doa · yang merasakan sakit saat anggota tubuh lainnya terluka. sebuah harmonisasi ... memperbanyak...

19

Upload: nguyendieu

Post on 05-Jun-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Doa

3 Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019

Oleh : Agung Heru Setiawan (Direktur Dompet AlQuran Indonesia)

SalamTe

ntan

g DQ

Sekilas DeQi

Yayasan Dompet Al-Quran IndonesiaLembaga Sosial KemanusiaanAkta Notaris: Endang Prastiya Rahayu, SHNomor Akta: 01 tanggal 21 Maret 2019Ijin Dinsos KAb. Sidoarjo: STP nomor: 460/859/404.5.6/ORSOS/2017Depkumham: AHU-0005913.AH.01.12.TAHUN 2019 TANGGAL 21 MARET 2019 Tanggal 08 Februari 2018 LAZ Prop Jatim (dalam proses)

DEWAN PEMBINA:H. Muhammad Siroj, S.Ag.KH. Agung Cahyadi, Lc. MA.Syaiful Arifin S.SDEWAN PENGAWASKH. Farid Dhofir, Lc. MSiKH. Ahmad Mudzofar Jufri, Lc. MA.KH. Abdus Salam Masykur, Lc. MA

DEWAN PENGURUSKetua : Agus Hariadi, S.Pd.IDR. Shobikhul QisomSekretaris : Sutarno, SE

Dompet Alquran Indonesia adalah Lembaga Sosial Kemanusiaan yang memberdayakan dana Zakai Infaq, Shadaqah dan Wakaf (ZISWAF)

para muhsinin untuk menyukseskan program-program pendidikan Al-Quran.

Diantara misi Yayasan Dompet Alquran Indonesia adalah mendirikan dan mengembangkan Pesantren Tahfidz Alquran untuk anak yatim, dhuafa dan anak da’i. Saat ini pesantren yang dikembangkan oleh Yayasan Dompet Alquran Indonesia adalah Pondok Pesantren Tahfidz Alquran “Darul Fikri” Sidoarjo.

Ir. ZainurrohmanBendahara : Adam Mustika, SEKunti Jeihan Qistiyah, S.Akun

REDAKSI Majalah DQPengarah : KH. Muhammad Siroj, S.Ag, Syaiful Arifin, S.SPemimpin Umum : Agung Heru SetiawanPemimpin Redaksi : Rafif AmirSekretaris Redaksi : FauziKontributor : Mukaromin, ust Didik, Ust Khoirul A.Design & Layout: Dakonmedia;

Dewan Redaksi:KH. Agung Cahyadi, Lc. MA., KH. Ahmad Mudzaffar, Lc. MA., H. Muhammad Siroj, S.Ag., Syaiful Arifin S.S, Agus Hariadi, S.Pd.I

Dompet Alquran IndonesiaRuko Citra City R-28, Sarirogo,SidoarjoTelp. 031-895 5057, WA. 0813 8500 2300Email : [email protected] : www.dompetalquran.or.id

Pondok Pesantren Tahfizh Alquran Darul FikriRT 14, RW 03 Sarirogo, SidoarjoTelp : 031-806 8530Email : [email protected] : www.darulfikri.com

Pengurus & Redaksi

BNI SyariahNo. Rek :4002 4004 0

5 Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019

Meraih Kemenangan Sejati

Sahabat Alquran yang dirahmati Allah SWT, Ramadhan segera berakhir,

walau romantika yang dihadirkan masih sangat terasa. Suasana ketaatan dan kekhusukan umat Islam masih lekat di sekitar kita.

Ramadhan kali ini tentu membawa makna dan arti yang sangat mendalam, doa-doa semarak kita panjatkan. Demikian pula suasana tempat perbelanjaan, baik pasar tradisional maupun mall yang ada ramai dengan segala perlengkapan menyambut Idul Fitri tiba.

Masjid-masjid syahdu dengan para jamaah yang masih khusuk i'tikaf. Dan rumah-rumah pun riuh dengan segala macam masakan serta kue-kue lebaran.

Sahabat Alquran, yang tak kalah penting jadi perhatian, para amil zakat juga rela mengurangi jam istirahatnya demi menunaikan amanah para donatur untuk mendistribusikan dana zakat kepada yang berhak menerima. Ya, Ramadhan selalu berhasil membuat semua berlomba untuk sebanyak-banyaknya melakukan kebaikan. Tilawah, infaq, zakat, dan sederet kebaikan-kebaikan lain demi merasakan kemenangan di

akhirnya.

Tetapi usia kebaikan itu tidak boleh berhenti saat Ramadhan berakhir. Masih banyak saudara yang membutuhkan bantuan, masih banyak pekerjaan rumah agar semakin banyak juga yang terbantu, tertolong, dan terentaskan dari masalah yang menimpanya.

Alhamdulillah, Ramadhan ini Dompet Alquran Indonesia masih dipercaya oleh para donatur, muzakki, muhsinin untuk menyalurkan amanah Ziswaf kepada para penerima manfaat. Dengan program Ramadhan Berbagi.

Sahabat Alquran yang dimuliakan Allah, yang terpenting sekarang, bagaimana kita mampu istiqamah menjaga amal kebaikan secara berkelanjutan. Agar kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan selama Ramadhan tidak kembali tergerus oleh rutinitas harian. Dan kemenangan sejati bisa sebenar-benar kita raih.

Kami keluarga besar Dompet Alquran Indonesia mengucapkan Selamat Idul Fitri 1440 H, mohon maaf lahir dan batin.

Kajian Utama

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Merajut Ukhuwah Hal pertama yang Rasulullah SAW lakukan, dalam peristiwa

hijrah yang bersejarah, adalah mempersaudarakan kaum muhajjirin dan kaum anshar. Melebur semangat kesukuan

dan fanatisme kelompok ke dalam satu ikatan yang kokoh, ukhuwah Islamiyah. Dengannya, para sahabat berlomba-lomba memberikan yang terbaik dari apa yang mereka miliki untuk saudaranya. Harta, tempat tinggal, bahkan Saad bin Rabi rela menceraikan istrinya untuk Abdurrahman bin Auf. Namun Ibnu Auf hanya mengatakan, “Tunjukkan aku jalan ke pasar.”

Bangunan ukhuwah itu terus menjulang, hingga menunjukkan kegemilangannya dalam perang badar. Jumlah pasukan yang sedikit namun dipersenjatai dengan iman dan semangat persaudaraan telah menjadi sebab hadirnya pertolongan langit. Kafir Quraisy kocar-kacir dan kaum muslimin menyambut kemenangan pertamanya dengan suka cita.

Barangkali ini pula yang menjadi bagian sejarah bangsa kita. Saat semua suku, ras, dan bahasa dilebur dalam satu semangat sumpah pemuda 1928. 17 tahun kemudian, persatuan itu meruntuhkan benteng-benteng yang dibangun penjajah. Gelora kemerdekaan menyala dimana-mana. Hingga kemudian sampailah pada saat yang berbahagia. Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta, 17 Agustus 1945.

Momentum ukhuwah juga dipertunjukkan oleh jutaan umat Islam Indonesia saat berkumpul dalam aksi super damai 212, menuntut penegakan hukum pada orang yang telah menghina Alquran. Mereka datang dari segala penjuru, dari berbagai ormas, berbagai lapisan masyarakat, atas dasar kecintaan dan iman yang sama. Ghirah (kecemburuan) yang sama saat agamanya dinista.

Makna Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah lebih dalam maknanya dari sekadar persaudaraan yang dipahami oleh Barat. Barat memaknai persaudaraan sebatas ikatan keluarga, sementara ukhuwah mencakup lebih dari itu.

Ukhuwah Islamiyah tak disekat oleh garis keturunan, tidak pula oleh tanah air, tidak pula oleh derajat dan kedudukan. Setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, dimana pun ia berada, apapun warna kulitnya, maka ia adalah saudara seiman.

“Ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (di masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian, dan dengan nikmat-Nya, menjadikan kalian sebagai orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103)

Inilah nikmat tertinggi setelah iman dan Islam. Nikmat bersaudara. Ukhuwah, yang diibaratkan sebagai bangunan yang saling menopang satu sama lain, ibarat anggota tubuh yang merasakan sakit saat anggota tubuh lainnya terluka. Sebuah harmonisasi indah yang saling bersinergi, saling berbagi, saling menguatkan.

Dalam ukhuwah Islamiyah, memperlakukan saudara seakidah seperti memperlakukan diri sendiri. Seminimal-minimalnya adalah tidak berprasangka buruk kepadanya. Puncak tertingginya adalah itsar, mendahulukan kebutuhan saudara seiman daripada kebutuhan diri sendiri. Seperti yang dicontohkan oleh tiga orang prajurit dalam Perang Yarmuk. Ketiganya telah berada dalam kondisi kritis akibat tebasan pedang musuh. Saat salah seorang hendak diberi minum, ia menolak dan meminta agar minuman itu diberikan kepada saudaranya yang juga terluka parah. Tetapi ia yang terluka parah juga menolak dan lebih memilih menyerahkan pada saudaranya yang sedang sekarat. Saat minuman itu hendak diberikan, prajurit yang sekarat itu telah wafat. Dan menyusul kemudian dua orang lainnya. Tanpa

mereka sempat meneguk setetes air pun. Sungguh, pemandangan ukhuwah yang begitu luar biasa.

Hak-Hak Ukhuwah

Untuk sampai pada derajat itsar seperti itu, tentu tidaklah muda. Pertama-tama, seorang al-akh harus menghilangkan prasangka buruk terhadap saudaranya, mengenyahkan ghil dari dalam hatinya. Ia harus memahami (tafahum) terhadap saudaranya; karakternya, sifatnya, kebiasaannya. Kemudian tunaikanlah hak-haknya. Hak-hak dalam ukhuwah.

Nabi SAW bersabda, “Hak seorang muslim yang harus dipenuhi oleh muslim lainnya ada enam.” Ditanyakan, “Apakah keenam hak itu wahai Rasulullah?” Beliau SAW bersabda, “Jika engkau berjumpa dengannya maka ucapkanlah salam, jika ia mengundang maka penuhilah undangannya, jika ia meminta nasihat kepadamu maka nasihatilah, jika ia bersin lalu memuji Allah maka ucapkanlah: yarhamukallah, jika ia sakit maka kunjungilah, dan jika ia mati maka antarkanlah jenazahnya.” (HR. Muslim)

Dengan itulah kemudian tumbuh rasa cinta dan saling menghormati. Kebaikan berbalas kebaikan. Hadir di saat bahagia maupun susah. Mengucapkan selamat saat mereka bergembira, ikut berduka dan meringankan beban saat mereka ditimpa musibah. Ah, begitu indah ukhuwah.

Dalam perjalanannya, mungkin ada kata-kata yang tak sengaja menyakiti. Ada

Oleh : Rafif AMir(Pimred Majalah DeQi)

76

PengusahaKajian Utama

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

sikap yang menyinggung hati, maka memaafkan adalah sebaik-baik pilihan.

Sebagaimana kisah Bilal dan Abu Dzar, ketika suatu hari Abu Dzar telibat adu pendapat yang sengit dengan Bilal. Abu Dzar keceplosan berkata, “Wahai, anak budak berkulit hitam!” Bilal melaporkan ucapan Abu Dzar yang tak menyenangkan itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah sangat marah dan berkata pada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, sungguh dalam dirimu terdapat jahiliyah!”

Kata-kata itu seperti petir di telinga Abu Dzar. Ia menangis penuh penyesalan. Serta merta diletakkan kepalanya di tanah, lalu berkata kepada Bilal, “Demi Allah, wahai Bilal. Aku tidak akan mengangkat pipiku, kecuali engkau menginjaknya dengan kakimu. Engkaulah orang yang mulia dan akulah yang hina.”

Melihat pemandangan itu, Bilal pun menangis. Ia mencium pipi Abu Dzar. Kemudian keduanya berpelukan, dengan air mata yang semakin deras.

Sungguh, air mata saya menetes saat menuliskan ini. Betapa indah jalinan ukhuwah dua orang sahabat kesayangan Rasulullah ini. Abu Dzar mengaku salah dan menyesal, Bilal pun begitu mudah memaafkan.

“Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka,

akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 63)

Rusaknya Ukhuwah

Maka janganlah hati yang telah dipersatukan oleh Allah itu, kemudian kita cerai-berai. Betapa Allah melaknat orang-orang yang memutus ukhuwah, memutus tali silaturahim.

"Sesungguhnya di antara riba yang paling berat adalah berlama-lama (tidak bertegur sapa) tanpa alasan yang benar. Hubungan silaturahim itu adalah pohon syajnah (yang lebat dan rimbun daunnya) dari ar-Rahman. Barangsiapa yang memutuskannya maka Allah Ta'ala akan mengharamkan surga baginya.” (HR. Ahmad)

Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad itu jelas. Rasulullah SAW mengumpamakan orang yang memutus silaturahim dan saling tidak bertegur sapa seperti orang yang melakukan riba paling berat. Padahal kita tahu bahwa dosa riba sangatlah besar. Satu di antara 7 dosa besar. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 275, Allah mengancam pelaku riba dengan neraka jahannam.

Kalau kemudian memutus silaturahim disebut sebagai riba yang paling berat, saya tak terbayangkan seberapa banyak dosa yang akan dipikulkan pada pelakunya. Dalam hal ini, memutus silaturahim tanpa alasan yang benar. Mungkin hanya karena persoalan-persoalan duniawi yang remeh, karena hutang-

piutang, harta gono-gini, atau hubungan-hubungan muamalah lainnya yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan saling memaafkan.

Silaturahim ibarat pohon syajnah, kata Rasulullah. Pohon yang lebat dan rimbun daunnya. Artinya, silaturahim itu meneduhkan, menyejukkan, melahirkan ketentraman dan ketenangan dalam jiwa. Sebaliknya, permusuhan hanya akan membuat hati gelisah, amarah, dan kebencian yang merusak. Maka mengapa banyak orang yang demi memuaskan egonya, enggan untuk menyambungnya kembali. Enggan memaafkan dan memberi maaf.

Padahal Allah Maha Pemaaf. Allah yang berkali-kali didurhakai oleh hamba-Nya, dengan kedurhakaan yang besar, masih memaafkan jika orang tersebut bertaubat dengan sungguh-sungguh. Mengapa pula kita enggan menyambung kembali ukhuwah dan kemudian melupakan peristiwa menyakitkan yang pernah terjadi? Rasulullah SAW marah dan berduka saat menyaksikan pamannya, Hamzah bin Abdul Muthallib syahid dan tubuhnya diperlakukan dengan sangat biadab, tetapi Rasulullah memaafkan Hindun yang kemudian masuk Islam.

Jika hanya ridha Allah yang dicari, insya Allah seharusnya kita bisa menyambung kembali silaturahim yang terputus itu. Sebab kita ingin ridha-Nya, tak ingin murka-Nya. Menyambung beroleh surga. Memutusnya kekal di neraka. Na’udzubillah.

Ust. Zainal Arifin:

Jadikan Bisnis sebagai Jalan

Dakwah

Siapapun bisa berbisnis, tapi tidak setiap orang meniatkan bisnis

yang ditekuninya sekaligus sebagai jalan dakwah. Bisnis bukan sekedar sarana menjaring laba, namun juga bisa menjadi jalan untuk berdakwah.

Demikianlah prinsip bisnis Ust. Zainal Arifin, pengusaha agen tropi dan medali “Jawah Trophy” di Griya Kebonagung Blok E2 No.06 Sukodono Sidoarjo. Jawah singkatan dari jalan dakwah. Karena itu ada 3 kiat usaha yang menjadi bekal pengusaha kelahiran Ponorogo 11 Oktober 1974 itu. Pertama, berusaha selalu dekat dengan Yang Maha Memberi Rezeki yakni dengan menjauhkan diri dari dosa. “Sebab dosa itu penghalang rezeki. Semakin jauh dari dosa makan semakin banyak

rezeki yang menghampiri kita,” ujar Ust. Zainal.

Kedua, berinfak yang akan melipatkandakan rezeki kita. Dan terakhir, sukses bersama. Maksudnya, “Saya yakin setiap orang pasti sudah ada rezekinya masing-masing, maka ketika saya melibatkan orang lain untuk membantu usaha saya Allah akan menitipkan rezeki mereka melalui kita. Semakin banyak orang kita libatkan dalam usaha kita, maka semakin banyak rezeki orang diberikan melalui kita,” tambah Ust. Zaenal yang juga aktif sebagai Ketua RT dan pengurus masjid setempat.

Dan... alhamdulillah dengan kiat tersebut roda bisnis Ust. Zainal senantiasa berkembang dan berkah. Usaha tropi ini semula untuk mengganti kegiatan istri, Bu Nur Alim, yang merasa tidak

nyaman bekerja di sebuah pabrik rokok, 3 tahun lalu.

“Saya minta ia mengundurkan diri lalu beralih ke usaha tropi ini, saya waktu itu hanya membantu marketing lewat medsos karena saya masih mengajar di SDIT Nurul Fikri,” tambah alumnus PBA Umsida 2012 itu. Alhamdulillah, usaha berkembang pesat dan kini Ust. Zainal full fokus di usaha ini.

“Bermodal 700 ribu dan hanya menggunakan bagian depan rumah untuk display, dan alhamdulillah kini bisa membeli rumah sebelah, khusus untuk tempat usaha,’ begitu ungkapan syukur ayahanda dari Erinda Shofatil Himmah, Abduhu Al-Muktafi Billah dan Mustaghfirah Bil Ashar ini. (*)

98

Tafsir

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Mengenal Sifat-Sifat Alquran Oleh Ustadz Abdus Salam Masykur, Lc. MA

1. Kedua ayat ini adalah firman Allah SWT di dalam surat Yunus ayat 58-59 yang menjelaskan bahwa kitab Alquran itu datangnya dari Allah SWT yang bersifat sempurna dan universal atau kamil dan syamil sebagai mau'idzah (nasihat), syifa' (obat/penawar), hudan (petunjuk) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

2. Dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan dengan Alquran yang diturunkan kepadanya, hendaklah orang orang beriman itu merasa mulia dan merasa bahagia melebihi kecintaan mereka pada harta dan kemewahan dunia yang mereka kumpulkan dan mereka banggakan.

3. Kebanggaan terhadap Islam dan Alquran harus terus dijaga dan dipelihara dengan berbagai upaya, antara lain dengan menanamkan kecintaan kepada generasi anak anak kita terhadap Alquran dan terhadap agamanya.

4. Sebagai tanda kebahagiaan kita terhadap Alquran, maka kita wajib mempersiapkan dan menyediakan fasilitas yang memadai untuk terciptanya generasi Alquran yang dapat membacanya dengan benar, menghafalkan Alquran dengan benar, baik dan sempurna, dapat memahami dan menafsirkan Alquran dengan benar, mempelajari Alquran dan mengajarkannya, serta menjadikan Alquran sebagai Minhajul Hayah (Way of Life) mereka.

5. Mendidik anak dengan pendidikan Alquran perlu mendapat perhatian yg bersifat prinsipil dari seluruh ummat Islam, sehingga memerlukan peran orang tua, peran lembaga, seperti sekolah atau pondok pesantren, peran para guru, para da'i dan peran ulama, bahkan peran negara.

6. Dengan demikian seluruh usaha dan upaya untuk mewujudkan hal tersebut sangat diperlukan, termasuk menghimpun tenaga dan pendanaan ke arah itu.

7. Betapa mulianya berinfaq fi sabilillah dalam terwujudnya generasi yang Qur'ani, sehingga ini akan melahirkan keberkahan dalam hidup kita di dunia sampai di akhirat kelak.

8. Semoga Allah SWT selalu memberi taufiq dan hidayahnya kepada kita semua untuk bisa berinteraksi dengan Alquran, khususnya di bulan suci Ramadhan ini. Aamiin.

1110

Silaturahmi

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Tauladan

‘Jangan Takut Miskin karena Bersedekah’

Rasulullah mengajarkan kita untuk memperbanyak sedekah baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Ketika

seseorang enggan untuk bersedekah, terkadang mereka akan beralasan bahwa mereka sendiri pun sedang membutuhkan sehingga tidak bisa bersedekah. Ada juga yang merasa dirinya belum berkewajiban sedekah karena merasa harta yang dimilikinya masih sedikit. Banyak sekali alasan yang dilontarkan oleh orang-orang untuk membenarkan perbuatannya.

“Namun sungguh, yakinlah bahwa dengan bersedekah atau berbagi, kita akan mendapat keberkahan. Untuk sedekah tidak usah menunggu kaya. Justru dengan bersedekah tidak akan membuat kita miskin, bahkan bisa bertambah dan bertambah,” begitu ujar Bp. Muchamad Riduwan, salah satu donatur DQ yang

tinggal di Perum Babadan Asri blok N-14 Junwangi Krian, sembari menambahkan bahwa untuk bersedekah itu harus dipaksa, jangan ditunda-tunda.

“Dengan bersedekah disamping rejeki bertambah, juga menjadi berkah,” tambah bapak kelahiran Sidoarjo 21 Desember 1979 tersebut. Dengan sedekah pula Pak Riduwan merasa usahanya juga lancar senantiasa.

Sekarang sarjana pendidikan tersebut membuka dan mengelola usaha dengan label “Aneka Jaya Tehnik” yang bergerak dalam bidang service pendingin (AC, kulkas, freezer, mesin cuci, listrik dan lainnya). “Awal bisa servis pendingin sekitar tahun 2002 di ponpes Al-Ishlah yang diasuh oleh Almarhum KH. Muhammad Ma'sum yang waktu itu bekerja sama dengan Yayasan Darmais Jakarta, mengadakan pelatihan pendingin selama 2 bulan dengan gratis,” cerita suami dari Bu Kusyanti Ningsi, SSi yang mengabdi sebagai guru di SMK YPM Sepanjang itu. Sebelumnya Pak Riduwan juga pernah bekerja di Surya Winanta, Deka Jaya Teknik, Abadi Jaya Teknik dan Prima Cool.

Yang pasti, “Dengan berbagi alhamdulillah merintis usaha jasa pendingin itu lancar dan berkah,” tambah ayah dari Ilma Nazilah Rahmah dan Najah Mujahidah tersebut. (*)

“... Justru dengan bersedekah tidak

akan membuat kita miskin, bahkan bisa

bertambah dan bertambah,”

Alya Raihanatul Jannah:

Perkuat Komitmen Sesuai Target

Tidak salah bagi Alya Raihanatul Jannah, atau yang akrab dipanggil

Alya RJ, memilih belajar di Darul Fikri Sidoarjo, empat tahun yang lalu. Sebab hafalan 3 juz Al Qur’annya ketika masih MI mendapat kemudahan di sini hingga ia bisa hafal 30 juz.

Ya..., tepatnya pada tanggal 18 Pebruari 2018 lalu, ketika kelas IX SMP-IT Darul Fikri, ia dinobatkan sebagai santri PPTQ Darul Fikri yang -25 yang bisa menyelesaikan setoran hafalan Al Qur’an 30 juz. Sekarang Alya RJ sudah kelas X MA-IT Darul Fikri jurusan Agama, dan tinggal berusaha agar mencapai predikat menghafal Al Qur’an yang mutqin, lebih memantapkan ayat per ayat, baik dari segi lafadz dan maknanya. “Dibutuhkan komitmen yang kuat sesuai dengan target yang kita

tetapkan,” begitu diutarakan Alya tentang keberhasilannya menghafal Al Qur’an 30 juz termasuk rencananya agar menjadi mutqin.

Dari kecil Alya yang kelahiran Nganjuk 4 Mei 2003 itu memang berobsesi bisa menjadi hafidzah. Beruntung, sang ayah dan bunda, Bp. Moh Shoberi dan Ibu Siti Mutmainnah sepakat melanjutkan studi putrinya ke SMIP-IT Darul Fikri, sebuah lembaga pendidikan modern, memadukan kekuatan prestasi akademik, karakter (akhlak dan life skill) dan hafalan Al Qur’an.

Selama 3 tahun menimba ilmu di sekolah yang berada di bawah naungan Pondok Pesantren Tahfizh Alquran Darul Fikri Sidoarjo ini alhamdulillah prestasi hafalan Al Qur’an Alya melaju pesat. Motivasi kuat juga tak lepas dari keinginan sang

ayahanda yang sehari-hari selaku guru ngaji dan da’i di Kertosono Nganjuk.

“Alhamdulillah semuanya mendukung. Orang tua mendukung, sekolah juga memfasilitasi,” tambah Alya sembari menambahkan komitmen yang kuat untuk mencapai target itu harus disertai dengan usaha yang kuat dan disiplin.

Mengapa disiplin? “Sebab kegiatan di sini banyak, dari ngaji, hafalan, belajar, ikut kegiatan ini-itu. Kita tulis target itu dan disiplin untuk menepatinya.” Alya pun punya komitmen baru, ingin menguasai ilmu tafsir dan hadits. Karena itu pula, putri kedua dari 4 bersaudara ini pun lebih mendisiplinkan waktu lagi. “Bila ada waktu kosong saya gunakan untuk mempelajari dan mendalaminya di masjid,” tambah Alya. (*)

1312

Oleh : KH. Agung Cahyadi, Lc, MA(Anggota Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Darul Fikri)

Klinik Fiqh

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Beribadahlah dengan Hati yang Bersih

Sesungguhnya manusia dan jin diciptakan oleh Allah SWT

tak lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Maka, sudah sepantasnya kita melaksanakan ibadah dengan ikhlas, dengan hati yang bersih. Namun pada kenyataannya, untuk mewujudkan itu tidaklah mudah.

Sebagaimana firman Allah: “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 87-90). Jelas, ibadah yang sangat bernilai di sisi

Allah SWT menurut ayat di atas adalah hati yang bersih. Di samping itu, ibadah ini juga memerlukan “jihad” dalam mewujudkannya.

Suatu malam, Al-Hasan Al-Bashri berdoa, “Ya Allah, maafkanlah siapa saja yang mendzalimiku…”

Dan ia terus memperbanyak doa itu, sehingga ada seseorang yang bertanya kepadanya, “Wahai Abu Sa’id (Al-Hasan Al-Bashri), sungguh malam ini aku mendengar engkau berdoa untuk kebaikan orang yang mendzalimimu, sehingga saya berangan-angan, andai saja aku termasuk orang yang mendzalimimu, maka

apakah yang membuatmu melakukannya?”

Beliau menjawab, bahwa Allah telah berfirman, “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya kembali kepada Allah.” (QS. Asy-Syuura: 40). Kisah ini ada pada kitab Syarah Shahih Bukhari, karya Ibnu Baththol, 6/575-576)

Para sahabat ada juga yang senantiasa berpandangan positif yang menunjukkan pancaran dari hati mereka yang bersih dalam kesehariannya.

“Setiap kali aku melewati rumah seorang muslim yang megah, aku mendoakannya agar diberkahi.”

“Setiap kali kulihat kenikmatan pada seorang muslim, aku mendoakan, Ya Allah, jadikanlah kenikmatan itu penolong baginya untuk taat kepada-Mu dan berikanlah keberkahan kepadanya.”

“Setiap kali ku lihat seorang muslim berjalan bersama istrinya aku berdoa kepada Allah, Semoga Dia menyatukan hati keduanya di atas ketaatan kepada Allah.”

“Setiapkali aku berpapasan dengan pelaku maksiat, kudoakan dia agar mendapat hidayah.”

“Aku selalu berdoa, semoga Allah memberikan hidayah kepada hati manusia seluruhnya, sehingga leher

mereka terbebas (dari neraka), begitu pula wajah mereka diharamkan dari api neraka.”

“Setiapkali hendak tidur, aku berdoa, Ya Rabb-ku, siapapun dari kaum muslimin yang berbuat dzalim kepadaku, sungguh saya telah memaafkannya. Oleh karena itu, maafkanlah dia, karena diriku terlalu hina untuk menjadi sebab disiksanya seorang muslim di neraka.”

Doa-doa ini dapat dijadikan sebagai salah satu tanda bahwa manusia itu memiliki hati yang bersih. Alangkah perlunya kita juga dapat memiliki hati-hati yang seperti itu.

“Ya Allah, jangan halangi kami untuk memiliki hati seperti ini, karena hati yang jernih adalah penyebab kami masuk surga.”

Ya, hidup ini bagaikan bunga mawar. Padanya terdapat keindahan yang membuat bahagia, namun padanya juga terdapat duri yang menyakiti kita. Apapun yang ditakdirkan menjadi milik kita, akan mendatangi kita walaupun kita lemah! Sebaliknya, apapun yang tidak ditakdirkan menjadi milik kita, maka kita tidak akan dapat meraihnya, bagaimanapun kuatnya kita! Segala puji hanya bagi Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya. (*)

1514

Jasmaniyah

Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

(oleh dr. Ainul Nismala)

Penyebab Sesak Napas

Dok, akhir-akhir ini, setiap kali saya batuk, selalu sesak napas.

Padahal sebelumnya tidak pernah. Ini kira-kira kenapa ya, Dok? (R, Sidoarjo)

Jawab:

Sesak napas adalah kondisi ketika seseorang kesulitan dalam bernapas atau tidak cukup mendapat asupan udara. Ada beberapa penyebab yang memungkinkan kita mengalami sesak napas.

Di antaranya:

1. Asma

Penyebab sesak napas paling umum adalah asma. Pencetusnya adalah alergi. Salah satu tandanya yaitu sering bersin pada pagi atau malam hari. Asma adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh peradangan dalam saluran udara (bronkus). Peradangan mengakibatkan bronkus menjadi bengkak, menyempit, dan terus memproduksi lendir berlebih. Akibatnya, kita sering merasa sesak napas atau ngos-ngosan, serta sulit bernapas lega. Kita mungkin merasa dada sering sakit sesak seperti ada yang mengikat tali erat-erat di sekeliling dada. Napas mengi berbunyi “ngik-ngik” dan batuk-batuk

juga menjadi gejala asma yang paling umum.

2. PPOK

PPOK atau penyakit paru obstruktif kronis adalah infeksi pada paru yang terjadi secara menahun. PPOK adalah sekumpulan penyakit yang merusak paru-paru dan mengurangi pasokan oksigen ke darah karena terblokirnya jalan napas akibat peradangan atau kerusakan kantung udara. Hal ini membuat penderitanya sering mengalami sesak napas, sesak di dada, mengi, dan batuk. Penyakit ini dapat kambuh atau berulang bila ada faktor pencetus.

3. Gagal jantung

Gagal jantung adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan jantung yang tidak bisa berfungsi baik dan tidak memompa darah ke seluruh tubuh secara efisien. Kondisi ini disebabkan karena adanya penyempitan atau penyumbatan yang terjadi pada pembuluh arteri koroner. Menyempitnya pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah yang membawa oksigen jadi terhambat. Akibatnya, jaringan tubuh tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup sehingga

menimbulkan beberapa gejala seperti sesak napas, kelelahan, tidak fokus, hingga penumpukan cairan di dalam organ.

Penanganan sesak napas tidak selalu sama, tergantung dari penyebabnya. Oleh karena itu, dibutuhkan diagnosis yang tepat mengenai penyebab sesak napas. Berikut penanganan sesak napas berdasarkan penyebabnya:

Jika Anda mengalami sesak napas karena asma atau alergi, maka yang perlu Anda lakukan adalah menghindari unsur-unsur pemicu, seperti debu, bulu hewan peliharaan, atau serbuk sari. Jaga selalu kebersihan rumah agar terbebas dari debu, kutu, atau tungau.

Berhenti merokok bisa melancarkan pernapasan Anda. Di samping itu, dengan berhenti merokok, Anda bisa mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit serius, seperti penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan kanker.

Jika Anda mengalami sesak napas diiringi demam tinggi, menggigil, batuk, bengkak di kaki, warna bibir menjadi biru, atau sesak napas yang kian memburuk, kunjungi dokter secepatnya.

16

Tazkiyatun Nafs

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Oleh Ustadz Muhammad Sholeh Drehem, Lc

Seni Memberi MaafSaudaraku yang senantiasa

diberkahi Allah, renungan dhuha kali ini kita akan

mencoba menyimak Alquran surat Ali Imran ayat 159 berikut ini:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Saudaraku…

Memberi maaf akan kesalahan orang sungguh sangat terpuji. Terpuji di mata Allah, terpuji di mata manusia.

Maafkanlah orang-orang tercinta, walaupun ia tidak minta maaf. Maafkanlah dengan:

Niat ikhlas.

Niat ingin dimaafkan oleh Allah SWT.

Niat ingin disucikan oleh Allah SWT.

Niat ingin dikuatkan oleh Allah SWT.

Maafkanlah dan bersilaturrahimlah.

Maafkanlah dan doakan kebaikan.

Maafkanlah dan doakan perlindungan dari semua bahaya.

Maafkanlah dan waspadalah dari bisikan setan.

Waspadalah dari kedzaliman.

Waspadalah pula dari terulangnya kedzaliman.

Maafkanlah semua dusta, pendustaan, ghibah, fitnah, cerca, dan hinaan.

Kalau terulang lagi, maafkan lagi!

Selalu ada maaf, nasihati dia.

Dan kalau juga tetap terulang, jaga jarak dan doakan.

Insya Allah, Allah akan membersamai kita semua.

SEMANGAAAT!!!

Ya Rahman.

Ampuni dan beri maaf kami dan seluruh saudara kami.

Sumber: https://suaramuslim.net/ali-imran-ayat-159-seni-memberi-maaf/

1918

Rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia

sebagai tempat untuk mengawali segala macam aktivitas setelah beristirahat, sampai dengan mengakhiri aktivitas dalam satu hari. Agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin telah mengatur segala sesuatu berkaitan dengan kehidupan umat Islam, termasuk dalam konsep merancang rumah tinggal.

Dalam agama Islam, rumah Berasal dari kata baata-yabiytu-bait, yang berarti bermalam/menginap yang merujuk kepada tempat manusia untuk bermalam dan beristirahat. Kedua, disebut kata maskan berasal dari kata sakana yang berarti tenang, tentram, dan bahagia (Mustafa dkk, 2015). Oleh karenanya, rumah dalam agama Islam selain berfungsi sebagai tempat berlindung dan menginap (sesuai dengan QS. An-Nahl ayat 80-81), juga merupakan tempat untuk mencari kedamaian karena fungsinya untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah (sesuai dengan QS. An-Nur ayat 27).

Pada perkembangannya, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan konsep rumah tinggal dalam perspektif Islam melalui perancangan, baik interior maupun eksteriornya.

1. Aktivitas berdasar ibadah mencari ridha Allah, dimana aktivitas yang ada dalam rumah tinggal berupa aktivitas tauhid, ibadah, akhlaq, syariah, dan muamalah sesuai Alquran dan hadits. Dalam perancangan rumah tinggal, perwujudan hal ini adalah dengan menyediakan ruang khusus beribadah seperti mushalla yang dapat dipergunakan untuk shalat berjamaah, minimal bagi keluarga inti.

2. Penzoningan berkonsep muhrim, sehingga rumah dirancang dengan konsep zoning yang jelas antara ruang yang bersifat publik dan privat. Hal ini dilakukan untuk memberi batasan sejauh mana tamu dapat memasuki bagian rumah. Misalnya dengan memberikan partisi di ruang tamu agar tamu tidak bisa langsung melihat keseluruhan isi rumah dan menjadi hijab untuk mencegah melihat langsung anggota keluarga lain yang bukan muhrim.

3. Tata ruang bersifat akhlak mulia dengan merujuk pada peraturan dalam Alquran seperti tidak menghadapkan arah WC searah dengan kiblat, menyediakan tempat

wudhu yang terpisah dengan toilet, melakukan pemisahan kamar bagi anak-anak yang berbeda jenis kelaminnya pada usia akil baligh, maupun mengatur letak tempat tidur agar menghadap ke arah kiblat.

4. Adanya seni Islami berupa seni tauhid, yaitu dengan menghadirkan elemen dekorasi rumah yang tidak menyalahi ajaran agama. Misalnya tidak memasang patung maupun gambar-gambar berbentuk makhluk hidup, atau bentukannya sudah distilir sehingga tidak menampilkan bentukan utuh.

5. Bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain, dimana perancangan rumah dilakukan dengan seksama, sampai dengan ruang luar. Perancangan yang dilakukan termasuk merancang utilitas rumah dengan baik, misalnya dengan mempertimbangkan perletakan pipa-pipa drainase rumah dengan benar sehingga tidak menyebabkan banjir, atau membuat septic tank sesuai dengan standar yang dipersyaratkan agar buangan dari kamar mandi tidak mencemari air pada bak penyimpanan bawah.

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Kisah Sahabat Opini

Kisah Mengharukan Umar Bin Khattab Masuk Islam

Dikisahkan, suatu malam Umar datang ke Masjidil Haram secara

sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan salat Rasulullah SAW. Waktu itu Rasulullah membaca surat Al-Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri, “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.”

Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Alquran bukan syair). Lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.” Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42 (yang menyatakan bahwa Alquran bukanlah perkataan dukun) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.” Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah SAW. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?”

Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.”

Lelaki tadi berkata,

“Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah kalau kamu membunuh Muhammad?” Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.” Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, Hai Umar? Sesungguhnya adik perempuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.”

Kemudian dia bergegas mendatangi saudara perempuannya yang sedang belajar Alquran, surat Thaha kepada Khabab bin al-Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.”

Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.” Saudaranya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?” Mendengar ungkapan itu Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah. Ketika melihat wajah saudarinya berdarah, Umar menjadi iba kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat.

Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!”

Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.

Ketika Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, “Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.”

Waktu itu, Rasulullah SAW sedang berada di rumahnya. Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah.

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.”

Sumber: https://ramadan.sindonews.com

Konsep Rumah Tinggal dalam Persektif Agama Islam

Oleh Oktavi Elok Hapsari

2120

Anak Kita

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Oleh: Suhadi Fadjaray(Founder GROWin Training & Motivation)

Menata Jiwa“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan

anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil ke-saksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap

ke-Esa-an Tuhan.” (QS. Al-A’raaf: 172)

Taat. Bergitulah kata yang tepat untuk ruh anak kita saat ditiupkan

ke janin yang dikandung calon ibunya. Dia tak pilih-pilih ayah, tak pilih-pilih bunda. Tunduk dan taat kepada keputusan-Nya sebab dia memang terikat dengan perjanjian-Nya untuk senantiasa menghamba pada-Nya semata. Dan, ketaatan ruh anak kita itu jelas menguntungkan kita, yang kelak disebut “ayah” olehnya. Sebab, jika ruh anak yang akan ditiupkan ke

janin yang dikandung istri kita itu diberi kesempatan memilih, bisa jadi dia tak akan memilih terlahir sebagai anak dari seorang ayah yang kualitas iman, ilmu, amalnya biasa-biasa saja. Sebab, dalam pengasuhan ayah yang sedemikian itu, masa depan anak di dunia akhirat dipertaruhkan penuh risiko. Kepada kita yang biasa-biasa inilah kelak anak-anak itu diperintahkan untuk berbakti. Sungguh, ketahuilah para ayah, itu bukan persoalan yang mudah baginya.

Maka, menjadi ayah bagi anak-anak yang “suka rela” diamanahkan Allah pada kita yang biasa-biasa ini sebenarnya membawa konsekwensi besar, yakni menuntut kita agar meningkatkan kapasitas diri kita dalam menjalankan peran keayahan. Semakin meningkat kapasitas kita sebagai seorang ayah, semakin mudah bagi anak-anak untuk berbakti. Dengan demikian, jika anak-anak terlahir “hanya” menjalani peran penghambaan

kepada-Nya, kita sebagai ayahnya sebenarnya juga menjalani peran yang sama. Semoga anak dan ayah yang sama-sama menjalani peran kehambaan ini kelak kembali kepada-Nya secara fitrah: menjadi hamba-Nya dalam keridhaan-Nya.

Para ayah yang lembut jiwa, jika peran laki-laki sebagai suami direduksi sebatas membuahi, sungguh kelinci itu lebih ahli. Jika peran pria sebagai ayah direduksi sebatas mencari nafkah, sungguh burung-burung di sawah lebih perkasa. Dia terbang jauh, pulang kembali ke sarang membawa nafkah, disuapkan langsung ke mulut anak-anaknya. Menjadi ayah bagi seorang anak manusia memerlukan kapasitas diri yang istimewa. Sebab, ayah itu profesi istimewa dan hanya pantas dijalani oleh pria yang istimewa. Tidak setiap lelaki sempat menjadi suami, tidak pula setiap pria sempat menjadi ayah. Tentu, tidak setiap ayah bisa menjadi penyejuk jiwa

bagi anak-anaknya. Hanya pria istimewa yang bisa melakukannya. Dan, semoga pria istimewa itu adalah kita: AYAH PENYEJUK JIWA

Semoga jalinan cinta ayah dengan anak-anak, juga bunda anak-anak kita, senantiasa terhubung dengan tali halus namun tak akan putus, tali lembut namun tak akan tercerabut, sampai semuanya berjejak kembali ke tanah pengharapan: surga yang indah tiada tara. Sedemikian itu adalah janji Allah bila ayah dan anak bersepakat untuk bertaat-taat terikat kuat kepada-Nya.

“Dan orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan (pertemukan) mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga.)” (QS. Ath-Thuur: 21)

Jadi, tugas utama ayah penyejuk jiwa adalah melakukan kaderisasi iman kepada anak-anaknya agar

senantiasa terhubung di dunia akhirat. Maka, ayah penyejuk jiwa adalah ayah yang berhasil melakukan kaderisasi iman sehingga anak-anaknya menjadi pribadi yang sama shalihnya atau bahkan lebih shalih daripada ayahnya.

Semoga profesi mulia sebagai seorang ayah ini senantiasa terbimbing oleh-Nya.

Ya Allah ya Rahman ya Rahim, luruskanlah hati dan pikiran kami dalam jalur keimanan yang diikuti anak-anak kami. Kokohkan ikatan cinta kami agar cinta kami makin bertambah-tambah kepada-Mu. Jadikan kami dan anak-anak kami senantiasa bertekad kuat dalam bertaat-taat dan barjauh-jauh dari maksiat. Maka, jadikanlah kami termasuk orang-orang menghamba dalam taat dan taubat.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)

Maka, ayah penyejuk jiwa adalah ayah yang berhasil melakukan kaderisasi iman sehingga anak-anaknya menjadi pribadi yang sama shalihnya atau bahkan

lebih shalih daripada ayahnya.

2322

Embun

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Oleh : Ust. Syaiful Arifin. S.S (Pembina Dompet Alquran Indonesia)

2524

Ukhuwah: Bermula dari Hati

Orang-orang muslim generasi pertama yang dididik langsung

oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Makkah mengalami ujian-ujian berat demi mempertahankan iman. Sampai pada saatnya mereka bersama beliau hijrah ke Yatsrib yang kemudian dikenal dengan Al-Madinah al-Munawwarah (Madinah) setelah mendapatkan perintah dari Allah subhanahu wa ta'ala, bukan atas inisiatif mereka sendiri.

Berhijrah berarti meninggalkan kampung halaman yang telah berpuluh tahun dihuni dengan segala kenangan indahnya. Juga meninggalkan keluarga yang dicintainya. Pun harta benda yang telah susah payah dicari lalu dikumpulkannya bahkan dibangga-banggakannya. Semua itu ditinggalkan menuju suatu tempat yang sama sekali baru dan asing, belum diketahui pasti cocok atau tidak untuk kehidupan berikutnya. Bisa dibayangkan betapa susahnya hidup dalam kondisi seperti itu. Bandingkan dengan perjalanan terjauh, terlama dan tersulit yang pernah kita alami. Itulah kaum muhajirin dari Makkah.

"Calon-calon tuan rumah" di tempat tujuan menyadari betul kesulitan yang akan dialami oleh para pendatang yang nyaris tanpa bekal memadai tersebut. Maka, mereka bersiap-siap menyambut dengan segala kemampuan yang

ada. Bahkan menyambut dengan harta benda dan hak milik yang amat mereka butuhkan dan bahkan cintai. Para tuan rumah itu amat senang dengan kedatangan para pendatang dari negeri seberang tersebut bahkan mendahulukan kepentingan mereka daripada diri mereka sendiri. Walaupun untuk itu mereka, para tuan rumah itu, harus menanggung kesulitan. Itulah kaum Anshar di Madinah.

Pola interaksi kehidupan kaum Muhajirin dan Anshar di awal-awal hijrah khususnya adalah cermin ukhuwah Islamiyah yang amat gamblang. Dua kelompok manusia yang belum pernah berinteraksi fisik secara langsung namun sudah memiliki ikatan batin yang kuat. Bagaimana bisa?

Kaum Muhajirin sebelum berhijrah ke Madinah telah bertahun-tahun dididik oleh Rasulullah dengan ilmu-ilmu dan aplikasi keimanan yang amat dalam. Sehingga mereka, para sahabat radhiyallahu 'anhum, memahami betul siapa diri mereka, untuk apa ada di muka bumi, nanti akan kemana dan berakhir dimana setelah semua yang dunia ini sirna. Mereka juga amat kenal dengan Allah subhanahu wata'ala, amat dekat, dan amat mencintai-Nya.

Kaum Anshar di Madinah pun sama kondisinya. Sebelum mereka menjadi para tuan rumah, lebih dulu

mendapatkan bimbingan dari para utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sehingga mereka, meskipun memiliki latar belakang berbeda dengan kaum Muhajirin dan tidak memiliki pertalian darah, sudah memiliki cara pandang yang relatif sama berikut ikatan batin yang kuat dengan "para tamunya." Mereka, kaum Muhajirin dan Anshar memiliki ilmu dan wawasan yang luas tentang diri dan kehidupan. Di samping itu, memiliki hati yang selalu terbersihkan dari penyakit-penyakitnya.

Walhasil perbedaan-perbedaan di antara mereka, setajam apapun, dapat dikelola dengan baik dan berakhir dengan baik. Merekalah, para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah jelas berhasil menjadi teladan dalam ukhuwah Islamiyah. Mereka memiliki ilmu yang luas dan hati yang bersih. Memang begitulah ukhuwah, bermula dari hati. Karena di dalam hati ada iman. Iman adalah sumber utama kekuatan ukhuwah.

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat (49): 10).

Wallaahu a'lam bish-shawwab.

Hijrah

Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019

Ardy Chrismas

Widiantoro Baca Ayat Keesaan Tuhan

Sore itu, ia tampak sumringah dengan balutan jaket, kemeja

batik, dan celana panjang hitam. "Dari sekolah, tadi ada rapat guru," ucapnya, sambil menyusuri selasar Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia, Depok.

Suasasa masjid kala itu tengah ramai oleh para mahasiswa yang menghadiri kajian. Setelah menemukan tempat yang tenang di pelataran masjid, ia pun mulai berkisah.

Pemilik nama lengkap Ardy Chrismas Widiantoro itu masuk Islam empat tahun yang lalu. Kedua orang tuanya berasal dari Jawa Timur. Mereka berdua terlahir muslim, tetapi pindah ke Katolik karena faktor ekonomi dan pergaulan. Banyak anggota keluarga besar ayah ibunya yang menganut Islam.

Walau bukan Katolik sejak lahir, kedua orang tua sosok yang akrab disapa Ardy ini taat beragama. Ia juga dididik rajin pergi ke gereja. "Saya dulu seorang misdinar, dalam arti misdinar itu pelayan altar di gereja," kata Ardy.

Sulung dua bersaudara ini mulai menjadi misdinar sejak kelas 5 SD sampai SMP. Namun, hal itu tak lama sebab benaknya mulai terbentur pada berbagai pertanyaan menginjak masa remaja. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Sebenarnya pria kelahiran Bogor, 23 Desember 1989 ini sudah tertarik Islam sejak kelas VI SD. Pak Andi,

guru agama di sekolahnya yang berperawakan gemuk itu berhasil memantik kemarahan sekaligus rasa ingin tahunya.

Sang guru menyebut hanya Islamlah yang akan mendapat ridha Allah, selain Islam agama tertolak. Pernyataan ini kontra dengan keyakinannya. "Saya pikir, ini guru agama kok ngajarinnya nggak beres," kata Ardy.

Namun, justru perasaan itu menjadi gerbang menuju hidayah. Di bangku SMP, dia mulai banyak belajar Islam dari buku paket milik teman muslimnya. Ia pun memilih tetap mengikuti pelajaran Islam dan membandingkan pelajaran Katolik yang diterima setiap Jumat.

Sampai suatu saat, lelaki itu menemukan sebuah ayat surah Markus di Alkitab tentang keesaan Tuhan. Nabi Isa terang-terangan mengatakan, tiada tuhan selain Allah.

Ayat itu kurang lebih berbunyi, "Hai Bani Israel, sembahlah Tuhanmu. Sesungguhnya Tuhan itu esa." Ardy mulai berpikir. Temuannya itu bertolak belakang dengan doktrin trinitas yang ia terima selama ini.

Penasaran Ardi kian membuncah. Belum lagi, kebingungannya tentang puasa 40 hari 40 malam tanpa makan dan minum dalam tradisi Kristen. Meski ia tetap menjalaninya, hati kecilnya bertanya-tanya. Ragam pertanyaan liar menggelayuti pikirannya. "Secara naluri aneh," kata Ardy.

Sewaktu duduk di bangku SMA, rasa penasarannya terjawab. Ia mendapati kebenaran pernyataan Pak Andi, guru agamanya sewaktu SMP itu, tertuang dalam surah Ali Imran ayat ke-19. Hatinya tergugah. Satu hal yang tidak pernah ia temukan di keyakinannya selama ini.

Meski perlahan yakin, ia belum juga bersyahadat. Tetapi, lulus SMA, ia mulai ikut shalat. Namun, kata Ardy, ternyata menirukan nasihat temannya, shalat yang ia jalani tanpa syahadat tidak diterima. Ibarat karyawan yang tidak terima gaji lantaran belum tanda tangan kontrak.

Proses bersyahadat memakan tempo sangat lama. Setiap malam dia berdoa, "Ya Tuhan, jika Engkau memang sayang pada hamba-Mu ini, tolong beri hidayah di jalan yang benar."

Selama hampir sepekan, ia memimpikan peristiwa yang sama. "Saya masuk neraka yang paling atas. Saya berjalan, sedangkan di bawah ada api yang panas. Saya kemudian jatuh terjun ke bawah," ujarnya. Teriakan Yesus tak mampu membuatnya terangkat naik.

Justru, ketika ia berteriak menyebut "Allahu akbar" sebanyak tiga kali, Ardy langsung terbangun. Dia basah kuyup dan gemetar. Dihampiri mimpi yang sama terus-menerus setiap malam, membuat Ardy mulai bertanya-tanya, kendati ia belum bersyahadat lantaran menjaga perasaan orang tua.

Singkat cerita, suatu hari dia bersama teman-teman kampusnya melakukan observasi di Pantai Pangandaran. Saat jam bebas, Ardy berenang di laut. Tiba-tiba, dia merasa ada sesuatu yang menariknya hingga hampir tenggelam. Penjaga pantai dan seorang temannya bergegas menolong. Alhamdulillah, dia masih diberi umur panjang.

Dari situ, Ardy merasa Allah telah menyelamatkannya untuk memberi dia kesempatan. "Saya berpikir Allah masih memberikan saya hidup untuk bisa memeluk Islam. Untuk teman saya yang menolong ini, semoga mendapat hidayah Allah," kata Ardy, mendoakan temannya yang masih non muslim.

Selang beberapa hari kemudian, tepatnya Jumat, Ardy menyampaikan keinginannya bersyahadat. Sempat ditolak oleh Masjid Sunda Kelapa Jakarta karena kurangnya berkas administrasi, ia kembali lagi untuk melengkapi berkas dan bersyahadat.

Tepat 11 Desember 2011, Ardy mengikrarkan syahadat pada usia 21 tahun setelah satu fase pencarian panjang selama hampir 10 tahun. Tak lagi ada rasa waswas beban dosa seakan terangkat. "Kebahagiaan yang ada di hati tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata," ungkap Ardy.

Hampir dua tahun, ia merasa ragu ke gereja. Terakhir, Natal tahun 2010, dia dipaksa pergi ke gereja. Tetapi, Ardy sudah tidak yakin.

"Kebahagiaan lahir dan batin yang saya rasakan sekarang ini ada di Islam dan akan saya genggam hingga ajal tiba," kata Ardy. Perlahan keislamannya tercium keluarganya. Ia disidang. Pembelaannya tak berpengaruh di hadapan sang ibu. Ia sampai dikutuk menjadi kera, menjadi batu, dan sebagainya.

"Kata-kata kasar itu keluar, sempat takut, tapi la haula wa la quwwata ila billah," ujar Ardy. Ia berpegang pada istiqamah dan tawakal. Beberapa kali diusir, selalu ada teman-teman yang siap menyediakan tempat berteduh.

Banyak godaan muncul setelah ia bersyahadat. Teman-teman Kristennya banyak yang menaruh dendam, ia diserang di sosial media serta dijauhi di lingkungan pergaulan.

Ardy yang kala itu masih mahasiswa jurusan biologi di sebuah kampus Kristen di Jakarta bahkan pernah akan dikeluarkan. Skripsinya selesai paling akhir. Dosen pembimbing tidak mau membantu saat sidang. Ia dibantai habis-habisan, tapi atas kehendak Allah bisa lulus, meski dengan nilai pas-pasan pada 2014.

Kini, Ardy bekerja di Kementerian Agama sebagai staf advokasi dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menjaga silaturahim, ia tetap berkomunikasi dengan ibunya, termasuk hadir ketika natal keluarga, dengan tetap menjaga ketentuan syar'i. Tak henti-hentinya Ardi berdoa agar orang tua kesayangannya itu mendapat hidayah. Semoga.

2726

Bekerja sama dengan :LifeStyle

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Aneka Makanan Khas Lebaran di Berbagai Daerah di Indonesia

Oleh : Rafif Amir (Ketua FLP Jawa Timur)

Kalau menyebut makanan khas lebaran, seringkali yang terlintas di pikiran kita hanya ketupat dan opor ayam. Padahal banyak lho, makanan khas lebaran yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh, Kalimantan, Sulawesi, hingga Madura. Mau tahu apa

saja? Berikut ini ulasannya.

1. Bebek Gulai Kurma (Aceh)Jangan salah. Meski namanya

bebek gulai kurma, namun makanan ini tidak berbahan dasar kurma lho. Bebek gulai kurma diolah dengan rempah-rempah yang khas sehingga menghasilkan cita rasa tersendiri. Rasa pedas, segar, sekaligus gurih bertemu jadi satu.

2. Ayam Woku (Manado)Ayam Woku mirip dengan ayam

bumbu rujak. Namun bedanya, ayam woku memiliki kekhasan dalam rasa dan tingkat pedasnya. Ayam woku menjadi makanan khas lebaran masyarakat Manado secara turun-temurun.

3. Soto Banjar (Banjarmasin)Sebagian orang mungkin sudah

tidak asing dengan makanan satu ini. Meski kerapkali menjadi menu sehari-hari masyarakat Banjarmasin, namun masakan ketupat dengan suwiran ayam kampung, telur rebus, dan bawang goreng ini tetap menjadi menu spesial di hari raya.

4. Ayam Gagape (Makassar)Tampilan ayam gagape sekilas

mirip dengan opor ayam. Namun dari segi rasa, ayam gagape jauh lebih gurih. Ini karena ada tambahan serundeng di dalamnya. Rasanya benar-benar bikin ketagihan.

5. Gulai Nangka (Medan)Makanan lebaran satu ini menjadi

makanan khas warga Medan. Nangka muda yang dipotong dimasak dengan daging iga atau ceker, dimasukkan santan kental dan kacang panjang ke dalamnya. Hmm… benar-benar bikin ngiler.

6. Rendang (Padang)Siapa tak kenal rendang? Makanan satu

ini sudah terkenal hingga mancanegara dan konon menyabet gelar makanan terenak sedunia. Masakan daging dengan campuran rempah dan bumbu khas Minangkabau ini menjadi suguhan lebaran yang istimewa bagi warga Padang.

7. Anam (Palembang)Makanan khas warga Palembang ini

mirip gulai. Biasanya disajikan dengan ketupat. Ditambah dengan bawang goreng agar lebih gurih. Setiap lebaran, warga Palembang menjadikan makanan ini sebagai menu istimewanya.

8. Lemang Lepat Lau (Pontianak)Lemang terbuat dari beras ketan

yang dimasak dengan santan dan garam. Kemudian dimasukkan dalam bambu. Masyarakat Pontianak biasanya menikmatinya sebagai teman daging rendang.

9. Uve Mpoi (Palu)Namanya mungkin terdengar asing. Tapi

bagi warga Palu, makanan berupa kuah asam yang berisi jeroan sapi ini menjadi menu favorit saat lebaran. Rasanya pedas dan gurih. Mantap!

10. Kella Pate (Madura)Makanan khas lebaran ala Madura ini

agak berbeda. Sesuai namanya. Kella artinya rebus, pate artinya rebus. Berarti santan yang direbus. Seperti opor, hanya bedanya, isinya bukan ayam. Melainkan ikan tengiri. Terkadang juga ditambah belimbing wuluh agar terasa lebih segar.

2928

Dinamika

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Rihlah Dakwah Santri SMPIT Darul Fikri

Kelas 820 santri kelas 8 SMPIT Dafi,

hari ahad kemarin (12/05/2019) berangkat Rihlah Dakwah ke desa Sumbermanjing Kulon, Pagak, Malang, Jawa Timur. Selama tujuh hari kedepan para santri ini akan benar-benar terjun ke masyarakat. Mulai dari bersilaturahmi ke sekolah terdekat, menjadi imam shalat, sampai bekerja bakti dengan masyarakat sekitar.

ArRihlatu Maal Quran (AMQ) di Pacet, Mojokerto

Setelah berjuang menghadapi ujian Nasional pekan lalu. Saatnya santri kelas 9 sedikit refreshing. Santri angkatan ke-7 ini sedang mengikuti ArRihlatu Maal Quran (AMQ) di Pacet, Mojokerto. Acara yang dilaksanakan mulai tanggal 1 - 23 Mei 2019 ini, bertujuan untuk menambah jumlah hafalan santri-santri yang mengikutinya. Tampak semangat dan antusias di wajah mereka. Semoga target-target mereka bisa terpenuhi, dan banyak santri yang bisa mengkhatamkan 30 juznya di acara ini. Aamiin.

Kunjungan Mahasiswi IAIN Sunan Ampel ke Dompet Al-Quran

Para Mahasiswi IAIN Sunan Ampel studi wakaf ke Dompet Alquran Indonesia. Mempelajari bagaimana cara memghimpun dana wakaf dan pengelolaannya.

Kunjungan ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Syariah.

3130

Oase

Ramadhan - Syawal 1440HEdisi 91 - Juni 2019 Ramadhan - Syawal 1440H Edisi 91 - Juni 2019

Oleh: Evie S Zubaidi (Pembina Majelis Taklim & Owner Oz Noel)

BERANILAH BERMIMPI!

“… Sampai malam ia mengayuh becaknya, namun keinginannya

untuk bisa menyisihkan uang hari ini untuk tabungan kurbannya belum tertunaikan. Dan akhirnya dia menghentikan becaknya untuk shalat isya. Seusai shalat, dia ditanya seseorang jamaah, mengapa dia menarik becak sampai begitu malam. Lalu dia menjawab, bahwa dalam bekerja menarik becak ini, dua hal yang menjadi tujuannya. Pertama, hasil dari upayanya itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Istri dan anak-anaknya. Yang kedua, dia ingin bisa setiap hari menabung Rp. 500 untuk bisa berkurban pada Idul Adha ketika itu. Namun hari itu keinginannya ke dua belum terpenuhi. Untuk itulah

mengapa ia tidak kunjung pulang sampai malam. Berputar-putar mencari pelanggan…”

“… Bukan kebetulan kalau Allah menggerakkan hati bapak yang bertanya tadi sehingga bapak tadi minta abang becak itu mengantarnya ke suatu tempat. Yang ternyata hanya berputar-putar tanpa tujuan. Bingung abang becak itu dibuatnya, namun akhirnya dia tahu, bahwa bapak itu hanya ingin membantu menyelesaikan “goal” nya untuk hari itu agar ia bisa menabung untuk berkurban. Subhanallah…”

“Satu tahun kemudian, di depan rumah abang becak itu berdiri seorang lelaki yang pernah dikenalnya pada shalat isya tahun lalu. Bapak yang pernah

menolongnya itu minta diantar dengan becaknya ke suatu tempat. Tak lupa bapak itu mengingatkan abang becak itu untuk membawa KTP. Ternyata… bapak itu adalah salah seorang hamba Allah pemilik KBIH yang ingin mensedekahkan sebagian hartanya dengan mengundang abang becak itu ikut menunaikan ibadah haji.”

Tiba-tiba jantung saya sepertinya berhenti sepersekian detik mendengar kisah yang luar biasa itu. Dalam waktu yang bersamaan, 70 orang abang becak yang hadir dalam taklim itu sepertinya berhenti bernapas. Suatu akhir cerita yang sangat tidak bisa kami perkirakan sebelumnya. Rasanya saya ingin keluar dari majelis taklim abang becak

sore itu karena malunya. Malu yang tiada terkira. Malu karena selama ini ternyata saya belum melakukan apa-apa. Malu karena belum pernah berani bermimpi besar untuk urusan ibadah.

Berani bermimpi besar untuk ibadah!

Bukankah abang becak itu telah berani menorehkan mimpinya untuk berani berkurban, meski rasanya itu jauh dari mungkin dengan pendapatannya yang begitu minim? Bukankah abang becak itu telah berani mengejar surganya dengan kerja keras dan berani membayar resikonya?

Lalu saya teringat iklan oli sepeda motor, yang motornya tiba-tiba menjadi kecil karena kebesaran dan kebagusan kwalitas motor pesaingnya. Seperti itulah keadaan saya ketika itu. Sangat menyedihkan. Tiba-tiba saya menjadi sosok kerdil dibanding abang becak itu. Bagaimana saya tidak merasa menjadi kecil dibanding sosoknya, karena selama saya berkurban pada hari nahr, tidak pernah sekalipun saya merencanakan berapa hewan kurban yang akan kami sembelih untuk menunaikan sunnah Rasulullah ini.

Padahal saya tahu bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tidak ada amal yang dikerjakan oleh seorang hamba pada hari Nahr/Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari pada menyembelih kurban.” (HR Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Saya tahu itu tapi ternyata saya tidak mengerti.

Kalaupun kami berkurban, itupun kami lakukan tanpa perencanaan. Itupun biasanya kami bicarakan pada saat-saat menjelang bulan Dzulhijjah. Dan kami berkurban begitu saja, seolah-olah itu memang hal yang seharusnya kami lakukan. Bukankah hal ini karena kasih sayang Allah semata kepada kami bahwa kami diizinkan untuk bisa berkurban? Bukankah karena kemurahan Allah kami memiliki rezeki sehingga kami mampu burkurban? Bukan karena kami siapkan jauh-jauh hari. Bukan karena kami rencanakan seperti kami merencanakan urusan dunia. Urusan membangun rumah, urusan sekolah anak-anak, urusan investasi dan urusan-uruan yang membuat kita mau berpeluh peluh…

Kalaupun kita merasa mampu berkurban setiap tahun, alangkah berbeda hasil akhirnya kalau kita jauh-jauh hari merencanakannya. Pernahkah kita mempunyai “goal” bahwa tahun depan kita akan berkurban 2 ekor sapi, yang biasanya tanpa perencanaan kita mampu berkurban 5 ekor kambing? Kalau abang becak tadi mampu menyisihkan Rp. 500 per hari untuk bisa berkurban 1 ekor kambing. Bukan hal yang mustahil bukan kalau kita yang kategori “mampu” bisa berkurban 2 ekor sapi. Pernahkah kita mau berpeluh dan berdebu untuk bisa mengejar 2 ekor sapi kurban? Yang sebenarnya tanpa upaya kita bisa menyerahkan 5 ekor kambing kepada panitia kurban?

Biasanya kita ahli untuk perencanaan-perencanaan yang berhubungan dengan urusan dunia, namun tidak untuk urusan-urusan akhirat. Prioritas perencanaan biasanya dikuasai urusan dunia untuk semua lini. Namun untuk urusan akhirat, kita investasikan dari barang sisa. Waktu sisa, dana sisa, tenaga sisa, pikiran sisa, dan sisa-sisa lain yang memang sudah sedikit.

Tapi abang becak itu telah memberi kami tarbiyah. Mungkin beliau tidak pernah mendatangi taklim seperti biasa kami lakukan. Namun tarbiyahnya mengalahkan dari puluhan taklim yang kami datangi. Tarbiyahnya tidak saja untuk hewan kurban, namun tarbiyahnya membuat kami berani menorehkan mimpi untuk merencanakan urusan akhirat kami yang lain. Tarbiyahnya membuat kami berani bekerja keras untuk mewujudkan mimpi itu. Ternyata tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah berkehendak, tidak ada yang tidak bisa kalau kita mau melakukan ikhtiar dan diizinkan Allah. Dan yakin, kalau kita mau berdagang dengan Allah pasti Allah akan membalasnya dengan balasan yang terbaik.

Hari menjelang mahgrib ketika taklim itu berakhir. Dan kami pulang dengan membawa harapan dan keberanian untuk mewujudkan banyak rencana untuk berdagang dengan Allah. Bismillah.

3332

0813 8500 2300