’ah, tidak ditulis asy-syuf’ah = الشفعة
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ai a dan i
au و a dan u
Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda Nama
ىا â a dengan topi diatas
ىي î i dengan topi diatas
ىو û u dengan topi diats
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang
aman, tertip dan tentram. Untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut diperlukan
adanya upayah untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban yang
dilakukan oleh kekuasaan kehakiman.1 Suatu putusan Pengadilan dianggap baik
apabila memberi rasa keadilan kepada pihak-pihak yang berperkara, untuk
mendapatkan putusan yang baik maka harus ditangani oleh hakim yang
profesional dan berjiwa progresif agar dalam menerapkan pertimbangan hukum
dapat mengikuti perkembangan zaman. Dengan demikian putusan hakim bukan
hanya memiliki nilai yuridis (kepastian hukum), tetapi juga harus memiliki nilai
sosiologis (kemanfaatan) dan nilai filosofis (keadilan).
Oleh sebab itu pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim atas
sengketa yang diperiksa dan diadilinya. Hakim harus dapat mengolah dan
memproses data-data yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti
surat, saksi, persangkaan, pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam
persidangan (lihat Pasal 164 HIR).2 Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan
dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme
dan bersifat obyektif. Putusan adalah produk dari pemeriksaan perkara yang
dilakukan oleh hakim. Berdasarkan Pasal 178 HIR/189 RBG, setelah pemeriksaan
selesai, maka hakim karena jabatannya harus melakukan musyawarah untuk
mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Pemeriksaan dianggap telah selesai
apabila telah melalui tahap jawaban dari Tergugat, replik dari Penggugat, duplik
dari Tergugat, pembuktian dan kesimpulan yang diajukan oleh para pihak.
Dalam memutus perkara yang terpenting adalah kesimpulan hukum atas
fakta yang terungkap dipersidangan. Untuk itu hakim harus menggali nilai-nilai,
1 H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yokyakarta:
Pustaka Pelajar), 2003, hal. 8. 2 Nya Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Peraktek, (Bandung: Cet kesatu, 1979), hal. 61.
2
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.3 Sumber hukum yang dapat diterapkan oleh hakim dapat berupa
peraturan perundang-undangan berikut peraturan pelaksanaannya, hukum tidak
tertulis (hukum adat), putusan desa, yurisprudensi, ilmu pengetahuan maupun
doktrin atau ajaran para ahli.4 Oleh sebab itu, sesuai dengan tema di atas dalam
tesis ini akan membahas “Pertimbangan hakim Dalam Putusan Perkara cerai
gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo Tahun
2016” yang mana putusannya akan ditetapkan oleh para hakim.
Karena penelitian ini dilakukan di dua (2) daerah yang berbeda, maka perlu
dicantumkan beberapa alasan dan faktor-faktor penyabab terjadinya cerai gugat di
Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo. Faktor-faktor
penyebab terjadinya cerai gugat di wilayah Jayapura. Menurut hakim Pengadilan
Agama Jayapura dan sekaligus merangkap humas, Ismail Sunethm S.Ag. M.H,
Penyebab utama perceraian adalah karena kurangnya tangung jawab ekonomi dari
suami sehingga istri meminta gugat cerai. Dijelaskan memang tahun lalu kasus
perceraian didominasi cerai gugat atau perkara yang diajukan oleh istri yang
menggugat suaminya.5 Alasannya dalam rumah tangga sudah tidak harmonis lagi
karena dipicu dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Suami
sering minum-minuman keras, tidak bisa menafkahi istri, dan hal lainnya seperti
adanya pihak ketiga atau perselingkuhan. Menurutnya, yang banyak cerai saat ini
masyarakat perantauan dari luar Papua yang mencari nafkah di Jayapura, dan di
Jayapura hasil yang didapat suami kurang maksimal, sehingga istri tidak merasa
puas dengan penghasilan suami.6
Beberapa data carai gugat kantor Pengadilan Agama Jayapura, yakni
perkara tahun 2016 akan disebutkan dibawah ini:
3 Lihat Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
4 R. Soeparmono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, (Bandung, Mandar Maju,
2005), hal. 146. 5 Wawancara dengan Humas, Ismail Sunethm S.Ag. M.H, di Pengadilan Agama Jayapura,
(Fia Telepon), 12- Maret- 2017. 6 Wawancara Dengan Pegawai Pengadilan Agama Jayapura (Fia Telepon), 12- Maret-
2017.
3
TABEL 1
DATA KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAYAPURA
TAHUN 2016.7
No Tahun 2016 Jumlah %
1 DiKabulkan 197 82,08
2 Dicabut 28 11,66
3 Ditolak 2 0,83
4 Digugurkan 6 2,5
5 Tidak diterima 1 0,41
6 Coret dari register 6 2,5
Jumlah Keseluruhan 240 Perkara 99,98
Faktor-fakto penyebab terjadianya cerai gugat di wilayah kabupaten
Situbondo. Berdasarkan data penelitian, diantara faktor-faktor terjadinya percerain
di Situbondo adalah krisis akhlak, cemburu, kawin paksa, ekonomi, tidak ada
tangung jawab, penganiayaan, ganguan pihak ketiga, tidak adanya keharmonisan
dalam rumah tangga suami istri. Sesuai data tahun 2016 Pengadilan Agama
Situbondo, sebagaimana akan disebutkan dibawahl ini:
TABEL 2
KASUS CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA SITUBONDO
TAHUN 20168
No Tahun 2016 Jumlah %
1 DiKabulkan 497 90,85
2 Dicabut 32 5,85
3 Ditolak 7 1,27
4 Digugurkan 5 0,91
5 Tidak diterima 4 0,73
6 Coret dari register 2 0,36
Jumlah Keseluruhan 547 Perkara
7 Dokumen Pengadilan Agama Jayapura, Tentang Kasus Cerai Gugat di Provinsi
Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016 8 Dokumen Pengadilan Agama Jayapura, Tentang Kasus Cerai Gugat di Provinsi
Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016
4
Perceraian memang sebuah tindakan hukum yang dibenarkan oleh Agama
dalam keadaan darurat, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah SAW,
bahwa perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah talaq.9 Dalam
kalimat lain disebutkan:
ئب أبغض اليه من الطالقشي الله باحالم
Artinya: “Tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah, tetapi dibencinya selain dari
pada talaq”. (HR. Abu Dawud ra).10
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, timbul beberapa permasalahn pokok
yang dapat diinvestasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan Hukum Acara Peradilan Agama mengenai dasar
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat di Pengadilan
Agama Jayapura (Papua) dan Pengadilan Agama Situbondo (Jawa Timur)?
2. Apa yang melatar belakangi perceraian (gugat cerai) di Pengadilan Agama
Situbondo dan Pengadilan Agama Jayapura ( Papua)?
3. Bagaimana peran hakim dalam menyikapi perkara gugat cerai di Pengadilan
Agama Situbondo (Jawa Timur) dan Pengadilan Agama Jayapura (Papua)?
4. Untuk mengetahui tingkat perceraian di Provinsi Jayapura (Papua) dan
Kabupaten Situbondo?
5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dasar hukum yang digunakan
hakim dalam memutusakan perkara gugat cerai di Pengadilan Agama Jayapura
(Papua) dan Pengadilan Agama Situbondo (Jawa Timur)?
9 Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah , Alih Bahasa: Drs. Muhammad Thalib, (PT. Alma’arif,
Bandung, 1997), hal. 12. 10
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah , Alih Bahasa: Drs. Muhammad Thalib, (PT. Alma’arif,
Bandung, 1997), hal. 13.
5
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka dapat
dirumuskan bagaimana persamaan dan perbedaan pertimbangan hakim dalam
putusan cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama
Situbondo Tahun 2016. Berdasarkan ini penulis merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai gugat di
Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan pertimbangan hakim di Pengdilan
Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo?
2. Pembatasan Masalah
Agar Penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan
masalah baru dan pelebaran secara meluas maka perlu memberikan batasan pada
masalah putusan hakim terhadap perkara cerai gugat di Pengadilan Agama
Jayapura dengan Pengadilan Agama Situbondo tahun 2016, di mana putusan
perbulannya akan diambil dua (2) kasus cerai gugat.
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Situbondo (Jawa Timur) dan Pengadilan
Aagama Jayapura (Papua) dari Perspektif normaif hukum, filosofis hukum,
sosiologis hukum.
Adapun manfaat dari Penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
6
a. Bagi perkembangan Hukum Acara Peradilan Agama mengenai dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perceraian di Pengadilan
Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo.
b. Menambah referensi dan literatur kepustakaan di bidang Hukum Perdata
khususnya Hukum Perkawinan dan Hukum Acara Peradilan Agama.
c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat penelitian ini bagi Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan
Agama Situbondo terhadap penelitian ini diharapkan para hakim mampu
mengembangkan dasar hukum normatif, filosofis hukum, sosiologis
hukum, terhadap perceraian terutama dalam perkara cerai gugat dan dan
dalam penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan dan revrensi serta
bahan koreksi dalam pembelajaran dan pengembangan ilmu keperdataan,
hususnya mengenai cerai gugat.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para praktisi
Peradilan yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaannya, yaitu para hakim
khususnya di kota Jayapura (Papua) dan kabupaten Situbondo (Jawa Timur).
E. Studi Terdahulu
Begitu banyak Buku, Tesis, Skripsi dan Disertasi yang membahas
permasalahan tentang putusan hakim terhadap perkara perceraian, maka penulis
ingin melakukan review studi pustaka atau tinjauan kepustakaan untuk
membandingkan Tesis yang dibuat oleh penulis dengan Tesis, Disertasi, Buku,
yang sudah ada antaranya adalah:
Abd. Rasyid Wasyim dalam Tesisnya “Perkawinan dan perceraian yang
marak terjadi di kota Semarang dan sekitarnya”. Penelitian ini menjelaskan sejauh
mana Peranan BP4 kota madya Semarang dalam mengendalikan dan menekan
angka perceraian, faktor, faktor apa yang mempengaruhi peran BP4 dalam
mengendalikan perceraian. Peranan BP4 Kota Madya Daerah Tingkat II
Semarang dalam mengendalikan Perceraian dari tahun ketahun nampak ada
7
kemajuan, walupun masih dapat dikategorikan belum maksimal. Dan belum
maksimalnya Peranan BP4 Kota Madya Daerah Tingkat II Semarang dalam
mengendalikan perceraian karena pengaruh beberapa hambatan yang dihadapinya
hal ini meliputi antara lain: Dana yang masih sangat terbatas jumlahnya. BP4
belum ditangini secara maksimal oleh pengurus, karena merupakan tugas
sampingan dari tugas pokoknya dan belum ditopang dengan dana serta porsinil
yang memadai dan perundang-undangan yang mengikat. Keterbatasan konsultan
yang dimiliki baik kuwalitas maupun kuantitasnya, adanya perundang-undangan
yang memungkinkan para klien untuk dapat langsung ke Pengadilan Agama
dalam menyelesaikan masalahnya.11
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
lebih menekankan pada pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai
gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo dalam
menggunakan dasar normatif hukum, filosofis hukum, sosiologis hukum serta
perbedaan dan persaman pertimbangan hukumnya.
Tutur Chundori dalam Tesisnya “studi tentang masalah perceraian di
purwokerto, yakni prosedur atau alasan Perceraian, sebab-sebab alasan perceraian
serta akibat terjadinya perceraian terhadap keluarga”. Penelitian ini menjelaskan
adanya kasus perceraian menunjukan ketidak sesuaian kedua suami istri hidup
bersama berumah tangga dan biasanya perceraian itu merupakan tahap akhir dari
serangkaian pertengkaran atau perselisihan yang terjadi. Umumnya pada
permulaan sebabnya sederhana, akan tetapi semakin lama makin komplek dan
penyebab timbulnya persoalan lain, sehingga perceraian tidak dapat dihindari.
Dengan demikian perceraian bagi mereka merupakan jalan keluarnya dari
perselisihan-perselisihan itu.12
Berbeda dengan Tutur Chundori, penelitian ini
lebih menekankan pada pertimbangan hakim dalam perkara cerai gugat dalam
11
Abd. Rasyid Wasyim, Peranan Bp4 Sebagai Lembaga Penyuluhan dan Konsultasi
Hukum Islam Dalam Mengendalikan Perceraian di Kota Madya Semarang, ( Jakarta: Universitas
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bekerja Sama Dengan Universitas Indonesia Jakarta, 1997 ),
hal. 173-174. 12
Tutur Chundori, Studi Tentang Kasus Perceraian di Purwokerto, (Jakarta: Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta bekerja sama dengan Universitas Indonesi Jakarta,1990) hal.
160-161.
8
perspektif normatif hukum dan filosofis hukum di Pengadilan Agama Jayapura
dan Pengadilan Agama Situbondo.
Hotnidah Nasution dalam Tesisnya yang membahas tentang “Pernikahan
Dini Dan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”.
Diantara kesimpulan tesis ini diterangkan bahwah: batasan usia dalam pernikahan
dini sangat variatif, ada yang berpendapat bahwa pernikahan dini adalah
pernikahan yang dilakukan dibawah usia 15 tahun, sebagian berpendapat dibawah
usia 17/18 tahun, yang lain berpendapat dibawah usia 20 tahun, sebagian pendapat
pernikahan yang dikakukan dibawah usia 24 tahun, namun jika dikaitkan dengan
UUP maka yang termasuk pernikahan dini adalah pernikahan dibawah umur yaitu
pernikahan yang dilakukan pasangan dibawah umur 19 tahun bagi pria dan
dibawah umur 16 tahun bagi istri. Faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian
itu beragam yaitu karena poligami tidak sehat, krisis akhlak, cemburu, kawin
paksa, tidak ada tanggung jawab ekonomi, kawin dibawa umur, penganiayaan,
cacat biologi, politis, dihukum, ganguan pihak ketiga, dan tidak ada
keharmonisan.13
Berbeda dengan penelitian ini lebih menekankan pada
pertimbangan hakim dalam putusan perkara cerai gugat di Pengadilan Agama
Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo tidak hanya menggunakan sosiologis
hukum tetapi juga menggunakan normatif hukum dan filosofis hukum.
Naufal dalam Tesisnya membahas tentang “Problematika Merantau,
Perceraian Dan Upaya Mengatasinya (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Pulau
Bawean Gresik Jawa Timur Tahun 2002-2003”. Dalam penelitian ini diterangkan
bahwa merantau merupakan tradisi masyarakat Bawean, terutama dalam karangka
sosiologis, yakni untuk tujuan mencari mata pencaharian dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, baik kebutuhan makan, pendidikan, kesehatan, maupun
perumahan, dengan demikian merantau tidak hanya sebuah tradisi, melainkan
sudah merupak tuntutan, terutama jika memperhatikan minimnya sumber daya
lokal yang dapat dimanfaatkan untuk dapat mempertahankan hidup.
13
Hotnida Nasution, Pernikahan Dini dan Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan) Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, hlm. 144-149.
9
Dari aspek ekonomi, merantau banyak membawah peringatan taraf hidup
keluarga yang konstruktif. Sebab dengan merantau suami dapat memberikan
nafkah bagi istri dan anak-anaknnya. Sekalipun tujuan merantau tidak terlepas
dari keinginan mempertahankan kelangsungan rumah tangga dan keluarga, namun
ironisnya tradisi dan tuntutan hidup merantau ini justru sering dipandang sebagai
salah satu pemicu utama terjadinnya perceraian. Banyak kasus gugat perceraian
terjadi karena alasan-alasan yang dihubungkan dengan aktifitas merantau ini.
Aktifitas merantau yang memunculkan ekses perceraian ini adalah merantau yang
tidak dilibatkan pasangan suami istri, dalam arti hanya salah satu saja yang
merantau, sebentara yang lain ditinggalkan dikampung halamannya. Berbagai
proses sosiologis dan psikologis terjadi dalam keadaan suami dan istri hidup
terpisa karena salah satunya merantau. Fakto-faktor inilah yang kemudian
seringkali memberatkan, sehingga berbagai ketidak puasan muncul pada puncak
ketidak puasan, mereka akhirnya menuntut cerai ke Pengadilan dalam hal ini
Pengadilan Agama Bawean.14
Penelitian ini lebih menekankan pada pertimbangan
hakim terhadap putusan perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan
Pengadilan Agama Situbondo dalam perspektif normatif hukum dan filosofis
hukum serta perbedaan dan persaman dalam menggunakan dasar hukumnya.
F. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang
bersifat kualitatif dan perbandingan hukum (comparative approach).15
Kedua
metode tersebut merupakan metode yang sangat tepat digunaka dalan penelitian
ini. Adapun ciri dari metode kualitatif adalah data yang disajikan berupa
gambaran kata-kata, pendapat, ungkapan, gagasan, norma atau aturan-aturan dari
fenomena yang diteliti. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi, wawancara
dan sumber data lain yang terkait dengan putusan hakim terhadap cerai gugat
dipengadilan Agama Situbondo dan Jayapura. Sedangkan metode yang bersifat
14
Naufal, Problematika Merantau, Perceraian Dan Upaya Mengatasinya (Studi Kasus di
Pengadilam Agama Pulau Bawean Gersik Jawa Timur 2002-2003. ) 2005, hal. 197-198. 15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), Ed. I, Cet. 4, hal.
132.
10
komparatif adalah metode yang akan dipakai untuk menganalisis dan
membandingkan suatu permasalahan yang akan diteliti, yaitu dengan
membandingkan putusan hakim terhadap cerai gugat di Pengadilan Agama
Situbondo dan Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016 dari perspektif normatif
hukum, filosofis hukum, sosiologis hukum.
Untuk memperjelas penelitian ini, maka ada dua bentuk metode penelitian
yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data
Mengapa penelitian ini harus dilakukan didua daerah yang sangat berbeda
kultur sosial dan budayahnya? Karena peneliti tertarik pada struktur sosial di 2
(dua) daerah tesebut, yakni Provinsi Jayapura dan Kabupaten Situbondo.
Misalnya dari perspektif Agama di Provinsi Jayapura, bilah dilihat dari agama
yang paling banyak dianut oleh sebagian besar penduduk Provinsi Jayapura
memeluk Agama Kristen, yang berikutnya adalah Agama Katolik, Agama Islam,
Agama Hindu, Agama Budha dan yang terakhir Agama khong Hu Chu. Agama
kristen menjadi mayoritas di Provinsi Jayapura dan dihampir semua kabupaten
dan kota, sedangkan Katolik hanya beberapa daerah saja, dan Agama Islam
populasi terbesar di Kota Jayapura yang didominasi oleh transmigran. Didaerah
yang bermayoritaskan Agama selain Islam dan rendahnya tingkat pendidikan serta
sering terjadi perceraian antara suami istri didaerah ini. Sedangkan dikabupaten
Situbondo hampir 90 % adalah masyarakatnya beragama Islam, namun di daerah
ini sering terjadi perceraian antara suami istri baik cerai gugat maupun cerai tolak
karena, moral yang tidak baik, sering meninggalkan kewajiban dan terus menerus
berselisi dari ganguan pihak ketiga, tidak adanya keharmonisan dalam rumah
tangga yang menyebabkan perceraian antara suami istri. Dan akses untuk
melakukan penelitian di dua (2) daerah tersebut lebih mudah bagi peneliti karena
komunikasi dengan masyarakat dan para penjabat Pengadilan Agama setempat
sangat bagus.
2. Perbedaan dan Persamaan Antara Situbondo dan Jayapura
11
a. Situbondo
Situbondo adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur dengan pusat
pemerintahan dan kota Situbondo. Kabupaten ini terletak di daerah pesisir utara
pulau Jawa, dikawasan tapal kuda dan dikelilingi oleh perkebunan tebu,
tembakau, hutan lindung baluran dan lokasi usaha perkebunan. Dengan letaknya
yang strategis, ditengah jalur transportasi darat Jawa-Bali kegiatan
perekonomiannya tampak aktif. Situbondo mempunyai pelabuhan panarukan yang
terkenal sebagai ujung timur dari jalan raya Pos Anyer-Panarukan di pulau Jawa
yang di bangun oleh Daendels pra era kolonial belanda.
Mayoritas masyarakat kota Situbondo dan sekitarnya adalah terdiri dari
petani dan nelayan, tapi ada yang menarik dari kota yang disapa kota santri ini,
kenapa disapa kota santri? Karena hampir 90% masyarakatnya mayoritas
pemeluk agama Islam dan didaerah ini banyak pesantren, masjid serta hampir
setiap rumah terdapat tempat ibadah yakni musholah. Walaupun masyarakat
Situbondo terdiri dari petani dan nelayan tapi, mereka memiliki kesadaran tinggi
terhadap Pendidikan dan mempelajari ilmu agama. Oleh sebab itu, putra putri
mereka banyak yang di Pesantrenkan diberbagai pelosok Pesanren yang ada di
kabupaten Situbondo.
b. Jayapura
Jayapura adalah ibu kota Provinsi Papua. Kota ini merupakan ibu kota
Provinsi yang terletak paling timur di Indonesia. Kota ini terletak di teluk
Jayapura. Jayapura didirikan oleh Kapten Infanteri F.J.P Sachses dari kerajaan
Belanda pada tanggal 7 maret tahun 1910. Dari tahun 1910 sampai tahun 1962,
kota ini dikenal sebagai Hollandia dan merupakan ibu kota distrik dengan nama
yang sama ditimur laut pulau Papua dibagian barat. Kota ini sampai disebut kota
baru dan Sukarnopura. Pada tahun 1964 sebelum memangku nama yang sekarang
pada tahun 1968. Arti literal dari Jayapura, sebagaimana kota Jaipur di Rajasthan,
adalah “kota kemenengan” (bahasa sanskerta: jaya yang berarti “kemenangan
dan Pura berarti Kota”.
12
Kota Jayapura terdapat sejumlah daratan dan pantai, dan juga terdapat
daerah perbukitan dan gunung-gunung, di mana terdapat 40% diantaranya tidak
layak huni karena merupakan daratan perbukitan yang terjal dengan tingkat
kemiringan 40 derajat, berawa-rawa dengan hutan lindung. Sedangkan
perekonomian di kota Jayapura termasuk berkembang. Kota Jayapura yang terus
berkembang pesat dan menjadi kota terpenting ditanah papua, karena kondisi
perekonomian di kota Jayapura sangat menjanjikan. Dan aktivitas perdagangan
warga Jayapura di pasar tradisional yang pada umumnya banyak bertumpu pada
komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan untuk pokok sehari-hari. Bila
dilihat dari besaran Agama yang paling banyak di anut di Provinsi Jayapura
adalah pemeluk Agama Kristen, yang berikutnya adalah Agama Katolik, Agama
Islam, Agama Budha dan yang terakhir Agama Khong Hu Chu. Agama Kristen
menjadi mayoritas hampir semua kabupaten dan kota, sedangkan Katolik hanya
dibeberapa daerah saja. Agama Islam dengan populasi terbesar ada dikota
Jayapura.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengetahui dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan cerai gugat maka, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul: “Pertimbangan Hakim Dalam Putusan
Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama
Situbondo 2016”.
Oleh karena jenis penelitian ini adalah penelitian perbandingan hukum
(comparative approach),16
. Maka langkah awal dalam penelitian ini adalah
mengumpulkan sumber data dan teknik pengumpulan data. Sumber data dalam
penelitian perbandingan hukum ini diantaranya yaitu membandingkan peraturan
perundang-undangan kompilasi hukum Islam (KHI) dan undang-undang cerai
gugat, membandingkan putusan-putusan Peradilan Agama tentang cerai gugat,
mengumpulkan data-data kepustakaan yang berkaitan dengan cerai gugat.
Penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi atau indepth interview, yaitu
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), Ed. I, Cet. 4, hal.
132.
13
wawancara dengan para pihak yang memiliki pengetahuan memadai terhadap
objek penelitian. Oleh karena itu sumber data dalam penelitian ini dapat
dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
penulis peroleh langsung dari sumbernya, sedangkan sekunder adalah hasil tulisan
yang telah di sistematisir oleh orang lain.
Kategori dari data primer adalah bahan hukum yang bersifat (autoritatif),
artinya yang mempunyai otoritas, dan sumber utamanya diambil dari objek
penelitian, hal ini berarti bahwa pada waktu awal penelitian dimulai, data masih
belum ada, dan data tersebut baru ada setelah penelitian berlangsung. Data-data
ini diperoleh dari Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo.
Adapun yang termasuk dalam kategori sumber data sekunder adalah berupa
semua aplikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.
Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, dan komentara-kementar atas
putusan pengadilan. Dan juga berupa kumpulan perundang-undangan cerai gugat,
literatur hukum yang berkaitan dengan hukum perceraian (cerai gugat).
Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara wawancara
tak terstruktur (open-ended) dan pertanyaan bersifat lebih terbuka, sehingga
responden dapat secara bebas menjawab pertanyaan yang diajukan guna
mendapatkan informasi yang sedalam-dalamnya. Adapun yang dianggap
berkompeten untuk menjadi responden dalam penelitian ini di antaranya adalah
hakim Pengadilan Agama Jayapura Ismail Dr. Nurul Huda, S.H., M.H. dan hakim
Pengadilan Agama Situbondo Drs Usman Ismail Kilihu, S.H., M.H.
3. Teknik Analisis Data
Adapun metode analisis data adalah dengan menggunakan metode analisis
isi (content analysis), dan komparatif, yakni menganalisis putusan-putusan hakim
Pengadilan Agama tentang cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura dan
Pengadilan Agama Situbondo Tahun 2016, serta dilihat dari perspektif, normatif
hukum, filosofis hukum dan sosiologis hukum.
14
D. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan persoalan yang akan dibahas dalam tesis ini
penulis sajikan dalam 6 Bab, yaitu:
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan di jelaskan pendahuluan, yang memuat,
pendahuluan, latar belakang masalah, identifikasi masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, rumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi
terdahulu, metode penelitian, pengumpulan data, metode analisis
data, sistematika penulisan.
Bab II : Cerai Gugat Dalam Perspektif Fikih dan Perundang-
Undangan
Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian cerai gugat dalam
perspektif fiqih, dasarhukum gugat cerai atau khuluk, rukun
khuluk, alasan dan penyebab terjadinya khluk, beberapa alasan
dimana istri dapat menuntut cerai melalui otoritas (wewenang)
hakim, akibat khuluk, humah khuluk, gugat cerai dalam perspektif
perundang-undangan kedudukan dan wewenang Pengadilan Agama
dalam perceraian, dasar yuridis Pengadilan Agama, kewenangan
Pengadilan Agama.
BAB III : Putusan Hakim Dalam Perkara Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Jayapura (Papua)
Pada bab ini akan dibahas tentang profil Pengadilan Agama
Jayapura, struktur organisasi dan struktur kepala Pengadilan
Agama dari tahun ketahun sampai tahun 2016, gambaran putusan
cerai gugat Pengadilan Agama Jayapura.
Bab IV : Putusan Hakim Dalam Perkara Gugat Cerai di Pengadilan
Agama Situbondo
15
Pada bab ini akan dibahas tentang profil Pengadilan Agama
Situbondo, struktur ketua Pengadilan Agama Situbondo dari tahun
ketahun sampai tahun 2016, gambaran putusan gugat cerai
Pengadilan Agama Situbondo.
Bab V : Pertimbanngan dan Perbandinngan Putusan Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Jayapura (Papua) dan Pengadilan Agama
Situbondo (Situbondo)
Pada bab ini akan dibahas tentang pertimbangan hakim dalam
dalam putusan perkerkara cerai gugat di Pengadilan Agama
Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo dalam perspektif
normatif hukum, filosofis hukum, sosiologis hukum, persamaan
dan perbedaan putusan cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura
dan Pengadilan Agama Situbondo.
Bab VI : Penutup
Pada bab ini sebagai Penutup tesis ini, akan dibahas tentang
kesimpulan dan saran penulis berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan.
16
BAB II
CERAI GUGAT DALAM PERSPEKTIF FIKIH
DAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Cerai Gugat (khulu’) dalam Perspektif Fikih
1. Pengertian Cerai Gugat (Khulu’)
Perceraian berdasarkan inisiatif istri dan dilakukan melalui proses
peradilan dalam kitab-kitab fikih diistilahkan dengan khuluk (khulu‟).
Khuluk disebut juga dengan istilah talak tebus, yaitu perceraian yang
diusulkan oleh istri kepada suami, serta istri sanggup membayar ganti rugi
atau tebusan kepada suami yang akan mengkhuluknya itu.
Dalam hukum Islam seorang istri meskipun tidak memiliki hak
talak untuk menceraikan suaminya, tetapi ia bisa menebus dirinya kepada
suaminya dengan nilai tebusan yang disepakati sehingga suami bersedia
mengucapkan thalak kepadanya yang dalam hal ini disebut dengan khuluk
(khulu‟) (talak tebus).1
Khuluk menurut bahasa berarti berpisahnya istri atas dasar harta
yang diambil dari pakaian, karena wanita itu pakaian pria. Menurut ilmu
fiqih khuluk adalah berpisahnya suami dengan istrinya dengan ganti yang
diperolehnya.2
Khuluk juga disebut fidya atau tebusan, karena istri meminta cerai
kepada suaminya dengan membayar sejumlah tebusan istri kepada
suaminya agar suami mau menceraikannya.3
Secara etimologi kata khuluk khuluk diambil dari kata “Khala‟a”
yang berarti (mencopot atau meninggalkan), maksudnya ialah suami
menceraikan istri dengan suatu pembayaran yang dilakukan istri atas
kehendak dan permintaan istri. Kata khuluk tersebut diistilahkan dengan
1 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012), hal. 141. 2 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqhul Mar‟atil Muslimah, Penerjemah Zaid Husein al-
Hamid, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hal. 87. 3 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh Moh. Tholib, (Bandung: PT. A l-Ma‟arif,
1994), hal. 61.
17
kata “khal‟a ats-Tsauba” yang berarti meninggalkan atau melepaskan
pakaian dari badan (pakaian yang dipakai). Kata yang “dipakai” diartikan
dengan “meninggalkan istri”, karena istri adalah pakaian dari suami dan
suami adalah pakaian dari pada istri.4 Sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. Al-Baqara (2): 187:
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah
apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam mesjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.5
Sedangkan khuluk (khulu‟) menurut terminologi ilmu fiqih, khuluk
(khulu‟) berarti menghilangkan atau membuka buhul akad nikah dengan
kesediaan istri membayar „iwadh (ganti rugi) kepada pemilik akad nikah itu
4 As-Sho‟ani, Subulus Salam, Penerjemah, Abu Bakar Muhammad, (Surabaya: Al- Ikhlas,
1995), Jilid 3, hal. 598. Lihat juga, A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum- Hukum Allah
(Syari‟ah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 251, Bahwa: Secara etimologi kata
Khulu‟ diambil dari kata “Khala‟a” yang berarti (mencopot atau menanggalkan), maksudnya ialah
suami menceraikan istri dengan suatu pembayaran yang dilakukan istri atas kehendak dan
permintaan istri. Kata khulu‟ tersebut dengan kata “khal‟a ats-Tsauba” yang berarti menanggalkan
atau melepaskan pakaian dari badan (pakaian yang dipakai). Kata yang “dipakai” diartikan dengan
“menanggalkan istri”, karena istri adalah pakaian dari suami dan suami adalah pakaian dari pada
istri. 5Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemahan al-qur‟an), 1983, hal. 29.
18
(suami) dengan menggunakan perkataan (cerai gugat) atau khuluk.
iwadhnya berupa pengembalian mahar oleh istri kepada suami atau
sejumlah barang, uang atau sesuatu yang dipandang mempunyai suatu nilai
yang kesemuanya itu telah disepakati oleh keduanya yaitu suami istri.6
Definisi lain menyebutkan bahwa khuluk (khulu‟) adalah suatu
perceraian dimana seorang istri membayar sejumlah uang sebagai
penganti„iwadh (ganti rugi) kepada suaminya. Keuntungan khuluk ini tidak
tergantung adanya ongkos atau biaya, dan ini masih tergantung kepada
kesediaan suami apakah ia mau untuk menerima „iwadh atau tidak. Karena
tanpa persetujuannya tidak akan terjadi khuluk.7
Dalam Islam khuluk dapat dilakukan apabila ada sebab yang
menghendakinya, seperti suami buruk akhlaknya atau suami mengganggu
istri dan tidak menunaikan haknya atau istri takut jauh dari Allah SWT
dalam bergaul dengan suami, jika tidak ada sebab yang mendorongnya,
maka khuluk dilarang.8
Dalam kedudukan suami sebagai pemimpin atau kepala rumah
tangga ia tidak boleh berbuat semena-mena terhadap istrinya. Karena dalam
pergaulan hidup berumah tangga, istri boleh menuntut pembatalan akad
nikah dengan jalan khuluk, jika dia khawatir akan kekejamannya dan
apabila suami tidak maumemberi nafkah atau tidak mampu memberi nafkah,
sedangkan istri tidak rela, atau suami berbuat serong, pemabuk dan
sebagainya.9 Firman Allah QS. An-Nisa‟ (4) 128:
6 Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang,1974), Cet 3 hal. 181. 7 Daniel S Lev, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: PT, Intermasa, 1986), hal. 210.
8 Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal.
86. 9 Huzaemah T. yanggo, Hukum Keluarga dalam Islam, (Jakarta: Yamiba, 2013), hal. 33-
34.
19
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz
dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.10
Terdapat pula beberapa perbedaan tentang defenisi khuluk (khulu‟)
yang di kemukakan oleh para ulama:
a. Menurut pendapat mazhab Hanafi, khuluk (khulu‟) itu melepaskan
ikatan perkawinan yang tergantung kepada permintaan istri dengan lafaz
khuluk (khulu‟) atau yang semakna dengannya. “ akibat akad ini baru
berlaku apabila mendapat persetujuan istri dan mengisyaratkan adanya
ganti rugi bagi pihak suami”.
b. Mazhab Syafi‟i khuluk (khulu‟) didefenisikan dengan perceraian antara
suami istridengan ganti rugi, baik dengan lafaz thalak maupun dengan
menggunakan lafaz khuluk (khulu‟).
c. Mazhab Maliki khuluk (khulu‟) ialah mendefenisikan khuluk (khulu‟)
dengan istilah “Thalak dengan ganti rugi”, baik datangnya dari istri
maupun dari wali dan orang lain artinya aspek ganti rugi sangat
menentukan akad ini disamping lafaz khuluk (khulu‟) itu sendiri
menghendaki terjadinya perpisahan antara suami dan istri dengan
adanya ganti rugi tersebut, menurut pendapat ini apabila yang digunakan
adalah lafaz thalak, maka harus disebutkan ganti ruginya. Tetapi apabila
yang digunakan lafadz khuluk (khulu‟)maka tidak perlu disebutkan ganti
rugi, karena lafadz khuluk (khulu‟) sudah mengandung pengertian ganti
rugi.
10
Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan Al-Qur‟an. 1983), hal. 100.
20
d. Mazhab Hambali mendefenisikannya dengan “tindakan suami
menceraikan istrinya dengan ganti rugi yang diambil dari istri atau orang
lain dengan menggunakan lafas khusus.
Dari defenisi yang dipaparkan diatas kiranya sudah sangat jelas,
dengan demikian penulis dapat mengambil kesimpulan dari beberapa yang
telah penulis sebutkan diatas bahwa, khuluk (khulu‟)merupakan perceraian
yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya atas dasar kehendak istri
dengan catatan pihak istri sanggup membayar ganti rugi (iwadh) kepada
pihak suami, yang dilakukan atas dasar adanya kesepakatan dan
persetujuan antara kedua belah pihak dengan menggunakan perkataan
talak (talaq) atau khuluk (khulu) dari suaminya”. Sedangkan iwadhnya
adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai yang dapat dijadikan sebagai
uang.11
2. Dasar Hukum Khuluk (Khulu’)
Membina kelangsungan hidup berumah tangga, kehidupan suami
istri akan berlangsung dengan baik, aman, dan damai dan diliputi oleh rasa
saling cinta mencintai, kasih sayang, apabila masing-masing pihak
menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka sebagai mana
yang telah digariskan oleh agama. Dan apabila salah seorang dari suami
atau istri atau kedua-duanyab tidak melaksanakan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban mereka, maka akan tampak akses-akses negatif yang akan
menimbulkan kesalahfahaman, perselisihan, pertengkaran, dan kebencian
yang berlarut-larut diantara mereka sehingga hal ini akan memicu
terjadinya perceraian.
Dalam hal pihak istri yang tidak melaksaanakan kewajiban-
kewajibannya maka suami dengan hak yang dipunyainya dapat mentalak
istrinya, apabila ia berpendapat bahwa ia tidak sanggup untuk
melangsungkan dan melanjutkan perkawinan dengan istrinya itu.
Kemudian sebaliknya apabila yang tidak sanggup itu adalah pihak istri,
11 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu , ( Jakarta: Gema Insani, 2011), Jilid 9, hal
418-419
21
maka untuk melepaskan diri dari tindakan-tindakan kekejaman suami yang
tidak disenanginya dan sudah tidak dapat di tolelir lagi tindakan itu, istri
diperbolehkan dan diperkenankan oleh agama untuk meminta khuluk dari
suaminya, yaitu istri menyatakan kepada suami bahwa ia bersedia
membayar sejumlah uang atau barang kepada suaminya („iwadh) asalkan
suami berkehendak untuk mengabulkan perceraiannya.12
Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2): 229:
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang maruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali jika keduanya khawatir tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-
orang yang zolim,”.13
Dasar hukum yang menjadi landasan khuluk yang lain dan menjadi
alasan ulama ialah sabda Rasulullah SAW:
12
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu , (Jakarta: Gema Insani, 2011), Jilid 9, hal
418-419
13
Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan al-qur‟an), 1983, hal. 55.
22
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang
menghadap Nabi SAW, seraya berkata: Ya Rasulullah, Tsabit bin Qais itu
tidak ada yang saya cela Akhlaknya dan Agamanya. Akan tetapi, saya
tidak mau kufur (pertengkaran) didalam Islam. Lalu Rasulullah SAW
bersabda: Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya (yang dahulu
diberikan sebagai mas kawin) ? dia menjawab: “Ya”, lalu Rasulullah
SAW bersabda: terimalah kebun itu dan thalak istrimu satu kali. (HR. Al-
Bukhari).15
Berdasarkan dasar hukum tersebut di atas disunahkan seorang
suami untuk mengabulkan permintaan istrinya. Tuntutan khuluk (khulu‟)
tersebut diajukan istri karena ia merasa tidak akan terpenuhi dan tercapai
kebahagaiaan dan kedamaian untuk menjalin hidup rumah tangganya
seperti sediakala yang terjadi diantara mereka sebagaimana yang
diungkapkan oleh istri Tsabit bin Qais dalam riwayat tersebut. Yakni saya
tidak mencela Agama dan Akhlaknya, tetapi saya khawatir akan muncul
suatu sikap yang tidak baik dari saya disebabkan karena pergaulannya
yang kurang baik diantara mereka. Dan saya takut jika perkawinan ini
tetap kami langsungkan membuat saya terjerumus dalam suatu perbuatan
yang mengakibatkan saya menjadi kufur, serta melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam seperti nusyus (pembangkangan
terhadap suami), kebencian kepada suami dan lain sebagainya.16
Pembayaran ganti rugi itu merupakan kesepakatan diantara suami
istri. Istri boleh mengembalikan semua atau sebagian dari maskawin yang
14
Abdul Azim bin Badawi, al-wajiiz Fiqh sunnah walkitabil aziiz, 2009, hal. 383. 15
Lihat, Terjemah Nailul Authar, Jili 5. Perkataan “Istri Tsabit bin Qais” itu, menurut
riwayat ibnu Abbas dan Rubayyi, namanya Jamilah dan Menurut Riwayat Abuz Zubair namanya
Zainab. Tetapi riwayat pertamalah yang lebih sah;
adapun menurut riwayat ibnu Abbas, bahwa ia adalah anak perempuan Salul, sedang
menurut riwayat Bukhari ia anak perempuan ada yang mengatakan bahwa dia itu saudara
perempuan Abdullah sebagaimana ditegaskan dalam riwayat Ibnul Atsir dan juga diikuti oleh
Imam Nawawi dan keduanya menegaskan, bahwa orang yang mengatakan dia itu anak perempuan
Abdullah adalah hanya persangkaan saja. Dan perkataan “terima kebun itu” Ibnu Hajar berkata
didalam Fat-Hul Bari: perintah itu bersifat anjuran dan ishlah bukan perinta wajib. Dan hadist ini
menunjukan, bahwa sesungguhnya suami boleh mengambil „Iwadh dari istri apabilah istri tidak
menyukai kelangsungan hidup rumah tangganya dengan dia, hal. 2350-2351. 16
As-Sho‟ani, Subulus Salam, penerjemah, Abu Bakar Muhammad, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1995), hal 601.
23
telah diterima, tetapi tidak lebih dari maskawin itu. Seandainya kelebihan
itu telah dibayar atau dia mungkin membuat kesepakatan lain yang
menguntungkan pihak suami, seperti merawat anak mereka selam
menyusui dua tahun, atau memelihara anak selama masa yang ditentukan,
maka ia merupakan tanggungannya sendiri setelah anak itu diberhentikan
menyusunya.17
3. Rukun Khuluk (Khulu’)
Di dalam khuluk itu terdapat beberapa unsur yang merupakan
rukun yang menjadi karakteristik dari khuluk itu dan didalam setiap rukun
terdapat beberapa syarat yang hampir keseluruhannya menjadi
pembicaraan dikalangan ulama.18
a. Suami
Suami yang menceraikan istrinya dalam bentuk khuluk
sebagaimana yang berlaku dalam thalak adalah seorang yang
ucapannya telah dapat diperhitungkan secara syara‟ yaitu aqil baligh
dan bertindak atas kehendaknya sendiri dan dengan kesengajaan.19
Syarat-syarat dari suami yang sah khuluk-nya menurut seluruh
mazhab, kecuali Hanbali sepakat bahwa baligh dan berakal merupakan
syarat dan wajib dipenuhi oleh laki-laki yang melakukan khulu‟.
Mazhab Hanbali menyatakan bahwa khuluk itu sah apabila dilakukan
oleh orang yang mumayyiz (telah mengerti sekalipun belum baligh).
b. Istri
Khuluk baru sah apabilayang diceraikan itu dalam status istri
bukan calon istri atau bekas istri yang telah dicerai ba‟in atau istri yang
telah di thalak raj‟i yang sudah masa iddahnya.Jumhur ulama sepakat
bahwa wanita yang dapat menguasai dirinya atau cakap maka boleh
17
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitabul Fiqhu „Ala al-Mazahibu al-Arba‟ah, (Mesir: al-
Maktabah at-Tijariyatul Qubra), hal 253. 18
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2006), hal. 234. 19
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),
hlm. 235.
24
melakukan khuluk (khulu‟) bagi wanita yang bodoh (safihah) walinya
yang akan mengadakan khulu‟nya. Sedangkan seorang hamba tidak
boleh mengadakan khuluk (khulu‟) untuk dirinya kecuali dengan izin
tuannya.20
c. Sighat atau Pernyataan Khuluk (Khulu‟)
Pernyataan khuluk sama dengan pernyataan akad nikah, yaitu
terjadi dari ijab dan kabul. Pernyataan boleh berbentuk ucapan, tulisan
dan isyarat. Jika ada persetujuan antara yang menebus dengan pihak
suami yang ditebus thalaknya. Sighat atau kata-kata khulu‟. Lafaz
khuluk itu terbagi dua yaitu sharih dan kinayah. Kuluk yang sharih itu
sendiri terdapat tiga lafaz yaitu:
1) Aku mengkhuluk mu (thalak‟tuki)
2) Tebusan (mufadah)
3) Memutuskan Pernikahan (fasakhtu nikahati), karena itulah yang
menjadi hakikat dari khuluk itusendiri.21
Selain itu didalam pendapat yang lebih shahih disebutkan bahwa
jika kata-kata khulu‟ dan mufadah (tebusan) itu dikaitkan dengan harta,
maka kedua kata-kata itu termasuk lafaz thalak yang shahih.Khuluk
(khulu‟) juga dapat dilakukan dengan mneggunakan lafaz kiasan
(kinayah) misalnya “Saya lepas dan menjauhlah engkau dari
sisiku”.Jika tidak dikaitkan kepada harta maka katakata itu adalah
kinayah bagi thalak, sebagaimana dalam kitab al-Raudhah.22
Hanafi mengatakan khuluk (khulu‟) boleh dilakukan dengan
menggunakan redaksi jual beli, misalnya suami mengatakan kepada
istrinya, “saya beli itu” atau suami mengatakan kepada istrinya, belilah
20
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. M. A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah,
(Semarang: as-Syifa, 1990), hal. 55-56. 21
Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga, Penerjemah M.Abdul Ghoffar, Judul asli “Fiqih al-
Ushrah al Muslimah”, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), hal. 319. 22
Ahmad Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Usna, 1994),
hal. 105.
25
thalak (untukmu) dengan harga sekian, “lalu si istri mengatakan
“baik”, saya terima tawaranmu.23
d. Tebusan (Iwadh)
Uang tebusan atau iwadh adalah bagian yang urgen dan inti dari
khuluk (khulu‟), karena tanpa adanya iwadh maka khuluk tidak akan
terjadi. Sehingga mayoritas ulama menempatkan iwadh tersebut rukun
yang tidak boleh ditinggalkan.24
Khuluk tidak sah apabila tebusannya
berupa benda seperti khamar, babi, bangkai dan darah karena benda-
benda tersebut tidak mempunyai nilai menurut pandangan syari‟at
Islam.25
Yang boleh dijadikan adalah benda yang tidak najis zatnya,
manfaat, halal, bernilai atau jasa yang dibenarkan oleg agama. Tebusan
(iwadh) merupakan bagian yang urgen dan inti dari khuluk, karena
tanpa adanya ganti rugi (iwadh) maka khuluk tidak akan terjadi.
4. Syarat-Syarat Khuluk (Khulu’)
Untuk menenpuh suatu upaya hukum, subjek hukum dalam hal ini
istri, harus benar-benar mengerti dan menguasai tentang materi hukum
yang diperkarakan.Sebelum menempuh upaya hukum, maka istri harus
mengetahui syarat-syarat khuluk (khulu‟) tersebut.Disamping istri,
suamipun harus mengetahuinya sehingga dapat menempuh upaya hukum
khulu‟ tersebut.
Adapun syarat-syarat khuluk (khulu‟) adalah sebagai berikut:
a. Kerelaan dan persetujuan
Para fuqaha‟ telah sepakat, bahwa khuluk (khulu‟) dapat
dilakukan berdasarkan kerelaan dan persetujuan dari suami istri asal
kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat kerugian dipihak yang lain
(istri).Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khuluk (khulu‟)
23
Muhammad Jawal Muqhniyah, Fiqh Lima Mazhab (Ja‟fari, Maliki, Hanafi, Syafi‟I,
Hambali), terjemahan. Masykur AB dkk, cet-1, (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 463. 24
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang Undang Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2006), hal. 235. 25
Abdurrahman al-Jaziri, Kitabul Fiqhu „Ala al-Mazahibu al-Arba‟ah, (Mesir: al-Maktabah
at-Tijariyatul Qubra, tt), hal. 406.
26
istrinya, sedang pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai
seorang istri, maka dapat mengajukan gugatan untuk meminta cerai
kepada pengadilan.Hakim hendaknya memberikan keputusan
perceraian antara suami istri itu, apabila ada alat-alat bukti, alasan-
alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan oleh pihak istri.26
b. Istri yang dapat di khuluk (khulu‟)
Fuqaha sepakat bahwa istri yang dikhuluk (khulu‟) ialah istri
yang mukallaf dan telah terikat dengan akad nikah yang sah dengan
suaminya.Adapun istri yang cakap boleh mengadakan khulukuntuk
dirinya, sedangkan bagi hamba perempuan tidak boleh mengadakan
khuluk untuk dirinya kecuali dengan minta izin kepada
tuannya.Disepakati pula istri yang safihah (bodoh) adalah bersama
walinya, yakni bagi fuqaha‟ yang menetapkan adanya pengampunan
atasnya.27
c. Uang Tebusan (Iwadh)
Uang tebusan atau (iwadh) adalah bagian yang urgen dan inti
dari khuluk (khulu‟), karena tanpa adanya iwadh maka khuluk (khulu‟)
tidak akan terjadi, sehingga mayoritas ulama menempatkan iwadh
tersebut sebagai rukun yang tak boleh ketinggalan.28
Tebusan (Iwadh)
merupakan ciri khas dari perbuatan hukum khuluk (khulu‟). Selama
iwadh belum diberikan oleh pihak istri kepada suami, maka selama itu
pula perceraiannya belum terjadi.Setelah iwadh diserahkan oleh pihak
istri kepada suami barulah terjadi perceraian. Mengenai hal ini Imam
Malik, Syafi‟i dan golongan fuqaha‟ berpendapat bahwa seorang istri
boleh melakukan khuluk (khulu‟)dengan memberikan hartanya yang
lebih dari mahar yang pernah diterimanya saat pelaksanaan akad nikah
26
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974, hlm. 185. 27
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. M.A. Abdurrahman dan A.Haris Abdullah,
(Semarang: as-Syifa, 1990), hlm. 489. 28
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Terj. M.A. Abdurrahman dan A.Haris Abdullah,
(Semarang: as-Syifa, 1990), hlm. 489.
27
dari suaminya, jika kedurhakaan (nusyuz) datang dari pihaknya, atau
memberikan yang sebanding dengan mahar atau lebih sedikit.29
d. Waktu menjatuhkan khuluk (khulu‟)
Fuqaha‟ telah sepakat bahwa khuluk (khulu‟) boleh dijatuhkan
pada masa haid, nifas dan pada masa suci yang belum dicampuri atau
yang telah dicampur.30
Dengan demikian khuluk dapat dijatuhkan
kapan saja dan dimana saja. Rasulullah tidak menetapkan waktu
khusus sehubungan dengan khuluk istri Tsabit bin Qais. Rasulullah
juga tidak bertanya dan membicarakan keadaan istrinya, maka dari itu
khuluk pada waktu suci dan haid diperbolehkan.
e. Syarat bagi wanita yang menjatuhkan khuluk (khulu‟)
Para ulama mazhab sepakat istri yang mengajukan khuluk
(khulu‟) kepada suaminya itu wajib sudah baliq dan berakal sehat.
Mereka juga sepakat bahwa, bahwa istri yang safih (idiot) tidak boleh
mengajukan khuluk tampa izin walinya, dan mereka berbeda pendapat
tentang keabsahan khulu‟-nya manakala di izinkan oleh walinya.31
f. Syarat-syarat bagi suami yang melakukan khuluk (khulu‟)
Seluruh Mazhab, kecuali Imam Hambali, sepakat bahwa baliq
dan berakal merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh laki-laki atau
suami yang melakukan khuluk. Sedangkan Hambali mengatakan:
29
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang Undang Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2006), hal. 235. 30
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan
Bintang,1974), cet 3, hal. 172. 31
Iabid, Muhammad Jawal Muqhniyah, Fiqih Limah Mazhab. Hanafi mengatakan: apabilah
walinya itu melaksanakan pembayaran tebusan tersebut dengan harta miliknya, salahlah khulu‟
tesebut, tapi bila tidak, maka menurut salah satu dari dua riwayat yang lebih kuat, penebusan itu
batal dan talak jatuh atas istrinya. Imamiyah dan Maliki mengatakan: berdasarkan izin dari wali
untuk membayar tebusan khulu‟, maka salahlah khulu‟ tersebut, sepanjang tebusan itu diambilkan
dari hartanya sendiri dan bukan harta walinya. Syafi‟i dan Hambali mengatakan: khulu‟ yang
diajukan oleh wanita safih sama sekali tidak sah baik dengan atau tampa izin walinya, dan Syafi‟i
hanya memberikan satu pengecualian, yaitu manakala walinya khawatir bahwa suaminya akan
menguasai harta istrinya yang safih itu. Sebentara itu Syai‟i mengatakan: Tidak terjadi khulu‟ dan
tidak pula jatuh thalak kecuali suami berniat untuk menjatuhkan thalak ketika ia melakukan
khulu‟, atau khulu‟-nya diucapkan dengan redaksi talak. Hal. 460-461.
28
Khuluk (khulu‟) sebagaimana halnya dengan thalak, dianggap sah bila
dilakukan oleh orang yang mumayyizz (telah mengerti sekalipun
belum baliq). Seterusnya khuluk juga dinyatakan sah bilah dilakukan
dalam keadaan marah sepanjang kemarahan tersebut tidak sampai
menghilangkan maksud Khuluk tersebut. Mereka juga sepakat tentang
keabsahan khulukyang dilakukan oleh orang idiot (safih), tetapi uang
(harta) tebusan harus diserahkan kepada walinya, dan tidak boleh
diserhkan kepadanya.32
5. Alasan dan Penyebab Terjadinya Khuluk (Khulu’)
Allah SWT telah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang banyak, masing-masing mempunyai persamaan dan
perbedaan, maka perpaduan antara kedua jenis ini akan merupakan suatu
kesatuan yang harmonis dan ideal dalam melanjutkan keturunan dan
membentuk keluarga yangsakinah mawaddah dan warahmah.
Akan tetapi didalam menjalankan dan melaksanan roda kehidupan
berumah tangga antara suami dan istri ada kemungkinan terjadi kesalah
fahaman antara mereka berdua yang menyebabkan hubungan mereka
tanpak retak dan kurang harmonis. Ini disebakan salah seorang atau
keduanya tidak melaksanakan hak-hak dan kewajibannya, tidak saling
percaya mempercayai dan lain sebagainya. Seringkali terjadi kasus-kasus
penyiksaan dan perlakuan semenamena terhadap istri dikalangan kita
dimana perceraian tidak diperkenankan. Padahal betapa hati-hatinya
hukum Islam mengatur soal perceraian, kiranya tidak akan salah jika harus
mengatakan, bahwa tiada suatu agama atau peraturan manusia manapun
yang dapat menyamainya.
Walaupun demikian kenyataannya pahit menunjukkan, bahwa
hubunga suami istri tidak selamanya dapat dipelihara secara harmonis.
Cemburu yang berlebih-lebihan tidak jarang menjadi sumber melapetaka
dari timbulnya macam-macam salah faham dan menyebabkan keluarnya
32 Muhammad Jawal Muqhniyah, Fiqh Lima Mazhab (Ja‟fari, Maliki, Hanafi, Syafi‟I,
Hambali), terjemahan. Masykur AB dkk, cet-1, (Jakarta: Lentera, 2002), hlm. 462.
29
sifat-sifat kebengisan yang terpendam dalam hati setiap manusia dalam
berbagai bentuknya. Dengan demikian perceraian itu dianggap sebagai
suatu bencana.33
Al-qur‟an lebih jauh telah menjelaskan bahwa seorang
istri berhak menuntut khuluk (Khulu‟), seandainya merasa khawatir atas
kekejaman suaminya ini berdasarkan firman Allah QS. An-Nisa‟ (4):128:
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi
mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz
dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan”.
Dengan demikian bila istri merasa khawatir terhadap sikap
suaminya yang tidak menunaikan kewajiban-kewajiban terhadap istrinya.
Maka hendaknya istri dapat mengambil sikap dari sikap nusyus perbuatan
suaminya itu seperti halnya tidak melaksanakan kewajiban-kewajinannya
terhadap istrinya sebagaimana mestinya, tidak memberi nafkah, tidak
menggauli istri dengan semestinya, berkurang rasa cinta dan kasih
sayangnya dan bersikap kasar terhadap dirinya. Maka istri dapat
melepaskan diri dari ikatan perkawinan itu dengan menyerahkan kembali
seluruh atau sebagain dari harta kekayaan yang dulu ia diterima dari
suaminya yang harus dibayar oleh istri sebagai „Iwadh (ganti rugi) kepada
suaminya.34
Kemudian suami harus memberinya Khuluk kepada
istrinya,bila mereka telah melakukan hal ini, maka terjadilah perceraian
yang tidak dapat diubah lagi.
33
Bencana yang dimaksud disini adalah bencana yang dapat dibayangkan dari suatu
perceraian yang menyangkut kehidupan kedua belah pihak dan terutama yang menyangkut
kehidupan anak-anak mereka, maka dapat pula dibayangkan betapa rasa tersiksanya perasaan
seoarng istri yang kedamaian kehidupan rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. 34
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‟ah), (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 296.
30
Perlu dicatat bahwa khuluk hanya dapat diminta dalam keadaan
yang sangat luar biasa. Ia tidak dapat diperkenankan dengan alasan-alasan
yang lemah, oleh sebab itu khuluk hanya dapat diperkenankan dan
diperbolehkan jika ada alasan alasan yang kuat dan benar.35
Ada beberapa
alasan dimana istri dapat menuntut cerai melalui otoritas (wewenang)
hakim. Alasan-alasan perceraian mungkin akan diberikan oleh hakim
karena beberapa hal:
a. Perlakuan yang menyakitkan yang terjadi secara terus menerus
terhadap istri.
b. Kewajiban-kewajiban dalam ikatannya dengan hubungan perkawinan
tidak terpenuhi.
c. Sakit ingatan (kejiwaan).
d. Pindah tempat tinggal tanpa sepengetahuan (provinsi) istri
e. Dan sebab-sebab lain yang menuntut pendapat hakim dapat dibenarkan
untuk bercerai.36
Ada juga alasan di Perbolehkan dan yang dilarang melakukan
khuluk (khulu‟) antara antara lain:
a. Alasan diperbolehkan khuluk (khulu‟)
1) Suami Murtad
2) Suami berbuat kekufuran atau kemusyrikan kepada Allah dengan
berbagai macam dan bentuknya dan telah disampaikan nasehat
kepadanya agar bertaubat darinya tapi tidak mendengar dan
menerima.
3) Suami melarang dan menghalangi istri untuk melaksanakan
kewajibankewajiban agama, seperti kewajiban shalat lima waktu,
kewajiban zakat, memakai hijab syar‟i, menuntut ilmu syar‟i yang
hukumnya fardhu „ain.
35
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh Moh. Tholib, (Bandung: PT. A l-Ma‟arif.
1994), jilid VIII, hlm. 101. 36
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syari‟ah), (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 255.
31
4) Suami berakidah dan bermanhaj sesat dan menyesatkan dari agama
Allah yang lurus dan haq.
5) Suami bersikap kasar, keras dan berakhlak buruk.
6) Suami tidak mampu memberi nafkah wajib bagi istri.
7) Istri merasa benci dan sudah tidak nyaman hidup bersama
suaminya, bukan karena agama dan akhlaknya, tapi karena
khawatir tidak bisa memenuhi haknya.
b. Alasan khuluk (khulu‟) dilarang
1) Dari sisi suami. Apabila suami menyusahkan istri dan memutus
hubungan komunikasi dengannya atau dengan sengaja tidak
memberikanhak-haknya dan sejenisnya agar sang istri membayar
tebusan kepadanyadengan jalan gugatan cerai.
2) Dari sisi istri. Apabila seorang istri meminta cerai padahal
hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan
maupun pertengkaran serta tidak ada alasan lain yang syar‟i.37
Dalam masalah ini ulama fiqh, juga ikut mengomentari bahwa
penyebab terjadinya khuluk (khulu‟) antara lain adalah munculnya
sikap suami yang meremehkan istri dengan enggan melayani istri
hingga senantiasa membawa pertengkaran. Serta adanya rasa ketidak
senangan istri terhadap suami juga merupakan alasan yang cukup
untuk meminta khuluk (khulu‟), karena jika ketidak senangan itu
semakin berlarut-larut maka akan menambah masalah yang semakin
banyak dala kehidupan rumah tangganya. Dalam keadaan seperti inilah
Islam memberikan solusi atau jalan keluar bagi rumah tangga tersebut
dengan menempuh jalan khuluk.
6. Akibat Khuluk (khulu’)
Dalam hal akibat khuluk (khulu‟) terdapat persoalan apakah
perempuan yang menerima khuluk dapat diikuti dengan thalak atau tidak.
Imam Malik berpendapat bahwa khuluk itu tidak dapat diikuti dengan
37
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat, Cet.ke-2, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1999).
32
talak, kecuali jika pembicaraannya bersambung. Sedangkan imam Hanafi
mengatakan bahwa khuluk dapat diikuti dengan talak tampa memisahkan
antara penentuan waktunya, yaitu dilakukan dengan segera atau tidak.38
Perbedaan pendapat ini terjadi karena golongan pertama
berpendapat bahwa ia termasuk hukum talak, sedangkan Imam Abu
Hanifa berpendapat ia termasuk hukum nikah. Oleh karena itu, ia tidak
membolehkan seorang menikahi perempuan yang saudara perempuannya
masih dalam iddah dari talak ba‟in.
Fuqaha yang mengatakan bahwa ia termasuk hukum dalam
pernikahan, mereka berpendapat bahwa khuluk tersebut dapat diikuti
dengan talak. Sedangkan fuqaha yang tidak berpendapat demikian,
mengatakan bahwa khuluk tersebut tidak dapat diikuti dengan talak.39
Persoalan lain adalah, jumhur fuqaha telah sepakat bahwa suami yang
menjatuhkan khuluk tidak dapat merujuk mantan istrinya pada masa idah,
kecuali pendapat yang diriwayatkan dari sa‟id bin al-Musayyab dan Ibnu
Syihab, keduanya mengatakan bahwa apabilah suami mengenbalikan
tebusan yang diambil dari istrinya, maka ia dapat mempersaksikan
rujukannya itu.40
Para fuqaha perselisi pendapat tentang idah wanita yang di
khulukapabilah terjadi persengketaan antara suami dengan istri berkenaan
dengan kadar bilangan harta yang dipakai untuk terjadinya khuluk
(khulu‟). Imam Malik berpendapat bahwa yang dijadikan pegangan adalah
kata-kata suami jika tidak ada saksi. Sedangkan Imam Syafi‟i berpendapat
bahwa kedua suami istri saling bersumpah, dan atas istri dikenakan sebesar
mahat mitsil. Beliau mempersamakan antara dua orang yang jual beli.
38
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Kajian Fiqih Nikah Lengkap), (Jakarta: Pt
Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 315. 39
Ibid, 2008, hal. 316. 40
Lihat, Ibnu Rusyd, Al-Faqih Abul Wahid Muhammad bin Ahcmad bin Muhammad ibnu
Rusyd, Bidayatul Nujtahid Wanihayatul Muqtasid (Analisis Fiqih Para Mujtahid), Jilid 2,
(Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 560.
33
Adapun Imam Malik memandang istri sebagai pihak tergugat dan suami
sebagai pihak penggugat.41
7. Hikmah Khuluk (Khulu’)
Hikmah yang terkandung didalamnya sebagaimana yang telah
disebutkan adalah untuk menolak bahaya, yaitu apabilah perpecahan suami
istri telah memuncak dan dihawatirkan keduanya tidak dapat keduanya
menjaga sayarat-syarat dalam kehidupan sebagai suami istri, maka khuluk
dengan cara-cara yang ditetapkan oleh Allah SWT, merupakan penolakan
terjadinya permusuhan dan untuk menegakan hukum-hukum Allah.42
Oleh
karena itu, Allah SWT, berfirman QS. Al-Baqarah (2): 229:
Artinya: “...jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zolim,”.43
Adapun beberapa hikmah yang dapat kita petik adalah:
a. Menyelesaikan istri dari belenggu suami yang tidak baik khuluk
(khulu‟) terjadi karena istri membenci suaminya yang memiliki akhlak
tidak baik. Apabila rumah tangga mereka dilanjutkan maka istriakan
menderita. Maka untuk lepas dari suami, Allah memberi jalan
keluaryaitu dengan khuluk (khulu‟).
b. Menghindari dari bahaya(mudharat) atau ancaman rumah tangga yang
tidak baik.Pada masa jahiliyah, wanita tidak mempunyai hak sama
41
Ibid, 2008, hal. 317. 42
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (t.t: Kencana Prenada Media Group, 2003),
hal. 227. 43
Al-Qur‟an, Al-Baqara Juz dua (2), ayat 229. Departemen Agama Republik Indonesia,
hal. 229.
34
sekali bahkanbayi perempuan yang lahir dikubur hidup-hidup
disebabkan merekamenganggap itu sebagai aib. Dengan datangnya
Islam, semua hal itudirubah wanita mempunyai kedudukan yang
terhormat memberikanperlindungan yang besar pada wanita. Apalagi
bila suami berlaku aniayaterhadap istri maka hal itu mengakibatkan
istri boleh mengajukan khuluk (khulu‟).
c. Penyelesaian yang baik dengan mengembalikan lagi harta suami
yangpernah diberikan pada istri.44
Selain dua hikmah diatas yang
terpenting dari khuluk (khulu‟) adalah ia merupakan solusi terbaik
terhadap perselisihan yang terjadi didalam rumah tangga yaitu dengan
mengembalikan lagi harta suami yang pernah diberikan pada istri.
B. Cerai Gugat Dalam Perspektif PerUndang-undangan
1. Pengertian Cerai Gugat
Untuk memperoleh gambaran tentang cerai gugat, maka perlu
dijelaskan terlebih dahulu mengenai perceraian. Perceraian adalah
berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Perceraian dibagi
menjadi dua macam yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dalam penulisan
tesis ini penulis hanya membatasi pada masalah cerai gugat. Cerai gugat
berarti, putus hubungan sebagai istri.45
Sedangkan gugat (gugatan) berarti
suatu cara untuk menuntut hak melalui putusan Pengadilan.46
Menurut subakti istilah perceraian ialah penghapusan perkawinan
dengan putusan hakim, atau putusan oleh salah satu pihak dalam
perkawinan itu.47
Kemudian dalam kamus hukum thalak adalah perceraian
dalam hukum Islam atau kehendak suami.48
Di dalam Kompilasi Hukum
44
Ali Muhammad al-Jarjawi, Hikmah at-Tasyri‟ wa Falsafatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,
1994), hlm. 53. 45
Sudarsono, kamus hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 76. 46
Subakti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), hal. 42. 47
H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.
81 48
Simorangkir dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. ke 12, hal. 165.
Simak juga Sudarsono, Kamus Hukum, hal. 482.
35
Islam (KHI) Pasal 114 bahwa putusan perkawinan disebabkan karena
perceraian dapat terjadi karena talak atau gugatan perceraian.49
Menurut UUP Nomor 7 Tahun 1989, telah mengubahnya dengan
istilah baru. Istilah yang dipergunakan untuk permohonan talak disebut
“Cerai Talak”, sedang untuk gugat cerai istilahnya dibalik menjadi (cerai
gugat).50
Dengan istilah baru ini, dipertegas bentuk pemecahan
perkawinan berdasarkan Pengandilan Agama sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku.51
Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 132 ayat
satu (1) menyebutkan bahwa: “Gugatan Perceraian diajukan oleh istri atau
kuasanya pada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mewilayahi
tempat tinggal Penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman
tampa seizin suami”.52
Dengan adanya penjelasan diatas maka dipat diambil kesimpulan
bahwa cerai gugat atau gugatan perceraian merupakan suatu istilah yang
digunakan dalam Pengadilan Agama.
2. Akibat Hukum Cerai Gugat
Cerai gugat merupakan suatu tindakan hukum yang dapat
mengakibatkan putusnya ikatan perkawinan. Oleh karena itu apabila
gugatan perceraian telah dikabulkan dan diputuskan oleh pengadilan, maka
akan menimbulkan akibat hukum. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Pasal 41 UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan:
a. Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana
49
Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan PerUndang-undangan Tentang
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2005), hal. 38. 50
Yahya Harahab, kedudukan kewenangan dan Acara Pengadilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2003), Cet. ke-2, hal. 207. 51
Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan Perkara,
dan kewenagan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 7, Tahun 1989),
Tentang Peradilan Agama). (Bandung: PT, Aditya Bakti, 1999), hal. 20. 52
Undang-undang RI, Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum
Islam serta Perbu Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Ibdah Haji, (Surabaya: Kesindo Utama,
2012), hal. 235.
36
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan yang
memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan
tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, penfadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan menentukan sesuatu kewejiban bagi bekas istri.
Cerai gugat diatur dalam Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan Pasal 40 disebutkan dalam putusan Pemerintah RI
Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 1974
tentang perkawinan Pasal 20-36, ditegaskan juga dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Pasal 73-88, dan
dijelaskan pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 113-148.53
Adapun gugatan
perceraian itu dilakukan oleh istri atau kuasa hukumnya ke Pengadilan
Agama ditempat kediaman itu dilakukan oleh istri atau kuasa hukumnya
ke Pengadilan Agama ditempat kediaman penggugat,54
hal ini sesuai
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada
Pasal 73 ayat 1, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 1975
tentang pelaksanaan Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan Pasal 20 Ayat 1, serta Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 Ayat
1. Sedangkan alasan-alasan unntuk mengajukan cerai gugat adalah diatur
dalam penjelasan Pasal 29 Ayat 2 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan, dijelaskan juga dalam Pasal 19 huruf a-f
Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, serta
diterangkan pada Pasal 116 huruf a-h Kompilasi Hukum Islam (KHI).55
53
Samsudin, Faktor Penyebab Perceraian Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Tahun 1998-2002, Jakarta: 2003, hal.277-278. 54
Lihat Juga, Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan
Mahkamah Syari‟ah Di Indonesia, 2007, hal 12. 55
Samsudin, Faktor Penyebab Perceraian Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Tahun 1998-2002, Jakarta: 2003, hal.278.
37
3. Tata Cara Mengajukan Cerai Gugat
Tata cara untuk melangsungkan perceraian dengan gugatan ini di
atur secara terperinci dalam peraturan PerUndang-undangan Nomor 9
Tahun 1975 pada Pasal 20 sampai dengan 36 yang pada garis besarnya
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pengajuan gugatan
Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau
kuasanya kepada Pengadilan Agama atau pengadilan sipil yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. Dalam hal tempat
kediaman Tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
mempunyai tempat kediaman yang tetap, begitu juga kalau Tergugat
bertempat kediaman diluar negeri, maka gugatan diajukan kepada
Pengadilan ditempat kediaman Tergugat. Dalam hal gugatan
perceraian dengan alasan “salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama dua (2) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tampa
alasan yang benar atau karena hal lain diluar batas kemampuannya,
maka gugatan itu juga diajukan ke Pengadilan ditempat kediaman
Penggugat.56
b. Pemanggilan
Pemanggilan terhadap para pihak atau kuasanya dilakukan
setiap kali akan diadakan persidangan. Yang melakukan pemanggilan
adalah juru sita pada Pengadilan atau petugas yang ditunjuk oleh
Pengadilan Agama. Pemanggilan harus disampaikan kepada pribadi
yang bersangkutan, tetapi jika tidak dijumpai pemanggilan memalui
lurah atau kepala desa yang dipersamakan dengan itu. Pemanggilan
56
a. Lihat, Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkama
Syari‟ah Di Indonesia:
1. Gugatan Perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apanbilah penggugat dengan sengaja
meninggalkan tempat bersama tampa izin tergugat. 2. Dalam hal penggugat bertempat kediaman
diluar negeri gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman tergugat. 3. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman diluar negeri,
maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan
mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. 2005, hal. 12.
38
tersebut harus sudah dilakukan dan disampaikan secara patut dan
sudah diteri oleh Penggugat maupun Tergugat atau kuasa mereka
selambat-lambatnya taiga (3) hari sebelum sidang dibuka. Panggilan
kepada Tergugat harus dilampiri dengan salinan surat gugatan.
Apabilah Tergugat tidak mempunyai kediaman yang tetap atau
tidak jelas, maka pemanggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengemukakan
melaui satu atau beberapa surat kabar yang ditetapkan oleh pengadilan,
yang dilakukan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu satu bulan
antara pengumuman pertama dan kedua. Tenggang waktu antara
panggilan kedua dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya
tiga (3) bulan.57
c. Pemanggilan Persidangan
Persidangan untuk memeriksa gugatan perceraian harus
dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya tiga puluh (30) hari setelah
diterimanya surat guggatan perceraian. Dalam menetapkan hari
persidangan ini perlu sekali diperhatikan tenggang waktu pemanggilan
dengan diterimanya panggilan tersebut oleh Penggugat maupun
Tergugat atau kuasa hukum mereka. Khusus bagi gugatan yang
Tergugatnya berada diluar negeri, persidangan ditetapkan sekurang-
kurangnya enam (6) bulan terhitung sejak dimulainya gugatan
perceraian kepanitraan Pengadilan.58
Pendaftaran, membayar biaya perkara, penetapan hari sidang,
panggilan sidang, dan mempertimbangkan hari sidang dengan jarak
tempat tinggal para pihak, diterangkan dalam Pasal 121 HIR./ R.Bg
diantaranya adalah:
57
Tutur Chundori, Studi Tentang Masalah Perceraian Di Purwokerto, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta:1990, hal. 76-78. 58
Tutur Chondori, Studi Tentang Masalah Perceraian Di Purwokerto, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 1990, hal. 79-80.
39
1) Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah
didaftarkan oleh panitra didalam daftar yang disediakan untuk kita,
maka ketua penentuan hari dan waktu perkara itu akan diperiksa
dimuka Pengadilan. Ketua memerintahkan memanggil kedua belah
pihak, supaya hadir pada waktu yang telah ditentukan itu, disertai
oleh saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa dan dengan
membawa segala surat keterangan yang akan dipergunakan.
2) Ketika memanggil Tergugat harus diserahkan juga kepadanya
sehelai salinan surat gugatan, dengan memberitahukan kepadanya,
bahwa ia kalau mau dapat menjawab gugatan itu dengan tertulis.
3) Tentang perintah seperti yang disebut dalam ayat pertama pasal ini,
dibuat catatan dengan daftar yang tersebut dalam ayat itu, demikian
juga pada surat gugatan asal.
4) Mendaftarkan dalam daftar seperti yang dimaksud dalam ayat
pertama, tidak boleh dilakukan sebelum oleh penggugat dibayar
lebih dahulu kepada panitra sejumlah uang yang besarnya untuk
sementara diperkirakan oleh ketua Pengadilan Agama atau
Pengadilan Negeri menurut keadaan perkara, untuk ongkos kantor
panitra, ongkos melakukan panggilan serta memberitahu yang
diwajibkan kepada kedua pihak dan harga materai yang akan
dipergunakan; jumlah yang dibayar lebih dahulu itu akan
diperhitungkan kemudian.59
Pasal 122 HIR/146 R.Bg “Pada waktu menentukan hari
persidangan ketua hendaknya mempertimbangkan jarak antara tempat
tinggal atau sebenarnya berdiam para pihak dengan tempat Pengadilan
bersidang, tenggang waktu antara memanggil kedua belah pihak
59
Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata peradilan Agama Dan Mahkama Syari‟ah
Di Indonesia, (Jakarta: PT, Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 13-14.
40
dengan hari kerja, kecuali dalam hal yang sangat mendesak perkara itu
harus segera diperiksa; hal itu harus disebut dalam surat perintah.60
C. Kedudukan dan Wewenang Pengadilan Agama dalam Perkara
Perceraian
1. Kedudukan Peradilan Agama
Menurut Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan
kehakiman diatur di dalam Pasal 24, Pasal 24A, dan Pasal 24C, Undang-
undang Tahun 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna
menegakan hukum dan keadilan ayat (1). 61
Menurut Montesque, Negara memiliki tiga kekuasaan yang antara
satu dengan yang lainnya harus berpisah. Adapun tiga (3) kekuasaan
tersebut adalah kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan
Eksekutif (esxecitive power), dan kekuasaan Yudikatif (yudicative
power).62
Teori yang dikemukakan sebagai teori pemisahan kekuasaan
(separation of power teori). Legislatif mempunyai tugas dalam hal
pembuatan peraturan perUndang-undangan, eksekutif mempunyai fungsi
sebagai pelaksana peraturan perUndang-undangan, dan yudikatif
mempunyai tugas sebagai badan yang menegakan peraturan perUndang-
undangan atau hukum. Inti dari tegaknya hukum sebenarnya lebih
ditentukan pada keberadaan lembaga yudikatif.63
Artinya untuk
menciptakan sebuah negara hukum, maka indenpendensi kekuasaan
kehakiman harus benar-benar dilaksanakan.
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman diterangkan, bahwa kekuasaan kehakiman adalah
60
Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata peradilan Agama Dan Mahkama Syari‟ah
Di Indonesia, (Jakarta: PT, Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 14. 61
Abdul Gani Abdullah, Dialog Antar Peradilan (Mahkamah Agung Republik Indonesia),
2016, hal. 151. 62
Abdul Ghafur Anshari, Peradilan Agama Di Indonesia Pasca Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006, “ Sejarah, Kewenangan, Dan Kedudukan”, (Yokyakarta: UII Perss, t.th), hal. 45. 63
Ibid, hal.34.
41
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna
menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi
terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.64
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal (1) dilakukan oleh Mahkama Agung dan badan-
badan Peradilan yang dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan
oleh Mahkama Konstitusi.65
2. Dasar Yuridis Peradilan Agama
Menurut Mahfudz MD, terdapat tiga (3) dasar yang dipakai sebagai
dasar pijakan Peradilan Agama di Indonesia, yaitu:66
a. Pancasila
Pancasila adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa didalam
Pancasila dapat dijadikan dasar bagi berlakunya hukum-hukun agama
di Indonesia. berlakunya hukum agama ini terutama sejauh berkaitan
dengan hukum Agama. Dengan demikian menurut pendapat ini bukan
hanya Peradilan Agama Islam yang dapat dilembagakan tapi agama-
agama lainpun selama diakui oleh naungan Pancasila dapat memiliki
lembaga yang lain.
Terkait dengan lembaga tersebut, perlu ditegaskan bahwa
Peradilan Agama yang diberlakukan bedasarkan Pasal (2) Peralihan
Undang-undang Dasar 1945 adalah Peradilan Agama Islam sebab
sejaka dilembagakan secara formal pada Tahun 1882 Peradilan Agama
Islamlah yang disebut Peradilan Agama. Begitu juga peraturan
perUndang-undangan yang lahir kemudian menyebut Peradilan Agama
seperti Undang-undang darurat Nomor 1 Tahun 1951 Undang-undang
64
Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata peradilan Agama Dan Mahkama Syari‟ah
Di Indonesia, (Jakarta: PT, Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 1 65
Abdul Gani Ghofur Ansori, hal. 27. 66
Mahammad Mahfudz, MD, dalam Abdul Ggofur. Peradilan Agama dan Kompilasi
Hukum Islam Dalam Tatat Hukum Indonesia, (Yokyakarta: UII Perss , 1993), hal. 19-20.
42
Nomor 19 Tahun 1964, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970,
maka yang dimaksud adalah Peradilan Agama Islam.
b. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dengan adanya dekrit Presiden 5 juli 1959, yang
memeberlakukan kembali Undang-undang Dasar 1945 menurut Prof.
Notonagoro rumusan sila pertama pancasila mendapatkan tambahan
“Bersesuaian dengan hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradap”.
c. Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945
Hal ini dapat dibaca dalam Undang-undang dasar 1945 pra-
amandemen yang menyatakan bahwa “lembaga dan peraturan yang
ada masih terus berlaku selama belum dibuat lembaga dan peraturan
yang baru menurut Undang-undang dasar ini”. Peradilan Agama
mendapat pijakan hukum yang kuat, dalam arti benar-benar diakui
sebagai lembaga Peradilan di Negara Repubblik Indonesia adalah
setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman.
Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor
14 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara.67
Kemudia ditindak lanjuti dengan adanya perUndang-
undangan Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
didalamnya dipertegas kedudukan, susunan, dan wewenang Peradilan
67
Lihat Juga, Abdul Gani Abdullah, Dialog Antar Peradilan (Mahkamah Agung Republik
Indonesia), 2016, hal. 151: Bahwa, kekuasaan kehakiman dilekukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibwahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkunngan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi (ayat (2)). Di dalam Pasal 24 ini diatur juga
mengenai badan-badan lain yang fungsing berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur
oleh Undang-undang ayat (3), 20016, hal. 151.
43
Agama dalam rangka ikut menegakan hukum di Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kemudian dengan adanya amandemen terhadap Undang-
undang Dasar 1945, maka Undang-undang inipun harus disesuaikan.
Sehingga pada tahun 2004 berhasil diundangkan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, yang mana ini
menjadi pijakan yang sangat kuat bagi eksistensi Peradilan Agama di
Indonesia. Hingga akhirnya pada tahun 2006 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 mengalami amandemen Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama.
Inti dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 ini adalah
memberikan perluasan kewenagan Peradilan Agama untuk dapat
menerima, memeriksa, dan memutus, sengketa dibidang Ekonomi
Syariah.
3. Kewenangan Pengadilan Agama
Agar supaya suatu gugatan jangan sampai diajukan secara keliru,
maka dalam cara mengajuka gugatan harus diperhatikan benar-benar oleh
penggugat bahwa gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan
pengadilan yang benar-benar berwenang untuk mengadili persoalan
tersebut.68
Kewenangan Peradilan Agama dalam Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006 tidak dapat lepas dari historis, artinya muncul dinamika
hukum itu tidak dapat melepaskan atau menyembunyikan dinamika sosial
dibelakangnya. Hukum tumbuh berkembang dan ambruk disebabkan oleh
dinamika masyarakat.69
Dalam hukum perdata dikenal dengan dua (2) macam kewenangan,
yaitu:
68
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori
Dan Praktek, (Bandung: Sumber Indah, 2009), hal. 11. 69
Hasanuddin, (Menurut Satjipto Raharjo) Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari‟ah,
Mediasi, Pengadilan Tinggi Agama Semarang, 2008, hal. 53.
44
a. Kewenangan relatif atau (relative competetie).
Yang dimaksud wewenang relatif Pengadilan adalah
kekuasaan dan wewenang yang diberikan antara Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan yang sama atau wewenang yang berhubungan
dengan wilayah hukum antara Pengadilan Agama dalam lingkungan
Pengadilan.70
Bagi pembagian kekuasaan relatif ini, Pasal 4 Undang-
undang Nomor 7 1989 tentang Peradilan Agama setelah
menetapkan:“Peradilan Agama berkedudukan di kota madya atau
kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota madya atau
kabupaten”.
Selanjutnya, pada penjelasan Pasal empat (4) ayat satu (1)
menetapkan: “Pada dasarnya tempat kedudukan Pengadilan Agama
ada dikota madya atau kabupaten, yang daerah hukumnya meliputi
wilayah kota madya atau kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan
adanya pengecualian”.
Tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu,
dalam hal ini meliputi satu kota madya atau satu kabupaten, atau dalam
keadaan tertentu sebagai pengecualian, mungkin lebih atau juga
mungkin kurang.71
Pasal 133 HIR/159 R.Bg, jika Tergugat dipanggil menghadap
Pengadilan, sedang menurut ketentuan Pasal 142 R.Bg/118 HIR, ia
tidak usah mengahadap Pengadilan itu, maka ia dapat mengajukan
tangkisa, supaya pengadilan menyetakan tidak berwenang untuk
mengadilinya, dengan ketentuan bahwa tangkisan itu harus diajukan
segera pada permulaan persidangan, pernyataan itu tidak akan
diperhatikan lagi, kalau tergugat telah mengemukakan jawaban atas
pokok perkara.
Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu Pengadilan Negeri
atau Pengadilan Agama mempunyai wewenang nisbi untuk menerima,
70
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jokyakarta: Pustaka Pelajar.
2004), hlm. 47. 71
Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 138.
45
memeriksa, dan mengadili, serta menyelesaikan perkara yang
Tergugatnya betempat tinggal didaerah hukumnya. Secara khusu dan
terperinci tentang wewenang nisbi Pengadilan Negeri diatur dalam
Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, yang menetukan sebagai berikut:
1) Gugatan pertama pada tingkat pertama yang termasuk wewenang
Pengadilan Negeri diajukan kepada Pengadilan Negeri yang
didaerah hukumnya meliputi tempat tinggal Tergugat atau jika
tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat kediamannya yang
sebenarnya.
2) Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal dalam
satu daerah hukum Pengadilan Negeri,72
gugatan diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal
salah seorang Tergugat menurut pilihan Penggugat.
3) Jika tempat tinggal dan tempat kediaman tidak diketahui, gugatan
diajukan kepada Pengadilan Negeri ditempat tinggal Penggugat
atau salah seorang Penggugat.
4) Jika gugatan itu mengenai benda tetap, gugatan diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi benda tetap itu
terletak.
5) Apabila ada suatu tempat tinggal yang dipilih dan ditentukan
bersama dalam suatu akta, Penggugat kalau ia mau dapat
mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal yang dipilih tersebut.73
Kompetensi relatif Pengadilan Negeri juga diatur secara
khusus dalam Peraturan Pemerinta Nomor (9) Tahun 1975 yang
merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor(1) Tahun
1974, yang menentukan bahwa gugatan perceraian mereka yang buat
72
Lihat Juga, Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori Dan Praktek, hal. 12-13. 73
Riduan Syahrani, Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata Di Indonesia, (t.t., PT
Citra Aditya Bakti: 2016, hal. 48-49.
46
beragama Islam diajukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal Tergugat (Pasal 20 ayat 1 dan Pasal
22, ayat (1).74
b. Wewenag Absolut (Mutlak)
Pasal 134 HIR/160 R.Bg, apabila persengketaan itu adalah
suatu perkara yang tidak termasuk wewenang Pengadilan Negeri atau
Pengadilan Agama untuk mengadilinya, maka pada setiap saat dalam
pemeriksaan perkara itu Tergugat dapat mengajukan tangkisan supaya
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama menyatakan tidak
berwenang mengadili perkara itu dan Pengadilan karena jabatannya
harus pula menyatakan bahwa tidak berwenang mengadili perkara
itu.75
Kewenangan absolut atau mutlak adalah menyangkut
pembagian kekuasaan antara badan-badan Peradilan, dilihat dari
macam-macam Pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk
mengadili, dan dalam bahasa belanda disebut attributie van
rechtsmacht.76
Misalnya persoalan mengenai perceraian, bagi mereka
yang beragama Islam berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1)a
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah wewenang Pengadilan
Agama. Sedangkan persoalan warisan, sewa menyewa, utang piutang,
jual beli, gadai, hipotik adalah urusannya Pengadilan Negeri. 77
74
Ibid, Ridwan Syahrani, 2009, hal. 49. 75
Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata peradilan Agama Dan Mahkama Syari‟ah
Di Indonesia, PT, Kencana Prenada Media Group, Jakarta: 2005, hal. 13-14. 76
Lihat, Sulaiman Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, Hal. 104.
Pasal 10 UU No. 14 tahun 1970 menetapkan empat jenis lingkungan Peradilan, dan masing-
masing mempunyai kewenagan mengadili bidang tertentu dalam kedudukan sebagai badan-badan
Peradilan tingat pertama dan tingkat banding. Untuk peradilan agama menurut Bab III Pasal 49
Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1989 ditetapkan tugas kewengan mengadili perkara-perkara
perdata bidang; (a) Perkawinan; (b) kewarisan, wasiat, hibah yang dilakukan bedasarkan hukum
islam; (c) wakaf dan sedekah. Dengan demikin wewenag peradilan agama tersebut sekaligus
dikatkan dengan atas persoalan keislaman, yaitu yang dapat ditundukan terhadap kekuasaan
lingkungan peradilan agama yang mereka yang beragama islam. 77
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori
Dan Praktek, Sumber Indah Bandung: 2009, hal. 11.
47
Wewenang mutlak meurut Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004 tentang kekuasaan kehakiman, yang merupakan pelaksanaan
Pasal 24, Pasal 24 A, Pasal 24 B, Pasal 24 C, dan Pasal 25 Undang-
undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, kekuasaan kehakiman di
Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
Peradilan di bawahnya serta oleh Mahkamah Kostitusi sedangkan
badan Peradilan yang ada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan
Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 10.78
Masing-masing badan Peradilan diatas ini mempunyai
tingkatan-tingkatan dan semua badan Peradilan tersebut berpuncak
pada Mahkamah Agung. Masing- masing badan Peradilan itu
mempunyai wewenang untuk menerima, memeriksa, dan mengadili,
serta menyelesaikan perkara-perkara yang sejenis tentu yang mutlak
tidak dapat dilakukan oleh badan Peradilan yang lain. Apa yang
menjadi wewenag badan Peradilan Umum mutlak tidak dapat
dilakukan, baik oleh Peradilan Agama maupun badan-badan Peradilan
yang lain. Apa yang menjadi wewenang badan Peradilan Agama
mutlak tidak dapat dilakukkan, baik oleh Peradilan Umum maupun
badan Peradilan lainnya.79
Tiap-tiap tingkatan Pengadilan pada masing-masing badan
Peradilan tersebut juga mempunyai wewenang sendiri-sendiri, yang
secara mutlak tidak dapat dilakukan oleh pengadilan tingkat yang lain.
Pada badan Peradilan Umum misalnya, apa yang menjadi wewenang
Pengadilan Negeri, mutlak tidak dapat dilakukan oleh Pengadilan
Tinggi dan Mahkama Agung. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi
dan Mahkamah Agung masing-masing mempunyai wewenag sendiri
sesuai dengan ketentuan Undang-undang. 80
78
Riduan Syahrani, Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata Di Indonesia, hal. 46. 79
Riduan Syahrani, Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata Di Indonesia, hal. 47 80
Ibid, Riduan Syahrani, hal. 47.
48
BAB III
PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA JAYAPURA TAHUN 2016
A. Profil Pengadilan Agama Jayapura
1. Sejarah Terbentuknya Pengadilan Agama Jayapura
Pengadilan Tinggi Agama Jayapura dibentuk dengan surat
keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 1982
tanggal 28 Oktober 1982, tentang pembentukan 5 (lima) PTA Cabang,
termasuk diantaranya Pengadilan Tingkat Atas (PTA) cabang Jayapura.
Kurang lebih satu tahun sejak terbentuknya kantor Pengadilan Tinggi
Agama Jayapura tepatnya Pada tanggal 11 februari tahun 1984, telah resmi
dibuka dan beroperasi untuk melaksanakan tugas melayani kepentingan
masyarakat para pencari keadilan khususnya umat Islam dalam bidang
keperdataan di tingkat banding dan juga sebagai kawal depan Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
Pengadilan Tinggi Agama Jayapura semula berkantor di Kantor
Departemen Agama Kabupaten Jayapura pada tahun 1984 kemudian telah
dibangun kantor Pengadilan Tingkat Atas (PTA) di Jalan Kotaraja, yang
telah ditempati sejak tanggal 14 November Tahun 1985 sampai tahun
2010, dan gedung kantor baru Pengadilan Tinggi Agama Jayapura
berlokasi di Jalan Baru Kotaraja berdampingan dengan Kantor Badan
Kepegawaian Negara (BKN).1
Peradilan Agama Jayapura sebagai lembaga negara sekaligus
pengembang tugas kekuasaan kehakiman ditingkat pertama, selama tahun
2016 telah melaksanakan berbagai program kerja dan berupaya untuk
merealisasikan agenda pembaharuan yang sedang dilaksanakan oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Untuk mewujudkan peradilan
Indonesia modern dan badan Peradilan yang agung melalui program
Reformasi Birokrasi (RB) ini ditandai dengan adanya penetapan kebijakan
1www://.pta-jayapura.qo.id, Di Akses Pada Tanggal 25 Oktober, 2018.
49
umum guna merealisasikannya secara maksimal melalui (Quick
Wins)sebagai berikut:
a. Kegiatan Mahkamah Agung Republik Indonesia diimplementasikan
kepada Reformasi Birokrasi.
b. Meningkatkan pengawasan melekat tentang kedisiplinan dan integritas
aparatur Pengadilan melalui juklak-juknis KMA. 71 Tahun 2011 dan
Perma Nomor 07,08 dan 09 Tahun 2016.
c. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan tugas adminitrasi kepanitraan
oleh hakim pengawas.
2. Susunan Organisasi Pengadilan Agama Jayapura
Dalam ruanglingkup Pengadilan Agama Jayapura sesuai dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, amandemen Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, amandemen Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
Pasal 9 ayat satu disebutkan bahwa pemangku jabatan terdiri dari pimpinan
(ketua Pengadilan Agama Jayapura), hakim, anggota, panitra, sekertaris,
dan jurusita. Berdasarkan Perma Nomor 7 Tahun 2015 struktur organisasi
Jayapura adalah sebagai berikut: 2
2Dokumen Buku Panduan Pengadilan Agama Jayapura, Tentang Struktur Organisasi
Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016
50
ISI INI ADA DI TEMPAT LAIN (bagan organisasi)
51
Nama Pejabat yang Pernah Menjadi Ketua Pta Jayapura3
No. Nama Jabatan Masa Jabatan
1 Drs. H. Abidin Ali Ketua PTA Jayapura 1984 s/d 1992
2 Drs. H. Khalilurrahman, SH. Ketua PTA Jayapura 1992 s/d 1995
3 Drs. H.Muh.Hasan H.M, SH.,MH. Ketua PTA Jayapura 1995 s/d 1999
4 Drs. H. Muh. Thahir, SH, MH. Ketua PTA Jayapura 1999 s/d 2003
5 Drs. H. Fachruddin Hamid, SH. Ketua PTA Jayapura 2003 s/d 2005
6 Drs. H. Aminullah Amit, SH.,MH. Ketua PTA Jayapura 2005 s/d 2009
7 Drs. H. Abdurrahman HAR, SH. Ketua PTA Jayapura 2009 s/d 2012
8 Drs. H. Abu Amar, SH., MH. Ketua PTA Jayapura 2012 s/d 2015
9 Drs. H. Marsaid, S.H., MH. Ketua PTA Jayapura 2015 s/d 2016
10
DR. H. Marwady Amien, S.H.,
M.H.I. Ketua PTA Jayapura
2016 s/d
sekarang
Sumber: http://www.pa-jayapura.go.id
B. Putusan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Jayapura
Untuk mengetahui gambaran atau putusan kasus-kasus cerai gugatdi
Pengadilan Agama Jayapura bahwa kasus yang diterima oleh hakim selama
tahun 2016 sebanyak 266 kasus, dari 266 kasus tersebut peneliti memilih
sampel 24 kasus untuk ditelitidengan rincian 2 (dua) kasus perbulan.
Berdasarkan telaah penulis, kasus-kasus perceraian (cerai gugat) meliputi
berbagai bentuk kekerasan, yakni kekerasan fisik berupa pemukulan, kekerasan
psikis berupa ancaman, hardikan dan pengusiran, pernikahan dengan pihak
kedua serta kekerasan ekonomi berupa pengabaian nafkah keluarga. Uniknya
pada beberapa kasus dapat saja terjadi multi kekerasan yakni suami melakukan
kekerasan fisik sekaligus psikis, fisik sekaligus ekonomi atau psikis sekaligus
ekonomi. Bahkan uniknya ada juga yang meliputi semua kekerasan, baik fisik,
3 Sumber Online, http://www.pa-jayapura.go.id, di Akses pada hari Rabu, tanggal 24 Juli,
Pukul 15.00 WIB. Di Jakarta, 2018.
52
psikis, ekonomi dan pernikahan beda agama atau pemurtadan melalui
pernikahan.
Gambaran kasus-kasus tersebut akan dipaparkan secara singkat satu
persatu di bawah ini:
1. Pada putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Nenny Rezky
Aprilyyani binti Summa), umur 23 tahun, pendidikan terahir SMK, adalah
istri sah dari Tergugat (Herdian saputra S.T. bin Chaidir Said), yang
menikah pada tanggal 24 April 2011, di KUA distrik Jayapura selatan, kota
Jayapura, sesuai dengan buku kutipan akta nikah Nomor
159/28/IV/2011tanggal 08 Mei 2013.
“Pada putusan Nomor4/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat menggugat cerai
suaminya disebabkan karena melakukan kekerasan fisik, ekonomi dan
perselingkuhan dialami oleh Penggugat berupa pemukulan setiap kali
marah, Tergugat tidak menafkahi Penggugat sejak bulan september tahun
2013, selingkuh dengan wanita lain, perselisihan dan pertengkaran sering
terjadi dan memuncak pada bulan Desember 2013 dimana Tergugat pergi
kemakasar selama dua (2) tahun dengan alasan mencari pekerjaan tanpa
izin Penggugat, Tergugat balik lagi ke Jayapura tetapi tidak berkumpul lagi
dengan Penggugat dan tidak ada lagi komunikasi antara Tergugat dan
Penggugat”.4
2. Pada putusan Nomor 5/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Hasnia binti
Haja),umur 29, pendidikan terakhir SD adalah istri sah dari Tergugat
(Baharuddin bin Baco Dq. Tiro), yang menikah secara Islam pada tanggal
07 Maret 2005 di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, sesuai dengan
kutipan akta nikah Nomor. 80/06.III/2005 tanggal 07 Maret 2005 yang
dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Pada Kantor Urusan Agama
Distrik Abepura, Kota Jayapura.
4 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr.
Tanggal 27 Januari 2016.
53
“Padaputusan Nomor5/Pdt.G/2016/PA Jpr, Tergugat melakukan kekerasan
fisik terhadap Penggugatberupa kekerasan fisik, karena Tergugat tidak
menghargai Penggugat sebagai istri. Tergugat selingkuh dengan perempuan
lain dan telah menikahi perempuan tersebut tanpa sepengetahuan
Penggugat. Tergugat suka berkata kasar kepada Penggugat.Perselisihan dan
pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat sudah memuncak pada
tanggal 04 November 2015, dikarenakan Penggugat sudah tidak tahan
dengan sifat Tergugat yang sering berbohong dan keluarga Tergugat
memberi tahu Penggugat bahwa Tergugat telah menikah lagi dengan
perempuan lain, sehingga pada saat itu Penggugat meninggalkan rumah
sampai sekarang”.5
3. Pada putusan Nomor 2/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Hera Lourenza
Sepang binti Herman Sepang),umur 18 tahun, pendidikan terahir SMP
adalah istri sah dari Tergugat (Supri Mualim bin Mursalin), yang menikah
pada tanggal 09 November 2015 di Distrik Jayapura Selatan dengan buku
kutipan akta nikah Nomor Kk.26.10.2/PW. 05/490.2015 tanggal 17
Desember 2015 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Pada
Kantor Urusan Agama distrik Jayapura selatan, kota Jayapura.
“Sebagaimana putusan Nomor2/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam kasus ini
Tergugat menuduh Penggugat berselingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat
suka berkata kasar kepada Penggugat, Tergugat sering memukuli
Penggugat setiap kali ia marah, Tergugat menafkahi Penggugat namun
tidak mencukupi, Tergugat berbohong kepada Penggugat dan keluarganya
dan mengatakan bahwa ia sudah bercerai dengan istri pertamanya sebelum
menikah dengan Penggugat dan ternyata Tergugat belum bercerai secara
resmi dengan istri pertamanya.Perselisihan dan pertengkaran antara
Penggugat dan Tergugat memuncak pada bulan Desember 2015,
dikarenakan Tergugat meminta kembali semua biayah yang dikeluarkan
5 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 5/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 27 Januari 2016.
54
oleh Tergugat dari sejak menikah dengan Penggugat, termasuk mahar yang
diberikan saat menikah”.6
4. Pada putusan Nomor 315/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Amla
Labendjang Alias Ela Labendjang), umur 26 tahun, pendidikan terakhir
SMP adalah istri sah dari Tergugat (Hamillu Sultan Shabri bin H.
Baharuddin Shabri), yangmenikah pada tanggal 30 Desember 2005
Penggugat dan Tergugat melangsungkan pernikahan tercatat pada Kantor
Urusan Agama Kecamatan Sang Tombolang, Kabupaten Bolaang
Mongondow, Privinsi Sulawisi Utara. Sesuai dengan kutipan akta nikah
Nomor. 163/65/XI/2011 tanggal 28 November 2011.
“Pada kasus Nomor 315/Pdt.G/2016/PA Jpr,dalam kasus ini Tergugagat
sering berkata kasar kepada Penggugat, sering memukul anak bawaan
Penggugat tampa alasan yang jelas, Tergugat tidak jujur kepada Penggugat,
menikah lagi dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan Penggugat,
Tergugat sudah tidak memberikan nafkah semenjak 2007. Pada bulan
Januari 2014 Penggugat meminta nafkah kepada Tergugat untuk biayah
sekolah anak Tergugat dan Penggugat namun tidak diberikan oleh Tergugat
malah Tergugat marah kepada Penggugat, semenjak itu Tergugat pergi
meninggalkan kediaman bersama tanpa ijin Penggugat dan akhirnya anak
tidak melanjudkan sekolah.Penggugat telah berusaha mencari keberadaan
Tergugat dengan menanyakan kepada keluarganya dan kerabat dekatnya
namun tidak ada yang mengetahuinya. Sudah dua(2) tahun Tergugat pergi
meninggalkan rumah dan tidak diketahui keberadaannya”.7
5. Pada putusan Nomor 67/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Nurdiah binti La
Sakka) adalah istri sah dari Tergugat (Herman bin Saharuddin), yang
menikah pada tanggal 15 Oktober 2015 sesuai Kutipan Aktah Nikah
364/26/X/2015 tanggal 15 Oktober 2015.
6 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 2/Pdt.G/2016/PA Jpr.
Tanggal 02 Januari 2016. 7 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 315/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 07 Februari 2016.
55
“Pada kasus Nomor 67/Pdt.G/2016/PA Jpr,motif kasus ini Tergugat tidak
dihargai sebagai istri. Selalu berkata kasar dan memukul Penggugat setiap
kali memukul Penggugat. Suka membanting barang setiap kali marah.
Tidak mencari pekerjaan. Sudah merasa tidak ada kecocokan lagi dengan
Tergugat.Sejak bulan Januari 2016, Penggugat dan Tergugat pisah ranjang
dan tidak terjadi lagi komunikasi lagi”.8
6. Pada putusan Nomor 38/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Sri Liana binti H.
Syafruddin M), adalah istri sah dari Tergugat (Danny Daniel W. Bin Frans
Dafid Wairisal), yang menikah pada tanggal 18 Januari 2005 sesuai dengan
buku kutipan akta nikah Nomor 13/13/I/2005 di Pengadilan Agama
Jayapura.
“Pada kasus Nomor 38/Pdt.G/2016/PA Jpr, Pengguggat mengajukan gugat
cerai terhadap Tergugat dengan alasan karena Tergugat suka main judi.
Suka mabuk-mabukan. Pernah dalam keadaan mabuk memukul Penggugat.
Menuduh Penggugat berselingkuh dengan laki-laki lain. Penggugat sudah
tidak tahan lagi dengan syifat Tergugat yang tidak pernah peduli dan tidak
memberikan nafkah kepada Penggugat dan anaknya”.9
7. Pada putusan Nomor 130/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Mutiara binti
Baharuddin), adalah isteri sah dari Tergugat (Isak Armin Auparay bin
Adolof W.F. Eddy Auparay), yang menikah pada tanggal 8 Desember 2011
sesuai dengan buku kutipan akta nikah Nomor 388/07/XII/2011 yang
dikeluarkan oleh pegawai pencatat nikah kantor urusan Agama distri
Jayapura selatan, kota Jayapura. “Pada kasus Nomor130/Pdt.G/2016/PA
Jpr, Penggugat mengajukan gugat cerai terhadap Tergugat dengan
alasanketahuan selingkuh dengan banyak perempuan. Telah tinggal dengan
perempuan tanpa status pernikahan sebelum menikah dengan Penggugat.
Tergugat suka mabuk-mabukan. Tergugat pernah memukul anak bawaan
8 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 67/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 23 Maret 2016. 9 Paengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 38/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 06 April 2016.
56
Penggugat hanya karena masalah sepele.Tergugat telah berpisah tempat
tinggal pada tanggal 21 Maret 2016”.10
8. Pada putusan Nomor 28/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Rusmiyati binti
Arsyad Pati) adalah istri sah dari Tergugat (Abdul Rahman Gawi bin
Nurdin Asan), yang menikah pada tanggal 12 September 2010, Penggugat
dan Tergugat melakukan pernikahan secara Islam, tercatat pada kantor
Urusan Agama Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Provinsi NTT,
sesuai dengan buku kutipan akta nikah Nomor 23/03/IX/2011.
“Pada kasus Nomor28/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat mengajukan gugat
cerai terhdapTergugatdengan alasan Tergugat tidak menghargai Penggugat
dan orang tua Penggugat. Mengucapkan kata-kata talak dan meminta untuk
bercerai dengan Penggugat namun Penggugat tidak mau, sehingga
Penggugat mengancam akan membunuh anak kandung Penggugat dan
Tergugat. Pada bulan Juli tahun 2012 terjadi pertengkaran Penggugat dan
Tergugat, kemudian setelah pertengkaran tersebut Tergugat pergi tanpa
seizin dan sepengetahuan Tenggugat, dan tidak memberi kabar kepada
Penggugat dan anak Penggugat, dan sejak saat itu pula Tergugat tidak
pernah menafkahi Tergugat dan anak Penggugat dan Tergugat sampai
sekarang. Penggugat telah berusaha mencari keberadaan Tergugat dengan
menanyakan kepada keluarganya dan kepada teman-teman dekatnya,
namun tidak ada yang mengetahuinya. Sudah 3 (tiga) tahun lebih Tergugat
pergi meninggalkan rumah dan tidak diketahui kemana perginya”.11
9. Pada putusan Nomor 170/Pdt.G/2016 PA Jpr, Penggugat (Wa Ode Herlina
binti Ode Ibrahin) adalah istri sah dari Tergugat (Jumrin Abdul Gani bin
Abdul Gani yang menikah pada tanggal 11 Agustus 2004 di Distrik
Jayapura Utara sesuai dengan buku kutipan akta nikah Nomor
10
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 130/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 18 Mei 2016. 11
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 28/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 25 Mei 2016.
57
182/11/VIII/2004 yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah Pada
Kantor Urusan Agama Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura.
“Pada kasus Nomor 170/Pdt.G/2016 PA Jpr, Penggugat menggugat cerai
suaminya antara lain dengan alasan karena suaminyamemiliki sifat egois
dan mudah tersinggung. Tidak menghargai Penggugat sebagai istri. Sering
menghina dan berkata kasar kepada Penggugat. Sering memukul Penggugat
setiap kali marah. Suka minum-minuman keras. Sering mengucapkan kata
talak kepada penggugat. Perselisihan Penggugat dan Tergugat memuncak
pada bulan Februari 2016, dikarenakan Penggugat sudah tidak nyaman
hidup dengan Tergugat karena Tergugat selalu menuduh Penggugat
selingkuh dengan laki-laki lain. Dan setiap pulang kerja Tergugat selalu
mengajak Penggugat berhubungan badan, namun Penggugat menolak,
sehingga Tergugat memukul Penggugat sampai memar dan dengan
kejadian tersebut Tergugat pergi meninggalkan kediaman sampai
sekarang”.12
10. Pada putusan Nomor 165/Pdt.G/2016 PA Jpr, Penggugat (Ramlawati binti
Nasir Ali), adalah istri sah dari Tergugat (Adi Wahid bin Mustafa
Rahman), yang menikah secara pada tanggal 9 Agustus 2010 sesuai dengan
kutipan akta nikah Nomor 272/24/VIII/2010 yang dikeluarkan oleh kepala
kantor urusan Agama Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura.
“Pada kasus Nomor 165/Pdt.G/2016 PA Jpr, Penggugat menggugat cerai
suaminya antara lain disebabkan karena suaminya tidak menghargai
Penggugat sebagai istri. Tergugat memiliki sifat egois dan tidak perhatian
kepada Penggugat. Sering berkata kasar dan memukul Penggugat setiap
kali ia marah. suka bemain judi online. Tergugat mempunyai banyak utang
yang belum dilunasi sampai sekarang. Tergugat menafkahi Penggugat
namun tidak cukup.Pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat
memuncak pada tanggal 6 April 2016 disebabkan Penggugat sudah tidak
12
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 170/Pdt.G/2016 PA
Jpr. Tanggal 21 Juli 2016.
58
tahan dengan sikap dan prilaku Tergugat yang tidak berubah dan selalu
berprilaku kasar, suka memaki Penggugat, dan tidak mau membayar sewa
rumah sehingga Penggugat pergi meninggalkan rumah kediaman bersama
sampai sekarang”.13
11. Pada putusan Nomor 159/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Hapsha binti H.
Sapo Dq. Matutu) adalah istri sah dari Tergugat ( Abdul Kadir bin
Lamusa), yang menikah pada tanggal 1 November 2010 sesuai dengan
kutipan akta nikah Nomor. 308/33/XII/2010, tanggal 14 Desember 2010
yang dikeluarkan oleh pegawai pencatat nikah pada Kantor Urusan Agama
Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawisi
Selatan.“Pada kasus Nomor 159/Pdt.G/2016/PA Jpr , gugatan Penggugat
terhadap Tergugat dengan alasan tergugat sering memukul dan memaki
Penggugat dengan kata-kata kasar setiap kali bertengkar. Tergugat
memiliki sifat egois. Tergugat tidak memenuhi kebutuhan nafkah
Penggugat. Tergugat sering berbohong dan pernah mengucapkan kata-kata
talak kepada Penggugat. Tergugat memiliki sifat cemburu yang
berlebihan.Perselisihan dan pertengkaran Penggugat dan Tergugat
memuncak pada bulan Maret 2016. Pada saat itu Tergugat pulang larut
malam dari tempat kerjanya dan melihat Penggugat berkomunikasi dengan
teman laki-laki Penggugat melalui telepon sehingga Tergugat cemburu dan
terjadi pertengkaran lalu Penggugat meninggalkan Tergugat”.14
12. Pada putusan Nomor 146/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Umi Ummuhani
binti Summa) adalah istri sah dari Tergugat (Irsan bin Sakka), yang
menikah pada tanggal 19 Juli 2009 dengan Kutipan Akta Nikah Nomor
223/02/IX/2009. “Pada kasus Nomor.146/Pdt.G/2016/PA Jpr, Tergugat
sering memaki Penggugat dengan kata-kata kasar. Tergugat memiliki sifat
egois. Kurang memberi perhatian kepada Penggugat. Telah menikah lagi
13
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 165/Pdt.G/2016 PA
Jpr. Tanggal 21 Juli 2016. 14
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 159/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 02 Juni 2016.
59
dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan Penggugat. Sering mukul
Penggugat kalau marah. Tidak menghargai Penggugat sebagai Istri.
Tergugat tidak pernah menghormati orang tua Penggugat.Perselisihan dan
pertengkaran antara Penggugat dan Tegugat memuncak pada bulan
November 2012 dimana Penggugat ingin meminta izin pergi keacara
keluarga tapi Tergugat melarang dan marah kepada Penggugat bahkan
Tergugat membanting barang dan marah kepada Penggugat bahkan hampir
mencederai anak Penggugat dan Tergugat,suka memukul dan tidak
memberikan nafkasamapai sekarang yang membuat Penggugat sudah tidak
tahan lagi dengan sikap Tergugat”.15
13. Pada putusan Nomor 132/Pdt. G/2016. PA Jpr, Penggugat (Hj. Asma binti
H.Pabi Boli) adalah istri sah dari Tergugat (Muhammad Idrus bin Yuseng),
Penggugat dan Tergugat melangsungkan perkawinan tercatat pada kantor
urusan Agama distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura Privinsi Papua sesuai
buku kutipan akta nikah Nomor 476/I/1995 tanggal 25 Januari 1995. “Pada
kasus Nomor132/Pdt. G/2016. PA Jpr,gugatan Penggugat terhadap
Tergugatdengan alasan karena Tergugat tidak menghargai Penggugat
sebagai istri. Tergugat memiliki sifat egois. Tergugat selingkuh dengan
perempuan lain. Tergugat suka berkata kasar. Sudah tidak menafkahi
Penggugat sejak tahun 2007.Penggugat telah berusaha mencari keberadaan
Tergugat namun tidak ada yang mengetahuinya.Sudah 6 tahun lebih
Tergugat pergi meninggalkan rumah dan tidak diketahui kemana
perginya”.16
14. Pada putusan Nomor 143/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Rasmana binti
Abdar Rahman) adalah istri sah dari Tergugat (Nurodin bin Eman) yang
menikah pada bulan Desember 1986, Penggugat dan Tergugat telah
menikah dikecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, Provinsi Jayawa Barat,
15
Pengadilan Agama Jayapura, Gugat Cerai, Salinan Putusan Nomor 146/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 14 Juni 2016. 16
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 132/Pdt. G/2016. PA
Jpr. Tanggal 09 Agustus, 2016.
60
dirumah keluarga Penggugat, dan yang menikahkan adalah penghulu yang
bernama bapak Tohir, namun pernikahan tersebut tidak dicatat di Kantor
Urusan Agama.
“Pada kasus Nomor143/Pdt.G/2016/PA Jpr,gugatan Penggugat terhadap
Tergugat dengan alasanTergugat tidak menghargai Penggugat sebagai istri.
Tidak perhatian kepada Penggugat. Menafkahi Penggugat tapi tidak
mencukupi. Sering berkata kasar dan memukul Penggugat setiap kali
marah. Memiliki sifat cemburu. Dan Tergugat telah menjatuhkan talak
kepada Penggugat.Perselisihan Penggugat dan Tergugat memuncak bulan
Maret 2007 yang dikarenakan kakak Penggugat menegur Tergugat yang
malas bekerja, sehingga Tergugat marah dan tidak terima oleh perkataan
kakak Penggugat yang menyebut Tergugat tidak bertanggung jawab, dan
pada saat itu juga Tergugat pergi meninggalkan Penggugat dan tidak
memberi kabar kepada Penggugat sampai sekarang”.17
15. Pada putusan Nomor153/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Irdawati binti
Tajuddin) adalah istri sah dari Tergugat (Hendrik bin Amiruddin),
Penggugat dan Tergugat melangsungkan Pernikahan secara Islam, tercatat
pada Kantor Urusan Agama Distrik Jayapura Selatan sesuai dengan
Kutipan Akta Nikah Nomor. 199/19/VII/2009 tanggal 15 Juli 2009. “Pada
kasus Nomor 153/Pdt.G/2016/PA Jpr,gugatan Penggugat terhadap Tergugat
dengan alasan, Terggat marah dan tidak terima oleh perkataan kakak
Penggugat yang mmenyebut Tergugat tidak bertanggung jawab, dan pada
saat itu juga Tergugat pergi meninggalkan Penggugat dan tidak memberi
kabar kepada Penggugat sampai sekarang.Sudah 9 tahun lebih Tergugat
pergi meninggalkan rumah dan tidak diketahui ke mana perginya”.18
17
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 143/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 25 Agustus 2016. 18
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 153/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 08 September 2016.
61
16. Pada putusan Nomor 169/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Uningsih binti
Dulu) adalah istri sah dari Tergugat ( Sopian bin Basir), yang menikah pada
tanggal 10 Maret 2004 Penggugat dan Tergugat melangsungkan Penikahan
di Jayapura Provinsi Papua, sesuai dengan buku kutipan kta nikah Nomor.
06/06/III/2004. “Pada kasus Nomor169/Pdt.G/2016/PA Jpr, gugatan
Penggugat terhadap Tergugata dengan alasanTergugat suka main judi.
Mabuk mabukan. Tidak menghargai Penggugat sebagai istri. Sering
berbohong. Sering memukul Penggugat dan anak bawaan Penggugat. Suka
menghancurkan barang-barang dalam rumah dan tidak memenuhi nafkah
Penggugat, Tergugat marah dan memukul anak bawaan Penggugat dan
karena membela anak bawaannya maka Penggugatpun dipukul oleh
Tergugat sehingga Penggugat menelpon kekantor polisi lalu polisi datang
untuk mengamankan Tergugat”. 19
17. Pada putusan Nomor 314/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Novita Rachman
binti Abdul Racman) adalah istri sah dari Tergugat (Harianto bin
Abdullah), yang menikah pada tanggal 17 Februari 2008 di Jayapura sesuai
dengan buku kutipan akta nikah Nomor 90/54/II/2008 tanggal 28 Februari
2008.“Pada kasus Nomor314/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam gugatan
Penggugat terhadap Tergugat disebabkan karena memiliki sifat egois,
sering memukul dan berkata kasar setiap kali ia marah dan bertengkar,
Tergugat tidak suka kepada keluarga Penggugat dan berusaha menjauhkan
penggugat dengan orang tua Penggugat, sering mengucapkan kata talak
setiap kali ia marah, dan selalu memaki Penggugat ditempat umum dan
membatasi Penggugat sehingga Penggugat merasa tertekan dan jauh dari
keluarga Penggugat”.20
18. Pada putusan Nomor 319/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Fitri Indriana
binti H. Laenre) adalah istri sah dari Tergugat (Mukhtar Tri Putra, SE bin
19
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 169/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 21 September 2016. 20
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 314/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 19 Oktober 2016.
62
H.M. Abd. Kadir), yang menikah pada tanggal 08 April 2004 di Jayapura
Selatan, Kota Jayapura. Susuai dengan buku kutipan akta nikah Nomor.
111/21/IV/2004 tanggal 22 April 2004 yang dikeluarkan oleh Pegawai
Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama Jayapura. “Pada kasus
Nomor319/Pdt.G/2016/PA Jpr,dalam gugatan Penggugat terhadap
Tergugatdengan alasan karena Tergugat kurang memiliki rasa tanggung
jawab kepada keluarga. Tergugat tidak bisa menjadi imam yang baik bagi
keluarga. Tergugat tidak menafkahi Penggugat sejak bulan Agustus 2016.
Tergugat pernah memukul Penggugat. Tidak Menghargai dan menghormati
orangtua Penggugat. Pernah mengatakan talak kepada Penggugat. Kurang
menghargai Penggugat sebagai seorang istri.Perselisihan dan pertengkaran
memuncak bulan Mei 2016, dimana Penggugat sudah tidak tahan lagi
dengan sikap dan tingkah laku Tergugat yang kurang memiliki rasa
tanggung jawab kepada keluarga dan sering tidak mampu menahan amarah
dalam menyikapi masalah rumah tangga”.21
19. Pada putusan Nomor 317/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Sumiati binti
Mat Choiri) adalah istri sah dari Tergugat (Tasus Samsam Arafat bin
Waked Hasim), yang menikah secara Islam pada tanggal 17 Februari 2010
di KUA Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, sesuai dengan buku kutipan
akta nikah Nomor 69/24/II/2011 tanggal 17 Februari 2010. “Pada kasus
Nomor317/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam gugatan Penggugat terhadapTergugat
disebabkan karena sering mabuk-mabukan dan sering pulang malam.
Menafkahi Penggugat namun tidak mencukupi. Sering pergi ketempat
hiburan bersama teman-temannya.Perselisihan dan pertengkarang antara
Penggugat dan Tergugat memuncak pada bulan Juni 2016, dimana
Penggugat marah dan menegur Tergugat karena Tergugat pulang subuh
dari tempat kerja dan tidak memberi kabar kepada Penggugat sehingga
21
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 319/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 10 Oktober 2016.
63
Penggugat merasa Tergugat sudah tidak peduli dan sudah tidak perhatian
lagi kepada Penggugat”.22
20. Pada Putusan Nomor 243/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Bastia binti la
saati) adalah istri sah dari Tergugat ( La Impala bin La Idila), yang menikah
pada tanggal 23 Juli 1998 di KUA Kecamatan Gu, Kabupaten Buton,
Provinsi Sulawisi Tenggara. Sesuai dengan kutipan akta nikah Nomor
09/09/VII/1998 Tanggal 31 Juli 1998.“Pada kasus Nomor
243/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam gugatan Penggugat terhadap Tergugat
dengan alasanTergugat selalu mengusir Penggugat dan berprilaku kasar
setiap kali bertengkar. Terguggat sering main judi. Tidak menghargai
Penggugat sebagai seorang istri. Sering berkata kasar kepada Pengguggat
setiap kali marah. Sering memukul dan menghina Penggugat setiap kali
bertengkar”.23
21. Putusan Nomor 330/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Wa Ode Yanti Binti
La Ode Anto) adalah istri sah dari Tergugat (Muslimin bin La Ida), yang
menikah pada tanggal 30 Juni 2014, di KUA Jayapura Utara sesuai dengan
kutipan akta nikah Nomor 174/Pdt.G/2016/PA Jpr, tanggal 30 Juni 2014 di
Jayapura.“Pada kasus Nomor330/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam gugatan
Penggugat terhadap Tergugat dengan alasanTergugat sering memukul
Penggugat setiap kali marah. Sering minum-minuman keras. Tidak
menafkahi Penggugat sejak bulan Januari 2016. Tidak menghargai
Penggugat sebagai seorang istri. Tidak bertanggung jawab terhadap
keadaan rumahtangga, dan tidak bisa menjadi imam yang baik untuk
keluarga.Perselisihan antara Penggugat dan Tergugat memuncak pada
bulan September 2016, pada saat itu Tergugat pulang dalam keadaan
mabuk kemudian Tergugat meminta uang kepada Penggugat untuk
22
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 317/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 02 November 2016. 23
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 243/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 02 November 2016.
64
membeli minuman keras namun Penggugat tidak memberinya kemudian
Tergugat marah dan memukul Penggugat sampai berdarah”.24
22. Pada putusan Nomor 320/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Irianti binti H.
Mursida), adalah istri sah dari Tergugat ( Sudirman bin Ahmad Tohir),
yang menikah pada tanggal 12 Februari 2010 di KUA Abepura, Kota
Jayapura, dengan buku kutipan aktan nikah Nomor 82/36/II/2010. “Pada
kasus Nomor320/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam gugatan Penggugat terhadap
Tergugat dengan alasanTergugat memiliki sifat egois, ketika marah tidak
mau bicara kepada Penggugat, setiap kali marah merusak barang-barang
yang ada didalam rumah, setiap kali marah minta upah kepada Penggugat,
sudah tidak menafkahi Penggugat lahir maupun batin”.25
23. Pada putusan Nomor 80/Pdt.G/2016/PA Jpr, Penggugat (Feby Andriana
binti Yohanis Padang), umur 31 tahun, agama Kristen Protestan,
pendidikan terakhir SMA, pekerjaan kontraktor, tempat tinggal di Jalan
Gang Nusa Indah II Perumnas I Waena RT.004/RW.007 Nomor 107
Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura adalah istri sah dari
Tergugat (Hendro Wibowo bin Muwage), umur 47 tahun, agama Islam,
Pendidikan terakhir S1 Informatika, pekerjaan PNS Pemda Puncak Jaya,
tempat tinggal di Jalan Gang Nusa Indah II Perumnas I Waena
RT.004/RW.007 Nomor 107 Kelurahan Waena, Distrik Heram, Kota
Jayapura, menikah secara Islam pada tanggal 05 April 2003 di KUA Distri
Abepura kota Jayapura. “Pada kasus Nomor80/Pdt.G/2016/PA Jpr,
Penggugat dan Tergugat sering terjadi pendapat yang disebabkan sering
bertengkar. Tidak ada keterbukaan saat memberikan bantuan uang kepada
keluarga Tergugat. Penggugat dan Tergugat sering berpisah tempat tinggal
selama berbulan-bulan karena Tergugat dinas diluar daerah. Penggugat
sudah merasa tidak ada kecocokan lagi dengan Tergugat dalam hal apapun.
24
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 330/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 20 Desember 2016. 25
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 320/Pdt.G/2016 .
Tanggal 13 Desember 2016.
65
Perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat memuncak
pada bulan Desember 2015 dimana Penggugat menyuruh Tergugat untuk
pindah dinas ke Jayapura untuk bisa hidup bersama dengan Tergugat dan
anak-anak, namun tidak direspon positif oleh Tergugat. Penggugat dan
Tergugat sering pisah karena pekerjaan Tergugat diluar daerah selama
bulan-bulan sejak tahun 2003”.
24. Pada putusan Nomor 72/Pdt.G/2016/PA Jpr. Penggugat (Prima Dwi Paulus
Kiat bin Pirno Adi Wambrauw),Umur 24 tahun. Agama Islam, pendidikan
terakhir S1 Hukum, pekerjaan karyawati PNPM, tempat tinggal di Jalan
Perumnas 1, Nomor 67, RT.003/RW.006 Kelurahan Waena, Distri Heram,
Kota Jayapura adalah istri sah dari Tergugat (Ahmad Febriani Paulus Kiat
bin Pirno Wambarouw), umur 23 tahun, agama kristen, pendidikan
terakhir SMA, pekerjaan tidak ada, tempat tinggal di Jalan perumahan BTN
Harapan Jaya, Blok A, Komplek Peternakan Nomor 16 Kelurahan Asi
Kecil, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura yang menikah pada
tanggal 14 Agustus 2011, sesuai duplikat Akta Nikah Nomor
370/23/VIII/2011 tanggal 12 Agustus 2011.
“Pada kasus Nomor 80/Pdt.G/2016/PA Jpr ini adalah Tergugat tidak pernah
menafkahi Penggugat. Tergugat tidak perhatian kepada Penggugat dan
anaknya. Penggugat sudah merasa tidak cocok lagi dengan Tergugat.
Perselisihan antara Penggugat dan Tergugat memuncak pada bulan
Desember 2015 dimana orangtua Penggugat menyuruh melalui telepon
untuk mengurus perceraian dengan Tergugat, dan selain itu Tergugat telah
kembali ke agama semulanya yaitu kristen katolik. Penggugat
menginginkan hak asuh anak dikarenakan Penggugat takut anak diasuh
oleh Tergugat dan mengikuti agama Tergugat yaitu kristen katolik”.
Demikian gambaran kasus perceraian (gugat cerai) yang peneliti
dapatkan melalui dokumentasi Pengadilan yakni putusan-putusan
Pengadilan Agama Jayapura perbulan 2 (dua) kasus dari bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun 2016.
66
BAB IV
PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA CERAI GUGAT
DI PENGADILAN AGAMA SITUBONDO TAHUN 2016
A. Profil Pengadilan Agama Situbondo
1. Sejarah Terbentuknya Pengadilan Agama Situbondo
Pengadilan Agama Situbondo dibentuk dan berdiri secara
kelembagaan bersamaan dengan berdirinya Pengadilan Agama lain berdasar
keputusan kerajaan belanda tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24, Staatsblad
1882-152. Kedudukan Pengadilan Agama semakin kuat setelah amandemen
Undang-undang dasar Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama,
lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan
oleh sebuah Mahkamah konstitusi”.
Kewenangan Pengadilan Agama secara berangsung angsur
bertambah dengan berkembangnya kehidupan bermasyarakat yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957
b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
c. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
d. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
Pengadilan Agama Situbondo mempunyai gedung sendiri sejak
tahun 1983 yaitu terletak di jalan Argopuro Nomor 45 Situbondo, yang
sebelumnya selalu berpindah pindah antara lain dengan menumpang di
Masjid Al-Abror, menumpang di kantor Departemen Agama, menyewa
gedung di jalan Madura. Menempati gedung di Jalan Argopuro Nomor 45
Situbondo sampai tahun 1992 dan sejak tahun 1993 pindah kantor dengan
menempati gedung milik Pengadilan Negeri Situbondo di Jalan Jaksa
Agung Suprapto Nomor 18 Situbondo.
67
Sesuai Keputusan Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah
Agung RI tanggal 18 Oktober 2006 Nomor 30/BUA-PL/ S-KEP/X/2006
tentang pengalihan inventaris tanah dan bangunan dari Pengadilan Negeri
Situbondo ke Pengadilan Agama Situbondo ditindak lanjuti pembangunan
gedung baru dengan DIPA Tahun 2007 maka sejak hari Senin 11 Pebruari
2008 Pengadilan Agama Situbondo menempati gedung baru dengan alamat
di Jalan. Jaksa Agung Suprapto Nomor18 Situbondo.
Sebagai catatan bahwa menjelang ditempati gedung baru tersebut
pada hari Jumat 8 Pebruari 2008 sekita pukul 11.30 tengah malam kota
Situbondo tertimpa musibah banjir termasuk gedung baru Pengadilan
Agama Situbondo. Akibat banjir tersebut telah menghanyutkan beberapa
barang inventaris kantor, menjebol beberapa meter pagar dinding dan
merusak berkas serta buku-buku perpustakaan.
Pengadilan Agama Situbondo adalah Pengadilan Agama Kelas 1.B
merupakan yurisdiksi dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. Pengadilan
Agama Situbondo terletak di Jalan. Jaksa Agung Suprapto Nomor. 18
Situbondo memiliki wilayah hukum terdiri 4 Kelurahan, 132 Desa, dan 17
Kecamatan, dengan luas wilayah 1.669,87 Km2 dan jumlah penduduk
753.300 jiwa.1
2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Situbondo
Pada awal tahun 2017, struktur organisasi dan numenklatur jabatan
Pengadilan Agama Situbondo mengalami perubahan, mengacu pada
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2015 tentang organisasi dan
tata kerja kepaniteraan dan kesekretariatan Peradilan. Pada numenklatur
yang baru, jabatan panitera dan jabatan sekretaris terpisah sebagaimana
bagan struktur organisasi dibawah ini:
1 http://www.pa-situbondo.go.id/pages/sejarah-pengadilan, Di akeses pada tanggal 21
Novemver, 2018.
68
Struktu Organisasi Pengadilan Agama Situbondo2
Nama Ketua Pengadilan Agama Situbondo Dari Masa Ke Masa.3
No. NAMA MASA JABATAN
1 Kyai Busyairi 1963 - 1970
2 K.H. A. Chudlory NR 1970 - 1983
3 Kyai Farasdaq, S.H. 1983 - 1989
4 Drs. H. Rodlin Afif, S.H. 1990 - 1992
5 Drs. H.M. Yusuf Chotib, S.H. 1993 – 1999
6 Drs. Agus Dimyathi Hamid, S.H., M.H. 2000 - 2004
7 Drs. A. Choiri, S.H., M.H. 2004 - 2006
8 Drs. Ali Rahmat, S.H. 2006 - 2008
9 Drs. Saheruddin 2008 - 2010
10 Drs. M. Yasya, S.H. 2010 - 2012
11 H. Nahison Dasabrata, S.H.,M.Hum. 2012 – 2014
2 Dokumen, Struktur Organisasi Pengadilan Agama Situbondo (Jawa Timur) Dalam
Bentuk File PDF, Tahun Ajaran 2016. 3 http://www.pa-situbondo.go.id/pages/sejarah Pengadilan Agama Situbondo, diakses pada
tanggal 10 Maret 2017.
69
12 Drs. Muslim, S.H., M.H. 2014 – 2017
13 Drs. Suroso, S.H., M.Hum. 2017 – sekarang
Sumber: ttp://www.pa-situbondo.go.id/pages/sejarah
B. Putusan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Situbondo
Untuk mengetahui gambaran atau putusan kasus-kasus cerai gugat
peneliti memilih sampel kasus 24 kasus Pengadilan Agama Situbondo dengan
rincian 2 (dua) kasus perbulan. Berdasarkan telaah penulis, kasus-kasus
perceraian (cerai gugat) meliputi berbagai bentuk kekerasan, yakni kekerasan
fisik berupa pemukulan, kekerasan psikis berupa ancaman, hardikan dan
pengusiran, pernikahan dengan pihak kedua serta kekerasan ekonomi berupa
pengabaian nafkah keluarga. Uniknya pada beberapa kasus dapat saja terjadi
multi kekerasan yakni suami melakukan kekerasan fisik sekaligus psikis, fisik
sekaligus ekonomi atau psikis sekaligus ekonomi. Bahkan uniknya ada juga
yang meliputi semua kekerasan, baik fisik, psikis, ekonomi. Untuk lebih
jelasnya gambaran kasus-kasus tersebut akan dipaparkan secara singkat satu
persatu di bawah ini:
1. Pada putusan Nomor 2023/Pdt.G/2015/PA Sit, Penggugat (Sustimaulana
binti Taha) adalah istri sah dari tergugat (Supriyadi bin Zaenal), yang
menikah pada tanggal 18 Agustus 2014 dihadapan Pejabat Kantor Urusan
Agama Kecamatan banyuputih Kabupaten Situbondo dengan Akta Nikah
Nomor 023/34/VIII/2014, dengan status Penggugat janda dan Tergugat
duda.
“Pada kasus Nomor2023/Pdt.G/2015/PA Sit,dalam gugatan Penggugat
mengemukakan bahwa sejak 7 (tujuh) bulan lalu rumah tangga Penggugat
dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat tidak terbuka dan tidak jujur masalah keungan rumah tangga,
dimana Tergugat bekerja dan memberikan hasil kerjanya kepeda Penggugat
sebesar Rp.200.000,-s/d Rp.300.000,- setiap bulannya tetapi Tergugat masih
70
meminta uang bensin kepada Penggugat sehingga hasil kerja Tergugat tidak
cukup untuk memenihi kebutuhan hidup setiap harinya”.4
2. Pada putusan Nomor 2036/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Eny Febrianti
Binti Ahmadi), adalah Istri sah dari Tergugat ( Ahmad Fauzi bin Hafidi P.
Fauzi), yang menikah pada tanggal 08 Mei 2006, di hadapan Pejabat
Kantor Urusan Agama Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo dengan
Akta Nikah Nomor 115/17N/2006 tanggal 08 Mei 2006 dengan status
Penggugat perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor2036/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam gugatan Penggugat
mengemukakan bahwa sejak 4 (empat) bulan yang lalu rumah tangga
Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan
disebabkan Tergugat mempunyai hubungan dengan wanita lain bernama Fit
tetagga desa yang berstatus bersuami sehingga Tergugat lupa akan
kewajibannya sebagai kepala rumah tangga dan Tergugat tidak peduli
terhadap istri dan anak”. 5
3. Pada putusan Nomor 0172/Pdt.G/2016.PA Sit, Penggugat (Sri Wahyuni
binti Misto) adalah istri sah dari (Agus Wandi bin Salam), yang menikah
pada tanggal 22 Mei 2011, di hadapan Pejabat Kantor Urusan Agama
Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo dengan kutipan akta nikah
Nomor 158/44/V/2011 tanggal 23 Mei 2001 dengan status Penggugat
perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor0172/Pdt.G/2016.PA Sit, dalam gugatan Penggugat
mengemukakan bahwa semajak 2 (dua) tahun yang lalu rumah tangga
Penggugat dan Tergugat telah terjadi peselisihan dan percekcokan
disebabkan Tergugat jarang memberikan nafkah lahir kepada Penggugat,
4 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan putusan Nomor
2023/Pdt.G/2015/PA Sit. Tanggal 08 Januari 2016. 5 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 2036/Pdt.G/2016/PA
Sit. Tanggal 11 Januari 2016.
71
tidak betah dirumah orang tua Penggugat, dan setiap hari Tergugat selalu
keluar rumah tanpa alasan yang jelas dan pulang larut malam”.6
4. Pada putusan Nomor 0261/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Siti Hayati binti
P. Dartik) adalah istri sah dari (Sutoyo bin P. Pur), yang menikah pada
tanggal 02 Agustus 1989 dengan status Penggugat perawan dan Tergugat
jejaka.
“Dalam kasus Nomor0261/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam gugatan Penggugat
menyatakan bahwamotif perselisihan dan percekcokan disebabkan karena
Tergugat tidak bisa mencukupi nafkah lahir sehingga Pengguggat harus
bekerja sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Tergugat saat ini
telah menikah lagi (nikah sirri) dengan perempuan lain dan sudah 2 (dua)
tahun Penggugat kumpul serumah dengan istri sirrinya tersebut.”7
5. Pada putusan Nomor0363/Pd2t.G/2016/PA Sit, Penggugat (Fita Fatima binti
Siatik) adalah Istri sah dari Tergugat (Kus Siswantoro bin Sis Parman), yang
menikah pada tanggal 24 Desember 1990 di hadapan Pejabat Kantor Urusan
Agama Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo dengan Akta Nikah Nomor
391/34/XII/1990 tanggal 24 Desember 1990 dengan status Penggugat
perawan dan Tergugat jejaka.
“Dalam kasus Nomor0363/Pd2t.G/2016/PASit, dalam gugatan Penggugat
mengemukakan bahwa motif perceraian ini adalah Penggugat menyatakan
bahwa sejak 3 (tiga) tahun lalu rumah tangga Penggugat dan Tergugat telah
terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan Tergugat tidak pernah
memberi nafkah kepada Penggugat sejak anak pertama berumur 3 (tiga)
tahun, Tergugat sering marah-marah tidak jelas dan melontarkan kata-kata
6 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 0172/Pdt.G/2016.PA
Sit. Tanggal 12 Februari 2016. 7 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 0261/Pdt.G/2016/PA
Sit. Tanggal 26 Februari 2016.
72
kasar kepada Penggugat, bahkan sering dituduh selingkuh dan ingin
membunuh Penggugat secara pelan-pelan”.8
6. Pada putusan Nomor 0400/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Rindang Suci
Mulyani binti Muhammad Jufri) adalah istri sah dari Tergugat (Salehuddin
bin Mistar), yang menikah tannggal 09 November 2015 dihadapan Pejabat
Kantor Urusan Agama Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo dengan
akta nikah Nomor 0509/004/XI/2015 dengan status Penggugat perawan dan
Tergugat jejaka.
“Pada putusan Nomor 0400/Pdt.G/2016/PA Jpr, dalam kasus iniPenggugat
telah menyatakan bahwa telah terjadi perselisihan dan percekcokan
disebabkan Tergugat tidak bekerja sehingga tidak bisa memenuhi nafkah
lahir Penggugat, Pada saat Penggugat menyarankan agar Tergugat segera
mencari pekerjaan, Tergugat justru marah-marah dan emosi”.9
7. Pada Putusan Nomor 0571/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Nurus Syamsiah
binti Ahmad/P. Yus) adalah istri sah dari Tergugat (Baydawi bin
P,Man/Harmu), yang menikah pada tanggal 07 Januari 2012, dihadapan
Pejabat Kantor Urusan Agama Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo
dengan akta nikah Nomor 10/10/I/2012 tanggal 09 Januari 2012 dengan
status Penggugat janda dan Tergugat duda mati.
“Pada kasus Nomor0571/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam gugatan Penggugat
menyatakan bahwa Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan
percekcokan disebabkan Tergugat sering keluar rumah hingga pulang larut
malam dan Tergugat mempunyai kebiasaan minum-minuman keras, bahkan
pernah melakukan kekerasan fisik terhadapa Penggugat.10
8 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0363/Pd2t.G/2016/PA Sit. Tanggal 21 Maret 2016. 9 Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salilnan Putusan Nomor
0400/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 10 Maret 2016. 10
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0571/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 25. April 2016.
73
8. Pada putusan Nomor 0381/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Hosnol
Khotimah binti Sujono) adalah istri sah dari Trgugat (Musleh bin Saini),
yang menikah pada tanggal 03 Desember 2014, dihadapan Pejabat Kantor
Urusan Agama Kecamatan Besuki dengan Akta Nikah Nomor
0496/007/XII/2014 tanggal 03 Desember 2014 dengan status Penggugat
perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor0381/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam gugatan Penggugat
menyatakan bahwa sekitar 5 (lima) bulan yang lalu tepatnya bulan oktober
2015 rumah tengga kedua belah pihak telah terjadi perselisihan dan
percekcokan disebabkan penggugat sudah menuruti kemauan Tergugat
untuk bertempat tinggal dirumah Tergugat, namun Tergugat tidak mau ikut
untuk bertempat tinggal dirumah Penggugat dikarenakan merasa kesulitan
untuk bekerja, sudah berusaha menasehati agar Tergugat untuk mau ikut
kerumah Penggugat namun Tergugat selalu marah-marah dan yang
membuat Penggugat dan Tergugat bertengkar setiap harinya”.11
9. Pada putusan Nomor 0500/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Novi Amalia
binti Azrial) adalah istri sah dari Tergugat (Nur Jamil bin Hajono), yang
menikah pada tanggal 12 Desember 2010 dihadapan Pejabat Kantor Urusan
Agama Kecamatan Babelan, Kota Bekasi Jawa Barat dengan akta nikah
Nomor 1090/70/XII/2010 tanggal 13 Desember 2010 dengan status
Penggugat Perawan dan Tergugat Jejaka.
“Pada kasus Nomor0500/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwa perselisihan dan percekcokan disebabkan Tergugat
menghianati cinta dan kasih sayang Penggugat disebabkan Tergugat
memiliki wanita idaman lain, selain itu Penggugat mendapati percakapan
mesrah dengan wanita lain di kotak masuk akun facebook milik
Tergugat”.12
11
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0381/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 28 April 2018. 12
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0500/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 02 2016.
74
10. Pada Putusan Nomor 0577/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Lindayani binti
Nahar) adalah istri sah dari Tergugat (Sunaryadi bin Satak Rianto), yang
menikah pada tanggal 10 Maret 2002, di hadapan Pejabat Kantor Urusan
Agama Situbondo dengan kutipan akta nikah Nomor 88/28/III/2002
tanggal 11 Maret 2002 dengan status Penggugat perawan dan Tergugat
jejaka.
“Pada kasus Nomor0577/Pdt.G/2016/PA Sit,dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwaperselisihan dan percekcokan disebabkan Tergugat
lebih mementingkan diri sendiri dari pada kepentingan Penggugat,
Tergugat meninggalkan Penggugat 2 (dua) hari tanpa ada alasan yang
jelas”.13
11. Pada putusan Nomor 0901/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Yunita Fitriya
Ningsi, S.T binti Sutrisno Widyantoro) adalah istri sah dari Tergugat (M.
Fatkhur Rozziq bin Naskan), yang menikah pada tanggal 23 September
2011, dihadapan Pejabat Kantor Urusan Agama Kecamatan Besuki,
Kabupaten Situbondo dengan akta nikah Nomor 368/52/IX/2011 tanggal
23 September 2011 dengan status Penggugat perawan dan Tergugat
jejaka.
“Pada kasus Nomor0901/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwa motif perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat tidak bisa mencukupi nafkah lahir Penggugat, Tergugat sering
menjual dan menggadaikan barang-barang milik Penggugat tanpa
sepengatahuan Penggugat bahkan mas kawin 5 gram telah dijual tanpa
sepengetahuan Penggugat”.14
12. Pada putusan Nomor0801/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Hosnol
Khotimah binti Darip/P. Suci) adalah istri sah dari (Safianto bin Saniman),
13
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0577/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 04 Mai 2016. 14
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0901/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 14, Juni 2016.
75
yang menikah tanggal 12 Juni 2012 dengan satatus Penggugat perawan
dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor0801/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwaPenggugat dan Tergugat terjadi perselisihan dan
Percekcokan disebabkan Tergugat tidak mendapatkan pekerjaan yang
layak dengan upah kerjanya tidak mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga
yang menyebabkan Tergugat berinisiatif kerja diluar kota (merantau),
selama di perantauan semenjak akhir 2012, Tergugat sempat menghubungi
Penggugat selama 1 (satu) tahun berikutnya, namun sejak awal tahun
2014, Tergugat sudah tidak lagi menghubungi Penggugat. Bahkan, terakhir
Tergugat menyatakan via tlp agar Penggugat menikah lagi”.15
13. Pada putusan Nomor 0834/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Murniyati binti
Jubin) adalah istri sah dari Tergugat (Jalal bin P.Sarto), yang menikah
pada tanggal 11 Agustus 1997, di hadapan Pejabat Kantor Urusan Agama
Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo dengan akta nikah Nomor
47/17/VIII/1997 tanggal 11 Agustus 1997 dengan status Penggugat
Perawan dan Tergugat Jejaka.
“Pada kasus Nomor0834/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat mempunyai sikap cemburu yang berlebihan kepada Penggugat
dan Tergugat juga sering marah-marah dan berkata kasar serta sering
melakukan kekerasan fisik terhadap Penggugat”.16
14. Pada putusan Nomor 0862/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Alfiyatun
Nisak binti Abdul Karim) adalah istri sah dari Tergugat (Iwan Budianto
bin Tohari), yang menikah pada tanggal 03 Juli 2012, di hadapan Pejabat
Kantor Urusan Agama Kabupaten Ssitubondo dengan akta nikah Nomor
15
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Kasus Nomor 0801/Pdt.G/2016/PA
Sit. Tanggal 10 Juni 2016. 16
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0834/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 11 Juli 2016.
76
135/II/VII/2012 tanggal 03 Juli 2012 dengan status Penggugat perawan
dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor0862/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwa perselisihan dan percekcokan disebabkan orang tua
Tergugat sering ikut campur dalam urusan rumah tangga antara Penggugat
dan Tergugat, Tergugat sering keluar malam tanpa alasan yang jelas”.17
15. Pada putusan Nomor 1045/Pdt.G/PA Sit, Penggugat (Uswatun Hasanah
binti Hanafi) adalah istri sah dari Tergugat (Maulana Ishak bin Bodri),
yang menikah pada tanggal 09 Desember 2011, di hadapan Pejabat Kantor
Urusan Agama Kecamatan Besuki, Kabupaten Situbondo dengan kutipan
akta nikah Nomor 507/03/XII/2011 tanggal 09 Desember 2011 dengan
status Penggugat perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor1045/Pdt.G/PA Sit, dalam putusan iniPenggugat dan
Tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan Tergugat
tidak bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga, sehingga Penggugat
harus kerja untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga”.18
16. Pada putusan Nomor 1041/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Siti
Rahmatillah binti Masduki) adalah istri sah dari Tergugat (Ach. Rofi bin
Sutrisno), yang menikah pada tanggal 17 Mei 2010, di hadapan Pejabat
Kantor Urusan Agama Kacamatan Situbondo, Kabupaten Situbondo
dengan akta nikah Nomor 149/25/V/2010 tanggal 17 Mei 2010 dengan
status Penggugat janda talak dan Terguat duda talak.
“Pada putusan Nomor 1041/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini
Penggugat menyatakan bahwa telah terjadi perselisihan dan percekcokan
disebabkan Penggugat dan Tergugat tidak ada kesepakatan tempat tinggal,
Penggugat tidak mau diajaka tinggal di kerumah orang tua Tergugat
karena orang tua Tergugat terlalu ikut campur didalam permasalahan
17
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0862/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 11 Juli 2016. 18
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salilnan Putusan Nomor 1045/Pdt.G/PA
Sit. Tanggal 05 Agustus 2016.
77
rumah tangga. begitu juga sebaliknya Tergugat juga tidak mau tinggal
dirumah Penggugat karena Tergugat masih berat meninggalkan orang
tuanya dan Tergugat kurang bertanggung jawan terhadap ekonomi
keluarga”.19
17. Pada putusan Nomor 1408/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Zaini binti
Sarito/ P. Sutarjo) adalah istri sah dari Tergugat (Aton bin P. Suniwa),
yang menikah pada tanggal 24 September 1999 dihadapan Pejabat Kantor
Urusan Agama Kabupaten Situbondo dengan akta nikah Nomor
362/37/IX/1999 tanggal 01 September 2016 dengan status Penggugat
perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor1408/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwa terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat diketahui telah mempunyai hubungan cinta dengan wanita lain
yang masih bertetangga dari rumah kedua belah pihak, dan hal tersebut
diketahui oleh Penggugat dan warga dan bahkan sekarang Penggugat
sudah satu rumah dengan wanita tersebut”.20
18. Pada putusan Nomor 1047/Pdt.G/2016/PA Sit, Duduk perkara (sayuti binti
misli) adalah istri sah dari Tergugat (Ahmad bin Sholehuddin bin Amin
Amiruddin), yang menikah pada tanggal 07 Maret 2012, dihadapat Pejabat
Kantor Urusan Agama Kecamatan Sumbermalang kabupaten Situbondo
dengan kutipan akta nikah Nomor 37/17/III/2012 tanggal 07 Maret 2012
dengan status Penggugat perawan dan Tergugat jejaka.
“Dalam putusan Nomor1047/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini
Penggugat menyatakan bahwa telah terjadi perselisihan dan percekcokan
disebabkan Tergugat menikah lagi dengan perempuan lain tanpa ada
alasan yang jelas kepada Penggugat, Kurang bertanggug jawab dalam
19
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1041/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Agustus 2016. 20
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1408/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 22 September 2016.
78
masalah nafkah lahir sehingga Penggugat harus bekerja sendiri untuk
kepentingan keluarga”.21
19. Pada putusan Nomor 1551/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Anisatul
Kamilah binti Ahmad Bahri) adalah istri sah dari Tergugat (Fauzi S.Pd.I
bin Abd. Rahman) yang menikah pada tanggal 22 Mei 2012, dihadapan
Pejabat Kantor Urusan Agama Kabupaten Situbondo dengan kutipan akta
nikah Nomor 0176/25/V/2015 tanggal 22 Mei 2015 dengan status
Penggugat Perawan dan Tergugat Jejaka.
“Pada kasus Nomor1551/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwatelah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat jarang pulang, Tergugat lebih sering tinggal dirumah dinas dan
ketika Penggugat tanyakan maka Tergugat menyatakan lembur dan
Tergugat tidak pernah memberi nafkah kepada Penggugat, Tergugat juga
tidak pernah mengajak Penggugat untuk berhubungan layaknya suami
istri”.22
20. Pada putusan Nomor 1531/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Tolak Ida binti
Tawi alias P. Uwir) adalah istri sah dari Tergugat (Sutawi bin
P.Hamsuyatun), yang menikah pada tanggal 26 Juli 1983 dihadapan
Pejabat Kantor Urusan Agama Kabupaten Situbondo dengan kutipan akta
nikah Nomor 120/19/VI/1983 tanggal 26 Juli 1983 dengan status
Penggugat perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor1531/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwa telah terjadi peselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat tidak pernah memberikan uang belanja untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga Penggugat dan juga anak-anak, penghasilan
21
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1047/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 September 2016. 22
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1551/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 28 2016.
79
Tergugat tidak pernah diberikan kepada Penggugat dan hanya untuk
kebutuhan Tergugat saja yang diberikan kepada Penggugat”.23
21. Ada Putusan Nomor 1552/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Reni Dwi
Susanti binti Eko Suharsono) adalah istri sah dari Tergugat (Holis
Yuliantoro bin Sugianto), yang menikah pada tanggal 23 Agustus 2013,
dihadapan Pejabat Kantor Urusan Agama Situbondo dengan akta nikah
Nomor 0245/016/VIII/2013 tanggal 23 Agustus 2013 dengan status
Penggugat Perawan dan Tergugat Jejaka.
“Pada kasus Nomor1552/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwaperselisihan dan percekcokan disebabkan Tegugat
sering memukul Penggugat ketika terjadi pertengkaran, meskipun
masalahnya hanya sepeleh, orang tua Penggugat sering ikut campur urusan
rumah tangga Penggugat dan Tergugat, sehingga Penggugat merasa sudah
tidak betah hidup berumah tangga dengan Tergugat dan memilih jalan
untuk bercerai dengan Tergugat”.24
22. Pada putusan Nomor 1556/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (Munawaroh
binti Mahmud) adalah istri sah dari Tergugat (Moh. Abdul Ghaffar bin
Abdul Ghazi), yang menikah pada tanggal 06 Juni 2016 dihadapan Pejabat
Kontor Urusan Agama Kecamatan Mendingan Kabupaten Situbondo
dengan kutipan akta nikah Nomor 0103/004/VI/2016 tanggal 06 Juni 2016
dengan status Penggugat perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor1556/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bawah telah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Penggugat tidak betah tinggal dirumah Tergugat, sedangkan Tergugat juga
23
Pengadilan Agama Situbodo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 531/Pdt.G/2016/PA
Sit. Tanggal 21 Oktober 2016. 24
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1552/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 18 November 2016.
80
tidak mau tinggal Penggugat dengan alasan kasian dirumah ibu Tergugat
karena sudah tua”.25
23. Pada putusan Nomor 1609/Pdt.G/2016/PA Sit, Penggugat (ibayati binti
Mattari) adalah istri sah dari (Lutfiyanto bin Nurwiyanto), yang menikah
pada tanggal 27 Januari 2010, dihadapan Pejabat Kontor Urusan Agama
Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo dengan status Pengguggat
perawan dan Tergugat jejaka.
“Pada kasus Nomor1609/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam kasus iniPenggugat
menyatakan bahwa, telah terjadi perselisihan dan percekcokan disebabkan
Tergugat tidak bertanggug jawab uang belanja pada Penggugat dan belanja
tiap hari dibebankan kepada orang tua Penggugat, dan selain itu Tergugat
tidak pernah datang menjengu anaknya”.26
24. Pada Putusan Nomor 1620/Pdt.G/2016.PA Sit, Penggugat (Andika Ayu
Wulandari binti Buharmi), adala istri sah dari Tergugat (Mohammad
Solikin bin Mohammad Sunari), yang menikah pada tanggal 14 juni 2014,
di hadapan Pejabat Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Situbondo dengan kutipan akta nikah Nomor 0167/33/VI/2014
tanggal 16 Juni 2014 dengan status Penggugat perawan dan Tergugat
jejaka.
“Pada kasus Nomor1620/Pdt.G/2016.PA Sit, dalam kasus ini Penggugat
menyatakan bahwakedua belah pihak terjadi perselisihan dan percekcokan
disebabkan Penggugat dan Tergugat tidak ada yang betah dirumah
bersama, Tergugat kurang bisa menghormati dan menghargai orang tua
Penggugat, sebagaimana menghormati orang tua sendiri".27
25
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1556/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 01 November 2016. 26
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1609.Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 02 Desember 2016. 27
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1620/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Desember 2016.
81
BAB V
PERBANDINGAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN
CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA JAYAPURA DAN
PENGADILAN AGAMA SITUBONDO
A. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Jayapura
Untuk mengetahui pertimbangan hakim pada penyelesaian kasus-
kasus perceraian (cerai gugat) peneliti merangkum data-data yang diperoleh
dari Pengadilan Agama Jayapura. Dibawah ini peneliti merangkum putusan
kasus gugat cerai berdasarkan pertimbangan normatif hukum, sosiologis
hukum, dan filosofis hukum.
Ditinjau dari sisi hukum dan keprofesian hakim jelas bahwa
independensi atau kemandirian hakim pada hakikatnya diikat dan dibatasi oleh
rambu-rambu tertentu. Batasan atau rambu-rambu yang harus selalu diingat
dalam implementasi kebebasanini adalah aturan-aturan hukum itu sendiri.
Ketentuan-ketentuan hukum, baik segi prosedural/formil maupun
substansial/materiil itu sendiri sudah merupakan batasan bagi kekuasaan
kehakiman agar dalam melakukan independensinya tidak melanggar hukum
dan bertindak sewenang-wenang. Hakim adalah subordinat pada hukum dan
tidak dapat bertindak contra legem.
Namun harus disadari pula bahwa kebebasan dan independensi
tersebut diikat pula dengan pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Jadi antara
independensi dan akuntabilitas ibarat dua sisi koin yang saling melekat. Tidak
ada kebebasan mutlak tanpa tanggung jawab. Dapat dipahami bahwa konteks
kebebasan hakim haruslah diimbangi dengan akuntabilitas peradilan. Bentuk
tanggung jawab dengan berbagai macam mekanismenya namun yang paling
perlu disadari adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat karena pada
dasarnya tugas badan-badan kehakiman atau Peradilan adalah melaksanakan
pelayanan publik dalam memberikan keadilan bagi masyarakat pencari
keadilan.
82
Oleh karena itu, untuk menilai sebuah putusan yang dibuat oleh hakim
tidak berhenti pada tataran kesesuainnya dengan norma-norma hukum semata
tetapi juga harus dilihat dalam kerangka yang lebih luas yakni terkait dengan
tugas Peradilan dalam mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Atas dasar itu hakim dalam membuat sebuah putusan hukum harus didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan matang yang dapat dipertanggungjawabkan
secara normatif maupun sosiologis-filosofis.
Disinilah relevansinya dengan prinsip kemaslahatan sebagai tujuan
hukum Islam (maqashid al-syari’ah). Apalagi mengingat putusan hakim
Pengadilan merupakan salah satu dari empat produk hukum Islam di Indonesia
selain fikih, Undang-undang dan fatwa. Oleh karena itu putusan hakim
memiliki posisi yang sangat penting dan harus selalu mendapatkan perhatian
tersendiri. Dalam putusan-putusan di Pengadilan Agama Jayapura, penulis
mencermati pertimbangan-pertimbangan hakim sebagaimana telah
dipaparkan, peneliti dapat memetakan bahwa pertimbangan-pertimbangan
tersebut meliputi pertimbangan hukum (normatif, sosiologis, dan filosofis)
dibawah ini.
1. Pertimbangan Hukum Normatif
Menyangkut pertimbangan-pertimbangan normatif hukum
Pengadilan Agama Jayapura ketika memutuskan cerai gugat, majelis hakim
selalu menggunakan berbagai sumber hukum yang meliputi: Al-Qur’an
Surat Ar-Rum ayat 21, Hadist Nabi Muhammad SAW, pendapat para
ulama yang terdapat dalam kitab fiqih, dan Pasal 49 ayat (1), Pasal 73 ayat
(1) Undang-undang Nomor 7 1989,1 Pasal 149 ayat (1) RBq, Peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tuhun 2008, Pasal 19 huruf (f) Peraturan
1 Adapun bunyi Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 adalah: Gugatan
perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin tergugat. Lihat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1989 Tentang Peradilan Agama.
83
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 172 ayat 1 angka 4 RBq,2 Pasal
308 RBq3 dan 309 RBq,
4 Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
(KHI),5 Pasal 119 ayat (2) huruf (c),
6 Pasal 84 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
Pasal 89 Undang-undang Nomor7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
2 Dalam KUH Perdata bunyi Pasal 172 ayat (1) angka 4 R.Bg yang tidak boleh didengar
sebagai saksi adalah:
1. Yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedara atau karena
perkawinan dengan salah satu pihak.
2. Suami atau istri salah satu pihak atau setelah mereka bercerai.
3. Anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun.
4. Orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik.
5. Keluarga sedara atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak atau
mengenai suatu perjanjian untuk menjadi saksi.
6. Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang sudah tersebut dalam
Nomor. 1 dan 2 Pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2). (KUH
Perdata, 1910,1912;IR.145.
Lihat, Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa Dan Madura (Reglement Tot
Releging Van Het Rechtswezwn Buiten Java En Madura.(R.Bg). 3 Adapun bunyi Pasal 308 R.Bg adalah: 1. Tiap-tiap kesaksian disertai alasan mengenai
Pengetahuan Saksi. 2. Pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan
pemikiran bukan merupakan kesaksian, ( KUH perd.1907, IR. 171). 4 Adapun bunyi Pasal 309 RBq adalah: dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus
memperhatikan secara khusus kesaksian saksi yang satu dengan yang lain; persamaan kesaksian-
kesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan mengenai perkara yang bersangkutan dalam
pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi sehingga ia dapat mengemukakan hal-hal
seperti itu; cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi dan pada umunya semua yang sedikit
banyak dapat berpengaruh atas dapat tidaknya dipercaya. Lihat, Reglemen Acara Hukum Untuk
Daerah Luar Jawa Dan Madura. (Reglemen Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten
Buiten Java En Madura. (RBg). 5 Adapun bunya Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam Huruf (f) adalah: Antara suami dan istri
terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga. Lihat, Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Penerbit (Citra Umbara) Bandung, tahun 2017, hlm.
357. 6 Adapun bunyi pasal 119 ayat (2) huruf (c) adalah:
1. Talak bain shuqra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akat nikah baru dengan
bekas suaminya meskipun dalam iddah.
2. Talak bain shuqraa sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah:
3. Talak yang terjadi qabla al dukhul.
4. Talak dengan tebusan atau khuluk.
5. Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Lihat, Undang-undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung: Citra
Umbara, 2017), hlm. 358.
84
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009,7 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974, Pasal 39 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,
Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 49 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989, Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
tentang hak asuh anak, Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 dan Pasal 139 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pemanggilan
melalui media masa (RRI), Pasal 148 RBq.
Dalam putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr,Pasal-Pasal
perundang-undangan yang selalu digunakan oleh hakim sebagai
pertimbangan hukum adalah Pasal 49 ayat (1) huruf (a) Pasal 149 ayat (1)
RBg, Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 1 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Dalam putusan Nomor 132/Pdt.G/2016/PA Jpr, pasal perundang-
undangan yang selalu digunakan oleh hakim sebagai pertimbangan hukum
adalah Pasal 149 ayat 1 R.Bg, Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 dan Pasal 139 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 39 Ayat (2)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam, Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 35 Peraturan
Pemerinntah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 84 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 yang dirubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
Pasal 89 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang diubah dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
7 Adapun bunyi Pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7, Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama Republik Indonesia adalah:
a. Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada Penggugat atau Pemohon.
b. Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau
putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir.
85
Sedangkan Pendapat Fuqahah yang digunakan hakim dalam
putusan gugat cerai sebagaimana yang terdapat dalam putusan Nomor
4/Pdt.G/2016/PA Jpr, diantaranya sebagai berikut:
Artinya:“Barangsiapa dipanggil dipersidangan Pengadilan Agama
kemudian dia tidak memenuhinya, maka dia termasuk zhalim dan
gugurlah haknya”.8
Dan dalam kitab Al-Anwar Juz 2 halaman 55 yang berbunyi:
Artinya:“Apabila tergugat tidak hadir, baik karena melawan,
bersembunyi ataupun qhoib, maka perkara itu oleh diputuskan dengan
berdasarkan alat-alat bukti”.9
Sedangkan dalam putusan Nomor76/Pdt.G/2016/PA Jpr, hakim
menggunakan dasar hukum pendapat Fuqahah sebagaimana Pendapat
Syskh Muhyiddin dalam Kitabnya Ghayatul Muram yang diambil alih
sebagai pendapat majelis hakim bahwa:
Artinya:“Apabilah istri telah memuncak kebencian terhadap suaminya,
maka Hakim menjatuhkan talak suami kepada Istrinya itu”.
Adapun dasar Al-Qur’an yang dijadikan oleh hakim dalam semua
putusan tahun 2016 adalah firman Allah SWT, dalam Qs. Ar-Rum (30)
ayat 21:
Artinya:“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia
Menciptakan untkmu istri-istridari jenismu sendiri, supaya kamu
8 Abu, Bakar Ahmad ibn Ali ar-Razi al-Jashosh al-Hanafi, Ahkamul Qur’an, (Beirut: Dar
al-Hayait, 1992), h. 405 9 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr.
Tanggal 27 Januari 2016. Kaidah ini terdapat dalam Yusuf ibn Ibrahim al-Ardabily, al-Anwar,
(Kuwait: dar- aldhiyai, 2006), h. 55.
86
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasah kasih dan sayang.”
Dan sedangkan dasar hadist Nabi Muhammad SAW. Yang berbunyi:
Artinya:“Dari Said bin Musyyab r.a. Tentang laki-laki yang tidak
mendapatkan sesuatu untuk membelanjai istrinya, ia berkata: diceraikan
suami istri itu”. 10
Sesuai data yang didapatkan oleh peneliti di Pengadilan Agama
Jayapura ada sebanyak 24 (dua puluh empat) putusan perkara gugat cerai
yang menggunakan Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 22, dan Hadist 1 (satu)
putusan seperti dalam putusan Nomor 76/Pdt.G/2016/PA Jpr.
Dibawah ini penulis akan sajikan tabel dasar pertimbangan hukum
normatif di Pengadilan Agama Jayapura tahun 2016.
Tabel 5.1
Pertimbangan Normatif Pengadilan Agama Jayapura Tahun 201611
No Dasar Hukum Pertimbangan Normatif Dalil Yabg Digunakan Hakim Dalam Putusan Jumlah %
1 Al-Qur'an
فسكى أزواجا نخسكىا إنيها وجعم أ خهك نكى ي آياحه أ وي
. )انروو: آياث نمىو يخفكرو في ذنك ن ت، إ بيكى يىدة ورح
.)٢١/٢١ 18 4,32
2 Al-Hadist
فك ه في انرجم ال يجد يا ي يسيب رضي اهلل ع سعيد ب ع
ا عهى اههه لال: يفرق بيه 1 0,2
3 Qaul Fuqohah 18 4,32
a. Qaul Fugahah
فهى يجب فهى ظانى ال ي سه حكاو ان دعى انى حاكى ي ي
حك نه
b. Kitab Al-nwar Juz II حعسز بخحسز اوحىار او غيبج جاز اثباحه بانبيت فاء
c. Kitab Qayatul Maram شخد عدو رغبت انسوجت نسوجها طهك عهيه انماضى طهمت اd. Kitab Al-Asybah wa Al-Nadhair x
4 Undang-Undang Pasal 49 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) UU No.7 1989, Pasal-
149 ayat (1) Rbq, PP Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008
Pasal 19 huruf (f) Peraturan No. 9 Tahun 1975
Pasal 172 ayat 1 angka 4 RBq
Pasal 308 RBq, dan 309 RBq
Pasal 116 huruf (f) Kompilasi hukum Islam (KHI)
Pasal 119 ayat (2) huruf (C)
Pasal 84 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan
UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2006
UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama, Pasal 89 UU No.7 Tahun 1974, Pasal 29
ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 35 PP No. 9 Tahun 1975,
Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989, Pasal 156 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) tentang hak asuh anak, Pasal 27 PP No. 9 tahun
1975, dan Pasal 139 KHI tentang pemaggilan melalui media
Masa (RRI), Pasal 148 RBq
10 Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 76/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 23 Maret 2016. 11
Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Tahun 2016.
87
2. Pertimbangan Sosiologis
Kondisi sosial yang dijadikan hakim dalam memutus perkara cerai
gugat di Pengadilan Agama sebenarnya bermula dari ketidak jujuran di
antara sepasang suami istri di dalam aktifitas sehari-hari dan ketidak jujuran
kedua suami istri tersebut dapat mengakibatkan kekerasan dalam rumah
tangga.
Undang-undang Nomor 23 tentang prilaku kekerasan dalam rumah
tangga mengamanatkan sebagai berikut:
a. Kekerasan fisik, kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan
rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Dalam konteks relasi personal,
bentuk-bentuk kekerasan fisik yang dialami perempuan korban
mencakup antara lain tamparan, pemukulan, penjambakan, penginjak-
injakan, penendangan, pencekikan, lemparan benda keras, penyiksaan
menggunakan benda tajam, seperti pisau, gunting, setrika serta
pembakaran.
b. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa
tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Bentuk
kekerasan secara psikologis yang dialami perempuan mencakup makian,
penghinaan yang berkelanjutan untuk mengecilkan harga diri korban,
bentakan dan ancaman yang dimaksudkan untuk memunculkan rasa
takut.
c. Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga atau pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan
tertentu.
d. penelantaran rumah tangga, yaitu seseorang tidak melaksanakan
kewajiban hukumnya terhadap orang dalam lingkup rumah tangga
berupa mengabaikan memberikan kewajiban kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan terhadap orang tersebut. Termasuk dalam kategori
88
penelantaran rumah tangga adalah memberikan batasan atau melarang
seseorang untuk bekerja yang laik di dalam atau luar rumah sehingga
korban berada dalam kendali orang tersebut.
Cakupan kekerasan dalam rumah tangga lebih luas yang meliputi
kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga menurut
Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah
tangga di atas cukup bisa dimaklumi karena kehidupan rumah tangga tidak
hanya terbatas dalam hubungan fisik belaka tetapi juga ikatan psikis atau
emosi serta diikat tanggung jawab yang bersifat materil dalam rangka
menjaga kelangsungan kehidupan rumah tangga tersebut. Pengabaian
terhadap berbagai bentuk tanggung jawab tersebut itulah yang berpotensi
merusak kelangsungan kehidupan sebuah rumah tangga.
Oleh sebab itu kondisi sosial yang dijadikan hakim dalam memutus
perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Jayapura, pada kasus bulan
Januari 2016 misalnya, kekerasan fisik maupun non fisik yang menjadi
alasan perceraian pada putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr. Pada kasus ini
kekerasan fisik dan non fisik dialami oleh istri sebagai Penggugat berupa
pertengkaran, Tergugat mendengar kemauan orangtuanya dari pada
mendengar kemauan Penggugat sebagai istri, Tergugat mempunyai sifat
egois, Tergugat berprilaku kasar, Tergugat sering memukul Penggugat serta
Tergugat sering selingkuh dengan perempuan lain, Penggugat dan Tergugat
sudah pisah tempat tinggal.12
Untuk bulan Februari 2016 telah terjadi kekerasan fisik maupun
non fisik menjadi alasan perceraian pada perkara Nomor 5/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Pada kasus ini, kekerasan fisik dan non fisik dialami oleh istri sebagai
Penggugat berupa pertengkaran, pemukulan terhadap Penggugat, berbohong
kepada Penggugat, tidak memberikan nafkah kepada Penggugat, Tergugat
menuduh selingkuh dengan laki-laki lain, Tergugat sering berkata kasar,
12
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 27 Januari 2016.
89
Penggugat dan Tergugat sudah pisah tempat tinggal.13
Untuk bulan Maret
2016 telah terjadi kekerasan non fisik menjadi alasan perceraian pada
perkara Nomor 76/Pdt.G/2016/PA Jpr, pada kasus ini kekerasan non fisik
dialami oleh istri sebagai Penggugat berupa pertengkaran dan Tergugat
meninggalkan Penggugat sehingga terjadi pisah tempat tinggal, akibatnya
Penggugat menderita lahir batin.14
Untuk bulan April 2016 telah terjadi kekerasan non fisik yang
menjadi alasan perceraian pada perkara Nomor 72/Pdt.G/2016/PA Jpr. Pada
kasus ini, kekerasan non fisik dialami oleh istri sebagai Penggugat berupa
pertengkaran terus menerus, sengaja membiarkan Penggugat begitu saja dan
Tergugat meninggalkan rumah tampa izin serta tidak memberikan nafkah
lagi.15
Pada bulan Mei 2016 telah terjadi kekerasan non fisik menjadi yang
alasan perceraian pada perkara Nomor 72/Pdt.G/2016/PA Jpr. Pada kasus
ini kekerasan non fisik dialami oleh istri sebagai Penggugat berupa tidak
memberikan nafkah terhadap Penggugat dan anaknya, tidak menghargai
Penggugat dan orangtua Penggugat, Tergugat pergi meninggalkan tempat
tinggal bersama dan sudah tidak menafkahi Penggugat lagi serta berusaha
mencari Tergugat tapi tidak bertemu, oleh sehingga Penggugat menderita
lahir dan batin.16
Untuk bulan Juli 2016 telah terjadi kekerasan fisik dan non fisik
menjadi alasan perceraian pada perkara Nomor 170/Pdt.G/2016/PA Jpr.
Pada kasus ini kekerasan fisik dan non fisik dialami oleh istri sebagai
Penggugat berupa perselisihan dan pertengkran, tergugat minum-minuman
keras, Tergugat sering memukul Penggugat, sudah pisah tempat tinggal
13
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 2/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 02 Februari 2016. 14
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 76/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 23 Maret 2016. 15
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 72/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 06 April 2016. 16
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 28/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 25 Mei 2016.
90
bersama.17
Dalam putusan Nomor 315/Pdt.G/2016/PA Jpr. Majelis hakim
menemukan fakta-fakta bahwa, sejak tahun 2016 Tergugat telah menikah
lagi dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan Penggugat, Tergugat
sering berkata kasar dan memukul Penggugat dan tidak memberikan nafkah
kepada Penggugat dan anaknya.
Menurut pengakuan seorang advokat yang sering berpraktek di
Pengadilan Agama Jayapura, kasus perceraian Cerai gugat di kota Jayapura
cukup banyak. Biasanya perceraian dilatar belakangi oleh berbagai faktor,
mulai dari faktor ekonomi, mabuk, judi, selingkuh, minggat dari rumah
bertahun-tahun, bahkan sampai ancaman pembunuhan.18
Dalam semua putusan Pengadilan Agama Jayapura tahun 2016
membuktikan bahwa setelah mencermati kondisi objektif rumah tangga para
pihak yang berperkara yang sedimikian rapuh dan tidak bisa dinasehati
dalam mediasi maupun dalam meja sidang putusan, maka menurut majelis
hakim, solusi yang terbaik adalah mengakhiri ikatan perkawinan terhadap
para pihak yang berperkara melalui jalan perceraian, karena jika tetap
dipaksakan untuk tetap hidup rukun dalam suasana rumah tangga yang
terpuruk, maka akibatnya hanya akan menjadi belenggu dan sia-sia belaka
serta melahirkan kemudaratan yang lebih besar bagi para pihak yang
berperkara dari pada maslahatnya.
Gugatan perceraian yang paling dominan pada tahun 2016 di
Pengadilan Agama Jayapura adalah karena terjadinya perselisihan dan
pertengkaran antara suami istri mencapai 100% (24 putusan). Kemudian
diantarra faktor penyebab cerai talak di Pengadilan Agama Jayapura tahun
2016 antara lain: kekerasan fisik 13 kasus, kekerasan fisikis 28 kasus,
gangguan pihak ke tiga (3) 9 kasus, ekonomi 13 kasus, orangtua ikut
17
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 170/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 21 Juli 2016. 18
Wawancara dengan Isnain Yeubun, seorang Advokat, pada tanggal 15 Januari Juli 2018
di Kantor Pengadilan Agama Kota Jayapura.
91
campur 1 kasus, meninggalkan rumah 5 kasus, judi 3 kasus, cemburu 4
kasus, utang 1 kasus.
Tabel 5.2
Faktor Penyebab Perceraian Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016
No Kekerasan Jumlah %
1 Kekerasab Fisik 13 17,3
2 Kekerasan fisikis 28 37,3
3 Gangguan pihak ketiga 9 12
4 Gangguan ekonomi 13 17,3
5 Orang tua ikut campur 1 1,3
6 Meninggalkan rumah 5 6,7
7 Main judi 4 5,3
8 Terlilit utang 1 1,3
12 Jumlah Keseluruhan 74 98,5
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura
Demikian beberapa kondisi sosial yang dijadikan hakim untuk
memutuskan perkara perceraian (cerai gugat) di Pengadilan Agama
Jayapura tahun 2016, namun dalam pertimbangan sosial ini penulis hanya
cantumkan beberapa perkara sebagai contoh, karena semua motif
perceraian adalah sama yaitu berangkat dari percekcokan dan pertengkaran
sehingga yang mengakibatkan kekerasan fisik maupun non fisik.
3. Pertimbangan Filosofis
Pada prinsipnya, dasar pertimbangan dalam aspek filosofis yang
mencerminkan keadilan sulit dicarikan tolak ukurnya bagi para pihak yang
bersengketa. Adil bagi salah satu pihak belum tentu adil bagi pihak yang
lain. Menurut John Rawls keadilan adalah kebijakan utama dalam institusi
sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran.19
Hakikat keadilan
19
Jhon Rowls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Folsafat Politik Untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial Dalam Nrgara, Uzair Hamzah dan Heru Prasetyo. (Yokyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), hlm. 3.
92
menurut Jhon Krisman, dibagi menjadi tiga (3) macam yaitu terori keadilan
retributif, terori keadilan korektif, dan teori keadilan distributif.20
Namun, secara umum teori keadialan dibagi menjadi dua macam
yaitu teori keadilan retributif dan teori keadilan distributif. Keadilan
retributif adalah keadilan yang berkaitan dengan terjadinya kesalahan.
Sedangkan keadilan distributif adalah keadilan yang berkaitan dengan
pembagian nikmat (benefits) dan beban (burdens). Adapun penerapan
keadilan dalam keputusan, yaitu harus didasarkan pada prinsip-perinsip
yang dapat dipertanggung jawaban, baik secara intuitif maupun
rasional.Prinsip keadilan merupakan solusi bagi problem utama keadilan,
yaitu perinsip kebebasan yang sama besarnya dan perinsip perbedaan.
Menurut perinsip kebebasan yang besarnya sama, tiap-tiap orang memiliki
hak yang sama atas seluruh sistem yang terbangun. Sedangkan menurut
perinsip perbedaan, perbedaan kebutuhan harus diatur agar memberikan
manfaat bagi mereka yang kurang memiliki peluang untuk mencapai
kesejahteraan dan kekuasaan dalam masyarakat.21
Hakim memegang peranan penting dalam menciptakan sebuah
keadilan yang diimpikan para pencari keadilan, sebagaimana yang
ditekankan secara eksplisit dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 58. Dengan
posisi yang sangat penting itulah Allah SWT, tetap menjanjikan kepadanya
balasan yang tinggi, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari atau yang lainnya.22
Oleh karena itu hakim harus mampu
20
Jhon Christman, Social and Political Philosophy, A Contemporary Introduction,
Routledge, London& New York, 2002. 21
Anil Dawan, Keadilan Sosial: “Teri Keadilan Menurut Jhon Rawls dan implementasinya
Bagi Perwujudan Keadilan Sosial di Indonesia” https:// www. Googel. Com atau teori keadilan
rawls. Pdf, diakses tanggal 16 Maret 2016. 22
Abdurrahman bin Muhammad al-Jauzi, Zad al-Masir fi‟ Ilm al-Tafsir, (Beirut: Al-
Maktab al-Islami, 1404), cet ke III, Juz. VI, hlm. 295. Dalam Literatur bahasa Arab sendiri,
kususnya disiplin Ilmu saraf suatu kata (Mufradat) bisa berubah bentuknya dalam berbagai fariasi
perubahan yaitu dengann menambahkan beberapa huruf ke kata dasar. Dan perubahan tersebut
bisa berubah juga arti kata tersebut. Dan kata “tafa’al” yaitu dengan ditambah huruf )ta( dan )alif(
yang dengan penambahan huruf tersebut sehingga berubah bbentuknya menjadi arti kedua kata
tersebut mengading makna “saling” atau dengan istilah al-Musyarakah bain istnain fa aktsara.
Lihat, Muhammad Ma‟ sum bin Ali, Al-Amtsilah al-Tafsiriyah, (Semarang): Pustaka al-
Alwiyah, t,t.), hlm. 17.
93
mengemban 3 (tiga) fungsi utamanya yaitu sebagai pihak yang harus
menerapkan hukum, sebagai pihak yang bertugas menemukan hukum dan
sebagai pihak yang harus mampu menciptakan hukum.23
Dengan fungsi
menerapkan, menemukan dan menciptakan hukum tersebut, pada satu sisi
hakim mempunyai kewajiban mampu menetapkan dan menemukan hukum
yang sudah ada untuk mejadikan sumber hukum pada setiap perkara yang
akan diputuskan.
Di dalam pertimbangan filosofis di Pengadilan Agama Jayapura,
ketika memutus perkara cerai gugat, dasar pertimbangan hukum yang selalu
digunakan oleh hakim adalah kaidah fiqih, sebagaimana yang terdapat
dalam putusan akala terjadi dua mudharat, maka harus diambil mudharat
yang lebih ring Nomor 146/Pdt.G/2016/PA Jpr. Mejelis hakim berpendapat
bahwa manan yaitu menceraikan Penggugat dengan Tergugat secara baik-
baik sebagaimana kaidah fiqhiya yang terdapat dalam kita Al-Asbah wa al-
Nadhair:
Artinya:“Apabila bertentanga dua mafsadat maka perhatikanlah mana
yang lebih besar mudharatnya dengan mmenarik yang lebih ringan
mudharatnya dari kenduanya”24
Adapun dalam putusan Nomor 132/Pdt.G/2016/PA Jpr,
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dimuka sidang, majelis hakim
berpendapat bahwa keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah
sedemikian rupa sifatnya, rapuh dan pecah serta sulit untuk dipertahankan
lagi, oleh karena itu menolak kerusakan lebih bermanfaat daripada
kemaslahatan, sebagaimana kaidah fiqih menyatakan:
23
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006),hlm.
Xv dalam kata pengantar. 24
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 146/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 14 Juni 2016.
94
Artinya:“Menolak kemafsadatan lebih didahulukan dari pada menarik
kemaslahatan”.25
Juga dalam putusan ini hakim menggunakan dasar hukum kaidah fiqhiya
yang terdapat dalam kita Al-Asybah wa al-Nadhair:
Artinya:“Apabila bertentanga dua mafsadat maka perhatikanlah mana
yang lebih besar mudharatnya dengan mmenarik yang lebih ringan
mudharatnya dari kenduanya”26
Misalnya dalam salinan putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr,
bahwa: “majelis hakim berkeyakinan bahwa rumah tangga Penggugat dan
Tergugat sudah tidak ada keharmonisan lahir batin dan sudah sampai pada
puncak kritis yang sulit untuk dirukunkan kembali sebagai suami istri,
sehingga apabila perkawinan dipaksakan untuk diteruskan akan
berdampak negatif dan membawa mafsadah yang lebih besar dari pada
maslahatnya”.
Hal ini perlu dihindari sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang
menyatakan:
Artinya: “Menolak kemafsadatan lebih didahulukan dari pada menarik
kemaslahatan”.
Pertimbangan tersebut diperkuat oleh pernyataan dari hakim
Pengadilan Agama Jayapura, Nurul Huda, bahwa “Kalau sudah terjadi
25
Jalâl al-dîn, al-Suyûṯ î, al-Asybâh wa al-Naẕ âˋ ir fî Qawâʻ id wa furûʻ Fiqh al-
Syâfiʻ î, (al-Riyâd: Maktabah Nazl Mushtafa al-Bakâz, 1997), h.145. Lihat juga, Moh. Fadal
Kurdi, Kidah-kaidah fiqih, CV Artha Rvera, Business Park Kebon Jeruk Blok C 1-11 Jakarta
Barat, hlm. 58, tahun 2008. Lihat juga, Sudirman Abbas Ahmad, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah,
CV Bayu Kencana Jakarta, hlm. 130, tahun 2003.
26
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor 132/Pdt.G/2016/PA
Jpr. Tanggal 09 Agustus 2016. Kaidah ini terdapat dalam Jalâl al-dîn, al-Suyûṯ î, al-Asybâh wa al-
Naẕ âˋ ir fî Qawâʻ id wa furûʻ Fiqh al-Syâfiʻ î, h.145.
95
perselisihan atau pertengkaran suami istri yang dihawatirkan melanggar
norma-norma agama, hakim sudah bisa menceraikan”.27
Kemudian juga pada putusan Nomor 5/Pdt.G/2016/PA Jpr, sumber
hukum kaidah fikih yang digunakan oleh majelis hakim sama pada
putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr, yakni: “majelis hakim berkeyakinan
bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada
keharmonisan lahir batin dan sudah sampai pada puncak kritis yang sulit
untuk dirukunkan kembali sebagai suami istri, sehingga apabila
perkawinan dipaksakan untuk diteruskan akan berdampak negatif dan
membawa mafsadah yang lebih besar dari pada maslahatnya”. Hal ini
perlu dihindari sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menyatakan:
Artinya: “Menolak kemafsadatan lebih didahulukan dari pada menarik
kemaslahatan”.
Kemudian pada putusan Nomor 315/Pdt.G/2016/PA Sit: “majelis
hakim berkeyakinan bahwa rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah
tidak ada keharmonisan lahir batin dan sudah sampai pada puncak kritis
yang sulit untuk dirukunkan kembali sebagai suami istri, sehingga
apabilah perkawinan dipaksakan untuk diteruskan akan berdampak negatif
dan membawa mafsadah yang lebih besar dari pada maslahatnya”.Hal ini
perlu dihindari sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang menyatakan:
Artinya:“Menolak kemafsadatan lebih didahulukan dari pada menarik
kemaslahatan”.
Sesuai data yang didapatkan oleh penelti di Pengadilan Agama
Jayapura ada sebanyak 15 (lima belas) putusan perkara gugat cerai yang
menggunakan kaidah fikih yang sama, seperti dalam yang dalam tabel
dibawah ini
27
Wawancara dengan Nurul Huda ketua Pengadilan Agama Jayapura (Papua) pada tanggal
18 Januari 3018 di Kantor Pengadi Agama Jayapuara.
96
Tabel 5.3
Nomor Putusan Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016
No. Nomor Putusan Pekara Cerai Gugat
1 putusan Nomor 4/Pdt.G/2016/PA Jpr
2 Putusan Nomor 5/Pdt.G/2016/PA Jpr
3 putusan Nomor 2/Pdt.G/2016/PA Jpr
4 putusan Nomor 315/Pdt.G/2016/PA Jpr
5 Putusan Nomor 80/Pdt.G/2016/PA Jpr
6 putusan Nomor 72/Pdt.G/2016/PA Jpr
7 Putusan Nomor 330/Pdt.G/2016/PA Jpr
8 Putusan Nomor 243/Pdt.G/20016/PA Jpr
9 Putusan Nomor 317/Pdt.G/2016/PA Jpr
10 Putusan Nomor 314/Pdt.G/2016/ PA Jpr
11 Putusan Nomor 143/Pdt.G/2016/PA Jpr
12 Putusan Nomor 132/Pdt.G/2016/PA Jpr
13 Putusan Nomor 146/Pdt.G/2016/PA Jpr
14 Putusan Nomor 170/Pdt.G/2016/PA Jpr
15 Putusan Nomor 28/Pdt.G/2016/PA Jpr
Sumber: Dokumen Pengadilan Agama Jayapura
Keterangan yang disampaikan oleh Nurdin Sanmas S.H.I. Sebagai
panitra bahwa penggunaan sumber yang cenderung sama total ini karena
kondisi perkaranya sama.28
Dibawah ini penulis akan sajikan tabel dasar pertimbangan hukum
normatif Pengadilan Agama Jayapura tahun 2016:
28
Wawancara dengan Panitra Nurdin Sanmas Pengadilan Agama Jayapura pada tanggal 19
Januari 2018 di Kantor Pengadilan Agama Kota Jayapura.
97
Tabel 5.4
Pertimbangan Filosofis Pengadilan Agama Jayapura Tahun 2016
No Nomor Putusan Pertimbangan Filosofis
1 4/Pdt.G/2016/PA Jpr وصالح درء الوفاسد هقدم على جلة ال
2 5/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
3 2/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
4 315/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
5 80/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
6 38/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
7 72/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
8 130/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
9 28/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
10 170/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
11 165/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
12 159/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
13 146/Pdt.G/2016/PA Jpr اذا تعارض هفسدتاى روعى اعظوهوا ضررا تارتكاب اخفهوا
14 132/Pdt.G/2016/PA Jpr اذا تعارض هفسدتاى روعى اعظوهوا ضررا تارتكاب اخفهوا
15 143/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
16 153/Pdt.G/2016/PA Jpr جلة الوصالح درء الوفاسد هقدم على
17 169/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
19 319/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
19 314/Pdt.G/2016/PA Jpr لوصالحدرء الوفاسد هقدم على جلة ا
20 317/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
21 243/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
22 330/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
23 320/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
24 76/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura
Berdasarkan dokumen putusan pengadilan yakni putusan-putusan
Pengadilan Agama Jayapura tahun 2016 persatu bulan 2 (dua) kasus bahwa dalam
98
setiap putusan dasar pertimbangan hukum filosofis yang di jadikan oleh hakim
beberapa kaidah fiqih di atas.
B. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Situbondo.
Untuk mengetahui pertimbangan hukum pada penyelesaian kasus-
kasus perceraian (cerai gugat) penulis merangkum data-data yang diperoleh
dari Pengadilan Agama Situbondo. Di bawah ini penulis merangkum putusan
kasus gugat cerai berdasarkan pertimbangan hukum normatif, sosiologis, dan
filosofis.
Oleh karena itu, untuk menilai sebuah putusan yang dibuat oleh hakim
tidak berhenti pada tataran kesesuainnya dengan norma-norma hukum semata
tetapi juga harus dilihat dalam kerangka yang lebih luas yakni terkait dengan
tugas peradilan dalam mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Oleh sebab itu putusan-putusan di Pengadilan Agama Situbondo penulis
mencermati pertimbangan-pertimbangan hakim sebagaimana telah dipaparkan
peneliti dapat memetakan bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut
meliputi pertimbangan hukum (normatif, sosiologis, dan filosofis) dibawah
ini.
1. Pertimbangan Normatif Hukum
Di dalam pertimbangan hukum normatif hakim Pengadilan
Agama Situbondo ketika memutuskan gugat cerai, majelis selalu
menggunakan beberapa sumber hukum yang meliputi: Pendapat para
ulama yang terdapat dalam kitab fiqih, dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,29
Pasal 116 Kompilasi
29
Adapun bunyi Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1975 tentang perkawinan adalah “Antara
suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga. Lihat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara Bandung, hlm. 42, 2017.
99
Hukum Islam (KHI),30
Pasal1 Undang-undang Nomor 1 Tahun1974
tentang perkawinan,31
Pasal 39 ayat (2) pertauran Pemerintah Nomor 1
Tahun 1974 tentang perkawinan,32
Pasal84Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 35 ayat (1)
peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan SEMA RI Nomor
28/TUADA-AG/X/2002 Tanggal 22 Oktober 2002, Pasal 89 ayat 1
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 125HIR, Pasal 22 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1975 dan Pasal 76 (1) Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2009. Misalnya pada putusan Nomor 2023/
Pdt.G/2015/PA Sit, Majelis berpendapat bahwa antara Penggugat dan
Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertenngkaran yang sedemikian
rupa sebagaimana maksud Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor
9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1975 tentang perkawinan33
dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam. (KHI).34
Berdasarkan fakta tersebut diatas majelis
berpendapat bahwasanya antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat
30
Adapun bunyi pasal 116 hurf (f) KHI Adalah: Suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Lihat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara Bandung, hlm. 357, 2017. 31
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah: Ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lihat, Amiur Nurddin dan Azhari
Akmal Tarigan, dalam bukunya “Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fikih, UN No1/1945 Sampai KHI”. Jakarta Kencana, hlm. 42, 2006. 32
Adapun bunyi Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah: Untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun
sebagai suami istri. 33
Adapun bunyi Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1975 tentang perkawinan adalah “Antara
suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup
rukun lagi dalam rumah tangga. Lihat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara Bandung, hlm. 42, 2017. 34
Adapun bunyi pasal 116 hurf (f) KHI Adalah: Suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Lihat, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: Citra Umbara, 2017), hlm. 357, 2017.
100
membina rumah tangga yang bahagia dan sejahtera sebagaimana yang
dimaksud oleh Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
Padaputusan Nomor 2036/Pdt.G/2016/PA Sit. Di dalam
pertimbangan ini majelis berpendapat bahwa antara Penggugat dan
Tergugat telah telah terjadi perselisihan dan pertenngkaran yang
sedemikian rupa sebagaimana maksud Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1975 tentang perkawinan dan Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pada Putusan Nomor 0172/Pdt.G/2016/PA Sit, majelis hakim
berpendapat bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran sebagaimana Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1975 tentang perkawinan dan Pasal 116 huruf (f)
Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan fakta tersebut diatas majelis
berpendapat bahwasanya antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat
membina rumah tangga yang bahagia dan sejahtera sebagaimana yang
dimaksud oleh Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.35
Berdasarkan uraian tersebut diatas menjadikan alasan
gugatan Penggugat telah sesuai dengan maksud Pasal 39 ayat (2) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.36
Kemudian sumber hukum yang selalu diambil dalam putusan
majelis hakim terhadap kasus gugat cerai di Pengadilan Agama Situbondo
persatu bulan dua kasus tahun 2016 adalah 24 kasus diambil dari pendapat
ahli fiqih dalam kitab Ahkamul Qur’an Juz II, hal. 405.
35
Pasal 1 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 adalah: Ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lihat, Amiur Nurddin dan Azhari
Akmal Tarigan, dalam bukunya “Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fikih, UN No1/1945 Sampai KHI”. Jakarta Kencana, hlm. 42, 2006. 36
Adapun bunyi Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah: Untuk
melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun
sebagai suami istri.
101
Adapun masing-masing nomor putusan tersebut akan diuruaikan
dalamtabel dibawah ini:
Tabel 5.5
Putusan Perkara Cerai Gugat Pengadilan Agama Situbondo
Tahun 2016
No NOMOR PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT
1 Putusan Nomor 2023/Pdt.G.2016/PA Sit
2 Putusan Nomor 2036/Pdt.G/2016/PA Sit
3 Putusan Nomor 0172/Pdt.G/2016/PA Sit
4 Putusan Nomor 0261/Pdt.G/2016/PA Sit
5 Putusan Nomor 0363/Pdt.G/2016/PA Sit
6 Putusan Nomor 0571/Pdt.G/2016/PA.Sit
7 Putusan Nomor 0381/Pdt.G/2016/PA Sit
8 Putusan Nomor 0500/Pdt.G/2016/PA Sit
9 Putusan Nomor 0577/Pdt.G/2016/PA Sit
10 Putusan Nomor 0901/Pdt.G/2016/PA Sit
11 Putusan Nomor 0801/Pdt.G/2016/PA Sit
12 Putusan Nomor 0834/Pdt.G/2016/PA.Sit
13 Putusan Nomor 0862/Pdt.G/2016/PA Sit
14 Putusan Nomor 1041/Pdt.G/2016/PA Sit
15 Putusan Nomor 1045/Pdt.G/2016/PA Sit
16 Putusan Nomor 1408/Pdt.G/2016/PA Sit
17 Putusan Nomor 1047/Pdt.G/2016/PA Sit
18 Putusan Nomor 1531/Pdt.G/2016/PA Sit
19 Putusan Nomor 1551/Pdt.G/2016/PA Sit
20 Putusan Nomor 1552/Pdt.G/2016/PA Sit
21 Putusan Nomor 1556/Pdt.G/2016/PA Sit
102
22 Putusan Nomor 1609/Pdt.G/2016/PA Sit
23 Putusan Nomor 1620/Pdt.G/2016/PA Sit
24 Putusan Nomor 0400/Pdt.G/2016.PA Sit
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo
Majelis hakim pada putusan perkara diatas menggunakan sumber
yang cenderung sama karena kondisi kasus yang diajukan sama.37
Misalnya dalam putusan Nomor 0261/Pdt.G/2016/PA Sit, majelis
hakim mengambil pendapat fiqih dalam kitab Ahkamul Qur’an Juz II, hlm.
405, yang berbunyi:
Artinya: “Barang siapa yang dipanggil oleh Hakim dipersidangan
sedangkan orang tersebut tidak memenuhi panggilan itu, maka dia
termasuk Dholim dan gugurlah Haknya”.
Pada putusan Nomor 0400/Pdt.G/2016/PA Sit, majelis hakim
berpendapat dan mengambil pendapat ulama yang terdapa dalam kitab
Ghayatul Marom yang berbunyi:
Artinya: “Diwaktu istri telah memuncak kebencian terhadap suaminya,
maka disitulah hakim diperkenankan menjatuhkan talaknya laki-laki kepada
istrinya dengang talak satu”.
Dibawah ini penulis sajikan tabel dasar pertimbangan hukum
normatif Pengadilan Agama Situbondo tahun 2016.
37
Wawancara dengan Usman, Hakim Pengadilan Agama Situbondo pada tanggal 8 Maret
2018 di Pengadilan Agama Kota Situbondo, Tahun 2018.
103
Tabel 5.6
Pertimbangan Normatif Pengadilan Agama Situbondo
Tahun 2016
No Dasar Hukum Normatif Dalil Yang Di Gunakan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Jumlah %
1 Al-Qur'an
2 Hadist Nabi Muhammad SAW
3 Qaul Fuqahah:
a. Ahkamul Qur'an Juz II hal. 405 فهى يجب فهى ظانى ال حك نه ي سه حكاو ان دعى انى حاكى ي ي 23 4,14
b. Kitab Qayatul Maram فهى يجب فهى ظانى ال حك نه ي سه حكاو ان دعى انى حاكى ي ي 1 0,24
4 Undang-Undang: Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
tentang peraturan pelaksanaan UUNo. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun1974 tentang perkawinan
Pasal 39 ayat (2) pertauran Pemerintah No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah menjadi
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009
Pasal 35 ayat (1) peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975
dan SEMA RI No. 28/TUADA-AG/X/2002 Tanggal 22 Oktober 2002
Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 3 Tahun 2006 dan perubahan ke II UU No. 50 Tahun 2009, Psl 125 HIR
Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. Tahun 1975
Pasal 76 (1) Undang-Undang No. 50 Tahun 2009
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo
Berdasarkan telaah dokumen putusan gugat cerai di Pengadilan
Agama Situbondo, penulis tidak menemukan dasar pertimbangan hukum
Al-Qur’an maupun Al-Hadist.
2. Pertimbangan Sosiologis Hukum
Kondisi sosial yang dijadikan hakim dalam memutus perkara gugat
cerai di Pengadilan Agama sebenarnya bermula dari ketidak jujuran
diantara sepasang suami istri didalam aktifitas sehari-hari dan ketidak
jujuran kedua suami istri tersebut dapat mengakibatkan kekerasan dalam
rumah tangga.
Pertimbangan sosiologis yang dijadikan hakim dalam memutus
kasus gugat cerai di Pengadilan Agama Situbondo, pada sampel kasus
bulan Januari 2016 misalnya, kekerasan fisik maupun non fisik. Dalam
Putusan Nomor1047/Pdt.G/2016/PA Sit. Berdasarkan pada bukti-bikti di
104
persidangan kekerasan non fisik telah tejadi pada Penggugat, telah terjadi
perselisihan antara Penggugat dan Tergugat, telah pisah rumah kurang
lebih selama 2 (dua) tahun dan tidak ada harapan untuk rukun kembali.38
Kemudian Putusan Nomor 0571/Pdt.G/2016/PA Sit, berdasarkan pada
bukti-bukti di Persidangan kekerasan non fisik telah terjadi pada
Penggugat telah terjadi perselisihan, pisah rumah selama 5 (lima) bulan,
dan tidak ada harapan untuk rukun kembali.39
Dalam putusan Nomor 1620/Pdt.G/2016/PASit, majelis hakim
menemukan bukti-bukti dalam persidangan bahwa telah terjadi
perselisihan antara Penggugat dan Tergugat, telah pisah rumah selama 1
(satu) tahun, dan tidak ada harapan untuk rukun kembali.40
Pada sampel
kasus bulan Januari 2016 misalnya, kekerasan non fisik menjadi alasan
perceraian pada putusan Nomor 1408/Pdt.G/2016/PA Sit. Dalam putusan
ini, majelis hakim menemukan bukti-bukti berupa perselisihan antara
Penggugat dan Tergugat, telah pisah rumah selama 6 (enam) tahun,
Tergugat tidak pernah memberikan uang belanja pada Penggugat sebagai
istri, dan tidak ada harapan untuk rukun kembali.41
Pada putusan Nomor 1041/Pdt.G/2016/PA Sit, dalam putusan ini
majelis hakim menemukan fakta bahwa telah terjadi perselisihan antara
Penggugat dan Tergugat, pisah rumah selama 5 (lima) tahun, dan tidak ada
harapan untuk rukun kembali.42
Putusan Nomor 1556/Pdt.G/2016/PA Sit,
dalam putusan ini majelis hakim menemukan bukti-bukti dalam
persidangan bahwa telah terjadi perselisihan antara Pengggugat dan
38
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1047/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 September 2016. 39
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
0571/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 25 April 2016. 40
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1620/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Desember 2016. 41
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1408/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 25 September 2016. 42
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1041/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Agustus 2016.
105
Tergugat, pisah rumah selama 3 (tiga) bulan, dan tidak ada harapan untuk
rukun kembali.43
Salah satu hakim di Pengadilan Agama Situbondo Hasan Basri
berpendapat bahwahakim dalam memeriksa dan memutus perkara sesuai
alasan yang diajukan. Dalam pemeriksaan, yang dibuktikan adalah alasan
pokok dan rata-rata alasan pokok adalah perselisihan.44
Namun dalam penelitian ini penulis melihat dalam setiap putusan
hakim Pengadilan Agama Situbondo bahwa cerai gugat yang paling
dominan pada tahun 2016 adalah karena terjadinya perselisihan dan
pertengkaran antara suami istri mencapai 100% (24 putusan). Sedangkan
faktor penyebab perceraian di Pengadilan Agama Situbondo tahun 2016
penulis menemukan antara lain: kekerasan fisik 6 kasus, kekerasan fisikis
5 kasus, mabuk 1 kasus, judi 1 kasus, gangguan pihak ke tiga (3) 5 kasus,
ekonomi 11 kasus, meninggalkan rumah 11 kasus, tidak beta dirumah 2
kasus, pulang malam 3 kasus, egois 1 kasus, merantau 1 kasus, cemburu 1
kasus.
Tabel 5.7
Faktor Penyebab Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Situbondo Tahun 2016
No Kekerasan Jumlah %
1 Kekerasan fisik 6 10,7
2 Kekerasan fisikis 5 8,9
3 Mabuk 1 1,7
4 Gangguan pihak ketiga 1 1,7
5 Gangguan ekonomi 5 8,9
6 Meninggalkan rumah 11 19,6
7 Tidak betah dirumah 11 19,6
8 Pulang malam 2 3,5
43
Pengadilan Agama Situbondo,Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor
1556/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 01 November 2016. 44
Wawancara dengan Hasan Basri, Hakim Pengadilan Agama Situbondo pada tanggal 12
Juni 2018 di Kantor Pengadilan Agama Kota Situbondo.
106
9 Egois 3 5,4
10 Merantau 1 1,7
11 Cemburu 1 1,7
Jumlah Keseluruhan 47 82,8
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo
Inilah alasan-alasan dari hakim Pengadilan Agama Situbondo
sehingga dalam semua putusan cerai gugat selalu dikategorikan dalam
perselisihan meskipun juga kadang-kadang dalam duduk perkara
Penggugat menyatakan bahwa adanya bentuk kekerasan dalam rumah
tangga dari Tergugat.
C. Persamaan dan Perbedaan Putusan Cerai Gugat di Pengadilan Agama
Jayapura dan Situbondo
Pertimbangan atau sering juga disebut (considerans) merupakan dasar
putusan. Pertimbangan dalam putusan meliputi pertimbangan filosofis,
sosiologis, normatif. Artinya, suatu putusan Pengadilan akan bisa dikatakan
ideal apabila memenui tiga hal tersebut. Karena kalau suatu putusan
pengadilan hanya sesuai dengan nillai filosofis saja maka tersebut bagaikan
putusan yang dicita-citakan saja (ius constituendum), atau jika hanya sesuai
dengan nilai sosiologis saja (dalam arti teori kekuasaan) maka putusan
tersebut hanya akan menjadi aturan pemaksa (dwaangmatreegel), juga kalau
suatu putusan hanya sesuai dengan nilai normatif saja maka hukum tersebut
bagaikan kaidah mati (dode regel).45
Adapun yang dimaksud Folosofis adalah Peraturan-Peraturan atau
kaidah hukum haruslah memenuhi filsafat hidup yang mempunyai nilai-nilai
tinggi bagi kemanusiaan yaitu keadilan. Sedangkan yang dimaksud sosiologis
adalah hukum akan bisa diterima dengan baik dan diikuti secara nyata oleh
obyek hukum ketika sesuai dengan obyek sosial hukum tersebut. Hal ini
45
Abdul Wahabb Khallaf, Ilmu Usul al-Fiqh Dau Nusus al-Syari’ah wa Maqasidiha,
(Kuwai: Dar al-Qalam.1972), hlm. 35. Lihat juga Yusuf al-Qardawi, Al-Siyasah al-Syar’iyah fi
Dau Nusus al-Syar’ah wa Maqasidiha, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1998), hlm. 150-156.
107
terkait dengan kebutuhan nyata di dalam kehidupan masyarakat yang selalu
mengalami perubahan. Secara otamatis hukum yang ideal adalah hukum yang
sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam masyarat baik yang berkaitan
dengan budaya maupun agama.Adapun yang dimaksud Normatif adalah
hukum sebagai himpunan kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan, baik dalam
bentuk Undang-undang maupun dalam bentuk perjanjian akan bisa berlaku
apabila dibuat oleh badan dan atau orang yang berwenang, dan juga haruslah
sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku.
Dibawah ini beberapa perbedaan dan persamaan landasan
pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara
di Pengadilan Agama Jayapura maupun Pengadilan Agama Situbondo tahun
2016.Dalam pertimbangan hukum di Pengadilan Agama Situbondo hakim
selalu merujuk pada beberapa sumber hukum diantaranya adalah:
1. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
2. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
3. Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 tentang perkawinan.
4. Pasal 39 ayat (2) Pertauran Pemerintah Nomor1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
5. Pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah menjadi
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50
Tahun 2009.
6. Pasal 35 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan SEMA
RI Nomor 28/TUADA-AG/X/2002 Tanggal 22 Oktober 2002.
7. Pasal 89 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
8. Pasal 125 HIR.
9. Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 50, Tahun 1975.
10. Pasal 76 (1) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
108
11. Kitab qayatul maram. dan
12. Kitab Ahkamu Qur’an.
Dari 11 (sebelas) dasar pertimbangan hukum yang dijadikan hakim
di Pengadilan Agama Situbondo tahun 2016 di atas, ada beberapa dasar
pertimbangan hukum yang sama digunakan oleh hakim Pengadilan Agama
Jayapura tahun 2016 antara lain yaitu:
1. Pasal 89
2. Pasal 19
3. Pasal 116 KHI
4. Pasal 84
5. Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
6. Pasal 39
7. Pasal 35 dan
8. Pendapat Ulama dalam Kitab Qayatul Maram.
Diantara dasar pertimbangan hukum yang dijadikan hakim
Pengadilan Agama Jayapura, dan tidak digunakan sebagai dasar pertimbangan
hukum oleh hakim Pengadilan Agama Situbondo yaitu:
1. Pendapat para ulama yang terdapat dalam kitab fiqih
2. Pasal 49 ayat (1).
3. Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 1989.
4. Pasal 149 ayat (1) RBq, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tuhun
2008.
5. Pasal 308 RBq dan 309 RBq.
6. Pasal 119 ayat (2) huruf (c).
7. Pasal 89 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
8. Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
9. Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang hak asuh anak.
10. Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
109
11. Pasal 139 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang pemanggilan melalui
media masa (RRI).
12. Pasal 148 RBq.
13. Kaidah Fiqih.
14. Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21.
15. Hadist Nabi Muhammad SAW.Dasar normatif putusan berdasarkan
penerapan di Pengadilan Agama Jayapura, akan disajikan dalam bentuk
tabel dibawah ini:
Tabel 5.8
Dasar Normatif Putusan Pengadilan Agama Jayapura
No
Nomor
Putusan UUP PPU KHI Al-Qur'an Hadits Pendapat Ulama
1 4/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار
اثثاته تالثينة او غيثت جاز
2 5/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
هي دعى الى حاكن هي
حكام الوسلويي فلن يجة
فهى ظالن ال حق له
3 2/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
هي دعى الى حاكن هي
حكام الوسلويي فلن يجة
فهى ظالن ال حق له
4 315/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
هي دعى الى حاكن هي
حكام الوسلويي فلن يجة
حق له فهى ظالن ال
5 76/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 Ada
اى شتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه
القاضى طلقة
6 38/Pdt.G/
2016/PA Jpr X x x X x X
7 130/Pdt.G/
2016/PA Jpr X x x X x X
110
8 28/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
هي دعى الى حاكن هي
حكام الوسلويي فلن يجة
فهى ظالن ال حق له
9 170/Pdt.G/
2016 PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
سوجة اى شتد عدم رغثة ال
لسوجها طلق عليه
القاضى طلقة
10 165/Pdt.G/
2016 PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
اى شتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه
القاضى طلقة
11 159/Pdt.G/
2016/PA Jpr X x x x x X
12 146/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116
Ar-Rum
21 x
اى شتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه
القاضى طلقة
13 132/Pdt. G/
2016. PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116
Ar-Rum
21 x X
14 143/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
هي دعى الى حاكن هي
حكام الوسلويي فلن يجة
فهى ظالن ال حق له
15 153/Pdt.G/
2016/PA Jpr X x x x x X
16 169/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974 x 119 x x
اوتىار فاءى تعسز تتحسز
او غيثت جاز اثثاته تالثينة
17 314/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116
Ar-Rum
21 x X
18 319/Pdt.G/
2016/PA Jpr X x x x x X
19 317/Pdt.G/ UU PP 116/119
Ar-Rum x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار
2016/PA Jpr 1/1974 9/1975
21
او غيثت جاز اثثاته
111
تالثينة
20 243/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974 x 116/119
Ar-Rum
21 x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار
او غيثت جاز اثثاته تالثينة
21 330/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
اى شتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه
القاضى طلقة
22 320/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116/119
Ar-Rum
21 x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار
ثثاته تالثينةاو غيثت جاز ا
23 80/Pdt.G/
2016/PA Jpr
UU
1/1974
PP
9/1975 116
Ar-Rum
21 x X
24 72/Pdt.G/
2016/PA Jpr X X 116
Ar-Rum
21 x X
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura
Tabel 5.9
Dasar Filosofis Putusan Pengadilan Agama Jayapura
No Nomor Putusan Pertimbangan Filosofis
1 4/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
2 5/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
3 2/Pdt.G/2016/PA Jpr الوصالح درء الوفاسد هقدم على جلة
4 315/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
5 80/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
6 38/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
7 72/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
8 130/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
9 28/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
10 170/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
11 165/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
12 159/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
112
13 146/Pdt.G/2016/PA Jpr
اذا تعارض هفسدتاى روعى اعظوهوا ضررا تارتكاب
اخفهوا
14 132/Pdt.G/2016/PA Jpr
اذا تعارض هفسدتاى روعى اعظوهوا ضررا تارتكاب
اخفهوا
15 143/Pdt.G/2016/PA Jpr على جلة الوصالح درء الوفاسد هقدم
16 153/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
17 169/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
19 319/Pdt.G/2016/PA Jpr ة الوصالحدرء الوفاسد هقدم على جل
19 314/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
20 317/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
21 243/Pdt.G/2016/PA Jpr الحدرء الوفاسد هقدم على جلة الوص
22 330/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
23 320/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
24 76/Pdt.G/2016/PA Jpr درء الوفاسد هقدم على جلة الوصالح
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura
Tabel 5.10
Dasar Sosiologis Putusan Pengadilan Agama Jayapura
No.
Nomor Putusan
Alasan Perceraian
Keterangan
1 4/Pdt.G/2016/PA Jpr Ekonomi, perselingkuhan,
pemukulan setiap kali marah. KDRT
2 5/Pdt.G/2016/PA Jpr
kekerasan fisik,
perselingkuhan, Tergugat
suka berkata kasar kepada
Penggugat, sering berbohong.
KDRT
3 2/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat menuduh Penggugat
berselingkuh dengan laki-laki
lain, Tergugat suka berkata
kasar kepada Penggugat,
KDRT
113
Tergugat sering memukuli
Penggugat setiap kali ia
marah, Tergugat menafkahi
Penggugat namun tidak
mencukupi, Tergugat
berbohong kepada Penggugat
dan keluarganya.
4
315/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugagat sering berkata
kasar kepada Penggugat,
sering memukul anak bawaan
Penggugat tampa alasan yang
jelas, Tergugat tidak jujur
kepada Penggugat, menikah
lagi dengan perempuan lain
tanpa sepengetahuan
Penggugat, Tergugat sudah
tidak memberikan nafkah
semenjak 2007.
KDRT
5 76/Pdt.G/2016/PA Jpr
Selalu berkata kasar dan
memukul Penggugat setiap
kali memukul Penggugat.
Suka membanting barang
setiap kali marah. Tidak
mencari pekerjaan.
KDRT
6 38/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat suka main judi.
Suka mabuk-mabukan.
Pernah dalam keadaan mabuk
memukul Penggugat.
Menuduh Penggugat
berselingkuh dengan laki-laki
KDRT
114
lain.
7 130/Pdt.G/2016/PA Jpr
selingkuh dengan banyak
perempuan. Telah tinggal
dengan perempuan tanpa
status pernikahan sebelum
menikah dengan Penggugat.
Tergugat suka mabuk-
mabukan. Tergugat pernah
memukul anak bawaan
Penggugat hanya karena
masalah sepele.
8 28/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat tidak menghargai
Penggugat dan orang tua
Penggugat. Mengucapkan
kata-kata talak dan meminta
untuk bercerai dengan
Penggugat namun Penggugat
tidak mau, sehingga
Penggugat mengancam akan
membunuh anak kandung
Penggugat dan Tergugat.
KDRT
9 170/Pdt.G/2016 PA Jpr
memiliki sifat egois dan
mudah tersinggung. Tidak
menghargai Penggugat
sebagai istri. Sering
menghina dan berkata kasar
kepada Penggugat. Sering
memukul Penggugat setiap
kali marah. Suka minum-
minuman keras. Sering
KDRT
115
mengucapkan kata talak
kepada penggugat.
10 165/Pdt.G/2016 PA Jpr
Tergugat tidak menghargai
Penggugat sebagai istri.
Tergugat memiliki sifat egois
dan tidak perhatian kepada
Penggugat. Sering berkata
kasar dan memukul
Penggugat setiap kali ia
marah. Suka bemain judi
online. Tergugat mempunyai
banyak utang yang belum
dilunasi sampai sekarang.
KDRT
11 159/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat sering memukul dan
memaki Penggugat. Tergugat
memiliki sifat egois. Tergugat
tidak memenuhi kebutuhan
nafkah. Tergugat sering
berbohong dan pernah
mengucapkan kata-kata talak
kepada Penggugat. Tergugat
memiliki sifat cemburu yang
berlebihan.
KDRT
12 146/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat sering memaki
Penggugat dengan kata-kata
kasar. Tergugat memiliki sifat
egois. Kurang memberi
perhatian kepada Penggugat.
Telah menikah lagi dengan
perempuan lain tanpa
KDRT
116
sepengetahuan Penggugat.
Sering mukul Penggugat
kalau marah. Tidak
menghargai Penggugat
sebagai Istri. Tergugat tidak
pernah menghormati orang
tua Penggugat.
13 132/Pdt. G/2016. PA Jpr
Tergugat tidak menghargai
Penggugat sebagai istri.
Tergugat memiliki sifat egois.
Tergugat selingkuh dengan
perempuan lain.
KDRT
14 143/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat tidak menghargai
Penggugat sebagai istri.
Tidak perhatian kepada
Penggugat. Menafkahi
Penggugat tapi tidak
mencukupi. Sering berkata
kasar dan memukul
Penggugat setiap kali marah.
Memiliki sifat cemburu. Dan
Tergugat telah menjatuhkan
talak kepada Penggugat.
KDRT
15 153/Pdt.G/2016/PA Jpr
Terggat marah dan tidak
terima oleh perkataan kakak
Penggugat yang mmenyebut
Tergugat tidak bertanggung
jawab.
KDRT
16 169/Pdt.G/2016/PA Jpr Tergugat suka main judi.
Mabuk mabukan. Tidak KDRT
117
menghargai Penggugat
sebagai istri. Sering
berbohong. Sering memukul
Penggugat dan anak bawaan
Penggugat. Suka
menghancurkan barang-
barang dalam rumah dan
tidak memenuhi nafkah
Penggugat, Tergugat marah
dan memukul anak bawaan
Penggugat.
17 314/Pdt.G/2016/PA Jpr
memiliki sifat egois, sering
memukul dan berkata kasar
setiap kali ia marah dan
bertengkar, Tergugat tidak
suka kepada keluarga
Penggugat dan berusaha
menjauhkan penggugat
dengan orang tua Penggugat,
sering mengucapkan kata
talak setiap kali ia marah, dan
selalu memaki Penggugat
ditempat umum dan
membatasi Penggugat
sehingga Penggugat merasa
tertekan dan jauh dari
keluarga Penggugat.
KDRT
18 319/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat kurang memiliki
rasa tanggung jawab kepada
keluarga. Tergugat tidak bisa
KDRT
118
menjadi imam yang baik bagi
keluarga. Tergugat tidak
menafkahi Penggugat.
Tergugat pernah memukul
Penggugat. Tidak
Menghargai dan
menghormati orangtua
Penggugat. Pernah
mengatakan talak kepada
Penggugat. Kurang
menghargai Penggugat
sebagai seorang istri.
19
317/Pdt.G/2016/PA Jpr
sering mabuk-mabukan dan
sering pulang malam.
Menafkahi Penggugat namun
tidak mencukupi. Sering
pergi ketempat hiburan
bersama teman-temannya.
KDRT
20
243/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat selalu mengusir
Penggugat dan berprilaku
kasar setiap kali bertengkar.
Terguggat sering main judi.
Tidak menghargai Penggugat
sebagai seorang istri. Sering
berkata kasar kepada
Pengguggat setiap kali marah.
Sering memukul dan
menghina Penggugat.
KDRT
21 330/Pdt.G/2016/PA Jpr Tergugat sering memukul
Penggugat setiap kali marah. KDRT
119
Sering minum-minuman
keras. Tidak menafkahi
Penggugat sejak bulan
Januari 2016. Tidak
menghargai Penggugat
sebagai seorang istri. Tidak
bertanggung jawab terhadap
keadaan rumah tangga, dan
tidak bisa menjadi imam yang
baik untuk keluarga.
22
320/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tergugat memiliki sifat egois,
ketika marah tidak mau
bicara kepada Penggugat,
setiap kali marah merusak
barang-barang yang ada
didalam rumah, setiap kali
marah minta upah kepada
Penggugat, sudah tidak
menafkahi Penggugat lahir
maupun batin.
KDRT
23
80/Pdt.G/2016/PA Jpr
Tidak ada keterbukaan saat
memberikan bantuan uang
kepada keluarga Tergugat.
Penggugat dan Tergugat
sering berpisah tempat
tinggal selama berbulan-
bulan karena Tergugat dinas
diluar daerah. Penggugat
sudah merasa tidak ada
kecocokan lagi dengan
KDRT
120
Sumber: Dokumen Putusan Pengadilan Agama Jayapura
Tabel 5.11
Dasar normatif putusan berdasar penerapan di Pengadilan Agama Jayapura
dan Pengadilan Agama Situbondo46
No
Nomor
Putusan UUP PPUP KHI
Al-
Qur'an Hadist Pendapat Ulama
1
2023/Pdt.
G/2015/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
2
2036/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
و فاءى تعسز تتحسز اوتىار ا
غيثت جاز اثثاته تاالثينة
3
0172/Pdt.
G/2016.PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
4
0261/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار او
غيثت جاز اثثاته تاالثينة
5
0363/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار او
غيثت جاز اثثاته تاالثينة
6
0400/Pdt.
G/2016/PA
UU
1/1974
PP
9/1975 116
Ar-Rum
ayat 21 x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار او
غيثت جاز اثثاته تاالثينة
46
Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo,Tentang Kasus Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Situbondo Tahun 2016
Tergugat dalam hal apapun.
24
72/Pdt.G/2016/PA Jpr
Ekonomi. Tergugat tidak ada
perhatian. Penggugat sudah
merasa tidak cocok lagi
dengan Tergugat.Murtad.
Penggugat menginginkan hak
asuh anak dikarenakan
Penggugat takut anak diasuh
oleh Tergugat dan mengikuti
agama Tergugat yaitu kristen
katolik.
KDRT
121
Sit
7
0571/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار او
ثثاته تاالثينةغيثت جاز ا
8
0381/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
فاءى تعسز تتحسز اوتىار او
غيثت جاز اثثاته تاالثينة
9
0500/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
السوجة اى اشتد عدم رغثة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
10
0577/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
11
0901/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
12
0801/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
13
0834/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
لسوجها طلق عليه القاضى طلقة
14
0862/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
اى اشتد عدم رغثة السوجة
وجها طلق عليه القاضى طلقةلس
15
1045/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
16
1041/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
17
1408/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
18
1047/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
19
1551/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
لويي فلن يجة فهى ظالن ال الوس
حق له
20
1531/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
21
1552/Pdt.
G/2016/PA
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
122
Sit حق له
22
1556/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
له حق
23
1609/Pdt.
G/2016/PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
24
1620/Pdt.
G/2016.PA
Sit
UU
1/1974
PP
9/1975 116 x x
هي دعى الى حاكن هي حكام
الوسلويي فلن يجة فهى ظالن ال
حق له
Sumber: Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo
Tabel 5.12
Dasar Filosofis putusan berdasar penerapan di Pengadilan Agama
Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo47
No. Nomor Putusan Kaidah
1 2023/Pdt.G/2015/PA Sit X
2 2036/Pdt.G/2016/PA Sit X
3 0172/Pdt.G/2016.PA Sit X
4 0261/Pdt.G/2016/PA Sit X
5 0363/Pdt.G/2016/PA Sit X
6 0400/Pdt.G/2016/PA Sit X
7 0571/Pdt.G/2016/PA Sit X
8 0381/Pdt.G/2016/PA Sit X
9 0500/Pdt.G/2016/PA Sit X
10 0577/Pdt.G/2016/PA Sit X
11 0901/Pdt.G/2016/PA Sit X
12 0801/Pdt.G/2016/PA Sit X
13 0834/Pdt.G/2016/PA Sit X
14 0862/Pdt.G/2016/PA Sit X
15 1045/Pdt.G/2016/PA Sit X
47
Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo,Tentang Kasus Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Situbondo Tahun 2016
123
16 1041/Pdt.G/2016/PA Sit X
17 1408/Pdt.G/2016/PA Sit X
18 1047/Pdt.G/2016/PA Sit X
19 1551/Pdt.G/2016/PA Sit X
20 1531/Pdt.G/2016/PA Sit X
21 1552/Pdt.G/2016/PA Sit X
22 1556/Pdt.G/2016/PA Sit X
23 1609/Pdt.G/2016/PA Sit X
24 1620/Pdt.G/2016.PA Sit X
Sumber: Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo
Tabel 5.13
Dasar Sosiologis Putusan Pengadilan Agama Situbondo Tahun 201648
No Nomor Putusan Alasan Perceraian Keterangan
1
1
2023/Pdt.G/2015/PA Sit
Perselisihan dan percekcokan
disebabkan Tergugat tidak
terbuka dan tidak jujur masalah
keungan rumah tangga, dimana
Tergugat bekerja dan
memberikan hasil kerjanya
kepeda Penggugat sebesar
Rp.200.000, s/d Rp.300.000,
setiap bulannya tetapi Tergugat
masih meminta uang bensin
kepada Penggugat sehingga hasil
kerja Tergugat tidak cukup
untuk memenihi kebutuhan
48
Dokumen Putusan Pengadilan Agama Situbondo,Tentang Kasus Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Situbondo Tahun 2016
124
hidup setiap harinya.
2
2
2036/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat mempunyai hubungan
dengan wanita lain bernama Fit
tetangga desa yang berstatus
bersuami sehingga Tergugat
lupa akan kewajibannya sebagai
kepala rumah tangga dan
Tergugat tidak peduli terhadap
istri dan anak.
3
3
0172/Pdt.G/2016.PA Sit
Tergugat jarang memberikan
nafkah lahir kepada Penggugat,
tidak betah dirumah orang tua
Penggugat, dan setiap hari
Tergugat selalu keluar rumah
tanpa alasan yang jelas dan
pulang larut malam.
4
4
0261/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak bisa mencukupi
nafkah lahir sehingga
Pengguggat harus bekerja
sendiri untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, Tergugat
saat ini telah menikah lagi
(nikah sirri) dengan perempuan
lain dan sudah 2 (dua) tahun
Penggugat kumpul serumah
dengan istri sirrinya tersebut.
5
5
0363/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak pernah memberi
nafkah kepada Penggugat sejak
anak pertama berumur 3 (tiga)
tahun, Tergugat sering marah-
125
marah tidak jelas dan
melontarkan kata-kata kasar
kepada Penggugat, bahkan
sering dituduh selingkuh dan
ingin membunuh Penggugat
secara pelan-pelan.
6
6
0400/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak bekerja sehingga
tidak bisa memenuhi nafkah
lahir Penggugat, Pada saat
Penggugat menyarankan agar
Tergugat segera mencari
pekerjaan, Tergugat justru
marah-marah dan emosi.
7
7
0571/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat sering keluar rumah
hingga pulang larut malam dan
Tergugat mempunyai kebiasaan
minum-minuman keras, bahkan
pernah melakukan kekerasan
fisik terhadapa Penggugat.
8
8
0381/Pdt.G/2016/PA Sit
Penggugat sudah menuruti
kemauan Tergugat untuk
bertempat tinggal dirumah
Tergugat, namun Tergugat tidak
mau ikut untuk bertempat
tinggal dirumah Penggugat
dikarenakan merasa kesulitan
untuk bekerja, sudah berusaha
menasehati agar Tergugat untuk
mau ikut kerumah Penggugat
namun Tergugat selalu marah-
126
marah dan yang membuat
Penggugat dan Tergugat
bertengkar setiap harinya.
9
9
0500/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat memiliki wanita
idaman lain, selain itu
Penggugat mendapati
percakapan mesrah dengan
wanita lain di kotak masuk akun
facebook milik Tergugat.
1
10
0577/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat lebih mementingkan
diri sendiri dari pada
kepentingan Penggugat,
Tergugat meninggalkan
Penggugat 2 (dua) hari tanpa ada
alasan yang jelas.
1
11
0901/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak bisa mencukupi
nafkah lahir Penggugat,
Tergugat sering menjual dan
menggadaikan barang-barang
milik Penggugat tanpa
sepengatahuan Penggugat
bahkan mas kawin 5 gram telah
dijual tanpa sepengetahuan
Penggugat.
1
12
0801/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak mendapatkan
pekerjaan yang layak dengan
upah kerjanya tidak mencukupi
kebutuhan ekonomi keluarga
yang menyebabkan Tergugat
berinisiatif kerja diluar kota
127
(merantau), selama di
perantauan semenjak akhir 2012,
Tergugat sempat menghubungi
Penggugat selama 1 (satu) tahun
berikutnya, namun sejak awal
tahun 2014, Tergugat sudah
tidak lagi menghubungi
Penggugat.
1
13
0834/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat mempunyai sikap
cemburu yang berlebihan kepada
Penggugat dan Tergugat juga
sering marah-marah dan berkata
kasar serta sering melakukan
kekerasan fisik terhadap
Penggugat.
1
14
0862/Pdt.G/2016/PA Sit
Orang tua Tergugat sering ikut
campur dalam urusan rumah
tangga antara Penggugat dan
Tergugat, Tergugat sering keluar
malam tanpa alasan yang jelas.
1
15
1045/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak bertanggung
jawab terhadap nafkah keluarga,
sehingga Penggugat harus kerja
untuk memenuhi kebutuhan
nafkah keluarga.
1
16
1041/Pdt.G/2016/PA Sit
Penggugat dan Tergugat tidak
ada kesepakatan tempat tinggal,
Penggugat tidak mau diajaka
tinggal di kerumah orang tua
Tergugat karena orang tua
128
Tergugat terlalu ikut campur
didalam permasalahan rumah
tangga. begitu juga sebaliknya
Tergugat juga tidak mau tinggal
dirumah Penggugat karena
Tergugat masih berat
meninggalkan orang tuanya dan
Tergugat kurang bertanggung
jawan terhadap ekonomi
keluarga.
1
17
1408/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat diketahui telah
mempunyai hubungan cinta
dengan wanita lain yang masih
bertetangga dari rumah kedua
belah pihak, dan hal tersebut
diketahui oleh Penggugat dan
warga dan bahkan sekarang
Penggugat sudah satu rumah
dengan wanita tersebut.
1
18
1047/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat menikah lagi dengan
perempuan lain tanpa ada alasan
yang jelas kepada Penggugat,
Kurang bertanggug jawab dalam
masalah nafkah. lahir sehingga
Penggugat harus bekerja sendiri
untuk kepentingan keluarga.
1
19
1551/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat jarang pulang,
Tergugat lebih sering tinggal
dirumah dinas dan ketika
Penggugat tanyakan maka
129
Tergugat menyatakan lembur
dan Tergugat tidak pernah
memberi nafkah kepada
Penggugat, Tergugat juga tidak
pernah mengajak Penggugat
untuk berhubungan layaknya
suami istri.
2
20
1531/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak pernah
memberikan uang belanja untuk
memenuhi kebutuhan rumah
tangga Penggugat dan juga anak-
anak, penghasilan Tergugat tidak
pernah diberikan kepada
Penggugat dan hanya untuk
kebutuhan Tergugat saja yang
diberikan kepada Penggugat.
2
21
1552/Pdt.G/2016/PA Sit
Tegugat sering memukul
Penggugat ketika terjadi
pertengkaran, meskipun
masalahnya hanya sepeleh,
orang tua Penggugat sering ikut
campur urusan rumah tangga
Penggugat dan Tergugat,
sehingga Penggugat merasa
sudah tidak betah hidup berumah
tangga dengan Tergugat dan
memilih jalan untuk bercerai
dengan Tergugat.
2
22
1556/Pdt.G/2016/PA Sit Penggugat tidak betah tinggal
dirumah Tergugat, sedangkan
130
Tergugat juga tidak mau tinggal
Penggugat dengan alasan kasian
dirumah ibu Tergugat karena
sudah tua.
2
23
1609/Pdt.G/2016/PA Sit
Tergugat tidak bertanggug jawab
uang belanja pada Penggugat
dan belanja tiap hari dibebankan
kepada orang tua Penggugat, dan
selain itu Tergugat tidak pernah
datang menjengu anaknya.
2
24
1620/Pdt.G/2016.PA Sit
Penggugat dan Tergugat tidak
ada yang betah dirumah
bersama, Tergugat kurang bisa
menghormati dan menghargai
orang tua Penggugat,
sebagaimana menghormati orang
tua sendiri.
Sumber: Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo
Dengan demikian, kedua Pengadilan Agama tersebut yang lebih banyak
menggunakanpertimbangan hukum normatif danfilosofis adalah majelis hakim
Pengadilan Agama Jayapura. Adapun majelis hakim Pengadilan Agama
Situbondo menurut telaah penulis hakim hanya lebih fokus pada beberapa
pertimbangan hukumnormatif berupa pasal-pasal dan pendapat ulama tanpa
melihat pertimbangan hukumfilosofisatau memperkaya dasar hukum
pertimbangan putusan dalam kasus gugat cerai. Hampir semua kasus penulis tidak
mendapati putusan Pengadilan Agama dengan dalil “Kaidah, Al-Qur’an dan Al-
Hadist” hanya dalam berita acara dan pertimbangan hakim adalah Undang-undang
dan pendapat ulama.
131
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengadilan Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo dalam
memutuskan perkara menggunakan pertimbangan normatif, filosofis dan
sosiologis.
a. Pertimbangan normatif yang digunakan Pengadilan Agama Jayapura dan
Pengadilan Agama Situbondo adalah PP Nomor 1975 tentang
pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi
Hukum Islam (KHI) dan pendapat ulama fikih.
b. Pertimbangan filosofis yang digunakan Pengadilan Agama Jayapura
adalah kaidah fikih. Dan Pengadilan Agama Situbondo hakim tidak
menggunakan kaidah fikih.
c. Pertimbangan sosiologis yang digunakan Pengadilan Agama Jayapura
dan Pengadilan Agama Situbondo lebih banyak disebabkan pada
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yakni kekerasan fisik
maupun non fisik.
2. Tidak ada perbedaan yang signifikan pertimbangan hakim Pengadilan
Agama Jayapura dan Pengadilan Agama Situbondo dalam memutus perkara
cerai gugat. Kedua lembaga Peradilan ini patuh pada pertimbangan
normatif, filosofis, dan sosiologis sebagaimana yang telah diamanatkan
dalam perundang-undangan Pasal 5 ayat (1) bahwa Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Namun secara
normatif, filosofis dan sosiologis, putusan Pengadilan Agama Jayapura dan
Pengadilan Agama Situbondo perbedaannya terdapat dalam penggunaan
dasar hukum perceraian, misalnya Pengadilan Agama Jayapura lebih
banyak menggunakan dasar hukum normatif dan fillosofis serta
pertimbangan sosiologisnya. Sedangkan Pengadilan Agama Situbondo
132
lebih sedikit menggunakan dasar hukum normatif dan filosofis serta
pertimbangan sosiologisnya pada setiap putusan.
A. Saran
Dengan mempertimbangkan dasar pertimbangan normatif hukum,
sosiologis hukum, dan filosofis hukum yang digunakan oleh para hakim di
Pengadilan Agama Jayapura Maupun Pengadilan Agama Situbondo tersebut
penulis memberikan masukan untuk para hakim Pengadilan Agama Jayapura
maupun Situbondo:
1. Kewenangan Peradilan Agama yang semakin luas harus diimbangi dengan
peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur Pengadilan, sarana dan
prasarana yang memadai, serta ketentuan hukum yang aplikatif. Dengan
demikian paradikma baru Peradilan Agama benar-benar dapat menjawab
tuntutan dan problem hukum yang berkembang dimasyarakat.
2. Masalah putusan hakim terhadap gugat cerai akibat murtad di Pengadilan
Agama Jayapura, berdasarkan dokumen putusan Pengadilan penulis melihat
bahwa dalam pertimbangan hukum hakim tidak mempertimbangkan tujuan
maqashid al-syari’ah dalam hukum Islam, dan dapat diselesaikan dengan
baik sehingga tidak membawa akibat buruk terhadap kemaslahatan anak-
anak.
3. Dengan mempertimbangkan efektifitas pasal-pasal, kaidah fiqhiyah, dan
pendapat ulama sebagai sumber hukum di Pengadilan Agama Situbondo
tersebut, maka penulis melihat sepatutnya status hukum perlu ditingkatkan.
Majelis hakim Pengdilan Agama Situbondo sepatutnya status dasar
pertimbangan hukum normatif, sosiologis, dan filosofis, perlu ditingkatkan dan
kondisi sosial yang dijadikan hakim dalam memutus perkara sebaiknya
disesuaikan dengan pengajuan bukti-bukti oleh para saksi, sehinggal alasan
pertimbangan hakim sesuai dengan bukti-bukti yang disampaikan para saksi
dalam sidang.
133
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan Al-Qur’an, 1983.
BUKU
Abdul, Ansori Ghafur Abdul, Peradilan Agama Di Indonesia Psca Undang-
Undang No. 3 Tahun 2006, “ Sejarah, Kewenangan, Dan Kedudukan”,
Yokyakarta.
Abdurrahman, bin Muhammad al-Jauzi, Zad al-Masir fi ‘ilm al-Tafsir, Beirut:
Al-Maktab al-Islami, 1404, cet ke III, Juz. VI.
Abidin, Selamet dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, Bandung: Pustaka Setia,
1999.
Ali, H. Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqhul Mar’atil Muslimah, Penerjemah Husein
Zaid al-Hamid, Jakarta: Pustaka Amani, 1999.
Aljaziri, Abdurrahman, Kitabul Fiqhu ‘Ala al-Mazahibu al-Arba’ah, Mesir: al-
Maktabah at-Tijariyatul Qubra.
al-Qardawi, Yusuf, Al-Siyasah al-Syar’iyah fi Dau Nusus al-Syar’ah wa
Maqasidiha, Mesir: Maktabah Wahbah, 1998.
As-Sho’ani, Subulus Salam, Penerjemah, Abu Bakar Muhammad, Surabaya: Al-
Ikhlas, 1995.
Ayyub, Hasan, Fiqih Keluarga, Penerjemah M.Abdul Ghoffar, Judul asli “Fiqih
al-Ushrah al Muslimah”, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003.
Az- Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Badawi, bin Azim Abdul, Alwajiiz Fiqih sunnah walkitabil aziiz, 2009.
Bintania, Aris, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012.
134
Chundori, Tutur, Studi Tentang Masalah Perceraian di Purwokerto (Kasus Kota
Administratip Purwokerto), Tesis, Jakarta Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Pasca Sarjana Dan Universitas Indonesia, 1990
Depertemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan Al-Qur’an. 1983.
Djalil, Basiq, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.
Doi, I A Rahman . Doi, Penjelasan Lengkap Hukum- Hukum Allah (Syari’ah),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Fadal, Kurdi Moh, Kidah-kaidah fiqih, CV Artha Rvera, Business Park Kebon
Jeruk Blok C 1-11 Jakarta Barat, tahun 2008.
Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
Syari’ah Di Indonesia, 2007.
Fuad, Said Ahmad, Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Al-Usna,
1994.
Gani, Abdullah Abdul, Dialog Antar Peradilan, Mahkamah Agung Republik
Indonesia, 2016.
Ghozali, Abdul Rahman, Fiqih Munakahat, Kencana Perenadamedia Graup,
Jakarta, 2010.
Harahab, Yahya, kedudukan kewenangan dan Acara Pengadilan Agama, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003.
Hasanuddin, (Menurut Satjipto Raharjo) Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syari’ah, Mediasi, Pengadilan Tinggi Agama Semarang, 2008.
Hoerudin, Ahrum, Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan
Perkara, dan kewenagan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya
Undang-Undang No. 7, Tahun 1989), Tentang Peradilan Agama).
Bandung: PT, Aditya Bakti, 1999.
Jawal, Muqhniyah Muhammad, Fiqh Lima Mazhab (Ja’fari, Maliki, Hanafi,
Syafi’I, Hambali), terjemahan. Masykur AB dkk, cet-1, Jakarta: Lentera,
2002.
Jhon, Rowls, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Folsafat Politik Untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial Dalam Nrgara, Uzair Hamzah dan Heru Prasetyo.
Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
135
Komarusdiana dan Nahrowi, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, cet. Pertama, hlm. 89.
Ma’sum, Muhammad bin Ali”, Al-Amtsilah al-Tafsiriyah, (Semarang): Pustaka al-
Alwiyah, t,t.).
Manan, Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo,
2006),hlm. Xv dalam kata pengantar.
Marzuki, Peter Muhammad, Penelitian Hukum, ed. I, cet. IV, (Jakarta: Kencana
2005 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perorangan dan
Kekeluargaan di Indonesia, Penerbit ,Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan I,
2006.
MD, Mahammad Mahfudz, dalam Abdul Ggofur. Peradilan Agama dan
Kompilasi Hukum Islam Dalam Tatat Hukum Indonesia, Yokyakarta,
1993.
Media Tim Redaksi Fokus, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2005.
Mudzhar, M. Atho dan Khairuddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam
Moderen, Jakarta: Cipta Press, 2003.
Muhammad, al-Jarjawi Ali, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: Dar al-
Fikr, 1994, hlm. 53.
Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang,1974..
Nakamura, Hisako, Perceraian Orang Jawa, Studi Tentang Pemutusan Perkawinan
di Kalangan Orang Islam Jawa, Buku, Gajah Madah University Press
Nasution, Hotnidah, Pernikahan Dini Dan Peceraian (Studi Kasus Di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan), Tesis, Progam Studi Syari’ah Pasca Sarjana
UIN Syarif Hidatayullah Jakarta. 2005
Naufal, Problematika Merantau, Perceraian dan Upaya Mengatasinya (Studi
Kasus di Pengadilan Agama Pulau Bawean Gresik Jawa Timur), Tesis,
2005
Nuruddin, Amir dan Akmal Taringan Azhari, dalam bukunya “Hukum Perdata
Islam Di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih,
UN No1/1945 Sampai KHI”. Jakarta Kencana, 2006.
Rahman, Ghazali Abdul, Fiqh Munakahat, Kencana Prenada Media Group, 2003.
136
Rasyid, Abd Wasyim, Peranan BP4 Sebagai Lembaga Penyuluhan dan
Konsultasi Hukum Islam Dalam Mengendalikan Perceraian di Kota
Madya Semarang, Tesis, Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bekerjasama dengan Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Jakarta, 1997.
Riduan, Syahrani, Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata Di Indonesia, PT
Citra Aditya Bakti: 2016.
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terj. M. A. Abdurrahman dan A. Haris
Abdullah, (Semarang: as-Syifa), 1990.
S, Lev Daniel, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: PT, Intermasa, 1986.
Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa oleh Moh. Tholib, (Bandung: PT. A l-
Ma’arif), 1994.
Sahrani, Sahari, Tihami,Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan ke 12, 2008.
Sudirman, Ahmad Abbas, dalam bukunya, Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Persfektif
Fiqh: Cetakan Pertama, 2004.
---------------, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, CV Bayu Kencana Jakarta, tahun
2003.
Sutantio, Retnowulan dan Oeripkartawinata Iskandar, Hukum Acara Perdata
Dalam Teori Dan Praktek, Sumber Indah Bandung: 2009.
Syahrani Riduan, Sistem Peradilan dan Hukum Acara Perdata Di Indonesia, PT
Citra Aditya Bakti: 2016.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Pustaka Grafika,
2006.
Tihami, dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat (Kajian Fiqih Nikah Lengkap), Pt
Raja Grafindo Persada Jakarta: 2008.
Tri, Wahyudi Abdullah, Peradilan Agama Di Indonesia, Jokyakarta: Pustaka
Pelajar. 2004.
137
Undang-undang Pasal 24 ini diatur juga mengenai badan-badan lain yang
fungsing berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur oleh
undang-undang ayat (3), 20016.
Wahabb, Khallaf Abdul, Ilmu Usul al-Fiqh Dau Nusus al-Syari’ah wa
Maqasidiha, Kuwait: Dar al-Qalam. 1972.
Yanggo, T Huzaemah, Hukum Keluarga dalam Islam, Yamiba, Jakarta: 2013.
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang RI, No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi
Hukum Islam serta Perpu Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Ibdah
Haji, Surabaya: Kesindo Utama, 2012.
Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1989, Lihat, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Pasal 172 ayat (1) angka 4 R.Bg yangTidak boleh didengar sebagai saksi.
Pasal 174 Nomor. 1 dan 2, bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2).
(KUH Perdata, 1910,1912;IR.145.
Pasal 308 R.Bg dan ( KUH perd.1907, IR. 171).
Pasal 309 RBq, Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa Dan Madura.
(Reglemen Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten
Java En Madura. (RBg).
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam Huruf (f). Undang-Undang Republik
Indonesia. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam. Penerbit (Citra Umbara) Bandung, tahun 2017.
Pasal 119 ayat (2) huruf (c). Undang-Undang R.I. Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Penerbit (Citra Umbara) Bandung, tahun 2017.
Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 7, Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama Republik Indonesia.
Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang peraturan
pelaksanaan undang-undang Nomor. 1 Tahun 1975 tentang perkawinan
Pasal 116 huruf (f) KHI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Citra Umbara
Bandung, Tahun 2017.
138
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1975 tentang perkawinan.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974, Amiur Nurddin dan Azhari
Akmal Tarigan, “Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UN No1/1945 Sampai KHI”.
Jakarta Kencana, Tahun 2006.
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
PUTUSAN PA JAYAPURA
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan putusan Nomor.
4/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 27 Januari 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
5/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 27 Januari 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
2/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 02 Januari 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
315/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 07 Februari 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
67/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 23 Maret 2016.
Paengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
38/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 06 April 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
130/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 18 Mei 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Guggat, Salinan Putusan Nomor. 8.Putusan
Nomor. 28/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 25 Mei 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
170/Pdt.G/2016 PA Jpr. Tanggal 21 Juli 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
165/Pdt.G/2016 PA Jpr. Tanggal 21 Juli 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
159/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 02 Juni 2016.
139
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
146/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 14 Juni 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor. 132/Pdt.
G/2016. PA Jpr. Tanggal 09 Agustus, 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat Salinan Putusan Nomor.
143/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 25 Agustus 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
153/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 08 September 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
169/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 21 September 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
314/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 19 Oktober 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
319/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 10 Oktober 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
317/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 02 November 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
243/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 02 November 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
330/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 20 Desember 2016.
Pengadilan Agama Jayapura, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
320/Pdt.G/2016/PA Jpr . Tanggal 13 Desember 2016.
PUTUSAN PA SITUBONDO
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan putusan Nomor.
2023/Pdt.G/2015/PA Sit. Tanggal 08 Januari 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
2036/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 11 Januari 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0172/Pdt.G/2016.PA Sit. Tanggal 12 Februari 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0261/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 26 Februari 2016.
140
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0363/Pd2t.G/2016/PA Sit. Tanggal 21 Maret 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salilnan Putusan Nomor.
0400/Pdt.G/2016/PA Jpr. Tanggal 10 Maret 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0571/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 25. April 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0381/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 28 April 2018.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat Salinan Putusan Nomor.
0500/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 02 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Gugat Cerai, Salinan Putusan Nomor.
0577/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 04 Mai 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0901/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 14, Juni 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Kasus Nomor.
0801/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 10 Juni 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0834/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 11 Juli 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
0862/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 11 Juli 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salilnan Putusan Nomor.
1045/Pdt.G/PA Sit. Tanggal 05 Agustus 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1041/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Agustus 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1408/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 22 September 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1047/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 September 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1551/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 28 2016.
Pengadilan Agama Situbodo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
531/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 21 Oktober 2016.
141
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1552/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 18 November 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat Salinan Putusan Nomor.
1556/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 01 November 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat, Salinan Putusan Nomor.
1609.Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 02 Desember 2016.
Pengadilan Agama Situbondo, Cerai Gugat Salinan Putusan Nomor.
1620/Pdt.G/2016/PA Sit. Tanggal 16 Desember 2016.
1. SUMBER ONLINE
https:// www. Googel. Com atau teori keadilan rawls. Pdf, diakses tanggal 16
Maret 2016.
www://.pta-jayapura.qo.id, Di Akses Pada Tanggal 25 Oktober, 2018.
http://www.pa-jayapura.go.id, di Akses pada hari Rabu, tanggal 24 Juli, Pukul
15.00 WIB. Di Jakarta, 2018.
http://www.pa-situbondo.go.id/pages/sejarah-pengadilan, Di akeses pada tanggal
21 Novemver, 2018.
http://www.pa-situbondo.go.id/pages/sejarah Pengadilan Agama Situbondo,
diakses pada tanggal 10 Maret 2017.
WAWANCARA
Wawancara dengan Nurul Huda ketua Pengadilan Agama Jayapura (Papua) pada
tanggal 18 Januari 3018 di Kantor Pengadi Agama Jayapuara.
Wawancara dengan Panitra Nurdin Sanmas Pengadilan Agama Jayapura pada
tanggal 19 Januari 2018 di Kantor Pengadilan Agama Kota Jayapura.
Wawancara dengan Isnain Yeubun, seorang Advokat, pada tanggal 15 Januari Juli
2018 di Kantor Pengadilan Agama Kota Jayapura.
Wawancara dengan Usman, Hakim Pengadilan Agama Situbondo pada tanggal 8
Maret 2018 di Pengadilan Agama Kota Situbondo, Tahun 2018.
Wawancara dengan Hasan Basri, Hakim Pengadilan Agama Situbondo pada
tanggal 12 Juni 2018 di Kantor Pengadilan Agama Kota Situbondo.