diterbitkan oleh dinas penerangan angkatan udara · 4 edisi oktober 2014 and tekir, 2012), which...

113
Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA Edisi Oktober 2014

Upload: vuongkiet

Post on 08-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

Diterbitkan olehDINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA

Edisi Oktober 2014

Page 2: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ii

Page 3: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Pelindung : Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia Kepala Staf Angkatan Udara

Penanggungjawab : Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto, S.IP Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Dewan Redaksi : Kolonel Sus Sri Gustiningsih Kolonel Adm. Aminto Senisuka, ST.M.Eng Kolonel Pnb R Agung Sasongkojati Kolonel Sus Drs. Sudarno Letkol Sus Dra. Lia Kuswelia Pemimpin Redaksi : Kolonel Sus Basuki MindarwonoWakil : Letkol Sus Dra. Maylina Saragih Letkol Sus Drs. Ernes DJ Fambrene

Staf Redaksi : Mayor Sus A. Muchsin Sertu Rineu Octaviani PNS IV/a Dra. Sri Hatmini PNS IV/a Amri Susdariyanti Desain Grafi s : DDS

Alamat Redaksi : Dispenau, Cilangkap Jakarta Timur Telp. (021) 8709154, 8709259 Fax. (021) 8714181 E-mail: [email protected]

Angkasa Cendekia/Dinas Penerangan Angkatan UdaraJakarta: Dinas Penerangan Angkatan Udara, 2014

113 hal.; 23.5 x 15.5 cmISBN 979-95490-0-2

1. Angkatan Udara I. Judul

ANGKASA CENDEKIA

iii

Page 4: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

iv

DAFTAR ISI

Daft ar Isi .................................................................................... iv

Kata Pengantar .......................................................................... 1

Cyberspace Operati ons as Multi plier PowerIn ASYMMETRIC CONFLICT .................................................... 2Kolonel Lek Dr. Arwin D. W. Sumari, S.T., M.T., S.R.Eng.Kepala Program Studi Ekonomi PertahananFakultas Manajemen PertahananUniversitas Pertahanan [email protected], [email protected]

Penilaian Mandiri Program Reformasi Birokrasi (PMPRB) Tentara Nasional Indonesia .................................................. 22Oleh Letkol Adm Dayatmoko, S.IP.,MM.(Pabandya-3 Reformasi Birokrasi-Paban II/Jemen Srenum TNI)

Page 5: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

v

Mengawal Keopti misan Indonesia Menuju Negara Maju (Kajian Kriti s Perspekti f Ekonomi Pertahanan terhadap Proyeksi MGI 2012) ............................................................................ 56Oleh Mayor Tek Novky Asmoro, S.T., M.Si (Han) (Pamen Kohanudnas)

Prospek Pengembangan Teknologi Peluru Kendali Permukaan ke Udara di Indonesia .................. 74Oleh Kapten Tek Y. H. Yogaswara(Pama Dislitbangau, Kandidat Doktor Aerospace Engineering, KAIST - Korea Selatan)

Adakah Matra Udara Kekuatan Penentu “Richard Nixon benar-benar Pemimpin yang punya nyali, beda banget dengan Tokoh lawan Partainya. US Navy Captain John S McCain ................................ 94Oleh Analisis Subagyo Sayogya(Wartawan Senior/Pemerhati Hankam dan Politik)

Redaksi menerima tulisan naskah dengan ukuran kertas kwarto, 2 spasi, dan minimal 10 lembar

Page 6: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

vi

Page 7: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

1Edisi Oktober 2014

Kata Pengantar

Pembaca yang budiman, media baca kita, buku Angkasa Cendekia, untuk semester dua yang biasanya terbit bulan Juli, mulai semester dua tahun ini terbit bulan Oktober. Perubahan ini untuk lebih banyak lagi mewadahi/mengakomodir ide, gagasan, dan pendapat-pendapat para perwira Angkatan Udara yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Edisi kali ini, kami menyajikan beberapa topik tulisan dari para penulis yang sudah ti dak asing lagi.

Kolonel Lek Dr. Arwin D. W. Sumari membahas perang asimetris yang terkait dengan cyberspace operati ons. Bagaimana teori-teori perang asimetris yang dapat menyukseskan cyberspace operati ons, simak dalam tulisan yang berjudul Cyberspace Operati ons as Multi plier Power in Asymmetric Confl ict.

Bergulirnya era Reformasi yang diikuti reformasi di berbagai sektor termasuk reformasi di lembaga pemerintah dan kementerian (reformasi birokrasi)saat ini terus berjalan. TNI merupakan salah satu dari sembilan kementerian dan lembaga yang melaksanakan program Reformasi Birokrasi pada gelombang dua. Pelaksanaan RB TNI yang dimulai tahun 2010 ini sudah saatnya untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi selengkapnya disajikan oleh Letkol Adm Dayatmoko dalam tulisannya yang berjudul Program Penilaian Mandiri Reformasi Birokrasi (PMPRB)Tentara Nasional Indonesia.

Mayor Tek Novky Asmoro, S.T., M.Si (Han) menyatakan keopti misannya bahwa Indonesia bakal menjadi negara maju dari perspekti f ekonomi pertahanan. Seti daknya hal ini akan terwujud pada tahun 2030. Posisi ekonomi Indonesia begitu ti nggi ditandai dengan berbagai variabel. Bagaimana semua bisa terjadi, jawabannya ada di sini.

Beralih dari ekonomi pertahanan menuju Indonesia yang unggul dalam sistem pertahanan udara. Perkembangan terpenti ng dalam sejarah peperangan abad 21 adalah munculnya senjata presisi (precision weapon). Ciri khas senjata presisi adalah adanya sistem pemandu dan kendali yang memungkinkan senjata tersebut memanipulasi trayektorinya menuju sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena kekhasannya tersebut, senjata presisi ini dikenal juga dengan isti lah senjata berpemandu (guided weapon). Peluru kendali (missile) merupakan salah satu jenis senjata pemandu berpropulsi mandiri dengan berbagai platf orm peluncuran dan sasaran. Penggelaran peluru kendali pertahanan udara di daerah perbatasan dan lokasi strategis pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan pertahanan negara dari ancaman yang ada.Kandidat Doktor, Kapten Tek Yogasawara membahasnya lengkap.

Last but not least, wartawan senior Subagyo Sayogya membahas matra udara sebagai penentu kekuatan dalam peperangan. Hal ini terbukti bahkan sejak Perang Dunia II. Akhirnya selamat membaca dan Dirgahayu TNI.

Jakarta, Oktober 2014

Page 8: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

Abstract

This paper applies the existi ng theories of asymmetric confl ict warfareto answer the

questi on why cyberspaceoperati ons in dynamics of asymmetric warfare confl ict can be successful. Analysing how cyberspace operation in asymmetric confl ict; the assessment of the winner could not be viewed from the positi on of the weak or the strong. These dynamics of asymmetric

confl ict are compati ble with the actors in cyberspace operati ons war whether state actors or non-state actors. Relati ve power and realist internati onal relati ons theory state from Thucydides, "the strong do what they will, and the weak suff er what they must". In war,

Cyberspace Operations as Multiplier PowerIn ASYMMETRIC CONFLICT1

Kolonel Lek Dr. Arwin D. W. Sumari, S.T., M.T., S.R.Eng.Kepala Program Studi Ekonomi Pertahanan

Fakultas Manajemen PertahananUniversitas Pertahanan Indonesia

[email protected], [email protected]

Firman Munthaha, S.Kom., M.Si.(Han)Alumni Program Studi Peperangan Asimetris

Fakultas Strategi PertahananUniversitas Pertahanan Indonesia

fi [email protected]

1 Makalah ilmiah ini telah dipublikasikan dalam Proceedings of the 9th Internati onal Conference on Cyber Warfare and Security (ICCWS-2014), Purdue University, West Lafayett e, Indiana, Amerika Serikat, 24-25 Maret, halaman 324-331, dan merupakan satu-satunya makalah ilmiah dari Indonesia yang diterima dalam forum bergengsi bidang Cyber Warfare and Security tersebut.

Edisi Oktobrt 20142

Page 9: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

3Edisi Oktober 2014

generally strong actors have the ability to act according to what they need, but in fact the results could be diff erent in practi ce. The broad spectrum of asymmetric warfare, as Thorton states "someti mes the weak can avoid doing what they must, and the powerful cannot always do what they will". Recent cyber war cases show that state actor has a role, which certainly also has cyber power. The use of cyberspace in asymmetric confl ict also makes cyber war have diff erentexpected eff ect. In the past Arreguin-Toft has proposed strategic interacti on theory which have expected eff ect model for predict asymmetric confl ict outcomes. In this paper, the model will developed for predict cyber war outcomes.This research will explore the infl uence of cyberspaceoperati ons to asymmetric confl ict outcomes. Cyberspace operati ons as part of informati onoperati on (IO) support in this paper identi fi ed as multi plier power, where IO has concept existed before as force multi plier.The success of Russia’s massive cyber att ack on Estonia in 2007 and Georgia in 2008 are some examples of operati ons shown by "the strong". Even though these operati ons were not comprehensive, but it they could provide a systemic impact to the target states and brought successfully to the mission carried out by the att acker state. In conclusion, this paper proposess a new model from the infl uence of cyberspaceoperati ons to asymmetric confl ict called FDAFirman-Dadang-Arwin model, which was developed fromon the strategic interacti on theory proposed by Ivan Arreguin-Toft .

Keywords: asymmetric conflict, cyberspace operations, asymmetric confl ict, cyber war, FDA model, strategic interacti on theory

Fog of war in cyber warfare gives the opti ons to prepare for something that is not defi nite or uncertain. “Cyber Warfare is the art and science of fi ghti ng without fi ghti ng; of defeati ng an opponent without spilling their blood”(Carr, 2012). According to Aslanoglu and Tekir (2012), Ffour major events cyber warfare, Estonia (2007), Georgia (2008), Operati on Aurora (2009), and Stuxnet Worm (2010) are a result of politi cal dynamics(Aslanoglu

Page 10: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 20144

and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict occurs in cyberspace domain involving not only state-actors but also non-state actors. Those cases also draw explain how cyberspace really can be used as a domain of war in asymmetric confl ict. By exploiti ng cyberspace, "the master of the internet" America could att ack infrastructure owned by Iran with Stuxnet worm. However, apparently the United States (U.S.) can'not completely prevent the att ack as well with the equal example shown by China Aurora Operati on. Use of Ccyberspace like cyberspaceoperati onsis indirectly making it increasingly asymmetric uncertainty in widespread confl ict.

The interesti ng side aspect in asymmetric confl ict (asymmetric confl ict) that uti lize this cyberspace, is that are both have it has inherent uncertainti es. “There are many diff erent ways for a person to parti cipate in a cyberconfl ict” (Otti s, 2011). Cyberspace operati ons as the manifestati on of the use of cyberspace to achieve the interests or objecti ves that represented by state forces or government insti tuti ons as well which gives advantages for two actors, the strong and the weak. The cyberspace domain itself is unique because humans create it. In cyber war, the weak actor is more benefi ted indirectly, because of its dependence on cyberspace is relati vely low, in contrast with the strong actor. Therefore the strong actor is more vulnerable and has the higher potenti al of failure. The interesti ng side in asymmetric confl ict is that it uti lizes cyberspace domain as an uncertainty is where we do not knowuncertainty who would win the confl ict, or whether it may deliver the weak actor to gain strength advantage strength or vice versa. This strength advantage strength of cyberspaceoperati ons will be discussed in this paper as a multi plier power. To focus the discussion, the power in this paper is meant "material power", namely state's populati on and armed forces.

In the recent publicati on, Joint Publicati on2 (JP)3-13(2012) about Informati on Operati ons (IO) statesU.S. Air Force Doctrine Document 3-12(AFDD 3-12) states that IO is the force multi plier.

2 Joint Publicati on (JP) and Air Force Doctrine Document (AFDD) are doctrines that are published by U.S. Joint Chiefs of Staff and U.S. Air Force in succession. The considerati on why we use

Page 11: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

5Edisi Oktober 2014

“IO is not about ownership of individual capabiliti es but rather the use of those capabiliti es as force multi pliers to create a desired eff ect”(Air Force Doctrine DocumentJP 3-123, 20112). In this research we will show that cyberspaceoperati ons as a part of IO support can become the multi plier power in asymmetric confl ict. “Cyber though informati on and informati on technology, can considerably increase the likelihood of success in stable operati ons”(Kramer, 2009). sNow The publicati onexplanati onabout regarding Cyberspace Operati ons is just published by can only be found in U.S. with Air Force Doctrine Document (AFDD) 3-12 (2011) where the last JP 3-13(2012) sti ll about IOis sti ll about informati on operati ons. Cyber though informati on and informati on technology, can considerably increase the likelihood of success in stable operati ons(Kramer, 2009).

The diff usion of power in the cyber domain is represented by the vast number of actors, and relati ve reducti on of power diff erenti als among them (Nye Jr, 2010). There are two complementi ng explanati ons of cyberspace operati ons that can be a multi plier power in asymmetric confl ict: (1) the dynamics of asymmetric confl ict; (2) the unique cyberspace itself as a cyber war domain.

This research will explore how cyberspaceoperati onscan be a force multi plier power operati on in asymmetric confl ict. The aim is to look for a common ground between cyber war and asymmetric confl ict in parti cular the theory of strategic interacti on from Arreguin-Toft . From that those studiesied, we will make create new model formulati on of asymmetric confl ict outcomes for cyber war. To focus the discussion in this study, some restricti ons are given, i.e. cyberspaceoperati ons is “the employment of cyberspace capabiliti es where the primary purpose is to achieve military objecti ves or eff ects in or through cyberspace”(JP 3-0). Furthermore this paper also studiesd the recent case of cyber war that involvesing state-actors while maintaining that cyber war can be done by either state-actors or non-state actors. For analogy weak and strong analogy, we follow the term used by Arreguin-Toft which is "weak" and "strong" only have meaning in parti cular confl ict dyads.

Page 12: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 20146

This paper begins by introducing the dynamics of asymmetric confl ict, cyber war, and the relati on between them then and conti nued by the descripti on of state-of-the-art asymmetric confl ict theories and the use of cyberspaceoperati ons in this type of confl ict. The Third part draws the infl uence of cyberspaceoperati ons. The Fourth part draws the relati onship between cyberspaceoperati ons with asymmetric confl ict theories and the formulati on based on the facts of recent cyber confl icts. The fi nal secti on concludes and indicates directi ons for future research.

Dynamics of Asymmetric Confl ict

The terms asymmetric confl ict and asymmetric warfare seem to look diff erent, but actually they have similar actors and stories, namely the "strong" against the "weak". We follow simple defi niti on from David Grange who said, "Asymmetric warfare is best understood as a strategy, tacti c, or method of warfare and confl ict" (Thornton, 2007). Asymmetrical warfare is referred as the not balanced war between the strong against the weak. Practi ces during this period could occur in the area of land, sea, air, space, and also cyber space. The extents of the threats of asymmetric warfare, making each country needs to be vigilant to the threats of att ack from a variety of fi elds. Therefore to face an asymmetric warfare, ideally all elements of nati onal power and resources need to be deployed and prepared long before the warfare occurs. There are two complementi ng explanati ons of Cyberspace Operati ons can be a multi plier power in asymmetric confl ict: (1) the dynamics of asymmetric confl ict; (2) the unique cyberspace itself as a cyber war domain.

The phenomenon of asymmetric threats has traits and characteristi cs that disti nguish it from the threats of other kinds of war. Asymmetric warfare threat is non-conventi onal and non-kineti c, and these two properti es are not yet covered in the whole nature of the threats of war. On the other hand,

these doctrines as references is because military has specifi c defi niti ons on terms which cannot be found in non-military references. Informati on Operati ons and Cyberspace Operati ons are two terms that are devised and defi ned by U.S. military.

Page 13: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

7Edisi Oktober 2014

the phenomenon of asymmetric warfare is not new. Asymmetric tacti cs have been known for a long ti me, as seen from Daud vs. Goliath and Parthian vs. Alexander the Great. In the context of actors, asymmetric confl ict could involve state actors and non-state actors. While there are factors that make some unbalanced positi ons, including strength, ability, experti se, equipment, and human resources.

The phenomenon of asymmetric warfare threat has its natures and characteristi cs. According to Anggoro (2011),the threat of asymmetric warfare has the properti es of non-conventi onal and non-kineti c, and both of these properti es have not yet covered the whole nature of the asymmetric warfare threat. On the other hand, the phenomenon of asymmetric warfare is not a new thing. Asymmetric warfare tacti cs have been known since ancient ti mes, as it is known in the history of the batt le of Daud vs. Goliath. In the context of actors, asymmetric confl icts involving state actors and non-state actors. Although there are several factors that make a balance positi on, including the strength, capabiliti es, experti se, equipment and human resources

The dynamics of cyberspace environment in asymmetric confl ict clearly benefi t the weak, and endanger the strong. The cyber operati ons targeted against state-level and their disrupti ve eff ects on the functi oning of government and fi nancial systems, as in the case of Estonia, Georgia, and South Korea, demonstrate vulnerabiliti es that can no longer be tackled within the confi nes of the state (Radu, 2012). The security hole that can be exploited by means of cyberspace cannot be enti rely eliminated. As Thorton states that "the weak can someti mes avoid doing what they must, and the powerful can't always do what they will". This diff erence creates fl exibility for the parti es "weak" or "strong hand" to take advantage through this realm. Asymmetric warfare is broad church (Thornton, 2007)

The dynamics of cyberspace environment in asymmetric confl ict can be profi table for actors who are predominantly weak and endanger strong actors. According to Radu (2012) the state of cyber operati ons as a target and the impact of the disturbance

Page 14: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 20148

to the functi oning of government and the fi nancial system, as in the case of Estonia, Georgia, and South Korea, shows the vulnerability that can no longer be handled within the confi nes of the state. This happens also because of vulnerabiliti es that can be exploited through cyberspace can not be completely eliminated. This conditi on is in accordance with the opinion of Thorton (2007), “"the weak can someti mes avoid doing what they must, and the powerful can't always do what they will". This diff erence creates fl exibility for the "weak" or "strong hand" to take advantages through this fi eld.

Asymmetric Confl ict Theories

Arreguin-Toft argues that in asymmetric confl icts there are four explanati ons for the failures of the strong actor as follows.

• The nature of the actor Regime type and military eff ecti veness

• Arm Diff usion Trend toward increasing strong actor failures aft er

World War II

• Interest Asymmetry Andrew J.R. Mack's Model explains three elements

how weak states win wars: (1) relati ve power explains relati ve interest; (2) relati ve interest explains relati ve politi cal vulnerability; (3) relati ve vulnerability explains why strong actors lose.

• Democrati c Social squeamishness Democrati c strong actors cannot win small wars

because the state is constrained by society to avoid the sacrifi ce necessary to win.

From those four explanati ons, he conti nues proposed strategic interacti on theory which is the strategic approach that taken by the actor. “Strategic interacti on theory explain not only how the weak win wars, but also how the strong lose peace”(Arreguin-Toft , 2005). Arreguin-Toft explains his theory further by dividing the theory into two groups, same approach (direct-direct) and opposite approach (direct-indirect).

Page 15: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

9Edisi Oktober 2014

• Off ense strategies (strong actor): conventi onal att ack barbarism

• Defense strategies (weak actor): conventi onal defense guerrilla warfare strategy (GWS)

As stressed by Arreguin-Toft (2005), the fi rst step reason why the weak wins can be described by Mack's model of strategic interacti on in asymmetric confl ict. This model states that relati ve power determines relati ve interest and results in a confl ict in which the weak actor is systemati cally more moti vated to fi ght than the strong one. Relati ve interests determine relati ve politi cal vulnerabiliti es. Because the weak actors are necessarily more moti vated to fi ght and win than against strong ones. They can defend in long term to achieve their politi cal and military goals. However, the strong will get internal politi cal pressure in both democrati c or regimes.

We argue, in this case the infl uence from relati ve interest and long term in conventi onal warfare is similar to the conditi on of cyber war. The weak will exploit the weakness sides of vulnerable from the strong. Att acks with the targets like that will give massive loss to the strong actors.

Table 1:Expected eff ects of strategic interacti on on confl ict outcomes

Ivan Arreguin-Toft Strategic Interacti on ModelWeak actor strategic approach

Strong actor strategic approach

Direct

strong actor

strong actorweak actor

weak actorDirect

Indirect

Indirect

Page 16: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201410

CYBERSPACE OPERATIONS AND ASYMMETRIC CONFLICT

In the previous parts, we have talked about asymmetric confl ict theories from Arreguin-Toft that analysing war from past century. In here we explore the use of Cyberspace Operati ons in the asymmetric confl ict. Cyberspace itself as domain has dozen defi niti on, but we used general defi niti on to with linkage Cyberspace Operati ons. "Cyberspace is a global domain within the informati on environment consisti ng of the interdependent network of informati on technology infrastructures, including the Internet, telecommunicati ons networks, computer systems, and embedded processors and controllers" (JP1-02, ). Cyberspace Operati ons in the general term can be referred as Computer Network Operati on (CNO) which comprises Computer Network Exploitati on (CNE), Computer Network Att ack (CNA), and Computer Network Defense (CND). Then there is also a term namely cyberspace superiority, which is defi ned as "the operati onal advantage in, through, and from cyberspace to conduct operati ons at a given ti me and in a given domain without prohibiti ve interference" (AFDD 3-12). “Cyberspace Operati ons are the employment of cyberspace capabiliti es where the primary purpose is to achieve objecti ves in or through cyberspace”(JointPublicati on 3-13, 2012)

The infl uence of Cyberspace Operati ons impacts several areas most noti ceably the countries strength. This paper will describe the reasons and impacts of Cyberspace Operati ons to a country’s strength. Cyberspace has become a new area of war outside of four elements (land, sea, air, and space). The interest from cyberspace as domain warfare is everything can become an actor. “There is a requirement to balance defensive cyberspace acti ons within cyberspace with their impact on ongoing air, space, and Cyberspace Operati ons”(Air Force Doctrine Document 3-12, 2011).

Cyberspace Operati ons as Center of Gravity

Clautsewitzian interpretsCenterof Gravity (CoG) as the backbone of force. However, the eff ect of the fog of war and fricti on of war in asymmetric confl icts makes a shift in conventi onal understanding. As the reality of asymmetric threats in the world

Page 17: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

11Edisi Oktober 2014

that cause composite asymmetry by automati cally change. China which has cyber capabiliti es,become the intenti ons of the U.S., but China also has intenti ons towards Tibet. If Tibet hasqualifi ed cyber capabiliti es, does Tibet have the same intenti on as China? This picture shows that the disparity of power (in this case cyber capabiliti es) creates natural composite asymmetry.

Cyberspace operati ons in CoGcan be positi oned as the backbone of the force, but sti ll has the potenti al to be a source of weakness as well. Great dependence on the cyberspace clearly has advantages and disadvantages. On one side, it supports a network centric military, but on the other one this dependency can become a target of enemy att acks.

Cyberspace Operati ons as Multi plier Power

We used the term from Arreguin Toft , "technology is presented as a power multi plier or divider, not an increment of power" (Arreguin-Toft , 2005). In this research, the use of technology is analogous to the use of cyberspace to conduct Cyberspace Operati ons. "The form of cyber war is the total war: hard to defend oneself from and one likely to infl ict massive damage" (Hanska, 2013). With that analogous, so therefore the impacts for the two actors are:

Weak actor can:• Equal its capability to the strong actor and able to

launch cyber att ack, cyber espionage, and cyber network exploitati on

• Also steal informati on without the strong actor knows in close ti me

Strong actors gain:• Relati vely high dependence with cyberspace so have

weak value in dependence

• Inability to cover all the security holes in the system and a computer network used

Page 18: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201412

● Center of Gravity● More Effi cient and Eff ecti ve Att ack● Low Cost● High Impact● Relati ve Short Term

● Aspect :Power, Capability, Resources, equipments● Actor : State Actor & Non-State actor

● CNE● CAN● CND

Multiplier Power

CyberspaceOperations

Asymmetric Conflict :The Strong vs The

Weak

Variables that Infl uence FDA Model

In this part we will elaborate variables from asymmetric conflict and cyberspaceoperations that can influence and determine as a multi plier power. In AFDD (2011) explained that cyberspaceoperati ons are not synonymous with IO, which operati ons in cyberspace can directly support IO and non-cyber based IO can aff ect cyberspaceoperati ons. From these variables then we will map the relati onship between it and linkage it to power. Begin from cyber war, we fi nd that cyber war strength is bias and hard to measure. Richard A. Clarke (2010) from his book “Cyber War” has tried to make simple chart to measure cyber war strength for several countries. Besides assessing the off ense, he said "realisti c measurement of cyber war strength need to include assessment of two factors: defence and dependence" (Clarke and Knake, 2010). In additi on we include another variable that need to be assessed are aspect and impact.

Table 2. Results of cyber att acks(Bhati a, 2011)

Figure 1.The scheme of the use of Cyberspace Operati ons as multi plier power in asymmetric confl ict

Impact StrengthPhysical Impact Very LimitedSocial Impact Very HighPoliti cal Impact HighFinancial Impact Very High

Page 19: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

13Edisi Oktober 2014

a.(Radu, 2012)

From the asymmetric confl ict theories we fi nd several indicators that deliver infl uence to asymmetric confl ict outcomes. In case of cyber war, the approach used is also almost the same. Indirect att ack approach is like a cyber att ack from strong actor, example is massive cyber att ack by Russian state as links to Estonia in 2007 and Georgia in 2008. While direct approach is like Stuxnet worm that done by the U.S. to Iran nuclear facility.

For simplifying the discussion, we follow some defi niti on from Arreguin-Toft (2005), strategy as defi ned here, is an actor’s plan for using armed forces to achieve military or politi cal goals. “Tacti cs generally refer to the art of fi ghti ng batt les and of using the various arms of the military — for example, infantry, armor, and arti llery — on terrain and in positi ons that are favorable to them” (Arreguin-Toft , 2005). Meanwhile in here tacti cs mean the art of fi ghti ng in cyber war, which the weapon used is cyber weapon.Because the term and the practi ce in conventi onal warfare tacti cs and cyber war is not the same, then tried to approach from the other side. Researchers do not propose to make a similar tacti c of strategic interacti on theory for cyber war. With the discovery of this resistance, we tried to do with the analysis of data in the case of cyber war from 2007-2010 in the following table.

Table 3. Analysis cyber war cases from 2007-2010

Event

Estonia 27 April - 18 Maya 2007

Strong Actor

Very High

Physical, Social, Politi cal, Financial

DDoS

Georgia 5 - 27 August 2008a

Strong Actor

Very High

Physical, Social, Politi cal, Financial

DDoS

Aurora Operati on

2009 Weak Actor

High Social, Politi cal, Financial

Cyber Espionage

South Korea

July 2009a Weak Actor

High Social, Politi cal, Financial

DDoS

Stuxnet 2010 Strong Actor

High Physical, Politi cal

Worm

Time Att ackerImpact

Level Aspect Tacti c

Page 20: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201414

From table 3, we found that cyber att acks have tacti calpatt erns that are almost identi cal. The patt ern of the tacti c is needed to identi fy the strategic approach in developing the theory of strategic interacti on. These patt ernsare then grouped into cyber maneuver. The “cyber maneuver” term ischosen because it has almost similar characteristi c with the strategy approach, that is,in every confl ict there must be a maneuverthat is used. In here we use cyber maneuver categories proposed by Scott D. Applegate.

Table 4. Map of the strategy approach with form of cyber manoeuvre for FDA Model Variables

By using cyber manoeuvre as strategy that has direct or indirect approach,it is expected to provide a balance comparison of the tacti cs in the strategic approach to the theory of strategic interacti on from Arreguin-Toft .

Table 5.Variables comparison between strategic interacti on model and FDA model

Exploiti ve Maneuver Off ense Maneuver DirectPositi onal Maneuver Off ense Maneuver DirectInfl uencing Maneuver Off ense Maneuver IndirectPerimeter Defense and Defense in Depth Defense Maneuver DirectMoving Target Defense DefenseManeuver IndirectCounter Att ack DefenseManeuver Direct and IndirectDecepti ve Defense DefenseManeuver Indirect

Maneuver Name Maneuver Type Approach

Model NameDirect Approach

Off ense Defense Off ense Defense

Indirect Approach

Strategic Interacti on

Model

FDA Model • Exploiti ve Maneuver

• Positi onal Maneuver

• Perimeter Defense & Defense in Depth

• Counter Att ack

• MovingTarget Defense

• Counter Att ack

• Decepti ve Defense

Infl uencing Maneuver

Conventi onal Att ack

Conventi onal Defense

Guerilla Warfare SystemBarbarism

Page 21: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

15Edisi Oktober 2014

The Relati onship of Hypothesis between Models

This part will elaborate the correlati onof FDA model from the hypothesis of strategic interacti on theory

Table 6. The linkage of hypothesis

Category

Vulnerability and strong actor

defeat

Direct off ense vs.

Indirect defense

Direct off ense vs.

Direct defense

1. Strong actors will more oft en lose asymmetric confl icts that are protracted

3. When strong actors att ack with a direct strategic approach and weak actors defend using an indirect approach, all other things being equal, weak actors should win.

2. When strong actors att ack using a direct strategic approach, and weak actors defend using a direct strategic approach, all other things being equal, strong actors should win quickly and decisively

Yes, Cost can leaking easily

In cyber war, fi rst att ack like nuclear war, it can harm everything or give big loss impact. The other things can't be equal, because the strong have bigger opportunity immobilize the weak, but they usually always taken aback with cyber att ack from the weak. So already evident from recent cases, weak actors should win

Yes, Strong actor can att ack eff ecti vely and combine with use of real weapon

Strategic Interacti on TheoryHypothesis(in

Non Cyber War)

FDA Model as the Conjecture of Strategic

Interacti on Theory applied in Cyber War

Page 22: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201416

Indirect off ense vs.

Direct defense

Indirect off ense vs.

Indirect defense

Alternati ve Hypothesis

4. When a strong actor att acks with an indirect strategic approach against a weak actor defending with a direct approach, all other things being equal, strong actor should lose.

5. When strong actors employ barbarism to att ack weak actors defending with a GWS, all other things being equal, strong actors should win

6. Strong actors are more likely to win same-approach interacti ons and lose opposite approach interacti on s.

7. The bett er armed a weak actor is, the more likely it is that a strong actor will lose an asymmetric confl ict

7a. Relati ve material power explains relati ve interests in the outcome of an asymmetric confl ict

9. Authoritarian and democrati c strong actors share roughly equal politi cal vulnerability in a prolonged asymmetric confl ict

Yes, weak actor oft en has limit capabiliti es to defeat strong actor in cyber war.

but strong actor can use excess of power and capability to make inevitable att ack to the weak. In real world, "Prism" operati ons can be an example

Not relevant

Yes, cyberspace domain also dynamics. Everyone can use for everything.

Not relevant

Not relevant

Page 23: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

17Edisi Oktober 2014

Proposed Model

Based on the strategic interacti on theory we try to provide this theory in the cyber war. Outcome of this improved table model called FDA (Firman-Dadang-Arwin) model that cannot separated from Cyberspace Operati ons as a part of IO.

Table 7. Firman-Dadang-Arwin(FDA) Model

In our model as shown in Table 7, in cyber war realm strong actors have bigger opportunity to win than the weak ones. On the contrary, in some cases the opportunity of the strong onesis sealed because of various factors that make them generally have a weakness because of their dependence on cyberspace. In this case, the cyber war preparati ons greatly aff ect how the strength of the cyber war itself. Therefore, it is good to create defensive cyber as asymmetry like the China does. China not only has a nati onal command system that could dictate to its infrastructure, but also they has a defensive plan (Clarke and Knake, 2010). Finally,cyber att ack could not bring a systemic impact or causes large losses. The analogy of it is they will not be able to make damages to strong actors through cyber att ack.

Meanwhile the weak actors though have a smaller chance of winning the cyber warfare they have a greater chance to att ack. It is the same with parable in conventi onal warfare, where the weak actor has the desire and moti vati on to win the war than the strong one. In the context of cyber war, weak actors can att ack many targets belonged to the strong ones, but on the contrary the strong ones only havelimited choice of targets belonged to the weak ones.

To calculate mathemati cally, the weak actor only has a chance to win by 1:4 against the strong ones. The powerful

FDA Model

Strong actor strategic approach

Weak actor strategic approach

Direct

Direct strong actor

strong actor strong actor

weak actor

Indirect

Indirect

Page 24: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201418

actors indirectly own 75% of winthe war with three possible scenarios, as described in Table 7. That is way there isa diff erence in predicti on results in a model of asymmetric confl ict between FDA model and strategic interacti on model as much as 25%.

From the studies have been elaborated above, with the dynamic conditi ons of asymmetric confl ict, the strong actor and the weak one can fi ght even with just one man. Therefore the authors found indicati ons of diff erence with the character who conducts the cyber warfareand the results obtained from the cyber warfare in asymmetric arena. Based on this study, the weak actor only has opportunity to win the batt le if they useindirect approach, meanwhile the opposite uses direct approach. On the other hand, the strong one has 75% opportunity and maybe more in reality, to win the batt le in cyberspace. The bigger opportunity of the strong ones can only be achieved if they apply Cyberspace Operati ons as the multi plier power for cyber att ack to the weak ones’ CoG.

This research also tries to formulate a new model as the implementati on of strategic interacti on theory which is originally comes from Internati onal Relati onship domain and brings it with a necessary suitability, for predicti ng the results of cyber warfare. This model is called FDA (Firman-Dadang-Arwin) modelwhich is developed based on strategic interacti on theory proposed by Arreguin-Toft . In conclusion, by using this model we can predict the results of cyber warfare in asymmetric confl ict especially when Cyberspace Operati ons is applied as the multi plier power. The proposed model is sti ll in its growing state and the researchs on it is a wide open area.

ACKNOWLEDGEMENT

The authors would like to deliver great appreciati on to Prof.Dr.Ir. Dadang Gunawan, M.Eng., Expert Staff for Minister of Defense of the Republic of Indonesia for helping the authors perfecti ng the content of the paper. As the appreciati on, the au-thors use his initi al name for our proposed FDA (Firman-Dadang-Arwin) model.

Page 25: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

19Edisi Oktober 2014

References

Air Force Doctrine Document 3-12, (2011)., Cyberspace Operati ons. Secretary of the Air Force.

Andress, J., & Winterfeld, S. (2011). Cyber Warfare, Tehniques, Tacti cs and Tools for Security Practi ti oners. Watham, MA, USA: Elsevier

Anggoro, K. (2011). Perang Asimetris: global, regional dan nasional, inSeminar “Menjawab Tantangan Perkembangan Asymetric Warfare di Kawasan nasional, regional dan internasional”, Indonesia Defense University. Jakarta

Arreguin-Toft , I., (2005). How The Weak Win The Wars: A Theory of Asymmetric Confl ict, 1st ed. Cambridge University Press, Cambridge.

Applegate, S. D. (2012). The Principle of Maneuver in Cyber Operati ons. In C. Czosseck, R. Otti s, & K. Ziolkowski (Eds.),. Presented at the 2012 4th Internati onal Conference on Cyber Confl ict, Tallinn: NATO CCD COE.

Aslanoglu, R., Tekir, S., (2012). Recent Cyberwar Spectrum and Its Analysis, in: Proceedings of the 11th European Conference on Informati on Warfare and Security. Presented at the European Conference on Informati on Warfare and Security, Academic Publishing Internati onal Limited, Laval, France.

Bhati a, M.S., (2011). World War III: The Cyber War. Int. J. Cyber Warf. Terror. 1, 59–69.

Carr, J., (2012). Inside Cyber Warfare, Second Editi on. ed. O’Reilly Media, 1005 Gravenstein Highway North, Sebastopol, CA 95472.

Page 26: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201420

Clarke, R.A., Knake, R.K., (2010). Cyber War, The Next Threat to Nati onal Security and What To Do About It, 1st ed. HarperCollins, New York.

Czosseck, C., G. (2012, November 19). An Evaluati on Of State-Level Strategies Against Botnets In The Context Of Cyber Confl icts. Estonian Business School, Estonia.

Hanska, J., (2013). The Emperor’s Digital Clothes: Cyberwar and the Applicati on of Classical Theories of War, in: Rantapelkonen, J., Salminen, M. (Eds.), THE FOG OF CYBER DEFENCE, 2. Nati onal Defence University/Department of Leadership and Military Pedagogy, Helsinki, pp. 169–190.

Joint Publicati on 3-13, (2012). , Informati on Operati ons. US Joint Chiefs of Staff .

Kramer, F.D., (2009). Cyberpower and Nati onal Security: Policy Recommendati ons for a Strategic Framework, in: Kramer, F.D., Starr, S.H., Wentz, L.K. (Eds.), Cyberpower and Nati onal Security. Nati onal Defense University Press, Washington, D.C, pp. 3–23.

Nye Jr, J.S., (2010). Cyber power. Harvard Univ, Belfer Center For Science And Internati onal Aff airs, Cambridge MA.

Otti s, R. (2011). A Systemati c Approach to Off ensive Volunteer Cyber Militi a (Disertati on). Tallinn University Of Technology, Tallinn, Estonia.

Radu, R.G., (2012). The Monopoly of Violence in the Cyber Space: Challenges of Cyber Security, in: Fels, E., Kremer, J.-F., Kronenberg, K. (Eds.), Power in the 21st Century, Global Power Shift . Springer Berlin Heidelberg, pp. 137–150.

Srena Mabesau. (2013). Kajian Cyberspace Operati ons: Membangun Pengganda Kekuatan Operasi-Operasi

Page 27: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

21Edisi Oktober 2014

Informasi. Staf Perencanaan dan Anggaran Markas Besar Angkatan Udara. Indonesia

Thornton, R., (2007). Asymmetric Warfare. Polity Press, UK.

Wentz, L. K., Barry, C. L., dan Starr, S. H. (2009). Military Perspecti ves on Cyberpower. Washington, DC.: the Nati onal Defense University Center for Technology and Nati onal Security Policy.

Page 28: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

1 Arti kel ini diolah dari draf Laporan pelaksanaan PMPRB TNI.

Reformasi birokrasi (RB) TNI telah berjalan hampir lima tahun, sesuai dengan road

map 2010-2014. TNI merupakan sa lah satu dar i sembi lan kementerian dan lembaga yang ikut program reformasi birokrasi pada gelombang dua. Gelombang pertama pelaksanaan merupakan instansi-instansi percontohan sebagai model, yang terdiri atas Mahkamah Agung, Kementerian

Keuangan (Depkeu saat itu) dan Badan Pemeriksaan Keuangan. Keti ga instansi tersebut memulai program RB tahun 2007. Sedangkan RB TNI dimulai tahun 2010. Pelaksanaan yang hampir lima tahun sudah saatnya untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui ti ngkat keberhasilan sembilan program yang dijalankan dengan delapan area perubahan. Hasil evaluasi akan menjadi masukan untuk perbaikan pada penyusunan road map 2014-2019.

Evaluasi pelaksanaan RB TNI, sesuai dengan ketentuan dari Kementerian PAN dan RB dilakukan secara mandiri (PMPRB).

Oleh Letkol Adm Dayatmoko, S.IP.,MM.

(Pabandya-3 Reformasi Birokrasi-Paban II/Jemen Srenum TNI)

Penilaian Mandiri Program Reformasi Birokrasi (PMPRB)

Tentara Nasional Indonesia1

Edisi Oktober 201422

Page 29: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

23Edisi Oktober 2014

Penilaian mandiri ini sebagai sarana untuk evaluasi internal, sekaligus memberikan gambaran tentang dampak dari program atau outcome-nya. Penilaian sebagai evaluasi internal dilakukan terhadap “komponen proses” pelaksanaan reformasi birokrasi. Sedangkan untuk mengetahui dampak keberhasilan dilakukan penilaian terhadap “komponen hasil”. Pada “komponen proses” yang diukur adalah berbagai kegiatan pelaksanaan RB TNI. Sementara pada “komponen hasil”, dilakukan melalui survei baik internal maupun eksternal. Survei internal dilakukan untuk mengetahui besarnya dukungan personel terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi. Sedangkan survei eksternal dapat dilakukan terhadap dua hal yaitu tentang indeks kepuasan masyarakat dan indeks persepsi korupsi.

PMPRB

Pelaksanaan PMPRB merupakan keharusan bagi seluruh instansi pemerintah yang telah mengikuti program reformasi birokrasi berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Ada dua aspek yang dinilai, yaitu komponen pengungkit (proses) dan komponen hasil. Komponen pengungkit merupakan program perubahan delapan bidang yaitu manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organsiasi, penataan tata laksana, penataan SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan, dan peningkatan pelayanan publik. Komponen ini, penilaian dilakukan secara internal oleh ti m yang dibentuk sendiri, kemudian hasilnya akan diverifi kasi oleh ti m Kementerian PAN dan RB. Sedangkan komponen hasil dinilai oleh ti m eksternal yang meliputi kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN serta kualitas pelayanan publik.

Indikator Penilaian

Penilaian pelaksanaan program reformasi birokrasi berdasarkan pada dua komponen, yaitu pengungkit/proses dan hasil. Komponen pengungkit merupakan aspek penilaian dengan

Page 30: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201424

2 Diolah dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah.

mendasarkan pada berbagai peranti lunak dan kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka RB, yang diisi oleh ti m assessor sendiri. Sedangkan komponen hasil merupakan hasil penilaian dari insti tusi lain dan hasil survei berdasarkan program yang telah dilaksanakan.

a. Komponen pengungkit/proses. Komponen pengungkit yang terdiri atas delapan area perubahan dinilai dari indikator-indikator sebagai berikut:2

1) Manajemen perubahan dinilai dari empat indikator yaitu terbentuknya ti m reformasi birokrasi, road map, pemantauan dan evaluasi serta perubahan pola pikir dan budaya kinerja.2) Penataan peraturan perundang-undangan dengan indikator harmonisasi dan sistem pengendalian dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.

3) Penataan dan penguatan organisasi dengan indikator evaluasi dan penataan.

4) Penataan tatalaksana dengan indikator proses bisnis dan prosedur operasional tetap (SOP), E-government dan keterbukaan informasi publik.

5) Penataan sistem manajemen SDM aparatur dengan indikator perencanaan kebutuhan pegawai, proses penerimaan pegawai, pengembangan pegawai berbasis kompetensi, promosi jabatan, penetapan kinerja individu, penegakan aturan disiplin, pelaksanaan evaluasi jabatan dan sistem informasi kepegawaian.

6) Penguatan pengawasan dengan indikator grati fi kasi, penerapan SPIP, pengaduan masyarakat, whistle-blowing system, penanganan benturan kepenti ngan, pembangunan zona integritas dan APIP.

7) Penguatan akuntabilitas kinerja dengan indikator keterlibatan pimpinan dan pengelolaan akuntabilitas kinerja.

Page 31: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

25Edisi Oktober 2014

3 Ibid

8) Peningkatan kualitas pelayanan publik dengan indikator standar pelayanan, budaya pelayanan prima, pengelolaan pengaduan, penilaian kepuasan terhadap pelayanan dan pemanfataan teknologi informasi.

b. Komponen hasil. Komponen hasil dinilai oleh ti m eksternal yang berdasarkan ti ga indikator, yaitu:

1) Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

2) Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

3) Meningkatnya kapasitasnya dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Bobot Penilaian

Bobot penilaian pada dua aspek ti dak sama. Komponen pengungkit (proses) diberikan bobot sebesar 60 dan komponen hasil diberikan bobot sebesar 40. Bobot yang berbeda juga diberikan seti ap indikator pada ti ap komponen. Berikut ini bobot penilaian ti ap item sesuai tabel berikut:

TABEL 1Bobot Nilai Evaluasi Reformasi Birokrasi TNI3

A. PROSES (60) Skor1. Manajemen Perubahan 52. Penataan Perundang-undangan 53. Penataan dan Penguatan Organisasi 64. Penataan Tata Laksana 55. Penataan SDM 156. Penguatan Akuntabilitas 67. Penguatan Pengawasan 128. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 6B. HASIL (40) 1. Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja 202. Pemerintahan yang bersih dan Bebas KKN 103. Kualitas Pelayanan Publik 10

Page 32: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201426

2 Ibid.

Kategori Hasil Penilaian

Hasil penilaian dengan dua komponen kemudian diakumulasikan sehingga menghasilkan skor antara 0 sampai 100. Skor ini menunjukkan ti ngkat keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dengan kategori sebagaimana tabel berikut:

Tabel 24

Kategori Penilaian

NO KATEGORI NIL ANGKA INTERPRETASI

1 AA > 90-100 ISTIMEWA2 A >80-90 MEMUASKAN3 BB >70-80 SANGAT BAIK4 B >60-70 BAIK, PERLU SEDIKIT PERBAIKAN5 CC >50-60 CUKUP, (MEMADAI) PERLU BANYAK PERBAIKAN YANG TIDAK MENDASAR6 C >30-50 KURANG, PERLU BANYAK PERBAIKAN TERMASUK PERUBAHAN YG MENDASAR7 D 0-30 SANGAT KURANG, PERLU BYK SEKALI PERBAIKAN & PERUBAHAN YG SGT MENDASAR

Hasil Penilaian Mandiri TNI

a. Komponen Proses. Komponen proses dinilai berdasarkan delapan area perubahan yang telah dilakukan secara internal oleh TNI, berdasarkan parameter dalam bentuk kuesioner yang disusun oleh Kementerian PAN dan RB. Area perubahan yang dinilai adalah

Page 33: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

27Edisi Oktober 2014

manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan akuntabilitas, penguatan pengawasan serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

1) Manajemen Perubahan. Keberhasilan manajemen perubahan dalam melakukan reformasi internal diukur dari empat indikator, yaitu pembentukan ti m reformasi birokrasi, road map, permantaun dan evaluasi, serta perubahan pola pikir dan budaya kinerja. Berikut ini hasil penilaian masing-masing indikator:

a) Tim reformasi birokrasi. Indikator ti m reformasi birokrasi memiliki ti ga sub indikator yaitu:

(1) Tim reformasi birokrasi telah dibentuk. Pada subindikator ti m reformasi birokrasi telah dibentuk ti m assessor PMPRB sepakat bahwa telah terbentuk ti m sesuai kebutuhan organisasi masuk dalam kategori “A”.

(2) Tim reformasi birokrasi telah melaksanakan tugas sesuai rencana kerja ti m reformasi birokrasi. Pada subindikator ini, ti m assessor sepakat bahwa “Sebagian besar tugas telah dilaksanakan oleh ti m reformasi birokrasi sesuai dengan rencana kerja (kategori “B”).”

(3) Tim reformasi birokrasi telah melakukan monitoring dan evaluasi rencana kerja, dan hasil evaluasi telah ditindaklanjuti. Pada subindikator ini, ti m assessor sepakat bahwa,”Sebagian besar rencana kerja telah dimonitoring dan di evaluasi, dan hasil evaluasi telah diti ndaklanjuti (kategori “B”).”

b) Road map reformasi birokrasi. Indikator road map dibagi dalam lima subindikator sebagai berikut:

(1) Road map telah disusun dan diformalkan. Pada subindikator ini ti m sepakat bahwa road map yang telah disusun sudah memenuhi kriteria

Page 34: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201428

dengan adanya pengesahan dari pimpinan, sehingga memilih jawaban “Ya”.

(2) Road map telah mencakup delapan area perubahan. Pada subindikator cakupan road map, ti m sepakat bahwa dokumen telah mencakup lebih dari empat kriteria, sehingga sepakat untuk memberikan penilaian “A”.

(3) Road map telah mencakup “quick win”. Naskah road map selain memuat tentang delapan area juga memuat tentang quick win, untuk memacu percepatan reformasi birokrasi. TNI telah menyusun program quick win” meskipun belum sepenuhnya sesuai ekspektasi sehingga memberikan nilai “B”. Belum maksimalnya quick win kerena keberhasilan TNI sangat abstrak, sehingga PPRC sulit diukur keberhasilannya karena Negara dalam kondisi damai.

(4) Penyusunan road map telah melibatkan seluruh unit organisasi. Pada subindikator ini, ti m penilaian sepakat bahwa penyusunan naskah telah melibatkan seluruh unit organisasi, dibukti kan dengan telah adanya paraf pada seti ap kolom

(5) Telah terdapat sosialisasi/internalisasi road map kepada anggota organisasi. Proses RB TNI telah berjalan meskipun banyak kendala, dan kegiatan sosialisasi/internalisasi terus dilaksanakan sehingga sebagian besar personel telah paham dengan program reformasi biorkrasi.

c) Pemantauan dan evaluasi reformasi birokrasi. Indikator pada pemantau dan evaluasi memiliki tujuh subindikator yaitu:

(1) PMPRB telah direncanakan dan di-organisasikan dengan baik. Pada subindikator ini ti m assessor sepakat bahwa sebagian besar telah direncanakan “B”.

Page 35: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

29Edisi Oktober 2014

(2) Aktivitas PMPRB telah dikomunikasikan pada masing-masing unit kerja. Pada subindikator ini tim sepakat bahwa, “sebagian besar akti vitas PMPRB telah dikomunikasikan pada masing-masing unit organisasi (kategori “B”)”.

(3) Telah dilakukan pelatihan yang cukup bagi tim assessor PMPRB. Tim assessor berpendapat bahwa,”sebagian kecil tim assessor PMPRB telah mendapatkan pelati han (kategori “C”),” karena ti m di angkatan belum diberikan pelati han, baru ti m di Mabes TNI.

(4) Pelaksanaan PMPRB dilakukan oleh assessor sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penilaian melibatkan pejabat di TNI dan angkatan serta, staf dari masing-masing pejabat yang menjadi assessor sehingga ti m berpendapat bahwa, ”terdapat penunjukan keikutsertaan pejabat struktural lapis kedua sebagai assessor PMPRB, tetapi parti sipasinya ti dak meliputi seluruh proses PMPRB (Kategori “B”).”

(5) Apakah koordinator assessor PMPRB melakukan review terhadap kertas kerja assessor sebelum menyusun kertas kerja instansi? Untuk akurasi hasil penilaian koordinator assessor telah melakukan review terhadap sebagian kertas kerja sebelum menyusun kertas kerja instansi, sehingga layak masuk dalam kategori “B”, untuk subindikator ini.

(6) Apakah para assessor mencapai konsensus atas pengisian kertas kerja sebelum menetapkan nilai PMPRB instansi? Jawaban dari pertanyaan ini adalah, ”mayoritas koordinator assessor mencapai konsensus dan seluruh kriteria dibahas (kategori “A”).”

Page 36: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201430

(7) Rencana aksi ti ndak lanjut (RATL) telah dikomunikasikan dan dilaksanakan. Tim berpendapat bahwa, “terdapat rencana aksi dan ti ndak lanjut (RATL) yang telah dikomunikasikan dan dilaksanakan.”

d) Perubahan pola pikir dan budaya kinerja, memiliki ti ga subindikator, yaitu:

(1) Terdapat keterlibatan pimpinan terti nggi secara aktif dan berkelanjutan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Pada subindikator ini, ti m sepakat bahwa, ”sebagian besar pimpinan terti nggi terlibat secara akti f dan berkelanjutan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi “B”.”

(2) Terdapat media komunikasi secara reguler untuk menyosialisasikan tentang reformasi birokrasi yang sedang dan akan dilakukan. Berbagai sarana komunikasi seperti web, situs, jaring komunikasi, jurnal, majalah dan lain-lain telah digunakan untuk mengomunikasikan program RB, sehingga ti m sepakat bahwa, “ada media komunikasi yang cakupannya menjangkau seluruh pegawai dan pemangku kepenti ngan terkait.”

(3) Terdapat upaya untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan melalui pembentukan agent of change ataupun role model. Agent of change telah diupayakan untuk dibentuk, sehingga ti m hanya memberikan nilai “C”.

2) Penataan Peraturan Perundang-Undangan. Penataan peraturan perundang-undangan dilihat dari dua indikator yaitu harmonisasi dan sistem pengendalian dalam penyusunan peraturan. Penilaian terhadap dua indikator tersebut dibagi dalam subindikator sebagai berikut:

Page 37: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

31Edisi Oktober 2014

a) Harmonisasi. Indikator harmonisasi dinilai dari dua subindikator, yaitu:

(1) Telah dilakukan identi fi kasi, analisis, dan pemetaan terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis/sinkron. Terhadap subindikator. Pada subindikator ini ti m assessor sepakat bahwa TNI, ”telah dilakukan identi fi kasi, analisis, dan pemetaan terhadap sebagian peraturan perundang-undangan yang ti dak harmonis/sinkron (kategori “B”).” Sebagian kecil peraturan perundang-undangan belum dilakukan analisa yang mendalam.

(2) Telah dilakukan revisi peraturan perundang-undangan yang ti dak harmonis / ti dak sinkron. Terhadap revisi peraturan, TNI telah melakukan berbagai revisi namun belum selesai sehingga masih dalam kategori “B”.

b) Sistem pengendalian dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Indikator ini dinilai dari subindikator sebagai berikut:

(1) Adanya sistem pengendalian penyusunan peraturan perundangan yang mensyaratkan adanya rapat koordinasi, naskah akademis/kajian/policy paper, dan paraf koordinasi. Terhadap item ini, ”ada persyaratan tersebut namun baru sebagian diimplementasikan (kategori “B”).”

(2) Telah dilakukan evaluasi atas pelaksanaan sistem pengendalian penyusunan peraturan perundang-undangan. Terhadap subindikator ini tim sepakat bahwa, ”evaluasi atas pelaksanaan sistem pengendalian penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan secara berkala (kategori “A”).”

Page 38: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201432

3) Penataan dan Penguatan Organisasi. Penataan dan penguatan organisasi dilihat dari dua indikator, yaitu evaluasi dan penataan. Berikut ini perincian masing-masing indikator:

a) Evaluasi. Indikator evaluasi dinilai dari subindikator sebagai berikut:

(1) Telah dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk menilai ketepatan fungsi dan ketepatan ukuran organisasi. Terhadap sub indikator ini ti m assessor berpendapat bahwa, “telah dilakukan evaluasi untuk menilai ketepatan fungsi dan ketepatan ukuran organisasi kepada sebagian unit organisasi (kategori “B”),” karena masih ada sebagian kecil organisasi yang belum dilakukan evaluasi.

(2) Telah dilakukan evaluasi yang mengukur jenjang organisasi. Terhadap subindikator evaluasi ti m assessor berpendapat bahwa, “telah dilakukan evaluasi yang mengukur jenjang organisasi kepada sebagian unit organisasi (kategori “B”), sebagian kecil organisasi belum dilakukan evaluasi.

(3) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemungkinan duplikasi fungsi. Pada item ini ti m berpendapat bahwa, “telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemungkinan duplikasi fungsi kepada seluruh unit kerja (kategori “A”).” Evaluasi dilakukan melalui berbagai naskah akademis, kajian, tanggapan, analisa beban kerja dan lain-lain.

(4) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis satuan organisasi yang berbeda tujuan namun ditempatkan dalam satu kelompok. Terhadap satuan yang berbeda tujuan namun ditempatkan satu kelompok ti m berpendapat bahwa, “telah dilakukan evaluasi yang menganalisis satuan organisasi yang berbeda tujuan namun ditempatkan dalam satu kelompok kepada sebagian unit kerja

Page 39: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

33Edisi Oktober 2014

(kategori “B”),” masih ada sebagian kecil unit kerja yang belum dilakukan evaluasi.

(5) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemungkinan adanya pejabat yang melapor kepada lebih dari seorang atasan. Subindikator ini ti m sepakat bahwa, “telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemungkinan adanya pejabat yang melapor kepada lebih dari seorang atasan kepada sebagian unit kerja (kategori “B”).”

(6) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang akan dihasilkan. Sebagian telah dilakukan evaluasi, maka ti m sepakat bahwa, “telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang akan dihasilkan kepada sebagian unit kerja (kategori “B”).”

(7) Telah dilakukan evaluasi atas kesesuaian struktur organisasi dengan mandat. TNI telah melakukan evaluasi terhadap seluruh struktur organisasi kategori “A”.

(8) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemungkinan tumpang ti ndih fungsi dengan instansi lain. Untuk penyataan ini Tim Sepakat menjawab “YA”.

(9) Telah dilakukan evaluasi yang menganalisis kemampuan struktur organisasi untuk adapti f terhadap perubahan lingkungan strategis. Untuk pernyataan ini ti m sepakat menjawab “YA”.

b) Penataan: Hasil evaluasi telah diti ndaklanjuti dengan mengajukan perubahan organisasi. Terhadap variabel penataan ti m sepakat menjawab “YA”.

4) Penataan Tata Laksana. Penataan tata laksana dinilai dari indikator sebagai berikut:

Page 40: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201434

a) Proses bisnis dan prosedur operasional tetap (SOP) kegiatan utama. SOP dijabarkan lagi dalam sub-sub indikator yaitu:

(1) Telah memiliki peta proses bisnis yang sesuai dengan tugas dan fungsi. TNI saat ini sedang menyusun peta proses bisnis sehingga ti m berpendapat bahwa, “seluruh unit organisasi telah memiliki peta proses bisnis yang sesuai dengan tugas dan fungsi (kategori “A”).”

(2) Peta proses bisnis sudah dijabarkan ke dalam prosedur operasional tetap (SOP). Sebagai ti ndak lanjut dari penyusunan peta bisnis proses saat ini, “sebagian besar peta proses bisnis telah dijabarkan dalam SOP (kategori “A”).” Sedangkan sebagian yang lain sedang menyusun SOP.

(3) Prosedur operasional tetap (SOP) telah diterapkan. Terhadap implementasi SOP, ti m menilaian bahwa, “sebagian besar unit organisasi telah menerapkan prosedur operasional tetap (SOP).” Sedangkan yang lain masih menyelesaikan penyusunan SOP.

(4) Peta proses bisnis dan prosedur operasional telah dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan tuntutan efi siensi, dan efekti vitas birokrasi. Telah dilakukan evaluasi namun belum menganalisis efi siensi dan efekti vitas peta proses bisnis dan SOP, sehingga baru dalam kategori “C”.

b) E-Government, dijabarkan dalam empat subindikator sebagai berikut:

(1) Sudah memiliki rencana pengembangan e-government di lingkungan instansi. TNI sudah memiliki e-government, sehingga ti m sepakat menjawab “YA”.

(2) Sudah dilakukan pengembangan

e-government di lingkungan internal dalam

Page 41: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

35Edisi Oktober 2014

rangka mendukung proses birokrasi (misal intranet, sistem perencanaan dan penganggaran, sistem data base SDM, dll). E-government telah dikembangkan di TNI, namun menurut ti m penilai, “sudah dilakukan implementasi pengembangan e-government namun belum terintegrasi (kategori “B”).”

(3) Sudah di lakukan pengembangan e-government untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat (misal website untuk penyediaan informasi kepada masyarakat, sistem pengaduan). E-government untuk pelayanan informasi telah dikembangkan di TNI, namun menurut ti m penilai, belum terintegrasi (kategori “B”).

(4) Sudah dilakukan pengembangan e-government untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam ti ngkatan transaksional (masyarakat dapat mengajukan perijinan melalui website, melakukan pembayaran, dll). E-government dalam ti ngkatan transaksional telah dikembangkan di TNI, namun menurut ti m penilai, belum terintegrasi (kategori “B”).

c) Keterbukaan informasi publik. Indikator keterbukaan informasi dijabarkan dalam subindikator sebagai berikut:

(1) Adanya kebijakan pimpinan tentang keterbukaan informasi publik (identi fi kasi informasi yang dapat diketahui oleh publik dan mekanisme penyampaian). Sudah ada kebijakan pimpinan tentang keterbukaan informasi publik jadi ti m menilai “YA”.

(2) Menerapkan kebijakan keterbukaan informasi publik. Sebagian besar informasi publik telah dapat diakses melalui web atau situs TNI sehingga dalam kategori “B”.

Page 42: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201436

(3) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi publik. Terhadap item ini ti m berpendapat bahwa, “monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan keterbukaan informasi publik dilakukan ti dak berkala (kategori “B”).” Sifat monitoring masih insidenti l.

5) Penataan sistem manajemen SDM. Penataan SDM memiliki skor yang paling ti nggi dalam komponen proses dengan 16 poin. Penataan SDM dinilai dari indikator sebagai berikut:

a) Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. Perencanaan kebutuhan pegawai dijabarkan menjadi:

(1) Analisis jabatan dan analisis beban kerja telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelusuran ti m penilai bahwa, “analisis jabatan dan analisis beban kerja telah dilakukan kepada sebagian besar jabatan (“B”).” Sebagian kecil yang lain analisa beban kerja masih dalam proses.

(2) Perhitungan kebutuhan pegawai telah dilakukan. TNI telah memiliki perencanaan kebutuhan personel dalam jangka panjang, sedang dan pendek (tahunan), sehingga ti m menyimpulkan bahwa, “perhitungan kebutuhan pegawai telah dilakukan kepada sebagian besar unit organisasi (“B”).”

(3) Rencana redistribusi pegawai telah disusun dan diformalkan. TNI telah memiliki mekanisme yang baku dalam redistribusi pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kepenti ngan personel, sehingga untuk permasalahan ini dijawab “YA”.

(4) Proyeksi kebutuhan lima tahun telah disusun dan diformalkan. TNI telah memiliki perencanaan kebutuhan personel dalam jangka panjang, sedang dan pendek (tahunan), sehingga ti m menyimpulkan jawaban, “YA”.

Page 43: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

37Edisi Oktober 2014

(5) Perhitungan formasi jabatan yang menunjang kinerja utama instansi telah dihitung dan diformalkan. Formasi jabatan telah dilakukan secara formal sehingga ti m menyimpulkan bahwa, “perhitungan formasi jabatan yang menunjang kinerja utama instansi telah dihitung dan diformalkan pada seluruh unit organisasi (“A”).”

b) Proses penerimaan pegawai transparan, objekti f, akuntabel dan bebas KKN:

(1) Pengumuman penerimaan diinformasikan secara luas kepada masyarakat. Seti ap penerimaan prajurit dan PNS TNI selalu diumumkan secara terbuka melalui masa media dan website, sehingga ti m menyimpulkan pilihan jawaban, “pengumuman penerimaan disebarluaskan melalui berbagai media (misal website, jejaring sosial, dsb) (“A”).”

(2) Pendaftaran dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan pasti (online). Pendaft aran secara online dilakukan dengan mudah sehingga ti m assessor “YA” untuk permasalahan kemudahan mendaft ar secara online.

(3) Persyaratan jelas, ti dak diskriminati f. Persyaratan pendaft aran menjadi anggota TNI atau PNS TNI ti dak ada diskriminasi sehingga ti m menjawab, “YA”

(4) Proses seleksi transparan, objekti f, adil, akuntabel dan bebas KKN. Untuk menjawab proses seleksi yang transparan, objekti f, adil, akuntabel dan bebas KKN Tim sepakat menjawab, “YA”.

(5) Pengumuman hasil seleksi diinformasikan secara terbuka. Menjawab pertanyaan apakah “pengumuman hasil seleksi dinformasikan secara terbuka, ti m assessor menjawab, “YA”.”

Page 44: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201438

c) Pengembangan pegawai berbasis kompetensi. Pengembangan pegawai dinilai dari:

(1) Telah ada standar kompetensi jabatan. TNI telah memiliki standar kompetensi jabatan sehingga ti m sepakat menjawab, “YA”

(2) Telah dilakukan asessment pegawai. Seluruh anggota militer dan PNS sebelum penempatan, “telah dilakukan asessment kepada seluruh pegawai (“A”).”

(3) Telah diidenti fi kasi kebutuhan pengem-bangan kompetensi. Telah diidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi kepada sebagian besar pegawai (B).

(4) Telah dilakukan pengembangan pegawai berbasis kompetensi sesuai dengan rencana dan kebutuhan pengembangan kompetensi. Berkaitan dengan pengembangan pegawai berbasis kompetensi, ti m assessor berpendapat, “telah disusun rencana pengembangan kompetensi sebagian besar pegawai dengan dukungan anggaran yang mencukupi (“B”).”

(5) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara berkala. Telah dilakukan pengembangan berbasis kompetensi kepada sebagian besar pegawai sesuai dengan rencana dan kebutuhan pengembangan kompetensi (B).

(6) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara berkala. Monitoring dan evaluasi pengembangan pegawai menurut ti m assessor, “telah dilakukan monitoring dan evaluasi pengembangan pegawai berbasis kompetensi secara berkala (“A”).”

Page 45: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

39Edisi Oktober 2014

d) Promosi jabatan dilakukan secara terbuka. Ukuran promosi jabatan secara terbuka dilihat dari:

(1) Kebijakan promosi terbuka telah ditetapkan. Promosi jabatan dilakukan secara terbuka, sehingga ti m menjawab, “YA”.

(2) Promosi terbuka pengisian jabatan pimpinan ti nggi telah dilaksanakan. Pengisian jabatan pimpinan ti nggi TNI sangat terbuka sehingga tim assessor memilih jawaban, “pengisian jabatan pimpinan ti nggi (utama, madya dan pratama) telah dilakukan melalui promosi terbuka secara nasional (“A”).”

(3) Promosi terbuka dilakukan secara kompeti ti f dan obyekti f. Permasalahan promosi dilakukan secara terbuka dan kompeti ti f, ti m menjawab,”YA”.

(4) Promosi terbuka dilakukan oleh paniti a seleksi yang independen. TNI telah memiliki mekanisme Wanjak untuk seleksi penempatan jabatan, sehingga dijawab, “YA”.

(5) Hasil seti ap tahapan seleksi diumumkan secara terbuka. Hasil seleksi untuk penempatan jabatan selalu diumumkan terbuka kepada seluruh personel TNI, sehingga ti m menjawab, “YA”.

e) Penetapan kinerja individu. Penetapan kinerja individu dilihat dari subindikator:

(1) Penerapan penetapan kinerja individu. TNI dalam hal kinerja individu menurut ti m, “Penerapan penetapan kinerja individu telah dilakukan terhadap sebagian besar pegawai (“B”).” Sementara untuk sebagian kecil pegawai yang lain menyusul.

(2) Terdapat penilaian kinerja individu yang terkait dengan kinerja organisasi. TNI telah melakukan penilaian kinerja individu terhadap, “sebagian besar pegawai telah melakukan

Page 46: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201440

penilaian kinerja individu yang terkait dengan kinerja organisasi (“B”).” Sebagian yang lain dalam proses.

(3) Ukuran kinerja individu telah memiliki kesesuaian dengan indikator kinerja individu level diatasnya. Kuesioner yang disusun dalam melakukan penilaian kinerja individu menurut ti m, “sebagian besar pegawai telah memiliki ukuran kinerja individu yang sesuai dengan indikator kinerja individu di atasnya (“B”).”

(4) Pengukuran kinerja individu dilakukan secara periodik. Penilaian telah dilakukan secara periodik seti ap semester, sehingga ti m memilih jawaban, “pengukuran kinerja individu dilakukan secara semesteran (“B”).”

(5) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) atas pencapaian kinerja individu. Untuk meningkatkan kinerja, “telah dilakukan monev atas pencapaian kinerja individu secara berkala (“A”).”

(6) Hasil penilaian kinerja individu telah dijadikan dasar untuk pengembangan karir individu. Penilaian kinerja individu telah dijadikan dasar dalam pembinaan karir, sehingga ti m memilih jawaban, “hasil penilaian kinerja individu telah dijadikan dasar untuk pengembangan karir individu terhadap seluruh pegawai (“A”).”

(7) Capaian kinerja individu telah dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja (tunkin). Capaian kinerja telah dijadikan acuan dalam pemberian tunjangan kinerja, dimana pegawai harus mencapai nilai minimal “C”, untuk mendapatkan tunkin. Sedangkan apabila kategori penilaian dapat “K” atau “KS” dicabut tunjangannya, maka ti m menjawab, “Capaian

Page 47: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

41Edisi Oktober 2014

kinerja individu telah dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja kepada sebagian besar pegawai (“B”).”

f) Penegakan aturan disiplin/kode eti k/kode perilaku pegawai. Penegakan disiplin pegawai dilihat dari:

(1) Aturan disiplin/kode eti k/kode perilaku instansi telah ditetapkan. Aturan disiplin pegawai telah ditetapkan sehingga ti m menjawab, “YA”.

(2) Aturan disiplin/kode eti k/kode perilaku instansi telah diimplementasikan. Aturan disiplin telah diimplementasikan sehingga ti m menjawab, “aturan disiplin/kode eti k/kode perilaku instansi telah diimplementasikan kepada seluruh unit organisasi (“A”).”

(3) Adanya monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku instansi. Pelaksanaan kode eti k selalu dimonitor, sehingga tim memilih jawaban, “adanya monev atas pelaksanaan aturan disiplin/kode eti k/kode perilaku instansi secara berkala (“A”).”

(4) Adanya pemberian sanksi dan imbalan (reward). TNI telah memiliki sistem tentang reward dan punishment sehingga ti m memilih jawaban, “Adanya pemberian sanksi dan imbalan (reward) kepada seluruh unit organisasi (“A”).”

g) Pelaksanaan evaluasi jabatan. Evaluasi jabatan dinilai dari:

(1) Informasi faktor jabatan telah disusun. TNI telah memiliki informasi jabatan sehingga Tim menjawab,”YA”.

(2) Peta jabatan telah ditetapkan. Tentang peta jabatan, ti m berpendapat bahwa, “Seluruh unit organisasi telah menetapkan peta jabatan (“A”).”

Page 48: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201442

(3) Kelas jabatan telah ditetapkan. Seti ap penerbitan POP atau struktur organisasi telah dilengkapi dengan kelas jabatan, sehingga ti m menyimpulkan bahwa, “seluruh unit organisasi telah menetapkan kelas jabatan (“A”).”

h) Sistem informasi kepegawaian. Sistem informasi kepegawaian dinilai dari:

(1) Sistem informasi kepegawaian telah dibangun sesuai kebutuhan. Untuk sistem informasi kepegawai ti m menjawab, “YA”.

(2) Sistem informasi kepegawaian dapat diakses oleh pegawai. Sistem informasi dapat diakses seluruh pegawai sehingga Tim menjawab, “YA”.

(3) Sistem informasi kepegawaian terus dimutakhirkan. Seti ap terjadi perubahan selalu dilakukan up date data sehingga, ti m memilih jawaban, “sebagian besar unit organisasi terus memutakhirkan sistem informasi kepegawaian (“B”).”

(4) Sistem informasi kepegawaian digunakan sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM. Sisinfopers telah digunakan sebagai dasar dalam kebijakan manajemen SDM, sehingga ti m menjawab, “YA”.

6) Penguatan Akuntabilitas.

a) Keterlibatan pimpinan(1) Apakah pimpinan terlibat secara langsung pada saat penyusunan Renstra. Keterlibatan pimpinan dalam penguatan akuntabilitas menurut ti m, “sebagian besar pimpinan terlibat secara langsung pada saat penyusunan Renstra (“B”).”

(2) Apakah pimpinan terlibat secara langsung pada saat penyusunan penetapan kinerja.

Page 49: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

43Edisi Oktober 2014

Menurut ti m, “seluruh pimpinan terlibat secara langsung pada saat penyusunan penetapan kinerja (“A”).”

(3) Apakah pimpinan memantau pencapaian kinerja secara berkala. Pimpinan secara akti f melakukan pemantauan sehingga ti m memilih jawaban, “seluruh pimpinan memantau pencapaian kinerja secara berkala (“A”).”

b) Pengelolaan akuntabilitas kinerja. Pengelolaan akuntabilitas kinerja diukur dari:

(1) Apakah terdapat upaya peningkatan kapasitas SDM yang menangani akuntabilitas kinerja. Peningkatan kapasitas SDM menurut ti m telah, “sebagian besar unit organisasi berupaya meningkatkan kapasitas SDM yang menangani akuntabilitas kinerja (“B”).”

(2) Apakah pedoman akuntabilitas kinerja telah disusun. Pedoman akuntabilitas kinerja telah disusun dijawab, “YA”

(3) Sistem pengukuran kinerja telah dirancang berbasis elektronik. Sedangkan untuk pengukuran berbasis kinerja ti m memilih jawaban, “sistem pengukuran kinerja berbasis elektronik dalam pengembangan tetapi belum implementasi “C”.”

(4) Sistem pengukuran kinerja dapat diakses oleh seluruh unit. Sesuai dengan jawaban item “c)”, maka ti m menjawab, “sistem pengukuran kinerja belum dapat diakses oleh unit organisasi (“D”).”

(5) Pemutakhiran data kinerja dilakukan secara berkala. Hasil data kinerja menurut ti m telah dilakukan, ”pemutakhiran data kinerja dilakukan secara triwulanan (“B”).”

Page 50: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201444

7) Penguatan Pengawasan

a) Grati fi kasi. Subindikator grati fi kasi diukur dari: (1) Telah terdapat kebijakan penanganan grati fi kasi. Tentang grati fi kasi menurut ti m telah dilakukan penanganan sehingga dijawab, “YA”

(2) Telah dilakukan public campaign. Kampanye tentang grati fi kasi selalu dilakukan sehingga ti m, memilih jawaban, “public campaign telah dilakukan secara berkala (“A”).”

(3) Penanganan gratifikasi telah diimple-mentasikan. Telah ada penanganan grati fi kasi sehingga ti m menjawab, “YA”.

(4) Telah dilakukan evaluasi atas kebijakan penanganan grati fi kasi. Evaluasi belum dilakukan sehingga ti m menjawab, “TIDAK”.

(5) Hasil evaluasi atas penanganan grati fi kasi telah diti ndaklanjuti . Sesuai dengan jawaban pada item “d)”, maka jawaban atas hasil evaluasi adalah, “TIDAK”.

b) Penerapan SPIP. Penerapan sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) keberhasilannya diukur dari:

(1) Telah terdapat peraturan pimpinan organisasi tentang SPIP. Telah ada peraturan tentang SPIP sehingga dijawab, “YA”.

(2) Telah dibangun lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian telah dibangun di seluruh satker sehingga dijawab, “seluruh organisasi telah membangun lingkungan pengendalian (“A”).”

(3) Telah dilakukan penilaian risiko atas organisasi. Penilaian risiko baru dilakukan di sebagian kecil sehingga dijawab, “sebagian kecil organisasi telah melaksanakan penilaian risiko (“C”).”

(4) Telah dilakukan kegiatan pengendalian untuk meminimalisir risiko yang telah diidenti fi kasi.

Page 51: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

45Edisi Oktober 2014

Tim assessor untuk kegiatan pengendalian memilih jawaban, “sebagian besar organisasi telah melakukan kegiatan pengendalian untuk meminimalisir risiko yang telah diidenti fi kasi (“B”).” Sebagian kecil yang lain segera akan dilaksanakan.

(5) SPI telah diinformasikan dan dikomuni-kasikan kepada seluruh pihak terkait. Penyelenggaraan SPI telah dipahami oleh semua satuan kerja, sehingga ti m menjawab, “SPI telah diinformasikan dan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait (“A”).”

(6) Telah dilakukan pemantauan pengendalian intern. Pemantauan pengendalian intern belum dilakukan secara berkala sehingga ti m menjawab, “sistem pengendalian intern dimonitoring dan evaluasi ti dak secara berkala (“B”).”

c) Pengaduan masyarakat. Ukuran pengaduan masyarakat dapat dilihat dari item-item sebagai berikut:

(1) Telah disusun kebijakan pengaduan masyarakat. TNI telah memiliki program pengaduan masyarakat sehingga menjawab, “YA”.

(2) Penanganan pengaduan masyarakat diimplementasikan. Menurut ti m assessor hasil penanganan pengaduan masyarakat telah banyak diimplementasikan sehingga memilih, “sebagian besar unit organisasi mengimplementasikan penanganan pengaduan masyarakat (“B”).”

(3) Hasil penanganan pengaduan masyarakat telah diti ndaklanjuti . Hasil pengaduan telah diti ndaklanjuti sehingga ti m memilih jawaban, “seluruh hasil penanganan pengaduan masyarakat diti ndaklanjuti (“A”).”

(4) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan pengaduan masyarakat. Program pengaduan

Page 52: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201446

masyarakat telah dilakukan monitoring sehingga, ti m memilih jawaban, “penanganan pengaduan masyarakat dimonitoring dan evaluasi secara berkala (“A”).”

(5) Hasil evaluasi atas penanganan pengaduan masyarakat telah ditindaklanjuti. Evaluasi pengaduan juga telah dilakukan evaluasi sehingga dijawab, “YA”

d) Whistle-blowing system. Whistle-blowing system kegiatannya diukur dari:

(1) Telah terdapat whistle blowing system. TNI telah memiliki whistle blowing system sehingga dijawab “YA”.

(2) Whistle blowing system telah disosialisasikan. Telah ada sosialisasi tapi belum menyeluruh, sehingga dijawab, “whistle blowing system belum disosialisasikan ke seluruh organisasi (“D”).”

(3) Whistle blowing system telah diimple-mentasikan. Telah diimplementasikan sehingga ti m sepakat memilih jawaban “YA”

(4) Telah dilakukan evaluasi atas whistle blowing system. Meskipun telah diimplementasikan, namun ada monitoring sehingga ti m memilih jawaban, “belum ada monitoring dan evaluasi whistle blowing system (“C”).”

(5) Hasil evaluasi atas whistle blowing system telah ditindaklanjuti. Sesuai jawaban item sebelumnya maka jawaban ti m untuk permasalahan ini adalah “seluruh hasil evaluasi atas whistle blowing system belum diti ndaklanjuti (“D”).”

e) Penanganan benturan kepenti ngan. Subindikator ini terdiri atas:

(1) Telah terdapat penanganan benturan kepenti ngan. Telah ada penanganan benturan kepenti ngan sehingga dijawab, “YA”.

Page 53: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

47Edisi Oktober 2014

(2) Penanganan benturan kepenti ngan telah disosialisasikan ke seluruh satuan kerja sehingga ti m berpendapat bahwa, “penanganan benturan kepenti ngan disosialiasikan ke seluruh unit organisasi (“A”).”

(3) Penanganan benturan kepenti ngan telah diimplementasikan. Penanganan benturan kepenti ngan telah ada sehingga dijawab, “YA”.

(4) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan benturan kepenti ngan. Tindakan evaluasi telah dilakukan tetapi ti dak secara berkala sehingga ti m menjawab, “penanganan benturan kepenti ngan dimonitoring dan evaluasi ti dak secara berkala (“B”).”

(5) Hasil evaluasi atas penanganan benturan kepenti ngan telah diti ndaklanjuti . Hasil evaluasi sebagian besar telah ditangani sehingga ti m memilih jawab, “sebagian besar hasil evaluasi atas penanganan benturan kepenti ngan telah diti ndaklanjuti (“B”).”

f) Pembangunan zona integritas. Zona integritas diukur dari subindikator sebagai berikut:

(1) Telah dilakukan pencanangan zona integritas. Zona integritas telah dicanangkan sehingga ti m menjawab,”YA”.

(2) Telah ditetapkan unit yang akan

dikembangkan menjadi zona integritas (ZI). Unit yang dikembangkan telah ditetapkan sehingga jawaban ti m adalah, “YA”.

(3) Telah dilakukan pembangunan zona integritas. Pencangan ZI belum lama dilakukan sehingga belum intensif, ti m memilih jawaban, “pembangunan zona integritas dilakukan ti dak secara intensif (“B”).”

(4) Telah dilakukan evaluasi atas zona integritas yang telah ditentukan. ZI belum dilakukan evaluasi

Page 54: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201448

sehingga ti m memilih jawaban, “zona integritas yang telah ditentukan belum dimonitoring dan evaluasi (“C”).”

(5) Telah terdapat unit kerja yang ditetapkan sebagai “menuju WBK/WBBM”. Untuk WBK/WBBM belum ada penetapan sehingga dipilih jawaban, “belum terdapat unit kerja yang berpredikat menuju WBK (“C”).”

g) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). APIP diukur dari:

(1) Rekomendasi APIP didukung dengan komitmen pimpinan. Pimpinan telah memiliki komitmen sehingga tim memilih jawaban, ”seluruh rekomendasi yang memerlukan komitmen pimpinan telah diti ndaklanjuti dalam dua tahun terakhir (“A”).”

(2) APIP didukung dengan SDM yang memadai secara kualitas dan kuanti tas. APIP menurut ti m telah berfungsi sehingga menjawab, ”seluruh fungsi pengawasan internal tertangani oleh SDM yang kompeten baik secara kuanti tas maupun kualitas (“A”).”

(3) APIP didukung dengan anggaran yang memadai. Dukungan anggaran belum sepenuhnya sehingga ti m memilih jawaban, “Sebagian besar kebutuhan didukung oleh anggaran (“B”).”

(4) APIP berfokus pada client dan audit berbasis risiko. APIP telah memiliki fokus sehingga ti m memilih jawaban, “seluruh fungsi pengawasan internal berfokus pada client dan audit berbasis risiko (“A”).”

8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Pelayanan publik dinilai dari indikator sebagai berikut:

a) Standar pelayanan

Page 55: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

49Edisi Oktober 2014

(1) Terdapat kebijakan standar pelayanan. Standar pelayanan telah dibuat sehingga dijawab, “YA”

(2) Standar pelayanan telah dimaklumatkan. Standar pelayanan telah diumumkan sehingga dipilih jawaban, ”standar pelayanan telah dimaklumatkan pada sebagian besar jenis pelayanan (“A”).”

(3) Terdapat SOP bagi pelaksanaan standar pelayanan. Sebagian besar telah memiliki SOP sehingga ti m menjawab, ”terdapat SOP bagi pelaksanaan standar pelayanan pada sebagian besar jenis pelayanan (“B”).”

(4) Dilakukan review dan perbaikan atas standar pelayanan. Telah dilakukan review sehingga Tim memilih jawaban, “Dilakukan review dan perbaikan atas standar pelayanan secara ti dak berkala dan/atau ti dak dengan melibatkan stakeholders (“B”).”

(5) Dilakukan review dan perbaikan atas SOP. Review telah dilakukan meskipun ti dak secara berkala sehingga menjawab, “Dilakukan review dan SOP secara ti dak berkala (“B”).”

b) Budaya pelayanan prima. Keberhasilan pelayanan prima dinilai dari item-item sebagai berikut:

(1) Telah dilakukan sosialisasi/pelati han dalam upaya penerapan budaya pelayanan prima (contoh kode eti k, esteti ka, capacity building, pelayanan prima). Sosialisasi budaya prima telah dilakukan sehingga ti m memilih jawaban, “sebagian besar sosialisasi/pelati han telah dilakukan dalam upaya penerapan budaya pelayanan prima (“B”).”

(2) Informasi tentang pelayanan mudah diakses melalui berbagai media. Informasi pelayanan mudah diakses sehingga memilih jawaban

Page 56: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201450

“informasi pelayanan dapat diakses melalui beberapa media (misal papan pengumuman, selebaran, dsb) (“B”).”

(3) Telah terdapat sistem punishment (sanksi)/reward bagi pelaksana layanan serta pemberian kompensasi kepada penerima layanan bila layanan ti dak sesuai standar. Pemberian kompensasi telah berjalan dengan baik sehingga ti m menjawab, “telah terdapat sistem sanksi/reward bagi pelaksana layanan serta pemberian kompensasi kepada penerima layanan bila layanan ti dak sesuai standar ada namun belum diimplementasikan (“B”).”

(4) Telah terdapat sarana layanan terpadu/terintegrasi. Pelayanan kesehatan telah terselenggara secara terpadu sehingga tim menjawab, “apabila sebagian besar pelayanan sudah dilakukan secara terpadu (“B”).”

(5) Terdapat inovasi pelayanan. Berbagai inovasi telah dilakukan sehingga memilih jawaban, “YA”.

c) Pengelolaan pengaduan. Pengelolaan pengaduan masyarakat dinilai dari:

(1) Terdapat media pengaduan pelayanan. Telah terdapat media pengaduan pelayanan, sehingga menjawab, “YA”.

(2) Terdapat SOP pengaduan pelayanan. Meskipun belum seluruhnya tapi telah ada SOP pengaduan sehingga jawaban yang tepat adalah “terdapat SOP pengaduan pelayanan namun belum seluruhnya (“B”).”

(3) Terdapat unit yang mengelola pengaduan pelayanan. Unit pengelola pengaduan telah dibentuk sehingga dijawab, “YA”.

Page 57: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

51Edisi Oktober 2014

(4) Telah dilakukan ti ndak lanjut atas seluruh pengaduan pelayanan untuk perbaikan kualitas pelayanan. Tindak lanjut pengaduan telah dilaksanakan sehingga tim menjawab, “telah dilakukan ti ndak lanjut atas seluruh pengaduan pelayanan untuk perbaikan kualitas pelayanan (“A”).”

(5) Telah dilakukan evaluasi atas penanganan keluhan/masukan. Evaluasi penanganan telah dilakukan meskipun belum secara ruti n, pilihan yang tepat yaitu, “evaluasi atas penanganan keluhan/masukan dilakukan ti dak berkala (“B”).”

d) Penilaian kepuasan terhadap pelayanan:(1) Dilakukan survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Telah dilakukan survei meskipun tidak secara berkala sehingga pilihannya adalah “survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan ti dak berkala (“B”).”

(2) Hasil survei kepuasan masyarakat dapat diakses secara terbuka. Hasil survei dapat diakses secara online sehingga dijawab, “YA”.

(3) Dilakukan ti ndak lanjut atas hasil survei kepuasan masyarakat. Hasil survei telah diti ndaklanjuti meskipun belum semua, sehingga dipilih jawaban “dilakukan ti ndak lanjut atas sebagian besar hasil survei kepuasan masyarakat (“B”).”

e) Pemanfaatan teknologi informasi. (1) Telah memiliki rencana penerapan teknologi informasi dalam pemberian pelayanan. Teknologi informasi telah dimanfaatkan dalam memberikan pelayanan sehingga dijawab, “YA”.

(2) Telah menerapkan teknologi informasi dalam memberikan pelayanan. Penerapan telah dilakukan sebagian besar sehingga dijawab,

Page 58: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201452

“sebagian besar pelayanan telah menerapkan teknologi informasi dalam memberikan pelayanan (“B”).”

(3) Telah dilakukan perbaikan secara terus menerus. Perbaikan terus dilakukan sehingga tim memilih jawaban, “perbaikan dilakukan ti dak secara terus menerus (“B”).”

b. Komponen hasil

1) Kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi.a) Nilai akuntabilitas kinerja (nilai SAKIP). Penilaian diberikan oleh Kementerian PAN dan RB.

b) Nilai kapasitas organisasi (survei internal). Survei internal telah dilakukan terhadap personel militer dan PNS di Mabes TNI, TNI AD, TNI AL dan TNI AU.

2) Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.a) Nilai persepsi korupsi. Persepsi korupsi menggunakan data dari lembaga survei Indonesia.

b) Opini BPK. Opini yang diberikan BPK tahun 2014 TNI mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian.

3) Kualitas pelayanan publik (nilai persepsi kualitas pelayanan). Survei secara on line terhadap pelayanan publik di Puspen TNI.

Berdasarkan pada penilaian di atas skor yang diperoleh oleh TNI adalah 77,02 atau dalam kategori “Baik Sekali”

Simpulan

a. Proses1) Manajemen perubahan. Bidang manajemen perubahan mendapatkan skor 3,58 dari kemungkinan 5 atau 71,60%, dengan skor terti nggi pada item dokumen road map yang mencapai skor 83,4%,

Page 59: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

53Edisi Oktober 2014

sedangkan yang terendah adalah pola perubahan pola pikir dan budaya kinerja. Hal ini berarti program sosialisasi dan komunikasi program reformasi birokrasi masih perlu diti ngkatkan.

2) Penataan peraturan perundang-undangan. Bidang ini mendapatkan skor 3,34 (66,75%) dari kemungkinan 5, dengan nilai terti nggi pada item “sistem pengendalian peraturan” dan terendah “harmonisasi”, yang berarti sinkronisasi peraturan masih kurang.

3) Penataan dan penguatan organisasi. Penataaan organisasi mendapatkan nilai 4,18 (69,61%) dari kemungkinan 6, dengan nilai yang relati f merata sehingga semuanya masih dapat diti ngkatkan lagi.

4) Penataan tata laksana. Penataan tata laksana mendapatkan skor 3,59 (71,83%) dari kemungkinan 5, dengan nilai tertinggi pada “e-government” (75,25%) dan nilai terendah “SOP” (66,75%).

5) Penataan sistem manajemen SDM. Penataan SDM dengan skor terti nggi pada komponen proses mendapatkan nilai 12,9 (86%) dari kemungkinan 15, merupakan prosentase terti nggi. Nilai terti nggi 100% sedangkan terendah 74% pada item “penilaian kinerja individu”.

6) Penguatan akuntabilitas. Penguatan akuntabilitas mendapatkan nilai 3,98 (66,33%) dari kemungkinan 6. Nilai terti nggi diperoleh pada item “keterlibatan pimpinan” dengan sebesar 89% dan terendah item “pengelolaan akuntabilitas kinerja” baru mencapai 55%.

7) Penguatan pengawasan. Penguatan pengawasan mendapatkan nilai 8,66 (72,14%) dari kemungkinan 12. Nilai terti nggi diperoleh pada item “pengaduan masyarakat” yang sudah mencapai 93,40% dan terendah item “pembangunan zona integritas” yang baru mencapai 50%.

Page 60: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201454

8) Peningkatan kualitas pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik mendapatkan nilai 3,93 (65,45%) dari kemungkinan 6. Nilai terti nggi item “pengelolaan pengaduan” yang sudah mencapai 80% dan terendah item “penilaian kepuasan terhadap pelayanan” yang baru mencapai 44,50%.

b. Hasil1) Kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi

a) Nilai akuntabilitas kinerja (Nilai SAKIP). Nilai akuntabilitas tahun 2013 sebesar 60,83 (CC) dari kemungkinan 100, sedangkan nilai tahun 2014 belum diterbitkan.

b) Nilai kapasitas organisasi (survei internal). Survei internal terhadap personel militer dan PNS di Mabes TNI, TNI AD, TNI AL dan TNI AU menunjukkan dukungan personel terhadap program reformasi birokrasi TNI.

2) Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.a) Nilai persepsi korupsi. Persepsi korupsi TNI berdasarkan data dari hasil survey Lembaga Survei Indonesia (LSI) persepsi masyarakat terhadap anti korupsi di TNI sebesar 57,2%

b) Opini BPK. Opini yang diberikan BPK tahun 2014 TNI mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian.

3) Kualitas pelayanan publik (nilai persepsi kualitas pelayanan). Survei baru secara on line belum dilakukan secara manual (tatap muka) dengan responden.

Page 61: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

55Edisi Oktober 2014

REFERENSI

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah. Laporan Pelaksanaan PMRRB Mabes TNI.

Laporan Pelaksanaan PMRRB TNI AD. Laporan Pelaksanaan PMRRB TNI AL. Laporan Pelaksanaan PMRRB TNI AU.

Sekretaris Negara, Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Page 62: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

Abstrak-Memproyeksikan perkembangan kondisi sebuah negara ibarat

menempatkan beragam ukuran dan parameter lingkungan strategis terutama aspek ekonomi pada sebuah konteks yang bersifat dinamis. Mengambil salah satu variabel pertumbuhan ekonomi negara yakni gross domesti c product (GDP), trend economic growth Indonesia yang berada di urutan nomer dua dunia

(6,3 %) pada tahun 2013 diyakini telah membawa bangsa ini pada “jalur” yang tepat sebagai negara maju. Pada perspekti f ekonomi pertahanan, mewujudkan negara maju ti dak hanya sebatas kemampuan memanfaatkan keterbatasan sumber daya untuk hal-hal terkait sistem pertahanan negara. Negara dituntut mampu mewujudkan pencapaian taraf modernisasi Alutsista, kemandirian industri pertahanan nasional dan menciptakan keamanan guna mensti mulasi pertumbuhan ekonomi yang ti dak hanya di dalam negeri namun hingga ke kawasan internasional.

Keywords: lingkungan strategis, pertumbuhan ekonomi, ekonomi pertahanan, industri pertahanan

Oleh Mayor Tek Novky Asmoro, S.T., M.Si (Han)

(Pamen Kohanudnas)

Mengawal Keoptimisan Indonesia Menuju Negara Maju

(Kajian Kritis Perspektif Ekonomi Pertahanan terhadap Proyeksi MGI 2012)

Edisi Oktobrt 201456

Page 63: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

57Edisi Oktober 2014

Berbagai skenario tentang proyeksi masa depan Indonesia telah menempatkan negara ini dalam konsistensi yang cukup membuat seluruh bangsa percaya diri akan perbaikan kondisi di masa mendatang. Salah satu prediksi empirik tentang proyeksi Indonesia hingga 2030 dibuat berdasarkan laporan McKinsey Global Insti tute (MGI) yang dirilis pada September 2012.

Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan akan mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang konsisten hingga menempatkan negara ini di posisi tujuh besar dunia. Selain menempatkan posisi ekonomi Indonesia yang begitu terhormat, prediksi-prediksi yang dibuat juga menempatkan beberapa variabel lain diantaranya peningkatan jumlah masyarakat kelas menengah (consuming class), komposisi penduduk kota dalam menyumbangkan GDP nasional, bertambahnya secara signifi kan para pekerja berkeahlian (skilled workers) hingga pertumbuhan kesempatan usaha terutama di bidang perikanan, pelayanan, pertanian, sumber daya dan pendidikan.

Proyeksi Indonesia hingga 2030 oleh McKinsey Global Insti tute

Sumber : MGI, The archipelago economy: Unleashing Indonesia’s Potenti al, 2012

Page 64: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201458

Menyikapi hal di atas, alangkah bijaksananya jika bangsa Indonesia cukup menilai itu semua sebagai target-target realisti s yang perlu diupayakan pencapaiannya. Dibalik segala kemungkinannya, sesungguhnya kerawanan terhadap anti tesis faktor-faktor tersebut juga perlu dianti sipasi terutama dalam menyiapkan struktur ekonomi pertahanan negara yang mampu bertahan dari segala unintended results yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Laju Pertumbuhan Ekonomi yang Diikuti Keti mpangan Distribusi Pendapatan

Tren peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positi f hingga sempat mencapai 6,5% merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi negara ini. Posisi ini mendongkrak Indonesia sebagai 16 besar dunia yang diyakini terus melaju hingga 7 besar dunia dengan GDP 18.000 US dolar di tahun 2030 (Oberman, 2012). Meskipun memasuki tahun 2014 terjadi fl uktuasi GDP Indonesia yang cenderung menurun namun dengan angka 5,21% masih dinilai sebagai negara terti nggi laju pertumbuhan ekonominya.

Grafi k GDP Indonesia

Sumber : www.tradingecomimcs.com, 2014

Page 65: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

59Edisi Oktober 2014

Namun apakah ini sebuah realita yang benar-benar menunjukkan kesejahteraan bangsa ataukah hanya angka-angka yang nampak indah di stati sti k tapi jauh dari realita yang ada. Sebuah kenyataan terpampang di hadapan kita bahwa pertumbuhan ekonomi ini ternyata ti dak sampai dirasakan seluruh lapisan masyarakat atau dengan kata lain semakin melebarnya jurang keti mpangan distribusi pendapatan (income inequality). Angka stati sti k pertumbuhan ekonomi ini diikuti melebarnya ti ngkat keti mpangan yang diindikasikan dengan koefi sien Gini Indonesia 0,38% di tahun 2010 hingga terus melebar mencapai 0,41% di tahun 2012. (www.bps.go.id, 2012).

Walaupun menurut Kusnetz Hypothesis fenomena ini sebenarnya lumrah terjadi untuk negara yang berada dalam tahap ekonominya berkembang dengan income perkapita sedang meningkat. Namun perspekti f lain ti mbul, bahwasannya ada semacam kegagalan kebijakan pemerintah dalam membedakan strategi pengentasan kemiskinan dengan merapatkan kesenjangan.

Grafi k Koefi sien GINI Indonesia

Sumber : BPS, 2014

Page 66: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201460

Kebijakan pengentasan kemiskinan dapat dikatakan lebih bersifat short term yakni sekedar membuat masyarakat terangkat taraf ekonominya melewati ambang batas garis kemiskinan. Upaya ini lazim kita kenal saat ini seperti bantuan langsung tunai (BLT) hingga pembagian jatah beras miskin (raskin). Sedangkan upaya merapatkan keti mpangan memiliki sifat jangka panjang karena mengentaskan kemiskinan harus dimulai secara komprehensif mulai dari ti ngkat individu, kelompok keluarga, komunitas masyarakat hingga penciptaan akti vitas ekonomi (Nazara, 2012).

Secara global, kebijakan pengentasan kemiskinan adalah bagian kecil dari strategi merapatkan kesenjangan. Pemerintah dituntut mampu menyediakan berbagai program jaminan sosial, diantaranya pada sektor kesehatan dan pendidikan. Untuk saat ini yang sudah berjalan antara lain BPJS kesehatan ataupun program sekolah grati s. Tentunya apa pun itu, kesenjangan adalah kerawanan yang justru rentan terhadap munculnya dampak-dampak sosial seperti kriminalitas, konfl ik komunal dan kemiskinan.

Peningkatan Masyarakat Kelas Menengah dan Dampak Fenomena Konsumerisme

Meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia yang saat ini berjumlah 45 juta orang diprediksi akan terus meningkat hingga diproyeksikan berada pada kisaran 135 juta pada tahun 2030 (MGI, 2012). Bagi Indonesia sendiri, ada empat kelompok

Hubungan Grafi k Kuznetz Hypothesis dan Koefi sien Gini untuk menunjukkan hubungan antara keti mpangan (inequality) dengan Per Capita Income

Nilai Koefi sien

< 0,4

0,4 - 0,5

> 0,5

Distribusi Pendapatan

ti ngkat keti mpangan rendah

ti ngkat keti mpangan sedang

ti ngkat keti mpangan ti nggi

Inco

me I

nequ

ality

Per Capita Income

Turning Point Income

DevelopingEconomies

DevelopedEconomies

Page 67: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

61Edisi Oktober 2014

penduduk berdasarkan pengeluaran perkapitanya yakni golongan miskin dengan pengeluaran rata-rata Rp. 250.000,- per kapita per bulan (12%), golongan rentan Rp. 370.000,- per kapita per bulan (28%), golongan kelas menengah Rp. 750.000,- per kapita per bulan (40%) dan golongan kaya dengan pengeluaran per kapitanya di atas 750 ribu rupiah per kapita per bulan (20%). Berdasarkan data di bawah, terbukti bahwa golongan kelas menengah paling mendominasi jumlahnya dan akan terus meningkat berdasarkan ti ngkat kebutuhannya yang juga terus beragam.

Perhitungan gross domesti c product yang menyatakan bahwa sifat konsumerisme sebagai variabel consumpti on dimana dengan peningkatan yang ti nggi akan dapat menaikkan GDP sehingga tentunya merupakan hal positi f bagi sebuah pertumbuhan ekonomi negara (Parkin, 2010). Namun apakah sifat konsumerisme selalu dapat menguntungkan bagi Indonesia adalah pertanyaan yang perlu dianalisis secara mendalam.

Grafi k Laju Pertumbuhan Pengeluaran Per Kapita (2008-1012) dan Bentuk Kebijakan Pemerintah di Seti ap Golongan

Sumber : BPS & TNP2K

G fik L j P b h P l P K i (2008 1012) d B k

Page 68: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201462

Y = C + 1 +G (X - M)

Dimana : Y = GDP C = Consumpti on I = Investement G = Government Spending X, M = Nilai Ekspor Impor

Sesungguhnya konsumerisme bukan merupakan masalah berarti jika dampaknya memiliki keberpihakan pada keberadaan produsen penyedia barang konsumsi produk dalam negeri. Pada persamaan expenditure approach, terlihat bahwa variabel consumpti on (C) dan ekspor impor sebagai fungsi berbanding lurus dengan GDP (Y), sehingga jika konsumsi meningkat akan meningkatkan GDP. Ditambah lagi peningkatan nilai GDP akan semakin signifi kan saat barang-barang produksi dalam negeri mampu menembus pasar luar negeri. Hal ini berarti nilai ekspor (X) pada variabel ekspor-impor (X-M) akan berkontribusi positi f jika dibandingkan dengan besaran angka impornya..

Perlu dipahami, jika kenyataannya bahwa penyedia barang-barang konsumsi adalah produk impor maka ini hanya akan meningkatkan posisi pertumbuhan ekonomi negara pengekspor. Situasi meningkatnya kelas menengah perlu dianti sipasi dengan memaknainya sebagai peluang bagi perusahaan dalam negeri agar semakin kompeti ti f dengan perusahaan asing.

Data Neraca Total Nilai Perdagangan Indonesia Tahun 2013

Sumber : BPS, 2014

Page 69: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

63Edisi Oktober 2014

Data di atas sangat jelas menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2013 neraca perdagangan Indonesia banyak pada posisi defi sit. Secara umum tren nilai impor terus meningkat dan ekspor justru cenderung menurun. Ada ti ga aspek produk yang paling dominan sebagai penyebab defi sit ini (triple defi cit) yakni pangan, manufaktur dan BBM. (Basri, 2014). Jika konsumsi produk-produk impor tersebut tak terkendali sebagai dampak meningkatnya consuming class justru hanya akan membuat Indonesia akan terus terpuruk pada angka defi sit neraca perdagangan dan ini adalah sebuah kondisi kerawanan ekonomi yang nyata.

Urbanisasi dan Permasalahan Kemiskinan

Pengerti an urbanisasi pada prinsipnya adalah sebagai proses transformasi kondisi desa menjadi kota, yang bisa berarti daerah pedesaan yang berkembang pada akhirnya menunjukkan ciri-ciri kota. Tetapi rupanya isti lah urbanisasi sudah banyak dimengerti masyarakat sebagai porses berpindahnya masyarakat dari desa ke kota atau bisa disebut dengan rural to urban migrati on (Herlianto, 1996).

Jika merunut data komposisi penduduk Indonesia antara desa dan kota dari tahun 1990 hingga prediksi tahun 2020, terlihat bahwa angka urbanisasi terus meningkat. Peningkatan ini ada di

Data Angka dan Proyeksi Urbanisasi Indonesia 1990-2020

Sumber : www.ut.ac.id, 2014

Tahun

1990 180.383.700 51.932.467 128.451.233 28,79

1995 195.755.600 63.679.297 132.076.303 32,53

2000 210.263.800 76.662.181 133.601.619 36,46

2005 223.183.300 90.344.600 132.838.700 40,48

2010 235.110.800 104.577.284 130.533.516 44,48

2015 245.388.200 118.792.228 126.595.772 48,41

2020 253.667.600 132.465.221 121.202.379 52,22

Total Urban Rural

Jumlah Penduduk AngkaUrbanisasi

Page 70: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201464

angka sekitar 29 persen pada tahun 2020. Perlu dipahami bahwa peningkatan angka urbanisasi ini ti dak semata karena laju migrasi dari pedesaan ke perkotaan, tetapi juga karena perubahan status daerah dari pedesaan ke perkotaan dan juga karena pertumbuhan penduduk alamiah (selisih kelahiran dan kemati an).

Prediksi oleh MGI tentang meningkatnya persentase populasi penduduk kota ke angka 71 % dengan kontribusi GDP nasional hingga 86 % merupakan gejala sosial terjadinya urbanisasi yang terus meningkat. Hubungan ini dapat dibukti kan secara empirik bahwa melalui persamaan GDP dengan income approach bahwa kontribusi populasi penduduk kota cukup signifi kan mendorong pemasukan dari upah tenaga kerja atau wages (W) yang selalu diikuti kegiatan transaksi perbankan ti ngkat rumah tangga yang menyebabkan penerimaan net interest (i).

Y = W + R + i + π + Others

Dimana : Y = GDP W = Compensati on of Employees I = Net Interest R = Rental Income π = Corporate Services Berikutnya fenomena melonjaknya jumlah penduduk kota

berdasarkan data dari BPS dimana pada tahun 1961, disebutkan bahwa dari 97 juta penduduk Indonesia hanya 15% yang ti nggal di kota-kota. Sensus tahun 1971, dari 119,2 juta penduduk 18 persen diantaranya ti nggal di daerah perkotaan. Sensus pada tahun 1980 angka itu telah naik menjadi 22,4 % dari 147,5 juta peduduk. Jika dilihat angkanya pada tahun 1971, penduduk Indonesia yang memadati kota-kota hanya berjumlah 21,5 juta, tetapi ditahun 1980 angka itu naik menjadi 33 juta. Jadi seti ap tahun terjadi kenaikan rata-rata penduduk kota di Indonesia sebesar 4,8 %. Data dapat dilihat pada grafi k di bawah

Page 71: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

65Edisi Oktober 2014

Melihat data di atas maka sebagai negara yang akan menuju sebagai negara maju, Indonesia akan berhadapan dengan realita terjadinya kondisi kemerosotan secara kualitati f terhadap lingkungan kotanya pada taraf yang mengkhawati rkan (Breeze, 1986). Penti ng diketahui jika urbanisasi sebagai efek sosial tentunya akan secara signifi kan membawa pengaruh dampak ikutannya antara lain kerawanan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, kriminalitas. Seluruh problema tersebut merupakan indikasi telah terjadinya disharmoni antara aspek populasi dan lingkungan (Tjiptoherijanto, 2013).

Pertumbuhan Skilled Workers dan Fenomena Phillips Curve

Selain tren positi f economic growth yang bergerak naik maka indikasi lain yang patut dicermati adalah pertumbuhan jumlah skilled workers dimana sebagai dampak bertransformasinya perusahaan-perusahaan dari labor intencive menuju ke capital-intencive groups. Sisi menarik sekaligus sebuah kerawanan muncul yakni keti ka pertumbuhan capital-intencive groups akan meningkatkan persaingan kesempatan kerja antara tenaga kerja berkeahlian ti nggi dengan yang ti dak berkeahlian.

Dapat dipasti kan bahwa perusahaan-perusahaan padat teknologi hanya akan memilih skilled workers dengan jumlah

ANGKASA CENDEKIA

Data Komposisi & Prediksi Penduduk Desa-Kota 1990-2020

Sumber : www.ut.ac.id, 2014

Page 72: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201466

terbatas dan pekerja tanpa keahlian (non-skilled workers) akan kalah bersaing. Hal ini sangat berpotensi menambah pengangguran atau pekerja di sektor nonformal. Efek yang terjadi tentunya daya beli masyarakat akan menurun dan kondisi demikian sangat berpengaruh pada ekonomi negara terkait dengan kenaikan harga-harga barang (infl asi). Dijelaskan pada grafi k teori Philips Curve di bawah bahwa hubungan antara infl asi dengan ti ngkat pengangguran (unemployment rate) adalah berbanding terbalik (Blanchard, 2010, p. 199).

Kondisi yang ti dak menguntungkan justru terjadi keti ka nilai infl asi menurun; ini berarti mengindikasikan jumlah pengangguran yang ti nggi. Tingkat pengangguran yang rendah akan mendorong jumlah pekerja yang meningkat akan berkonsumsi secara ti nggi dan ini akan meningkatkan angka infl asi. Jadi kenaikan infl asi harus disikapi secara bijak dan positi f sebagai indikator pertumbuhan ekonomi negara yang baik. Akan tetapi pemerintah pun perlu mewaspadai, jika infl asi terlalu membumbung ti nggi yang justru menjadikan negara memasuki fase depresi atau resesi.

Grafi k Hubungan Infl asi dengan Tingkat Pengangguran

Sumber : Blanchard, 2012

Page 73: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

67Edisi Oktober 2014

Saat ini tren meningkatnya jumlah perusahaan padat teknologi yang diikuti penerimaan skilled workers terbatas, akan memiliki kerawanan bagi pertambahan jumlah pengangguran. Untuk saat ini berdasarkan grafi k di atas, kita patut bersyukur bahwa peningkatan perusahaan padat modal di Indonesia ternyata ti dak membuat ti ngkat pengangguran di negara ini juga bertambah.

Akan tetapi bagaimanapun juga kita perlu menganti sipasi booming perusahaan padat modal dengan mempersiapkan pekerja-pekerja dengan skilled workers yang ti nggi. Jika hal tersebut terus terjadi, tentunya kita ti dak menginginkan posisi Indonesia sebagai negara dengan ti ngkat kemapanan ekonomi yang ti nggi namun unemployment rate sebagai salah satu indikator makro ekonomi ternyata angkanya terus meningkat.

Percepatan Industrialisasi Diikuti Kegagalan Substi tusi Impor

Industrialisasi adalah sistem produksi yang muncul dari pengembangan peneliti an dan penggunaan pengetahuan ilmiah. Situasi ini dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi, menggunakan alat-alat bantu mekanik, kimiawi,

ANGKASA CENDEKIA

Grafi k Unemployment Rate Indonesia

Sumber : www.tradingecomimcs.com, 2014

Page 74: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201468

mesin, dan organisasi serta intelektual dalam produksi. Substi tusi impor sendiri adalah upaya dari pemerintah untuk memproduksi barang-barang buatan dalam negeri guna menggantikan keberadaan beberapa produk yang selama ini masih diimpor. Substi tusi impor dapat dikatakan sebagai starti ng point untuk memberi efek bagi sebuah negara dalam memasuki fase industrialisasi

Pada perkembangannya keterkaitan antara industrialisasi

dan upaya substi tusi impor merupakan satu kesatuan proses yang saling terkait. Hal tersebut selain sebagai upaya penghematan devisa, juga sebagai usaha untuk menekan laju impor. Bagi Indonesia hal ini sangat penti ng mengingat proyeksi laju nilai impor negara akan terus meningkat di kisaran 9-11 % hingga tahun 2015 (htt p://www.bi.go.id, 2012).

Pada perkembangannya langkah substi tusi impor ini ti dak berhasil menciptakan struktur industri yang kompeti ti f. Arti nya fase menuju negara industri pun terhambat. Penyebab kegagalan ini jelas, yakni ti dak adanya kebijakan industrialisasi yang terintegrasi dengan kebijakan sektor lain, seperti perdagangan, pengembangan sumber daya manusia, serta usaha peneliti an dan pengembangan (litbang).

Grafi k Prospek Ekonomi Indonesia hingga 2015

Sumber : Bank Indonesia, 2012

Page 75: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

69Edisi Oktober 2014

Kegagalan substi tusi impor bukanlah hal yang sederhana karena efek yang ditimbulkan cukup kompleks terkait devisa negara yang tergerus akibat angka impor yang terus membumbung naik. Dampak lain yang diti mbulkan adalah terbentuknya sistem proteksi perdagangan yang ti nggi, menjamurnya perusahaan asing serta membanjirnya komoditas barang mewah daripada barang-barang yang dibutuhkan sebagian besar masyarakat.

Memproyeksikan Struktur Ekonomi Pertahanan Indonesia

Jika dalam Mc Kinsey Global Insti tute telah memproyeksikan wajah Indonesia hingga 2030, kemudian dianalisis berdasarkan anti tesisnya maka dalam perspekti f defense economics hal tersebut dapat dijadikan variabel untuk menentukan kondisi Indonesia dalam proyeksi skenario-skenario di masa mendatang. Beberapa skenario yang sekiranya relevan dengan kondisi bangsa saat ini diantaranya adalah :

1. Strategi pembangunan postur TNI masa depan merupakan sebuah konsep dual use untuk menciptakan keselarasan pengembangan pertahanan melalui anggaran yang proporsional dengan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut dapat dicapai melalui pembangunan infrastruktur sosioekonomi seperti rumah sakit tentara, pangkalan udara TNI,

ANGKASA CENDEKIA

Diagram Ilustrasi Fase Transformasi Negara Industri

Sumber : Kuntoro-Jakti , 2012

Page 76: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201470

pelabuhan laut TNI dan Alutsista bagi penanggulangan bencana alam serta mendukung operasi-operasi bantuan sosial. Kebijakan ini dinilai sangat tepat dalam menjawab permasalahan yang terkait gejolak sosial akibat kesenjangan, urbanisasi, kemiskinan, penggangguran dan penanggulangan terorisme.

2. Guna mendorong program substi tusi impor khususnya pemenuhan kebutuhan Alutsista, industrialisasi di sektor pertahanan, harus mampu mencapai kondisi opti mal dalam hal modernisasi Alutsista dengan meninggalkan pola strategi base on policy dan mengubahnya ke paradigma base on investment. Pola ini akan lebih berorientasi pada upaya penguasaan teknologi yang lebih progresif melalui unit atau divisi Litbangnya agar tercapai sustainibilitas produksi pada long run. Untuk proyeksi ke depan, seti ap industri pertahanan harus dipacu profi table sehingga memiliki capital accumulati on yang ti nggi guna memenuhi alokasi penganggaran perusahaan terutama dalam hal pendanaan terhadap kegiatan Litbang. Pembangunan Litbang di perusahaan perlu diikuti dengan alokasi anggaran khusus untuk pengembangan skill dari SDM yang mengawaki alat-alat baru dengan teknologi yang semakin modern. Terwujudnya hal tersebut tentunya akan mendorong pencapaian taraf modernisasi Alutsista dan kemandirian industri pertahanan nasional yang dapat berkontribusi dalam menciptakan kondisi keamanan di dalam negeri sehingga mampu mensti mulasi pertumbuhan ekonomi yang ti dak hanya di dalam negeri namun hingga ke kawasan internasional.

3. Memproyeksikan kondisi perekonomian negara harus komprehensif tanpa lepas dari bingkai perspekti f sistem pertahanan negara. Prediksi MGI meskipun berawal dari pihak “luar” namun sangat relevan dijadikan acuan bagi pemerintah agar bisa memberi sebuah bentuk keselarasan antara proyeksi ekonomi seperti yang tertuang dalam master plan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan rencana pembangunan postur pertahanan negara melalui minimum essenti al forces (MEF).

Page 77: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

71Edisi Oktober 2014

Beberapa proyeksi tersebut hendaknya dapat harmonis sehingga semakin menegaskan bahwa konsep pembangunan sistem pertahanan negara Indonesia memiliki signifi kansi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi rakyatnya. Hal tersebut sekaligus mengikis anggapan paradigma “guns vs butt er” dimana pembangunan kekuatan militer sebuah negara ti dak linier dengan pertumbuhan ekonominya.

Kesimpulan dan Saran

Secara keseluruhan pembahasan ini dapat disimpulkan dan direkomendasikan sebagai berikut: (1) Proyeksi Indonesia sebagai negara yang mencapai berbagai kemajuan perlu dianti sipasi juga dengan beberapa faktor penghambatnya (anti tesis), sehingga (2) Ada upaya yang seimbang dalam mengatasinya trade off yang diti mbulkan seperti halnya pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diikuti dampak kesenjangan, pengangguran dan kemiskinan. (3) Meletakkan konsep-konsep industrialisasi agar lebih memihak pada kepenti ngan sistem pertahanan negara dan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi negara; serta (4) adanya peran akti f pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang jelas dan sistemati s terutama penanggulangan dampak

Proyeksi Pencapaian MGI, MP3EI dan MEF

Page 78: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201472

sosial akibat pembangunan yang gencar dilaksanakan jika hal tersebut justru menimbulkan dominasi munculnya berbagai efek negati f untuk dirumuskan atau diimplementasikan oleh seluruh stakeholders dari sektor ekonomi dan pertahanan yang ada di negara ini.

Daft ar Referensi

Bank Indonesia (2013), Laporan Perekonomian Indonesia, htt p://www.bi.go.id/, diunduh tanggal 11 Agustus 2014

Basri, Faisal (2014), Pelaku Bisnis tetap Opti mis, Justru Pemerintah yang Pesimis, htt p://swa.co.id/, diunduh tanggal 12 Agustus 2014

Blanchard, Olivier (2009), Macroeconomics : Aggregate Output Massachusett s Insti tute of Technology, Pearson Educati on Inc., USA

Biro Pusat Stati sti k (2013), Stati sti k Ekonomi dan Perdagangan, htt p://www.bps.go.id/, diunduh tanggal 11 Agustus 2014

Breeze, Gerald (1969), Urbanizati on in Newly Developing Countries, Prenti ce Hall, New Delhi

Herlianto, M. (1986), Urbanisasi dan Pembangunan Kota, Penerbit Alumni, Bandung, 1986

Kuntoro-Jakti , Dorodjatun (2012), Menerawang Indonesia, Pada Dasawarsa Keti ga Abad ke-21, Pustaka Alvabet, Jakarta

Oberman, Raoul, dkk. (2012), Mc Kinsey Global Insti tute, The archipelago economy: Unleashing Indonesia's potenti al, http://www.mckinsey.com/insights/asia-pacific/the_archipelago_economy, diunduh tanggal 3 April 2012

Page 79: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

73Edisi Oktober 2014

Parkin, Michael, Economics : Measuring GDP and Economic Growth, Chapter 21, University of Western Ontario, Pearson Educati on Inc., 2010

Suahasil, Nazara (2013), Materi Perkuliahan Comparati ve Economic & Perspecti ves, A Look Into to The Future of Indonesia, Universitas Pertahanan Indonesia

Tjiptoherijanto, Prijono (2012), Materi Perkuliahan Economics & Nati onal Resilience : Kemiskinan, Universitas Pertahanan Indonesia, Jakarta.

Trading Economics (2014), Indonesia-Tingkat Pengangguran, h t t p : / / i d . t r a d i n g e c o n o m i c s . c o m / i n d o n e s i a /unemployment-rate, diunduh tanggal 12 Agustus 2014

Page 80: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201474

OlehKapten Tek Y. H. Yogaswara

(Pama Dislitbangau, Kandidat Doktor Aerospace Engineering, KAIST - Korea Selatan)

Prospek Pengembangan Teknologi Peluru Kendali

Permukaan ke Udara di Indonesia1

T idak dapat disangkal lagi bahwa perkembangan terpenting dalam sejarah

peperangan pada abad ke-21 adalah munculnya senjata presisi (precision weapon)2. Sebagaimana disampaikan oleh akademisi dan prakti si militer Amerika, Mayor General J. F. C. Fuller, presisi

merupakan satu dari lima sifat penti ng persenjataan lainnya, yaitu jarak jangkau, kekuatan penghancuran, volume penembakan dan pengangkutan (precision, range of acti on, striking power, volume of fi re and portability) (Fuller, 1945). Serangan presisi merupakan suatu serangan yang efekti f dan efi sien untuk menghancurkan

1 Tulisan ini merupakan bagian yang telah dikurangi dan disesuaikan untuk keperluan publikasi dari naskah lengkap dengan judul “Sintesa Rancangan Peluru Kendali Permukaan-Ke-Udara untuk Sistem Pertahanan Udara Nasional”. Naskah lengkap tersebut dipublikasikan dan mendapat penghargaan sebagai Juara I dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Prajurit/PNS TNI Tahun 2013. 2 Istilah presisi lebih sesuai digunakan daripada akurat dalam menggambarkan kemampuan senjata untuk dapat mengenai sasaran secara konsisten berkelompok pada satu ti ti k.

Edisi Oktobrt 201474

Page 81: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

75Edisi Oktober 2014

suatu sasaran spesifi k dan mengurangi kerusakan selain target yang ditentukan. Ciri khas senjata presisi adalah adanya sistem pemandu dan kendali yang memungkinkan senjata tersebut memanipulasi trayektorinya menuju sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena kekhasannya tersebut, senjata presisi ini dikenal juga dengan isti lah senjata berpemandu (guided weapon). Peluru kendali (missile) merupakan salah satu jenis senjata pemandu berpropulsi mandiri dengan berbagai platf orm peluncuran dan sasaran.

Peluru kendali permukaan-ke-udara (surface-to-air missile - SAM) merupakan jenis peluru kendali yang diluncurkan dari platf orm permukaan bumi baik di darat maupun kapal laut atas air dengan sasaran wahana udara dalam penerbangannya. Peluru kendali ini dirancang untuk menghancurkan pesawat maupun peluru kendali peluru musuh yang berada dalam jangkauannya dalam operasi pertahanan udara. Dalam angkatan bersenjata modern, peluru kendali permukaan-ke-udara telah memperkuat bahkan mengganti kan fungsi senjata meriam penangkis serangan udara dengan peningkatan kemampuan pertahanan yang signifi kan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sewajarnya haruslah memiliki sistem pertahanan udara yang unggul. Penggelaran peluru kendali pertahanan udara di daerah perbatasan dan lokasi strategis pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan pertahanan negara dari ancaman. Pada sisi yang lain, ti ngkat kesiapan teknologi (technology readyness level - TRL) bidang peluru kendali di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih belum tersentuhnya teknologi kunci dalam pengembangan peluru kendali. Teknologi kunci dalam pengembangan peluru kendali diantaranya adalah teknologi propulsi, pemanduan dan kendali, serta proses perancangan yang terintegrasi. Mengingat semakin pesatnya perkembangan teknologi wahana udara di kawasan regional maupun dunia, peluru kendali permukaan-ke-udara merupakan ti ti k tolak yang penti ng dalam mengawali peningkatan penguasaan teknologi pertahanan secara umum. Pada akhirnya, penguasaan teknologi peluru kendali akan meningkatkan efek penangkalan, menstabilkan kondisi perekonomian dan politi k, serta memperbesar kewibawaan bangsa.

Page 82: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201476

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti an dan pengembangan peluru kendali adalah suatu keniscayaan bagi Indonesia, bangsa yang harus memiliki visi sebagai negara unggul di kawasan Asia Pasifi k. Kebijakan pemerintah ini diperkuat dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025 (MP3EI), dimana alat utama sistem senjata (alutsista) termasuk kedalam 22 kegiatan ekonomi utama. Pengembangan kegiatan alutsista hingga tahun 2025 menekankan pada peningkatan pemenuhan kebutuhan alutsista/sarana pertahanan TNI dan Almatsus Polri dalam rangka menjaga suasana aman kondusif bagi berkembangnya sektor ekonomi (Menko Perekonomian RI, 2011). Hal tersebut telah didukung oleh Agenda Riset Nasional tahun 2011 – 2014 yang dicanangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi RI dan Dewan Riset Nasional berupa agenda riset bidang teknologi pertahanan dan keamanan dalam topik rancang bangun dan rekayasa roket dan peluru kendali (Menteri Ristek RI, 2010). Namun pada sisi lain, kajian awal terhadap prospek pengembangan teknologi ini sangat dibutuhkan untuk mengukur aspek-aspek kuncinya. Terukurnya aspek-aspek kunci dalam kajian pengembangan teknologi peluru kendali ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam eksekusi teknis maupun non-teknis.

Landasan FormalPenguasaan wilayah udara bagi Negara Kesatuan Republik

Indonesia mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Untuk dapat mempertahankan wilayah udara nasional, maka secara formal dilaksanakan Operasi Pertahanan Udara yang dilaksanakan secara terus-menerus, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Operasi pertahanan udara adalah Operasi Gabungan TNI yang bersifat khusus dengan unsur pertahanan udara TNI AU sebagai kekuatan utama dibantu oleh unsur Angkatan dan instansi sipil yang memiliki kemampuan pertahanan udara serta digunakan secara terpadu (Panglima TNI, 2003).

Kondisi media udara sebagai ruang gerak menciptakan karakteristi k khas bagi sistem senjata udara yang meliputi

Page 83: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

77Edisi Oktober 2014

kecepatan, daya capai dan kekenyalan. Kekhasan ini dapat menimbulkan ancaman bilamana dimanfaatkan oleh musuh untuk mencapai tujuan mereka. Secara umum, ancaman udara adalah seluruh wahana udara asing berawak maupun ti dak berawak yang mengancam kedaulatan nasional, melanggar wilayah udara nasional, melanggar ketentuan zona identi fi kasi pertahanan udara (air defense identi fi cati on zone - ADIZ) dan melanggar ketentuan penerbangan di wilayah udara nasional. Penanganan terhadap ancaman udara dilaksanakan memalui pola operasi pertahanan udara nasional dalam berbagai pola penanganannya.

Pada prinsipnya, segala ancaman udara harus dihancurkan atau dinetralisasi sebelum mampu melaksanakan serangan ke sasaran yang dituju. Agar ancaman udara dapat dihancurkan sebelum mencapai sasaran, maka operasi pertahanan udara harus dapat menjangkau sampai keluar wilayah udara yurisdiksi nasional. Berdasarkan kemampuan alat utama sistem senjata pertahanan udara, maka sistem pertahanan udara disusun sebagai berikut (Kepala Staf Angkatan Udara, 2007):

1) Pertahanan udara area. Pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan unsur pesawat tempur sergap sebagai penindak. Dimensi wilayah pertahanan udara ditentukan oleh aksi radius pesawat tempur sergap yang dioperasikan. Sistem ini memperti mbangkan letak objek vital nasional di suatu wilayah pertahanan udara area. Di dalam suatu wilayah pertahanan udara area dapat dilaksanakan beberapa pertahanan udara terminal.

2) Pertahanan udara terminal. Pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan unsur peluru kendali jarak sedang sebagai alat penghancur. Dimensi wilayah pertahanan udara terminal ditentukan oleh jarak jangkauan efekti f peluru kendali jarak sedang yang dioperasikan. Apabila peluru kendali jarak sedang belum berfungsi (belum ada), maka pertahanan udara terminal dapat dilaksanakan dengan menggunakan pesawat tempur sergap. Dengan memperti mbangkan banyaknya objek vital nasional di suatu wilayah pertahanan udara terminal, maka dalam satu wilayah tersebut dapat dilaksanakan beberapa pertahanan udara ti ti k.

Page 84: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201478

3) Pertahanan udara ti ti k. Pertahanan udara yang dilaksanakan menggunakan unsur peluru kendali takti s dan meriam pertahanan udara sebagai alat penghancur. Dimensi wilayah pertahanan udara terminal ditentukan oleh jarak jangkauan efekti f peluru kendali takti s dan meriam pertahanan udara yang dioperasikan.

Gambaran umum peluru kendali Peluru kendali (missile) adalah sistem senjata berpemandu

dengan propulsi mandiri (self-propelled guided weapon system). Fokus pada subjek peneliti an ini, peluru kendali permukaan-ke-udara adalah peluru kendali yang khusus ditujukan untuk menghancurkan ancaman berupa sasaran udara dalam rangka mempertahankan aset permukaan dari serangan udara baik dari pesawat maupun peluru kendali lawan. Peluru kendali ini dirancang untuk memenuhi persyaratan operasional tertentu. Berbagai persyaratan menuntun pada ukuran dan susunan fungsi yang berbeda. Perbedaan-perbedaan antara sistem peluru kendali pada akhirnya menghasilkan variasi dalam implementasi pelacakan (tracking) dan konsep pemanduan. Secara umum, peluru kendali terdiri beberapa subsistem, yaitu: seeker, guidance, autopilot, control, fuzing and arming, hululedak, propulsi dan airframe sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1. Peluru kendali tertentu ti dak mengadopsi seluruh subsistem tersebut menyesuaikan fungsi dan performa yang dibutuhkannya.

Gambar 1. Segmen komponen utama peluru kendali (Strickland, 2011)

Page 85: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

79Edisi Oktober 2014

Untuk keperluan pencegat (intercept), sistem pemandu homing biasa digunakan pada peluru kendali permukaan-ke-udara maupun udara-ke-udara. Homing guidance merupakan proses pemanduan yang dapat menentukan parameter posisi dari sasaran relati f terhadap pengejar dan dapat memformulasikan perintah kendali untuk memandu dirinya sendiri menuju sasaran. Pada prakti knya, homing merupakan salah satu metode panduan khusus yang memerlukan pemilihan, identi fi kasi dan pengejaran sasaran melalui karakteristi k khas tertentu dari sasaran. Karakteristi k khas yang dapat digunakan untuk identi fi kasi sasaran diantaranya adalah panas, suara, cahaya atau refl eksi sinyal radar dari sasaran yang digunakan sebagai sumber informasi untuk mengarahkan peluru kendali pada sasaran. Homing guidance diklasifi kasikan menjadi ti ga kelompok utama, yaitu panduan akti f, semiakti f dan pasif sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2. Panduan akti f merupakan panduan dimana transmiter dan receiver berada dalam peluru kendali. Panduan semiakti f adalah peluru kendali yang memilih dan mengejar sasaran mengikuti energi dari sumber diluar, seperti pantulan sinyal radar. Panduanpasif adalah peluru kendali yang dirancang untuk mendeteksi sasaran berdasarkan radiasi alami yang dipancarkannya seperti gelombang panas, gelombang cahaya dan gelombang suara.

Gambar 2. Sistem panduan homing (Siouris, 2004)

Active: Missile carries source of radiation onboard

Semi-Active: Missile uses external, controlled source of radiation

Passive: Missile uses external, uncontrolled source of radiation

Illuminating signal

Signature

Illuminating signal

Return

Page 86: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201480

Teknologi Peluru Kendali Indonesia Saat iniKekuatan peluru kendali yang dimiliki TNI saat ini masih sangat

terbatas dengan mengandalkan peluru kendali hasil pengadaan dari produsen luar negeri. Khusus kekuatan peluru kendali permukaan-ke-udara, sistem pertahanan udara nasional hanya diperkuat oleh peluru kendali permukaan-ke-udara takti s jarak pendek. Peluru kendali ini hanya untuk sasaran keti nggian rendah dalam pertahanan jarak jangkau terdekat. Peluru kendali permukaan-ke-udara untuk pertahanan udara terminal dengan kemampuan jarak sedang untuk pengamanan wilayah terhadap ancaman pesawat atau peluru kendali lawan pada pada keti nggian 10 km dan jarak 100 km (Asrena Kasau, 2012) hingga saat ini belum dimiliki. Dalam penggelarannya, operasi pertahanan udara terminal dan pertahanan udara area seluruhnya ditanggulangi oleh pesawat tempur sergap. Ditengah keterbatasan jumlah dan kemampuan pesawat tempur dibandingkan luas wilayah yang harus di pertahankan, maka beban pertahanan udara ganda tersebut dapat menurunkan efekti vitas dan efi siensi operasi.

Peluru kendali permukaan-ke-udara yang dimiliki Indonesia tersebut adalah peluru kendali Grom yang dioperasikan TNI AD, Mistral TNI AL dan QW-3 TNI AU. Tabel 1 menguraikan perbandingan spesifi kasi masing-masing peluru kendali tersebut.

Tabel 1. Spesifi kasi peluru kendali Grom, Mistral dan QW-3

Parameter

SistemPemandu

Pasif inframerah Pasif inframerah Semiakti f laser

Mekanisme detonasi

Contact Laser proximity or impact

Impact - proximity

Propelan Solid motor rocket Solid motor rocket Solid motor rocket

Keti nggian 3,5 km Informasi ti dak tersedia

4 m - 5 km

Jarak jangkau 5,5 km 6 km 0,8 - 8 km

Kecepatan 650 m/s 800 m/s Diatas 750 m/s

Berat total 16,5 kg 18.7 kg 23 kg

Negara Produsen

Polandia Perancis China

Diameter 72 mm 90 mm 71 mm

PZR Grom (TNI AD) Mistral (TNI AL) QW-3 (TNI AU)

Page 87: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

81Edisi Oktober 2014

Usaha Pengembangan Teknologi Peluru Kendali Secara MandiriUsaha pengembangan teknologi peluru kendali secara

mandiri di Indonesia hingga saat ini belum terealisasi secara konkrit serta terbatas pada aspek kajian dan perancangan konsep. Usaha awal pengembangan roket yang dilaksanakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memberi sedikit pembuka untuk dapat dikembangkan menuju peluru kendali. Perkembangan roket Lapan pada prinsipnya merupakan program sipil yang ti dak memiliki hubungan dalam pengembangan teknologi militer. Roket itu sendiri dikembangkan dalam rangka mendukung usaha menuju kemandirian wahana peluncur satelit (satellite launch vehicle). Selain pengembangan roket ini, pengembangan subsistem lainnya belum dilaksanakan di Indonesia. Berbagai jenis roket telah dikembangkan oleh Lapan. Roket propelan padat yang dikembangkan dan telah diuji coba tersebut diantaranya adalah RX-100, RX-250, RX 320 dan RX-420. Tahap selanjutnya, Lapan sedang mempersiapan untuk pengembangan dan uji coba RX-520 dan RX-550 untuk roket peluncur satelit (satelitt e launch vehicle - SLV) (Wikipedia, 2012).

Dalam bidang pertahanan itu sendiri, bersama dengan PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad dalam lembaga konsorsium di bawah Kementerian Riset dan Teknologi, Lapan berhasil melaksanakan pengembangan roket D320 ti pe RX-1210. Roket ini berhasil diuji coba dan telah diproduksi massal untuk digunakan sebagai motor pendorong untuk roket pertahanan R-Han 122. Roket ini digunakan sebagai roket darat-ke-darat dengan jarak capai hingga 15 km (Wikipedia, 2012). Kemampuan produksi propelan Lapan merupakan modal dasar yang dapat dijadikan batu loncatan menuju teknologi peluru kendali. Diti njau dari aspek teknis, maka peneliti an, pengembangan dan rekayasa peluru kendali permukaan-ke-udara akan memiliki tantangan yang lebih kompleks selain teknologi propulsi. Penguasaan teknologi pemandu dan kendali, seeker, integrasi sistem hingga perang elektronika akan mengantarkan pada pemahaman mendalam tentang peluru kendali.

Page 88: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201482

Gambar 3. Roket RX-420 (Lapan, 2012)dan R-Han (Kompas, 2012) dalam uji

terbang

Strategi Pengembangan Teknologi Peluru KendaliPemilihan peluru kendali permukaan-ke-udara jarak

menengah sebagai unsur penghancur dalam pertahanan udara terminal sebagai objek peneliti an merupakan pilihan yang stategis. Sebagaimana diuraikan di atas, kekosongan alat utama sistem senjata pertahanan udara ada pada unsur peluru kendali permukaan-ke-udara jarak menengah. Wilayah udara nasional saat ini hanya dilindungi oleh unsur meriam pertahanan udara dan peluru kendali permukaan-ke-udara takti s jarak dekat sebagai alat penghancur dalam sistem pertahanan udara ti ti k. Sedangkan unsur pesawat tempur sergap sebagai penindak dalam sistem pertahanan udara area memiliki tugas tambahan dalam pertahanan terminal karena keti adaan peluru kendali jarak menengah ini.

Diti njau dari kebijakan pimpinan, postur TNI AU tahun 2005 - 2024 mengamanatkan untuk penggelaran peluru kendali jarak sedang. Proyeksi dalam 20 tahun mendatang, peluru kendali jarak

ROKET R-HAN 122

“Control law”Perangkat lunakPerangkat keras

“Intelligent com-municati on system”

“Intelligent actuator”

“Intelligent sensors”

Material khususBahan kompositBaja Paduan

Hulu ledak“Propellant”Sistem propulsi

Teknologi SistemKendali

Teknologi Eksplosifdan Propulsi

Teknologi Mekatonik

Teknologi Material

Page 89: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

83Edisi Oktober 2014

sedang direncanakan memiliki 11 baterai yang akan ditempatkan di Jakarta, Pekanbaru, Surabaya, Lhokseumawe, Asahan, Bontang, Kupang, Denpasar, Gorontalo, Ranai dan Morotai (Kepala Staf Angkatan Udara, 2009). Terlepas dari rencana tersebut, kebijakan ini menunjukan bahwa peluru kendali jarak sedang merupakan salah satu prioritas peningkatan kemampuan sistem pertahanan udara nasional. Walaupun pada awalnya peluru kendali ini akan diadakan dari produsen luar negeri, penguasaan teknologi peluru kendali ini pada akhirnya dapat diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan menjadi lebih mandiri.

Peningkatan Kualitas Sumber Daya ManusiaSumber daya manusia memegang peranan sentral dalam

akuisisi teknologi peluru kendali. Manusia sebagai sumber daya merupakan faktor investasi utama dalam suatu organisasi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan baik secara formal, non-formal dan informal. Manusia sebagai bagian dari bentuk investasi dengan disertai upaya peningkatan kualitas secara baik mempunyai kecenderungan suatu bangsa dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan akan maju dan stabil (Dougherty, et al., 1990) (Gunawan, 2011). Dengan dasar tersebut, maka sumber daya manusia yang kompeten dalam bidang terkait merupakan modal utama akuisisi teknologi peluru kendali.

Upaya strategis pengembangan teknologi peluru kendali adalah dengan menempatkan personel dengan pendidikan minimal seti ngkat strata 2 (S2) pada bidang yang sesuai dengan pola full-ti me researcher. Personel ini bertugas untuk mengawaki program akuisisi teknologi peluru kendali pada tahap peneliti an, pengembangan dan rekayasa secara penuh waktu sehingga dapat fokus dalam peneliti an tersebut. Pemilihan personel dengan pendidikan minimal S2 sebagai peneliti ini sesuai dengan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012, kompetensi iptek bidang peneliti an ilmiah baru diberikan kepada peserta didik dalam pendidikan ti nggi seti ngkat S2 sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.

Page 90: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201484

Tabel 2. Konteks dan kompetensi pendidikan ti nggi (UU No 12/2012, 2012)

Pembangunan Sistem Akuisisi Teknologi PertahananSistem akuisisi teknologi pertahanan secara umum

maupun teknologi peluru kendali di Indonesia masih belum dapat terlaksana dengan baik. Salah satu faktor utama yang menghambat akuisisi teknologi pertahanan adalah sistem yang belum mendukung. Teknologi peluru kendali sebagai teknologi pertahanan belum memiliki dasar hukum dan regulasi yang kuat untuk dapat berkembang secara baik. Dasar hukum yang saat ini menaungi teknologi pertahanan adalah Komite Kebijakan Industri Pertahanan disingkat KKIP (Menteri Pertahanan RI, 2010). Komite

Pendidikan

Diploma Pasal 16 (1)

Magister (S2) Pasal 19 (1)

Sarjana (S1) Pasal 18 (1)

Doktor (S3) Pasal 20 (1)

Konteks Kompetensi

Pendidikan vokasi merupakan Pendidikan Tinggi program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan.

Program magister merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembang-kan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi melalui penalaran dan peneliti an ilmiah.

Program sarjana merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah.

Program doktor merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program magister atau sederajat sehingga mampu menemukan, menciptakan, dan/atau memberikan kontribusi kepada pengembangan, serta pengamalan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran dan peneliti an ilmiah

Keahlian terapan

PengembanganIptek melalui penalaran dan peneliti an ilmiah

Penalaran ilmiah (kemampuan peneliti an ilmiah belum diajarkan)

Kontribusi padapengembanganIptek melalui penalaran peneliti an ilmiah

Page 91: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

85Edisi Oktober 2014

ini adalah badan yang bertugas untuk mengkoordinasikan perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional industri pertahanan. Berdasarkan tugas dan fungsi KKIP, maka dapat terlihat bahwa badan ini hanya berfungsi sebagai lembaga perumus, koordinator dan pemantauan industri pertahanan. Fungsi utama dan sentral dari akuisisi teknologi pertahanan yaitu eksekusi program akuisisi dengan berpedoman pada prinsip-prinsip rekayasa sistem sama sekali ti dak dibahas, diatur dan dilembagakan. Sistem akuisisi teknologi pertahanan harus dibangun dan terpusat, dalam hal ini berbentuk lembaga yang langsung di bawah Menteri Pertahanan. Lembaga ini memiliki otoritas dalam penentuan kebijakan-kebijakan akuisisi. Sebagai contoh adalah adanya lembaga Department of Defense Acquisiti on, Amerika; Defense Acquisiti on Program Administrati on (DAPA), Korea Selatan; dan Defense Acquisiti on Council (DAC), India. Secara spesifi k, regulasi akusisi teknologi pertahanan bidang peluru kendali ini harus dapat memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:

a. Proses akuisisi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kementerian Pertahanan maupun TNI membutuhkan barang dan jasa dari kontraktor, pemasok atau sumber lainnya untuk digunakan dalam kegiatan operasi dan lati han. Proses mendapatkan barang dan jasa tersebut disebut sebagai akuisisi. Akusisi itu sendiri memiliki pengerti an luas yang ti dak hanya membeli barang atau menyewa jasa. Akusisi meliputi perancangan, rekayasa, konstruksi dan manufaktur, uji coba dan evaluasi, penggunaan, perawatan dan penghapusannya (Schwartz, 2013). Bercermin pada sistem akusisi pertahanan (defense acquisiti on system - DAS) yang berlaku di Amerika, proses akuisisi menggunakan "milestone" (tonggak) untuk mengatur dan menjaga program akuisisi sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 4. Pada seti ap milestone, sebuah program harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan tertentu sebelum program ini dapat melanjutkan ke tahap berikutnya dalam proses akuisisi. Terdapat ti ga milestone dalam proses akuisisi, yaitu:

1) Milestone A : inisiasi pengembangan teknologi.2) Milestone B : inisiasi pengembangan rekayasa dan

manufaktur.3) Milestone C : inisiasi produksi dan pengiriman.

Page 92: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201486

Secara formal, seti ap milestone yang ditentukan dan diputuskan dalam forum yang diselenggarakan lembaga pemerintah yang berwenang. Dalam prakti knya, Departemen Pertahanan Amerika memiliki Milestone Decision Authority (MDA) dalam menentukan seti ap acuan dari sistem yang dikembangkannya dan diimplementasikan dalam proses akuisisi sebagai acuan Milestone A, B dan C.

Gambar 4. Milestone pada proses akuisisi (Schwartz, 2013)

b. Rekayasa sistem. Rekayasa sistem (system engineering) perlu dijadikan landasan dalam melaksanakan penelitian sehingga proses perancangan, manufaktur dan pengujian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Rekayasa sistem ini adalah kumpulan konsep, pendekatan dan metodologi, serta alat-alat bantu untuk merancang dan menginstalasi sebuah sistem kompleks. Proses siklus hidup dari suatu sistem (the system life-cycle process) pada dasarnya terdiri dari beberapa rangkaian proses sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 5, yaitu (Blackhard, et al., 1990):

1) Perancangan konsep (conceptual design)

3) Perancangan awal (preliminary design)

4) Perancangan rinci (detail design and development)

● The Materiel Development Decision precedes entry into any phase of the acquisition management system

● Entrance criteria met before entering phase

● Evolutionary Acquisition or Single Step to Full Capability

Technology Opportunities & Resources

User Needs

MaterielSolutionAnalysis

MaterielDevelopmentDecision

TechnologyDevelopment

Engineering andManufacturingDevelopmentPost-PDR A

Post-CDR A

Production &Deployment

FRPDecisionReviewLRIP/IOT&E

Operations &Support

SustainmentPre-Systems Acquisition

= Decision Point

A B(ProgramInitiation C IOC FOC

= Milestone Review = Decision Point if PDR is not conducted before Milestone B

System Acquisition

Page 93: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

87Edisi Oktober 2014

5) Produksi atau konstruksi (Producti on or constructi on)

6) Penggunaan dan dukungan (uti lizati on and support)

7) Penghapusan dan penghancuran (phaseout and disposal)Berdasarkan siklus hidup sistem, maka peneliti an merupakan proses awal dari seluruh siklus, yaitu perancangan konsep. Pada proses ini dilakukan studi kelayakan (feasibility) dan perencanaan produk ti ngkat lanjut (advanced product planning).

Gambar 5. Proses siklus hidup sistem (Blackhard, et al., 1990)

c. Spektrum metode peneliti an. Peneliti an peluru kendali yang melibatkan proses perancangan sistem sangat ditentukan oleh interaksi dari seluruh subsistem yang membangunnya. Seti ap komponen subsistem harus dapat menjalankan fungsinya secara baik serta terintegrasi menjadi satu sistem peluru kendali yang harus seimbang dan ditata untuk performa terbaik. Gambar 6 mengilustrasikan spektrum metode untuk menentukan performa peluru kendali.

Defi niti on of Need Preliminary Design (Advance Development)

Detail Design and Development

Research

Conceptual Design● Feasibility study (a) Needs analysis (b) System operati onal

requipments (c) System maintenance

concept

● Advance product planning (plans and specifi cati ons)

(1)

(3)

(2)

(4)

(5)

(6)

System funti onalanalysis

● Functional requirements● System oprational functions● System maintenance

functionsSystem analysis-identification ofalternative functionsand subfunctions

System-product design

● Detail design of functional system (prime equipment

and software)● Detail design of system logistic support elements● Design support functions● Design data and documentation● System analysis and evaluation● Design review

System-prototypedevelpoment

● Development of system prototype model

● Development of system logistic support

requirements

System-prototypetest and evaluati on

● Test preparation● Testing of prototype

system and equipment● Test reporting● System analysis and

evaluation● Modifications for

corrective action

Producti on and/or Constructi on

● System assessment-analysis and evaluation

● Modifications for corrective action

Uti lizati on and Support

● System assessment, analysis and evaluation

● Modifications for corrective action

Phasseout and Disposal

Preliminary synthesisand allocati on of

design criteria● Allocation of

performance factors, design factors, and effectivensis

requirements● Allocation of system support requirementsSystem analysis

Systemopti mizati on

● System and sub-system trade-offs and evaluation of alternatives

● System and subsystem analyses

● Preliminary design - performance,

configuration, and arrangement

of chosen system (analyses, data,

physical models, testing, (etc)● Detail specification(s)

Feedback loop

Feedback loop

System synthesisand

defi niti on

Page 94: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201488

Gambar 6. Spektrum metode penentuan performa peluru kendali (Strickland, 2011)

Sumbu horizontal pada gambar tersebut diatas menunjukan semakin ti nggi nilai kepercayaan terhadap data yang dihasilkan dan semakin besar anggaran yang diperlukan. Pada teknik analisa sederhana dapat memperkirakan performa karakteristi k peluru kendali, seperti jarak maksimum (range) dan waktu terbang (ti me of fl ight). Namun metode ini sangat sulit atau ti dak mungkin untuk dapat memprediksi interaksi seti ap subsistem secara deti l dan akurat. Uji terbang merupakan metode paling terpercaya namun membutuhkan anggaran paling besar. Uji laboratorium dapat memberikan informasi yang terpercaya, namun hanya terbatas pada evaluasi subsistem dengan lingkungan yang diasumsikan. Simulasi komputer memegang peranan yang penti ng dalam mengisi kekosongan antara analisis yang ti ngkat kepercayaan dan anggarannya rendah dengan uji terbang yang ti ngkat kepercayaan dan anggarannya ti nggi. Kekosongan ini dapat dilaksanakan melalui berbagai macam variasi kecanggihan simulasi peluru kendali bergantung pada bagaimana pengguna menginginkan hasil simulasi ini mendekati hasil analisa atau uji terbang.

d. Work breakdown structure. Tidak terlepas dari proses akuisisi dan rekayasa sistem dalam peneliti an peluru kendali, kerangka kerja diperlukan dalam mengelola peneliti an tersebut.

Page 95: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

89Edisi Oktober 2014

Kerangka kerja ini dikenal dengan isti lah work breakdown structure (WBS) yang berfungsi sebagai penghubung antara rencana rekayasa sistem yang dibutuhkan untuk dikembangkan sebelum penentuan seluruh milestone pada program akuisisi yang dijalankan. WBS untuk peluru kendali itu sendiri melibatkan sekitar 110 sistem dan subsistem. Keuntungan penggunaan WBS dalam pengembangan peluru kendali adalah sebagai berikut (MIL-STD-881C, 2011):

1) Memisahkan item materiil pertahanan menjadi bagian-bagian komponennya, menjelaskan hubungan antara bagian-bagian dan hubungan antara tugas dan fungsi satu sama lain hingga produk akhir.

2) Memfasilitasi perencanaan yang efekti f dan penugasan tanggung jawab manajemen dan teknis.3) Membantu pelacakan status upaya teknis, risiko, alokasi sumber daya, pengeluaran serta performa anggaran, waktu dan teknis.

4) Membantu memasti kan bahwa kontraktor ti dak perlu

dibatasi dalam memenuhi kebutuhan barang.

5) Menyediakan pemahaman yang sama untuk seti ap

pihak terkait yang memungkinkan konsistensi dalam pemahaman anggaran dan jadwal.

Integrasi Lembaga Peneliti an Teknologi PertahananDalam sudut pandang penulis, lembaga peneliti an,

pengembangan dan rekayasa teknologi pertahanan khususnya peluru kendali, saat ini masih belum mapan secara keorganisasian maupun perencanaan dan eksekusi program. Pada sisi pengorganisasian, lembaga peneliti an ini terpisah antara ti ngkat Kemhan yang dibina dan dilaksanakan oleh Puslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan serta ti ngkat TNI oleh Dislitbang Angkatan. Terpisahnya lembaga peneliti an pertahanan ini membuka ruang terhadap terjadinya program ganda bahkan pengulangan program antara satu lembaga dengan lembaga yang lain. Salah satu contoh kasus faktual yang terjadi adalah peneliti an pesawat terbang tanpa awak (PTTA/UAV) yang hampir seluruh lembaga melaksanakannya dengan berbagai kegunaan dari mulai misi

Page 96: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201490

target drone hingga surveillance. Kondisi ini pada akhirnya akan menggiring pada pemborosan waktu, biaya dan sumber daya lainnya sehingga kurang mampu memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan teknologi pertahanan itu sendiri.

Pada sisi perencanaan dan eksekusi program, seti ap lembaga peneliti an merencanakan dan menetapkan seti ap programnya masing-masing dengan perti mbangan kebutuhan operasional dan lati han yang sesuai. Selanjutnya upaya sinkronisasi dan sinergi program peneliti an antara Balitbang Kemhan dan Dislitbang Angkatan diwadahi dalam satu rapat koordinasi penyerasian yang terbatas pada aspek koordinasi dan komunikasi antara penentu kebijakan litbang. Upaya ini menjadi kurang berperan karena ti dak dilengkapi kewenangan yang bersifat instruksi penyesuain program dan anggaran yang akan dieksekusi. Alih-alih terciptanya program yang sinkron dan sinergi, penyerasian itu hanya berperan sebagai pusat data program peneliti an. Pada akhirnya, akuisisi teknologi pertahanan yang mapan ti dak dapat dilaksanakan secara fokus dan konsisten yang merupakan syarat mutlak kemajuan.

Upaya strategis dalam opti malisasi lembaga peneliti an teknologi pertahanan ini adalah terintegrasinya potensi dan sumber daya untuk seluruh matra dalam satu lembaga di bawah Kementerian Pertahanan. Lembaga ini memiliki wewenang untuk merencanakan dan mengeksekusi program-program strategis, bukan hanya sebagai lembaga koordinasi antar lembaga litbang. Hubungan antara lembaga ini dengan Dislitbang Angkatan perlu dikaji lebih mendalam terkait kewenangan pelaksanaan jenis-jenis kegiatan peneliti an yang terbagi atas: reproduksi, substi tusi, modifi kasi, reverse engineering atau inovasi baru (Kepala Staf Angkatan Udara, 2007). Hal lain yang ti dak kalah penti ng untuk dikaji adalah penggunaan personel, fasilitas, peralatan dan pendukung peneliti an antar lembaga yang dapat dipasti kan akan saling beririsan satu sama lain.

Melalui lembaga peneliti an yang terintegrasi ini, maka program-program unggulan dapat dicanangkan dalam road map peneliti an untuk dilaksanakan secara fokus dan konsisten. Dengan diawaki oleh personel dengan kualifi kasi yang sesuai, kerjasama perguruan ti nggi dan industri, serta tetap dalam koordinasi lembaga akuisisi, maka lembaga ini dapat memberikan kontribusi

Page 97: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

91Edisi Oktober 2014

signifi kan untuk kemajuan teknologi pertahanan Indonesia khususnya teknologi peluru kendali. Contoh sukses lembaga peneliti an teknologi pertahanan yang terintegrasi dengan hasil peneliti annya yang berkualitas ti nggi diantaranya adalah lembaga Defense Advanced Research Project Agency (DARPA), Amerika; Defense Science and Technology Organizati on (DSTO), Australia; Agency for the Defense Development (ADD), Korea Selatan; dan Defense Research and Development Organizati on (DRDO), India.

KesimpulanPeluru kendali permukaan-ke-udara yang digunakan sebagai

alat penghancur dari seti ap ancaman memegang peranan strategis dalam operasi pertahanan udara. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, maka peluru kendali permukaan-ke-udara yang diperlukan berbanding lurus dengan luas wilayah udara nasional. Keti adaan peluru kendali permukaan-ke-udara jarak sedang untuk memenuhi unsur penghancur dalam sistem pertahanan udara terminal menambah urgensi penguasaan teknologi ini. Pada sisi lain, peluru kendali merupakan teknologi canggih yang memerlukan ti ngkat penguasaan teknologi yang ti nggi pula. Tingginya jumlah kebutuhan dan ti ngkat teknologinya menuntut kemandirian dalam akusisi teknologi peluru kendali dalam waktu secepatnya. Kemandirian akan menghilangkan ketergantungan terhadap negara lain dalam memenuhi kebutuhan pemenuhan peluru kendali melalui program akuisisi teknologi peluru kendali.

Akuisisi teknologi peluru kendali memerlukan usaha yang terintegrasi dari seluruh elemen yang terkait. Prospek pengembangan teknologi peluru kendali dapat tercapai dengan ti ga strategi utama, yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia,pembangunan sistem akuisisi teknologi pertahanan serta integrasi lembaga peneliti an teknologi pertahanan. Keti ga strategi tersebut merupakan syarat utama sehingga seti ap program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan fokus dan konsisten. Pada akhirnya, regulasi pemerintah yang berpihak pada kemandirian, sinergi antara lembaga peneliti an, perguruan ti nggi dan industri terkait akan sangat menentukan keberhasilan penguasaan teknologi peluru kendali secara mandiri.

Page 98: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201492

Daft ar Pustaka

Asrena Kasau Kajian Peluru Kendali (Rudal) Jarak Sedang/Menengah [Book]. - Jakarta : Staf Perencanaan dan Anggaran TNI AU, 2012.

Blackhard B.S. and Fabrycky W.J. System Engeneering and Process 2ed [Book]. - New Jersey : Pentrice Hall Inc, 1990.

Dougherty K and Hammack F Educati onal and Society [Book]. - New York : Harcourt Barce Yovanovich College Publishing , 1990.

Fuller Maj. Gen. J. F. C. Armament and History: A Study of the Infl uence of Armament on History From the Dawn of Classical Warfare to the Second World War [Book]. - New York : Scribner's Son, 1945.

Gunawan Imam Investasi SDM [Online]. - 2011. - htt p://masimamgun.blogspot.com/2011/10/investasi-sdm.html.

Kepala Staf Angkatan Udara Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor Perkasau/36/IX/2007 tanggal 12 September 2007 tentang Buku Petunjuk Teknis TNI AU Tentang Peneliti an, Pengembangan dan Pembuatan Materiil Produk Lokal [Book]. - Jakarta : Mabes TNI AU, 2007.

Kepala Staf Angkatan Udara Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor Perkasau/79/XII/2007 tanggal 13 Desember 2007 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan TNI AU Tentang Operasi Pertahanan Udara [Book]. - Jakarta : Mabes TNI AU, 2007.

Kepala Staf Angkatan Udara Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor Perkasau/98/XI/2009 tanggal 11 November 2009 tentang Postur TNI AU Tahun 2005 - 2024 (Revisi Tahun 2009) [Book]. - Jakarta : Mabes TNI AU, 2009.

Kompas Mandiri dengan R-Han 122 [Online]. - 2012. - htt p://edukasi.kompas.com/read/2012/05/31/02420229/ Mandiri.dengan.R-Han.122.

Lapan Lapan Luncurkan RX-420 dalam Upaya Mewujudkan Roket Pengorbit Satelit [Online]. - 2012. - htt p://www.lapan.go.id/doc_news/rx420.html.

Menko Perekonomian RI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia [Book]. - Jakarta : Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011.

Page 99: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

93Edisi Oktober 2014

Menteri Pertahanan RI Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Industri Pertahanan [Book]. - Jakarta : Kementerian Pertahanan RI, 2010.

Menteri Ristek RI Keputusan Menteri Riset dan Teknologi RI Nomor 193/M/Kp/IV/2010 tanggal 30 April 2010 tentang Agenda Riset Nasional 2010-2014 [Book]. - Jakarta : Kementerian Riset dan Teknologi RI, 2010.

MIL-STD-881C Department of Defense Standard Practi ce: Work Breakdown Structures for Defence Materiel Items [Book]. - Washington DC : US Department of Defense, 2011.

Panglima TNI Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/163/V/2003 tanggal 12 Mei 2003 tentang Operasi Pertahanan Udara [Book]. - Jakarta : Mabes TNI, 2003.

Schwartz Moshe Defense Acquisiti ons: How DOD Acquires Weapon System and Recent Eff ort to Reform the Process [Book]. - Washington DC : Congresional Research Service, 2013.

Siouris George M. Missile Guidance and Control Systems [Book]. - New York : Springer-Verlag, 2004. - 0-387-00726-1.

Strickland Jeff rey Missile Flight Simulati on [Book]. - Colorado : Lulu Inc., 2011.

UU No 12/2012 Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi [Book]. - Jakarta : Sekretariat Negara RI, 2012.

Wikipedia Grom (missile) [Online]. - 2012. - htt p://en.wikipedia.org/wiki/Grom_missile.

Wikipedia Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional [Online]. - 2012. - htt p://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_ Penerbangan_dan_Antariksa_Nasional.

Wikipedia Mistral (Missile) [Online]. - 2012. - htt p://en.wikipedia.org/wiki/Mistral_%28missile%29.

Wikipedia QW-1 Vanguard [Online]. - 2012. - htt p://en.wikipedia.org/wiki/QW-1_Vanguard#QW-3.

Wikipedia R-Han 122 [Online]. - 2012. - htt p://id.wikipedia.org/wiki/R-Han_122.

Page 100: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201494

Adakah Matra Udara Kekuatan Penentu “Richard Nixon benar-benar Pemimpin

yang punya nyali, beda banget dengan Tokoh lawan-Partainya.US Navy Captain John S McCain1

Von CLAUSEWITZ sungguh-sungguh benar, kala mana ia berujar, bahwasanya Perang

adalah Wahana Nasional berujung-hasil Politi k; dan AS, dengan ABAS yang sesungguhnya tak terkalahkan dalam setiap pertempuran di Vietnam, terpaksa mundur dari mandala yang digeluti nya nyaris 10 tahun setelah ti dak lagi memiliki legalitas-Politi k baik di [opini Publik AS] [1] dalam Negeri, maupun dalam

[2] tataran-Internasional lantaran AS sudah ‘menyerahkan’-- via Perjanjian Paris 1972 --, upaya Militer dan Politi knya untuk menahan Vietminh/Vietnam-Utara kepada Sekutunya : Vietnam-Hanoi. Tetapi Sekutu yang dibelanya ‘mati -mati an’2 itu begitu rapuhnya, sehingga

OlehSubagyo Sayogya

(Wartawan Senior/Pemerhati Hankam dan Politik)

Edisi Oktobrt 201494

1 Captain [= Kolonel ALAS] John S. McCain adalah Pilot yang pesawatnya ditembak jatuh di Vietnam Utara, ia cedera-tetap, ditawan dan mengalami sejumlah penyiksaan. Setelah Perdamaian Paris ia dibebaskan, cacat-tetap, di kemudian hari menjadi Senator AS. Ia dikenal dengan kriti k-kriti knya yang tajam-obyekti f. Ayah dan Kakeknya [John S. McCain Jr & Sr.] adalah Laksamana bintang empat ALAS. McCain adalah Keluarga Militer : dua puteranya juga di ALAS, seorang di Korps Marinir AS.2 Lebih 50 ribu Perajurit ABAS gugur sungguhan, dalam hampir 10 tahun AS. Sekedar perbandingan, dalam empat tahun Perang Dunia II, 450 ribu lebih Perajurit AS gugur.

Page 101: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

95Edisi Oktober 2014

dalam waktu dua tahun setelah masa ‘damai’ singkat Perjanjian ‘Damai’ tersebut, runtuh total di tahun 1975.

Pentagon dan Washington sebenarnya mengajukan dipangkalkannya dua Wing AUAS di Viet-Sel, katakanlah sebagai Politi cal-banner dan modal-Militer keberadaan ABAS di sana; akan tetapi Kongres AS menolak usulan itu; Vietnam sudah ‘ditutup buku’ dalam kepentingan AS. Sedangkan daya dan prestasi Militer AUAS, di tangan Kepemimpinan Politi k yang berwawasan Politi k-brilyan dan teguh sesungguh-sungguhnya [masih] amat-efekti f dan menentukan. [Para Jenderal AUAS dan ABAS memiliki kedua hal itu : ‘cukup’ brilyan dan teguh, akan tetapi ti dak semua atasan Politi knya, terutama Menteri Pertahanan dan Presiden, plus Tokoh-tokoh Kongres, memiliki kedua hal itu.]

Beruntung bahwa dalam Perang Akbar Dunia II ABAS memiliki Presiden Roosevelt, kemudian Truman, dan di Perang Vietnam memiliki Nixon yang brilyan dan teguh, walau kemudian kesandung kasus Watergate dan jatuh. Dalam Perang Dunia II Roosevelt ‘menantang’ AUAS3 menggelar serangan-berani-dan-tajam, dan lahirlah The Tokyo Raid pimpinan Kol. Doolitt le yang amat besar dampak Politi knya, kendati pun hasil Militernya minimalis. Sedangkan Truman mem-fi at gelar Bom Atom dan total-langsung-efekti f menyetop Perang Asia-Timur-Raya dengan Jepang; dan walaupun begitu pahitnya, dengan begitu menghenti kan jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak. Tak semua Kepala Negara memiliki nyali seperti itu dalam mengambil keputusan-keputusan akbar, kriti s, teramat penti ng, yang seringkali kontroversial. Menjelang akhir Perang Dunia II USAAF itu, dan ini berkat dukungan dan persetujuan Roosevelt juga, yang nyaris lumpuh kaki oleh penyakit yang membawanya meninggal; meningkat begitu besar formatnya bagi gelar global, hingga bak Angkatan dalam Angkatan.

USAAF membesar dan berkembang begitu cepat, dengan mengambil peran Militer global. Sedangkan, adalah Presiden Richard “Dick”Milhous Nixon yang [1] mengakomodasi Rencana Operasi Linebacker II dan [2] mem-fi at gelarnya, membom Ibukota

3 Waktu itu masih USAAF [= US Army Air Force] bagian ADAS. Pemisahannya menjadi sebuah Angkatan mandiri [dari US Army] dilakukan di tahun 1947.

Page 102: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201496

Hanoi dan Kota Bandar-laut Utama Haiphong, dalam pemboman 24 jam yang hebat, terus-menerus [19 hingga 30 Desember 1972], yang riel membawa dan memaksa Pemerintahan Vietminh balik-ke-dan-menyetujui Perundingan Paris. Langkah berani politi knya [3] mendapat tentangan Lawan-lawan Partai yang mengkhawati rkan pecahnya Perang Dunia III, akibat langkah Strategik ini.

Sejumlah Tokoh Dunia yang mengkhawati rkan Perang Dunia III4 meletus sebab aksi itu, mesti menelan kedunguan, ‘salah-hitung’ dan ketakutannya sendiri. Operasi Militer di bawah AUAS“ Linebacker II”, layak dinilai strategik dominan menjadi penentu dalam, politi s, memaksa Hanoi kembali ke perundingan.

Kendati pun demikian, tetap senanti asa layak untuk : dengan mendasar senanti asa berupaya memahami makna penentu Strategik-tempur daya-matra-udara, dalam Operasi Gabungan Matra Militer.

Dalam kebanyakan kasus konfl ik Militer, Takti s maupun Strategik, menyimak dan menilainya mesti sedapat-dapatnya : cermat, hati -hati dan obyekti f, lantaran rasa ‘superioritas’ maupun ‘rivalitas’ Matra tetap menghantui bahkan di Organisasi Militer yang ‘paling’ nsure ional dan maju sekalipun.

Dalam “Operasi Neptune Spear” ABAS, adalah : Team Six US Navy SEAL yang digelar sebagai nsure-darat operasi itu, dan bukan Tim Delta ADAS, banyak dibatasi oleh kebutuhan riel, bahwa Unit Angkut-Serbu Helikopter serbuan itu adalah Unit “The Night Stalker” ADAS; seakan-akan agar AD ti dak menerima ‘dua kursi peran’ di operasi ybs. AUAS sendiri diberi dan mengambil peran Takti s amat pelik dalam mengamankan jalur udara ratusan kilometer, masuk jauh ke nyaris ke tengah wilayah udara Pakistan, dan lolos via arah ke Samudera Hindia, untuk balik ke basis-operasi di Afghanistan. Cuma USMC, Matra paling kecil di ABAS, yang [mungkin] hanya diberi peran keterlibatan di penugasan Staf.

4 Sebab khawati r : Rusia dan Cina bakal ikut campur.

Page 103: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

97Edisi Oktober 2014

Mitchell, Douhet, Trenchard, Linebacker II, Perang Teluk IAdalah khususnya Billy Mitchel, Douhet dan Trenchard,

para Penggagas awal Daya Matra Udara, para Bapak Doktriner yang alhasil membawa ke status kemandirian fungsi gelar Matra, dalam makna ; [1] spesifi k mandiri dari kebutuhan gelar sebuah Matra lain, tetapi [2] tetap menjadi bagian fungsional Operasi Gabungan Matra-matra. Sedangkan Operasi Linebacker II Strategik dirancang dan digariskan gelarnya, sedemikian Perundingan Paris yang sedang berjalan dan belum berkesimpulan, dihenti kan sepihak oleh Delegasi Vietminh di bawah Le Duc Tho. Linebacker II mengerahkan Sekretaris Pers Gedung Puti h Ronald Zigler mengatakan, bahwa Linebaker II bakal, atas perintah Presiden/Panglima Terti nggi, dihenti kan bilamana [1] seluruh Tahanan Perang AS dibebaskan, dan [2] Perundingan Perdamaian dilanjutkan.

Mendasar baik Mitchell, Douhet maupun Trenchard, menggagas kemandirian dan peran Strategik Matra Udara lantaran dipandang Matra ini dengan begitu : bakal [lebih mampu] berperan sebagai penentu [decisive power]. Suatu hasilan yang

Page 104: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 201498

ti dak dengan sendirinya terjadi, akan tetapi mesti terukur riel diperti mbangkan [berlandas begitu banyak parameter, a.l. : teknologi Alat-alat Utama Senjata], dirancang-disusun cerdas-cermat, dalam paradigma5 Operasi Gabungan Matra.

Rivalitas6 antar Matra-Angkatan yang ‘alamiah’ terjadi, dapat menjadi penyulit. Akan tetapi AB modern yang professional, dengan Panglima dan Komandan dapat meredam problema ini. Lati han-lati han Gabungan yang dirancang apik dan ruti n digelar bisa meraih itu.

Daya Matra Udara riel memiliki kekuatan signifi kan dalam bagian melaksanakan gelar tempur gabungan : [1] kecepatan gerak, [2] jarak jelajah/jangkau-serbuan, [3] fl eksibilitas daya gempur, [4] daya-serbu/fi repower dan daya-rusak dan [5] presisi-serbuan, menjadikannya Matra mampu, multi -kemampuan dan penti ng peran-gelarnya. Akan tetapi bagaimanapun, Daya Matra Udara juga memiliki pelbagai keterbatasan, misal : [6] sejumlah upaya anti dari Lawan, Sistem-Jaringan Pertahanan Udara, [7] faktor maupun wujud halangan alam, cuaca dan si-kon geografi s

Catatan Tabel : Pembom B-52 dirancang-dan-dibuat dtahun 1952-an. Lantas mengalami perbaikan-perawatan Kemudian modifi kasi berulang kali, akan tetapi tak lagi diproduksi semenjak itu; sehingga layak apabila sejumlah Jenderal AUAS, khawati r Tugas-gelar di medan Vietnam bakal mengurangi jumlah Pembom B-52, sebagai bagian Triad-Nuklir ABAS yang mesti disiagakan 24 jam penuh menghadapi USSR.

PEMBOM B-52 MENJATUHKAN IRON-BOMBS TINGGI DI ATAS SASARAN.

5 Dalam bentuk Rencana Operasi Gabungan Matra.6 Seperti ‘laten’ bahkan di AB modern, profesional dan yang amat maju teknologinya sekalipun. Loyalitas kepada Sumpah/Kredo yang satu, kepada tujuan Strategik bersama, manajemen yang baik di Komando atas berikut eselon-eselon di bawahnya; mampu mengurangi ekses negati f rivalitas itu,

Page 105: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

99Edisi Oktober 2014

yang tak bersahabat dan sulit yang bisa [8] dimanfaatkan Lawan, dan menguatkan efek dengan proteksi Pasukan dan kamufl ase; bakal mengurangi efekti vitas dayanya. Dalam sejumlah pengalaman gelar, Daya Matra cukup tergantung selain kepada [9] kemajuan Teknologi Alat-alat Utama Sistem Senjata, [10] informasi Intelijen yang cepat tetapi akurat, sebuah persyaratan yang memang berat direalisasi, [11] akan tetapi vital dalam Perencanaan Operasi. Di gelar gabungan Matra ABAS “Desert Storm”, dalam gelar AUAS yang cepat dan ‘cukup’ efekti f, toh tak semua sasaran Strategik penti ng mampu dihancurkan, oleh sebab Intelijen [Gabungan] ABAS ti dak mampu gelar produkti f secepat Operasi-operasi Matra Udara. Malahan terkadang ganjil, bahwasanya evaluasi terhadap efek serbuan udara, juga kadang problemati k dan perlu solusi baru. Panglima “Desert Storm” Jenderal Schwarzkopf, yang kesal pada kelambanan Intelijen Gabungan, dalam memoarnya memberi contoh : bahwa pemboman atas jembatan Sungai Eufrat yang menyebabkan sebuah ti ang utama hancur dan jembatan miring tak dapat dilewati kendaraan Militer apapun, toh dinilai Intelijen sebagai 25 % berhasil dengan masih membutuhkan serbuan lanjutan. Schwarzkopf mengintervensi : cukup dan tak butuh serbuan lanjutan. Pada dasarnya Sang Panglima berkesimpulan : dengan kesimpulan yang tak tepat, bakal diboroskan sumber daya Militer tanpa perlu, dengan membahayakan jiwa Pilot dan Awak Udara.

Supremasi Udara yang seringkali mesti direnggut dengan gelar menghadapi kekuatan Militer gabungan Lawan, bakal membuka peluang Strategis bagi kekuatan gabungan Militer sendiri untuk bertempur di bawah ‘langit cerah’, dengan nyaris sebesar-besarnya membuka peluang untuk menang Strategik secara menentukan [= dhi. decisive]. Sejarah Militer Perang Udara modern memaparkan, bahwa dalam banyak kasus keunggulan Udara Strategik harus diraih dalam [1] pertempuran cepat, [2] terukur dalam daya cukup besar untuk efekti f-menentukan, dalam [3] serangan pendadakan. Barangtentu kerahasiaan Rencana Operasi/Renops menjadi keniscayaan.

Sebagai rujukan, dan ini nyaris menjadi maxim Militer di mana-mana, Doktrin ADAS menyebut bahwasanya: pengendalian

Page 106: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 2014100

dan gelar Daya Udara, senanti asa mempengaruhi jalan gelar Operasi Militer; dengan efekti vitas gelar Daya Udara pada kenyataannya, dapat menentukan hasil akhir dari sebuah Kampanye Militer dan Pertempuran. Dan bilamana sebuah Negara kehilangan Kekuatan Udaranya di zaman menentukannya Supremasi Udara [dalam si-kon Konfl ik Militer Nasional], maka Negara itu bakal pula kehilangan kemampuan prerogati f-Nasionalnya, dan apabila sebuah Negara-modern dengan daya-teknologi yang memadai kehilangan Daya Udaranya, maka “ia” rawan terhadap Lawan yang dapat menghantamnya dari Udara nyaris sekehendaknya.

Perang Teluk Persia I [tahun 1990-91], dalam mana [ganjil sebagai adanya] AU-Irak ‘diungsikan’ atas perintah Saddam Husein, ke Iran, Negara yang diserbu-dan-Perang dengannya selama delapan tahun. AU-Irak lumpuh total, maka AUAS dan AU-Koalisi pimpinan AS, segera saja menjebol Pertahanan Udara7 dan menghantam semua sasaran Strategik, tanpa terbendung. Kebanyakan Analis Militer sepakat bahwa gempuran hebat Daya Udara ini yang menjadikan gelar Daya Matra Darat Koalisi,[pimpinan Jenderal Schwarzkopf sebagai Panglima Kawasan, dan Jenderal Colin Powell, Ketua Gabungan Kepala Staf ABAS8] cukup lima hari Perang saja. Nyaris serupa, terjadi dalam Perang Enam-Hari Arab-Israel di tahun 1967, yang setelah ‘payung’ Pertahanan jaringan SAM AB-Mesir khususnya bobol oleh serangan berani Unit-unit Komando dan Raiders AD-Israel , AU-Israel9 menyerang cepat dan menentukan di ti ti k-ti ti k pilihan Strategik tepat. Maximnya di kedua Perang itu nyaris sama, bahwa serbuan Strategik meski digelar [1] cepat dan [2] Strategik menentukan.

7Dengan gelar Satuan Khusus AUAS di bawah Kol. Udara Alfred Gray, yang setelah Perang Teluk usai dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal. Walau konsep gelar dan kendalinya di AUAS, Kol. Gray menyertakan sejumlah Unit Heli Tempur ADAS. 8 Keduanya Jenderal ADAS, yang ‘terpengaruh’ oleh pemikiran Strategik yang brilyan-inovati f Kol. Udara John Warden, yang ‘terlalu’ brilyan, hingga mesti mengajukan pensiun dini [tetap] sebagai Kolonel .9 Di bawah Mayjen Ariel ‘Arik’ Sharon, kemudian hari Perdana Menteri Israel, justru menjadi Tokoh Pendekatan dengan Pihak Palesti na. Langkahnya terhalangi oleh sakit/stroke/koma bertahun-tahun sebelum wafat.

Page 107: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

101Edisi Oktober 2014

Kendati pun Daya Matra Udara dengan meyakinkan menampilkan kapasitas penentunya baik di : Sinai, Hanoi-Haiphong, maupun Irak; akan tetapi baik di Sinai maupun Irak, Supremasi Udara diraih dengan bantuan pelibatan Matra-matra lain dalam gelar gabungan. Bahkan juga dalam Linebacker II, melibatkan toh Pesawat Buru-Sergap ALAS, yang bertolak dari Carrier Grup di lepas pantai, sebagai pelindung terhadap Mig-Mig Vietminh; walau sebagian besar pelindung adalah Pesawat-pesawat Tempur AUAS sendiri.

Unsur Pendadakan, yang alami [seharusnya tetap] dimiliki oleh Daya Matra Udara dengan [3] kecepatan, [4] fl eksibilitas/kelenturan dan [5] kemampuan gelar menghantam sentra gravitas Lawan [6] dalam paradigma Rencana Operasi yang baik, bakal membuat Daya Matra Darat dan Laut bertempur nyaris bebas [bila masih ada] dari gangguan udara Lawan.

Tetap butuh langkah-langkah Strategik brilyanSedangkan konsepsi gelar-Strategik : supremasi di fron-

fron pertempuran, barangtentu bermakna pula, bahwasanya Home-front tetap terkawal dengan baik; itu tak saja menuntut bahwa Daya Matra Udara cukup, memadai besar-kekuatannya, akan tetapi juga berada dalam tangan-tangan eselon-Komando yang cakap dan ‘cukup’ brilyan, sehingga mampu [1] membagi kekuatan dan [2] mengendalikan gelarnya cukup bagi kebutuhan-kebutuhan semua kemesti an Strategik-esensial tersebut.

Akan tetapi kecuali di kasus ‘ekstrem’ Linebacker II, dalam mana ‘hanya’ Daya Matra Udara saja mampu mencapai hasilan Militer Strategiknya dengan terwujudnya Tujuan Politi k Nasional AS : memaksa Hanoi kembali berunding, dengan meraih persetujuan bersama di Paris.

Dr. PAG Sabin10, seorang cendekiawan Inggris, Pemikir Strategik Air Power, dengan pesimisti k, menganalisis bahwa : peran Takti s maupun Strategik seperti ini di hari depan, dipandangnya sebagai tak pasti . Dalam hal SAM-pasif, Pesawat-pesawat Siluman, Persenjataan-berlaser, rudal-jelajah dan rudal-

10 Dalam analisisinya : Airpower in the Joint Warfare, London, 1999.

Page 108: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 2014102

rudal balisti k antar-benua/jarak-jauh kian tersebar ke pelbagai Negara, utamanya akibat ‘perdagangan-bebas’, pencurian Teknologi Tinggi maupun kian terorganisasi dan majunya black markets. Walaupun barangtentu bukan halangan mutlak, oleh sebab sebuah AU dengan : Perwira Tinggi, Perwira dan para Perajurit profesional yang terlati h baik, pada dasarnya disiapkan-dan-dilati h untuk mampu menghadapi problema sulit apapun. Itulah sari-pati dari kemampuan berperang awak AU dan AB pada umumnya.

Di gelar “Desert Storm”, tahun 1990-91, Jenderal Schwarzkopf dan para Perencana Operasinya-- di awalnya, Kol. John Warden masih terlibat, sampai ia juga ‘friksi’ dengan Letjen “Chuck” Horner, Panglima Udara “Desert Storm”, dan terpaksa mundur --; membalik [dhi., katakanlah : backwarding the Strategical planning], dengan [1] menata gelar Divisi-divisi terbaiknya yang datang dari Eropa maupun AS, sebegitu rupa sehingga [2] Komando Tinggi AB-Irak tersudut, dan Divisi-divisi Tempurnya ditata-gelar justru di posisi yang gampang diserang AUAS-dan-Koalisi, dan [3] penghancuran efekti f yang terjadi, alhasil memudahkan penghancuran Strategik-tuntas oleh Daya Matra Darat [plus Marinir AS dan Koalisi], yang cukup menghantam Strategis telak hanya dalam lima hari. [Sementara dalam Perang [Iran-Irak; baik Irak maupun Iran ‘mengaku’ menang Perang setelah pergulatan Strategik delapan tahun.]

Historik nampak, baik dari Linebacker II [tahun 1972, yang amat ‘dramati k’] maupun Desert Storm [tahun 1991], sebagaimana The Batt le of Britt ain [tahun 1940, peran RAF dalam peran Strategik independen, membela Negaranya menjadi : legenda], bahwa Daya Matra Udara [= Airpower], dapat dominan11 , dan tak ‘cuma’ suporti f. Kunci Strategisnya adalah : [1] kemampuan mengidenti fi kasi dengan menyimak keseutuhan paradigma Strategik yang melingkupi dan dihadapi, kemudian [2] dengan brilyan menyimpulkan adakah perannya dirancang untuk : dominan, suporti f atau independen itu.

11 Indirect, ada peran Strategik suporti f Royal Navy, akan tetapi dapat dinilai cukup kecil, sebab Kriegsmarine [AL-Jerman] telah dilumpuhkan sebelumnya oleh AL-Inggris itu.

Page 109: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

103Edisi Oktober 2014

Walau Angkatan lain, idealnya, mampu merekrut dan mendapat Perajurit karir yang brilyan12, AU lebih butuh dan riel mesti lebih mampu menjaga karir Perwira-perwira brilyan, lebih dari Matra lain.

Intervensi AS, Bombardemen terhadap ISISDalam dua wilayah bergolak Irak dan Suriah, muncul aksi-

aksi a la ‘Jihadi’, yang konon memperjuangkan pembentukan Islamic State [s] of Iraq and Syria [= ISIS]. Sejumlah ‘Sukarelawan-Jihadi’ asal Indonesia, yang konon berjuang di kedua wilayah tersebut, lantas membawa gagasan itu ke Indonesia; sebuah konsep-politi k-global buruk yang dinyatakan salah dan ditolak oleh MUI.

Di kedua wilayah itu ISIS memicu problema serius baru, sebab persoalan lamapun. belum usai.

Di Irak, ditengah problema Politi k Suni dan Syiah [yang mayoritas] yang belum tuntas dan mapan, dalam konteks demokrasi yang cukup rapuh, ISIS13 membawa gagasan yang dipaksakan, yang nampaknyapun sukar diterima kedua golongan Islam itu. Satuan-satuan bersenjata ISIS maju mendekati Baghdad di akhir minggu ke IV Juli 2014. Sedangkan di Suriah, konfl ik penggulingan rezim otoriter Basir al-Assad, yang dintervensi oleh banyak kepenti ngan Timur Tengah plus Internasional, dan masih terlibat konfl ik tajam, diperumit dengan beragam aksi ‘Jihadi’ ISIS, yang malahan mendukung Al-Assad yang represif. Dan ISIS yang dipelopori-dan-dimotori justru oleh ‘Jihadi’Suni14 non-pribumi di kedua Negara tersebut, riel menarik banyak pihak Faksi Keras15 yang terdapat subur di sekitar kawasan itu.

12 Baik dari Alumni AAU, Secapa maupun IDP. Perlu pemikiran ulang Kebijaksanaan Pembinaan Perwira IDP khususnya.13 Menyebut diri juga sebagai Islamic State of Iraq and the Levant [ISIL, dhi. : Negara Islam Irak dan Suriah-Raya]14 Di lingkup global, Suni mayoritas. Tetapi di Irak minoritas, sedangkan di Iran, hampir semuanya Pemeluk Syiah.15 Berdiri tahun 2004, akibat rebutan pengaruh internal yang keras terjadi, ISIS pecah kongsi dengan al-Qaeda Irak di tahun 2014 ini. Akan tetapi bila terjadi ancaman dari ‘musuh bersama’, mungkin bergabung lagi.

Page 110: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 2014104

Para ‘Jihadi’ ISIS mengklaim, bahwa [1] Negara Islam yang mereka dirikan berpusat-beribukota di Ar-Raqqah [Suriah], dan bahwasanya [2] seluruh ‘Negara Islam’ di Dunia menjadi bagian Negara Islam yang mereka dirikan dan [3] mengakui Kalifat/Kepala Negara [kini bergelar : Amir al-Mukminin Caliphat Ibrahim] sebagai ‘Kepala Negara’ [=Kalifah]. Bilamana ISIS menguat, bakal menimbulkan problema global baru lagi. Keberpihakannya kepada Basyir al-Assad yang otoriter-represif seolah mengukuhkannya sebagai Organisasi-Teror-dan-Insurjen yang menggunakan Islam lebih sebagai kedok.

AS dan NATO yang mempunyai ‘komitmen’ dan kepenti ngan terhadap Irak, dan sebagian Negara NATO juga kepada Suriah, agaknya tak akan berdiam diri, dan AS khususnya, terdengar sudah memperti mbangkan pelbagai opsi serbuan udara, membantu Pasukan-pasukan Pemerintah Irak yang diluar Satuan-satuan Insurjen yang telah ada, kini juga menghadapi Unit-unit Teror-dan-Tempur ISIS.

Bakal menjadi konfl ik yang aspek Politi knya dapat teramat peka dan meruyak-liar bila ti dak ditangani dengan Strategi Raya AS-NATO yang tepat-dan-bijak. Hal peka terjadi, e.g. bilamana

menimbulkan collateral-damages [dhi. korban Sipil di kasus peka, misal di pasar, hingga korban wanita banyak, juga di tengah kota dengan korban wanita/anak, ‘pesantren’, Masjid] meruyak. [Kiri : bendera ISIS/ISIL.]

Posisi & status AS-NATO yang [1] gampang dikafi rkan, sungguh ti dak menguntungkan, mampu memancing kebencian-dan-simpati [2] yang menjadikan ISIS membesar. Akan tetapi, [3] belajar dari pengalaman, dengan kajian intensif kasus-kasus menghadapi Insurjensi khususnya; AS tak menggelar pemboman dengan resiko mengenai sasaran Sipil sudah 40-an tahun [Linebacker II Hanoi-Haiphong, tahun 1972, 42 tahun silam]. Akan tetapi [4] betapapun Perang Politi k dan Opini Publik ti daklah mudah, apalagi menghadapi Lawan-lawan [Timur Tengah khsusunya] yang telah ‘luka’ berkepanjangan dengan AS-

Page 111: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

105Edisi Oktober 2014

Barat [sendiri], maupun pembelaanya terhadap Israel.Apakah Airpower [khususnya dengan pemboman] terhadap

Kekuatan Darat ISIS bakal efekti f ?Anggaran Militer : AS-NATO sudah mempunyai Skadron-

skadron Udara di wilayah itu, hingga relati f hemat beaya. Beaya Operasional Operasi Udara terhadap Mu’amar Qadhafi [tahun 2011], yang berhasil melengser Qadhafi , hanya sekitar USD ti ga milyar [bagi kurun operasional delapan bulan; murah dalam ukuran AS-Sekutu Baratnya. Kala itu Pesawat-pesawat Pembom harus terbang lebih jauh dari, bila saja ISIS menjadi sasaran.

Akankah efekti f ? : Dalam Operasi Militer reguler, bukan berti ti k-beratkan Perang Gerilya, ISIS lebih lemah keti mbang serangan terhadap Qadhafi , di tengah-tengah AB dan Negaranya.

AS-NATO juga memiliki sejumlah Pasukan, membantu Pasukan-pasukan Pemerintah Irak; yang bakal berperan utama dalam menghantam Satuan-satuan ISIS, yang kini, mendekati Baghdad. Bersifat Serangan Udara suporti f, efekti vitasnya tergantung kepada Batalyon-batalyon yang gelar di darat. Akan tetapi bila ISIS, menghadapi Serangan Udara mengambil Strategi Gerilya; maka Pasukan-pasukan Irak bakal kurang efekti f, begitu pula sebagai akibatnya Serangan-serangan Udara, dan Batalyon-batalyon AS-NATO mesti lebih banyak berperan sebab peliknya aksi-aksi Counter Insurgency dengan intensitas Serbuan Udara yang juga menurun. Perubahan Strategi dan info-Intelijen mesti berlandas akurasi Intelijen dan realita lapangan.

Bila berti ndak segera, dengan dukungan diplomati k kuat dari Negara-negara Kawasan tersebut, efekti vitasnya bakalan lebih besar.

Model Libya atau Vietnam ? : Dua tokoh pimpinan awal ISIS, Abu Abdullah al-Rashid al-Baghdadi dan Abu Ayub al-Masri tewas oleh Pasukan-pasukan AS dan Pemerintah Baghdad, di tahun 2010, maka bila pimpinan kini Abu Bakar al-Baghdadi [Kalifah] dan Abu Umar al-Shishani [Panglima Perang], merubah Strategi Perangnya, dan ISIS lebih bergerak/mengandalkan Strategi Insurjensi, maka peran Strategis yang lebih besar lagi mesti disandarkan kepada Satuan-satuan Matra Darat AS-NATO-dan-AB-Pemerintah Baghdad. [Sebelumnya Tokoh penti ng al-

Page 112: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

Edisi Oktober 2014106

Qaeda, al-Zarqawi, tewas oleh Drone AUAS bersenjata.]Maka ABAS khususnya, boleh jadi ‘terpaksa’ terus

menggelar Doktrin Lawan Insurjensi, yang sudah bertahun-tahun dikaji dan diuji-cobanya. Sedangkan AS khususnya, yang : [1] Orang-orang dan Tentara Asing, [2] bercitrakan non-Muslim, yang [3] turun-gelar ke Irak dengan menyerbu sebuah Negara Merdeka [kala itu di bawah Saddam Hussein], bagaimanapun juga menyandang ciri-ciri alami negati f, yang semesti nya bisa segera dikompensasi oleh AB-dan-Pemerintahan Baghdad-- dengan Parlemen yang mayoritas Syiah --, yang dipilih demokrati s; tetapi yang toh masih-dan-tetap juga lemah. Pemerintahan Syiah ini pula, yang ti dak terjadi selama puluhan tahun di Irak, malahan kini mendapati lawan baru sesama Muslim : Sunni ISIS. Tragik : Sunni adalah musuh bebuyutannya !

Buti r-buti r Notasi :I. Billy Mitchell, Douhet, Trenchard memprediksi, bahwa Daya Matra

Udara bakal merevolusionerkan Perang, memacu intensif pelbagai perkembangan baru yang penti ng, dan alhasil membawa dan membentuk independensi Angkatan-angkatan Udara. Akan tetapi bilamana rangkaian baru paradigma Daya Matra tak diusung-dan-diwujudkan opti mal, cara-cara Perangnya tak diubah, terkungkung sekedar sebagai pendukung Matra lain, ti dak independen [dalam wahana Operasi Gabungan], maka dayanya bakal minimalis; walaupun bisa jadi tetap [minimalis] bermanfaat.

II. Kendati pun AS dan ABAS dalam maxim Clausewitz via ‘Jembatan Politi k Perundingan Paris’ mundur dari Vietnam; akan tetapi Vietminh yang berniat Politi k mengambangkan perjanjian itu, dan dengan begitu tambah tak ada agenda operasional penyelesaian Vietnam [‘monolog’/sepihak akan diselesaikannya sendiri dalam kehendak dan Strategi Nasional Vietminh sendiri]; kemudian dihajar oleh Daya Matra Udara ABAS, dan kembali berunding menyelesaikan Perjanjian Paris. Serbuan hebat 11 hari itu desisif-efekti f. Itu sebuah Strategi Militer, bagian Strategi Nasional AS yang dirancang kuat, dan berada dalam tangan Kepemimpinan Nasional yang kuat pula, di bawah Presiden Nixon. Sang Presiden menunjukkan : ‘spekulasi Politi k mencekam-mengerikan’ bahwa pemboman Hanoi-Haiphong [yang a.l. menyebabkan kapal-kapal angkut Soviet dan Cina pasok persenjataan Vietminh, putar-balik ke Negaranya], bakal memicu protes keras bahkan Perang Dunia III, adalah visi kerdil !

III. Walau Presiden Truman, pengganti Roossevelt yang meninggal sebelum

Page 113: Diterbitkan oleh DINAS PENERANGAN ANGKATAN UDARA · 4 Edisi Oktober 2014 and Tekir, 2012), which indirectly involves state-actors. Recent cyber war shows that asymmetry confl ict

ANGKASA CENDEKIA

107Edisi Oktober 2014

Perang Dunia II usai, seperti kuat-tegar kala memutuskan penjatuhan Bom Atom atas Jepang [keputusan ini dinilai ‘kontroversial-dilemati k’ oleh banyak pihak, a.l. : kenapa Jerman-Hitler yang juga tak mau menyerah, tak dibom Atom ?] Ia seperti melemah kala memperti mbangkan pemboman di Utara Sungai Yalu, untuk memaksa Korea Utara mundur. Usulan Jenderal Besar McArthur malah mengakibatkan Sang Jenderal dilengser! Ironik, bahwa tanpa pemboman tersebut, Pasukan RRC malah menyerang Pasukan PBB di Korea; Perang memanjang bertahun-tahun lagi, dan malahan berhenti tanpa Perjanjian Perdamaian.

RM Subagyo Sayogya, Wartawan Senior, Pemerhati Hankam & Politi k.