file · web viewterbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya...

44
MODUL 1 : KAIDAH SOSIAL KB 1. MASYARAKAT DAN KAIDAH SOSIAL A. Manusia dan Masyarakat Menurut pendapat Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial, artinya manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Manusia disebut juga sebagai makhluk monodualistik yaitu manusia selain sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri namun manusia juga sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup dan berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam kedudukannya selaku individu, manusia tidak mungkin dapat memenuhi segala kebutuhan hidupnya secara penuh, oleh sebab itu manusia terpaksa harus hidup bermasyarakat atau terpaksa harus hidup bersama-sama dengan manusia yang lain dalam masyarakat. Masyarakat terbentuk, apabila sedikitnya ada dua orang atau lebih yang hidup bersama, mereka saling berhubungan, saling pengaruh-mempengaruhi, saling tergantung dan saling terikat satu sama lain. Dalam hidup bermasyarakat antara manusia yang satu dengan yang lain selalu berhubungan atau antara ego (manusia yang beraksi) selalu berinteraksi dengan alter (manusia yang bereaksi). Hubungan tersebut disebut interaksi sosial, yaitu

Upload: hoangque

Post on 05-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

MODUL 1 : KAIDAH SOSIAL

KB 1. MASYARAKAT DAN KAIDAH SOSIAL

A. Manusia dan Masyarakat

Menurut pendapat Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON

POLITICON artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul

dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan

oleh karena sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial,

artinya manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Manusia disebut

juga sebagai makhluk monodualistik yaitu manusia selain sebagai makhluk individu

(perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri namun manusia juga sebagai

makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup dan berkembang

dan meninggal dunia di dalam masyarakat.

Dalam kedudukannya selaku individu, manusia tidak mungkin dapat memenuhi segala

kebutuhan hidupnya secara penuh, oleh sebab itu manusia terpaksa harus hidup

bermasyarakat atau terpaksa harus hidup bersama-sama dengan manusia yang lain dalam

masyarakat. Masyarakat terbentuk, apabila sedikitnya ada dua orang atau lebih yang hidup

bersama, mereka saling berhubungan, saling pengaruh-mempengaruhi, saling tergantung dan

saling terikat satu sama lain.

Dalam hidup bermasyarakat antara manusia yang satu dengan yang lain selalu

berhubungan atau antara ego (manusia yang beraksi) selalu berinteraksi dengan alter (manusia

yang bereaksi). Hubungan tersebut disebut interaksi sosial, yaitu adanya hubungan yang

bertimbal balik yang saling pengaruh-mempengaruhi antara manusia yang satu dengan yang

lain, antara manusia selaku individu dengan kelompok, antara kelompok yang satu dengan

kelompok yang lain dengan ciri-ciri interaksi sosial, yaitu:

1. Minimal ada dua orang yang mengadakan interaksi;

2. Dalam mengadakan interaksi menggunakan bahasa yang saling dimengerti di antara ego

dan alter;

3. Dalam kurun waktu yang cukup lama, artinya tidak hanya sesaat;

4. Adanya tujuan-tujuan tertentu yang mempersatukan.

Terbentuknya masyarakat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Ada yang terjadi dengan sendirinya yang dapat disebut sebagai bentuk masyarakat

merdeka, contohnya :

Page 2: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

a. Terbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang

disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada beberapa orang berada di

suatu tempat yang sama dalam kurun waktu yang lama, mereka saling mengenal,

saling berhubungan, dan akhirnya saling pengaruh mempengaruhi, saling tergantung,

serta saling terikat satu dengan yang lain

b. Bentuk masyarakat yang sengaja dibentuk dengan sengaja oleh para anggotanya atas

dasar kepentingan tertentu tersebut disebut sebagai masyarakat budidaya, misalnya

kepentingan keduniawian atau kepentingan keagamaan.

2. Masyarakat paksaan, misalnya yang terjadi karena ada pihak-pihak tertentu atau pihak

eksternal yang sengaja membentuknya, ada yang tidak dikehendaki secara sadar oleh para

anggotanya seperti masyarakat tawanan yang ditempatkan di suatu tempat terisolasi, dan

ada lagi bahwa paksaan tersebut ternyata akhirnya memang dikehendaki oleh para

anggotanya, misalnya negara.

Kriteria dasar pembedaan bentuk-bentuk masyarakat, ada 3 yaitu:

1. Dilihat dari besar-kecilnya dan dasar hubungan kekeluargaannya, masyarakat

dibedakan menjadi: keluarga inti (nuclear family) terdiri dari ayah, ibu dan anak-

anaknya, keluarga luas (extended family) terdiri dari orang tua, saudara kandung,

saudara sepupu, paman, bibi dan sanak saudara sedarah yang lain; suku dan bangsa;

2. Dilihat dari dasar sifat hubungannya erat atau tidak, masyarakat dibedakan menjadi :

masyarakat paguyuban (Gemeinschaft) yaitu yang hubungan di antara para anggotanya

didasarkan pada rasa guyub sehingga menimbulkan ikatan batin tanpa

memperhitungkan untung dan rugi, seperti keluarga; masyarakat patembayan

(Gesselschaft) yaitu yang hubungan di antara para anggotanya sudah

memperhitungkan untung dan rugi, atau mereka disatukan karena mempunyai tujuan

untuk mencari keuntungan material, seperti Perseroan Terbatas, Firma;

3. Dilihat dari dasar perikehidupannya atau kebudayaannya, masyarakat dibedakan

menjadi: masyarakat primitif dibedakan dengan masyarakat modern, masyarakat desa

dibedakan dengan masyarakat kota, masyarakat teritorial yang terbentuk karena

mempunyai tempat tinggal yang sama, masyarakat genealogis disatukan karena

mempunyai pertalian darah, masyarakat teritorial genealogis yang terbentuk karena di

antara para anggotanya mempunyai pertalian darah dan secara kebetulan juga

bertempat tinggal dalam satu daerah.

Page 3: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

B. Kaidah Sosial Sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia

Manusia yang hidup bermasyarakat, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan

tertentu, tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Sikap-sikap manusia kemudian

membentuk kaidah-kaidah, karena manusia cenderung untuk hidup teratur dan pantas.

Kehidupan yang teratur dan sepantasnya menurut manusia yang satu dengan yang lain bel,m

tentu sama, oleh karena itu diperlukan patokan-patokan yang berupa kaidah (Rasjidi,

1988:35). Kaidah sosial atau norma sosial adalah peraturan hidup yang menetapkan

bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Atau dapat juga

dikatakan kaidah sosial adalah pedoman tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat,

yang fungsinya melindungi kepentingan manusia baik sebagai individu maupun sebagai

makhluk sosial baik terhadap ancaman yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam

(manusia sendiri). dengan jalan menertibkan.

Dengan kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan terhadap kepentingan

manusia, di samping itu juga hendak dicegah terjadinya bentrokan-bentrokan kepentingan

manusia, sehingga terciptalah tata kehidupan masyarakat yang damai atau tata kehidupan

masyarakat yang tertib dan tenteram.

C. Jenis-jenis Kaidah Sosial

Kaidah sosial tumbuh sejak manusia mengenal hidup bermasyarakat. Pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat yang merupakan mata rantai dari pertumbuhan dan perkembangan

kepentingan manusia melahirkan beberapa macam kaidah atau norma.

Jenis – jenis kaidah sosial menurut para ahli:

1. Mochtar Kusumaatmadja ( 1980) menyebutkan tiga macam, yaitu: kaidah kesusilaan,

kesopanan, dan hukum.

2. Satjipto Rahardjo (1982 : 15) menyebutkan tiga macam juga, tetapi dengan perumusan

yang berbeda, dalam uraiannya menyebut bentuk peraturannya dengan istilah tatanan.

a. Tatanan kebiasaan sebagai tatanan yang dekat sekali dengan kenyataan, artinya apa

yang biasa dilakukan orang-orang setelah melalui pengujian keteraturan dan keajekan

akhirnya dengan kesadaran masyarakat menerimanya sebagai kaidah kebiasaan.

b. Tatanan hukum juga berpegang pada kenyataan sehari-hari, tetapi sudah mulai

menjauh, namun proses penjauhannya belum berjalan secara saksama.

c. Tatanan kesusilaan adalah sama mutlaknya dengan tatanan kebiasaan, dengan

kedudukan yang terbalik.

3. Soerjono Soekanto (1980: 67-68) menyebutkan empat kaidah, yaitu:

Page 4: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

a. Kaidah kepercayaan atau Kaidah agama adalah sebagai peraturan hidup yang oleh

para pemeluknya dianggap sebagai perintah dari Tuhan, atau dapat dikatakan bahwa

kaidah agama berpangkal pada kepercayaan kepada Tuhan Kaidah

b. Kesusilaan adalah sebagai peraturan hidup yang bersumber pada rasa kesusilaan

dalam masyarakat dan sebagai pendukungnya adalah hati nurani manusia itu sendiri.

Kaidah kesopanan adalah sebagai peraturan hidup yang bersumber pada kepatutan,

kebiasaan atau kesopanan dalam masyarakat. Kaidah kesusilaan dianggap sebagai

kaidah yang paling tua dan paling asli dan terdapat dalam diri sanubari manusia itu

sendiri sebagai makhluk bermoral, dan terdapat pada setiap manusia di manapun ia

berada.

c. Kaidah kesopanan timbul atau diadakan oleh masyarakat dan dimaksudkan untuk

mengatur pergaulan hidup, sehingga tiap-tiap warga masyarakat saling hormat-

menghormati.

d. Kaidah hukum adalah sebagai peraturan hidup yang sengaja dibuat atau yang tumbuh

dari pergaulan hidup dan selanjutnya dipositifkan secara resmi oleh penguasa

masyarakat atau penguasa negara. Kaidah hukum diharapkan dapat melindungi dan

memenuhi segala kepentingan hidup manusia dalam hidup bermasyarakat.

Perlindungan terhadap kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat yang diberikan

oleh kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan, ternyata belum cukup atau

dirasakan masih kurang memuaskan, Oleh sebab itu diperlukan kaidah hukum. Fungsi khusus

kaidah hukum dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain ada dua, yaitu:

pertama untuk memberikan perlindungan secara lebih tegas terhadap kepentingan-

kepentingan manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang lain; kedua untuk

memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia yang belum dilindungi

oleh ketiga kaidah sosial yang lain. Kaidah hukum memberikan perlindungan terhadap

kepentingan-kepentingan manusia yang belum dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang lain.

KB 2. KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH SOSIAL YANG LAINA. Kaidah Hukum Sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia

Masyarakat terdiri dari beribu-ribu orang, yang masing-masing mempunyai

kepentingan, dan di antara kepentingan-kepentingan tersebut ada kemungkinan saling

berhubungan, atau sebaliknya saling bertentangan satu sama lain, atau mungkin

kepentingannya sama, tetapi tidak mungkin terpenuhi semua secara bersama-sama, sebab alat

pemuasnya yang terbatas. Dalam pemenuhan kebutuhannya, manusia harus selalu berusaha

agar ketertiban masyarakat tetap terpelihara. Ketertiban atau lengkapnya ketertiban dan

Page 5: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

keteraturan adalah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Timbulnya ketertiban dalam masyarakat, karena para anggota masyarakat mengetahui bahwa

ia tidak hidup sendiri, tetapi ia hidup bersama-sama dengan orang lain, di samping itu, ia juga

mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan apa yang seharusnya ia tinggalkan.

pengetahuan tersebut terjadi karena anggota masyarakat telah mendapatkan informasi dari

sistem petunjuk yang disebut kaidah sosial. cara mengorganisasi suatu kehidupan bersama

seperti itu disebut sistem sosial.

Agar dalam hubungan sosial atau hubungan kemasyarakatan berjalan secara tertib dan

teratur diperlukan adanya wadah. wadah tersebut biasa disebut lembaga sosial. Fungsi dari

lembaga sosial adalah untuk menyelenggarakan berbagai kepentingan manusia secara tertib

dan teratur. Mengingat ruang lingkup aspek kehidupan manusia itu sangat luas, maka

melahirkan banyak sekali lembaga-lembaga sosial sesuai dengan bidang kegiatan hubungan

sosial, misalnya dalam bidang pemerintahan, lalu-lintas, perdagangan, perjanjian, hubungan

kekeluargaan, dan lain sebagainya. usaha dan cara untuk mempertahankan sistem sosial biasa

disebut pengendalian sosial. Suatu pengendalian sosial yang baik dan berdaya guna serta

mampu menjamin pelaksanaan lembaga-lembaga sosial yang ada dalam sistem sosial,

memerlukan adanya sanksi. Sesuai dengan fungsinya tersebut, sanksi dapat dibedakan

menjadi: sanksi positif sebagai reaksi terhadap perbuatan-perbuatan yang baik dan diujudkan

dalam bentuk pemberian hadiah, pemberian piagam atau tanda penghargaan yang lain; sanksi

negatif sebagai reaksi terhadap perbuatan yang negatif atau suatu bentuk pelanggaran hukum

dan diwujudkan dalam bentuk hukuman atau pidana; sanksi responsif yang merupakan reaksi

secara spontan dari kedua belah pihak untuk sesegera mungkin memulihkan ketidak

seimbangan yang terjadi.

B. Dasar Psikologis Kaidah Hukum

Manusia hidup bermasyarakat adalah bukan sebagai makhluk yang dapat berbuat

seenaknya sendiri atau berbuat sebebas-bebasnya. Hidup bermasyarakat berarti ada sebagian

kebebasan manusia selaku pribadi yang dikurangi atau kebebasannya dibatasi, sebab ia

berhadapan dengan manusia lain yang juga mempunyai kebebasan. Dengan demikian manusia

yang hidup bermasyarakat harus mampu mengendalikan perilakunya dan dengan kesadaran

untuk menyesuaikan dengan tuntutan kelompoknya agar tercipta kedamaian dalam kehidupan

bermasyarakat, maka unsur kebebasan dan unsur keterikatan harus diatur atau harus diarahkan

secara proporsional. Berkaitan dengan ini, Sudikno Mertokusumo menegaskan seperti apa

yang dikemukakan oleh Zevenbergen bahwa dalam diri manusia terdapat tiga hasrat atau

nafsu, yaitu: hasrat yang individualistis (egoistis atau atomistis), hasrat yang kolektivistis

Page 6: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

(tronspersonal atau organis) dan hasrat yang bersifat mengatur atau menjaga keseimbangan

yang berfungsi mengarahkan kedua hasrat yang lain.

C. Rasio Adanya Hukum

Akibat dari kontak dalam usaha manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya,

ada 2 (dua) kemungkinan : pertama kontak yang terjadi ternyata sejalan dan menguntungkan

kedua belah pihak, disebut sebagai kontak yang positif; kedua kontak yang terjadi ternyata

tidak sejalan dan mengakibatkan ada pihak yang dirugikan atau kontaknya tidak

menyenangkan, disebut sebagai kontak yang negatif. Kontak antar manusia baik yang positif

maupun yang negatif perlu diatur. Kontak yang menimbulkan konflik haruslah dicegah dan

keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu haruslah dinormalkan kembali, untuk itu

diperlukan kaidah hukum (atau biasa hanya disebut hukum).

Dalam hal ini fungsi hukum sebagai mekanisme pengendalian sosial (social control),

yang isinya menganjurkan, menyuruh, atau memaksa agar anggota masyarakat mematuhi

hukum. Secara historis teoritis dapatlah dikatakan bahwa adanya pergeseran atau konflik

kepentingan manusia (conflict of human interest) adalah merupakan rasio adanya hukum, atau

dapat dikatakan bahwa dasar pemikiran (Raison d'etre) adanya hukum adalah adanya conflict

of human interest. Hubungan antara hukum dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena

masyarakat akan damai apabila ada hukum, sebaliknya hukum ada karena ada manusia yang

hidup bermasyarakat. Hukum yang berfungsi melindungi kepentingan manusia dengan jalan

mentertibkan, agar tercipta kedamaian hidup bersama, hukum juga harus berubah dan

berkembang mengikutinya, apabila tidak, maka hukum tidak dapat melaksanakan fungsinya

dengan baik.

Memang sering terjadi masyarakat berubahnya demikian cepat, lebih cepat

dibandingkan dengan perubahan hukum. Hal tersebut berakibat hukum ketinggalan atau tidak

sesuai lagi. Keadaan tersebut sempat menimbulkan sindiran, bahwa hukum berjalan

terpincang-pincang dibelakang peristiwanya (het recht hinkt achter de feiten aan).

D. Hubungan Kaidah Hukum dengan Kaidah Sosial Yang Lain

Kaidah hukum mempunyai dua fungsi dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial

yang lain (kaidah agama, kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan) . Fungsi khusus kaidah

hukum yang pertama, diperoleh gambaran adanya hubungan fungsional antara kaidah hukum

dengan ketiga kaidah sosial yang lain. Hal ini berarti juga, walaupun keempat kaidah sosial

itu dapat dibedakan, namun tidak mudah untuk dipisahkan.

Kaidah hukum yang mempunyai fungsi khusus melindungi lebih lanjut atas

kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah sosial yang lain, di

samping dengan perumusan yang jelas, tegas dan disertai dengan sanksi yang pelaksanaannya

Page 7: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

dapat dipaksakan oleh instansi resmi, dalam perumusan kaidah hukum juga memperhatikan

apa yang dikehendaki oleh kaidah yang lain.

E. Persamaan dan Perbedaan Di antara Kaidah – Kaidah Sosial

Dalam garis besarnya persamaannya adalah terletak pada fungsinya, yaitu sebagai

perlindungan terhadap kepentingan manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk

sosial. Adapun perbedaannya dapat dilihat dari segi : tujuannya, isinya, asal-usulnya,

sanksinya, dan daya kerjanya.

Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya :

1. Perbedaan antara kaidah dengan kaidah agama dan kesusilaan dapat ditinjau dari

berbagai segi sebagai berikut :

• Ditinjau dari tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib

masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya. Sedangkan kaidah

agama dan kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi agar menjadi manusia

ideal.

• Ditinjau dari sasarannya : kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan

diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kaidah

kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum

menghendaki tingkah laku manusia sesuai dengan aturan sedangkan kaidah agama

dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap batin setia pribadi itu baik.

• Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber

sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia

(heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan oleh

suara hati masing2 pelanggarnya (otonom).

• Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan

secara nyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan

kesusilaan pada asasnya tergantung pada yang bersangkutan.

• Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atribut dan

normatif) sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan

kewajiban saja (normatif).

2. Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan

- Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya memberikan

kewajiban saja.

- Sanksi kaidah hukum dipaksakan dari masyarakat secara resmi (negara), sanksi

kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.

3. Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan

Page 8: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

- Asal kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan

berasal dari pribadi manusia.

- Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir manusia, kaidah

agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin

manusia

- Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak ada korban, kaidah

agama dan kaidah kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia agar tidak

menjadi manusia jahat.

Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya :

- Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan

- Hukum mengatur perbuatan manusia yang bersifat lahiriah

- Hukum dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat

- Hukum mempunyai berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat

- Hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian (ketertiban dan ketenteraman)

KESIMPULAN :

• Dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hukum ada sejak masyarakat ada. Dapat

dipahami bahwa hukum itu sesungguhnya adalah produk otentik dari masyarakat itu

sendiri yang merupakan kristalisasi dari naluri, perasaan, kesadaran, sikap, perilaku,

kebiasaan, adat, nilai, atau budaya yang hidup di masyarakat.

Bagaimana corak dan warna hukum yang dikehendaki untuk mengatur seluk beluk

kehidupan masyarakat yang bersangkutanlah yang menentukan sendiri. Suatu masyarakat

yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dalam berlakunya tata

hukum itu artinya tunduk pada tata hukum hukum itu disebut masyarakat hukum.

• Mengapa kaidah hukum masih diperlukan, sementara dalam kehidupan masyarakat sudah

ada kaidah yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidupnya?

Hal ini karena :

• Masih banyak kepentingan-kepentingan lain dari manusia dalam pergaulan hidup yang

memerlukan perlindungan karena belum mendapat perlindungan yang sepenuhnya dari

kaidah agama, kesusilaan dan kaidah sopan santun, kebiasaan maupun adat.

• Kepentingan-kepentingan manusia yang telah mendapat perlindungan dari kaidah-

kaidah tersebut diatas, dirasa belum cukup terlindungi karena apabila terjadi

pelanggaran terhadap kaidah tersebut akibat atau ancamannya dipandang belum cukup

kuat.

Page 9: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

MODUL 1 : KAIDAH HUKUM

KB 1. MENGENAL KAIDAH HUKUM

A. Definisi Hukum

L.J. van Apeldoorn berpendapat bahwa hukum banyak seginya dan demikian luasnya,

sehingga tidak mungkin orang dapat membuat definisi secara memuaskan. Kesulitan

membuat definisi hukum juga dikemukakan oleh G.W. Paton, yang antara lain mengatakan

bahwa persoalan mengenai definisi hukum adalah tidak semudah seperti yang disangka orang

semula. Mengingat hukum banyak segi dan demikian luasnya, maka untuk membuat definisi

hukum orang harus terlebih dahulu membuat momen opname, artinya menangkap sesuatu

untuk dirumuskan. Tetapi apa yang telah berhasil ditangkap dan dirumuskan bersifat statis,

hal tersebut tidak sesuai dengan sifat hukum yang dinamis, yang selalu berubah-ubah

mengikuti keadaan masyarakat.

Mengingat bahwa hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, dan

kepentingan manusia itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan jamannya. Kesukaran

membuat definisi hukum ini terbukti dari sejak jaman Romawi sampai sekarang tidak ada

keseragaman diantara para sarjana atau ahli hukum dalam merumuskan definisi hukum. Dapat

dikatakan bahwa tidak ada definisi hukum yang berlaku umum, yang berlaku tanpa terikat

tempat dan waktu. Dari berbagai definisi dapat diambil ciri-ciri dan unsur dari hukum, yaitu:

Ciri – ciri hukum

1. adanya perintah dan/atau larangan;

2. perintah dan/atau larangan harus ditaati setiap orang;

3. adanya sanksi hukum yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang.

Unsur-unsur Hukum

1.Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.

2.Peraturan itu diadakan oleh badan resmi yang berwajib.

3.Peraturan itu bersifat memaksa.

4.Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Adanya definisi-definisi hukum yang banyak jumlahnya dan beraneka ragam,

disebabkan berbedanya titik berat metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan

lahirnya hukum. Ada dua cara pendekatan yang kontroversial, yaitu:

• Yang dipentingkan adalah norma atau aturannya (body of rules), meskipun mereka

mengetahui bahwa hukum itu ada hubungannya dengan masyarakat, tetapi tetap yang

dipentingkan adalah normanya.

Page 10: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

• Yang dipentingkan adalah masyarakatnya, sebab hukum itu selalu berhubungan dengan

masyarakat sebagai wadahnya.

1. Pendapat normatif, dalam merumuskan hukum, mendasarkan pemikirannya pada

anggapan bahwa hukum adalah apa yang datang dari atas atau dari pemerintah atau

penguasa yang berwenang. Hukum adalah sengaja dibuat oleh pemerintah, sebagai norma

dan sebagai kekuasaan yang biasanya berisi perintah dan/atau larangan dan/atau perkenan.

2. Pendapat sosiologis, dalam merumuskan hukum, mendasarkan pemikirannya pada

anggapan bahwa hukum adalah kehidupan masyarakat itu sendiri atau merupakan suatu

proses sosial, dan merupakan perilaku yang timbul secara spontan dari bawah dan bukan

dibuat oleh pemerintah, tetapi ditentukan dalam kehidupan sosial, ia lahir dan berkembang

dalam masyarakat yang dinamis.

3. Pendapat campuran pada pokoknya mengatakan bahwa "Hukum adalah peraturan

tingkah laku, norma dan sekaligus adalah kebiasaan dalam masyarakat". Pendapat ini

muncul akibat dari kelemahan pendapat normatif dan pendapat sosiologis, dimana kedua

pendapat itu berat sebelah, dan tidak sesuai dengan kenyataannya. Pendapat normatif

hanya benar kalau semua hukum berbentuk peraturan perundang-undangan, yang

keberadaannya memang sengaja dibuat oleh penguasa atau pemerintah. Demikian

sebaliknya, pendapat sosiologis, hanya benar apabila semua hukum lahir dari pergaulan

hidup atau dari hasil proses sosial, yang berupa hukum kebiasaan atau hukum adat.

Pemberian Arti Hukum

Definisi hukum dapat dianggap sebagai pemberian arti umum dari hukum yang

cenderung bersifat teoritis. Pemberian pengertian yang sesuai dengan konteksnya tersebut

dapat mencegah terjadinya kerancuan dalam mempelajari hukum atau dalam menerapkan

hukum.

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyebutkan ada 9 arti hukum, yaitu:

hukum sebagai ilmu pengetahuan; hukum sebagai disiplin; hukum sebagai kaidah; hukum

sebagai tata hukum; hukum sebagai petugas hukum; hukum sebagai keputusan penguasa;

hukum sebagai proses pemerintahan; hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak

yang teratur; hukum sebagai jalinan nilai-nilai (Purbacaraka, 1979*** : 12)

Isi, Sifat dan Perumusan Kaidah Hukum

Dilihat dari segi isinya, kaidah hukum dapat berisi perintah, perkenan dan larangan.

Dalam bidang hukum tata negara banyak dijumpai ketentuan-ketentuan hukum yang berisikan

perintah atau suruhan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu.

Page 11: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

Ketentuan hukum yang isinya perkenan atau perbolehkan, banyak dijumpai dalam bidang

hukum perdata. Dalam bidang hukum pidana, sebagian besar memuat ketentuan-ketentuan

hukum yang melarang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.

Menurut sifatnya, kaidah hukum dapat dibedakan menjadi dua :

• Kaidah hukum yang bersifat memaksa atau imperatif yaitu peraturan hukum yang

secara a priori mengikat dan harus dilaksanakan, tidak memberikan wewenang lain

selain apa yang telah diatur dalam undang-undang. Biasanya peraturan hukum yang

berisi perintah dan larangan bersifat imperatif.

• Kaidah hukum yang bersifat pelengkap atau subsider atau dispositif, yaitu peraturan

hukum yang tidak secara a priori mengikat, atau peraturan hukum yang sifatnya boleh

digunakan, boleh tidak digunakan, atau peraturan hukum yang baru berlaku apabila

dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak ada sesuatu hal yang tidak diatur (jadi

bersifat mengisi kekosongan hukum). Biasanya peraturan hukum yang berisi perkenan

atau perbolehkan bersifat fakultatif.

Soekanto mengemukakan bahwa pada umumnya bentuk perumusan kaidah hukum ada tiga,

yaitu (Soekanto, 1978 :6): larangan, instruksi atau perintah dan pernyataan hipotesis.

Fungsi, Tugas dan Tujuan hukum

Hukum mempunyai fungsi umum yaitu melindungi kepentingan manusia Dan

mempunyai fungsi khusus, yaitu untuk mempertegas dan sekaligus juga untuk melengkapi

dalam memberikan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia. Di samping itu

masih ada fungsi-fungsi lain, yaitu: sebagai sarana pengendalian sosial; sebagai sarana untuk

melakukan social engineering; dan fungsi integratif (yaitu mengurangi konflik-konflik dan

melancarkan proses interaksi pergaulan sosial), sebagai instrumen untuk mengatur

masyarakat, dan kalau diperluas sebagai instrumen pembaharuan masyarakat, hukum juga

harus berfungsi sebagai instrumen untuk menyalurkan dan mengarahkan kegiatan-kegiatan

anggota masyarakat ke tujuan yang dikehendaki.

Tujuan hukum untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama, berarti

juga bahwa hukum bukan semata-mata untuk keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi

juga sebagai sarana terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dengan perkataan lain hukum

sebagai sarana untuk terciptanya masyarakat yang " tata tenteram karta rahardja" .

Tugas hukum untuk memberikan atau menjamin kepastian hukum (Rechtssicherheit),

sebenarnya tersimpul juga tugas lain di dalamnya, yaitu kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan

keadilan (Gerechtigkeit).

Page 12: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

Antara tujuan hukum dengan tugas hukum sebenarnya ada hubungan fungsional.

Pemberian kepastian hukum adalah untuk terciptanya ketertiban, sedangkan pemberian

kesebandingan hukum tertuju pada ketenteraman atau ketenangan. Hal ini berarti, kedamaian

hidup bersama yang adil akan tercapai apabila ada kepastian hukum dalam hubungan antar

sesama anggota masyarakat; dan diri pribadi anggota masyarakat akan merasa tenteram atau

tenang apabila ia dapat menerima apa yang sebanding dengan segala perikelakuan atau sikap

tindaknya.

Kepastian hukum dapat diartikan kepastian bahwa setiap orang akan dapat memperoleh

apa yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Kepastian hukum itu ada dua macam, yaitu

• Kepastian oleh karena hukum, adalah kepastian yang tercapai karena hukum mengenal

adanya lembaga kadaluwarsa (verjaring).

• Kepastian dalam atau dari hukum, adalah kepastian hukum yang tercapai apabila hukum

sebanyak-banyaknya berbentuk undang-undang.

Tujuan hukum menurut teori

1.  Teori etis (etische theorie)

Teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan.

Menurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai

apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles

filsuf Yunani dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica yang menyatakan hukum

mempunyai tugas yang suci yaitu : memberi kepada tiap-tiap orang apa .yang menjadi

haknya (ius suum cuique tribuere), sesuai dengan jasanya masing-masing, keadilan di sini

bukan berarti keadilan mutlak dan tidaklah sama dengan persamaan”.  Selanjutnya

Aristoteles membagi keadilan dalam 2 jenis, yaitu :

1. Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang bagian

menurut jasanya masing-masing. Artinya, keadilan ini tidak menuntut supaya setiap

orang mendapat bagian yang sama banyaknya atau bukan persamaannya, melainkan

kesebandingan berdasarkan prestasi dan jasa seseorang.

2. Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang bagian yang

sama banyaknya tanpa mengingat jasa perseorangan. Artinya hukum menuntut adanya

suatu persamaan dalam memperoleh prestasi atau sesuatu hal tanpa memperhitungkan

jasa masing-masing.

Di samping kedua konsepsi keadilan (distributif dan komutatif) sebenarnya Aristoteles

masih menyebutkan konsepsi keadilan perbaikan (remedial justice). Keadilan perbaikan

dimaksudkan untuk mengembalikan persamaan dengan menjatuhkan hukuman kepada pihak

yang bersalah. Keadilan ini juga merupakan titik tengah di antara kedua kutub berupa

Page 13: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

keuntungan (gain) dan kerugian (loss).Keadilan menurut Aristoteles bukan berarti

penyamarataan atau tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Teori etis mengandung

kelemahan, sebab bersifat berat sebelah dan bertentangan dengan kenyataan, jika hukum

semata-mata mengejar keadilan dengan memberi kepada setiap orang apa yang patut

diterimanya, maka hasilnya justru ketidakadilan.

2. Teori utilitas (utiliteis theorie)

Menurut teori ini, tujuan hukum ialah menjamin adanya kemanfaatan atau

kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetus teori ini adalah

Jeremy Betham yang berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata

apa yang berfaedah/manfaat bagi orang.

Apa yang dirumuskan oleh Betham tersebut diatas hanyalah memperhatikan hal-hal

yang berfaedah dan tidak mempertimbangkan tentang hal-hal yang konkrit. Sulit bagi kita

untuk menerima anggapan Betham ini sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa

apa yang berfaedah itu belum tentu memenuhi nilai keadilan atau dengan kata lain apabila

yang berfaedah lebih ditonjolkan maka dia akan menggeser  nilai keadilan kesamping, dan

jika kepastian oleh karena hukum merupakan tujuan utama dari hukum itu, hal ini akan

menggeser nilai kegunaan atau faedah dan nilai keadilan.

Teori utilitis mengandung kelemahan, sebab bersifat berat sebelah, hanya

memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan oleh sebab itu bersifat umum, dengan

mengorbankan segi keadilan. Padahal kebahagiaan tidak mungkin tercapai tanpa keadilan.

Dan perlu diingat, meniadakan kebahagiaan dalam hukum itu akan menimbulkan

kesewenang-wenangan, sebab berarti juga menyamakan hukum dengan kekuasaan.

3. Teori campuran

Teori etis dan teori utilitis ternyata mengandung kelemahan-kelemahan, maka lahirlah

teori ketiga yang mengambil jalan tengah antara kedua teori tersebut.

Kesimpulan Tujuan Hukum :1. Tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan,

ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagiaan, damai sejahtera setiap manusia.2. Dengan demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan

setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.

3. Inti tujuan hukum adalah agar tercipta  kebenaran dan keadilan

Page 14: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

KB. 2 HUBUNGAN HUKUM DENGAN KEADILAN DAN KEKUASAAN

A. Hubungan Hukum Dengan Keadilan

Hukum dan keadilan dapat kita bedakan, sebab masing-masing mempunyai konsepsi

yang berbeda. Hukum adalah apa yang benar-benar berlaku atau apa yang seharusnya berlaku

sesuai dengan isi kaidah hukum, dan tidak dipersoalkan apakah baik atau buruk, sedangkan

keadilan adalah suatu cita-cita yang didasarkan pada sifat moral manusia.

Hukum dan keadilan saling berhubungan, saling membutuhkan. Kalau hanya menitik

beratkan salah satunya dan mengabaikan yang lain, maka hasilnya dapat kita gambarkan

dalam 2 (dua) pameo berikut, yaitu: pertama Summum ius summa iniuria yang artinya

keadilan yang tertinggi adalah ketidakadilan yang tertinggi, jadi semakin banyak keadilan itu

dituntut, maka hasilnya justru ketidakadilan, kedua Lex dura sed tamen scripta, artinya

undang-undang adalah keras, akan tetapi memang demikianlah bunyinya.

Konsep bahwa hukum mengarah kepada keadilan, dapat kita lihat pada dua hal, yaitu:

1. Undang-undang selalu memberikan ketentuan yang bersifat umum, artinya berlaku

sama terhadap setiap orang (equality before the law);

2. Di dalam suatu proses peradilan berlaku asas bahwa para pihak didengar dan

diperlakukan sama dihadapan hakim (audi et alteram partem)

B. Hubungan Hukum dengan KekuasaanKeistimewaan kaidah hukum terletak pada sanksinya yang tegas dan dapat dipaksakan

oleh instansi yang berwenang, maka dari itu hukum memerlukan adanya kekuasaan. Namun

demikian kekuasaan bukanlah merupakan unsur mutlak atau bukan unsur pokok (essensiil)

dari hukum, artinya hukum itu dapat ada tanpa kekuasaan. Kekuasaan hanyalah merupakan

unsur pelengkap (accessoir) yang baru dibutuhkan apabila hukum tidak dilaksanakan dengan

sukarela oleh pihak yang kalah, maka atas permintaan pihak yang menang, putusan hakim

tersebut pelaksanaannya dapat dipaksakan. Kekuasaan dapat dibedakan: pertama yang

cenderung berbentuk perbuatan phisik atau merupakan kekuatan (power, macht); dan yang

kedua kekuasaan yang bersumber pada wewenang formal atau adanya pembenaran atau

pengakuan dari masyarakat atau dari penguasa yang lebih tinggi, ini dapat disebut sebagai

wewenang (authority, legalized power, gezag).

Hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan yang erat dan hubungan timbal balik.

Hukum tanpa didukung kekuasaan, itu hanya akan seperti kaidah sosial yang lain, hanya

merupakan anjuran atau pedoman saja tanpa akibat yang tegas, bahkan dapat dikatakan

Page 15: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

hanyalah sebagai angan-angan saja. Sebaliknya kekuasaan tanpa hukum, itu adalah

kesewenang-wenangan atau kezaliman.

Hukum sendiri sebenarnya juga dapat dianggap sebagai kekuasaan, yaitu apabila

hukum itu dianggap patut oleh warga masyarakat. Dengan perkataan lain hukum mempunyai

kekuasaan kesusilaan, hukum menyentuh hati nurani manusia, sehingga anggota masyarakat

pada umumnya merasa wajib melaksanakan hukum, dan apabila tidak, mereka akan

menyesal.

C. Hubungan Hukum dengan SanksiKekuasaan untuk memaksakan berlakunya hukum dalam masyarakat dapat juga

diujudkan dalam bentuk sanksi. Dalam hal tersebut, sanksi bukan merupakan unsur pokok

atau essensiil dari hukum, tetapi hanyalah sebagai unsur tambahan atau pelengkap. Sebagai

unsur tambahan, sanksi baru diperlukan apabila hukum dilanggar dan oleh karenanya maka

harus ditegakan. Bahkan ada peraturan hukum yang tidak memiliki sanksi, yaitu yang disebut

lex imperfecta.

Sanksi yang biasa dibicarakan atau sudah dianggap sebagai pendapat umum adalah

sanksi dalam arti negatif{ yang baru diterapkan karena terjadi pelanggaran hukum.

Pelanggaran hukum bermacam-macam, misalnya: dalam hukum pidana disebabkan terjadinya

delict; dalam hukum perdata disebabkan terjadinya onrechtmatige daad atau disebabkan

terjadinya wanprestatie; dalam hukum tata pemerintahan disebabkan terjadinya onrechtmatige

overheid daad atau detournement de pouvoir atau excess de pouvoir. Sesuai dengan

macamnya pelanggaran hukum dalam bidang hukum yang berbeda-beda, maka sanksi yang

dapat diterapkan juga bermacam-macam dan itu tergantung pelanggaran yang telah dilakukan

itu termasuk dalam bidang ,hukum yang mana.

Kalau pada lex imperfecta adalah peraturan hukum yang tidak memiliki sanksi, lain

halnya pada perikatan alam atau obligatio naturalis atau natuurlijke verbintenis adalah kaidah

hukum yang memuat sanksi atau memuat kewajiban, namun pemenuhannya tidak dapat

dituntut melalui pengadilan.

D. Penyimpangan Kaidah HukumPada hakekatnya setiap orang yang melanggar hukum harus dihukum, sebab apabila

tidak, maka fungsi hukum akan sama seperti kaidah sosial yang lain. Namun demikian tidak

berarti setiap ada perilaku yang menyimpang dari hukum, pelakunya harus dihukum.

Penyimpangan terhadap kaidah hukum dapat dibedakan menjadi dua : pertama yang

Page 16: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum, dan kedua yang dikualifikasikan sebagai

pengecualian atau dispensasi (uitzonderingsgevallen).

Pengecualian atau dispensasi pada hakekatnya juga termasuk pelanggaran hukum,

tetapi si pelaku tidak dihukum sebab perbuatannya dibenarkan atau ada dasar pembenaran

(rechtvaardigingsgrond), atau si pelaku dibebaskan dari kesalahan (schuldophffingsgrond).

Berarti perbuatan yang pada hakekatnya melanggar hukum, tetapi undang-undang

membenarkan atau memaafkan.

Alasan Pemaaf

Sebenarnya termasuk penyimpangan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran

hukum, tetapi dikecualikan dari jenis pelanggaran yang lain dan oleh karena itu tidak dikenai

sanksi. Dengan perkataan lain kesalahan si pelaku dimaafkan. Adapun alasan-alasannya

seperti yang termuat dalam KUHP antara lain sebagai berikut:

Si pelaku dianggap kurang sempurna akalnya (idiot, buta tuli dan bisu sejak lahir) ia

cacat sejak lahir dan pikirannya tetap seperti kanak-kanak. Bisa juga akibat sakit

sehingga berubah akalnya (sakit gila dan penyakit gila lainnya yang cukup parah),

minum minuman keras yang menyebabkan mabuk sedemikian rupa sehingga

ingatannya hilang sama sekali.

Anak yang belum dewasa, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan pada saat si pelaku

belum berumur 16 tahun.

Orang yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa (overmacht : force

majeure) oleh kekuasaan yang tak dapat dihindarkan, maka ia tidak dihukum. Kata

"terpaksa" dalam arti baik paksaan bathin maupun lahir, rokhani maupun Jasmani.

Pengaruh daya paksa sebagai alasan pemaaf dibedakan menjadi dua yaitu:

yang bersifat absolut, misalnya A dipegang tangannya secara paksa oleh B yang

lebih kuat untuk menulis tanda tangan palsu, atau seseorang yang dihipnotis untuk

melakukan perbuatan pidana;

yang bersifat relatif, misalnya seorang kasir ditodong pistol disuruh menyerahkan

sejumlah uang tertentu. Dalam hal ini sebenarnya kasir tersebut yang melakukan

perbuatan, tetapi ia tidak mungkin mengadakan perlawanan, karena ancamannya

terlalu kuat.

Alasan Pembenar

Termasuk perbuatan yang pada hakekatnya melanggar hukum, tetapi dikecualikan dan si

pelaku tidak dihukum karena ada dasar pembenar, adalah:

1. Perbuatan yang dilakukan dalam keadaan darurat (Pasal 48 KUHP) sebagai alasan

pembenar itu berbeda dengan perbuatan yang dilakukan karena pengaruh daya paksa

Page 17: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

yang bersifat relatif. Pada keadaan darurat, terjadi konflik kepentingan hukum atau

konflik antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum di mana kepentingan yang

kecil harus dikorbankan terhadap kepentingan yang lebih besar. Perbuatan yang

dilakukan itu harus sungguh-sungguh dalam keadaan terpaksa untuk membela diri dan

tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu.

2. Pembelaan terpaksa (Pasal 49 KUHP) atau pembelaan dalam keadaan darurat adalah

sebagai alasan pembenar yang membebaskan seseorang dari hukuman, karena si

pelaku terpaksa mempertahankan dirinya sendiri atau diri orang lain, mempertahankan

kehormatan atau harta benda miliknya sendiri atau milik orang lain, dari serangan

yang melawan hak dan bersifat mendadak atau datangnya sekonyong-konyong.

3. Melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP) sebagai alasan pembenar

yang membebaskan seseorang dari hukuman, karena undang-undang menghalalkan

perbuatan yang didasarkan atas ketentuan undang-undang. Melaksanakan ketentuan

undang-undang itu tidak terbatas pada melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh

undang-undang, tetapi juga meliputi pula perbuatan-perbuatan yang dilakukan atas

wewenang yang diberikan oleh undang-undang.

4. Melaksanakan perintah jabatan dari kekuasaan yang berwenang (Pasal 5l KUHP)

sebagai alasan pembenar yang membebaskan hukuman. Di sini disyaratkan ada

hubungan yang bersifat kepegawaian (negeri) antara yang diperintah dan yang

memerintah. Di samping itu yang memerintah haruslah mempunyai kewenangan untuk

itu. Andaikata yang memerintah sebenarnya tidak mempunyai kewenangan, tetapi

yang diperintah (bawahannya) dengan itikad baik mengira, bahwa perintah tersebut

sah dan diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu, maka orang itu tidak dapat

dihukum.

Page 18: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

MODUL 3 : SUMBER HUKUM

KB1. PENGERTIAN SUMBER HUKUM, 2 (DUA) ARTI SUMBER HUKUM DAN UNDANG-UNDANG SEBAGAI BENTUK SUMBER HUKUM FORMAL

A. Pengertian Sumber Hukum

Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia dalam hidup

bermasyarakat, dengan tujuan menciptakan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera.

Sebagai alat perlengkapan manusia dalam hidup bermasyarakat, hukum berasal dan berakar

dari masyarakat itu sendiri. Bahan atau materi hukum berasal atau ada dalam kehidupan

masyarakat. Hukum timbul melalui proses sosial atau tercipta karena memang sengaja

dibentuk oleh pihak yang mempunyai kewenangan atau mendapatkan pembenaran dari

masyarakat yang bersangkutan.

Untuk mendapatkan bahan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan atau

untuk mengetahui dan menemukan hukum, serta selanjutnya dapat menerapkannya dalam

kasus konkrit, kita harus menemukan sumber hukum. Di samping sumber hukum sebagai

tempat untuk menemukan atau menggali hukum, juga sebagai dasar untuk mengikatnya

hukum. Sumber hukum diartikan juga sebagai sumber pengenal (kenbron) dan sumber asal

(welbron). Sumber pengenal adalah bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk menemukan

hukum atau merupakan tempat di mana suatu peraturan perundang-undangan diundangkan.

Sumber hukum adalah segala apa saja (sesuatu) yang menimbulkan aturan-aturan yang

mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau

dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya

hukum secara formal, darimana hukum itu dapat ditemukan. dsb.

Sebenarnya untuk memberikan pengertian tentang sumber hukum tidaklah mudah,

sebab kata "sumber hukum" dapat dipergunakan dalam pelbagai arti tergantung dari sudut

mana titik tolak pandangan yang digunakan. Hal tersebut disebabkan perkataan sumber

hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat dan dalam arti formal. Secara

sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta

tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.

Page 19: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

B. Sumber Hukum Material dan FormalSumber Hukum dibagi menjadi dua, yaitu Sumber Hukum Material dan Sumber

hukum Formal.

1. Sumber hukum material, karena dilihat dari segi isinya, sumber hukum adalah merupakan

tempat diambilnya bahan atau materi hukum. Sumber hukum material, merupakan faktor

yang membantu pembentukan hukum. Dalam pembentukan hukum positif itu

dipengaruhi oleh banyak faktor, Adapun faktor-faktor yang turut menentukan isi hukum

meliputi

1. Faktor kemasyarakatan, yaitu berupa segala sesuatu yang benar-benar hidup dalam

masyarakat, antara lain berupa :

a. struktur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan yang lain;

b. kebiasaan;

c. hukum yang berlaku (mengingat bahwa hukum mempunyai sifat kesejarahan);

d. agama, kesusilaan dan kesadaran hukum; 5. sistem hukum negara-negara lain.

2. Faktor-faktor idiil, adalah merupakan cita-cita hukum (Rechtsidee). Sebagian sarjana

mengatakan bahwa yang merupakan faktor idiil yang secara langsung adalah keadilan.

Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa keadilan merupakan titik sentral

penegakan hukum, sedangkan yang merupakan faktor idiil yang secara tidak langsung

atau dianggap sebagai tujuan akhirnya adalah kesejahteraan umum.

Sumber hukum material dapat dilihat dari 4 sudut pandangan, yaitu :

1. Sumber hukum dalam arti sejarah, yang dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Sebagai sumber pengenal hukum atau sumber informasi, yaitu berupa segala

sesuatu yang dapat memberi informasi tentang hukum dari suatu bangsa atau

negara.

b. Sebagai sumber bahan, yaitu berupa sumber bagi pembentuk undang-undang

mengambil bahannya.

2. Sumber hukum dalam arti sosiologis, adalah sumber hukum yang dihubungkan

dengan masyarakat, sebagai sumber hukumnya adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi

dalam masyarakat.

3. sumber hukum dalam arti ekonomis, adalah sumber hukum yang dihubungkan dengan

kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang menjadi tuntutan setiap anggota masyarakat,

terutama yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan vital..

4. Sumber hukum dalam arti filosofis, dibedakan menjadi dua, yaitu

a. Sumber isi hukum yang melahirkan beberapa teori

1. Teori teokrasi, yang mengatakan bahwa isi hukum berasal dari Tuhan.

Page 20: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

2. Teori hukum kodrat yang rasionalistis, yang mengatakan bahwa isi hukum

bersumber dari rasio atau akal manusia.

3. Teori historis, yang mengatakan bahwa isi hukum bersumber pada kesadaran

hukum dari suatu bangsa

b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum. Sebenarnya kekuatan mengikatnya

hukum adalah kesadaran hukum dan juga bukan semata-mata didasarkan pada

kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang didorong oleh

alasan kesusilaan atau kepercayaan.

2. Sumber Hukum Formal, karena dilihat hanya dari segi cara terjadinya dan bentuknya

hukum positif, tanpa mempersoalkan asal-usul isi peraturan hukum itu sendiri.

Bentuk sumber hukum formal inilah yang menyebabkan hukum berlaku (menjadi

causa eficiens). Dengan telah memperoleh bentuk-bentuk tertentu, maka pandangan

hukum atau kesadaran hukum masyarakat diperhatikan dan diberi sanksi oleh pemerintah.

Dengan perkataan lain, dalam sumber hukum formal, maka pandangan hukum, kesadaran

hukum dipositifkan atau dijadikan hukum positif.

C. Bentuk-Bentuk Sumber Hukum Formal

Bentuk – bentuk sumber hukum menurut beberapa ahli :

1. L.J. van Apeldoorn membagi sumber hukum formal menjadi:

a. undang-undang; berhubung dengan kesadaran hukum yang berlaku menentukan

bahwa kita harus tunduk kepada pembentuk undang-undang

b. Kebiasaan;

c. Traktat. berhubung dengan kesadaran hukum yang berlaku menentukan bahwa

perjanjian harus dihormati atau dipenuhi berlaku asas pacta servanda sunt.

Ketiga bentuk tersebut sebagai sumber hukum formal, karena hanya dalam bentuk-bentuk

tersebut terjadi peraturan hukum yang mengikat secara umum.

2. G.W. Paton membagi sumber hukum formal (the formal sources of law) menjadi:

a. Kebiasaan (custom);

b. Metode judisiil atau segala sesuatu yang berhubungan dengan pengadilan (the

judicial method);

c. Undang-undang dan kitab hukum (statutes and codes);

d. Karangan-karangan ahli hukum dan pendapat ahli (juristic writings and proffesional

opinion)

3. E. Utrecht dan juga C.S.T. Kansil membagi sumber hukum formal menjadi :

a. Undang-undang;

Page 21: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

b. Kebiasaan;

c. Keputusan hakim (yurisprudensi);

d. Traktat (treaty);

e. Pendapat sarjana hukum atau ahli hukum yang terkenal (doktrin).

4. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa pada umumnya yang diakui sebagai sumber

hukum formal adalah: l. Undang-undang; 2. Perjanjian antar negara; 3 . Yurisprudensi; 4.

Kebiasaan. Dengan digunakan kata "pada umumnya" berarti penyebutannya tidak

limitatif, masih menerima adanya sumber hukum formal lain. Hal ini terbukti dalam

uraian berikutnya tentang sumber hukum masih disebutkan: 5. Doktrin; 6. Perjanjian; 7.

Kesadaran hukum (Mertokusumo, 1986 :63 -99).

5. Achmad Sanusi membagi sumber hukum formal menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Sumber hukum normal yang dibagi lebih lanjut menjadi :

1. Sumber hukum normal langsung, artinya mendapatkan pengakuan undang-undang,

yaitu: l. Undang-undang; 2. Perjanjian antar negara;3. Kebiasaan.

2. Sumber hukum normal tidak langsung, artinya menjadi sumber hukum atas

pengakuan undang-undang, atau karena melalui kebiasaan, yaitu: 1.Persetujuan

biasa);2. Doktrin;3. Yurisprudensi.

b. Sumber hukum abnormal, dikatakan abnormal sebab tidak dapat dicarikan pada

sumber-sumber hukum yang normal, ia justru merupakan "tantangan" terhadap tata

tertib hukum yang berlaku pada saat itu, termasuk kelompok ini, yaitu: l. Proklamasi

Kemerdekaan;2. Revolusi; 3. Coup d'etat yang berhasil; 4. Takluknya sesuatu negara

kepada negara lain.

D. Undang – Undang

Undang-undang sebagai sumber hukum formal mempunyai dua arti, yaitu: undang-

undang dalam arti formal dan undang-undang dalam arti material Undang-undang dalam arti

formal adalah setiap keputusan atau ketetapan dari pemerintah yang disebut sebagai undang-

undang karena dilihat dari bentuk dan cara terjadinya atau dilihat dari cara pembentukannya.

Undang-undang dalam arti material, atau istilah yang tepat peraturan perundang-

undangan, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang dan mengikat secara umum. Jadi yang menjadi tolok ukur adalah isinya. Undang-

undang dalam arti material mempunyai tingkatan-tingkatan atau tata urutan (hierarchie).

Tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (l) UU No.

l0 Tahun 2004 secara berturut-turut adalah :

1. UUD Negara RI Tahun 1945 (atau biasa disebut UUD 1945);

Page 22: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

2. Undang-undang,/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden; dan

5. Peraturan Daerah yang meliputi: Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah

Kabupaten dan Peraturan Desa.

E. Pengundangan

Pada jaman pemerintahan Hindia Belanda, peraturan perundang-undangan tingkat

pusat diundangkan dalam Staatsblad. Selain itu juga terdapat Bijblad op het Staatsblad dan de

Javasche Courant (merupakan Berita Negara). Pada jaman pendudukan Jepang, Osamu

Kanrei dan Osamu Kanrei dimuat dalam Kan Po.

Pengundangan peraturan perundang-undangan sekarang berdasarkan UU No. l0 Tahun

2004. Fungsi pengundangan adalah agar setiap orang mengetahuinya, sedangkan tujuannya

agar setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Pengundangan adalah penempatan

peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah dan Berita Daerah.

Kalau dilihat dari macam peraturan perundang-undangannya ada 4 (empat) tempat

pengundangan, yaitu Lembaran Negara Republik Indonesia (termasuk Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia); Berita Negara Republik Indonesia (termasuk Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia), Lembaran Daerah dan Berita Daerah. Setelah undang-undang

diundangkan dalam Lembaran Negara, maka undang-undang sah berlaku dan mempunyai

kekuatan mengikat umum atau mengikat setiap orang. Artinya setiap orang terikat untuk

mengakui eksistensinya, dan setiap orang dianggap tahu undang-undang (iedereen wordt

geacht de wet te kennen).

Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat

pada tanggal diundangkannya, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan . Berlakunya peraturan perundang-undangan dapat tidak sama

dengan tanggal pengundangan, sebab dapat terjadi masih diperlukan persiapan sarana dan

prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut.

F. Asas - Asas Peraturan Perundang - Undangan

Penggunaan istilah undang-undang tidak hanya dimaksudkan untuk menyebutkan

bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPR bersama-sama Presiden

(undang-undang dalam arti sempit), tetapi juga yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga lain

Page 23: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

(khususnya lembaga-lembaga yang lebih rendah). Dengan perkataan lain, kata "undang-

undang" digunakan dalam arti luas.

1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut

Pada asasnya suatu peraturan perundang-undangan baru berlaku dan mempunyai

kekuatan mengikat sesudah diundangkan menurut cara yang sah. Oleh sebab itu saat

mulai berlakunya tidak dapat ditentukan pada tanggal yang lebih awal daripada tanggal

pengundangannya. Dengan perkataan lain, peraturan perundang-undangan pada asasnya

dibuat untuk mengatur hal-hal yang terjadi setelah undang-undang itu diundangkan.

2. Sistem peraturan perundang-undangan mengenal adanya tingkatan-tingkatan atau

kewerdaan atau tata urutan (hierarchie) Apabila ada dua peraturan perundang-undangan

yang tidak sama tingkatannya mengatur materi yang sama, tetapi isinya saling

bertentangan, maka berlaku adagium Lex superior derogat legi inferiori. Arti adagium

tersebut adalah bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya

mengesampingkan yang lebih rendah, apabila keduanya mengatur materi yang sama

tetapi isinya saling bertentangan.

3. Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat

umum.

4. Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-

undangan yang lama.

5. Undang-undang dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat .final untuk

menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar.

KB2. KEBIASAAN, TREATY, YURISPRUDENSI, DOKTRIN, DAN PERJANJIAN

A. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan sumber hukum yang paling tua. Kebiasaan sebagai perilaku

yang secara berulang-ulang dilakukan dalam garis yang sama telah lahir sejak manusia hidup

bermasyarakat. Peranan kebiasaan sangat penting dalam kondisi masyarakat yang sederhana,

semakin modern atau komplek kehidupan masyarakat maka semakin berkurang peranan

kebiasaan sebagai sumber hukum. Kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat akan menjadi hukum

kebiasaan, apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:

1. syarat material, yaitu adanya perilaku yang secara terus menerus dilakukan dalam hal

yang sama atau menurut garis tingkah laku yang tetap;

Page 24: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

2. syarat psikologis atau intelektual, kebiasaan tersebut menimbulkan kesadaran atau

keyakinan umum bahwa seharusnya memang demikian (opinio necessitatis) dan diterima

sebagai suatu kewajiban hukum;

3. adanya akibat hukum, artinya ada sanksinya kalau kebiasaan dilanggar.

Dalam bidang hukum, di samping dikenal istilah hukum kebiasaan, juga dikenal istilah

hukum adat. Baik hukum kebiasaan maupun hukum adat adalah sama-sama merupakan

hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat yang bentuknya

tidak tertulis. perbedaan antara hukum adat dengan hukum kebiasaan dapat dirumuskan

sebagai berikut: bahwa dalam hukum adat di dalamnya tersimpul unsur-unsur tradisi,

pengertian-pengertian sakral, cara-cara berpikir yang menghubungkan dunia lahir dan dunia

gaib.

Di dalam tata hukum Hindia Belanda dikenal sejenis hukum yang disebut adatrecht,

yang oleh sebagian orang diterjemahkan sebagai hukum adat. sebenarnya istilah adatrecht

pertama kali dikemukakan oleh c. Snouck Hurgronje.

Menurut Kusumadi Pudjosewojo yang membedakan antara hukum adat dengan

adatrecht dapat ditarik adanya 2 hal yang membedakan, yaitu: pertama Hukum adat berlaku

bagi Bumiputera, sedangkan adatrecht berlaku bagi Bumiputera dan orang Timur Asing;

kedua Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis, sedangkan adatrecht sebagian besar

adalah hukum yang tidak tertulis tetapi ada bagian yang tertulis (terapi tidak dikodifikasikan).

Antara undang-undang dan hukum kebiasaan, itu ada persamaannya, yaitu: sama-sama

sebagai penegasan dari gambaran hukum, pandangan hukum atau kesadaran hukum

masyarakat, dan juga sama-sama sebagai sumber hukum formal. Adapun perbedaannya dapat

dilihat dari 3 (tiga) segi, yaitu :

1. Undang-undang bentuknya tertulis, sedangkan hukum kebiasaan bentuknya tidak

tertulis.

2. Undang-undang merupakan peraturan yang sengaja dibuat secara resmi oleh

pemerintah. Kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan hidup, yang

tidak sengaja dibuat, tetapi timbul dari masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, kalau

dilihat dari inisiatif terjadinya dapat dikatakan bahwa undang-undang bersifat

heteronom, sedangkan hukum kebiasaan bersifat otonom.

3. undang-undang memberikan kepastian hukum yang lebih besar, sebab bentuknya

tertulis dan perumusannya jelas, berbeda halnya dengan kebiasaan.

Dalam hukum positif Indonesia, hukum adat atau hukum kebiasaan dan undang-

undang derajatnya diakui sama. Hakim tidak hanya terikat pada undang-undang saja, tetapi

Page 25: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

juga pada hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan adalah merupakan sumber hukum, bahkan

melalui putusan hakim, hukum kebiasaan dapat mengesampingkan ketentuan undang-undang.

B. Treaty

Di samping undang-undang dan kebiasaan, diakui juga perjanjian antar negara (treaty

dan tractaat), sebagai sumber hukum formal. Sebagai sumber hukum formal, treaty memuat

ketentuan hukum yang mengikat secara umum, artinya mengikat warga negara dari negara

yang mengadakan perjanjian tersebut atau yang menjadi pihak dalam perjanjian. Treaty

mengikat setelah negara yang bersangkutan meratifikasinya.

Berdasarkan banyaknya negara yang mengadakan perjanjian antar negara, tractaat dapat

dibedakan menjadi : Tractaat Bilateraal, yaitu yang diadakan hanya oleh dua negara dan

Tractaat Multilateraal, yaitu. yang diadakan lebih dari dua negara.

Pada umumnya lahirnya tractaat melalui tiga tahap, yaitu: Tahap perundingan, yang

dimulai dengan tahap proses negosiasi. Kalau bentuknya bilateral maka perundingan secara

bilateral, sedangkan jika multilateral maka perundingan dilakukan secara multilateral di antara

negara-negara peserta; Tahap penandatanganan, yang diawali dengan proses perumusan

traktat, kalau semua peserta menyetujui dilanjutkan penandatanganan oleh semua negara

peserta; Tahap ratifikasi, supaya traktat berlaku dan mengikat negara peserta, maka piagam

haruslah diratifikasi oleh negara yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di negara peserta

C. Yurisprudensi

Yurisprudensi atau putusan hakim, atau ada yang menyebut pula dengan istilah peradilan.

Peradilan adalah suatu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi

mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara, serta bebas

dari pengaruh apa/siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan

berwibawa serta bertujuan mencegah eigenrichting (Mertokusumo' 1990 : 89 -90), Kata

"yurisprudensi" dalam ilmu pengetahuan hukum mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu

diartikan sebagai:

1. putusan hakim;

2. kumpulan putusan-putusan hakim yang disusun secara sistematis dan diberi anotasi

(catatan);

3. ajaran hukum yang diciptakan oleh peradilan dan dipertahankan dengan putusan hakim.

Ada tiga alasan yang menjadi penyebab seorang hakim mengikuti keputusan hakim lain

dalam menjatuhkan putusan yang sejenis, yaitu (Utrecht, l97l : 138 *139).

Page 26: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

1. Alasan psikologis, yaitu Keputusan hakim mempunyai kekuasaan (gezag), terutama

apabila keputusan itu dibuat oleh Pengadilan Tinggi atau oleh Mahkamah Agung.

keputusannya.

2. Alasan praktis yaitu apabila seorang hakim dalam perkara yang sejenis, memutus yang

isinya berlainan dengan isi keputusan seorang hakim yang kedudukannya lebih tinggi,

maka sudah barang tentu, pihak yang tidak puas dengan keputusan tersebut cenderung

akan mohon apel atau revisi kepada hakim yang lebih tinggi kedudukannya

3. Alasan persesuaian pendapat, yaitu hakim mengikuti putusan hakim lain dalam memutus

perkara yang sejenis, karena ia sependapat dengan isi putusan hakim lain tersebut.

D. Doktrin

Doktrin atau ajaran hukum (pendapat umum para sarjana atau ahli hukum)sebagai

sumber tempat hakim menggali untuk mendapatkan bahan guna mendukung putusannya,

sehingga putusannya tersebut dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak, berarti juga

akan mempunyai nilai obyektif dan berwibawa. Di samping alasan tersebut sebenarnya masih

ada 2 (dua) alasan lain yang memperkuat diterimanya doktrin sebagai sumber hukum formal,

yaitu:

1. Ada larangan bagi hakim menolak untuk memeriksa, dan memutus suatu perkara yang

diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya (Pasal 16 ayat (l) UU No. 4 Tahun 2004 jo. Pasal 22 AB).

2. Tidak ada larangan bagi hakim untuk menggunakan doktrin atau ajaran ajaran hukum

dari para sarjana atau ahli hukum di dalam pertimbangan pertimbangan hakim untuk

memutus perkara.

Doktrin bukan merupakan hukum, oleh sebab itu tidak mempunyai kekuatan

mengikat. Namun demikian ada juga doktrin atau ajaran hukum yang dibukukan dan dianggap

mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum, sehingga digunakan dalam peradilan.

Beberapa diantara kitab hukum itu adalah: di Normandi - Grand Coutumier de

Normandie (abad ke 13) yang penulisnya tidak dikenal, di Jerman Utara -- Saksenspiegel

(tahun 1230) dari Eike van Repgau. Contoh lain, seperti di Inggris pada abad pertengahan

yang terkenal dengan sebutan sebagai books of authority, salah satu diantaranya adalah

Commentaries on the laws of England dari Sir William Blackstone (Apeldoorn, l97l : 177).

Dalam dunia Islam ada empat mazhab yang terkenal, yaitu: 1. mazhab Hanafi, yang

didirikan oleh Abu Hanafi (699 - 767);2. mazhab Syafi'i, yang didirikan oleh Muhammad ibn

Idris as Syafi'i (757 - 820);3. mazhab Maliki, yang didirikan oleh Malik ibn Annas (713 *795)

Page 27: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

dan 4. mazhab Hambali, yang didirikan oleh Ahmad ibn Hambali (807 * 855). Tiap-tiap

mazhab memiliki buku hukum (fiqh) tersendiri.

E. Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUHP Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu sama lain atau lebih. Pengertian perjanjian

disini tidak memberi petunjuk syarat terjadinya perjanjian yang mempunyai akibat hukum.

Maka pengertian perjanjian perlu diperjelas menjadi : Perjanjian adalah hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu

akibat hukum.

Perjanjian adalah sah, apabila memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian

sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHP, yaitu adanya: konsensus atau kata

sepakat para pihak yang mengikatkan diri; kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; suatu

hal atau obyek tertentu; dan suatu sebab atau kuasa yang dibolehkan.

Hubungan hukum yang terjadi mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu:

adanya dua pihak yang saling berhadapan, yang satu sebagai orang yang berhak (kreditur)

dan yang lain sebagai orang yang berkewajiban (debitur);

adanya obyek sebagai sasaran hak dan kewajiban; dan

adanya hubungan antara orang-orang tersebut dengan obyek yang bersangkutan.

Asas-asas yang penting dalam perjanjian

Asas konsensualisme, asas ini berhubungan dengan terjadinya perjanjian, yaitu untuk

terjadinya suatu perjanjian disyaratkan harus ada kata sepakat.

Asas mengikatnya perjanjian (pacta sunt servanda), asas ini berhubungan dengan akibat

perjanjian.

Asas kebebasan berkontrak, asas ini menjamin kebebasan para pihak untuk mengadakan

perjanjian dengan siapapun dan juga bebas untuk menentukan isi perjanjian, asal perjanjian

yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan yang

baik.

Asas itikad baik (te goeder trouw), asas ini berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian..

Dalam batas-batas tertentu dapatlah dikatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh para

pihak itu sama dengan undang-undang, yaitu sama-sama membentuk hukum. Namun

demikian dalam garis besarnya dapatlah dibedakan, yaitu:

1. Undang-undang terjadi karena kehendak dari satu pihak saja, yaitu pembentuk undang-

undang, sedangkan perjanjian terjadi karena kehendak dari keduabelah pihak, yaitu para

pihak yang mengadakan perjanjian.

Page 28: file · Web viewTerbentuknya disengaja berdasarkan kehendak bebas dari para anggotanya yang disebut masyarakat alam, misalnya secara kebetulan ada

2. Undang-undang membentuk peraturan hukum in abstracto, berlaku umum bagi setiap

orang, sedangkan perjanjian membentuk hukum in concreto, yaitu berlaku secara khusus

bagi para pihak yang membuatnya.

3. Undang-undang mengikat dengan tiada didasarkan pada kehendak perseorangan,

sedangkan perjanjian ditaati karena kehendak secara suka rela dari para pihak yang

bersangkutan.

Kesimpulannya yaitu Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hubungan hukum

mengandung dua segi, yaitu: merupakan hak dan merupakan kewajiban. Adapun unsur-unsur

hak ada 4 (empat), yaitu: adanya subyek hukum; adanya obyek hukum; adanya hubungan

hukum yang mengikat pihak lain dengan suatu kewajiban; dan adanya perlindungan hukum.