ditjen kebudayaankebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/… · alamat...

45

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • dan bulat-bulat kecil.

    Deskripsi Historis : Sisir Emas berasal dari Kabupaten Daik Lingga

    yang diperkirakan dipakai oleh keluarga Kerajaan Riau Lingga, pada abad 17. Namun ada yang

    menyatakan bahwa kemungkinan besar sisir yang berbahan tembaga berlapis emas ini merupakan

    peninggalan dari keluarga bangsawan atau keluarga Kerajaan Riau-Lingga.

    Pendapat kedua ini ada benarnya, terutama

    tatkala dirujuk pada masa sebelum dan pada saat Sultan Sulaiman Bahrul Alamsyah (1857-1883)

    berkuasa. Masa Sultan Sulaiman, Kerajaan Riau-Lingga berkembang pesat. Berbagai kerajinan

    seperti kerajinan ukir, tenun, emas dan tembaga yang telah dibangun dan dirintis oleh ayahnya, yaitu Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1824-

    1932). Sisir Emas ini kemungkinan besar dibuat di Daik Lingga, sebab pada masa abad ke-19 ini,

    di ibukota Kerajaan Riau-Lingga ini terdapat kerajinan tembaga dan berpusat di Kampung

    Tembaga. Benda-benda cagar budaya dari bahan kuningan cukup banyak telah dimulai pada masa Sultan Muhamad Muazzam Syah (1932-1941).

    Jenis-jenis benda budaya yang terbuat dari kuningan, seperti paha (tempat makanan atau

    lauk-pauk), keto (tempat membuang sampak/ludah), bon (tempat menyimpan jarum,

    benang dan kapur sirih), tepak sirih, sanggan, semerep (wadah kue), talam, sangku (tempat cuci tangan), embat-embat (tempat wewangian), kandil,

    talam atau tempat meletakkan makanan, tempat kue, talam, dan lain-lain.

    III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Sisir Emas bagian depan

    Sisir Emas bagian belakang

  • 2 NAMA BENDA : Cepu Emas

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Panjang Atas : -

    - Diameter : 14,5 cm

    - Tinggi : 5 cm

    - Tebal : 0,1125 mm

    - Berat : 176,34 gram

    Bahan Utama : Emas 18 karat

    Warna : Kuning

    Motif : Tanpa motif

    Bentuk : Bulat cekung berkerut seperti mangkok

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Sebagai mangkok pengobatan berbagai macam penyakit melalui mantra-mantra, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila

    Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Ditemukan di sedinginan

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Cepu terbuat dari emas dengan teknik pembuatan cetak tuang. Cepu ini merupakan hasil temuan dari penggalian yang dilakukan di Kecamatan

    Sedinginan, Kabupaten Rokan Hilir. Secara keseluruhan berbentuk bulat cekung seperti

    mangkok. Pada bagian pinggir bagian luar terdapat tulisan pallawa berbahasa sansakerta.

    Deskripsi Historis : Cepu ini ditemukan pada tahun 1990 tatkala orang menggali pondasi masjid di daerah

    Sidinginan. Menurut para ahli mangkok ini digunakan sebagai mangkok pengobatan.

    Ditemukan di Sedinginan tatkala ada penggalian pondasi pembangunan masjid pada tahun 1990.

    Menurut saksi mata penggalian dan penemuan cepu tersebut (Prof. Suwardi dan Dra. Darliana), cepu emas itu ditemukan bersama dalam satu

    wadah guci dari gerabah yang berisi cepu, ikat pinggang emas sebanyak 2 buah, satu telah

    dilebur oleh penemunya dan sisanya diserahkan kepada Museum Sang Nila Utama melalui kepala

  • museum Ali Amran Jas pada tahun 1992. Menurut Drs. O.K Nizami Jamil, barang temuan itu diganti dengan uang sebesar duabelas juta

    rupiah. Diperkirakan masih banyak cepu yang sama, di daerah Candi Siarang-arang. Struktur

    baru ditemukan setelah penggalian sekitar 2,5 meter baru ditemukan struktur bata yang tidak

    beraturan dengan ukuran bata lama. Kemungkinan ada hubungannya dengan Candi Sedingingan, Candi Sintung dan Candi Siarang-

    arang.

    Daerah Sidinginan merupakan suatu daerah yang diduga memiliki peninggalan sejarah yang besar.

    Hanya saja sampai saat ini sejarah Sedinginan belum dikaji secara mendalam. Cukup banyak peninggalan sejarah masa lampau di sekitar

    sedinginan, kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir. Di antara yang paling kentara adalah

    pemakaman umum yang jarak antara satu lokasi dengan lokasi lainnya sangat dekat.

    Ditemukannya banyak benda ornamen pada masa lampau di Sedingingan menunjukkan Sedinginan sebagai kota tua bersejarah. Di antara makam-

    makam tua, ada di antaranya yang dikeramatkan, etnik serta beberapa situs candi yang nyaris tidak

    dapat dipertahankan keberadaannya. Salah satu lokasi yang ada di Sedinginan adalah pemakaman

    orang Aceh. Menurut cerita rakyat yang disampaikan oleh Prof. Suwardi, di pemakaman tersebut menyimpan banyak perhiasan emas,

    yang tatkala hujan melongsorkan tanah pemakaman dan membuat perhiasan emas turut

    mengalir bersama longsoran lumpur. Sejarah Sedinginan telah dimuali pada abad ke-7 atau ke-

    8 tatkala Kerajaan Sriwijaya masih eksis. Negeri-negeri di sepanjang muara Sungai Rokan, Inderagiri, Kampar, Batanghari, dan Siak

    merupakan kawasan penting bagi perekonomian Kerajaan Sriwijaya. Komoditas perdangan penting

    seperti lada, kayu, cendara, gaharu dan emas bersumber dari daerah ini (Wolters, 1967). Namun

    tidak ada catatan sejarah yang mengabadikan apakah nama negeri-negeri yang berada di sepanjang Sungai Rokan itu. Namun dari laporan

    I-Tsing, diperkirakan wilayah Rokan masuk daerah Melayu.

    Daerah Rokan Hilir kemungkinan dikuasai oleh

    Kerajaan Rokan Hilir. Dari hasil eskavasi tahun 1992, Candi Sintong diperkirakan dibangun pada abad ke-12 atau 13 M. Periode ini merupakan

    masa kemunculan Kerajaan Rokan, Gasib dan Kandis seiring denan mundurnya kekuasaan

    Suwarnabhumi akibat berperang dengan Singosari. Samudera Pasai berperan dalam

    pengislaman di Rokan Hilir. Kehadiran Portugis di Samudera telah menyebakan banyak ulama atau

  • keluarga kerajaan hijrah meninggalkan Pasai menuju Rokan. Pada masa inilah kemungkinan negeri-negeri di Rokan Hilir atau Riau pada

    umumnya menganut agama Islam. Tidak mengherankan apabila sejak abad ke-15 kerajaan

    Rokan sudah diperintah oleh seorang raja yang berasal dari keturunan Sultan Sidi saudara Sultan

    Sujak, demikian kata Sejarah Melayu. Rokan kemudian menjadi negeri bawahan Melaka yang mulai naik daun sejak Majapahit runtuh pada

    akhir abad ke-15, Sultan Muhammad Syah Raja Melaka (1425-1455) mengawini puteri Raja Rokan

    yang dijadikan Raja Perempuan atau Permaisuri Melaka. Jadi, setelah dominasi Majapahit pudar di

    Sumatera, maka kerajaan di Sumatera seperti Aru, Pasai Siak, Rokan, Kampar, Inderagiri, Jambi dan lain-lain menjadi kerajaan bawahan Melaka.

    Sultan Muhammad Syah Raja Melaka (1425-1455) mengawini puteri Raja Rokan yang dijadikan raja

    perempuan atau permaisuri Melaka .

    Peninggalan-peninggalan sejarah berbentuk makam-makam kuno di Rokan Hilir, yang berdekatan dengan reruntuhan candi, hanya

    dapat dipastikan merupakan peninggalan atau makam para bangsawan atau ulama dari beberapa

    kerajaan Islam seperti Kerajaan Rokan (di Kota Lama maupun di Pekatan); kerajaan Banglo,

    Kerajaan Tanah Putih dan Kerajaan Kubu, makam degan betu nisan seperti memang hanya dipergunakan oleh golongan elite masa itu, seperti

    golongan ulama dan kerabat istana. Islamisasi melalui golongan beraramawi atau atap. Cepu ini

    merupakan salah satu koleksi unggulan Museum Sang Nila Utama.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Cepu Emas dilihat dari atas dan samping

  • 3 NAMA BENDA : Prasasti Emas

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Panjang : 8,5 cm

    - Lebar : 3 cm

    - Tebal : 0,0990 mm

    - Berat : 3,20 gram

    Bahan Utama : Emas

    Warna : Kuning emas

    Motif : Lempengan bertulisan palawa

    Bentuk : Lempengan berbentuk persegi panjang

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Sebagai penanda bangunan dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Ditemukan oleh Pak Nasir saat dia menggali rumahnya Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama Tahun Anggaran 2006.

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Huruf yang tercantum di Prasasti Emas berupa huruf Palawa, menggunakan bahasa Sangsakerta. Terjemahan Prasasti Emas tersebut yaitu dengan

    bacaan Arkeolog bangunan di atas bukit. Pada lempeng tertulis:

    1. Ye dharmma rapa pranawah hetu tesa 2. Tathagato hyawadattesan ca yo

    3. Nirodha probhawa di maha cramanah Artinya: keadaan sebab kejadian itu sudah

    diterangkan oleh Tathagato (Budha). Tuan Mahatapa itu telah menerangkan juga apa yang harus diperbuat orang supaya dapat

    menghilangkan sebab-sebab itu.

    Kemungkinan lain transliterasinya dikemukakan

    oleh Rita M.S yang artinya seperti berikut ini: Bila kamu raksasa yang bersorak sorai dan ikut

    serta dalam kehancuran, ikut tertawa dan menari, maka Tathagato (sang Budha) mengendalikan melalui Batin Maharaja.

  • Setidaknya dari dua pengertian transliterasi tersebut ada satu hal penting yang sama, yakni prasasti emas dari Padang Candi ini merupakan

    mantra Budha.

    Deskripsi Historis : Selembar emas berukuran panjang 8,5 cm, lebar 3 cm, tebal 1 mm bertulisan, ditemukan oleh warga

    Dusun IV Betung, Desa Sangau, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2002. Prasasti emas ini ditemukan

    oleh Pak Nasir tatkala ia menggali dapur rumahnya. Oleh penemunya diserahkan ke

    Museum Daerah Sang Nila Utama tahun 2006. Berbahan emas bertuliskan huruf Palawa dengan

    bahasa sansekerta. Terjemahan prasasti emas yang berhasil dibaca oleh arkeolog, bangunan di atas bukit. Tulisan itu berbunyi: bahwa apabila

    terjadi bencana, diharapkan supaya mengabdi kepada Togugota (sang Budha) supaya bencana

    itu dapat dihilangkan. Galian pondasi itu ada kemiripan dengan batu di Batujajar. Di Taluk

    Kuantan pernah ada candi, di Padang Candi dan di Bukit Candi. Di tempat yang sama, selain prasasti emas ini, juga ditemukan profil Lancang

    di tangga Istana Damnah di Lubuk Jambi. Eskavasi prasasti emas ini dilakukan 2007 oleh

    Bu Darliana selaku pihak yang berwenang di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

    Provinsi Riau.

    Hasil pembacaan menunjukan bahwa prasasti singkat ini mnggunakan aksara jawa kuno dan

    berbahasa Sansakerta, isinya tentang mantra dalam agama Budha.

    III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Prasasti Emas

  • 4 NAMA BENDA : Donsi/Kampil

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tebal tutup : 0,0790 mm

    - Tebal badan : 0,20953 mm

    - Tebal tutup

    tempat kapur

    : 0,0600 mm

    - Berat : 180 gram

    - Tinggi induk

    donsi

    : 6,5 cm

    - Diameter induk donsi

    : 7 cm

    - Tinggi anak donsi : 3 cm

    - Diameter anak donsi

    : 3,5 cm

    - Panjang rantai

    donsi

    : 79 cm

    Bahan Utama : Perak dilapisi emas

    Warna : Perak berlapis emas

    Motif : Dekoratif flora

    Bentuk : Bulat dengan ukiran timbul

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Tempat sirih yang digunakan oleh orang-orang

    bangsawan, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Donsi/Kampil dimiliki oleh Yulhendro, Tanjung Pinang. Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila

    Utama Tahun Anggaran 2006.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Bentuk bulat dan mempunyai tutup yang menempel pada bagian badan. Pada bagian tutup

    terdapat sulur-sulur daun yang terbuat dari emas. Pada bagian badan terdapat empat buah panel

    yang terbuat dari emas dengan motif bunga dan daun. Bagian alas terdapat hiasan bunga matahari.

  • Sedangkan anak Donsi/Kampil berbentuk bulat menyerupai bunga tampuk manggis pada bagian tutup dan alas terdapat hiasan emas berbentuk

    bunga.

    Deskripsi Historis : Dahulunya dipakai oleh para bangsawan untuk tempat sirih yang diselipkan di pinggang.

    III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Donsi/Kampil

  • 5 NAMA BENDA : Pending Emas

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Panjang : 72,5 cm

    - Panjang Kepala : 9 cm

    - Lebar ikat

    pinggang

    : 5 cm

    - Lebar kepala ikat

    pinggang

    : 5,6 cm

    - Tebal Pending Emas

    : 0,0035 mm

    - Tebal kepala : 0,0120 mm

    - Tebal ikat

    pinggang

    : 0,0655 mm

    - Tebal kepala ikat

    pinggang

    : 0,1420 mm

    - Berat : 189,18 gram

    Bahan Utama : tembaga dilapisi emas

    Warna : Kuning

    Motif : Sulur-sulur dan titik bulat-bulat timbul dan berjumlah 9 lempengan dan 1 kepala ikat pinggang bagian kiri dan kanan berbentuk

    membulat dan permukaannya dihiasi dengan sulur-sulur daun titik-titik timbul dan motif wajik

    di bagian tengah dan terdapat batu permata intan sebanyak 8 buah.

    Bentuk : Melingkar seperti ikat pinggang

    Kondisi : Utuh dan Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Dahulunya dipakai oleh para bangsawan sebagai ikat pinggang ketika memakai kain, dan saat ini

    sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Pending Emas dimiliki oleh Yulhendro, Tanjung Pinang. Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila

    Utama Tahun Anggaran 2006.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Bentuknya empat persegi terkotak-kotak memanjang dengan motif flora dan wajik.

  • Deskripsi Historis : Pending Emas ini merupakan milik masyarakat Tionghoa di Jalan Kamboja, Tanjung Pinang. Mereka menyimpannya selama tiga generasi.

    Tanjung Pinang adalah negeri dengan keragaman suku. Namun, tradisi berpakaian masyarakat di

    sana mencerminkan adat Melayu. Laki-laki mengenakan baju teluk belanga, celana panjang

    dan sehelai kain yang diikatkan di pinggang hingga menyentuh lutut, kepala mengenakan destar atau tanjak. Alat pengikat kain di pinggang

    menggunakan ikat pinggang atau pending. Kaum perempuan mengenakan baju kurung, kain

    songket, asesoris berupa anting, gelang dan cincin. Pakaian pengantin dilengkapi baju telepuk.

    Sanggul dihiasi tusuk cempaka emas dan penutup dahi atau pasiani. Perhiasan lain yang biasa digunakan untuk acara ini adalah pending gelang

    dan cincin yang terbuat dari emas.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Pending Emas tampak dari depan

    Pending Emas tampak dari belakang

  • 6 NAMA BENDA : Patung Kepala Singa

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Lingkaran leher : 72 cm

    - Lingkaran kepala : 56 cm

    - Tinggi : 30 cm

    Bahan Utama : Batu Pasir

    Warna : Merah atau warna bata

    Motif : Kepala singa

    Bentuk : Silinder tidak beraturan

    Kondisi : Tidak utuh

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Terletak pada puncak Candi Mahligai dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila

    Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Pada awalnya terletak pada puncak Candi Mahligai, karena sudah terlepas dan berserakan

    kemudian diselamatkan dengan diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama Tahun

    Anggaran 1996.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Bentuknya seperti kepala singa sebatas leher dan kepala, terdapat pada puncak Candi Mahligai.

    Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi yang dianggap paling utuh.

    Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Struktur cagar budaya ini

    berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak mencapai 14,30 m yang berdiri di atas kaki pondasi segi delapan dan

    bersisikan sebanyak 28. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya terdapat

    menara yang melambangkan Yoni.

    Letaknya di sebelah Timur Candi Bungsu. Bahan

    candi ini terdiri dari: susunan batubata dengan sisipan balok-balok batu pasir (stuff). Pada bagian tertentu diperkirakan paling tidak mengalami 2

    (dua) tahapan pembangunan.

  • Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur candi paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi

    terdapat pada bentuknya yang seperti menara.

    Pada bagian alas Candi Mahligai tersebut terdapat

    ornamen lotus ganda, dan dibagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi

    berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran. Menurut Schnitger (1937), dahulu pada

    ke-empat sudut pondasi terdapat 4 arca singa dalam posisi duduk yang terbuat dari batu

    andesit. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yzerman (1889), dahulu bagian

    puncak menara terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief-relief di sekelilingnya. Bangunan ini diduga mengalami dua tahap

    pembangunan. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam kaki candi yang

    sekarang terdapat profil kaki candi lama sebelum bangunan diperbesar.

    Deskripsi Historis : Patung Kepala Singa diambil dari Candi Muara Takus Tahun 1996 kondisi sudah terlepas dari

    Candi. Terletak pada puncak bagian Mahligai dari gugusan Muara Takus Desa Muaratakus,

    Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Candi diperkirakan abad 12.

    Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau

    aspek ‘terang’ yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’. Dalam ajaran agama Budha motif hiasan

    singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari julukan yang diberikan

    kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’

    (simhanada) yang terdengar keras diseluruh penjuru mata angin.

    III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Patung Kepala Singa tampak dari depan dan belakang

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ornamen_lotus_ganda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Snitger&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Yzerman&action=edit&redlink=1

  • 7 NAMA BENDA : Kereta Angin Soeman Hs (Sastrawan Balai

    Pustaka)

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Diameter roda

    depan

    : 66 cm

    - Diameter roda

    belakang

    : 66 cm

    - Pajang sepeda : 191 cm

    - Tinggi sepeda : 115 cm

    - Panjang stank : 49 cm

    - Jumlah jari-jari ban depan

    : 32

    - Jumlah jari-jari ban belakang

    : 40

    Bahan Utama : Besi dan karet

    Warna : Hitam

    Merk sepeda : Model England Philips

    No seri : H23190

    Kondisi : Utuh

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Fungsi awal sepeda ini yaitu dipakai ketika Soeman HS mengajar SD di Pasir Pangaraian

    Kabupaten Rokan Hulu. (Sumber: Keterangan narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang

    Nila Utama), dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Sepeda Soeman HS didapat di Pekanbaru. Sepeda ini merupakan hibah dari keluarga Bapak Soeman HS.

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Sepeda ini adalah sepeda ontel dengan bentuk stang tinggi dan mempunyai boncengan di

    belakang.

    Deskripsi Historis : Sebagai sastrawan Soeman HS banyak melahirkan

    karya berupa roman dan cerpen, yang terkenal adalah “Mencari Pencuri Anak Perawan”, Terbit di

    Jakarta Balai Pustaka 1932. Soeman Hs tidak henti-henti mengayuh kereta angin mencari ruang

    dan waktu. Sepeda diserahkan oleh ahli waris ke

  • Museum Sang Nila Utama Tahun 1998.

    a. Biografi Soeman HS

    Soeman Hasibuan atau yang lebih dikenal

    dengan nama pena-nya Soeman Hs, adalah seorang pengarang Indonesia yang diakui

    karena mempelopori penulisan cerita pendek dan fiksi detektif dalam sastra negara

    tersebut. Lahir di Bengkalis, Riau, Hindia Belanda, dari keluarga petani, Soeman belajar untuk menjadi guru dan, di bawah bimbingan

    pengarang Mohammad Kasim, seorang penulis. Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Melayu

    setelah menyelesaikan sekolah normal pada 1923, mula-mula di Siak Sri Indrapura, Aceh,

    kemudian di Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Pada waktu itu, ia mulai menulis, menerbitkan novel pertamanya, Kasih Tak

    Terlarai, pada 1929. Selama dua belas tahun, ia menerbitkan lima novel, satu kumpulan

    cerita pendek, dan tiga puluh lima cerita pendek dan puisi.

    Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda (1942–1945) dan kemudian revolusi,

    Soeman—meskipun ia tetap seorang guru—menjadi aktif dalam politik, mula-mula menjabat pada dewan perwakilan dan

    kemudian sebagai bagian dari Komite Nasional Indonesia untuk Pasir Pengaraian

    di Pekanbaru. Setelah pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia pada 1949,

    Soeman menjadi Kepala Departemen Pendidikan Regional, bekerja untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak

    dan mendirikan sekolah-sekolah baru, termasuk SMA pertama di Riau dan Universitas

    Islam Riau. Ia masih aktif dalam pendidikan sampai kematiannya.

    Sebagai seorang pengarang, Soeman menulis cerita-cerita yang bertemakan suspens dan humor, menggambarkan fiksi detektif dan

    petualangan Barat serta Sastra Melayu Klasik. Karya tulis berbahasa Melayu buatannya,

    dengan pengucapan yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya, mudah

    dibaca dan terhindar dari hal yang bertele-tele secara berlebihan. Karya paling populer Soeman adalah novel Mentjahari Pentjoeri Anak

    Perawan (1932), sementara kumpulan cerita pendek Kawan Bergeloet (1941) dianggap

    karyanya yang paling terkenal dari sudut pandang sastra. Meskipun dianggap pengarang

    kecil dari periode Poedjangga Baroe, Soeman telah mendapat pengakuan dengan

    adanya sebuah perpustakaan yang

    https://id.wikipedia.org/wiki/Nama_penahttps://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendekhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendekhttps://id.wikipedia.org/wiki/Fiksi_detektifhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Bengkalishttps://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Kasimhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_normalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Siak_Sri_Indrapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Acehhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokan_Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Nasional_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaruhttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Suspenshttps://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Melayu_klasikhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kawan_Bergeloethttps://id.wikipedia.org/wiki/Poedjangga_Baroehttps://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_Soeman_H.S.

  • menggunakan namanya dan buku-buku buatannya diajarkan di sekolah-sekolah.

    b. Kehidupan Awal

    Soeman lahir di Bengkalis, Riau, Hindia Belanda, pada 1904. Ayahnya, Wahid

    Hasibuan, dan ibunya, Turumun Lubis, lahir di Kotanopan (yang sekarang merupakan

    bagian dari Mandailing Natal), namun berpindah ke Bengkalis setelah pernikahan untuk menghindari konflik antara keluarga

    Hasibuan dan sebuah klan rival. Dalam sebuah wawancara 1989, Soeman menyatakan bahwa

    ia tidak tahu menahu sumber konflik tersebut, namun ia menduga bahwa ayahnya, yang

    merupakan keturunan dari seorang Raja Mandailing, merasa seolah-olah kurang dihormati.

    Di Bengkalis, Wahid dan Turumun menanam nenas dan kelapa. Wahid juga mengajarkan

    ngaji, yang membuatnya meraih pemasukan dari keluarga muslim. Karena ayahnya

    mengajar di rumahnya, Soeman mulai belajar ngaji pada usia muda. Selain itu, ia juga mendengar cerita-cerita kejahatan yang terjadi

    di kota-kota besar seperti Singapura dari para pedagang yang mengunjungi Wahid. Pada

    1913, Soeman masuk sebuah Sekolah Melayu lokal, dimana guru-gurunya mendorongnya

    untuk membaca. Soemana membaca sejumlah buku karya pengarang Melayu dan Eropa dari perpustakaan sekolah sebelum ia lulus pada

    1918.

    Bercita-cita menjadi guru, Soeman berupaya

    masuk kursus untuk menjadi guru potensial di Medan, Sumatera Utara, setelah lulus.

    Setelah ia masuk kursus, ia menjalani dua tahun belajar di kota tersebut. Salah satu gurunya adalah Mohammad Kasim, yang

    kemudian kumpulan cerita pendek buatannya Teman Doedoek (1937) menjadi

    karya pertama dalam kanon sastra Indonesia.[7] Di luar kelas, Soeman menyimak

    cerita-cerita Kasim tentang para pengarang dan proses penulisan kreatif; hal tersebut membuatnya ingin menjadi penulis. Setelah

    dua tahun di Medan, Soeman melanjutkan pendidikan ke sebuah sekolah normal di

    Langsa, Aceh, dimana ia singgah selama 1923. Di sana, ia bertemu dengan calon istrinya, Siti

    Hasnah.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Bengkalishttps://id.wikipedia.org/wiki/Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kotanopan,_Mandailing_Natalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Mandailing_Natalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Marga_(Batak)https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandailinghttps://id.wikipedia.org/wiki/Nanashttps://id.wikipedia.org/wiki/Kelapahttps://id.wikipedia.org/wiki/Ngajihttps://id.wikipedia.org/wiki/Singapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Medanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra_Utarahttps://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Kasimhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Teman_Doedoek&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-FOOTNOTEKasiri199394.E2.80.9395-9https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_normalhttps://id.wikipedia.org/wiki/Langsahttps://id.wikipedia.org/wiki/Aceh

  • Setelah lulus, Soeman menemukan pekerjaan di HIS Siak Sri Indrapura, sebuah sekolah berbahasa Belanda untuk murid-murid

    pribumi di Siak Sri Indrapura, Soeman bekerja sebagai guru Bahasa Melayu di sana selama

    tujuh tahun, sampai 1930, ketika ia bertemu dengan seorang guru muda dari Jawa yang

    terlibat dalam gerakan nasionalis. Soeman dan beberapa guru mulai bergabung dengannya untuk diskusi dan memainkan lagu "Indonesia

    Raya", yang berada di bawah pencekalan dari pemerintah kolonial Belanda. Saat ketahuan,

    Soeman dipindahkan ke Pasir Pengaraian, Rokan Hulu, Riau. Meskipun

    menolak pindah, Soeman masih berada di Pasir Pengaraian sampai pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada 1942, kemudian menjadi

    Kepala Sekolah.

    c. Karir Menulis

    Soeman mulai menulis pada 1923 tak lama setelah menyelesaikan pendidikannya.

    Terinspirasi oleh ayahnya, yang berhenti menggunakan nama klan Hasibuan di Bengkalis yang didominasi Melayu, ia memakai

    nama pena Soeman Hs. Ia menyerahkan novel pertamanya, Kasih Tak Terlarai, kepada

    penerbit negeri Balai Pustaka. Buku tersebut, yang berkisah tentang seorang yatim piatu

    yang kawin lari dengan kekasihnya namun harus menikahinya kembali setelah kekasihnya kembali ke rumah, diterbitkan pada 1929.

    Soeman meraih uang sejumlah 37 gulden dari penerbitan tersebut.

    d. Penjajahan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia

    Setelah Jepang menjajah Hindia Belanda pada 1942, Soeman diangkat menjadi kepala sekolah oleh pasukan penjajah. Ia kemudian terlibat

    dalam politik dengan terpilih pada Shūsangikai, sebuah dewan perwakilan

    regional yang disponsori Jepang, untuk Riau. Ia kemudian menyatakan bahwa, karena ia

    terpilih ketimbang dipilih oleh pasukan Jepang—dan memiliki bekingan kuat dalam masyarakat, yang berguna untuk revolusi—ia

    merasa berada di bawah pengawasan ketat.[26] Keadaan tersebut berlanjut sampai

    Jepang mundur dari Indonesia dan Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

    Meskipun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibuat pada 17 Agustus 1945, beritanya tidak mencapai Riau sampai bulan September. Pada

    bulan berikutnya, Soeman terpilih pada Komite

    https://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsch-Inlandsche_Schoolhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Siak_Sri_Indrapurahttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kebangkitan_Nasional_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Rayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Rayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokan_Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pendudukan_Jepang_di_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Pustakahttps://id.wikipedia.org/wiki/Gulden_Hindia_Belandahttps://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-28https://id.wikipedia.org/wiki/Sukarnohttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia

  • Nasiona Indonesia untuk Pasir Pengaraian yang baru dibentuk, dan kemudian menjadi ketuanya. Pada masa jabatannya, ia

    menghadapi perselisihan antara bekas staf kolonial yang lebih menginginkan Belanda

    kembali dan orang-orang yang mendukung kemerdekaan Indonesia; pasukan Belanda

    kembali ke Jawa, dan konflik fisik terjadi antara pasukan Sekutu dan pasukan republik Indonesia di Surabaya. Pada tahun berikutnya,

    Soeman terpilih pada Dewan Perwakilan Regional untuk Riau, yang berbasis di

    Pekanbaru.

    Setelah Operasi Kraai pada 1948, ketika

    pasukan Belanda menduduki ibukota republik di Yogyakarta dan menangkap sebagian besar anggota pemerintahan Sukarno, Soeman

    menjadi komandan pasukan gerilya di Riau. Di samping melanjutkan perjuangan, ia

    ditugaskan untuk menjadi para pejuang baru untuk mendukung republik. Dalam misi

    tersebut, ia ikut membantu dengan jaringan ekstensifnya sebagai guru sekolah jangka panjang, dan beberapa pejuang Soeman adalah

    mantan muridnya sendiri. Meskipun para pasukannya berada di bawah senjata, Soeman

    memimpin mereka dalam pertarungan melawan pasukan pribumi yang bersekutu

    dengan Belanda selama beberapa kali.

    e. Pengajar dan Kehidupan Selanjutnya

    Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949,

    Soeman dipanggil ke Pekanbaru dan diangkat menjadi Kepala Cabang Regional dari

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tugas utamanya adalah mendirikan kembali

    dan menyusun kembali sistem pendidikan di Riau setelah tiga tahun pendudukan dan empat tahun revolusi. Laci-laci digunakan

    untuk kayu bakar, bangunan-bangunan sekolah digunakan sebagai tempat untuk

    berlindung dari pasukan musuh, dan sebagian besar penduduk tidak dapat menghadiri kelas

    secara giat. Selain itu, departemen tersebut tidak memiliki dana yang cukup untuk mendukung pembangunan kembali. Pada tiga

    tahun berikutnya, Soeman memimpin proyek-proyek kerja komunal yang didedikasikan

    untuk memulihkan fasilitas pendidikan Riau dan meraih bantuan sukarela dari masyarakat.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Surabayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Sekutu_Perang_Dunia_IIhttps://id.wikipedia.org/wiki/Surabayahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaruhttps://id.wikipedia.org/wiki/Operasi_Kraaihttps://id.wikipedia.org/wiki/Yogyakartahttps://id.wikipedia.org/wiki/Gerilyahttps://id.wikipedia.org/wiki/Pribumihttps://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Meja_Bundarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Pendidikan_dan_Kebudayaan_(Indonesia)https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerja_komunal&action=edit&redlink=1

  • Peristiwa tersebut disusul oleh periode pembangunan infrastruktur pendidikan lanjutan. Untuk membantu para guru SD

    melanjutkan pendidikan mereka, Soeman mengambil gambar dalam pendirian sebuah

    SMP swasta pada 1953. Pada tahun berikutnya, ia membantu pendirian SMA Setia

    Dharma, SMA pertama di Riau. Menteri Pendidikan Mohammad Yamin menghadiri acara pembukaannya, dimana Soeman

    membandingkan situasi di Riau dengan Aceh dan Sumatra Utara, dan menyatakan bahwa

    orang-orang di Riau seolah-olah dianaktirikan. Ia meminta Yamin untuk mengirimkan guru-

    guru pemerintah untuk mendukung Setia Dharma. Meskipun Yamin keberatan dengan permintaan Soeman dan tidak mengirimkan

    satu pun guru ke Setia Dharma, ia memerintahkan sebuah SMA negeri dibuka di

    Riau.

    Soeman melanjutkan bekerja untuk

    mendirikan sekolah-sekolah baru di Riau. Pada akhir 1950an, melihat berkembangnya sekolah-sekolah dari organisasi Kristen,

    Soeman, dengan bekerja dengan Muslim lainnya di Riau, mulai mendirikan sekolah-

    sekolah Islam pada tingkat TK, SD, SDMP, dan SMA. Pada 1961, Gubernur Riau Kaharuddin

    Nasution mengundang Soeman dan mengajaknya untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian[d] dari pemerintah provinsi.

    Ia dan Yayasan Pendidikan Islam bekerja dengan pemerintah untuk mendirikan

    Universitas Islam Riau. Soeman menghadiri acara pembukaan formal-nya 1962.

    Meskipun ia secara resmi pensiun sebagai guru untuk bergabung dengan Badan Pemerintah Harian, dari 1960an Soeman terlibat dalam

    beberapa yayasan pendidikan. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Yayasan Lembaga

    Pendidikan Islam serta Ketua Badan Kepengurusan Setia Dharma, Yayasan

    Pendidikan Riau, dan Lembaga Sosial Budaya Riau. Ia juga mengutamakan hubungan dengan pemerintah provinsi; pada 1966, ia secara

    resmi menjadi bagian dari Dewan Perwakilan Regional, dan pada 1976, atas rekomendasi

    Gubernur Arifin Achmad, ia naik haji menggunakan kas negara.

    Soeman meninggal di Pekanbaru pada 8 Mei 1999. Ia masih aktif dalam berbagai aspek pendidikan di Riau sampai tahun sebelumnya.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Yaminhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kekristenan_di_Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Kaharuddin_Nasutionhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kaharuddin_Nasutionhttps://id.wikipedia.org/wiki/Soeman_Hs#cite_note-35https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Islam_Riauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hajihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pekanbaru

  • f. Pengakuan

    Soeman telah dikategorikan sebagai pengarang kecil dari periode Poedjangga Baroe. Sarjana

    sastra Indonesia asal Belanda A. Teeuw menyatakan bahwa, meskipun puisi Soeman

    umumnya berbentuk konvensional, cerita-cerita detektifnya "tidak bersahaja namun enak

    dibaca". Namun, ia menganggap kumpulan cerita pendek Soeman, Kawan Bergeloet, karya buatannya paling terkenal dalam bidang sastra,

    memiliki sketsa "sangat terobservasi dan tergambar secara realistis". Sementara itu,

    Alisjahbana memuji penggunaan inovatif Melayu Soeman namun menganggap alur cerita

    pengarang tersebut tidak konsenkuensial dan tidak logis, dengan akting naratif "seperti anak-anak yang mengkilatkan permainannya dengan

    sekejap mata, namun juga langsung menyembunyikannya untuk membangkitkan

    rasa penasaran pada temannya". Ia menganggap karya Soeman baik untuk dibaca

    karena nilai hiburannya.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Pengayuh Kereta Angin Soeman Hs (Sastrawan

    Balai Pustaka)

    Tempat duduk dan stank Kereta Angin Soeman Hs

    (Sastrawan Balai Pustaka)

    https://id.wikipedia.org/wiki/A._Teeuw

  • 8 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi keseluruhan : 1,5 cm

    - Panjang tangkai : 0,7 cm

    - Diameter tangkai : 2 cm

    - Diameter cap : 4 cm

    - Tebal cap : 0,1685 mm

    - Tebal pegangan : 0,0310 mm

    - Berat : 48,30 gram

    Bahan Utama : Tembaga

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Tulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Bulat

    Kondisi : Utuh dan terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Fungsi awal digunakan untuk mencap surat dan

    saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau

    Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.

    Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    huruf arabnya dibuat dengan menggunakan

    teknik ketok. Cap berbentuk bulat dan tangkai

    cap berbentuk bulat pendek.

    Deskripsi Historis : Cap ini milik bangsawan bernama Tengku Yunus

    bin Tengku Zainal Marhum Tahun 1305 H.

  • III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Stempel Riau Lingga bagian depan

    Stempel Riau Lingga bagian belakang

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 9 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Pajang

    keseluruhan

    : 4,3 cm

    - Panjang tangkai cap

    : 4 cm

    - Diameter cap : 4 cm

    - Lebar cap : 2,3 cm

    - Diameter tangkai : 1,5 cm

    - Tebal cap : 0,3510 mm

    - Tebal pegangan : 0,0230 mm

    - Berat : 29,94 gram

    Bahan Utama : Tembaga

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Bermotif ukiran bertulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Bulat lonjong

    Kondisi : Utuh dan terawatt

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Sebagai tanda pengesahan setiap murid yang

    dianggap telah lulus dan mendapat gelar Khalifah oleh Maha Guru Almarhum Syekh Ismail Hasibuan, dan saat ini sebagai koleksi Museum

    Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Stempel ini didapat tanggal 16 Agustus 1996, di

    Pekanbaru. Nama pemilik Mas’un Nasution berusia 54 tahun status pekerjaan pensiunan

    bank.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    huruf arabnya dibuat dengan menggunakan teknik ketok.

    Deskripsi Historis : Stempel ini berasal dari Arab Saudi pada tahun

    1928.

  • III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Stempel Riau Lingga

    Pegangan Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 10 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi keseluruhan : 2,5 cm

    - Panjang tangkai

    cap

    : 2 cm

    - Tebal cap : 0,1235 mm

    - Tebal pegangan : 0,1515 mm

    - Berat : 48,06 gram

    - Diameter cap : 5,5 cm

    - Diameter tangkai : 3,5 cm

    Bahan Utama : Tembaga

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Bulat menyerupai bunga matahari

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Digunakan untuk mencap kertas yang telah ditanda tangani Sultan Riau Lingga, dan saat ini

    sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Cap ini diperoleh dari Dabo Singkep, Kepulauan Riau.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatan menggunakan teknik cor

    sedangkan huruf arabnya dengan teknik ketok. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    bagian pinggirnya juga didapati hiasan dan motif bunga dan kelok paku. Tangkai cap berbentuk bulat polos.

    Deskripsi Historis : Cap ini merupakan cap Kerajaan Riau Lingga

    tahun 1237 H. Cap memakai lak merah yang masih panas dan bukan dengan tinta. Cap ini

    untuk membuat rekaman tanda tangan (gambar, tanda tangan) degan menekankannya pada kertas (surat, dsb).

  • III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Stempel Riau Lingga

    Pegangan Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 11 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Pajang

    keseluruhan

    : 3,3 cm

    - Panjang tangkai : 3 cm

    - Lebar tangkai : 1,5 cm

    - Tebal cap : 0,0080 mm

    - Tebal pegangan : 0,0175 mm

    - Berat : 22,46 gram

    - Diameter cap : 4 cm

    - Lebar cap : 2 cm

    Bahan Utama : Tembaga

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Lonjong/oval dan mempunyai pegangan

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Digunakan untuk mencap kertas yang telah ditandatangani Sultan Riau Lingga, dan saat ini

    sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor. Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    huruf arabnya dibuat dengan menggunakan teknik ketok. Tangkai panjang berbentuk seperti pucuk rebung

    Deskripsi Historis : Cap ini milik keluarga bangsawan dari Kerajaan

    Riau Lingga bertahun 1304.

  • III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Stempel Riau Lingga

    Pegangan Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 12 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi keseluruhan : 1,3 cm

    - Panjang tangkai : 1 cm

    - Tebal cap : 0,0545 mm

    - Tebal pegangan : 0,0345 mm

    - Berat : 13,32 gram

    - Diameter tangkai : 1,3 cm

    - Diameter cap : 3,2 cm

    Bahan Utama : Tembaga

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Bulat

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Fungsi awalnya untuk mencap surat-surat, dan

    saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau

    Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Ganti rugi kepada kolektor

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.

    Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    huruf arabnya dibuat dengan menggunakan

    teknik ketok. Bentuk cap bulat dan tangkai bulat

    pendek.

    Deskripsi Historis : Dari tulisan yang terdapat pada cap adalah milik

    orang kaya tumenggung tahun 1266.

  • III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Stempel Riau Lingga

    Pegangan Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 13 NAMA BENDA : Stempel Riau Lingga

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Pajang

    keseluruhan

    : 10,7 cm

    - Panjang tangkai : 10,5 cm

    - Tebal cap : 0,0380 mm

    - Tebal pegangan : 0,0230 mm

    - Berat : 13,58 gram

    - Diameter cap : 2 cm

    - Diameter tangkai : 0,6 cm

    Bahan Utama : Terbuat dari metal/logam

    Warna : Kuning tembaga

    Motif : Ukiran bertulisan arab dan arab melayu

    Bentuk : Bulat dan mempunyai tangkai panjang

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Mencap surat/kertas yang telah ditanda tangani

    Sultan Riau Lingga, dan saat ini sebagai koleksi

    Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Cap diperoleh dari daerah Dabo Singkep,

    Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Diperoleh

    tahun 1987 melalui imbalan jasa.

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Teknik pembuatannya menggunakan teknik cor.

    Pada bagian tengah cap terdapat tulisan arab dan

    huruf arabnya dibuat dengan menggunakan

    teknik ketok. Bentuk cap bulat dan memiliki

    tangkai bulat panjang.

  • III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Pegangan Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga

    Stempel Riau Lingga setelah dicap pada kertas

  • 14 NAMA BENDA : Uang Petik

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Panjang

    keseluruhan

    : 18 cm

    - Pajang tangkai : 16,5 cm

    - Panjang ranting sebelah kanan

    : Dihitung dari ranting bagian bawah ke atas : - 2,8 cm - 2,3 cm

    - 2 cm - 1,9 cm

    - 1,4 cm - 1,3 cm

    - Panjang ranting sebelah kiri

    : Dihitung dari ranting bagian bawah ke atas : - 3 cm

    - 2,4 cm - 2,6 cm

    - 2,6 cm - 2 cm

    - 1,7 cm

    - Berat : 54,78 gram

    - Diameter tiap

    keping uang petik

    : 1 - 2 cm

    - Lebar uang petik : 6,5 cm

    Bahan Utama : Terbuat dari timah

    Warna : Silver

    Motif : Pada bagian tengah bulatan terdapat tulisan khat kufi

    Bentuk : Seperti pohon cemara

    Kondisi : Utuh dan Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Fungsi awal digunakan sebagai uang petik dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau

    Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Uang petik didapat dari salah satu kolektor di

    Pekanbaru yang berdomisili di Rumbai.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Tebal uang petik rata-rata semuanya sama yaitu 0,445 Mm (Milimeter). Jumlah ranting sebanyak

    12 buah.

  • 1. Kemunginan besar merupakan silsilah suatu nasab atau keturunan raja atau rajah (azimat)

    tentang sebuah kerajaan. Kalau benda ini memang sebuah istilah kerajaan maka nama-

    nama yang tertera merupakan nama raja-raja. Namun jika diperhatikan dari bentuk

    tulisannya yang menggunkan jenis Khat Kufi dan yang terbaca hanya tulisan bagian atas yaitu al-malik... sedangkan bacaan kalimat

    dibawahnya terdapat perbedaan pada huruf akhirnya antara dall, lam, kaf dan ra.

    2. Menurut peneliti ini adalah rajah (azimat) karena bacaannya secara umum tidak terbaca

    dan biasanya huruf-huruf yang digunakan dalam rajah (azimat) memang selalu terputus-

    putus.

    3. Kemungkinan kedua artefak ini adalah sebentuk uang petik yang digunakan oleh

    kerajaan-kerajaan tempo dulu untuk berbelanja atau untuk saling bertukar cendera mata

    sesama mereka.

    4. Pendapat ini tidak permanen bisa saja peneliti

    lain memberikan deskripsi yang berbeda.

    Deskripsi Historis : Uang petik didapat dari Kepulauan Riau tahun

    1997

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Uang Petik tampak depan dari belakang

  • 15 NAMA BENDA : Caping

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Pajang tali : 54,5 cm

    - Berat : 49,66 gram

    - Diameter : 7 cm

    - Tinggi caping : 6,5 cm

    Bahan Utama : Perak dan batu permata

    Warna : Silver

    Motif : Bermotif hati

    Bentuk : Bentuk seperti hati

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan Fungsi Sekarang

    : Fungsi awal digunakan sebagai penutup alat kelamin perempuan, dan saat ini dipajang sebagai

    koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama, dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau

    Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Caping ini didapat dari Kabupaten Daik Lingga.

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Berbentuk seperti hati, pada bagian tengah

    terdapat sekuntum bunga yang dihiasi empat buah batu permata berwarna merah jambu

    keunguan dan sebuah batu menyerupai batu intan. Sedangkan pada bagian pinggir terdapat

    hiasan sulur-sulur dan bulatan-bulatan timbul. Terdapat rantai sebagai alat pengikat caping di pinggang sepanjang 54,5 cm. Rantai caping terdiri

    dari manik-manik berwarna merah peach dan perak.

    Deskripsi Historis : Didapat tahun 1997 berasal dari Kepulauan Riau,

    biasa dipakai oleh bangsawan atau orang berada. Caping ini diperkirakan dipakai oleh keluarga

    Kerajaan Riau Lingga pada abad 17 (Sumber: Keterangan Narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang Nila Utama)

    Caping (dalam istilah Melayu) atau cupeng (dalam istilah Aceh), atau Jempang (dalam istilah di

    daerah Gowa) atau serupa “badong” (istilah di Jawa yang dipakai di luar kain). Caping

  • merupakan bagian dari budaya dari suku-suku di Indonesia antara lain Melayu di sepanjang pesisir timur Sumatera, Bugis, Aceh dan beberapa suku

    bangsa di kawasan Asia tenggara. Selain menjadi koleksi Museum Sang Nila Utama, caping serupa

    juga menjadi koleksi di museum lainnya, antara lain di Tanjungpinang.

    Ada beberapa pendapat tentang caping:

    1. sebagai perhiasan asesoris perempuan dan memiliki fungsi sebagai alat penutup

    kelamin perempuan. Umumnya caping digunakan oleh para istri bangsawan atau

    gadis-gadis kerajaan untuk melindungi diri mereka dari gangguan atau aniaya pihak

    musuh atau lanun ketika ditinggal pergi berperang.

    2. Caping digunakan oleh anak perempuan

    kecil.

    3. Sebagai penutup faraj anak-anak balita, laki-

    laki dan perempuan.

    Caping menurut Raja Ali Haji dalam Kitab

    Pengetahuan Bahasa yang terbit di Singapura tahun 1929, menyatakan bahwa: “caping yaitu

    nama pakaian perempuan yang menutup parajnya diperbuat daripada peraklah atau mas atau yang ada menaruh harta. Tiada adatnya perempuan

    yang sudah besar itu bercaping, dan terkadang diisti’arakan pula pada belakang-belakang perahu

    yang kecil-kecil, seperti sekoci dikatakan bercaping.” Jadi, caping ini adalah bagian dari

    pakaian anak-anak perempuan yang menutup farajnya, terbuat dari perak atau emas atau benda-benda lainnya seperti tembaga, kuningan

    atau tempurung. Caping berbahan emas digunakan oleh anak-anak bangsawan, berbahan

    perak digunakan oleh anak-anak pembesar dan dari bahan lainnya digunakan oleh anak-anak

    rakyat biasa.

    Namun caping juga digunakan oleh anak laki-laki sebagaimana terdapat di dalam foto reproduksi di

    dalam buku Barang Kemas Melayu yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka,

    Kementerian Pendidikan Malaysia, tahun 1990.

    Caping koleksi Museum Sang Nila Utama terbuat

    dari perak dengan bunga di bagian tengah terbuat dari batu berwarna pink atau jingga, sehingga caping ini merupakan pakaian penutup faraj

    anak-anak (terutama anak-anak) perempuan dari kalangan bangsawan di Kerajaan Lingga, yang

    telah berlangsung sejak abad ke-17. Terbukti dengan peristilahan ‘caping’ yang terdapat dalam

    Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji,

  • pujangga Kerajaan Melayu Lingga abad ke-19. Caping ini digunakan oleh anak-anak kecil sejak ia bisa pandai berjalan sekitar umur dua tahun

    sampai anak-anak pandai mengenakan kain sarung sendiri.

    Di tempat lain, caping digunakan oleh anak-anak gadis atau istri-istri. Ada kepercayaan bahwa

    caping dapat menangkal roh jahat bagi pemakainya. Pemakaian caping untuk pertama kalinya, benang yang digunakan mengikat caping

    diberi mantra atau jampi-jampi oleh dukun. Pemakaian caping bagi kaum perempuan, baik

    sejak balita, anak-anak, gadis-gadis remaja atau istri-istri, menunjukkan bahwa budaya

    memberikan perhatian dan perlindungan kepada kaum perempuan.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

    Foto Caping bagian depan dan belakang

  • 16 NAMA BENDA : Caping

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi : 7,3 cm

    - Berat : 33,84 gram

    - Diameter : 7 cm

    - Lebar Emas : 3,2 cm

    - Tinggi Emas : 2,5 cm

    Bahan Utama : Perak, pada bagian tengah dihiasi dengan emas

    Warna : Silver

    Motif : Dekoratif flora timbul

    Bentuk : Berbentuk hati dengan permukaan dihiasi motif bunga tabur dan bagian tengah dilapisi oleh

    lempengan yang terbuat dari emas.

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Fungsi awal digunakan sebagai penutup alat

    kelamin perempuan, dan saat ini dipajang sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Caping ini didapat dari Kabupaten Daik Lingga.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Tinggi ukiran emas 2,5 Cm dan memiliki diameter 3,2 Cm

    Deskripsi Historis : Didapat tahun 1997 berasal dari Kepulauan Riau,

    biasa dipakai oleh bangsawan atau orang berada. Caping ini diperkirakan dipakai oleh keluarga

    Kerajaan Riau Lingga pada abad 17 (Sumber: Keterangan Narasumber Hamida, Seksi Koleksi Museum Sang Nila Utama)

    III Foto Benda Cagar

    Budaya

    :

    Foto Caping bagian depan dan belakang

  • 17 NAMA BENDA : Prasasti Candi Muaratakus

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Panjang : 55 cm

    - Tebal : 13 cm

    - Lebar : 29,5 cm

    Bahan Utama : Batu dan pasir

    Warna : Merah kecokelatan

    Motif : Tanpa motif

    Bentuk : Berbentuk persegi panjang

    Kondisi : Terawat

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Sebagai batu untuk bangunan Candi Muara

    Takus dan saat ini sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Diserahkan ke Museum Daerah Sang Nila Utama

    Tahun Anggaran 1996.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Prasasti ini terbuat dari batu pasir ditemukan di

    sisi Timur laut pagar keliling Kompleks Percandian Muara Takus. Prasasti ini ditulis dalam aksara Jawa Kuno dan terdiri dari dua baris tulisan

    mantra yang berbunyi //om ah bighnantatrhumpat swaha//. Batu tempat prasasti tersebut ditulis

    berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 29,5 x 53,5 cm dan tebal 14,0 cm.

    Deskripsi Historis : Prasasti Candi Muaratakus diambil dari Candi

    Muara Takus pada Tahun 1996. Batuan Candi Muaratakus adalah susunan batu yang terserak dari Candi Muaratakus. Ketika ditemukan dalam

    kondisi hancur berantakan.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

  • 18 NAMA BENDA : Nisan Marhum Pekan

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi badan : 60 cm

    - Panjang kaki : 22 cm

    - Lebar kaki : 11 cm

    - Lingkaran atas : 78 cm

    - Lingkaran bawah : 74 cm

    Bahan Utama : Kayu

    Warna : Cokelat abu-abu

    Motif : Bunga

    Bentuk : Bulat panjang segi delapan

    Kondisi : Tidak utuh

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Awalnya adalah penanda yang diletakkan di

    kepala kubur Marhum Pekan, di pekuburan dekat

    Masjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru, dan saat ini

    sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila

    Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Nisan diserahkan ke Museum Tahun Anggaran

    1996 – 1997.

    Status Pemilikan

    Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Pada bagian bawah nisan ini berbentuk empat

    persegi memiliki ukiran pucuk rebung. Pada

    bagian badan berbentuk segi 8, dimana tiap

    bagian dihiasi dengan kuntum bunga, belah wajik,

    motif daun, dan kelok paku/sulur-sulur dan motif

    geometri seperti simbol nazi. Jenis kayu yang

    digunakan yaitu kayu ulin.

    Deskripsi Historis : Marhum Pekan merupakan gelar dari Sultan

    Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (Sultan

    Siak ke-5) yang memerintah pada tahun 1780-

    1782. Marhum Pekan juga dikenal sebagai pendiri

  • Pekanbaru, mangkat(wafat) pada tahun 1782 M.

    Marhum Pekan terkenal dengan keperkasaannya

    terutama dalam peperangan melawan Belanda di

    Pulau Guntung dan beliau pulalah pendiri dan

    pembesar kota Pekanbaru. Diadakannya PEKAN

    (pasar) pada waktu-waktu tertentu merupakan

    awal berkembangnya kota Pekanbaru hingga

    sekarang ini, dan atas jasa-jasanya setelah

    mangkat beliau gelari Marhum Pekan serta

    dimakamkan bersama ayahanda, adinda dan

    iparnya di komplek Mesjid Raya.

    III Foto Benda Cagar Budaya

    :

  • 19 NAMA BENDA : Nisan Marhum Bukit

    I IDENTITAS

    Tempat Objek

    - Nama Tempat : Museum Daerah Riau Sang Nila Utama

    - Alamat : Jl. Jendral Sudirman, No 194

    - Desa/Kelurahan : Tangkerang Tengah

    - Kecamatan : Marpoyan Damai

    - Kabupaten/Kota : Pekanbaru

    - Provinsi : Riau

    Ukuran

    - Tinggi keseluruhan

    : 93 cm

    - Tinggi badan : 69

    - Panjang kaki : 24 cm

    - Lebar kaki : 10 cm

    - Lingkaran atas : 77 cm

    - Lingkaran bawah : 73 cm

    Bahan Utama : Kayu

    Warna : Cokelat abu-abu

    Motif : Bunga

    Bentuk : Bulat panjang segi delapan

    Kondisi : Tidak utuh

    Fungsi Awal dan

    Fungsi Sekarang

    : Awalnya adalah penanda yang diletakkan di

    kepala kubur Marhum Bukit, di pekuburan dekat Masjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru, dan saat ini

    sebagai koleksi Museum Daerah Riau Sang Nila Utama.

    Nama Pemilik : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pemilik : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pemilik : -

    Nama Pengelola : Museum Daerah Sang Nila Utama

    Alamat Pengelola : Jl. Jendral Sudirman No.194

    No. KTP Pengelola : -

    Riwayat Kepemilikan : Nisan diserahkan ke Museum Tahun Anggaran 1996 – 1997.

    Status Pemilikan Benda

    : Negara (Pemerintah Daerah Provinsi Riau)

    II DESKRIPSI

    Deskripsi Arkeologis : Pada bagian bawah berbentuk empat persegi

    sedangkan bagian badan berbentuk segi delapan. Pada bagian bawah nisan ini memiliki ukiran

    pucuk rebung. Nisan ini memiliki segi 8 (7 ada ukiran dan 1 tidak ada ukiran). Jenis ukiran pada

    segi nisan yaitu Tampuk Manggis dan Itik Pulang Petang. Secara utuh nisan ini berbentuk seperti bunga. Kayu yang digunakan yaitu kayu ulin.

    Deskripsi Historis : Marhum Bukit adalah nama lain dari Sultan

    Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) yang memerintah pada tahun 1766-1780. Beliau

    naik tahta menggantikan Sultan Abdul Jalil Jalaludin Syah. Beliau terkenal sebagai seorang Sultan yang alim dan taat. Salah seorang

    puterinya Tengku Embung Badariah dikawinkan