download (2)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal yang memberikan
dasar-dasar pokok dan penting untuk jenjang-jenjang pendidikan berikutnya.
Kemampuan siswa yang dibina dengan baik sejak dini akan memberikan
dasar pijakan yang baik pula untuk dapat melangkah dalam dunia pendidikan
pada jenjang berikutnya. Demikian pula sebaliknya, bila dalam tahap dasar
ini kemampuan-kemampuan dasar belum dikembangkan maka anak akan
banyak menemui kesulitan pada tahap jenjang pendidikan berikutnya, atau
setidak-tidaknya akan mengalami hambatan-hambatan dalam memahami
berbagai konsep. Oleh sebab itu pembinaan dalam cara-cara memahami suatu
persoalan dan konsep-konsep sudah harus dimulai sejak di Sekolah Dasar,
demikian pula dalam bidang Pendidikan Agama Katolik.
Kitab Suci merupakan buku yang berisi refleksi pengalaman iman dalam
hubungannya dengan Allah yang menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci
memang ditujukan untuk semua umat dan semua bangsa. Akan tetapi tidak
dapat disangkal pula bahwa refleksi isi Kitab Suci sebagian besar atau
bahkan dapat dikatakan seluruhnya ditujukan untuk orang-orang yang
dewasa, meskipun dalam segi-segi tertentu anak-anak juga disinggung dalam
Kitab Suci, namun begitu dalam kaitannya dengan penyadaran iman untuk
orang-orang yang dewasa. Oleh sebab itu, bagi anak-anak, untuk memahami
isi Kitab Suci akan menjadi suatu kesulitan tersendiri, karena pola pikir
dalam penulisan Kitab Suci tentu juga menggunakan pola pikir orang
dewasa. Maka hal ini harus menjadi suatu pemikiran yang khusus dan serius
bagi para pendamping iman anak-anak, untuk dapat menerjemahkan pesan-
pesan dan isi Kitab Suci bagi anak-anak, khususnya seusia siswa Sekolah
Dasar.
Sementara tuntutan secara moral dan pedagogis, menghendaki agar
semenjak usia dini, anak-anak sudah dibiasakan untuk menyenangi Kitab
Suci. Maka salah satu tugas guru agama Katolik Sekolah Dasar adalah agar
1
dapat menghadirkan isi dan pesan Kitab Suci kepada peserta didik, sehingga
mereka dapat memahami isi Kitab Suci sesuai dengan usia mereka.
Salah satu sifat anak adalah berpikir konkrit dan masih sulit untuk
memahami yang abstrak dan konsepsional. Maka dari itu perlu kiranya dalam
pembelajaran agama Katolik umumnya dan pengenalan Kitab Suci
khususnya perlu dihadirkan secara konkrit dan indrawi pula.
Oleh sebab itu untuk dapat memecahkan persoalan di atas, diadakanlah
suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
B. Identifikasi Masalah.
Kemampuan memahami isi Kitab Suci yang baik bagi anak Sekolah
Dasar akan dapat terwujud jika sejak awal, anak dibiasakan untuk menyukai
Kitab Suci. Untuk itu dibutuhkan suatu metode yang tepat guna agar anak-
anak Sekolah Dasar senang dengan kisah-kisah dalam Kitab Suci.
Agar siswa Sekolah Dasar memiliki kemampuan memahami isi Kitab
Suci yang baik maka perlu didukung oleh pengenalan isi Kitab Suci secara
menarik, menyenangkan, dan mudah dipahami oleh siswa. Untuk itu penulis
mengusulkan suatu “Media Cerita Bergambar” dalam memahami isi Kitab
Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
C. Rumusan Masalah.
Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka masalah
penelitian tindakan kelas ini adalah:
“Apakah melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007?”
D. Tujuan.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian tindakan
kelas ini adalah:
2
“Ingin mengetahui apakah penggunaan media cerita bergambar dapat
meningkatkan kemampuan memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2
Sekolah Dasar Negeri Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.”
E. Hipotesis Tindakan.
Hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
“Melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007.”
F. Manfaat Penelitian.
Hasil dari penelitian tindakan kelas ini, akan memberikan manfaat yang
berarti bagi:
a. Siswa.
1) Mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi Kitab Suci.
2) Membantu siswa menyenangi kisah-kisah dalam Kitab Suci.
3) Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran agama
Katolik.
b. Guru.
1) Meningkatkan kemampuan guru dalam perencanaan proses
pembelajaran agama Katolik dengan menggunakan media cerita
bergambar, sehingga dapat mempermudah pelaksanaan proses
pembelajaran.
2) Memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah kesulitan siswa
Sekolah Dasar dalam memahami isi Kitab Suci.
c. Sekolah.
1) Sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
kegiatan pembelajaran agama Katolik.
2) Meningkatkan pendayagunaan alat peraga gambar.
3) Meningkatkan prestasi sekolah melalui peningkatan prestasi belajar
siswa.
3
G. Definisi Operasional.
Untuk memberikan kesamaan konsep dalam penelitian ini, maka perlu
dikemukakan definisi-definisi yang ada dalam penulisan ini.
a. Arti kata memahami menurut Desi Anwar (2002:325) adalah mengerti
benar (akan), mengetahui benar.
b. Pengertian “media cerita bergambar” didefinisikan sebagai berikut:
1) Menurut Tamsik Udin (1987:95), media berarti alat atau saluran
untuk menyampaikan pesan.
2) Cerita menurut Desi Anwar (2002:104) berarti karangan yang
mengisahkan perbuatan.
3) Gambar menurut Desi Anwar (2002:146) diartikan sebagai tiruan
barang, dalam bentuk dua dimensi.
Dengan demikian “Media Cerita Bergambar” dapat diartikan: alat
untuk menyampaikan pesan dalam bentuk kisah dua dimensi.
d. Kitab Suci.
Kitab Suci atau Alkitab menurut Tom Jacobs (1993:13) adalah buku
yang paling luhur dan paling unggul yakni “buku suci”. Yaitu seluruh
buku iman Kristiani, baik yang disebut Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kitab Suci.
1. Pengertian Kitab Suci.
Setiap agama memiliki suatu buku khusus yang menjadi pedoman
dalam menjalankan kehidupan beragama bagi para umatnya. Buku
tersebut sering disebut dengan Kitab Suci. Secara etimologis, Kitab Suci
berasal dari dua kata yaitu kitab dan suci. Desi Anwar (2002:242)
mengartikan kitab sebagai buku, buku suci, yakni buku yang berisi
segala sesuatu yang bertalian dengan agama. Sedangkan Tom Jacobs
(1993:13) mengartikan Kitab Suci dan Alkitab sama artinya, yaitu buku
yang paling luhur dan paling unggul yakni buku suci atau Kitab Suci.
Yang dimaksudkan adalah seluruh buku iman Kristiani, baik yang
disebut Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Berdasarkan rumusan di atas Kitab Suci dalam penelitian ini dapat
diartikan sebagai buku yang paling diunggulkan oleh agama Katolik
yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
2. Isi Kitab Suci.
Kitab Suci atau Alkitab terdiri dari sejumlah kitab-kitab yang ditulis
dari masa ke masa pada zaman dahulu. Tom Jacobs (1993:13) menulis
bahwa Alkitab atau Kitab Suci terdiri dari dua bagian yakni Perjanjian
Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB). Kedua bagian tersebut masih
dibagi-bagi lagi dalam berbagai kitab. Menurut Stefan Leks (1996:17)
ada sejumlah 73 kitab dalam keseluruhan isi Alkitab atau Kitab Suci.
Alkitab atau Kitab Suci umat Kristiani mempunyai corak tersendiri,
yang berbeda dengan Kitab Suci dari umat beragama lain. Hal ini perlu
diketahui oleh setiap orang yang ingin memahami isi Alkitab atau Kitab
Suci, dan terlebih bila ingin menggunakannya dengan benar. Groenen
dan Stefan Leks (1995:1) mengatakan, “Orang yang tidak mengetahui
ciri-corak khas Alkitab itu, tentu saja akan menangkap salah isinya.”
5
Kitab Suci atau Alkitab adalah sekumpulan karangan yang
dihasilkan umat beriman, baik Yahudi maupun Kristen selama ratusan
tahun. Karangan-karangan itu bukan “wangsit” atau “wahyu” yang oleh
Tuhan langsung diturunkan kepada tokoh-tokoh tertentu, seolah-olah
mereka itu “nabi” atau “resi”. Menurut Groenen dan Stefan Leks
(1995:2) karangan itu berisi kesaksian iman umat yang mengamati
kejadian-kejadian tertentu, lalu mengartikannya berdasarkan iman-
kepercayaan kepada Allah yang dipahami secara tertentu.
Kesaksian iman para umat zaman dahulu yang tertuang dalam
Alkitab atau Kitab Suci sebagian besar ditulis dalam bentuk “cerita”.
Baik itu yang ada dalam kitab Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian
Baru. Cerita-cerita tersebut tidak mengisahkan tentang kehidupan surga
serta para tokoh yang ada. Kitab Suci justeru menceritakan tentang kisah
hidup manusia itu sendiri baik secara perorangan maupun secara
kelompok sebagai umat beriman. Cerita-cerita itu tidak dapat dipandang
secara harafiah sebagai suatu bentuk laporan historis dan kronologis,
melainkan lebih dipandang sebagai suatu cerita bermakna yang perlu
digali makna-makna serta maksud-maksud yang terkandung dari balik
kisah-kisah tersebut.
3. Kitab Suci dan Anak.
Kitab Suci yang merupakan hasil refleksi iman umat secara
mendalami dalam terang dan bimbingan Roh Kudus akan lebih sulit
dipahami oleh anak-anak. Hal ini dapat dimengerti karena hampir dari
seluruh isi Kitab Suci atau Alkitab tidak ditujukan kepada anak-anak
dalam arti orang yang masih kecil. Meskipun kata “anak” dalam
Perjanjian Lama disebut dalam sejumlah 2.826 ayat, dan disebut dalam
sejumlah 772 ayat dalam Perjanjian Baru. Hal itu tidak mengindikasikan
bahwa ayat-ayat tersebut ditujukan kepada anak-anak. Memang dalam
bagian tertentu disinggung tentang pengertian “anak”, namun hal
tersebut dalam kaitannya dengan pembicaraan dengan orang dewasa.
Misalnya dalam Injil Mateus (18:10) mengatakan, “Ingatlah, jangan
6
menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku
berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu
memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.” Ayat tersebut tidak
ditujukan kepada anak-anak, tetapi tetap dalam kaitannya dengan orang
dewasa sebagai tujuan dari munculnya ayat tersebut.
Penulis menemukan ayat-ayat yang seolah-olah ditujukan kepada
“anak-anak” namun jika dikaji lebih lanjut ayat tersebut juga ditujukan
kepada orang dewasa. Misalnya dalam Injil Lukas (18:20) tertulis,
“Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah,
jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta,
hormatilah ayahmu dan ibumu.” Kata hormatilah ayahmu dan ibumu,
seolah-olah secara sekilas ditujukan kepada anak-anak, akan tetapi ayat
tersebut beserta paralelnya serta yang senada dengan ayat tersebut
sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa. Contoh lain dalam Surat
Paulus kepada jemaat di Efesus (6:2) tertulis, “Hormatilah ayahmu dan
ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari
janji ini”. Ayat tersebut dalam kaitannya dengan wejangan terhadap
keluarga, maka ayat ini bisa dianggap sebagai ayat yang ditujukan
kepada anak-anak, meskipun konteksnya “anak” dalam arti anggota
keluarga, termasuk yang sudah berusia bukan lagi anak-anak.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka dapat dipahami
bahwa menterjemahkan isi Kitab Suci untuk ditujukan kepada “anak-
anak” akan menjadi suatu kesulitan tersendiri dan diperlukan suatu cara,
strategi atau metode yang secara khusus pula.
B. Media Cerita Bergambar
1. Pengertian Media Cerita Bergambar.
Media Cerita Bergambar terdiri dari dua unsur pokok yaitu media
dan cerita bergambar atau yang sering disingkat dengan “cergam”.
Tamsik Udin (1987:97) mengartikan kata media sebagai alat atau
saluran untuk menyampaikan pesan. Dalam dunia pendidikan, pesan
yang disampaikan atau disalurkan melalui media itu adalah suatu ajaran.
7
Ajaran ini dapat berasal dari guru, dosen, atau orang pandai lainnya,
yang secara umum disebut sebagai sumber belajar, manusia sumber atau
nara sumber. Media, sebagai perantara atau saluran komunikasi,
menyampaikan ajaran ini kepada siswa. Sri Anitah Wiryawan dan
Noorhadi (1994:6-2) memberi arti tentang media sebagai berikut,
“….media yang merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
mengantarkan pesan.” Antara istilah media dengan alat peraga hampir
sama, perbedaannya adalah sesuatu itu disebut media apabila menjadi
satu kesatuan yang integral dengan proses pembelajaran. Sedangkan
sesuatu itu disebut alat peraga apabila sesuatu itu sekedar menjadi alat
bantu saja. Dari pendapat-pendapat tersebut maka penulis mengartikan
media adalah orang, benda, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan
kondisi yang dapat merangsang siswa untuk berkembang baik dalam
segi pemahaman, keterampilan, maupun sikapnya.
Cerita bergambar terdiri dari dua unsur kata cerita dan bergambar
yang telah membentuk satu pengertian tersendiri. Cerita bergambar ini
dapat disebut juga dengan sebutan gambar bersambung atau gambar seri.
Karena terdiri dari unit-unit yang membentuk satu rangkaian cerita.
Tamsik Udin (1987:108) mengartikan gambar seri atau gambar
bersambung ialah. “….untuk menerangkan suatu rangkaian
perkembangan, seperti cerita untuk anak-anak, perkembangan suatu
pekerjaan (cara pembuatan keramik, pembuatan pakaian) atau cerita-
cerita sejarah.” Secara singkat penulis mengartikan Cerita Bergambar
adalah rangkaian suatu peristiwa dalam bentuk gambar dua dimensi.
2. Pentingnya Media Cerita Bergambar.
Beberapa hal tentang pentingnya media secara umum dan media
cerita bergambar pada khususnya dapat penulis kemukakan sebagai
berikut:
a. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang konkrit untuk
berpikir, sehingga dapat mengurangi terjadinya verbalisme.
b. Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.
c. Memberikan pengalaman yang lebih nyata.
8
d. Gambar bersifat lebih konkrit.
e. Gambar dapat mengatasi ruang dan waktu.
f. Gambar dapat digunakan untuk memperjelas suatu masalah.
g. Dapat digunakan baik untuk perorangan maupun kelompok
(klasikal).
h. Gambar dapat digunakan untuk merangkum suatu unit bacaan.
Selain dari beberapa hal mengenai pentingnya media cerita
bergambar di atas, dapat juga media cerita bergambar mempunyai
manfaat sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran yang nyata kepada anak-anak mengenai hal-
hal yang sedang diceritakan.
b. Memusatkan perhatian siswa terhadap obyek yang sedang
dibicarakan.
c. Siswa memahami hubungan bagian-bagian dari serangkaian cerita
yang disajikan.
d. Materi pembelajaran yang diberikan melalui media cerita
bergambar ini akan lebih bertahan lama dalam ingatan siswa, atau
lebih membekas.
Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia (2002:19) mengemukakan
bahwa teks atau cerita Kitab Suci dapat disampaikan dalam bentuk
‘cergam’: cerita bergambar. Lebih lanjut diuraikan bahwa ada banyak
kisah Kitab Suci yang dapat disampaikan dalam bentuk gambar,
misalnya: Nabi Yunus, Daud dan Goliat, Kisah Sengsara, Kisah
Kebangkitan, dan sebagainya.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penulisan ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK).
Alasan penulis memilih bentuk rancangan penelitian tindakan kelas adalah
bahwa penulisan ini karena berlandaskan pada pengalaman nyata dan
langsung dari penulis dalam melaksanakan tugas sehari-hari yaitu
melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Penelitian ini juga lebih bersifat
untuk perbaikan hasil belajar siswa pada umumnya dan memahami isi Kitab
Suci pada khususnya.
Kegiatan penulisan ini dilaksanakan dengan pola kerja sebagai berikut:
1. Refleksi awal
2. Perencanaan.
3. Pelaksanaan
4. Tindakan
5. Pengumpulan data.
6. Refleksi
7. Perancangan ulang.
Berikut adalah uraian mengenai langkah-langkah pola kerja penelitian
ini:
1. Rancangan Siklus I
a. Refleksi awal.
Pada langkah pertama ini penulis mengidentifikasi masalah dan
menganalisa masalah dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik dalam hal memahami isi kisah-kisah dalam Kitab Suci pada
siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
b. Merumuskan permasalahan secara operasional.
Langkah kedua adalah merumuskan permasalahan yang ditemukan
dalam pembelajaran memahami isi Kitab Suci di kelas.
c. Merumuskan hipotesis tindakan.
10
Hipotesis tindakan pada siklus pertama dirumuskan sebagai berikut:
“Melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007.”
d. Menyusun rancangan tindakan.
Rancangan tindakan yang disusun adalah sebagai berikut:
1) Menentukan materi kisah dari Kitab Suci yang akan diajarkan
kepada siswa.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3) Menyusun alat pengumpulan data yang berupa instrumen test.
4) Menyusun rencana pengolahan data.
e. Pelaksanaan / Tindakan.
Penulis sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Katolik, melaksanakan pembelajaran memahami isi Kitab Suci
kepada siswa dengan metode: demonstrasi, bercerita, dan
penugasan. Langkah-langkah dalam proses pembelajaran ini adalah
sebagai berikut:
1) Kegiatan Pembuka
a) Guru mempersiapkan kondisi siswa untuk belajar tentang
isi Kitab Suci dan juga menyiapkan alat-alat atau media
yang akan digunakan.
b) Doa pembuka.
Guru mengajak siswa untuk berdoa pembuka
pembelajaran dan siswa menirukan doa dari guru secara
pelan.
c) Apersepsi.
Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai
pengalaman siswa yang ada hubungannya dengan
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
d) Pre test.
Pre test dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa dalam hubungannya dengan materi yang akan
11
diajarkan. Selain itu juga digunakan untuk pengambilan
data awal.
2) Kegiatan Inti.
a) Siswa mempelajari isi salah satu kisah dalam Kitab Suci
melalui media cerita bergambar yang telah disiapkan oleh
guru. Guru menguraikan kisah dari isi Kitab Suci tersebut
secara lisan.
b) Siswa mengadakan tanya jawab dengan guru sebagai
pendalaman isi kisah Kitab Suci tersebut.
c) Siswa dibimbing oleh guru untuk dapat menceritakan
kembali isi kisah Kitab Suci tersebut secara lisan dengan
bahasa siswa sendiri berdasarkan pemahaman siswa
mengenai kisah dari Kitab Suci yang telah dipelajarinya
melalui media cerita bergambar.
3) Kegiatan Penutup.
a) Evaluasi.
Guru mengadakan evaluasi mengenai hasil tindakan secara
tertulis.
b) Doa Penutup.
f. Pengumpulan data.
Sutrisno Hadi (1989:67) menulis bahwa seorang penyelidik dapat
menggunakan questionnaire, interview, observasi biasa, test,
eksperimen dan sebagainya dalam pemilihan metode pengumpulan
data. Pengumpulan data pada penulisan penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dengan metode test dengan instrumen Lembar Test
Tertulis. Contoh instrumen pengumpulan data dengan metode test
tersebut adalah:
Berapa jumlah anak Nuh?
g. Refleksi.
Analisis data dan refleksi dilaksanakan oleh penulis dalam
kegiatan yang terpisah dengan proses pembelajaran. Hasil refleksi
dicatat dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan siklus II.
12
2. Rancangan Siklus II.
Atas dasar pelaksanaan dan hasil refleksi dari siklus I maka penulis
membuat perencanaan tindakan ulang. Penulis melakukan pengulangan
perencanaan dengan menambahkan rencana tindakan dengan
menggunakan media cerita bergambar yang disertai dialog tertulis. Jika
pada siklus I, penulis belum menggunakan media cerita bergambar yang
disertai dialog tertulis, maka pada siklus kedua ini penulis lebih
menonjolkan pada penggunaan media cerita bergambar yang disertai
dialog tertulis.
a. Rencana Tindakan.
Berdasarkan hasil dari tindakan dan hasil refleksi siklus I,
maka disusun suatu rancangan tindakan sebagai berikut:
1) Materi yang diajarkan adalah memahami salah satu kisah
dalam Kitab Suci dengan menggunakan media cerita
bergambar yang disertai dialog tertulis dalam cerita bergambar
tersebut.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
b. Pelaksanaan Tindakan.
Penulis melaksanakan tindakan dengan melaksanakan proses
pembelajaran di kelas dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Kegiatan Pembuka
a) Guru mempersiapkan kondisi siswa untuk belajar tentang
isi Kitab Suci dan juga menyiapkan alat-alat atau media
yang akan digunakan.
b) Doa pembuka.
Guru mengajak siswa untuk berdoa pembuka
pembelajaran dan siswa menirukan doa dari guru secara
pelan.
c) Apersepsi.
Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai
pengalaman siswa yang ada hubungannya dengan
pembelajaran yang akan dilaksanakan.
13
d) Pre test.
2) Kegiatan Inti.
a) Siswa mempelajari isi salah satu kisah dalam Kitab Suci
melalui media cerita bergambar yang telah disiapkan oleh
guru, dengan menggunakan media cerita bergambar yang
disertai dialog di dalamnya. Guru menguraikan kisah dari
isi Kitab Suci tersebut secara lisan.
b) Siswa mengadakan tanya jawab dengan guru sebagai
pendalaman isi kisah Kitab Suci tersebut.
c) Siswa dibimbing oleh guru untuk dapat menceritakan
kembali isi kisah Kitab Suci tersebut secara lisan dengan
bahasa siswa sendiri berdasarkan pemahaman siswa
mengenai kisah dari Kitab Suci yang telah dipelajarinya
melalui media cerita bergambar.
3) Kegiatan Penutup.
a) Evaluasi.
Guru mengadakan evaluasi mengenai hasil tindakan secara
tertulis.
b) Doa Penutup.
c Pengumpulan data
Pengumpulan data pada penulisan penelitian tindakan kelas ini
dilakukan dengan metode test dengan instrumen Lembar Test
Tertulis.
Contoh instrumen pengumpulan data dengan metode test tersebut
adalah:
Berapa jumlah anak Nuh?
g. Refleksi.
Analisis data dan refleksi dilaksanakan oleh penulis dalam
kegiatan yang terpisah dengan proses pembelajaran. Hasil refleksi
dicatat dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan siklus III bila
dirasa masih diperlukan tindakan siklus III.
14
B. Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang dengan jumlah siswa 5 anak. Penulis
mengadakan penelitian ini di tempat tersebut dengan alasan bahwa Penulis
melakukannya di tempat tugas sehari-hari sebagai guru mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik dan dalam rangkaian dengan kegiatan proses
pembelajaran. Penulis menggunakan jumlah siswa sesuai dengan apa adanya.
Karena penulisan penelitian tindakan kelas ini bukan suatu penelitian yang
akan digunakan untuk generalisasi yang lebih luas, maka lebih bersifat
mengabaikan ketentuan metode sampling. Akan tetapi tujuan dari Penelitian
Tindakan Kelas ini adalah untuk perbaikan kemampuan siswa dari penulis
dengan jumlah siswa menurut apa adanya.
Miftahusirojudin ( - : 7) mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) tidak menggunakan populasi, sample, dan teknik sampling.
Dengan demikian yang menjadi subyek penelitian adalah siswa yang nyata
ada berapa pun jumlahnya dan tidak dianggap melanggar aturan penelitian.
C. Tekhnik Pengumpulan Data.
Teknik atau metode pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode test. Metode test ini dilaksanakan sebagai evaluasi
pembelajaran yang telah dilakukan. Sutrisno Hadi (1989:67) menulis bahwa
seorang penyelidik dapat menggunakan questionnaire, interview, observasi
biasa, test, eksperimen dan sebagainya dalam pemilihan metode
pengumpulan data.
Prosedur yang digunakan adalah pre test dan post test. Jenis tes adalah
test tertulis dan instrumen yang digunakan adalah lembar test. Yang terdiri
dari pertanyaan-pertanyaan mengenai isi dari kisah Kitab Suci yang telah
dipelajari dalam bentuk pertanyaan terbuka dan tertutup.
Miftahusirojudin (- : 2) mengemukakan bahwa salah satu prinsip
Penelitian Tindakan Kelas adalah metode pengumpulan data tidak menuntut
waktu yang berlebihan sehingga mengganggu pembelajaran. Dengan
15
demikian pengumpulan data juga dapat dilakukan dalam kesatuan yang
integral dengan proses pembelajaran.
D. Analisis Data.
Menurut Miftahusirojudin ( - : 8) bahwa analisis data dalam penelitian
tindakan kelas menganut prinsip-prinsip sebagai berikut: “
- Tidak menggunakan uji statistik. - Menggunakan analisis deskriptif:
a. Hasil belajar dianalisis dengan analisis deskriptif komparatif yaitu Membandingkan nilai tes antar siklus maupun dengan indikator kinerja.
b. Observasi maupun wawancara dengan analisis deskriptif berdasarkan hasil observasi dan refleksi.”
Maka dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data diwujudkan
dalam bentuk deskriptif kualitatif atas dasar hasil test terhadap kemampuan
memahami isi Kitab Suci pada siswa. Langkah-langkah analisis data yang
dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
1. Pengecekan data, mengecek data-data hasil test.
2. Interpretasi, yaitu merumuskan suatu tafsiran atas hasil data yang
terkumpul.
3. Menarik suatu kesimpulan atas data yang ada, apakah berdasarkan hasil
test dari siklus I dan siklus II menunjukkan peningkatan kemampuan
memahami isi Kitab Suci pada siswa.
d. Tindak lanjut. Dalam tahap ini penulis merumuskan langkah-langkah
perbaikan untuk siklus berikutnya apabila pada siklus tersebut belum
berhasil meningkatkan kemampuan siswa atau pelaksanaan tindakan
dianggap selesai dan berhasil.
e. Pengambilan simpulan.
Merumuskan pernyataan atas hasil analisis data dari hasil test. Kriteria
yang dijadikan sebagai pedoman adalah:
Terjadi peningkatan kemampuan memahami isi Kitab Suci jika hasil test
menunjukkan bahwa nilai keberhasilan memahami isi Kitab Suci
minimal 75 %.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Siklus I.
Penggunaan media cerita bergambar pada tindakan siklus I yang
menerapkan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk memahami isi
Kitab Suci dengan media cerita bergambar yang tidak disertai dialog tertulis
dengan jumlah siswa 5 anak, menunjukkan hasil :
NO Nama AnakHasil
Nilai Prosentase1 Patricia Ana Pratiwi 60 60 %2 Yohana Serelita 70 70 %3 Felicia Widyawati 80 80 %4 Vincentia Wulansari 60 60 %5 Dhio Djwandoko 60 60 %
Rata-Rata 66 66 %Tabel 1. Hasil Penilaian Siklus I
Keterangan:
Dari hasil tersebut di atas, maka pada siklus I ini menunjukkan bahwa
penggunaan media cerita bergambar dalam memahami isi Kitab Suci mampu
menghasilkan keberhasilan sebesar 66 %.
B. Hasil Penelitian Siklus II.
Berdasarkan atas hasil dari siklus I, kemudian dilanjutkan dengan
tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini peneliti menerapkan tindakan
memahami isi Kitab Suci dengan menggunakan media cerita bergambar pada
siswa yang sama dan dengan materi yang sama dengan penambahan
penggunaan media cerita bergambar disertai dialog tertulis. Dari tindakan
pada siklus II menunjukkan hasil sebagai berikut:
NO Nama AnakHasil
Nilai Prosentase1 Patricia Ana Pratiwi 80 80 %2 Yohana Serelita 90 90 %3 Felicia Widyawati 85 85 %4 Vincentia Wulansari 70 70 %5 Dhio Djwandoko 70 70 %
Rata-Rata 79 79 %
17
Tabel 2. Hasil Penilaian Siklus II
C. Pembahasan Hasil Penelitian.
Dari tabel pengolahan data hasil penilaian pada siklus II menunjukkan
tingkat keberhasilan memahami isi Kitab Suci melalui media cerita
bergambar mencapai keberhasilan sebesar 79 %.
Hasil tindakan pada siklus II ini menunjukkan peningkatan sebesar 13 %. Hal
tersebut dikarenakan media cerita bergambar yang digunakan lebih rinci dan
disertai dialog tertulis.
Selain karena alasan tersebut di atas, dapat terjadi peningkatan
kemampuan memahami isi Kitab Suci juga disebabkan karena telah terjadi
pengulangan materi yang diajarkan.
18
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan atas hasil tindakan dan analisis data maka dapat diambil
suatu simpulan sebagai berikut:
“Melalui media cerita bergambar dapat meningkatkan kemampuan
memahami isi Kitab Suci bagi siswa kelas 2 SDN Kluwut 02 Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang Tahun 2007.”
B. Saran.
Berdasarkan hasil dari simpulan di atas, maka penulis dapat memberikan
saran sebagai berikut:
a. Keberhasilan memahami isi Kitab Suci pada siswa Sekolah Dasar kelas
2 dapat ditingkatkan dengan menggunakan media cerita bergambar.
b. Pembelajaran memahami isi Kitab Suci melalui media cerita bergambar
akan lebih dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami isi
Kitab Suci jika disertai dengan dialog tertulis di dalamnya.
c. Salah satu keterbatasan media cerita bergambar ini adalah tidak dapat
diterapkan pada semua isi dalam Kitab Suci. Namun lebih banyak dapat
digunakan dalam Kitab Suci yang berisi cerita atau kisah.
d. Pembelajaran memahami isi Kitab Suci bagi siswa Sekolah Dasar, perlu
adanya pengulangan yang baik agar siswa lebih memahami isi dari Kitab
Suci tersebut.
19
DAFTAR REFERENSI
Anwar, Desi, 2002, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya, Amelia.
Groenen dan Stefan Leks, 1995, Percakapan Tentang Alkitab Sesudah Konsili Vatikan II, Yogyakarta, Kanisius.
Hadi, Sutrisno, 1989, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta, Andi Offset.
Udin, Tamsik dan Sopandi, 1987, Bidang Pengajaran Ilmu Pendidikan SPG/KPG/
SGO, Bandung, Epsilon Grup.
Jacobs, Tom, 1997, Permasalahan Sekitar Kitab Suci 1, Yogyakarta, Kanisius.
Lalu, Yosef, dkk, 2007, Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar, Buku Siswa 2A, Yogyakarta, Kanisius.
Leks, Stefan, 1999, Kitab Suci Dalam 33 Pelajaran, Jakarta, Celesty Hieronika.
Miftahusirojudin, _____, Penelitian Tindakan Kelas, Diklat Guru Mapel Pendidikan
Agama Katolik SD, Surabaya, Print Out - Balai Diklat Keagamaan.
Waluyo, Djoko Adi, dkk, 1998, Buku Pedoman Penelitian, Surabaya, Universitas PGRI Adi Buana.
Wiryawan, Sri Anitah dan Noorhadi, 1994, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Universitas Terbuka.
_____, 1974, Alkitab Elektronik 2.0.0 – Alkitab Terjemahan Baru, ____, Lembaga
Akitab Indonesia.
_____, 2002, Kreatifitas Bina Iman Anak, Jakarta, Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia.
20
LAMPIRAN
1. Cerita Bergambar tentang kisah Nabi Nuh, yang digunakan dalam Siklus I.
2. Cerita Bergambar tentang kisah Abraham Mempersembahkan Ishak, yang
digunakan dalam Siklus II.
3. Instrumen penelitian.
21